PERANAN SOLIDARITAS BURUH SUMATERA UTARA (SBSU) DALAM
MEMPERJUANGKAN HAK-HAK NORMATIF BURUH
DI PT ASIA KARET MEDAN
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar sarjana sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
Disusunoleh
REJEKI SYAHPUTRA PADANG
100902076
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Arus kemajuan dan perkembangan ekonomi tanah air yang melaju dan semakin berkembang pesat menyebabkan maraknya pertumbuhan bisnis di berbagai bidang.Tumbuh dan berkembangnya sektor perindustrian pastinya menggunakan buruh sebagai kontributor kunci dalam perjalanan perekonomian.Tapi dalam perjalanan hubungan industrial banyak terdapat konflik-konflik antara pengusaha/perusahaan dengan para buruh, yang diakibatkan pertentangan kepentingan asset yang bernilai dari kedua belah pihak.Pertentangan tersebut selalu merugikan kaum buruh, sehingga terjadi protes sosial yang dilakukan kaum buruh.Bentuk eksploitasi yang dilakukan perusahaan atau pemilik modal terhadap buruh juga terjadi di PT. Asia Karet Medan.Para buruh yang bekerja di perusahaan tersebut terkena dampak dari kekejaman pengusaha yang berujung pada pelanggaran hak-hak normatif kaum buruh atau perburuhan. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pihak perusahaan dianggap merugikan buruh seperti upah yang relatif rendah, tidak adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja dalam melakukan aktivitas perkerjaan, maraknya mutasi kerja ke tempat yang tidak sesuai keahlian buruh sehingga membunuh karakter buruh, adanya larangan berserikat dan berkumpul terhadap buruh yang berjuang pada Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak (PHK) oleh perusahaan dan lain-lain. Dampak dari kekejaman kapitalisme yang dialami kaum buruh yang terkena dampak merupakan masalah sosisal yang harus ditanggapi oleh pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan buruh.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study) tipe deskriptif, dengan jumlah informan 6 orang.Lokasi penelitian adalah Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) PT. Asia Karet Medan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara, dengan demikian beberapa pertanyaan yang tidak dijawab oleh seorang informan dapat ditanyakan kembali kepada informan lain yang dianggap lebih mengetahui permasalahan penelitian.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, kaum buruh mengalami tekanan yang beragam dari pihak perusahaan, sehingga timbul sebuah perlawanan yang berbentuk protes sosial.Perlawanan yang dilakukan kaum buruh dengan berbagai strategi, dimulai dengan negosiasi sampai pada gerakan sosial kaum buruh.Kesemua usaha yang dilakukan kaum buruh dengan segala kendala-kendala yang ada bisa dikatakan mendapatkan titik terang menuju sebuah keberhasilan.
ABSTRACT
Flow of progress and economic development of the country that drove and growing rapidly led to rampant growth of the business in various fields. Growth and development of the industrial sector certainly use labor as a key contributor in the course of the economy. But in the course of industrial relations there are many conflicts between employer/company with the workers, which caused a conflict of interest valuable asset of both parties. The opposition has always been detrimental to workers, resulting in social protest made the workers. Forms of exploitation by the company or the owners of capital to labor also occurs in the PT. Asia Karet Medan. The workers who work in the company affected by the atrocities that led to the violation employers' basic rights of workers or labor. Policies carried out by the company are considered detrimental to workers as relatively low wages, lack of health insurance and safety in performing job activities, rampant mutations that do not work to the appropriate expertise to kill the character of labor workers, the prohibition of association and assembly of workers who fought on Unilateral Termination of Employment (PHK) by companies and others. The impact of the cruelty of capitalism experienced workers affected is a problem that must be addressed sosisal by parties related to labor issues.
The research method used in this research is qualitative research with case study approach (case study) descriptive type, the number of informants 6 people. The research location is Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) PT. Asia Karet Medan. Interviews were conducted by using an interview guide, so some questions that are not answered by an informant can be asked back to another informant who is considered more aware of the problems of research.
From the research conducted, the workers suffered varying pressure from the company, which raised a resistance in the form of social protest. Resistance is done the workers with a variety of strategies, starting with the negotiations to the social movements of the workers. All of the effort by the workers in all the constraints that there can be said to get a point of light toward a success.
KATA PENGANTAR
BismillahirahmanirahimAlhamdulillah, Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
semua berkah dan karuniaNya, penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat
beriring salam juga tak lupa penulis ucapkan kepada junjungan Baginda Rasullulah SAW
yang juga menjadi inspirasi penulis dalam menjalankan dan mengarungi kehidupan ini.
Dengan belajar dari kesabaran, ketabahan dan mengerti arti hidup sebagai manusia.
Penulis menyadari dan memahami betul bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini
terdapat kendala dan keterbatasan baik keterbatasan materi maupun keterbatasan waktu yang
dialami penulis. Syukur yang tak terhingga banyaknya penulis haturkan atas semangat,
dukungan, doa dan bantuan dari “orang-orang terbaik dan terhebat” diantara penulis.
Terimakasih penulis ucapkan kepada:
1. Keluarga tercinta, ibunda dan ayahanda yang menjadi inspirasi dan orang terhebat
dalam hidupku yang telah mengajari arti sebuah kehidupan, memberikan kasih
sayang tiada terhingga selama ini yang tidak dapat tergantikan oleh apapun.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada kakak tercinta Yunizar Padang dan
Ryan Padang yang senantiasa memberikan semangat serta menjadi motivator
terbaik hingga saat ini dan buat adik-adikku Hamzah Padang dan Ismaul Padang,
tetaplah berjuang agar sukses dikehidupan kelak.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP USU yang telah banyak
memberikan arahan dan banyak bertukar pikiran dengan penulis dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Drs. Zakaria Taher, M.S.P Pembantu Dekan I FISIP USU, Bapak Drs.
Pembantu Dekan II FISIP USU, yang telah banyak memberikan motivasi kepada
penulis.
4. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P. Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
FISIP USU yang juga banyak memotivasi penulis dalam aktivitas perkuliahan.
5. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si Sekertaris Departemen Ilmu Kesejahteraan
Sosial FISIP USU dan juga Dosen pembimbing penulis Bapak Agus Suriadi,
S.Sos, M.Si yang telah meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan
sumbangsih ide-ide kreatif dengan penuh kesabaran sampai selesainya skripsi ini.
6. Seluruh Dosen/Pegawai di FISIP USU yang telah mendidik dan membimbing
penulis sampai selesai.
7. Rekan-rekan seperjuangan di Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU 2010, Irfantri
Alga, Fahmi Natigor, Jonathan, Yudi Pramudiharja, Anton Clinton, Helen, Intan
Rahmadani, Nanda Nugraha, Erwin Berutu, David, Puri Maulidin, Dede
Nurcholis, Foniah Saragih, Erlince Situmorang, Sintong Ferdinan, Edward, Angga
Evra, Rizki Trinanda, Muchlis Ariady, Paman Sam, Ferdian Erman, Fauziah, Icha
Nasution, Nanda Berutu, beserta seluruh sahabat yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu, terimakasih untuk persahabatan selama perkuliahan ini dan semoga
menjadi sahabat terbaik selamanya.
8. Segenap kepengurusan Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) PT. Asia Karet
Medan atas informasi dan pengalamannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. HIDUP BURUH…
9. Marisa Nurul Azmi Banurea yang setia mendampingi penulis sejak awal
memasuki perkuliahan hingga saat ini, maaf apabila sejauh ini penulis tidak terlalu
bisa menuangkan perhatian dan meluangkan waktu, There is a Rainbow after The
10.Ayu Anggraeni (Almh), Seltica Assakina, Natasya Adham, terimakasih penulis
ucapkan karena telah menjadi rekan imajinasi dalam dunia fiksi, sahabat-sahabat
sejati dialam fantasi. Terimakasih sudah mewarnai hari sejauh ini dengan cinta
penuh kasih.
11.Sahabat-sahabat selama di perantauan eLL_sindicate, Black ngeri kali (Fajar),
Julius (Juju Bandal), Panji Villyberto, Dany Ogy, Rosa Uliasa, Rosalina, Mesyah
Hura (Pakcik), Dedek Kurniawan, Bembeng, rekan-rekan di Nalan DoorSmer.
Semoga persahabatan yang kita perjuangakan selama ini tetap abadi.
12.Seluruh jajaran kepengurusan Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) semoga
tetap setia dan militan dalam memperjuangkan hak-hak normatif buruh.
