• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PROVINSI LAMPUNG

Oleh FIJAR SALASA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PROVINSI LAMPUNG

Oleh FIJAR SALASA

Adanya peran pemerintah daerah untuk menciptakan pemerataan pembangunan, serta mengembangkan dan mempercepat perekonomian daerah yang ada, membuat pemerintah daerah harus menentukan wilayah-wilayah mana yang secara ekonomi, sosial dan kultural memiliki potensi untuk dikembangkan. Potensi yang dikembangkan adalah yang secara alami maupun disebabkan adanya pembangunan. Konsep ini penting, agar pemerintah dapat lebih dapat menempatkan pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas lainnya pada lokasi yang dapat memberikan dampak yang positif terhadap pembangunan ekonomi. Salah satu kebijakan pemerintah Provinsi Lampung untuk menciptakan pemerataan pembangunan adalah menetapkan daerah pusat pertumbuhan. Masalah dalam penelitian ini adalah Kota Bandar Lampung sebagai pusat pertumbuhan harus memenuhi kriteria sebagai daerah pusat pertumbuhan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi interaksi ekonomi Kota Bandar Lampung dengan daerah belakangnya kemudian mengidentifikasi sektor ekonomi unggul yang terdapat pada daerah pusat pertumbuhan dan daerah interaksinya sehingga dapat diprioritaskan pembangunannya. Data yang terpakai dalam penelitian ini adalah data sekunder kurun waktu tahun 2007-2011 bersumber dari BPS Provinsi Lampung dan kabupaten atau kota, dan jurnal serta literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan yaitu Model Gravitasi, Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift Share, Model Rasio Pertumbuhan (MRP), dan Analisis Overlay.

Hasil penelitian ini menunjukkan penetapan Kota Bandar Lampung sebagai pusat pertumbuhan tepat karena memiliki interaksi ekonomi dengan daerah belakangnya. Daerah yang memiliki keterkaitan kuat dengan Kota Bandar Lampung adalah Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Pesawaran yang dapat dimanfaatkan sebagai mitra kerjasama dalam pengembangan wilayah. Berdasarkan Analisis Overlay menunjukkan, sektor unggulan di Kota Bandar Lampung adalah Industri Pengolahan, Kabupaten Pesawaran adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 2

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

G. Kerangka Pemikiran ... 11

II. STUDI PUSTAKA ... 13

A. Teori-teori Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi . 13 B. Pengertian Pembangunan Daerah ... 14

C. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 15

1. Teori Harrod – Domar dalam Sistem Regional ... 16

2. Teori Pusat Pertumbuhan ... 17

3. Teori Basis Ekspor Richardson ... 19

4. Teori Tempat Sentral ... 20

5. Teori Kausasi Kumulatif ... 20

D. Strategi Pembangunan Seimbang dan Tak Seimbang... 21

(7)

B. Metode Analisis Wilayah ... 27

1. Model Grafitasi ... 27

2. Analisis Location Quotient (LQ) ... 28

3. Analisis Shift-Share ... 30

4. Analisis Model Rasio Pertumbuhan ... 32

5. Analisis Overlay ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Gambaran Umum Perekonomian Kota Bandar Lampung ... 35

B. Interaksi Ekonomi Berdasarkan Analisis Gravitasi ... 37

C. Identifikasi Sektor Unggulan Pusat Pertumbuhan ... 40

D. Identifikasi Sektor Unggulan Kabupaten Lampung Tengah ... 48

E. Identifikasi Sektor Unggulan Kabupaten Pesawaran ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). Mengacu pada definisi tersebut, pembangunan ekonomi mengandung arti sebuah proses pergeseran suatu kondisi yang terjadi melalui perbaikan faktor-faktor yang saling terkait dan saling mempengaruhi secara terus menerus yang kemudian perubahan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Chenery dan Syrquin (dalam, Aryad 2010) Pembangunan dapat dipandang sebagai suatu proses transisi multidimensi yang ditandai oleh proses transformasi struktural. Proses transformasi struktural ditandai oleh perubahan struktur ekonomi yang dicerminkan oleh perubahan kontribusi sektoral di dalam pendapatan. Pada awalnya perekonomian terkonsentrasi pada sektor primer yaitu pertanian bergerak menuju perekonomian yang lebih modern pada sektor industri pengolahan dan jasa. Proses transformasi

(9)

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang dilaksanakan

khususnya dibidang ekonomi. Tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan ekonomi kurang bermakna. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB) tanpa memandang apakan kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan atau apakah perubahan struktur ekonomi atau tidak (Arsyad,1999).

Proses pembangunan yang dilaksanakan pemerintah merupakan suatu proses pembangunan yang menyeimbangkan antara pembangunan nasional dan pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan nasional dilakukan untuk menunjang dan mendorong berkembangnya pembangunan daerah, dan di lain pihak pembangunan daerah ditingkatkan untuk memperkokoh pembangunan nasional dan struktur perekonomian secara nasional yang mantap dan dinamis (Adisasmita, 2013).

