• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROYEKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI TELUR AYAM RAS DI PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROYEKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI TELUR AYAM RAS DI PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PROYEKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI TELUR AYAM RAS DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Asih Mityas Lestari

Telur ayam ras merupakan salah satu sumber protein hewani penting. Oleh karena itu, ketersediannya di suatu masyarakat perlu diproyeksikan untuk beberapa tahun. Di Provinsi Lampung, pemerintah daerah memproyeksikan produksi telur ayam ras ini hanya untuk satu tahun. Hal ini menyebabkan produksi telur ayam ras maupun ketersediannya tidak diketahui untuk jangka panjang. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memproyeksikan produksi telur ayam ras dan untuk memproyeksikan konsumsi telur ayam ras. Kedua proyeksi tersebut dibandingkan untuk mengetahui ketersediannya. Proyeksi ini diestimasi menggunakan metode kuadrat terkecil dengan data time series tahun 2000-2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produk rata-rata (PR) sebesar 16,75 kg/ekor/tahun. Akan tetapi, selama terjadinya wabah flu burung (2003-2007), PR mengalami penurunan menjadi 15,99 kg/ekor/tahun. Produksi telur ayam ras tahun 2013 sebesar 51,39 ribu ton dan rata-rata pertumbuhan adalah 3,64% per tahun. Sementara itu, konsumsi telur ayam ras Provinsi Lampung tahun 2013 sebesar 51,33 ribu ton dan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,48% per tahun. Oleh karena pertumbuhan produksi lebih besar dari pada pertumbuhan konsumsi, produksi telur ayam ras akan lebih besar dari konsumsi mulai tahun 2026.

(2)

ABSTRACT

PROJECTION OF PRODUCTION AND CONSUMPTION OF CHICKEN EGGS IN LAMPUNG PROVINCE

By

Asih Mityas Lestari

Chicken eggs is one of the important animal protein resources. Consequently, its availability in a society has to be predicted for several years. In Lampung Province, the local government forecasts the chicken eggs production only for one year. It causes the production of chicken eggs, as well as its availability, is unknown for a long term. Therefore, the aims of this study are to project the production and to project the consumption of the chicken eggs. Both projections are compared in order to know its sufficiency. They were predicted by using the ordinary least square method with the time series data 2000-2013. The results showed that the average product (AP) was 16.75 kgs/chicken/year. However, during the epidemic of the avian infulenza (2003-2007), the AP had been decreasing, i.e. 15.99 kgs/chicken/year. The chicken eggs production in 2013 was 51.39 thousand tons and the average growth rate was 3.64% per year. Meanwhile, the chicken eggs consumption of Lampung Province in 2013 was 51.33 thousand tons and the average growth rate was 2.48% per year. Since the growth rate of production is higher than the growth rate of consumption, the production will be larger than the consumption starting in 2026.

(3)
(4)
(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 6 Februari 1992, sebagai anak ke-tiga dari tiga bersaudara yang merupakan puteri dari Bapak H. Pamito Utomo, S.H. dan Ibu Hj.Astina Guswani, S.Pd. Pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Taruna Jaya Bandar Lampung diselesaikan pada 1998. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Azhar Bandar Lampung hingga 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 19 Bandar Lampung diselesaikan pada 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 9 Bandar Lampung diselesaikan pada 2010.

(6)

viii

SANWACANA

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Alhamdulillaahirobbil ‘aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Proyeksi Produksi dan Konsumsi

Telur Ayam Ras di Provinsi Lampung”. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Muhammad SAW, juga kepada keluarga, dan para sahabatnya.

Dalam penyelesaian skripsi ini, dari awal hingga akhir, terdapat banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasihat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Agus Hudoyo, M. Sc. dan Ir. Eka Kasymir, M. Si. selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah banyak memberikan pengarahan, ilmu,

bimbingan, dukungan dan semangat kepada penulis. Terima kasih atas bimbingan, saran, serta nasehat dalam penulisan skripsi ini.

2. Ir. Achdiansyah Soelaiman, M.P. selaku pembahas yang telah memberikan kritik, nasehat dan saran demi perbaikan skripsi.

(7)

ix

selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.

5. Pemimpin dan staf Fakultas Pertanian dan Universitas Lampung atas semua bantuan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.

6. Keluarga tercinta, Ayahanda H. Pamito Utomo, S.H. dan Ibunda Hj.Astina Guswani, S.Pd. sebagai orang tua yang senantiasa dengan kesabaran telah membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, doa, motivasi, dan dukungan, baik moril maupun materil kepada penulis selama ini. Saudara-saudara ku Shinta Mityas Ningrum, S.T.P., Hegar Mityas Abadi, S.T. dan Suseno yang juga turut memberi dukungan moral dan tenaga.

7. Debby Kuncoro Wibowo, S.P. terimakasih untuk semua bantuan, waktu, dukungan moril dan semangat yang senantiasa diberikan kepada penulis. 8. Sahabat-sahabat tercinta: Maulina Tunjungsari, Fitri Kusumawati, Marcela

Yuniati, Ova Lestari, Tania Oktrisa, dan Tri Yunita Sari. Terimakasih atas kerjasama, bantuan, dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

9. Teman seperjuangan: Tri Yunita Sari dan Hasni Novi Jannati. Terimakasih atas bantuan, saran, kritik dan dukungan moril kepada penulis.

(8)

x

diberikan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.

12.Seluruh staff Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung dan Niken Sukma Andarini (Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian) terimakasih atas bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.

13.Nicko dan Ricky Ardian (CV. Langlang Buana) yang telah membantu pembuatan peta dalam penulisan skripsi ini.

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Semoga ALLAH SWT melimpahkan balasan atas kebaikan dan perhatian yang diberikan kepada penulis, serta semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Amin.

Bandar Lampung, April 2015

(9)

xi

A. Batasan Operasional dan Jenis Data ... 20

(10)

xii

D. Perkembangan Peternakan Ayam Petelur …... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Produksi Telur Ayam Ras ... 54

1. Perkembangan Produksi ... 54

2. Proyeksi Produksi ... 59

B. Konsumsi Telur Ayam Ras ... 68

1. Perkembangan Konsumsi ... 68

2. Proyeksi Konsumsi ... 74

C. Perbandingan Proyeksi Produksi dan Konsumsi ... 82

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(11)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata konsumsi telur di Indonesia ... 3

2. Perkembangan harga eceran telur ayam ... 3

3. Perkembangan jumlah kecamatan dan desa/kelurahan ... 36

4. Jumlah penduduk, luas wilayah dan kepadatan penduduk ... 37

5. Penduduk menurut jenis kegiatan utama di Provinsi Lampung ... 38

6. Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha ... 39

7. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung tahun 2013 ... 41 8. Perkembangan PDRB Provinsi Lampung ... 42

9. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2000-2013 ... 45 10. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung ... 47 11. Produk Domestik Regional Bruto per kapita atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2013 ... 48 12. Populasi ayam ras petelur dan produksi telur ayam ras menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2013 ... 50 13. Perkembangan produksi telur ayam ras dan populasi ayam ras petelur di Provinsi Lampung ... 55 14. Model A dan B produksi telur ayam ras ... 61

(12)

xiv

16. Proyeksi produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung ... 66

17. Rata-rata konsumsi telur ayam ras penduduk Indonesia ... 70

18. Perkembangan Konsumsi Telur Ayam Ras dan Penduduk di Provinsi Lampung ... 71 19. Model 1 dan 2 konsumsi telur ayam ras ... 76

20. Model 3 dan 4 konsumsi telur ayam ras ... 77

21 Proyeksi penduduk Provinsi Lampung ... 79

22. Proyeksi konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung (ribu ton) ... 80

23. Perkembangan proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung ... 83 24. Perbandingan proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2014-2024 ... 84 25. Populasi dan produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2000-2013 ... 95 26. Variabel Model A (Model Linear) produksi telur ayam ras ... 96

27. Regresi Model A (Model Linear) produksi telur ayam ras ... 97

28. Hasil uji Durbin-Watson Model A produksi telur ayam ras ... 98

29. Variabel Model B (Model Logaritma natural) produksi telur ayam ras 100 30. Regresi Model B (Model Logaritma natural) produksi telur ayam ras 101

31. Hasil uji Durbin-Watson Model B produksi telur ayam ras ... 102

32 Hasil Runs Test Model B produksi telur ayam ras ... 103

33. Variabel model populasi ayam ras petelur ... 104

34. Regresi model populasi ayam ras petelur ... 105

35. Proyeksi populasi ayam ras petelur ... 106

36. Proyeksi produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung ... 107 37. Konsumsi rata-rata per kapita setahun beberapa telur di Indonesia

periode 2000-2013 ...

