• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara penerimaan diri dengan Interaksi sosial pada wanita obesitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara penerimaan diri dengan Interaksi sosial pada wanita obesitas"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

111

ゥエ・イゥョセN@

dari . T 1. : GゥGGGOcBZtGャG{セGGH[ゥGャGゥBBBGBGBセ@

g . ..\ .. 0, ... \.

:.J.

'Jo. 1nctuk ,

ッNvゥNZZZNZZイZQZZZセZZZZ[ァZZ」F@

'.\

ldasifikasi ·

'1

Oleh: . · ... .

ANDI SAKINAH TENRIPADA MUKHSIN NIM : 205070000482

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

----

u111.

Unlveraitas .Islam Ncgeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SKRIPSI

ustO|kaヲャセta[NLZZゥ@

SYAHID J/i,KARTA .

I

MMセMMセ@

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

ANDI SAKINAH TENRIPADA MUKHSIN

NIM : 205070000482

Di bawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Yufi Adriani, M.Psi, Psi

NIP. 198209182009012006

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 September 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 10 Desember 2009 Sidang Munaqasyah

Dekan/

Ketua Merangkap Anggota

Jahja Umar Ph.D NIP. 130 885 522

Penguji I

セM

Neneng Tali Sumiati, M.Si, Psi NIP. 150 300 679

Pembimbing I

Anggota:

Pembantu Dekan/

Sekretaris Merangkap Anggota

Ora. ·ana Muti'ah, M.Si NIP. 19671029 1996032001

Pembimbing II

(4)

セセセセセセ@

セセセセOuZ。ᆱカィ。Mオ。セ@

セᄋセセセᄋセセ@

セ@

HZjヲYᆪセI@

l(arya ini kupersembahkan untuk

Allah Ar-Rahman dan Rasul-Nya yang kucinta

(5)

(C) Andi Sakinah Tenripada Mukhsin

(D) Hubungan Antara Penerimaan Diri Dengan lnteraksi Sosial Pada

Wanita Yang Mengalami Obesitas

(E) xiv + 70 Halaman

(F) Slim is beauty. Ungkapan itu sering kali diinterpretasikan sebagai suatu standar kecantikan, bahwa perempuan dapat dikatakan cantik apabila memiliki tubuh yang langsing (Annastasia Melliana, 2006). Karena cantik di zaman ini identik dengan tubuh minim lemak atau langsing, maka ada sebagian wanita, yang kemudian amat merasa terganggu dan tidak nyaman dengan penampilan fisiknya yang terlalu gemuk. Obesitas atau yang biasa di kenal sebagai kegemukan

merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan wanita. Menurut mereka, kegemukan menjadi permasalahan yang cukup berat, karena keinginan untuk tampil sempurna seringkali diartikan dengan memiliki tubuh langsing dan proporsional. Sehingga banyak diantara mereka menjadi kurang percaya diri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

penerimaan diri dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami obesitas.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan di Universitas Moestopo (Beragama) sebanyak 60 orang, yang diambil dengan teknik

non-probability sampling dengan bentuk teknik accidental sampling. lnstrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala model Likert. Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik yang meliputi korelasi Product Moment Pearson untuk menguji

(6)

dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami obesitas.

(G) Bahan Bacaan: 21 (dari tahun 1969 - 2008) + 8 pustaka online + 1 skripsi + 1 Majalah

(7)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan lnteraksi Sosial Pad a Wanita yang Mengalami Obesitas".

Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, alas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Jahja Umar, Ph.D Dekan Fakultas Psikologi, beserta jajarannya di Fakultas Psikologi yang telah memberikan banyak hal untuk penulis jadikan sebagai bekal kehidupan.

2. Ora. Zahrotun Nihayah, M.Si dosen pembimbing I yang telah banyak membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis selama belajar dan menyelesaikan penulisan skripsi ini di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Yufi Adriani, M.Psi, Psi dosen pembimbing II yang tidak pernah bosan untuk menyumbangkan pendapatnya, memberikan saran yang membangun, motivasi, sehingga penulis dapat mengatasi kendala dalam penyusunan skripsi ini.

4. Neneng Tati Sumiati, M.Psi, Psi dosen pembimbing seminar proposal skripsi atas segala dukungan, arahan, saran, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(8)

orang tuaku yang baik alas segenap kasih sayang dan limpahan

kesabaran telah membesarkan, membimbing dan mengajarkan penulis akan arti setiap langkah hidup yang harus dijalani. Semoga Allah meridhai segala yang telah penulis lakukan.

7. Andi Adnan Mukhsin adikku yang baik, yang juga memberikan semangat kepada penulis agar skripsi ini cepat terselesaikan.

8. Teruntuk sahabat-sahabat penulis Widia, Uris, Mesti, lka, Ayu, Septi, Berry, Jelita, Pipit, Thania, Ega, Rurry, Nju, lis. Sangat bersyukur memiliki kalian, benar-benar menjadi warna dalam hidup penulis dan tak pernah berenti memberikan motivasi untuk

menyelesaikan skripsi ini kepada penulis. May our friendship last forever.

9. Teruntuk sahabatku Mohammad Iqbal yang selama ini banyak membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Memberikan semangat, motivasi dan sumbangan pikiran kepada penulis.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebaga balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan. Dan

semoga Allah SWT senantiasa meridhai setiap langkah yang penulis lakukan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait.

Jakarta, 1 O Desember 2009 Penulis

(9)

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

MOTTO... iv

ABSTRAKSI. . . . v

KATA PENGANTAR... vii

DAFTARISI.. ... .... .. ... .. .. ... .. . . .. .. .. ... .. . ix

DAFTAR TABEL. . . . xiv

DAFT AR GAMBAR. . . . xiv

BABIPENDAHULUAN 1-11 1.1 Latar Belakang Masalah. . . . 1

1.2 ldentifikasi Masalah. . . . 7

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah . . . 7

1.3.1 Pembatasan Masalah. . . . 7

1.3.2 Perumusan Masalah. . . . 8

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian . . . 9

1.4.1 Tujuan Penelitian . . . .. 9

(10)

1.4.2.2 Manfaat Praktis. . . . 9

1.5 Sistematika Penulisan. . . . 10

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 12-41 2.1 Penerimaan Diri. . . . 12

2.1.1 Definisi Penerimaan Diri. . . . 12

2.1.2 Kondisi yang Mendukung Penerimaan Diri. . . . .. 13

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri. 14 2.1.4 Dampak Penerimaan Diri. . . . 19

2.1.5 Proses Penerimaan Diri. . . . 20

2.2 I nteraksi Sosial. . . . 25

2.2.1 Definisi lnteraksi Sosial. . . . 25

2.2.2 Syarat terjadinya lnteraksi Sosial. . . . .. 27

2.2.3 Macam-macam lnteraksi Sosial. . . . 29

2.2.4 Faktor-faktor yang Mendasari Berlangsungnya lnteraksi Sosial. . . . 30

2.3 Obesitas ... . 34

(11)

2.4

2.5

Kerangka Berpikir ... .

Hipotesis ... ..

