• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis ) PADA FIELD 2004 AFDELING I PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON DESA WAY GALIH LAMPUNG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis ) PADA FIELD 2004 AFDELING I PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON DESA WAY GALIH LAMPUNG SELATAN"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis ) PADA FIELD 2004 AFDELING I PT PERKEBUNAN

NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON DESA WAY GALIH LAMPUNG SELATAN

Oleh

ALDITA DWI ASTUTY

Karet (Hevea brasiliensis) merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan konstribusi didalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Karet merupakan bahan baku yang menghasilkan lebih dari 50.000 jenis barang. Produksi karet alam 46% digunakan untuk pembuatan ban dan selebihnya untuk karet busa, sepatu dan beribu-ribu jenis barang lainnya. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan getah (lateks) yang optimal maka harus diperhatikan syarat-syarat lingkungan yang optimum diinginkan oleh tanaman. Persyaratan penggunaan lahan akan menetukan kualitas lahan yang diperlukan agar tanaman dapat berproduksi dengan baik dan lestari. Evaluasi lahan pada hakekatnya adalah proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya, dan dengan evaluasi lahan tersebut, potensi lahan dapat dinilai dengan tingkat pengelolaan yang dilakukan.

(2)

Evaluasi kesesuaian lahan kualitatif pada penelitian menggunakan kriteria dari Djaenuddin dkk. (2000), sedangkan evaluasi kesesuaian lahan kuantitatif melakukan analisis finansial dengan menghitung NPV, Net B/C, IRR dan BEP.

Hasil penelitian menunjukkan, lahan pertanaman karet di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton termasuk ke dalam kelas cukup sesuai (S2) dengan faktor pembatas retensi hara (C-Organik) dan secara finansial layak untuk dilanjutkan, dengan nilai NPV sebesar Rp 6.698.032.692, Net B/C sebesar 8, IRR sebesar 26 % thn-1, BEP dicapai pada 16 tahun 1 bulan 15 hari.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 18 Oktober 1990, sebagai anak kedua dari dua bersaudara yang merupakan buah kasih pasangan Hari Warso Wasono dan Wiwin Yudistiawati.

Jenjang pendidikan penulis diawali dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK Kartika II-6 Bandar Lampung, Sekolah Dasar di SD Kartika II-5 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2002, Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2005 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(8)

SANWACANA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena penulis

diberikan kemudahan untuk dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Tamaluddin Syam, M.S., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi yang hebat dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Rusdi Evizal, M.S., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, arahan, saran dan ilmu-ilmu yang bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Kabul Mahi, M.S., sebagai pembahas dan penguji materi yang telah memberikan saran serta arahan guna penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

(9)

v

7. Bapak Harianto, selaku sinder Afdeling I PTPN VII Unit Usaha Kedaton atas segala bantuan yang diberikan.

8. Ayahanda, Ibunda tercinta, dan kakak ku, Rizky Aldilla Tamtura, S.T., atas segala kasih sayang, doa, semangat, serta nasehat yang selalu diberikan yang tak pernah usai dan lelah untuk sebuah pengharapan dan cita-cita di masa depanku.

9. Sahabat-sahabatku, Maya Puspitasari, Devita Alfandri, Savita Panca, Natasya Anindya, Okta Dianasari, Christie Teddy, Yoran Ratami, Ina R Arifin yang telah memberikan dukungan, bantuan, doa dan memberikan canda tawa kepada penulis.

10.Teman teman angkatan 2007, 2008, 2009, Kak Bernof, Mbak Ida, Mbak Pipit, Tahtia, Ulil dan Gagat atas segala saran dan masukannya.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 26 Januari 2015 Penulis

(10)
(11)

vii

3.3.1 Persiapan ... 29

3.3.2 Prasurvey ... 29

3.3.3 Pengumpulan Data ... 30

3.3.4 Analisis Data ... 34

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... . 37

4.1 Hasil Pengamatan ... ... 37

4.1.1 Kelas Kesesuaian Lahan Kualitatif ... ... 37

4.1.2 Kelas Kesesuaian Lahan Kuantitatif ... ... 43

4.2 Pembahasan ... ... 50

4.2.1 Kelas Kesesuaian Lahan Kualitatif ... ... 50

4.2.2 Kelas Kesesuaian Lahan Kuantitatif ... ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... ... 54

5.2 Saran ... ... 54

PUSTAKA ACUAN ... 55

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kelas kesesuaian lahan tanaman karet di daerah penelitian. ... 42

2. Nilai Pajak Hak Guna Usaha (PHGU) pertahun PT Perkebunan NusantaraVII (Persero) Unit Usaha Kedaton. ... 44

3. Biaya Penyusutan. ... 45

4. Kebutuhan pupuk pada lahan penelitian. ... 46

5. Kebutuhan pestisida pada lahan penelitian. ... 46

6. Biaya tenaga kerja pada lahan penelitian. ... 47

7. Penerimaan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton. ... 49

8. Nilai NPV, Net B/C, IRR, BEP. ... ` 50

9. Persyaratan klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman karet menurut Kriteria Djaenuddin dkk (2000). ... 59

10. Data suhu udara (oC) Tahun 2004-2013 Kecamatan Lampung Selatan. ... 60

11. Data curah hujan (mm) Tahun 2004-2013 Kecamatan Lampung Selatan. ... 61

12. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke- 1. ... 62

13. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke-2. ... 63

14. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke-3. ... 64

15. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke-4. ... 65

(13)

xi

17. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke-6. ... 67

18.Analisis contoh tanah pada lokasi penelitian. ... 68

19. Cash flow tanaman karet pada lokasi penelitian. ... 69

20. Perhitungan analisis finansial pada lokasi penelitian. ... 72

21. Perhitungan analisis Net B/C pada lokasi penelitian. ... 73

22. Perhitungan analisis IRR pada lokasi penelitian. ... 74

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peta lokasi penelitian... 76

2. Titik Pengeboran Pada Lahan Penelitian ... 77

3. Penampang profil bor lahan penelitian ... 78

(15)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Karet (Hevea brasiliensis) merupakan komoditas ekspor yang mampu

memberikan konstribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Pada tahun 2013 ekspor karet sebanyak 2.7 juta ton senilai US$ 6,91 miliar (PT. Bank Ekspor Indonesia (Persero), 2013). Karet merupakan bahan baku yang menghasilkan lebih dari 50.000 jenis barang. Produksi karet alam 46% digunakan untuk pembuatan ban dan selebihnya untuk karet busa, sepatu dan beribu-ribu jenis barang lainnya (Setyamidjaja, 1999).