Ucapan terimakasih sebesar-besarnya yang penulis haturkan tidak sebanding dengan segala
daya upaya berharga yang telah kalian berikan pada penulis.Penulis menyadari bahwa dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, keterbatasan baik
dalam isi maupun teknik penulisan.Untuk itu, penulis sangat menghargai segala masukan,
kritik yang membangun.Harapan sebesar-besarnya agar skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pembaca.Wassalam.
Medan, Januari 2015
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 15
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 16
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 16
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 16
1.4 Sistematika Penulisan ... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 19
2.1 Pegertian ... 19
2.1.1 Pengertian Buruh ... 19
2.1.2 Pengertian Organisasi/Serikat Buruh ... 20
2.1.3 Pengertian Pengusaha/Perusahaan ... 22
2.1.4 Pengertian Peranan ... 23
2.2 Teori Perubahan Sosial ... 24
2.3 Teori Gerakan Sosial ... 25
2.3.1 Pendekatan Melalui Teori Marxist dan Neo-Marxisme... 27
2.3.2 Teori Struktural Fungsional ... 29
2.3.3 Teori Konflik ... 30
2.4 Kesejahteraan Sosial ... 33
2.4.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial ... 33
2.5 Kerangka Pemikiran ... 36
2.6 Defenisi Konsep ... 38
BAB III METODE PENELITIAN ... 40
3.1 Jenis Penelitian ... 40
3.2 Lokasi Penelitian ... 40
3.3 Unit Analisis dan Informan ... 40
3.3.1 Unit Analisis ... 40
3.3.2 Informan ... 41
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 42
3.5 Teknik Analisis Data ... 43
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 44
4.1 Sejarah Berdirinya Organisasi ... 44
4.2 Tujuan dan Fungsi Organisasi ... 47
4.2.1 Tujuan Organisasi ... 47
4.2.2 Fungsi Organisasi... 48
4.3 Regenerasi Organisasi ... 49
4.4 Struktur Organisasi ... 51
4.4.1 Struktur Kepengurusan SBSU PT. Asia Karet Medan ... 52
4.5 Tata Laksana Keuangan Organisasi ... 54
4.6 Profil Singkat PT. Asian Karet Medan ... 55
BAB V ANALISIS DATA ... 57
5.1 Latar Belakang Perjuangan Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) PT. Asia Karet Medan ... 57
5.2 Peran Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) PT. Asia Karet Medan
dalam Memperjuangkan Hak-hak Normatif Buruh ... 67
5.2.1 Diskusi, Konsolidasi dan Afiliasi ... 69
5.2.2 Gerakan Sosial Kaum Buruh ... 74
5.3 Konsistensi Perjuangan SBSU PT. Asia Karet Medan ... 79
BAB VI PENUTUP ... 83
6.1 Kesimpulan ... 83
6.2 Saran ... 84
ABSTRAK
Arus kemajuan dan perkembangan ekonomi tanah air yang melaju dan semakin berkembang pesat menyebabkan maraknya pertumbuhan bisnis di berbagai bidang.Tumbuh dan berkembangnya sektor perindustrian pastinya menggunakan buruh sebagai kontributor kunci dalam perjalanan perekonomian.Tapi dalam perjalanan hubungan industrial banyak terdapat konflik-konflik antara pengusaha/perusahaan dengan para buruh, yang diakibatkan pertentangan kepentingan asset yang bernilai dari kedua belah pihak.Pertentangan tersebut selalu merugikan kaum buruh, sehingga terjadi protes sosial yang dilakukan kaum buruh.Bentuk eksploitasi yang dilakukan perusahaan atau pemilik modal terhadap buruh juga terjadi di PT. Asia Karet Medan.Para buruh yang bekerja di perusahaan tersebut terkena dampak dari kekejaman pengusaha yang berujung pada pelanggaran hak-hak normatif kaum buruh atau perburuhan. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pihak perusahaan dianggap merugikan buruh seperti upah yang relatif rendah, tidak adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja dalam melakukan aktivitas perkerjaan, maraknya mutasi kerja ke tempat yang tidak sesuai keahlian buruh sehingga membunuh karakter buruh, adanya larangan berserikat dan berkumpul terhadap buruh yang berjuang pada Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak (PHK) oleh perusahaan dan lain-lain. Dampak dari kekejaman kapitalisme yang dialami kaum buruh yang terkena dampak merupakan masalah sosisal yang harus ditanggapi oleh pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan buruh.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study) tipe deskriptif, dengan jumlah informan 6 orang.Lokasi penelitian adalah Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) PT. Asia Karet Medan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara, dengan demikian beberapa pertanyaan yang tidak dijawab oleh seorang informan dapat ditanyakan kembali kepada informan lain yang dianggap lebih mengetahui permasalahan penelitian.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, kaum buruh mengalami tekanan yang beragam dari pihak perusahaan, sehingga timbul sebuah perlawanan yang berbentuk protes sosial.Perlawanan yang dilakukan kaum buruh dengan berbagai strategi, dimulai dengan negosiasi sampai pada gerakan sosial kaum buruh.Kesemua usaha yang dilakukan kaum buruh dengan segala kendala-kendala yang ada bisa dikatakan mendapatkan titik terang menuju sebuah keberhasilan.
ABSTRACT
Flow of progress and economic development of the country that drove and growing rapidly led to rampant growth of the business in various fields. Growth and development of the industrial sector certainly use labor as a key contributor in the course of the economy. But in the course of industrial relations there are many conflicts between employer/company with the workers, which caused a conflict of interest valuable asset of both parties. The opposition has always been detrimental to workers, resulting in social protest made the workers. Forms of exploitation by the company or the owners of capital to labor also occurs in the PT. Asia Karet Medan. The workers who work in the company affected by the atrocities that led to the violation employers' basic rights of workers or labor. Policies carried out by the company are considered detrimental to workers as relatively low wages, lack of health insurance and safety in performing job activities, rampant mutations that do not work to the appropriate expertise to kill the character of labor workers, the prohibition of association and assembly of workers who fought on Unilateral Termination of Employment (PHK) by companies and others. The impact of the cruelty of capitalism experienced workers affected is a problem that must be addressed sosisal by parties related to labor issues.
The research method used in this research is qualitative research with case study approach (case study) descriptive type, the number of informants 6 people. The research location is Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) PT. Asia Karet Medan. Interviews were conducted by using an interview guide, so some questions that are not answered by an informant can be asked back to another informant who is considered more aware of the problems of research.
From the research conducted, the workers suffered varying pressure from the company, which raised a resistance in the form of social protest. Resistance is done the workers with a variety of strategies, starting with the negotiations to the social movements of the workers. All of the effort by the workers in all the constraints that there can be said to get a point of light toward a success.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Banyak kepentingan rakyat yang seharusnya menjadi tanggung jawab sebuah
negara.Kini diatur oleh sistem pasar bebas (free market) yang menciptakan suatu sistem
demokrasi mengarah pada neoliberalisme.Melemahnya peran negara dalam melindungi dan
mensejahterakan rakyatnya merupakan suatu kondisiyang hadir ditengah kehidupan
berbangsa dan bernegara saat ini.Hal ini tercermin dari praktik-praktik para pemangku
kebiijakan yang seharusnya mengedepankan kedaulatan rakyat, namun pada realitasnya
berorientasi pada kepentingan modal.Perkembangan kapitalisme masih terus berlanjut secara
terus-menerus menghisap nilai-nilai kebangsaan yang telah dibawakan oleh para leluhur
bangsa, yang menyebabkan rakyat menjadi budak di bangsanya sendiri.
Kondisi ini tidak terlepas dari suatu perkembangan kapitalisme global yang semakin
pesat, yang menjadi penyebab dari krisis banyak negara dari belahan dunia. Kemenangan dan
kejayaan kapitalisme global dimulai ketika beberapa negara penganut sistem kapitalisme
mengadakan GATT (general Agremeent on Tariffs and Trade) atau perjanjian umum tentang
tarif-tarif perdagangan , didirikan pada tahun 1948 di Genewa, Swiss. Yaitu dengan tujuan
untuk mempengaruhi dan merebut kembali Global Govrnance dalam bidang ekonomi dan
politik perdagangan.Yang pada akhirnya menyebabkan peran negara dalam pembangunan
mengarah pada kepentingan kapitalisme liberal tersebut.
Negara tidak lagi memenuhi segala tuntutan yang berkaitan dengan kedaulatan rakyat
namun berorientasi pada modal yang diakibatkan oleh perubahan paradigma yang secara
signifikan dari kondisi sebelumnya.Negara tidak lagi memenuhi segala tuntutan yang
kuat menyerang berbagai sektor publik, seperti adanya pemotongan subsidi negara di
berbagai bidang, privatisasi perusahaan-perusahan, serta melemahnya peran negara dalam
sektor pendidikan dan kesehatan.
