POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KARET (Hevea
Brasiliensis) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Geografi
Oleh : Riko ArRasyid
1002226
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KARET (Hevea
Brasiliensis) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh Riko ArRasyid
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Riko ArRasyid 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KARET (Hevea
Brasiliensis) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT
Riko ArRasyid
1002226
DISAHKAN DAN DISETUJUI OLEH:
PEMBIMBING I
Prof. Dr. Ir. Dede Rohmat, MT. NIP. 19640603 198903 1 001
PEMBIMBING II
Drs. Jupri, MT. NIP. 19580526 198603 1 003
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR PETA ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 22
C. Rumusan Masalah Penelitian ... 22
D. Tujuan Penelitian ... 23
E. Manfaat Penelitian ... 23
F. Struktur Organisasi Skripsi ... 23
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 25
A. Konsep Lahan... 25
B. Sifat – Sifat Lahan ... 28
C. Evaluasi Sumber Daya Lahan ... 31
D. Kesesuaian Lahan... 33
1. Pengertian Kesesuaian Lahan ... 33
2. Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 33
E. Informasi Sumberdaya Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian ...39
Lahan ... 39
1. Iklim ... 39
2. Tanah ... 39
3. Topografi ... 50
4. Geologi ... 50
F. Kondisi Sosial Ekonomi ... 51
1. Pendidikan dan Pengetahuan... 52
2. Pendapatan ... 53
3. Kesehatan ... 54
4. Mata Pencaharian ... 55
5. Luas Kepemilikan Lahan Pertanian ... 56
6. Jumlah Tanggungan ... 56
7. Pengalaman Usaha Tani ... 57
G. Tanaman Karet ... 57
1. Pengertian Tanaman Karet ... 57
2. Daya Dukung Karet (Hevea Brasiliensis) ... 57
3. Syarat Tumbuh Tanaman Karet ... 60
4. Persiapan Lahan Tanaman Karet ... 60
5. Penanaman Tanaman Karet... 61
6. Pemeliharaan Tanaman Karet ... 62
7. Teknik Perlindungan Tanaman Karet ... 63
H. Pola Budidaya Karet ... 64
1. Pengembangan Luas Wilayah Budidaya Karet ... 64
2. Pengembangan Petani Budidaya Karet ... 65
3. Klasifikasi Petani ... 65
I. Pembangunan Ekonomi Wilayah ... 66
J. Prospek Pengembangan Tanaman Karet ... 68
BAB III METODE PENELITIAN ... 73
A. Lokasi Penelitian ... 73
B. Metode Penelitian... 75
C. Populasi Dan Sampel ... 76
1. Populasi ... 76
2. Sampel ... 83
D. Variabel Penelitian ... 91
E. Definisi Operasional... 92
G. Instrumen Penelitian... 99
H. Alat Pengumpul Data ... 103
I. Teknik Pengolahan Data ... 105
J. Teknik Analisis Data ... 106
K. Alur Pemikiran Penelitian ... 120
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 121
A. Kondisi Fisik dan Sosial Daerah Penelitian ... 121
1. Kondisi Fisik ... 121
a. Letak Luas dan Lokasi ... 121
b. Hidrologi ... 124
c. Kondisi Iklim ... 129
d. Geologi ... 137
e. Topografi ... 142
f. Tanah ... 148
g. Penggunaan Lahan ... 152
2. Kondisi Sosial Daerah Penelitian ... 156
a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk... 156
b. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 157
c. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 162
d. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata... Pencaharian ... 164
B. Karakteristik Populasi dan Sampel Pendukung Budidaya Karet ... 165
1. Karakteristik Populasi dan Sampel ... 165
2. Faktor Fisik ... 168
a. Suhu ... 168
b. Iklim ... 169
c. Keadaan Tanah ... 170
d. Jenis Tanah ... 171
f. Kemiringan Lereng dan Ketinggian Tempat ... 173
g. Cahaya, Panjang Hari, dan Waktu Tanam ... 173
3. Faktor Sosial ... 174
a. Karakteristik Petani Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 174
b. Transportasi ... 205
c. Kebijakan Pemerintah ... 206
d. Input Dalam Budidaya Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 209
e. Proses Budida Karet di Kabupaten Bandung Barat . 213 f. Output Dalam Budidaya Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 224
4. Analisis Kesesuaian Lahan ... 232
a. Karakterisitik dan Kualitas untu Setiap Satuan Lahan ... 232
b. Tingkat Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet .. 245
C. Potensi dan Pola Pemasaran Karet Hasil Budidaya ... 258
1. Peluang Pasar ... 258
a. Pemasaran Oleh Petani ... 259
b. Pemasaran Oleh Pemerintah ... 265
D. Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 266
1. Persebaran Lokasi Arahan Pengembangan Tanaman Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 266
2. Arahan Kebijakan Pengembangan Karet di Kabupaten Bandung Barat... 271
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 276
A. Kesimpulan ... 276
B. Rekomendasi ... 277
DAFTAR PUSTAKA ... 279
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Wilayah Cakupan Kabupaten Bandung Barat ... 3
Tabel 1.2 Luas Kemiringa Lereng di Kabupaten Bandung Barat ... 4
Tabel 1.3 Curah Hujan rata-rata Tahunan Kabupaten Bandung Barat ... 5
Tabel 1.4 Persebaran Jenis Tanah di Kabupaten Bandung Barat... 6
Tabel 1.5 Penggunaan Tanah untuk Pertanian menurut jenisnya di Jawa Barat ... 7
Tabel 1.6 Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung Barat ... 8
Tabel 1.7 Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2003 sampai dengan 2010 ... 9
Tabel 1.8 Jumlah Penduduk Hasil Sensus Penduduk Menuut Jenis Kelamin dan Wilayah Administrasi ... 10
Tabel 1.9 Penduduk Laki – laki dan perempuan 10 Tahun Keatas yang Bekerja Menuru Kecamatan dan Lapangan Usaha ... 11
Tabel 1.10 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 15
Tabel 1.11 Kelembagaan dan Tenaga Kerja Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 16
Tabel 1.12 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat (PR) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 16
Tabel 1.13 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Negara (PBN) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 17
Tabel 1.14 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Swasta (PBS) Tanaman Tahuna Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 18
Tabel 2.1 Karakteristik Lahan dan Kualitas Lahan ... 30
Tabel 2.2 Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 37
Tabel 3.1 Kelembagaan dan Tenaga Kerja Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 76
Tabel 3.3 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Negara (PBN)
Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 78
Tabel 3.4 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Swasta (PBS)
Tanaman Tahuna Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 79
Tabel 3.5 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet di Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2013 ... 80
Tabel 3.6 Teknik Penarikan Sampel Responden Petani Perkebunan Karet
Daerah Penelitian ... 84
Tabel 3.7 Klasifikasi Kelas Kemiringan Lereng ... 85
Tabel 3.8 Sampel Wilayah Penelitian Kabupaten Bandung Barat ... 88
Tabel 3.9 Kisi – kisi Instrumen Respon Petani Perkebunan Karet Terhadap
Potensi Pengembangan Budidaya Karet Kabupaten Bandung Barat ... 101
Tabel 3.10 Kisi – kisi Observasi Kondisi Fisik Terhadap Potensi
Pengembangan Budidaya Karet Kabupaten Bandung Barat ... 102
Tabel 3.11 Kriteria Standar Kesesuaian Lahah Untuk Tanaman Karet
(Hevea Brasiliensis MA) ... 108
Tabel 3.12 Kriteria Penilaia Persentase ... 113
Tabel 3.13 Penentuan Pengembangan perkebunan karet di Kabupaten
