KONSEP KERAGAMAN TAFSIR IBN TAIMIYAH DAN
APLIKASINYA PADA
JIHĀD FĪ SABĪLILLĀH
DALAM
KONTEKS KEINDONESIAAN
Oleh
Miftah Khilmi Hidayatulloh NIM : 1320511016
TESIS
Diajukan kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh
Gelar Magister dalam Ilmu Agama Islam Program Studi Agama dan Filsafat Konsentrasi Studi Al-Qur'an dan Hadis
v
MOTTO
ََلاَق
َ
َ يِبَĚلا
َ
Ģَلَص
َ
َهل
َ
َِهْيَلَع
َ
ََمَلَسَو
َ:
«
َ بَحَأ
َ
َِنيِدلا
َ
Ģَلِإ
َ
ََِل
َ
َهةَيِفيِĚَحلا
َ
َهةَحْمَسلا
»
َ
ََوَر
ģِراَخهبلاَهěا
َ(
1
\
11
)َ
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Agama yang paling dicinta
i
Allah adalah
al-
hanīfiyyah al
-sam
ḥ
a
ḥ
(lurus lagi mudah)
”
HR Bukhari (1/16)
Kejar Sukses Dunia dan Akhirat dengan Islam yang
vi
ABSTRAK
Ibn Taimiyah adalah seorang ulama yang memiliki wawasan luas, kritis, radikal dan pemberani. Sifat-sifat yang melekat pada diri beliau ini membuatnya tidak segan-segan mengkritik berbagai mażhab dan aliran Islam yang dominan pada masanya. Seperti mengkritik mażhab Asy’ari melalui kitabnya Al-Risālah al
-Hamawiyah dan Al-’Aqīdah al-Wāsiṭiyyah, mengkritik aliran tasawwuf di Mesir dan
lainnya melalui kitab Bughyah al-Murtād fī al-Rad ‘Ala al-Mutafalsifah wa al-Qarāmiṭah wa al-Bāthiniyyah, wa Naqd Ta’sīs al-Jahmiyyah, wa aqīqah Mażhab
al-Ittiḥāddiyīn aw Waḥdah al-Wujūd wa Buṭlānuhu bi al-Barāhīn al-Naqliyyah wa
al-’Aqliyyah, dan lain sebagainya. Namun radikalitas Ibn Taimiyah dalam memahami agama ternyata tidak hanya melahirkan Islam yang rigid, tetapi juga melahirkan Islam yang fleksibel dan rasional melalui konsep keragaman dalam tafsir Al-Qur’an.
Di sisi lain ditemukan banyak pemaknaan jihad yang rigid dan kaku dengan memaknainya hanya sebatas perang di jalan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Badā’i al-Ṣanā’i, Manḥu al-Jalīl, al-Muhażżab fī al-Fiqh al-Syāfi’i, dan lain sebagainya. Monopoli pemaknaan jihad seperti ini tentu akan menimbulkan dampak-dampak negatif di tengah-tengah masyarakat. Maka konsep keragaman di atas mencoba untuk merekonstruksi makna jihad itu. Sehingga dapat relevan di masyarakat Indonesia saat ini dengan tetap menjaga tradisi Islam salaf.
Biografi Ibn Taimiyah dibahas melalui studi komparasi kritis dari beberapa literatur. Sedangkan konsep keragaman Ibn Taimiyah akan diuraikan berdasarkan karya-karya beliau dan kitab syarh-nya. Analisis kritis akan dilakukan sehingga terkuak dasar kemunculan konsep ini. Aplikasi konsep terhadap tafsir “jihad” akan dimulai dengan menampilkan data-data pemaknaan jihad untuk kemudian direkonstruksi menggunakan konsep keragaman Ibn Taimiyah.
Pada bagian penutup didapatkan kesimpulan bahwa konsep keragaman penafsiran terbentuk berdasarkan realitas yang terjadi dikalangan salaf. Konsep ini juga sangat relevan dan aplikatif untuk umat Islam Indonesia saat ini. Terutama untuk menafsirkan berbagai terma yang memiliki kegandaan makna. Begitu pula terma
jihād fī Sabīlillāh. Terma ini jika dipahami dengan konsep keragaman penafsiran akan memberikan berbagai macam implikasi positif bagi kebaikan umat Islam Indonesia. Bahkan menjadi pelecut yang mendorong umat Islam melakukan berbagai tindakan konstruktif untuk melakukan berbagai macam kebaikan sehingga peradaban Islam yang besar akan terbangun kembali.
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987, tanggal 22
Januari 1988.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
ا alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
Æ ba’ b be
Ì ta’ t Te
Ð ṡa’ ṡ es (dengan titik di atas)
ج jim j Je
ح ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)
خ kha kh ka dan ha
د dal d de
ذ żal ż zet (dengan titik di atas)
ر ra’ r er
æ zai z zet
è sin s es
ì syin sy es dan ye
ð ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)
ض ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)
ط ṭa’ ṭ te (dengan titik di bawah)
ü ẓa’ ẓ zet (dengan titik di bawah)
ع ‘ain ‘ koma terbalik di atas
Ą gain g ge
ف fa’ f ef
Č qaf q qi
Đ kaf k ka
Ĕ lam l el
م mim m em
ن nun n en
و wawu w we
viii
ء hamzah ’ apostrof
ي ya’ y ye
B. Konsonan Rangkap karena Syaddah Ditulis Rangkap
نيáďعتم ditulis muta‘aqqidīn
Êáع ditulis ‘iddah
C. Ta’ Marbutah
1. Bila dimatikan ditulis h
ةÉه ditulis hibbah
ةيçج ditulis jizyah
(Ketentuan ini tidak diperlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah
terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya,
kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan keduanya itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
ءايلوأا ةماåك ditulis karāmah al-auliyā’
2. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat fathah, kasrah atau dlammah
ditulis t.
åûفلا Êاكæ ditulis zakātul fiṭri/ zakāt al-fiṭri
D. Vokal Pendek
--- kasrah ditulis i
--- fathah ditulis a
ix
E. Vokal Panjang
fathah + alif
ةيėهاج ditulis ditulis
a jāhiliyah fathah + ya’ mati
يعسي
ditulis ditulis
a yas’ā kasrah + ya’ mati
ميåك
ditulis ditulis
ī karīm dammah + wawu mati
ضوåف ditulis ditulis
u furūd
F. Vokal Rangkap fathah + ya’ mati
مكنيب ditulis ditulis
ai bainakum fathah + wawu mati
Ĕوق
ditulis ditulis
au qaulun
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof
متنأأ ditulis a’antum
Ìáعأ ditulis u’idat
متåكش نÃل ditulis la’in syakartum
H. Kata Sandang Alif + Lam
1. Bila diikuti Huruf Qamariyah
نآåďلا ditulis al-Qur’ān
èايďلا ditulis al-qiyās
2. Bila diikuti Huruf Syamsiyah ditulis dengan menggandakan huruf
syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf I (el)-nya
ءاěسلا ditulis as-samā’
x
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
ضوåفلا يوذ ditulis żawī al-furūd
xi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah Swt. Zat pemilik kesempurnaan, atas
rahmat dan kasih sayang-Nya terhadap penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini. Salawat dan salam semoga Allah Swt. tetap curahkan kepada Nabi
Muhammad Saw., kepada keluarga, para sahabat, dan umat Islam seluruhnya yang
konsisten mengamalkan sunnahnya.
Penulisan tesis berjudul “Konsep Keragaman Tafsir Ibn Taimiyah dan
Aplikasinya pada Jihād Fī Sabīlillāh dalam Konteks Keindonesiaan” tidak selesai
tanpa kontribusi pihak lain. Maka pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. H. Machasin, M.A. selaku PGS Rektor UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
2. Prof. Noorhaidi, M.A., M.Phil., Ph.D. selaku Direktur Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
3. Ro’fah, BSW., M.A., Ph.D. dan Ahmad Rafiq, M.A., Ph.D. selaku Ketua dan
Sekretaris Prodi Agama dan Filsafat serta para staf.
4. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad, M. Ag. selaku dosen pembimbing yang
menyediakan waktunya untuk membimbing penulisan tesis ini sampai selesai.
5. Bapak Prof. Dr. H. Susiknan Azhari, M. Ag. yang selalu men-support penulis
untuk melanjutkan studi ikhlas untuk menuntut ilmu lillāhi ta‘āla.
6. Para staf dan karyawan perpustakaan utama (UPT) dan perpustakaan
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah menyediakan referensi
xii
7. Ayahanda tercinta Hadjam Dahlan dan ibunda Wastiyah yang mendukung
penuh dan mensuport untuk melanjutkan kuliah ke jenjang Strata 2 (S2).
Semoga Allah Swt. selalu memberikan ridla dalam setiap langkah keduanya.
8. Wa bil khuṣuṣ Intan Puspitasari, S. Psi. yang tercinta. Dukungan, dan
kesabarannya untuk merawat bayi kami berdua Sulthon Attaqi Hilmi telah
memberikan semangat tersendiri pada kami untuk segera menyelesaikan tesis
ini.
9. Teman-teman SQH Non-Reguler; kelas inspirator, pemimpin, kompetitif dan
memiliki visi berkemajuan.
Yogyakarta, 20 Nopember 2015
xiii
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
Tabel 1 Nasab Ibn Taimiyah, 27. Tabel 2 Posisi Konsep Keragaman, 87. Tabel 3 Contoh I Ism al-Mutakāfi', 90. Tabel 4 Contoh II Ism al-Mutakāfi', 91. Tabel 5 Contoh III Ism al-Mutakāfi', 93. Tabel 6 Contoh I Ism al-Mutawāṭi‘, 96.
Tabel 7 Contoh Posisi Mafhūm dan Miṣdāq, 98.
