Oleh :
Faisal Abdul Rahman NIM. 41811083
Skripsi ini dibawah bimbingan :
Inggar Prayoga, M.I.Kom
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui secara mendalam mengenai Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan. Untuk menjabarkan Aktivitas tersebut, peneliti memfokuskan kedalam beberapa sub masalah mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif Pesantren salaf dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan.
Metode Penelitian pada penelitian ini yang digunakan adalah metode kualitatif tradisi etnografi komunikasi dengan teori pendukung (subtantif) yaitu interaksi simbolik. Subjek pada penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang, terdiri dari 4 (empat) informan dan 1 (satu) informan pendukung yang diperoleh melalui teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi, internet searching dan studi literatur. Teknik uji keabsahan data dengan cara meningkatkan ketekunan pengamatan (persistent observation), triangulasi (Peer Debriefing), pengecekan anggota (member check), dan diskusi dengan teman sejawat.
Hasil Penelitian menggambarkan bahwa, Situasi komunikatif pesantren salaf dalam
sorogan situasi ramai, dan balagan situasi tenang dan hening, situasi yang tidak diinginkan yaitu pada saat kyai dan santri berada pada kesibukan diluar jadwal sorogan dan balagan, kemudian
sorogan dan balagan dikatakan berakhir yaitu ketika kyai ada kepentingan yang membuat sorogan
dan balagan diakhiri, dan kegiatan sorogan dan balagan dapat berlanjut yaitu ketika ada pembahasan yang belum selesai dan waktu yang mencukupi untuk pembahasan materi lebih mendalam. Peristiwa komunikatif, ada beberapa komponen yang peneliti sajikan, yaitu melalui kata SPEAKING, yang terdiri dari : setting/ scence yaitu di majelis dan lingkungan pesantren,
partisipants yaitu kyai dengan santri, ends yaitu kepemahaman, act sequence yaitu isi pesan berupa ilmu keislaman, keys yaitu sikap kesopanan/ ta’dzim dan sikap hurmat, instrumentalities yaitu penggunaan bahasa verbal dan non verbal, norms yaitu pengaplikasian kitab Ta’lim Mu’talim dalam
aturan etika, Genre yaitu komunikasi kelompok dan personal. Tindakan komunikatif, melihat secara umum komunikasi yang digunakan dominan menggunakan komunikasi verbal yaitu lisan dan tulisan adapun komunikasi non verbal hanya untuk meyakinkan (repletion) apa yang diucapkan kyai pada saat sorogan dan balagan berlangsung.
Simpulan dari penelitian ini adalah keberlangsungan interaksi di pesantren salaf dalam mempertahankan tradisi sorogan dan balagan tidak terlepas pada interaksi yang terjadi antara dua elemen penting didalam pesantren yaitu kyai dan santri, adapun proses interkasi yang terjadi menjadi suatu kebiasaan di pesantren salaf yang dapat mempengaruhi perkembangan komunikasi yang menimbulkan suatu aktivitas khas.
Saran dari penelitian ini adalah Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta untuk terus menyelenggarakan tradisi sorogan dan balagan, agar tradisi ini mampu untuk bertahan dan menjadi tonggak keberhasilan pesantren dalam mendidik dan menyebarkan ajaran Islam.
Kata kunci : Etnografi Komunikasi, Aktivitas Komunikasi, Pesantren Salaf, Tradisi Sorogan dan
dan Balagan)
Situasi Komunikatif Pesantren Salaf dalam Mempertahankan
Tradisi Sorogan dan Balagan. Melihat pada konteks terjadinya
komunikasi itu bisa kita ketahui meliputi majelis, masjid, kobong, asrama,
dan juga lingkungan sekitar pesantren. Adapun konteks terjadinya
komunikasi dalam kegiatan sorogan dan balagan hanya dimajelis saja tapi
pada waktu khusus dimana kyai ada keperluan maka dilakukan badal atau
pengganti baik itu dimajelis dengan Kyai lain ataupun diasrama
masing-masing oleh santri senior, situasi komunikatif sendiri bisa tetap sama
walaupun lokasinya berubah, dan situasi tersebut juga akan sama atau
bertahan apablia santri dan kyai berada pada tempat lain, dimisalkan
kegiatan solat berjamaah yang berlangsung tenang dan dilanjutkan dengan
kegiatan kultum (kuliah tujuh menit) maka situasinya akan tetap sama tapi
juga bisa berubah manakala sudah kembali ke asrama masing-masing.
Situasi yang memungkinkan setiap orang yang berada di pesantren
salaf dapat diajak berkomunikasi yaitu pada waktu-waktu jadwal pengajian
sorogan dan balagan berlangsung, interaksi yang terjadi antara santri dengan santri lainnya ataupun dengan kyai pada waktu lain adalah diluar
jadwal pengajian dalam hal ini yang sering dilakukan santri pada saat di
mempengaruhi emosinya ketika sorogan dan balagan berlangsung adalah
ketika santri merasa lelah dan capek dikarenakan kegiatan lain yang
mempengaruhi kehidupannya dipesantren, selain itu kegiatan diluar dari
pesantren semisal kegiatan sekolah yang menjadikan santri semakin sibuk
dan kurang dalam mengelola waktu untuk kegiatan sorogan dan balagan.
Situasi komunikatif ketika sorogan dan balagan yaitu tenang, tertib,
tidak gaduh, hal ini dikarenakan keseriusan dalam mendalami apa yang
sedang dipelajari, dan menyangkut juga adab atau etika yang berlaku
dipesantren, aadapun interaksinya, santri cenderung pasif hal ini
dikarenakan mengacu pada sistem salaf dimana setiap apapun yang guru
ajarkan santri hanya perlu untuk menjalankan dan menaati segala perintah
dan juga kesejalanan pemikiran.
Situasi komunikatif di lingkungan pesantren salaf diluar jadwal pesantren hubungan yang terjalin antara santri dengan kyai apabila dalam
keadaan atau keperluan yang dibutuhkan dari kedua belah pihak, adapun
antar santri terjadinya percakapan biasa yang sifatnya sebagai percakapan
antar sesama santri dalam pergaulannya selama dipesantren.
Situasi komunikatif yang membuat interkasi dikatakan berakhir
pribadi atau diluar dari kepentingan pesantern (proses pembelajaran) tidak
akan terlalu menjadi penghambat dalam kegiatan yang berlangsung
terutama dalam kegiatan sorogan dan juga balagan.
Situasi komunikatif yang membuat interaksi dikatakan berlanjut
ketika sorogan dan balagan adalah ketika waktu memang masih ada dan
materi yang dipelajari belum dipahami betul, kemudian dapat dikatakan
berlanjut juga ketika pembahasan yang membutuhkan waktu lebih
dikarenakan kerumitan dan juga tingkat pemahaman yang diharapkan
belum sampai pada apa yang diinginkan.
Dari beberapa penjelasan mengenai situasi komunikai yang diamati
melalui beberapa tahapan di atas dapat disimpulkan bahwa, situasi
komunikatif Pesantren salaf dalam mempertahankan tradisi sorogan dan
balagan yaitu
tetap sama walupun lokasinya berubah, selain itu komunikasi bisa
saja berubah dalam lokasi yang sama apabila aktivitas-aktivitas yang
berbeda berlangsung ditempat itu pada saat yang berbeda tapi dilapangan
peneliti melihat tidak terlalu banyaknya perubahan hal ini dikarenakan
santri terutamanya mempunyai aturan-aturan yang diyakini bersama ketika
Setting/ Sxence, Partisipants, ends, act sequence, keys, instrumentalities, norms of interaction, genre, sebagaimana akan dijabarkan sebagai berikut;
S (setting dan scene) Mengacu pada latar dimana dan lokasi (tempat), waktu terjadinya peristiwa wicara. Pada setting/scene menjelaskan setiap proses terjadinya interaksi dimana tempat terjadinya
semua aktivitas yang terjadi pada saat interaksi tersebut berlangsung.