Bandung Barat ... 114
Tabel 4.1 Wilayah Cakupan Kabupaten Bandung Barat ... 122
Tabel 4.2 Sebaran Sumber Mata air di Kabupaten Bandung Barat ... 125
Tabel 4.3 Potensi Air Permukaan Pada Beberapa Kecamatan di Kabupaten
Bandung Barat ... 126
Tabel 4.4 Sungai dan Saluran Pembuangan yang Mengalir di Kabupaten
Bandung Barat ... 126
Tabel 4.5 Nilai Q dan Tipe Iklim Schmidt - Ferguson ... 130
Tabel 4.6 Data Curah Hujan Daerah Penelitian ... 130
Tabel 4.7 Jumlah Bulan Basah, Bulan Lembab, Bulan Kering Tahun 2002 -
2011 ... 131
Tabel 4.8 Curah Hujan Minimum dan Curah Hujan Maksimum Tahn 2002 -
Tabel 4.9 Hubungan Nilai R dengan Tipe Iklim Schmidt- Ferguson ... 133
Tabel 4.10 Luas dan Curah Hujan di Kabupaten Bandung Barat ... 134
Tabel 4.11 Kondisi Geologi Daerah Penelitian... 138
Tabel 4.12 Luas dan Ketinggian di Kabupaten Bandung Barat ... 142
Tabel 4.13 Luas dan Kelas Kemiringan Lereng di Kabupaten Bandung Barat 144 Tabel 4.14 Luas dan Jenis Tanah di Kabupaten Bandung Barat ... 148
Tabel 4.15 Padanan Nama Tanah Menuru Berbagai Sistem Klasifikasi ... 150
Tabel 4.16 Komposisi Penggunaan Lahan di Kabupaten Bandung Barat ... 153
Tabel 4.17 Tingkat Klasifikasi Kepadatan Penduduk ... 157
Tabel 4.18 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 158
Tabel 4.19 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 160
Tabel 4.20 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, dan Sex Ratio Kabupaten Bandung Barat ... 161
Tabel 4.21 Penduduk Laki-laki dan Perempuan Usia Lima Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Partisipasi Bersekolah ... 163
Tabel 4.22 Penduduk Laki-laki dan perempuan 10 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha ... 164
Tabel 4.23 Sampel Wilayah Kabupaten Bandung Barat ... 166
Tabel 4.24 Karakteristik Sosial ... 168
Tabel 4.25 Jenjang Umur Petani Berbudidaya Karet ... 175
Tabel 4.26 Tingkat Pendidikan Formal Responden Petani Budidaya Karet .... 176
Tabel 4.27 Tingkat Pendidikan Nonformal Petani Budidaya Karet ... 178
Tabel 4.28 Jumlah Tanggungan Responden Petani Budidaya Karet ... 179
Tabel 4.29 Mata Pencaharian Sampingan Petani Budidaya Karet ... 180
Tabel 4.30 Tingkat Pengalaman Petani Penggarap Dalam Bidang Pertanian . 182 Tabel 4.31 Status Kepemilikan Lahan ... 183
Tabel 4.32 Luas Lahan Perkebunan Karet ... 185
Tabel 4.33 Tingkat Pendapatan Mata Pencaharian Pokok ... 186
Tabel 4.34 Tingkat Pendapatan Mata Pencaharian Sampingan Petani Berbudidaya Karet ... 187
Tabel 4.36 Tingkat Pengeluaran Petani Penggarap... 189
Tabel 4.37 Pengeluaran Untuk Pertanian ... 190
Tabel 4.38 Tingkate Pengeluaran Petani Penggarap ... 191
Tabel 4.39 Komposisi Tingkat Umur dengan Tingkat Pendidikan... 192
Tabel 4.40 Komposisi Tingkat Umur dengan Jumlah Tanggungan ... 193
Tabel 4.41 Komposisi Tingkat Umur dengan Mata Pencaharian Sampingan . 194 Tabel 4.42 Komposisi Tingkat Umur dengan Pengalaman Usaha Tani ... 195
Tabel 4.43 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Mata Pencaharian ... 195
Tabel 4.44 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Status Lahan ... 196
Tabel 4.45 Komposisi Pendidikan dengan Mata Pencaharian Sampingan ... 197
Tabel 4.46 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Luas Lahan ... 198
Tabel 4.47 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Pendapatan Pertanian ... 199
Tabel 4.48 Komposisi Luas Kepemilikan Lahan Dengan Pendapatan Pokok . 199 Tabel 4.49 Komposisi Luas Kepemilikan lahan dengan Pengeluaran Pertanian ... 200
Tabel 4.50 Komposisi Kepemilikan Lahan dengan Luas Lahan ... 200
Tabel 4.51 Komposisi Status Kepemilikan Lahan dengan Pengalaman Usaha Tani ... 201
Tabel 4.52 Tabulasi Silang Antara Usia Petani dan Lama Bertani Karet ... 201
Tabel 4.53 Tabulasi Silang Antara Luas Garapan Dengan Status Petani Karet ... 202
Tabel 4.54 Perolehan Keterampilan Petani Dalam Berbudidaya Karet ... 203
Tabel 4.55 Alasan Petani Berbudidaya Karet ... 204
Tabel 4.56 Kepedulian dan Bantuan Dari Pemerintah ... 207
Tabel 4.57 Bentuk Bantuan Dari Pemerintah ... 208
Tabel 4.58 Perolehan Modal Petani Berbudidaya Karet ... 209
Tabel 4.59 Perolehan Bibit Karet ... 211
Tabel 4.60 Keterlibatan Jumlah Tenaga Kerja ... 212
Tabel 4.61 Penggunaan Jenis Klon ... 213
Tabel 4.62 Asal Bibit yang Diperoleh... 214
Tabel 4.64 Jarak Tanam Tanaman Karet ... 216
Tabel 4.65 Keaktifan Kegiatan Penyluhan ... 218
Tabel 4.66 Tempat Penyuluhan... 219
Tabel 4.67 Lembaga Penyuluh Pertanian... 220
Tabel 4.68 Keaktifan Kelompok Tani ... 221
Tabel 4.69 Karakteristik Usahatani Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 224
Tabel 4.70 Alur Pemasaran Karet ... 225
Tabel 4.71 Sampel Wilayah Penelitian Kabupaten Bandung Barat ... 232
Tabel 4.72 Hubungan Kualitas dan Karakteristik Lahan ... 235
Tabel 4.73 Karakteristik dan Kualitas Lahan Untuk Setiap Satuan Lahan ... 236
Tabel 4.74 Tingkat Kesesuaian Lahan Aktua Tanaman Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 245
Tabel 4.75 Tingkat Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Karet Pada Setiap Satuan Lahan ... 247
Tabel 4.76 Luasan Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet Pada Masing-masing Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 250
Tabel 4.77 Luasan Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet Pada Masing-masing Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 253
Tabel 4.78 Alur Pemasaran Karet ... 259
Tabel 4.79 Pembagian Prioritas Arahan Pengembangan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 269
DAFTAR GAMBAR
Gambar1.1 Pohon Industri Karet ... 20
Gambar 2.1Cara Penanaman Kesesuaian Lahan dari Tingkat Ordo Sampai Satuan ... 37
Gambar 2.2 Diagram Segitiga Tekstur Tanah dan Sebaran Besar Butir... 45
Gambar 3.1 ariabel Bebas dan Variabel Terikat ... 92
Gambar 3.2 Flowchart penyusunan kesesuaian tanaman Karet ... 112
Gambar 3.3 Alur Penelitian... 120
Gambar 4.1 Wilayah Cakupan Kabupaten Bandung Barat ... 122
Gambar 4.2 Sebaran Sumber Mata air di Kabupaten Bandung Barat... 125
Gambar 4.3 Potensi Air Permukaan Pada Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat ... 126
Gambar 4.4 Sungai dan Saluran Pembuangan yang Mengalir di Kabupaten Bandung Barat ... 126
Gambar 4.5 Nilai Q dan Tipe Iklim Schmidt - Ferguson ... 130
Gambar 4.6 Data Curah Hujan Daerah Penelitian ... 130
Gambar 4.7 Jumlah Bulan Basah, Bulan Lembab, Bulan Kering Tahun 2002 - 2011 ... 131
Gambar 4.8 Curah Hujan Minimum dan Curah Hujan Maksimum Tahn 2002 - 2011 ... 132
Gambar 4.9 Hubungan Nilai R dengan Tipe Iklim Schmidt- Ferguson ... 133
Gambar 4.10 Luas dan Curah Hujan di Kabupaten Bandung Barat ... 134
Gambar 4.11 Kondisi Geologi Daerah Penelitian ... 138
Gambar 4.12 Luas dan Ketinggian di Kabupaten Bandung Barat ... 142
Gambar 4.13 Luas dan Kelas Kemiringan Lereng di Kabupaten Bandung Barat ... 144
Gambar 4.14 Luas dan Jenis Tanah di Kabupaten Bandung Barat ... 148
Gambar 4.15 Padanan Nama Tanah Menuru Berbagai Sistem Klasifikasi ... 150
Gambar 4.16 Komposisi Penggunaan Lahan di Kabupaten Bandung Barat .. 153
Gambar 4.18 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 158
Gambar 4.19 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 160
