• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Dosen Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Terhadap Aplikasi Kesehatan Gender

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Dosen Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Terhadap Aplikasi Kesehatan Gender"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON DOSEN

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

TERHADAP APLIKASI KESETARAAN GENDER

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam ( S.Sos.I )

Oleh

Asry Rahmita

NIM: 104051001742

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

RESPON DOSEN

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

TERHADAP APLIKASI KESETARAAN GENDER

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

Asry Rahmita

NIM: 104051001742

Pembimbing,

Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum

NIP. 150 244 766

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

ABSTRAK

Asry Rahmita

Respon Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap Aplikasi Kesetaraan Gender

Suatu fakta sosial yang kini semakin merebak di tiap negara, termasuk negara Indonesia yakni keberadaan perempuan pada masa kini yang tidak ingin di nomorduakan setelah keberadaan laki-laki. Kaum perempuan masa kini mencoba bangkit dari budaya patriarki yang berkembang di Indonesia yang memposisikan perempuan sebagai makhluk kelas dua setelah laki-laki. Dalam hal ini kesetaraan gender merupakan salah satu upaya yang coba ditempuh oleh sebagian besar kaum perempuan agar mereka dapat terlepas dari diskriminasi yang selalu membelenggu kehidupan mereka. Perempuan yang ingin mengembangkan potensinya dengan cara berkarier di ranah publik selalu dianggap tidak pantas, karena prempuan dianggap makhluk yang lemah dan tidak sanggup berkarier di ranah publik.

Ketimpangan-ketimpangan sosial tersebut seharusnya tidak boleh terjadi, karena manusia diciptakan oleh Tuhan adalah sama, yang membedakan hanyalah faktor bilogis atau jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan, adanya perbedaan tersebut seharusnya tidak dijadikan alasan untuk mengucilkan atau menganggap remeh perempuan hanya karena perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya. Kajian gender itu sendiri merupakan reaksi terhadap ketimpangan-ketimpangan peran sosial antara laki-laki dan perempuan serta ketidakadilan gender yang terjadi di dalam masyarakat. Bagian ini menjelaskan bahwa perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan telah melahirkan anggapan-anggapan sosial-budaya yang keliru di tengah-tengah masyarakat terhadap peran gender serta relasi gender yang tidak seimbang

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap aplikasi kesetaraan gender. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Selain itu peneliti juga menggunakan teknik olah data melalui cara dokumentasi atau mengumpulkan bahan dari buku, dan sebagainya. Peneliti juga menyebar angket yang berisi pertanyaan guna mengetahui respon dari dosen. Keabsahan data juga diperkuat dengan cara melakukan interview dengan beberapa dosen yang kompeten dalam penelitian ini.

(4)

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya haturkan ke hadirat Allah SWT, yang kasih-Nya tak pernah pilih kasih, dan Sang Pencipta yang selalu mendengarkan do’a hamba-Nya dan tidak pernah berhenti untuk selalu mencurahkan kasih sayang dan cinta-Nya sekaligus yang selalu membimbing saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Begitu banyak kendala-kendala yang saya hadapi pada saat menyelesaikan skripsi ini, namun berkat segala rahmat dan karunia-Nya lah sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terwujud, sehingga setiap proses yang saya lalui menjadi sangat berkesan dan berarti.

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah, nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umat Islam dari zaman penuh kebodohan menuju zaman yang modern dan penuh ilmu seperti saat sekarang ini. Tiada kata yang pantas terucap selain Alhamdalah, memuji keagungan-Nya atas segala kemurahan hati-Nya dalam memudahkan setiap langkah saya. Rasa terimakasih terdalam saya ucapkan khususnya kepada:

1. Kedua orangtuaku tersayang, H Yusuf Ridwan B.E dan Hj. Tati Suharti, yang telah mendidik saya semenjak kecil hingga saat sekarang ini dengan penuh cinta kasih dan sayang yang takkan lekang oleh zaman. Orang yang sangat berarti bagi hidup saya, yang selalu menanamkan kejujuran dan ilmu sebagai

(5)

cukup hidupku untuk dapat membalas semua jasa dan kebaikan mamah dan papah. Semoga Allah selalu menyayangi dan melindungi mamah dan papah, amin.

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Bapak Dr. Murodi, MA yang telah mendidik dan mengajarkan penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga ilmu yang didapat bermanfaat dan mendapat pahala yang besar dari Allah, amin.

3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Umi Musyarrofah, MA sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yang telah memberikan penulis masukan, nasihat, dukungan serta doa. Mudah-mudahan Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat, amin.

4. Dosen Pembimbing Ibu Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum, tiada kata yang pantas terucap selain terimakasih yang mendalam atas kesediaanya untuk meluangkan waktu di tengah kesibukannya guna memberi masukan, diskusi dan membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Semoga Allah SWT selalu memudahkan setiap langkahnya, amin.

5. Bapak Drs. H. Tarmi, MM yang sangat membantu penulis dalam penelitian ini, terimakasih atas kesediaannya dalam meluangkan waktunya untuk memberikan penulis segala macam masukan yang sangat berarti, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, semoga Allah selalu memberikan kemudahan bagi bapak, Amin.

6. Seluruh jajaran Fakultas Dakwah dan Komunikasi, para dosen yang telah membimbing penulis dan mengajarkan penulis ilmu yang sangat berharga, mudah-mudahan bermanfaat dan semoga Allah membalas pahalanya dengan pahala yang berlipat, amin.

7. Seluruh dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi angket sekaligus menjadi responden dalam penelitian ini, semoga semua amal kebaikannya mendapat pahala yang besar dari Allah SWT, amin.

(6)

9. Teman-teman angkatan 2004 Jurusan KPI A yang sangat ku sayangi, terimakasih atas segala momen-momen indah yang pernah kita lewati bersama, setiap momen dan proses untuk menjadikan kita kearah yang lebih dewasa itu tidak akan bisa terlupakan dan tergantikan, dan akan selalu menjadi kenangan yang indah dan berharga yang akan selalu ada di dalam hati. Special for, Budi dan Sofi pasangan yang selalu setia membantuku di saat aku menemukan banyak kendala dalam mengerjakan skripsi ini, juga untuk Ana, Lyna, Pia, Widi, Farah, Zainuri, Syadad, Ade, Rico yang telah menemani hari-hari penulis selama kuliah di UIN Jakarta, saya berharap tetap keep in touch ya dan semoga sukses selalu buat kita semua. Amin

10.Teman-teman di KMF KALCITRA, yang selalu menjadi penyemangat bagi diri saya untuk dapat melakukan setiap aktifitas dengan semangat, spesial for Feby, Joe, Nadya, Luthfi, Ayu, Erza, Budi dan Arif Marzuki.

11.Teman-temanku di kostan tercinta, terimakasih atas segala support dan semua memori yang pernah kita lewati bersama, spesial untuk Zee, Kiki, Mba Dhani, Nunun dan Vivi.

Selanjutnya kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis baik moril maupun materil serta telah memberikan dukungan dan doa tiada henti, semoga amalnya dibalas oleh Alaah SWT., amin.

Wassalam. Wr.Wb

Jakarta, 16 September 2008

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR BAGAN DAN GRAFIK ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Respon ... 17

B. Pengertian Aplikasi Kesetaraan Gender... 21

C. Karir Perempuan dan Laki-laki dalam Ranah Publik ... 29

BAB III GAMBARAN UMUM DOSEN-DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI A. Profil Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 35

B. Struktur Organisasi ... 39

C. Program Kegiatan Fakultas Dakwah dan Komunikasi ... 41

D. Data Jumlah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi ... 42

E. Data Jenjang Pendidikan Dosen Tetap... 42

F. Daftar Nama dan Nomor Kode Dosen (NKD) Fakultas Dakwah dan Komunikasi Tahun Akademik 2007/2008 ... 43

BAB IV TEMUAN DATA LAPANGAN A. Data-data Hasil Lapangan ... 48

B. Analisis Data ... 50

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 94

B. Saran-saran ... 96

(8)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Perbedaan Identitas Jenis Kelamin dan Gender ... 26

2. Tabel 2 Dosen Tetap ... 42

3. Tabel 3 Dosen Tidak Tetap ... 42

4. Tabel 4 Jenjang Pendidikan Dosen Tetap ... 42

5. Tabel 5 Daftar Nama Dosen Tetap ... 43

6. Tabel 6 Daftar Nama Dosen Tidak Tetap ... 45

7. Tabel 7 Gender Diartikan Hanya Sebagai Perbedaan Jenis Kelamin Biologis Antara Laki-laki dan Perempuan ... 50

8. Tabel 8 Gender Adalah Perbedaan Peran Antara Laki-Laki dan Perempuan 52

9. Tabel 9 Perbedaan Jenis Kelamin Biologis Antara Laki-laki dan Perempuan, Sama dengan Gender ... 53

10.Tabel 10 Kesetaraan Gender Adalah Kesamaan Akses atau Peluang Bagi Laki-laki dan Perempuan Dalam Setiap Sumber Daya ... 54

