• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANTECEDENTS DARI BRAND EQUITY PADA HOTEL SANTIKA DI BSD TANGERANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANTECEDENTS DARI BRAND EQUITY PADA HOTEL SANTIKA DI BSD TANGERANG"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ANTECEDENTS

DARI

BRAND EQUITY

PADA HOTEL

SANTIKA DI BSD TANGERANG

Asriani Susiati

Abstract

This study refers to previous studies, by kevin kam Fung So and Ceridwyn King (2009). The background of this research was to prove the management approaches that brand equity as the key assets for hotel industries and provide brand manger hotel to evaluate brand equity as an outcome brand strategies. The objectives of this research was : (a) the positive effect of company’s presented brand to brand awareness, (b) the positive effect of company’s presented brand to brand meaning, (c) the positive effect of external brand communications to brand awarenessm, (d) the positive effect of external brand communications to brand meaning, (e) the positive effect of customer experience with company to brand meaning, (f) the positive effect of brand awareness to brand equity, (g) the positive effect of brand meaning to brand equity. The design of this research applies a survey toward unit of analysis on the hotel and to interview the customers for testing hypothesis. Meanwhile the required data consist of six variables; company presented brand, external brand communications, customer experience with company, brand awareness, brand meaning, and brand equity. The aggregate numbers of customer being respondent of the study are 150. Data analysis used in this research was consists of Structural Equation Method by LISRELL 8.7 as software. The result of this research conclude that variable of company’s presented brand had effect to brand awareness, company’s presented brand had effect to brand meaning, external brand communications had effect to brand awareness, external brand communications had effect to brand meaning, customer experience with company had effect to brand meaning, brand mening had effect to brand equity, and brand awareness had effect to brand equity.

(2)

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi sekarang ini, persaingan di dunia usaha semakin meningkat, khususnya pada jasa perhotelan yang mengutamakan pelayanan. Pelayanan merupakan salah satu modal utama agar tetap dapat bersaing didalam pasar. Untuk itu perhotelan perlu meningkatkan kualitas pelayanan dengan tujuan untuk memberikan sebuah pencitraan terhadap para pelanggan. Perhotelan yang memiliki citra positif di mata pelanggan akan mendatangkan keunggulan kompetitif bagi hotel tersebut.

Keuntungan-keuntungan yang signifikan dalam membangun hotel yang berkualitas telah didokumentasikan. Prasad dan Dev (2000) memfokuskan bahwa brand equity pada hotel dapat dilihat dari bagaimana perusahaan dapat mengerti produk dan pelayanan jasa yang ada didalam pikiran pelanggan. Industri perhotelan adalah salah satu contoh dari industri jasa dimana merek memainkan peran penting dalam keberhasilan bisnis perusahaan (Berry, 2000; Brodie et al, 2006). Untuk itu Forgacs (2003) menyarankan bahwa hotel berbintang harus meningkatkan pelayanan sebagai indikator kinerja yang mencakup seperti harga, kualitas penginapan, pendapatan per kamar yang tersedia, pendapatan pelanggan, dan pengembalian modal yang nantinya akan mengembangkan bisnis jasanya. Para tamu dapat memilih hotel berdasarkan merek, dimana mereka bisa mendapatkan janji sesuai yang diharapkan. Kim dan Kim (2005) menemukan hubungan positif antara kesuksesan brand equity dan kinerja keuangan

didalam sektor hotel berbintang. Jiang et al (2002) Telah diakui bahwa kesuksesan brand equity dari sebuah hotel berbintang dapat meningkatkan nilai dari pemegang saham dan mengembangkan keunggulan kompetitif perusahaan.

(3)

Ditinjau dari literatur merek hotel terkenal yang masih ada, penekanan dalam brand equity berasal dari sudut pandang pelanggan. Terfokus pada keyakinan bahwa tujuan keuntungan yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah berasal dari pengetahuan pelanggan bahwa merek memiliki kekuatan, keunikan dan menguntungkan (Keller, 1993; Lassar et al., 1995). Kasus yang ada pada saat ini, ketiadaan pengetahuan pelanggan bahwa brand equity tidak akan memberikan nilai kepada perusahaan dari segi financial. Contoh, brand equity dari hotel Marriot akan memiliki nilai financial yang kecil jika pelanggan tidak memiliki citra positif terhadap merek tersebut. Atas dasar ini, bahwa brand equity akan memiliki nilai yang kecil hingga brand equity terbentuk (Atilgan et al., 2005; Cobb-Walgren et al., 1995; Keller, 1993). Brand equity yang positif akan terjadi ketika para pelanggan memberikan respon yang baik terhadap kinerja pemasaran dari hotel tersebut yang mencakup iklan dan promosi untuk jasa yang berkualitas maupun yang kurang berkualitas (Keller, 1993). Dalam hal pelayanan, sebagai syarat kecil dalam membantu pelanggan membuat keputusan ketika membeli jasa (Javalgi et al., 2006), brand image terkenal menjadi sebuah informasi dan pengurangan resiko, dan menyederhanakan dalam pengambilan keputusan (Biswas, 1992; Davis, 2007; kayaman dan Arasli, 2007; Tepecci, 1999), tetapi keberadaan informasi tidak dapat menggantikan sebuah pengalaman dari pelayanan sebenarnya yang jauh lebih berkualitas. Customer experience with company dalam membangun pelayanan dilihat dari sudut pandang pelanggan terhadap

pelayanan tersebut. Pentingnya pengalaman pelanggan (customer experience with company) karena dapat mengurangi biaya dalam mendapatkan pelanggan baru, dan kunci sukses dalam mendapatkan pelanggan baru adalah dengan meningkatkan kepuasan pelanggan (Hennig-Thurau et al., 2002). Pengalaman pelanggan (customer experience) terhadap pelayanan yang diberikan oleh hotel dapat meningkatkan brand meaning dari hotel tersebut.

(4)

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan menganalisa pengaruh company’s presented brand dan external brand communications terhadap brand awareness, pengaruh company’s presented brand, external brand communications dan customer experience with company terhadap brand meaning, pengaruh brand awareness terhadap brand equity, dan pengaruh brand meaning terhadap brand equity pada Hotel Santika di Serpong (BSD).

TINJAUAN PUSTAKA

Company’s Presented Brand

Berry (2000) membagi company presented brand menjadi dua cara dalam pelaksanaannya yaitu melalui iklan dan promosi. Iklan dan promosi juga digunakan dalam membangkitkan brand awareness dari pelanggan.

Pengelolaan merek yang disajikan oleh perusahaan menjadi bagian penting dalam keseluruhan strategi, karena tanpa adanya kemampuan organisasi dalam menyampaikan harapan, maka kegiatan eksternal akan menjadi sia-sia (Berry, 2000).

Penelitian juga mengusulkan bahwa iklan dan promosi menjadi awal yang paling penting dalam meningkatkan brand equity dan membangun brand image dalam industry hotel (Berry, 2000 dan Prahalad, 2004).

External Brand Communications

Berry (2000) membagi external brand communications menjadi dua cara dalam pelaksanaannya yaitu melalui word of mouth (WOM) dan publicity. Word of mouth (WOM)

merupakan salah satu sumber eksternal utama dari informasi merek.