(10)

menciptakan lapangan kerja bagi penduduk daerah sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut.

Indonesia yang tergolong sebagai negara sedang berkembang, pada awal proses pembangunannya lebih condong untuk memilih atau mengarah pada strategi pembangunan ekonomi tidak seimbang. Pemilihan strategi tersebut bisa dilihat dari kebijakan-kebijakan dalam proses pembangunan, misalnya mendorong sektor industri menjadi sektor pemimpin (leading sektor), sehingga bisa mendorong pertumbuhan sektor-sektor lain. Selain itu dalam konteks spasial (ruang), dengan terbatasnya sumberdaya pembangunan maka kebijakan pembangunan yang diambil adalah menentukan daerah-daerah tertentu sebagai pusat-pusat pertumbuhan.

(11)
[image:11.595.116.516.138.443.2]

Berikut ini disajikan gambar Peta Provinsi Lampung sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2012.

Gambar 1. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Sumber : Lampung Dalam Angka 2012

(12)
[image:12.595.152.481.135.393.2]

Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Kabupaten atau Kota di Provinsi Lampung 2007-2011 (persen)

No Kab/Kota 2007 2008 2009 2010 2011

Rata-rata

1 Lampung Barat 5.88 5.09 5.64 5.72 4.54 5.38

2 Tanggamus 7.72 -32.3 5.46 5.71 6.3 -1.44

3 Lampung Selatan 6.53 5.03 5.28 5.71 6.03 5.72

4 Lampung Timur 4.46 5.21 4.38 5.06 6.08 5.04

5 lampung Tengah 6.2 5.66 5.94 5.88 5.76 5.89

6 Lampung Utara 6.27 5.69 6.32 4.98 6.05 5.86

7 Way Kanan 5.52 4.6 5.04 5.17 5.49 5.17

8 Tulang Bawang 6.93 6.79 -51.1 6.19 5.5 -5.15

9 Pesawaran 5.8 5.34 5.69 5.91 6.41 5.84

10 Pringsewu 5.8 6.95 7.1 6.62*

11

Tulang Bawang

Barat 5.89 6.36 6.12*

12 Mesuji 5.92 6.13 6.02*

13 Bandar Lampung 6.83 6.93 6.01 6.33 6.53 6.53

14 Metro 6.24 5.21 5.32 5.89 6.4 5.81

Lampung 5.94 5.35 5.16 5.75 6.59 5.76

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, diolah

(13)
[image:13.595.205.422.331.599.2]

PDRB per kapita adalah total PDRB suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama. Indikator PDRB per kapita digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Semakin besar PDRB per kapita bisa dikatakan semakin tinggi tingkat kesejahteraan penduduk pada wilayah tersebut, sebaliknya semakin rendah PDRB perkapita berarti kesejahteraan penduduk semakin rendah. PDRB perkapita kabupaten/kota Provinsi Lampung digambarkan sebagai berikut: Tabel 2. Rata-rata PDRB Per Kapita atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Provinsi Lampung Berdasarkan Kabupaten atau Kota Tahun 2007 2011 (rupiah)

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, diolah.

Dari data diatas Kota Bandar Lampung memiliki rata-rata PDRB per kapita senilai 7.104.726 rupiah. Kota Bandar Lampung memiliki tingkat

kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi dibanding kabupaten atau kota lainnya di Provinsi Lampung karena memiliki rata-rata PDRB lebih tinggi.

No Kabupaten/kota

Rata-rata PDRB per kapita

(Rupiah)

1 Lampung Barat 3.449.224

2 Tanggamus 3.827.246

3 Lampung Selatan 4.592.206

4 Lampung Timur 4.382.402

5 Lampung Tengah 5.080.186

6 Lampung Utara 5.518.920

7 Way Kanan 3.355.358

8 Tulang Bawang 5.525.930

9 Pesawaran 4.019.816

10 Pringsewu 3.695.446*

11 Tulang Bawang Barat 4.505.980*

12 Mesuji 6.681.983*

13 Bandar Lampung 7.104.726

14 Metro 3.745.786

(14)

Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung dan rata-rata PDRB per kapita Kota Bandar Lampung tahun 2007-2011 dapat dijadikan indikator untuk mengetahui tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi Kota Bandar lampung dengan menggunakan Tipologi Klassen. Menurut Tipologi Klassen, Kota Bandar Lampung termasuk kriteria daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh karena memiliki tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata Provinsi Lampung. Dengan demikian penetapan Kota Bandar Lampung sebagai daerah pusat pertumbuhan Povinsi Lampung dapat dibuktikan mengingat kriteria pusat pertumbuhan adalah daerah cepat tumbuh, memiliki sektor unggulan dan memiliki interaksi ekonomi dengan daerah belakangnya (Hinterland).