11.Tabel 11 Kesetaraan Gender Adalah Adanya Keterlibatan yang Setara Antara Laki-laki dan Perempuan dalam Kontrol atau Wewenang dalam Pengambilan Keputusan ... 55

12.Tabel 12 Kesetaraan Gender adalah "Tidak Adanya Perbedaan Antara Laki-laki dan Perempuan" ... 56

13.Tabel 13 Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gender Telah Dilakukan dan Dilaksanakan ... 58

14.Tabel 14 Pengaplikasian Kesetaraan Gender Dapat Berjalan dengan Lancar Apabila Masyarakat Lebih Peka Terhadap Perempuan ... 59

15.Tabel 15 Saat Ini Masih Terdapat Perbedaan Antara Laki-laki dan Perempuan dalam Memperoleh Jabatan di Ranah Publik ... 60

16.Tabel 16 Jabatan yang Dimiliki Perempuan yang Berkarier dalam Ranah Publik Lebih Rendah dari Kaum Laki-laki ... 61

17.Tabel 17 Jabatan yang Dimiliki Kaum Laki-laki dan Perempuan Telah Sesuai dengan Kesetaraan Gender ... 62

18.Tabel 18 Perempuan Hanya Pantas Berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga 63 19.Tabel 19 Perempuan Berhak Berprofesi atau Berkarier di Ranah Publik... 64

20.Tabel 20 Profesi yang Dimiliki Perempuan Harus Setara dengan Profesi Kaum Laki-laki ... 65

21.Tabel 21 Profesi Laki-laki Selalu Lebih Baik dan Lebih Tinggi Dibandingkan dengan Perempuan ... 66

22.Tabel 22 Laki-laki Selalu Lebih Diutamakan Untuk Maju ke Tingkat Pendidikan yang Lebih Tinggi... 67

23.Tabel 23 Perempuan Punya Hak yang Sama Seperti Laki-laki dalam Memperoleh Pendidikan ... 68

24.Tabel 24 Laki-laki Wajib Menempuh Pendidikan Tingkat Tinggi Sedangkan Perempuan Tidak Wajib ... 69

25.Tabel 25 Perempuan Tidak Perlu Melanjutkan Pendidikan ke Perguruan Tinggi ... 70

26.Tabel 26 Pendidikan Hanya Pantas Untuk Laki-laki, Bukan Untuk Perempuan ... 71

27.Tabel 27 Kesetaraan Gender Dikatakan Berhasil Jika Tidak Ada Lagi Perbedaan antara Kaum Laki-laki dan Kaum Perempuan dalam Hal Pendidikan... 72

28.Tabel 28 Keadilan antara Laki-laki dan Perempuan Masih Selalu Dibedakan 73

29.Tabel 29 Dunia Kerja Khususnya Ranah Publik Keadilan Tidak Pernah Berpihak bagi Kaum Perempuan ... 74

30.Tabel 30 Dalam Dunia Kerja Khususnya Ranah Publik Keadilan Hanya Berpihak bagi Kaum Laki-laki... 75

31.Tabel 31 Keadilan di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sesuai dengan Kesetaraan Gender ... 76

32.Tabel 32 Dalam Ranah Publik, Keadilan antari Laki-laki dan Perempuan Masih Belum Dapat Ditegakkan ... 77

33.Tabel 33 Kesetaraan Gender Dikatakan Berhasil Jika Terdapat Keadilan antara Kaum Laki-laki Maupun Kaum Perempuan dalam Segala Bidang ... 78

34.Tabel 34 Peluang Kerja di Ranah Publik bagi Perempuan Lebih Kecil Daripada Laki-laki ... 79

(9)

36.Tabel 36 Peluang Berkarya Bagi Kaum Perempuan Lebih Sulit Dibanding Laki-laki ... 82 37.Tabel 37 Peluang Perempuan Untuk Lebih Maju Lebih Sulit Dibanding

Laki-laki... 83

38.Tabel 38 Peluang Perempuan Untuk Mandiri Lebih Sulit Dibanding Laki-laki 84 39.Tabel 39 Peluang Perempuan Untuk Berkarir Lebih Sulit Dibanding Laki-laki

... 85 40.Tabel 40 Kesetaraan Gender di Ranah Publik Sudah Terealisasikan dengan

Baik ... 86 41.Tabel 41 Kesetaraan Gender Dikatakan Berhasil, Jika Terdapat Kesetaraan antara Laki-laki dan Perempuan Dalam Memperoleh Peluang Kerja yang Sama ... 87 42.Tabel 42 Skill yang Dimiliki Kaum Perempuan Masa Kini Sudah Jauh Lebih Baik ... 88 43.Tabel 43 Skill Perempuan Masa Kini Tidak Bisa Dipandang Sebelah Mata Lagi ... 89 44.Tabel 44 Skill Perempuan Masa Kini Mampu Bersaing dengan Skill Laki-laki

... 90 45.Tabel 45 Skill Perempuan Dapat Dijadikan Modal untuk Meningkatkan Karir

(10)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, September 2008

Asry Rahmita

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu fakta sosial yang kini semakin merebak di tiap negara, termasuk negara Indonesia yakni keberadaan perempuan pada masa kini yang tidak ingin di nomor duakan setelah keberadaan laki-laki. Perempuan masa kini sudah tidak dapat dipandang sebelah mata lagi, karena tidak sedikit perempuan Indonesia khususnya perempuan muslim yang semakin melebarkan sayap kejayaannya agar memperoleh kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.

Keterlibatan aktif perempuan dalam pembangunan adalah sebuah keniscayaan. Eksistensi perempuan di dunia ini didasari alasan dan misi yang sama dengan laki-laki yaitu menjadi khalifatullah di bumi. Islam sebagai dienul syamil sangat memuliakan perempuan dan mengakui kelebihannya dalam

berbagai hal. Islam telah memberikan banyak petunjuk, orbit perempuan dalam sisitem raya alam ini. Menurut tuntunan Rosul, Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan keseimbangan, menegaskan bahwa wanita adalah pendamping pria dalam upaya menegakkan kalimat Allah. Jika hendak diumpamakan:

Perempuan dan laki-laki laksana dua bintang yang berada di orbit yang berbeda

namun memiliki peran yang sama di dalam menentukan keseimbangan jagat ini.1

Kaum perempuan masa kini mencoba bangkit dari budaya patriarki yang berkembang di Indonesia yang memposisikan perempuan sebagai makhluk kelas dua setelah laki-laki. Berbagai bentuk tradisi jahiliyah telah menindas kaum perempuan dan mengharamkan hak asasinya, bahkan kaum perempuan hanya dipandang dengan pandangan yang identik dengan penghinaan, tuduhan dan keraguan.2 Pada masyarakat yang dikuasai kaum pria (male dominated society) perempuan seringkali mendapati dirinya pada posisi yang sulit. Sumur, dapur, kasur adalah istilah populer yang diidentikan pada perempuan, mengunci mati perempuan dalam ketidakberkembangan, penuh keterbelakangan, bodoh dan terisolasi dari public activity. Padahal Syekh Yusuf Qardhawi mengatakan

1 M. Akhyar Wahyuddin,

Mitos-mitos yang Membelenggu (Jakarta: Muharam, 1421 H), h. 6.