Word of mouth (WOM) bersumber dari pelanggan setia yang berkomitmen untuk merek dan bertindak sebagai alternative sumber informasi dalam membantu orang lain untuk membuat keputusan merek. Biasanya word of mouth (WOM) datang dari kerabat atau teman yang memiliki hubungan dekat dengan penerima informasi (Derbaix dan Vanhamme, 2003).

Word of Mouth

Komunikasi word of mouth mempunyai nilai positif sehingga dapat diartikan sebagai komunikasi antara konsumen tentang karakteristik dari sebuah bisnis atau sebuah produk (Kau dan Loh, 2006). Komunikasi word of mouth tersebut dapat diartikan sebagai komunikasi informal antara konsumen tentang karakteristik dari sebuah bisnis atau produk (Kau dan Loh, 2006). Dalam service marketing, kepuasan konsumen memiliki pengaruh yang sangat besar dan sangat positif terhadap word of mouth. Emosi yang positif dapat membuat seseorang membagikan pengalamannya kepada orang lain, sedangkan emosi yang negatif dapat membuat komplain.

(5)

memiliki tingkat komunikasi yang tinggi. Sementara dipihak lain, pelanggan yang telah merasa kecewa dengan pelayanan yang diberikan maka tidak mempunyai keinginan sama sekali untuk merekomendasikan restoran tersebut kepada orang lain.

Menurut Mowen dan Minor (2001) berpendapat bahwa komunikasi word of mouth mengacu pertukaran komentar, pemikiran, ide-ide, diantara dua konsumen atau lebih yang tak satupun merupakan sumber pemasaran. Informasi yang disampaikan melalui word of mouth langsung berasal dari orang lain yang menggambarkan secara pribadi peng-alamannya sendiri, maka hal ini jauh lebih jelas bagi konsumen daripada informasi yang didapat didalam iklan.

Customer Experience with Company

Menurut Schmitt (2003) customer experience adalah proses secara strategis dalam mengatur atau implementasi atas diri pelanggan dengan suatu produk perusahaan. Sedangkan Menurut Kayaman dan Arasli (2007) customer experience adalah pengalaman positif dan menarik secara keseluruhan yang dialami oleh konsumen secara fisik maupun emosional dengan perusahaan, definisi ini memiliki beberapa implikasi bahwa customer experience dihasilkan oleh dua pihak yang akan dapat menciptakan keterlibatan yang tinggi antara konsumen dan penyedia jasa.

Customer experience with company dianggap sebagai salah satu prasyarat paling penting untuk kesuksesan brand equity. Di mana, tingkat pengalaman yang tinggi atas jasa yang diterima di dalam pelayanan akan meningkatkan brand meaning (Berry, 2000).

Customer experience adalah penciptaan pengalaman yang unik melalui setiap interaksi yang dilakukan oleh konsumen terhadap para staf, proses dan produk di mana itu semua yang menjadi faktor pembeda penyedia jasa satu dengan lainnya. Bailey dan Ball (2006) customer experience adalah interpretasi seorang konsumen terhadap interaksi total konsumen tersebut dengan sebuah merek di mana tujuan akhir dari penerapan konsep ini adalah untuk menciptakan hubungan yang baik dengan konsumen dan membangun loyalitas konsumen. Kim dan Kim (2005) customer experience merupakan sebuah interaksi yang dilakukan konsumen dalam membedakan suatu merek untuk menciptakan pengalaman yang unik, yang diberikan oleh penyedia jasa yang akhirnya akan membangun loyalitas konsumen.

Core Service

(6)

yang berkaitan pada bagian atau departemennya maupun bagian lainnya, mampu berkomunikasi dengan baik, mampu mengerti dan memahami bahasa isyarat (gesture) pelanggan serta memiliki kemampuan menangani keluhan pelanggan secara professional.

Fokus dalam core service adalah untuk memberikan hasil (manfaat) yang memenuhi dan atau melampaui kebutuhan, keinginan pelanggan, dan harapan pelanggan. Core service merupakan jasa yang mempunyai inti konsep bahwa dalam usaha meningkatkan kualitas jasa perusahaan harus melibatkan komitmen dan kesadaran seluruh level kerja dalam perusahaan yang mana usaha ini harus dilaksanakan terus menerus sepanjang waktu sehingga akan didapatkan peningkatan penjualan serta pangsa pasar yang lebih luas.

Servicescape

Servicescape adalah lingkup pelayanan yang diberikan penyedia jasa dimana penjual dan konsumen berinteraksi, dikombinasikan dengan berbagai fasilitas komunikasi layanan, kualitas Servicescape mempengaruhi perilaku konsumen (Palmer, 2005). Servicescape yang efisien dan efektif menyebabkan konsumen untuk berinteraksi dengan produsen secara efisien dan efektif (Palmer, 2005). Fasilitas fisik dari sebuah layanan dikenal sebagai Servicescape (Reimer dan Kuehn, 2005). Istilah ini digunakan untuk menggambarkan lingkunagn fisik dari layanan. Lingkungan perusahaan yang menunjukkan bahwa individu bereaksi terhadap tempat-tempat yang memberikan layanan yang dapat mempengaruhi perillaku individu. Pendekatan

perilaku termasuk keinginan untuk tinggal di tempat tertentu, dan perilaku penghindaran akan mencakup keinginan untuk me-ninggalkan tempat tertentu. Roy dan Tei (2003) mempertahankan bahwa Servicescape dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan konsumen yang telah ada. Sejalan dengan penelitian ini, Tombs dan McColl-Kennedy (2003) mengembangkan sebuah kerangka kerja konseptual dari Servicescape yang menggambarkan campuran respon internal yang dipengaruhi oleh factor lingkungan, dan perilaku eksternal karyawan dan pelanggan. Perilaku individu dipandang sebagai interaksi dengan lingkungan fisik pelanggan, dan interaksi yang terjadi antara karyawan dan pelanggan, yang dikenal sebagai interaksi sosial.

Turley dan Milliman (2000) Servicescape bukanlah murni bangunan yang sebenarnya, tetapi termasuk masalah-masalah seperti suhu, musik, warna dan factor lainnya yang berkontribusi terhadap suasana.

Employee Service

(7)

Service employee yaitu tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan, kualitas pelayanan merupakan bentuk pelayanan yang harus disesuaikan dengan harapan dan kepuasan konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa employee service berkaitan dengan kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan (Payne, 2000). Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan yang dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya jika pelayanan yang diberikan lebih rendah dari yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk, dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung bagaimana penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan dengan konsisten.

Brand Awareness

Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenal atau mengingat kembali suatu merek. Kesadaran merek menunjukkan bahwa kekuatan merek ada pada benak konsumen (Yoo et al., 2000). Penciptaan brand awareness adalah langkah pertama dalam membangun brand equity (Aaker, 1991). Brand awareness adalah kemampuan pelanggan untuk meng-identifikasi merek dalam memori dan meningkatkan kemungkinan bahwa nama merek akan datang ke pikiran dengan atau tanpa bantuan luar (Franzen, 1999; Keller, 1993).

Brand awareness adalah “kemampuan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat bahwa merek adalah bagian dari suatu kategori produk tertentu” (Aaker, 1991 : 61). Brand awareness adalah sangat penting dalam mempertimbangkan suatu produk, karena untuk mengetahui apakah kebutuhan pelanggan sudah terpenuhi dari merek produk tersebut. Aaker (1991) menganggap bahwa brand awareness akan menghasilkan brand equity dalam empat cara yang berbeda : (1) menanamkan merek di ingatan konsumen, (2) memberikan perasaan yang intim terhadap merek tersebut didalam pikiran konsumen, (3) memerankan sebagai isyarat kepercayaan dalam merek, dan (4) menjadi alasan yang cukup bagi konsumen untuk mem-pertimbangkan merek tersebut dalam pertimbangan mereka.