Melihat perkembangan perekonomian Kota Bandar Lampung sebagaimana diuraikan diatas maka menarik untuk mengkaji dan menganalisis interaksi ekonomi Kota Bandar Lampung sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi Lampung dengan daerah sekitarnya yang berada pada satu kawasan tersebut dan menganalisis mengenai pengembangan sektor unggulan untuk

dikembangkan. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul

“PENGEMBANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PROVINSI LAMPUNG”

B. Rumusan Masalah

(15)

pemerintah daerah harus menentukan wilayah-wilayah mana yang secara ekonomi, sosial dan kultural memiliki potensi untuk dikembangkan. Potensi yang dikembangkan adalah yang secara alami maupun disebabkan adanya pembangunan. Hal ini penting, agar pemerintah dapat lebih dapat

menempatkan pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas lainnya pada lokasi yang dapat memberikan dampak yang positif terhadap pembangunan ekonomi.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Mengindentifikasi daerah-daerah manakah yang mengalami interaksi ekonomi terhadap Kota Bandar Lampung sebagai pusat pertumbuhan ? 2. Sektor unggulan apa yang dimiliki oleh daerah pusat pertumbuhan dan

hinterland sehingga dapat diprioritaskan pembangunannya ?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengindentifikasi interaksi ekonomi Kota Bandar Lampung dengan daerah belakangnya.

2. Untuk mengetahui sektor unggulan yang dimiliki daerah pusat

(16)

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumber informasi kepada pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan.

2. Penelitian ini menjadi sumber pengetahuan dan informasi tentang potensi-potensi apa yang ada disetiap daerah yang memiliki interaksi ekonomi dengan daerah pusat pertumbuhan, sehingga dapat diprioritaskan pembangunannya.

3. Sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi peneliti, mahasiswa dan dosen yang berminat melakukan penelitian dengan tema yang sama.

E. Ruang Lingkup Penelitian

(17)

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dengan sistematika bab yang terdiri dari Bab I

Pendahuluan, Bab II Studi Pustaka, Bab III Metode Penelitian, Bab IV Hasil dan Analisis, serta Bab V Penutup.

BAB I Pendahuluan

Merupakan pendahuluan, berisi latar belakang masalah yang merupakan landasan pemikiran secara garis besar, baik secara teoritis dan fakta serta pengamatan yang menggambarkan permasalahan penelitian.

BAB II Studi Pustaka

Merupakan bab yang berisi telaah pustaka, berisi tentang landasan teori-teori yang digunakan dalam penelitian yaitu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, pembangunan ekonomi daerah, teori pertumbuhan ekonomi, dan teori-teori tentang perencanaan pembangunan ekonomi daerah.

BAB III Metodologi Penelitian

Merupakan metode penelitian, berisi tentang jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan untuk

memberikan jawaban atas permasalahan yang ada. BAB IV Hasil dan Pembahasan

Merupakan hasil dan pembahasan, berisi tentang deskripsi objek penelitian, analisis data yang menjelaskan estimasi serta pembahasan yang menerangkan interpretasi dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V Penutup

(18)

G. Kerangka Pemikiran

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terbatasnya sumberdaya

pembangunan maka kebijakan pembangunan yang diambil adalah menentukan daerah-daerah tertentu sebagai pusat-pusat pertumbuhan. Daerah pusat

pertumbuhan akan mempengaruhi dan berinteraksi pada daerah sekelilingnya (Hinterland).

Dalam penelitian ini, langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah

mengidentifikasi daerah yang menjadi pusat pertumbuhan Provinsi Lampung dengan menggunakan alat analisis Tipologi Klassen. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) penetapan Kota Bandar Lampung sebagai pusat

pertumbuhan dapat dibuktikan dengan analisis Tipologi Klassen. Melalui analisis Tipologi Klassen dapat terlihat Kota Bandar Lampung sebagai daerah cepat-maju dan cepat tumbuh mengingat kriteria pusat pertumbuhan adalah daerah yang cepat tumbuh.

(19)

Ketika daerah pusat pertumbuhan dan daerah hinterland dapat diketahui, kemudian mengindentifikasi sektor ekonomi unggul yang terdapat pada daerah pusat pertumbuhan dan daerah hinterland sehingga prioritas kebijakan pembangunan daerah dapat diarahkan kepada daerah-daerah yang memiliki ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang tinggi. Secara skematis, sistem kerangka pemikiran penelitian dikemukakan dalam gambar dibawah ini : RTRW Provinsi Lampung

Kota Bandar Lampung Sebagai Pusat Pertumbuhan

Tipologi Klassen : Daerah cepat-maju dan

cepat tumbuh

Sektor Unggulan Pada Daerah Pusat Pertumbuhan

LQ, MRP dan Overlay:

Sektor Unggulan

Shift Share :

Sektor Keunggulan

Kompetitif

Prioritas Sektor Untuk Dikembangkan

Interaksi Ekonomi Antar Daerah

Model Gravitasi : Daerah Hinterland Pusat Pertumbuhan LQ, MRP dan Overlay Sektor Unggulan

Shift Share : Sektor Keunggulan

Kompetitif

Prioritas Sektor Untuk Dikembangkan

(20)

II. STUDI PUSTAKA

A.Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Istilah pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sering digunakan secara bergantian. Akan tetapi beberapa ahli ekonomi tertentu telah menarik perbedaan yang lazim antara istilah pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Schumpeter dan Ursula (dalam Jhingan, 1992) mengemukakan bahwa pembangunan ekonomi mengacu pada masalah negara berkembang sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu pada masalah negara maju. Masalah negara berkembang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau belum digunakan, kendati penggunaannya, telah cukup dikenal. Sedangkan negara maju terkait dengan keberadaan sumber-sumber ekonomi yang ada telah digunakan pada batas tertentu.