39

41

BAB 3 METODE PENELITIAN 42-57

3.1 Metode dan Pendekatan Penelitian. . . . 42

3.2 Variabel Penelitian. . . . 42

3.3 Populasi dan Sampel. . . . 43

3.3.1 Populasi. . . . .. . . . 43

3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel. . . . 43

3.4 Definisi Variabel. ... .. 44

3.4.1 Definisi Konseptual. . . . .. 44

3.4.2 Definisi Operasional. . . . 45

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... .. 46

3.5.1 Metode dan lnstrumen Penelitian. . . . 49

3.6 Teknik Analisis Data. . . . 54

3.6.1 Analisis Validitas dan Reliabilitas. . . . 54

(12)

3. 7 Prosedur Penelitian. . . . 57

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 58-64 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian. . . . 58

4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia. . 58

4.2 Distribusi Penyebaran Skor Responden. . . . 59

4.2.1 Statistik Deskriptif Penyebaran Skor Responden Skala Penerimaan Diri. . . . 59

4.2.2 Statistik Deskriptif Penyebaran Skor Responden Skala I nteraksi Sosial. . . . 60

4.2.3 Uji Persyaratan. . . . 61

4.2.3.1 Uji Normalitas. . . . 61

4.2.4 Uji Hipotesis. . . . 63

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 63-67 5.1 Kesimpulan. . . . .. 63

5.2 Diskusi. . . . 63

5.3 Saran. . . . 65

5.3.1 Saran Teoritis. . . . 65

5.3.2 Saran Praktis ... . 66

DAFTAR PUSTAKA 68-70

[image:12.518.37.448.77.603.2]
(13)

Lampiran 2 Blue Print Skala lnteraksi Sosial Lampiran 3 Angket Kuesioner

Lampiran 4 Reliabilitas dan Validitas Penerimaan Diri Lampiran 5 Reliabilitas dan Validitas lnteraksi Sosial Lampiran 6 Tests of Normaity

Lampiran 7 Nonparametric Correlations

(14)
[image:14.518.30.443.132.496.2]

Tabel 3.1

Tabel 3.2

Tabel 3.3

Tabel 3.4

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Bobot Skala Liker! ... .

Blue Print Try Out Penerimaan Diri ... .

Blue Print Try Out lnteraksi Sosial. ... ..

Kategori Tingkat Hubungan ... ..

Distribusi Respnden Berdasarkan Usia ... ..

Kategorisasi Skar Penerimaan Diri ... .

Kategorisasi Skar lnteraksi Sosial. ... .

Uji Normalitas Penerimaan Diri dengan lnteraksi sosial

Nonparametric Correlations ... .

xiv

45

46

48

51

54

55

56

57

(15)
[image:15.518.82.438.127.491.2]
(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Pada masa ini peran masyarakat dan media, sangat membawa pengaruh yang besar dalam mendorong seseorang untuk begitu peduli pada

penampilan dan image tubuhnya. Contohnya saja, sejak dulu di dalam masyarakat sudah terlihat pola-pola, bahwa cantik, ganteng, keren, langsing, akan lebih populer, disukai dan banyak mendapatkan peluang untuk

bersosialisasi. Berbagai media dan iklan bermunculan di mana-mana untuk memperkenalkan keampuhan produk mereka yang tentu saja banyak mendapat sambutan hangat dari masyarakat, baik tua, muda, pria maupun wanita. Kehadiran media, tidak dipungkiri semakin mendorong pribadi

seseorang untuk meletakkan standard ideal di dalam dirinya bahwa cantik itu adalah wanita yang bertubuh langsing. Kecantikan dan kesempurnaan fisik, menjadi ukuran bagi seseorang sehingga banyak yang berusaha mengejar kecantikan dan kesempurnaan, dengan bantuan kosmetik, pusat kebugaran, fashion, ke salon untuk menata rambut mode terkini, sampai dengan

(17)

berbagai produk makanan atau ramuan yang diiklankan dapat menghambat bahkan menurunkan berat badan sangat laku di pasaran.

Sedangkan pada jaman dahulu orang jawa kuno mengenal salah satu tipe kecantikan yang di simbolkan lewat patung Dewi Parwati. lstri Dewa Siwa ini digambarkan bertubuh gendut, dada besar, pinggang melar, dengan

pandangan mata teduh. Bahkan masyarakat Maori masih percaya bahwa wanita gemuk adalah lambang kecantikan. Namun, cantik di zaman ini identik dengan tubuh minim lemak. Malah kalau bisa, bebas lemak. (Taklukan

Obesitas, Maja/ah Femina No: 41, 2009).

(18)

semua itu tidak memberikan hasil yang maksimal. Hingga akhirnya tidak bisa kerja, tidak bisa sosialisasi, bahkan tidak bisa menikmati hidup.

Obesitas atau yang biasa di kenal sebagai kegemukan merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan wanita. Menurut mereka,

kegemukan menjadi permasalahan yang cukup berat, karena keinginan untuk tampil sempurna seringkali diartikan dengan memiliki tubuh langsing dan proporsional. Sehingga banyak diantara mereka menjadi kurang percaya diri.

Dalam Davison, Gerald. C (2006) dikatakan bahwa, tubuh kurus yang ideal berdasarkan standar sosiokultural kemungkinan merupakan sarana yang membuat orang-orang mempelajari rasa takut menjadi gemuk atau bahkan merasa gemuk. Selain menciptakan bentuk fisik yang tidak diinginkan, menjadi gemuk memiliki berbagai konotasi negatif, seperti ketidak suksesan dan kurang memiliki kontrol diri. Orang lain memandang orang-orang yang mengalami obesitas sebagai orang yang kurang cerdas dan dicap sebagai orang yang kesepian, pemalu dan haus kasih-sayang. Dejong & Kleck (1986).

Menu rut Spigelman & Schutz (1981) disebutkan bahwa para wanita di

(19)

kasus, ratusan pengunjung mendatangi acara pekan musim panas, para penyelenggara mengadakan pertunjukan bayangan atau siluet yang dimana ditampilkan wanita dan pria masing-masing yang bertubuh obesitas dan langsing. Ternyata para penonton memberikan respon yang kurang bagus kepada bayangan wanita bertubuh obesitas dibandingkan pria yang bertubuh obesitas. (Lips, Hillary. M, 2003).

Gambaran masyarakat tentang fenomena wanita obesitas yang telah di jelaskan diatas dalam hubungannya pada penerimaan diri wanita obesitas itu sendiri, ditanggapi dengan berbagai macam, ada yang sudah mati rasa menerima ejekan dari orang lain tetapi ada juga yang menjadi benci pada dirinya sendiri karena mereka ingin sekali mendapatkan pengakuan dari masyarakat namun ha! itu sulit sekali didapatkan oleh wanita obesitas. Mereka (wanita obesitas) yang sudah menerima dirinya sendiri, kebanyakan mencari kelebihan lain yang ada didalam diri mereka. Seperti mengasah

(20)

(www.pearlsong.com/MakingLoveonObesitv.pdf). Menurut Psikolog Raina Adam (2009) mengatakan setiap orang ingin mendapat pengakuan dan penghargaan. Namun, hal yang demikian ini sulit didapat oleh orang obesitas.

(Taklukan Obesitas, Majalah Femina No: 41, 2009).

Penerimaan diri wanita obesitas nanti akan mempengaruhi ke dalam interaksi sosial. Brehm (1999) menyatakan dalam lnteraksi sosial, bentuk fisik adalah hal yang pertama kali dinilai dari seseorang perempuan. Masyarakat tidak akan menilai seseorang perempuan dari kecerdasan intelektualnya atau kelebihan lain di balik bentuk fisiknya terlebih dahulu. Budaya kesan pertama

(21)

usaha yang lebih keras agar orang mengingat saya", ujarnya. Sehingga wanita obesitas tersebut memerlukan usaha yang keras agar orang lain bisa mengingat mereka. (Tak/ukan Obesitas, Maja/ah Femina No: 41, 2009).

Pada nantinya obesitas tidak hanya membuat daya tarik seseorang menjadi kurang baik, tetapi menjadi sebuah dilema yang menimbulkan rasa rendah diri, mudah iri pada orang lain dan kurang percaya diri. Hal ini yang menjadi

pemicu penerimaan diri yang kurang baik atau negatif. Namun ada juga yang sudah bisa menerima dirinya dengan baik. Sehingga mereka bisa lebih leluasa untuk berinteraksi sosial. Disisi lain ada juga yang sudah bisa menerima dirinya sendiri tetapi masih saja membutuhkan waktu untuk

(22)

DIR/ OENGAN INTERAKS/ SOS/AL PADA WANITA YANG MENGALAMI

OBESITAS".