2 Haya Baydariayyah, “

Pelaksanaan Program Pemberdayaan Perempuan Pada Ormas Persaudaraan Muslimah Islamiah,” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta,

(12)

“Hendaknya kita sepakat bahwa penghinaan terhadap kaum wanita adalah kejahatan”.3

Terdapat dua kata yang perlu di jelaskan yang memiliki makna berbeda namun seringkali menjadi rancu dipahami dan digunakan dalam memperbincangkan sistem budaya yang selama ini dianggap dapat menyudutkan posisi perempuan di dalam masyarakat, yakni kata patrilineal dan patriarki. Budaya patrilineal adalah budaya di mana masyarakatnya mengikuti garis laki-laki, seperti anak bergaris keturunan ayah. Sedangkan patriarki dipahami secara harfiah yang berarti “kekuasaan bapak” (role of the father) atau “Patriarkh” (patriarch) yang digunakan untuk menyebut “keluarga yang dikuasai kaum

laki”. Secara istilah kata patriarki digunakan untuk menyebutkan kekuasaan laki-laki, hubungan kekuasaan dengan apa laki-laki menguasai perempuan, serta sistem yang membuat perempuan tetap dikuasai melalui bermacam cara.4

Patriarki cenderung pada penerapan pandangan hidup yang didominasi oleh laki-laki (male-dominated), ditentukan oleh laki-laki (male- identified), dan berpusat pada laki-laki (male-centered). Ciri yang khas dari budaya ini adalah keseluruhannya saling menopang untuk membangun budaya tersebut serta dilembagakan, sehingga menjadi landasan bagi ruang gerak individu masyarakatnya dan menjadi pandangan hidup secara umum.5

Di dalam budaya patriarki ini, bidang-bidang politik, ekonomi, pendidikan, hukum, agama, dan juga di ranah domestik senantiasa dikuasai oleh laki-laki. Sebaliknya, pada waktu yang sama, perempuan terpinggirkan karena perempuan dianggap atau diputuskan tidak layak dan tidak mampu untuk bergelut di bidang-bidang tersebut.6

Menurut pandangan orang-orang di luar Islam pada masa silam, perempuan dianggap sebagai barang hidup yang begitu rendah dan tidak berharga. Di Inggris, pada abad ke-5 sampai ke-11 Masehi, perempuan hanya dipandang sebagai penyalur dan pemuas nafsu laki-laki. Jadi tidak diberi nilai tertentu yang memiliki tingkat dan derajat seperti laki-laki.7

Di Semenanjung Arab, pada zaman Jahiliyah, sebelum lahir agama Islam, nasib perempuan lebih memprihatinkan. Perempuan dipandang sebagai barang

3

Ibid., h. 2.

4 Fadilah Suralaga, dkk,

Pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif

Hidayatullah, 2003), h. 58 5

Ibid., h. 60

6

Ibid., h. 60

7 Muhammad Koderi,

(13)

dan hewan yang dapat diperjualbelikan. Seorang lelaki boleh memperistri berapa saja perempuan sekehendak hatinya tanpa batas. Perempuan tidak mempunyai hak waris sama sekali. Bahkan jika seorang lelaki mempunyai beberapa istri, dapat diwariskan kepada anaknya. Jika seorang perempuan melahirkan bayi perempuan maka akan menjadi aib, tidak sedikit bayi perempuan yang lahir kemudian dikubur hidup-hidup. Keadaan ini menimbulkan rasa takut pada setiap perempuan yang sedang hamil.8

Kedudukan perempuan saat itu sangat rendah dan tidak mempunyai harga diri. Demikianlah beberapa pandangan tentang kedudukan perempuan pada masa jahiliyah.

Sedangkan di zaman modern, pandangan terhadap kedudukan perempuan sudah banyak mengalami pergeseran. Pada masyarakat kapitalis, perempuan telah menjadi komoditas yang dapat diperjualbelikan. Mereka dijadikan sumber tenaga kerja yang murah, atau di eksploitasi untuk menjual barang. Lihat saja iklan-iklan di media cetak maupun elektronik. Pada masyarakat yang bebas, perempuan dididik untuk tidak melepaskan segala ikatan normatif kecuali untuk kepentingan industri. Tubuh mereka dipertontonkan untuk menarik selera konsumen.9

Busana serba mini kini menjadi mode dalam kehidupan sehari-hari, pekerjaan-pekerjaan yang mengarah kepada pengekesplotasian kaum perempuan sudah tidak dapat dibendung lagi.10 Kekerasan terhadap kaum perempuan, trafficking (kaum perempuan dan anak yang diperjual belikan), perbudakan, dan

masih banyak lagi perlakuan diskriminasi yang harus dihadapi oleh perempuan pada zaman sekarang ini.

Seperti di negara-negara lain di Asia, kaum perempuan di Indonesia mengalami proses subordinasi yang sistematis. Banyak kalangan beranggapan bahwa hal tersebut tidak terlepas dari budaya patriarkhi yang kuat di Indonesia. Islam dianggap sebagai faktor penting terhadap subordinasi perempuan. Bahkan para kritikus feminis radikal menilai bahwa menguatnya militansi Islam pasca kejatuhan Soeharto pada 1998 menjadi bukti betapa faktor Islamlah yang terus menerus menempatkan kaum perempuan pada posisi yang dirugikan.11

8

Ibid., h. 23.

9

Ibid., h. 25.

10 Muhammad Al Bahi,

Langkah Wanita Islam Masa Kini Gejala-gejala dan Jawaban, (Jakarta: Gema

Insani Press, 1988), h. 15

11 Din Wahid dan Jamhari Makruf,

Agama Politik Global dan Hak-hak Perempuan (Jakarta: Pusat

(14)

Dengan semakin tumbuh dan berkembangnya berbagai macam wacana mengenai kedudukan perempuan pada masa kini, hal tersebut memicu para perempuan Indonesia untuk bersikap lebih maju dengan cara menonjolkan diri mereka di ruang publik, agar keberadaan mereka bisa diketahui dan dapat diterima oleh semua pihak. Akan tetapi tidak sedikit cara yang mereka tempuh ini malah menghasilkan ketimpangan, karena lahan publik di anggap bukan lahan bagi perempuan, karena perempuan selalu lemah dan hanya pantas untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah atau dalam ranah domestik saja.

Kajian gender itu sendiri merupakan reaksi terhadap ketimpangan-ketimpangan peran sosial antara laki-laki dan perempuan serta ketidakadilan gender yang terjadi di dalam masyarakat. Bagian ini menjelaskan bahwa perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan telah melahirkan anggapan-anggapan sosial-budaya yang keliru di tengah-tengah masyarakat terhadap peran gender serta relasi gender yang tidak seimbang.12

Gender itu sendiri dapat diartikan sebagai sebuah istilah yang menunjukan pembagian peran sosial antara laki-laki dan perempuan dan ini mengacu kepada pemberian ciri emosional dan psikologis yang diharapkan oleh budaya tertentu yang disesuaikan dengan fisik laki-laki dan perempuan.13

Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat.

Dengan adanya suatu persepsi yang tidak tepat mengenai gender, hal tersebut dapat memicu terjadinya ketimpangan, yang pada pengaplikasiannya di dalam kehidupan sehari-hari sering mengakibatkan terjadinya benturan-benturan dalam tatanan kehidupan sosial.

Pengaplikasian konsep gender lainnya yang biasa terjadi adalah peranan wanita dalam kehidupan rumah tangga sekaligus sebagai wanita karir. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa wanita berperan sebagai hamba Allah, sebagai anggota keluarga, sebagai ibu rumah tangga, sebagai isteri, sebagai pendakwah dan pendidik anak, sebagai pemelihara kesehatan keluarga, begitu banyak tugas yang harus dilakukan oleh kaum prempuan, akan tetapi hal tersebut tidak dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan perempuan, bahwa perempuan

12 Fadilah Suralaga, dkk.,

Pengantar Kajian Gender (Jakarta: Pusat Study Wanita (PSW) UIN Syarif

Hidayatullah, 2003), h. 53 13

(15)

juga dapat berkarier. Peran perempuan di kancah publik masih tetap kurang diperhitungkan.

Islam datang ke dunia mengembalikan kehormatan, harga diri dan hak-hak kaum wanita pada setiap masa hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, tatkala menjadi seorang istri, hingga masa seorang wanita menjadi nenek. Bahkan Islam mengangkat derajat wanita ke tingkat kemuliaan yang sangat istimewa. Islam menganjurkan agar pria memperlakukan wanita dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam haji wada’nya:14

Ç ÓÊæ Õæ Ç ÈÇ Ç äÓÇ Á ÎíÑ Ç

“Perlakukanlah kaum wanita dengan baik” (Al-Hadits).15

Tidak hanya terdapat satu atau dua ayat saja yang menjelaskan bahwa dalam agama Islam menjelaskan wanita memiliki kedudukan yang tinggi. Oleh karena itu tidak selayaknya terdapat ketimpangan antara peran perempuan dan laki-laki.

Tidak sedikit dari perempuan yang ada di Indonesia yang mendapat perlakuan diskriminatif khususnya hanya karena mereka perempuan. Dalam dunia karier di ranah publik prosentase perempuan untuk dapat berkarier dan memperoleh jabatan tinggi lebih sedikit dibandingkan prosentase jumlah laki-laki, kalaupun ada perempuan yang bekerja, mereka hanya mendapatkan sebagian kecil jabatan dari sekian banyak jabatan yang ada.

Ketimpangan-ketimpangan sosial tersbut seharusnya tidak terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena pada dasarnya manusia diciptakan oleh Tuhan adalah sama, yang membedakan hanya faktor biologis saja yaitu laki-laki dan perempuan, akan tetapi perbedaan tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mengucilkan kaum perempuan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam dunia karier di ranah publik. Melihat gejala-gejala yang ada dalam kehidupan kaum perempuan muslim saat ini, maka peneliti tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian yang berjudul RESPON DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN

KOMUNKASI TERHADAP APLIKASI KESETARAAN GENDER.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

14 Maisar Yasin,

Wanita Karier dalam Perbincangan (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 15.