Menurut Arsyad (1999) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Sedangkan Todaro mengartikan pembangunan sebagai suatu proses

multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan

(21)

Berbeda dengan pembangunan ekonomi yang mencangkup arti luas, pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan produk domestik bruto (PDB) atau produk domestik netto (PNB) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah terdapat perubahan struktur ekonomi atau tidak.

B.Pembangunan Ekonomi Daerah

Sebelum mengetahui makna pembangunan ekonomi daerah terlebih dahulu harus mengetahui pengertian daerah. Pengertian ditinjau dari aspek ekonomi, daerah mempunyai tiga pengertian yaitu (Arsyad, 2010) :

1. Daerah homogen adalah suatu daerah dimana kegiatan ekonomi terjadi di berbagai pelosok ruang dan terdapat sifat-sifat yang sama, baik dari segi pendapatan perkapitanya, sosial budayanya, geografinya, dan sebagainya.

2. Daerah nodal adalah suatu daerah sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.

(22)

kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2010).

Permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada

penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi

sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan yang bertujuan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Untuk mewujudkan tujuan pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dalam menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mengidentifikasikan potensi – potensi yang tersedia dalam daerah sebagai kekuatan untuk pembangunan ekonomi daerah.

C.Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

(23)

Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan (Tarigan, 2004). Penekanan pertumbuhan ekonomi regional lebih dipusatkan pada pengaruh perbedaan karateristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Faktor yang menjadi perhatian utama dalam teori pertumbuhan ekonomi regional:

1) Keuntungan Lokasi 2) Aglomerasi Migrasi

3) Arus lalu lintas modal antar wilayah.

Teori yang membicarakan pertumbuhan regional ini dimulai dari teori yang dikutip dari ekonomi makro atau ekonomi pembangunan dengan mengubah batas wilayah yang disesuaikan dengan lingkungan operasionalnya, dilanjutkan dengan teori yang dikembangkan asli dalam ekonomi regional.

1. Teori Harrod – Domar dalam Sistem Regional

Teori ini dikembangkan hampir pada wakti bersamaan oleh Roy F. Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Diantara mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes

(24)

1) Perekonomian bersifat tertutup

2) Hasrat menabung (MPS=S) adalah konstan

3) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constan return to scale) 4) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan

tingkat pertumbuhan penduduk.

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod – Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

g = K = n

dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital (tingkat pertumbuhan modal n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk

menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = Rasio modal output).

2. Teori Pusat Pertumbuhan

Pusat pertumbuhan dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara

(25)

lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik. Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan apabila memiliki empat ciri-ciri pusat pertumbuhan yaitu sebagai berikut : (Tarigan,2004) 1. Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan.

Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya,

karena saling terkait. Jadi, di dalam kehidupan kota tercipta sinergi untuk saling mendukun terciptanya pertumbuhan.

2. Adanya unsur pengganda.

Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Artinya apabila ada permintaan satu sektor dari luar wilayah, peningkatan produksi sektor tersebut akan berpengaruh

pada sektor lain. Peningkatan ini akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi dapat beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan di luar untuk sektor tersebut. Unsur efek pengganda mampu membuat kota memacu pertumbuhan. 3. Adanya konsentrasi geografis.

Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang

berdekatan. Jadi kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu, biaya, dan tenaga.

(26)

Sepanjang terdapat hubungan yang harmonis di antara kota sebagai pusat pertumbuhan dengan kota belakangnya maka pertumbuhan kota pusat akan mendorong pertumbuhan kota belakangnya. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai fasilitas atau kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Jadi, kosentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan bila kosentrasi tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik di antara sektor di dalam kota maupun ke daerah belakangnya.

3. Teori Basis Ekspor Richardson

(27)

4. Teori Tempat Sentral

Lincolin Arsyad (1999) menjelaskan bahwa Teori Tempat Sentral (Central Place Theory) memiliki pandangan bahwa ada hirarki tempat (hirarcy of place) di setiap wilayah atau daerah. Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang

menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang bersangkutan.

Teori tempat sentral ini dapat diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan diferensiasi fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga

(berbatasan). Beberapa daerah dapat menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.