1.2

ldentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka beberapa masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana penerimaan diri wanita yang mengalami obesitas? 2. Bagaimana interaksi sosial wanita yang mengalami obesitas?

3. Apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami obesitas?

4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap wanita obesitas

1.3

Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1 Pembatasan Masalah

(23)

a. Penerimaan Diri

ialah suatu sikap kemampuan individu untuk mau merasa puas dengan dirinya sendiri dan mau menerima keterbatasan dirinya tanpa merasa bersalah. Menurut Kubler-Ross (1969) ialah fase dimana seseorang mencapai tahap ia tidak merasa depresi, maupun marah terhadap nasibnya dan selalu mengekspresikan perasaannya, kecemburuannya akan kehidupan.

b. lnteraksi Sosial

lnteraksi sosial disini menurut definisi-definisi dari beberapa tokoh yaitu, hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. lnteraksi sosial terjadi ketika dua orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara verbal, fisik, atau emosional, yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.

c. Obesitas

(24)

1.3.2 Perumusan Masalah

Terkait dengan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami obesitas?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerimaan diri dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami obesitas

1.4.2 Manfaat Penelitian

1.4.2.1 Manfaat Teoritis

I. Dapat memberikan gambaran penerimaan diri wanita yang mengalami obesitas.

2. Untuk mengetahui interaksi sosial pada wanita obesitas.

3. Memperkaya khasanah ilmu psikologi terutama psikologi sosial dan psikologi klinis.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

(25)

1.5

Sistematika Penulisan

Agar dalam penyusunan penelitian ini lebih terarah dan sistematis, maka penulis membuat sistematika penulisan yang terdiri dari :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB 2: KAJIAN PUSTAKA

Membahas mengenai Penerimaaan Diri (Self Acceptance), Definisi Penerimaan Diri, Kondisi yang Mendukung Penerimaan Diri, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri, Dampak Penerimaan Diri, Proses Penerimaan Diri, lnteraksi Sosial, Syarat Terjadinya lnteraksi Sosial, Definisi lnteraksi Sosial, Macam-macam lnteraksi Sosial, Macam-macam lnteraksi Sosial, Obesitas, Definisi Obesitas, Tingkatan Golongan dalam Obesitas, Faktor-faktor Penyebab Obesitas, Kerangka Berpikir.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Meliputi Pendekatan dan Metode Penelitian, Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel, Teknik Pengumpulan Data dan

(26)

BAB 4 : HASIL PENELITIAN

Meliputi Gambaran Umum Subjek dan Hasil pengumpulan data dari kuesioner.

BAB 5 : PENUTUP

(27)

BAB2

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Penerimaaan Diri (Self Acceptance)

2.1.1 Definisi Penerimaan diri

Chaplin (2006) mendefinisikan penerimaan diri (self acceptance) sebagai sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri dan pengakuan akan keterbatasan sendiri.

"Degree to wich an a individual, having considered his personal

characteristic, is able and willing to live with them" Hurlock (1973). Hurlock mendefinisikan penerimaan diri sebagai tingkat kemampuan individu untuk mempertimbangkan karateristik dirinya serta mampu dan mau menerimanya tanpa merasa bersalah.

Dalam Hurlock (1971 ), Jersild (1971) mendefinisikan penerimaan diri adalah penilaian yang realistis terhadap potensi yang dimilikinya, memahami

karakteristik dirinya dan mampu menerima kondisi yang ada dengan sesungguhnya.

(28)

kehid u pan. (http://a yura/. word press. com/2009/06/08/pendekatan-spiritual-terhadappenerimaan-acceptance-keadaan-sakitl)

Jadi penerimaan diri menurut penulis ialah suatu sikap kemampuan individu untuk mau merasa puas dengan dirinya sendiri dan mau menerima

keterbatasan dirinya tanpa merasa bersalah. Menurut Kubler-Ross (1969) ialah fase dimana seseorang mencapai tahap ia tidak merasa depresi, maupun marah terhadap nasibnya dan selalu mengekspresikan

perasaannya, kecemburuannya akan kehidupan

2.1.2 Kondisi yang Mendukung Penerimaan Diri

Dalam Hurlock (1973:544) menyebutkan lima kondisi yang dapat membantu dalam pembentukan penerimaan diri, yaitu :

a. Aspirasi yang realistis

Untuk dapat menerima diri harus realistis mengenai diri sendiri dan tidak memilih tujuan yang tidak mungkin. lni bukan berarti tidak memiliki ambisi atau tujuan. Tetapi ini berarti bahwa tujuan yang ditetapkan sesuai dengan potensi yang dimiliki.

b. Keberhasilan

(29)

memberikan inisiatif mengenai apa yang ingin dikatakan dan dilakukan, teliti dan sungguh-sungguh dalam mengerjakan.

c. Self Insight

Mampu dan mau menghargai diri sendiri dengan realistis dan

mengakui serta menerima kelemahan seperti halnya kelebihan dapat meningkatkan penerimaan diri.

d. Social Insight

Mampu untuk melihat diri sendiri seperti orang lain melihatnya. lni dapat menjadi pembimbing dalam bertingkah laku karena

memungkinkan untuk menyesuaikan dengan lingkungan.

e. Konsep diri yang stabil

lndividu dapat merasa bahagia dan tidak bahagia diwaktu yang berbeda, hal ini menjadikan ambivalent mengenai dirinya. Untuk mencapai konsep diri yang stabil, lebih penting bagi individu untuk selalu memandang dirinya dengan menyenangkan.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri

(30)

1. Self Understanding (pemahaman diri)

Pemahaman akan diri sendiri adalah persepsi tentang diri sendiri yang dapat timbul jika seseorang mengenali kemampuan dan

ketidakmampuannya serta mau kemampuannya tersebut. Dimana individu dapat memahami dirinya sendiri tidak hanya tergantung pada kemampuan intelektual dirinya saja, melainkan juga pada setiap kesempatannya untuk mengenali dirinya sendiri. Pemahaman diri dan penerimaan diri berjalan secara berdampingan. lndividu yang

memahami dirinya dengan baik, maka akan menerima keadaan dirinya sendiri dan tidak ada keinginan untuk berpura-pura menjadi orang lain, begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti semakin orang dapat memahami dirinya sendiri, maka senantiasa ia dapat menerima dirinya.

2. Realistic expectations (harapan yang realistis)

(31)

mempertimbangkan kemampuan dirinya dalam mencapai tujuan terse but.

3. Absence of environmental obstacies (tidak adanya hambatan lingkungan)

Ketidakmampuan individu untuk mencapai tujuannya dapat

ditimbulkan dari lingkungan. Jika lingkungan sekitarnya menghalangi individu menunjukkan potensinya atau untuk mengekspresikan dirinya, maka penerimaan dirinya tentu akan sulit tercapai. Sebaliknya, apabila didalam lingkungan individu memberikan dukungan seperti orang tua, guru, dan teman-teman, maka individu dapat mencapai tujuannya, merasa puas atas apa yang telah diraihnya, dan harapannya pun menjadi realistis.