Dalam penelitian ini setting/scene terjadi di majelis, masjid, kobong,
jarambah, asrama pesantren, dalam interkasi utama dalam mepertahankan tradisi sorogan dan balagan terjadi di majelis, namun demikian meskipun
interaksi utamanya di majelis, pada interaksi yang berlangsung antara kyai
dan santri bisa dimmana saja selama dalam lingkungan pesantren dan
sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan baik oleh santri ataupun kyai.
P (partisipants) Pada siapa saja yang terlibat. Partisipants bertujuan untuk menghasilkan siapa saja yang terlibat pada saat interaksi
terebut berlangsung, pada partisipants ini menjelaskan siapa-siapa saja
yang ikut terlibat pada setiap proses interaksi Pesantren salaf dalam mepertahankan tradisi sorogan dan balagan, siapa yang berbicara atau
siapa yang menjadi pendengar, siapa yang menjadi komunikan dan siapa
komunikasi). Pada ends ini menjelaskan hal-hal yang ingin dicapai oleh
kyai dengan santri pada setiap aktivitas yang telah dilakukan pada setiap
proses interaksinya terutama dalam kegiatan sorogan dan balagan berlangsung. Pada penelitian ini hal yang ingin dicapai dalam proses
interaksi atau dapat dikatakan sebagai tujuan berlangsungnya interkasi atau
dapat dikatakan sebagai tujuan berlangsungnya aktivitas pesantren salaf terutama dalam kegiatan mempertahankan tradisi Sorogan dan Balagan
yaitu kepemahaman yang diinginkan oleh kyai terhadap santri pada setiap
pembelajaran yang dilakukan, selain itu adanya keinginan untuk menuju
tujuan bersama menuju insan kamil, yaitu insan yang kehidupannya sesuai
dengan sayriat agama, dengan tidak hidup semena-mena.
Adapun fungsi dari interaksi yang terjadi, santri lebih pada pasif
ketika sorogan dan balagan berlangsung, mereka akan lebih berani dalam
mempertanyakan apa yang mereka tidak mengerti itu ditanyakan seusai
dari kegiatan itu berlangsung, mereka akan menunjukan rasa penasaran
terhadap apa yang ditanyakannya kepada santri yang dirasa mampu untuk
menjawab pertanyaanya atau bertanya kepada santri senior yang lebih
kompeten dalam menajwab setiap pertanyaan yang tidak berani ditanyakan
Squence menjelaskan bagaimana kyai atau santri harus mengatakan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan proses interaksi yang telah
direncanakan sebelumnya. Pada penelitian ini juga mengacu pada isi pesan
(message content) dalam interaksi yang dilakukan oleh santri dengan kyai,
isi pesan dalam interaksi tersebut yaitu lebih kepada ilmu keislaman,
berbagai permasalahan yang ditemui oleh santri akan ditanyakan kepada
kyai semasih itu masih dalam ranah keilmuan keislaman.
K (keys) bertujuan untuk menjelaskan penggunaan sikap dan perlakuan yang dihasilkan saat melakukan interaksi antara kyai dengan
santri dalam kegiatan sorogan dan balagan. Pada keys ini menjelaskan bagaimana kyai dengan santri menggunakan sikap dan perlakuan dalam
situasi interaksi berlangsung pada setiap lokasi yang berbeda, pada
penelitian ini keys yang digunakan oleh kyai dengan santri dalam setiap interaksi yang berlangsung yaitu menggunakan kesopanan, Ta’dzim dan
yang paling terpenting adalah sikap hurmat, dalam artian memberikan penghormatan yang tinggi kepada kyai.
I (instrumentalities) bertujuan untuk menghasilkan saran yang
menyangkut saluran (channels) dan cara pemakaian bahasa serta gaya
berbicara, pada instrumentalities mejelaskan bahasa yang digunakan serta
bahasa verbal disini adalah bahasa yang mudah untuk dimengerti, ada juga
beberapa istilah penyebutan yang digunakan dalam pembahasan yang
dilakukan di dalam sorogan dan balagan.
N (norms) Pada norma-norma dan interpretasi (misalnya mengapa orang-orang harus berperilaku seperti ini dan seperti itu), Pada norms
menjelaskan mengapa orang-orang harus berperilaku sesuai dengan
norma-norma yang ada dilingkungannya, Dalam penelitian ini setiap roses
interaksi atau setiap pembelajaran dalam hal ini sorogan dan balagan, dengan diberikannya pengajaran dalam kitab Ta’lim Mu’Talim dimana
adab-adab berikut dengan aturan dan tata laku etika ketika muntut ilmu
memberikan pemahaman dan arahan bagi santri dalam setiap kegiatan
pencapaian ilmu yang nantinya mampu diterapkan ketika bermasyarakat.
G (genre) Pada macam atau jenis peristiwa wicara. Genre bertujuan untuk menghasilkan macam atau jenis peristiwa wicara, pada genre menjelaskan
jenis komunikasi yang digunakan pada saat interaksi sedang berlangsung.
Dalam penelitian ini, jenis komunikasi yang digunakan pada saat interaksi
adalah komunikasi personal (saat Sorogan, dan hubungan komunikasi
antara kyai dengan santri secara personal berlangsung), dan jenis
komunikasi lain yang digunakan saat interkasi yaitu komunikasi kelompok
menutup, jangan terlalu sempit dan jangan terlalu luas) dengan fungsi interaksi
tunggal, seperti pernyataan referensial, permohonan, atau perintah, dan bisa bersifat
verbal atau non verbal. Konteks komunikatif, bahkan diam pun merupakan tindakan
komunikatif konvensional.
Definisi dari komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran
pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bahasa
isyarat seperti gerakan tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan berupa kata-kata,
kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak, sentuhan dan sebagainya.
Dalam hal ini peneliti akan membahas serta menganalisis tindakan
komunikatif Pesantren Salaf dalam mempertahankan Tradisi sorogan dan balagan,
hal ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan gambaran bagaimana
sebenarnya komunikasi yang terjadi dipesantren salaf ditintaju dari aktivitas yang
terjadi didalamnya.
Proses komunikasi yang terjadi di pesantren salaf tidak selalu disampaikan
dengan komunikasi verbal saja, tetapi ada juga komunikasi yang disampaikan
dengan menggunakan komunikasi non verbal. Lalu komunnikasi juga bisa berupa
lisan ataupun tulisan.
Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren
berlangsung dalam lingkungan pesantren dimulai dari proses belajar-mengajar,
interaksi yang berlangsung antara kyai dengan santri, interaksi yang terjadi
dilingkungan pesantren dan terutama peneliti melihat bahwa kegiatan yang
berlangsung dalam sorogan dan balagan memberikan pengaruh atau dapat mempengaruhi perilaku komunikasi di pesantren salaf, cukup jelas bagaimana
aktivitas komunikasi itu berlangsung baik itu pertukaran pesan yang bersifat verbal
ataupun non verbal.
Berdasarkan hasil pengamatan dan juga kesemptan berinterkasi langsung di
pesantren salaf yang diteliti melalui situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan
tindakan komunikatif, ternyata penggunaan komunikasi dalam berbagai aktivitas
rutin dan utamanya pada saat sorogan dan balagan yang merupakan proses interaksi didalamnya yang menjadi suatu kebiasaan di pesantren salaf yang dapat
mempengaruhi perkembangan komunikasi yang terjadi disana.