Tabel 8 Kedudukan dan Fungsi Keumuman Bahasa Arab, 109. Tabel 9 Ringkasan Konsep Keragaman Ibn Taimiyah, 111.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….. i
PERNYATAAN KEASLIAN……… ii
PERNYATAAN BEBAS PLAżIASI……… iii
NOTA DINAS PEMBIMBING………. iv
MOTTO………. v
ABSTRAK………. vi
PEDOMAN TRANSLITERASI……… vii
KATA PENGANTAR……… xi
DAFTAR BAżAN DAN TABEL………. xiii
DAFTAR ISI………..……… xiv
BAB I : PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang Masalah………...……. 1
B. Rumusan Masalah……….…. 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………. …. 6
D. Telaah Pustaka……….…. 7
E. Kerangka Teori………..….…... 17
F. Metode Penelitian……….….. 21
G. Sistematika Pembahasan………. 24
BAB II : KEHIDUPAN IBN TAIMIYAH DAN PARADIGMA PENAFSIRAN- NYA………. 26
A. Perjalanan Hidup Ibn Taimiyah (661-728 H)……… 26
B. Tafsir Al-Qur’an Ibn Taimiyah ……….. ………. 54
BAB III : KAIDAH KERAGAMAN DALAM TAFSIR IBN TAIMIYAH….. 61
A. Al-Qur’an Berdasarkan Penafsirannya………. 61
B. Simplifikasi dalam Memahami Al-Qur’an……… 77
C. Integralitas Al-Qur’an dan Integritas Muhammad SAW…….…. 78
D. Keragaman Tafsir Al-Qur’an……… 86
a. Berbeda al-‘Ibārah tetapi Satu al-Musammā……… 88
b. Berbeda al-Miṣdāq tetapi Derivasi dari Satu Mafhūm……… 94
c. Berbeda Lafal tetapi Berdekatan Makna………. 100
xv
E. Sebagian Perbedaan Diterima Utuh, Sebagian yang Lain
Ditolak……… 103
F. Konsep Keragaman Ini Memiliki Jangkauan yang Terbatas……… 111
BAB IV : APLIKASI KONSEP KERAGAMAN PADA AYAT JIH D FĪ SABĪLI- LL H………... 118
A. Korelasi Kajian………... 118
B. Ragam Makna Jihad Fi Sabilillāh………... 124
C. Relevansi dan Implikasi Tafsir………... 127
BAB V : PENUTUP……….. 134
A. Kesimpulan………. 134
B. Saran……… 135 DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ibn Taimiyah adalah ulama yang berpengaruh baik pada zamannya maupun sesudahnya. Beliau dikenal sebagai ulama yang sangat produktif menelurkan
berbagai karya tulis. Beliau hidup bersama masyarakat muslim yang memiliki atensi besar terhadap kajian Islam ditengah gejolak politik yang tidak menentu. Negara juga berada dalam incaran tentara Tartar di sebelah timur dan tentara Salib di sebelah
Barat.
Dalam keadaan seperti ini, Ibn Taimiyah menjadi ulama yang aktif menggerakkan masyarakat muslim untuk berjihad membela negara. Tatkala Tartar
mendekati gerbang Damaskus para ulama melarikan diri bersama sebagian masyarakat menuju Mesir.1 Namun tidak demikian Ibn Taimiyah. Beliau justru mengumpulkan penduduk sehingga mereka bersepakat mengirimkan utusan untuk bernegosiasi dengan Tatār supaya tidak masuk ke Damaskus. Maka Imām Ibn
Taimiyah pergi bersama beberapa utusan lainnya menemui raja Tatār, al-Qāzān.2
1 Muhammad Abu Zahrah, Ibn Taimiyah (661-728 H): Hayātuh wa ‘Ashruh – Arā'uhu wa Fiqhuhu (Kairo: Dār al-Fikr al-‘Arabī, 1991 M) h. 33.
2 Abd al-Salām Hāfiż menyebut Qāzān dengan nama żhāzān. Lih. Abd al-Salām Hāsyim Hāfiż, Al-Imām Ibn Taimiyah (661-728 H), cet. Ke-1, (Mesir: Muṣṭafā al-Bābī al-Halabi, 1389 H/ 1969 M) h.
2
Sampai pada tahun 700 H terdengar bahwa Tatār hendak kembali menyerang
Syām. Berita ini segera tersebar luas di kalangan penduduk Syām. Banyak di antara mereka yang kemudian berkemas meninggalkan Syām. Melihat fenomena ini, pada
hari kedua bulan afar 700 H, Ibn Taimiyah berceramah – dalam majlisnya yang dihadiri berbagai lapisan masyarakat – untuk mengobarkan semangat jihad dengan menyampaikan berbagai dalil dari al-Qur’ān dan Hadiṡ, melarang bersegera
meninggalkan peperangan, dan menganjurkan umat Islam untuk menginfakkan hartanya untuk berjihad di jalan Allah SWT. Tidak hanya dalam khutbah dan ceramahnya, Ibn Taimiyah kemudian membuat sebuah paper untuk memotivasi
semangat jihad umat Islam.3
Keaktifan Ibn Taimiyah dalam membela masyarakat dan negara menjadikannya ulama yang dihormati dan dicintai oleh pemerintah dan masyarakat. Sehingga beliau dipercaya untuk menentukan syeikh di Dār al- adīṡ al-Kāmilah pasca meninggalnya Syeikh Ibn Daqīq al-‘īd pada tahun 702 H. Beliau juga dipercaya
untuk memilih para khātib dan kepala dari berbagai macam madrasah di Damaskus.4
Beliau juga memiliki kedekatan khusus dengan Sulṭān al-Nāṣir Muhammad ibn
Qalāwūn yang membebaskan dia dari penjara Iskandaria dan mengembalikannya ke
Kairo.5 Bahkan ketika Ibn Taimiyah meninggal dunia, Sulṭān al-Nāṣir Muhammad
3
Abu Zahrah tidak menyebutkan judul paper tersebut. Muhammad Abu Zahrah, Ibn Taimiyah (661-728 H)…, h. 35.
4Ibid., h. 43.
3
ibn Qalāwūn segera mengunjungi jenazah beliau di penjara Damaskus. Beliau
kemudian dikuburkan pada waktu aṣar di samping kuburan saudaranya Syarf al-Dīn
AbdulLāh ibn Abd al- alīm – yang telah meninggal lebih dahulu – di pekuburan
sufi Damaskus diantar lebih dari 100.000 penziarah.6
Posisi dan kedudukan Ibn Taimiyah juga menimbulkan sikap tidak suka, iri dan dengki dari sebagian golongan. Golongan tersebut seperti sebagian ulama Asy’ari yang tidak sependapat dengan karya-karya beliau dalam bidang akidah.7 Para sufi yang tidak terima dengan kritikan-kritikan Ibn Taimiyah terhadap kitab Fuṣūṣ
al-Hikam, karangan Ibn Al-’Arabī )w. 638 H(, 8 terutama berkaitan dengan waḥdah al-wujūd. Termasuk golongan-golongan lain yang tidak suka dengan Ibn Taimiyah
adalah golongan Syi’ah yang cara keberagamaannya selalu terancam oleh eksistensi Ibn Taimiyah, para penjabat yang dilengserkan karena nasihat Ibn Taimiyah kepada
Sulṭān, dan lain sebagainya.
Tidak hanya menjadi ulama yang berpengaruh pada zamannya, Ibn Taimiyah
juga menjadi seorang ulama lintas zaman. Pendapatnya masih dipegang oleh sebagian umat Islam bahkan dijadikan sebagai pondasi keberislamannya. Seperti madzhabnya untuk senantiasa mengembalikan setiap permasalahan pada al-Qur’an dan al-Sunnah
secara langsung. Karena ilmu hanya dapat diperoleh dari riwayat yang benar (naql
6Ibid., h. 161-162.
4
muṣaddaq) dan kesimpulan yang diteliti (istidlāl muḥaqqaq).9 Maka dalam
menyelesaikan berbagai permasalahan agama harus dicarikan berbagai dalilnya
dalam al-Qur’an atau sunnah. Sampai ketika dalil tersebut tidak ditemukan maka keumuman bahasa Arab10 digunakan sehingga didapatkan kesimpulan yang argumentatif setelah melalui proses penelitian yang baik.
Berbagai prestasi yang sebagian telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa Ibn Taimiyah adalah seorang ulama yang ensiklopedik. Pendapat akidah dan ilmu kalamnya banyak diteliti dan dijadikan referensi kajian. Begitu pula pendapatnya
dalam fiqh banyak diteliti terutama masalah ṭalaq yang menuai berbagai macam kritik. Salah satu sisi kelebihan beliau yang belum banyak diteliti adalah pendapat-pendapat beliau dalam tafsir al-Qur’an. Lebih menarik lagi karena karya beliau dalam kaidah-kaidah tafsir ini disusun pada akhir masa kehidupannya manakala kematangan
ilmiah telah diperoleh melalu proses kehidupannya yang sangat panjang. Maka karya tafsir ini bisa dikatakan sebagai magnum opus Ibn Taimiyah yang sangat layak diteliti.
Salah satu konsep yang paling menarik dalam kaidah-kaidah tafsir yang diusung oleh Ibn Taimiyah adalah kaidah tentang keragaman tafsir. Kaidah ini
mampu menjadikan tafsir yang literal menjadi tafsir yang fleksibel dan relevan dengan kehidupan umat Islam saat ini. Bahkan konsep ini telah dinukil oleh Mannā’
9 Ahmad ibn Abdul Halim Ibn Taimiyah (661-728 H), Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr (Beirut: Dār Maktabah al-Hayāh, 1490 H/ 1980 M)h. 55.
