616.951 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _
Ind p
Pedoman Tata Laksana Sifilis
Untuk Pengendalian Sifilis
Oi Layanan Kesehatan Oasar
Penulis/Penyusun:
1. Prof. Dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK (K) 2. Dr. dr. Wresti Indriatmi, SpKK (K), M.Epid 3. dr. Siti Nadia Wiweko, M.Epid
4. dr. Hellen Dewi P, MARS 5. dr. Flora Tanujaya 6. dr. Steve Wignall
7. dr. AtiekAnartati, MPH & TM Kontributor:
1. dr. Endang Budi Hastuti 2. dr. Milwiyandia 3. Nurhayati
Penerbit
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Cetakan Pertama
Maret 2013
PEOOMAN TATA LAKSANA
SIFILIS UNTUK
PENGENOALIAN SIFILIS
01 LAYANAN KESEHATAN DASAR
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2013
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ __ _ _ _ __ _ __ _ _ __
Integrasi layanan IMS (terutama skrining sifilis) dengan PPIA (Program Pencegahan Infeksi HIV dari Ibu ke Anak) dan Program Kesehatan Ibu dan Anak Skrining sifilis pada semua ibu hamil Skrining sifilis pad a ibu melahirkan, terutama mereka yang belum pernah diskrining sebelumnya Mengobati semua ibu hamil yang positif sifilis pada saat itu juga Mengobati semua pasangan tiap ibu hamil yang positif sifilis
Edukasi, konseling aktif, dan promosi kondom untuk mencegah infeksi ulang
Mengobati semua bayi yang lahir dari ibu yang positif sifilis
Memeriksa dengan seksama dan membuat rencana perawatan bagi bayi yang lahir dari ibu yang positif sifilis
Dalam konteks melindungi janin, jika tes RPR belum tersedia, rapid test saja dapat digunakan,untuk meningkatkan cakupan skrining sifilis dan terapi sifilis pada ibu hamil. Jika hanya ada rapid test, semua hasil positif diobati sebagai sifilis
4. KARTU PASIEN
Untuk kepentingan evaluasi terapi dan monitoring pasien sifilis, semua informasi tentang titer RPR dan terapi yang diberikan harus lengkap dan tercatat dengan baik . Oleh karena itu, selain catatan medis , perlu ada kartu pasien yang mencatat tanggal dan terapi yang diberikan serta hasil tes serologis (tanggal , hasil tes RPR dan TPHAI rapid test dan titer RPR). Kartu ini diperlukan terutama jika pasien berpindahpindah tempat sehingga di manapun dia berobat, penyakit sifilisnya dapat termonitor dengan baik. (ontoh kartu sifilis dapat dilihat di bawah ini.
36
1
Kementerian Kesehatan Republi k Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan telah diterbitkannya Pedoman Tatalaksana Sifilis untuk Pengendalian Sifilis di Layanan Kesehatan Dasar.
Sifilis sebagai satu infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual (PMS) mempunyai peluang yang besar untuk meningkat angka kejadiannya, jika kita melihat data risiko penularan HIV saat ini mulai bergerak kembali ke arah penularan melalui jalur seksual. Tahun 20012005 jalur risiko penularan tebesar adalah melalui narkoba suntik (53%) , namun tahun 2012 jalur penularan tertinggi adalah melalui jalur seksual (58,7%), diikuti oleh penulaaran melalui narkoba suntik (17,5%), penularan perinatal (2,7%) dan homoseksual (2,3 %). Hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 menunjukkan bahwa kejadian IMS juga mengalami peningkatan khususnya pad a kelompok Lakilaki yang berhubungan Seks dengan Lakilaki (LSL) dimana prevalensi sifilis naik dari 4 % (2007) mejadi 13% (2011).
IMS sebagai pintu masuk HIV merupakan usaha di hulu yang harus diperkuat agar upaya pengendalian penularan HIV dapat optimal dan mencegah terjadinya infeksi baru utamanya pada anak anak dan bayi. Buku ini berisi informasi hingga tatalaksana Sifilis yang dapat dilakukan mulai dari tingkat layanan kesehatan dasar sehingga pengendalian Sifilis dapat dilakukan lebih dini dan lebih normal.
Semoga buku ini dapat menjadi jawaban atas kebutuhan para petugas kesehatan yang melakukan penanganan Sifilis pada tingkat pelayanan dasar serta dapat membawa manfaat bagi siapapun yang membacanya.
Melalui kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan bagi semua yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Semoga bermanfaat.
dan PL,
セ ゥ セ ヲN@ dr. Tjandra Yoga Aditama , NIP195509031980121001
Pedoman Tata Laksana Sifilis
I
iKementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ __ _ _ _ __ _ _ __ _ _
sangat penting untuk mencapai 100% cakupan skrining sifilis pada ibu hamil. Jika fasilitas pemeriksaan RPR dan TP Rapid tidak tersedia, demi perlindungan terhadap janin , dapat digunakan tes cepati rapid test saja. Semua hasil rapid test positif, diobati sebagai sifilis aktif.
b. Ibu melahirkan harus diskrining sifilis, terutama apabila selama masa
kehamilan belum pernah diskrining sifilis. Skrining pada saat
persalinan dapat mendeteksi infeksi sehingga dapat dilakukan
penanganan dini terhadap ibu dan bayinya. Jika fasilitas pemeriksaan
RPR dan TPHA tidak tersedia, demi perlindungan terhadap janin,
dapat digunakan rapid test saja. Semua hasil rapid test positif, diobati
sebagai sifilis aktif.
c.
Semua penjaja seks (perempuan, lakilaki, waria), karen a risiko pekerjaannya harus diskrining sifilis tiap 36 bulan sekali.d. Semua LSL yang memiliki banyak pasangan seks
e. Semua pasien IMS
f. Perempuan yang mengalami riwayat keguguran atau bayi lahir mati
Hasil skrining harus segera diberitahukan kepada pasien. Pasien harus segera diterapi sesuai hasil pemeriksaan. Pasangan seks harus diskrining dan diterapi juga.
2. PEMAKAIAN RAPID TEST
Penggunaan rapid test sifilis dianggap dapat meningkatkan akses skrining sifilis. Selain mudah dikerjakan, hasil rapid test diperoleh dalam waktu yang
J. lebih singkat sehingga mengurangi waktu tunggu pasien.
Walaupun unggul dalam 2 hal tersebut di atas, rapid test yang ada saat ini tidak dapat membedakan infeksi aktif dengan non aktif sehingga dapat menyebabkan pengobatan yang berlebihan. Hasil rapid test dapat positif
DAFTAR 151
I. LATAR BELAKANG 1.
II. INFEKSI SIFIUS 5
III. MANIFESTAS! KUNIS SIFIUS 9
IV. TES SEROLOGIS SIFIUS 17
IV. 1. PRINSIP DASAR 17
IV. 2. INTERPRETASI HASIL SEROLOGIS SIFIUS
21
V. TERAPI DI PUSKESMAS
25
VI. EVALUASI TERAPI DAN
MONITORING PASIEN SIFIUS 27
VII. PENANGANAN SYOK
ANAFlLAKSIS
29
VIII. BEBERAPA PROGRAM
PERTIM BANGAN MASYARAKAT 33
Pedoman Tata laksana Sifilis iii Untuk Pengendalian Sifilis di Fasllitas Pelayanan Oasar 34
VIII.