Peristiwa komunikasi yang khusus, dengan kata lain perubahan komunikasi
yang digunakan, akan mengakibatkan perubahan peristiwa komunikasi. Situasi
komunikatif pesantren salaf dalam hal interaksi didalamnya bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, dan situasi tersebut juga akan sama atau bertahan
apabila santri dan kyai berada pada tempat lain, dimisalkan kegiatan solat
bahwa kecenderungan ini masih dominan menggunakan komunikasi verbal
dibandingkan komunikasi non verbal ketika sorogan dan balagan berlangsung,
terutama ketika komunikasi terjadi baik itu antara kyai dengan santri, ataupun santri
dengan santri, hal ini juga dilatar belakangi oleh sistem salaf dimana interaksi yang
berlangsung santri hanya diposisikan sebagai penerima dan kyai sebagai pemberi.
Adapun komunikasi melalui tulisan yang dipraktekan adalah ketika kyai
menjelaskan beberapa pembahasan yang memerlukan penggambaran melalui
tulisan, hal ini bisa dilihat terutama dalam mempelajari tata bahasa arab yang
diajarkan dalam balagan, kyai akan senantiasa menjelaskan melalui tulisan arab
dengan disertai beberapa penjelasan yang memperjelas dari setiap pengajaran yang
diberikan oleh kyai itu sendiri.
Teori interaksi simbolik bergagasan bahwa ketika manusia berinteraksi satu
sama lainnya, mereka saling membagi makna untuk jangka waktu tertentu dan
untuk tidakan tertentu. Begitu juga yang terjadi di pesantren salaf, dalam setiap
kegiatan yang berlangsung didalamnya terdapat pertukaran simbol-simbol yang
akan menimbulkan makna sebagai hasil daripada interaksi baik itu secara verbal
ataupun secara non verbal.
Berdasarkan hasil penelitian telah diangkat subfokus yang menjelaskan
Keberlangsungan interaksi di pesantren salaf tidak terlepas pada interaksi
yang terjadi antara dua elemen penting didalam pesantren yaitu kyai dan santri,
adapun untuk dapat mengetahui bagaimana aktivitas komunikasi yang berlangsung
dapat dilihat pada situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan
komunikatif yang terjadi di pesantren salaf.
Situasi Komunikatif Pesantren Salaf di Pesantren
Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan
Balagan, dimana ketika Sorogan situasi ramai, sedangkan pada saat balagan
situasi tenang dan hening, situasi yang tidak diinginkan yang dapat mempengaruhi
emosi yaitu ketika kyai dan santri berada pada kesibukan diluar jadwal sorogan dan balagan, interaksi pada saat sorogan dan balagan dikatanan berakhir yaitu
ketika kyai ada kepentingan yang membuat sorogan dan balagan diakhiri, dan berlanjutnya sorogan dan balagan ketika masih ada pembahasan yang belum
selesai dan waktu yang mencukupi untuk pembahasan materi lebih mendalam.
Peristiwa Komunikatif Pesantren Salaf di Pesantren
Al-Hikamussallafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan
dan Balagan yaitu terdapat beberapa komponen yang perlu diuraikan dari kata SPEAKING, yang terdiri dari : setting/ scence yaitu di mejlis dan lingkungan
pesantren, partisipants yaitu kyai dengan santri, ends yaitu kepemahaman, act
Hikamussallafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi sorogan
dan balagan, masih didominasi komunikasi Verbal dimana kyai senantiasa
memberikan pengajaran melalui komunikasi lisan dan tulisan, adapun yang
menjadi lebih aktif dalam melakukan komunikasi ketika sorogan dan balagan adalah kyai sedangkan untuk santri sendiri lebih pasif, hal ini dilatarbelakangi oleh
sistem salaf dimana interaksi yang berlangsung santri hanya diposisikan sebagai
penerima dan kyai sebagai pemberi, komunikasi non verbal yang terjadi hanya
sebagai penguat sebagaimana fungsi komunikasi non verbal yaitu meyakinkan
(repletion) apa yang diucapkan oleh kyai ketika memberikan pembelajaran di
v By:
Faisal Abdul Rahman NIM. 41811083
A Mini-Thesis under supervision of: Inggar Prayoga, M.I.Kom
The research objective was to find out deeply the communicational activity of salaf pesantren at Al-Hikmussalafiyah Pesantren of Purwakarta in conserving sorogan and balagan traditions. To describe the activity, the researcher focused on some sub-micro problems, namely: communicative situation, communicative event, and communicative action of salaf pesantren in conserving soroganand balagan traditions.
The research method used was a communication ethnographic tradition qualitative method by a supplementary (substantive) theory of symbolic interaction. The research subject was 5 (five) persons, consisting of 4 (four) informants and 1 (one) supporting informant obtained by a purposive sampling technique. The data collection techniques used were in-department interview, observation, documentation, internet searching, and library study. The data validity test techniques were by increasing persistent observation, triangulation, peer debriefing, member check, and discussion with peers.
The Research Result indicated that, the communicative situation of salaf pesantren in sorogan was noisy, whereas in balagan was calm and silent. An undesired situation was where both kyai and santri were busy beyond sorogan and balagan schedules. Sorogan and balagan were declared as being stopped when the kyai has an interest that made sorogan and balagan ended. The sorogan and balagan activities could be continued if there was any uncompleted discussion and a sufficient time to discuss the material more deeply was available. Communicative event, there were some components the researcher presented, namely through SPEAKING, consisting of: setting/scene, that is, in pesantren council and premise, participants, namely, kyai and santri, ends, that is, politeness attitude/ta’dzim and hurmat attitude, instrumentalities, that is, the use of verbal and nonverbal languages, norms, that is, the application of Ta’lim Mu’talim book in ethic rule, Genre, that is, group and personal communications. Communicative action, in general the communication used predominantly was a verbal communication, i.e., oral and written. Meanwhile, nonverbal communication was used only to ensure (repletion) what the kyai has said during the sorogan and balagan.
Conclusion of the research was the practices of interaction in salaf pesantren in conserving sorogan and balagan traditions could not be separated from the interactions occurring between two crucial elements in a pesantren, namely kyai and santri. The interactional processes that take place became a tradition in salaf pesantren that may influence the development of communication which in turn produce a unique activity.
Suggestion of the research was that Al-Hikmussalafiyah Pesantren of Purwakarta should consistently implement sorogan and balagan traditions for the traditions to survive and to be one of the pillars of the pesantren success in educating and spreading Islamic teachings.
iv Oleh :
Faisal Abdul Rahman NIM. 41811083
Skripsi ini dibawah bimbingan :
Inggar Prayoga, M.I.Kom
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui secara mendalam mengenai Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan. Untuk menjabarkan Aktivitas tersebut, peneliti memfokuskan kedalam beberapa sub masalah mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif Pesantren salaf dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan.
Metode Penelitian pada penelitian ini yang digunakan adalah metode kualitatif tradisi etnografi komunikasi dengan teori pendukung (subtantif) yaitu interaksi simbolik. Subjek pada penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang, terdiri dari 4 (empat) informan dan 1 (satu) informan pendukung yang diperoleh melalui teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi, internet searching dan studi literatur. Teknik uji keabsahan data dengan cara meningkatkan ketekunan pengamatan (persistent observation), triangulasi (Peer Debriefing), pengecekan anggota (member check), dan diskusi dengan teman sejawat.