(13)

xv

38. Konsumsi rata-rata per kapita setahun telur ayam Provinsi Lampung periode 2000-2013 ...

108

39. Jumlah penduduk Provinsi Lampung periode 2000-2013 ... 109

40. Konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2000-2013 ... 110

41. Pendapatan per kapita Provinsi Lampung periode 2000-2013 ... 111

42. Variabel Model 1 (Model Linear) konsumsi telur ayam ras ... 112

43. Regresi Model 1 konsumsi telur ayam ras ... 113

44. Variabel Model 3 (Model Linear) konsumsi telur ayam ras ... 115

45. Regresi Model 3 konsumsi telur ayam ras ... 115

46. Hasil uji Durbin-Watson Model 3 konsumsi telur ayam ras ... 116

47. Hasil Runs Test Model 3 konsumsi telur ayam ras ... 117

48. Variabel Model 2 (Model Logaritma natural) konsumsi telur ayam ras ... 118 49. Regresi Model 2 konsumsi telur ayam ras ... 119

50. Variabel Model 4 (Model Logaritma natural) konsumsi telur ayam ras ... 121 51. Regresi Model 4 konsumsi telur ayam ras ... 121

52. Hasil uji Durbin-Watson Model 4 konsumsi telur ayam ras ... 122

53. Hasil Runs Test Model 4 konsumsi telur ayam ras ... 123

54. Interpolasi proyeksi penduduk Provinsi Lampung ... 124

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Kerangka pemikiran proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam

ras di Provinsi Lampung ...

19

2. Prosedur penelitian proyeksi produksi telur ayam ras ... 24

3. Prosedur penelitian proyeksi konsumsi telur ayam ras ... 26

4. Perkembangan PDRB Provinsi Lampung Tahun 2000-2013 ... 43

5. Peta sebaran produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung ... 52

6. Perkembangan produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2000-2013 ... 56 7. Proyeksi produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2014-2024 ... 67 8. Perkembangan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2000-2013 ... 72 9. Proyeksi konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2014-2024 ... 81 10. Perbandingan proyeksi produksi dan proyeksi konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2014-2024 ... 85 11. Posisi koefisien Durbin Watson Model A produksi telur ayam ras ... 99

12. Posisi koefisien Durbin Watson Model B produksi telur ayam ras ... 103

13. Posisi koefisien Durbin Watson Model 3 konsumsi telur ayam ras .... 116

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Perekonomian Provinsi Lampung mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir. Salah satu indikator yang dapat dilihat yaitu laju pertumbuhan ekonomi pada 2012 sebesar 6,48% (BPS, 2013). Selain itu, rata-rata

pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung periode 2010 hingga 2013 sebesar 6,23% per tahun (BPS 2013, diolah).

Perkembangan perekonomian ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan daya beli penduduk Provinsi Lampung. Selanjutnya, peningkatan

(16)

Tingkat konsumsi pangan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan (Sediaoetama, 2008). Secara umum, zat gizi yang dibutuhkan setiap orang tediri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Protein mempunyai peranan penting bagi tubuh. Fungsi protein yang utama yaitu sebagai zat pembangun tubuh. Protein dapat berasal dari hewan dan tumbuhan (nabati). Protein hewani memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan protein nabati. Hal ini karena protein hewani mengandung sembilan asam amino yang diperlukan tubuh. Zat ini terkandung dalam daging, telur dan susu (Sediaoetama, 2008).

(17)

Tabel 1. Rata-rata konsumsi telur di Indonesia (kg/kapita/tahun)

Tahun Telur

Ayam Ras Ayam Kampung Telur Itik

2009 5,840 0,183 0,215

Sumber: Susenas 2007-2013 dan BPS

Telur ayam ras merupakan jenis pangan yang ketersediaannya cukup stabil di setiap wilayah. Hal ini selanjutnya berdampak pada harga telur ayam ras yang relatif terjangkau. Terlebih lagi bila dibandingkan dengan jenis pangan hewani lainnya yang harganya lebih tinggi bila dibandingkan dengan telur ayam ras. Berikut merupakan perkembangan harga eceran telur ayam.

Tabel 2. Perkembangan harga eceran telur ayam Tahun Harga/kg

Sumber : BPS, 2013 (diolah)

(18)

Oleh karena itu, ketersediaan terhadap telur ayam ras perlu diprediksikan di setiap wilayah. Secara umum, ketersediaan pangan ditopang oleh produksi domestik dan impor. Di Provinsi Lampung, pemerintah daerah melakukan proyeksi terhadap produksi telur ayam ras. Namun, proyeksi yang dilakukan merupakan proyeksi untuk jangka waktu satu tahun. Hal ini mengakibatkan produksi maupun ketersedian telur ayam ras tidak diketahui dalam jangka panjang. Berdasarkan uraian sebelumnya maka permasalahan yang dapat dirumuskan, yaitu:

1. Berapa proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung di waktu yang akan datang (15 tahun)?

2. Apakah produksi mencukupi konsumsi terhadap telur ayam ras di waktu yang akan datang (15 tahun)?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memproyeksikan produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2014-2028.

2. Memproyeksikan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2014-2028.

(19)

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. pemerintah Provinsi Lampung sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan guna mengantisipasi ketersediaan telur ayam ras di waktu yang akan datang,

2. investor dan pengusaha sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam mengembangkan usaha peternakan ayam ras petelur di Provinsi Lampung, 3. peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi dalam mengembangkan

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Produksi

Produksi merupakan sebuah proses menghasilkan suatu barang atau jasa. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk menghasilkan telur ayam ras dengan menggunakan kombinasi faktor-faktor produksi tertentu.

Faktor produksi yang dibutuhkan dalam proses produksi pada dasarnya terdiri dari berbagai macam sesuai dengan kegiatan produksi. Hubungan antara faktor produksi (input) terhadap hasil produksi (output) dinyatakan dalam fungsi produksi, yang dimana secara matematis fungsi produksi menurut Mubyarto (1989) dituliskan sebagai berikut:

Y = f (x1, x2,…..xn) (2.1)

Keterangan:

(21)

Selanjutnya, faktor produksi yang secara umum digunakan dalam proses produksi dinyatakan dalam fungsi produksi seperti berikut (Sukirno, 2002).

Q = f (K,L,R,T) (2.2)

Keterangan:

K : jumlah stok modal L : jumlah tenaga kerja R : sumber daya alam T : tingkat teknologi

Q : jumlah produksi yang dihasilkan

Faktor sumber daya alam merupakan faktor produksi yang disediakan oleh alam. Dalam penelitian ini faktor produksi tanah adalah besarnya lahan yang digunakan peternak untuk mengembangkan usaha ternak ayam ras petelur.

Faktor tenaga kerja memiliki peran sebagai pelaku di suatu usaha. Tenaga kerja dalam usaha ternak ayam ras petelur ini meliputi sejumlah buruh yang ada untuk melaksanakan proses produksi telur ayam ras berdasarkan keahlian dan tingkat pendidikan yang dimiliki.