BEBERAPA
PERTIMBANGAN
PROGRAM DAN
KESEHATAN
MASYARAKAT
1. SKRINING SIFILIS
Mengingat banyaknya infeksi sifilis yang tidak bergejala dan tingginya prevalensi si filis , diperlukan skrining sifilis secara rutin untuk mengendalikan sifilis di masyarakat. Skrining sifilis dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan tes serologis sifilis . Skrining sifilis terutama ditujukan bagi :
a. Semua ibu hamil. Skrining sifilis harus dilakukan sedini mungkin pad a kunjungan antenatal yang pertama. Skrining diulangi pad a trimester ketiga dan saat persalinan. Skrining dan terapi sifilis dapat mengurangi angka kematian bayi dan kecacatan bayi. Untuk eliminasi sifilis kongenital ,
Pedoman Tata laksana Sirilis 1 33
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ __ _ __ _ _ _ _ __
Tabel 5. Penanganan Syok Anafilaksis
1. I Minta bantuan sesama petugas kesehatan 2·
I
Periksa ABCAirway Jalan nafas I saluran pernafasan
Breathing Pernafasan, jika perlu lakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut
Circulation Sirkulasi darah. Jika perlu lakukan resusitasi jantung paru
3. I Berikan injeksi adrenalin
Dosis: Dewasa 0,5 ml; lanjut usia: 0,3 ml; ulangi tiap 510 menit sampai respon adekuat
Monitor tekanan darah dan denvut nadi tiao 510 menit 4. I Berikan injeksi hidrokortison secara intra muskuler Dosis
dewasa 250 mg
5. I Berikan injeksi klorfeniramin 1020 mg
atau
difenhidramin 50100 mg 1M6.
I
Rujuk pasien ke Rumah Sakit terdekat segera setelah kondisi stabil• Jika perlu ulangi pemberian adrenalin, siapkan satu dosis adrenalin untuk di perjalanan
• Catat secara lengkap dan rinci semua terapi dan tindakan. Berikan salinan catatan kepada Rumah Sakjt
• Awasi pasien sampai dapat diserahterimakan kepada
dokter/petugas kesehatan yang akan melanjutkan tugas penanganan
32
1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ __ __ _ __
I.
LATAR
BELAKANG
Sifilis merupakan salah satu IMS (infeksi menular seksual) yang menimbulkan kondisi cukup parah misalnya infeksi otak (neurosifilis), kecacatan tubuh (guma). Pada populasi ibu hamil yang terinfeksi sifilis, bila tidak diobati dengan adekuat, akan menyebabkan 67% kehamilan berakhir dengan abortus, lahir mati, atau infeksi neonatus (sifilis kongenital). Walaupun telah tersedia teknologi yang relatif sederhana dan terapi efektif dengan biaya yang sang at terjangkau, sifilis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang meluas di berbagai negara di dunia. Bahkan sifilis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal di banyak negara. Sifilis, sebagaimana IMS lainnya, akan meningkatkan risiko tertular HIV. Pada ODHA, sifilis meningkatkan daya infeksi HIV. Pada mereka yang belum terinfeksi HIV, sifilis meningkatkan kerentanan tertular HIV. Berbagai penelitian di banyak negara melaporkan bahwa infeksi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ __ _ _ _ __ _ _ _ _ __
5 kali. Peningkatan risiko penularan HIV karena sifilis menduduki peringkat kedua setelah chancroid lihat Tabel 1. Namun, angka kejadian sifilis di berbagai populasi jauh lebih tinggi dibandingkan chancroid , sehingga peran sifilis dalam penyebaran HIV di masyarakat menjadi lebih bermakna. Jika diobati secara adekuat, tingkat kesembuhan sifilis sama tingginya dengan
chancroid (>95%).
Tabel1 .
Risiko penularan HIV pada tiap jenis IMS dan tingkat kesembuhan
Chancroid II ++++ I > 95 % II +
SiflUs +++ > 95 % セ
セャ@
KKKセl@
セi@
lr
++ > 95 % ++++
Infeksi klamidia
l i
I
"1 I++ > 95 % II ++++
Gonore
-..JI
セi@
+ > 95 % II ++
Trikomoniasis
][
セc@
Herpes
k セ
I t
+Ir
>0% II ++Integrated Behavioral and Biological Survey (IBBS) / Survey Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) tahun 2011 di Indonesia melaporkan prevalensi sifilis pada populasi WPS yang terinfeksi HIV sebesar 16,7%; sedangkan pada mereka yang tidak terinfeksi HIV 9,47%. Prevalensi sifilis pada populasi LSL HIV positif 23,8% sedangkan pada mereka yang HIV negatif 16,67%. Pada kedua populasi tersebut , secara statistik terbukti bahwa prevalensi sifilis berkorelasi positif dengan prevalensi HIV. Korelasi tersebut ditunjukkan dengan odds ratio sebesar 1,91 dan 3,63. Makna odds ratio tersebut adalah WPS yang terinfeksi sifilis 1,91 kali lebih mudah tertular HIV dibandingkan WPS yang tidak terinfeksi sifilis; dan LSL terinfeksi sifilis 3,63 kali lebih mudah terinfeksi HIV dibandingkan LSL yang tidak terinfeksi sifilis.
2
I
Tes kulit ini sebaiknya dilakukan setiap akan memberikan terapi injeksi benzatin benzylpenisilin.
Semua fasilitas tempat layanan kesehatan yang memberikan terapi antibiotik (apapun , tidak terbatas hanya penisilin) dengan injeksi intramuskular, perlu memiliki menyiapkan peralatan kedaruratan medik yang memadai untuk menangani reaksi alergi atau syok anafilaksis secara adekuat.
Peralatan dan obatobatan esensial yang harus disediakan untuk penanganan syok anafilaksis terdiri atas:
• Aqueous adrenaline (epinefrin) pengenceran1 :1.000 untuk injeksi; • Antihistamine injeksi dan per oral (misal:difenhidramin dan
klorfeniramin); • Hidrokortison injeksi;
• Ambu bag untuk ventilasi • Tabung dan selang oksigen
Ingat: pasien yang benarbenar alergi terhadap penisilin dapat mengalami syok pada saat menjalani skin test. Petugas harus sudah siap menangani syok pada saat melakukan skin test
Tandatanda reaksi anafilaksis:
• Syok: tekanan darah sangat rendah , denyut nadi cepat dan lemah , dan kesulitan bernafas
• Kemerahan yang gatal pada kulit (rash)
Pedoman Tala Laksana Sifilis 13 1
Kementeria n Kesehatan Republik Indonesia _ __ _ _ __ _ _ _ _ __ _ __
• Berapa lama reaksi alergi timbul setelah terapi dimulai?
• Bagaimana cara pemberian terapi (injeksi atau per oral atau lainnya)? • Obat lain apa saja yang juga digunakan saat itu?
• Apa yang terjadi setelah terapi dengan penisilin dihentikan? • Apakah pasien pernah menggunakan antibiotik lain dalam golongan
yang sama (misalnya: amoksisilin, ampisilin atau sefalosporin) dan, jika pernah, apakah timbul reaksi alergi juga?
Reaksi alergi berupa anafilaksis, angioderma, urtikaria, bercak merah yang gatal, dan bronkospasme merupakan reaksi yang spesifik sebagai tanda alergi. Tanda klinis eritema makopapular, gangguan gastrointestinal atau reaksi lain tidak bersifat prediktif terhadap alergi.
Perlu diperhatikan, jangan memberikan terapi penisilin jika pasien sedang: • Menderita penyakit akut (gejala seperti flu, pilek)
• Mengalami gangguan kulit bercak merah yang gatal
• Mengalami sesak nafas dengan wheezing (mengi) / tandatanda asma
Tes kulit untuk mendeteksi reaksi alergi/ skin test
Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis, dapat dilakukan tes kulit. Cara melaksanakan tes kulit adalah:
1. Larutkan bubuk benzatin benzyl penicilin 2,4 juta IU dengan 10 cc aqua bidest
2. Ambil satu cc larutan, menggunakan spuit yang biasa digunakan untuk tes mantoux
3. Buanglah isi spuit, sampai tersisa 0,2 cc saja di dalam spuit 4. Suntikkan secara intra dermal
5. Beri tanda / lingkari daerah yang disuntik
6. Tunggu 15 menit, lihat apakah ada peningkatan diameter pembengkakan kulit
7. Jika terjadi peningkatan pembengkakan lebih dari 3 mm, dapat diinterpretasikan bahwa pasien alergi terhadap penisilin.