15

(16)

Begitu banyak permasalahan sosial yang bersangkutan dengan gender, mulai dari permasalahan poligami, kekerasan rumah tangga, perdagangan perempuan dan anak, perempuan sebagai kepala negara, sampai dengan karier perempuan dalam ranah publik.

Untuk dapat lebih memfokuskan penelitian ini, maka masalah hanya akan saya batasi pada respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, terhadap aplikasi kesetaraan gender, khususnya pada karier perempuan di ranah publik. Dari pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap aplikasi kesetaraan gender yang terjadi dalam ranah publik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap aplikasi kesetaraan gender khususnya yang berkaitan dengan permasalahan karier

Manfaat Penelitian ini adalah : 1. Manfaat Akademis

a. Untuk memberi informasi akan sebuah pemahaman mengenai konsep kesetaraan gender yang kian menjamur di masyarakat termasuk lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Untuk memberi informasi kepada mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi akan aplikasi kesetaraan gender khusunya di ranah publik. 2. Manfaat Praktis

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang aplikasi kesetaraan gender yang terjadi di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khusunya Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

(17)

pendekatan dalam penelitian yang lebih ditekankan pada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan penafsiran kuantitif yang kokoh.16

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filasafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.17

Penelitian kuantitatif sifatnya adalah objektif, sehingga kita bisa melihat langsung sebuah keadaan. Sedangkan desain penelitian ini adalah survey, dalam penelitian ini, peneliti ingin mensurvey dan mengetahui respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap aplikasi kesetaraan gender yang terjadi dalam dunia karier khusunya ranah publik. Metode survey merupakan metode untuk memperoleh data yang ada pada saat penelitian dilakukan. Data dapat dikumpulkan melalui beberapa teknik, seperti wawancara dan pengamatan atau observasi. Metode survey ini dapat berupa survey deskriptif maupun berupa survey analitik.18

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan waktu penelitian ini dimulai sejak bulan Juni sampai dengan bulan September 2008

3. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah dosen-dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun yang menjadi objek penelitiannya adalah aplikasi kesetaraan gender dalam bidang karier di ranah publik.

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, untuk keperluan penelitian ini diambil populasi dengan berpedoman kepada pendapat

16 Syamsir Salam, dan Jaenal Aripin,

Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006),

h. 36. 17 Sugiyono,

Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitataif, dan R&D (Bandung:

Alfabeta, 2008), h. 14 18 Irawan Soehartono,

(18)

Suharsimi Arikunto: “Apabila subjek kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”. Selanjutnya, jika jumlahnya besar dapat diambil antara 10-15 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana.19

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).20

Dalam penelitian ini, populasi berjumlah 143 Orang, dan peneliti akan mengambil sampel sebesar 25 % dari keseluruhan jumlah dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang ada. Adapun teknik pengambilan sampel, dengan teknik acak sederhana (random sampling), sehingga sampel yang diambil berjumlah 35 orang.

5. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan angket dengan 40 item pertanyaan yang terdiri 6 kelompok, yaitu:

a. Kesetaraan gender, terdiri dari 8 item pertanyaan b. Profesi, terdiri dari 7 item pertanyaan

c. Jenjang pendidikan, terdiri dari 6 item pertanyaan d. Keadilan, terdiri dari 6 item pertanyaan

e. Peluang kerja di ranah publik, terdiri dari 8, item pertanyan f. Skill atau keahlian, terdiri dari 5 item pertanyaan

6. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah melalui:

a. Angket atau Kuisioner, yaitu dengan cara memberikan beberapa pertanyaan kepada dosen-dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi berupa kertas kuisioner untuk dijawab. Angket adalah suatu alat pengumpulan data berisi daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan

19 Suharsimi Arikunto,

Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 107.

20Sugiyono,

Metode Penelitian Pendidikan, Pendeketan Kuantitatif, Pendekatan Kualitatif, dan R&D,

(19)

kepada subjek atau responden penelitian. Pertanyaan-pertanyaan pada angket bisa tertutup (berstruktur) bisa juga terbuka (tidak berstruktur).21

b. Interview atau wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menentukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondenya sedikit/ kecil. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face).22

c. Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data-data melalui buku-buku, majalah dan lain sebagainya.

7. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera digarap oleh staf peneliti, khususnya yang bertugas mengolah data. Di dalam buku lain sering disebut pengolahan data. Ada yang menyebutnya data preparation, adapula data analysis (analisis data).23

Adapun teknik analisis data dari penelitian ini adalah dengan cara menghitung rata-rata, yaitu:

Ada beberapa teknis analisis data yang lainnya, selain cara di atas, yaitu:

a. Editing, yaitu memeriksa jawaban-jawaban responden untuk diteliti, telaah dan dirumuskan pengelompokannya untuk memperoleh data yang benar-benar sempurna

b. Tabulating, yaitu mentabulasikan/ memindahkan jawaban-jawaban responden dalam tabel, kemudian dicari prosentasenya untuk dianalisa c. Analisa dan interpretasi, yaitu membunyikan data kuantitatif dalam

bentuk verbal (kata-kata), sehingga presentase menjadi lebih bermakna d. Kesimpulan, yaitu peneliti memberikan kesimpulan dari hasil analisa

dan interpretasi data.

E. Tinjauan Pustaka

21 Faisal Sanapiah,

Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 122.

22 Sugiyono,

Metode Penelitian Pendidikan, Pendeketan Kuantitatif, Pendekatan Kualitatif, dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2008), h. 194 23 Suharsimi Arikunto,

Prosedur Penelitian, suatu pendekatan praktek, edisi revisi V, (Jakarta: Rineka

(20)

Dalam penulisan skripsi ini saya telah meneliti tulisan-tulisan terdahulu yang judulnya atau pembahasannya hampir sama dengan pembahasan yang saya tulis, saya menemui buku yang berjudul Realita dan Cita Kesetaraan Gender di UIN Jakarta, Baseline dan Analisa Institusional pengarusutamaan gender pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 1999-2003. Karangan Amelia Fauzia dan kawan-kawan, yang diterbitkan oleh McGillIAIN-Indonesia Social Equity Project Didalam buku tersebut yang menjadi permasalahan atau pembahasannya adalah relasi gender dalam proses penyelenggaraan pendidikan di UIN Jakarta dengan agenda pengarusutamaan gender (gender mainstreaming). Fokusnya menyangkut tiga aspek yang saling terkait, yaitu kebijakan kelembagaan (visi, misi dan peraturan perundangan-undangan, terutama statute), pelaksanaan kebijakan dan orientasi kelembagaan kedepan.

Sedangkan skripsi saya ini berbeda dengan dengan tulisan tersebut di atas, karena penelitian yang saya lakukan ini lebih menitik beratkan pada pembahasan respon dosen terhadap aplikasi kesetaraan gender di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dalam penelitian ini, maka peneliti membagi sistematika penulisan skripsi ini ke dalam lima bab. Dimana masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Pengertian Respon, Pengertian Aplikasi Kesetaraan Gender, Karier Perempuan dan Laki-laki dalam Ranah Publik

BAB III: GAMBARAN UMUM DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN

KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(21)

Data jenjang Pendidikan Dosen Tetap, Daftar nama dan Nomor Kode Dosen (NKD) Fakultas Dakwah dan Komunikasi Tahun Akademik 2007/2008

BAB IV :TEMUAN DATA LAPANGAN

Data-data hasil lapangan, Analisa Data

BAB V : PENUTUP DAN KESIMPULAN

(22)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Respon

1. Pengertian Respon

Kata Respon berasal dari kata Response, yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan (Reaction).24 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Respon adalah tanggapan, reaksi, atau jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi”.25

Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan disebutkan bahwa “Respon adalah reaksi psikologis metabolik terhadap tibanya suatu rangsang; ada yang bersifat otonomis seperti refleks dan reaksi emosional langsung, adapula yang bersifat terkendali”.26

Menurut Poerwadarminta, Respon diartikan sebagai tanggapan, reaksi dan jawaban.27 Respon akan muncul dari penerimaan pesan setelah sebelumnya terjadi suatu rangkaian komunikasi. Sedangkan menurut Ahmad Subandi, mengemukakan respon dengan istilah umpan balik (Feed Back) yang memiliki peranan atau pengaruh yang besar dalam menentukan baik atau tidaknya suatu komunikasi.28

Berdasarkan teori yang ditemukan oleh Stellen M Chafee respon terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu:

a. Respon Kognitif, Yaitu respon yang berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, tidak mengerti, atau bingung, menjadi lebih mengerti atau lebih jelas.29 Atau terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipercayai, atau

24 Jhon M. Echols dan Hasan Shadilly,

Kamus Besar Bahasa Inggris Indonesia ( Jakarta:

PT. Gramedia, 2003), cet ke-27, h. 481 25 Pusat Bahasa Depdiknas,

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,

2002), edisi-3, h. 585 26 Save D. Dagun,

Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian dan

Kebudayaan Nusantara, 1997), cet ke-1, h. 964 27 Poerwadarminta,

Psikologi Komunikasi (Jakarta:UT, 1999), cet ke-3, h. 43

28 Ahmad Subandi,

Psikologi Sosial (Jakarta: Bulan Bintang, 1982),cet ke-2, h.50

29 Effendy,

(23)

dipersepsi khalayak. Hal ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi.

b. Respon afektif, yaitu respon yang berkaitan dengan perasaan, timbul pada saat ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Hal ini berkaitan dengan emosi, sikap, atau nilai.

c. Respon Konatif (Behavioral), yaitu respon yang merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku.30

Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa respon adalah tanggapan dan jawaban. Jadi antara respon, tanggapan ataupun jawaban muncul disebabkan karena adanya suatu gejala atau peristiwa yang mendahuluinya, yang meninggalkan gambaran ingatan dari pengamatan terhadap apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan.