5
al-Qaṭṭān dalam bukunya Mabāḥiṡ fī Ulūm al-Qur’ān.11 Namun belum ada analisa kritis yang beliau paparkan mengenai konsep tersebut. Beliau juga belum mencoba
untuk mengaplikasikan konsep ini diluar contoh-contoh yang telah disebutkan oleh Ibn Taimiyah dalam bukunya Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr.
Peluang inilah yang peneliti ambil untuk mengkaji lebih lanjut konsep keragaman dalam tafsir menurut Ibn Taimiyah. Kemudian peneliti mengaplikasikan konsep tersebut pada kata “jihad” dalam Al-Qur’an. Kata tersebut dipilih karena memiliki andil yang sangat besar dalam penyebaran dan perkembangan Islam
sehingga menjadi peradaban yang diakui dunia kala itu.
Makna jihad saat itu masih didominasi dengan arti jihad perang di medan
pertempuran. Padahal jika jihad hanya dimaknai perang, maka bisa dipastikan jihad di Indonesia akan ditolak bahkan oleh umat Islam sendiri. Penolakan ini bukan tanpa alasan, namun berbagai alasan logis dan normatif semua menguatkan penolakan ini. Bahwa Negara Indonesia adalah negara yang damai dan umat Islam juga dijamin
untuk melaksanakan ibadah sesuai keyakinannya. Sedangkan perintah jihad perang sangat terkait dengan keżaliman orang-orang kafir Mekkah yang sangat terlihat jelas.
Maka perlu pemaknaan jihad yang lebih relevan dengan masyarakat muslim di Indonesia sehingga dapat diaplikasikan dan berimplikasi positif dalam kehidupan
6
umat Islam. Konsep keragaman tafsir usungan Ibn Taimiyah akan menjawab
tantangan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas muncul beberapa pertanyaan yang dapat
dirumuskan sebagai masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apa konsep keragaman tafsir yang digagas‘Ibn Taimiyyah?
2. Apa Implikasi konsep keragaman inidalam menafsirkan jihād fī sabīlilLāh?
3. Bagaimana aplikasinya dalam konteks keindonesiaan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berangkat dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka ada beberapa hal yang ingin penulis ungkap dalam penelitian ini, yaitu:
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui dan memahami konsep keragaman yang diusung oleh Ibn Taimiyah
b. Merekonstruksi makna jihād fī sabīlilLāh sehingga lebih relevan
c. Mengajak pembaca untuk mengaplikasikan jihad kehidupan sehari-hari. 2. Kegunaan Penelitian
7
b. Melahirkan tafsir jihad yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
D. Telaah Pustaka
Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr adalah buku yang dinisbahkan kepada Ibn
Taimiyah.12 Awalnya buku ini hanyalah kumpulan paper Ibn Taimiyah mengenai kaidah-kaidah umum untuk memahami al-Qur’an, mengetahui tafsir dan maknanya tanpa ada embel-embel judul Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr. Pada tahun 1318 H, Muhammad Jamil al-Syaṭṭī‘ memberi nama manuskrip ini dengan Muqaddimah fī
Uṣūl al-Tafsīr.13
Musā’id ibn Sulaiman menulis Syarh Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr li Ibn
Taimiyah. Buku Muqaddimah yang dijadikan rujukan oleh Musā‘id adalah manuskrip
yang ada di Dār al-Kutub al-Qawmiyah Mesir. Musā‘id menambahkan judul
pembahasan di samping paragraf berdasarkan tema besar paragraf tersebut untuk memudahkan pembaca. Buku ini juga mengomentari dan menguraikan pernyataan
yang ada dalam manuskrip Muqaddimah. Namun demikian, ketika menguraikan tema
12
Tidak diketahui secara pasti kapan Ibn Taimiyah (661-728 H) menulis Muqaddimah fī Uṣūl al
-Tafsīr. Namun berdasarkan data yang ada, diperkirakan beliau menulisnya pada akhir-akhir masa hidupnya. Musâ‘îd ibn Sulaimân ibn Nâshir al-Thayyâr, Syarh Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr li Ibn Taimiyyah, Cet. II (Damâm, Arab Saudi: Dâr Ibn al-Jawzî, 1428 H) h. 12-13
8
keragaman tafsir, beliau tidak menjelaskan asal usul gagasan ini dan tidak
memberikan contoh-contoh diluar yang telah dicontohkan Ibn Taimiyah.14
Selain menyebutkan dua pola konsep keragaman tafsir menurut Ibn Taimiyah, Musā‘id juga menyebutkan dua pola keragaman tafsir lainnya15
sehingga totalnya ada
empat perbedaan yang disebut oleh Ibn Taimiyah sebagai perbedaan tanawwu‘ atau diterjemahkan dengan keragaman. Pertama adalah berbeda al-‘ibārah (istilah) tetapi satu al-musammā (red. maksud); Kedua adalah berbeda al-Miṣdāq tetapi derivasi dari satu makna; Ketiga adalah berbeda lafal tetapi berdekatan makna; dan Keempat
adalah lafal musytarak dan lafal mutawāṭi‘.
Ada hal yang perlu dikritisi dalam klasifikasi konsep keragaman ini. bahwa
lafal mutawāṭī‘ yang merupakan klasifikasi keempat memiliki maksud yang sama dengan klasifikasi pertama. Yaitu berbeda al-‘ibārah (istilah) tetapi satu al-musammā
(maksud). Artinya klasifikasi ini tidak tepat, sehingga peneliti sedikit mengubah format klasifikasi dengan menggabungkan lafal mutawāṭi‘ pada klasifikasi pertama.
Sehingga klasifikasi keempat hanya membahas lafal musytarak saja.16
Perbedaan yang kontradiktif (داضتلا) hampir tidak pernah terjadi dalam khazanah tafsir al-Qur’ân. Perbedaan yang demikian mulai terjadi pasca pembunuhan
14 Musâ‘îd ibn Sulaimân ibn Nâshir al- Thayyâr, Syarh Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr li Ibn
Taimiyyah Cet. II (Damâm, Arab Saudi: Dâr Ibn al-Jawzî, 1428 H) h. 78 15Ibid., h. 88
9
Ustmân ibn Affân (35 H17) sehingga menyebabkan mainstream politik bergulir panas menggerakan perpecahan di kalangan sahabat secara cepat. Muhammad ibn Abdullâh
ibn Abdilqadîr Ghabbân al-Shubhî dalam bukunya Fitnah Muqtal ‘Utsmân ibn Affân menyatakan bahwa pembunuhan ini merupakan pembunuhan yang terencana dan terorganisir dengan baik yang bertujuan untuk melemahkan barisan kaum muslimin. Beliau meyakini bahwa orang Yahudi dengan nama Abdullâh ibn Sabâ’ adalah
dalang yang melatarbelakangi chaos ini.18 Pernyataan Ghabbân al-Subhî itu dikuatkan oleh penelitian ulama-ulama lainnya. Seperti Dr. Sulaimân al-‘Awdah dalam paper-nya yang berjudul ‘Abdullâh ibn Sabâ’ wa Dauruhu fî Isy‘âl al-Fitnah
dan Dr. Sa‘dî al-Hâsyimî dalam bukunya yang berjudul ‘Abdullâh ibn Sabâ’
Haqîqah Lâ Khayâl.19
Muhammad ibn Abdullâh ibn Abdilqadîr Ghabbân al-Shubhî melanjutkan
bahwa perpecahan pasca pembunuhan Usman ibn Affan itu berlanjut pada dua peperangan antara para sahabat. Yaitu perang jamal antara kubu ‘Âisyah RA
melawan kubu Ali ibn Abî Thâlib, dan perang Shiffin antara kubu Mu‘âwiyah ibn Abî Sufyân melawan kubu Alî ibn Abî Thâlib. Kedua perang tersebut berefek buruk
pada pertumbuhan berbagai kelompok politik dengan menjadikan ayat-ayat al-Qur’ân sebagai alat justifikasi. Beliau menukil perkataan Imam Ibn Taimiyah bahwa bid‘ah
17
Tepatnya adalah bulan Dzulhijjah tahun 35 H. Para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai tanggal dan harinya. Muhammad ibn AbdulLâh ibn AbdulQâdir Ghabbân al-Shubhî, Fitnah Muqtal ‘Usmân
ibn Affân RA, Cet. II)Madinah, Arab Saudi: ‘Imâdah al-Bahtsi al-‘Ilmî bi al-Jâmi”ah al-Islâmiyah, 1424 H/ 2003 M) h. 235-237
10
tidaklah terjadi pada zaman Ustmân ibn ‘Affân RA. Namun pasca meninggalnya
beliau, bid‘ah muncul dalam dua bentuk: (1) Bid‘ah al-Khawârij yang mendustai Ali ibn Abî Thâlib; dan )2( Bid‘ah al-Râfidhah yang menuntut keimaman dan kenabian
Ali ibn Abî Thâlib.20
Kitab Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr menyebutkan contoh tafsir mawdhû‘ (berdasar riwayat palsu) dari aliran-aliran tersebut, seperti: (1) Tafsir kata hâd ( داَه) dalam QS al-Ra‘du: 7 ) داَه مْوَق ِل كِلَو( adalah “Ali RA”; )2( Tafsir kata udzun ( ن ذ أ) dalam
QS al-Hâqqah: 12 ( ةَيِعاَو ن ذ أ ¹َģَيِعَت( adalah “telinga Ali RA”.21
Abu Muhammad al-Husain ibn Mas‘ûd ibn Muhammad ibn al-Farâ’ al -Baghawî al-Syâfi‘î )510 H(, seorang ahli tafsir yang mendapatkan pengakuan baik