30
1
STBP 2011 di Indonesia juga melaporkan prevalensi sifilis masih cukup tinggi. Pada populasi waria, prevalensi sifilis sebesar 25%, WPSL (wanita penjaja seks langsung) 10%, LSL (lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki) 9%, warga binaan lembaga pemasyarakatan 5%, pria berisiko tinggi 4%, WPSTL (wanita penjaja seks tidak langsung) 3% dan penasun (pengguna narkoba suntik) 3%. Jika dibandingkan dengan laporan STBP tahun 2007, prevalensi sifilis pada populasi waria tetap tinggi. Pada populasi LSL dan penasun, prevalensi sifilis bahkan meningkat 3 kali lipat (gambar 1). Halhal tersebut di atas menunjukkan bahwa penggunaan kondom masih sangat rendah dan praktik tatalaksana IMS di Puskesmas di berbagai daerah di Indonesia masih perlu diperkuat. Jika tidak diperkuat, prevalensi sifilis pad a berbagai populasi kunci akan terus meningkat, dan risiko penularan HIV juga makin meningkat.
Grafik 1.
Prevalensi Sifilis pada Waria, LSL dan Penasun di Indonesia, 2007 dan 2011
50
_ Z007 _ Z011
40
301 ')7 28
%
ZO
10
0
Waria LSL Penasun
*Data Z007 dan Z011 rnernbandingkan di lokasi yang sarna
Pedoman Tala Laksa na Sifilis 13
VII.
PENANGANAN SYOK
ANAFILAKSIS
Semua pasien sifilis harus diterapi dengan injeksi benzathine benzylpenicillin, kecuali jika terdapat riwayat reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penisilin (anafilaksis, angioderma, urtikaria, bronkospasme) atau jika timbul reaksi pada tes alergi penisilin (skin test)
Dalam anamnesis, petugas kesehatan harus menanyakan riwayat alergi terhadap antibiotik golongan penisilin. Beberapa pertanyaan lebih lanjut untuk menggali riwayat alergi :
• Reaksi alergi terhadap obat tersebut terjadi saat pasien umur berapa?
• Bagaimana bentuk reaksi alerginya?
Pedoman Tata Laksana Siffli51 2 9
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _
28
1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ __
• 3, 6, 9, 12, 18 dan 24 bulan setelah terapi:
Jika titer RPR tetap sam a atau bahkan turun, terapi dianggap berhasil dan pasien cukup diobservasi.
Jika titer RPR meningkat, obati pasien sebagai infeksi baru dan ulangi terapi . • Jika RPR non reaktif atau reaktif lemah(serofast) maka pasien dianggap
sembuh
Pada semua stadium, ulangi terapi jika: • Terdapat gejala klinis sifilis ;
• Terdapat peningkatan titer RPR (misal dari 1:4 menjadi 1 :8).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
I
•
INFEKSI
SIFILIS
Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete, Treponema pallidum (T. pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi menular seksual.Selain sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia yang disebabkan oleh treponema, yaitu: non venereal endemic syphilis (telah eradikasi), frambusia (T. pertenue), dan pinta (T. careteum di Amerika Selatan).
Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis kongenital(ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan)dan sifilis yang didapat / acquired (ditularkan melalui hubungan seks atau jarum suntik dan produk darah yang tercemar).
Pedoman Tata Laksana Sifihs 1 5
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ __ _ _ __ _ _ _ _ __
Gambar 1.
T. Pallidum Gambaran mikroskop elektron (Sumber : en . wikipedia .org / wiki / syphilis)
Gambar Z. Histopatologis T.pallidum Gambaran mikroskop elektron dengan pengeca tan Steiner silver
6[
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ _ _ __
VI.
EVALUASI
TERAPI DAN
MONITORING
PASIEN SIFILIS
Pasien dengan sifilis dini dan telah diterapi dengan adekuat harus dievaluasi secara klinis dan serologis tiap 3 bulan selama satu tahun pertama (bulan ke 3, 6, 9, 12) dan setiap 6 bulan di tahun kedua (bulan ke 18 , dan 24).
Tes TPHA dan titer RPR harus dilakukan pada:
• Tiga bulan setelah terapi untuk sifilis primer dan sekunder, titer RPR diperlukan untuk mengevaluasi keberhasilan terapi dan mendeteksi infeksi ulang (reinfeksi).
Terapi dianggap berhasil jika titer RPR turun. Jika titer tidak turun atau malah naik, kemungkinan terjadi reinfeksi dan ulangi terapi.
Pedoman Tata Laksana Sililis
I
Z7 [image:11.842.41.392.46.361.2]A.
Sifilis yang didapat
A.1. Sifilis dini mudah menular dan merespon pengobatan
dengan baik
A. 1.1 . Sifilis stadium primer, A. 1.2. Sifilis stadium sekunder,
A. 1. 3. Sifilis laten dini (diderita selama kurang dari 1 tahun)
A.2. Sifilis Lanjut
A.2.1. Sifilis laten lanjut (telah diderita selama lebih dari 1 tahun) A.2.2 . Sifilis tersier: gumma, neurosifilis, dan sifilis kardiovaskular.
B.
Sifilis kongenital
Sifilis kongenital ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim. B.1. Sifilis kongenital dini
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi B.2. Sifilis kongenitallanjut
Berlanjut sampai setelah usia 2 tahun
8
セ@
Keratitis interstisial
(Sumber: en. wiki pedia .org/ wiki ISyphilis)
5ifilis laten
Kementerian Kesehatan Republ ik Indonesia _ __ __ _ _ _ __ _
v.
TERAPISIFILIS
DI PUSKESMAS
Alternatif bagi yang alergi penisilin
_ir.F.I!li'F-li'i'Il_
Doksisiklin 100 mg per oral, 2kali /hari selama 30 hari
Entromisin 500 mg per oral ,4 kali / hari selama 14 hari
Benzathine benzylpenicillin 2,4
Jutaj
Doksisiklin100 iセ eイゥエイッュゥウゥョ@ 500IU, injeksi 1M, satu kali/minggu selama mg per oral, 2 kali mg per oral,4 ォ。u セ@
3 minggu berturut turut /han minimal 30 II /han minimal 30
CATATAN:
hari hari
ATAU
Seftriakson 1 gr. injeksi 1M 1 kali
Z@セセ。ィセセ・ャ。ュ。@
Catatan: sebelum injeksi benzathin benzylpenicillin lakukan uji penisilin terlebih dulu untuk memastikan pasien tidak alergi terhadap penisilin
Pedoman Tata Laksana Sifilis I' 25
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ __ __ _ __
•
[image:14.842.0.396.21.531.2]MANIFESTASI
KLINIS SIFILIS
Tabel 2. Gejala dan tanda Sifilis pada dewasa
Ulkuslluka/tukak, biasanya soliter, tidak nyeri,
Primer batasnya tegas, ada indurasi dengan pembesaran
kelenjar getah bening regional (limfadenopati) 3 minggu
Bercak merah polimorflk biasanya di telapak tangan II 2· 12 minggu dan telapak khaki, tesi kutit paputoskuamosa dan
Sekunder mukosa, demam, malaise, limfadenopatl
generalisata, konditoma tata, patchy alopecia,
meningitis, uveitis, retinitis
=="""=="""=...セ@
Dini< 1 tahun; Asimtomatik
Lanjut> 1tahun Destruksi jaringan dl organ dan tokasi yang
terinfeksi 1 46 tahun
Sifilis
kardiovaskuler
Aneurisma aorta, regurgitasl aorta, stenosis osteum
10·30 tahun IlIforv",rlasi dari asimtomatls sam pal nyen kepata,
oerubahan kepribadian, demensla, ataksia, Robertson
>2 tahun 20 tahun
Kernenterfan Kesehat.an Republik Indonesia __
Gambar 3. Ulkus sifllis primer di daerah anorektal
Gambar 4.