5. Teori Kausasi Kumulatif

Gunnar Myrdal (1957) (dikutip oleh Arsyad,2010) mengungkapkan sebuah konsep Teori Kausasi Kumulatif. Dalam konsep ini, Myrdal dengan gamblang menjelaskan tentang sebab-sebab dari bertambah memburuknya perbedaan dalam tingkat pembangunan di berbagai daerah dalam suatu negara. Menurut Myrdal, pembangunan di daerah-daerah yang lebih maju akan menyebabkan suatu keadaan yang akan menimbulkan hambatan yang lebih besar pada

(28)

effects. Disisi lain, perkembangan di daerah-daerah yang lebih maju ternyata juga dapat menimbulkan suatu keadaan yang akan mendorong perkembangan bagi daerah-daerah yang lebih miskin. Suatu keadaan yang akan dapat

mendorong pembangunan ekonomi di daerah-daerah yang lebih miskin ini dinamakan sebagai spread effects.

D.Strategi Pembangunan Seimbang Dan Tak Seimbang

Pembangungan seimbang dapat diartikan sebagai pembangunan berbagai jenis industri secara simultan sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar bagi yang lain (Arsyad, 2010). Selain itu, pembangunan seimbang ini juga dapat diartikan sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor. Strategi pembangunan seimbang ini dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga agar proses pembangunan tidak menghadapi hambatan-hambatan dalam: (1) memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumberdaya energi, dan fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil-hasil produksi ke pasar, dan (2) memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan yang akan diproduksi. Selain itu menurut Arsyad (2010) pembangunan seimbang ini dapat pula didefinisikan sebagai usaha pembangunan yang bertujuan untuk mengatur program investasi sehingga sepanjang proses pembangunan tidak akan timbul hambatan yang bersumber dari penawaran dan permintaan.

Sedangkan pembangunan tak seimbang merupakan lawan dari strategi

(29)

(Arsyad, 2010). Tidak ada satupun negara sedang berkembang yang mempunyai modal dan sumberdaya yang sedemikian besarnya untuk dapat melakukan investasi secara serentak pada semua sektor ekonomi. Oleh karena itu, investasi haruslah dilakukan pada beberapa sektor atau industri terpilih saja agar cepat berkembang dan keuntungan ekonomis yang diperoleh dapat

digunakan untuk pembangunan sektor lainnya. Dengan demikian,

perekonomian akan secara berangsur bergerak dari lintasan pembangunan tak seimbang ke arah pembangunan seimbang.

Menurut Albert O, Hirschman (1958) (dikutip oleh Arsyad,2010) investasi pada satu industri ataupun sektor-sektor yang strategis dinilai akan membuka kesempatan investasi baru dan membuka jalan bagi proses pembangunan selanjutnya. Hirschman memandang bahwa pembangunan merupakan suatu rantai disekuilibrium yang harus dipertahankan, bukan dihapuskan. Ketika proyek (investasi) baru dimulai, proyek-proyek tersebut memperoleh

eksternalitas ekonomi yang diciptakan oleh-oleh proyek-proyek sebelumnya, dan proyek baru tersebut juga akan menciptakan eksternalitas ekonomi baru yang dapat dimanfaatkan proyek-proyek selanjutnya. Menurut Hirschman, pola pembangunan tidak seimbang ini didasarkan oleh beberapa pertimbangan yaitu:

1. Secara historis, proses pembangunan ekonomi yang terjadi mempunyai corak yang tidak seimbang.

(30)

3. Pembangunan tidak seimbang akan berpotensi untuk menimbulkan

kemacetan atau gangguan-gangguan dalam proses pembangunannya, tetapi hal tersebut dinilai akan menjadi pendorong bagi pembangunan

selanjutnya.

Menurut Hirschman, meskipun pada awalnya pembangunan tidak seimbang ini akan menciptakan gangguan-gangguan dan

ketidakseimbangan-ketidakseimbangan dalam kegiatan ekonomi, tetapi keadaan tersebut akan menjadi perangsang untuk melaksanakan investasi yang lebih banyak pada masa yang akan datang. Dengan demikian, pembangunan tidak seimbang akan mempercepat pembangunan ekonomi pada masa yang akan datang.

E.Penelitian Terdahulu

(31)
[image:31.842.95.770.110.466.2]

Tabel 3 Penelitian Terdahulu

No Judul Peneliti Alat Analisis Kesimpulan

1 Analisis Potensi Wiyadi dan  Analisis Location  Hasil analisis Location Quotient menunjukkan bahwa sektor Daerah untuk Rina Quotient basis adalah sektor listrik, keuangan dan jasa.

Mengembangkan Trisnawati,  Model Gravitasi Hasil analisis gravitasi memperlihatkan interaksi kota-desa Wilayah di Eks- 2002 yang paling erat adalah Kota Surakarta dengan Kabupaten

Karesidenan Surakarta Sukoharjo.

Menggunakan Teori Pusat Pertumbuhan 2 Analisis Potensi

Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Tengah

Nudiatulhuda Mangun, 2007

 Analisis Location  Hasil analisis overlay menunjukkan tidak satupun mempunyai Quotient potensi daya saing kompetitif dan komparatif.

 Analisis Shift Share  Hasil analisis Shift Share menunjukkan tidak terdapat satupun

 Model Rasio Kabupaten/Kota yang memiliki sektor yang mempunyai Pertumbuhan keunggulan kompetitif, tetapi hanya memiliki spesialisasi.

