PERBANDINGAN KELUHAN MENOPAUSE PADA WANITA USIA 45-55 TAHUN YANG MEMILIKI BERAT BADAN NORMAL ATAU KURANG
(IMT≤ 22,9 KG/M2) DENGAN YANG MEMILIKI BERAT BADAN LEBIH
ATAU OBESITAS (IMT≥ 23 KG/M2) DI KELURAHAN GLUGUR DARAT II KECAMATAN MEDAN TIMUR
Oleh:
MAGDALENA SIHOMBING 070100069
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERBANDINGAN KELUHAN MENOPAUSE PADA WANITA USIA 45-55 TAHUN YANG MEMILIKI BERAT BADAN NORMAL ATAU KURANG
(IMT≤ 22,9 KG/M2) DENGAN YANG MEMILIKI BERAT BADAN LEBIH
ATAU OBESITAS (IMT≥ 23 KG/M2) DI KELURAHAN GLUGUR DARAT II KECAMATAN MEDAN TIMUR
“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
Oleh:
MAGDALENA SIHOMBING NIM: 070100069
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Perbandingan Keluhan Menopause pada Wanita Usia 45-55 Tahun yang Memiliki Berat Badan Normal atau Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang Memiliki Berat Badan Lebih atau Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur
Nama : Magdalena Sihombing NIM : 070100069
Pembimbing Penguji I
dr. Johny Marpaung, Sp.OG dr. Hayu Lestari Haryono, Sp.OG NIP. 19710224 200801 1 007 NIP. 19800114 200312 2 002
Penguji II
dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK (K) NIP. 130 139 215
Medan, Desember 2010 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Sering diasumsikan bahwa peningkatan adipositas akan berhubungan dengan penurunan keluhan menopause karena konversi androgen menjadi estrogen yang tinggi di jaringan lemak. Bagaimanapun, obesitas dapat menimbulkan berbagai konsekuensi dan gejala pada tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keluhan menopause pada wanita yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).
Sampel sebanyak 200 wanita berusia 45-55 tahun di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur yang masih memiliki uterus dan ovarium dan tidak menggunakan terapi hormonal. Penilaian mencakup indeks massa tubuh (IMT) dengan pengukuran berat dan tinggi badan dan keluhan menopause dengan menggunakan kuesioner Menopause Rating Scale (MRS). Hasilnya 81 wanita (40,5%) yang berberat badan normal-kurang dan 83 wanita (41,5%) yang berberat badan lebih-obesitas sama-sama memiliki keluhan menopause yang ringan.
Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan keluhan menopause pada wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur (p = 0,148).
ABSTRACT
It is frequently assumed that increased adiposity would be associated with fewer complaint of menopause because most conversion of androgens to estrogens occurs in adipose tissue. However, obesity has major pathologic consequence dan adverse effects in individual. The objective of this study was to compare the complaint of menopause in the women who have normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) with the women who have overwight or obese (IMT≥ 23 kg/m2).
The sample included 200 women aged 45-55 years who lived in Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur with an intact uterus and ovary, and without hormone use. Assessment also included body mass index (BMI) by measuring body weight and height, and reported complaints of menopause by questionnaire of Menopause Rating Scale (MRS). Results indicated that is 81 women (40,5%) with normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) and 83 women (41,5%) with overweight or obesity (IMT≥ 23 kg/m2) had mild complaint of menopause.
Conclusions indicated that no relationship of the complaint of menopause in the women aged 45-55 years who have normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) with who have overweight or obese (IMT≥ 23 kg/m 2) in Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur (p = 0,148).
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perbandingan Keluhan Menopause pada
Wanita Usia 45-55 Tahun yang Memiliki Berat Badan Normal atau Kurang
(IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang Memiliki Berat Badan Lebih atau Obesitas
(IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menemui kesulitan dan
hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan, dan dukungan moril dari berbagai
pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu kritik dan saran masih
sangat diperlukan demi kesempurnaan skripsi ini. Oleh sebab itu pada kesempatan
ini dengan segala kerendahan hari penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Johny Marpaung, Sp.OG selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, masukan ilmu, dan meluangkan waktu untuk
membimbing.
3. Seluruh dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas beserta staf Medical Education Unit (MEU) atas semua
panduan yang disediakan untuk menyusun penelitian.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pemerintahan Kota
Medan, pegawai Kantor Camat Medan Timur, dan Kantor Lurah Glugur
Darat II yang mempermudah penulis dalam pemgambilan data penelitian.
5. Masyarakat Kelurahan Glugur Darat II yang telah berpartisipasi menjadi
6. Kedua orang tua penulis: Ir.Daulat Sihombing dan Rosdiana Sinaga, S.E.
yang telah memberikan dukungan moril, materil, dan doa dalam setiap
langkah penulis.
7. Teman-teman terbaik penulis: Eni, Amilia, Ayu, dan Sherly yang telah
memberikan semangat, motivasi, dan dukungan yang tidak henti-hentinya.
8. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan senantiasa
melimpahkan hikmat dan rahmatNya kepada kita semua.
Medan, November 2010
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN….………... i
ABSTRAK…...………. ii
ABSTRACT………... iii
KATA PENGANTAR………. iv
DAFTAR ISI ………... vi
DAFTAR TABEL………... ix
DAFTAR GAMBAR……… xi
DAFTAR LAMPIRAN……… xii
BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1
1.1.Latar Belakang ……….. 1
1.2.Rumusan Masalah ………... 3
1.3.Tujuan Penelitian ……….. 3
1.3.1. Tujuan Umum ………... 3
1.3.2. Tujuan Khusus ……….. 3
1.4.Manfaat Penelitian ……….... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……….. 5
2.1. Menopause ………... 5
2.1.1. Definisi Menopause ………. 5
2.1.2. Fase Klimakterik ………. 5
2.1.3. Perubahan Fisiologis pada Menopause ……… 6
2.2. Keluhan Menopause ………. 8
2.3. Obesitas ……… 18
2.3.1. Definisi Obesitas ………. 18
2.3.2. Sel Lemak dan Jaringan Lemak ……….. 18
2.3.4. Klasifikasi Obesitas ………. 20
2.3.5. Konsekuensi Patologis dari Obesitas ………... 21
2.4. Keluhan Menopause dan Berat Badan ………. 24
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 25
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ………. 25
3.2. Definisi Operasional ………. 25
3.2.1. Keluhan Menopause ……… 25
3.2.2. Kriteria Berat Badan ………... 26
3.3. Hipotesis ………... 27
BAB 4 METODE PENELITIAN ………... 28
4.1. Jenis Penelitian ……….... 28
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 28
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 28
4.3.1. Populasi ……….. 28
4.3.2. Sampel ……….... 29
4.4. Metode Pengumpulan Data ………. 30
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……… 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN……… 33
5.1. Hasil Penelitian…………...……….. 33
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 33
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………. 33
5.1.3. Hasil Analisis Statistik……… 34
5.2. Pembahasan………..……….. 43
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……… 48
6.1. Kesimpulan……… 48
DAFTAR PUSTAKA ……….. 50
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada
Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO ………….. 20
Tabel 2.2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas
Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut
Kriteria Asia Pasifik ……… 21
Tabel 3.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas
Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik …………... 26
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan
karakteristik responden penelitian……….. 33
Tabel 5.2. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
badan terasa panas (pertanyaan no.1)……… 34
Tabel 5.3. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
rasa tidak nyaman pada jantung (pertanyaan no.2)………….. 35
Tabel 5.4. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
masalah tidur (pertanyaan no.3)………. 36
Tabel 5.5. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
perasaan tertekan (pertanyaan no.4)……….. 37
Tabel 5.6. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
Tabel 5.7. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
rasa resah (pertanyaan no.6)………. 38
Tabel 5.8. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
kelelahan fisik dan mental (pertanyaan no.7)……….. 39
Tabel 5.9. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
masalah-masalah seksual (pertanyaan no.8)……… 40
Tabel 5.10. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
masalah-masalah pada kandung dan saluran
kemih (pertanyaan no.9)………. 40
Tabel 5.11. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
kekeringan pada vagina (pertanyaan no.10)……… 41
Tabel 5.12. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala
rasa tidak nyaman pada persendian dan otot
(pertanyaan no.11)……….. 42
Tabel 5.13. Pengelompokan tipe berat badan dengan tingkat
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Hormon gonadotropin dan estrogen dalam
pramenopause dan pascamenopause ………... 7
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN
LAMPIRAN 3 INFORMED CONSENT
LAMPIRAN 4 KUESIONER
LAMPIRAN 5 DATA INDUK RESPONDEN
LAMPIRAN 6 OUTPUT SPSS
LAMPIRAN 7 ETHICAL CLEARANCE
ABSTRAK
Sering diasumsikan bahwa peningkatan adipositas akan berhubungan dengan penurunan keluhan menopause karena konversi androgen menjadi estrogen yang tinggi di jaringan lemak. Bagaimanapun, obesitas dapat menimbulkan berbagai konsekuensi dan gejala pada tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keluhan menopause pada wanita yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).