4. Favorable social attitudes (tingkah laku sosial yang sesuai)

(32)

5. Absence of severe emotional stress (tidak adanya stress emosional yang berat)

Stress menandai kondisi tidak seimbang dalam diri individu yang menyebabkan individu bertingkah \aku yang dipandang tidak sesuai oleh lingkungannya. Perubahan pandangan ini dapat menyebabkan pandangan individu terhadap dirinya juga berubah kearah yang negatif, sehingga berpengaruh terhadap penerimaan dirinya. Se\ain itu, tidak adanya gangguan stress emosional yang berat

memungkinkan seseorang untuk melakukan yang terbaik dan tidak hanya mementingkan kepentingan dirinya saja.

6. Preponderance of successes (kenangan akan keberhasi\an)

(33)

7. Identification with well-adjusted people (identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik)

Seseorang yang mengidentifkasikan dirinya dengan orang yang mampu beradaptasi dengan baik, maka hal ini dapat membantu dirinya untuk mengambangkan sikap-sikap yang positif dalam

hidupnya dan bersikap baik yang bisa menimbulkan penilaian diri dan penerimaan diri yang baik.

8. Self perspective (perspektif diri)

Seseorang yang mampu memperhatikan pandangan orang lain terhadap dirinya seperti ia memandang dirinya sendiri adalah

seseorang yang memiliki pemahaman diri yang cukup baik daripada seseorang yang memiliki perspektif yang sempit mengenai dirinya, hal inilah yang membuat ia dapat menerima dirinya dengan baik.

Perspektif diri yang luas diperoleh melalui pengalaman dan belajar. Dalam hal ini, usia dan tingkat pendidikan memegang pernan penting bagi seseorang untuk dapat mengembangkan perspektif dirinya.

(34)

dimana di dalammya terdapat peraturan yang mengajarkan kepada anak bagaimana ia menerima dirinya sebagai individu dan cenderung berkembang untuk menghargai dirinya sendiri. Konsep diri mulai terbentuk pada masa kanak-kanak dimana pola asuh diterapkan, sehingga pengaruhnya terhadap penerimaan diri tetap ada meskipun usia individu terus bertambah.

10. Stable self-concept (konsep diri yang stabil)

Konsep diri yang stabil adalah satu cara bagaimana seseorang mampu melihat dirinya sendiri dengan cara yang sama dari waktu ke waktu. Hanya pada konsep diri yang sesuai seseorang mampu

menerima dirinya sendiri. Karena apabila individu memilki konsep diri yang tidak stabil, bisa saja pada satu waktu ia menyukai dirinya, pada waktu lain ia membenci dirinya sendiri. lni akan membuatnya kesulitan untuk menunjukkan siapa dirinya kepada orang lain karena ia sendiri merasa bertentangan terhadap dirinya sendiri.

2.1.4 Dampak Penerimaan diri

Hurlock (1973: 340-341) membagi dampak dari penerimaan diri menjadi dua macam, yaitu:

(35)

Orang yang memiliki penerimaan diri mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya secara akurat dan realistik. lni akan membangun tingkah laku untuk penyesuaian diri yang baik. Selain itu mereka juga

lebih dapat menerima kritik, dibandingkan dengan orang yang kurang dapat menerima dirinya. Dengan demikian, orang yang memiliki penerimaan diri dapat mengevaluasi dirinya secara realistik, sehingga ia dapat menggunakan semua potensinya secara efektif.

b. Dalam penyesuaian sosial

Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan diri orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri dapat menyamakan dengan orang lain dan membangun hubungan yang baik pula. lni menandakan bahwa oang yang memiliki penerimaan diri dapat mengadakan penyesuaian sosial yang baik.

2.1.5 Proses Penerimaan Diri

(36)

Proses penerimaan Kubler-Ross (dalam Gargiulo, 1985) dimaksudkan untuk lebih dapat melihat bagaiman proses seseorang menerima suatu keadaan, sebelum ia mampu untuk menerima dirinya sendiri. Berikut adalah tahapan proses penerimaan diri:

1. Primary Phase

a. Shock (Keterkejutan)

Pada periode ini ditandai dengan tingkah laku, seperti menangis berlebihan dan rasa ketidakberdayaan.

b. Denial (penolakan)

Yaitu sikap lari dari kenyataan (menolak) yang terjadi pada dirinya. Dampak dari penolakan yang terjadi biasanya adalah dengan merasionalisasi keadaan dengan sebaliknya. Penolakan dapat bertahan jika orang tersebut terus-menerus menyalahkan takdir yang terjadi pada dirinya. Tetapi, penolakan juga bisa menjadi hal yang positif jika pada tahap ini orang yang bersangkutan belajar untuk memahami keadaan yang dialaminya dengan baik.

c. Grief and Depression (sedih dan depresi)

(37)

juga dapat sebagai tanda adanya perubahan konsep ideal. Pada tahapan ini tidak memiliki batas waktu, ada yang terus menerus merasa sedih sepanjang hidupnya. Depresi seringkali merupakan penyebab dari proses kesedihan, depresi juga merupakan rasa marah yang mendalam. Rasa depresi juga bisa timbul karena seseorang merasa yakin bahwa sesuatu hal yang buruk tidak akan menimpa dirinya. Moses (1977) dalam Gargiulo (1985) meyakini kebanyakan orang memiliki rasa kemarahan pada dirinya.

Karenanya ketika sesuatu yang buruk itu terjadi, mereka akan marah terhadap dirinya sendiri dan merasa lemah dan merasa tidak mampu akan dirinya. Hal inilah yang membuat mereka depresi. Banyak masyarakat berpendapat bahwa depresi merupakan perasaan yang tidak pantas dan tidak dapat ditoleransi padahal depresi merupakan suatu proses yang wajar dan penting yang dialami oleh setiap orang. Depresi dapat diubah menjadi hal yang pantas dan masuk akal, karena keadaan ini memungkinkan seseorang untuk menerima segala yang tidak mungkin untuk di rubah (dalam Gargiulo, 1985).

2. Secondary phase

a. Ambivalence (perasaan yang bertentangan)

(38)

frustasi pada kenyataan, maka perasaan ini akan menjadi biasa terjadi dalam orang tersebut.

b. Guilt (perasaan bersalah)

Moses (dalan Gargiulo, 1985) percaya bahwa inti dari rasa bersalah ialah apa yang menyebabkan rasa bersalah. Hal itulah yang

menyebabkan rasa sakit. Rasa bersalah dalam diri seseorang biasanya karena memandang apa yang ia jalani sebagai sebuah hukuman. Rasa bersalah identik dengan kata-kata pengandaian, misalkan "seandainya saya tidak mengalami hal ini. .. " reaksi yang umumnya terjadi pada tahap ini adalah keinginan untuk membayar rasa bersalah tersebut. Rasa bersalah merupakan hal yang normal dan penting, jika dirasakan tidak secara irasional dan berlebihan. Apabila rasa bersalah tersebut dapat di mengerti dan diterima maka akan melaju ke tahap selanjutnya.

c. Anger (rasa marah)

(39)

apapun. Perasaan marah hanyalah bersifat merusak. Lebih dari memikirkan objek yang menjadi kemarahannya, maka yang dibutuhkan adalah bimbingan dan petunjuk. Jika perasaan ini semakin meningkat maka dukungan dan penyadaran bahwa perasaan itu adalah hal yang normal dan alami dari lingkungannya sangat dibutuhkan (Gargiulo, 1985).

d. Shame and Embarrassment (perasaan malu dan keadaan memalukan)

Perasaan ini timbul ketika menghadapi lingkungan sosial yang menolak, menghasihani atau mengejek.

3. Tertiary Phase

a. Bargaining (tawar-menawar)

ialah strategi tersendiri yang biasanya tidak di ketahui oleh banyak orang. Dimana seseorang mulai membuat "perjanjian" dengan Tuhan atau pihak yang di pandang mampu untuk memberikan yang

diinginkan.

b. Adaptation and Reorganization

(40)

berani untuk menunjukkan rasa percaya dirinya. Hal lainnya adalah mengorganisir kembali, sehingga meningkatkan prodiktifitas dirinya.