Brand Meaning

Berry (2000) mengemukakan brand meaning sebagai kontak langsung pelanggan dengan pelayanan yang terkait dengan merek. Brand meaning diukur melalui : perceived value, brand personality, dan organizational associations (Aaker, 1996, Buil et al, 2008). Brand meaning adalah arti dari sebuah merek bagi konsumen yang mengacu sebagai citra yang menunjukkan ‘gambaran’ yang dimiliki sebuah merek atau dalam makna khusus tentang sebuah merek untuk memberikan struktur merek dalam pikiran pelanggan (Keller, 2001. Kapferer, 2004).

(8)

mengacu pada representasi merek kognitif konsumen, yang mencakup informasi tentang merek yang konsumen telah peroleh dari waktu ke waktu, termasuk kesadaran, atribut, manfaat, gambar, pikiran, perasaan, sikap, dan pengalaman konsumen terhadap sebuah merek. Manfaat yang ditimbulkan dari sebuah merek adalah menciptakan brand awareness dan asosiasi yang kuat serta menuntungkan bagi sebuah merek (Keller, 2008). Sebuah merek yang kuat dapat meningkatkan kejelasan dan kredibilitas merek dibenak konsumen (Erdem dan Swait, 1998). Dengan demikian sebuah merek yang kuat dapat membangun kredibilitas merek (Lee et al, 2007). Individu termotivasi untuk menurangi ketegangan dalam struktur kognitif mereka dan dengan demikian cenderung berusaha mencapai konsistensi dalam proses berpikir mereka.

Perceived Value

Perceived value adalah pendapat atau penilaian yang diberikan oleh konsumen terhadap perbandingan antara manfaat dan kegunaan yang berlaku dari sebuah produk, jasa, atau hubungan dari pengorbanann atau harga yang diterima atau dirasakan (Sheth dan Parvatiyar, 2006). Perusahaan perlu berusaha lebih keras untuk memelihara hubungan jangka panjang dengan konsumennya dalam rangka mendapatkan keuntungan yaitu kesetiaan para pelanggan terhadap perusahaan (Callarisa et al., 2002). Perusahaan tidak hanya saja membutuhkan satua atau dua strategi namun perusahaan juga harus lebih teliti dalam melihat apa yang diinginkan dan dibutuhkan oelh para konsumen.

Menurut Kotler (2003), customer perceived value adalah perbedaan antara total customer value dan total customer cost. Total customer value mencakup empat komponen yaitu : product value, service value, personal value, dan image value. Sedangkan total customer cost mencakup monetary cost, time cost, energy cost, dan psychic cost. Customer perceived value bias ditingkatkan dengan cara meningkatkan total customer value atau mengurangi total customer cost. Perceived value adalah hasil yang diperlukan dalam aktivitas pemasaran, oleh karena itu hal ini menjadi elemen dan perintah utama dalam marketing dikarenakan organisasi bisnis harus menjadi provider of value dan harus melakukan dengan cara yang berebeda, Karena ketrampilan tersebut akan membedakan diri para konsumen yang satu dengan yang lainnya dan meningkatkan kelangsungan hidup mas adepan konsumen itu sendiri (Callarisa et al., 2002).

Brand Personality

(9)

menunjukkan kepada berbagai ciri-ciri atau karakteristik seperti kepribadian yang deskriptif terhadap merek-merek yang berbeda didalam suatu kategori produk yang luas.

Organizational Association

Organizational association adalah kepercayaan konsumen terhadap organisasi atau perusahaan, yang merupakan aset berwujud yang berharga yang sulit untuk ditiru dan yang dapat membantu mencapai keunggulan bersaing bagi sebuah organisasi (Roberts dan Dowling, 2002). Merek perusahaan memainkan peranan yang berebeda dalam organisasi (Aaker, 1996). Manfaat akhir merek perusahaan adalah untuk memberikan nilai atau hubungan pelanggan berdasarkan asosiasi organisasi untuk meberikan kredibilitas bagi konsumen dalam bentuk kepercayaan, dan ketretarikan konsumen terhadap organisasi dan menjadi media untuk memperjelas nilai-nilai di dalam organisasi (Aaker, 1996).

Asumsi umum dalam literature branding adalah bahwa Organizational association yang menguntungkan akan memiliki dampak positif terhadap perilaku konsumen terhadap merek, seperti kesempatan untuk menaikkan harga premium, pembeli yang lebih setia, dan perilaku word of mouth yang positif meningkatkan kepuasan dengan perusahaan serta meningkatkan loyalitas (Ruyter, 2008).

Brand Equity

(Aaker, 1991 : 16) brand equity didefinisikan sebagai “kumpulan aset dan

kewajiban yang berhubungan dengan nama merek dan simbol yang memberikan nilai lebih dari produk atau pelayanan yang diberikan suatu perusahaan atau pelanggan. Brand equity dibagi menjadi empat dimensi yaitu : brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty.

Brand Equity dipercayai sebagai konsep yang sangat penting dalam dunia bisnis karena produsen akan memperoleh manfaat dalam keunggulan bersaing dengan memiliki merek yang kuat. Ada lima dimensi yang dimiliki oleh brand equity, yaitu brand loyalty, brand awareness, perceived quality, brand assets, dan brand association. Dengan lima dimensi tersebut maka suatu merek akan menjadi mudah dikenali dan akan melekat di benak konsumen.

(Keller, 1993 : 8) mendefinisikan brand equity sebagai respon dari pelanggan tentang pengetahuan akan merek yang berpengaruh pada marketing brand. Brand Equity adalah persepsi konsumen tentang keunggulan produk yang dimiliki merek tersebut, ketika dibandingkan dengan merek yang lainnya (Lassar et al. 1995 dalam Gill et al. 2007). Kotler (2009) menyatakan bahwa equitas merek adalah nilai suatu merek berdasarkan seberapa kuat mereka tersebut mempunyai loyalitas merek, kualitas yang dipersepsikan, asosiasi merek, dan berbagai aset lainnya seperti paten, merek dagang, dan hubungan jaringan distribusi.

METODE PENELITIAN

(10)

So dan Ceridwyn King (2009), yaitu suatu penelitian survey yang bertujuan untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh antara company’s presented brand terhadap brand awareness dan brand meaning, pengaruh external brand communications terhadap brand awareness dan brand meaning, pengaruh customer experience with company terhadap brand meaning, pengaruh brand awareness terhadap brand equity, dan pengaruh brand meaning terhadap brand equity.

Variabel dan pengukuran

Dalam penelitian ini terdapat 6 variabel yang hendak diteliti yaitu : company’s presented brand yang terdiri dari (iklan dan promosi), external brand communicatios (WOM dan Publisitas), customer experience with company yang terdiri dari (layanan utama, lingkungan, dan pelayanan dari karyawan), brand awareness, brand meaning terdiri dari (organizational associations, brand personality, dan perceived value), dan brand equity. Pengukuran untuk setiap pernyataan kuesioner dari masing-masing variabel tersebut diukur berdasarkan pada skala Likert 5 angka yaitu angka 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = cukup setuju, 4 = setuju, 5 = sangat setuju.