(22)

Faktor teknologi dalaam hal ini juga berpengaruh proses produksi suatu usaha. Perkembangan teknologi secara khusus dapat membantu proses produksi maupun meningkatkan produksi. Selain itu, setiap produsen akan berusaha selalu menggunakan faktor-faktor produksi maupun metode produksi yang efisien guna mengoptimalkan hasil. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini juga memgidentifikasi adanya faktor teknologi dalam proyeksi produksi.

Berkaitan dengan hal itu, dalam penelitian ini variabel terikat berupa produksi telur ayam ras (y) dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas. Variabel bebas dalam pendugaan produksi telur ayam ras berupa populasi ayam ras petelur (x1), luas lahan/kandang (x2), pakan (x3), bibit ayam (x4), obat-obatan (x5), tenaga kerja (x6) dan teknologi (x7). Bila hubungan antara variabel bebas dan terikat tersebut dituliskan dalam fungsi matematika maka:

y = f (x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7) (2.3)

(23)

ayam ras dipengaruhi oleh variabel populasi ayam ras petelur (x1) sehingga secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti

persamaan berikut.

y=ax1b1 (2.4)

Selanjutnya, untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2.4) maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Jadi, logaritma dari persamaan tersebut adalah sebagai berikut.

log y = log a + b1 log x1 (2.5)

Selanjutnya, dalam kegiatan produksi telur, peternak sebagai pembuat keputusan produksi selalu mengupayakan kegiatan produksi yang efisien. Efisiensi merupakan hasil perbadingan antara output fisik dengan input fisik. Menurut Soekartawi (2003), efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi seperti ini akan terjadi apabila peternak mampu membuat suatu upaya agar nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input (faktor produksi) sama dengan harga input (P) atau dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 2003).

NPMx = Px atau (2.6) NPMx/Px = 1

(24)

dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px dan yang sering terjadi menurut Soekartawi (2003) adalah sebagai berikut. 1. (NPMx/Px)>1 ; artinya bahwa penggunaan input x belum efisien.

Untuk mencapai tingkat efisien maka input harus ditambah. 2. (NPMx/Px)<1 ; artinya penggunaan input x tidak efisien.

Untuk mencapai atau menjadi efisien maka input harus dikurangi.

2. Teori Konsumsi

Titik pangkal dan tujuan akhir dari seluruh kegiatan ekonomi adalah konsumsi. Berkaitan dengan komoditas telur, konsumsi telur ayam ras merupakan kegiatan pembelian dan penggunaan telur ayam ras baik untuk individu maupun rumah tangga.

Seperti halnya produksi suatu telur ayam ras, konsumsi telur ayam ras juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi telur ayam ras juga dapat merujuk dari faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan komoditas lain. Menurut Lipsey (1991), jumlah yang diminta suatu komoditas dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu:

1. Harga komoditas yang bersangkutan 2. Harga komoditas yang erat kaitannya 3. Pendapatan rata-rata rumah tangga 4. Selera

(25)

Faktor selera dalam hal ini dimasukkan karena juga mempengaruhi pola konsumsi seseorang terhadap telur ayam ras. Selanjutnya, faktor harga barang penganti maupun barang pelengkap dari komoditas telur ayam ras (non telur) erat kaitannya dengan tingkat kepuasan atau utilitas.

Kepuasan atau utilitas didefinisikan sebagai kepuasan yang diterima seseorang akibat aktivitas yang dilakukannya, yang dalam hal ini adalah kegiatan konsumi. Selain itu, tujuan setiap individu dalam mengkonsumsi sejumlah barang adalah memaksimumkan kepuasan yang didapat. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan utilitas menurut Nicholson (2008). Misalnya pada kasus telur ayam ras, seseorang akan memaksimumkan kepuasan (U) dalam mengkonsumsi telur ayam ras (xT) dengan

dipengaruhi kombinasi beberapa komoditas lain (xNT) seperti daging ayam, daging sapi, tempe, tahu ataupun beras (non telur). Jadi, bila konsumen memaksimumkan kepuasan (U) dalam mengkonsumsi telur ayam ras (xT) terhadap komoditas non telur, maka hubungan matematis kepuasan maksimum dapat dituliskan sebagai berikut.

Utility = U (xT, xNT) (2.7)

(26)

I = pTxT + pNTxNT atau (2.8) I - pTxT + pNTxNT = 0

Berdasarkan metode pengembangan untuk memaksimumkan suatu fungsi yang dibatasi maka persamaan (2.8) dapat disusun dengan menggunakan persamaan Lagrangian yang dapat dituliskan sebagai berikut.

L

= U (xT, xNT) + (I - pTxT + pNTxNT) (2.9)

Untuk maksimumkan fungsi di atas maka masing-masing bagian dari fungsi diturunkan dengan xT, xNT, dan .

Persamaan tersebut dapat dituliskan kembali dengan variasi lain, yaitu :

�U/��

�U/��

=

(2.11)

Selanjutnya, sebagaimana diketahui bahwa perbandingan antara marjinal utulitas dari dua barang (xT dan xNT) merupakan (marginal rate of

substitution) diantara dua barang tersebut. Oleh sebab itu, kondisi optimal utilitas dari dua barang yang dibatasi oleh pendapatan adalah sebagai berikut.

(27)

Persamaan (2.12) menggambarkan kombinasi konsumsi telur ayam ras (xT) dengan harga sebesar PT terhadap barang non telur (xNT) dengan harga sebesar PNT yang memberikan kepuasan yang sama. Barang non telur dapat berupa barang substitusi maupun komplementer dari telur ayam ras.

Berkaitan dengan hal itu, maka dalam penelitian ini variabel terikat berupa konsumsi telur ayam ras (C) dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas. Variabel bebas dalam pendugaan model konsumsi telur ayam ras berupa harga telur, harga barang non telur (PNT) yaitu harga barang substitusi dan harga barang komplementer, pendapatan per kapita (I), jumlah penduduk (N), selera (s), dan distribusi pendapatan (Is). Bila hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat di atas dituliskan dalam fungsi matematika maka :

C = f (PT, PNT, I, N, s, Is) (2.13)

3. Penelitian Terdahulu

(28)

Surakarta periode 2010 hingga 2015 mengalami peningkatan permintaan daging ayam ras.

Metode proyeksi yang serupa juga digunakan oleh Ningtyas (2010) dalam penelitiannya mengenai proyeksi produksi kedelai. Berdasarkan

penelitiannya, metode yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda serta analisis trend. Selain proyeksi produksi kedelai, dengan menggunakan metode ini dapat diketahui pula hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas. Hasil penelitian berupa proyeksi produksi kedelai di Indonesia periode 2009-2014 adalah menurun. Selain itu, faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai di Indonesia adalah luas panen dan tenaga kerja (Ningtyas, 2010).

Selain menggunakan least square method, proyeksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS (Two Stage Least Squares). Metode proyeksi ini digunakan dalam penelitian proyeksi produksi dan

permintaan jagung, pakan dan daging ayam ras oleh Ketut Kariyasa (2004). Metode ini memungkinkan, masing-masing persamaan saling berhubungan dengan persamaan yang lain. Hasil penelitian dengan menggunakan metode ini yaitu proyeksi permintaan jagung dan daging ayam lebih besar dari produksi, sedangkan proyeksi produksi pakan lebih besar dari proyeksi permintaan.

(29)

mengenai analisis efisiensi produksi usaha peternakan ayam ras pedaging. Metode yang digunakan adalah metode fungsi produksi frontier stokastik dan analisis R/C ratio. Hasil penelitiannya menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan pendapatan usaha peternakan ayam ras pedaging adalah pakan, bibit ayam atau DOC, tenaga kerja, obat-obatan, tingkat pendidikan dan listrik. Hasil penelitian ini mendukung variabel-variabel yang berpengaruh dalam produksi peternakan ayam ras. Variabel-variabel yang dimaksudkan seperti pakan, bibit ayam atau DOC, tenaga kerja dan obat-obatan.

