PENGARUH PEMANFAATAN KOMPOS SOLID DALAM MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK NPKMg (15:5:6:4) TERHADAP
PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PRE NURSERY
CARLOS PANJAITAN 050301049
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PEMANFAATAN KOMPOS SOLID DALAM MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK NPKMg (15:5:6:4) TERHADAP
PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PRE NURSERY
SKRIPSI
Oleh:
CARLOS PANJAITAN 050301049
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PEMANFAATAN KOMPOS SOLID DALAM MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK NPKMg (15:5:6:4) TERHADAP
PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PRE NURSERY
SKRIPSI
Oleh:
CARLOS PANJAITAN 050301049/BDP-AGRONOMI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Skripsi : Pengaruh Pemanfaatan Kompos Solid Dalam Media Tanam Dan Pemberian Pupuk NPKMg (15:15:6:4) Terhadap Pertumbuhan
Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Pre Nursery. Nama : Carlos Panjaitan
NIM : 050301049
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Mengetahui,
Tanggal Lulus:
Ir.Balonggu Siagian, MS Ketua
Ir.T.Irmansyah, MP Anggota
ABSTRACT
CARLOS PANJAITAN: Influence The Utilization Of Solid Compost In Growing Media and NPKMg (15:15:6:4) Fertilizer Application on Growth of Oil Palm Seedlings (Elaeis guineensis Jacq) In Pre Nursery Supervised by Balonggu Siagian and T.Irmansyah.
Provision of organic materials and fertilizers is an effort to improve the physical properties, chemical and biological soil as plant growth media. With the availability of organic matter and nutrients in the media enough to get a quality oil palm seeds. Therefore a research had been conducted at the experimental field of Agricultural Faculty, USU (± 25 m asl) in February - May 2010 using a factorial randomized block design with two factors: growing media (solid compost + topsoil Ultisol): S0= 0%+100%; S1= 25%+75%; S2= 50%+50%; S3= 75%+25% and doses of NPKMg (15:15:6:4) fertilizer: 0, 3, 6, 9 g per seedling. The parameters observed were plant height, stem diameter, leaf number, leaf area, total chlorophyll leaf, fresh weight and dry weight of seedlings.
The result of the research showed that growth media were significantly to all parameters. The application of NPKMg (15:15:6:4) fertilizer were not significantly to all parameters. And the interaction of the both treatment just significantly to fresh weight and dry weight of seedlings.
Keywords : growth media, solid compost, NPKMg (15:15:6:4) fertilizer, oil palm seedlings.
ABSTRAK
CARLOS PANJAITAN: Pengaruh Pemanfaatan Kompos Solid Dalam Media Tanam dan Pemberian Pupuk NPKMg (15:15:6:4) Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery, dibimbing oleh Balonggu Siagian dan T.Irmansyah.
Pemberian bahan organik dan pemupukan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah sebagai media tumbuh tanaman. Dengan ketersediaan bahan organik dan unsur hara yang cukup pada media diharapkan diperoleh bibit kelapa sawit yang berkualitas. Untuk itu suatu penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU (± 25 m dpl) pada Februari – Mei 2010 menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan 2 faktor yaitu media tanam (kompos solid + topsoil ultisol): S0= 0%+100%; S1= 25%+75%; S2= 50%+50%; S3= 75%+25% dan dosis pupuk NPKMg (15:15:6:4): 0, 3, 6, 9 g per bibit. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, jumlah klorofil daun, berat segar bibit, berat kering bibit.
Hasil penelitian diperoleh bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Pemberian dosis pupuk NPKMg (15:15:6:4) berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Interaksi media tanam dan pupuk NPKMg (15:15:6:4) berpengaruh nyata terhadap bobot segar dan bobot kering bibit.
RIWAYAT HIDUP
Carlos Panjaitan dilahirkan di Lubuk Pakam pada tanggal 09 Mei 1987.
Anak kedua dari empat bersaudara, putra dari Bapak E. Panjaitan dan Ibu M.
Simanjuntak.
Adapun pendidikan yang pernah ditempuh adalah SD RK Serdang Murni
Lubuk Pakam lulus tahun 1999, SLTP RK Serdang Murni Lubuk Pakam lulus
tahun 2002, SMA Negeri 1 Lubuk Pakam lulus tahun 2005. Penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Agronomi Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2005 melalui jalur SPMB.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Kebun
Rambutan Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“Pengaruh Pemanfaatan Kompos Solid Dalam Media Tanam dan Pemberian
Pupuk NPKMg (15:15:6:4) Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Pre Nursery”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Balonggu Siagian,
MS selaku ketua dan Ir. T. Irmansyah, MP selaku anggota komisi pembimbing
yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Ungkapan terima kasih penulis kepada
Ayahanda E. Panjaitan dan Ibunda M. Simanjuntak serta kakak dan adik-adikku
atas dukungan dan kasih sayang serta doanya yang tulus. Penulis juga ucapkan
terima kasih kepada teman-teman BDP-AGR’05 atas dukungan dan
kebersamaannya selama dalam mengikuti perkuliahan di kampus.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfat bagi yang membutuhkannya.
Medan, Agustus 2010
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit ... 5
Syarat Tumbuh ... 7
Iklim ... 7
Tanah ... 8
Tenera (D×P) ... 8
Limbah Solid (Solid Ex Decanter) ... 9
Kompos Solid ... 10
Tanah Ultisol ... 12
Pupuk NPKMg (15:15:6:4) ... 13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 16
Bahan dan Alat ... 16
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan ... 19
Persiapan Media Tanam ... 19
Penanaman ... 20
Aplikasi Pupuk NPKMg (15:15:6:4) ... 20
Pemeliharaan ... 21
Penyiraman ... 21
Penyiangan (Pengendalian Gulma) ... 21
Pengamatan Gejala Serangan Hama dan Penyakit ... 21
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21
Pengamatan Parameter ... 22
Tinggi Bibit (cm) ... 22
Diameter batang (mm) ... 22
Jumlah Daun (helai) ... 22
Total Luas Daun (cm2) ... 22
Jumlah Klorofil Daun (unit/6 mm2) ... 23
Bobot Segar Bibit (g) ... 23
Bobot Kering Bibit (g) ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 24
Pembahasan ... 41
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49
Saran ... 49
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Rataan Tinggi Bibit (cm) umur 12 MST Pada Perlakuan Kompos
Solid dan Pupuk NPKMg. ... 24
2. Rataan Diameter Batang (mm) umur 12 MST Pada Perlakuan
Kompos Solid dan Pupuk NPKMg. ... 26
3. Rataan Jumlah Daun (helai) umur 12 MST Pada Perlakuan
Kompos Solid dan Pupuk NPKMg. ... 28
4. Rataan Total Luas Daun (cm2) Pada Perlakuan Kompos Solid
dan Pupuk NPKMg. ... 29
5. Rataan Jumlah Klorofil Daun (unit/6mm2) Pada Perlakuan
Kompos Solid dan Pupuk NPKMg. ... 31
6. Rataan Bobot Segar Bibit (g) Pada Perlakuan Kompos Solid dan
Pupuk NPKMg. ... 33
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Hubungan Kompos Solid dengan Tinggi Bibit Umur 12 MST ... 25
2. Hubungan Kompos Solid dengan Diameter Batang Umur 12 MST ... 27
3. Hubungan Kompos Solid dengan Jumlah Daun Umur 12 MST ... 28
4. Hubungan Kompos Solid dengan Total Luas Daun ... 30
5. Hubungan Kompos Solid dengan Jumlah Klorofil Daun ... 32
6. Hubungan Kompos Solid dengan Bobot Segar Bibit ... 34
7. Hubungan Kompos Solid dengan Bobot Segar Bibit Pada Berbagai Taraf Pupuk NPKMg ... 34
8. Hubungan Pupuk NPKMg dengan Bobot Segar Bibit Pada Berbagai Taraf Kompos Solid ... 35
9. Hubungan Kompos Solid dengan Bobot Kering Bibit ... 37
10.Hubungan Kompos Solid dengan Bobot Kering Bibit Pada Berbagai Taraf Pupuk NPKMg ... 38
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Hasil Analisis Unsur Hara Kompos Solid ... 53
2. Hasil Analisis Tanah Ultisol ... 54
3. Bagan Lahan Percobaan ... 55
4. Bagan Tata Letak Tananman Pada Plot Penelitian ... 56
5. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 57
6. Data Pengamatan Tinggi Bibit 4 MST ... 58
7. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit 4 MST ... 58
8. Data Pengamatan Tinggi Bibit 8 MST ... 59
9. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit 8 MST ... 59
10.Data Pengamatan Tinggi Bibit 12 MST ... 60
11.Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit 12 MST ... 60
12.Data Pengamatan Diameter Batang 8 MST ... 61
13.Daftar Sidik Diameter Batang 8 MST ... 61
14.Data Pengamatan Diameter Batang 12 MST ... 62
15.Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 12 MST ... 62
16.Data Pengamatan Jumlah Daun 8 MST ... 63
17.Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 8 MST ... 63
18.Data Pengamatan Jumlah Daun 12 MST ... 64
19.Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 12 MST ... 64
21.Daftar Sidik Ragam Total Luas Daun ... 65
22.Data Pengamatan Jumlah Klorofil Daun ... 66
23.Daftar Sidik Ragam Jumlah Klorofil Daun ... 66
24.Data Pengamatan Bobot Segar Bibit ... 67
25.Daftar Sidik Ragam Bobot Segar Bibit ... 67
26.Data Pengamatan Bobot Kering Bibit ... 68
27.Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Bibit ... 68
28.Rangkuman Uji Beda Rataan ... 69
ABSTRACT
CARLOS PANJAITAN: Influence The Utilization Of Solid Compost In Growing Media and NPKMg (15:15:6:4) Fertilizer Application on Growth of Oil Palm Seedlings (Elaeis guineensis Jacq) In Pre Nursery Supervised by Balonggu Siagian and T.Irmansyah.