Arus kapitalisme juga menyerang salah satu sektor publik yang didominasi rakyat
kelas bawahyaitu perburuhan.Sektor tersebut merupakan sektor yang cukup penting di
masyarakat kelas bawah.Dan pada dasarnya sektor perburuhan juga memberikan kontribusi
bagi perkembangan ekonomi dan industri tanah air.Perekonomian dan perindustrian juga
merupakan sebuah kontributor kunci bagi pendapatan negara guna mensejahterakan
rakyatnya.Namun sektor perburuhan sering menuai sebuah konflik yang tidak kunjung
selesai.Lagi-lagi konflik tersebut menghisap kedaulatan rakyat dan merugikan rakyat sendiri.
Secara tidak langsung dengan kondisi seperti ini akan menimbulkan perlawanan dari pihak
buruh itu sendiri sebagai wujud perlawanan terhadap kebijakan neoliberalisme di Indonesia.
Perkembangan ekonomi di tanah air selayaknya berorientasi untuk kesejahteraan
rakyatnya bukan tunduk pada kepentingan modal dan kapitalisme global.
Perusahaan-perusahaan yang bergerak diberbagai sektor sudah pasti menggunakan buruh sebagai ujung
tombak dalam perjalanan perekonomian dan perindustriannya.Permasalahan yang hadir
dalam sebuah perjalanan panjang perburuhan adalah konflik antara perusahaan dengan para
buruh dalam memperjuangkan hak normatif buruh.
Hak normatif diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu yang bersifat ekonomis
(seperti upah, THR), yang bersifat politis (membentuk serikat buruh,menjadi atau tidak
menjadi anggota serikat buruh, mogok kerja), yang bersifat medis (keselamatan dan
kesehatan kerja), yang bersifat sosial (cuti nikah/kawin,libur resmi,dan lain-lain).
(http:www.bantuan hukum.info).
Upah merupakan sebuah permasalahan yang sangat mendasar bagi buruh yang
minimum buruh di Indonesia belum selesai diperdebatkan. Inti perdebatan dari sisi buruh,
terletak pada ketidakcukupan upah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dari sisi pengusaha
Kenaikan upah setiap tahun yang memberatkan. Sebagai negara berkembang yang
mengambil jalur industrialisasi dengan mengandalkan penanaman modal asing, pemerintah
Indonesia menetapkan kebijakan upah rendah sebagai daya tarik sekaligus sebagai cara untuk
memenangkan persaingan dengan sesama negara berkembang lain dikawasan Asia Pasifik.
Selain itu, secara objektif keadaan pasar kerja Indonesia ditandai oleh kelebihan penawaran
dan mutu angkatan kerja yang rendah. Pada saat yang sama pemerintah juga dihadapkan pada
pekerjaan besar untuk menciptakan lebih banyak kesempatan kerja untuk menahan
membengkaknya angka pengangguran (Tjandrawasih dan Herawati, 2009:27).
Meskipun ada konsepsi yangjelas mengenai upah, pelaksanaannya tidak semudah
yang dibayangkan karena berbagai faktor internal maupun eksternalperusahaan sebagai
pemberi upah dan karena aspek politis yang terkandung dalam upah. Dalam konteks
persaingan global dan upaya menuju negara demokratis di satu sisi dan dalam konteks
pembangunan negara serta perlindungan warga negara disisi lain.
Masalah upah tidak hanya menjadi persoalan ekonomi semata akan tetapi merupakan
sebuah persoalan yang dilekati oleh dimensi hukum dan politik. Undang-undang nomor 13
tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan sebagai payung hukum perburuhan mengamanatkan
bahwa upah minimum yang diterima oleh buruh seharusnya mampu untuk memenuhi
Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Undang-undang ini kemudian diterjemahkan dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor Per-17/Men/VIII/2005 tentang komponen dan
pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak, yang mengatur bahwa upah
minimum ditetapkan oleh kepala daerah dalam hal ini Gubernur/Bupati/Walikota setelah
mendengarkan saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan yang melakukan survey
pelaksanaan upah minimum tidak pernah berjalan lancar.Dari sisi pengusaha persoalan
meliputi keberatan pengusaha terhadap kenaikan tahunan upah minimum yang dianggap
sebagai beban sedangkan disisi pekerja persoalan yang muncul meliputi ketidakpatuhan
pengusaha terhadap ketentuan kenaikan upah minimum.
Nasib kaum buruh di Indonesia sekarang ini memang semakin mengalami proses
pemiskinan dan semakin “tercabut” hak sosial-ekonomi dan hak sipil-politiknya. Rencana
revisi undang-undang nomor 13 tahun 2003 memiliki motivasi ekonomis-politik, untuk
meliberalisasikan sektor perburuhan dan melemahkan posisi tawar politik komunitas buruh di
Indonesia (Yulianto, 2006).Standar kesejahteraan hidup para buruh di Indonesia juga semakin
melemah karena himpitan dampak kebijakan ekonomi pemerintah yang berwatak
neoliberalisme.
Berdasarkan realitas upah yang dialami oleh buruh maupun kebijakan pengupahan
yang dimunculkan oleh pemerintah, jelas landasan teori dan fundamen yang mendasari
kebijakan upah masih sangat kental dengan kepentingan pengusaha.Secara terbuka
pemerintah lebih menyetujui tingkat upah ditentukan oleh mekanisme pasar.Dalam
mekanisme pasar, tidak ada kepastian tentang jumlah upah bagi buruh. Tingkat upah lebih
ditentukan oleh hitung-hitungan biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha dalam suatu proses
produksi, kompetisi antar perusahaan, jumlah permintaan dan penawaran tenaga kerja dan
kepentingan pertumbuhan ekonomi dari pemerintah.
Walaupun upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan ciri khas
suatu hubungan yang disebut hubungan kerja, bahkan dapat dikatakan upah merupakan
tujuan utama dari seorang pekerja untuk melakukan suatu pekerjaan kepada orang lain atau
badan hukum lain (Husni, 2007: 148).Namun persoalan perburuhan tidak hanya mencakup
Misalnya seperti maraknya kasus pemutusan hubungan kerja secara sepihak (PHK),
kesehatan keelamatan kerja yang belum didapatkan oleh buruh, kebebasan untuk membentuk
serikat buruh menjadi atau tidak menjadi anggota serikat buruh, cuti dan libur resmi, dan
lain-lain.Soal yang sangat penting bahkan yang terpentig bagi buruh dalam masalah perburuhan
adalahsoal pemutusan kerja.Berakhirnya hubungan kerja bagi buruh berarti kehilangan mata
pencaharian, merupakan permulaan dari segala kesengsaraan.
Berbagai kondisi yang hadir dalam kehidupan buruh membuat buruh berfikir keras
dan tidak berhenti dalam keterpurukan.Keinginan untuk melakukan sebuah perubahan sosial
pun terjadi dalam pergolakan pemikiran buruh, yang dituangkan dengan sebuah konsep
gerakan sosial. Kehadiran gerakan sosial merupakan suatu alternatif dan wahana untuk para
buruh dalam mencapai sebuah pergerakan sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan
buruh.Gerakan sosial yang dilakukan oleh buruh juga mengalami perkembangan organisasi
yang bermetamorfosis menjadi organisasi pekerja/buruh.
Kehadiran organisasi buruh dimaksudkan untuk memperjuangkan hak dan
kepentingan buruh, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak penguasa.
Keberhasilan organisasi buruh ini sangat tergantung dari kesadaran para buruh untuk
mengorganisasikan dirinya, semakin baik organisasi itu, maka akan semakin kuat. Sebaliknya
semakin lemah, maka semakin tidak berdaya dalam melakukan tugasnya.Karena itulah kaum
buruh di Indonesia harus menghimpun dirinya dalam suatu wadah atau organisasi yang
bertujuan memperjuangkan hak-hak buruh.Organisasi buruh pada akhirnya terbentuk menjadi
sebuah serikat buruh yang memiliki prospek terhadap perjuangan kelas buruh.