Gambar 4.20 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, dan Sex Ratio Kabupaten Bandung Barat ... 161
Gambar 4.21 Penduduk Laki-laki dan Perempuan Usia Lima Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Partisipasi Bersekolah ... 163
Gambar 4.22 Penduduk Laki-laki dan perempuan 10 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha ... 164
Gambar 4.23 Sampel Wilayah Kabupaten Bandung Barat ... 166
Gambar 4.24 Karakteristik Sosial ... 168
Gambar 4.25 Jenjang Umur Petani Berbudidaya Karet ... 175
Gambar 4.26 Tingkat Pendidikan Formal Responden Petani Budidaya Karet 176 Gambar 4.27 Tingkat Pendidikan Nonformal Petani Budidaya Karet ... 178
Gambar 4.28 Jumlah Tanggungan Responden Petani Budidaya Karet ... 179
Gambar 4.29 Mata Pencaharian Sampingan Petani Budidaya Karet ... 180
Gambar 4.30 Tingkat Pengalaman Petani Penggarap Dalam Bidang Pertanian ... 182
Gambar 4.31 Status Kepemilikan Lahan ... 183
Gambar 4.32 Luas Lahan Perkebunan Karet ... 185
Gambar 4.33 Tingkat Pendapatan Mata Pencaharian Pokok ... 186
Gambar 4.34 Tingkat Pendapatan Mata Pencaharian Sampingan Petani Berbudidaya Karet ... 187
Gambar 4.35 Hasil Pendapatan Petani Penggarap ... 188
Gambar 4.36 Tingkat Pengeluaran Petani Penggarap ... 189
Gambar 4.37 Pengeluaran Untuk Pertanian ... 190
Gambar 4.38 Tingkate Pengeluaran Petani Penggarap ... 191
Gambar 4.39 Komposisi Tingkat Umur dengan Tingkat Pendidikan ... 192
Gambar Komposisi Tingkat Umur dengan Jumlah Tanggungan ... 193
Gambar 4.41 Komposisi Tingkat Umur dengan Mata Pencaharian Sampingan ... 194
Gambar 4.43 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Mata Pencaharian ... 195
Gambar Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Status Lahan ... 196
Gambar 4.45 Komposisi Pendidikan dengan Mata Pencaharian Sampingan .. 197
Gambar 4.46 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Luas Lahan ... 198
Gambar 4.47 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Pendapatan Pertanian . Gambar Komposisi Luas Kepemilikan Lahan Dengan Pendapatan Pokok ... 199
Gambar 4.49 Komposisi Luas Kepemilikan lahan dengan Pengeluaran Pertanian ... 200
Gambar 4.50 Komposisi Kepemilikan Lahan dengan Luas Lahan ... 200
Gambar 4.51 Komposisi Status Kepemilikan Lahan dengan Pengalaman Usaha Tani ... 201
Gambar 4.52 Tabulasi Silang Antara Usia Petani dan Lama Bertani Karet .... 201
Gambar 4.53 Tabulasi Silang Antara Luas Garapan Dengan Status Petani Karet ... 202
l 4.54 Perolehan Keterampilan Petani Dalam Berbudidaya Karet ... 203
Gambar 4.55 Alasan Petani Berbudidaya Karet ... 204
Gambar 4.56 Kepedulian dan Bantuan Dari Pemerintah ... 207
Gambar 4.57 Bentuk Bantuan Dari Pemerintah ... 208
Gambar 4.58 Perolehan Modal Petani Berbudidaya Karet ... 209
Gambar 4.59 Perolehan Bibit Karet ... 211
Gambar 4.60 Keterlibatan Jumlah Tenaga Kerja ... 212
Gambar 4.61 Penggunaan Jenis Klon ... 213
Gambar 4.62 Asal Bibit yang Diperoleh ... 214
Gambar 4.63 Umur Karet rata-rata yang ditanam ... 215
Gambar 4.64 Jarak Tanam Tanaman Karet... 216
Gambar 4.65 Keaktifan Kegiatan Penyluhan ... 218
Gambar 4.66 Tempat Penyuluhan ... 219
Gambar 4.67 Lembaga Penyuluh Pertanian ... 220
Gambar 4.68 Keaktifan Kelompok Tani ... 221
Gambar 4.69 Karakteristik Usahatani Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 224
Gambar 4.71 Sampel Wilayah Penelitian Kabupaten Bandung Barat ... 232
Gambar 4.72 Hubungan Kualitas dan Karakteristik Lahan ... 235
Gambar 4.73 Karakteristik dan Kualitas Lahan Untuk Setiap Satuan Lahan . 236
Gambar 4.74 Tingkat Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Karet di
Kabupaten Bandung Barat ... 245
Gambar 4.75 Tingkat Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Karet di
DAFTAR PETA
Peta Sebaran Komoditas Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 20
Peta Batas Admin Kabupaten Bandung Barat ... 74
Peta Sebaran Komoditas Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 82
Peta Satuan Lahan ... 90
Peta Batas Admin Kabupaten Bandung Barat ... 123
Peta Jaringan Sungai Kabupaten Bandung Barat ... 128
Peta Curah Hujan Kabupaten Bandung Barat ... 135
Peta Geologi Kabupaten Bandung Barat ... 141
Peta Kontur Kabupaten Bandung Barat ... 143
Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Bandung Barat ... 147
Peta Jenis Tanah Kabupaten Bandung Barat ... 151
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung Barat ... 155
Peta Satuan Lahan Kabupaten Bandung Barat... 241
Peta Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Karet Kabupaten Bandung Barat .. 252
Peta Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Komoditas Karet Kabupaten Bandung Barat ... 254
DAFTAR LAMPIRAN
Instrumen dan Lembar Observasi ... 289
Surat Perijinan ... 295
Lembar Hasil Observasi dan Pengukuran diKabupaten Bandung Barat ... 298
Rekap Data Lapangan ... 299
ABSTRAK
POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KARET (Hevea Brasiliensis) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh: Riko ArRasyid (1002226)
Masalah penelitian ini adalah faktor-faktor geografi fisik maupun sosial serta evaluasi kesesuaian lahan yang menjadi daya dukung pengembangan budiaya karet, mengetahui potensi dan pola pemasaran hasil budidaya, serta sejauh mana arahan potensi pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat. Tujuan yang ingin dicapai setelah penelitian ini adalah memperoleh gambaran yang jelas mengenai faktor-faktor geografis analisis kesesuaian lahan yang mendukung pengembangan budidaya karet, pola pengelolaan mengenai potensi dan pola pemasaran guna menentukan strategi peluang pasar, serta gambaran sejauh mana arahan potensi pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai deskriptif. kegunaan metode penelitian survai deskriptif adalah evaluasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara tehadap 100 orang responden dari petani karet, dan untuk data kondisi fisik diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran di titik yang dijadikan sampel wilayah berdasarkan satuan lahan yaitu terdiri dari 39 titik sampel pengematan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari interpretasi peta, penelaahan berbagai dokumen dari beberapa instansi dan literatul yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data tersebut dianalaisis dengan menggunakan teknik presentase, yang hasilnya kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara umum yang menjadi daya dukung pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat adalah meliputi kondisi fisik seperti iklim, keadaan dan jenis tanah, ketersediaan air, dan kemiringan lereng. Sementara kondisi sosialnya meliputi tingkat pendidikan dan pengalaman petani, modal, tingkat proporsi pendapatan, transportasi, kebijakan pemerintah, tenaga kerja, dan pemasaran. Pola dan potensi pemasaran menunjukan karakteristik tingkatan petani. Sedangkan untuk arahan pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat dapat diarahkan pada lahan seluas 21234,728 Ha (16,26%) dari luas wilayah Kabupaten Bandung Barat. Arahan pengembangan ini bukan untuk menekankan agar keseluruhan luasan tersebut hanya sesuai untuk tanaman karet, akan tetapi hanya bersifat arahan agar masyarakat yang berminat untuk mengembangkan tanaman karet dapat menanamnya di areal arahan ini.