dari Ibnu Taimiyah22, dalam kitabnya Ma‘âlim al-Tanzîl fî Tafsîr al-Qur’ân
berpendapat bahwa kata hâd ( داَه) dalam QS al-Ra‘du: 7 berarti nabi23 dan kata udzun
( ن ذ أ) dalam QS al-Hâqqah: 12 berarti telinga yang mendengar hal-hal yang datang
dari Allah SWT.24
Ahmad ibn Abdilhalîm Ibn Taimiyyah mencoba menjelaskan
perbedaan-perbedaan yang terjadi itu. Munculah sebuah konsep integral yang dapat menjadi acuan untuk membedakan antara penafsiran yang benar dan yang salah. Dalam
20Ibid., h. 274
21 Ahmad ibn AbdulHalîm Ibn Taimiyyah (661-728 H), Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr di-tahqîq oleh DR ‘Adnân Zarzûr )Damaskus:…, Cet. II, 1392 H/ 1972 M) h. 78
22Ibid., h. 76
23 Abu Muhammad al-Husain ibn Mas‘ûd ibn Muhammad ibn al-Farâ’ al-Baghawî al-Syâfi‘î )510 H(, Ma‘âlim al-Tanzîl fî Tafsîr al-Qur’ân Juz III di-tahqîq oleh AbdurRazâq al-Mahdî, Cet. I (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâst al-‘Arabî, 1420 H( h. 8
11
kitabnya Majmû‘ al-Fatâwâ beliau mengungkapkan bahwa tafsir dapat dibagi berdasarkan sumbernya menjadi dua macam: (1) Tafsir yang disandarkan pada
periwayatan dan (2) Tafsir yang diketahui tidak berdasarkan periwayatan. Macam pertama terbagi menjadi dua: )a( Mungkin mengetahui sahih dan dha‘îf riwayat
tersebut dan )b( Tidak mungkin mengetahui sahih dan dha‘îf riwayat tersebut.25 Macam kedua sering sekali terjebak pada dua kesalahan, yaitu: (a) kelompok yang
telah memiliki konsep kemudian menjadikan al-Qur’ân sebagai penguat konsep tersebut, dan (b) kelompok yang menafsirkan al-Qur’ân hanya berdasarkan bahasa arab sebagaimana dituturkan oleh orang arab tanpa melihat situasi dan kondisi ayat
tersebut turun dan mengenai siapa ayat tersebut turun.26
Tafsir-tafsir yang terjebak pada dua kesalahan di atas bisa dikatakan sebagai sumber munculnya perbedaan yang kontradiktif (داضتلا). Ahmad ibn Abdilhalîm Ibn
Taimiyyah menerangkan lebih lanjut dalam kitab Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr
bahwa ada kitab-kitab tafsir yang terjerumus pada dua poin tersebut, seperti: Tafsir Abd Al-Rahmân ibn Kaisân al-Asham Syaikh Ibrâhîm ibn Ismâ‘îl ibn ‘Ulyah, Abu ‘Alî al-Jubbâ’î, Tafsir al-Kabîr karangan al-Qâdhi ‘AbdulJabbâr ibn Ahmad al -Hamdânî, ‘Alî ibn ‘Îsâ al-Rummânî dan Kasyâf karangan Abû Qâsim
al-Zamakhsyarî. Mereka adalah para mufassir beraliran mu‘tazilah yang menjadikan al -Qur’ân sebagai justifikasi terhadap alirannya. Aliran-aliran lain yang masuk dalam
25 Ahmad ibn AbdulHalîm Ibn Taimiyyah (661-728 H(, Majmû‘ al-Fatâwâ di-tahqîq oleh AbdurRahmân ibn Muhammad ibn Qâsim )Arab Saudi: Mujamma‘ al-Mulk Fahd, …, 1426 H/ 1995 M) h. 344.
12
kategori ini seperti Khawârij, Râfidhah, Jahmiyyah, Qadariyyah, Murji’ah, dan lain
sebagainya.27
Perbedaan Kedua yang terjadi dalam tafsîr al-Qur’ân adalah keragaman tafsir (ع ونتلا) sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Ini menjadi menarik untuk diteliti
lebih lanjut karena konsep keragaman ternyata memiliki kemiripan pembahasan pada kajian al-mafhûm dalam ilmu mantiq dan konsep kegandaan makna Stephen Ullmann.
Abdulhâdî al-Fadhlî dalam kitabnya Mużakkarah al-Manṭiq menyatakan bahwa al-mafhûm dibagi menjadi dua, yaitu: al-kullî dan al-juz’î. Salah satu jenis al-mafhûm al-kullî adalah al-mutawâthi‘. Kata al-mutawâthi‘ berarti pemahaman yang
dibawahnya mencakup pemahaman-pemahaman parsial yang setingkat. Seperti manusia, emas, dan lain sebagainya.28
Pemahaman yang lebih mudah bisa dibaca dalam buku Ilmu Mantik; Teknik
Dasar Berpikir Logik karangan Baihaki, A.K. pada pembahasan nau‘ hakîkî, sub-bab:
Pembagian Lafal Kullî; bab III: Pembahasan tentang Lafal. Pada pembahasan ini,
beliau menjadikan insân (manusia) sebagai contoh nau‘ yang berada dibawah
27 Ahmad ibn AbdulHalîm Ibn Taimiyyah (661-728 H), Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr di-tahqîq oleh DR ‘Adnân Zarzûr )Damaskus:…, Cet. II, 1392 H/ 1972 M( h. 82
13
hayawân (jins). Di dalam lafal insân (manusia) banyak hakikat yang sama, seperti:
Amin, Mustafa, Hudari, Ali dan lain-lain.29
Ibn Taimiyah adalah seorang ulama yang sangat produktif. Tidak hanya dalam ranah ilmu kalam dan fikih, sebetulnya beliau juga sangat produktif dalam
menafsirkan al-Qur’an. Namun beliau belum pernah memiliki satu buku yang secara khusus menghimpun penafsiran tersebut. Sampai kemudian penafsiran-penafsiran beliau itu dikumpulkan menjadi satu. Orang yang pertama kali mengumpulkan dan menerbitkan tafsir beliau adalah Abd al- amad Syarf al-Dīn pada
tahun 1374 H di India. Namun tafsir yang diterbitkan baru sebatas 6 surat saja: al-A’la, al-Syams, al-Lail, awal al-‘Alaq, al-Bayyinah dan al-Kāfirūn.30
Abd Al-Raḥmān ibn Muhammad ibn Qāsim menyusun tafsir Ibn Taimiyah secara lengkap dan dimasukkan pada juz XIII – XVII dari penelitiannya yang kemudian diberi judul Majmū‘ al-Fatāwā li Ibn Taimiyah.31 Muhammad al-Sayyid Glend juga mengumpulkan tafsir-tafsir Ibn Taimiyah melalui literatur-literatur yang
sudah dicetak dan manuskrip-manuskrip yang belum dicetak. Namun Iyyād ibn AbdulLaṭīf berpendapat bahwa buku żlend masih sangat kurang dan tidak banyak tambahan yang diberikan. Bahkan hampir sama dengan tafsir yang ada dalam
29 Baihaqi A. K., Ilmu Mantik; Teknik Berpikir Logik, Cet. I(ttp. : Darul Ulum Press, 1996) h. 43 30
Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I
di-taḥqīqoleh Iyyād ibn Abdil Lathīf ibn Ibrāhīm al-Qaysī, Cet. I )Arab Saudi: Dār Ibn al-Jawzī, 1432 H) h. 15
14
Majmū‘ al-Fatāwā.32 Kemudian pada jilid ketiga penelitian ini terlihat pembahasan
sama dengan pembahasan yang telah dilakukan oleh Abd al- amad Syarf al-Dīn.33
Ulama terakhir yang mengumpulkan tafsir Ibn Taimiyah adalah Iyyād ibn AbdulLaṭīf al-Qaysī. Beliau mengumpulkan berbagai tafsir Ibn Taimiyah dari
kitab-kitabnya yang telah tercetak dan bahkan sebagian yang masih menjadi manuskrip dan belum tercetak. Beliau juga melakukan penelitian terhadap hadis-hadis, aṡar- aṡar, dan pendapat-pendapat dalam tafsir ini.34
Penelitian yang dilakukan al-Qaysī memberikan pemahaman kepadanya terhadap beberapa keistimewaan Ibn Taimiyah dalam menafsirkan al-Qur’ān. Di antaranya adalah konsistensi Ibn Taimiyah terhadap metode tafsir yang sistematis
mulai menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, hadis, perkataan sahabat, perkataan tabi‘īn. Ketika belum mendapatkan kejelasan setelah empat proses tersebut,
hendaknya mengembalikan pada keumuman bahasa Arab. Ahli tafsir yang paling memahami bahasa Arab menurut Ibn Taimiyah adalah Ibn ‘Aṭiyyah yang keilmuannya bermażhab sibawaih dan orang-orang Baṣrah.35
32
Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I
…, h. 16
33 Artinya, Glend disinyalir telah melakukan plagiarism dalam penelitiannya. Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I …, h. 16
34
Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I
…, h. 17
15
Penelitian Iyyād ibn Abdullaṭīf al-Qaysī ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1432 H berdasarkan halaman sampul pada tafsir Ibn Taimiyah cetakan I. Kitab
ini terdiri dari 7 jilid, berisi biografi Ibn Taimiyah sebagai seorang ahli tafsir, artikel berisi kesungguhan para ulama dalam mengumpulkan tafsir Ibn Taimiyah, kitab-kitab Ibn Taimiyah yang menjadi sandaran dalam penyusunan tafsir Ibn Taimiyah dan
tafsir Ibn Taimiyah dari al-Fatihah sampai al-Nas.36
Penelitian tentang Ahmad ibn Abdilhalîm Ibn Taimiyyah baik biografi maupun pemikiran-pemikirannya banyak menyedot perhatian para peneliti dari
belum pernah tersentuh untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut. Di bawah ini adalah beberapa penelitian tentang Ibn Taimiyah yang berhasil penulis temukan.