Ulkus sifiUs primer di labium mayora
Sumber:
Public Health Image Library Database (PHIL)
of
the US Centers for Disease Control (CDC) Kelompok Stud; IMS Indones;a10 1
Jika hasil RPR reaktif dan TPHA reaktif dan tidak ada riwayat terapi sifilis dalam 3 bulan terakhir, maka perlu diberikan terapi sesuai stadium.
Titer RPR セQZT@ (1:2 atau 1 :4) dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis Laten lanjut.
Titer セQZX@ dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis aktif dan diterapi.
3 bulan setelah terapi, evaluasi titer RPR.
Jika titer RPR turun 2 tahap (misal dari 1:64 menjadi 1:16) atau lebih, terapi dianggap berhasil. Ulangi evaluasi tiap tiga bulan sekali di tahun pertama dan 6 bulan di tahun kedua, untuk mendeteksi infeksi baru. Jika titer tidak turun dua tahap, lakukan evaluasi kemungkinan reinfeksi, atau sifilis Laten.
CATATAN :
Jika tes konfirmasi tidak tersedia, berdasarkan riwayat perilaku seksual berisiko,pasien bisa diterapi sesuai titer RPR. Selanjutnya titer RPR harus terus di monitor. Titer dapat meningkat atau turun pada infeksi akut atau kronik, kemudian turun lagi. Jika tes konfirmasi tidak tersedia, perubahan titer ini dapat dianggap mengkonfirmasi infeksi T pal/idum.
Pedoman Tata Lak5ana Sfflli; 123
Kementerian Kesehatan Repub lik Indonesia _ _ _ _ __ _ _ _ __ __ _ _ __
Jika hasil RPR reaktif, TPHA reaktif, dan terdapat riwayat terapi dalam tiga (3) bulan terakhir, serta pada anamnesis tidak ada ulkus baru, pasien tidak perlu diterapi. Pasien diobservasi dan tes diu lang tiga bulan kemudjan. Jika titer RPR tetap atau turun , tidak perlu diterapi lagi dan tes diulang tiga
bulan kemudian.
Jika hasil RPR tidak reaktif atau reaktif rendah (serotast), pasien dinyatakan sembuh.
Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru / sifilis aktif. Tabel 3.
Interpretasi hasil tes serologis Sifilis dan tindakan
Tidak Nega tif
Perlu
Positif II Negatif ll
p ' "f II Po ' f II
oSIt1 Sill
Positif
atau Positif negatif
22 1
Titer RPR dan Riwayat Tindakan
u langi tes 3 bu la n
Tidak dikerjakan
•
lagi
II
!I
Pos ltifTidak dikerjakan
palsu
Te rdapat riwa yat te rapi sifilis Masa Tidak pe rlu te rapi . da lam 3 bulan tera kh ir. berapa e valuasi Ulangi tes 3 bulan
pun titernya terapi lagi
I
Terapi sebagai Slfilis Laten sifilis laten lanJut. 1:2 atau 1:4
lanjut Evaluasi 3 bulan Tidak ada
i セ
u、 ゥ 。ョ
riwayat terapi d a am 1 3 b u an I
terakhir
II
セQ@ Z@ X@II
I
I
Slfllis akliHTerapi sebagal slfllis din i. d ini Evawasi 3 bulan
,
...
kemudianBandingkan dengan t iter 3 bulan Jika t urun Tid a k perlu terapi. yang la lu. terapi . O bse rvasi dan
berhasii eva liJasi 6 bulan kem udian Bandingkan dengan liter 3 「オャセョ@ J ika naik . Terapi sesuai
yang latu. infeksi baru' titerl stadium.
[image:16.841.21.407.28.561.2]Ga m bar 5. Ulkus slfills prime r di penis
Gambar 6. Bercak kemerahan di telapak kaki , sifilis seku nder
Sumber: Public Health Image Library Database (PHIL) of the US Centers for Disease Control (CDC)
Kelompok Stud; IMS Indonesia
f>edoman Tata Laksana SifiUs
111
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ __ _ __
Gambar 7.Bercak kemerahan di telapak tangan, sifilis sekunder
Sumber:
Public Health Image Library Database (PHIL) ot the US Centers tor Disease Control (CDC)
12 1
IV. 2. INTERPRETASI HASIL TES SEROLOGIS SIFILIS
Hasil tes nontreponemal (RP R) masih bisa negatif sampai 4 minggu
sejak pertama kali muncullesi primer. Tes diulang 13 bulan kemudian pad a pasien yang dicurigai sifilis namun hasil RPR nya negatif.
Bagan Alur Tes Serologis Sifilis
Non Reaktff,
BP 2,4 jut a IU, 1M 1
x
Iminggu selama 3 mlnggubertu rut t u rut
,
I
Evaluasi bin ka:Note: (+) = Reaktif () = Non Reaktif BP= Benzathine Benzylpenicillin
Hasil positif tes RPR perlu dikonfirmasi dengan TPHA/TPPA/TP Rapid. Jika hasil tes konfirmasi non reaktif , maka dianggap reaktif palsu dan tidak perlu diterapi namun perlu dites ulang 13 bulan kemudian.
Jika hasil tes konfirmasi reaktif, dilanjutkan dengan pemeriksaan RPR kuantitatif untuk menentukan titer sehingga dapat diketahui apakah sifilis aktif atau laten, serta untuk memantau respons terhadap pengobatan.
Pedoman Ta ta Laksa na Sirilis Untuk Pengendallan Slfilis dl Fasi litas Pelaya na n Dasa r 3,6,9,12,18,24
Kementerian Kesehat an Republik Indonesia _ _ _ __ _ _ _ __ _ _ _ _ __ _
membedakan infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi dengan baik. TP Rapid hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan seseorang sedang mengalami infeksi aktif.
TP Rapid dapat digunakan hanya sebagai pengganti pemeriksaan TPHA, dalam rangkaian pemeriksaan bersama dengan RPR. Penggunaan TP Rapid tetap harus didahului dengan pemeriksaan RPR. Jika hasil tes positif, harus dilanjutkan dengan memeriksa titer RPR, untuk diagnosis dan menentukan pengobatan. Pemakaian TP Rapid dapat menghemat waktu, namun harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan TPHA. Bagi daerah yang masih mempunyai TPHA konvensional/bukan rapid masih bisa digunakan.
2°1
Gamba r 8 .
Bercak kemerahan df punggung, sifilis sekunder
Gambar 9. Bercak kemerahan di vagina, sifilis sekunder
Gambar 10. Patchy alopecia
...;
Kernenterian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
セN@ Ga[llbar 1 I.
[image:19.841.10.404.15.567.2]Gumma di hidung
Gambar 12. Gumma df palatum
Tabel3.
Gejala dan tanda sffilts kongenttal
• 70% asimtomatis; Dari lahir
sampai Dini
• Pada bayi usia <1 bulan dapat ditemukan kelainan
kulit berbentuk vesikel dan atau bula < 2 tahun • Infeksi fulminan dan tersebar, lesi mukokutaneous,
osteokondritis, anemia, hepatosplenomegal i, neurosifilis.
Persisten>2 Keratitis interstisial, limfadenopati,
Lanjut
tahun setelah hepatosplenomegali, kerusakan tulang, anemia,
kelahiran gigi Hutchinson, neurosifilis.
1'4
Untuk bisa melakukan kedua jenis pemeriksaan tersebut di atas diperl ukan alatalat dan bahan habis pakai sbb:
1. Perangkat tes / Tes t ki t
2. Pipet mikro 3. Sentrifus
Sentrifus dibutuhkan untuk memisahkan plasma dari darah lengkap. Jika sentrifus tidak tersedia, plasma dapat dipisahkan dari darah lengkap dengan cara mendiamkan darah di dalam tabung selama 30
menit.