Berdasarkan hasil analisis merupakan salah satu upaya dasar dalam mengembangkan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat. Potensi pengembangan ini akan memberikan gambaran potensi apa yang akan dikembangkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, guna meningkatkan taraf hidup serta pendapatan masyarakat.
ABSTRACK
POTENTIAL DEVELOPMENT OF RUBBER (Hevea Brasiliensis) CULTIVATION IN THE DISTRICT WEST OF BANDUNG
By: Riko ArRasyid (1002226)
The research problem is a factor – physical geography and social factors as well as the evaluation of the suitability of land bearing capacity rubber cultivation, determine the potential for culvation and marketing pattern, and the extent to which the direction of the potential development of rubber cultivation in West Bandung Regency. Objectives to be achieved after thi study was to obtain a clear picture of the geographical factors of land suitability analysis that supports the development of rubber cultivation, pattern and the pattern of management regarding potential marketing strategies in order to determinethe market, and the description of the extent to which the direction of the potential development of rubber cultivation in the district west of Bandung.
Methods used in this study was a descriptive survey. The usefulness of a descriptive survey research method is the evaluation. Data collection techniques used are primary data and secondary data. Primary data obtained from interviews with 100 respondents from the rubber farmers, and to the physical condition of the data obtained from the measurement point and the observation of the sampled areas based on land unit that is composed of 39 sample points of observation. While the secondary data obtained from the interpretation of maps, review of various documents from several agencies and literatul related to the research problem. The data is analyzed by using percentages, and the result were presented in the form of tables and figures.
The result of this study indicate that in general the carrying capacity of rubber cultivation in West Bandung Regency is covering physical conditions such as climate, soil conditions and the type, availabilityof water, and slope. While the social conditions including the level of farmers’ education and experience, capital, the proportion of income level, transportation, government policy, labor, and marketing. Pattern an potential marketing degree shows the characteristics of farmers. While the direction of the development for rubber cultivation in West Bandung Regency. Direction of this development is not to emphasize that the whole area is only suitable for rubber plant, but merely referrals to people interested in developing rubber plants can be planted in the area this direction.
Based on the result of the analysis is one of the basic effort in developing rubber cultivation in West Bandung regency. The potential of this development will give you an idea of what the potential will be developed for the public welfare, to improve living standards and incomes.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dengan kondisi
geografis yang beragam beserta dinamis didalamnya. Indonesia memiliki
sumberdaya manusia yang sangat banyak, dan memiliki beragam bentuk sumber
daya alam. Khususnya, sumber daya lahan yang berhubungan dengan potensi
pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Bintarto (1997:10) mengemukakan bahwa “Lahan diartikan sebagai suatu
tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama dimana
mereka dapat menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan,
melangsungkan dan mengembangkan kehidupan”.
Sumberdaya lahan sangatlah penting bagi kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup lainnya. Manusia sangatlah bergantung dan tidak dapat
melepaskan diri dari adanya sumberdaya lahan, baik untuk memenuhi kebutuhan
fisik seperti sandang, pangan, dan papan maupun sosial seperti kebutuhan akan
kesejahteraan, rasa aman, dan kenyamanan.
Sebagai negara agraris, pembangunan dan pengembangan petanian di
Indonesia ditujukan dengan target utama yaitu peningkatan produksi dan
produktivutas sandang, papan, dan pangan untuk mencapai pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang terus meningkat searah dengan tingginya pertumbuhan
penduduk dari waktu ke waktu.
Dengan terjadinya proses pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dari
waktu ke waktu, permintaan akan terpenuhinya kebutuhan semakin bertambah
besar. Sedangkan tersedianya lahan dan kondisi lahan yang terus dieksploitasi
untuk pemenuhan kebutuhan relatif tetap.
Sejalan dengan hal tersebut, Sitorus (1985:1) mengemukakan bahwa
“Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk
keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan
menguntungkan dari sumber lahan yang terbatas, dan untuk penggunaan masa
mendatang”.
Permintaan akan pemenuhan kebutuhan manusia tidak sebanding dengan
ketersediaan sumberdaya lahan. Kebutuhan manusia terhadap lahan cenderung
meningkat, sedangkan ketersediaan lahan relatif tetap. Potensi dan kemampuan
sumberdaya lahan yang terbatas ini, harus dimanfaatkan oleh manusia lebih
optimal secara ekologis dan ekonomis untuk kepentingan sekarang dan masa yang
akan datang.
Apabila pemanfaatan lahan tidak optimal, akan berdampak negatif seperti
penurunan produktivitas, terjadinya erosi, penurunan tingkat kesuburan tanah,
berkurangnya cadangan air, dan perubahan ekosistem yang akan menyebabkan
kualitas lingkungan hidup menurun. Dalam mengoptimalisasikan dan
mengefisiensikan penggunaan serta pemanfaatan lahan, perlu adanya informasi
tentang potensi lahan terutama aspek kesesuaian lahan sekaligus tindakan
pengelolaan yang diperlukan bagi setiap satuan lahan, yang dapat dipakai sebagai
rujukan dalam pemanfaatan lahan yang berkelanjutan di suatu wilayah.
Pertambahan penduduk yang semakin meningkat pesat, mengakibatkan
tuntutan kebutuhan hidup manusia pun terhadap lahan semakin tinggi. Seperti
yang diungkapkan oleh Jamulya dan Sunaryo (1991:2) bahwa “Penggunaan lahan
(land use) dapat diartikan sebagai setiap intervensi (campur tangan) manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil
maupun spiritual”.
Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu Kabupaten yang berada
di Propinsi Jawa Barat. Letak geografis Kabupaten Bandung Barat terletak pada
107022’ BT sampai 1080 05’ BT dan 60 41’ LS sampai 70 19’ LS, sedangkan
secara administratif Kabupaten Bandung Barat memiliki batas wilayah sebagai
berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
Subang, sebelah Timur berbatasan dengan Kota Cimahi, Kota Bandung , dan
Kabupaten Bandung, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung, dan
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.
Cakupan wilayah Kabupaten Bandung Barat, meliputi 15 (lima belas) kecamatan
dan 165 desa yang dijabarkan dengan rinci pada Tabel 1.1 sebagai berikut:
Tabel 1.1
Wilayah Cakupan Kabupaten Bandung Barat
No. Kecamatan Luas
(Ha)
Jumlah Desa
Persentase (%)
1. Cililin 8.154,52 11 6,24
2. Cihampelas 4.662,71 10 3,57
3. Sindangkerta 12.034,79 11 9,22
4. Gununghalu 16.079,62 9 12,3
5. Rongga 11.312,00 8 8,66
6. Cipongkor 7.614,65 14 5,83
7. Batujajar 8.368,39 13 6,41
8. Lembang 9.826,54 16 7,53
9. Parongpong 7.339,38 7 5,62
10. Cisarua 5.536,41 8 4,24
11. Ngamprah 3.608,58 11 2,76
12. Padalarang 5.157,63 10 3,95
13. Cipatat 12.549,69 12 9,61
14. Cipeundeuy 10.124,66 12 7,75
15. Cikalongwetan 11.207,81 13 8,58
Jumlah 130.577,40 165 100
Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat 2011
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat berdasarkan keseluruhan luas wilayah
Kabupaten Bandung Barat yaitu 130.577,40 Ha. Kecamatan Gununghalu memilki
wilayah terluas yaitu 16.079,62 Ha atau 12,29% dan Kecamatan Ngamprah
memilki luas wilayah terkecil yaitu 3608,58 Ha atau 2,76%.