Indonesia mempunyai peluang untuk menjadi produsen karet terbesar dunia karena negara pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia semakin kekurangan lahan dan semakin sulit mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga

keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia akan semakin baik. Kayu karet juga mempunyai prospek yang baik sebagai sumber kayu asal hutan, dan dengan meningkatnya permintaan terhadap karet alam maka usaha tani tanaman karet akan menguntungkan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan getah (lateks) yang optimal maka harus diperhatikan syarat-syarat lingkungan yang optimum

(16)

lahan yang diperlukan agar tanaman dapat berproduksi dengan baik dan lestari (Hardjowigeno, 2001). Evaluasi lahan pada hakekatnya adalah proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya, dan dengan evaluasi lahan tersebut, potensi lahan dapat dinilai dengan tingkat pengelolaan yang dilakukan. Ciri dasar evaluasi lahan yaitu membandingkan persyaratan penggunaan dengan karakteristik dan kualitas lahan. Evaluasi lahan meliputi terhadap perubahan yang mungkin terjadi dan pengaruh dari perubahan tersebut, karena itu evaluasi lahan meliputi pertimbangan ekonomis tidaknya memulai suatu usaha, konsekuensi sosial bagi masyarakat didaerah bersangkutan dan bagi negara, dan konsekuensi merugikan atau menguntungkan bagi lingkungan (Mahi, 2013).

(17)

3

1.2.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menilai kesesuaian lahan secara kualitatif tanaman karet pada lahan di Field 2004 Afdeling I PTPN VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih Tanjung Bintang, berdasarkan kriteria Djaenuddin dkk.(2000).

2. Menilai keseuaian lahan secara kuantitatif dengan menganalisis nilai kelayakan

finansial tanaman karet pada lahan di Field 2004 Afdeling I PTPN VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih Tanjung Bintang, dengan menghitung nilai NPV, Net B/C, IRR, dan BEP.

1.3. Kerangka Pemikiran

Evaluasi lahan adalah proses penilaian daya guna sumberdaya lahan untuk berbagai alternatif penggunaan produktif seperti : pertanian, kehutanan, peternakan, dan bersamaan dengan penggunaan tersebut disertai pula dengan pelayanan atau keuntungan lain, seperti : konservasi daerah aliran sungai, daerah wisata, dan perlindungan margasatwa. Ciri dasar evaluasi lahan yaitu

membandingkan potensi sumber daya lahan dengan kebutuhan berbagai macam penggunaan, karena pada kenyataannya berbagai macam penggunaan

membutuhkan potensi sumberdaya lahan yang berbeda (Mahi, 2005).

(18)

40%, pH 4,5 – 6 dengan curah hujan rata-rata 2053 mm per tahun dan kandungan C-organik sekitar < 0,5. Rata-rata produksi PT. Perkebunan Nusantara VII

(Persero) Unit Usaha Kedaton selama lima tahun terakhir sebesar 1.392 kg ha-1 thn-1 dan berdasarkan wawancara dengan Sinder pendapatan sekitar Rp 47 juta ha -1

thn-1 dengan pengeluaran sekitar Rp 20 juta sampai Rp 24 juta ha-1 thn-1 (PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton, 2012).

Menurut kriteria Djaenudin dkk.(2000), lahan yang sangat sesuai dengan tanaman karet mempunyai kriteria antara lain kemiringan lereng < 8%, kejenuhan basa < 35%, pH 5.0-6.0 dan curah hujan 2.500-3000 mm/tahun. Kriteria Djaenudin dkk.(2000) merupakan kriteria yang digunakan dalam melakukan evaluasi lahan berdasarkan faktor fisik lingkungan, dan penilaian sedangkan penilaian secara kuantitatif adalah dengan menganalisa kelayakan finansial budidaya tanaman karet yang dilakukan dengan menghitung nilai Net B/C ratio, NPV, IRR, dan, BEP.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajurkan dalam penelitian ini adalah :

1. Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman karet atas dasar faktor fisik

(19)

5

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Tanah dan Lahan

Lahan (land) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh aktifitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun di saat sekarang (FAO, 1976). Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang menduduki sebagian besar permukaan planet bumi yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya, 1990).

Kegiatan survei dan pemetaan sumberdaya alam, bagian lahan satu dengan lainnya dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya yang terdiri dari iklim, landfrom, tanah atau hidrologi sehingga terbentuk satuan-satuan lahan. Pemisahan

satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisi dan interpretasi dalam menilai potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan

(21)

7

2.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi kesesuaian lahan adalah penilaian kecocokan tipe lahan untuk tipe penggunaan tertentu yang lebih detail. Evaluasi kesesuaian lahan harus dilaksanakan seacra menyeluruh (holistik) sesuai dengan prinsip dan tujuan evaluasi lahan (Mahi, 2013). Menurut Hardjowigeno (1985), evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai aspek dan kualitas fisik, biologi dan teknologi dengan tujuan sosial ekonominya. Tujuan evaluasi lahan adalah untuk meningkatkan nilai suatu lahan untu tujuan tertentu. Sedangkan Djaenuddin dkk. (2000) menyatakan bahwa evaluasi lahan merupakan proses menduga kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian.

Mendapatkan lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu kriteria lahan yang dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan digunakan kriteria klasifikasi kesesuaian lahan yang sudah dikenal, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus, tetapi pada umumnya disusun berdasarkan pada sifat-sifat yang dikandung lahan artinya hanya sampai pada pembentukkan kelas kesesuaian lahan sedangkan, menyangkut produksi hanya berupa dugaan berdasarkan potensi kelas kesesuaian lahan yang terbentuk (Karim dkk., 1996).