Namun demikian, variabel bibit ayam atau DOC dalam penelitian ini disesuaikan menjadi jumlah populasi ayam ras petelur. Hal ini juga sebagaimana Sitompul (2014) yang menggunakan variabel populasi ayam ras petelur dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi

penawaran telur ayam ras di Provinsi Sumatera Utara.

(30)

memberikan pengaruh secara signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini variabel pendapatan dan jumlah keluarga dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi konsumsi telur. Namun demikian, variabel jumlah anggota keluarga dalam penelitian ini disesuaikan menjadi variabel jumlah penduduk.

Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah alat analisis yang digunakan. Metode analisis tersebut berupa Linear Least Square yaitu regresi linear berganda serta analisis trend. Identifikasi variabel yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu dilihat dari variabel pakan, bibit ayam, tenaga kerja, obat-obatan, jumlah penduduk, harga telur, harga komoditas non telur (harga daging ayam, daging sapi dan harga beras), pendapatan dan jumlah penduduk. Meskipun variabel bebas yang akan digunakan dalam penelitian adalah variabel populasi ayam ras petelur, jumlah penduduk dan pendapatan.

(31)

Di sisi lain, kelemahan dari penelitian ini yaitu tidak memasukkan semua variabel bebas yang mempengaruhi proyeksi produksi maupun konsumsi. Variabel bebas yang dimasukkan adalah variabel populasi ayam ras petelur untuk proyeksi produksi telur ayam ras dan variabel jumlah penduduk serta pendapatan per kapita Provinsi Lampung untuk proyeksi konsumsi. Harga faktor-faktor produksi, harga telur dan harga barang-barang non telur tidak dimasukkan dalam penelitian ini dikarenakan data harga tidak tersedia dari 2000 hingga 2013. Selain itu bila tetap dimasukkan model akan bias.

B. Kerangka Pemikiran

Telur merupakan salah satu komoditas yang dalam perkembangannya cukup stabil serta memiliki permintaan yang cukup tinggi. Terlebih lagi telur merupakan komoditas yang berpotensi sebagai sumber protein hewani pengganti daging sapi maupun daging ayam.

Pada hakikatnya, produksi dan konsumsi merupakan kegiatan ekonomi yang berkenaan dengan barang dan jasa yang dalam hal ini adalah komoditas telur ayam ras. Produksi erat kaitannya dengan proses menghasilkan telur ayam ras, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan produksi telur ayam ras baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telur ayam ras terdiri dari populasi ayam ras petelur, luas lahan (kandang), harga pakan, harga bibit ayam, harga obat-obatan, tenaga kerja, modal dan teknologi. Di sisi lain, konsumsi merupakan kegiatan

(32)

oleh faktor-faktor seperti pendapatan, harga barang itu sendiri, harga barang pengganti (substitusi), harga barang pelengkap (komplementer), penduduk selera dan distribusi pendapatan.

Selanjutnya, dari masing-masing faktor yang mempengaruhi produksi maupun konsumsi dilakukan suatu proyeksi terhadap masing-masing kegiatan ekonomi. Metode yang digunakan dalam proyeksi produksi dan konsumsi ini dengan menggunakan metode peramalan secara kuantitatif yaitu metode ekonometrika. Proses peramalan dengan menggunakan metode tersebut akan diketahui

(33)

Gambar 2. Kerangka pemikiran proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Batasan Operasional dan Jenis data

1. Batasan Operasional

Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan datang berdasarkan data yang ada dengan menggunakan metode-metode tertentu.

Produksi telur ayam ras adalah kegiatan menghasilkan telur ayam ras dari ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun.

Telur ayam ras adalah salah satu sumber protein hewani yang dihasilkan oleh ayam ras petelur.

Ayam ras petelur adalah jenis ayam yang mampu menghasilkan telur ayam ras dengan perlakuan-perlakuan tertentu.

Proyeksi produksi telur ayam ras adalah peramalan jumlah produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung pada waktu yang akan datang dan

(35)

Faktor-faktor produksi telur ayam ras adalah variabel-variabel yang mempengaruhi produksi telur ayam ras saat ini maupun dalam jangka panjang.

Populasi ayam ras petelur adalah jumlah seluruh ayam ras petelur di

Provinsi Lampung yang mampu menghasilkan telur ayam ras dalam satuan ekor.

Wabah flu burung (AI) adalah suatu penyakit yang menyerang ayam ras petelur dengan penyebaran yang meluas pada banyak daerah dan angka kematian yang tinggi.

Konsumsi telur ayam ras adalah kegiatan membeli dan menghabiskan telur ayam ras dalam satuan kg/kapita/tahun.

Proyeksi konsumsi telur ayam ras adalah peramalan jumlah konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung pada waktu yang akan datang dan

dipengaruhi oleh faktor konsumsi dalam satuan ribu ton.

Faktor-faktor konsumsi telur ayam ras adalah variabel-variabel yang mempengaruhi konsumsi telur ayam ras saat ini maupun dalam jangka panjang.

(36)

Pendapatan adalah sejumlah nilai keseluruhan yang secara umum diterima individu di Provinsi Lampung setiap tahunnya dengan satuan juta rupiah per kapita per tahun.

2. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan data primer yang menjadi data pelengkap dalam penelitian. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu data time series periode 2000 sampai 2013. Data yang dibutuhkan meliputi data produksi telur (y), populasi ayam petelur (x), konsumsi telur (C), PDRB (I) dan jumlah penduduk Provinsi Lampung (N).

B. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian pada dasarnya sama dengan penelitian lainnya, yaitu memilih dan merumuskan masalah, memilih subyek dan instrument

pengukuran, memilih desain penelitian, melaksanakan prosedur, menganalisis data, dan merumuskan kesimpulan.

1. Proyeksi Produksi

(37)

ras dan populasi ayam ras petelur di Provinsi Lampung. Jenis data tersebut berupa data time series dari 2000 hingga 2013.

Selanjutnya, data yang telah tersedia diolah untuk menentukan model empiris produksi telur ayam ras. Model empiris yang akan dicari berupa Model Linear dan Model Logaritma natural/Ln. Hal ini dilakukan untuk mengetahui serta membandingkan model yang akan dipilih agar hasil proyeksi yang dilakukan lebih realisitis dan memenuhi persyaratan estimasi model secara ekonometrika.

Tahapan berikutnya yang dilakukan adalah memproyeksikan variabel bebas (populasi ayam ras petelur). Proyeksi populasi ayam ras petelur ini terlebih dahulu harus ditentukan model empirisnya. Proyeksi ini dilakukan dengan menggunakan metode time series yaitu analisis trend linear. Variabel bebas yang digunakan adalah variabel waktu. Sementara, variabel terikatnya adalah populasi ayam ras petelur. Jika model estimasi telah didapatkan, maka proyeksi populasi ayam ras petelur dapat dilakukan untuk periode 2014 hingga 2028.

(38)

Hasil proyeksi produksi yang didapat merupakan nilai rata-rata proyeksi produksi periode 2014 hingga 2028. Oleh sebab itu, ditentukan pula nilai batas bawah dan batas atas proyeksi produksi tersebut. Nilai ini akan digunakan dalam penentuan kondisi produksi terhadap tingkat konsumsi pada waktu yang akan datang. Prosedur penelitian proyeksi produksi telur ayam ras adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Prosedur penelitian proyeksi produksi telur ayam ras

2. Proyeksi Konsumsi

Proyeksi konsumsi telur ayam ras dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data. Data yang dibutuhkan dalam proyeksi konsumsi adalah data konsumsi telur ayam ras, jumlah penduduk dan PDRB Provinsi Lampung data time series dari 2000 hingga 2013. Tahapan berikutnya yang dilakukan adalah pengolahan data

1. Pengumpulan data

- Data time series produksi telur ayam ras dan populasi ayam ras petelur (data sekunder)

3. Proyeksi populasi ayam ras petelur (x)

= + 1 + 2 +�1

2. Pengolahan data untuk menentukan model empiris :

ln = + 1ln + 2 +�1

4. Proyeksi produksi telur ayam ras (y)

(39)

yang diperlukan. Data yang diolah mencakup perhitungan nilai PDRB menjadi pendapatan per kapita.