Sampel sebanyak 200 wanita berusia 45-55 tahun di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur yang masih memiliki uterus dan ovarium dan tidak menggunakan terapi hormonal. Penilaian mencakup indeks massa tubuh (IMT) dengan pengukuran berat dan tinggi badan dan keluhan menopause dengan menggunakan kuesioner Menopause Rating Scale (MRS). Hasilnya 81 wanita (40,5%) yang berberat badan normal-kurang dan 83 wanita (41,5%) yang berberat badan lebih-obesitas sama-sama memiliki keluhan menopause yang ringan.
Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan keluhan menopause pada wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur (p = 0,148).
ABSTRACT
It is frequently assumed that increased adiposity would be associated with fewer complaint of menopause because most conversion of androgens to estrogens occurs in adipose tissue. However, obesity has major pathologic consequence dan adverse effects in individual. The objective of this study was to compare the complaint of menopause in the women who have normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) with the women who have overwight or obese (IMT≥ 23 kg/m2).
The sample included 200 women aged 45-55 years who lived in Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur with an intact uterus and ovary, and without hormone use. Assessment also included body mass index (BMI) by measuring body weight and height, and reported complaints of menopause by questionnaire of Menopause Rating Scale (MRS). Results indicated that is 81 women (40,5%) with normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) and 83 women (41,5%) with overweight or obesity (IMT≥ 23 kg/m2) had mild complaint of menopause.
Conclusions indicated that no relationship of the complaint of menopause in the women aged 45-55 years who have normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) with who have overweight or obese (IMT≥ 23 kg/m 2) in Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur (p = 0,148).
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menopause didefinisikan secara klinis sebagai waktu di mana seorang
wanita tidak mengalami menstruasi selama satu tahun, yang diawali dengan tidak
teraturnya periode menstruasi dan diikuti dengan berhentinya periode menstruasi.
Menopause merupakan fase dalam kehidupan seorang wanita yang ditandai
dengan berhentinya masa subur. Walaupun masa waktu yang dihabiskan selama
menopause (±1/3 dari masa hidup) terus meningkat, usia onset menopause tidak
banyak berubah yaitu sekitar 50-51 tahun (Soewondo, 2007). Berdasarkan survei
Perkumpulan Menopause Indonesia tahun 2005, usia menopause rata-rata wanita
Indonesia adalah 49±0,20 tahun.
Perimenopause menunjukkan periode transisi menopause yang biasanya
dimulai 5-10 tahun atau lebih sebelum menopause dan diikuti gejala vasomotor
dan menstruasi yang tidak teratur (Curran, 2009). Setelah menopause, ovarium
berhenti memproduksi sejumlah besar estrogen; oleh karena itu, gejala dan
penyakit yang berkaitan dengan defisiensi estrogen juga meningkat (Shifren,
2007). Keluhan menopause yang tersering berupa gejala vasomotor (75% wanita
perimenopause) seperti hot flushes (gejolak panas), berkeringat di malam hari,
insomnia, kelelahan, dan jantung berdebar-debar. Gejala lain berupa payudara
membesar dan melembut; nyeri otot dan sendi; kulit kering dan keriput; masalah
memori; atrofi urogenital yang mengakibatkan kekeringan vagina dan pruritus
(gatal), disparenia (nyeri dalam berhubungan intim), disuria (nyeri berkemih), dan
inkontinensia urin; berat badan meningkat; perubahan mood; sakit kepala.
Pada menopause saat ovulasi berhenti, estrogen masih dapat diproduksi
dari aromatisasi androgen yang terjadi di jaringan adiposa, otot, hati, tulang,
sumsum tulang, fibroblas, dan akar rambut. Karena konversi terbanyak androgen
menjadi estrogen terjadi di jaringan adiposa, sering diasumsikan bahwa wanita
dengan obesitas atau berat badan lebih yang memiliki lebih banyak sirkulasi
menopause yang lebih rendah. Pandangan ini diberi julukan sebagai “thin
hypothesis”. Bagamanapun, ini tidak selalu sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, berdasarkan model termoregulator, simptom vasomotor pada
menopause dapat lebih sering dan berat pada wanita berat badan berlebih daripada
wanita kurus (Thruston, 2007).
Obesitas merupakan suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak
normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu
kesehatan. Penumpukan lemak berlebihan cenderung menimbulkan konsekuensi
pada multipel organ spesifik, terutama jika ada kecenderungan akumulasi lemak
intraabdominal. Secara luas, obesitas sering menghasilkan beberapa gejala seperti
kelelahan, sesak napas, sakit punggung, artritis, berkeringat, sulit tidur, depresi,
dan gangguan menstruasi (Lean, 2000).
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering
digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan
obes pada orang dewasa. Menurut kriteria Asia Pasifik, IMT< 18,5 kg/m2
menunjukkan berat badan kurang, IMT: 18,5-22,9 kg/m2 untuk berat badan
normal, IMT: 23,0-24,9 kg/m2 untuk berat badan berlebih, dan IMT≥ 25,0 kg/m 2
untuk obesitas (WHO, 2000).
Sekarang ini merupakan masa dimana berat badan lebih dan obesitas
sudah menjadi suatu epidemi, dengan dugaan bahwa prevalensi obesitas akan
mencapai 50% pada tahun 2025 bagi negara-negara maju. Saat ini diperkirakan
jumlah orang di seluruh dunia dengan obesitas (IMT 30 kg/m2) melebihi 250 juta
orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia (Sugondo, 2006).
Menurut data terakhir WHO, di Indonesia dari populasi orang dewasa ada sekitar
13,4% berat badan lebih (IMT≥25,0) dan 2,4% obesitas (IMT≥ 30,0) , sedangkan
dari populasi wanita sekitar 17,3% berat badan lebih dan 3,6% obesitas.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) untuk proyeksi penduduk
2010, di Indonesia diperkirakan ada 5.846.000 perempuan yang memasuki masa
menopause, sedangkan untuk wilayah Sumatera Utara diperkirakan sekitar
Secara teori wanita dengan berat badan lebih atau obesitas seharusnya
memiliki keluhan menopause lebih rendah karena sirkulasi estrogen yang tinggi.
Akan tetapi, di lain pihak obesitas itu sendiri menimbulkan banyak konsekuensi
dan gejala pada tubuh. Adanya kesenjangan ini membuat peneliti ingin
mengetahui faktanya mengenai tingkat keluhan menopause pada wanita yang
memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dibandingkan
dengan wanita yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m 2)
yang sekarang ada di masyarakat, khususnya di Kelurahan Glugur Darat II
Kecamatan Medan Timur.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
- Apakah keluhan menopause berbeda pada wanita usia 45-55 tahun
yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2)
dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23
kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbandingan keluhan menopause pada wanita usia 45-55 tahun yang
memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang
memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a. Mengetahui tingkat keluhan menopause masing-masing pada
wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan normal atau
kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II
b. Mengetahui tingkat keluhan menopause masing-masing pada
wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan lebih atau
obesitas (IMT≥ 23 kg/m 2) di Kelurahan Glugur Darat II
Kecamatan Medan Timur.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Menambah pengetahuan masyarakat terutama para wanita setelah
diberi informasi atau penyuluhan mengenai keluhan menopause dan
hubungannya dengan status berat badan.