2.3. Pendekatan Evaluasi Lahan

(22)

dkk., 2000). Evaluasi kualitatif adalah evaluasi yang dilaksanakan dengan cara mengelompokan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan perhitungan secara terinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan lahan tersebut.

Evaluasi kuantitatif merupakan evaluasi lahan yang dinyatakan dalam istilah ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran (output), benefit cost ratio atau dalam pendapatan bersih dan sebagainya. Menurut Mahi (2005), evaluasi kuantitatif dibutuhkan untuk proyek khusus dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan investasi. Nilai uang digunakan pada data kuantitatif secara ekonomi yang dihitung dari biaya input dan nilai produksi. Penilaian nilai uang akan memudahkan melakukan perbandingan bentuk-bentuk produksi yang berbeda, hal ini memungkinkan karena dapat menggunakan satu harga yang berlaku atau harga bayangan dalam menilai produksi yang dibandingkan. Evaluasi kuantitatif biasanhya dilakukan dengan melakukan klasifikasi lahan.

2.4. Klasifikasi Kesesuaian Lahan

(23)

9

Menurut Djaenudin dkk. (2003), kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan. Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi atau drainase sesuai untuk suatu usahatani atau

komoditas tertentu yang produktif. Kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelas kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian aktual adalah kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data, belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan dan tingkat

pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala faktor-faktor pembatas yang ada disetiap satuan peta lahan. Kesesuaian potensial merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat manajemen atau pengelolaan yang akan ditetapkan sehingga dapat diduga tingkat produktifitas dari suatu lahan hasil produksi persatuan luasnya (Hardjowigeno, 1985).

Menurut FAO (1976), struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu sebagai berikut :

1. Ordo

(24)

2. Kelas

Kelas menunjukan keadaan tingkat kesesuaian suatu lahan dalam ordo. Pada tingkat kelas lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan kedalam tiga kelas, dan yang tidak sesuai ada dua kelas, yaitu sebagai berikut :

a. Kelas S1 (sangat sesuai)

Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaannya secara berkelanjutan atau ada faktor pembatas yang minim sekali dan tidak mengurangi produktivitas secara nyata.

b. Kelas S2 (cukup sesuai)

Lahan mempunyai faktor pembatas dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktivitasnya sehingga lahan memerlukan masukan (input). c. Kelas S3 (sesuai marginal)

Lahan mempunyai faktor pembatas berat dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktivitasnya sehingga diperlukan masukan (input) yang lebih banyak dibandingkan lahan yang tergolong S2.

d. Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini)

Lahan mempunyai faktor pembatas yang lebih berat tetapi memungkinkan untuk diatasi.

e. Kelas N2 (tidak sesuai permanen)

Lahan mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan tidak memungkinkan untuk diperbaiki karena sifatnya permanen.

3. Sub Kelas

(25)

11

4. Unit

Unit merupakan keadaan tingkat dalam sub kelas kesesuaian lahan, yang

didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Semua unit yang berada di dalam satu sub kelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkatan sub kelas.

Menurut Djaenuddin dkk. (2000), deskripsi karakteristik lahan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan kelas kesesuaian lahan dikemukakan sebagai berikut :

a. Temperatur (tc)

Karakteristik lahan yang menggambarkan temperatur adalah suhu tahunan rata rata dikumpulkan dari hasil pengamatan stasiun klimatologi yang ada.

b. Ketersediaan Air (wa)

Karakteristik ketersediaan air digambarkan oleh keadaan curah hujan tahun rata-rata atau curah hujan selama masa pertumbuhan, bulan kering, dan kelembaban. c. Ketersediaan Oksigen (oa)

Karakteristik lahan yang manggambarkan ketersediaan oksigen adalah kelas drainase, yaitu merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah.

d. Media Perakaran (rc)

Karakteristik lahan yang menggambarkan kondisi perakaran terdiri dari :

1) Kelas Drainase tanah dibagi menjadi 6 kelas, yaitu : sangat buruk, buruk, agak buruk, agak baik, baik, dan berlebihan.

(26)

3) Bahan kasar dengan ukuran > 2mm, yang menyatakan volume dalam %, merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi krikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah.

4) Kedalaman tanah, menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran tanaman yang dievaluasi, dan dibedakan menjadi :

sangat dangkal < 20 cm dangkal 20 - 50 cm sedang 50 - 75 cm dalam > 75 cm

e. Retensi Hara (nr)

Retansi hara merupakan kemampuan tanah untuk menjerap unsur - unsur hara atau koloid di dalam tanah yang bersifat sementara, sehingga apabila kondisi di dalam tanah sesuai untuk hara - hara tertentu maka unsur hara yang terjerap akan dilepaskan dan dapat diserap oleh tanaman. Retensi hara di dalam tanah di pengaruhi oleh KTK, kejenuhan basa, pH dan C-organik.

f. Toksisitas (xc)

Daerah pantai merupakan salah satu daerah yang mempunyai kadar garam yang tinggi. Toksisitas di dalam tanah biasanya diukur pada daerah-daerah yang bersifat salinitas.

g. Bahaya Sulfidik (xs)

(27)

13

Pengujian sulfidik dapat dilakukan dengan cara meneteskan larutan H2O2 pada matrik tanah, dan apabila terjadi pembuihan menandakan adanya lapisan pirit. Kedalaman sulfidik hanya digunakan pada lahan bergambut dan lahan yang banyak mengandung sulfida serta pirit.

h. Sodisitas (xn)

Kandungan Natrium dapat ditukar.

i. Bahaya Erosi (eh)

Bahaya erosi dapat diketahui dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun dibandingkan tanah tererosi.

j. Bahaya Banjir (fh)

Bahaya banjir dapat diketahui dengan melihat kondis lahan yang pada permukaan tanahnya terdapat genangan air.

k. Penyiapan Lahan (lp)

(28)

2.5. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

2.5.1.Botani

Morfologi tanaman karet menurut Agroindonesia (2005) adalah : a. Akar

Tanaman karet termasuk ke dalam subkelas Dicotyledone, oleh karena itu akar tanaman karet berupa akar tunggang.

