ABSTRAK
STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE MIND MAPPING DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN IPS TERPADU
(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 18 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh: Esa Norita
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Number Head Togeteher (NHT) dan Mind Mapping dalam mata pelajaran IPS Terpadu. Kedua model pembelajaran kooperatif diterapkan di kelas yang berbeda. Model NHT pada kelas Eksperimen dan model Mind Mapping pada kelas kontrol. Kedua kelas tersebut mempunyai rata-rata kemampuan akademis yang sama.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen. Populasi penelitian berjumlah 339 orang siswa kelas VIII SMP Negeri 18 Bandar Lampung pada semester genap tahun pelajaran
2012/2013, dengan jumlah sampel sebanyak 74 siswa. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling. Teknik pengambilan data yaitu dengan observasi, dokumentasi, angket, dan tes. Pengujian hipotesis
menggunakan rumus analisis varians dua jalan dan t-test dua sampel independen.
model kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan model kooperatif tipe Mind Mapping. Hal ini ditunjukkan dengan pengujian hipotesis ketiga diperoleh Thitung 1,606 < Ttabel 2,06 menunjukkan bahwa Thitung < Ttabel maka hipotesis ditolak. (4) Tidak terdapat interaksi anatara model pembelajaran dan sikap siswa terhadap mata pelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan pengujian hipotesis keempat diperoleh Fhitung 2,694 < Ftabel 4,085 menunjukkan bahwa Fhitung < Ftabel maka hipotesis ditolak.
STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT)
DAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE MIND MAPPING DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP SISWA TERHADAP
MATA PELAJARAN IPS TERPADU
(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 18 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
(Skripsi)
Oleh :
ESA NORITA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NUMBER HEAD
TOGETHER (NHT) DAN MODEL
PEMBELAJARANTIPE MIND MAPPING
DENGAN MEMPERHATIKANSIKAP SISWA TERHADAP MATA PELAJARANIPS
TERPADU PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 18 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Nama : Esa Norita
Nomor Pokok Mahasiswa : 0913031042
Program Studi : Pendidikan Ekonomi
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Hi. Eddy Purnomo, M.Pd. Drs. Yon Rizal, M.Si.
NIP. 19530330 198303 1 001 NIP. 19600818 198603 1 005
2. Mengetahui
Ketua Jurusan Ketua ProgramStudi
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, PendidikanEkonomi,
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Hi. Eddy Purnomo, M. Pd ...
Sekretaris : Drs. Yon Rizal, M.Si ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Drs. Hi. Nurdin, M.Si. ...
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP: 19600315 198503 1 003
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Esa Norita
NPM : 0913031042
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Jurusan/Program Studi : Pendidikan IPS/ Pendidikan Ekonomi
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali disebutkan di dalam daftar
pustaka.
Bandar Lampung, Mei 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 12 Januari
1992 dengan nama lengkap Esa Norita. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara. Putri dari pasangan Bapak Ujang
Supriadi dan Ibu Endang Sulamsih.
Pendidikan formal yang diselesaikan penulis yaitu:
1. TK Aisyiah Bustanul Athfal Bandar Lampung diselesaikan pada tahun
1997.
2. SD Negeri 6 Sukajawa diselesaikan pada tahun 2003
3. SMP Negeri 18 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006
4. SMA Negeri 9 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009
5. Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Pendidikan Ekonomi Jurusan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MOTTO
“...Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Ada Kemudahan”
(Q.S. Alam Nasyrah: 6)
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar...”