Provision of organic materials and fertilizers is an effort to improve the physical properties, chemical and biological soil as plant growth media. With the availability of organic matter and nutrients in the media enough to get a quality oil palm seeds. Therefore a research had been conducted at the experimental field of Agricultural Faculty, USU (± 25 m asl) in February - May 2010 using a factorial randomized block design with two factors: growing media (solid compost + topsoil Ultisol): S0= 0%+100%; S1= 25%+75%; S2= 50%+50%; S3= 75%+25% and doses of NPKMg (15:15:6:4) fertilizer: 0, 3, 6, 9 g per seedling. The parameters observed were plant height, stem diameter, leaf number, leaf area, total chlorophyll leaf, fresh weight and dry weight of seedlings.
The result of the research showed that growth media were significantly to all parameters. The application of NPKMg (15:15:6:4) fertilizer were not significantly to all parameters. And the interaction of the both treatment just significantly to fresh weight and dry weight of seedlings.
Keywords : growth media, solid compost, NPKMg (15:15:6:4) fertilizer, oil palm seedlings.
ABSTRAK
CARLOS PANJAITAN: Pengaruh Pemanfaatan Kompos Solid Dalam Media Tanam dan Pemberian Pupuk NPKMg (15:15:6:4) Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery, dibimbing oleh Balonggu Siagian dan T.Irmansyah.
Pemberian bahan organik dan pemupukan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah sebagai media tumbuh tanaman. Dengan ketersediaan bahan organik dan unsur hara yang cukup pada media diharapkan diperoleh bibit kelapa sawit yang berkualitas. Untuk itu suatu penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU (± 25 m dpl) pada Februari – Mei 2010 menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan 2 faktor yaitu media tanam (kompos solid + topsoil ultisol): S0= 0%+100%; S1= 25%+75%; S2= 50%+50%; S3= 75%+25% dan dosis pupuk NPKMg (15:15:6:4): 0, 3, 6, 9 g per bibit. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, jumlah klorofil daun, berat segar bibit, berat kering bibit.
Hasil penelitian diperoleh bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Pemberian dosis pupuk NPKMg (15:15:6:4) berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Interaksi media tanam dan pupuk NPKMg (15:15:6:4) berpengaruh nyata terhadap bobot segar dan bobot kering bibit.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri penting penghasil minyak
masak, minyak industri, maupun bahan bakardan berbagai jenis
turunannya seperti minya
industri Sisa pengolahannya
dapat dimanfaatkan menjadi kompos dan campuran pakan ternak
Minyak sawit merupakan sumber karotenoid alami yang paling besar.
Kadar karotenoid dalam minyak sawit yang belum dimurnikan berkisar antara
500-700 ppm dan lebih dari 80%-nya adalah α dan β karoten. Dilihat dari kadar
aktivitas provitamin A, kadar karotenoid minyak sawit mempunyai aktivitas
10 kali lebih besar dibanding wortel dan 300 kali lebih besar dibanding tomat
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1997).
Pada tahun 2008, luas areal pertanaman kelapa sawit Indonesia yang telah
menghasilkan sekitar 6,6 juta Ha dengan total produksi sekitar 17,6 juta ton CPO.
Terdiri dari Perkebunan Rakyat seluas 2,6 juta ha dengan produksi 5.895.000 ton
CPO, Perkebunan Besar Nasional seluas 687 ribu Ha dengan produksi
2.313.000 ton CPO, dan Perkebunan Besar Swasta seluas 3,4 juta Ha dengan
produksi 9.254.000 ton CPO. Sedangkan untuk luas areal pertanaman kelapa
sawit Indonesia tahun 2008 yang belum menghasilkan seluas 2,8 juta Ha
Kebutuhan akan ketersediaan bibit kelapa sawit berkualitas dengan
kuantitas yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
penduduk dunia akan minyak sawit. Perawatan bibit yang baik di pembibitan awal
dan pembibitan utama melalui dosis pemupukan yang tepat merupakan salah satu
upaya untuk mencapai hasil yang optimal dalam pengembangan budidaya kelapa
sawit (Santi dan Goenadi, 2008).
Aplikasi pupuk dengan efisiensi tinggi dapat diperoleh melalui
peningkatan daya dukung tanah dan peningkatan ketersediaan unsur hara pupuk
dalam media tanam bibit. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut
yaitu melalui kombinasi penggunaan pupuk buatan (anorganik) dan kompos
sebagai agen pembenah tanah. Penggunaan kompos pada medium pembibitan
kelapa sawit sangat diperlukan untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan bahan
organik (Lubis, 1992).
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan,
misalnya limbah organik rumah tangga, kotoran/limbah peternakan,
limbah-limbah pertanian, limbah-limbah-limbah-limbah agroindustri, limbah-limbah pabrik kertas, limbah-limbah pabrik
gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll (Crawford, 2003).
Solid adalah limbah padat dari hasil samping proses pengolahan tandan
buah segar (TBS) di pabrik kelapa sawit menjadi minyak mentah kelapa sawit
atau Crude Palm Oil (CPO). Solid mentah memiliki bentuk dan konsistensi seperti
ampas tahu, berwarna kecokelatan, berbau asam-asam manis, dan masih
mengandung minyak CPO sekitar 1,5% (Ruswendi, 2008).
Pada beberapa perkebunan, antisipasi terhadap limbah tersebut ditempuh
perkebunan. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa padatan solid
memiliki kandungan bahan kering 81,56% yang di dalamnya terdapat protein
kasar 12,63%; serat kasar 9,98%; lemak kasar 7,12%; kalsium 0,03%; fosfor
0,003%; dan energi 154 kal/100 gram. (Utomo dan Widjaja, 2005).
Efisiensi pemupukan dapat dicapai dengan takaran pupuk yang tepat yang
dipengaruhi oleh hubungan antara sifat-sifat tanah dan tanaman. Tanaman kelapa
sawit memerlukan media tanah yang bersifat permeabel (mudah meloloskan dan
menyerap air dan udara tanah), dan lapisan tanah yang tebal, serta kandungan air
pada tanah, yang sesuai kebutuhan tanaman (Riwandi, 2004).
Dari penelusuran informasi penulis di sebuah Perkebunan Besar, saat ini
mulai adanya kesulitan dalam mencari dan menyediakan tanah topsoil dalam skala
besar untuk media pembibitan. Dan dalam penyediaan tanah topsoil ini, ada
beberapa hal yang menjadi masalah yaitu sebagai berikut :
- jauhnya lokasi pengambilan tanah topsoil dari lokasi pembibitan
- biaya untuk membeli tanah topsoil cukup mahal
- biaya transportasi yang cukup mahal dalam pengangkutannya
- lokasi pengambilan harus dipastikan bebas ganoderma
- merusak lokasi bekas pengambilan karena hilangnya lapisan tanah atasnya.