Data yang telah tersedia diolah kembali untuk menentukan model empiris konsumsi telur ayam ras berupa bentuk linear dan logaritma natural. Hal ini dilakukan untuk mengetahui serta membandingkan model yang akan dipilih agar hasil proyeksi yang dilakukan lebih realisitis dan memenuhi persyaratan estimasi model secara ekonometrika.

Tahapan berikutnya adalah memproyeksikan variabel bebas. Proyeksi variabel bebas berupa proyeksi pendapatan per kapita dan penduduk Provinsi Lampung. Proyeksi pendapatan per kapita dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung pendapatan per kapita menggunakan data PDRB Provinsi Lampung periode 2000 hingga 2013. Proyeksi pendapatan per kapita ini terlebih dahulu harus ditentukan model empirisnya dengan menggunakan metode time series yaitu analisis trend linear. Variabel bebas yang digunakan adalah variabel waktu, sedangkan variabel terikatnya adalah pendapatan per kapita (I). Jika model estimasi telah didapatkan, maka proyeksi pendapatan per kapita dapat dilakukan untuk periode 2014 hingga 2028.

(40)

ini penulis akan melakukan interpolasi untuk mencari jumlah penduduk periode 2014 hingga 2028.

Tahap selanjutnya adalah melakukan proyeksi konsumsi telur ayam ras dengan menggunakan data pendapatan per kapita dan jumlah penduduk periode 2014 sampai 2028 sebagai variabel bebas. Selanjutnya, proyeksi konsumsi dilakukan dengan menggunakan model empiris yang dipilih. Hasil proyeksi konsumsi yang didapat merupakan nilai rata-rata proyeksi konsumsi periode 2014 hingga 2028. Oleh sebab itu, ditentukan pula nilai batas bawah dan batas atas proyeksi konsumsi tersebut. Prosedur

penelitian proyeksi konsumsi telur ayam ras terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Prosedur penelitian proyeksi konsumsi telur ayam ras

1. Pengumpulan data time series (data sekunder) - Data konsumsi telur ayam ras (kg/kapita/tahun) - Data jumlah penduduk (jiwa/tahun)

- Data PDRB (rupiah/tahun)

3. Pengolahan data PDRB menjadi pendapatan per kapita

� = + 1 ln� + 2 ln� +�3

3. Pengolahan data untuk menentukan model empiris :

= + 1�+ 2�+�3

7. Perhitungan batas bawah dan batas atas proyeksi konsumsi 4. Proyeksi pendapatan per kapita (I)

5. Proyeksi jumlah penduduk (N)

(41)

C. Sumber Data

Data sekunder berasal dari Badan Pusat Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, instansi-instansi terkait, serta referensi lain yang relevan dengan penelitian ini. Selain itu, data pelengkap yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer hasil wawancara kepada peternak, distributor bibit ayam, pakan dan obat-obatan.

D. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Lingkup penelitian ini adalah wilayah Provinsi Lampung dengan lokasi penelitian sebagai tempat pengambilan data, yaitu Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung dan Dinas Peternakan Provinsi Lampung. Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2014. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi pengumpulan data, asumsi pembuatan definisi yang berkaitan dengan produksi dan konsumsi telur ayam, pengolahan data, analisis data hingga penulisan laporan penelitian dalam bentuk akhir berupa skripsi.

E. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah metode ekonometrika. Data produksi maupun konsumsi akan dianalisis secara kuantitatif. Menurut Supranto (2010) metode ekonometrika merupakan gabungan penggunaan matematis dan statistik. Teori ekonomi sering

(42)

mengukur hubungan antara variabel ekonomi yang dirumuskan secara

matematis dan untuk menguji validitas teori ekonomi didasarkan data empiris.

Model produksi maupun konsumsi menggunakan regresi berganda yang diduga dengan metode kuadrat terkecil (Least Square Method). Metode ini memungkinkan dilakukannya pendugaan terhadap parameter-parameter yang berkaitan. Pendugaan model dengan menggunakan data time-series

memungkinkan terjadinya pelanggaran asumsi klasik yaitu gejala autokorelasi dan multikolinearitas.

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Selain itu, multikolinearitas merupakan hubungan linear diantara bebarapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi (Gujarati, 2003). Namun demikian, Uji Autokorelasi dan Multikolinearitas terlampir.

1. Proyeksi Produksi

Jumlah produksi telur ayam secara umum memiliki banyak faktor-faktor yang mempengaruhi seperti populasi ayam ras petelur, luas lahan

(kandang), pakan, bibit ayam, obat-obatan, tenaga kerja, dan teknologi. Namun demikian, untuk memproyeksikan produksi telur ayam ras variabel bebas yang dibutuhkan hanya terdiri dari populasi ayam ras petelur.

(43)

bila variabel luas lahan (kandang) dimasukkan dalam persamaan model regresi maka akan mengakibatkan terjadi multikolinearitas.

Multikolinearitas ini terjadi karena data mengenai lahan (kandang) proporsional terhadap populasi ayam petelur.

Selanjutnya, dalam produksi telur ayam ras dimungkinkan terjadi wabah flu burung yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi telur ayam ras. Hal ini sebagaimana Ilham (2010) bahwa di Provinsi Lampung wabah flu burung telah menyebabkan penurunan produksi telur ayam ras sebesar 6,2% dibandingkan saat sebelum terjadinya wabah yaitu pada 2002. Oleh sebab itu, variabel bebas yang dapat dimasukkan dalam model adalah variabel populasi ayam petelur dan variabel boneka wabah flu burunga. Selanjutnya, untuk memudahkan proyeksi produksi maka persamaan yang digunakan dari hasil turunan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut.

= + 1 + 2 +�1 atau (3.1) ln = + 1ln + 2 +�1 (3.2)

Keterangan:

, : intercept

1, 2, 1, 2 ∶ penduga koefisien regresi

y : jumlah produksi telur ayam (ribu ton) x : populasi ayam petelur (juta ekor) D : variabel boneka (wabah flu burung) u1 : faktor kesalahan stokhastik

(44)

bebasnya adalah waktu (T = 1, 2,...,14). Koefisien dari variabel bebas waktu adalah laju pertumbuhan populasi ayam ras petelur. Model estimasi untuk proyeksi populasi ayam ras petelur terdapat pada Persamaan 3.3. = + �+�2 (3.3) Keterangan :

: intercept

: penduga koefisien regresi

xn : populasi ayam peterlur tahun n (juta ekor) T : waktu (T = 1,2,...,14)

u2 : faktor kesalahan stokhastik

Persamaan (3.3) digunakan untuk menentukan besarnya populasi ayam ras petelur periode 2014 hingga 2028. Nilai ini digunakan untuk menentukan nilai proyeksi produksi telur ayam ras. Selanjutnya, proyeksi produksi menggunakan model empiris yang dipilih. Proyeksi produksi telur ayam ras menggunakan data populasi ayam ras petelur periode 2014 hingga 2028 sebagai variabel bebas.

Hasil proyeksi produksi yang didapat merupakan nilai rata-rata proyeksi produksi periode 2014 hingga 2028. Oleh sebab itu, ditentukan pula nilai batas bawah dan batas atas proyeksi produksi dengan menggunakan perhitungan pendugaan interval untuk rata-rata. Batas atas merupakan nilai maksimum dari proyeksi produksi. Sebaliknya, batas bawah menunjukkan nilai minimum dari proyeksi produksi.

(45)

Nilai batas atas merupakan hasil penjumlahan antara nilai rata-rata proyeksi produksi dengan margin error. Sebaliknya, nilai batas bawah merupakan hasil pengurangan antara nilai rata-rata proyeksi produksi dengan margin error. Rumus perhitungan pendugaan interval rata-rata adalah sebagai berikut (Supranto, 2001).

yi-t/2 s

n < <yi+t∝/2 s

n (3.4)

Selanjutnya, Persamaan 3.4 yang digunakan untuk proyeksi produksi telur ayam ras terdapat pada persamaan (3.5).