(Q.S. Ath Thalaq: 2)
Mempercayai diri sendiri adalah rahasia pertama untuk berhasil. Jadi, yakinlah kepada diri Anda dan percaya
dirilah Anda (Thoreau)
Menerima nasihat yang baik berarti juga meningkatkan kemampuan yang dimiliki seseorang
(Johan Wolfgang Goethe)
Kerja keras yang baik insyaallah mendapatkan hasil yang baik pula, jangan mengeluh dan jangan berputus asa, Allah
bersama hamba-Nya yang berusaha (esa)
Tak ada hasil tanpa usaha dan do’a, maka berusahalah dan
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya,
Ku persembahkan karya kecilku ini teruntuk:
Mamak dan Bapakku, yang sangat menyayangiku, mendoakan keberhasilanku dan memberikan segalanya yang terbaik untukku.
Keluarga besarku yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk keberhasilanku sampai saat ini.
Para pendidik yang selama ini membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat
Seluruh Sahabat ku dan Rekan-rekan Pendidikan Ekonomi 2009
DAFTAR ISI
F. Kegunaan Penelitian………... 14
G. Ruang Lingkup Penelitian……….. 15
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar ………... 17
2. Model Pembelajaran Kooperatif………. 28
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT…...……… 34
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Mind Mapping………. 40
5. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dalam Mata Pelajaran IPS Terpadu……… 45
6. Hakikat Mata Pelajaran Ekonomi dalam IPS Terpadu... 48
7. Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran... 51
B. Penelitian yang Relevan……… 57
D. Definisi Operasional Variabel... 72
E. Teknik Pengumpulan Data………... 77
F. Uji Persyaratan Instrumen 1. Uji Validitas………... 78
Halaman
3. Taraf Kesukaran………... 80
4. Daya Beda………. 81
G. Uji Persyaratan Analisis Data
1. Uji Normalitas……… 82
2. Uji Homogenitas……… 82
H. Teknik Analisis Data
1. Analisis Varian Dua Jalan... ……… 83
2. T-test Dua Sampel Independen………...…… 85
3. Rumusan Hipotesis……… 87
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Sejarah Singkat Berdirinya SMP Negeri 18 Bandar
Lampung ... 91 b. Visi dan Misi SMP Negeri 18 Bandar
Lampung …...……….... 91
c. Situasi dan Kondisi SMP Negeri 18 Bandar Lampung... 92 d. Proses Belajar Mengaajar SMP Negeri 18 Bandar Lampung.. 93 e. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 18 Bandar Lampung... 94 f. Kegiatan Ekstrakulikuler... 95 g. Situasi Pengolahan Kelas... 96 B. Deskripsi Data
1. Data Skala Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS
Terpadu... 97 2. Data Tes Skala Sikap Siswa Yang Memiliki Sikap
Positif dan Negatif Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu
di Kelas Eksperimen dan Kontrol... 101 3. Data Hasil Post Test... 110 4. Data Tes Hasil Belajar Siswa Yang Memiliki Sikap
Positif dan Negatif di Kelas Eksperimen dan Kontrol... 114 C. Pengujian Persyaratan Analisis Data
1. Uji Normalitas……… 123
2. Uji Homogenitas……… 124
D. Hasil Belajar Ekonomi di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 125 E. Dekripsi Data Sikap Siswa... 130
F. Pengujian Hipotesis……….. 133
G. Pembahasan
1. Perbedaan rata-rata hasil belajar IPS Terpadu antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran tipe NHT dan model pembelajaran tipeMind Mapping.... 135 2. Perbedaan rata-rata hasil belajar IPS Terpadu pada siswa
yang memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran yang diajar menggunakan model pembelajaran tipe NHT lebih tinggi dibandingkan yang diajar menggunakan model
3. Perbedaan rata-rata hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang memiliki sikap negatif terhadap mata pelajaran yang diajar menggunakan model pembelajaran tipe NHT lebih tinggi dibandingkan yang diajar menggunakan model
pembelajaran tipe Mind Mapping... 139 4. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan
Sikap siswa terhadap mata pelajaran... 141 V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………... 143
B. Saran………. 144
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Hasil MID Semester Genap IPS Terpadu Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 18 Bandar Lampung... ... 6