2. Teori S-O-R

Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus – Organism – Response, yang semula berasal dari psikologi. Kalau kemudian menjadi juga teori komunikasi, tidak mengherankan, karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi, dan konasi.31

Teori S – O – R adalah salah satu aliran yang mewarnai teori-teori yang terdapat dalam komunikasi massa. Aliran ini beranggapan bahwa media massa memiliki efek langsung yang dapat mempengaruhi individu sebagai audience (penonton atau pendengar).32

Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah:

a. Pesan (stimulus, S)

b. Komunikan (Organism, O) c. Efek (Response, R)

30 Jalaluddin Rakhmat,

Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

1999),h. 218

31 Onong UchjanaEffendy,

Ilmu, Teori, dan Filsafat (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2003), h. 254

32 S. Djuarsa Sendjaja,

Teori Komunikasi (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), cet-9, h.

(24)

Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek “how” bukan “what” dan “why”. Jelasnya how to communicate, dalam hal ini how to change atitude, bagaimana mengubah sikap komunikan. Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula.33

Prof. Dr. Mar’at dalam bukunya “ Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru, terdapat tiga variabel penting, yaitu:

a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan

BAGAN 1

TEORI S-O-R

Gambar di atas menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.34

B. Pengertian Aplikasi Kesetaraan Gender

Aplikasi dapat diartikan sebagai suatu penerapan baik itu penerapan sistem yang ada dalam kehidupan ataupun penerapan teori yang dapat

33 Onong Uchjana Effendy,

Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2003), h. 254-255 34

Ibid., h. 255-256

Organisme:

Perhatian

Pengertian

Penerimaan

(25)

dijadikan sebagai suatu acuan dalam suatu kehidupan, sedangkan yang dimaksud dengan kesetaraan adalah kesamaan atau kesesuaian.

Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat.

Mose mengemukakan bahwa gender adalah seperangkat peran yang dimainkan laki-laki dan perempuan agar tampak dari diri mereka dan dilihat oleh orang lain bahwa seseorang itu adalah feminin atau maskulin.35

Terkadang terdapat salah persepsi antara pemahaman seks dan gender, walaupun pada dasarnya kedua kalimat tersebut berhubungan dengan masalah perempuan dan laki-laki, akan tetapi kedua kata tersebut memiliki makna yang sangat berbeda, oleh karena itu kita harus benar-benar tahu perbedaan diantara keduanya.

Kata seks berasal dari bahasa Inggris sex, berarti jenis kelamin. Pemahaman ini diperjelas dalam kamus lainnya bahwa “sex is the characteristic wich distinguish the male and female”, yakni ciri-ciri yang

membedakan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis.

Mose juga mengemukakan, bahwa konsep gender secara mendasar berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis; laki-laki atau perempuan merupakan pemberian dari Tuhan. Akan tetapi jalan yang menjadikan maskulin atau feminin adalah gabungan antara blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur sosial.

Sejalan dengan pendapat Mose tersebut, Fakih juga mempertegas bahwa harus dibedakan kata gender dengan kata seks. Kata seks merupakan pensifatan atau pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu, secara permanen tidak berubah atau sering dikatakan sebagai kodrat Tuhan atau ketentuan Tuhan. Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki ataupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Oleh

35 Fadilah Suralaga, dkk.,

Pengantar Kajian Gender (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW)

(26)

karena budaya berubah-ubah, maka perubahan dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lain.36

Gender pada intinya, mempersoalkan ketidakadilan dan ketimpangan hubungan sosial, kultural antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Satu hal yang harus ditegaskan bahwa pemikiran tentang gender pada dasarnya, hanya ingin memahami, mendudukan, dan menyikapi relasi laki-laki dan perempuan secara lebih proporsional dan lebih berkeadilan gender.37

Dari penjelasan di atas dapat diperoleh pemahaman bahwa gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan merupakan kodrat Tuhan. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan antara kata gender dengan kata sex (jenis kelamin). Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan adalah kodrat Tuhan karena secara permanen tidak dapat berubah dengan sendirinya dan merupakan ketentuan biologis. Sedangkan gender adalah perbedaan tingkah laku (behavioral differenses) antara laki-laki dan perempuan yang secara sosial dibentuk (socially constructed). Perbedaan yang bukan kodrat ini diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Misalnya, dari hasil bangunan masyarakat yang umum adalah ungkapan bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, emosional, atau keibuan, yang disebut sebagai sifat-sifat feminin; sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa yang disebut sebagai sifat-sifat maskulin.38

Setelah diketahui perbedaan pengertian seks dan pengertian gender, maka hal tersebut dapat menghasilkan suatu statetment yang menjelaskan bahwa dengan adanya perbedaan seks maka akan mengakibatkan perbedaan gender . Telaah lebih lanjut dalam persoalan ketidakadilan gender mengacu pada konstruksi sosial yang dibangun di atas budaya patriarkhi (kekuasaan laki-laki).39

Dalam kerangka hak azasi manusia, setiap orang dikategorikan berdasarkan pada hal-hal yang melekat baik dalam kategori yang biologis, ‘menetap, ‘terberi’ (biologycally given) atau dalam bahasa agama disebut kodrat, maupun kategori yang merupakan ‘konstruksi sosial budaya’. Kategori yang bersifat ‘terberi atau terkodrati’ adalah warna kulit, jenis kelamin, usia dan kemampuan yang berbeda (different abilities). Sedangkan etnisitas,

36

Ibid., h. 53-56

37 Amelia Fauziah, dkk.,

Realita dan Cita Kesetraan Gender di UIN Jakarta (Jakarta:

McGill IAIN, 2004), h. 17 38 Suralaga., dkk

Pengantar Kajian Gender, h. 56

39

(27)

agama, atau bentuk keyakinan yang lain, kelas sosial dan gender merupakan konstruk sosial.

Secara normatif dan ideal, setiap orang dengan latar belakang berbeda: ras, etnisitas, agama atau keyakinan, kelas, jenis kelamin, gender harus mendapatkan ‘kesamaan akses dan partisipasi’ dalam mendapatkan ‘keadilan sosial’ yang ditandai dengan terpenuhinya hak-hak dasarnya. Hak-hak tersebut berupa: hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang mendapatkan keadilan sosial karena adanya ‘diskriminasi sosial’ yang mengahalanginya. Diskriminasi sosial tersebut dapat berbentuk stereotipe negatif atau pelabelan negatif, subordinasi, marginalisasi, beban berlipat dan kekerasan.40

Dalam konteks kesetaraan gender, perbedaan jenis kelamin dan peran serta status gender seringkali menghalangi seseorang untuk mendapatkan hak-hak azasi atau hak-hak-hak-hak dasar. Hal tersebut disebabkan oleh adanya diskriminasi gender yang berakar pada pandangan budaya yang bias gender.