Sampel dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan didalam penelitian ini diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner kepada para tamu Hotel Santika BSD. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Non-probability sampling dengan teknik purposive sampling (teknik

penarikan sampel berdasarkan pertimbangan atau kriteria-kriteria). Teknik purposive sampling ini merupakan bentuk penarikan sampel non-probabilitas yang berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu (Asep Hermawan, 2005: 155). Penyebaran kuesioner disebarkan langsung oleh peneliti kepada tamu Hotel Santika BSD dalam jangka waktu satu bulan terakhir. Jumlah set kuesioner yang disebar ke responden berjumlah 175 set kuesioner, namun kuesioner yang datanya lengkap berjumlah 150 set kuesioner.

Pada tabel 1 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden konsumen (56,67% dari total responden konsumen) yang didapat dari penelitian ini adalah wanita, yaitu sebanyak 85 orang. Sedangkan 65 orang (43,33%) sisanya responden konsumen adalah pria.

Responden yang berusia antara 30sampai 39 tahun merupakan kelompok usia terbanyak yang ditemui, yaitu sebanyak 60 orang (40% dari total responden yang ada), kelompok usia yang lebih tua, yaitu 40 sampai 49 tahun terdiri dari 37 orang (24,67% dari seluruh responden pada penelitian ini). Responden yang berusia antara 20 sampai 29 tahun sebanyak 32 orang atau 21,33% dari total responden. Dan responden yang lebih muda lagi, yakni 15 sampai 19 tahun sebanyak 13 orang atau 9% dari seluruh total responden yang ada. Sedangkan hanya 8 orang atau 5% dari total responden yang mengaku berusia lebih dari 50 tahun.

(11)

No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

1 Gender :

1. Pria 65 43,3%

2. Wanita 85 56,7%

2 Usia :

1. 15 th – 19 th 13 9%

2. 20 th – 29 th 32 21,33%

3. 30 th – 39 th 60 40%

4. 40 th – 49 th

5. > 50 th 37 8 5% 24,67% 3 Tingkat pendidikan terakhir:

1. SMA 2. Diploma 3. S1 4. Lainnya

5 60 75 10

3% 40% 50% 7%

4 Pekerjaan :

1. Karyawan Swasta 68 45,33%

2. PNS

3. Wiraswasta 4. Lainnya

52 18 12

34,67% 12%

8% 5 Pendapatan per bulan :

1. < Rp 1.000.000. 6 4%

2. Rp 1.000.000. – Rp 2.500.000. 3. Rp 2.500.000. – Rp 5.000.000. 4. > Rp 5.000.000.

34 68 42

22,67% 45,33% 28% 6 Frekuensi kunjungan :

1. 1 kali dalam sebulan 73 48,67%

2. 2 kali dalam sebulan 59 39,33%

3. 3 kali dalam sebulan 10 6,67%

4. > 3 kali dalam sebulan 8 5,33% Tabel 1

(12)

atau 3% dari total responden. Kelompok pendidikan diploma dijawab oleh responden dengan jumlah 60 orang (40%) dan yang berlatar belakang lainnya terdapat 7% (10 orang). Berdasarkan jenis pekerjaan, mayoritas responden adalah karyawan swasta, yaitu sebanyak 68 orang (45,33% dari seluruh responden). Sedangkan kelompok kedua terbanyak dari responden ini adalah jenis pekerjaan PNS yang terdiri dari 52 orang atau 34,67% dari total responden. Sebanyak 9 orang (4,9% dari total responden ) yang mengaku sebagai PNS. Dan mayoritas responden adalah wiraswasta sebanyak 18 orang atau 12%, Sedangkan 12 orang atau 8% dari total responden mengaku mempunyai pekerjaan lainnya.

Sekitar 68 orang menjawab bahwa rata – rata jumlah pendapatan mereka tiap bulannya adalah berkisar Rp. 2.500.000 – Rp. 5.000.000. (45,33% dari total responden). Sedangkan 42 orang menjawab bahwa rata – rata jumlah pendapatan mereka tiap bulannya > Rp. 5.000.000. (28% dari total responden). Responden yang berpenghasilan tiap bulannya berkisar antara Rp.1.000.000 – Rp.2.500.000 terdapat 34 orang atau 22,67% dari total responden, sedangkan hanya 6 orang atau 4% dari total responden yang berpenghasilan < Rp.1.000.000.

Mayoritas responden menjawab bahwa jumlah frekuensi kunjungan mereka sebanyak 1 kali dalam sebulan adalah 73 orang (48,67% dari total responden yang ada), sedangkan jumlah frekuensi kunjungan sebanyak 2 kali dalam sebulan adalah 39,33% (59 orang dari total responden). Untuk jumlah frekuensi kunjungan sebanyak 3 kali dalam sebulan

sebanyak 10 orang (6,67% dari total responden) dan responden yang menjawab > 3 kali dalam sebulan sebanyak 8 orang atau 5,33% dari total responden.

Uji Reliabilitas dan Validitas

Keabsahan suatu hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat ukur yang digunakan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan dua macam pengujian yaitu uji validitas atau kesahihan (test of validity) dan uji kehandalan / reliabilitas (test of reliability). Alpha cronbach menunjukkan sejauh mana item-item pengukuran homogen dan merefleksikan konstruk yang sama yang melandasinya (Hermawan, 2003). Alpha cronbach mengindikasikan apabila hasil hubungan memiliki nilai yang tinggi maka instrumen penelitian juga memiliki reliabilitas yang tinggi pada interval concistency dan pada umumnya alpha cronbach digunakan untuk skala interval (Cooper dan Schindler, 2001).

Uji Validitas

(13)

Uji validitas yang dilakukan terhadap instrumen penelitian adalah construct validity yang rnencakup pemahaman argumentasi teoritik yang melandasi pengukuran yang diperoleh. Suatu Construk dianggap memiliki validitas jika koefisien korelasinya > r table.

Uji kesesuaian Model Persamaan Struktural Penelitian bertujuan untuk menguji apakah model yang diusulkan dalam diagram jalur (model teoritis) sesuai atau cocok (fit) dengan data. Evaluasi terhadap Brand Equity (BE) model dilakukan secara menyeluruh (overall test). Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menguji model Brand Equity (BE), yang dipengaruhi oleh Brand Awareness (BA), dan Brand Meaning (BM) yang keduanya dipengaruhi oleh Company Presented Brand (CPB), External Brand Communication (EBC) dan kemudian Brand Meaning (BM) dipengaruhi oleh Customer Experience With Company (CEWC).

Pengaruh struktural yang diuji pada penelitian ini mengasumsikan bahwa Company Presented Brand (CPB), External Brand Communication (EBC) akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Awareness (BA), dan Brand Meaning (BM). Dan Customer Experience With Company (CEWC) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Meaning (BM). dan kemudian Brand Awareness (BA), dan Brand Meaning (BM) yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Equity (BE).