b. Batang

Batang umumnya tumbuh lurus dengan percabangan dibagian atas. Batang mengandung getah atau lateks. Karet yang dibudidayakan umumnya memiliki ketinggian antara 10-20 m. Ciri utama tanaman karet yang sudah matang sadap pohon adalah lilit batang yang sudah mencapai 45 cm di ukur pada ketinggian 1 m dari tanah dan ketebalan kulit 7 mm dari kambium.

c. Daun

Daun karet berupa daun trifoliate dan berwarna hijau. Anak daun berbentuk elips dengan bagian ujung runcing. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet.

d. Bunga

(29)

15

e. Buah dan biji

Buah umunya memiliki tiga buah ruang bakal biji. Buah yang sudah masak akan pecah dengan sendirinya. Biji berwarna cokelatkehitaman dengan pola bercak yang khas. Tanaman dewasa dapat menghasilkan 2.000 biji pertahun. Ada perbedaan ciri biji disetiap klon, yaitu pada klon GT 1 mempunyai ciri bentuk bulat; perut segitiga, ukuran kecil, warna putih kecokelatan, warna mozaik cokelat, bentuk mozaik sambung menyambung. Sedangkan klon PB 260

mempunyai ciri bentuk pipih, ukuran sedang, warna putih, warna mozaik cokelat dan bentuk mozaik sambung menyambung. Klon RRIC 100 dengan bentuk lonjong, ukuran besar, warna putih, warna mozaik cokelat dan bentuk mozaik terputus-putus. Klon AVROS 2037 mempunyai ciri biji bentuk bulat, ukuran sedang, warna putih kecokelatan, warna mozaik cokelat tua dan bentuk mozaik sambung menyambung.

2.5.2.Persyaratan Tumbuh Tanaman Karet

(30)

2.5.3.Budidaya Tanaman Karet

a. Pembukaan Lahan

Pelaksanaan budidaya tanaman karet terdapat beberapa langkah dari pembukan lahan sampai penyadapan. Langkah awal adalah pembukaan lahan yang dapat dilakukan secara mekanis dengan menebang pohon karet tua atau semak atau pohonan karet dengan menggunakan gergaji atau didorong menggunakan excavator sehingga perakaran ikut terbongkar. Pohon yang tumbang segera dipotong-potong dengan panjang sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.

(31)

17

b. Klon

Klon unggul baru merupakan syarat utama agar komoditas karet dapat

menghasilkan produksi dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga dapat mendukung Indonesia menuju produsen karet terbesar dunia. Upaya memperoleh klon-klon unggul, para peneliti dan pemulia tanaman terus menerus melakukan penelitian untuk menghasilkan klon karet unggul baik penghasil lateks, maupun lateks-kayu.

Balai Penelitian Sembawa (2009), mengatakan telah menghasilkan klon-klon karet unggul yang direkomendasikan untuk periode tahun 2010-2014. Sistem rekomendasi disesuaikan dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman yang menyebutkan bahwa klon/varietas yang dapat disebarluaskan kepada pengguna harus berupa benih bina. Klon-klon tersebut adalah :

1) Klon Penghasil Lateks : BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217 dan PB 260.

2) Klon Penghasil Kayu dan Lateks : BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118. 3) Klon benih anjuran untuk batang bawah : AVROS 2037, GT 1, BPM 24,

(32)

c. Pembibitan

Budidaya tanaman karet terdapat langkah pembibitan. Salah satu pembibitan dari tanaman karet yaitu okulasi. Okulasi merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menempelkan mata tunas dari suatu tanaman kepada tanaman lain yang dapat bergabung yang bertujuan menggabungkan sifat-sifat yang baik dari setiap komponen sehingga diperoleh pertumbuhan dan produksi yang baik. Prinsip okulasi sama yaitu penggabungan batang bawah dengan batang atas, yang berbeda adalah umur batang bawah dan batang atas yang digunakan sehingga perlu teknik tersendiri untuk mencapai keberhasilan okulasi.mata tunas prima diambil dari batang entres mengunakan pisau okulasi. Segera setelah mata tunas diambil dari batang entres maka ditempelkan di jendela okulasi yang telah kita buat. kemudian dibungkus dengan plastik transparan serta dilakukan pemeliharaan dengan penyulaman untuk mengganti tanaman mati, pemotongan tunas palsu (tunas yang tidak di inginkan), pemotongan tunas cabang (Santosa, 2007).

d. Penanaman

Budidaya tanaman karet pun meliputi penanaman. Ada 2 sistem penanaman karet yaitu sistem monokultur dan sistem tumpangsari. Pola tanam monokultur,

sebaiknya penanaman tanaman kacang-kacangan (LCC) sebagai tanaman penutup tanah dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai. Tanaman penutup tanah (legume cover crop) pada areal tanaman karet sangat penting karena dapat

(33)

19

mempertahankan kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu/gulma (Setyamidjaja,1999).

e. Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan

Menurut PT. Perkebunan Nusantara VII (2010), pemeliharaan TBM meliputi : 1) Penyulaman

Tidak semua bibit karet yang ditanam di lahan bisa hidup. Persentase kematian bibit yang bisa ditolerir dalam budi daya karet adalah sebesar 5%, karena itu diperlukan penyulaman untuk mengganti bibit yang mati tersebut. Kegiatan penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 1-2 tahun dan saat itu sudah ada kepastian tanaman yang hidup dan yang mati. Penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 1-2 tahun, bibit yang digunakan berupa bibit stum tinggi berumur 1-2 tahun agar tanaman bisa seragam dan sebelum penyulaman

dilakukan perlu diketahui penyebab kematian bibit. Tanah bekas tanaman harus diberi fungisida, jika kematian disebabkan oleh bakteri atau jamur. Pelaksanaan penyulaman dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 - 09.00 atau sore hari pukul 15.00 - 17.00, saat cuaca tidak terlalu panas untuk mengurangi risiko kematian.