Hasil Penelitian menggambarkan bahwa, Situasi komunikatif pesantren salaf dalam
sorogan situasi ramai, dan balagan situasi tenang dan hening, situasi yang tidak diinginkan yaitu pada saat kyai dan santri berada pada kesibukan diluar jadwal sorogan dan balagan, kemudian
sorogan dan balagan dikatakan berakhir yaitu ketika kyai ada kepentingan yang membuat sorogan
dan balagan diakhiri, dan kegiatan sorogan dan balagan dapat berlanjut yaitu ketika ada pembahasan yang belum selesai dan waktu yang mencukupi untuk pembahasan materi lebih mendalam. Peristiwa komunikatif, ada beberapa komponen yang peneliti sajikan, yaitu melalui kata SPEAKING, yang terdiri dari : setting/ scence yaitu di majelis dan lingkungan pesantren,
partisipants yaitu kyai dengan santri, ends yaitu kepemahaman, act sequence yaitu isi pesan berupa ilmu keislaman, keys yaitu sikap kesopanan/ ta’dzim dan sikap hurmat, instrumentalities yaitu penggunaan bahasa verbal dan non verbal, norms yaitu pengaplikasian kitab Ta’lim Mu’talim dalam aturan etika, Genre yaitu komunikasi kelompok dan personal. Tindakan komunikatif, melihat secara umum komunikasi yang digunakan dominan menggunakan komunikasi verbal yaitu lisan dan tulisan adapun komunikasi non verbal hanya untuk meyakinkan (repletion) apa yang diucapkan kyai pada saat sorogan dan balagan berlangsung.
Simpulan dari penelitian ini adalah keberlangsungan interaksi di pesantren salaf dalam mempertahankan tradisi sorogan dan balagan tidak terlepas pada interaksi yang terjadi antara dua elemen penting didalam pesantren yaitu kyai dan santri, adapun proses interkasi yang terjadi menjadi suatu kebiasaan di pesantren salaf yang dapat mempengaruhi perkembangan komunikasi yang menimbulkan suatu aktivitas khas.
Saran dari penelitian ini adalah Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta untuk terus menyelenggarakan tradisi sorogan dan balagan, agar tradisi ini mampu untuk bertahan dan menjadi tonggak keberhasilan pesantren dalam mendidik dan menyebarkan ajaran Islam.
Kata kunci : Etnografi Komunikasi, Aktivitas Komunikasi, Pesantren Salaf, Tradisi Sorogan dan
1 1.1Latar Belakang
Aktivitas Komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia
dalam kesehariannya menjalankan kehidupan, aktivitas komuniasi muncul berupa
gejala dengan memiliki proses komunikasi yang tidaklah sederhana. Aktivitas
komunikasi mempunyai ciri khas yang berbeda pada setiap individu, setiap
aktivitas mengandung makna yang perlu diterjemahkan berupa situasi komunikatif,
peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif. hal ini tentulah membutuhkan
sebuah pemahaman mendalam untuk bisa membahas setiap aktivitas komunikasi
yang mucul ke permukaan.
Bentuk aktivitas komunikasi ini juga bisa dilihat dalam sebuah tradisi,
dimana terdapat makna dalam setiap aktivitas yang dijalankan, salah satunya adalah
aktivitas komunikasi yang terjadi di pesantren salaf, interaksi dalam kegiatan di
pesantren salaf timbul dalam keseharian merupakan bentuk interaksi yang dimunculkan dengan kekhasan karena lingkungan pesantren yang akhirnya
menuntut adanya sebuah interaksi yang khas.
Interaksi yang terjadi di pesantren salaf, dimulai dari aktivitas bangun dipagi hari sampai dengan waktu menjelang tidur seperti mana aktivitas kegiatan
yang berlangsung di Pesantren Salaf Al-Hikamussalafiyah Cipulus, dalam kegiatannya yang dimulai dari pagi hari untuk persiapan shalat berjamaah bersama
yang disampaikan kyai kepada santri dilanjutkan dengan pengajian rutin yang
dilakukan oleh santri, kegiatan pada waktu itu tidak sampai disitu saja, melainkan
masih ada serangkaian kegiatan yang terjadi sampai menjelang dzuhur, magrib, isya
dan berakhir pada waktu istirahat yang ditujukan untuk aktivitas dikeesokan
harinya.
Kegiatan khas dipesantren tidak terlepas pada interaksi antara santri dengan
santri, santri dengan kyai, santri dengan pengurus, ataupun interaksi yang terjadi
antara kyai, santri, dan pengurus, untuk lebih luasnya kegiatan yang terjadi
berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar yang berada di disekitar
pesantren.
Hubungan antara santri dengan kyai memiliki keunikan tersendiri dimulai
dari pandangan santri kepada kyai yang melihat bahwa kyai dengan penguasaanya
terhadap pengetahuan Islam seringkali dipandang sebagai orang yang senantiasa
mampu melihat bagaimana kekuasaan tuhan, selain itu pembahaman-pemahaman
kyai menampilkan sebuah keagungan yang begitu luar biasa dalam pandangan
santri kepada kyai, interaksi dengan kyai mereka santri akan cenderung merasa
malu atau biasa mereka mengungkapkannya dengan sebutan isin, rasa malu yang
timbul ini bisa terlihat ketika santri lewat didepan, atau sisi samping sekalipun
dengan kyai, santri membungkuk atau rengkuh dengan posisi badan yang rendah diiringi dengan ayunan tangan kebawah.
Pada beberapa kalangan santri, interaksi dengan kyai ada yang menunjukan
cara salam tangan yang berbeda dari kebiasaan umumnya, jika dikebiasaan cium
cium tangan kepada kyai yang berbeda, yaitu dengan mencium punggung tangan
kemudian telapak tangan dan diakhiri dengan mencium punggung tangan kembali,
hal ini diungkapkan oleh santri sebagai satu pengharapan barokah atau berkah yang
diinginkan oleh santri dari kyai.
Kehidupan di pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta juga melibatkan
interaksi antara santri dengan santri, interkasi dalam lingkup wilayah terjadi antara
santri tingkatan 1, 2, dan 3 hal ini merujuk kepada lama pembelajaran yang telah
ditempuh santri selama satu tahun dan melewati tingkatan yang dimulai dari tingkat
dewan (dasar) sampai pada tingkatan santri senior yang telah melewati tahapan 3
kelas yang ditentukan dipesantren.
Pengurus pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta yang terdiri dari
tingkatan terendah yaitu ketua kobong yang mengurus santri dalam lingkup satu kamar saja, di tingkatan kedua yitu Ra’is Khos dimana cakupannya melingkupi
beberapa kamar dalam satu lantai gedung yang bertanggung jawab juga atas
kegiatan yang berlangsung selama di asrama pesantren dan yang terakhir yaitu
Ra’is Am yang mempunyai cakupan yang paling berpengaruh dengan jangkauan
interaksi yang paling luas meliputi kyai dan juga santri, dalam interaksi yang terjadi
antara pengurus dengan santri berupa pengarahan dan pengawasan yang dilakukan
memperlihatkan bentuk kedekatan dan juga pemantauan yang diharapkan santri
dapat terkontrol selama di pesantren hal ini memungkinkan terjadinya interaksi
kepengurusan di santri ini menjadi memperluas dan mempermudah interkasi
pengurus dengan kyai.
Interaksi yang terjadi dipesantren terutama kita lihat pada interaksi yang
terjadi antara santri dan kyai merupakan yang termasuk kedalam elemen penting
dari pesantren itu sendiri, memperlihatkan perbedaan hubungan yang biasa terjadi
antara guru dan murid dikelas-kelas formal, atau sebagaimana dosen dengan
mahasiswa, jauh dari itu hubungan yang dibangun antara santri dengan kyai
sangatlah berbeda, santri yang memposisikan peranan kyai sebagai sesuatu yang
sentral dan amat penting dalam keberlangsungan pesantren dan tentunya sebagai
santri akan senantiasa taat dan patuh termasuk kesejalanan pemikiran dengan kyai,
jika kita melihat pada guru dengan murid atau dosen dengan mahasiswa mereka
boleh berargumen dan membeberkan keberlainan pemikiran tapi yang terjadi pada
kyai dengan santri hanya sebatas penerimaan dan juga kesejalanan pemikiran
seperti yang sudah diungkapkan.