2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS Kelas VIII SMP Negeri 18 Bandar Lampung.... ... 50
3. Daftar Definisi Operasional Variabel... 75
4. Tingkat Besarnya Reliabilitas.. ... 80
5. Rumus Unsur Tabel Anava Dua Jalur... ... 83
6. Daftar Keadaan Siswa SMP Negeri 18 Bandar Lampung.. ... 93
7. Daftar Sarana dan Prasarana SMP Negeri 18 Bandar Lampung... 94
8. Distribusi Frekuensi Hasil Sikap Siswa Terhadap Mata pelajaran IPS Terpadu Kelas Eksperimen... ... 98
9. Distribusi Frekuensi Hasil Sikap Siswa Terhadap Mata pelajaran IPS Terpadu Kelas Kontrol... ... 100
10.Distribusi Frekuensi Hasil Tes Sikap Positif Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas Eksperimen... 103
11.Distribusi Frekuensi Hasil Tes Sikap Negatif Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas Eksperimen... 105
12.Distribusi Frekuensi Hasil Tes Sikap Positif Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas Kontrol... ... 107
13.Distribusi Frekuensi Hasil Tes Sikap Negatif Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas Eksperimen... 109
14.Distribusi Frekuensi Hasil Post Test Kelas Eksperimen... ... 111
15.Distribusi Frekuensi Hasil Post Test Kelas Kontrol... ... 113
16.Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sikap Siswa yang Positif pada Kelas Eksperimen.. ... 115
17.Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sikap Siswa yang Negatif pada Kelas Eksperimen.. ... 117
18.Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sikap Siswa yang Positif pada Kelas Kontrol.. ... ... 119
19.Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sikap Siswa yang Negatif pada Kelas Kontrol.. ... ... 121
20.Uji Normalitas Sampel Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas Eksperimen Dan Kontrol... 123
Kontrol. ... ... 125 23.Peningkatan Hasil Belajar Ekonomi Siswa Yang Memiliki Sikap
Positif Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... ... 128 24.Peningkatan Hasil Belajar Ekonomi Siswa Yang Memiliki Sikap
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
1. Hasil Skala Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu pada Kelas
Eksperimen... ... ... 99
2. Hasil Skala Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu pada Kelas Kontrol... ... 101
3. Hasil Tes Sikap Positif Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu pada Kelas Eksperimen... .. ... 103
4. Hasil Tes Sikap Negatif Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu pada Kelas Eksperimen... .. ... 105
5. Hasil Tes Sikap Positif Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu pada Kelas Kontrol... ... ... 107
6. Hasil Tes Sikap Negatif Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu pada Kelas Kontrol... ... ... 109
7. Hasil Post Test Kelas Eksperimen... ... 111
8. Hasil Post Test Kelas Kontrol... ... 113
9. Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Sikap Positif Kelas Eksperimen... ... 115
10. Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Sikap Negatif Kelas Eksperimen... ... 117
11. Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Sikap Positif Kelas Kontrol... ... 119
12. Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Sikap Negatif Kelas Kontrol... ... 121
13.Peningkatan Hasil Belajar IPS Terpadu Kelas Eksperimen... 126
14.Peningkatan Hasil Belajar IPS Terpadu Siswa Kelas Kontrol... 126
15.Peningkatan Hasil Belajar IPS Terpadu Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 127
16.Peningkatan Hasil Belajar IPS Terpadu Pada Siswa Yang Memiliki Sikap Positif Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 128
17.Peningkatan Hasil Belajar Ips Terpadu Pada Siswa Yang Memiliki Sikap Negatif Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 130
18.Data Sikap Siswa Kelas Eksperimen... 131
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis,
perubahan-perubahan yang cepat di luar pendidikan menjadi
tantangan-tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses
pembelajaran dan pendidikan di Indonesia tidak dirubah, bangsa Indonesia
akan ketinggalan oleh negara-negara lain.