Ketinggian Kabupaten Bandung Barat secara umum berkisar 0 – 2000
meter di atas permukaan air laut. Persentase ketinggian terbesar adalah 500 – 1000
mdpl, yaitu seluas 59.614,15 Ha atau sebesar 46,68% dari luas Kabupaten
Bandung Barat, sedangkan ketinggian terkecil yaitu 1500 – 2000 mdpl dengan
luas 10.480,39 Ha atau sebesar 8,10% dari luas Kabupaten Bandung Barat. Dari
data ketinggian tempat Kabupaten Bandung Barat memiliki karakteristik
yang dijabarakan pada Tabel 1.2 Luas kemiringan lereng sebagai berikut:
Tabel 1.2
Luas kemiringan Lereng di Kabupaten Bandung Barat
Kelas Kemiringan Keterangan Luas
(Ha)
Persentase (%) Danau - Danau/Waduk/Tubuh Air 5872,40 4,308
I 0 - 8 % Datar 28559 21,91
II 8 - 15 % Landai, Berombak
Sampai Bergelombang
33522 25,72
III 15 - 25 % Agak Curam, Berbukit 33197 25,47
IV 25 - 40 % Curam s.d Sangat Curam 21234 16,29
V > 40 % Sangat Curam s.d Terjal 8193 6,287
JUMLAH 130577,40 100
Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Barat 2011
Berdasarkan Tabel 1.2 bahwa kemiringan lereng yang paling dominan di
Kabupaten Bandung Barat adalah kemiringan lereng 8-15 % atau Kelas II dengan
luas 33522 Ha (25,72%) dari luas Kabupaten Bandung Barat dan kemiringan
lereng dengan kelas V memiliki luas wilayah terkceil yaitu 8193 Ha. Kabupaten
Bandung Barat didominasi oleh kemiringan lereng yang sangat terjal (>40%), di
Kecamatan Gununghalu sebagai kecamatan yang mempunyai kemiringan lereng
sangat terjal terluas 13.480 ha. Adapun kemiringan lereng datar (0-8%)
merupakan kemiringan lereng dengan luas dominan kedua. Kecamatan Batujajar
adalah kecamatan dengan luas lereng datar (0-8%) terluas 4.899 ha. Kemiringan
lereng 8-15% cenderung untuk berada di beberapa kecamatan saja.
Berdasarkan kemiringan lereng dan beda tinggi serta kenampakan di
lapangan morfologi Kabupaten Bandung Barat dikelompokkan menjadi empat
satuan morfologi, yaitu morfologi pedataran, landai, perbukitan dan morfologi
pegunungan.
Iklim di Kabupaten Bandung Barat menurut klasifikasi iklim Junghun.
Junghuhn telah membuat klasifikasi iklim di Indonesia terutama di pulau jawa
untuk keperluan perkebunan yaitu menurut ketinggian tempat (altitude) di atas
permukaan laut. Berdasarkan kriteria dan klasifikasi iklim Junghuhn (dalam
iklim panas sampai dengan zona iklim sejuk, karena ketinggian Kabupaten
Bandung Barat secara umum berkisar 0 – 2000 meter di atas permukaan air laut.
Zone agroklimat di Kabupaten Bandung Barat termasuk ke dalam zone
agroklimat B1, B2, dan B3. Zone agroklimat B1, B2 dan B3 mempunyai
bulan-bulan basah selama 7 sampai 9 bulan-bulan berturut-turut dan bulan-bulan kering kurang dari 2
bulan (Zone B1) atau bulan kering antara 2 – 3 bulan (Zone B2) atau bulan kering
lebih dari 3 bulan (Zone B3). Berdasarkan kondisi bulan-bulan basah tersebut,
maka pada wilayah yang mempunyai zone agroklimat B1, B2 dan B3,
peruntukannya bagi sawah tadah hujan bisa dilakukan selama 2 kali tanam dalam
setahun.
Curah hujan rata-rata tahunan di Wilayah Kabupaten Bandung Barat <
1500 – 4500 mm/tahun yang dijabarkan pada Tabel 1.3 Curah Hujan rata-rata
Tahunan Kabupaten Bandung Barat sebagai berikut:
Tabel 1.3
Curah Hujan rata-rata Tahunan Kabupaten Bandung Barat
Kelas Keterangan Luas (Ha) Persentase (%)
1 1500 - 2000 mm 16191,75 12,4
2 2000 - 2500 mm 25094,75 19,2
3 2500 - 3000 mm 61426,75 47
4 3500 - 4000 mm 21950,75 16,8
5 4000 - 4500 mm 41 0,03
6 Danau/Waduk/Situ 5872,40 4,5
JUMLAH 130577,40 100
Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Barat 2011
Berdasarkan Tabel 1.3 bahwa Curah hujan yang paling dominan di
Kabupaten Bandung Barat adalah 2500 – 3000 mm/tahun dengan luas 61426,75
Ha (47%) dari luas Kabupaten Bandung Barat dan Curah hujan 4000 – 4500
mm/tahun memiliki luas wilayah terkceil yaitu 41 Ha (0,03%). Wilayah-wilayah
yang mempunyai curah hujan kurang dari 1500 mm/tahun adalah wilayah dataran
yaitu sebagian Kecamatan Batujajar dan Padalarang. Wilayah-wilayah yang
Batujajar, Cihampelas, Ngamprah, Padalarang dan Parongpong. Wilayah-wilayah
yang mempunyai curah hujan 2000-2500 mm/tahun adalah sebagian Kecamatan
Lembang, Parongpong, Cisarua, Ngamprah, Cipatat, Cipongkor, Sindangkerta.
Wilayah-wilayah yang mempunyai curah hujan 2500-3000 mm/tahun sebagian
Kecamatan Lembang, Parongpong, Cisarua, Cikalongwetan, Cipeundeuy, Cipatat,
Rongga, Gununghalu dan Sindangkerta. Curah hujan tertinggi terjadi di daerah
pegunungan di bagian utara Kabupaten Bandung Barat (3000-3500 mm/tahun)
terdapat di sebagian wilayah Kecamatan Cikalong Wetan dan Cipeundeuy.
Tanah terbentuk secara alami yaitu hasil pelapukan dan pengendapan
batuan bahan-bahan organik. Tanah yang subur banyak dimanfaatkan penduduk
untuk kegiatan pertanian yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Persebaran jenis tanah di Wilayah Kabupaten Bandung Barat, di
dominasi oleh tanah Alluvial, Andosol, Latosol, podsolik merah kuning, dan
Regosol. Persebaran jenis tanah di Kabupaten Bandung Barat tertera pada Tabel
1.4 sebagai berikut:
Tabel 1.4
Persebaran Jenis Tanah di Kabupaten Bandung Barat
No Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%)
1 Alluvial 13760 10,5
2 Andosol 21474 16,4
3 Danau/Waduk 5872,40 4,5
4 Latosol 56171 43
5 Posdsol Merah Kuning
31709 24,3
6 Regosol 1591 1,22
JUMLAH 130577,40 100
Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat 2011
Berdasarkan Tabel 1.4 Luas tanah latosol di Kabupaten Bandung Barat
merupakan yang paling dominan yakni 56171 Ha (43%) dari luas keseluruhan
Kabupatan Bandung Barat. Tanah Latosol merupakan tanah yang terletak pada
ketinggian 300-900 m dpl. Tanah ini memiliki lapisan solum yang tebal sampai
antara horizon tidak begitu jelas. Berwarna merah coklat sampai
kekuning-kuningan, kandungan bahan organiknya antara 3-9%, pH tanah 4,5–6,5 yaitu
asam sampai agak asam, tekstur tanah adalah liat, sedangkan strukturnya remah
dan konsistensinya gembur, permeabilitas tanah mudah sampai agak sukar.