2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peneliti dalam bidang
penelitian.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Menopause
2.1.1. Definisi Menopause
Menopause ialah haid terakhir, atau saat terjadinya haid terakhir.
Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea
sekurang-kurangnya satu tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid
yang lebih panjang, dengan perdarahan yang berkurang (Sastrawinata,
2007).
WHO mendefinisikan perimenopause sebagai interval yang
mendahului berhentinya siklus menstruasi sampai pada masa 1 tahun
setelah siklus menstruasi terakhir, yang menurut temuan pada
Massachusetts’s Women’s Health Study, jangka waktunya berkisar tiga
setengah tahun. Perimenopause ditandai dengan mulai timbulnya gejala
vasomotor dan ketidakteraturan haid (Soewondo, 2007).
2.1.2. Fase Klimakterik
Klimakterik (Bahasa Yunani: Tangga) merupakan periode
peralihan dari fase reproduksi menuju fase usia tua (senium) yang terjadi
akibat menurunnya fungsi generatif ataupun endokrinologik dari ovarium.
Klimakterium bukan suatu keadaan patologik, melainkan suatu masa
peralihan yang normal, yang berlangsung beberapa tahun sebelum dan
sesudah menopause. Dalam menentukan awal dan akhir klimakterium
sering dijumpai kesulitan, tetapi dapat dikatakan bahwa klimakterium
mulai kira-kira 6 tahun sebelum menopause berdasarkan keadaan
endokrinologik (kadar estrogen mulai turun dan kadar hormon
gonadotropin naik), dan—jika ada—gejala-gejala klinis (Sastrawinata,
2007).
Klimakterium berakhir kira-kira 6-7 tahun sesudah menopause.
dengan keadaan senium dan gejala-gejala neurovegetatif telah terhenti.
Dengan demikian, klimakterium lebih kurang 13 tahun (Sastrawinata,
2007).
Klimakterium prekok, yang didefinisikan juga sebagai
hipergonadotrop-hipergonadismus, adalah terjadinya menopause pada usia
kurang dari 40 tahun. Kadar FSH berada >40 mIU/ml dan kadar estradiol
berada <30 pg/ml. Pada 75% wanita telah muncul keluhan vasomotorik
dan pada hampir 50% wanita terjadi osteoporosis (Baziad, 2003).
2.1.3. Perubahan Fisiologis pada Menopause
Mengenai dasar klimakterium dapat dikatakan, bahwa jikalau
pubertas disebabkan oleh mulainya sintesis hormon gonadotropin oleh
hipofisis, klimakterium disebabkan oleh kurang bereaksinya ovarium
terhadap rangsangan hormon itu. Hal ini disebabkan oleh karena ovarium
menjadi tua. Proses menjadi tua sudah mulai pada usia 40 tahun. Jumlah
folikel pada ovarium waktu lahir ±750.000 buah; pada waktu menopause
tinggal beberapa ribu buah. Tambahan pula folikel yang tersisa ini rupanya
juga lebih resisten terhadap rangsangan gonadotropin. Dengan demikian,
siklus ovarium yang terdiri atas pertumbuhan folikel, ovulasi, dan
pembentukan korpus luteum lambat laun terhenti. Pada wanita di atas 40
tahun siklus haid untuk 25% tidak disertai ovulasi, jadi bersifat
anovulatoar (Sastrawinata, 2007).
Pada klimakterium terdapat penurunan produksi estrogen dan
kenaikan hormon gonadotropin. Kadar hormon gonadotropin ini terus
tetap tinggi sampai kira-kira 15 tahun setelah menopause, kemudian mulai
menurun. Tingginya kadar hormon gonadotropin disebabkan oleh
berkurangnya produksi estrogen, sehingga negative feedback terhadap
produksi gonadotropin berkurang (Sastrawinata, 2007). Peningkatan kadar
FSH dan LH merangsang pembentukan stroma dari ovarium, yang
mengakibatkan peningkatan kadar estron dan penurunan kadar estradiol.
berasal dari stroma ovarium dan sekresi adrenal dari androstenedion,
dimana akan diaromatisasi di sirkulasi perifer (Curran, 2009).
Dengan berhentinya ovulasi, produksi estrogen oleh aromatisasi
androgen di stroma ovarium dan di tempat-tempat ekstragonad masih
berlanjut, tanpa berlawanan dengan produksi progesteron dari korpus
luteum. Kadar estradiol menurun secara signifikan karena penurunan
produksi folikel pada menopause, tetapi estron yang diaromatisasi dari
androstenedion yang berasal dari sumber nonfolikel, masih diproduksi dan
merupakan sumber utama sirkulasi estrogen pada wanita pascamenopause
(Curran, 2009).
Aromatisasi androgen menjadi estrogen dapat terjadi di jaringan
adiposa, otot, hati, tulang, sumsum tulang, fibroblas, dan akar rambut.
Karena kebanyakan konversi androgen menjadi estrogen terjadi di jaringan
adiposa, sering diasumsikan bahwa wanita obes atau berat badan berlebih
yang memiliki lebih banyak sirkulasi estrogen, seharusnya memiliki lebih
sedikit keluhan vasomotor (Curran, 2009).
Gambar 2.1. Hormon gonadotropin dan estrogen dalam pramenopause dan pascamenopause
(dikutip dari Ilmu Kandungan, edisi 2, 2007)
2.2.Keluhan Menopause
Fungsi ovarium yang tidak teratur dan fluktuasi kadar estrogen—bukan
defisiensi estrogen—selama menopause menyebabkan wanita sering mengalami
beberapa simptom yang secara keseluruhan disebut sebagai sindrom klimakterik.
Lebih kurang 70% wanita peri dan pascamenopause mengalami keluhan
vasomotorik, depresif, dan keluhan psikis dan somatik lainnya. Berat atau
ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita. Seiring dengan
bertambahnya usia pascamenopause, disertai dengan hilangnya respon ovarium
terhadap gonadotropin, simptom yang berhubungan dengan klimakterium juga
semakin menurun (Curran, 2009).
Simptom menopause tersebut berupa:
A. Simptom Vasomotor
Simptom vasomotor mempengaruhi sampai pada 75% wanita
perimenopause. Simptom ini berakhir satu sampai dua tahun setelah
menopause pada kebanyakan wanita, tetapi dapat juga berlanjut sampai
sepuluh tahun atau lebih pada beberapa lainnya. Gejolak panas (hot
flashes) merupakan alasan utama wanita untuk mencari pertolongan dan
mendapatkan terapi hormon (Shifren, 2007).
Keluhan yang muncul berupa perasaan panas yang muncul
tiba-tiba disertai dengan keringat banyak. Keluhan tersebut pertama kali
muncul pada malam hari atau menjelang pagi dan lambat laun juga akan
dirasakan pada siang hari. Penyebab terjadinya keluhan vasomotorik
umumnya pada saat kadar estrogen mulai menurun, dan penurunan ini
tidak sampai mencapai kadar yang rendah (Baziad, 2003).
Semburan panas dirasakan mulai dari daerah dada dan menjalar ke
leher dan ke kepala. Kulit di daerah tersebut terlihat kemerahan. Meskipun
terasa panas, suhu badan tetap normal. Segera setelah timbul semburan
panas, daerah yang terkena semburan panas tersebut mengeluarkan
keringat banyak. Semburan panas ini akan diikuti dengan rasa sakit kepala,
perasaan kurang nyaman, dan peningkatan frekuensi nadi. Hal ini
neurotensin oleh tubuh wanita tersebut. Selain itu, terjadi pula penurunan
sekresi hormon noradrenalin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah
kulit, temperatur kulit sedikit meningkat dan timbul perasaan panas.