Munculnya kehidupan serikat buruh adalah pada tingkat awal kapitalisme.Bertolak
dari kepentingan lansung untuk perbaikan syarat-syarat ekonimi dan sosial bagi kehidupan
buruh.Kendati demikian tidak keluar dari jangkauan kapitalisme, serikat buruh yang baru saja
bergerak, sudah menghadapi tindakan-tindakan represif dari pihak majikan-majikan kapitalis
dan pemerintahan-pemerintahan borjuis.Bukan kejadian yang langka, bahwa dalam
masyarakat kapitalis aparat kekuasaan baik militer maupun polisi dikerahkan untuk
menggagalkan aksi-aksi kaum buruh yang diorganisir oleh serikat buruh. Gejala yang
demikian pada umumnya berlatar belakang kekhawatiran pihak borjuis, bahwa gerakan
serikat buruh akan melahirkan perjuangan revolusioner kelas buruh menggulingkan
kekuasaan negara borjuis untuk mengakhiri kapitalisme (Soegiri DS dan Cahyono, 2003:7).
Serikat buruh juga memiliki sejarah yang cukup panjang dan tidak terlepas dari
dinamika organisasi.Organisasi kaum buruh itu pertama dikenal di Indonesia pada tahun 1894
oleh para guru sekolah dasar dan menengah Belanda.Asosiasi para guru ini bernama
Nederlandsch Indisch Onderwijies genootschap, disingkat NIOG, namun dengan sifat
Belandanya tidak pernah memainkan peran penting dalam gerakan kaum buruh di Indonesia.
Kemudian pada tahun 1905 diikuti dengan terbentuknya StaatspoorwegenBond, yang berarti
(Serikat Personel kereta Api Negara), Suikerbond (Serikat Buruh Gula, 1906), Cultuurbond
Vereeniging v. Asisten in Deli (Serikat Pengawas Perkebunan Deli, 1907), Di antara
serikat-serikat buruh yang dibangun oleh pribumi, layak disebut perkoempoelan Boemipoetra Pabean
(1911). PEB adalah sebuah serikat buruh yang dibentuk oleh Soejopranoto, yang kelak akan
dikenal sebagai salah seorang “radja mogok” Hindia Belanda.
Dari beberapa serikat buruh yang dibentuk oleh buruh-buruh kulit putih, salah satu
yang terpenting adalah Vereeniging Van Spoor-en Trwmweg Personel In Nederlandsch-Indie
(VSTP). VSTP, yang didirikan 14 November 1908 di Semarang, dengan cepat menyerap
buruh-buruh pribumi dalam jajarannya.Pada tahun 1914, buruh-buruh pribumi ini telah
pusatnya adalah pribumi. Tahun 1915, VSTP telah menerbitkan sebuah koran dalam bahasa
Melayu, bertajuk “Si Tetap”. Salah satu dari tiga orang pribumi yang terpilih dalam pimpinan
pusat VSTP ini adalah seorang pemuda berusia 16 tahun bernama Samaoen. Dia adalah
seorang organizer yang sangat giat dan semenjak bergabung dengan VSTP di tahun 1914,
sampai tahun 1920 dia telah mendirikan 93 cabang VSTP di Jawa dan Sumatera. Pada tahun
1923, anggota VSTP tercatat berjumlah 13.000 orang atau seperempat dari total buruh
industri kereta api di Hindia Belamda
Dalam sejarahnya serikat buruh terus menerus terbentuk dan berkembang hingga
terlihat dalam proses perjuangan untuk realisasi proklamasi kemerdekaan. Hal ini
dikondisikan dan dilakukan sesuai dengan azas-azas gerakan buruh. Karenanya, pada 19
September 1945, sejumlah perwakilan kaum buruh berkumpul di Jakarta untuk
mendiskusikan peranan kaum buruh dalam perjuangan pendirian Republik dan menentukan
azas-azas bagi gerakan buruh sesuai dengan tuntutan-tuntutan zaman baru itu.Pasca
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 7 Novenber 1945, para serikat
buruh yang membuat suatu kongres besar yang dihadiri oleh barisan buruh Indonesia,
serikat-serikat buruh pulau Jawa, serikat-serikat-serikat-serikat buruh di pulau Sumatera, dan serikat-serikat-serikat-serikat di pulau
lainnya. Dalam perjalanan kongres tersebut timbul sebuah saran untuk membentuk sebuah
partai politik buruh, yaitu PartaiBuruh Indonesia (PBI).
(http:// rendropagoyo. multiply. Com/ journal/
item/16/Sejarah Gerakan Buruh Indonesia).
Kondisi serikat buruh pada perjalanannya juga mengalami pasang surut.Peristiwa
kelam yang terjadi di tahun 1965 membalikkan keadaan secara drastis.Tuduhan yang
dilontarkan Angkatan Darat bahwa PKI mendalangi peristiwa penculikan jenderal-jenderal,
dan pembantaian aktivis gerakan rakyat yang terjadi sesudahnya, praktis menghancurkan
merekonstruksi perekonomian Indonesia sementara aktivis buruh progresif tengah meregang
nyawa di tangan para pembunuh yang sampai sekarang tidak pernah diadili.Orde baru juga
membuka pintu selebar-lebarnya kepada perusahaan-perusahaan asing, serta membuka pintu
bagi mengalirkan pinjaman luar negeri untuk berbagi proyek yang kemudian dikelola elit-elit
politik di masa orde baru.
Biar bagaimanapun rezim orde baru berusaha dengan segala represif siksaan dan
terornya, gelombang perlawanan kaum buruh tetap tidak dapat diredam.Gerakan buruh yang
dipelopori oleh serikat buruh terus melakukan sebuah terobosan untuk membangkitkan
kembali serikat buruh dan gerakan sosialnya. Perjuangan panjang gerakan serikat buruh di
Indonesia akhirnya mendapat titik terangnya ketika jatuhnya rezim Soeharto yang dipaksa
turun dari singgasananya. Reformasi yang menjatuh para penguasa orde baru itu memberikan
ruang kebebasan bagi bertumbuhnya gerakan buruh baru yang lebih segar dan bersemangat.
Aksi-aksi pemogokan dan demonstrasi buruh besar-besaran mulai menjadi bagian dari berita
sehari-hari dimedia massa. Salah satu bukti kebugaran gerakan tubuh progresif kontemporer
ini adalah kemampuannya untuk selama tiga tahun berturut-turut menyelenggarakan Mayday
(1 Mei diperingati sebagai hari buruh sedunia) dan momentum Mayday masih terus
berlansung hingga sekarang.
Sepanjang sejarahnya, gerakan serikat buruh telah mengalami pasang surut yang tiada
hentinya.Setiap kali gerakan buruh mengalami pasang, itu pasti karena pengorganisiran yang
militan di basis-basisnya, dan disertai dengan semangat berpoltik.Dan setiap gerakan serikat
buruh mengalami pukulan balik, itu niscaya disebabkan oleh ketergesaan oleh mengendurnya
militansi dibasis-basisnya atau oleh keterlenaan akibat politik parlementarisme.Gerakan
buruh berlandaskan pada kolektivisme, pada pengorganisiran, pada propaganda yang sabar
perlawanan politik untuk berkuasa. Jika gerakan serikat buruh mengingat ini dan konsisten
melaksanakannya dia akan kuat dan bugar. Tetapi, jika dilupakan maka gerakan seikat buruh
akan letih lesu dan akan tercengkram oleh politik kaum pemodal.Mengkaji dan memahami
peranan serikat buruh dalam gerakan sosialnya di Indonesia, Kota Medan merupakan kota
yang patut menjadi salah satu referensi. Karena Kota Medan sebagai salah satu kota besar di
Indonesia yang ternyata memiliki sejarah penting dalam gerakan sosial buruh di Indonesia,
yaitu tepat pada bulan April tahun1994 sekitar 40.000 buruh melakukan protes
memberlakukan upah yang layak dan kebebasan berserikat kaum buruh. Walaupun gerakan
buruh pada waktu itu memakan korban jiwa ternyata dapat menjadi kemenangan kecil bagi
kaum buruh untuk terus melakukan perlawanan, yaitu terus mengilhami para buruh sampai
saat ini untuk terus berada dalam gerakan sosial serikat buruh untuk menentang segala
penindasan dan neolibralisme.
Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) yang didirikan pada 26 Juli 1999 oleh
aktifis dan mantan aktifis mahasiswa Medan didasari oleh idealisme dan semangat untuk
melakukan perubahan bersama-sama buruh. Juga berdasarkan keyakinan dan analisis politik
ketika itu bahwa pemerintahan yang baru lahir, dari kandungan reformasi bukan menjadi
jaminan akan terjadinya perubahan terhadap nasib buruh yang lebih baik, akan tetapi buruh
sendirilah sebagi pusat dan sebagai pelaku (subyek) perubahan. Perubahan nasib buruh
menjadi lebih sejahtera, adil, bermartabat, demokratis dan lebih manusiawi tidak bisa
diserahkan kepada elite politik dan elit penguasa yang ada. Sebagai organisasi serikat buruh
yang relative baru di Sumatera Utara, maka ketika itu para aktifis buruh yang ada di SBSU
berupaya untuk menjadikan SBSU sebagai sebuah Serikat Buruh yang kuat, berpengaruh,
demokratis, mandiri, rapi, dan keberadaannya sungguh-sungguh dirasakan oleh kaum buruh
sebagai organisasi perjuangan yang benar-benar membela dan memperjuangkan kepentingan
1999 – 2009 berbagai upaya, strategi dan taktik telah dijalankan dalam membangun
organisasi buruh yang kuat, mandiri, rapi, demokratis, populis dan berpengaruh baik secara
politik, ekonomi, sosial dan budaya. Kerja-kerja ini dalam teori dan prakteknya
membutuhkan kesungguhan, konsistensi, kontinuitas (terus menerus), pengorbanan dan
keyakinan ideologi yang kuat, serta proses belajar yang tiada hentinya.
Rentang waktu hampir 10 tahun telah banyak keberhasilan dan kemajuan yang telah
diukir dan diraih SBSU dalam memperjuangkan nasib kaum buruh di Sumatera Utara.
Walaupun disisi lain berbagai masalah dan tantangan selalu muncul dalam proses
pembangunan gerakan tersebut, yang bersumber dari internal dan eksternal organisasi.
Masalah internal seperti keorganisasian, kepemimpinan/regenerasi, keanggotaan,
kepengurusan, program, keuangan, kaderisasi, konflik, Advokasi dan lain-lain.Selain masalah
internal, SBSU juga dihadapkan dengan berbagai masalah eksternal organisasi yang dapat
menghambat dan menjadi ancaman serius bagi masa depan kaum buruh dan organisasi
Serikar Buruh.
Masalah eksternal organisasi yang dimaksud adalah kuatnya pengaruh dan
cengkraman ideologi ‘Neoliberalisme’ terhadap sistim kehidupan masyarakat, sistim
pemerintahan, sistim kenegaraan dan sistem ekonom dan politik di Indonesia. Paham ini
menyakini betul perlunya dilakukan liberalisasi ekonomi yaitu menyerahkan sepenuhnya
kegiatan ekonomi kepada mekanisme pasar tanpa campur tangan Negara.
Penganut Neoliberalisme menginginkan supaya modal mereka (Kapitalis
Internasional) diberi kebebasan yang sebebas-bebasnya untuk bergerak di seluruh dunia ke
tempat yang diinginkan ‘modal’ dalam rangka mencapai tujuannya yaitu mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa hambatan dan dengan menghalalkan segara cara.
tujuan mereka untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya adalah kaum buruh
yang kuat dan berjuang dalam organisasi serikat buruh, jadi bagi neolib untuk memuluskan
tujuannya, mereka harus melemahkan dan mematikan gerakan buruh. Bagi neolib, serikat
buruh dianggap tidak “ pro pasar “ dan menghambat terbentuknya “ mekanisme pasar “, oleh
sebab itu pada tahun 1996 dengan alasan kondusifitas dan iklim investasi, maka pemerintah
Indonesia di bawah tekanan Bank Dunia dan IMF - merupakan instrumen dan kaki tangan
neolib - memaksa pemerintah Indonesia untuk membuat berbagai peraturan dibidang
perburuhan yang ramah terhadap modal, yaitu dengan lahirnya 3 paket UU di bidang
perburuhan (UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat Pekerja/Buruh, UU No. 2 Tahun 2004
tentang PPHI dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Berbagai peraturan/UU
diatas dalam praktiknya telah menyengsarakan kaum buruh, dengan sistem kerja
Outshourching dan buruh kontrak, maka kaum buruh semakin gampang di PHK, tidak
memiliki kepastian masa depannya karena sewaktu-waktu dapat diakhiri kontraknya tanpa
alasan yang jelas, apalagi buruh yang kritis dan bergabung dalam serikat buruh.
Kondisi yang dialami kaum buruh Indonesia tidak jauh berubah, baik ketika masa
orde baru maupun masa reformasi, buruh masih tetap dianaktirikan, dimarginalkan dan sering
diperlakukan sewenang-wenang baik oleh pengusaha maupun pemerintah/negara.Berbagai
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah (lokal dan nasional) selalu memihak kepada
kepentingan kaum modal. Kaum buruh masih dihadapakan dengan persoalan-persoalan
kondisi kerja yang buruh serta pelanggaran hak normative seperti PHK sepihak, upah murah,
kebebasan berserikat, mengalami intimidasi, kriminalisasi dan stigmaisasi ketika
memperjuangakan hak-haknya serta jauh dari perlindungan kesehatan, keselamatan kerja dan
jaminan akan masa depannya, padahal sudah diatur dalam Undang-UndangNomor 24 tahun
Kemudian juga, krisis keuangan global yang menghantam ekonomi dunia saat ini,
yang bermula dari krisis keuangandi Amerika Serikat sebagai induknya kapitalis, lagi-lagi
mengorbankan kaum buruh untuk menyelamatkan kaum modal dan Negara. Hanya serikat
buruh yang kuat dan terorganisirlah yang dapat menjadi tempat kaum buruh untuk berlindung
dan memperjuangkan hak-hak dan nasibnya dari ancaman PHK dan kesewenang-wenangan
lainnya yang disebabkan kebangkrutan dan kegoncangan ekonomi yang dialami kaum
kapitalis (nasional/internasional).Kemudian pembangunan saat itu (masa orde baru) rezim
yang berwatak kapitalistik hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata dengan
mmengandalkan pembangunan industri, modal/investor asing, teknologi dan manajemen
modern tentunya hal ini mengabaikan dan mengorbankan kekuatan ekonomi rakyat yang
kebanyakan berada di desa (agraris). Pilihan tersbut menyebabkan terjadinya urbanisasi
besar-besaran ke kota dan masuk ke adalam sektor industri yang ketersediannya sangatlah
terbatas.
Akibatnya posisi kaum buruh/pekerja sangat lemah dihadapan pengusaha. Upah buruh
sangat murah dan terkesan buruh dalam posisi dieksploitasi, hak-hak dan kesejahteraan kaum
buruh di abaikan oleh rezim – otoriter Soeharto.Sampai akhirnya rezim ini dapat diakhiri oleh
gerakan reformis (aktifis mahasiswa yang didukung sepenuhnya oleh rakyat Indonesia)
dengan lengsernya rezim soeharto atau pada tanggal 21 Mei 1998 gerakan reformasi tersebut
membuka jalan menuju perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik, lebih
demokratis dan manusiawi.
Namun rakyat miskin dan kaum buruh Indonesia yang merupakan bagian dari
kekuatan masyarakat sipil tidak sekali-sekali menyerahkan dan menggantungkan nasibnya
pada pengusaha, partai politik, elit penguasa dan lembaga-lembaga perwakilan yang ada serta
pemerintahan yang baru sekalipu yang lahir dari kandungan reformasi.Kaum buruh sendirilah
demokratis, jujur dan anti kekerasan serta merapatkan barisan dalam suatu organisasi buruh
yang independent sebagai alat perjuangan sejati kaum buruh.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penulis tertarik untuk
menjadikan Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) sebagai fokus penelitian terhadap
peranan gerakan serikat buruh dalam memperjuangkan dan menyelesaikan masalah-masalah
buruh terutama memperjuangkan hak-hak normatif kaum buruh di PT.Asia Karet, Kota
Medan, Sumatera Utara.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis dalam
penelitian ini mengangkat rumusan masalah adalah:Bagaimana peranan Solidaritas Buruh
Sumatera Utara (SBSU) dalam memperjuangkanhak-hakburuh di PT Asia Karet Medan.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:Untuk
mengetahuiperananSolidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) dalam memperjuangkan
hak-hak normatifburuh di PT Asia Karet.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Secara akademis penelitian ini dapat menambah referensi ilmu pengetahuan dan
karya ilmiah di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya dalam studi
b. Secara praktis penelitian ini dapat diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi
pelaku gerakan sosial dalam menentang kebijakan neoliberalisme khususnya
serikat buruh.
c. Secara teoritis maupun metodologis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pemikiran dalam studi gerakan sosial khususnya peran serikat buruh.
d. Bagi penulis penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis
1.4 Sistem Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang,perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian teori yang berkaitan dengan masalah dan
obyek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan
defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan tentang jenis penelitian yang digunakan, lokasi
penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan tentang gambaran umum mengenai lokasi dimana
peneliti melakukan penelitian.
