1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi diberbagai sektor merupakan suatu hal yang harus diikuti oleh
semua negara agar suatu negara tersebut tidak mengalami kesenjangan dengan negara
lain. Pelaku bisnis pun juga didorong untuk proaktif seiring globalisasi dan
modernisasi yang sedang terjadi. Tantangan dan hambatan pun tidak dapat dihindari
oleh para pelaku bisnis, sehingga mereka dituntut lebih dengan adanya regulasi dari
pemerintah. Tidak mudah bagi pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya
berdampingan dengan regulasi. Dari sinilah muncul tindakan-tindakan yang berujung
pada melanggarnya pada suatu regulasi, bahkan juga melanggar etika bisnis.
Praktik tindakan kejahatan yang berkaitan dengan keuangan salah satunya
yang terjadi pada kasus Enron. Di Indonesia sendiri ada kasus Bank Bali, Bank
Century, dan sampai yang terbaru adalah kasus rekening “gendut” yang dimiliki oleh
beberapa pejabat di Indonesia. Dengan mulai banyaknya skandal dan tindakan
korupsi maka secara tidak langsung berdampak pada menurunnya tingkat
kepercayaan masyarakat pada pejabat publik dan instansi pemerintah.
Tidak hanya di lingkungan pemerintahan, tetapi tindakan KKN bisa terjadi di
lingkungan perusahaan. Salah satunya dengan memanipulasi laporan keuangan. Salah
2
Manajemen laba merupakan suatu pilihan metode akuntansi yang secara sengaja
dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu (Siddharta, 2005).
Banyaknya kasus manipulasi data keuangan suatu perusahaan membuktikan
bahwa laporan keuangan suatu perusahaan belum memiliki integritas dan tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Karena laporan keuangan sendiri merupakan gambaran
keuangan dari sebuah perusahaan. Oleh karena itu informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan harus memiliki kualitas andal yaitu tidak menyesatkan, tidak ada
kesalahan material, dan dapat di andalkan pemakainya sebagai informasi yang jujur
dan disajikan secara wajar (SAK, 2004).
Sudah banyak kasus perusahaan yang berusaha memanipulasi laporan
keuangannya untuk kepentingan pihak tertentu. Oleh karena itu penerapan Good
Corporate Governance pada suatu perusahaan menjadi salah satu langkah awal di
dalam meminimalisir tindakan KKN di lingkup perusahaan. Contoh kasus yang
mendunia mengenai kegagalan di dalam penerapan Good Corporate Governance
adalah kasus Enron di Amerika. Dengan kegagalan tersebut berakibat pada
bangkrutnya perusahaan tersebut dan berdampak pada kerugian yang dialami oleh
pasar saham, pemegang saham, kreditor, dan karyawan pada perusahaan tersebut.
Akuntansi sebagai bahasa bisnis tentunya harus ikut andil dalam melawan dan
mengatasi berbagai praktik kejahatan tersebut. Oleh karena itu akuntansi sebagai
salah satu cabang ilmu dituntut untuk berkembang dan mengikuti perkembangan
3
dunia bisnis, salah satunya adalah berkaitan dengan fraud. Salah satu pilar akuntansi
yang tidak asing lagi dengan fraud adalah auditing. Tetapi selama ini audit yang
digunakan dan diharapkan menangani fraud pun memiliki keterbatasan sehingga
dapat dikatakan belum berhasil. Keterbatasan inilah dikarenakan audit hanya
menekankan pada penemuan kesalahan dan keteledoran pada laporan keuangan.
Berkembanglah ilmu akuntansi forensik untuk menjawab tantangan dan
permasalahan yang berkaitan dengan fraud. Akuntansi forensik menurut Tuanakotta
(2010) adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada
masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau diluar pengadilan, Menurut
Brooks et al. (2005) menyatakan bahwa seorang auditor forensik dalam menjalankan
tugas mencari aktivitas keuangan yang mencurigakan dan fraud yang dilakukan oleh
perorangan maupun bisnis. Dimana seorang auditor forensik juga menjalankan peran
yang lebih nyata dalam membantu pemerintah untuk mengevaluasi catatan akuntansi
dan perbankan yang dicurigai. Peran auditor forensik di dalam pemerintah juga tidak
kalah pentingnya, terutama ketika mengevaluasi catatan akuntansi atau laporan
realisasi anggaran pemerintahan.