Akibat vasodilatasi dan keluarnya keringat, terjadi pengeluaran panas
tubuh sehingga kadang-kadang wanita merasa kedinginan. Rata-rata
lamanya semburan panas adalah 3 menit dan dapat berfluktuasi antara
beberapa detik sampai satu jam. Berapa kali semburan panas yang muncul
per harinya berbeda-beda pada setiap individu. Pada keadaan berat,
semburan panas tersebut dapat muncul sampai 20 kali per hari. Gejolak
panas tidak hanya mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, tetapi
juga semburan panas dan berkeringat yang muncul pada malam hari dapat
menyebabkan gangguan tidur, cepat lelah, dan cepat tersinggung. Banyak
wanita melaporkan sulit konsentrasi dan emosional labil selama transisi
menopause. Meskipun terjadi perubahan pada pembuluh darah, tekanan
darah tidak meningkat (Baziad, 2003).
Simptom vasomotorik dapat muncul pada pramenopause atau
segera sebelum haid muncul. Pada klimakterium prekok, kejadian
semburan panas cukup tinggi, yaitu 70-80%. Sebanyak 70% wanita
mengalami semburan panas satu tahun setelah menopause, dan setelah 5
tahun hanya tinggal 25%. Puncak maksimal keluhan tersebut muncul
antara usia 54 dan 58 tahun. Munculnya keluhan semburan panas akan
diperberat dengan adanya stres, alkohol, kopi, dan makanan-minuman
panas. Lingkungan sekitar yang panas dapat memperburuk perjalanan
penyakit tersebut (Baziad, 2003). Semburan panas juga dapat terjadi akibat
reaksi alergi atau pada hipertiroid, oleh karena itu perlu dilakukan tes jika
simptom vasomotor bersifat atipikal atau resisten terhadap terapi (Shifren,
2007).
B. Keluhan Somatik
Estrogen memicu pengeluaran β-endorfin dari susunan saraf pusat.
sehingga ambang sakit juga berkurang. Oleh karena itu, tidak heran kalau
wanita peri/pascamenopause sering mengeluh sakit pinggang atau
mengeluh nyeri di daerah kemaluan, tulang, dan otot. Nyeri tulang dan
otot merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan wanita usia
peri/pascamenopause. Pemberian TSH (terapi sulih hormon) dapat
menghilangkan keluhan tersebut (Baziad, 2003).
Pemberian estrogen dan progesteron dapat memicu pengeluaran β
-endorfin, dan β-endorfin ini dapat mengurangi aktivitas usus halus sehingga mudah terjadi obstipasi. Selain itu, stres juga dapat menimbulkan
berbagai jenis keluhan. Stres meningkatkan pengeluaran β-endorfin, dan
zat ini memicu pengeluaran ACTH. β-endorfin dan ACTH berasal dari precursor yang sama, yaitu, prepiomelanocortin (POMC), yang banyak
ditemukan di dalam nukleus arkuatus. POMC ini merupakan suatu peptida
yang membentuk β-endorfin di hipotalamus dan ACTH di hipofisis
anterior. Β-endorfin dapat meningkatkan nafsu makan sehingga selama pemberian TSH banyak wanita mengeluh berat badannya bertambah
(Baziad, 2003).
C. Keluhan Psikis
Steroid seks sangat berperan terhadap fungsi susunan saraf pusat,
terutama terhadap perilaku, suasana hati, serta fungsi kognitif dan sensorik
seseorang. Dengan demikian, tidak heran bila terjadi penurunan sekresi
steroid seks, timbul perubahan psikis yang berat dan perubahan fungsi
kognitif. Kurangnya aliran darah ke otak menyebabkan sulit
berkonsentrasi dan mudah lupa. Akibat kekurangan hormon estrogen pada
wanita pascamenopause, timbullah keluhan seperti mudah tersinggung,
cepat marah, dan berasa tertekan (Baziad, 2003).
Karena kejadian depresi meningkat pada usia klimakterik dan
postpartum dan pemberian estrogen dan progesteron dapat menghilangkan/
mengurangi keluhan tersebut, maka kekurangan steroid seks dapat
juga ditemukan beberapa hari menjelang haid pada wanita usia reproduksi.
Perasaan tertekan, nyeri betis, mudah marah, mudah tersinggung, stres,
dan cepat lelah merupakan keluhan yang sering dijumpai pada wanita usia
klimakterik dan wanita usia reproduksi dengan keluhan sindrom prahaid
(Baziad, 2003).
Penyebab depresi diduga akibat berkurangnya aktivitas serotonin di
otak. Estrogen menghambat aktivitas enzim monoamine oksidase (MAO).
Enzim ini mengakibatkan serotonin dan noradrenalin menjadi tidak aktif.
Kekurangan estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan enzim MAO.
Terbukti, bahwa wanita pascamenopause yang diberi estrogen menurun
aktivitas MAO dalam plasmanya. Pemberian serotonin-antagonis pada
wanita pascamenopause dapat menghilangkan keluhan depresi (Baziad,
2003).
D. Gangguan Tidur
Gangguan tidur paling banyak dikeluhkan wanita pascamenopause.
Kurang nyenyak tidur pada malam hari menurunkan kualitas hidup wanita
tersebut. Estrogen memiliki efek terhadap kualitas tidur. Reseptor estrogen
telah ditemukan di otak yang mengatur tidur. Penelitian buta ganda
menunjukkan bahwa wanita yang diberi estrogen equin konjugasi
memiliki periode ‘rapid eye movement’ yang lebih panjang dan tidak
memerlukan waktu lama untuk tidur (Baziad, 2003).
E. Fungsi Kognitif dan Sensorik
Kemampuan kognitif, ataupun kemampuan mengingat akan
bertambah buruk akibat kekurangan hormon estrogen. Akibat kekurangan
estrogen terjadi gangguan fungsi sel-sel saraf serta terjadi pengurangan
aliran darah ke otak. Pada keadaan kekurangan estrogen jangka lama dapat
menyebabkan kerusakan pada otak, yang suatu saat kelak dapat
menimbulkan demensia atau penyakit Alzheimer. Pada wanita yang
menyebabkan terjadinya penurunan kadar estrogen dan androgen secara
tiba-tiba, akan terjadi perburukan fungsi kognitif. Pemberian estrogen atau
androgen dapat mencegah perburukan tersebut (Baziad, 2003).
F. Seks dan Libido
Semakin meningkat usia, maka makin sering dijumpai gangguan
seksual pada wanita. Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah ke
vagina berkurang, cairan vagina berkurang, dan sel-sel epitel vagina
menjadi tipis dan mudah cedera. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting untuk
mempertahankan kesehatan dan mencegah vagina dari kekeringan
sehingga tidak lagi menimbulkan nyeri saat senggama (Baziad, 2003).
Wanita dengan kadar estrogen <50 pg/ml lebih banyak mengeluh
masalah seksual seperti vaginanya kering, perasaan terbakar, gatal, dan
sering keputihan. Akibat cairan vagina berkurang, umumnya wanita
mengeluh sakit saat senggama sehingga tidak mau lagi melakukan
hubungan seks. Nyeri senggama ini akan bertambah buruk lagi apabila
hubungan seks makin jarang dilakukan. Pada keadaan kadar estrogen
sangat rendah pun, wanita tetap mendapatkan orgasmus. Yang terpenting
adalah melakukan hubungan seks secara teratur agar elastisitas vagina
tetap dapat dipertahankan (Baziad, 2003).
G. Gangguan Neurologi
Lebih kurang sepertiga wanita menderita sakit kepala dan migrain.
Pada 12% wanita keluhan tersebut muncul menjelang atau selama haid
berlangsung. Ini menunjukkan adanya hubungan keluhan tersebut dengan
perubahan hormonal. Pada sepertiga wanita, sakit kepala atau migrain
akan membaik setelah menopause. Namun, terdapat juga wanita yang
keluhan sakit kepala dan migrain justru bertambah berat setelah memasuki
usia menopause. Migrain yang muncul berhubungan dengan siklus haid
H. Urogenital
Alat genital wanita dan saluran kemih bagian bawah sangat
dipengaruhi oleh estrogen. Keluhan genital dapat berupa iritasi, rasa panas,
gatal, keputihan, nyeri, berkurangnya cairan vagina, dan dinding vagina
berkerut. Keluhan pada saluran kemih berupa sering berkemih, tidak dapat
menahan kencing, nyeri berkemih, sering kencing malam, dan
inkontinensia (Baziad, 2003).