Dari uraian di atas, limbah solid dari pabrik pengolahan kelapa sawit
memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan yaitu solid yang telah
menjadi kompos dapat dibuat sebagai bahan campuran dalam media tanam
pembibitan kelapa sawit, sehingga pemakaian tanah topsoil pun dapat dikurangi
dan dapat menghemat biaya untuk media pembibitan. Kompos solid sebagai agen
ketersediaan bahan organik dan unsur hara terhadap pertumbuhan bibit kelapa
sawit. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
penggunaan kompos solid dalam media tanam dan pupuk NPKMg (15:15:6:4)
pada pembibitan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pre nursery.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan kompos
solid dalam media tanam dan pemberian pupuk NPKMg (15:15:6:4) terhadap
pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pre nursery.
Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh pemanfaatan kompos solid dalam media tanam terhadap
pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery.
2. Ada pengaruh pupuk NPKMg (15:15:6:4) terhadap pertumbuhan bibit kelapa
sawit di pre nursery.
3. Ada pengaruh interaksi pemanfaatan kompos solid dalam media tanam dengan
pupuk NPKMg (15:15:6:4) terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre
nursery.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Sebagai bahan informasi tentang pembibitan kelapa sawit di pre nursery bagi
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Lubis (1992) taksonomi tanaman kelapa sawit adalah sebagai
berikut,
Kingdom : Plantae
Divisio : Tracheophyta
Sub Divisio : Pteropsida
Kelas : Angiospermae
Sub Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Cocoideae
Family : Palmae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guneensis Jacq.
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang
pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula)
dan bakal akar (radikula). Kelapa sawit yang sudah dewasa memiliki akar serabut
yang membentuk anyaman rapat dan tebal. Sebagian akar serabut tumbuh lurus ke
bawah/vertikal dan sebagian lagi tumbuh menyebar ke arah samping/horizontal
(Sastrosayono, 2003).
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, dimana batangnya tidak
berkambium dan tidak bercabang. Batang berbentuk silinder dengan diameter
20-75 cm. Tanaman yang masih muda batangnya tidak terlihat jelas karena
mencapai ketinggian 24 meter. Pertumbuhan batang tergantung jenis tanaman,
kesuburan lahan, dan iklim setempat (Fauzi, dkk, 2002).
Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip. Daun dibentuk di dekat
titik tumbuh. Daun membentuk satu pelepah yang panjangnya 7,5-9,0 m dengan
jumlah anak daun setiap pelepah berkisar antara 250-400 helai. Daun muda yang
masih kuncup berwarna kuning pucat. Daun tua yang sehat berwarna hijau tua dan
segar (Turner and Blanks, 1974).
Menurut Dartius (1995), luas daun tanaman kelapa sawit dapat dihitung
dengan rumus A = P x L x k ,dimana : A = Luas daun (cm2); P = Panjang daun
(cm); L = Lebar daun (cm); k = konstanta = 0,57 untuk daun belum membelah
atau lanset pada tahap pre nursery dan 0,51 untuk daun yang telah membelah atau
bifourcate.
Tanaman kelapa sawit bersifat monoecious atau berumah satu. Bunga
jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman, namun tandan bunga jantan
terpisah dengan tandan bunga betina dan memiliki waktu pematangan berbeda
sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk
lancip dan panjang, betina terlihat lebih besar apalagi saat sedang mekar
(Syamsulbahri, 1996).
Penyerbukan buatan pada tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan
menyemprotkan/menaburkan serbuk sari yang diambil secara sengaja dari bunga
jantan pada bunga betina yang sedang mekar atau fertil (Sianturi, 1993).
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah
tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul
sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak
bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan
sendirinya (Fauzi, dkk, 2002).
Buah terdiri dari tiga lapisan. Eksokarp yaitu bagian kulit buah berwarna
kemerahan dan licin, Mesokarp, serabut/daging buah, Endokarp yaitu cangkang
pelindung inti. Endokarp yaitu inti/kernel kelapa sawit. Inti sawit (kernel, yang
sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan
minyak inti berkualitas tinggi (Soehardiyono, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kelapa Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15°
LS). Tanaman ini tumbuh baik di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan
kelembaban optimum 80-90%. Sawit membutuhkan iklim denga
stabil 2000-2500 mm per tahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan
dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi
perilaku pembungaan dan produksi buah sawit
Kecepatan angin antara 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses
penyerbukan pada tanaman kelapa sawit (Lubis, 1992).
Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan pembentukan
hasil tanaman. Pada tanaman kelapa sawit temperatur optimal berkisar antara
24°-28°C dengan lama penyinaran matahari 5-7 jam per hari. Suhu rata-rata
tahunan daerah pertanaman kelapa sawit yang menghasilkan banyak tandan
Tanah
Pada pembibitan kelapa sawit dibutuhkan tanah dengan aerasi baik
sehingga pertumbuhan akar tidak terganggu dan pada ujung-ujung akar yang
terbentuk akan cepat mengabsorpsi air dan hara (Sianturi, 1993).
Agar diperoleh bibit yang baik pertumbuhannya, media yang digunakan
harus sesubur mungkin dengan struktur baik. Hal ini bertujuan untuk melengkapi
suatu media pertumbuhan yang banyak mengandung unsur hara dan tersedia
untuk pertumbuhan tanaman (Hartley, 1977).
Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah
6,5-7,0 dengan pH tanah ideal 5,5. Tanah harus gembur dan berdrainase baik.
Pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit dalam banyak hal tergantung
pada karakter lingkungan fisik dan kimia dimana tanaman ditumbuhkan
(Sianturi, 1993).
Tenera (D x P)
Tenera adalah hasil persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera.
Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-
masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap
fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai
90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 24-26 %
Benih-benih kelapa sawit yang dihasilkan oleh produsen benih resmi saat
rupa dan berulang-ulang sehingga menghasilkan kualitas sangat baik, berasal dari
indukan yang jelas asal usulnya yaitu Dura dan Pisifera.
Dura, ditanam sebagai pohon induk betina dengan ciri-ciri :
- Daging buah (mesokarp) tipis (20-65 %) - Tempurung tebal (20-50 %)
- Biji tebal (4-20 %)
Pisifera, ditanam sebagai sumber serbuk sari dengan ciri-ciri :
- Daging buah (mesokarp) tebal (92-97 %) - Tidak ada tempurung
- Biji kecil (3-8 %)
Tenera (D x P), ditanam di perkebunan kelapa sawit dengan ciri-ciri :
- Daging buah (mesokarp) sedang-tebal (80-96 %) - Tempurung tipis (3-20 %)
- Biji sedang (3-15 %)
(Subiantoro, 2009).
Limbah Solid (Solid Ex Decanter)
Adapun hasil dan limbah dari perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa
sawit adalah sebagai berikut (a) Hasil dan limbah kebun kelapa sawit : tandan
buah segar (TBS), hijauan kebun antar tanaman (covercrop/ground) dan rumput,
pelepah dan daun kelapa sawit. (b) Hasil dan limbah pabrik pengolahan kelapa
sawit : Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Kernel Palm Oil (CPKO), serat buah
(serabut/fibre), lumpur sawit, bungkil inti sawit (BIS), limbah padat (solid),
tandan buah kosong kelapa sawit (Maskamian, 2006).
Solid adalah produk akhir berupa padatan dari proses pengolahan TBS di
PKS yang memakai sistem decanter. Decanter digunakan untuk memisahkan fase
cair (minyak dan air) dari fase padat sampai pertikel-pertikel terakhir. Decanter
dapat mengeluarkan 90% semua padatan dari lumpur sawit dan 20% padatan
Unsur hara yang terkandung dalam decanter solid basah/mentah (wet
decanter solid) berdasarkan hasil analisis sampel di beberapa perkebunan besar di
Sumatera yaitu N (0.472%), P (0.046%), K (0.304%) dan Mg (0.070%).