4. Rotator
Rotator dibutuhkan untuk proses penggumpalan antigen antibodi sehingga terbentuk butiranbutiran penanda positif. Terdapat dua macam rotator. Yaitu rotator listrik dan rotator yang diputar dengan tangan. Jika alat rotator tidak tersedia, maka proses dapat dibantu secara manual, dengan cara menggoyang piringan rotator / plate
dengan tangan.
Tes Ce pat Stfilis (Rapid test Syphilis)
Akhirakhir ini , telah tersedia rapid test untuk sifilis yaitu TP Rapid
(Treponema Pallidum Rapid). Penggunaan rapid test ini sangat mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat (10 15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau TPPA, sensitivitas rapid test ini berkisar antara 85% sampai 98%, dan spesifisitasnya berkisar antara 93%sampai 98%.
Rapid test sifilis yang tersedia sa at ini TP Rapid termasuk kategori tes spesifik treponema yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap berbagai spesies treponema (tidak selalu T pallidum), sehingga tidak dapat digunakan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ __ _ _ _ _ __ _ _ __
infeksi virus akut) dan penyakit kronis (misalnya: penyakit otoimun kronis). Oleh karena itu, tes ini bersifat nonspesifik, dan bisa menunjukkan hasil positif palsu. Tes nonspesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh lebih murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes spesifik treponema, untuk menghemat biaya.
II
セエ」ヲ[NQQャ@HasH positif pada tes non spesifik treponema tidak selalu berarti bahwa seseorang pernah atau sedang terinfeksi sifilis. HasH tes ini harus dikonfirmasi dengan tes spesifik treponema.
2. Tes spesifik treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema Pa/lidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TPPA
[image:20.841.12.408.9.307.2](Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay), FTAABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption).
Gambar 14. Gambar 15. Lesi mukokutaneus
Keratitis interstisial pada sifilis kongenital Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi antibodi yang
bersifat spesifik terhadap treponema . Oleh karena itu , tes ini jarang memberikan hasil positif palsu. Tes ini dapat menuniukkan hasH positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah berhasil . Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat. Tes treponemal hanya
menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif. Tes ini juga tidak dapat membedakan infeksi T paUidum dari infeksi treponema lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan dan riwayat perjalanan ke daerah endemis treponematosis lainnya dibutuhkan untuk menentukan diagnosis banding.
[image:20.841.9.405.20.578.2],
Gambar 13. Gi gi Hutchinson
18 Pedoman Tata Laksana Sifilis 115
Untuk Pengendalian SiHhs dl FaslHtas Pelayanan Dasar
(Sumber: elitechgroup.com) (Sumber: bosonbio.en madeir·china. com )
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ __ _ __ _
IV.
TES SEROLOGIS
SIFILIS
IV. 1.PRINSIP DASAR
Menurut Pedoman Nasional Tatalaksana IMS tahun 2011, diagnosis sifilis di tingkat Puskesmas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan sindrom dan pemeriksaan serologis.
Secara umum , tes serologi sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu:
1. Tes nontreponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma Reagin) dan VORL (Venereal Disease Research Laboratory)
Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan antibodi
terhadap bahan bahan lipid selsel T. Pallidum yang hancur. Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi ini juga dapat timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pad a infeksi akut (misalnya:
Pedoman Tata laksa na Sifilfs 117
(Sumber: elitechgroup.com) (Sumber: bosonbio.en madeirchi na.com)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ _ _ __
I
TES SEROLOGIS
SIFILIS
IV. 1.PRINSIP DASAR
Menurut Pedoman Nasional Tatalaksana IMS tahun 2011, diagnosis sifilis di tingkat Puskesmas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan sindrom dan pemeriksaan serologis.
Secara umum, tes serologi sifilis terdiri atas dua jenis , yaitu:
1. Tes nontreponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma Reagin) dan VORL (Venereal Disease Research Laboratory)
Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan antibodi
terhadap bahanbahan lipid selsel T. Pallidum yang hancur. Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi ini juga dapat timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut (misalnya:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ __ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ __
infeksi virus akut) dan penyakit kronis (misalnya: penyakit otoimun kronis). Oleh karena itu, tes ini bersifat nonspesifik, dan bisa menunjukkan hasil positif palsu_ Tes nonspesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh lebih murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes spesifik treponema, untuk menghemat biaya.
QQセ{cQzQQャ@
HasH positif pad a tes non spesifik treponema tidak selalu berarti bahwa seseorang pernah atau sedang terinfeksi sUilis. HasH tes ini harus dikonfirmasi dengan tes spesifik treponema.
Gambar 13.
Gigi Hutchinson 2. Tes spesifik treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TPPA
(Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay), FTAABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption).
Gambar 14. Gambar 15. Lesi mukokutaneus
Keratitis interstisial pada sifilis kongenital Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi antibodi yang
bersifat spesifik terhadap treponema. Oleh karena itu, tes ini jarang memberikan hasil positif palsu.Tes ini dapat menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah berhasil .Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat. Tes treponema I hanya
menuniukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif. Tes ini juga tidak dapat membedakan infeksi T pal/idum dari infeksi treponema lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan dan riwayat perjalanan ke daerah endemis treponematosis lainnya dibutuhkan untuk menentukan diagnosis banding.
18 Pedoman Tata laksana Sifills 115
UnLuk Pengendalian Sif1lis dJ Fasilitas Pe\.ayanan Dasar
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _
'\:
Gambar 11.} '
Gumma di hidung
セ@
(.-.
",/
...'; .• . <:N]セ A@
Gambar 12. Gumma di palatum
Tabel3.
Gejala dan tanda stfllts kongenital
• 70% asimtomatis; Dar; lahir
Dini
• Pada bay; usia <1 bulan dapat ditemukan kelainan
I
sampai kulit berbentuk vesikel dan atau bula < 2 tahun• Infeksi fulminan dan tersebar, lesi mukokutaneous, osteokondritis, anemia, hepatosplenomegali, neurosifilis.
Persisten>2 Lanjut Keratitis interstisial, limfadenopati,
tahun setelah hepatosplenomegali, kerusakan tulang, anemia,
kelahiran gigi Hutchinson, neurosifilis.
Kedua tes serologi, treponema dan nontreponema, dibutuhkan untuk diagnosis dan tatalaksana pasien sifilis oleh petugas kesehatan. Hasil tes treponema memastikan bahwa pasien pernah terinfeksi sifilis, sedangkan hasil tes nontreponema menunjukkan aktivitas penyakit
Untuk bisa melakukan kedua jenis pemeriksaan tersebut di atas diperlukan alatalat dan bahan habis pakai sbb:
1. Perangkat tes I Tes t ki t
2. Pipet mikro 3. Sentrifus
Sentrifus dibutuhkan untuk memisahkan plasma dari darah lengkap. Jika sentrifus tidak tersedia, plasma dapat dipisahkan dari darah lengkap dengan cara mendiamkan darah di dalam tabung selama 30 menit.
4. Rotator
Rotator dibutuhkan untuk proses penggumpalan antigen antibodi sehingga terbentu k butiranbutiran penanda positif. Terdapat dua macam rotator. Yaitu rotator listrik dan rotator yang diputar dengan tangan. Jika alat rotator tidak tersedia , maka proses dapat dibantu secara manual, dengan cara menggoyang piringan rotator / plate
dengan tangan.
Tes Cepat Sifilis (Rapid test Syphilis)
Akhirakhir ini, telah tersedia rapid test untuk sifilis yaitu TP Rapid
(Treponema Pallidum Rapid). Penggunaan rapid test ini sangat mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat (10 15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau TPPA, sensitivitas rapid test ini berkisar antara 85% sampai 98%, dan spesifisitasnya berkisar antara 93 % sampai 98%.