BAB V : ANALISIS DATA
Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian
beserta analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran bermanfaat dari hasil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
2.1.1 Pengertian Buruh
Istilah buruh sudah sangat populer dalam dunia perburuhan/ketenagakerjaan, selain
istilah ini sudah dipergunakan sejak lama bahkan mulai zaman penjajahan Belanda juga
karena peraturan perundang-undangan yang lama (sebelum Undang-Undang nomor 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan) menggunakan istilah buruh. Pada zaman penjajahan Belanda
yang dimaksud dengan buruh adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang
melakukan pekerjaan kasar, orang-orang ini disebut sebagai “Blue Collar”.Sedangkan yang
melakukan pekerjaan dikantor pemerintah maupun swasta disebut sebagai
“Karyawan/Pegawai” (White Collar).Pembedaan yang membawa konsekuensi pada
perbedaan perlakuan dan hak-hak tersebut oleh pemerintah Belanda tidak terlepas dari upaya
untuk memecah belah orang pribumi.
Setelah merdeka kita tidak lagi mengenal perbedaan antara buruh halus dan buruh
kasar tersebut, semua orang yang bekerja di sektor swasta baik pada orang maupun badan
hukum disebut buruh.Hal ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957
tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yakni Buruh adalah “Barang siapa yang
bekerja pada majikan dengan menerima upah” (Pasal 1 ayat 1 a). (Husni,2007: 33-34).Dalam
selaras dengan Undang-Undang yang lahir sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 21
tahun 2000 yang menggunakan istilah Serikat Pekerja/Buruh.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 3
memberikan pengertian Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih
luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan,
persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk apapun. Penegasan imbalan dalam bentuk apapun ini perlu karena upah selama ini
diidentikkan dengan uang, padahal ada pula buruh/pekerja yang menerima imbalan dalam
bentuk barang (Husni,2007: 35).
2.1.2 Pengertian Organisasi/Serikat Buruh
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan serikat
pekerja/buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik
diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis,
dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh dan keluarganya (UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
pasal 1 angka 17).Kehadiran organisasi pekerja dimaksudkan untuk memperjuangkan hak
dan kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak
pengusaha. Keberhasilan dimaksud sangat tergantungdari kesadaran para pekerja untuk
mengorganisasikan dirinya, semakin baik organisasi itu, maka akan semakin kuat. Sebaliknya
semakin lemah, maka semakin tidak berdaya dalam melakukan tugasnya. Karena itulah kaum
pekerja/buruh di Indonesia harus menghimpun dirinya dalam suatu wadah atau organisasi
(Husni, 2007: 37-38).Dengan demikian jelaslah bahwa keberadaan serikat pekerja/buruh
kepentingan pekerja/buruh serta melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/buruh memuat
beberapa prinsip dasar yaitu:
1. Serikat buruh, dibentuk atas kehendak bebas/pekerja tanpa tekanan atau campur
tangan pengusaha, pemerintah dan pihak manapun.
2. Jaminan bahawa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/buruh.
3. Basis utama serikat pekerja/buruh ada di tingkat perusahaan, serikat buruh yang ada
dapat mengembangkan diri dalam Federasi Serikat Pekerja/Buruh. Demikian halnya
dengan Federasi Serikat Pekerja/Buruh dapat menggabungkan diri dalam Konfederasi
Serikat Pekerja/Buruh.
4. Serikat pekerja/buruh dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau
bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh.
5. Serikat pekerja/buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/buruh yang telah
terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada kantor DEPNAKER setempat untuk
dicatat.
6. Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk
membentuk atau tidak membentuk, menjadi atau tidak menjadi anggota dan atau
menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/buruh.
Tugas yang diemban oleh serikat pekerja/buruh menjadi semakin berat seiring dengan
kebebasan pekerja/buruh untuk mengorganisasikan dirinya, yakni tidak saja memperjuangkan
hak-hak normatif pekerja/buruh tetapi juga memberikan perlindungan, pembelaan, dan
2.1.3 Pengertian Pengusaha/Perusahaan
Istilah majikan juga sangat populer sebagaimana halnya dengan istilah buruh karena
sebelum Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 menggunakan istilah majikan.Majikan
adalah orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh. Istilah majikan juga kurang
sesuai dengan konsep Hubungan Industrial Pancasila karena istilah majikan selalu
berkonotasi sebagai pihak yang selalu berada diatas sebagai lawan dari pekerja/buruh,
padahal antara buruh dan majikan secara yuridis merupakan mitra kerja yang mempunyai
kedudukan yang sama. Karena itu lebih tepat dan sesuai bila disebut dengan istilah
Pengusaha.
Perundang-undangan yang lahir kemudian seperti UU No. 24 Tahun 2011 tentang
BPJS Ketenagakerjaan, UU Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan menggunakan
istilah Pengusaha. Dalam pasal 1 angka 5 UU no. 13 Tahun 2003 menjelaskan pengertian
Pengusaha yakni:
1. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri.
2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya.
3. Orang pereorangan, perskutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, 2 yang berkedudukan di
luar wilayah Indonesia.
1. Segala bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja
dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, milik orang perseorangan, persekutuan,
atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan
pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk apapun.
2. Usaha-usaha sosial atau usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain
(pasal 1 angka 6). (Husni,2007: 35-37).
2.1.4 Pengertian Peranan
Menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto, Peranan adalah suatu
konsep perihal apa yang apat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat, peran meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan sosial.
2.2 Teori Perubahan Sosial
Aguste Comte (1798-1857) dalam membahas teori perubahan sosial (social change
theory) membagi dalam dua konsep penting, yaitu Social Statics (bangunan struktural) dan
Social Dynamics (dinamika struktural).Bangunan struktural merupakan hal-hal yang mapan,
berupa struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu.Bahasan utamanya mengenai struktur
sosial yang ada di masyarakatyang melandasi dan menunjang orde, tertib dan kestabilan
masyarakat.Hasrat dan kodrat manusia adalah persatuan, perdamaian, kestabilan, dan
keseimbangan.Tanpa unsur-unsur struktur ini kehidupan manusia tidak dapat berjalan.Akan
selalu terjadi pertengkaran dan perpecahan mengenai hal-hal yang sangat mendasar, sehingga
dengan demikian bukanlah pembedaan yang menyangkut masalah faktual, melainkan lebih
tepat dikatakan sebagai masalah pembedaan teoritik.
Dinamika sosial merupakan hal-hal yang berubah dari suatu waktu ke waktu lain,
yang dibahas adalah dinamika sosial dari struktur yang berubah dari waktu ke waktu.
Dinamika sosial adalah daya gerak dari sejarah tersebut, yang setiap tahapan evolusi manusia
mendorong kearah tercapainya keseimbangan baru yang tinggi dari suatu masa (generasi)
kemasa berikutnya. Struktur dapat digambarkan sebagai Hierarchy masyarakat yang memuat
pengelompokan masyarakat kedalam kelas-kelas tertentu (elite, middle, dan lower
class).Sedangkan dinamika sosial adalah proses perubahan kelas-kelas masyarakat itu dari
suatu masa ke masa lain (Salim, 2002: 10).
Dinamika sosial yang paling menonjol pada masa August Comte adalah upaya
mengganti gagasan-gagasan lama dengan konsep-konsep positif dan ilmiah yang merupakan
bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan.Perubahan sosial ada pada dinamika struktural
(social dynamic), yaitu perubahan pada dinamika atau isu perubahan sosial yang meliputi
bagaimana kecepatannya, arahnya, bentuk, agennya, serta hambatan-hambatannya.
Perubahan bangunan struktural dan dinamika struktural merupakan bagian yang
saling terkait, tidak dapat dipisahkan.Yang berbeda hanya pada kajian atau
analisisnya.Perubahan sosial (social change) memiliki ciri yaitu berlangsung terus menerus
dari waktu ke waktu, apakah direncanakan atau tidak yang terus terjadi tak tertahankan.