Fatimah Tuzzahro telah meneliti konsep keragaman Ibn Taimiyah dalam skripsinya yang berjudul Ibn Taimiyah dan At-Tafsir Al-Kabir. Beliau menukil konsep tersebut sebagaimana tertulis dalam kitab Muqaddimah fī Ushūl al-Tafsīr
tanpa memberikan analisa lebih lanjut tentang konsep keragaman ini. Sedangkan tesis
ini mencoba memetakan posisi konsep keragaman Ibn Taimiyah ini terhadap konsep-konsep lainnya yang tertulis dalam kitab Muqaddimah fī Ushūl al-Tafsīr dengan menambah pendekatan sejarah pada beberapa pembahasan.37
36 Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I …, h. 637
16
Pada penelitian selanjutnya, penulis mendapatkan pembahasan Dikotomi Mutawatir – Ahad (Studi Atas Pemikiran Ibn Taimiyah) yang diteliti oleh Koiril
Anwar. Penelitian itu sama sekali tidak menyebutkan hadis-hadis atau konsep hadis yang berhubungan dengan konsep keragaman Ibn Tamiyah. Ada satu pembahasan yang memiliki korelasi terhadap konsep keragaman Ibn Taimiyah, yakni Sikap Ibn Taimiyah Ahli Ra’yu. Hal ini terkait ra’yu bayānī yang digunakan oleh Ibn Taimiyah
dalam memahami konsep keragaman yang ia usung. Tampak bahwa ra’yu yang dimaksud peneliti dalam skripsinya adalah ra’yu burhānī. Namun sesungguhnya peneliti sedikit menyinggung masalah ra’yu bayānī ketika mengatakan “Standar dalil rasio disebutkan dalam Al-Qur’an” – yang dipahami secara simpel38 – walaupun
tidak secara eksplisit.39
Pembahasan makna jihad sudah diteliti oleh Erwin Notanubun melalui
pendekatan historis, tepatnya melalui kerangka ayat-ayat makkiyah dan madaniyah. Pendekatan ini mampu menjadikan makna jihad lebih luas.40 Walaupun memiliki hasil yang mirip dengan tesis ini, namun tesis ini tidak hanya menggunakan pendekatan historis saja. Karena aplikasi Metode lingustik dengan menggunakan
konsep keragaman Ibn Taimiyah yang akan dilakukan pada penelitian tesis ini juga
38 Sebagaimana konsep Ibn Taimiyah untuk menggunakan keumuman bahasa Arab untuk memahami Al-Qur’an. Ahmad ibn Abdul alīm Ibn Taimiyah )661-728 H), Muqaddimah…, h. 105
39 Khoirul Anwar, Dikotomi Mutawatir – Ahad (Studi Atas Pemikiran Ibn Taimiyah) (Yogyakarta: Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2004) h . 60
40 Erwin Notanubun, Respon Sarjana Muslim Indonesia Terhadap Penafsiran Kelompok Teroris
17
akan memperluas makna jihad bahkan lebih luas dibanding hanya menggunakan
pendekatan historis.
E. Kerangka Teori
Ibn Taimiyah adalah pribadi yang kotroversial. Banyak di antara ulama yang menganggap beliau sebagai seorang ulama besar. Namun tidak sedikit di antara para
ulama yang tidak sependapat dengan beliau bahkan cenderung memusuhi beliau. Salah satu penyebab terjadinya clash di antara para ulama dalam melihat Ibn Taimiyah adalah masalah otentisitas sumber yang digunakan untuk menggali informasi tentangnya serta realitas perbedaan ilmu kalam, fikih dan metode berfikir antara Ibn Taimiyah dengan golongan ulama lainnya. Terlebih lagi sikap kritis dan
pemberani yang melekat pada diri Ibn Taimiyah menyebabkan orang yang tidak suka kepada beliau bertambah banyak. Maka untuk menjaga objektivitas kajian terhadap biografi beliau, akan dilakukan studi komparasi antara sumber-sumber yang berbicara
mengenai biografi Ibn Taimiyah.
Setelah alur sejarah Ibn Taimiyah dapat terurai, maka dilakukan studi kritis
18
tendensi apapun atau beliau hanyalah seorang ulama penjilat penguasa, hipokrit, tidak
berintegritas dan tidak konsisten dengan pendapat-pendapatnya.
Perbedaan terbagi menjadi dua, tuḍād dan tanawwu‘. Perbedaan tuḍād adalah perbedaan yang kontradiktif sehingga dua atau lebih pendapat yang berbeda tidak
dapat dibenarkan semua, namun hanya bisa diambil sebagian saja. Sedangkan
tanawwu‘ adalah perbedaan antara dua atau lebih pendapat yang dapat dibenarkan
semuanya.
Ibn Taimiyah (661-728 H) berpendapat bahwa perbedaan tuḍād dan tanawwu‘ muncul dari perbedaan sumber penafsirannya. Dalam kitab Majmû‘ al-Fatâwâ
diungkapkan bahwa tafsir dapat dibagi berdasarkan sumbernya menjadi dua macam;
Pertama, tafsir yang disandarkan pada periwayatan (naql muṣaddaq). Macam
pertama terbagi menjadi dua: (a) Mungkin mengetahui saḥīḥ (maqbūl) dan dha‘îf riwayat tersebut dan (b) Tidak mungkin mengetahui sahih dan ḍa‘îf riwayat tersebut.41 Berdasarkan sumber pertama ini, dapat dipahami bahwa ketika terjadi
perbedaan tafsir yang keduanya berasal dari sumber yang saḥīḥ (maqbūl) maka perbedaan ini adalah tanawwu‘. Jika pendapat pertama berdasarkan sumber yang saḥīḥ (maqbūl) sedangkan pendapat kedua berdasarkan sumber yang ḍa‘îf atau
ditidak diketahui kualitas khabar-nya, maka perbedaan ini adalah tuḍāḍ.
19
Kedua, tafsir yang diketahui tidak berdasarkan periwayatan (al-istidlāl al -muḥaqqaq). Macam kedua sering sekali terjebak pada dua kesalahan, yaitu: (a)
kelompok yang telah memiliki konsep kemudian menjadikan al-Qur’ân sebagai penguat konsep tersebut, dan (b) kelompok yang menafsirkan al-Qur’ân hanya berdasarkan bahasa arab sebagaimana dituturkan oleh orang arab tanpa melihat situasi dan kondisi ayat tersebut turun dan mengenai siapa ayat tersebut turun.42 Maka
jika perbedaan itu bersumber dari dua kesalahan di atas, maka yang akan muncul adalah perbedaan tuḍāḍ. Selanjutnya, penelitian ini hanya membahas perbedaan
tanawwu‘ dan tidak membahas perbedaan tuḍāḍ. Asumsi yang ada adalah suatu
perbedaan jika tidak masuk dalam kategori tanawwu‘ menurut konsep keragaman,
maka itu perbedaan tuḍāḍ.
Konsep kegandaan makna Stephen Ullmann akan digunakan untuk
mengokohkan konsep keragaman Ibn Taimiyah. Kegandaan makna adalah salah satu pembahasan ilmu semantik43 yang benar-benar terjadi pada fenomena kebahasaan sehari-hari. Tidak terbatas pada satu bahasa saja, namun juga terjadi dalam bahasa Inggris, Indonesia, Arab dan lainnya. Konsep Stephen Ullmann paling tidak memiliki
dua kesamaan pola dengan konsep Ibn Taimiyah. Pertama konsep name-sense
42
Ibid., h. 355.
20
Stephen Ullmann44 memiliki kemiripan dengan konsep ibārah-musammā. Sedangkan kedua, konsep polisemi Stephen Ullmann sama persis dengan konsep musytarak Ibn
Taimiyah walaupun objek pembahasannya pada bahasa yang berbeda.
Ibn Taimiyyah – secara sadar atau tidak sadar – juga menggunakan ilmu
mantik (logika)45 untuk menguatkan hujjah-nya dalam memahami perbedaan tafsir yang terjadi dikalangan sahabat dan tâbi‘în. Beberapa bagian ilmu mantik (logika) yang digunakan oleh Ahmad ibn Abdilhalîm Ibn Taimiyyah untuk mengokohkan argumennya adalah konsep tentang makna. Ilmu manṭiq membagi makna menjadi
dua, yaitu: al-mafhūm wa al-miṣdāq. al-mafhūm adalah makna yang ada di dalam akal – masih berupa konsep. Contoh mafhūm manusia adalah makhluk hidup yang mampu berfikir. Makna yang demikian adalah makna yang ada dalam akal, maka disebut dengan al-mafhūm. Sedangkan al-miṣdāq46adalah makna yang berada diluar
akal. Contoh miṣdāq manusia adalah Muhammad, Mukhtar, Mukhlas, Abror dan lain sebagainya. Makna yang demikian adalah makna yang berada di luar akal, yang empiris alias mampu diindera.
Ibn Taimiyah telah memunculkan konsep keragaman dalam buku
Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr. Penelitian yang beliau lakukan tidak lain berdasarkan
44Ibid., h. 73-74
45 Ilmu mantik (logika) disusun dan disempurnakan oleh Aristoteles yang hidup antara tahun 384 SM sampai 322 SM. Kelompok safasthah yang selalu melakukan penyesatan-penyesatan berfikir agaknya menjadi faktor pendorong untuk mengkonstruksi ilmu logika untuk mendebat pendapat kelompok ini. Tantangan ini dijawab oleh Aristoteles (384-322 SM) dan murid-muridnya, yang kemudian ilmu ini dikenal dengan sebutan ilmu mantik dikalangan umat Islam. Baihaqi A. K., Ilmu Mantik…, h. 2-3 46al-Miṣdāq berasaldari kata al-mā ṣadaq atau al-man ṣadaq. Lih. Abdul Hādī al-Faḍlī, Mużakkarah
21
metode induktif. Data yang diperoleh adalah data-data dari pengalaman akademis beliau selama berkecimpung di dunia ilmiah.47 Metode ini menghasilkan konsep
keragaman yang telah terbukti berdasarkan data-data tersebut. Konsep yang telah terbentuk ini akan dibahas dan diaplikasikan pada beberapa fenomena kebahasaan dengan metode deduktif. Supaya pembahasannya semakin bermanfaat, maka
penafsiran jihad juga akan diuji dengan konsep ini.