Rapid test sifilis yang tersedia saat ini TP Rapid termasuk kategori tes spesifik treponema yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap berbagai spesies treponema (tidak selalu T pallidum), sehingga tidak dapat digunakan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ __ _ _ __ _ _ __ __ _ _
membedakan infeksi aktif dari infeksi yang telah diterapi dengan bai k. TP Rapid hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema , namun tidak dapat menunjukkan seseorang sedang mengalami infeksi aktif.
TP Rapid dapat digunakan hanya sebagai pengganti pemeriksaan TPHA, dalam rangkaian pemeriksaan bersama dengan RPR. Penggunaan TP Rapid tetap harus didahului dengan pemeriksaan RPR . Jika hasH tes positif, harus dilanjutkan dengan memeriksa titer RPR, untuk diagnosis dan menentukan pengobatan. Pemakaian TP Rapid dapat menghemat waktu , namun harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan TPHA. Bagi daerah yang masih mempunyai TPHA konvensional / bukan rapid masih bisa digunakan.
2° 1
Gambar 8.
Berc:ak kemerahan di punggung, sifilis sekunder
Gambar 9. Bercak kemerahan
di vagina, sifil is sekunder
Gambar 10. Patchy alopecia
BP 2,4 juta IU, 1M lx Iminggu selama 3 mlnggu
berturut-turut
Kementerian Kesehatan Republ1k Indonesia _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ __
Gambar 7. Bercak kemerahan di telapak tangan, sifilis sekunder
Sumber:
Public Health Image Library Database (PHIL)
of
the US Centers for Disease Control (CDC)12 1
IV.2. INTERPRETASI HASIL TES SEROLOGIS SIFILIS
Hasil tes nontreponemal (RP R) masih bisa negatif sampai 4 minggu
sejak pertama kali muncul lesi primer. Tes diu lang 1 3 bulan kemudian pad a pasien yang dicurigai sifilis namun hasil RPR nya negatif.
Bagan Alur Tes Serologis Sifilis
3,6, 9,12, 18, 24
..
I
Evaluasi 「ャ ョォ・ セ@Note: (+1 = Reaktif (I = Non Reaktif BP= Benzathine Benzylpenicillin
Hasil positif tes RPR perlu dikonfirmasi dengan TPHA / TPPA/TP Rapid. Jika hasil tes konfirmasi non reaktif, maka dianggap reaktif palsu dan tidak perlu diterapi namun perlu dites ulang 13 bulan kemudian.
Jika hasil tes konfirmasi reaktif, dilanjutkan dengan pemeriksaan RPR kuantitatif untuk menentukan titer sehingga dapat diketahui apakah sifilis aktif atau laten, serta untuk memantau respons terhadap pengobatan.
[image:26.841.35.381.130.404.2]Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ _ __ _ _ __ _ _ _ __
Jika hasil RPR reaktif, TPHA reaktif , dan terdapat riwayat terapi dalam tiga (3) bulan terakhir, serta pada anamnesis tidak ada ulkus baru, pasien tidak perlu diterapi. Pasien diobservasi dan tes diulang tiga bulan kemudian. Jika titer RPR tetap atau turun, tidak perlu diterapi lagi dan tes diulang tiga
bulan kemudian.
Jika hasil RPR tidak reaktif atau reaktif rendah (serofast) , pasien dinyatakan sembuh .
Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru l sifilis aktif. Tabel3.
Interpretasi hasil tes serologis Sifilis dan tindakan
Titer RPR dan Riwayat Tindakan
Gambar 5. Ulkus sifilis primer di penis
Tidak Ulangi tes 3 bulan
Negatif Tidak dikerjakan :1
lagi Perlu
POsi ll r Posit if II
n ・ セ 。エゥゥ セQ@
Tidak d ikerjakanpalsu
L iセ@
Terdapat ri wayat terapi sifilis Masa Tidak perlu t e ra pi. dalam 3 bulan terakhir, berapa evaluasi Ulangi tes 3 bulan pun tite rn ya terapi lagi
,II Ter
1:2ataul:4
II
Sl fil lS latenlanjut
Tidak ada
Il kcmudia n P " f r1wayal te rapi
Positif
osltl II dala m 3 bulan
t.erailhir II セ@ QZX@
Gambar 6. Bercak kem erahan di sifilis sekunder
Positif Bandi ng kan dengan t it e r 3 bula n Jika turu ll Tidak perlu terapi. ata u Positif ya ng la lu. terapi ... Obse rvasi dan
negatif berhasil e valuasi 6 bulan
ke mud ian
Sumber: Pub lic Heal th Image Library Database (PHIL)
Positlf IBandingkan dengan t iter 3 bulan of the US Centers for Disease Control (CDC)
Yllng lalu. Kelompok Studi IMS Indonesia
Pedoman Tala Laksana Sifllis
22
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _セ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
Gambar 3. Ulkus sifilis primer di daerah anorektal
Gambar4.
Ulkus sifilis primer di labium mayora
Sumber:
Public Health Image Library Database (PHIL)
of
the US Centers for Disease Control (CDC) Kelompok Studf IMS IndonesiaJika hasH RPR reaktif dan TPHA reaktif dan tidak ada riwayat terapi sifilis dalam 3 bulan terakhir, maka perlu diberikan terapi sesuai stadium.
Titer RPR セQ@ Z T@ (1:2 atau 1 :4) dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis laten lanjut.
Titer セQZX@ dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis aktif dan diterapi.
3 bulan setelah terapi, evaluasi titer RPR.
Jika titer RPR turun 2 tahap (misal dari 1:64 menjadi 1:16) atau lebih, terapi dianggap berhasil. Ulangi evaluasi tiap tiga bulan sekali di tahun pertama dan 6 bulan di tahun kedua, untuk mendeteksi infeksi baru. Jika titer tidak turun dua tahap, lakukan evaluasi kemungkinan reinfeksi, atau sifilis laten.
CATATAN :
Jika tes konfirmasi tidak tersedia, berdasarkan riwayat perilaku seksual berisiko,pasien bisa diterapi sesuai titer RPR. Selanjutnya titer RPR harus terus dimonitor. Titer dapat meningkat atau turun pada infeksi akut atau ォイセョゥォ L@ kemudian turun lagi. Jika tes konfirmasi tidak tersedia, perubahan titer ini dapat dianggap mengkonfirmasi infeksi T pallidum .
Pedoman Tata Laksanil Sifills
I
Z3Untuk Pengendatian Sifilis di Fasllitas Pelayanan Oilsar
STADIUM
Primer
Sekunder
Laten Tersier Gumma Sifilis
kardiovaskuler
Ulkus/luka/tukak, biasanya soliter, tidak nyen, batasnya tegas, ada indurasi dengan pembesaran kelenjargetah bening regional (limfadenopati) Bercak merah poltmorfik biasanya di telapak tangan dan telapak khaki, lesi kultt papuloskuamosa dan mukosa, demam, malatse, Itmfadenopatt generallsata, kondiloma lata, patchy a/opecla,
mentngttis, uveitis, retinttts Asimtomatik
Destruksi jaringan di organ dan lokasi yang tertnfeksi
Aneurtsma aorta, regurgitast aorta, stenosis osteum
3 minggu 2 12 minggu
Dini<l tahun ; lanjut> Hahun 1 46 tahun 10 30 tahun
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ _ __ __
II
•
[image:29.842.10.413.11.543.2]MANIFESTASI
KLINIS SIFILIS
Tabel 2. Gejala dan tanda Sifilis pada dewasa
>2 tahun 20 tahun Bervartasi dart asimtomatis sampat nyen kepala ,
Neurosifilis
vertigo, perubahan kepribadlan, demensia, ataksia,
iiiii=ii;:::::i"'" pupil Argyll Robertson
Pedoman Tata laksana Sifilis 1 9
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ __ _ _ _ _ _ __
TERAPI SIFILIS
DI PUSKESMAS
Alternatif bag; yang alergi penisHin
_ ir:f.I:I.f.j "lI_ :F.Tii11W
Doksisiklin 100 Eritromisin 500 mg per oral , 2kali mg per oral,4 kali
I hari selama 30 Ihari selama 14
hari hari
Benzathine benzylpenicillin 2,4 Jutajl Doksisiklinl 00 !lEritromisin 500 , IU, injeksi 1M, satu kali/minggu selama
Sifilis laten
Img per oral, 2 ka1 mg per oral,4 kali 3 minggu berturut turut
I
hari minimal 30\1
hari minimal 30hari hari
ATAU
Seftriakson 1 gr, injeksi 1M 1 kali Ihari selama 10 hari
CATATAN :
Catatan: sebelum injeksi benzathin benzylpenicillin lakukan uji penisilin terlebih dulu untuk
セ@ memastikan pasien tidak alergi terhadap penisilin
Keratitis interstisial
(Sumber: en. wikipedia .org / wiki/Syphilis)
p・、ッュセョ@ Tata Laksana Sirilis 25 8
A.