Perubahan adalah proses yang wajar, alamiah sehingga segala sesuatu yang ada di dunia ini
akan selalu berubah. Perubahan akan mencakup suatu sistem sosial, dalam bentuk organisasi
sosial yang ada di masyarakat, perubahan dapat terjadi dengan lambat, sedang atau keras
2.3.1 Teori Gerakan Sosial
Gerakan sosial (social movement) adalah aktivitas sosial berupa gerakan sejenis
tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbentuk organisasi,
berjumlah besar atau individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau
politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah perubahan sosial
Teori pergerakan sosial dalam buku Robert Mirsel mendefenisikan Gerakan sosial
sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tidak terlembaga (non institutionalised)
yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi sebuah
perubahan didalam sebuah masyarakat (Mirsel, 2006:6). Namun defenisi ini sendiri tidak
luput dari kontroversi, tetapi tampaknya ada sebuah kesepakatan diantara para pakar sosiologi
gerakan kemasyarakatan tentang hal tersebut.Sehingga dapat dipandang sebagai titik pangkal
yang berguna bagi analisa selanjutnya.Keyakinan dan tindakan-tindakan yang tidak
terlembaga mengandung arti bahwa mereka tidak diakui sebagai sesuatu yang berlaku dan
diterima umum secara luas dan sah dalam sebuah msyarakat. Akan tetapi, diantara pengikut
dan pendukung sebuah gerakan sosial, keyakinan ini didefenisikan secara positif, konsensus
ini merupakan salah satu dari sejumlah karakteristik yang membuat sebuah gerakan sosial
berbeda dari perilaku kriminal dan bentuk-bentuk kriminal lainnya.Gerakan Sosial ditandai
dengan kondisi yang penuh kegelisahan karena perasaan ketidakpuasan terhadap kehidupan
sehari-hari dan adanya keinginan serta harapan untuk dapat meraih tatanan kehidupan yang
lebih baru dilakukan secara bersama-sama. Merupakan pernyataan dari Herbert George
Blumer seorang sosiolog Amerika.
Karakteristik gerakan sosial menurut Thomas Woodrow Wilson ditandai dengan 5
1 Kelompok yang teratur, terdapat pembagian kerja dan pembedaan hirarki hak serta
tanggung jawab diantara para partisipan.
2 Banyak gerakan sosial yang keanggotaannya bersifat kecil, tetapi kemudian
berkembang (memiliki potensi) menjadi besar untuk menambah jumlah
keanggotaannya menjadi lebih besar.
3 Merupakan sarana yang tidak terlembaga untuk mencapai suatu tujuan. Dan dalam hal
ini upaya pergerakan sosial cenderung menggunakan cara nonkonvensional agar suara
mereka didengarkan dan menekan pihak yang berwenang untukmelakukan tujuan
(perubahan).
4 Gerakan sosial tidak memiliki tujuan yang terbatas, dan bukan untuk kepentingan
sekelompok orang tertentu dengan tujuan perbaikan pokok dalam masyarakat.
5 Bisa saja gerakan sosial timbul dari aksi kolektif yang tanpa perencanaan, tetapi bisa
dari kebetulan semata-mata
2.3.1 Pendekatan melalui Teori Marxist dan Neo-Marxisme
Pada masyarakat ekonomi/industri gerakan sosial dan revolusi berasal dari kontradiksi
struktural utama antara kapital dan buruh.Aktor-aktor utama dalam gerakan sosial kelas sosial
yang saling bersiteru didefenisikan berdasarkan kontradiksi sistematik fundamental ini. Akan
tetapi mereka juga dianggap sebagai aktor historis dan mereka pasti akan menyadari peran
dan takdir sejarah mereka.
Melihat dari perspektif Marxist, gerakan sosial dianggap sebagai gejala yang positif
yang kemunculannya disebabkan oleh karena terjadinya proses eksploitasi dan dominasi satu
kelas terhadap kelas yang lain. Gerakan sosial, dengan demikian dipahami sebagai reaksi
yang kontradiktif.Singkatnya, gerakan sosial adalah perjuangan kelas yang lahir karena
adanya kesadaran kelas
Marx akhirnya melahirkan suatu tanggapan bahwa faktor buruh merupakan penentu
exchange value.Itulah yang merupakan dasar dari The Labour theory of Value.Penemuan
Marx tentang nilai adalah bagaimana menggunakan buruh sebagai alat untuk menetapkan
ratio exchange, yaitu buruh menjadi alat untuk mengukur nilai suatu komoditi (Fakih, 2002:
10). Selanjutnya marx menganalisis ‘commodity labour power’-nya sendiri, baginya komoditi
mempunyai dua aspek, yakni aspek kegunaannya dan bisa diperdagangkan (exchangeability).
Tapi Marx menemukan kandungan Labour Power didalamnya yang membuat komoditi
mengandung use value yang menghasilkan surplus. Use value terdapat dalam produk
kapitalis yang diproduksi oleh buruh. Salaah satu syarat menjual ‘tenaga kerja’ sebagai
komoditi adalah, buruh tak ada hak untuk mengklaim produk yang diciptakannya.Maka
mobil yang dihasilkan pabrik menjadi milik pabrik yang memiliki ‘budak’ yakni buruh dan
manajemen.Marx menemukan rahasia utama kapitalisme bahwa profit sudah diperoleh
sebelum produk dilempar ke pasar, yakni profit bukan diperoleh dari perdagangan, tetapi
sebelum komoditi dijual, yakni ketika produksi. Sumber profit itu dicuri dari surplus value
yakni perbedaan nilai anatara tenaga kerja yang dijual buruh, dan nilai produk pada waktu
akhir produksi. ‘Appropriation of Surplus Value’ atau penghisapan surplus value dari buruh
oleh struktur kapitalisme melalui pemilik modal itulah yang disebut sebagai eksploitasi
(Fakih, 2002: 10).
Kapitalisme (pasar) juga telah mengakibatkan terjadinya ketimpangan dan
ketidakbebasan banyak manusia terhadap beberapa orang yang “bebas”. Di satu sisi terdapat
pemilik modal dan disisi lain mereka yang tidak memiliki modal dan oleh karenanya harus
buruh tidak memperoleh upah yang sama dengan nilai barang/jasa yang diproduksi. Dengan
demikian, pemilik modal selalu dapat mengakumulasi lebih banyak modal (Gombert: 23).
2.3.2 Teori Fungsionalisme Struktural
Fungsionalisme struktural adalah salah satu paham atau perspektif didalam sosiologi
yang memandang masyarakat sebagai sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling
berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tidak dapat berfungsi tanpa ada hubungan
dengan bagian yang lain. Perubahan yang terjadi pada salah satu bagian akan menyebabkan
ketidakseimbangan dan pada gilirannya akan menciptakan perubahan pada bagian lain.
Perkembangan fungsionalisme didasarkan atas model perkembangan sistem organisme yang
didapat dalam biologi (Theodorson dalam Raho, 2007: 48). Asumsi dasar teori ini adalah
bahwa semua elemenatau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional
sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Elemen-elemen masyarakat antara lain adalah ekonomi, politik, hukum, agama,
pendidikan, keluarga, kebudayaan, adat-istiadat, dan lain-lain. Masyarakat normal akan
berjalan normal kalau masing-masing elemen atau institusi menjalankan fungsinya dengan
baik. Kemacetan salah satu institusi akan menyebabkan kemacetan pada institusi lain dan
pada gilirannya akan menciptakan kemacetan pada masyarakat secara keseluruhan (Raho,
2007: 49).
Pokok persoalan untuk para pendukung teori ini adalah bagaimana masyarakat
memotivasi dan menempatkan orang-orang kedalam posisi-posisi yang tepat didalam sistem
stratifikasi. Disini ada dua hal yang harus diperhatikan, yakni:
1. Bagaimana masyarakat membangkitkan didalam individu-individu yang tertentu
keinginannya untuk menduduki posisi tertentu.
2. Setelah orang itu menerima untuk menduduki posisi yang dirasa cocok, bagaimana
persyaratan-persyaratan yang dituntut oleh posisi itu atau bagaimana ia menjalankan
tugas-tugas sesuai dengan posisinya itu (Raho, 2007: 49-50).
2.3.3 Teori Konflik
Teori konflik adalah suatu perspektif didalam sosiologi yang memandang masyarakat
sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang
mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk
menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh
kepentingan sebesar-besarnya.
Pada dasarnya pandangan teori konflik tentang masyarakat sebetulnya tidak banyak
berbeda dari pandangan teori fungsionalisme struktural karena keduanya sama-sama
memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian.Perbedaan
antara keduanya terletak pada asumsi mereka yang berbeda-beda tentang elemen-elemen
pembentuk masyarakat itu.Menurut teori fungsionalisme struktural, elemen-elemen itu
fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa berjalan secara normal. Sedangkan
bagi teori konflik, elemen-elemen itu mempunyai kepentingan yang mengalahkan satu sama
lain guna memperoleh kepentingan sebesar-besarnya (Raho, 2007: 71-72).