Tidak seperti yang lazim diasumsikan bahwa kesetaraan gender adalah penyamaan laki-laki dan perempuan pada semua aspek. Kesetaraan gender tetap berangkat dari asumsi dasar bahwa ‘laki-laki berbeda dengan perempuan’, namun perbedaan tersebut bukan untuk dibedakan haknya dalam mendapatkan keadilan sosial.41

Karena di dalam agama Islam sendiri tidak tedapat pembedaan baik laki-laki dan perempuan, kalaupun terdapat perbedaan, perbedaan tersebut tidak mempersoalkan kedudukannya, tetapi fungsi dan tugasnya. Menurut ajaran Islam, pada dasarnya Allah SWT menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, semata-mata ditujukan agar mereka mampu mendarmabaktikan dirinya untuk mengabdi kepada-Nya, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Quran,

“Dan, tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

menyembah-Ku” (adz-Dzaariyat:56)42

40 Din Wahid dan Jamhari Makruf,

Agama Politik Global dan Hak-hak Perempuan

(Jakarta: Pusat Pengkajian Islam Msyarakat (PPIM) UIN syarifhidayatullah dengan British Embasy, 2007 ), h.2

41 Ibid., h. 2-3

42 Muhammad Koderi,

Bolehkah Wanita Menjadi Imam Negara (Jakarta: Gema Insani,

(28)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa memang pada dasarnya manusia diciptakan bukan untuk saling membeda-bedakan kekurangan ataupun kelebihan yang dimiliki oleh tiap individu, melainkan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT.

Islam adalah suatu agama yang lengkap dan sempurna yang dibawa Rasulullah SAW. Untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia agar memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Maka, kedudukan, hak, dan kewajiban perempuan ada yang sama dan adapula yang beda dengan laki-laki. Dalam banyak hal, perempuan diberikan hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan laki-laki. Namun, dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kodrat dan martabat perempuan, Islam menempatkan sesuai dengan kedudukannya.43

Pembakuan gender telah berlangsung sejak lama bahkan diyakini setua peradaban manusia, maka gender seringkali diyakini sebagai kondisi kodrati.

Tabel I. Perbedaan Identitas Jenis Kelamin dan Gender

Identitas Jenis Kelamin Identitas Gender

• Menyangkut ciri dan fungsi

biologis

• Khas bagi laki-laki dan

perempuan

• Universal dan berlaku secara

umum

• Tidak dapat berubah karena

perubahan zaman

• Menyangkut ciri, peran dan

posisi sosial

• Dapat ditemukan dan dilakukan

oleh laki-laki dan perempuan

• Relatif, kontekstual, dan

kondisional

• Sesuai dengan kebutuhan

Kondisi sosial dan budaya bersifat relatif karena berkembang dan berubah dari waktu ke waktu, maka gender juga bersifat relatif. Hampir tidak ada konstrusksi gender yang sama dalam masyarakat berbeda karena karakter dan perkembangan masyarakat yang berbeda. Pembakuan gender memang dapat terjadi namun bersifat simplifikasi karena keberagaman sifat, peran dan status laki-laki dan perempuan yang berbeda. Pembakuan gender yang lain terjadi, terutama dalam konteks budaya patriarkhi:44

43

Ibid., h. 49-50

44 Din Wahid dan Jamhari Makruf,

Agama Politik Global dan Hak-hak Perempuan

(29)

Meskipun ketidakadilan gender dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan, namun sampai saat ini pihak perempuan yang masih lebih banyak mengalami kendala untuk mendapatkan hak-hak dasarnya secara setara. Pada aspek-aspek yang lain, kesenjangan gender masih menunjukan angka yang tidak berbeda jauh. Di samping itu, masalah kesetaraan gender masih terhambat dengan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia. Mitra perempuan mencatat lonjakan yang cukup signifikan dari kasus kekerasan terhadap perempuan di Jakarta dimana tahun 2001 sebanyak 258 kasus dan tahun 2005 sebanyak 455 kasus. Begitu juga di berbagai tempat di daerah yang ada di Indonesia lainnya. Itulah sebabnya mengapa kesetaraan gender lebih banyak diarahkan pada penguatan perempuan dari pada laki-laki.45

Kesetaraan gender adalah kesamaan ‘akses’ atau peluang terhadap sumber daya seperti pendidikan atau profesi, ‘partisipasi’ atau keikutsertaan dalam suatu kegiatan produktif. Adanya keterlibatan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam ‘kontrol’ atau wewenang dalam pengambilan keputusan. Hal sama juga berlaku dalam memperoleh manfaat atau kegunaan dari sumber daya secara optimal. Kesetaraan tersebut berlaku pada semua bidang kehidupan baik domestik, publik, nasional dan internasional. Untuk dapat menjamin tercapainya kesetaraan dan keadilan gender maka perlu dilakukan intervensi untuk dapat mencapai kesetaraan. Intervensi tersebut perlu dilakukan dalam aspek budaya yang bias gender. Upaya yang sama juga dilakukan secara politis dan yuridis untuk memastikan bahwa kebikajakan dan hukum negara diarahkan untuk mencapai kesetaraan gender.46

Arah intervensi diskursif meliputi upaya, mengubah keyakinan, ideologi dan pandangan kultural melalui berbagai telaah kritis terhadap nilai, norma yang berpotensi menimbulkan bias gender, dalam budaya petriarkhi dan matriarkhi. Pemahaman agama juga tidak terlepas dari bias tersebut karena saatnya muatan-muatan kultural menjadi common-sense dari tokoh-tokoh agama yang memegang otoritas keagamaan. Pada dasarnya, agama penuh dengan ajaran dan petunjuk untuk menegakkan keadilan sosial, termasuk keadilan gender. Bukan agama yang menjadi penghalang bagi pemenuhan hak-hak azasi berbasis gender tetapi kerangka pemikiran yang

45

Ibid., h. 4

(30)

digunakan untuk memahami dapat mempengaruhi peran agama. Sering ditemukan paradoks dalam khazanah agama di mana dalam satu sisi, pemahaman agama dapat melegitimasi dan melanggengkan ketidakadilan gender. Namun di sisi lain, pemahaman agama dapat menjadi landasan bagi upaya pembebas manusia dari belenggu budaya.

Upaya politis dan strategis dilakukan dengan membuat kebijakan politik dan pemerintahan yang responsif gender. Dalam kerangka hak azasi manusia, diskriminasi dan ketidakadilan gender merupakan bagian dari pelanggaran terhadap hak azasi. Oleh sebab itu, intervensi atau upaya-upaya pencapaian kesetaraan gender dimandatkan secara internasional dan mengikat secara nasional. Negara merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap pelanggaran terhadap hak-hak azasi, baik secara individual maupun secara kolektif.47

Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa aplikasi kesetaraan gender adalah, suatu penerapan teori dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal ini teori yang dimaksudkan adalah kesetaraan gender, yakni kesamaan atau kesesuaian akses atau peluang terhadap sumber daya seperti pendidikan atau profesi, “partisipasi” atau keikutsertaan dalam suatu kegiatan produktif, serta adanya keterlibatan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam control atau wewenag di dalam menjalankan kehidupan sehari-hari demi tercapainya keadilan sosial.

C. Karier Perempuan dan Laki-laki di dalam Ranah Publik

1. Pengertian Karir

Menurut Kamus Ilmiah Populer “karier” dapat diartikan sebagai riwayat pekerjaan, kerja yang digeluti atau kemajuan pekerjaan.48

Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perempuan karier adalah perempuan yang memiliki riwayat pekerjaan yang digelutinya.

2. Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Bidang Pekerjaan

Jika berbicara masalah pekerjaan antara laki-laki dan perempuan, maka secara ototmatis akan terdapat pembagian, yakni di ranah publik dan domestik. Di mana ranah publik biasanya mencakup segala bidang yang berhubungan dengan dunia di luar rumah (keluarga), seperti; ekonomi, pendidikan, hukum, agama, dan lainnya. Dalam kasus gender ranah publik ini

47 Ibid., h. 5-6

48 Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry,

Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola), h.

(31)

selalu dikuasai oleh kaum laki-laki. Sedangkan ranah domestik, yakni segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan rumah, seperti, membersihkan rumah, memasak, menjaga anak-anak.

Di dalam budaya patriarkhi, baik ranah publik maupun domestik senantiasa dikuasai oleh laki-laki. Sebaliknya, pada waktu yang sama, perempuan terpinggirkan karena perempuan dianggap atau diputuskan tidak layak dan tidak mampu untuk bergelut dibidang-bidang tersebut. Hal ini tidak hanya mengakibatkan adanya pemilahan peran publik bagi laki-laki dan peran domestik bagi perempuan, tetapi juga ini berdampak pada ketidakadilan gender. Perempuan di ranah domestik tugasnya melayani, sementara mereka sendiri tidak memiliki kontrol atas ranah domestik karena kontrol tetap berada di tangan laki-laki.49

Di zaman sekarang, kehadiran perempuan di berbagai arena kehidupan dibutuhkan, penerapan fungsi kekhalifahannya ditunggu, maka pandangan adil gender seharusnya menjadi tradisi dalam masyarakat, dalam komunitas apapun, temasuk komunitas agama (Islam). Maka jangan sampai ada upaya menghambat kehadiran perempuan, walau dengan alasan sedang memerankan fungsi reproduksi lalu diparadokskan dengan peran produksinya, sehingga domestikasi perempuan dicari penguat, meski dengan dalil-dalil agama, karena hal itu tidak sesuai dengan nilai kesederajatan dari yang ada dalam al Quran.