Sifilis yang didapat
A.1. 5ifilis dini mudah menular dan merespon pengobatan
dengan baik
A.1.1. Sifilis stadium primer,
A.1.2 . Sifilis stadium sekunder,
A.1 .3. Sifilis laten dini (diderita selama kurang dan 1 tahun)
A.2. 5ifilis Lanjut
A.2.1. Sifilis laten lanjut (telah diderita selama lebih dari 1 tahun) A.2.2. Sifilis tersier: gumma, neurosifilis , dan sifilis kardiovaskular.
B.
Sifilis kongenital
Sifilis kongenital ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim. B.1. 5ifilis kongenital dini
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi B.2. 5ifilis kongenital lanjut
Berlanjut sampai setelah usia 2 tahun
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ __ _ __ _ __ _ _ __ _ _
Gambar 1.
T. Pallidum Gambaran mikroskop elektron (Sumber: en. wikipedia. org /wiki / syphilis)
Gambar 2. Histopatologis T. pallidum Gambaran mikroskop elektron dengan pengecatan Steiner silver
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ __ _ __ _
•
EVALUASI
TERAPI DAN
MONITORING
PASIEN SIFILIS
Pasien dengan sifilis dini dan telah diterapi dengan adekuat harus dievaluasi secara klinis dan serologis tiap 3 bulan selama satu tahun pertama (bulan ke 3, 6, 9, 12) dan setiap 6 bulan di tahun kedua (bulan ke 18, dan 24).
Tes TPHA dan titer RPR harus dilakukan pada:
• Tiga bulan setelah terapi untuk sifilis primer dan sekunder, titer RPR diperlukan untuk mengevaluasi keberhasilan terapi dan mendeteksi infeksi ulang (reinfeksi).
Terapi dianggap berhasil jika titer RPR turun. Jika titer tidak turun atau malah naik, kemungkinan terjadi reinfeksi dan ulangi terapi.
Pedoman Tata Laksana 51fll i5 Untuk Pengendalian 51fi1ls dl Fas111tas Pelayanan Dasar
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ __ __ _ __ _ _ __ _ __ _ _
• 3,6,9, 12, 18 dan 24 bulan setelah terapi:
Jika titer RPR tetap sama atau bahkan turun, terapi dianggap berhasil dan pasien cukup diobservasi.
Jika titer RPR meningkat, obati pasien sebagai infeksi baru dan ulangi terapi. • Jika RPR non reaktif atau reaktif lemah(serofast) maka pasien dianggap
sembuh
Pada semua stadium, ulangi terapi jika: • Terdapat gejala klinis sifilis;
• Terdapat peningkatan titer RPR (misal dari 1:4 menjadi 1 :8) .
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ __ _ __ _
I.
INFEKSI
SIFILIS
Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete , Treponema pal/idum (T. pal/idum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi menular seksual. Selain sifilis , terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia yang disebabkan oleh treponema , yaitu : non venereal endemic syphilis (telah eradikasi), frambusia (T.
pertenue), dan pinta (T. careteum di Amerika Selatan).
Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis kongenital(ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan)dan sifilis yang didapat / acquired (ditularkan melalui hubungan seks atau jarum suntik dan produk darah yang tercemar).
Pedoman Ta t a la ksana Sinlis
[5
Untuk Pengendalian Sifi\is dl Fasllitas Pelayanan Dasar 28I
•
PENANGANAN SYOK
ANAFILAKSIS
Semua pasien sifilis harus diterapi dengan injeksi benzathine benzylpenicillin, kecuali jika terdapat riwayat reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penisilin (anafilaksis, angioderma, urtikaria, bronkospasme) atau jika timbul reaksi pada tes alergi penisilin (skin test)
Dalam anamnesis, petugas kesehatan harus menanyakan riwayat alergi terhadap antibiotik golongan penisilin. Beberapa pertanyaan lebih lanjut untuk menggali riwayat alergi:
• Reaksi alergi terhadap obat tersebut terjadi saat pasien umur berapa?
• Bagaimana bentuk reaksi alerginya?
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ __ _ __
• Berapa lama reaksi alergi timbul setelah terapi dimulai?
• Bagaimana cara pemberian terapi (injeksi atau per oral atau lainnya)? • Obat lain apa saja yang juga digunakan saat itu?
• Apa yang terjadi setelah terapi dengan penisilin dihentikan? • Apakah pasien pernah menggunakan antibiotik lain dalam golongan
yang sama (misalnya: amoksisilin, ampisilin atau sefalosporin) dan, jika pernah, apakah timbul reaksi alergi juga?
Reaksi alergi berupa anafilaksis, angioderma, urtikaria, bercak merah yang gatal, dan bronkospasme merupakan reaksi yang spesifik sebagai tanda alergi. Tanda klinis eritema makopapular, gangguan gastrointestinal atau reaksi lain tidak bersifat prediktif terhadap alergi.
Perlu diperhatikan, jangan memberikan terapi penisilin jika pasien sedang: • Menderita penyakit akut (gejala seperti flu, pilek)
• Mengalami gangguan kulit bercak merah yang gatal
• Mengalami sesak nafas dengan wheezing (mengi) I tandatanda asma
Tes kulit untuk mendeteksi reaksi alergil
skin test
Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis, dapat dilakukan tes kulit. Cara melaksanakan tes kulit adalah:
1. Larutkan bubuk benzatin benzyl penicilin 2,4 juta IU dengan 10 cc aqua bidest
2. Ambil satu cc larutan, menggunakan spuit yang biasa digunakan untuk tes mantoux
3. Buanglah isi spuit, sampai tersisa 0,2 cc saja di dalam spuit 4. Suntikkan secara intra dermal
5. Beri tanda I lingkari daerah yang disuntik
6. Tunggu 15 menit, lihat apakah ada peningkatan diameter pembengkakan kulit
7. Jika terjadi peningkatan pembengkakan lebih dari 3 mm, dapat diinterpretasikan bahwa pasien alergi terhadap penisilin.
3°1
STBP 2011 di Indonesia juga melaporkan prevalensi sifilis masih cukup tinggi. Pada populasi waria, prevalensi sifilis sebesar 25%, WPSL (wanita penjaja seks langsung) 10%, LSL (lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki) 9%, warga binaan lembaga pemasyarakatan 5%, pria berisiko tinggi 4%, WPSTL (wanita penjaja seks tidak langsung) 3% dan penasun (pengguna narkoba suntik) 3%. Jika dibandingkan dengan laporan STBP tahun 2007, prevalensi sifilis pada populasi waria tetap tinggi. Pada populasi LSL dan penasun, prevalensi sifilis bahkan meningkat 3 kali lipat (gambar 1). Halhal tersebut di atas menunjukkan bahwa penggunaan kondom masih sangat rendah dan praktik tatalaksana IMS di Puskesmas di berbagai daerah di Indonesia masih perlu diperkuat. Jika tidak diperkuat, prevalensi sifilis pad a berbagai populasi kunci akan terus meningkat, dan risiko penularan HIV juga makin meningkat.