Sedangkan jenis tanah regosol memiliki luas yang paling sedikit yaitu 1591 Ha
(1,22 %) dari luas Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.5
Penggunaan Tanah untuk Pertanian menurut jenisnya di Jawa Barat
No Jenis Tanah
Penggunaan Tanah untuk Pertanian 1 Latosol Padi, Palawija, Kopi, Coklat, Lada,
Buah-buahan, Sayuran, Ubi, Kayu
2 Podsolik
Merah Kuning
Ladang, Hutan, Karet
3 Aluvial Padi, palawija, Perikanan darat
4 Andosol Sayuran, Bunga, Teh, Kina, Kopi tropis
5 Regosol Kedelai, Kacang tanah, Kentang, Tebu, Kapas, Sisal, karet, Kina, Kelapa sawit, Coklat, dan Teh
6 Glei Padi, Lada, Ubi jalar
7 Grumosol Perkebunan, Padi, Kedelai, Tebu,
Kacang-kacangan, Tembakau, Hutan jati
8 Mediteran Padi, Jagung, Kapas 9 Organosol Palawija, Padi, Karet
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat
Penggunaan Lahan merupakan suatu cara atau metode bagaimana
pemanfaatan ruang di suatu wilayah yang akan digunakan berdasarkan potensi
dan sumber daya alam yang tersedia. Penggunaan lahan di suatu wilayah dapat
dibagi menurut fungsi dan jenisnya. Penggunaan lahan menurut fungsinya dapat
dibagi menjadi dua, yaitu: kawasan terbangun ( perumahan dan perkampungan,
jasa perdagangan, jalan, dan industri) dan kawasan non terbangun (sawah teknis
dan sawah non teknis, tegalan atau ladang, kebun, hutan, penggunaan tanah khusu
Tabel 1.6
Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung Barat (dalam ha)
No Jenis Guna Lahan Total
Jumlah Total A,B,C 130577,40 100,00
Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Barat 2011
Baerdasarkan Tabel 1.6 Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bandung
Barat,kelompok penggunaan lahan untuk budidaya pertanian merupakan
penggunaan lahan terbesar yaitu 78446,16 Ha (59,96%) dari luas Kabupaten
(14,65%), budidaya non pertanian seluas 25812,82 Ha (19,73%) dan lainnya
seluas7147,9 Ha (5,65%) terkecil dari luas Kabupaten Bandung Barat.
Jumlah penduduk Kabupaten Bandung Barat yang cukup besar dapat
dijadikan aset pembangunan bila kualitas sumber daya manusianya dikelola
dengan baik. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di Wilayah Kabupaten
Bandung Barat terus bertambah. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten
Bandung Barat dari tahun 2003 - 2010 tertera pada tabel 1.7 sebagai berikut:
Tabel 1.7
Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2003 sampai dengan 2010
No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju
Petumbuhan
Jumlah 1.336.335 1.373.629 1.416.441 1.455.624 1.493.238 1.510.284 2,58
Sumber: Kabupaten Bandung Dalam Angka, Tahun 2001-2010 Data Sosial Ekonomi Masyarakat
Kab. Bandung Barat, Suseda 2007
Berdasarkan Tabel 1.7 Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bandung
Barat periode 2002 – 2010 mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan
kecamatan, kecamatan yang paling tinggi laju pertumbuhannya selama kurun
waktu lima tahun adalah Kecamatan Parongpong dengan laju pertumbuhan
sebesar 3,78% per tahun sementara kecamatan dengan laju pertumbuhan terendah
adalah Kecamatan Cisarua dengan laju pertumbuhan penduduknya hanya sebesar
1,12% per tahun.
Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk Mei 2010 lalu, total penduduk di
Kabupaten Bandung Barat mencapai 1.510.284 jiwa, terdiri atas 770.702 laki-laki
dan 739.582 perempuan. Penyebaran penduduk Kabupaten Bandung Barat
bertumpu di Kecamatan Lembang, yakni sebesar 11,58 persen, di ikuti Padalarang
(10,32 %), serta Ngamprah (10,20 %).
Tabel 1.8
Jumlah Penduduk Hasil Sensus Penduduk 2011 Menurut Jenis Kelamin Dan Wilayah Administrasi Jawa Barat
No Kecamatan Lai-laki Perempuan Total
1 Cikalongwetan 55296 53181 108477
2 Cipeundeuy 37903 36833 74736
3 Parongpong 48915 47335 96250
4 Cisarua 33692 32622 66314
5 Lembang 87677 83807 171484
6 Cipatat 60728 58593 119321
7 Padalarang 79464 75993 155457
8 Ngamprah 78223 75943 154166
9 Batujajar 58195 56054 114249
10 Cipongkor 42050 39763 81813
11 Cililin 41107 39123 80230
12 Gununghalu 35043 33399 68442
13 Sindangkerta 30971 30325 61296
14 Rongga 26267 25254 51521
15 Cihampelas 52927 49589 102516
Kab. Bandung Barat
768458 737814 1557639
Sumber : Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka 2011 dan BAPEDA Kabupaten Bandung Barat
Berdasarkan Tabel 1.8 berkaitan dengan penyebaran penduduk, Lembang
menduduki peringkat tertinggi kecamatan dengan penduduk terbanyak, yaitu
171484 jiwa, terdiri atas 87677 laki-laki dan 883807 perempuan. Di sisi lain,
Kecamatan Rongga menjadi kecamatan dengan penduduk yang paling sedikit,
yakni 51.521 jiwa dengan 26.267 laki-laki dan 25.254 perempuan. Namun angka
itu berbeda dengan tingkat kepadatan penduduk dengan melihat rasio
perbandingan jumlah penduduk dalam jumlah wilayah tertentu. Dari total luas
wilayah Kabupaten Bandung Barat sekitar 1.305,77 Kilometer per segi,
Kepadatan penduduk rata-rata mencapai 1.159 orang per kilometer persegi.
Kecamatan Ngamprah dengan luas wilayah 3.203,03 hektare, kepadatan
penduduknya mencapai 4.278 jiwa per kilometer persegi.
Tabel 1.9
Penduduk Laki-laki dan Perempuan 10 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha Tahun 2011
No Kecamatan Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya
1 Cikalongwetan 16854 1825 4429 2172 4869
2 Cipeundeuy 9430 1342 2367 1829 6168
3 Parongpong 7951 2286 7090 8682 10247
4 Cisarua 14294 1880 4447 2578 3605
5 Lembang 20313 3564 17384 11967 13249
6 Cipatat 9211 6685 7051 5487 11243
7 Padalarang 3715 17313 11476 8648 15077
8 Ngamprah 5505 15955 10675 11284 12433
9 Batujajar 9426 11832 6257 6298 7373
10 Cipongkor 9593 1769 2892 2294 9552
11 Cililin 8097 3888 6191 3240 6241
12 Gununghalu 16854 1825 4429 2172 4869
13 Sindangkerta 9430 1342 2367 1829 6168
14 Rongga 6271 647 2167 6941 2130
15 Cihampelas 5622 9547 7536 5344 7813
Kab. Bandung Barat
152566 81700 96758 80765 121037
Berdasarkan Tabel 1.9 mengenai penduduk laki-laki dan perempuan 10
tahu keatas yang bekerja menurut kecamatan dan lapangan usaha, paling banyak
penduduk bekerja di sektor pertanian yaitu 512.566 orang, sedangkan paling
sedikit berada di sektor jasa yaitu 80.765 orang. Kecamatan Lembang memiliki
penduduk yang paling banyak berada di sektor pertanian yaitu 20.313 orang dan
di sektor perdagangan yaitu 17.384 orang. Sedangkan penduduk yang paling
banyak bekerja di sektor industri adalah penduduk dari Kecamatan Padalarang
yaitu 17.313 orang.
Karet merupakan suatu tumbuhan polimer hidrokarbon yang terbentuk dari
emulsi kesusuan dapat menghasilkan getah, yang dikenal sebagai latex
(http://id.wikipedia.org.2013). Karet merupakan salah satu komoditi tanaman
yang dapat dikembangkan di Indonesia, bahkan menduduki posisi sangat penting
sebagai sumber devisa non migas di Indonesia.
Karet adalah tanaman perkebunan/industri tahunan berupa pohon batang
lurus yang pertama kali ditemukan di Brazil dan mulai dibudidayakan 1601. Di
Indonesia tanaman karet dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama
di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi
karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia dibawah dua negara tetangga
Malaysia dan Thailand.
Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia
sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan
komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk
transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun
karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup
manusia.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh tahun terakhir,
terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan Amerika Latin
seperti India, KoreaSelatan dan Brazil, memberi dampak pertumbuhan permintaan
karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di
negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa Barat danJepang relatif
permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 adalahsebesar 31.3 juta
ton untuk industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet alam.
Produksi karet alam pada tahun 2005 diperkirakan 8.5 juta ton. Dari studi ini
diproyeksikan pertumbuhan produksi Indonesiaakan mencapai 3% per tahun,
sedangkan Thailand hanya 1% dan Malaysia 2%. Pertumbuhan produksi untuk
Indonesia dapat dicapai melalui peremajaan atau penaman karet baru yang cukup
besar, dengan perkiraan produksi pada tahun 2020 sebesar 3.5 juta ton dan tahun
2035 sebesar 5.1 juta ton (Anwar, 2001).