Kandungan unsur hara tersebut hampir sama dengan janjangan kosong, akan
tetapi kandungan Kalium (K) pada decanter solid lebih rendah (Pahan, 2008).
Decanter Solid mengandung unsur hara dan zat organik yang tinggi.
Aplikasinya pada tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan kandungan fisik,
kimia dan biologi pada tanah, dan menurunkan kebutuhan pupuk anorganik secara
keseluruhan (Pahan, 2008).
Kompos Solid
Pengomposan adalah cara pemanfaatan limbah padat yang sudah lama
dikenal. Setiap limbah padat yang dibuang ke tanah akan selalu diikuti
pembusukan yang dilakukan oleh mikroba tanah ataupun mikroba yang berasal
dari limbah itu sendiri (Ditjen PPHP, 2006).
Hasil penelitian Santi, et al (2000), menunjukkan bahwa asam humik
kompos asal limbah padat organik perkebunan mengandung aspartat dan glutamat
sebagai asam amino utamanya. Asam amino merupakan komponen penting
penyusun enzim tanaman.
Pengaruh stimulasi bahan humik yang terkandung dalam kompos terhadap
pertumbuhan tanaman telah diteliti dan dipublikasikan secara luas. Fungsi bahan
humik yang utama adalah (i) untuk menginisiasi germinasi bibit dan perakaran,
(ii) meningkatkan pembelahan dan pemanjangan sel, (iii) meningkatkan total
membran sel tanaman sehingga mempermudah pengangkutan nutrien melalui
membran sel, serta (v) untuk mengubah bentuk nutrien tidak larut menjadi bentuk
terlarut dalam tanah (Chen dan Aviad,1990 ; Mikkelsen, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain:
rasio C/N, ukuran partikel, aerasi, porositas, kandungan air, suhu, pH, kandungan
hara, dan kandungan bahan-bahan berbahaya. Aspek/manfaat kompos bagi tanah
dan tanaman : 1. Meningkatkan kesuburan tanah, 2. Memperbaiki struktur dan
karakteristik tanah, 3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah, 4. Meningkatkan
aktivitas mikroba tanah, 5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan
jumlah panen), 6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman, 7. Menekan
pertumbuhan/serangan penyakit tanaman, 8. Meningkatkan retensi/ketersediaan
hara di dalam tanah (Isroi, 2006).
Asam humik dapat menghambat pertumbuhan fungi patogen dan
menstimulasi aktivitas mikroba tanah. Sebagai hasil dekomposisi bahan organik,
asam amino merupakan komponen utama yang terkandung dalam asam humik.
Keberadaan asam amino sebagai komponen utama dalam asam humik
memungkinkan penggunaan senyawa ini sebagai sumber nitrogen organik
(Coelho et al., 1985).
Sejalan dengan paradigma pengurangan input pupuk kimia buatan, maka
dapat ditempuh upaya pemanfaatan kompos. Pemanfaatan kompos limbah padat
pabrik pengolahan kelapa sawit 50-75 % pada media pembibitan kelapa sawit di
pre nursery, berpengaruh positif terhadap pertumbuhan bibit disamping dapat
mengurangi pemakaian pupuk kimia buatan (anorganik), juga efektif dalam upaya
Peranan bahan organik sangat penting dalam meningkatkan kemampuan
tanah dalam menahan air. Dengan meningkatnya kemampuan tanah dalam
menahan air maka akar-akar tanaman akan mudah menyerap zat-zat makanan bagi
pertumbuhan tanaman(Hakim, dkk, 1986).
Tanah Ultisol
Di Indonesia tanah ultisol mempunyai lapisan permukaan yang sangat
terlindi berwarna kelabu cerah sampai kekuningan di atas horizon akumulasi yang
bertekstur relative berat berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal
agregat kurang stabil dan permeabilitas rendah, topografi umumnya berbukit dan
elevasi 50-350 m (Darmawijaya, 1997).
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang dapat digunakan sebagai
media pembibitan. Namun tanah ultisol miskin kandungan hara makro terutama
N, P, K, Ca, dan Mg dan juga memiliki kandungan bahan organik yang rendah.
Tanah seperti ini banyak dijumpai di Indonesia yang dulu dikenal dengan nama
Podzolik Merah Kuning (PMK) (Hasibuan, 2006).
Ultisol umumnya bereaksi masam, produktivitasnya rendah, kapasitas
tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) rendah, kejenuhan alumunium (Al)
yang tinggi sehingga menyebabkan Phospor (P) membentuk senyawa yang tidak
larut dengan Al sehingga pertumbuhan tanaman terganggu (Sanchez, 1992).
Menurut Heddy (1986) ciri-ciri tanah ultisol adalah memiliki solum tanah
yang agak tebal yaitu 90-180 cm dengan batas horizon datar. Konsistensinya
adalah gembur di bagian atas dan teguh di bagian bawah dengan tekstur dari
Problem umum tanah ultisol yang memiliki reaksi tanah (pH) tanah
masam, kandungan Al yang tinggi, dan unsur haranya yang rendah dapat diatasi
melalui pengapuran dan pemupukan serta pengelolaan yang baik sehingga tanah
dapat menjadi lebih produktif dan tidak rusak (Hardjowigeno, 1987).
Topsoil yang merupakan tanah lapisan atas memiliki tingkat pelapukan
dan bahan organik yang lebih tinggi dibanding lapisan yang dibawahnya yaitu
lapisan subsoil. Maka semakin ke dalam, lapisan tanah ultisol semakin rendah
tingkat kesuburannya. Pada umumnya lapisan tanah topsoil antara 0-20 cm
sedangkan tanah subsoil antara 35-55 cm (Buckman dan Brady, 1982).
Pupuk NPKMg (15:15:6:4)
Untuk mendapatkan pertumbuhan bibit yang baik, pemupukan yang tepat
merupakan faktor yang penting. Kebutuhan yang pasti akan unsur-unsur hara bagi
pertumbuhan bibit kelapa sawit belum seluruhnya diketahui. Penambahan suatu
unsur hara dilakukan jika kelihatan adanya kekahatan (Chan dan Tobing, 1982).
Pupuk majemuk merupakan pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur
hara dan memiliki persentase kandungan unsur tertentu. Pupuk majemuk lebih
efisien dalam aplikasinya dibanding pupuk tunggal, dimana beberapa unsur hara
penting yang dibutuhkan tanaman dapat diberikan sekaligus dalam sekali aplikasi.
Dengan menggunakan pupuk majemuk lengkap, waktu dan biaya tenaga kerja
serta ongkos pengangkutannya dapat dihemat (Sastrosoedirjo, dkk 1992).
Pupuk majemuk merupakan hara penting bagi tanaman. Berdasarkan
penelitian di Sumatera Utara unsur-unsur hara yang berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan dan produksi kelapa sawit adalah nitogen (N), fosfor (P), kalium
Pada pembibitan pupuk pertama diberikan pada waktu sebulan setelah
tanam kecambah, karena masih mendapat makanan dari endosperma biji.
Pemberian pupuk pada bibit kelapa sawit memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan, namun demikian jika pemberian berlebihan akan menekan
pertumbuhannya. Interaksi antara unsur N, P, K dan Mg sangat berbeda nyata dan
bibit kelapa sawit sangat peka terhadap perubahan perimbangan unsur hara yang
diberikan (Socfindo, 2003).
Menurut rekomendasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, pemupukan
bibit di pre nursery dapat menggunakan Urea 2 gr/liter air/100 bibit, pemupukan
secara foliar application (melalui daun), dengan frekuensi pemupukan sekali
seminggu. Dan pemberian pupuk NPKMg (15:15:6:4) sebanyak 2,5 gr/bibit
melalui media tanam. Pada media dapat ditambahkan bahan organik berupa
kompos TKKS 100 kg/m3 tanah dan Rock Phospate 5 kg/m3 (PPKS, 2001).
Unsur N yang diserap tanaman berperan dalam menunjang pertumbuhan
vegetatif tanaman seperti akar, batang dan daun. Unsur P berperan dalam
membentuk sistem perakaran yang baik. Unsur K yang berada pada ujung akar
merangsang proses pemanjangan akar. Di samping itu unsur K juga berperan
merangsang titik-titik tumbuh tanaman, sedangkan unsur Mg diperlukan sebagai
inti penyusun khlorofil. Apabila tanaman kekurangan unsur hara P maka dapat
menyebabkan berkurangnya perkembangan akar, dimana akar akan kelihatan
kecil-kecil (Sarief, 1986).