Didalam pengajaran dan pendidikan di pesantren terdapat sistem sorogan
dan balagan sebagaimana dijelaskan oleh Mutohar dalam bukunya ideologi
pendidikan pesantren bahwa sorogan artinya belajar secara individual dimana
seseorang santri berhadapan dengan seorang kyai untuk mempelajari suatu materi
pelajaran, sehingga terjadi interaksi langsung dan saling mengenal di antara
keduanya (Mutohar,2007: 26).
Metode pembelajaran ini merupakan metode tradisi pengajaran selama
dikarenakan menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari
santri. Begitupun menurut Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya Tradisi Pesantren;
“sistem sorogan ini terbukti efektif sebagai tahap pertama bagi seorang santri untuk melangkah ketahap selanjutnya, tapi dalam hal ini sistem sorogan menjadi sulit karena sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan juga disiplin pribadi pengajar dan santri itu sendiri.” (Dhofier, 2011: 54)
Lantas dilihat pada interaksi komunikasi yang terdapat didalamnya bukan
hanya melibatkan satu orang saja, melainkan lebih kompleks lagi interaksi yang
terjadi melibatkan aspek perasaan, ikatan yang kuat antara santri dengan kyai dan
juga bagaimana pemahaman dalam setiap interaksi yang terjalin.
Sistem pendidikan lainnya adalah balagan metode ini juga disebut
dengan sebutan bandongan atau weton, dalam buku Tradisi Pesantren, Zamakhsyari Dhofier mengungkapkan, sistem ini dilakukan dengan cara sekitar 5
sampai 500 santri mengelilingi kyai dan mendengarkan kyai membaca,
menerjemahkan, menerangkan kitab-kitab dengan kajian tingkat tinggi. (Dhofier,
2011: 54), sementara santri memberikan catatan-catatan pada kitab-kitab yang
mereka pelajari dan biasa mereka menyebut teknik ini dengan sebutan ngalogat, dalam interaksi yang terjadi ketika sistem balagan berlangsung ini menyangkut
kepada interaksi yang melibatkan banyak individu. Kyai akan senantiasa
memberikan penjelasan-penjelasan sementara santri memaknai setiap pengajran
yang diberikan oleh kyai.
terlihat dari metode pengajaran yang diajarkan kepada santri, hal ini akan berbeda
dengan pengajaran yang dilakukan pesantren satu dengan lainnya, dimana
pesantren akan berpusat pada metode pengjaran yang dianggap efektif dalam hal
penyampaian materi yang ditetapkan sebagai tujuan dari pendirian sebuah
pesantren.
Berada di pesantren tidaklah hanya ativitas pengajian saja yang dilakukan,
dalam keseharian dipesantren berbagai kegiatan dilakukan, baik itu santri ataupun
kyai mereka mempunyai peranan dan tempat dalam setiap gerak langkahnya selama
dipesantren, kesederhanaan santri dengan berbekalkan tekad untuk mencari ilmu
dan semangat cita-citanya membentuk karakter agamis, santri senantiasa
melakukan kegiatan yang telah diarahkan oleh kyai, begitupun dengan kyai yang
ditempatkan pada elemen paling esensial dari suatu pesantren kyai berusaha
menjadi panutan dan memberikan ilmu yang bermanfaat dan nantinya diharapkan
mampu untuk diamalkan dan disebarkan kepada masyarakat luas ketika santri
bermasyarakat.
Pesantren Salaf sendiri adalah pesantren yang tetap mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik, dan tanpa diberikan pengetahuan umum1.
Pesantren salaf sendiri diungkapkan oleh H. Hasan
“Pesantren Salaf ya, pesantren yang tradisional, baik itu pelajaran atau kehidupan dipesantren, dulu sebelum pesantren modern muncul segala kebutuhan santri dikerjakan sendiri oleh santri, sementara sekarang ? makan sudah disediakan, baju bisa dicucikan, dalam pelajaranpun santri tidak lagi berpatokan ke kyai melainkan penerjemahan sendiri” (Wawancara H. Hasan, 6 Desember 2014)
Dari sini saja kita bisa melihat bagaimana sistem yang diterapkan baik itu
pada pesantren salaf ataupun pada pesantren modern (khalaf), interaksi yang terjalin jelas akan berbeda, selain pembentukan lingkungan hal ini juga merupakan
hasil bentuk interaksi terutama dalam prosesnya berkomunikasi, pada pesantren
salaf dimana kyai dengan santri yang kemudian digolongkan kepada unsur bagian
dari salaf, tetapnya pengelolaan pada pola-pola salaf akan mengarahkan kyai dengan santri kepada satu tujuan yang diinginkan bersama dalam pemeliharaan
tradisi pesantren untuk mencetak dan tercetaknya generasi-generasi salafiyah.
Pada sejarahnya Pondok pesantren Al-Hikamussalafiyah merupakan
pesantren yang berada di Kabupaten Purwakarta, pesantren ini berdiri pada tahun
1840 M, yang didirikan oleh KH. Ahmad Bin Kyai Nurkoyyim yang akarab dengan
panggilan Ajengan Emed, beliau adalah santri dari Maulana Syeh Yusuf yang
merupakan seorang ulama dan pahlawan besar di Jawa Barat pada awal abad ke 19.
Begitu lama pesantren ini bertahan sejak tahun pendiriannya, Pesantren yang
sempat bubar karena adanya gangguan keamanan pengacauan DI/TII pada tahun
1957 M yang kemudian pada tahun 1963 M dimulainya kembali perintisan
pembangunan pesantren oleh KH. Ijudin. Nilai historis yang begitu panjang dan
menyumbangkan cerita pembangunan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren
Al-Hikamussalafiyah memberikan satu sumbangan yang bermanfaat dalam
kelangsungan ajaran Agama Islam.
Nilai historis yang begitu panjang 174 tahun lamanya Pesantren
Al-Hikamussalafiyah masih eksis dalam penyebaran ajaran keagamaan, dari sinilah
penelitian bagaimnana aktivitas komunikasi pesantren salaf dalam mempertahankan tradisi sorogan dan balagan.
Aktivitas pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta
terdapat unsur komunikasi yang sangat berpengaruh besar dalam setiap kegiatan
yang dilakukan di lingkungan pesantren, dalam hal ini kegiatan tersebut erat
kaitannya dengan etnografi komunikasi.
Dalam bukunya Engkus Kuswarno mengemukakan etnografi komunikasi
“Etnografi komunikasi melihat perilaku dalam konteks sosiokultural, mencoba
menemukan hubungan antara bahasa, komunikasi, dan konteks kebudayaan dimana
peristiwa komunikasi itu berlangsung.” (Kuswarno, 2008:17). Seperti halnya
Gumperz dalam Engkus Kuswarno yang menyatakan:
“Perlunya untuk melihat konteks sosial politik yang lebih besar dimana sebuah proses komunikasi berlangsung, karena itu akan mempengaruhi pola komunikasi yang digunakan. Pemolaan dalam kajian etnografi disebut juga sebagai hubungan antara komponen komunikasi dan peristiwa komunikasi.” (Kuswarno, 2008:18)
“Etnografi komunikasi sendiri memandang perilaku komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari integritas tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu sebagai makhluk sosial, ketiga keterampilan itu terdiri dari keterampilan linguistic, keterampilan interaksi, dan keterampilan budaya.” (Kuswarno, 2008:18)
“Pada etnografi komunikasi, yang menjadi fokus perhatian adalah perilaku komunikasi dalam tema kebudayaan tertentu. Adapun yang dimaksud dengan perilaku komunikasi menururt ilmu komunikasi adalah tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok, atau khalayak ketika terlibat dalam proses komunikasi.” (Kuswarno, 2008:35)
Dalam pembahasan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa etnografi
komunikasi merupkan salah satu dari sekian banyak studi penelitian kualitatif, yang
masyarakat tutur, untuk memahami pemahaman etnografi komunikasi, baik sebagai
studi penelitian ataupun landasan teori, bisa kita lihat dari tiga isu dasar yang yang
melatari etnografi komunikasi yaitu bahasa, komunikasi, dan kebudayaan seperti
mana yang dikemukakan Engkus Kuswarno dalam bukunya etnografi komunikasi.