Pengujian tafsir jihad dalam tafsir Ibn Taimiyah dilakukan dengan metode induktif. Pengumpulan data dilakukan melalui kajian literatur terhadap tafsir Ibn
Taimiyah yang telah diteliti oleh Iyyād ibn AbdulLaṭīf al-Qaysī. Setelah data didapatkan, maka perbedaan penafsiran dalam kata jihad fī sabililLāh dikaji. Kemudian ditentukan asal usul perbedaan tersebut apakah dari sumber otentik yang bisa diketahui ṣaḥīḥ-ḍa‘īf-nya atau merupakan ijtihad ulama. Klasifikasi perbedaan
tersebut juga dibahas sehingga terungkap termasuk pada pola yang mana48 perbedaan penafsiran jihad itu terjadi.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan di mana literatur memiliki peran sangat urgen dalam pengumpulan data dan sumber analisa. Data literatur digunakan sebagai data primer dalam tesis ini. Maka bisa dikatakan bahwa metode penelitan ini
adalah literatur murni.
47 Sebagaimana disinyalir bahwa Ibn Taimiyah (661-728 H) menulis Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsir pada akhir-akhir masa hidupnya.
22
Berbagai metode dan pendekatan akan digunakan untuk menyempurnakan penelitian ini. Studi komparatif akan dilakukan untuk menganalisis biografi Ibn
Taimiyah secara kritis. Pendekatan bahasa digunakan untuk menganalisa fenomena konsep keragaman Ibn Taimiyah. Pendekatan sejarah digunakan untuk menambah data pemaknaan jihad dan pendekatan sosial dilakukan untuk mengetahui dampak
sosial yang ditimbulkan dari penafsiran jihad.
Beberapa elemen penting yang perlu diuraikan untuk menjadikan hasil
penelitian ini bisa dipertanggungjawabkan yaitu:
1. Sumber Data
a. Sumber data primer, berupa buku kumpulan karya-karya Ibn Taimiyah
dibidang tafsir dan uṣūl al-tafsīr. Buku tersebut adalah Muqaddimah fī
Uṣūl al-Tafsīr yang diteliti dan disusun oleh ‘Adnān Zarzūr dan
al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr yang terdiri dari 7
jilid disusun oleh Iyyād ibn Abdil Lathīf al-Qaysī.
b. Sumber data sekunder, berupa buku yang berbicara tentang biografi atau karya Ibn Taimiyah seperti: Syarh Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr
li Ibn Taimiyyah karangan Musâ‘îd ibn Sulaimân ibn Nâshir al-
Thayyâr, Ibn Taimiyah: Hayātuh wa ‘Ashruh – Arā'uhu wa Fiqhuhu
23
asumsi bahwa bahwa buku keIslaman berbahasa Arab lebih baik dari buku terjemahan. Rujukan website juga digunakan untuk memperoleh
data-data tambahan tentang masalah sosial yang banyak diunggah oleh instansi terkait dan sulit untuk ditemukan dalam buku.
2. Teknik Pengumpulan Data
Seluruh data yang didapatkan dalam literatur dan berkaitan dengan tesis ini
akan segera disimpan dan dimasukkan dalam salah satu bagian dari tesis ini untuk kemudian dikaji dan dianalisis lebih lanjut.
3. Teknik Analisis Data
Data sejarah ditulis dalam bentuk narasi kritis dengan tetap menjaga hal-hal
prinsipil. Data yang satu akan dikomparasikan dengan data lainnya sehingga didapatkan data yang otentik. Data yang berkaitan dengan konsep Ibn Taimiyah dalam tafsir akan disinkronkan antara satu dengan yang lain sehingga menjadi sebuah informasi yang integral. Data ini juga akan diuji
dengan fenomena keseharian sehingga terbukti keabsahannya. Data yang berkaitan dengan jihad tanpa perang akan dianalisa lebih lanjut menggunakan pendekatan sosial.
4. Tehnik Pengambilan Kesimpulan
-24
Tafsīr akan dipaparkan terkait asal-usul konsep keragaman yang akan dikaji.
Seluruh konsep ini kemudian akan dicari korelasinya sehingga ditemukan
bagaimana konsep-konsep tersebut dapat menyimpulkan eksistensi konsep keragaman. Penafsiran jihad akan dikomparasikan antara penafsiran yang dominan dan penafsiran berdasarkan konsep keragaman. Analisa dampak sosial juga akan dilakukan sehingga dapat diketahui efek positif yang akan
ditimbulkan dari penafsiran tersebut. Sehingga tampak bahwa penafsiran jihad berdasarkan konsep keragaman akan memberikan dampak positif bagi kehidupan umat Islam di Indonesia.
G. Sistematika Pembahasan
Di bawah ini, dipaparkan sistematika pembahasan secara ringkas:
Bab I: Pendahuluan
Pada bab pendahuluan dipaparkan apa yang telah diuraikan dalam proposal tesis. Yaitu: latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan
Bab II: Kehidupan Ibn Taimiyah dan Penafsirannya
Bab ini memaparkan nasab, perjalanan hidup Ibn Taimiyah dan situasi dan kondisi politik di kerajaan Mamalik.
25
Awalnya dibahas berbagai konsep yang ada dalam kitab Muqaddimah fī Uṣūl
al-Tafsīr yang dapat mengantarkan pada pemahaman dan eksistensi konsep
keragaman. Konsep keragaman akan dibahas berdasarkan data yang diperoleh dan dikokohkan dengan contoh fenomena kebahasaan sehari-hari.
Bab IV: Aplikasi Konsep Keragaman Pada Jihād Fī Sabīlillāh
Korelasi kajian jihad dengan kajian sebelumnya dibahas untuk mengetahui kelayakan pembahasannya. Selanjutnya akan diuraikan makna jihād fī
sabīlilLāh. Setelah itu akan dikaji relevanitas dan implikasi dari penafsiran
jihād fī sabililLāh yang didasarkan pada konsep keragaman.
Bab V: Penutup
Pada bagian ini ditulis kesimpulan dari pembahasan di atas serta saran-saran
134
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian yang sudah dilakukan di atas membuahkan beberapa kesimpulan:
1. Konsep keragaman penafsiran Ibn Taimiyah terbangun berdasarkan realitas penafsiran salaf. Artinya konsep ini diteliti secara induktif. Konsep ini juga didukung oleh konsep-konsep lainnya, seperti: Empat bagian al-Qur’an
berdasarkan penafsirannya, simplifikasi pemahaman al-Qur’an dan integralitas al-Qur’an dan integritas nabi Muhammad SAW.
2. Ketika jihad dimaknai tidak hanya dengan berperang berdasarkan konsep keragaman ini., maka aplikasi jihad sangat relevan dengan kehidupan umat Islam Indonesia. Seperti jihad konstitusi, jihad politik, jihad ekonomi, jihad
pendidikan, jihad akhlak, jihad nafsi dan lain sebagainya. Dimana jenis-jenis jihad non-perang (jihād bi lā qitāl) ini memiliki implikasi positif yang lebih besar dari pada jihad perang jika dilakukan di Indonesia saat ini.
3. Implikasi penafsiran jihad non-perang ini seperti: umat Islam menjadi
135
kedudukan yang didapatkan dan pada akhirnya umat Islam dapat menjadi penentu kebijakan bangsa sehingga dapat selalu berpihak kepada umat Islam
Indonesia, dan juga umat Islam Internasional.
B. Saran
Beberapa pola keragaman penafsiran Ibn Taimiyah masih dapat dikembangkan lebih lanjut selama memenuhi prinsip-prinsip penafsiran yang diusung oleh beliau. Di antara prinsip tersebut telah dipaparkan pada bab III. Untuk mengetahui prinsip penafsiran lainnya, dapat ditelaah dalam kitab beliau
Muqaddimah fī Ushūl al-Tafsīr. Selain pengembangan konsep, objek penafsirannya
pun sangat mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut. Sehingga walaupun menggunakan pendekatan yang literal-bayānī, hasil penafsirannya tetap memiliki fleksibilitas dan relevan dengan kehidupan saat ini. Di antara objek penafsiran yang
136
DAFTAR PUSTAKA
‘Alīsy Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad, Manh al-Jalīl Syarh Mukhtaṣar
Khalīl, Beirut: Dār al-Fikr, 1409 H/ 1989 M
Anwar Khoirul, Dikotomi Mutawatir – Ahad (Studi Atas Pemikiran Ibn Taimiyah), Yogyakarta: Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2004
Asfahānī Husain ibn Muhammad al-Rāghib al-, al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur’ān Juz I di-taḥqīq oleh afwān ‘Adnān al-Dāwūdī, Cet. I Beirut: Dār al-Qalam, 1412 H
‘Aṭiyah AbdulHaq ibn żhālib Ibn )w. 542 H(, al-Muḥarrār al-Wajīz fī tafsīr al-Kitāb al-‘Azīz Juz IV di-taḥqīq oleh ‘AbdusSalām ‘AbdusSyāfī Muhammad, Cet. I,
Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1422 H
Baiṭār Muhammad Bahjah al-, ayāh Syaikh al-Islām Ibn Taimiyah (661-728 H), cet. ke-3, Beirūt: al-Maktab al-Islāmī, 1407 H/ 1986 M
Baghawî Abu Muhammad al-Husain ibn Mas‘ûd ibn Muhammad ibn al-Farâ’ al- (510 H), Ma‘âlim al-Tanzîl fî Tafsîr al-Qur’ân Juz III di-tahqîq oleh AbdurRazâq al-Mahdî, Cet. I, Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâst al-‘Arabî, 1420 H Baihaqi A. K., Ilmu Mantik; Teknik Berpikir Logik, Cet. I, ttp. : Darul Ulum Press,
1996)
Bukhārī Muhammad ibn Ismā‘īl al-, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī di-taḥqīq oleh Muhammad Zahīr ibn Nāṣīr al-Nāṣīr, Cet. I )ttp.: Dār Ṭūq al-Najāh, 1422 H(
Darwīsy Muhyī al-Dīn Ahmad Muṣṭafa al- (w. 1403 H), I‘rāb al-Qur’ān wa Bayānuhujuz IV, Cet. IV, Beirut: Dār Ibn Kaṡīr, 1425 H
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemahan, Semarang: CV. Toha Putra, 1989 M Fadl Khaled M. Abou El, Atas Nama Tuhan; Dari Fiqh Otoriter ke Fikih Otoritatif
terj. Speaking in God’s Name: Islamic Law, Authoriy, and Women oleh R. Cecep Lukman Yasin, Cet. I, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 1425 H/ 2004 M Faḍlī Abdul Hādī al-, Mużakkarah al-Manṭiq, Qum, Irān: Mu’assasah Dār al-Kitāb
al-Islāmī, t.t.