Menurut Karl Marx, hakekat kenyataan sosial adalah konflik. Konflik adalah satu
kenyataan sosial yang bisa ditemukan dimana-mana. Bagi Marx, konflik sosial adalah
pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan aset-aset yang
bernilai. Jenis dari konflik sosial ini bisa bermacam-macam yakni konflik antara individu,
konflik antara kelompok, dan bahkan konflik antar bangsa (Raho, 2007: 73). Dalam proses
produksi kaum kapitalis (pemilik modal) dan kaum ploretariat (buruh) terlibat dalam konflik
yang tak terelakkan.
Alasannya karena guna mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, para kapitalis
mendapatkan upah yang sebesar-besarnya. Oleh karena keuntungan dan upah berasal dari
sumber yang sama maka konflik menjadi tidak terhindarkan.
Satu-satunya cara yang ditempuh untuk keluar dari sistem kapitalis yang tidak adil itu
ialah dengan melakukan revolusi. Tetapi revolusi itu bisa terjadi kalau ada dua hal.Pertama,
kaum proletariat (buruh) harus menyadari diri sebagai orang-orang yang tertindas.Kesadaran
menjadi sangat penting untuk menciptakan perubahan (konsientisasi).Kedua, mereka harus
mengelompokkan diri dalam suatu wadah yakni organisasi buruh.Secara individual, buruh
sulit untuk memperjuangkan perbaikan nasibnya.Tetapi lewat organisasi mereka bisa
memperjuangkan tuntutannya.Marx menyadari betapa sulitnya tingkat kesadaran yang
diinginkan. Tetapi pada suatu waktu, dengan penyebaran informasi yang terus-menerus
(propaganda), mereka akan menyadari bahwa merekalah yang menentukan masa depan
mereka sendiri (Raho, 2007: 77).
Jonathan Turner berusaha merumuskan kembali teori konflik. Dia mengatakan konflik
sebagai suatu proses dari peristiwa-peristiwa yang mengarah kepada interaksi yang disertai
kekerasan antara dua pihak atau lebih. Dia menjelaskan sembilan tahap menuju konflik
terbuka:
a. Sistem sosial terdiri dari unit-unit atau kelompok yang saling berhubungan satu
sama lain.
b. Didalam unit-unit atau kelompok-kelompok itu terdapat ketidakseimbangan
pembagian kekuasaan atau sumber-sumber penghasilan.
c. Unit-unit atau kelompok-kelompok yang tidak berkuasa atau tidak mendapat
bagian dari sumber-sumber penghasilan mulai mempertanyakan legitimasi sistem
d. Pertanyaan atas legitimasi itu membawa mereka kepada kesadaran bahwa mereka
harus mengubah sistem alokasi kekuasaan atau sumber-sumber penghasilan itu
demi kepentingan mereka.
e. Kesadaran itu menyebabkan mereka secara emosional terpancing untuk marah.
f. Kemarahan tersebut seringkali meledak begitu saja atas cara yang tidak
terorganisir.
g. Keadaan yang demikian menyebabkan mereka semakin tegang.
h. Ketegangan yang semakin hebat menyebabkan mereka mencari jalan untuk
mengorganisir diri guna melawan kelompok yang berkuasa.
i. Akhirnya kelompok terbuka bisa terjadi antara kelompok yang berkuasa dan tidak
berkuasa. Tingkatan kekerasan didalam konflik itu sangat tergantung pada
kemampuan masing-masing pihak untuk menangani, mengatur, dan mengontrol
konflik tersebut
2.4 Kesejahteraan Sosial
2.4.1 Pengertian kesejahteraan sosial
Sampai saat ini belum ada sebuah batasan kesejahteraan sosial yang dapat diterima
secara umum. Hal ini nampaknya sudah menjadi fitrah dari ilmu sosial apa saja, termasuk
ilmu kesejahteraan sosial. Para cendekiawan ilmu kesejahteraan sosial atau praktisi pekerjaan
sosial merumuskan batasannya sendiri-sendiri sehingga terdapatlah beraneka ragam defenisi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial,
bahwa kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai berikut, “Kesejahteraan Sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup
layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat dapat melaksanakan fungsi
Sosial”.Midgley (dalam Suud, 2006: 5) menjelaskan bahwa suatu keadaan sejahtera secara
sosial tersusun dari tiga unsur sebagai berikut. Pertama, setinggi apa masalah-masalah sosial
dikendalikan, kedua, seluas apa kebutuhan-kebutuhan dipenuhi dan ketiga, setinggi apa
kesempatan-kesempatan untuk maju tersedia. Tiga unsur ini berlaku bagi individu-individu,
keluarga-keluarga, komunitas-komunitas dan bahwa seluruh masyarakat.
Perserikat Bangsa-bangsa (PBB), sebagai lembaga yang lebih bersifat praktis dari
pada akademis, mengemukakan pada tahun 1959 bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu
kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbalbalik antara
individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama
melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud agar supaya memungkinkan
individu-individu, kelompok-kelompok maupun komunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola
masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi
sosial (Suud, 2006: 6-7).
Dalam konteks kesejahteraan sosial Khan (dalam Suud, 2006: 10-11) merumuskan
pelayanan sosial sebagai: program-program yang disediakan oleh selain kriteria pasar untuk
menjamin pemenuhan suatu tingkat kebutuhan dasar seperti kesejahteraan, pendidikan,
kesejahteraan, untuk meningkatkan kehidupan komunal dan keberfungsian sosial, untuk
memfasilitasi akses terhadap pelayanan-pelayanan lembaga-lembaga pada umumnya, dan
untuk membantu mereka dalam kesulitan dan pemenuhan kebutuhan.
Orientasi ilmu kesejahteraan sosial, yaitu suatu arah kerja kemana perkembangan
sedang terjadi.Menurut T.Sumarnonugroho (dalam Suud, 2006: 23-24) paling tidak ada tiga
orientasi ilmu kesejahteraan sosial yang dalam prakteknya dapat terjadi pertautan antar
ketiganya. Masing-masing adalah:
1. Orientasi akademik, mengemban tugas memprediksikan dan memecahkan masalah
secara teoritis. Ilmu kesejahteraan sosial diharapkan menunjukan kompetensinya
membina teori-teori, baik dalam mengembangkan meta teori (pembinaan dan
pengembangan teori tentang teori dan hipotesa teori) mapun teori praktek (penciptaan
model-model pemecahan masalah).
2. Orientasi klinis, mengemban tugas mengarahkan tinjauan teoritik dan prediksi ilmu
pada sistem klien, mencakup kegiatan diagnosa klien dan keterlibatan terhadap
pemecahan masalah. Sejak awal perkembangan ilmu kesejahteraan sosial dan profesi
pekerjaan sosial mengedepankan orientasi ini.
3. Orientasi strategis, mengemban tugas memandang masalah yang ada diluar sistem
klien. Sumber daya atau lingkungan diluar diri klien berpengaruh pemecahan masalah
klien. Studi-studi kelayakan, riset dan kebijakan sosial politik menandai
keterkaitannya dengan penerapan ilmu kesejahteraan sosial dan praktek kesejahteraan
2.4 Kerangka Pemikiran
Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) melaksanakan suatu peranan yang sangat
penting dalam menyelesaikan masalah-masalah buruh dan memperjuangkan hak-hak
normatif buruh di PT Asia Karet yang disebabkan oleh ketidakadilan dari sebuah sistem
kapitalisme dan neoliberalisme.SBSU juga memberikan kesadaran kolektif bagi kaum buruh
dalam melakukan suatu perjuangan yang berorientasi pada kesejahteraan dan kedaulatan
kaum buruh. Berbagai metode organisasi dilakukan oleh Solidaritas Buruh Sumatera Utara
(SBSU) dalam mencapai kesejahteraan dan keadilan sosial, bukan hanya sekedar membangun
sebuah wacana perjuangan terhadap kelas buruh tetapi melakukan sebuah tindakan yang
strategis agar tercapainya cita-cita buruh,
Hak-hak normatif buruh akan tercapai jika Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU)
berperan secara maksimal dan terus berlangsung secara terus menerus. Oleh karena itu
solidaritas buruh bukan hanya berperan dalam pengorganisasian buruh dan mekanisme
organisasi, tetapi perjuangan terhadap kaum-kaum buruh merupakan suatu langkah kongkrit
Bagan Alur Pikir
PENGUSAHA/PERUSAHAAN Pemilik Modal
PT ASIA KARET MEDAN
BURUH
HAK NORMATIF PEKERJA/BURUH Ekonomis (Upah,THR).
Politis (membentuk serikat buruh, menjadi atau tidak menjadi anggota serikat buruh, mogok kerja).
Medis (keselamatan dan kesehatan kerja).
Sosial (cuti nikah/kawin, libur resmi, dll)
SOLIDARITAS BURUH SUMATERA UTARA