“Bahasa hidup dalam komunikasi untuk menciptakan budaya, kemudian budaya itu sendiri yang pada akhirnya akan menentukan sistem komunikasi dan bentuk bahasa seperti apa yang pantas untuknya. Kebudayaan mencakup semua hal yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat. Suatu kebudayaan mengandung semua pola kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat, seperti dalam bidang ekonomi, religi, hukum, kesenian, dan lain sebagainya.” (Kuswarno. 2008:10)
Dalam Penelitian ini komunikasi yang dilakukan di pesantren salaf menunjukan adanya pertukaran simbol-simbol tertentu yang memperlihatkan
adanya sebuah aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi ini termasuk kedalam
lingkup etnografi komunikasi, dikatakan oleh Hymes dalam buku Engkus
Kuswarno aktivitas komunikasi adalah
“Aktivitas yang khas atau kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa -peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks komunikasi yang tertentu pula, sehingga proses komunikasi dalam etnografi komunikasi, adalah peristiwa-peristiwa yang khas dan berulang.” (Kuswarno. 2008:42)
Menurut Hymes pada aktivitas komunikasi memiliki bagian-bagian yaitu
situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif. Situasi yang
sama bisa mempertahankan konfigurasi umum yang konsisten pada aktivitas yang
sama di dalam komunikasi yang terjadi, meskipun terdapat diversitas dalam
interaksi yang terjadi disana. Peristiwa komunikatif merupakan unit dasar untuk
tujuan deskriptif yaitu sebuah peristiwa tertentu didefinisikan sebagai seluruh
perangkat komponen yang utuh. Kerangka yang dimaksud Dell Hymes
yang terdiri dari: setting/scence, partisipants, ends, act sequence, keys, instrumentalities, norms of interaction, genre. Tindakan komunikatif yakni fungsi interaksi tunggal, seperti peryataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non
verbal.
Maka dari itu berdasarkan uraian diatas maka peneliti menganggap bahwa
aktivitas komunikasi pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta
merupakan sebuah kajian yang menarik untuk diteliti, peneliti ingin
mengungkapkan bagaimana aktivitas komunikasi pesantren salaf di pesantren
Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam hal ini peneliti melihat kemenarikan
penelitian ini dapat diteliti melalui sebuah pendekatan etnografi komunikasi yang
akan menguraikan setiap detail makna yang terdapat didalamnya.
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan pernyataan yang jelas, tegas, dan konkrit
mengenai masalah yang akan diteliti, adapun berdasarkan latar belakang masalah
diatas yang peneliti kemukakan maka peneliti membuat rumusan masalah yang
terdiri dari pertanyaan makro dan pertanyaan mikro, yaitu sebagai berikut :
1.2.1 Rumusan Masalah Makro
Adapun inti dari penelitian ini sebagaimana dirumuskan dari permasalahan
dalam penelitian adalah;
Bagaimana Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren
Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan
1.2.2 Rumusan Masalah Mikro
Untuk memudahkan hasil penelitian, maka inti masalah tersebut peneliti
jabarkan kedalam beberapa sub-sub masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana Situasi Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan
Balagan ?
2. Bagaimana Peristiwa Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan
Balagan ?
3. Bagaimana Tindakan Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren
Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan
Balagan ?
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan oleh peneliti
mengenai “Aktivitas Komunikasi Pesantren salaf di Pesantren
Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan Balagan” adalah sebagai berikut :
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk analisis, mendeskripsikan
menjelaskan tentang Aktivitas Komunikasi Pesantren salaf di Pesantren
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui jumlah
keseluruhan dari rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Situasi Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren
Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi
Sorogan dan Balagan.
2. Untuk mengetahui Peristiwa Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan
tradisi Sorogan dan Balagan.
3. Untuk mengetahui Tindakan Komunikatif Pesantren salaf di
Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan
tradisi Sorogan dan Balagan.
1.4Kegunaan Penelitian
Secara teoritis penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan
hasil yang bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat berguna baik seara teoritis maupun praktis.
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Kegunaan penelitian ini secara teoritis umumnya diharapkan dapat
menjadi bahan masukan bagi perkembangan Ilmu Komunikasi, khususnya yang
1.4.2 Kegunaan Praktis
Adapun hasil penelitian ini secara praktis, diharapkan memberikan
suatu masukan atau referensi tambahan yang dapat diaplikasikan dan menjadi
pertimbangan, dan kegunaan secara praktis pada penelitian sebagai berikut:
1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan
menambah pengetahuan tentang ilmu komunikasi secara umum dan
menambah wawasan tentang aktifitas komunikasi yang berkaitan dengan
etnografi komunikasi secara khusus.
1.4.2.2 Kegunaan Bagi Akademik
Penelitian ini diharapkan berguna bagi mahasiswa UNIKOM secara
umum, mahasiswa Ilmu komunikasi secara khusus, sebagai literatur terutama
untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada kegiatan
yang sama yaitu tentang aktivitas komunikasi pesantren salaf di
PesantrenAl-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan
Balagan.
1.4.2.3 Kegunaan Bagi Pesantren
Penelitian ini diharapkan berguna bagi kyai dan juga santri salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purawakarta secara khusus dan pesantren
lainnya secara umum sebagai informasi pengetahuan mengenai kajian
1.4.2.4 Kegunaan Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat yang
ingin mencari informasi dan menambah pengetahuan tentang tradisi yang ada
khususnya yang berkaitan dengan pesantren serta mampu untuk dijadikan
15 2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Penelitian Terdahulu yang Sejenis
Tinjauan Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan-rujukan berhubungan
dengan informasi penelitian. Penelitian terdahulu ini berupa hasil penelitian yang
sudah dilakukan, penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan referensi
adalah sebagai berikut :
A. Penelitian dengan judul : Aktivitas Komunikasi Upacara Adat
Maras Taun di Selat Nasik Belitung (Studi Etnografi Aktivitas
Komunikasi Tradisi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik,
Belitung)
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguraikan secara mendalam
tentang Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik
Belitung. Untuk menjabarkannya maka fokus masalah tersebut peneliti
dibagi kedalam sub-sub mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa
komunikatif dan tindakan komunikatif dalam Aktivitas Komunikasi
Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik Belitung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitataif
dengan studi etnografi Komunikasi dengan teori subtantif yaitu Interaksi
informan kunci dan empat (4) orang informan pendukung yang diperoleh
dengan teknik purpossive sampling yang bersifat Snowball sampling.
Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi partisipan, catatan
lapangan, studi kepustakaan, dokumentasi dan internet searching. Teknik
uji keabsahan data dengan cara meningkatkan ketekunan pengamatan,
triangulasi, kecukupan referensi dan pengecekan anggota.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Situasi komunikatif yang
terjadi saat aktivitas komunikasi upacara adat maras taun berlangsung
sangat sakral. Tempat pelaksanakan prosesi ini di tanah timbun, peristiwa
komunikatif upacara adat maras taun merupakan bentuk ritual khusus yang
dilaksanakan setiap setahun sekali berdasarkan ketentuan adat dan jatuh
tepat pada waktu panen masyarakat Selat Nasik. Sedangkan tindakan
komunikatif yang terdapat dalam upacara adat maras taun di Selat Nasik
yaitu bentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku verbal dan
nonverbal.
Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik wajib
dilaksanakan karena merupakan salah satu tradisi adat yang harus dilakukan
setiap tahunnya bagi masyarakat Selat Nasik untuk menghormati leluhur
dan sudah menjadi tradisi setiap tahunnya.
Saran lebih memfokuskan lagi upacara adat maras taun terutama dalam
mendekatkan diri kepada masyarakat untuk mendapatkan sumber informasi
mencari dukungan atau simpati politik dan permainan uang kepada
masyarakat selat nasik. (Anggi Merinda; NIM. 41810155/Ilmu Komunikasi
UNIKOM:2014)
B. Penelitian dengan Judul Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara
Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguraikan secara mendalam
tentang Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat Sasih
Kampung Naga Tasikmalaya. Untuk menjabarkannya, maka fokus
masalah tersebut peneliti dibagi ke dalam beberapa sub-sub masalah
mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan
komunikatif dalam upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
tradisi etnografi komunikasi dengan teori subtantif yang diangkat yaitu
interaksi simbolik dan pemusatan simbolis.
Subjek penelitian adalah masyarakat Kampung Naga yang
mengikuti upacara Hajat Sasih sebanyak 5 (lima) orang, terdiri dari 3
(tiga) informan dan 2 (dua) informan kunci yang diperoleh melalui teknik
purposive sampling. Teknik pengumpulan data melalui wawancara
mendalam, observasi partisipan, catatan lapangan, studi kepustakaan,
dokumentasi dan internet searching.
Teknik uji keabsahan data dengan cara peningkatan ketekunan
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, Situasi Komunikatif yang
terdapat dalam upacara Hajat Sasih ini bersifat sakral, tempat
pelaksanaannya yaitu Sungai Ciwulan, Bumi Ageung serta Hutan yang
dikeramatkan. Peristiwa Komunikatif dalam upacara Hajat Sasih yaitu
perayaan dalam bentuk ritual khusus yang dilaksanakan satu tahun enam
kali berdasarkan hari-hari besar Islam yang bermula dari kebiasaan nenek
moyang mereka untuk menghormati leluhurnya, sedangkan Tindakan
Komunikatif yang terdapat dalam upacara Hajat Sasih yaitu berbentuk
perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal.
Simpulan dari penelitian ini bahwa aktivitas komunikasi ritual
dalam upacara Hajat Sasih bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka
untuk menghormati leluhur Kampung Naga yang pelaksanaannya
dilakukan satu tahun enam kali, namun dalam setiap rangkaiannya
mempunyai makna yang sama dan aktivitas khas yang sama pula.
(Septian Restu Unggara, NIM : 41808037, Ilmu Komunikasi UNIKOM
C. Penelitian dengan judul : Aktivitas Komunikasi Penyandang
Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya
(Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi
Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia
Majalaya)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Aktivitas
Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra
Indonesia Majalaya. Untuk dapat menjawab mengenai Aktivitas tersebut.
Peneliti mencoba untuk mengangkat tiga sub fokus, yaitu situasi
komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif dari
Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia
Majalaya.
Tipe penelitian ini adalah kualitatif, Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis etnografi
komunikasi. Informan penelitian pada penelitian ini berjumlah 4 orang
informan, Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi,
analisis dokumen, studi pustaka, internet searching, dan dokumentasi.
Hasil penelitian pada situasi komunikatif tempat terjadinya peristiwa
atau proses komunikasi penyandang tunanetra pada saat di dalam
yayasan maupun situasi komunikasi di luar yayasan. Peristiwa
komunikatif adalah perubahan kode (code alternation). Tindakan
semua program yang direncanakan pada aktivitas komunikasi
penyandang tunanetra melalui interaksi tunggal.
Kesimpulan yang diperoleh adalah aktivitas komunikasi penyandang
tunanetra, semua program yang telah dijalankan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari dan membuat penyandang tunanetra dapat
berinteraksi secara baik dengan orang lain agar dapat mencapai
kehidupan yang mandiri dan diterima dilingkungannya.
Saran peneliti kepada Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia
sebagai lembaga sosial sebaiknya, penyandang tunanetra diperhatikan
dalam pembinaannya secara serius melalui komunikasi terus menerus
dan berkesinambungan, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari. Memperbaiki kualitas materi pendidikan inklusif yang
sesungguhnya memiliki peran penting dalam menjalani setiap Aktivitas
Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra
Indonesia Majalaya. (Trivan Andreas Manihuruk, NIM : 4110084, Ilmu
Tabel 2.1
Tabel Perbandingan Penelitian Terdahulu yang Sejenis
NAMA Anggi Merinda Septian Restu. U
Trivan Andreas
Manihuruk
TAHUN 2014 2012 2014
PERGURUAN
TINGGI
UNIKOM UNIKOM UNIKOM
JUDUL
Aktivitas Komunikasi
Upacara Adat Maras
Taun di Selat Nasik
Belitung (Studi
Etnografi Aktivitas
Komunikasi Tradisi
Upacara Adat Maras
Taun di Selat Nasik,
Belitung)
Aktivitas Komunikasi
Ritual dalam Upacara
Hajat Sasih Kampung
Naga Tasikmalaya
Aktivitas Komunikasi
Penyandang Tunanetra
di Yayasan Pembinaan
Tunanetra Indonesia Majalaya (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra
di Yayasan Pembinaan
Tunanetra Indonesia
Majalaya)
HASIL
Hasil dari penelitian
menunjukan bahwa
Situasi komunikatif
yang terjadi saat
aktivitas komunikasi
upacara adat maras
taun berlangsung
sangat sakral. Tempat
pelaksanakan prosesi
ini di tanah timbun,
peristiwa komunikatif
upacara adat maras
taun merupakan bentuk
ritual khusus yang
dilaksanakan setiap
setahun sekali
berdasarkan ketentuan
adat dan jatuh tepat
pada waktu panen
masyarakat Selat
Nasik. Sedangkan
tindakan komunikatif
yang terdapat dalam
Aktivitas komunikasi
ritual dalam upacara
Hajat Sasih bermula
dari kebiasaan nenek
moyang mereka untuk
menghormati leluhur
Kampung Naga yang
pelaksanaanya
dilakukan satu tahun
enam kali, namun
dalam setiap
rangkaiannya
mempunyai makna
yang sama dan
aktivitas khas yang
sama pula.
Hasil penelitian pada
situasi komunikatif
tempat terjadinya
peristiwa atau proses
komunikasi
penyandang tunanetra
pada saat di dalam
yayasan maupun
situasi komunikasi di
luar yayasan. Peristiwa
komunikatif adalah
perubahan kode (code
upacara adat maras
taun di Selat Nasik
yaitu bentuk perintah,
pernyataan,
permohonan dan
perilaku verbal dan
nonverbal.
KESIMPULAN
Aktivitas Komunikasi
Upacara Adat Maras
Taun di Selat Nasik
wajib dilaksanakan
karena merupakan
salah satu tradisi adat
yang harus dilakukan
setiap tahunnya bagi
masyarakat Selat Nasik
untuk menghormati
leluhur dan sudah
menjadi tradisi setiap
tahunnya.
Aktivitas komunikasi
ritual dalam upacara
Hajat Sasih bermula
dari kebiasaan nenek
moyang mereka untuk
menghormati leluhur
kampung Naga yang
pelaksanaanya
dilakukan satu tahun
enam kali, namun
dalam setiap
rangkaiannya
mempunyai makna
yang sama dan
aktivitas khas yang
sama pula.
Kesimpulan yang
diperoleh adalah
aktivitas komunikasi
penyandang tunanetra,
semua program yang
telah dijalankan dapat
diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari
dan membuat
penyandang tunanetra
dapat berinteraksi
secara baik dengan
orang lain agar dapat
mencapai kehidupan
diterima
dilingkungannya.