- Vagina
Pascamenopause terjadi involusi vagina dan vagina kehilangan
rugae. Epitel vagina atrofi dan mudah cedera. Vaskularisasi dan aliran
darah ke vagina berkurang sehingga lubrikasi berkurang yang
mengakibatkan hubungan seks menjadi sakit. Atrofi vagina menimbulkan
rasa panas, gatal, serta kering pada vagina. Pada oofarektomi bilateral,
akibat penurunan estrogen yang begitu cepat, kelainan pada vagina terjadi
begitu drastis, sedangkan pada menopause alami kelainan yang muncul
biasanya tidak begitu parah. Epitel vagina bereaksi sangat sensitif terhadap
penurunan kadar estrogen (Baziad, 2003).
Begitu wanita memasuki usia perimenopause, pH vagina
meningkat dan pascamenopause pH vagina terus meningkat hingga
mencapai nilai 5-8. Vagina mudah terinfeksi dengan trikomonas, kandida
albikan, stafilo dan streptokokus, serta bakteri coli atau gonokokus
(Baziad, 2003).
Pemberian estrogen dosis rendah saja telah dapat memiliki
pengaruh terhadap epitel vagina. Estrogen membuat pH vagina rendah dan
pH yang rendah ini memicu sintesis nitrit oksid (NO). NO memiliki sifat
bakterisid dan baru dapat disintesis oleh vagina bila pH vagina turun di
- Saluran Kemih
Kekurangan estrogen menyebabkan atrofi pada sel-sel uretra dan
berkurangnya aliran darah ke jaringan. Epitel uretra dan trigonum vesika
mengalami atrofi. Matrik yang terdiri dari berbagai jenis kolagen, elastin,
fibronektin, dan proteoglikan juga mengalami perubahan. Akibat
berkurangnya laju pergantian, pada pascamenopause terjadi peningkatan
kadar kolagen dalam jaringan periuretral, sedangkan kadar proteoglikan
(asam hialuronid) tidak mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini
dan penurunan aliran darah menyebabkan berkurangnya turgor dan tonus
dari otot polos uretra dan detrusor vesika sehingga mengganggu
mekanisme kerja jaringan-jaringan ikat. Akibatnya, pada usia tua mudah
terjadi kelemahan pada dasar panggul dan berpengaruh terhadap integritas
sistem neuromuskuler (Baziad, 2003).
Atrofi epitel uretra yang disebabkan oleh kekurangan estrogen
sering menimbulkan sindrom uretra berupa abakaterialis atau bakterialis
ureterits, sistitis, atau kolpitis. Gangguan miksi berupa disuri, polakisuri,
nokturi, rasa ingin berkemih hebat, atau urin yang tak tertahankan, sangat
erat kaitannya dengan atrofi mukosa uretra. Iritabel vesika dan urge
inkontinensia juga berhubungan dengan atrofi dari uretra dan mukosa
vesika, sedangkan stres inkontinensia lebih erat kaitannya dengan
perubahan degeneratif dari sistem neuromuskuler dan jaringan ikat
(Baziad, 2003).
Kontinen baru dapat terjadi bila tekanan uretra melebihi tekanan
intravesika, baik pada keadaan beban fisiologik, maupun beban sensorik.
Tekanan penutupan positif ini sangat bergantung pada kompresi yang
cukup dari mukosa dan submukosa uretra. Empat lapis dari uretra, yaitu
epitel jaringan ikat, kompleks vaskuler, otot polos, dan otot lurik secara
bersamaan ikut ambil bagian dalam mencegah terjadinya inkontinensia
(Baziad, 2003).
Stres inkontinensia merupakan bentuk inkontinensia yang paling
oleh kekurangan estrogen, meskipun paling banyak dijumpai pada
klimakterium dan pascamenopause. Stres inkontinensia adalah keluarnya
urin tanpa dirasa pada keadaan detrusor stabil dan terjadi akibat
berkurangnya penutupan vesika, dan uretra tidak mampu menahan tekanan
vesika yang meningkat tersebut. Peningkatan tekanan vesika dapat dipacu
oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat benda berat
(Baziad, 2003).
Urge inkontinensia yang terjadi adalah kapasitas urin tidak
terganggu, tetapi sensitivitas dan rangsangan detrusor meningkat. Sering
juga ditemukan tonus vesika yang meningkat. Peningkatan tekanan
intravesika, seperti saat batuk, tertawa, perubahan posisi akan
menyebabkan kontraksi detrusor, sehingga timbul rasa ingin berkemih
yang tidak tertahankan. Untuk membedakan dengan stres inkontinensia,
maka perlu dilakukan pengukuran tekanan intravesika (Baziad, 2003).
Iritabel vesika merupakan gejala berupa meningkatnya frekuensi
berkemih, polakisuri yang berlebihan dengan rasa ingin berkemih yang
hebat (imperatif). Iritabel vesika terjadi berdasarkan tingginya sensitivitas
dan rangsangan terhadap detrusor, di mana tekanan vesika biasanya
normal, rendah, atau meningkat. Iritabel vesika biasanya disebabkan oleh
atrofi vesika dan uretra akibat kekurangan estrogen (Baziad, 2003).
I. Kulit
Estrogen mempengaruhi kulit terutama kadar kolagen, jumlah
proteoglikan, dan kadar air dari kulit. Kolagen dan serat elastin berperan
untuk mempertahankan stabilitas dan elastisitas kulit. Turgor kulit dapat
dipertahankan oleh proteoglikan yang dapat menyimpan air dalam jumlah
besar. Estrogen mempengaruhi aktivitas metabolik sel-sel epidermis dan
fibroblas, serta aliran darah (Baziad, 2003).
Kekurangan estrogen dapat menurunkan mitosis kulit sampai
atrofi, menjadikan ketebalan kulit berkurang, menyebabkan berkurangnya
kolagen ini juga berjalan paralel dengan hilangnya massa tulang karena
kandungan kolagen tulang yang cukup banyak sehingga mudah terjadi
osteoporosis. Kekurangan estrogen juga menyebabkan berkurangnya
sintesis dan polimerisasi asam hialuron sehingga terjadi pengurangan
pengambilan dan penyimpanan air, yang pada akhirnya terjadi dehidrasi
kulit. Hal ini membuat kulit kehilangan elastisitasnya, atopik, tipis, kering,
dan berlipat-lipat. Produksi sebum, fungsi kelenjar, dan pertumbuhan
rambut menjadi berkurang. Kulit mudah cedera dan penyembuhan luka
menjadi tergganggu (Baziad, 2003).
Perubahan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan estrogen
dapat menyebabkan perburukan sistem pertahanan kulit sehingga mudah
terkena penyakit kulit (dermatosis). Kejadian psoriasis dan eksema
meningkat pada usia perimenopause (Baziad, 2003).
J. Rambut
Pascamenopause terjadi perubahan terhadap pertumbuhan rambut,
yaitu rambut pubis, ketiak, serta rambut di kepala menjadi tipis. Rambut di
kepala rontok. Selain itu, estrogen meningkatkan aktivitas enzim tirosinase
yang mengkatalisasi sintesis melanin. Oleh sebab itu, kekurangan estrogen
dapat menyebabkan aktivitas tirosinase menurun sehingga sintesis melanin
berkurang yang selanjutnya menimbulkan ubanan pada rambut (Baziad,
2003).
K. Mulut, Hidung, dan Telinga
Seperti pada kulit, kekurangan estrogen juga menyebabkan
perubahan mulut dan hidung. Selaput lendirnya berkerut, aliran darah
berkurang, terasa kering, dan mudah terkena gingivitis. Kandungan air liur
juga mengalami perubahan. Pemberian estrogen dapat mengurangi
keluhan tersebut, kandungan zat-zat dalam air liur menjadi normal. IgA,
IgG, dan IgM menjadi berkurang. Flora bakteri dalam air liur tidak
Akibat kekurangan estrogen dapat meningkatkan resorbsi tulang
dagu (osteoporosis) dan gigi mudah rontok. Selaput lendir mulut seperti
halnya juga vagina memiliki kemampuan mensintesis NO yang bersifat
bakterisid (Baziad, 2003).