Di Indonesia sendiri mengenal istilah audit forensik ketika terjadi krisis
keuangan di tahun 1997. Dimana IMF dan World Bank mensyaratkan harus adanya
proses Agreed Upon Deu Dilligence (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan
beberapa akuntan Indonesia. Tujuan dari diadakannya ADDP ini adalah ketika IMF
4
ADPP ini menerapkan audit forensik di dalam pelaksanaanya. Kasus besar yang
membuat audit forensik akrab ditelinga masyarakat Indonesia yaitu ketika ditahun
1999 KAP PricewaterhouseCoopers (PwC) berhasil membongkar kasus Bank Bali.
Dengan sebuah software khusus PwC mampu menunjukkan arus dana rumit yang
berbentuk seperti cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). PwC menggunakan
metode dalam audit tersebut melalui follow the money atau mengikuti ailiran uang
hasil korupsi Bank Bali dan depth interview yang kemudian mengarahkan kepada
para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus tersebut.
Audit forensik di Indonesia dilaksanakan diberbagai lembaga seperti Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kantor
Akuntan Publik (KAP). Tetapi di Indonesia sendiri tidak semua kantor akuntan
publik yang memiiki dan menyediakan jasa audit forensik. Namun perkembangan
audit forensik di Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara lain maka
Indonesia masih dapat dikatakan jauh tertinggal. Kanada dan Amerika Serikat
merupakan contoh negara yang memiliki standar yang baku mengenai Standar Audit
Forensik, sedangkan sampai sekarang Australia sedang dalam proses penyusunan
Standar Audit Forensik.
BPK merupakan satu-satunya lembaga negara yang memiliki wewenang
untuk memeriksa atau mengaudit pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
5
dengan kewenangannya. Tuanakotta (2010:165) berpendapat bahwa dalam jargon
administrasi negara istilah “pemeriksaan” digunakan dalam makna audit ekstern
(external audit). Peranan BPK adalah menjadi external auditor untuk mengaudit
penerimaan dan belanja negara. Sederhananya BPK dibentuk untuk mendeteksi
adanya fraud yang sering terjadi di dalam proses perancangan maupun pelaksanaan
APBN. Fraud yang sering terjadi adalah banyaknya mark up di setiap sektor di
APBN.
Tuanakotta (2010) juga mengemukakan bahwa belum banyak KAP atau
lembaga lainnya yang punya kesempatan untuk menerapkan audit forensik karena
spesialisasi forensik sendiri belum banyak dilirik di Indonesia. Salah satu faktornya
adalah para auditor menganggap audit forensik sangat minim diminati di Indonesia.
Sehingga mengakibatkan sedikitnya auditor di Indonesia yang bersertifikat Certified
Fraud Examiners (CFE). Masyarakat Indonesia sendiri masih asing ketika mendengar
istilah audit forensik. Bahkan sebagian kecil masyarakat belum mengetahui apa tugas
dari seorang auditor forensik. Dan untuk menjalankan tugas sebagai auditor, tentunya
seorang auditor forensik harus memiliki keahlian khusus di bidangnya.
Kantor Akuntan Publik (KAP) di Indonesia yang menyediakan jasa di bidang
forensik hanya KAP-KAP yang masuk kategori the big four. Meliputi KPMG, Ernst
& Young, Deloitte Ross Tohmatsu, dan PricewaterhouseCoopers. Secara garis besar
the big four ini menyediakan forensic service seperti pencegahan fraud, korupsi,
6
laporan keuangan. Fenomena ini berbanding lurus dengan sedikitnya jumlah auditor
yang menggeluti di bidang audit forensik. Hal ini tidak sebanding dengan ekspektasi
masyarakat yang tinggi akan peran dan fungsi dari seorang auditor forensik dalam
menemukan bukti tindak pidana yang berkaitan dengan fraud, dan hal ini yang
menjadi tantangan dan tanggung jawab tersendiri bagi auditor forensik. Oleh karena
itu, untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pemeriksaan sehingga
keahlian audit forensik menjadi syarat utama bagi seorang auditor forensik dalam
menjalankan tugasnya.
Hal itulah yang menarik penulis untuk meneliti mengenai pentingnya keahlian
audit forensik dari sisi auditor pemerintah dan auditor swasta. Dari penelitian ini
diharapkan dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi mengenai
pentingnya keahlian audit forensik. Auditor pemerintah khususnya BPK dipilih
karena lembaga tersebut menjadi auditor eksternal pemerintah. Dan auditor BPK pun
sering dimintai pendapatnya didepan pengadilan untuk berbagai macam kasus
mengenai kasus korupsi. Dan kriteria ini terdapat pada keahlian yang harus dimiliki
oleh seorang auditor. Auditor swasta khususnya yang ada di KAP-KAP dipilih karena
selain KAP the big four tidak memiliki jasa di bidang audit forensik. Sehingga
dengan berbagai macam latar belakang tersebut memungkinkan adanya pandangan
yang berbeda mengenai pentingnya keahlian audit forensik yang dimiliki oleh
7
Pada penelitian terdahulu tentang audit forensik, sebagian besar meneliti
tentang profesi seorang akuntan forensik di Indonesia dan pendidikan dari akuntansi
forensik itu sendiri. Rezaee (2003) melakukan survey kepada akademisi dan praktisi
mengenai pentingnya, relevansi, dan implementasi akuntansi di dunia pendidikan.