2.2

lnteraksi Sosial

2.2.1 Definisi Interaksi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto (2006) interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan antara orang-orang perorang-orangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan

perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan, yang disebabkan oleh misalnya bau keringat, minyak wangi, suara berjalan dan sebagainya.

(41)

individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang Jain atau sebaliknya.

Chaplin (2006) mendefinisikan interaksi sosial ialah proses interpersonal yang terus berlangsung antara dua atau lebih pribadi.

Menurut Amin Nurdin dan Ahmad Arori (2006) interaksi sosial adalah adanya hubungan dua orang atau lebih yang perilaku atau tindakannya direspon oleh orang lain.

Sears, David. 0 (1970) menyatakan bahwa lnteraksi sosial terjadi ketika dua orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara verbal, fisik, atau

emosional. Berbicara dengan seorang terapis, debat pendapat di kelas, marah karena berargumen dengan teman, dan menabrak seseorang dalam lift yang penuh sesak merupakan contoh dari interaksi sosial.

(42)

http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentuk-ciri.html.

Jadi interaksi sosial dari berbagai definisi dapat disimpulkan ialah hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. lnteraksi sosial terjadi ketika dua orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara verbal, fisik, atau

emosional, yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan

pembentukan struktur sosial.

2.2.2 Syarat Terjadinya lnteraksi Sosial

Menurut Sears, David.

0

(1970) syarat terjadinya interaksi sosial ialah Ketika dua orang berinteraksi, mereka saling mempengijlruhi: yaitu tiap orang saling

Si

mempengaruhi satu dengan yang lain. Cara orang saling mempengaruhi sangat beragam. Orang lain dapat membuat kita merasa bahagia atau sedih, memberitahukan sebuah kabar terkini atau mengkritik pendapat kita,

(43)

1

Seperti contoh-contoh ini menggambarkan, pengaru a a

1

セイ。QzウQ@ sostal yang melibatkan perasaan, keyakinan dan perilaku. lntinya adalah bahwa dua orang telah saling mempengaruhi satu sama lain.

Menurut Soerjono Soekanto (2006) suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat utama, yaitu adanya kontak sosial

(Social Contact) dan komunikasi.

a. Kontak Sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya "kontak" antara pasukan kita dengan pasukan musuh. Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, seperti misalnya apabilaorang-orang tersebut berjabat tangan, sambil senyum, dan seterusnya. Sedangkan kontak sekunder memerlukan suatu perantara. Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat misalnya telepon, telegraf, radio dan seterusnya.

b. Komunikasi adalah tindakan seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain. Arti terpenting komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang terwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap ), perasaan-perasaan apa yang ingin

(44)

memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.

2.2.3 Macam-macam lnteraksi Sosial

Menurut Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. lnteraksi antara individu dan individu

Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. lnteraksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. lnteraksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya

(bermusuhan).

2. lnteraksi antara individu dan kelompok

lnteraksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan kondisinya.

3. lnteraksi sosial antara kelompok dan kelompok

lnteraksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk

membicarakan suatu proyek.

(45)

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mendasari Berlangsungnya lnteraksi Sosial

Abu Ahmadi (2002) dan W. A. Gerungan (2004):

1. Faktor lmitasi

lmitasi adalah meniru orang lain mulai dari sikap, perilaku, gaya, cara berfikir, penampilan, keterampilan, kemampuan, dan lain-lain. lmitasi yang baik perlu didahului oleh penerimaan, penghormatan, pengaguman pada sesuatu yang hendak ditiru tersebut.

(http://organisasi.orglunsur-faktor-psiko/ogi-pendorong-interaksi-sosial-imitasi-sugesti-simpati-empati-identifikasi).

Dengan cara imitasi, pandangan dan tingkah laku seseorang mewujudkan sikap-sikap, ide-ide dan adat istiadat dari suatu keseluruhan kelompok

masyarakat, dan dengan demikian pula seseorang itu dapat lebih melebarkan dan meluaskan hubungan-hubungannya dengan orang lain. (W. A. Gerungan : 2004)

2. Faktor Sugesti

Yang dimaksud dengan sugesti di sini ialah pengaruh psychis, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang baik pada umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Karena itu dalam psikologi sugesti ini dibedakan adanya :

1. Auto-sugesti, yaitu sugesti terhadap diri yang dating dari dirinya sendiri.

(46)

Dalam lapangan psikologi social hetero sugesti akan lebih menonjol daripada auto sugesti. (Abu Ahmadi: 2002). Terdapat beberapa keadaan tertentu serta syarat-syarat yang memudahakn sugesti terjadi :

a. Sugesti karena hambatan berpikir;

hambatan berpikir yang dimaksud adalah sugesti itu akan diterima oleh orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu. Oleh karena itu apabila seseorang bersikap kritis maka sugesti yang dilakukan akan sulit diterima. Makin kurang daya kemampuan seseorang menerima kritik, maka makin mudah pula orang tersebut menerima sugesti.

b. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-belah (disosiasi); orang akan mudah menerima sugesti dari orang lain apabila kemampuan berpikirnya terpecah belah. Karena itu orang yang sedang mengalami kebingungan pada umumnya akan mudah menerima apa yang dikemukakan oleh orang lain tanpa difikir terlebih dahulu.

c. Sugesti karena otoritas atau prestise

Dalam W. A Gerungan (2004) disebutkan bahwa orang cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam

(47)

memiliki prestise sosial yang tinggi. Hal ini dipergunakan pula pada bidang propaganda ketika massa lebih cenderung untuk menerima suatu ucapan apabila ucapan itu berasal dari seorang ahli dalam bidang tersebut, atau mempunyai prestise sosial yang tinggi berkaitan dengan bidang itu sehingga dapat dipercaya.

d. Sugesti karena mayoritas

Dalam W. A Gerungan (2004) disebutkan bahwa orang lebih cenderung akan menerima suatu pandangan atau ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya, atau masyarakatnya.

e. Sugesti karena "will to believe"

(48)

3. Faktor ldentifikasi

ldentifikasi adalah imitasi yang mendalam sehingga ingin menjadi sama dengan pihak lain baik secara disengaja maupun tanpa disengaja.

(http:llorganisasi.orglunsur-faktor-psikologi-pendorong-interaksi-sosial-imitasi-sugesti-simpati-empati-identifikasi). ldentifikasi merupakan

kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadikan sama (identik atau serupa) dengan pihak lain. ldentifikasi ini lebih mendalam

daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.

(http://bumikupijak. comlindex2.php ?option=com_ content&do _pdf= 1&id=115).

ldentifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud. Proses identifikasi pertama berlangsung secara tidak sadar, keduanya secara irasional- jadi berdasarkan persaan-perasaan atau kecendrungan-kecendrungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional dan

ketiganya identifikasi mempunyai manfaat untuk melangkapi sistem norma, cita-cita dan pedoman tingkah laku orang yang mengidentifikasikan itu.

4. Faktor Simpati

(49)

tertariknya itu bukan karena salah satu ciri tertentu, melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut. Timbulnya proses simpati itu merupakan proses yang sadar bagi diri manusia terhadap orang lain

2.3

Obesitas

2.3.1 Definisi Obesitas

Menurut Dr. Anjali Arora (2008) obesitas merupakan salah satu penyakit gaya hidup masa kini. Obesitas merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kelebihan lemak tubuh. Oleh karena itu Dr. Anjali Arora dalam bukunya menyimpulkan obesitas itu ialah kelebihan jaringan adiposa (lemak) di tubuh. Kelebihan 20% dari berat badan ideal disebut "kelebihan berat", sedangkan kelebihan 30% dari berat badan ideal disebut "obesitas".