L. Mata
Kekurangan estrogen dapat menyebabkan atrofi kornea dan
konjungtiva, serta turunnya fungsi kelenjar air mata. Pemakaian lensa
kontak akan mendapatkan kesulitan dalam penggunaannya.
Keratokonjungtivitis paling sering ditemukan pada wanita
pascamenopause, dan sangat efektif diatasi dengan pemberian estrogen
(Baziad, 2003).
Perubahan kadar estradiol pada fase peri/pascamenopause
mempengaruhi tekanan intraokuler. Kelihatannya turunnya estradiol serum
dapat meningkatkan tekanan bola mata (Baziad, 2003).
M.Otot dan Sendi
Banyak wanita menopause mengeluh nyeri otot dan sendi.
Pemeriksaan radiologik umumnya tidak ditemukan kelainan. Sebagian
wanita, nyeri sendi erat kaitannya dengan perubahan hormonal yang tejadi.
Pemberian TSH dapat mengurangi keluhan-keluhan tersebut. Hal ini
terjadi akibat estrogen meningkatkan aliran darah dan sintesis kolagen.
Timbulnya osteoartrosis dan osteoartritis dapat dipicu oleh kekurangan
estrogen, karena kekurangan estrogen menyebabkan kerusakan matrik
kolagen dan dengan sendirinya pula tulang rawan ikut rusak. Kejadiannya
meningkat dengan meningkatnya usia (Baziad, 2003).
N. Payudara
Payudara merupakan organ sasaran utama bagi estrogen dan progesteron.
Kekurangan estrogen mengakibatkan involusi payudara. Pada
susu, dan fibrotik. Saluran air susu yang melebar ini berisi cairan,
salurannya menjadi lebar, timbul laserasi, dan payudara terasa sakit
(Baziad, 2003).
2.3.Obesitas
2.3.1. Definisi Obesitas
Secara fisiologis, obesitas didefenisikan sebagai suatu keadaan
dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan
adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas merupakan suatu
kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang
dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Faktor genetik
diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini (Sugondo,
2007).
2.3.2. Sel Lemak dan Jaringan Lemak
Jaringan lemak merupakan depot penyimpanan energi yang paling
besar bagi mamalia. Tugas utamanya adalah untuk menyimpan energi
dalam bentuk trigliserida melalui proses lipogenesis yang terjadi sebagai
respon terhadap kelebihan energi dan memobilisasi energi melalui proses
lipolisis sebagai respon terhadap kekurangan energi. Pada keadaan normal,
kedua proses ini diregulasi dengan ketat (Sugondo, 2007).
Jaringan lemak merupakan jaringan ikat yang mempunyai fungsi
sebagai tempat penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserida. Pada
mamalia, jaringan lemak terdapat dalam 2 bentuk: jaringan lemak putih
dan jaringan lemak coklat. Keberadaannya, jumlah, dan distribusi
tergantung pada spesies. Jaringan lemak putih mempunyai 3 fungsi, yaitu
isolasi panas, bantalan mekanik, dan yang paling penting sebagai sumber
energi. Jaringan lemak subkutan yang terletak langsung di bawah kulit,
merupakan penahan panas bagi tubuh, karena ia mempunyai daya
konduksi sebesar 1/3 dibandingkan dengan jaringan lain. Kemampuan
melapisi organ tubuh bagian dalam dan bertindak sebagai pelindung organ
tersebut (Sugondo, 2007).
Jaringan lemak coklat berfungsi untuk mempertahankan panas
tubuh (termogenesis). Fungsi utama jaringan lemak adalah tempat
penyimpanan energi dalam bentuk trigliserida dan melepaskannya sebagai
asam lemak bebas dan gliserol yang merupakan sumber energi yang
berasal dari lemak (Sugondo, 2007).
2.3.3. Pengukuran
Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai
pengukur pengganti dipakai body mass index (BMI) atau indeks massa
tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang
dewasa. Pendekatan lain untuk mengukur obesitas termasuk antropometri
(tebal lipatan kulit), densitometri (menimbang di bawah air), computed
tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan alat elektrik
lainnya (Sugondo, 2007).
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan
praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan dan obes pada orang
dewasa. Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks
Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam
meter kuadrat (m2). Saat ini IMT merupakan indikator yang paling
bermanfaat untuk menentukan berat badan lebih atau obes. Orang yang
lebih besar-tinggi dan gemuk, akan lebih berat dari orang yang lebih kecil
(Sugondo, 2007).
Hubungan antara lemak tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk
tubuh dan proporsi tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu
memberikan kegemukan yang sama bagi semua populasi. IMT dapat
memberikan kesan yang umum mengenai derajat kegemukan (kelebihan
jumlah lemak) pada populasi, terutama pada kelompok usia lanjut dan
tidak sesuai mengenai keadaan obesitas karena variasi lean body mass
(Sugondo, 2007).
2.3.4. Klasifikasi Obesitas
Tabel 2.1, merupakan klasifikasi yang ditetapkan World Health
Organization (WHO), nilai IMT 30 kg/m2 dikatakan sebagai obesitas dan
nilai IMT 25-29,9 kg/m2, sebagai “Pra Obes”.
Tabel 2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat Badan Kurang <18,5
Kisaran Normal 18,5 - 24,9
Berat Badan Lebih >25
Pra-Obes 25,0 – 29,9
Obes Tingkat I 30,0 – 34,9
Obes Tingkat II 35,0 – 39,9
Obes Tingkat III >40
Sumber: WHO technical series, 2000
Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan
Tabel 2.2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT
Berat Badan Kurang <18,5 Rendah (resiko
meningkat pada
masalah klinis lain)
Sedang
Kisaran normal 18,5-22,9 Sedang Meningkat
Berat Badan Lebih ≥23,0
• Beresiko 23,0-24,9 Meningkat Moderat
Obes I 25-29,9 Moderat Berat
Obes II ≥30,0 Berat Sangat berat
Sumber: WHO WRP /IASO/ IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment (2000)
2.3.5. Konsekuensi Patologis dari Obesitas
Obesitas memiliki pengaruh utama terhadap kesehatan. Distribusi
jaringan adiposa pada simpanan anatomi yang berbeda juga memiliki
pengaruh penting untuk morbiditas. Secara spesifik, lemak intraabdominal
dan lemak subkutan abdominal lebih memiliki arti penting dibanding
lemak subkutan yang ada di bokong dan ektremitas bawah. Beberapa
komplikasi terpenting dari obesitas, seperti resistensi insulin, diabetes,
hipertensi, hiperlipidemia, dan hiperandrogenisme pada wanita, berkaitan
erat dengan lemak intraabdominal dan atau tubuh bagian atas daripada
keseluruhan adiposit. Ini mungkin berkaitan dengan fakta bahwa adiposit
intraabdominal lebih bersifat lipolitik aktif daripada yang berasal dari
Obesitas merupakan kondisi medik yang kronik. Angka mortalitas
meningkat seiring dengan peningkatan obesitas, terutama pada obesitas
yang berhubungan dengan peningkatan lemak intraabdominal. Derajat
obesitas mempengaruhi sistem organ tertentu yang bervariasi pada tiap
individu tergantung kerentanan dari gen tertentu (Flier, 2005).
A. Resistensi Insulin dan Diabetes Melitus Tipe 2
Hiperinsulinemia dan resistensi insulin merupakan ciri-ciri yang
meresap pada obesitas, yang meningkat dengan peningkatan berat
badan dan menurun dengan penurunan berat badan. Resitensi insulin
berkaitan kuat dengan lemak intraabdominal daripada lemak dari
simpanan lain. Obesitas, bagaimanapun, merupakan faktor utama
terjadinya diabetes karena sebanyak 80% pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 adalah obes. Penurunan berat badan dan olahraga
berkaitan dengan peningkatan sensitivitas insulin dan sering
memperbaiki kontrol glukosa pada diabetes (Flier, 2005).