Unsur N menyebabkan perkembangan permukaan daun yang lebih cepat.
Unsur N berperan dalam meningkatkan perkembangan batang baik secara
menunjang pertumbuhan lebar daun. Umumnya unsur hara yang tersedia bagi
tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan besar lingkaran batang. K berfungsi
menguatkan vigor tanaman yang dapat mempengaruhi besar lingkaran batang
tanaman muda (Suwandi dan Chan,1982).
Unsur N adalah penyusun utama biomassa tanaman muda. Unsur N
berperan di dalam merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu menambah tinggi
tanaman dan merangsang pertumbuhan daun (Hakim, dkk, 1986).
Menurut Lubis, dkk (1986), adapun beberapa peranan unsur P yaitu
berperan penting dalam proses pembelahan sel untuk membentuk organ tanaman,
berperan dalam pembentukan anakan, akar, buah, dan biji. Selain itu, P juga
berperan penting dalam pembentukan ikatan-ikatan pirofospat seperti ATP dan
ADP yang memungkinkan terjadinya transfer energi pada tanaman.
Kombinasi pupuk dengan bahan organik dapat digunakan untuk
meningkatkan metabolisme tanaman, dimana penyerapan unsur hara yang berasal
dari pupuk akan lebih efektif karena meningkatnya daya dukung tanah akibat
penambahan bahan organik dalam tanah. Dengan demikian, pertumbuhan
tanaman akan lebih baik sehingga dapat meningkatkan berat basah dan berat
kering tanaman (Suwandi dan Chan,1982).
Apabila tanaman kekurangan unsur hara N, P, K, dan Mg akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, akar menjadi lemah dan jumlah
akar berkurang, sehingga akan mempengaruhi dan mengakibatkan terganggunya
proses pembentukan biomassa tanaman atau bagian-bagian vegetatif tanaman
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara Medan dengan ketinggian ± 25 meter di atas permukaan laut,
mulai bulan Februari 2010 sampai dengan Mei 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kecambah kelapa
sawit Tenera (DxP) PPKS Medan varietas Yangambi sebagai objek yang akan
diamati. Kompos Solid (limbah Solid yang telah terdekomposisi selama
± 6 bulan) dan topsoil Ultisol yang berasal dari areal perkebunan PT.Socfindo Lae
Butar Aceh Singkil sebagai media tanam. Pupuk NPKMg (15:15:6:4) sebagai
perlakuan pupuk yang diaplikasikan ke bibit kelapa sawit. Polibag ukuran 1 kg
(15 cm x 20 cm) sebagai tempat media tanam pembibitan. Arnet dan bambu
sebagai bahan naungan. Insektisida Decis 60EC untuk mengendalikan hama.
Fungisida Daconil 60WP dan Dithane M-45 untuk mengendalikan penyakit yang
disebabkan jamur/fungi.
Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, meteran, ayakan, timbangan
elektronik, gembor, sprayer, kertas label perlakuan dan penanda sampel, spidol,
penggaris, jangka sorong, klorofilmeter, form data, kalkulator, alat tulis, dan alat
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan 2 faktor yaitu :
•Faktor I : Kompos solid dalam media tanam (S) dengan 4 taraf yaitu : S0 = Kompos Solid 0 %, + topsoil Ultisol 100 %
Sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan yaitu :
S0P0 S1P0 S2P0 S3P0
S0P1 S1P1 S2P1 S3P1
S0P2 S1P2 S2P2 S3P2
S0P3 S1P3 S2P3 S3P3
Jumlah blok (ulangan) : 3 blok
Jumlah plot seluruhnya : 48 plot
Jarak antar blok : 50 cm
Jarak antar plot : 30 cm
Jarak tanam : 20 cm x 20 cm
Ukuran 1 plot : 50 cm x 50 cm
Jumlah tanaman/plot : 4 tanaman
Jumlah sampel/plot : 3 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 192 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis sidik ragam dengan model linier sebagai
Yijk = Hasil pengamatan unit percobaan pada blok ke-i dengan perlakuan
kompos solid dalam media tanam taraf ke-j dan dosis pupuk NPKMg
taraf ke-k.
(αβ = Efek interaksi kompos solid dalam media tanam taraf ke-j dan pupuk
NPKMg taraf ke-k pada blok ke-i
ijk
ε = Efek galat yang disebabkan faktor kompos solid dalam media tanam
taraf ke-j dan faktor pupuk NPKMg taraf ke-k pada blok ke-i.
Dari hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Lahan dipersiapkan sebaik mungkin di lahan datar dan terbuka, strategis
dan aman, dekat dengan sumber air permanen dan memiliki drainase yang baik.
Areal yang akan digunakan dibersihkan dari gulma dan sisa akar tanaman. Dibuat
plot percobaan dengan ukuran 50 cm x 50 cm, dengan jarak antar plot 30 cm dan
jarak antar blok 50 cm. Kemudian dibuat naungan dari kombinasi pelepah sawit
dan bahan paranet dengan tinggi naungan ± 2 m dari permukaan lahan, seperti
terlihat pada Lampiran 29. Dokumentasi Penelitian.
Persiapan Media Tanam
Sebelum digunakan, kompos solid dan topsoil Ultisol sebagai media tanam
diayak terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan, ukuran lubang 1 cm2. Tiap
polibag diisi media sesuai taraf perlakuan dan diberi label perlakuan, sebagai
berikut:
S0 = Kompos Solid 0 % + topsoil Ultisol 100 %
S1 = Kompos Solid 25 % + topsoil Ultisol 75 %
S2 = Kompos Solid 50 % + topsoil Ultisol 50 %
S3 = Kompos Solid 75 % + topsoil Ultisol 25 %
Media diisikan dalam polibag hingga media cukup padat sampai ketinggian
± 1 cm dari bibir polibag. Kemudian polibag diletakkan dan disusun dengan jarak
tanam 20 cm x 20 cm pada plot percobaan. Dalam satu plot percobaan terdapat
4 polibag bibit, seperti terlihat pada Lampiran 4. Gambar Tata Letak Tanaman
Penanaman
Benih kecambah yang digunakan adalah kecambah normal yang memiliki
plumula dan radikula yang berlawanan arah. Sebelum penanaman dilakukan,
kecambah terlebih dahulu direndam dalam larutan fungisida Dethane M-45
dengan konsentrasi 2 gram/L air selama ± 10 menit, dan media pada polibag
terlebih dahulu disiram sampai kondisi cukup lembab. Tiap polibag ditanam
1 benih kecambah dengan kedalaman ± 2 cm dari permukaan media tanam,
dengan kondisi plumula mengarah ke atas permukaan media dan radikula
mengarah ke dalam media.
Aplikasi Pupuk NPKMg (15:15:6:4)
Aplikasi pupuk NPKMg (15:15:6:4) akan dilakukan setelah tanaman bibit
berumur sebulan setelah tanam kecambah. Masing-masing dosis pupuk diberikan
secara bertahap dalam tiga kali aplikasi selama masa pre nursery dengan interval
dua minggu. Pemupukan dilakukan pada pagi atau sore hari. Pupuk diaplikasikan
dengan cara ditaburkan secara melingkar merata pada media dan dilakukan
pengadukan sedikit antara pupuk dengan media bagian atas, kemudian dilakukan
penyiraman. Berikut tahapan pengaplikasian pupuk NPKMg (15:15:6:4) :
Perlakuan
Aplikasi pupuk NPKMg (15:15:6:4)
Minggu ke- , setelah tanam kecambah
4 6 8
P0 = 0 g/bibit 0 g 0 g 0 g
P1 = 3 g/bibit 1 g 1 g 1 g
P2 = 6 g/bibit 2 g 2 g 2 g
Pemeliharaan
Penyiraman
Penyiraman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman bibit dan
agar media pembibitan kelapa sawit tetap terjaga kelembabannya. Penyiraman
dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau disesuaikan dengan
kondisi kelembaban media dan lahan. Penyiraman dengan menggunakan gembor.