Hasil analisis terhadap model persamaan structural pada model menghasilkan nilai Degree of Freedom (DF) = 143, Chi-square (÷2) = 293,34 Goodness of Fit

Index (GFI) = 0,83, Root Mean Square Residual (RMR) = 0,047 Root Mean Square Residual Error of Approximation (RMSEA) = 0,084; Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0,77; Normed Fit Index (NFI) = 0,96 ; Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0,62

(14)

Berdasarkan hasil output dan gambar di atas model ini sudah sesuai dengan standar GOF yang ditetapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel eksogen Company Presented Brand (CPB), External Brand Communication (EBC), dengan variabel

endogen Brand Awareness (BA), dan Brand Meaning (BM), Dan Customer Experience With Company (CEWC) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Meaning (BM). dan kemudian Brand Awareness (BA), dan Brand Meaning (BM) yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Equity (BE).

Ukuran GOF Target-Tingkat Kecocokan Hasil Estimasi Kecocokan Tingkat Chi-Square

P Nilai yang kecil p > 0.05 Χ

2 = 293.34

(p = 0.00) Kurang Baik

NCP

Interval Nilai yang kecil Interval yg sempit 150.34 (105.18 – 203.27) Kurang Baik

RMSEA RMSEA = 0.08 0.084 Kurang Baik

ECVI Nilai yang kecil

dan dekat dengan ECVI

saturated

M* = 2.60

S* = 2.55 I* = 50.16

Baik (Good Fit)

AIC Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated M

* = 387.34

S* = 380.00

I* = 7473.21

Baik (Good Fit)

CAIC Nilai yang kecil dan dekat dengan CAIC saturated M

* = 575.84

S* = 1142.02

I* = 7549.41

Baik (Good Fit)

NFI NFI = 0.90 0.96 Baik (Good Fit)

NNFI NNFI = 0.90 0.97 Baik (Good Fit)

CFI CFI = 0.90 0.98 Baik (Good Fit

IFI IFI = 0.90 0.98 Baik (Good Fit)

RFI RFI = 0.90 0.95 Baik (Good Fit)

CN CN = 200 89.04 Kurang Baik

RMR Standardized RMR = 0.05 0.047 Baik (Good Fit)

GFI GFI = 0.90 0.83 Marginal Fit

AGFI AGFI = 0.90 0.77 Kurang Baik

Tabel 15

Hasil Uji Kecocokan Keseluruhan Model

*M = Model; S = Saturated; I = Independence

(15)

Uji Hubungan Antar Variabel Laten dengan Variabel Indikatornya

Untuk mengetahui hubungan antar variabel laten dengan indikatornya maka dapat diperiksa nilai t dari mautan-muatan faktor atau koefisien-koefisien yang ada didalam model. Nilai t suatu muatan faktor atau koefisien yang tinggi merupakan bukti bahwa variabel-variabel terukur atau factor-faktor mewakili konstruk-konstruk yang men-dasarinya. Nilai t setiap muatan harus melebihi

nilai kritis yaitu 1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05, atau 2,58 untuk tingkat signifikansi 0,01.

Dalam penelitian ini nilai t yang dipakai adalah 1,96. Nilai t hasil yang melebihi nilai kritis menunjukkan bahwa variabel yang bersangkutan secara signifikan mempunyai hubungan dengan indikator konstruk yang terkait dan juga sebagai verifikasi hubungan antar variabel dan indikator yang telah didefinisikan.

Berikut disajikan gambar output Lisrel Model berdasarkan t-Valuenya:

(16)

Berdasarkan gambar di atas nilai t variabel dan indikator-indikatornya lebih dari nilai yang disayaratkan oleh SEM sebesar 1,96, oleh karena itu variabel dan indikator-indikatornya signifikan.

Berikut disajikan tabel hubungan antar variabel laten dengan variabel indikatornya.

No Indikator Std. Loading Error Loading Std.

Loading2 thitung

1. ADV 0,74 0,45 0,55 9,50

2. PRO 0,82 0,33 0,67 10,57

CPB 1,56 0,78 1,22

3. WOM 0,82 0,33 0,67 11,93

4. PUB 0,89 0,21 0,79 13,64

EBC 1,71 0,54 1,46

5. CS 0,86 0,25 0,74 13,01

6. SERV 0,84 0,29 0,71 12,45

7. ES 0,78 0,39 0,61 11,16

CEWC 2,48 0,93 2,05

8. BA1 0,69 0,52 0,48 0,00

9. BA2 0,71 0,50 0,50 8,05

10. BA3 0,70 0,51 0,49 8,01

11

. BA4 0,79 0,38 0,62 8,81

12. BA5 0,81 0,35 0,66 9,12

BA 3,70 2,26 2,75

13. PV 0,82 0,33 0,67 0,00

14. BP 0,68 0,54 0,46 9,27

15. OA 0,84 0,30 0,71 12,38

BM 2,34 1,17 1,84

16. BE1 0,78 0,39 0,61 0,00

17. BE2 0,74 0,45 0,55 9,53

18. BE3 0,64 0,59 0,41 8,03

19. BE4 0,70 0,51 0,49 8,84

BE 2,86 1,94 2,06

Tabel 16

Hasil Uji Hubungan Antar Variabel Laten dengan Indikatornya

(17)

Sedangkan jumlah error dari loadingnya untuk variabel laten masing-masing adalah : (1) CPB: 0,78 (2) EBC: 0,54. (3)

Selanjutnya dihitung composite reliability dari setiap konstruk dengan menggunakan rumus construct reliability, hasilnya adalah sebagai berikut:

(18)

Dari hasil perhitungan construct reliability dan variance extracted ternyata semua nilai dari variabel laten memenuhi standar yang telah ditetapkan yaitu e” 0,70 untuk nilai construct reliability dan e” 0,50 untuk nilai variance extracted (Wijayanto, Setyo Hari, 2008).

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran suatu data yang ditinjau dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimum. Dalam penelitian ini mean adalah nilai rata-rata keseluruhan responden terhadap pernyataan yang diajukan, sedangkan standar deviasi menunjukkan variasi dari jawaban responden. Nilai minimum adalah jawaban (skala) terendah yang dipilih responden. Demikian

pula nilai maksimum adalah jawaban (skala) tertinggi yang dipilih responden. Statistik untuk setiap variable dalam penelitian ini secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 17 dibawah ini.

Berdasarkan tabel 17 diatas terlihat bahwa variabel company’s presented brand memiliki mean atau rata-rata jawaban responden adalah 4,5608. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa jawaban responden menyatakan bahwa company’s presented brand dinilai tinggi. Hal tersebut dikarenakan Hotel Santika BSD memiliki brand yang ditunjukkan cukup baik. Hal ini terlihat dari iklan dan promosi yang gencar dilakukan agar merek hotel tersebut dapat mudah diingat oleh pelanggannya. Sedangkan nilai standard deviasi memiliki nilai sebesar 1,4462 yang berarti bahwa responden memberikan jawaban yang bervariasi.

MIN M AX MEAN STD

Com pany’s presented brand 1,0000 5,0000 4.5608 1.4462

External brand communication 1,0000 5,0000 4.5704 1.4959

Customer experience 1,0000 5,0000 4.3833 1.3643

Brand awareness 1,0000 5,0000 4.5000 1.4840

Brand meaning 1,0000 5,0000 4.5333 1.4903

Brand Equity 1,0000 5,0000 4.3567 1.4798

(19)

Variabel external brand communication memiliki nilai rata-rata (mean) jawaban responden adalah 4,5704. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa jawaban responden menyatakan bahwa external brand communication dinilai tinggi. Hal tersebut dikarenakan brand yang ditunjukkan oleh Hotel Santika BSD sudah sangat baik. Sehingga komunikasi brand keluar juga dinilai sangat baik dan menimbulkan WOM positif dari para pelanggan. Sedangkan nilai standard deviasi memiliki nilai sebesar 1,4959 yang berarti bahwa responden memberikan jawaban yang bervariasi.