 Metode Overlay  Berdasarkan Tipologi Klassen terdapat 3 Kabupaten/Kota yang

 Tipologi Klassen termasuk daerah maju tertekan, sedangkan 7 Kabupaten lainnya

 Penentuan prioritas masuk daerah relatif tertinggal.

dengan Skoring dan  Sektor perdagangan merupakan sektor yang banyak dimiliki range kabupaten/kota di Sulawesi Tengah sebagai sektor prioritas

 Metode SIG untuk untuk dikembangkan. pemetaan

3 Analisis

Pengembangan Wilayah dan Sektor Potensial Guna

Bayu Wijaya dan Hastarini Dwi

Atmanti,Vol/3

 Analisis Location  Hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor basis yang Quotient dimiliki Kota Salatiga adalah sektor listrik, , bangunan,

 Analisis Shift Share pengangkutan dan komunikasi, keuangan,persewaan, dan jasa

 Model Gravitasi  Hasil analisis Shift Share menunjukkan Kota Salatiga

(32)

Mendorong

Pembangunan di Kota Salatiga

No.2/  Analisis SWOT berspesialisasi pada sektor pertambangan, listrik, perdagangan. Desember Tipologi Sektoral Model Gravitasi memperlihatkan Kota Salatiga memiliki 2006:101-118 interaksi yang tinggi dengan Kabupaten Semarang.

 Sektor yang berpotensi untuk dikembangkan adalah sektor bangunan, pengangkutan, keuangan, persewaan dan jasa 4 Evaluasi Penetapan Hairul  Analisis Location  Penetapan kawasan andalan di Kalimantan Selatan hanya

Kawasan Aswandi dan Quotient mengacu pada sektor unggulan dan pendapatan per kapita, hal Andalan:Studi Empiris Mudrajad Tipologi Klassen ini ditunjukkan oleh hasil analisis location quotient dan model di Kalimantan Selatan Kuncoro,VOl.1 Logistic regression logit.

1993 – 1999 7 No.1, 2002, Hasil tipologi klassen menunjukkan dari tiga daerah di kawasan 27-45 andalan adalah Kabupaten Kotabaru termasuk daerah cepat-maju

dan cepat-tumbuh, Kota Banjarmasin termasuk daerah maju tapi tertekan dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan daerah relative tertinggal.

5

Model Ekonomi Basis untuk Perencanaan Pembangunan Daerah

Nugroho SBM,  Analisis Location  Model basis untuk perencanaan pembangunan daerah lebih Vol 1 Quotient ditonjolkan dengan teknik LQ.

No.1/Juli 2004:23-30

(33)
(34)

III. METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series, dengan periode pengamatan tahun 2007-2011. Data yang digunakan antara lain:

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 Provinsi Lampung tahun 2007-2011. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha atas

dasar harga konstan tahun 2000 kabupaten atau kota di Provinsi Lampung. 3. Fasilitas atau sarana-prasarana yang ada di kabupaten atau kota di Provinsi

Lampung.

4. Jumlah penduduk setiap kabupaten atau kota di Provinsi Lampung. 5. Jarak setiap kabupaten atau kota di Provinsi Lampung

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang telah tersedia dan telah diproses oleh pihak-pihak lain sebagai hasil atas penelitian yang telah dilaksanakannya. Sumber data tersebut antara lain : 1. BPS Provinsi Lampung

(35)

1. Model Gravitasi

Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasikan interaksi ekonomi kota Bandar Lampung dengan daerah belakangnya dan mencari daerah mana di sekitar kota Bandar Lampung yang memiliki interaksi ekonomi yang kuat dengan kota Bandar Lampung serta mengetahui peran kota Bandar Lampung sebagai pusat pertumbuhan bagi daerah pengaruhnya.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung interaksi ekonomi antar daerah menurut Suwarjoko (dikutip oleh Wiyadi dan Rina,2002) adalah :

I12 = a(W1P1) (W2P2) /

Keterangan :

I12 : interaksi dalam wilayah 1 dan 2

W1 : PDRB perkapita wilayah 1 (rupiah)

W2 : PDRB perkapita wilayah 2 (rupiah)

P1 : jumlah penduduk wilayah 1

P2 : jumlah penduduk wilayah 2

J12 : jarak antar wilayah 1 dan 2 (meter)

a : konstanta yang nilainya 1 b : konstanta yang nilainya 2

Nilai I12 menunjukkan eratnya hubungan antar wilayah 1 dan wilayah 2,

semakin tinggi nilai I12 maka semakin erat hubungan antara dua wilayah,

(36)

barang dan jasa antar wilayah tersebut sebagai konsekuensi interaksi antar daerah dalam satu kawasan.

2. Analisis Loqation Quotient (LQ)

Pada metode LQ, terdapat teori ekonomi basis. Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi dua sektor utama, yaitu sektor basis dan nonbasis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Sektor nonbasis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang, jasa maupun tenaga kerja, sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor nonbasis hanya bersifat lokal.