Upaya mewujudkan pendidikan yang bermutu sesuai dengan tuntutan
zaman yang berkembang di era globalisasi dengan perkembangan yang
cukup pesat di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) telah
mendorong perubahan yang ada di berbagai aspek kehidupan masyarakat,
sehingga sangat diperlukan sumber daya manusia yang berdaya saing,
yang mampu memberikan sumbangan terhadap keharmonisan dan
kemakmuran dalam mencapai kesejahteraan dalam lingkup keluarga,
masyarakat maupun negara.
Langkah pembaharuan proses pembelajaran terletak pada tanggung jawab
guru, bagaimana pembelajaran yang disampaikan dapat dipahami oleh
anak didik secara benar. Dengan demikian, proses pembelajaran dapat
ditentukan sampai sejauh mana guru dapat mengembangkan kreativitas
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), memuat beberapa
paradigma baru yang perlu diperhatikan guru dewasa ini antara lain yaitu
(1) Seorang guru tidak terjebak pada rutinitas belaka, tetapi selalu
berusaha untuk mengembangkan dan memberdayakan diri secara terus
menerus untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya baik melalui
pendidikan formal maupun pelatihan. (2) Guru mampu menyusun dan
melaksanakan strategi dan model pembelajaran aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), yang dapat menggairahkan
motivasi belajar peserta didik, sehingga proses belajar mengajar
berlangsung dalam suasana yang kondusif, dan menyenangkan. (3)
Dominasi guru dalam pembelajaran perlu dikurangi, sehingga peserta
didik lebih berani, mandiri dan kreatif dalam proses belajar mengajar.
(Kunandar, 2007 : 41-43).
Salah satu disiplin ilmu yang sangat perlu dikembangkan dalam
pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama adalah Ilmu Pengetahuan
Sosial. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,
politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas
dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan
interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi,
sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). Mata pelajaran
ekonomi termasuk ke dalam rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Fungsi mata pelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah
mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, rasionalitas, jujur,
dan bertanggung jawab dalam memecahkan masalah sosial yang terjadi di
3
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial
yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap
perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap
masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri
maupun yang menimpa masyarakat.
Pembelajaran IPS di Sekolah Menengah pertama (SMP) menuntut
penguasaan konsep-konsep yang berkesinambungan karena merupakan
gabungan dari beberapa disiplin ilmu. Salah satunya adalah ekonomi.
Pembelajaran ekonomi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada siswa
kelas VIII adalah mengenai angkatan kerja (tenaga kerja serta
pelaku-pelaku ekonomi). Tujuan pembelajaran ekonomi ini adalah untuk
menuntut siswa secara aktif agar dapat mengklasifikasikan dan
menguraikan macam-macam tenaga kerja dari yang berusia belum
produktif, produktif, maupun yang telah produktif. Ketiga macam
angkatan kerja ini tidak boleh terbolak-balik, harus berdasarkan urutan
usia. Jadi, untuk dapat memahami tenaga kerja yang berusia berbeda-beda
tersebut, siswa diharapkan dapat mengklasifikasikannya secara benar.
Sebagai tolak ukur berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam menempuh
suatu proses pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar yang diraihnya,
yang diantaranya berupa ketuntasan hasil belajar yang berada diatas KKM.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya agar siswa memperoleh hasil belajar
yang optimal, yaitu diduga dengan adanya sikap yang positif dari siswa
Namun, tidak jarang dijumpai siswa yang bersikap negatif terhadap materi
pelajaran yang disampaikan guru yang tercermin dari sikap tidak senang
dan malah membenci terhadap materi pelajaran, hal ini dapat
mengakibatkan siswa tersebut memperoleh hasil belajar rendah pada mata
pelajaran yang dipelajarinya itu.