Batas atas dan batas bawah = yi± (t hitung × standard error) (3.5)

Keterangan :

yi : proyeksi produksi tahun i

2. Proyeksi Konsumsi

(46)

Oleh sebab itu, variabel bebas yang dapat dimasukkan dalam model proyeksi konsumsi adalah variabel pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Selanjutnya, untuk memudahkan proyeksi konsumsi maka bentuk persamaan yang digunakan terdapat pada persamaan (3.6) dan (3.7).

C=d+e1I+e2N+u3 (3.6) ln C =f+m1ln I +m2ln N+u3 (3.7)

Keterangan :

Ln : Logaritma natural

, : intercept

1, 2, 1, 2 : penduga koefisien regresi

C : konsumsi telur ayam (ribu ton)

I : pendapatan per kapita (rupiah/kapita/tahun) N : jumlah penduduk (juta jiwa/tahun)

u3 : faktor kesalahan stokhastik

Namun demikian, sebelum melakukan regresi persamaan konsumsi, data yang diperlukan adalah data time-series pendapatan per kapita. Variabel pendapatan per kapita untuk proyeksi konsumsi dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

(47)

variabel bebasnya adalah waktu (T = 1, 2,...,14). Pada model ini, koefisien dari variabel bebas waktu adalah laju pertumbuhan pendapatan.

Persamaan matematis proyeksi pendapatan terdapat pada Persamaan (3.9). In=j+kT+u4 (3.9) Keterangan :

: intercept

: penduga keofisien regresi

In : pendapatan per kapita tahun n (juta rupiah/kapita/tahun) T : waktu (T = 1,2,...,14)

u4 : faktor kesalahan stokhastik

Proyeksi konsumsi telur ayam ras menggunakan data pendapatan per kapita dan jumlah penduduk periode 2014 sampai 2028 sebagai variabel bebas. Selanjutnya, proyeksi konsumsi dilakukan dengan menggunakan model empiris yang dipilih.

Hasil proyeksi konsumsi yang didapat merupakan nilai rata-rata proyeksi konsumsi periode 2014 hingga 2028. Oleh sebab itu, ditentukan pula nilai batas bawah dan batas atas proyeksi konsumsi dengan menggunakan rumus pendugaan interval rata-rata . Batas atas merupakan nilai

maksimum dari proyeksi produksi. Sebaliknya, batas bawah menunjukkan nilai minimum dari proyeksi produksi.

Perhitungan nilai batas atas dipengaruhi oleh nilai t-hitung dan standard error hasil. Kedua komponen ini merupakan hasil regesi pada model estimasi. Hasil perkalian antara keduanya disebut dengan margin error. Nilai batas atas merupakan hasil penjumlahan antara nilai rata-rata

(48)

merupakan hasil pengurangan antara nilai rata-rata proyeksi produksi dengan margin error. Rumus pendugaan interval proyeksi konsumsi adalah sebagai berikut (Supranto, 2001).

Ci-t/2 s

n < <Ci+t∝/2 s

n (3.10)

Selanjutnya, Persamaan 3.10 yang digunakan untuk proyeksi produksi telur ayam ras terdapat pada persamaan (3.11).

Batas atas dan batas bawah = Ci± (t hitung × standard error) (3.11)

Keterangan :

(49)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Umum Provinsi Lampung

Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km2 (1,81 persen dari wilayah Indonesia). Provinsi ini terdiri atas 13 kabupaten dan 2 kota. Wilayah administrasi

terluas adalah Kabupaten Lampung Timur dengan luas 0,53 juta km2, sedangkan Kota Metro menjadi wilayah terkecil dengan luas 0,006 juta km2.

Pemekaran wilayah Provinsi Lampung berlangsung periode 1991 hingga 2012. Pemekaran wilayah administrasi pertama membentuk Kabupaten Lampung Barat sebagai hasil pemekaran wilayah Kabupaten Lampung Utara. Pemekaran wilayah administrasi Provinsi Lampung yang terbaru pada 2012. Pemekaran wilayah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2012 membentuk Kabupaten Pesisir Barat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut secara resmi jumlah Kabupaten di Provinsi Lampung menjadi 12 kabupaten. Hal ini mengakibatkan terbentuknya wilayah

(50)

Tabel 3. Perkembangan jumlah kecamatan dan desa/kelurahan di Provinsi

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa pemekaran wilayah kecamatan terjadi pada 2011 dan 2012. Penambahan wilayah kecamatan di Provinsi Lampung pada 2012 terjadi seiring dengan terbentuknya kabupaten baru yaitu

Kabupaten Pesisir Barat. Jumlah kecamatan baru yang terbentuk pada Kabupaten Pesisir Barat sebanyak 11 kecamatan. Seperti halnya pemekaran wilayah administrasi kecamatan, jumlah desa/kelurahan di Provinsi Lampung juga mulai bertambah sejak 2012. Penambahan wilayah desa pada 2012 dan 2013 berturut-turut sebanyak 113 dan 9 desa/kelurahan.

B. Keadaan Penduduk Provinsi Lampung

Penduduk Provinsi Lampung pada 2013 mencapai 7,88 juta jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 105,43. Sementara, tingkat kepadatan penduduk

Lampung pada 2013 telah mencapai 229 jiwa/km2. Namun demikian, tingkat kepadatan penduduk Provinsi Lampung ini masih tidak merata. Hal tersebut terlihat dari tingkat kepadatan penduduk di kota yang lebih tinggi

(51)

Tabel 4. Jumlah penduduk, luas wilayah dan kepadatan penduduk Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota periode 2013

No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk

Sumber : Lampung Dalam Angka, 2014

Berdasarkan Tabel 4, tingkat kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung dan Kota Metro pada 2013 masing-masing mencapai 3.133 dan 2.500 jiwa per kilometer persegi. Tingginya angka kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung berkaitan erat dengan statusnya sebagai ibu kota Provinsi

(52)

Sementara itu, tingkat kepadatan penduduk di kabupaten masih berada di bawah 1.500 jiwa per kilometer persegi. Tingkat kepadatan penduduk terendah berada di Kabupaten Pesisir Barat pada 2013 baru mencapai sekitar 51 jiwa per kilometer persegi. Hal tersebut karena kabupaten ini merupakan hasil pemekaran wilayah kabupaten lain pada 2012.

Jumlah penduduk di Provinsi Lampung ini berkaitan pula dengan

ketenagakerjaan. Penduduk usia kerja (15-64 tahun) di Provinsi Lampung pada 2013 berjumlah 5,67 juta jiwa yang terdiri dari jumlah angkatan kerja 3,68 juta jiwa dan bukan angkatan kerja 1,99 juta jiwa (Tabel 5). Penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja merupakan golongan penduduk yang berada pada usia produktif baik yang sedang bekerja maupun mencari kerja.

Tabel 5. Penduduk menurut jenis kegiatan utama di Provinsi Lampung tahun 2010-2013

Persentase Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 68 65 66 65

Persentase Tingkat Pengangguran 6 6 5 6

Sumber : Lampung Dalam Angka, 2014

Berdasarkan Tabel 5, rata-rata persentase jumlah penduduk Provinsi

(53)

persentase jumlah penduduk bukan angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja periode 2010 hingga 2013 adalah sebesar 33%.

Berdasarkan Tabel 5, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk Provinsi Lampung periode 2010 hingga 2013 mengalami perkembangan yang cukup fluktuatif. Namun demikian, secara umum tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Provinsi Lampung sudah mencapai lebih dari 50 persen. Sementara itu, tingkat pengangguran di Provinsi Lampung periode 2010 hingga 2013 sekitar 5 sampai dengan 6 persen dari total penduduk Provinsi Lampung.