2) Wiping

(34)

b). Tanaman Belum Menghasilkan 2 pada semester 1 diperlukan 1 HK/Ha dengan rotasi 1 x sebulan dan semester 2 diperlukan 0,5 HK/Ha dengan rotasi 1 x sebulan dan pada Tanaman Belum Menghasilkan 3 dan seterusnya diperlukan 0,5 HK/Ha dengan rotasi 2 bulan sekali.

3) Weeding

Weeding merupakan pekerjaan menyiang gawangan yang bertujuan untuk membersihkan areal dari gulma jahat dan agar LCC dapat tumbuh dominan di gawangan. Pada TBM I & II weeding dilakukan dengan cara manual (strip weeding) dengan lebar 0,5 m ke kiri pohon dan 0,5 m ke kanan pohon. Perlu diperhatikan adalah sangat dihindari adanya kayuan dan gulma di areal kebun. Weeding chemis dilakukan mulai TBM III (lebih dari 24 bulan). Pelaksanaan weeding menggunakan semprotan herbisida berbahan aktif Glifosat 400 cc/Ha. Norma tenaga yang diperlukan adalah 0,6 HK/Ha.

4) Pemupukan

Pemupukan dilakukan setiap bulan Januari, Maret, Mei, September dan Nopember dengan rekomendasi dan dosis pupuk yang sudah ditentukan sesuai dengan

rekomendasi balai penelitian. Tehnik pemupukan dilakukan dengan menggunakan tehnik pocket. Tehnik pocket dibuat 4 titik dalam satu pohon. Kedalaman pocket 10 cm. Pemupukan dilakukan pada saat TBM II 6 bulan kedua dan TBM III dan seterusnya. Menurut Nazaruddin dan Paimin (1998), seminggu sebelum

(35)

21

yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan tahun ke-2 (TBM-2) apabila pertumbuhannya kurang baik.

5) Pengendalian hama dan penyakit

Penyakit utama di TBM karet yang ditemui yaitu Jamur Akar Putih. Identifikasi tanaman yang terserang JAP ditandai daun menggulung dan rontok dari cabang, pada akar apabila dikeduk sedikit akan ditemui misellium jamur yang berwarna putih. Pengobatan JAP adalah dengan cara mengkarantina dan mengobati tanaman yang terserang JAP dan radius 4 pohon disekelilingnya juga diobati. Karantina dilakukan dengan membuat parit/rorak sedalam 30 cm mengelilingi pohon yang terkena serangan JAP. Pengobatan dilakukan dengan penyiraman fungisida Bayleton 250 EC dosis 10 ml/lt. Suspensi disiramkan dari pangkal pohon hingga radius 25 cm. Tepian parit juga disiram dengan suspense tersebut. Minimal 1 pohon di luar rorak karantina juga harus disiram dengan suspensi.

f. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan

(36)

1) Penyiangan

Penyiangan merupakan pekerjaan untuk membersihkan areal pada gawangan tanaman karet dari gulma (kayu-kayuan, mekania, rumput liar) yang dilaksanakan dengan system manual dengan rotasi 4 x setahun.

2) Strip Weeding

Suatu pekerjaan untuk membersihkan areal pada barisan tanaman karet dari gulma yang mengganggu. Pelaksanaan strip weeding dilakukan sebelum pelaksanaan pemupukan. Pelaksanaan strip weeding menggunakan system semprot. Bahan aktif yang digunakan adalah Glifosat dengan dosis 0,5 liter/ha. Rotasi pelaksanaan strip weeding adalah 3 x setahun.

3) Wiping Alang-alang

Wiping alang-alang disebut juga membersihkan alang-alang, yaitu pekerjaan membersihkan lahan dari alang-alang dengan menggunakan herbisida berbahan aktif Glifosat dosis 5 -6 cc/ha. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 0,3 – 0,5 HK/Ha dan 1 HK membawa 4 liter larutan. Teknis pekerjaan wiping adalah tenaga kerja berjalan blok per blok dan perpindahan blok harus teratur.

4) Pemupukan

Fase tanaman menghasilkan (TM), pemupukan dilaksanakan 2 x dalam setahun. Pemupukan I dilaksanakan pada bulan Maret-April dan pemupukan II

dilaksanakan pada bulan Oktober-Nopember. Dosis aplikasi pupuk ditentukan berdasarkan rekomendasi dari Balai Penelitian yang berdasarkan hasil analisis LSU yang dilakukan pada awal tahun. Aplikasi pemupukan juga harus

(37)

23

Maksudnya di sini adalah diharapkan setelah pemupukan segera terjadi hujan sehingga unsur-unsur dalam pupuk bisa langsung diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman. Pemupukan harus dihentikan untuk menghindari losses pupuk, apabila waktu pemupukan terjadi hujan.

5) Pengendalian Hama dan Penyakit.

Tanaman karet terdapat beberapa penyakit tanaman yaitu jamur akar putih (JAP), penyebab serangan JAP dikerenakan saat persiapan lahan, pada waktu ayap akar (collecting) tidak bersih sehingga inokulum JAP masih ada yang tertinggal dalam tanah. Pengendalian JAP dilakukan dengan penyiraman fungisida Bayleton 250 EC dosis 10 ml/lt. Suspensi disiramkan dari pangkal pohon hingga radius 25.

Tanaman karet terdapat pula penyakit Brown bast biasa disebut dengan istilah KAS (Kering Alur Sadap). Penanggulangan Brown bast secara kuratif

menggunakan teknik Bark Scraping dan aplikasi formula No BB. Langkah pertama adalah Bark Scraping hingga kedalaman 3-4 mm dari cambium, kemudian dioleskan formula No BB 50 ml per pohon sebanyak 3x (tiap 30 hari dioles). Penyadapan kulit bisa kembali dimulai setelah kulit kembali sehat, yaitu pada hari ke-90.

Tanaman Karet pun terdapat penyakit Mouldy Rot disebabkan oleh jamur ceratocystis fimbriata menyerang pada bidang sadap terutama pada musim

(38)

kulit yang terserang dan akan berakibat regenerasi kulit yang terserang berjalan tidak normal sehingga kulit pulihannya tidak dapat diharapkan produksinya. Pengendalian Mouldy Rot dilaksanakan dengan pelumasan bidang sadap menggunakan fungisida benlate dengan konsentrasi 0,1% - 0,2%. Rotasi pekerjaan dilaksanakan seminggu sekali.