137
Hāfiż Abd al-Salām Hāsyim, Al-Imām Ibn Taimiyah (661-728 H), cet. Ke-1, Mesir: Muṣṭafā al-Bābī al-Halabi, 1389 H/ 1969 M
Haikal Muhammad Khair, al-Jihād wa al-Qitāl fī al-Siyāsah al-Syar‘iyyah Juz I (ttp.: Dār Ibn Hazm, t.t.(
Hanbal Ahmad ibn Muhammad ibn, Musnad al-Imām Ahmad ibn Hanbal Juz 42, cet. ke-1, ttp.: Mu’assasah al-Risālah, 1421 H/ 2001 M
azūrī usām al-Dīn ‘Abbās al-, al- arakah al-Fikriyyah wa Marākizuhā fī Niyābah Dimasyq fī ‘Aṣr al-Mamālik al-Baḥriyyah, Damaskus: Wizārah al- aqāfah; al-Hay’ah al-‘ mah al-Sūriyyah li al-Kitāb, 2011 M
ibbān Muhammad ibn )354 H(, Ṣaḥīḥ Ibn ibbān, Cet. II )Beirut: Mu’assasah al -Risālah, 1414 H/ 1993 M(
‘Ilwānī Ṭāha Jābir Fayāḍ al-, Adab al-Ikhtilāf fī al-Islām (Virginia, USA: Al-Ma‘had al-‘ lamī li al-Fikr al-Islāmī, 1987 M(
Jabiri Muhammad Abid Al, Bunyah Al-‘Aql Al-Arabî: Dirâsah Tahlîliyah Naqdiyah li Nudzum Al-Ma’rifah fi Al-Tsaqâfah Al-Arabiyah, Cet IX, Beirut : Markaz Dirâsat Al-Wahdah Al-Arabiyyah, 2009 M
Kaṡīr Abū al-Fidā’ ibn, al-Bidāyah wa al-Nihāyah Juz XIII, cet. ke-3 Beirut: Dār al -Kutub al-‘Ilmiyah, 1407 H/ 1987 M
Kaṡīr Abu al-Fidā’ Ismā‘īl ibn Umar ibn, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, Cet. II, ttp.: Dār Ṭībah, 1420 H/ 1999 M
Kāsānī, ‘Alā’uddin Abu Bakr ibn Mas‘ūd ibn Ahmad al-, Badā’i al-Ṣanā‘ Bab 7, ttp.: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1406 H/ 1986 M
Kurdī Muhammad Ṭāhir ibn AbdilQādir al- (w. 1400 H), Tārīkh al-Qur’ān al-Karīm, Cet. I, Jeddah: Maktabah al-Fath, 1365 H/ 1946 M
Maghloth Sami bin Abdullah al-, Atlas Sejarah Para Nabi & Rasul: Menggali
Nilai-nilai Kehidupan Para Utusan Allah, cet. ke-2 terj. Qasim Shaleh,
Muhammad Abdul Ghoffar, Dewi Kournia Sari, Jakarta: AlMahira, 2014 Mājah Muhammad ibn Yazīd ibn, Sunan Ibn Mājah Juz II, ttp.: Dār al-Kutub
al-‘Arabiyah, t.t.
138
Notanubun Erwin, Respon Sarjana Muslim Indonesia Terhadap Penafsiran Kelompok Teroris tentang Ayat-ayat Jihad; Studi atas Pandangan Dosen UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta (Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UIN Sunan
Kalijaga, 2011)
Nurdjana, dkk., Korupsi dan Illegal Logging: Dalam Sistem Desentralisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. III, 2008 M
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008
Qaṭṭān Mannā‘ Ibn Khalīl al-, Mabāḥist fī Ulūm al-Qur’ān, Cet. III, ttp.: Maktabah al-Ma’ārif, 1421 H
Ridhwânî Mahmud Abd al-Razâq al- dalam Ibn Taimiyah (661-728 H), Ahmad Ibn Abdul Halim Ibn Abdissalam, al-Risâlah al-Tadamûriyyah di-tahqîq oleh Ahmad Ibn Muhammad Yusuf, Cet. I, Kairo: Maktabah Salsabîl, 2007 M Shubhî Muhammad ibn AbdulLâh ibn AbdulQâdir Ghabbân al-, Fitnah Muqtal
‘Usmân ibn Affân RA, Cet. II, Madinah, Arab Saudi: ‘Imâdah al-Bahtsi al-‘Ilmî bi al-Jâmi”ah al-Islâmiyah, 1424 H/ 2003 M
Sijistānī Abu Dāwud Sulaimān ibn al-Asy’āsy ibn Isḥāq al- (w. 275), Sunan Abi Dāwud Juz VII di-taḥqīq oleh Syu’aib al-Arna’ūth dan Muhammad Kāmil, …: Dār al-Risālah al-‘ lamiyah, Cet. I, 1430 H/ 2009 M
Sumarsono, Pengantar Semantik diadaptasi dari buku Semantics, An Introduction to
the Science of Meaning karangan Stephen Ullmann, Cet IV, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012
Suyūṭī Jalāluddīn Abd al-Raḥmān Al-, Al-Itqān fī Ulūm Al-Qur’ān Juz III)Kairo: Dār
al- adīṡ, 1425 H/ 2004 M)
Syīrāzī Abu Isḥāq Ibrāhīm ibn ‘ li al-, al-Muhażżab fī Fiqh al-Imām al-Syāfi’ī Juz III
)ttp.: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t.)
Tabari Muhammad ibn Jarīr al- (w. 310H), Jāmi a-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān Juz 19
di-taḥqīq oleh Aḥmad Muhammad Syākir, Cet. I )ttp.: Muassasah al-Risālah, 1420 H/ 2000M)
___________________, Jāmi‘ al-Bayān ‘an Ta’wīl Ayy al-Qur’ān Juz I di-taḥqīq
oleh Abdullāh ibn Abd al-Muḥsin al-Turkī, Cet. I )ttp.: Dār Hijr, 1422 H 2001 M)
139
Ṭaḥḥān Maḥmūd ibn Aḥmad ibn Maḥmūd, Taisīr Muṣṭalaḥ al- adīst, Cet. X, ttp.: Maktabah al-Ma‘ārif, 1425 H/ 2004 M
Taimiyah Ahmad ibn Abdil alīm Ibn, al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I-VII di-taḥqīq oleh Iyyād ibn Abdil Lathīf ibn Ibrāhīm al-Qaysī, Cet. I, Arab Saudi: Dār Ibn al-Jawzī, 1432 H
Taimiyyah Ahmad ibn AbdulHalîm Ibn (661-728 H), Majmû‘ al-Fatâwâ di-tahqîq
oleh AbdurRahmân ibn Muhammad ibn Qâsim, Arab Saudi: Mujamma‘ al -Mulk Fahd, …, 1426 H/ 1995 M
Taimiyah Ahmad ibn Abdul Halim Ibn (661-728 H), Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr , Beirut: Dār Maktabah al-Hayāh, 1490 H/ 1980 M
Taimiyah Ahmad ibn Abdul alīm Ibn )661-728 H), Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr
di-taḥqīq oleh DR ‘Adnān Zarzūr, Cet. II, Damaskus: t.p., 1392 H/ 1972 M Taimiyah Ahmad ibn Abdil Halim Ibn, Al-Tadammuriyyah di-taḥqīq oleh Dr.
Muhammad ibn ‘Awdah, Cet. VI, Riyāḍ: Maktabah Obeikan, 1421 H/ 2000 M
Thayyâr Musâ‘îd ibn Sulaimân ibn Nâshir al-, Syarh Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr
li Ibn Taimiyyah, Cet. II, Damâm, Arab Saudi: Dâr Ibn al-Jawzî, 1428 H
Tirmidzī Muhammad ibn Isā al- (w. 279), al-Jāmi’ al-Kabīr Juz 3 No. 1336 di-taḥqīq oleh Basyār ‘Awād Ma’rūf, Beirut: Dār al-żharbī al-Islāmī, 1998 Tuzzahro Fatimah, Ibn Taimiyah dan At-Tafsīr al-Kabīr )Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, 2001) h. 29-32
‘Uṡaimin Muhammad ibn ālih ibn Muhammad al-, al-Uṣūl min ‘Ilm al-Uṣūl, ttp.: Dār Ibn al-Jawzī, 1426 H
ahābī Muhammad al-Sayyid Husain al-, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, Kairo: Maktabah Wahbah,t.t.