Jumlah angkatan kerja yang termasuk dalam golongan sedang bekerja menyebar pada sembilan lapangan usaha. Sebaran penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung periode 2013

No. Unit Kerja Jumlah Penduduk

(Juta Jiwa) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 1,79

2. Pertambangan dan Penggalian 0,01

3. Industri Pengolahan 0,29

4. Listrik dan Air Bersih 0,01

5. Bangunan 0,15

6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 0,60

7. Angkutan dan Komunikasi 0,12

8. Keuangan, Persewaaan dan Jasa 0,05

9. Jasa-jasa 0,45

Total 3,47

Sumber : Lampung Dalam Angka, 2014

(54)

Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tersebut mencapai 52% atau 1,79 juta jiwa.

Selanjutnya, secara berurutan dominasi jumlah penduduk yang bekerja berada pada sektor perdagangan, restoran dan hotel serta sektor jasa-jasa lainnya. Sementara itu, lapangan usaha yang memiliki jumlah terendah penduduk yang bekerja adalah sektor listrik dan air bersih serta pertambangan dan penggalian.

C. Perekonomian Wilayah

Perekonomian Provinsi Lampung ditentukan berdasarkan beberapa indikator. Salah satu indikator yang digunakan adalah nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan total nilai tambah yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan positif nilai PDRB di semua sektor mendukung pertumbuhan ekonomi.

(55)

Tabel 7. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung periode 2013 (triliun rupiah)

Lapangan Usaha PDRB

Pertambangan dan Penggalian 3,36

Industri Pengolahan 25,52

Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,91

Bangunan/Konstruksi 5,19

Perdagangan, Hotel, Restoran 26,20

Pengangkutan dan Telekomunikasi 19,34

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 10,23

Jasa-Jasa 15,24

Total PDRB 164,39

Sumber: Lampung Dalam Angka, 2014

Sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar terhadap total PDRB Provinsi Lampung dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Pada 2013, sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar yaitu 58,42 triliun atau sekitar 36% dari total PDRB (Tabel 7). Subsektor pertanian yang memberikan kontribusi terbesar adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 19% atau 30,84 triliun.

Sebaliknya, subsektor kehutanan memberikan kontribusi terendah pada sektor pertanian. Meskipun subsektor peternakan tidak memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Provinsi Lampung, perkembangan subsektor ini

cenderung stabil selama tiga tahun terakhir bila dibandingkan subsektor lain.

(56)

dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Besarnya kontribusi yang diberikan sektor ini pada 2013 adalah sebesar 25,52 triliun. Di sisi lain, kontribusi PDRB terendah pada 2013 yaitu dari sektor listrik, gas dan air bersih. Besarnya kontribusi yang diberikan hanya sebesar 0,91 triliun.

Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengetahui perekonomian

Provinsi Lampung adalah perkembangan PDRB. Peninjauan nilai PDRB ini tidak hanya berdasarkan harga berlaku, tetapi juga berdasarkan harga konstan. Tabel perkembangan PDRB di Provinsi Lampung terdapat pada Tabel 8 dan visualisasi perkembangan PDRB Provinsi Lampung terdapat pada Gambar 4.

Tabel 8. Perkembangan PDRB Provinsi Lampung (rupiah)

Tahun

(57)

Gambar 4. Perkembangan PDRB Provinsi Lampung tahun 2000-2013

15,000,000 35,000,000 55,000,000 75,000,000 95,000,000 115,000,000 135,000,000 155,000,000 175,000,000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Ju

ta

R

u

p

iah

Tahun

Perkembangan PDRB Provinsi Lampung

PDRB ADH Berlaku PDRB ADH Konstan 2000

(58)

Berdasarkan Tabel 8, PDRB Provinsi Lampung baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan mengalami pertumbuhan yang positif periode 2000 hingga 2013. Rata-rata pertumbuhan PDRB periode 2000 hingga 2013 yaitu sebesar 5,43%. Pertumbuhan perekonomian Provinsi Lampung masih menduduki urutan ke-11 dari seluruh provinsi di Indonesia.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, nilai PDRB di Provinsi Lampung mengalami peningkatan dari periode 2000 hingga 2013. Namun demikian, kenaikan nilai PDRB ini masih belum merata antar wilayah. Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah memiliki kontribusi besar

terhadap nilai PDRB Provinsi. Pada 2013, nilai PDRB Kota Bandar lampung dan Kabupaten Lampung Tengah atas dasar harga berlaku mencapai lebih dari 20 triliun pada 2013 (Tabel 9).

(59)

Tabel 9. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung periode 2000-2013

Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah)

(60)

Meskipun nilai PDRB atas dasar harga berlaku mengalami pertumbuhan yang positif, perekonomian Provinsi Lampung mengalami pertumbuhan yang melambat pada 2013. Periode 2013, perekonomian Provinsi Lampung tumbuh sebesar 5,97 persen (Tabel 10). Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya tumbuh 5,78 persen.

Perekonomian Provinsi Lampung ini terlihat dari nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 yang dicapai. Nilai PDRB Provinsi Lampung atas dasar harga konstan 2000 menurut Kabupaten/Kota terdapat pada Tabel 10.

(61)

Tabel 10. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung (triliun rupiah)

Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah)

(62)

Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung ini juga berdampak pada kesejahteraan penduduk. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan penduduk adalah PDRB per kapita Provinsi Lampung. Rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita Provinsi Lampung periode 2000 hingga 2013 sebesar 4,07%. Di sisi lain,

pertumbuhan PDRB per kapita Provinsi Lampung pada 2013 sebesar 4,46%. Nilai PDRB per kapita penduduk di masing-masing wilayah terdapat pada Tabel 11.

Tabel 11. Produk Domestik Regional Bruto per kapita atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung periode 2013 (juta rupiah/kapita/tahun)

Kabupaten/Kota PDRB Per Kapita

Lampung Barat 9,85

Tulang Bawang Barat 21,90

Pesisir Barat 9,48

Bandar Lampung 30,93

Metro 11,15

Provinsi 20,72

Sumber: Lampung Dalam Angka 2014

(63)

Lampung yaitu 30,93 juta rupiah per kapita per tahun. Sebaliknya, PDRB per kapita terendah berada pada Kabupaten Pesisir Barat dan Lampung Barat yaitu masing-masing sebesar 9,48 dan 9,85 juta per kapita per tahun.

Wilayah kabupaten yang memiliki nilai PDRB per kapita di atas nilai PDRB per kapita Provinsi Lampung adalah Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Utara, Tulang Bawang Barat dan Tulang Bawang. Berikut merupakan tabel PDRB per kapita menurut kabupaten tahun 2013.

PDRB per kapita Kabupaten Lampung Barat mengalami perkembangan yang berfluktuatif. Penurunan nilai PDRB Kabupaten Lampung Barat ini terjadi sejak 2012. Pada 2012, terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Lampung Barat menjadi Kabupaten Pesisir Barat. Hal ini tidak hanya berdampak pada pengurangan luas wilayah administratif di Kabupaten Lampung Barat, tetapi juga berdampak pada pengurangan nilai PDRB yang dihasilkan wilayah tersebut. Namun demikian, setelah terjadinya pemekaran wilayah baik Kabupaten Lampung Barat maupun Kabupaten Pesisir Barat mengalami pertumbuhan yang positif pada nilai total PDRB maupun nilai PDRB per kapita.

D. Perkembangan Peternakan Ayam Petelur

(64)

produksi telur ayam ras. Hal tersebut ditunjukkan dengan mulai

menyebarnya peternakan ayam ras petelur di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Lampung.

Populasi ayam ras petelur di suatu wilayah berkaitan erat dengan jumlah produksi telur ayam ras yang dihasilkan wilayah tersebut. Rata-rata

produktivitas telur ayam ras petelur di Provinsi Lampung pada 2013 sebesar 11 kg/ekor/tahun. Dengan kata lain sebaran produksi telur ayam ras di setiap wilayah di Provinsi Lampung pun seperti halnya sebaran populasi ayam ras petelur. Produksi telur ayam ras dan populasi ayam ras petelur periode 2013 di Provinsi Lampung terdapat pada Tabel 12.