Penyiangan (Pengendalian gulma)
Penyiangan dilakukan dengan membersihkan tanah pada media
pembibitan dan sekitar areal pembibitan dari gulma. Penyiangan dilakukan
1 kali seminggu dan disesuaikan dengan kondisi media tanam dan lahan.
Penyiangan dilakukan secara manual pada polibag dan lahan percobaan.
Pengamatan Gejala Serangan Hama dan Penyakit
Pengamatan gejala serangan hama dan penyakit dilakukan 2 kali
seminggu. Adapun hama yang sering menyerang pembibitan kelapa sawit adalah
Belalang dan Apid, sedangkan penyakitnya disebabkan oleh patogen jamur/fungi.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimia. Insektisida Decis
60EC dengan konsentrasi 2 cc/liter air yang disemprotkan 1 kali seminggu untuk
mengendalikan hama. Fungisida Daconil 60WP dan Dithane M-45 dengan
konsentrasi masing-masing 2 gram/liter air yang disemprotkan 1 kali seminggu
secara bergantian untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan patogen jamur
/fungi. Tindakan pengendalian dilakukan dan disesuaikan dengan kondisi
Pengamatan Parameter
Tinggi Bibit (cm)
Tinggi bibit diukur mulai dari pangkal bibit sampai dengan daun tertinggi
setelah diluruskan ke atas. Pada media tanam diberi patok standar sebagai
penanda pangkal bibit. Pengukuran tinggi tanaman bibit dilakukan setelah bibit
berumur 4 minggu setelah tanam (MST), 8 MST dan 12 MST. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan meteran atau penggaris.
Diameter Batang (mm)
Diameter batang diukur dari dua arah berlawanan yang saling tegak lurus
kemudian dirata-ratakan. Diameter batang diukur pada ketinggian ± 1 cm di atas
patok standar. Pengukuran diameter batang dilakukan setelah bibit berumur
8 MST dan 12 MST. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.
Jumlah Daun (helai)
Daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna
membentuk helaian daun. Penghitungan jumlah daun dilakukan setelah bibit
berumur 8 MST dan 12 MST.
Total Luas Daun (cm2)
Pengukuran total luas daun dilakukan pada akhir penelitian yaitu setelah
bibit berumur 12 MST. Panjang daun diukur dari pangkal sampai ujung daun dan
lebar daun diukur pada bagian tengah daun yang terlebar. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan penggaris atau meteran. Luas daun dapat dihitung dengan
menggunakan rumus A = P x L x k , dimana : A = Luas daun (cm2), P = Panjang
membelah/lanset pada tahap pre nursery). Dihitung luas setiap daun dari satu
tanaman kemudian ditotalkan seluruhnya.
Jumlah Klorofil Daun (unit/6mm2)
Pengukuran jumlah klorofil daun dilakukan pada akhir penelitian yaitu
setelah bibit berumur 12 MST. Pengukuran jumlah klorofil daun dilakukan pada
daun yang paling tengah dan diukur pada tiga titik yaitu ujung, tengah dan
pangkal daun kemudian dirata-ratakan. Jumlah klorofil daun diukur dengan
menggunakan klorofilmeter.
Bobot Segar Bibit (g)
Pengambilan data bobot segar bibit dilakukan pada akhir penelitian yaitu
setelah bibit berumur 12 MST. Biomassa tanaman dipisahkan dari media dan
dicuci sampai bersih dengan air, lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan
elektronik.
Bobot Kering Bibit (g)
Pengambilan data bobot kering bibit dilakukan di akhir penelitian dengan
mengeringkan biomassa tanaman dengan menggunakan oven dengan temperatur
105°C selama 24 jam, lalu dikeringanginkan dan ditimbang dengan menggunakan
timbangan elektronik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan kompos solid
berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit pada umur 4, 8, dan 12 minggu setelah
tanam (MST), diameter batang umur 8 dan 12 MST, jumlah daun umur 8 dan
12 MST, total luas daun, jumlah klorofil daun, bobot segar dan bobot kering bibit.
Pemberian pupuk NPKMg (15:15:6:4) berpengaruh tidak nyata terhadap
semua parameter yang diamati pada umur 4, 8, dan 12 MST. Interaksi perlakuan
kompos solid dengan pupuk NKPMg (15:15:6:4) hanya berpengaruh nyata
terhadap bobot segar bibit dan bobot kering bibit.
Tinggi Bibit (cm)
Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam tinggi bibit umur 4, 8, dan
12 MST dapat dilihat pada Lampiran 6-11 bahwa perlakuan kompos solid
berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit. Sedangkan pupuk NPKMg dan interaksi
keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit umur 4, 8, dan 12 MST.
Rataan tinggi bibit umur 12 MST pada perlakuan kompos solid dan pupuk
NPKMg dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan tinggi bibit (cm) umur 12 MST pada perlakuan kompos solid dan pupuk NPKMg.
Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa pada perlakuan kompos solid dalam
media, rataan tinggi bibit tertinggi terdapat pada taraf perlakuan S2 (27,90 cm)
dan terendah pada taraf perlakuan S0 (24,23 cm). Taraf perlakuan S2 berbeda
tidak nyata dengan S1 dan S3, tetapi berbeda nyata dengan S0.
Pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit umur
12 MST. Rataan tinggi bibit tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P0 (27,11 cm)
dan terendah pada taraf perlakuan P3 (25,60 cm).
Hubungan kompos solid dengan tinggi bibit pada umur 12 MST dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan kompos solid dengan tinggi bibit umur 12 MST
Pada Gambar 1. dapat dilihat bahwa pengaruh kompos solid terhadap
tinggi bibit menunjukkan hubungan yang kuadratik, dimana tinggi bibit semakin
meningkat dengan meningkatnya persentase kompos solid dalam media sampai
persentase kompos solid optimum yaitu 45,26 % dengan tinggi bibit maksimum
28,19 cm, selanjutnya tinggi bibit semakin menurun bila melebihi persentase
Diameter Batang (mm)
Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam diameter batang umur
8 MST, dan 12 MST dapat dilihat pada Lampiran 12-15 yang menunjukkan
bahwa perlakuan kompos solid berpengaruh nyata terhadap diameter batang.
Sedangkan perlakuan pupuk NPKMg dan interaksi keduanya berpengaruh tidak
nyata terhadap diameter batang umur 8 MST dan 12 MST.
Rataan diameter batang umur 12 MST pada perlakuan kompos solid dan
pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan diameter batang (mm) umur 12 MST pada perlakuan kompos solid dan pupuk NPKMg.
(kompos solid, + topsoil) dalam media (%)
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata dengan uji Duncan 5 %.
Pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa pada perlakuan kompos solid dalam
media, rataan diameter batang tertinggi terdapat pada taraf perlakuan S2
(9,98 mm) dan terendah pada taraf perlakuan S0 (9,11 mm). Taraf perlakuan S2
berbeda tidak nyata dengan S3 dan S1, tetapi berbeda nyata dengan S0.
Pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang umur
12 MST. Rataan diameter batang tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P1
(9,94 mm) dan terendah pada taraf perlakuan P3 (9,51 mm).
Hubungan kompos solid dengan diameter batang umur 12 MST dapat
Gambar 2. Hubungan kompos solid dengan diameter batang umur 12 MST
Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa pengaruh kompos solid terhadap
diameter batang menunjukkan hubungan yang kuadratik, dimana diameter batang
semakin meningkat dengan meningkatnya persentase kompos solid dalam media
hingga persentase kompos solid optimum yaitu 58,33 % dengan diameter batang
maksimum 10,16 mm, selanjutnya diameter batang semakin menurun bila
melebihi persentase kompos optimum tersebut.
Jumlah Daun (helai)
Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam jumlah daun umur 8 MST
dan 12 MST dapat dilihat pada Lampiran 16-19 yang menunjukkan bahwa
perlakuan kompos solid berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Sedangkan
perlakuan pupuk NPKMg dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata
terhadap jumlah daun umur 8 MST dan 12 MST.
Rataan jumlah daun umur 12 MST pada perlakuan kompos solid dan
pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan jumlah daun (helai) umur 12 MST pada perlakuan kompos solid dan pupuk NPKMg.