Grafik 1.
Prevalensi Sifilis pada Waria, LSL dan Penasun di Indonesia, 2007 dan 2011
50
_ 2007 2011
40
301 17 28
%
20
10
3
0
Waria LSL Penasun
*Data 2007 dan 2011 membandingkan di lokasi yang sama
Pedoman Tata L<lkSilna Sifllis 13
Kementerian Kesehatan Republi k Indonesia _________________
5 kali. Peningkatan risiko penularan HIV karena sifilis menduduki peringkat kedua setelah chancroid lihat Tabel 1. Namun, angka kejadian sifilis di berbagai populasi jauh lebih tinggi dibandingkan chancroid, sehingga peran sifilis dalam penyebaran HIV di masyarakat menjadi lebih bermakna. Jika diobati secara adekuat , tingkat kesembuhan sifilis sama tingginya dengan
chancroid (>95%).
Tabel1 .
Risiko penularan HIV pada tiap jenis IMS dan tingkat kesembuhan
Risiko Tingkat kesembuhan Jenis IMS penularan HIV dengan terapi adekuat
Chancroid II ++++
"
> 95 % II +"
Siftlis +++ > 95 % +++
JL
セl@
セi@
セQQ++ ++++
Infeksi klamidia
II
!f
> 95 %++ > 95 %
Gonore
セl@
セl@
-+ > 95 %
Trikomoniasis
][
JI
II
+11
>0%l1erpes Kelamin
Integrated Behavioral and Biological Survey (I BBS) / Survey Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) tahun 2011 di Indonesia melaporkan prevalensi sifilis pad a populasi WPS yang terinfeksi HIV sebesar 16,7%; sedangkan pada mereka yang tidak terinfeksi HiV 9,47%. Prevalensi sifilis pada populasi LSL HIV positif 23 ,8% sedangkan pada mereka yang HIV negatif 16 ,67%. Pada kedua populasi tersebut , secara statistik terbukti bahwa prevalensi sifilis berkorelasi positif dengan prevalensi HIV. Korelasi tersebut ditunjukkan dengan odds ratio sebesar 1,91 dan 3,63 . Makna odds ratio tersebut adalah WPS yang terinfeksi sifilis 1,91 kali lebih mudah tertular HIV dibandingkan WPS yang tidak terinfeksi sifilis ; dan LSL terinfeksi sifilis 3,63 kali lebih mudah terinfeksi HIV dibandingkan LSL yang tidak terinfeksi sifilis.
2 1
Tes kulit ini sebaiknya dilakukan setiap akan memberikan terapi injeksi benzatin benzylpenisilin .
Semua fasilitas tempat layanan kesehatan yang memberikan terapi antibiotik (apapun, tidak terbatas hanya penisilin) dengan injeksi intramuskular, perlu memiliki menyiapkan peralatan kedaruratan medik yang memadai untuk menangani reaksi alergi atau syok anafilaksis secara adekuat.
Peralatan dan obat obatan esensial yang harus disediakan untuk penanganan syok anafilaksis terdiri atas:
• Aqueous adrenaline (epinefrin) pengenceran1: 1.000 untuk injeksi ; • Antihistamine injeksi dan per oral (misal:difenhidramin dan
klorfeniramin) ; • Hidrokortison injeksi ;
• Ambu bag untuk ventilasi • Tabung dan selang oksigen
Ingat: pasien yang benarbenar alergi terhadap penisilin dapat mengalami syok pad a saat menjalani skin test. Petugas harus sudah siap menangani syok pada saat melakukan
skin test
Tandatanda reaksi anafilaksis:
• Syok: tekanan darah sangat rendah , denyut nadi cepat dan lemah , dan kesulitan bernafas
• Kemerahan yang gatal pada kulit (rash)
Pedoman Tata Laksa na Sifil is 131
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ __
Tabel 5. Penanganan Syok Anafilaksis
1.
Minta bantuan sesama petugas kesehatan Periksa ABCAirway Jalan nafas / saluran pernafasan
Breathing Pernafasan, jika perlu lakukan bantu an pernafasan dari mulut ke mulut
Circulation Sirkulasi darah. Jika perlu lakukan resusitasi jantung paru
2·
3.
I
Berikan injeksi adrenalin Oosis: Oewasa 0,5 ml; lanjut usia: 0,3 ml; ulangi tiap 510 menit sampai respon adekuat
Monitor tekanan darah dan denvut nadi tiaD 510 menit 4. I Berikan injeksi hidrokortison secara intra muskuler Oosis
dewasa 250 mg
5. I Berikan injeksi klorfeniramin 1020 mg
atau
difenhidramin 50100 mg 1M6. I Rujuk pasien ke Rumah Sakit terdekat segera setelah kondisi stabil
• Jika perlu ulangi pemberian adrenalin, siapkan satu dosis adrenalin untuk di perjalanan
• Catat secara lengkap dan rinci semua terapi dan tindakan. Berikan salinan catatan kepada Rumah Sakjt
• Awasi pasien sampai dapat diserahterimakan kepada
dokter/petugas kesehatan yang akan melanjutkan tugas penanganan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ _ _ _ _ _ __
I.
LATAR
BELAKANG
Sifilis merupakan salah satu IMS (infeksi menular seksual) yang menimbulkan kondisi cukup parah misalnya infeksi otak (neurosifilis), kecacatan tubuh (guma). Pada populasi ibu hamil yang terinfeksi sifilis, bila tidak diobati dengan adekuat, akan menyebabkan 67% kehamilan berakhir dengan abortus, lahir mati, atau infeksi neonatus (sifilis kongenital). Walaupun telah tersedia teknologi yang relatif sederhana dan terapi efektif dengan biaya yang sangat terjangkau, sifilis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang meluas di berbagai negara di dunia. Bahkan sifilis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal di banyak negara.
Sifilis, sebagaimana IMS lainnya, akan meningkatkan risiko tertular HIV. Pada ODHA, sifilis meningkatkan daya infeksi HIV. Pada mereka yang belum terinfeksi HIV, sifilis meningkatkan kerentanan tertular HIV. Berbagai penelitian di banyak negara melaporkan bahwa infeksi
sifilis dapat meningkatkan risiko penularan HIV sebesar 3-Pedomall Tata Lak5<lna Sifili51 1
I
•
BEBERAPA
PERTIMBANGAN
PROGRAM DAN
KESEHATAN
MASYARAKAT
1. SKRINING SIFILIS
Mengingat banyaknya infeksi sifilis yang tidak bergejala dan tingginya prevalensi sifilis, diperlukan skrining sifilis secara rutin untuk mengendalikan sifilis di masyarakat. Skrining sifilis dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan tes serologis sifilis. Skrining sifilis terutama ditujukan bagi :
a. Semua ibu hamil. Skrining sifilis harus dilakukan
sedini mungkin pad a kunjungan antenatal yang pertama. Skrining diulangi pada trimester ketiga dan saat persalinan . Skrining dan terapi sifilis dapat mengurangi angka kematian bayi dan kecacatan bayi. Untuk eliminasi sifilis kongenital ,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia _ _ __ _ _ __ _ _ _ _ _ _ __
sangat penting untuk mencapai 100% cakupan skrining sifilis pada ibu hamil. Jika fasilitas pemeriksaan RPR dan TP Rapid tidak tersedia, demi perlindungan terhadap janin, dapat digunakan tes cepati
rapid
test
saja. Semua hasilrapid test
positif, diobati sebagai sifilis aktif.b. Ibu melahirkan harus diskrining sifilis , terutama apabila selama masa
kehamilan belum pernah diskrining sifilis. Skrining pad a saat
persalinan dapat mendeteksi infeksi sehingga dapat dilakukan
penanganan dini terhadap ibu dan bayinya. Jika fasilitas pemeriksaan
RPR dan TPHA tidak tersedia, demi perlindungan terhadap janin,