Tabel 12. Populasi ayam ras petelur dan produksi telur ayam ras periode 2013 di Provinsi Lampung

Kabupaten/Kota

Populasi Ayam Ras

Petelur Produksi Telur Ayam Ras

(Ribu Ekor) (%) (Ton) (%)

(65)

Keterangan :

* : kurang dari 1% ** : tidak ada

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa pada 2013 usaha peternakan ayam ras petelur menyebar secara tidak merata. Populasi ayam ras petelur terbesar berada di Kabupaten Lampung Selatan. Kabupaten Lampung Selatan menjadi wilayah yang memiliki produksi telur ayam terbesar di Provinsi Lampung dengan jumlah produksi lebih dari 10.000 ton. Produksi telur ayam ras yang dihasilkan ini mencapai 59% terhadap total produksi Provinsi Lampung. Selanjutnya, Kabupaten Lampung Timur memiliki populasi ayam ras petelur terbanyak kedua setelah Kabupaten Lampung Selatan yaitu sebesar 21% terhadap total produksi.

Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, Tulang Bawang, Way Kanan, Tulang Bawang Barat, Mesuji, Bandar Lampung dan Metro juga memiliki angka populasi ayam ras petelur yang rendah. Hal ini mengakibatkan produksi telur ayam ras yang dihasilkan kurang dari 1% dari total produksi telur ayam ras Provinsi Lampung.

(66)

Gambar 5. Peta sebaran produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2013

(67)

Berdasarkan Gambar 5, Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, Tulang Bawang, Way Kanan, Tulang Bawang Barat, Mesuji, Bandar Lampung dan Metro memiliki produksi telur ayam ras kurang dari 1.000 ton pada 2013. Rendahnya angka produksi telur ayam ras di wilayah tersebut dikarenakan wilayah tersebut sebagian besar merupakan wilayah kabupaten baru. Selain itu, faktor iklim dan curah hujan wilayah juga mempengaruhi keberhasilan beternak ayam petelur sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Lampung Barat. Sebaliknya, rendahnya populasi ayam ras petelur di Kota Bandar Lampung terjadi dikarenakan memiliki jumlah penduduk dan tingkat kepadatan

penduduk yang besar. Hal tersebut memungkinkan fungsi penggunaan lahan didominasi sebagai pemukiman penduduk.

Produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung yang menyebar tidak merata di setiap wilayah merupakan peluang untuk membuka usaha peternakan ayam ras petelur. Terlebih lagi di Kabupaten Pesisir Barat yang belum terdapat

(68)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Proyeksi produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2014 hingga

2028 meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan produksi sebesar 3,64%.

2. Proyeksi konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2014 hingga 2028 meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan konsumsi sebesar 2,48%.

3. Konsumsi telur ayam ras akan tercukupi pada 2026. Namun, upaya

peningkatan produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung masih mungkin dilakukan karena potensi produktivitas sebesar 23,12 kg/ekor/tahun, yang hingga saat ini (periode 2000-2013) rata-rata produktivitasnya hanya sebesar 16,75 kg/ekor.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Sebaiknya pemerintah daerah maupun peternak ayam ras petelur dapat

(69)

2. Pemerintah daerah sebaiknya melakukan proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras dalam jangka panjang sebagai evaluasi berbagai kebijakan peningkatan produksi telur ayam ras dalam rangka memonitor upaya intensifikasi produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung.

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Ananingsih I. 2011. Analisis Permintaan Telur Ayam Ras di Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Biro Pusat Statistik Indonesia. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta.

_________________________. 2014. Laporan Bulanan Data Statistik Sosial Ekonomi edisi 44 Januari 2014. Jakarta.

Biro Pusat Statistik Lampung. 2013. Laporan Perekonomian Provinsi Lampung 2012. Lampung.

________________________. 2014. Lampung Dalam Angka 2014. Lampung. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. 2010. Buku Statistik

Peternakan. Lampung.

________________________________________________. 2013. Buku Statistik Peternakan. Lampung.

Gujarati dan Zain. 2003. Ekonometraika Dasar. Jakarta. Erlangga.

Hastang. 2011. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Permintaan Telur Ayam Ras oleh Konsumen di Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar. Jurnal AGRIBISNIS. Vol.X, No. 3, September 2011.

Ilham N. dan Yusdja Y. 2010. Dampak Flu Burung Terhadap Produksi Unggas dan Kontribusi Usaha Unggas Terhadap Pendapatan Peternak Skala Kecil di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi Volume 28 Nomor 1 tahun 2010. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.

(71)

Lipsey, R. dan Steiner, P. 1991. Pengantar Ilmu Ekonomi Edisi Keenam. Rineka Cipta. Jakarta.

Maesyaroh, A. 2010. Proyeksi Produksi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kedelai di Indonesia. Program Sarjana Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Jember.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian edisi ketiga. LP3S. Jakarta. Nicholson, W. dan Snyder, C. 2008. Microeconomic Theory. South-Western.

United States.

Ningtiyas A.M. 2010. Proyeksi Produksi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kedelai di Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Jember.

Pindyck, Robert S. dan Daniel LR. 2007. Mikroekonomi Edisi Keenam. Indeks. Jakarta.

Sadono, S. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi Edisi Kedua. Rajawali Pers. Jakarta.

Sediaoutama A.D. 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid 1. Dian Rakyat. Jakarta.

Sitompul, N.M. 2014. Analisis Penawaran dan Permintaan Telur Ayam Ras di Sumatera Utara. JOURNAL ON SOCIAL ECONOMIC OF AGRICULTURE AND AGRIBUSINESS. Vol. 3, No. 3, Maret 2014.

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi. Raja Grafinso Persada. Jakarta. Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Andi.

Yogyakarta.

Sumodiningrat, G. dan Iswara, LA. 1987. Ekonomi Produksi. Karunika, Universitas Terbuka Press. Jakarta.

Supranto, J. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Keenam. Jilid 2. Erlangga. Jakarta

_________. 2010. Metode Ramalan Kuantitatif untuk Perencanaan Ekonomi dan Bisinis. Rineka Cipta. Jakarta.

(72)

Wardhani, P. K. 2012. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging. Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Gambar

Tabel                                                                                                            Halaman
Tabel 1. Rata-rata konsumsi telur di Indonesia (kg/kapita/tahun)
Gambar 2. Kerangka pemikiran proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung
Gambar 2.  Prosedur penelitian proyeksi produksi telur ayam ras
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras di Sumatera Utara adalah permintaan telur ayam ras sebelumnya, harga telur ayam ras sekarang, harga telur ayam

Performa reproduksi telur hasil ayam persilangan ayam lokal dengan ayam ras pedaging yang diamati saat penelitian adalah fertilitas telur, daya tetas telur, mortalitas

Harga telur ayam ras yang ada Kabupaten Bengkulu Selatan dipengaruhi oleh harga telur ayam ras yang ada di Bengkulu Utara dan Rejang Lebong yaitu pada taraf kepercayaan 99% pada

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras di Sumatera Utara adalah permintaan telur ayam ras sebelumnya, harga telur ayam ras sekarang, harga telur ayam

Secara parsial variabel harga telur ayam ras, jumlah tanggungan dan harga tempe berpengaruh nyata terhadap jumlah permintaan telur ayam ras, sedangkan variabel pendapatan rata-rata

Secara parsial variabel harga telur ayam ras, jumlah tanggungan dan harga tempe berpengaruh nyata terhadap jumlah permintaan telur ayam ras, sedangkan variabel pendapatan rata-rata

Harga telur ayam ras yang ada Kabupaten Bengkulu Selatan dipengaruhi oleh harga telur ayam ras yang ada di Bengkulu Utara dan Rejang Lebong yaitu pada taraf kepercayaan 99%

Hasil proyeksi produksi (Tabel 2) dan proyeksi konsumsi (Tabel 5) dapat dibandingkan untuk mengetahui kecukupan proyeksi produksi dalam memenuhi proyeksi