(kompos solid, + topsoil) dalam media (%)
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata dengan uji Duncan 5 %.
Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa pada perlakuan kompos solid dalam
media, rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada taraf perlakuan S2 (4,11 helai)
dan terendah pada taraf perlakuan S0 (3,50 helai). Taraf perlakuan S2 berbeda
tidak nyata dengan S1 dan S3, tetapi berbeda nyata dengan S0.
Pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun umur
12 MST. Rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P1 (3,92
helai) dan terendah pada taraf perlakuan P3 (3,67 helai).
Hubungan kompos solid dengan jumlah daun umur 12 MST dapat dilihat
pada Gambar 3.
Pada Gambar 3. di atas dapat dilihat bahwa pengaruh kompos solid
terhadap jumlah daun menunjukkan hubungan yang kuadratik, dimana jumlah
daun semakin meningkat dengan meningkatnya persentase kompos solid dalam
media sampai persentase kompos solid optimum yaitu 41,25 % dengan jumlah
daun maksimum 4,18 helai, selanjutnya jumlah daun semakin menurun bila
melebihi persentase kompos optimum tersebut.
Total Luas Daun (cm2)
Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam total luas daun dapat dilihat
pada Lampiran 20-21 yang menunjukkan bahwa perlakuan kompos solid
berpengaruh nyata terhadap total luas daun. Sedangkan perlakuan pupuk NPKMg
dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun.
Rataan total luas daun pada perlakuan kompos solid dan pupuk NPKMg
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan total luas daun (cm2) pada perlakuan kompos solid dan pupuk NPKMg.
(kompos solid, + topsoil) dalam media
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata dengan uji Duncan 5 %.
Pada Tabel 4. dapat dilihat bahwa pada perlakuan kompos solid dalam
media, rataan total luas daun tertinggi terdapat pada taraf perlakuan S1 (176,58
cm2) dan terendah pada taraf perlakuan S0 (146,05 cm2). Taraf perlakuan S1
Pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun. Rataan
total luas daun tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P2 (173,94 cm2) dan
terendah pada taraf perlakuan P3 (150,75 cm2).
Hubungan kompos solid dengan total luas daun dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan kompos solid dengan total luas daun
Pada Gambar 4. dapat dilihat bahwa pengaruh kompos solid terhadap total
luas daun menunjukkan hubungan yang kuadratik, dimana total luas daun semakin
meningkat dengan meningkatnya persentase kompos solid dalam media hingga
persentase kompos solid optimum yaitu 43,36 % dengan total luas daun
maksimum 175,05 cm2, selanjutnya total luas daun semakin menurun bila
melebihi persentase kompos optimum tersebut.
Jumlah Klorofil Daun (unit/6mm2)
Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam jumlah klorofil daun dapat
dilihat pada Lampiran 22-23 yang menunjukkan bahwa perlakuan kompos solid
berpengaruh nyata terhadap jumlah klorofil daun. Sedangkan perlakuan pupuk
NPKMg dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah klorofil
daun.
Rataan jumlah klorofil daun pada perlakuan kompos solid dan pupuk
NPKMg dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan jumlah klorofil daun (unit/6mm2) pada perlakuan kompos solid dan pupuk NPKMg.
(kompos solid, + topsoil) dalam media (%)
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata dengan uji Duncan 5 %.
Pada Tabel 5. dapat dilihat bahwa pada perlakuan kompos solid dalam
media, rataan jumlah klorofil daun tertinggi terdapat pada taraf perlakuan S1
(50,44 unit/6mm2) dan terendah pada taraf perlakuan S0 (48,06 unit/6mm2). Taraf
perlakuan S1 berbeda tidak nyata dengan S2 dan S3 tetapi berbeda nyata dengan
S0.
Pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah klorofil daun.
Rataan jumlah klorofil daun tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P1 (49,84
unit/6mm2) dan terendah pada taraf perlakuan P3 (48,84 unit/6mm2).
Hubungan kompos solid dengan jumlah klorofil daun dapat dilihat pada
Gambar 5. Hubungan kompos solid dengan jumlah klorofil daun
Pada Gambar 5. dapat dilihat bahwa pengaruh kompos solid terhadap
jumlah klorofil daun menunjukkan hubungan yang kuadratik, dimana jumlah
klorofil daun semakin meningkat dengan meningkatnya persentase kompos solid
dalam media hingga persentase kompos solid optimum yaitu 40,00 % dengan
jumlah klorofil daun maksimum 50,28 unit/6mm2, selanjutnya jumlah klorofil
daun semakin menurun bila melebihi persentase kompos optimum tersebut.
Bobot Segar Bibit (g)
Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam bobot segar bibit dapat
dilihat pada Lampiran 24-25 yang menunjukkan bahwa perlakuan kompos solid
berpengaruh nyata terhadap bobot segar bibit. Perlakuan pupuk NPKMg
berpengaruh tidak nyata terhadap bobot segar bibit, sedangkan interaksi keduanya
berpengaruh nyata terhadap bobot segar bibit.
Rataan bobot segar bibit pada perlakuan kompos solid dan pupuk NPKMg
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan bobot segar bibit (g) pada perlakuan kompos solid dan pupuk NPKMg.
(kompos solid, + topsoil) dalam media (%)
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata dengan uji Duncan 5 %.
Pada Tabel 6. dapat dilihat bahwa pada perlakuan kompos solid dalam
media, rataan bobot segar bibit tertinggi terdapat pada taraf perlakuan S1
(14,78 g) dan terendah pada taraf perlakuan S0 (11,02 g). Taraf perlakuan S1
berbeda tidak nyata dengan S2 dan S3, tetapi berbeda nyata dengan S0.
Pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap bobot segar bibit. Rataan
bobot segar bibit tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P1 (14,31 g) dan terendah
pada taraf perlakuan P3 (11,98 g).
Interaksi kompos solid dengan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap
bobot segar bibit. Rataan bobot segar bibit tertinggi terdapat pada taraf kombinasi
perlakuan S2P1 (17,43 g) dan terendah pada taraf kombinasi perlakuan S0P0
(8,65 g). Taraf kombinasi perlakuan S2P1 berbeda tidak nyata dengan S3P0,
S1P2, S1P1, tetapi berbeda nyata dengan S1P0, S1P3, S3P1, S2P2, S2P0, S0P3,
S0P2, S3P2, S3P3, S0P1, S2P3, dan S0P0.
Hubungan kompos solid dengan bobot segar bibit dapat dilihat pada
Gambar 6. Hubungan kompos solid dengan bobot segar bibit
Pada Gambar 6. dapat dilihat bahwa pengaruh kompos solid terhadap
bobot segar bibit menunjukkan hubungan yang kuadratik, dimana bobot segar
bibit semakin meningkat dengan meningkatnya persentase kompos solid dalam
media hingga persentase kompos solid optimum yaitu 43,44 % dengan bobot
segar bibit maksimum 14,36 g, selanjutnya bobot segar bibit semakin menurun
bila melebihi persentase kompos solid optimum dalam media tanam.
Hubungan kompos solid dengan bobot segar bibit pada berbagai taraf
pupuk NPKMg dapat dilihat pada Gambar 7.
Pada Gambar 7. dapat dilihat bahwa pada taraf pupuk P0, semakin tinggi
persentase kompos solid yang diberikan dalam media tanam, bobot segar bibit
semakin meningkat. Pada taraf P1, semakin tinggi persentase kompos solid yang
diberikan, bobot segar bibit semakin meningkat hingga persentase kompos solid
optimum 48,75% dengan bobot segar maksimum 18,42 g selanjutnya bobot segar
semakin menurun bila melebihi persentase kompos solid optimum. Hal yang sama
terjadi pada taraf P2, dimana bobot segar bibit semakin meningkat hingga
persentase kompos solid optimum 32,14 % dengan bobot segar maksimum
14,72 g, dan pada taraf P3 persentase kompos solid optimum 2,5 % dengan bobot
segar maksimum 12,72 g.
Hubungan pupuk NPKMg dengan bobot segar bibit pada berbagai taraf
kompos solid dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hubungan pupuk NPKMg dengan bobot segar bibit pada berbagai taraf kompos solid
Pada Gambar 8. dapat dilihat bahwa pada taraf kompos solid S0, semakin
tinggi taraf pupuk NPKMg yang diberikan, bobot segar bibit semakin meningkat.