Bagi umat Islam, mencermati kembali aktivitas Nabi Muhammad SAW dalam konteks lahirnya teks (asbab al-nuzul dan asbab-al-wurud) perlu ditempuh guna melihat secara jernih. Ayat-ayat al Quran dan hadits mengandung nilai-nilai moral yang tinggi, namun di sisi lain merupakan kompromi dengan kultur masyarakatnya pada waktu itu, di Arab. Ada proses kesejarahan yang terkait dalam pewahyuan, namun tetap dalam élan dasar nilai kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kesetaraan antar manusia.50

Apabila pandangan yang seimbang terhadap laki-laki dan perempuan dapat disosialisasikan dan menjadi tradisi, baik di dalam maupun di luar rumah/di dunia publik, maka kemungkinan besar tidak akan ada lagi kesulitan bagi perempuan untuk mengaktualisasikan diri dan kemampuannya di

49 Fadilah Suralaga, dkk.,

Pengantar Kajian Gender (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW)

UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan McGill Project IISEP, 2003), h. 60

50 Suralaga,

(32)

berbagai sektor, baik formal maupun informal, apalagi secara strategis. Terlebih lagi kuantitas mereka lebih banyak dan kualitas mereka pun bisa diandalkan. Banyaknya perempuan potensial yang akhirnya harus terpuruk (karena hanya menjadi bayangan hidup bagi suaminya), teramputasi kreatifitasnya, dan terisolasi dari keramaian bakat dan minatnya sendiri sedapat mungkin dihindari. Diakui atau tidak, sampai saat ini di mata masyarakat, perhatian terhadap perempuan hanya sebatas keberadaannya dalam keluarga, sehingga secara sosiologis bersifat trdisional. Jika mereka berbuat tetap dianggap berada dalam institusi keluarga, dengan memainkan peran sosial mereka sebagai istri atau anak. Pandangan konsep positivis organism ini, berarti meniadikan hak bersaing dalam berbagi segi

kehidupan.51

Ada bukti-bukti nyata, bahwa eksistensi perempuan dihormati oleh Islam, misalnya dalam kehidupan masyarakat Muslim periode awal. Oleh karena itu, jika perempuan Muslimah masa kini ingin mengkonstruksi cirtranya, tak salah sekiranya mau menengok kembali ke zaman Muslim ideal (zaman Nabi dan Khulafa-al-Rasyidin). Cara ini berangkat dari konsep Weber tentang model atau tipe ideal, yang merupakan modifikasi dan kombinasi beberapa tipe yang pernah ada. Perlu disadari bahwa bagaimanapun ada keterbatasan historis yang perlu dimengerti, maka konsep tipe ideal merupakan ide tentang suatu kenyataan, bukan wujud kenyataan itu sendiri.

Dalam keluarga Nabi, sebagaimana ditulis panjang-lebar oleh Charis Waddy, dikisahkan bahwa Khadijah (istri Nabi) adalah seorang pengusaha perempuan yang sukses, sejak jauh hari sebelum menikah dengan Muhammad. Bahkan Khadijah, disamping sebagai pendorong semangat Nabi, dia adalah penyandang finansial kegiatan dakwah beliau. Maka perempuan Muslimah tidak dilarang untuk menjadi seorang pengusaha, profesional, karyawati, dan pekerja dibidang-bidang lainnya.

Lalu puteri Nabi, Fatimah, selain sebagai perawi hadis, dia seorang perempuan pemberani sejak kecil. Di saat Ayahandanya bersujud dan berdoa di depan Ka’bah, datanglah para pengacau mengganggu dan melempari kotoran. Fatimah membela dan membersihkan beliau, padahal tindakan itu cukup beresiko. Diapun (bersama Aisyah) termasuk regu penolong dan penyedia logisik dalam perang Uhud. Maka Islam tidak melarang perempuan

51 Suralaga,

(33)

menjadi advokad, ataupun pekerjaan-pekerjaan yang berbau sosial seperti perawat, tim Palang Merah, atau pekerja sosial lain.52

Masih banyak lagi bukti-bukti nyata bahwa perempuan-perempuan pendamping Nabi ternyata merupakan sosok yang tidak pernah diam dalam dinamika umat Islam periode awal. Padahal pada waktu itu, di Arab apalagi, tantangan dan hambatannya sangatlah besar. Aktivitas mereka masih berlanjut ketika negara masih diperintah oleh Khulafa al-Rasyidin. Hanya saja, setelah zaman dinasti Umayyah yang banyak meniru pola-pola Romawi dan Persia, dan zaman dinasti Abbasiyyah yang lebih dekat ke budaya Persia, dunia Islam diwarnai oleh tradisi baru yang tidak Islami, khususnya menyangkut perlakuan terhadap perempuan. Kebiasaan pesta pora dan foya-foya mengharuskan munculnya penari-penari yang mengeksploitasi tubuh.

Oleh karena itu, sudah selayaknya perempuan masa kini mau melihat kenyataan dan bisa membedakan, mana yang sebenarnya Islami dan mana yang bukan. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika perempuan mencoba untuk ikut berpartisipasi dalam menangkap peluang yang ada. Diantaranya adalah, harus tetap disadari bahwa dalam hal peran, perempuan memiliki peran kodrati (hamil, melahirkan, menyusui, dan lain-lain) yang tidak bisa ditukar dan ditolak, dan hal ini patut disyukuri sebagai amanah sekaligus karunia dari Allah SWT. Serta peran non kodrati yang biasa disebut juga sebagai gender, merupakan bentukan masyarakat berdasarkan sosio kultur yang ada disekitarnya, dan di sini boleh bertukar peran, boleh berbeda-beda, boleh tawar menawar.

Selain itu berkaitan dengan gender perempuan harus menyadari bahwa dirinya memiliki kesetaraan (bukan seragam) dengan kaum laki-laki, dan kaum laki-laki juga demikian halnya, sehingga antara keduanya bisa memiliki peran yang sama dan bisa juga berbeda. Sekiranya dalam kesamaan peran, berarti ada peluang untuk bersaing secara sehat, maka perempuan perlu membekali diri dengan ilmu, pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sebagainya, yang dapat diandalkan untuk bisa diadu dalam persaingan tersbut.

Hal penting lainnya yaitu berkaitan dengan kesempatan, haruslah dihindari adanya praktek-praktek kapitalis yang semata-mata ingin meraih keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa mengindahkan kaidah agama yang menghendaki kesetaraan martabat, maupun masyarakat yang tentu saja tidak

52Suralaga,

(34)

mensubordinatkan perempuan. Dalam praktek ekonomi kapitalistik, perempuan hanya dianggap sebagai komoditas yang menguntungkan, kemudian dieksploitasi semaunya sendiri, sementara kalangan perempuan sendiri menangkapnya sebagai peluang yang sayang untuk dilewatkan. Maka terjadilah pengeksploitasian perempuan, pelecehan ataupun ketidakadilan gender yang sangat merugikan perempuan itu sendiri.53

53 Suralaga,

(35)

BAB III

GAMBARAN UMUM

DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

A. Profil Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Sejarah Singkat Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Dakwah dulunya adalah merupakan salah satu jurusan di Fakultas Ushuluddin, setelah mempunyai Guru Besar yang dipelopori oleh Prof. Akib Suminto, jurusan Dakwah memisahkan diri dari Fakultas Ushuluddin menjadi Fakultas Dakwah. Sebagai perwujudan dari gagasan dan hasrat umat Islam, yang merupakan mayoritas bangsa Indonesia, untuk mencetak kader pemimpin Islam bagi keperluan perjuangan bangsa Indonesia. Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengalami perubahan menjadi Fakultas Dakwah dan Komunikasi berdasarkan Keputusan Presiden RI. No:31 tahun 2002. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekarang telah memiliki 10 Fakultas, yakni: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Adab dan Humaniora, Ushuluddin dan Filsafat, Syari’ah dan Hukum, Dakwah dan Komunikasi, Dirasat Islamiyah, Psikologi, Ekonomi dan Ilmu Sosial, Sains dan Teknologi, Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, serta program Pasca Sarjana (Program Magister/ S-2 dan Program Doktor/ S-3).

Berbicara masa depan komunikasi di UIN Jakarta, tidak lepas dari Jurusan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK). Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang merupakan pengembangan dari Jurusan Dakwah pada Frakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidaytullah, yang secara resmi dibuka pada tahun akademik 1990/1991 (pada waktu itu masih bernama Fakultas Dakwah), diawali dengan dua kelas dan jumlah mahasiswa sekitar 80 orang. Dengan perkembangan Fakultas Dakwah akhirnya pada tahun 1992-1995 memiliki dua jurusan yaitu PPA dan BPA.