Menurut Nevid, Jefferey. S (2003) obesitas adalah suatu kondisi kelebihan lemak tubuh, biasanya ditentukan oleh IMT (lndeks Massa Tubuh) diatas 30.

Obesitas yang dalam bahasa awam sering disebut kegemukan merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang dan menyebabkan gangguan psikologis yang serius.

(50)

Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. (http://id.wikipedia.org!wiki/Obesitas)

Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia (Hoetomo: 2005), obesitas adalah: Penumpukan lemak yang berlebihan didalam badan. Derajat obesitas

biasanya diukur dengan menghitung Body Mass Index (BMI) atau lndeks Massa Tubuh (IMT). Nilai BMI diperoleh dari membagi berat badan dalam kilogram (kg) dengan kuadrat tinggi dalam meter (m2). Nilai 25-29,9 dikategorikan sebagai berat badan lebih (overweight), sedangkan nilai 30 atau lebih dikatakan sebagai obesitas.

(http://www.cintaabadi.com/come inside/news.php?item.29)

Contoh Penghitungan BMI:

Berat: 60 Kg

Tinggi: 158 Cm = 1 ,58 M

BMI

=

60 : (1,58x1 ,58)

Obesitas terjadi jika seseorang mengkonsumsi kalori melebihi jumlah kalori yang dibakar. Pada hakikatnya, tubuh memerlukan asupan kalori untuk kelangsungan hidup dan aktivitas fisik. Namun untuk menjaga berat badan, perlu adanya keseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Ketidakseimbangan energi yang terjadi dapat mengarah pada

(51)

dan keluar ini berbeda pada tiap individu. Beberapa faktor yang mempengaruh diantaranya genetik dan lingkungan.

2.3.2 Tingkatan Golongan dalam Obesitas

Berdasarkan situs http://medicastore.com/penyakit/42/0besitas.html Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:

a. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%

b. Obesitas sedang: kelebihan berat badan 41-100%

c. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%.

Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk.

2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Obesitas

(52)

1. Faktor genetik.

Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

2. Faktor lingkungan.

Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana

aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.

3. Faktor psikis.

(53)

yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial. Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada ma/am hari).

Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan

memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari.

4. Faktor kesehatan.

Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya: - Hipotiroidisme

- Sindroma Cushing - Sindroma Prader-Willi

- Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.

5. Obat-obatan.

(54)

6. Faktor perkembangan.

Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya)

menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.

7. Aktivitas fisik.

Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.

2.4

Kerangka Berpikir

(55)

obesitas bukanlah suatu halangan untuk berinteraksi sosial, menurut mereka tidak ada gambaran tubuh sempurna, karena berat tubuh yang dicapai pada seseorang belum tentu ideal untuk seseorang yang Jain. Sehingga wanita perlu diingatkan bagaimana cara untuk mencapai berat tubuh yang sehat. Jnteraksi sosial yang positif atau negatif hasilnya dapat mempengaruhi penerimaan diri yang positif atau negatif.

Obesitas

Kerangka Berpikir

Penerimaan

Diri (+)

Penerimaan

Diri (-)

lnteraksi

Sosial l+l

lnteraksi

Sosial (-)

Berdasarkan skema diatas dapat dijelaskan bahwa wanita yang mengalami obesitas harus mempunyai interaksi sosial yang positif karena akan

(56)

2.5 Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1 • Tak ada hubungan yang signifikan antara Penerimaan Diri dengan lnteraksi Sosial pada wanita yang mengalami obesitas.

(57)

METODE PENELITIAN

3.1

Metode dan Pendekatan Penelitan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif

dengan jenis penelitian korelasional. Menurut Gay (dalam Sevilla dkk., 1993), metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Sedangkan penelitian korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi (Sevilla dkk., et al., 1993).

3.2

Variabel Penelitian

Variabel menurut Sevilla dkk., dkk (1993) adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri. Sedangkan Kerlinger (1973, dalam Sevilla dkk., 1993) menyebutkan bahwa variabel sebagai konstruk atau sifat yang diteliti. Variabel terbagi ke dalam dua macam, yaitu variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat

(58)

Dalam penelitian ini dilibatkan dua jenis variabel yaitu, variabel bebas

(independent variable), yaitu Penerimaan Diri dan variabel terikat (dependent variable), yaitu lnteraksi Sosial.

3.3

Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Gay (1976, dalam Sevilla dkk. dkk., 1993) mendefinisikan populasi sebagai kelompok di mana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Sedangkan dalam Sevilla dkk. (1993), Kerlinger mendefinisikan populasi sebagai keseluruhan anggota, kejadian, atau objek-objek yang telah ditetapkan dengan baik.

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita obesitas yang kuliah di Universitas Swasta daerah Jakarta Selatan, sejumlah 60 orang.

3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel menurut Ferguson (1976) adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi (Sevilla dkk., 1993). Sedangkan proses yang meliputi pengambilan sebagian dari populasi secara keseluruhan menurut Ary dan Razavieh (1981 dalam Sevilla dkk., 1993) disebut sampling

(59)

Michael (dalam Sugiyono, 2005) untuk pengambilan sampel yang dapat diterima dalam penelitian korelasi.

Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sampling yang termasuk kedalam nonprobability sampling, nonprobability sampling adalah teknik yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Dalam hal ini, bentuk yang digunakan dalam non-probability sampling adalah teknik accidental sampling yaitu mengambil sampel dengan pertimbangan tertentu yang tidak dirancang pertemuannya terlebih dahulu (Arikunto, 2006).

3.4

Definisi Variabel

3.4.1 Definisi Konseptual

Definisi konseptual untuk penerimaan diri (Self Acceptance) menurut Kubler-Ross (1969) Penerimaan diri adalah fase dimana seseorang mencapai tahap ia tidak merasa depresi, maupun marah terhadap nasibnya dan selalu

(60)

kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. lnteraksi sosial terjadi ketika dua orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara verbal, fisik, atau emosional, yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.

3.5

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah self report dalam bentuk kuisioner atau angket. Menurut Arikunto (2006), kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Kuisioner ini digunakan karena dinilai mampu menampilkan contoh tingkah laku yang akan diteliti. Selain itu, responden terbantu untuk dapat jujur dan bebas menampilkan contoh tingkah lakunya, karena identitasnya tidak diketahui oleh peneliti. Namun, metode ini memiliki kekurangan ketika ada pertanyaan yang terlewati tidak dijawab sehingga jawaban yang

diberikan kurang mendalam, dan tidak dapat dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh peneliti (Arikunto, 2006).

(61)

Skala ini disusun berdasarkan Skala ini disusun berdasarkan

aspek-aspek penerimaan diri yang dikemukakan oleh Kubler-Ross (dalam

Gargiulo, 1985) dan Kubler-Ross (1969) dimaksudkan untuk lebih dapat

melihat bagaimana proses seseorang menerima keadaan, sebelum ia

mampu untuk menerima dirinya sendiri. Adapun rincian butir item

terdapat dalam blue print berikut ini :

Tabel 3.1

Blue Print Penerimaan Diri

No. Dimensi lndikator Item Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Primary Phase a. Shock 1, 18 2, 19 4

b. Denial 3, 20, 34 4, 21, 35 6 c. Grief and Depression 5,22, 36 6, 23, 37 6

2. Secondary a. Ambivalence 7,24 8,25 4

Phase b. Guilt 9,26 10,27 4

c. Anqer 11, 28 12,29 4

d. Shame and

Embarrassment 13, 30 14, 31 4

3. Tertiary Phase a. Barqaininq 15 38 2

b. Adaptation and

Orqanization 17, 32, 39 16, 33,40 6

Total 20 20 40

2. Skala lnteraksi Sosial

Pada skala ini disusun berdasarkan definisi dari beberapa definisi yaitu

[image:61.518.24.463.209.552.2]
(62)

manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. lnteraksi sosial terjadi ketika dua orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara verbal, fisik, atau emosional, yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhimya memungkinkan pembentukan struktur sosial .. Adapun rincian butir item terdapat dalam blue print berikut ini :

[image:62.518.51.444.186.650.2]

Tabel 3.2

Blue Print lnteraksi Sosial

No.