6) Penyadapan

Tanaman karet siap sadap bila sudah matang sadap pohon. Matang sadap pohon tercapai apabila sudah mampu diambil lateksnya tanpa menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Kesanggupan tanaman untuk disadap dapat ditentukan berdasarkan “umur dan lilit batang”. Diameter untuk

pohon yang layak sadap sedikitnya 45 cm diukur 100 cm dari pertautan akulasi dengan tebal kulit minimal 7 mm dan tanaman tersebut harus sehat. Pohon karet biasanya dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun, semakin bertambah umur tanaman semakin meningkatkan produksi lateksnya. Mulai umur 16 tahun produksi lateksnya dapat dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 16 tahun produksinya akan menurun (Santosa, 2007).

Rumus penyadapan adalah sebagai berikut : S/2 d/2 100%, S/l d/4 100%, atau S/2 d/3 67%. Arti dari rumus tersebut adalah S/2 berarti penyadapan setengah

(39)

25

dengan jumlah 500 pohon, setiap hanca harus dihitung 500 pohon walaupun pada kenyataannya yang disadap kurang dari 500 pohon karena terdapat pohon yang tidak masuk dalam kriteria sadap, akan tetapi pada akhir TM 1 yang disadap akan mencapai 500 pohon dengan pertimbangan agar tidak selalu merubah hanca. Setiap batas hanca diberi tanda gelang 5 cm, ketinggian dari tanah 2 m.Waktu penyadapan yang baik adalah jam 5.00 – 7.30 pagi, karena menurut Nazaruddin dan Paimin (1998), jumlah lateks yang keluar dan kecepatan aliran lateks dipengaruhi oleh tekanan turgor sel, tekanan turgor mencapai maksimum pada saat menjelang fajar, kemudian menurun bila hari semakin siang, pelaksanaan penyadapan dapat dilakukan dengan baik bila hari sudah cukup terang, dan pengumpulan lateks pada jam 10.00 – 11.00.

2.6. Biaya dalam Usahatani

Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek. Menurut Ibrahim (2003), dalam analisis finansial

diperlukan kriteria kelayakan usaha antara lain :

2.6.1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) sering diterjemahkan sebagai nilai bersih, merupakan

selisih antara manfaat dengan biaya pada discount rate tertentu. Jadi Net Present Value (NPV) menunjukkan kelebihan manfaat dibanding dengan biaya yang

(40)

2.6.2. Net Benefit /Cost Ratio (Net B/C)

Net Beneffit Cost Ratio (Net B/C) adalah perbandingan jumlah NPV positif

dengan NPV negatif yang menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Jadi jika nilai NPV > 0, maka B/C > 1 dan suatu proyek layak untuk diusahakan.

2.6.3. Internal Rate of Return (IRR)

Imternal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga (dalam hal ini sama

artinya dengan discount rate) yang menunjukkan bahwa nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi usahatani atau dengan kata lain tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV = 0 ).

2.6.4. Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (total

(41)

27

III. BAHAN DAN METODE

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di perkebunan karet di Field 2004 Afdeling I PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih dengan luas lahan 12 ha yang terletak pada wilayah Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan,

Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 s.d. Mei 2014, dan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Gambar peta lokasi penelitian tertera pada Gambar 1 (Lampiran).

3.2.Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah contoh tanah dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah di laboratorium.

Alat-alat yang digunakan antara lain :

1. Cangkul : digunakan untuk mengambil sampel tanah. 2. Pisau : digunakan untuk meratakan tanah pada boring.

3. Global positioning system (GPS) : digunakan untuk mengetahui koordinat lokasi penelitian

(42)

5. Bor tanah : digunakan untuk pembuatan profil borring, pengambilan sampel tanah dan deskripsi karakteristikh tanah.

6. Meteran : digunakan untuk mengukur kedalaman sampel tanah yang akan diambil serta mengukur kedalaman efektif tanah.

7. Munsell Soil Color Chart : digunakan untuk mengamati dan mengetahui karakteristik tanah melalui pengamatan warna tanah.

8. Kantung plastik : digunakan untuk tempat sampel tanah. 9. Kamera Digital : digunakan sebagai alat dokumentasi.

10. Alat-alat tulis : digunakan untuk mencatat hasil pengamatan baik di lapang maupun di laboratorium.

11. Alat-alat laboratorium : digunakan untuk menganalisis tanah di laboratorium.

3.3.Metode penelitian

(43)

29

3.3.1.Persiapan

Pada tahapan ini merupakan tahapan studi pustaka mengenai keadaan umum dilokasi penelitian agar dapat didapatkan gambaran umum tentang lokasi penelitian seperti data iklim, dan bahan induk.

3.3.2.Prasurvei

Tahapan ini dilakukan persiapan untuk meninjau lapangan secara umum untuk memperoleh gambaran kondisi dan untuk penentuan 6 titik pengambilan contoh tanah pewakil berdasarkan keadaan lapang. Gambar titik pengambilan contoh tanah tertera pada Gambar 2 (Lampiran).

3.3.3.Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer yang dikumpulkan terdiri dua jenis, yaitu data fisik dan data ekonomi.