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi
dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20
tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun
1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004.
Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar,
yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap
komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan
pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa
merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini,
perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau pekebunan
swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman
secara intensif.
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman
biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatasanya. Karet
dapat tumbuh dengan baik pada zona antara 15° LU dan 15° LS. Suhu harian yang
cocok untuk tanaman karet rata-rata 24 – 28°C.
(http://warintek.progressio.or.id.2013).
Hujan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
karet baik secara langsung dalam hal pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman
yang bervariasi menurut fase perkembangan tanaman, kondisi iklim dan tanah,
tanah serta radiasi matahari. Ketiga faktor lingkungan fisik tersebut erat kaitannya
dengan penyerapan air dan hara serta penyakit tanaman. Tanaman karet
memerlukan curah hujan optimal antara 2500-4000 mm pertahun atau hari hujan
berkisar antara 100 s/d 150 hari/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada
pagi hari, produksi akan berkurang. (Anwar,2001).
Pertumbuhan tanaman karet sangat ideal bila ditanam pada ketinggian 0 –
200 m diatas permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak
cocok untuk tumbuh tanaman karet. Syarat lain yang dibutuhkan tanama karet
adalah sinar matahari dengan intensitas yang cukup lama yaitu 5 – 7 jam, dan
rendahnya populasi tanaman per hektar akibat rusaknya tanaman karet yang
merupakan pengaruh langsung dari tingginya kecepatan angin selama hujan.
(Supijatno dan Iskandar, 1988).
Lahan kering (tanah) untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya
lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dari pada sifat kimianya. Hal ini
disebakan karena perbaikan sifat kimia untuk syarat tumbuh tanaman karet
perlakuan tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat
dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya.
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet bak tanah
vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m.
Tanah vulkanis mempunyai sifat fisik yang cukup baik terutama struktur,
tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi, dan drainasenya, tetapi sifat kimianya
secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah.
Tanah aluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisiknya terutama drainase
dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 –pH 8,0 tetapi
Tabel1.10
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Komoditas Perkebunan Rakyat (PR)
Total Luas
Gambaran Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat
Total Luas
2807,81 2096,25 3699,78 1764,95
Wujud Produksi Karet kering
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 1.10 mengenai luas areal dan produksi perkebunan
karet di Kabupaten Bandung Barat tahun 2013, yang berdasarkan kepemilikan hak
guna usaha perkebunan karet yang terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR),
Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perkebunan Besar Negara (PBN).
Perkebunan Besar Swasta (PBS) memiliki luas lahan yang paling luas yaitu
1550,24 Ha, luas panen 1007,58 dengan produksi 1999,15 ton dan produktivitas
1764,95 kg/ha/thn. Sedangkan Perkebunan Rakyat (PR) memilik luas perkebunan
yang paling kecil yaitu, 353,20 Ha, luas panen 214,2 Ha dengan produksi 214,2
Tabel 1.11
Kelembagaan dan Tenaga Kerja Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat
Komoditi Jumlah Kelembagaan Penyerapan Tenaga Kerja
Kelomp
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 1.11 mengenai kelembagaan dan tenaga kerja
perkebunan karet di Kabupaten Bandung Barat, untuk komoditi karet memiliki
kelembagaan 12 kelompok petani dan penyerapan tenaga kerjanya terdiri dari
1700 Kepala Keluarga (KK) yang didalamnya ada 2400 laki-laki dan lima orang
perempuan.
Tabel 1.12
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat (PR) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
N
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Keterangan : TBM (Tanaman Belum Menghasilkan)
TM (Tanaman Menghaislkan)
Berdasarkan Tabel 1.12 mengenai luas areal dan produksi Perkebunan
Rakyat (PR) tanaman tahunan karet di Kabupaten Bandung Barat, terdapat di
daerah Kecamatan Cikalongwetan, Cipatat, dan Cipeundeuy. Perkebunan Rakyat
(PR) di Kecamatan Cipeundeuy merupakan yang aling luas yaitu 292 Ha dan
Kecamatan Cipatat memiliki luaa 7 Ha.
Tabel 1.13
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Negara (PBN) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
N
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Keterangan : TBM (Tanaman Belum Menghasilkan)
TM (Tanaman Menghaislkan)
TR/TTM (Tanaman Rusak/Tanaman Tidak Menghasilkan)
Berdasarkan Tabel 1.13 mengenai luas areal dan produksi Perkebunan
Besar Negara (PBN) tanaman tahunan karet di Kabupaten Bandung Barat,
terdapat di daerah Panglejar/pangheotan dengan luas areal sesuai hak guna usaha
3099,89 Ha, luas TBM 30 Ha, luas TM/produksi 874,37 Ha, dan luas total tanam
Tabel 1.14
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Swasta (PBS) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
N
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Keterangan : TBM (Tanaman Belum Menghasilkan)
TM (Tanaman Menghaislkan)
TR/TTM (Tanaman Rusak/Tanaman Tidak Menghasilkan)
Berdasarkan Tabel 1.14 mengenai luas areal dan produksi Perkebunan
Besar Swasta (PBS) tanaman tahunan karet di Kabupaten Bandung Barat, terdapat
di daerah atau perusahaan Bajabang, Nyalindung, Wiriacakra, dan Siwani Jaya.
PT Bajabang merupakan perusahan perkebunan swasta yang memiliki areal
perkebunanya yang paling luas berada di Kecamatan Cipeundeuy dengan luas hak
guna usahanya 1206 Ha, luas TBM 220 Ha, luas produksi/TM 591,5 Ha, TR/TTM
20 Ha, dan luas total tanam akhir 831,62 Ha. Prosuksinya 1242,15 ton,
produktivitasnya 2100 kg/ha, dengan wujud produksinya Sheet, dengan harga
Pohon Karet
Sumber: Direktorat Jendral Industri Agro dan Kimia Kementrian Perindustrian
Tanaman karet secara tradisional dikenal sebagai tanaman perkebunan.
Namun, kini tanaman karet juga dikenal sebagai tanaman hutan. Bahan tanaman
yang digunakan untuk hutan karet ini berasal dari biji atau seedling. Perkebunan
karet memiliki potensi untuk konservasi lingkungan, yaitu sebagai penambat CO2
yang efektif. Di samping itu, kayu karet memiliki corak dan kualitas yang baik
sehingga dapat mensubstitusi beberapa jenis kayu yang dieksploitasi dari hutan.
Kayu karet juga relatif mudah digergaji. Bahan tanaman karet untuk perkebunan
dibuat dengan cara okulasi batang bawah dengan entres terpilih. Namun untuk
keperluan tanaman hutan, cukup digunakan tanaman dari biji karena waktu yang
diperlukan untuk pengadaan bibit lebih cepat dan lebih mudah, akar tunggang
dapat tumbuh lebih sempurna lurus ke bawah, serta pertumbuhan tanaman di
lapangan lebih cepat (Indraty, 2005).
Tanaman karet juga memberikan kontribusi yang sangat penting dalam
pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu
penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin memprihatinkan.
Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan biomassa
dapat digunakan untuk mendukung fungsi diperbaikan lingkungan seperti
rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi
tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah
kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup tanaman
karet yang demikian akan terus berputar dan berulang selama satu siklus tanaman
karet paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan pertanaman karet
sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena mampu berperan sebagai
penyimpan dan sumber energi, laju pertumbuhan biomassa ratarata tanaman karet
pada umur 3−5 tahun mencapai 35,50 ton bahan kering/ha/tahun. Hal ini berarti
perkebunan karet dapat mengambil alih fungsi hutan yang berperan penting dalam
pengaturan tata guna air dan mengurangi peningkatan pemanasan bumi (global
warming) (Azwar et al., 1989).
Kabupaten Bandung Barat potensial terhadap pengembangan sektor
pertanian dan perkebunan. Penggunaan lahan untuk lahan perkebunan masih
Apabila dillihat dari penyebaran setiap komoditas produksi perkebunan di
Kabupaten Bandung Barat dari setiap kecamatan, tidak ada komoditas yang
produksinya secara merata ada di setiap kecamatan di Kabupaten Bandung Barat.