Pada taraf S1, semakin tinggi taraf pupuk yang diberikan, bobot segar bibit
bibit maksimum 16,30 g dan selanjutnya bobot segar bibit semakin menurun bila
melebihi taraf pupuk optimum. Hal yang sama terjadi pada taraf S2, dimana bobot
segar bibit semakin meningkat hingga taraf pupuk optimum 3,68 g/bibit dengan
bobot segar maksimum 15,67 g. Namun pada taraf S3, bobot segar bibit semakin
menurun dengan semakin meningkatnya taraf pupuk yang diberikan dengan bobot
segar bibit minimum 11,13 g pada taraf pupuk 7,86 g/bibit .
Bobot Kering Bibit (g)
Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam bobot kering bibit dapat
dilihat pada Lampiran 26-27 yang menunjukkan bahwa perlakuan kompos solid
berpengaruh nyata terhadap bobot kering bibit. Perlakuan pupuk NPKMg
berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering bibit, sedangkan interaksi
keduanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering bibit.
Rataan bobot kering bibit pada perlakuan kompos solid dan pupuk
NPKMg dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan bobot kering bibit (g) pada perlakuan kompos solid dan pupuk NPKMg.
(kompos solid, + topsoil)
dalam media (%) P0 = 0 Pupuk NPKMg (g/bibit) P1 = 3 P2 = 6 P3 = 9 Rataan
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata dengan uji Duncan 5 %.
Pada Tabel 9. dapat dilihat bahwa pada perlakuan kompos solid dalam
media, rataan bobot kering tertinggi terdapat pada taraf perlakuan S1 (3,60 g) dan
terendah terdapat pada taraf perlakuan S0 (2,77 g). Taraf perlakuan S1 berbeda
Pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering bibit.
Rataan bobot kering bibit tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P1 (3,43 g) dan
terendah pada taraf perlakuan P3 (2,98 g).
Interaksi kompos solid dengan pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata
terhadap bobot kering bibit. Rataan bobot kering bibit tertinggi terdapat pada taraf
kombinasi perlakuan S2P1 (4,10 g) dan terendah terdapat pada taraf perlakuan
S0P0 (2,22 g). Taraf kombinasi perlakuan S2P1 berbeda tidak nyata dengan S3P0,
S1P2, S1P1, S1P0, tetapi berbeda nyata dengan S2P2, S0P3, S1P3, S3P1, S0P2,
S2P0, S3P2, S3P3, S2P3, S0P1, S0P0.
Hubungan kompos solid dengan tinggi bibit umur 12 MST dapat dilihat
pada Gambar 9.
Gambar 9. Hubungan kompos solid dengan bobot kering bibit
Pada Gambar 9. dapat dilihat bahwa pengaruh kompos solid terhadap
bobot kering bibit menunjukkan hubungan yang kuadratik, dimana bobot kering
bibit semakin meningkat dengan meningkatnya persentase kompos solid dalam
media hingga persentase kompos solid optimum yaitu 37,5 % dengan bobot
kering bibit maksimum 3,40 g dan selanjutnya bobot kering bibit semakin
menurun bila melebihi persentase kompos solid optimum dalam media tanam.
Hubungan kompos solid dengan bobot kering bibit pada berbagai taraf
pupuk NPKMg dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 10. Hubungan kompos solid dengan bobot kering bibit pada berbagai taraf pupuk NPKMg
Pada Gambar 10. dapat dilihat bahwa pada taraf pupuk P0, semakin tinggi
persentase kompos solid yang diberikan dalam media tanam, bobot kering bibit
semakin meningkat. Pada taraf P1, semakin tinggi persentase kompos solid yang
diberikan dalam media, bobot kering bibit semakin meningkat hingga persentase
kompos optimum 44,38 % dengan bobot kering bibit maksimum 4,20 g dan
selanjutnya semakin menurun bila melebihi persentase kompos optimum. Hal
yang sama terjadi pada taraf P2, dimana bobot kering bibit semakin meningkat
hingga persentase kompos optimum 37,00 % dengan bobot kering maksimal
3,73 g. Namun pada taraf P3, bobot kering bibit semakin menurun dengan
semakin meningkatnya persentase kompos solid.
Gambar 11. Hubungan pupuk NPKMg dengan bobot kering bibit pada berbagai taraf kompos solid
Pada Gambar 11. dapat dilihat bahwa pada taraf kompos solid S0, semakin
tinggi taraf pupuk yang diberikan, bobot kering bibit semakin meningkat.
Pada taraf S1, semakin taraf pupuk yang diberikan, bobot kering bibit
semakin meningkat hingga taraf pupuk optimum 4,24 g/bibit dengan bobot kering
bibit maksimum 3,94 g dan selanjutnya bobot kering bibit semakin menurun bila
melebihi taraf pupuk optimum. Hal yang sama terjadi pada taraf S2, dimana bobot
kering bibit semakin meningkat hingga taraf pupuk optimum 4,00 g/bibit dengan
bobot kering maksimum 2,83 g. Namun pada taraf S3, bobot kering semakin
menurun dengan semakin meningkatnya taraf pupuk.
Pembahasan
Pengaruh Kompos Solid Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Di Pre Nursery
Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan kompos
solid berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun,
diameter batang, total luas daun, jumlah klorofil daun, bobot segar bibit dan bobot
kering bibit.
Perlakuan kompos solid berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit umur
4 minggu setelah tanam (MST), 8 MST, dan 12 MST. Dari hasil pengamatan
tinggi bibit umur 12 MST diperoleh rataan tinggi bibit tertinggi terdapat pada taraf
perlakuan S2 (kompos solid 50 % + topsoil ultisol 50 %) yaitu 27,90 cm dan
terendah pada taraf perlakuan S0 (kompos solid 0 % + topsoil ultisol 100 %) yaitu
24,03 cm.
Pengaruh nyata kompos solid terhadap tinggi bibit tersebut karena kompos
solid dalam media memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, meningkatkan
ketersediaan unsur hara terhadap pertumbuhan bibit. Tanah menjadi lebih gembur,
subur, dan mengaktifkan mikroflora dan mikrofauna tanah sehingga pertumbuhan
tanaman menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Isroi (2006) yang
menyatakan bahwa kompos bermanfaat meningkatkan kesuburan tanah,
memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan aktivitas mikroba
tanah, menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman, dan meningkatkan
retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.
Pengaruh nyata kompos solid ini juga karena kompos solid sebagai bahan
tanah akibatnya terjadi peningkatan kandungan air media sehingga mendukung
perkembangan akar dan mempermudah penyerapan unsur hara yang tersedia. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Hakim, dkk, (1986) yang menyatakan bahwa
peranan bahan organik sangat penting dalam meningkatkan kemampuan tanah
dalam menahan air. Dengan meningkatnya kemampuan tanah dalam menahan air
maka akar-akar tanaman akan lebih mudah menyerap zat-zat makanan bagi
pertumbuhan tanaman.
Kompos solid dalam media, memperbaiki sifat kimia tanah yaitu sebagai
sumber unsur hara utama N, P, K dan Mg dan pengikat unsur hara mikro.
Meningkatnya koloid humus tanah akibat penambahan kompos solid tersebut,
semakin meningkat pula daya jerap media terhadap unsus hara sehingga unsur
hara tidak mudah tercuci. Di samping itu terhadap sifat fisik tanah, meningkatkan
aerasi dan menjamin ketersediaan air dalam media tumbuh bibit. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Isroi (2006) bahwa manfaat kompos bagi tanah dan tanaman
dapat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan karakteristik
tanah, dan meningkatkan kapasitas jerap air tanah.
Meningkatnya unsur hara media yang tersedia dari penambahan kompos
solid meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini disebabkan karena
kandungan unsur hara pada kompos solid tersebut cukup tinggi, seperti dikutip
oleh Pahan (2008) bahwa Decanter Solid mengandung unsur hara dan zat organik
yang tinggi. Aplikasinya pada tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan sifat
fisik, kimia dan biologi pada tanah. Dari analisis kandungan unsur haranya,
kompos solid mengandung unsur N,P,K,Mg yang cukup tinggi, sehingga mampu