B. Gangguan Reproduksi
Gangguan yang mempengaruhi aksis reproduksi berkaitan dengan
obesitas baik pada pria maupun wanita. Obesitas berhubungan dengan
abnormalitas menstruasi pada wanita, terutama wanita dengan obesitas
lemak bagian atas. Penemuan tersering adalah peningkatan produksi
androgen, penurunan sex hormone-binding globulin (SHBG), dan
peningkatan konversi perifer androgen menjadi estrogen. Kebanyakan
wanita obes dengan oligomenorea memiliki sindrom ovarium
polikistik (PCOS), berkaitan dengan anovulasi dan hiperandrogenisme
ovarium; 40% wanita dengan PCOS adalah obesitas. Kebanyakan
wanita non obes dengan PCOS juga menderita resisten insulin, ini
menunjukkan bahwa resistensi insulin, hiperinsulinemia, atau
kombinasi keduanya merupakan penyebab atau kontribusi terhadap
wanita obes dengan PCOS penurunan berat badan atau pengobatan
dengan obat pensensitif insulin sering menghasilkan menstruasi
normal. Peningkatan konversi androstenedion menjadi estrogen yang
terjadi pada wanita obes tubuh bagian bawah, dapat mengkontribusi
peningkatan kejadian kanker uterus pada wanita pascamenopause
dengan obesitas (Flier, 2005).
C. Penyakit Kardiovaskular
Obesitas, terutama obesitas sentral, berhubungan dengan profil lemak
atherogenik, dengan peningkatan kolestrol low-density lipoprotein
(LDL), very low-density lipoprotein (VLDL), dan trigliserida, serta
penurunan kolestrol high-density lipoprotein (HDL). Obesitas juga
berkaitan dengan hipertensi. Obesitas yang menginduks i hipertensi
berkaitan dengan peningkatan resistensi perifer dan curah jantung,
peningkatan tonus sistem saraf simpatis, peningkatan sensitivitas
garam, dan retensi garam yang dimediasi insulin; ini sering berespon
terhadap penurunan berat badan sederhana (Flier, 2005).
D. Penyakit Pulmonal
Obesitas berkaitan dengan beberapa abnormalitas pulmonal. Ini
termasuk penurunan komplians dinding dada, peningkatan kerja
pernapasan, peningkatan menit ventilasi akibat peningkatan kecepatan
metabolik, dan penurunan total kapasitas paru dan kapasitas residu
fungsional. Obesitas berat dapat mengakibatkan obstructive sleep
apnea (OSA) dan “sindrom hipoventilasi obesitas” (Flier, 2005).
E. Batu Empedu
Obesitas berkaitan dengan peningkatan sekresi empedu dari kolestrol,
supersaturasi empedu, dan peningkatan insidensi batu empedu (Flier,
F. Kanker
Obesitas pada wanita berhubungan dengan peningkatan mortalitas dari
kanker kandung empedu, saluran empedu, payudara, endometrium,
serviks, dan ovarium. Ini dapat dikarenakan terjadinya peningkatan
konversi androstenedion menjadi estron di jaringan adiposa (Flier,
2005).
G. Penyakit Tulang, Sendi, dan Kulit
Obesitas berkaitan dengan peningkatan resiko osteoarthritis dan gout.
Masalah kulit yang berhubungan dengan obesitas adalah acanthosis
nigricans, yang dimanifestasikan dengan penghitaman dan penebalan
lipatan kulit di leher, siku, dan jarak interfalang dorsal. Kelembaban
kulit dapat meningkat, terutama pada lipatan kulit, sehingga
meningkatkan resiko infeksi jamur (Flier, 2005).
2.4.Keluhan Menopause dan Berat Badan
Pada menopause konversi terbanyak androgen menjadi estrogen terjadi di
jaringan adiposa sehingga sering diasumsikan bahwa wanita dengan obesitas atau
berat badan lebih yang memiliki lebih banyak sirkulasi estrogen seharusnya
memiliki keluhan menopause yang lebih rendah (Curran, 2009).
Akan tetapi ada keluhan menopause tertentu yang justru bertambah berat
pada wanita obes, seperti gejala vasomotor. Berdasarkan model termoregulator,
adipositas yang tinggi, suatu insulator yang poten, akan menghambat kehilangan
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2.Definisi Operasional
3.2.1. Keluhan Menopause
Keluhan menopause adalah gejala-gejala yang tertera di kuesioner
yang diambil dari Menopause Rating Scale (MRS) yang dialami responden
sekarang ini.
Cara ukur yang digunakan adalah pembagian kuesioner untuk diisi
oleh responden. Alat ukur berupa kuesioner yang terdiri atas 4 pertanyaan
untuk menyingkirkan kriteria eksklusi terlebih dahulu dan 11 pertanyaan
tertutup tentang gejala dengan 3 pilihan jawaban, yaitu: tidak ada gejala
(skor 0), gejala ringan (skor 1), dan gejala berat (skor 2).
Hasil skor total kemudian dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: keluhan
ringan (total skor ≤ 11) dan keluhan berat (total skor 12 -22). Skala
pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.
Variabel Independen Variabel Dependen
Wanita usia 45-55 tahun yang
memiliki berat badan normal
atau kurang (IMT≤ 22,9
kg/m2) dan yang memiliki
berat badan lebih atau obesitas
(IMT≥ 23 kg/m2)
3.2.2. Kriteria Berat Badan
Wanita dengan berat badan normal atau kurang adalah wanita yang
memiliki IMT≤ 22,9 kg/m2, sedangkan wanita dengan berat badan lebih
atau obesitas adalah wanita yang memiliki IMT≥ 23 kg/m 2.
Pengukuran dilakukan dengan cara berat badan dalam kilogram
(kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2), kemudian hasilnya
disesuaikan pada tabel klasifikasi berat badan menurut kriteria Asia
Pasifik.
Tabel 3.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT ((kg/m2)
Berat Badan Kurang <18,5
Kisaran normal 18,5-22,9
Berat Badan Lebih ≥23,0
• Beresiko 23,0-24,9
Obes I 25-29,9
Obes II ≥30,0
Sumber: WHO WRP /IASO/ IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment (2000)
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur berat badan berupa
timbangan jenis bathroom scale merek CAMRY BR9015B dengan
kapasitas 120 kg, sedangkan untuk mengukur tinggi badan digunakan
meteran gulung dengan kapasitas 500 cm.
Hasil pengukuran indeks massa tubuh (IMT) tersebut kemudian
dibagi menjadi 2 kategori, yaitu berat badan normal atau kurang (IMT≤
22,9 kg/m2) dan berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m 2).Skala
pengukuran untuk kelompok wanita yang memiliki berat badan normal
atau kurang dan wanita yang memiliki berat badan lebih atau obesitas
3.3.Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
“Ada perbedaan keluhan menopause pada wanita usia 45-55 tahun yang
memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang
memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik
dengan desain penelitian cross-sectional. Pada satu saat tertentu, tiap subyek
dilakukan sekali pengukuran terhadap indeks massa tubuh (IMT) dan tingkat
keluhan menopause. Dari pengukuran tersebut maka dapat diketahui jumlah
wanita yang mengalami keluhan menopause ringan atau berat, baik pada
kelompok berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2), maupun pada
kelompok berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m 2). Setelah itu dilakukan
perbandingan tingkat keluhan menopause dari hasil pengukuran antara kedua
kelompok tersebut.
4.2.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli 2010 terhadap wanita usia
45-55 tahun yang bertempat di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan
Timur. Lokasi ini dipilih dengan alasan karena:
a. Kelurahan tersebut memiliki cukup banyak penduduk wanita yang
memasuki usia menopause.
b. Kelurahan Glugur Darat II merupakan tempat kediaman peneliti
sehingga didasarkan pada kenyataan praktis yang dapat memudahkan
pelaksanaan penelitian.