Aspek

Item

Favourable Unfavorable

I. Hubungan antara orang-orang

perorangan, antara kelompok- 7, 13, 15, 23 8, 14, 16, 24 kelompok manusia, maupun antara

orang perorangan dengan kelornpok manusia.

2. lndividu yang satu mempengaruhi,

mengubah, atau memperbaiki 1, 5, 17, 19, 21 2,6, 18,20,22

kelakuan individu yang lain atau '

sebaliknya.

3. Saling mempengaruhi baik secara

verbal, fisik, atau emosional. 3, 9, 11, 25, 33 4, 10, 12, 26, 34

4. yang menghasilkan suatu proses

pengaruh mempengaruhi yang 27, 29, 31, 35, 28, 30, 32, 36, menghasilkan hubungan tetap dan 37,39 38,40

(63)

model Likert disusun berdasarkan keharusan bahwa semua item di dalamnya mengukur hal yang sama. Dalam skala ini subjek diharuskan memilih jawaban yang paling menggambarkan dirinya sendiri, bukan pendapat orang lain. Skala ini mengukur derajat persetujuan dan

[image:63.518.57.435.175.497.2]

ketidaksetujuan (strongly agree-strongly disagree) yang menggambarkan kadar sikap positif dan negatif subjek terhadap objek sikap.

Tabel 3.1

Bobot nilai Skala Likert

NILAI PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

Favorabel Unfavorabel Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

3.5.1 Metode dan lnstrumen Penelitian

(64)

Skala yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada skala model likert. Azwar (2005), menyatakan bahwa skala model likert adalah metode penskalaan pernyataan individu yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skornya.

Instrument penelitian adalah alat yang dilakukan dalam pengukuran. lnstrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua skala yaitu:

1. Skala Penerimaan Diri

Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri yang

dikemukakan oleh Kubler-Ross (dalam Gargiulo, 1985) dan Kubler-Ross (1969) dimaksudkan untuk lebih dapat melihat bagaimana proses

(65)

Blue Print Try Out Penerirnaan Diri

No. Dirnensi lndikator Item Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Primary Phase a. Shock 1, *18 *2, *19 4 b. Denial *3, *20, *34 *4, *21, *35 6 c. Grief and Deoression *5, *22, 36 *6, *23, *37 6 2. Secondary a. Ambivalence 7, *24 *8, 25 4

Phase b. Guilt *9, *26 *10, *27 4

c. Anaer 11, *28 *12, *29 4 -d. Shame and

Embarrassment *13, *30 *14, *31 4

3. Tertiary Phase a. Baraainina *15 38 2

b. Adaptation and

Oraanization *17, *32, *39 16, *33, *40 6

Total 20 20 40

*item valid

Perhitungan uji validitas dan reliabilitas pada penelitian ini rnenggunakan

program SPSS versi 11.5 for windows. Pada uji coba ini diteliti 35 responden,

yang mana responden yang telah di uji coba, tidak dapat lagi menjadi

responden pada ta hap penelitian. Untuk uji hasil coba (try out) pada skala

penerimaan diri, memperoleh 32 item yang valid dengan koefisien reliabilitas

0,9308 dan taraf signifikan 0,05 dari total item yang diberikan. Nomor-nomor

item yang dan akan digunakan dalam penelitian adalah 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10,

12, 13, 14, 15, 17, 18, 19,20,21,22,23,24,26,27,28,29,30,31,32,33,

34, 35, 37, 39, 40. Skor untuk butir-butir yang terdapat dalam ska la

dijumlahkan atau dijumlah rata-rata untuk mendapatkan skor sikap individu

[image:65.518.20.462.123.480.2]
(66)

2. Skala lnteraksi Sosial

Pada skala ini disusun berdasarkan definisi dari beberapa definisi yaitu hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. lnteraksi sosial terjadi ketika dua orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara verbal, fisik, atau emosional, yang menghasilkan suatu proses pengaruh

mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial. Adapun rincian butir item terdapat dalam blue print berikut ini :

Tabel 3.3

Blue Print Try Out lnteraksi Sosial

No.

Aspek

Item

Favourable Unfavorable

1. Hubungan antara orang-orang

perorangan, antara kelompok- *7, *13, *15, *8, *14, 16,

kelompok manusia, maupun antara *23 *24

orang perorangan dengan kelompok rnanusia.

2. lndividu yang satu rnempengaruhi,

rnengubah, atau rnernperbaiki l,*5,*17, *2, *6, *18, kelakuan individu yang lain atau *19,*21 20, *22 sebaliknya.

3. Saling mernpengaruhi baik secara

[image:66.518.26.443.206.656.2]
(67)

pengaruh mempengaruhi yang *27, *29, *31, 28, *30, *32, menghasilkan hubungan tetap dan *35,*37,*39 36,*38,*40 pada akhimya memungkinkan

pembentukan struktur sosial.

Total 20 20

*item valid

Untuk hasil uji coba (try out) pada skala penerimaan diri, memperoleh 35 item yang valid dengan koefisien reliabilitas 0,9371 dan taraf signifikansi 0,05 dari total 40 item yang diberikan. Nomor-nomor item yang valid dan akan

digunakan dalam penelitian adalah 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19,21,22,23,24,25,26,27,29,30,31,32,33,34, 35, 37,38,39,

40.

Pernyataan atau item dalam skala model liker! ini terdiri dari pernyataan positive dan negatif. Beberapa hal harus diperhatikan dalam skala liker! antara lain adalah bentuk jawaban menggunakan em pat kemungkinan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) sedangkan Ragu-Ragu tidak digunakan. Menurut Sevilla. et al., (1993) banyak peneliti yang memberikan penekanan pada

kecenderungan responden untuk "mengamankan" dan menempatkan jawaban mereka di tengah sebagai angka netral.

(68)

yang ekstrim, dengan demikian tidak digunakannya kategori jawaban yang bersifat netral atau ragu-ragu dilakukan untuk mendorng responden

memutuskan jawaban yang bersifat positif atau negatif.

3.6

Teknik Analisis Data

3.4.1 Analisis Validitas dan Reliabilitas

Azwar (2005), menjelaskan bahwa tujuan pengujian validitas adalah untuk mengetahui apakah yang dipakai mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Untuk menguji validitas dari setiap item pernyataan dilakukan analisis item, yaitu mengkorelasikan setiap item dengan skor total. Koefisien korelasinya diperhitungkan sebagai validitas untuk menguji validitas skala, peneliti menggunakan rumus Product Moment Pearson, dengan rumus sebagai berikut :

Dimana:

r

=

nilai korelasi x

=

skor pertanyaan y

=

skor total pertanyaan
(69)

kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek tidak dirubah.

Untuk menguji reliabilitas skala, peneliti menggunakan rumus Alpha Cronbac dalam Azwar (2005), yaitu dengan rumus :

o==[

k

][1-L,S2i]

(k-1)

S2i

Dimana:

K = Jumlah item Is2

l = Jumlah varian skor total

s2l =Varian responden untuk item ke 1

3.4.2. Analisis data kontrol penelitian

Data kontrol dalam penelitian dianalisis dengan teknik perhitungan statistik deskriptif, yaitu frekuensi dan persentase

3.4.3 Analisis data variabel penelitian

1. Uji Persyaratan

(70)

dengan menggunakan analisis Shapiro-Wilk, karena jumlah responden kurang dari 100.