Location Quotient atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor atau industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor atau industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2004).

(37)

1. Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industri basis. 2. Kegiatan ekonomi atau industri yang hanya melayani pasar di daerah

tersebut, jenis industri ini dinamakan industri non basis atau industri lokal. Rumus menghitung LQ adalah sebagai berikut :

LQ =

Dimana :

xi = nilai tambah sektor i di wilayah yang lebih sempit

PDRBi = Produk Domestik Regional Bruto wilayah yang lebih sempit Xi = nilai tambah sektor i secara Provinsi atau Nasional

PDRBI = Produk Domestik Regional Bruto secara Provinsi atau Nasional

Dari perhitungan LQ, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1) Jika nilai LQ > 1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sektor tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan di dalam daerah saja namun juga kebutuhan di luar daerah karena sektor ini sangat potensial untuk

dikembangkan.

2) Jika nilai LQ = 1, maka sektor tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan di daerahnya saja.

3) Jika nilai LQ < 1, maka sektor tersebut merupakan sektor non basis dan perlu impor produk dari luar daerah karena sektor ini kurang prospektif untuk dikembangkan.

(38)

1) Semua penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat nasional (pola pengeluaran secara geografis sama).

2) Produktivitas tenaga kerja sama antara daerah dan nasional.

3) Setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor.

3. Analisis Shift Share

Lincolin Arsyad (2010) menjelaskan pada dasarnya analisis shift-share menggambarkan kinerja dan produktivitas sektor-sektor dalam perekonomian suatu wilayah dengan membandingkannya dengan kinerja sektor-sektor

wilayah yang lebih besar (provinsi/nasional). Analisis ini membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi regional (kota/kabupaten) dengan laju pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi tingkatannya (provinsi). Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam tiga bidang yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu :

1) Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan menganalisis perubahan kesempatan kerja agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

2) Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan

perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan.

(39)

Bentuk umum dari persamaan shift-share adalah sebagai berikut:

 Dij = Nij + PP + PPW...(1)

 Nij = Eij x Ra...(2)

 PP = (Ri-Ra) x Eij...(3)

 PPW = (ri-Ra) x Eij...(4)

Keterangan :

Dij = perubahan suatu variabel regional sektor (i) di kabupaten dalam kurun waktu tertentu.

Nij = pengaruh pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung terhadap perekonomian kabupaten/kota.

PP = pertumbuhan proporsional atau pengaruh bauran industri PPW = pertumbuhan pangsa wilayah

Eij = PDRB sektor (i) kabupaten pada awal tahun periode

Menurut Arsyad (2010), kelemahan dari analisis Shift-Share antara lain analisis ini hanya dapat digunakan dalam analisis ex-post, masalah benchmark

(40)

a. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau analisis shift-share tergolong sederhana.

b. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat.

c. Memberikan gambaran pertumbuhan perekonomian dan perubahan struktur dengan cepat akurat.

4. Analisis Model Rasio Pertumbuhan

Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) merupakan alat analisa alternatif yang dapat digunakan dalam perencanaan wilayah dan kota yang diperoleh dengan memodifikasi model analisis shift-share. Hasil analisis MRP ini akan menunjukkan sektor-sektor ekonomi daerah (kabupaten) yang dikaji yang mempunyai pertumbuhan lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan sektor yang sama di daerah referensinya (provinsi).

Dalam penelitian ini, komponen MRP yang digunakan hanya rasio pertumbuhan wilayah (RPs). Rumusnya adalah sebagai berikut :

Rasio Pertumbuhan Wilayah Kabupaten (RPs) =

Keterangan :

ΔYij = Yij(t+1) - Yij(t) adalah perubahan PDRB Kabupaten di sektor i

(41)

ΔYj = Yj(t+1)– Yj(t) perubahan PDRB Kabupaten.

Yj(t) = PDRB Kabupaten pada tahun awal periode penelitian.\

5. Analisis Overlay

Metode ini digunakan untuk menentukan sektor unggulan dengan

menggabungkan beberapa alat analisis. Dalam penelitian ini, analisis overlay menggabungkan tiga analisis yaitu Location Quotient (LQ), analisis Shift-Share dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Tujuan dari analisis overlay ini adalah untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria kontribusi (analisis Location Quotient), kriteria pertumbuhan (analisis shift-share) dan kriteria rasio pertumbuhan wilayah (analisis MRP).

Dengan metode ini dapat diperoleh gambaran mengenai sektor-sektor unggulan dengan jalan memberikan penilaian sektor-sektor ekonomi yang dilihat dari nilai positif (+) dan nilai negatif (-). Sektor-sektor yang mempunyai jumlah nilai positif (+) paling banyak berarti sektor tesebut merupakan sektor unggulan dan jika nilai suatu sektor mempunyai nilai negatif paling banyak atau tidak mempunyai nilai positif sama sekali berarti sektor tersebut bukan

(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil analisis Gravitasi menunjukkan bahwa selama periode pengamatan

yaitu dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 nilai Indeks Gravitasi Kota Bandar Lampung dengan Kabupaten Lampung Tengah dan

Kabupaten Pesawaran terindikasi memiliki nilai Indeks Gravitasi tertinggi dan memiliki kecenderungan yang meningkat.