Zahrah Muhammad Abu, Ibn Taimiyah (661-728 H): Hayātuh wa ‘Ashruh –Arā'uhu wa Fiqhuhu, Kairo: Dār al-Fikr al-‘Arabī, 1991 M
Zarqānī Muhammad Abdul ’Aẓīm al-, Manāhil al-’Irfān fī ’Ulūm al-Qur‘ān Juz. I, Cet. III, ttp: Isā al-Bābī al-Halabī, t.t.
140
Rujukan Website: ar.wikipedia.org bbc.com
Lampiran 1:
DAFTAR RUJUKAN AL-QUR’AN DAN HADIS
A. AL-QUR’AN
1. QS. Yusuf [12] : 2
{ انِ¾ Ġاَنْلَçْنَأ انآْå ق ا يِبَåَع ْم كėَعَل َنو ėِďْعَت } [ فسوي : ]
2. QS. Al-Taubah [9] : 3
{ ه لو سَرَو َنيِكِåْش ěْلا َنِم ءيِåَب َ َ نَأ } [ ةبوتلا : ]
3. QS. Al-Baqarah [2] : 228
{ Ìاَďėَû ěْلاَو َنْóبَåَتَي نِģِس فْنَأِب َةَثاَث ءو å ق } [ا ÊåďÉل : 2 ]
4. QS. Al-Ahzab [33] : 49
{ اَي اَģيَأ َنيِãلا او نَمآ اَذِ¾ م تْحَكَن Ìاَنِمْ½ ěْلا مث ن هو ě تْďėَط ْنِم ِلْÉَق ْنَأ ن هوسَěَت اَěَف ْم كَل نِģْيَėَع ْنِم Êáِع اَģَنوáَتْعَت } [ Æاçحأا : 94 ]
5. QS. Al-Maidah [5] : 89
{ َل م ك ãِخاَ½ ي َ ِوْغėلاِب يِف ْم كِناَěْيَأ ْنِكَلَو ْم ك ãِخاَ½ ي اَěِب م تْáďَع َناَěْيَ ْأا ه تَرافَكَف ماَعْطِ¾ ِÊَåَشَع َنيِكاَسَم ْنِم ِطَسْوَأ اَم َنو ěِعْû ت ْم كيِėْهَأ ْوَأ ْم ģ تَوْسِك ْوَأ åيِåْحَت ةَÉَقَر ْنَěَف ْمَل ْáِجَي ماَيِóَف ِةَث َاَث مايَأ َكِلَذ Êَرافَك ْم كِناَěْيَأ اَذِ¾ ْم تْفَėَح او ظَفْحاَو ْم كَناَěْيَأ َكِلَãَك نِيَÉ ي َ ْم كَل ِهِتاَيآ ْم كėَعَل َنو å كْشَت } [ Êáئاěلا : 24 ]
6. QS. Al-Nisā’ ]4[ : 32
ةَěėَس م ħَلِ¾ ِهِėْهَأ åيِåْحَتَو ةَÉَقَر ةَنِمْ½ م ْنَěَف ْمَل ْáِجَي ماَيِóَف ِنْيَåْģَش ِنْيَعِباَتَت م ةَبْوَت َنِم َِ َناَكَو َ اěيِėَع اěيِكَح } [ ءاسنلا : 4 ]
{ َنيِãلاَو َنو غَتْÉَي َÆاَتِكْلا اěِم ْتَكَėَم ْم ك ناَěْيَأ ْم هو Éِتاَكَف ْنِ¾ ْم تْěِėَع ْمِģيِف اåْيَخ ْم هو تآَو ْنِم ِĔاَم َِ يِãلا ْم كاَتآ } [ رونلا : ]
8. QS. Ali Imran [3] : 100-101
{ ْنِ¾ او عيِû ت اďيِåَف َنِم َنيِãلا او تو أ َÆاَتِكْلا ْم كود åَي َáْعَب ْم كِناَěيِ¾ َنيِåِفاَك ( 011 ) َفْيَكَو َنو å فْكَت ْم تْنَأَو ħَėْت ت ْم كْيَėَع Ìاَيآ َِ ْم كيِفَو ه لو سَر ْنَمَو ْمِóَتْعَي ِّاِب ْáَďَف َيِá ه ħَلِ¾ طاَåِص ميِďَتْس م ( 010 ) } [ Ĕآ ناåěع : 011 -010 ]
9. QS. Thaha [20] : 123-124
{ امِإَف ْم كنَيِتْأَي يِنِم Ħá ه ِنَěَف َعَÉتا َياَá ه َاَف لِضَي َلَو ħَďْشَي ( 0 ) َو ْنَم َضَåْعَأ ْنَع يِåْكِذ نِإَف هَل ةَشيِعَم اكْنَض Ġ å شْحَنَو َمْوَي ِةَماَيِďْلا ħَěْعَأ ( 0 9 ) } [ هط : 0 ، 0 9 ]
10.QS. Fathir [35] : 32
{ م ث اَنْثَرْوَأ َÆاَتِكْلا َنيِãلا اَنْيَفَûْصا ْنِم اَنِداَÉِع ْم ģْنِěَف مِلاَü ِهِسْفَنِل ْم ģْنِمَو áِóَتْď م ْم ģْنِمَو قِباَس ِÌاَåْيَßْلاِب ِنْذِإِب َِ َكِلَذ َو ه لْضَفْلا åيِÉَكْلا } [ åطاف : ]
11.QS. Al-Najm [53] : 8
{ م ث اَنَد ħلَáَتَف } [ مجنلا : 2 ]
12.QS. Al-Fajr [89] : 1-3
{ ِåْجَفْلاَو ( 0 ) Ĕاَيَلَو åْشَع ( ) ِعْفشلاَو ِåْتَوْلاَو ( ) } [ åجفلا : 0 -]
13.QS. Al-Ṭūr ]52[ : 9
{ َمْوَي رو ěَت ءاَěسلا ارْوَم } [ روûلا : 4 ]
14.QS. Al-Nisā’ ]4[ : 163
{ انِ¾ اَنْيَحْوَأ َكْيَلِ¾ } [ ءاسنلا : 06 ]
15.QS. Al-An’ām ]6[ : 112
16.QS. Al-Mudaṡṡir [74] : 51 { ْÌåَف ْنِم Êَرَوْسَق } [ åثáěلا : 10 ]
17.QS. Al-Nisā’ ]4[ : 95
{ َل يِوَتْسَي َنو áِعاَďْلا َنِم َنيِنِمْ½ ěْلا åْيَغ يِلو أ ِرَåضلا َنو áِهاَج ěْلاَو يِف ِليِÉَس َِ ْمِģِلاَوْمَأِب ْمِģِس فْنَأَو َلضَف َ َنيِáِهاَج ěْلا ْمِģِلاَوْمَأِب ْمِģِس فْنَأَو ħَėَع َنيِáِعاَďْلا ةَجَرَد ا كَو َáَعَو َ ħَنْس حْلا َلضَفَو َ َنيِáِهاَج ěْلا ħَėَع َنيِáِعاَďْلا اåْجَأ اěيِظَع } [ ءاسنلا : 41 ]
18.QS. Al-Taubah [9] : 20
{ ا َنيِãل او نَمآ او åَجاَهَو او áَهاَجَو يِف ِليِÉَس َِ ْمِģِلاَوْمَأِب ْمِģِس فْنَأَو مَظْعَأ ةَجَرَد َáْنِع َِ َكِÃَلو أَو م ه َنو çِئاَفْلا } [ ةبوتلا : 1 ]
19.QS. Al-Maidah [5] : 44
{ ْنَمَو ْمَل ْم كْحَي اَěِب َĔَçْنَأ َ َكِÃَلو أَف م ه َنو åِفاَكْلا } [ Êáئاěلا : 99 ]
20.QS Al-Hajj [22] : 39-40
{ َنِذ أ َنيِãėِل َنو ėَتاَď ي ْم ģنَأِب او ěِė ü نِ¾َو ََ ħَėَع ْمِهِåْóَن åيِáَďَل ( 4 ) َنيِãلا او جِåْخ أ ْنِم ْمِهِراَيِد ِåْيَغِب قَح لِ¾ ْنَأ او لو ďَي اَنبَر َ َلْوَلَو عْفَد َِ َèانلا ْم ģَضْعَب ضْعَÉِب ْتَمِá ģَل عِماَوَص عَيِبَو Ìاَوَėَصَو áِجاَسَمَو åَكْã ي اَģيِف مْسا َِ اåيِÓَك نَå óْنَيَلَو َ ْنَم Ġ å óْنَي نِ¾ ََ يِوَďَل çيِçَع ( 91 ) } [ جحلا : 4 ، 91 ]
21.QS Al-Furqān ]25[ : 52
{ َاَف ِعِû ت َنيِåِفاَكْلا ْم هْáِهاَجَو ِهِب اداَģِج اåيِÉَك } [ ناقåفلا : 1 ]
22.QS. Ali Imran [3] : 161
{ ْنَمَو ْل ėْغَي ِÌْأَي اَěِب لَغ َمْوَي ِةَماَيِďْلا } [ Ĕآ ناåěع : 060 ]
23.QS. Al-Qasas [28] : 77
24.QS. Al-Ahzab [33] : 34 { َنْå كْذاَو اَم ħَėْت ي يِف ن كِتو ي ب ْنِم ِÌاَيآ َِ ِةَěْكِحْلاَو } [ Æاçحأا : 9 ] B. HADIS
1. HR Bukhari
َĔاَق : د نِ¾ يِف ِةنَجلا َةَئاِم ، ةَجَرَد اَهáَعَأ َ َنيِáِهاَج ěْėِل يِف ِليِÉَس ،ِ َ اَم َنْيَب ِنْيَتَجَرáلا اَěَك َنْيَب ِءاَěسلا ِضْرَأاَو -حيحص يراßÉلا ( 9 / 06 )