Produksi komoditas perkebunan yang paling dominan ada di hampir semua
kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yaitu, komoditas kelapa, kopi dan
cengkeh. Sedangkan komoditas Karet, Cacao dan teh merupakan komoditas yang
hanya terdapat dibeberapa kecamatan saja.
Berdasarkan informasi tersebut penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Potensi Pengembangan Budidaya Tanaman Karet (Hevea
Brasiliensis) Di Kabupaten Bandung Barat”
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Peneliti telah memfokuskan penelitian terhadap permasalahan yang terjadi
dengan berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuraikan. Untuk lebih
memperjelas maksud serta batasan masalah yang akan diteliti, sehingga peneliti
merumuskan beberapa hal terkait permasalahan mengenai penelitian yang akan
dilaksanakan. Petani perkebunan karet di Kabupaten Bandung Barat merupakan
obyek penelitian ini. Fokus utama penelitian ini yaitu tentang potensi
pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat. potensi yang ingin
diketahui dapat berupa potensi berdasarkan potensi fisik dan potensi sosial,
sehingga dapat diketahui potensi dari wilayah dan petani yang dijadikan sampel
penelitian.
C. Rumusan Masalah
Penulis memfokuskan permasalahan berdasarkan dari latar belakang
masalah diatas yaitu “Potensi Pengembangan Budidaya Tanaman Karet (Hevea
Brasiliensis) Di Kabupaten Bandung Barat”. Untuk lebih memperjelas kegiatan
penelitian, penulis membatasi permasalahan dengan rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi geografi baik fisik maupun sosial yang mendukung
2. Bagaimana potensi dan pola pemasaran karet (Hevea Brasiliensis) hasil
budidaya di Kabupaten Bandung Barat?
3. Bagaimana arahan potensi pengembangan budidaya karet (Hevea
Brasiliensis) di Kabupaten Bandung Barat?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kondisi faktor-faktor geografi fisik dan sosial yang mendukung
budidaya karet (Hevea Brasiliensis) di Kabupaten Bandung Barat.
2. Mengidentifikasi untuk mengetahui potensi wilayah pengembangan dan
pemasaran karet (Hevea Brasiliensis) di Kabupaten Bandung Barat.
3. Mengidentifikasi untuk mengetahui arahan potensi pengembangan budidaya
karet (Hevea Brasiliensis) di Kabupaten Bandung Barat.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, besar harapan penulis dapat bermanfaat untuk
berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui potensi pengembangan budidaya tanaman karet (hevea
brasiliensis) di Kabupaten Bandung Barat.
2. Untuk sumber pengetahuan dan informasi bagi intansi terkait mengenai
karakteristik lahan dan evaluasi penggunaan lahan untuk tanaman karet, serta
pemetaan kesesuaian lahan untuk tanaman karet di Kabupaten Bandung Barat.
F. Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN
Bab I menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Menguraikan berbagai teori yang terkait dengan permasalahan yang
dibahas, yang meliputi pengertian lahan, karakteristik lahan, kesesuaian
lahan, evaluasi lahan, budidaya karet, pengertian dan klasifikasi jenis
karet,daya dukung karet, syarat tumbuh karet, teknik budidaya karet,
kandungan dan manfaat karet, pola pengembangan budidaya karet,
kontribusi hasil budidaya karet terhadap pendapatan.
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
Pada bab III menjelaskan mengenai banyak hal yang berkaitan dengan
kegiatan ataupun proses yang ditempuh dalam suatu penelitian.
Kaitannya dengan hal tersebut, pada bab ini meliputi beberapa penjelasan
mengenai lokasi penelitian, metode penelitian, definisi operasional,
variabel penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan
analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab IV membahas mengenaihasil penelitian dan pembahasan. Hasil
penelitin berisi mengenai pemaparan data-data yang diperoleh dilapangan
baik data primer maupun data skunder, serta pengolahan atau analisis
data untuk menghasilkan penemuan yang berkaitan dengan kondisi
geografis wilayah Kabupaten Bandung Barat dilihat dari segi fisik
maupun sosial, sedangkan pembahasan mengenai analisis data untuk
menghasilkan penemuan dan membuktikan teori yang digunakan dengan
hasil temuan dilapangan, menganalisis data responden dan potensi
pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat dilihat dari
potensi fisik dan potensi sosial.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V berupa penyajian dan pemaknaan peneliti terhadap hasil dari
analisis penemuan penelitian dan saran yang diberikan dari hasil
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Bandung Barat, merupakan salah
satu Kabupaten yang berada di Propinsi Jawa Barat. Letak geografis Kabupaten
Bandung Barat terletak pada 1070 22’ BT sampai 1080 05’ BT dan 60 41’ LS
sampai 70 19’ LS. Kabupaten Bandung Barat memiliki wilayah seluas 1.305,77
Km² rata-rata ketinggian 110 meter sampai dengan 2000 meter diatas permukaan
laut. Kemiringan wilayah yang bervariasi antara 0 – 8%, 8 – 15% hingga diatas
45%,dengan batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah barat: berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.
Sebelah utara: berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
Subang.
Sebelah timur: berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.
Sebelah selatan: berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Cianjur.
Cakupan wilayah Kabupaten Bandung Barat, meliputi 16 (enam belas)
kecamatan yang terdiri dari : Padalarang, Cikalongwetan, Cililin, Parongpong,
Cipatat, Cisarua, Batujajar, Ngamprah, Gununghalu, Cipongkor, Cipeundeuy,
Lembang, Sindangkerta, Cihampelas, Rongga, dan Saguling.
Kecamatan terluas di kabupaten ini adalah Kecamatan Gununghalu dengan
luas 160,7962 km2 atau 16.079,62 Ha dan luas kecamatan terkecil adalah
Kecamatan Ngamprah dengan luas 36,0858 km2 atau 3.608 Ha. Pada tahun 2011
akhir wilayah Kabupaten Bandung Barat tersebut bertambah satu kecamatan yaitu
Kecamatan Saguling yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Batujajar.
Kecamatan Saguling membawahi enam desa, yaitu Desa Bojonghaleuang,
Cikande, Girimukti, Cipangeran, Jati dan Desa Saguling. Kecamatan Batujajar
yang sebelumnya berjumlah 13 desa, sekarang hanya membawahi tujuh desa
B. Metode Penelitian
Surakhman (1982: 11) mengemukakan bahwa “Metode penelitian adalah
suatu cara kerja yang utama, untuk mengkaji hipotesis/anggapan dasar dengan
menggunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama itu digunakan setelah
penyelidikan memperhitungkan kewajaran ditinjau dari tujuan penyelidikan
serta situasi penyelidikan tujuan misalnya untuk mengkaji serangkaian hipotesis
dengan menggunakan teknik serta alat–alat tertentu. Dalam penelitian,
penggunaan metode berpengaruh besar terhadap keberhasilan penelitian itu
sendiri.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode survai deskriptif.
Menurut Singarimbun (1987:1) “Penelitian survai adalah penelitian yang
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok”. Lebih lanjut Singarimbun (1987:2)
menambahkan bahwa
“Penelitian survai dapat digunakan untuk maksud; (1) penjajagan (eksploratif), (2) deskriptif, (3) penjelasan (explanatory), yakni untuk
menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa, (4) evaluasi, (5) prediksi
atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang, (6) penelitian
opresional, dan (7) pengembangan indicator-indikator sosial.
Lebih detail pula Singarimbun (1987: 3) mengungkapkan “Kegunaan
lainnya dari penelitian survai adalah untuk mengadakan evaluasi”.
Metode survai deskriptif digunakan pada penelitian ini didasarkan bahwa
penelitian ini akan mengambil sampel dari satu populasi, kemudian
mengidentifikasi, mengklasifikasi serta menggambarkan secara aktual dan
potensial mengenai kelas kesesuaian lahan di lokasi penelitian yang bertujuan
mengidentifikasi untuk mengetahui potesnsi wilayah pengembangan budidaya
keret berdasarkan kondisi geografi fisik dan geografi sosial, potensi
pengembangan eilayah dan pemasaran hasil karet, dan arahan potensi
pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat, yang diinterpretasi