2. Hasil analisis sektor unggulan terhadap Kota Bandar Lampung

menggunakan analisis LQ, Shift Share, MRP dan Overlay menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan adalah sektor unggul yang memiliki keunggulan kompetitif. Serta sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan adalah sektor potensial yang memiliki kecenderungan surplus dan progresif. Ketiga sektor tersebut potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Bandar Lampung dan daerah sekitarnya.

3. Hasil analisis sektor unggulan Kabupaten Lampung Tengah menggunakan analisis LQ, Shift Share, MRP dan Overlay menunjukkan bahwa

Kabupaten Lampung Tengah tidak memiliki sektor unggul. Tetapi

(43)

dan air bersih, bangunan, keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta pengangkutan dan komunikasi.

4. Hasil analisis sektor unggulan Kabupaten Pesawaran menggunakan analisis LQ, Shift Share, MRP dan Overlay menunjukkan bahwa sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa adalah sektor unggul yang memiliki keunggulan kompetitif. Kedua sektor tersebut potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Pesawaran.

B. Saran

1. Kota Bandar Lampung harus memberikan prioritas utama terhadap sektor industri pengolahan yang memiliki keunggulan kompetitif untuk

dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Bandar Lampung tanpa harus mengabaikan sektor-sektor lain terutama sektor pengangkutan dan komunikasi serta keuangan persewaan dan jasa perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang progresif.

2. Kota Bandar Lampung perlu meningkatkan infrastruktur yang

menghubungkan dengan daerah belakangnya seperti Kabupaten Lampung Tengah dan Pesawaran yang memiliki interaksi kuat berdasarkan Indeks Gravitasi. Peningkatan infrastruktur dimaksudkan agar akses kedua daerah yang berinteraksi tidak mengalami hambatan sehingga aktifitas

perekonomian dapat meningkat.

(44)

Lampung Tengah dan Kabupaten Pesawaran guna menciptakan

pembangunan yang optimal tanpa mengabaikan kerjasama dengan daerah lain sehingga pemerataan pembangunan dapat tercapai.

4. Peningkatan prioritas utama terhadap sektor-sektor unggulan yang terdapat pada daerah yang menjalani interaksi kuat terhadap Kota Bandar Lampung seperti Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Pesawaran.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN.

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN.

Adisasmita, Rahardjo. 2013. Teori-Teori Pembangunan Ekonomi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dumairy, M. A. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Wiyadi dan Rina Trisnawati. 2002. Analisis Potensi untuk Mengembangkan Wilayah di Eks-Kresidenan Surakarta Menggunakan Teori Pusat Pertumbuhan.

Jhingan, M. L. 2012. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali Press.

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Yogyakarta: Erlangga.

Mangun, Nudiatulhuda. 2007. Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Universitas Hasanuddin Makassar

Nugroho, 2004. Model Ekonomi Basis untuk Perencanaan Pembangunan Daerah.. Jurnal Ekonomi Pembangunan.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Tarigan, Robinson, 2004. Ekonomi Regional, Medan: Bumi Aksara.

Todaro, M. P. 1999. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Jilid 1, Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

(46)

Gambar

Gambar 1. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung
Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Kabupaten atau Kota di Provinsi Lampung 2007-2011 (persen)
Tabel 2. Rata-rata PDRB Per Kapita atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000    Provinsi Lampung Berdasarkan Kabupaten atau Kota Tahun 2007 2011 (rupiah)
Tabel 3 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Dengan telah ditaatinya kebijakan ini oleh warga Kota Bandar Lampung, maka slogan Kota Bandar Lampung sebagai kota Tapis Berseri dapat terwujud, dikarenakan pada

Dengan telah ditaatinya kebijakan ini oleh warga Kota Bandar Lampung, maka slogan Kota Bandar Lampung sebagai kota Tapis Berseri dapat terwujud, dikarenakan pada

Untuk mengoptimalkan pengembangan pegawai di Kota Bandar Lampung BKD harus melakukan hal-hal berikut: (1) BKD Kota Bandar Lampung harus mewujudkan pelayanan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur perekonomian dan pertumbuhan ekonomi serta potensi wilayah Kota Bandar Lampung dengan melihat nilai

Kondisi sungai-sungai di Kota Bandar Lampung dilewati 23 sungai kecil, semua sungai tersebut merupakan DAS (Daerah Aliran Sungai) yang berada di wilayah Kota Bandar Lampung dan

 Penekanan perancangan Pusat Kreativitas Anak dengan Pendekatan Ramah Anak di Kota Bandar Lampung adalah ramah anak yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam

Bandar Lampung, sebagai sebuah kota yang mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan keanekakeragaman kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Khusus perjalanan dalam kota di

Secara umum Struktur Organisasi Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU). Provinsi Lampung maupun Panwaslu Kota Bandar Lampung