Variabel customer experience memiliki nilai rata-rata (mean) jawaban responden adalah 4,3833. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa jawaban responden menyatakan bahwa customer experience dinilai tinggi. Hal ini dikarenakan Hotel Santika BSD sangat professional dalam memberikan pelayanan. Disini berarti Hotel Santika BSD sangat memperhatikan pengalaman yang ingin diberikan kepada pelanggannya. Sedangkan nilai standard deviasi memiliki nilai sebesar 1,3643 yang berarti bahwa responden memberikan jawaban yang bervariasi.

Variabel brand awareness memiliki nilai rata-rata (mean) jawaban responden adalah 4,5000. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa jawaban responden menyatakan bahwa brand awareness dinilai tinggi. Hal ini dikarenakan para tamu Hotel Santika BSD menilai bahwa mereka seperti mengenal hotel ini. Brand awareness yang diberikan oleh pihak Hotel Santika BSD membuat pelanggan merasa pantas untuk membeli produk/jasa ini. Dengan adanya

kesadaran merek (brand awareness) dibenak pelanggan maka dapat menciptakan persepsi kualitas yang baik, sehingga adanya pembelian kembali oleh pelanggan. Sedangkan nilai standard deviasi memiliki nilai sebesar 1,4840 yang berarti bahwa responden memberikan jawaban yang bervariasi.

Variabel Brand Meaning memiliki nilai rata-rata (mean) jawaban responden adalah 4,5333. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa jawaban responden menyatakan bahwa Brand Meaning dinilai baik dan bagus. Hal tersebut, dikarenakan pelanggan merasa puas melalui kontak langsung dengan pelayanan yang diberikan oleh Hotel Santika BSD sudah sesuai dengan merek yang dijual. Sehingga dari konsumen yang merasa puas dan senang dengan pelayanan yang diberikan akan tercipta Brand Meaning yang tinggi. Sedangkan nilai standard deviasi memiliki nilai sebesar 1,4903 yang berarti bahwa responden memberikan jawaban yang bervariasi.

(20)

Pengujian Hipotesis

Pada tabel 18 merupakan penjelasan dari hasil pengujian hipotesis yaitu sebagai berikut :

presented brand terhadap brand awareness dengan diperoleh nilai t-value 2,57 > 1,96 dan  = 0,23.

Hipotesis Parameter Koefisien value t t Tab Keputusan

H 1 Company’s presented brandterhadap brand awareness mempunyai pengaruh 0,23 2,57 1,96 mendukung H1

H 2 Company’s presented brandterhadap brand meaning mempunyai pengaruh 0,17 2,26 1,96 Mendukung H2

H 3 External brand communication mempunyai

pengaruh terhadap brand awareness 0,77 6,92 1,96 Mendukung H3 H 4 External brand communicationpengaruh terhadap brand meaning mempunyai 0,39 2,11 1,96 Mendukung H4

H 5 Customer experience with companypengaruh terhadap brand meaning mempunyai 0,50 2,61 1,96 Mendukung H5

H 6 Brand awarenessbrand equity mempunyai pengaruh terhadap 0,50 2,32 1,96 Mendukung H6

H 7 Brand meaningbrand equity mempunyai pengaruh terhadap 0,47 2,26 1,96 Mendukung H7 Tabel 18

Hasil Pengujian Hipotesis

Hipotesa 1

Hipotesa pertama menguji apakah company’s presented brand mempunyai pengaruh terhadap brand awareness. Berikut ini adalah penyusunan hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) :

Ho1: Company’s presented brand tidak mempunyai pengaruh terhadap brand awareness

Ha1: Company’s presented brand mempunyai pengaruh terhadap brand awareness

Berdasarkan dari hasil pengujian tabel diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan company’s

Hipotesa 2

Hipotesa kedua menguji apakah company’s presented brand mempunyai pengaruh terhadap brand meaning. Berikut ini adalah penyusunan hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) :

Ho2: company’s presented brand tidak mempunyai pengaruh terhadap brand meaning

Ha2: company’s presented brand mempunyai pengaruh terhadap brand meaning

(21)

presented brand terhadap brand meaning dengan diperoleh nilai t-value 2,26 > 1,96 dan = 0,17.

Hipotesa 3

Hipotesa ketiga menguji apakah External brand communication mempunyai pengaruh terhadap brand awareness. Berikut ini adalah penyusunan hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) :

Ho3: External brand communication tidak mempunyai pengaruh terhadap brand awareness

Ha3: External brand communication mem-punyai pengaruh terhadap brand awareness

Berdasarkan dari hasil pengujian tabel diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan external brand communication terhadap brand awareness dengan diperoleh nilai t-value 6,92 > 1,96 dan  =0,77.

Hipotesa 4

Hipotesa keempat menguji apakah External brand communication mempunyai pengaruh terhadap brand meaning. Berikut ini adalah penyusunan hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) :

Ho4: External brand communication tidak mempunyai pengaruh terhadap brand meaning

Ha4: External brand communication mem-punyai pengaruh terhadap brand meaning

Berdasarkan dari hasil pengujian tabel diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan external brand communication terhadap brand meaning dengan diperoleh nilai t-value 2,11 > 1,96 dan  =0,39.

Hipotesa 5

Hipotesa kelima menguji apakah Customer experience with company mempunyai pengaruh terhadap brand meaning. Berikut ini adalah penyusunan hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) :

Ho5: Customer experience with company tidak mempunyai pengaruh terhadap brand meaning

Ha5: Customer experience with company mempunyai pengaruh terhadap brand meaning

Berdasarkan dari hasil pengujian tabel diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan customer experienxe with company terhadap brand meaning dengan diperoleh nilai t-value 2,61 > 1,96 dan  =0,50.

Hipotesa 6

Hipotesa keenam menguji apakah brand awareness mempunyai pengaruh terhadap brand equity. Berikut ini adalah penyusunan hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) :

Ho6: brand awareness tidak mempunyai pengaruh terhadap brand equity Ha6: brand awareness mempunyai pengaruh

(22)

Berdasarkan dari hasil pengujian tabel diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan brand awareness terhadap brand equity dengan diperoleh nilai t-value 2,32 > 1,96 dan  =0,50.

Hipotesa 7

Hipotesa ketujuh menguji apakah brand meaning mempunyai pengaruh terhadap brand equity. Berikut ini adalah penyusunan hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) :

Ho7: brand meaning tidak mempunyai pengaruh terhadap brand equity Ha7: brand meaning mempunyai pengaruh

terhadap brand equity

Berdasarkan dari hasil pengujian tabel diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan brand meaning terhadap brand equity dengan diperoleh nilai t-value 2,26 > 1,96 dan â =0,47.

Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengujian hipotesa pada tabel 12 diatas, dari ketujuh hipotesa yang digunakan, variabel company’s presented brand, external brand communications, dan customer experience with company mem-punyai pengaruh terhadap brand awareness dan brand meaning sedangkan variable brand awareness dan brand meaning mempunyai pengaruh terhadap brand equity. Adapun pembahasan ketujuh hipotesa yang digunakan adalah sebagai berikut :

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fung So dan King (2009), untuk hipotesa 2, 3, 4, 5 dan 7 tidak terdapat perbedaan dengan penelitian saat ini. Hipotesa tersebut sama-sama mendukung teori yang ada. Brand yang ditunjukkan oleh Hotel Santika BSD sudah sangat baik. Sehingga komunikasi brand keluar juga dinilai sangat baik. Hotel Santika BSD sangat professional dalam memberikan pelayanan. Disini berarti Hotel Santika BSD sangat memperhatikan pengalaman yang ingin diberikan kepada pelanggannya. Para tamu Hotel Santika BSD menilai bahwa mereka seperti mengenal hotel ini.

(23)

jika dibandingkan dengan hotel lainnya yang memiliki fasilitas yang sama.

Pada Hipotesa ke 1 dan 6, terdapat perbedaan dengan hasil penelitian sebelumnya. Dimana pada penelitian sebelumnya hipotesis 1 dan 6 ditolak. Penjelasan dalam hal ini oleh peneliti sebelumnya Fung So dan King (2009) adalah persepsi tentang brand itu sendiri tidak sama. Dan juga pengalaman yang disampaikan dari customer sebelumnya juga berbeda.

Uji Pengaruh Variabel Laten Company Presented Brand, External Brand Communication, dan Customer Experience

With Company dengan Variabel Laten Brand Awareness, dan Brand Meaning, Brand Equity Dari hasil perhitungan LISREL (Gamma) pada gambar 4.3, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara variabel laten eksogenous Company Presented Brand (Ksi), External Brand Communication (Ksi), Customer Experience With Company (Ksi), dengan variabel laten endogenous Brand Awareness (ETA), dan Brand Meaning (ETA), Brand Equity (ETA).

Berikut disajikan pengaruh struktural antara variabel pada model-1 dibawah ini.

(24)

Untuk lebih jelasnya berikut ini ditampilkan hail output lisrel mengenai uji struktural.

Structural Equations

BA = 0.23*CPB + 0.77*EBC, Errorvar.= 0.11 ,R² = 0.89

(0.091) (0.11) (0.045) 2.57 6.93 2.57

BM = 0.17*CPB + 0.39*EBC + 0.50*CEWC,, R² = 1.00

(0.074) (0.18) (0.19) 2.26 2.11 2.61

BE = 0.50*BA + 0.47*BM, Errorvar.= 0.11 , R² = 0.89

(0.21) (0.21) (0.049)

Gambar 5 Model-1 Hubungan Struktural (Standardized Solution)

(25)

Nilai R² sebesar 0,89 pada persamaan diatas berarti bahwa 89% varians Brand Awareness, dijelaskan oleh variabel Company Presented Brand dan External Brand Communication, sedangkan sisanya 11% dijelaskan oleh faktor selain Company Presented Brand dan External Brand Communication. Ini menunjukkan bahwa variabel Company Presented Brand dan External Brand Communication memiliki kontribusi atau pengaruh yang sangat kuat yaitu sebesar 89% terhadap varians variabel Brand Awareness.

Nilai R² sebesar 1,00 pada persamaan diatas berarti bahwa 100% varians Brand Meaning dijelaskan oleh variabel Company Presented Brand, External Brand Communication dan Customer Experience With Company. Ini menunjukkan bahwa variabel Company Presented Brand, External Brand Communication dan Customer Experience With Company memiliki kontribusi atau pengaruh yang sangat kuat yaitu sebesar 100% terhadap varians variabel Brand Meaning.

Nilai R² sebesar 0,89 pada persamaan diatas berarti bahwa 89% varians Brand Equity dijelaskan oleh variabel Brand Awareness dan Brand Meaning, sedangkan sisanya 11% dijelaskan oleh faktor selain Brand Awareness dan Brand Meaning. Ini menunjukkan bahwa variabel Brand Awareness dan Brand Meaning memiliki kontribusi atau pengaruh yang samgat kuat yaitu sebesar 89% terhadap varians variabel Brand Equity. Berdasarkan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa Company Presented Brand dan External Brand Communication berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Awareness dan Brand Meaning. dan

Customer Experience With Company berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Meaning. Brand Awareness dan Brand Meaning yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Equity.

SIMPULAN

Hasil temuan dari penelitian brand equity pada industri jasa hotel Santika di BSD dengan jelas memperlihatkan hasil untuk hipotesis H1 bahwa company’s presented brand mempunyai pengaruh terhadap brand awareness, dan H2 bahwa company’s presented brand mempunyai pengaruh terhadap brand meaning, dan H3 bahwa external brand communications mempunyai pengaruh terhadap brand awareness, dan H4 bahwa external brand communications mempunyai pengaruh terhadap brand meaning. Sedangkan H5 menunjukkan bahwa customer experience with compny mempunyai pengaruh terhadap brand meaning, dan H6 bahwa brand awareness mempunyai pengaruh terhadap brand equity serta H7 menunjukkan bahwa brand meaning mempunyai pengaruh terhadap brand equity.

Implikasi Manajerial

(26)

untuk selalu memberikan berbagai fasilitas yang ditawarkan oleh hotel agar dapat memberikan ketertarikan kepada pelanggan yang datang dengan menawarkan program iklan dan promosi yang menarik seperti, memberikan tawaran-tawaran yang membuat pelanggan tertarik untuk datang berkunjung, dengan memberikan program keanggotaan , dimana melalui keanggotaan tersebut tamu hotel akan mendapatkan poin yang bisa ditukar dengan voucher menginap hotel di seluruh Indonesia, tanpa khawatir untuk blackout date dan expire date. External brand comm-unications, manajer hotel sebaiknya menciptakan value dari hotel tersebut agar dapat meningkatkan WOM positif dari para pelanggan. Customer experience with company, dengan meningkatkan fasilitas hotel, tampilan hotel secara fisik yang menyangkut kenyamanan, penampilan dan atmosfer dari sebuah hotel sehingga menimbulkan pengalaman positif bagi para pelanggan. Brand meaning, dengan meningkatkan kredibilitas sebagai hotel berkelas dengan memberikan fasilitas dan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan yang dijanjikan. Brand awareness dengan memberikan informasi yang jelas dan sesuai kepada para pelanggan maka akan semakin tinggi awareness pelanggan tersebut. Brand equity, Pihak manajer hotel juga sebaiknya membentuk kepribadian hotel yang kuat untuk membedakan dengan hotel sejenis lainnya yang membuat hotel dikenal sebagai hotel yang memiliki kepribadian yang kuat yaitu hotel yang mewah dan eksklusif.

Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini hanya dilakukan di Hotel Santika yang terletak di BSD, Tangerang dan hanya mengambil sampel sebanyak 150 responden. Survey yang dilakukan dalam penelitian ini hanya di salah satu industri jasa yakni jasa hotel saja. Sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian pada industri jasa lainnya seperti restoran, bengkel mobil, asuransi, jasa retail factory outlet, tempat jasa hair and beauty salon, jasa perbankan, dan tempat jasa yang lainnya. Dengan memperbanyak jumlah responden yaitu sebanyak 300-500 responden sehingga dapat teridentifikasi karateristik konsumen dari berbagai macam industri jasa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, D.A. (1991), Managing Brand Equity, The free Press New York, NY.

Aaker D.a. (1996), “Measuring brand equity across prosucts and markets”, California Management Review, Vol. 38 No. 3, pp. 102-20.