SARAN
Saran lebih
memfokuskan lagi
upacara adat maras
taun terutama dalam
mendekatkan diri
kepada masyarakat
untuk mendapatkan
sumber informasi yang
lebih baik lagi.
pemerintah jangan
dimanfaatkan sebagai
ajang mencari
dukungan atau simpati
politik dan permainan
uang kepada
masyarakat selat nasik.
Diharapkan dapat
menjadi bahan rujukan,
tanpa melupakan nilai
keaslian dalam penelitian dibidang Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas, khususnya Makna Komunikasi Nonverbal
dalam Kesenian Debus
di Kebudayaan Banten.
Saran peneliti kepada
Yayasan Pembinaan
Tunanetra Indonesia
sebagai lembaga sosial
sebaiknya, penyandang
tunanetra diperhatikan
dalam pembinaannya
secara serius melalui
komunikasi terus menerus dan berkesinambungan, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Memperbaiki kualitas materi pendidikan inklusif yang sesungguhnya
memiliki peran penting
Aktivitas Komunikasi
Penyandang Tunanetra
di Yayasan Pembinaan
Tunanetra Indonesia
Majalaya.
Sumber : Peneliti, 2014
2.1.2 Tinjauan tentang Ilmu Komunikasi
Komunikasi merupakan jalur penting yang menghubungkan kita di dunia,
sarana kita menampilkan kesan, mengekspresikan diri, mempengaruhi orang lain
dan lain-lain, maka melalui komunikasi lah kita membangun hubungan dengan
beragam jenisnya, dengan begitulah komunikasi sangatlah mendasar bagi
kehidupan kita.
2.1.2.1Pengertian Ilmu Komunikasi
Suatu pemahaman popular mengenai komunikasi manusia adalah
komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang
(atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik
secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat
(selembaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi.
Pemahaman komunikasi sebagai sebagai proses searah ini oleh
Michael Burgoon disebut “definisi berorientasi sumber”
(source-oriented-definition). Definisi ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan
untuk membangkitkan repon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi
dianggap tindakan yang disengaja (intentional act) untuk menyampaikan
pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu
kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu.
Beberapa definisi yang sesuai dengan konsep ini adalah sebagai
berikut:
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner :
“komunikasi: transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, gambar, figure, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.
Carl I. Hovland :
“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah prilaku orang lain (komunikate).
Everett M. Rogers :
“komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
Raymond S. Ross :
2.1.2.2 Proses Komunikasi
Secara umum banyak ilmuwan sepakat bahwa komunikasi itu
merupakan sebuah proses penymapaian pesan dalam bentuk ide, gagasan,
pikiran, emosi, perilaku, dan sebagainya. dalam proses komunikasi terdapat
empat kemungkinan jenis pesan (1) Verbal disengaja; (2) Verbal tidak
disengaja; (3) Non Verbal disengaja; (4) Non Verbal tidak disengaja. Pesan
verbal disengaja yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk
berhubungan dengan orang lain secara lisan. Pesan verbal tidak disengaja
adalah sesuatu yang dikatakan tanpa bermaksud mengatakannya. perbedaan
antara pesan non verbal disengaja dan tidak disengaja adalah dalam aspek
keinginan.
Onong Uchjana Efendi (2001:11) membagi proses komunikasi dalam
dua sisi, yaitu proses komunikasi secara primer dan sekunder. Proses
komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan
seseorang kepada orang lain menggunakan lambang (simbol) sebagai media.
Sementara itu, proses komunikasi secara sekunder adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain menggunakan alat dan
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama. Proses komunikasi terdiri dari penyebar pesan, pesan, dan penerima
2.1.2.3 Fungsi Komunikasi
Harold D. Laswell (1948), memaparkan bahwa fungsi komunikasi
sebagai berikut :
1. Menjaga atau mengawasi lingkungan (surveillance of the
environment);
2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk
lingkungannya (correlation of the part of society in responding to the
environtment); dan
3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya
(transmission of social heritage).
Fungsi Komunikasi menurut Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu
Komunikasi Suatu Pengantar, dapat dijelaskan seperti berikut :
1. Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya
mengisyaratkan bahwa komunikator itu penting untuk membangun
konsep-diri kita, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh
kebahagiaan, terhindar daritekanan dan ketegangan, anatar lain
lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk
hubungan dengan orang lain (Mulyana, 2010 : 5).
2. Komunikasi Ekspresif
Komunikasi ekspreasif tidak otomatis bertujuan
komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan
perasaan-perasaan (emosi) kita” (Mulyana, 2010:21).
3. Komunikasi Ritual
Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan
perasaan terdalam seseorang. Kegiatan ritual memungkinkan para
pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi
kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian kepada kelompok.
Bukanlah substansi kegiatan ritual itu sendiri yang terpenting,
melainkan perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya,
perasaan bahwa kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar daripada
diri kita sendiri, yang bersifat abadi, danbahwa kita diakui dan
diterima dalam kelompok kita (Mulyana, 2010 : 25).
4. Komunikasi Instrumental
Mempunyai beberapa tujuan umum : menginformasikan,
mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan
mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk
menghibur. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan
untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk
menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat kita
peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam
komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi
untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan
jangka pendek maupun tujuan jangka panjang (Mulyana, 2010 : 30).
2.1.2.4Unsur-unsur Komunikasi
Paradigma Harold D. Lasswell menunjukan bahwa komunikasi
meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan sebagai berikut ”Who
Says What in Which Channel to Whom With What Effect?” yaitu :
1. Komunikator.
“Komunikator adalah pihak yang menyampaikan atau mengirm pesan kepada khalayak karena itu komunikator biasa di sebut pengirim, sumber, source, atau encoder.” (Cangara,2005:81)
2. Pesan.
“Pesan (massage) dalam komunikasi tidak lepas dari simbol dan kode, karena pesan yang di kirim oleh komunikator kepada penerima terdiri atas rangkaian simbol dan kode baik secara verbal maupun non verbal.” (Cangara,2005:93) 3. Media.
“Media adalah alat atau sarana yang di gunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan.” (Cangara,2005:119)
4. Komunikan.
“Komunikan biasa di sebut dengan penerima, sasaran, pembaca, pendengar, penonton, pemirsa, decoder, atau khalayak. Komunikan dalam studi komunikasi bisa berupa individu, kelompok, dan masyarakat.” (Cangara,2005:135) 5. Efek.
2.1.2.5 Bentuk-bentuk Komunikasi
Bentuk-bentuk komunikasi menurut Deddy Mulyana dalam bukunya
Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, diantaranya :
1. Komunikasi Intrapribadi (Intapersonal Communication)
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi dengan diri
sendiri, baik disadari atau tidak. Contohnya berpikir. Komunikasi
ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi
dalam konteks-konteks lainnya, meskipun dalam disiplin ilmu
komunikasi tidak dibahas secara rinci dan tuntas. Dengan kata
lain, komunikasi intrapribadi ini inheren dalam komunikasi
dua-orang, tiga-dua-orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikasi
dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan dirisendiri
(mempersepsi dan memastikan makna pesan orang lain), hanya
saja caranya sering tidak disadari. Keberhasilan komunikasi kita
dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita
dengan diri sendiri (Mulyana, 2010 :80).
2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar
orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
maupun nonverbal. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan
kapanpun, selama manusi masih mempunyai emosi (Mulyana,
2010:81).
3. Komunikasi Kelompok (group communication)
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai
tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang
mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini
misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat,
kelompok diskusi, kelompok pemecah masalah, atau suatu
komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan.
Dengan demikian, komunikasi kelompok biasanya merujuk pada
komunikasi yang dilakukan kelompok kecil