2. Uji Hipotesis

untuk melakukan anlisi lebih lanjut dalam mengolah data, peneliti

menggunakan uji statistik parametrik Prouduct Moment Pearson. Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan hipotesis, yaitu apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan interaksi sosial pada wanita obesitas. Hasil out put korelasi yang diperoleh dari program SPSS versi 11.5

Tabel 3.4

Kategori tingkat hubungan

Sugiyono & Wibowo (2001), Statistika Penelitian.

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00-0, 199 Sangat rendah

0,20-0,399 Rendah

0,40-0,599 Sedang

I

0,60-0, 799 Ku at

0,80-1,00 Sangat kuat

Selain itu, untuk mengetahui perbandingan antar aspek demografi terhadap penerimaan diri, peneliti menggunakan analisis kategorisasi atau tabulasi silang (Crostabb). Menurut Kuncono (2003), tabulasi silang (crostab)

[image:70.518.32.436.162.515.2]
(71)

3.7

Prosedur Penelitian

Penelitian ini berjalan dengan melalui empat tahapan prosedur penelitian, yaitu tahap persiapan, uji coba, pengambilan data serta pengolahan data. Persiapan : Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel yang ingin diteliti, melakukan studi pustaka untuk mendaptkan gambaran dan landasan teoritis yang tepat mengenai variabel penelitian. Kemudian menentukan menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan.

(72)

Rentangan usia 19 - 25 dan 26 - 30 tahun, mempunyai interaksi sosial dan penerimaan diri yang sama.

4.2 Distribusi Penyebaran Skor Responden

Sebelum melakukan uji hipotesis, peneliti menentukan interaksi sosial

terhadap penerimaan diri terlebih dahulu. Pengkategorisasien yang dilakukan menggunakan kategorisasi jenjang ordinal yaitu menempatkan individu dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2003).

4.2.1. Statistik Deskriptif Penyebaran Skor Responden Skala Penerimaan Diri

Untuk mengetahui tingkat penerimaan diri pada mahasiswi yang mengalami obesitas di daerah Jakarta Selatan dapat dilihat pada tabel berikut :

[image:72.518.30.439.175.606.2]

Tabel 4.2

Kategorisasi Skor Penerimaan Diri Kategori Rentang Skar Frekuensi Persentase (%) Tinggi 111 - 125 9 15% Sedang 82 - 108 45 75% Rendah 72 - 74 6 10%

Jumlah 60 100%

(73)

adalah responden yang memiliki tingkat penerimaan diri yang tinggi, yang berjumlah 9 orang dengan persentase 15%. Responden yang mendapatkan jumlah skor 82 - 108 adalah respond en yang memiliki tingkat penerimaan diri

sedang, yang berjumlah 45 orang dengan persentase 75%. Dan responden yang mendapatkan jumlah skor 72- 74 adalah yang memiliki tingkat

penerimaan diri rendah, yang berjumlah 6 orang dengan persentase 10%.

4.2.2 Statistik Deskriptif Penyebaran Skor Responden Skala lnteraksi

Sosial

[image:73.518.31.432.187.555.2]

Untuk mengetahui tingkat interaksi sosial pada mahasiswi yang mengalami obesitas di daerah Jakarta Selatan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3

Kategorisasi Skor lnteraksi Sosial

Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase (%)

Tinggi 103-119 10 17%

Sedang 97 - 101 42 70%

Rendah 68 - 72 8 13%

Jumlah 60 100%

Berdasarkan label di alas, maka data yang diperoleh berdasarkan sampel yang diambil yaitu respond en yang mendapatkan jumlah skor 103 - 119

(74)

berjumlah 1 O orang dengan persentase 17%. Respond en yang mendapatkan jumlah skor 97 - 101 adalah responden yang memiliki tingkat interaksi sosial sedang, yang berjumlah 42 orang dengan persentase 70%. Dan responden yang mendapatkan jumlah skor 68 - 72 adalah yang memiliki tingkat interaksi sosial rendah, yang berjumlah 8 orang dengan persentase 13%.

4.2.3 Uji Persyaratan

Sebelum melakukan analisis data harus dipenuhi persyaratan analisis terlebih dahulu. Dalam uji persyaratan tersebut, peneliti menggunakan bantuan sistem komputer SPSS Versi 11.5. Uji persyaratan yang dilakukan adalah uji normalitas.

4.2.3.1 Uji Normalitas

[image:74.518.27.434.169.635.2]

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi normal atau tidak.

Tabel 4.4

Uji Normalitas Penerimaan Diri dengan lnteraksi Sosial

Tests of Normality

Shapiro-Wilk

Statistic di Sig.

lnteraksi Sosial .942 60 .007

Penerimaan Diri .963 60 .067

..

(75)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa angka probabilitas untuk skala penerimaan diri 0.067 dengan menggunakan taraf signifikansi alpha

[image:75.518.36.440.182.493.2]

5%. Dengan demikian diketahui bahwa nilai probabilitas 0.067 > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Hal ini juga dapat terlihat dari gambar diagram scatterplot keluaran SPSS versi 11.5.

Gambar4.1

Scatterplot Penerimaan Diri

• '"

Sedangkan hasil uji normalitas pada skala interaksi sosial diperoleh angka probabilitas sebesar 0.007 dengan taraf signifikansi alpha 5%. Dengan demikian diketahui bahwa nilai probabilitas 0.007 < 0.05, maka dapat

(76)

Gambar4.2

Scatterplot lnteraksi Sosial

4.2.4 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik Spearman's rho

moment, yaitu dengan mengkorelasikan jumlah skor variabel Penerimaan Diri dengan lnteraksi Sosial. Rumus korelasi ini digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antar dua variabel.

[image:76.518.29.438.125.639.2]

Tabel 4.5

Nonparametric Correlations

Penerimaan

Diri lnteraksi Sosial

Speannan's rho Penerimaan Diri Correlation Coefficient 1.000 .477( .. )

Sig. (2·tailed) .000

N 60 60

lnteraksi Sosial Correlation Coefficient .477( .. ) 1.000

Sig. (2-tailed) .000

N 60 60

(77)

Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Spearman rho

dihasilkan nilai r hitung sebesar 0.477. Sementara nilai r tabel pad

Gambar

Gambaran Umum Responden Penelitian. . . . . . . . . . . . . .
Tabel 3.1 Bobot Skala Liker! ............................ .
Gambar 4.1 Scatterplot Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tabel 3.1 Blue Print Penerimaan Diri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan

Untuk dimensi kebiasaan petani mempekerja- kan buruh diluar desa sebelum tahun 2000, kecen- derungannya Desa Babakan memperlihatkan kadang mempekerjakan buruh dari luar desa dan

1) Fungsionalisasi kegiatan perencanaan pembelajaran pelatihan yang dikembangkan perlu didukung oleh analisis kebutuhan belajar bagi peningkatan perilaku kewirausahaan,

Tiada usaha yang meluas diambil oleh Kerajaan Malaysia untuk mengenal pasti mangsa perdagangan manusia di kalangan kumpulan pendatang yang mudah terdedah pada bahaya seperti

Terjadinya bisinosis merupakan multifaktorial yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko seperti lama pajanan, kadar debu kapas rata-rata atau

Sehubungan dengan kebijakan Menteri Agama RI tentang pentingnya ploglam magang mahasiswa di dunia industri tahun anggaran 2013, maka dengan ini kami sampaikan

[r]

b.2. Berdasarkan tabel di atas, persentase aktivitas guru dalam proses pembelajaran guling dengan menggunakan media bantu pada siklus II pertemuan ke 2 ini adalah