4.3.Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi target pada penelitian ini adalah wanita usia 45-55 tahun.
Populasi terjangkaunya adalah wanita usia 45-55 tahun yang tinggal di
4.3.2. Sampel
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah wanita usia
45-55 tahun yang tinggal di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan
Timur yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria
eksklusi.
Subyek yang termasuk kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Wanita usia 45-55 tahun
b. Bersedia menjadi subyek penelitian setelah menandatangani surat
persetujuan setelah penjelasan (informed consent)
c. Bertempat tinggal di lokasi penelitian
Keadaan yang menjadi kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
a. Wanita yang pernah dilakukan histerektomi dan salfingo-ooforektomi
bilateral, yaitu operasi pengangkatan uterus, mulut rahim, kedua tuba
fallopi, dan kedua ovarium
b. Sedang hamil atau menyusui
c. Menggunakan terapi sulih hormon (TSH)
d. Sedang menjalani kemoterapi
e. Menderita suatu penyakit kronik seperti diabetes melitus, hipertensi,
kanker, dan penyakit kronik lainnya.
Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah pemilihan tidak
berdasarkan peluang (non-probability sampling) yang jenis consecutive
sampling, dimana semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang
diperlukan terpenuhi. Jumlah subyek yang diperlukan dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus perkiraan besar sampel untuk uji hipotesis
terhadap dua kelompok independen (Sastroasmoro, 2010). Rumus yang
Keterangan:
n = besar sampel minimum
Zα = nilai distribusi normal baku (tableZ) pada α tertentu Zβ = nilai distribusi normal baku (tableZ) pada β tertentu P = rata-rata P1 dan P2
Q = 1 – P
P1 = proporsi di populasi
Q1 = 1 – P1
P2 = perkiraan proporsi di populasi
Q2 = 1 – P2
P1-P2 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di
populasi
Dalam penelitian ini, proporsi di populasi adalah 0,50 dan beda
klinis yang dianggap penting 0,20. Bila a (2 arah) = 0,05 dan power =
0,80, maka besar sampel minimum yang diperlukan adalah:
Zα = 1,96; Zβ = 0,842; P1 = 0,50; P2 = 0,70; P = .(0,50+0,70) = 0,60
n = 93,2
n ≈94
Dengan demikian besar sampel minimum yang diperlukan adalah
94 subyek untuk tiap kelompok.
4.4.Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti atau data primer dalam
penelitian ini berupa data indeks massa tubuh responden dan tingkat keluhan
adalah menghitung berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan
dalam meter kuadrat (m2). Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan
berupa timbangan jenis bathroom scale merek CAMRY BR9015B dengan
kapasitas 120 kg dan untuk mengukur tinggi badan digunakan meteran gulung
dengan kapasitas 500 cm. Data indeks massa tubuh ini digunakan untuk membagi
responden menjadi dua kelompok, yaitu kelompok berat badan normal atau
kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dan kelompok berat badan lebih atau obesitas (IMT≥
23 kg/m2).
Teknik pengumpulan data tingkat keluhan menopause dilakukan dengan
pembagian kuesioner. Alat pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner
yang berasal dari Menopause Rating Scale (MRS) yang dikembangkan oleh The
Berlin Center for Epidemiology and Health Research sehingga pertanyaan
tersebut sudah tervalidasi secara isi. Akan tetapi pilihan jawaban dan sistem
scoring pada tiap 11 pertanyaan di kuesioner ini telah dimodifikasi menjadi skala
yang lebih sederhana, yaitu yang seharusnya berupa skala 0 (tidak ada keluhan)
sampai 4 (keluhan berat) diubah menjadi skala 0 (tidak ada keluhan) sampai 2
(keluhan berat). Modifikasi ini dimaksudkan agar responden tidak terlalu sulit
membedakan pilihan jawaban tersebut. Data tingkat keluhan menopause ini dibagi
menjadi data responden yang mempunyai keluhan ringan (total skor ≤ 11) dan
keluhan berat (total skor 12-22).
Pengumpulan data sebelumnya telah mendapatkan persetujuan mengenai
ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Selain itu peneliti telah mendapat
rekomendasi/ izin penelitian untuk mengadakan pengumpulan data dari Badan
Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kota Medan, Kecamatan Medan
Timur, dan Kelurahan Glugur Darat II.
4.5.Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa proses. Proses awal adalah
memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Jika ada data belum yang lengkap
responden. Selanjutnya data yang lengkap dan tepat tersebut diberi kode secara
manual sebelum diolah dengan komputer. Kemudian data dimasukkan ke dalam
program komputer dan dilakukan pemeriksaan untuk menghindari terjadinya
kesalahan dalam pemasukan data. Setelah itu data disimpan untuk siap dianalisis,
lalu hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Program statistik yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data
penelitian ini berupa SPSS 17.0. Uji hipotesis yang digunakan adalah analisis chi
square (x2) yang merupakan analisis bivariat untuk menghubungkan atau
membandingkan satu variabel independen dengan variable dependen yang
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kelurahan Glugur Darat II yang
merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Medan Timur. Kelurahan
yang dipimpin oleh Bapak Muda Harahap, S.H. ini memiliki luas 76 Ha
dan terbagi menjadi 12 lingkungan. Penelitian mencangkup beberapa
lingkungan yang ada di Kelurahan Glugur Darat II. Adapun batas-batas
letak kelurahan ini secara geografis adalah sebagai berikut:
Utara : Kelurahan Glugur Darat I – Kecamatan Medan Timur Selatan : Kelurahan Kampung Durian – Kecamatan Medan Timur Timur : Kelurahan Tegal Rejo – Kecamatan Medan Perjuangan Barat : Kelurahan Glugur Kota – Kecamatan Medan Barat
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
- Obesitas I (25-29,9 kg/m2)
Karakteristik responden penelitian dapat dilihat pada tabel 5.1. Total
responden sebanyak 200 orang wanita yang berusia 45 sampai 55 tahun.
Rata-rata usia responden dalam penelitian ini adalah 49,45 tahun. Dari
pengklasifikasian berat badan, jumlah responden yang memiliki berat
badan kurang (<18,5 kg/m2) ada sebanyak 8 orang (4%), berat badan
normal (18,5-22,9 kg/m2) sebanyak 86 orang (43%), berat badan lebih
(23-24,9 kg/m2) sebanyak 20 orang (10%), obesitas I (25-29,9 kg/m2)
sebanyak 60 orang (30%), dan obesitas II (≥30 kg/m2) sebanyak 26 orang
(13%). Berdasarkan keluhan menopause, jumlah responden yang
mengalami keluhan ringan lebih banyak yaitu 164 orang (82%)
dibandingkan keluhan berat yang hanya dialami 36 orang (18%).
5.1.3. Hasil Analisis Statistik
Tabel 5.2. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala badan terasa panas (pertanyaan no.1)
Tipe Berat Badan Badan terasa panas
Total
Untuk frekuensi badan terasa panas, responden dengan tipe berat badan
normal-kurang paling banyak mengalami gejala ringan (49 orang), diikuti
berat (9 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan
lebih-obesitas paling banyak tidak bergejala (52 orang), lalu diikuti gejala ringan
(37 orang), dan paling jarang gejala berat (17 orang).
Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah
0,042. Nilai p yang lebih kecil dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa
hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan gejala badan terasa
panas pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang
(IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas
(IMT≥ 23 kg/m2).
Tabel 5.3. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala rasa tidak nyaman pada jantung (pertanyaan no.2)
Tipe Berat Badan Rasa tidak nyaman pada jantung
Total
Untuk frekuensi rasa tidak nyaman pada jantung, responden dengan tipe
berat badan normal-kurang paling banyak tidak mengalami gejala (53
orang), diikuti gejala ringan (34 orang), dan paling jarang yang mengalami
gejala berat (7 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan
lebih-obesitas juga paling banyak yang tidak bergejala (74 orang), lalu
diikuti gejala ringan (22 orang), dan paling jarang juga yang bergejala
berat (10 orang).
Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah
0,053. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa
hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan gejala rasa