Hasil dari peneltian tersebut menngungkapkan bahwa adanya ketertarikan dan
permintaan terhadap akuntansi forensik, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah
universitas yang memasukkan akuntansi forensik di dalam kurikulum pendidikan.
Iprianto (2009) melakukan penelitan mengenai persepsi akademisi dan praktisi
terhadap keahlian audit foensik. Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa
adanya perbedaan persepsi antara akademisi dengan praktisi
Atas dasar latar belakang tersebut penelitian ini mengangkat judul
“PERSEPSI AUDITOR TENTANG PENTINGNYA KEAHLIAN AUDIT
FORENSIK: KOMPARASI AUDITOR PEMERINTAH DAN AUDITOR SWASTA”.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan persepsi terhadap pentingnya keahlian audit
forensik antara auditor pemerintah dan auditor swasta?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah bertujuan agar penelitian tidak menyimpang dari
tujuan penelitian yang telah diuraikan, batasan masalah dalam penelitian ini
8
x Audit Forensik di dalam Katalog Diklat Teknis Substansi BPKP (2012:7)
dijelaskan bahwa audit forensik merupakan gabungan dari keahlian di
bidang akuntansi, audit dan hukum. Hasil dari audit forensik sendiri dapat
digunakan dalam proses pengadilan atau bentuk hukum lainnya. Untuk
mengukur keahlian audit forensik digunakan dimensi dari audit forensik
yang terdapat pada penelitian Digabriele (2008) yaitu sebagai berikut:
(1)kemampuan analisis deduktif, (2)berpikir kritis, (3)pemecahan masalah
tidak terstruktur, (4)keahlian analitis, (5)komunikasi lisan, (6)komunikasi
tertulis, (7)pengetahuan tentang hukum, (8)bersikap tenang.
x Yang dimaksud dengan auditor pemerintah adalah para auditor yang
bekerja di instansi BPK-RI Pusat dan BPK Perwakilan Daerah Istimewa
Yogyakarta.
x Yang dimaksud dengan auditor swasta adalah para auditor yang bekerja
baik di KAP the big four maupun yang tidak.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, yang
menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan dan
persepsi antara auditor pemerintah dan auditor swasta tentang pentingnya
9 1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Pengembangan ilmu pengetahuan
a. Dapat memberi tambahan informasi bagi para pembaca yang ingin lebih
menambah wawasan pengetahuan khususnya dibidang audit forensik.
b. Bagi civitas akademika dapat untuk menambah informasi sumbangan
pemikiran dan bahan kajian dalam penelitian.
2. Manfaat Praktis
Bagi lembaga-lembaga yang terkait
a. Dapat memberikan kontribusi untuk perguruan tinggi dan praktisi dalam
pengembangan ilmu audit forensik, agar dapat memberikan pemahaman
lebih mengenai keahliaan yang harus dimiliki seorang auditor forensik di
dalam melakukan praktiknya.
b. Dapat memberikan masukan mata kuliah pilihan audit forensik di dalam
kurikulum mahasiswa S1 program studi akuntansi, khususnya di Prodi
Akuntansi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
1.6 Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai
10 Bab I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II. LANDASAN TEORI
Bab ini berisi uraian secara teoritis terhadap masalah dalam penelitian
ini, antara lain Persepsi, Akuntansi Forensik, Audit Forensik, Ruang
Lingkup Audit Forensik, Keahlian Auditor Forensik, Standar Audit
Forensik, Berorientasi pada Auditor Pemerintah dan Swasta, Peran
BPK dalam Audit Forensik, Kode Etik BPK, Standar Pemeriksaan
BPK dalam Audit Forensik, Hasil Riset Sebelumnya, dan Perumusan
Hipotesis.
Bab III. METODA PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan metodologi penelitian berupa bentuk
penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, definisi
operasional variabel, metode pengujian instrumen penelitian, dan alat
analisis yang digunakan dalam penelitian.
Bab IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi demografi responden, analisis data dan pembahasan.