1) Data Fisik

Pengumpulan data fisik primer dilakukan dengan cara pengamatan, pengukuran langsung di lapang dan mengambil sampel tanah yang kemudian dianalisis di laboratorium. Data fisik lapang diamati pada 6 titik pengeboran tanah

menggunakan metode proposional berdasarkan baris tanam, pengamatan profil boring sampai kedalaman 120, selanjutnya pengambilan contoh dikomposit dari

(44)

(a) Pengumpulan dan Pengamatan Lapang

Data fisik primer yang diamati di lapang sebagai berikut :

a. Kedalaman tanah

Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan dimana akar tidak dapat berkembang dengan baik atau tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Kedalaman tanah ini diukur dengan melakukan pengeboran dengan menggunakan bor tanah pada lokasi penelitian.

b. Drainase

Drainase diamati dengan penyebaran warna dalam setiap lapisan pada profil tanah dilokasi penelitian. Cara pengamatan di lapang yaitu melalui pengeboran tanah, apabila tanah berwarna homogen tanpa bercak-bercak kuning atau karatan besi, berwarna coklat serta kelabu pada lapisan sampai 100 cm berarti drainase pada tanah tersebut baik. Sebaliknya apabila terdapat bercak-bercak bewarna kelabu, coklat dan kekuningan menunjukkan bahwa tanah tersebut mempunyai drainase yang terhambat, pengamatan warna tanah dilakukan dengan menggunakan munsell soil color chart.

c. Lereng

(45)

31

d. Bahan kasar

Pengamatan bahan kasar di lapang yaitu dengan melihat ada tidaknya partikel tanah (berukuran > 2mm) pada tiap lapisan tanah dengan cara pengeboran pada tanah yang akan diteliti. Cara pengukurannya di lapang yaitu dengan menghitung berapa persen bahan kasar yang terdapat pada lapisan tanah yang dibor.

e. Bahaya sulfidik

Bahaya sulfidik tidak diamati dikarenakan letak lokasi penelitian secara fisiotrofis tidak mempunyai potensi untuk bahaya sulfidik.

f. Bahaya erosi di lapang

Tingkat bahaya erosi dapat dilihat berdasarkan kondisi di lapangan, yaitu dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion) atau dengan memperhatikan lapisan tanah

yang sudah hilang dibandingkan dengan lapisan tanah yang masih utuh.

g. Batu permukaan

Batu di permukaan diamati dengan melihat ada tidaknya batu-batu kecil atau besar yang tersebar pada permukaan tanah atau lapisan olah di lokasi penelitian, cara mengukur batu di permukaan yaitu melihat berapa persen batu yang tersebar di atas permukaan tanah pada lokasi penelitian.

h. Genangan

(46)

terdapat genangan yang menutupi seluruh lahan dengan air (terendam air) pada lahan yang akan diteliti pada saat musim hujan lebih dari 24 jam.

i. Batuan singkapan

Batuan singkapan diamati dengan melihat ada tidaknya batuan-batuan besar yang tersingkap atau berada didalam tanah pada lokasi penelitian kemudian

dipersentasikan seberapa banyak batuan yang tersingkap pada satu petak lahan.

(b) Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan cara komposit dengan melakukan pengeboran di 6 titik secara proporsional, lalu 6 contoh tanah tersebut dikomposit menjadi dua dengan kedalaman pengambilan contoh tanah 0-40cm dan 40-80cm yang kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik untuk di analisis di

laboratorium. Titik pengambilan contoh tanah tertera pada Gambar 2 (Lampiran).

(c) Analisis Tanah di Laboratorium

(47)

33

2) Data Ekonomi

Data ekonomi yang dikumpulkan sebagai data primer meliputi: biaya produksi (benih, pupuk, pestisida), peralatan, tenaga kerja (pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian gulma, penyadapan, dll), dan pendapatan yang

diperoleh petani pada Field 2004 Afdeling I Unit Usaha Kedaton PT Perkebunan Nusantara VII (Persero). Data ekonomi primer dikumpulkan dengan wawancara mandor PT Perkebunaan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis, yaitu data fisik dan data ekonomi.

1) Data Fisik

Pengumpulan data fisik sekunder meliputi :

a) Temperatur Udara (suhu) : Ditentukan oleh keadaan temperatur rata-rata yaitu temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam 0C. Data temperatur udara dapat diperoleh dari Stasiun Klimatologi Masgar Lampung.

b) Curah Hujan : Ditentukan oleh curah hujan tahunan yang dinyatakan dalam mm. Data curah hujan dapat diperoleh dari stasiun Klimatologi Masgar Lampung.

(48)

2) Data Ekonomi

Data ekonomi sekunder yang dikumpulkan yaitu biaya produksi usahatani tanaman karet, jumlah produksi per tahun, tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usahatani tanaman karet, untuk 10 tahun terakhir. Data dikumpulkan dengan cara mengambil dari Kantor Unit Usaha Kedaton PTPN VII (Persero) Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan.

3.3.4.Analisis Data

1. Data Fisik

Data fisik pada analisis data merupakan penilaian kelas kesesuaian lahan kulitatif. Analisis kesesuaian lahan dilakukan atas dasar potensi fisik lingkungan yang dilakukan dengan cara mencocokan persyaratan tumbuh tanaman karet

berdasarkan nilai karakterisktik dan kualitas lahan di lapangan dengan kriteria Djaenudin dkk. (2000) yang tertera di Tabel 9 pada lampiran.

2. Data Ekonomi

Data sekunder pada analisis data merupakan penilaian kesesuaian lahan kuantitatif yang dimana kriteria penilaian kesesuaian lahan yang digunakan dalam analisis ini yaitu dengan menghitung nilai NPV, Net B/C, IRR, dan BEP (Ibrahim,2003). Perhitungan nilai analisis data ini dilakukan untuk lahan seluas 12 ha.

1) Net Present Value (NPV)

Analisis Net Present Value (NPV) digunakan untuk menghitung selisih antara present

value penerimaan (benefit) dengan present value dari biaya (cost).

(49)

35

NPV = Net Present Value (Nilai Neto Sekarang) n = Lama kegiatan

Bila NPV > 0, maka usaha layak untuk dilanjutkan Bila NPV < 0, maka usaha tidak layak untuk dilanjtukan Bila NPV = 0, usaha dalam keadaan break even point

2) Net Benefit /Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan nilai ratio perbandingan present value penerimaan bersih dengan present value biaya. Rumus matematisnya sebagai berikut :

Bila Net B/C Ratio > 1, maka usaha layak dilanjtukan

Bila Net B/C Ratio < 1, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan Bila Net B/C Ratio = 0, usaha dalam keadaan break even point

3) Internal Rate of Return (IRR)

Digunakan untuk menunjukkan atau mencari suatu tingkat bunga yang

(50)

Rumus yang digunakan adalah :

i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV1 i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV2 NPV1 = NPV yang bernilai positif

NPV2 = NPV yang bernilai negatif Kriteria investasi :

Bila IRR > tingkat suku bunga, maka usaha layak untuk dilanjutkan Bila IRR < tingkat suku bunga, usaha tidak layak untuk dilanjutkan Bila IRR = tingkat suku bunga, usaha dalam keadaan break even point.

4) Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (total

pendapatan) = total cost (biaya total). Rumus yang digunakan untuk menghitung BEP adalah sebagai berikut :

p

(51)

53

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Hasil penelitian pada tanaman karet di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton memiliki kelas kesesuaian lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas C-Organik (S2nr).

2. Secara finansial, usaha tanaman karet di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton adalah menguntungkan dan layak untuk

dikembangkan. Hal ini dibuktikan dari hasil hitungan yang menunjukkan bahwa nilai NPV Rp 6.698.032.692, Net B/C = 8, IRR 26 % thn-1 dan BEP selama 16 tahun 1 bulan 15 hari.

5.1Saran

Berdasarkan analisis yang dilakukan di lokasi penelitian perlu adanya peningkatan kandungan C-organik yang rendah dengan pemberian pupuk organik, lebih

(52)

PUSTAKA ACUAN

Agroimdonesia.2005. Budidaya Karet. http://www.agroindonesia.com/-agroindo /cpas2/nonmember/282&id=16. Diakses 20 Desember 2012.

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Serial Pustaka IPB Press. Bogor. 472 hlm.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis. http://www.litbang.deptan.go.id/special/ komoditas/b4karet. Diakses 20 Desember 2012.

Balai Penelitian Sembawa. 2009. Perkebunan Karet Rakyat. http://bibitkaret unggulan.blogspot.com/. Diakses 19 September 2013.

Darmawidjaja. 1990. Klasifikasi Tanah. UGM Press. Yogyakarta.

Djaenuddin, D., H. Marwan, H. Subagyo, A. Mulyani, dan N. Suharta. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Departemen Pertanian. 264 hlm.

Djaenuddin, D., H. Marwan, A. Hidayat, dan H. Subagyo. 2003. Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Bogor.

FAO. 1976. A Framework For Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. Food and Agriculture Organization of United Nations. Rome 87 p.

Hardjowigeno, S. 1985. Ilmu Tanah. IPB Press. 200 hlm.

Hardjowigeno, S. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Institut Pertanian Bogor. Bogor. 381 hlm. Ibrahim, Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 249 hlm. Karim,A., U.S. Wiradisastra, Sudarsono, dan S. Yahya. 1996. Evaluasi

Kesesuaian Lahan Karet. Jurnal Karet. No. 03

Madjid, A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online Fakultas Pertanian Unsri. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Diakses tanggal 11 September 2012.

(53)

Mahi, A.K. 2005. Evaluasi dan Perencanaan Penggunaan Lahan. (Diktat Kuliah). Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 149 hlm.

Muklis. 2007. Analisis Tanah dan Tanaman.http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/24548/3/Chapter%20II.pdf. Diakses pada 4 Februari 2015. Nazaruddin dan F.B. Paimin.1998. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nurmegawati, Afrizon, dan D. Sugandi. 2014. Kesuburan Tanah Perkebunan Karet di Provinsi Bengkulu. J. Penelitian Tanaman Industri. 20 (1) : 17-26. Pratiwi, dan A.G. Salim . 2013. Aplikasi Teknik Konservasi Tanah dengan Sistem

Rorak. J. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.10 (3) : 273-282. PT.Bank Ekspor Indonesia (Persero). 2013. Ekspor Karet Indonesia.

http://www.bumn.go.id/ptbei/ekspor-karet-indonesia/. Diakses 24 Juli 2014

PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero). 2010. Laporan Oreintasi Proses Bisnis Tanaman Karet PTPN VII (Persero).Bandar Lampung.

PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero). 2012. Profil Unit Usaha Kedaton. PTPN VII (Persero) Unit Usaha Kedaton. Bandar Lampung.

Refliaty, R.Yulfita dan I. Soehartini. 2009. Pengaruh Leguminosa Cover Crop (LCC) Terhadap Sifat Fisik Ultisol. J. Agronomi Universitas Jambi. 13(2) : 51-56.

Sandrawati, A. 2007. Pengaruh kompos sampah kota dan pupuk kandang terhadap sifat kimia tanah. J. Ilmu Tanah Universitas Padjajaran. 14 (251) : 13-14. Santosa. 2007. Karet. http://id.wikipedia.org/wiki/karet. Diakses tanggal 21 Juni

2012.

Setyamidjaja, D. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisus. Yogyakarta. Hal 30-35.

Simanjuntak, D. dan J. Matanari. 2004. Manfaat cover crops terhadap erosi dan kesuburan tanah. J. Ilmu Pertanian. 2 (2) : 42-47.

Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan. Universita Gadjah Mada. Yogyakarta. 318 hlm.

Tim Penebar Swadaya. 2009. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta Utami, S. M. H dan S. Handayani. 2004. Pertanian Organik dan Anorganik.

http://katonsasongko.wordpress.com/2013/03/15/bahan-organik-tanah/. Diakses pada 31 Mei 2014.

(54)

Gambar

Tabel

Referensi

Dokumen terkait

Jika harga jual lebih besar dari harga beli maka didapat keuntungan atau laba.. Sebaliknya jika harga jual lebih rendah dari harga belinya maka

Bagaimanastrategi-strategi yang digunakan untuk membangun persepsi konsumen pada Rumah Makan Ayam Geprek Spesial cabang Yogyakarta dan SurakartaC.

berupa William Flexion exercise untuk mengurangi masalah dari nyeri punggung. bawah akibat Spondylosis..

MENURUT KELAS, ASAL, DAN

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kesiapan kerja siswa SMK. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan

Sampel yang terintrusi tinggi pada sumur bor terdapat pada SB 4 sebesar 31025.18µmho/cm, 25 0 C yang berada pada kedalaman 12 meter dan pada jarak 1,2 km dari garis pantai,

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak , dan

• Pada masa anak sekolah, dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi pada orang lain, maka pada periode 6-8 tahun ia dengan senang hati sekali membaca atau