Aaker, D.A., Kumar, V., Day, G.S., Lawley, M. and Stewart, D. (2003), Marketing Research: The Second Pacific Rim Edition, 2nd ed., Wiley, Milton, GA. Atilgan, E., Aksoy, S. and Akinci, S. (2005),

(27)

Bailey, R. and Ball S. (2006), “An exploration of the meanings of hotel brand equity”, The service Industries Journal, Vol. 26 No. 1, pp. 15-38.

Bansal, H.S. and Voyer, P.A. (2000), “ Word Of Mouth processes within a service purchase decision context”, Journal of service Marketing, Vol. 3 No.2 pp. 166-77.

Bateson, J. and Hoffman, K.D. (1999), Managing Services Marketing, The Dryden Press, Fort Worth, TX.

Berry, L.L. (2000), “Cultivating service brand equity”, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 28 No. 1, pp. 128-37.

Biswas, A. (1992), “The Moderating role of brand familiarity in reference price perceptions”, Jurnal of Business Research, Vol. 25 No. 3, pp. 68-82. Buil, L, de Chernatory, L. and Martinez, E. (2008),

“A cross-national validation of the Customer-based brand equity scale”, Journal of product & Brand Mangement, Vol.17 No. 6, pp. 384-92. Cobb, Walgren, CJ; Ruble, C. A. & Donthu, N. (1995), Brand equity, Brand preference and purchase intention, Journal of Advertising: Vol. 24, pp. 25-40.

Davis, J.C. (2007), “A conceptual view of branding for services”, Innovative Marketing, Vol. 3 No. 1, pp. 7-14. Douglas, H.K. (2006), in Hoffman, K.D. and

Bateson, J. (Eds), Services Marketing: Concepts, Strategies and Cases, Thomson/South-Western, Mason, OH.

Forgacs, G. (2003), “Brand asset equilibrium in hotel management”, International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 15 No. 6, pp. 340-2.

Gabbott, M. and Hogg, G. (1997), Contemporary Services Marketing Management – A Reader, The Dryden Press, London. Gibson A. (2003), in Brotherton, B. (Ed), The

International Hospitality Industry Structure , Characteristics and Issues, Butterworth-Heinemann, Oxford. Hennig-Thurau, T., Gwinner, K.P. and Gremler,

D.D. (2002), “Understanding relationship marketing outcomes: an integration of relational benefits and relationship quality”, Journal of Service Research, Vol. 4 No. 3, pp. 230-48.

Hermawan, Asep. Pedoman Metodelogi Penelitian Bisnis, Jakarta : LPFE, 2003. Jiang, W., Dev, C.S. and Rao, V.R. (2002), “Brand Extension and customer loyalty : evidence from the lodging industry”, Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, Vol. 43 No. 4, pp. 5-16.

Kapferer, J.N. (2004), The New Strategic Brand Management, Kogan Page, London. Kayaman , R. and Arasli, H.(2007), “Customer

based brand equity: evidence from the hotel industry”, Managing Service Quality , Vol. 17 No. 1 pp. 92-109.

(28)

Keller, K.L. (2008). “Conceptualising, measuring, and managing customer-based brand equity”, Journal of Marketing, Vol. 57 No. 1, pp. 1-22. Kim, H.B., Kim, W.G. and An, J.A. (2003), “The

effect of customer-based brand equity on firms’ financial

performance”, Journal of Customer Marketing, Vol. 20 No. 4, pp. 335-51. Kim, H.B. and Kim, W.G. (2005) “The

relationship between brand equity and firms performance in luxury hotels and chain restaurants”, Tourism Manage-ment, Vol. 26, No. 4, pp. 549-60. Kim, W.G., Jin-Sun, B. and Kim, H.J. (2008),

“Multidimensional customer-based brand equity and its consequences in midpriced hotels”, Journal of Hospitality & Tourism Research, Vol. 32 No. 2,pp. 235-54

Kotler. Philip (2003) Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium. Jakarta : PT. Ikrar Mandiriabadi. Jilid 2.

Lassar, W., Mittal, B. and Sharma, A. (1995), “Measuring customer-based Brand equity”, Journal of Customer Marketing, Vol. 12 No.4

Palmer, R. (2005), “Customer-based brand equity: improving the measurement-empirical evidence”, Journal of Brand and Product Management, Vol. 14 No.3, pp. 143-54.

Payne, R.A., Balasubramanian, s. and Bronnenberg, B.J. (2000), “Exploring the implications of the internet for customer marketing”, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 25 No.4, pp. 329-37.

Prasad, K. and Dev, C.S. (2000), “ Managing hotel brand equity”, Cornell Hotel & Restaurant Administration Quarterly, Vol.41 No. 3, pp. 22-31.

Reimer, J.W. and Kuehn A.S. (2005), “Hotel branding strategy: its relationship to guest satisfaction and room revenue”, Journal of hospitality and Tourism Research, Vol. 28 No. 2, pp. 156-65. Roy, R. and Tei, S. (2003), “An exploration of

the meanings of hotel brand equity”, The Service Industries Journal, Vol. 26 No. 1, pp. 15-38.

Schmitt, B.H. (2003), Customer Experience Management, John Wiley & Sons, Hoboken, NJ.

Sheth, A., and Parvatiyar, C.J. (2006), “Customer behavioral intentions in the hospitality industry”, Australian Journal of Hospitality Management¸ Vol. 6 No. 1, pp. 53-60.

Tepeci, M. (1999), “Increasing brand loyalty in the hospitality industry”, International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 11 No. 5, pp. 223-9. Turley and Milliman, M. (2000), “Increasing brand loyalty in the hospitality industry”, International Journal of

Contemporary Hospitality

Management, Vol. 11 No.5, pp. 223-9. Yoo, B. and Donthu, N. (2001), “Developing and Validating a multidimensional customer based brand equity scale”, journal of Business Researh, Vol.52 No.1, pp. 1-14.

Gambar

Tabel 1
Gambar 2 Model Penelitian
Tabel 15
Gambar 3 Model Penelitian berdasarkan t-Value
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kelincahan adalah kemampuan seseorang mengubah arah dan posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada waktu sedang bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan

Penerapan Asesmen Portofolio pada pembelajaran Sains di kelas 5 Sekolah Dasar memberikan indikasi bahwa guru dalam proses penilaian telah memperhatikan sejumlah

PROSES OKSIDASI DALAM INDUSTRI

Kawiyana, I.K.S., 2009, Crosslink Telopeptida C-Terminal (CTx) sebagai petanda aktivitas Sel Osteoklas pada Osteoporosis Paska Menopause Defisiensi Estrogen.. Bone

Diawali dari wilayah Cordoba, Islam mulai memasuki Spanyol (dahulu Andalusia) pada tahun 93 H (711 M) melalui jalur Afrika Utara di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad

Sedangkan kelompok yang dipijat rata-rata kecepatan pengeluaran ASI 11,68 jam lebih cepat dari pada kelompok yang tidak dipijat, ini sejalan dengan penelitian yang

Melampaui batas 12 mil laut, ada 12 lebih lanjut mil laut dari laut teritorial baseline batas, zona tambahan, apabila negara yang dapat terus menegakkan hukum di empat

Log  menunjukkan defleksi ke arah kanan dengan nilai hampir sama dengan lapisan sandstone# hal ini karena lapisan batuan yang bersifat permeable sehingga terjadi perubahan  pada