(36)

nama menjadi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam sampai sekarang. Perubahan tersebut didasarkan kepada surat keputusan Dirjen Lembaga Islam Departemen Agama tahun 1999.54

Pada tahun akademik 1997/1998 Fakultas Dakwah membuka Jurusan Manajemen Dakwah dan setahun kemudian, yaitu tahun 1998/1999 Fakultas Dakwah membuka Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI). Sesuai dengan keputusan Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam tentang penyelenggaraan Jurusan dan Program studi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta No. E/48/1999 tanggal 25 Februari 1999. fakultas Dakwah memiliki empat Jurusan, yaitu: Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI), Manajemen Dakwah (MD), dan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI).55

Sejalan dengan tuntutan kebutuhan untuk ikut menyelesaikan problematika sosial menyangkut masalah kemiskinan, anak jalanan, narkoba, konflik etnis, pada tahun akademik 2003/2004 dibuka konsentrasi Kesejahteraan Sosial (KESOS). Konsentrasi ini dibuka bekerjasama dengan Mc. Gill University. Pada tahun akademik 2004/2005 dibuka pula konsentrasi Jurnalistik yang berada di bawah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).

Tahun demi tahun, dan pada akhirnya KPI menjadi Jurusan terbesar diantara Jurusan lain, mahasiswa KPI di Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini, untuk sekarang berkembang menjadi lima kelas dengan satu konsentrasi Jurnalistik.

2. Visi dan Misi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Visi Fakultas Dakwah dan Komunikasi adalah:

Menjadikan Fakultas Dakwah dan Komunikasi sebagai pusat keunggulan dalam kajian ilmu-ilmu dakwah, pengembangan masyarakat Islam, dan komunikasi kontemporer.

Misi dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi adalah:

a. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dalam ilmu dakwah dan komunikasi

54 Yunan Yusuf,

Pedoman Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi (Jakarta: UIN

Syarif Hidayatullah, 2004-2005), h. 14-15

55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Panduan Akademik Fakultas Dakwah dan

(37)

b. Melakukan penelitian yang berkualitas dalam rangka pengembangan ilmu dakwah dan ilmu komunikasi, dan mempublikasikannya baik nasional, regional dan internasional.

c. Melakukan pengabdian kepada masyarakat secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka mengamalkan ilmu dakwah dan ilmu komunikasi

d. Mengembangkan spiritual,moral, dan etika pembangunan bangsa

e. Melakukan secara aktif kerjasama yang produkif dengan lembaga dan instansi terkait baik, dalam maupun luar negeri untuk kepentingan pengembangan dakwah dan masyarakat Islam

f. Melakukan pembianaan akhlak mulia, kreatifitas, dan life skills mahasiswa, agar dapat menjadi tauladan dan berprestasi di tengah masyarakat

g. menjalin silaturahmi secara intensif dengan alumni dan para wali mahasiswa untuk membangun kejayaan fakultas

Tujuan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, adalah:

a. Terciptanya lulusan yang berakhlak mulia, ahli dalam bidang dakwah dan komunikasi, serta unggul dan berprestasi dalam persaingan global dan dalam membangun masyarakat madani

b. Terciptanya pengajar/dosen yang kompeten, kreatif, inovatif dan kompetitif, serta berdedikasi terhadap profesi mereka, dalam bingkai ukuwah islamiyah

c. Terciptanya para karyawan yang berdedikasi tinggi terhadap tugas mereka, yakni siap melayani secara prima terhadap kebutuhan mahasiswa, dosen an masyarakat.56

B. Struktur Organisasi

1. Susunan dan Bagan Organisasi

Susunan organisasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) adalah salah satu unsur pelaksana akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi UIN yang bebeda di bawah Rektor. Susunan organisasi tersebut terdiri dari:

a. Dekan dan Pembantu Dekan b. Senat Fakultas

56 Revian Elinda, “Respon Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Terhadap

(38)

c. Jurusan/ Program Studi/ Konsentrasi d. Bagian Tata Usaha

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut Fakultas Dakwah dan Komunikasi memiliki garis koordinasi dalam bentuk bagian yang disesuaikan dengan status UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun bagan organisasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi adalah sebagai berikut.57

Bagan 2 struktur Organisasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi

a. Dekan dan Pembantu Dekan

Dekan mempunyai tugas memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, membina tenaga pendidikan, mahasiswa, tenaga administrasi, dan administrasi fakultas.

b. Senat Fakultas

Senat Fakultas merupakan badan normatif dan perwakilan tertinggi di tingkat Fakultas yang mewakili wewenang untuk menjabarkan kebijakan Senat Fakultas

57 Ibid., h. 21-22

Dekan Senat Fakultas

PuDek.Bid

Adm. Umum Kemahasiswaan PuDek. Bid. PuDek.

Bid.Akademik

KaBag.Tata Usaha

KaSuBag.akd & Kemahasiswaan

KaSuBag Umum

KaSuBag. Kepeg&Keuangan

KaJur KPI KaJur BPI KaJur MD KaJur PMI

SekJur BPI SekJur MD

SekJur KPI SekJur PMI

Mahasiswa

Dosen BEM

Ket/Sek

Konsentrasi Jurnalistik

Ket/Sek

Konsentrasi Kesos

(39)

c. Jurusan/ Program Studi/ Konsentrasi

Jurusan/ Program Studi/ Konsentrasi adalah unit pelaksana Akademik dan Fakultas yang melaksanakan pendidikan akademik dan profesional dalam bidang ilmu dakwah dan komunikasi.

d. Bagian Tata Usaha

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan adminstrasi pendidikan,dan Pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, kemahasiswaan dan alumni, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan administrasi umum

C. Program Kegiatan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

1. Pendidikan Formal

Program pendidikan yang tersedia pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari Program Pendidikan Akademik dan Program Pendidikan Profesional. Saat ini Fakultas Dakwah dan Komunikasi memiliki empat Jurusan, dua Konsentrasi dan Program Non Reguler (ekstensi), masing-masing adalah: Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Jurusn Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI), Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), Jurusan Manajemen Dakwah (MD), Konsentrasi Kesejahteraan Sosial (Kesos), Konsentrasi Jurnalistik, serta Program Non Reguler Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).

Dalam Program pendidikan yang dilaksanakan (perkuliahan) mengikuti proses belajar mengajar yang meliputi komunikasi langsung atau tidak langsung, praktikum, dan pemberian tugas akademik lainnya antara Dosen dan Mahasiswa pada waktu dan tempat yang telah terjadwal.58

2. Organisasi Kemahasiswaan

Organisasi Kemahasiswaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah organisasi intra kemahasiswaan yang mengatur dan melaksanakan kegiatan-kegiatan mahasiswa dalam bidang ekstra kurikuler, keilmuan, pengembangan minat bakat dan kemampuan serta kegiatan sosial kemasyarakatan. Organisasi dan kegiatan kemahasiswaan di bawah pembinaan dan koordinasi Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan.

58

Gambar

Tabel 4. jenjang pendidikan dosen tetap
Tabel 6. Daftar Nama Dosen Tidak Tetap
Grafik 1: Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 7
+7

Referensi

Dokumen terkait

Padahal di DKI Jakarta Sendiri, terdapat 3(tiga) Instansi Badan Narkotika Nasional yaitu Badan Narkotika Nasional Pusat, Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta,

Penelitian ketujuh oleh Wahyu Setia Dewi, Leonardo Budi Hasiolan, Maria M Minarsih (2016) “Pengaruh Kualitas Produk, Kepercayaan Terhadap Keputusan Pembelian

CSR perlu dipandang bukan sebagai formalitas kewajiban perusahaan semata, namun perlu dilaksanakan dengan segenap perencanaan hingga evaluasi yang matang

kontekstual peserta didik dapat menunjukkan sikap cermat dan teliti dalam menjelaskan konsep barisan aritmatika dan mampu menentukan nilai suku ke-n suatu

Cara menyelesaikan dilemma moral menurut faham kantianisme adalah menyetujui cara untuk menghentikan penyebaran penyakit tersebut yaitu dengan membumihanguskan

Akibatnya perpustakaan sekarang dibujuk untuk berlangganan e-jurnal dari berbagai macam penerbit dan provider (penyedia layanan). Perpustakaan mengelola dan menyediakan

Jumlah tanggungan keluarga nelayan dengan peubah motivasi kerja nelayan terdapat hubungan negatif nyata pada kebutuhan berprestasi, artinya semakin banyak jumlah tanggungan

Berikut adalah analisis data yang mendeskripsikan tentang pelnggaran prinsip kerja sama, implikatur percakapan, dan tema yang digunakan dalam wacana humor politik