Berdasarkan observasi penelitian pendahuluan di SMP Negeri 18 Bandar
Lampung menunjukkan bahwa kondisi pembelajaran mata pelajaran IPS
Terpadu khususnya ekonomi cenderung masih bersifat text book, guru melakukan pembelajaran yang sifatnya teacher centered, kemudian dilanjutkan dengan latihan soal atau tugas. Penggunaan model
konvensional dalam pembelajaran masih sangat dominan. Dalam hal ini,
guru berperan lebih aktif dibandingkan murid, karena metode
pembelajaran berpusat pada guru dengan model ceramah, sehingga dapat
dilihat jika siswa yang memiliki ketertarikan yang tinggi dengan mata
pelajaran tersebut akan memperhatikan gurunya, sedangkan yang tidak
memiliki ketertarikan yang cukup tinggi bisa dipastikan tidak
mendengarkan apa yang guru sampaikan. Padahal, dalam diri siswa
terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak di
samping menerima informasi dari guru. Penggunaan model konvensional
ini juga menghambat daya kritis siswa karena segala informasi yang
disampaikan guru biasanya diterima secara mentah tanpa dibedakan
apakah informasi itu salah atau benar, dipahami atau tidak. Dengan
demikian, sulit bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas ranah
5
dan penugasan tugas langsung, namun model ini kurang efektif bagi siswa
terbukti dengan masih banyaknya siswa yang pasif dan kurang
bersemangat ketika diskusi berlangsung.
Demikian juga seorang pengajar yang tidak menguasai berbagai cara
penyampaian, tidak memperhatikan kemampuan dan kesiapan peserta
didik akan mengakibatkan rendahnya mutu pengajaran dan dapat
menimbulkan kesulitan peserta didik dalam memahami pelajaran sehingga
menimbulkan keengganan belajar bahkan mungkin menjadi frustasi dalam
diri peserta didik, demikian juga halnya dengan motivasi belajar peserta
didik. Seorang guru atau pendidik harus mempunyai suatu cara atau
strategi tersendiri untuk dapat meningkatkan motivasi belajar peserta
didiknya karena tanpa adanya motivasi maka akan sulit tercapainya
keberhasilan suatu pembelajaran.
Situasi dan kondisi pembelajaran tersebut berpengaruh pada tingkat
pencapaian hasil belajar siswa yang masih rendah, seperti ditunjukkan
dalam daftar nilai Mid Semester pada siswa kelas VIII yang menjadi fokus
Tabel I. Hasil Mid Semester Mata Pelajaran IPS siswa SMP Negeri 18 Bandar Lampung Kelas VIII Tahun Pelajaran 2012/2013
No. Kelas Interval Nilai Jumlah Siswa
0-64 >64-100
Sumber: Guru bidang studi mata pelajaran IPS
SMP Negeri 18 Bandar Lampung menetapkan Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM) sebesar 64. Berdasarkan data yang ada pada Tabel di
atas, terlihat bahwa hasil belajar IPS yang diperoleh siswa dalam hasil mid
semester masih kurang optimal. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang
memperoleh nilai yang memenuhi kriteria KKM atau >64 berjumlah 168
siswa atau sekitar 49,56%, sedangkan yang masih belum memenuhi
kriteria KKM yakni 171 siswa atau sekitar 50,44%, yang artinya masih
banyak siswa yang belum mencapai hasil belajar yang diinginkan.
Masih banyaknya siswa yang belum mencapai KKM menunjukkan bahwa
proses pembelajaran di SMP Negeri 18 Bandar Lampung belum berjalan
secara efektif. Mengajar dilukiskan sebagai suatu proses interaksi antara
guru dan peserta didik, di mana guru mengharapkan peserta didiknya dapat
menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan
7
Murid yang menjadi sasaran didik memiliki kemampuan dasar atau bakat
yang berbeda, baik dalam perkembangan kognitif, afektif maupun
psikomotornya. Oleh karena itu guru perlu mempersiapkan secara
sistematis, berencana dan berkesinambungan, untuk mengantarkan siswa
agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang komplek dan melibatkan
berbagai aspek yang saling berkaitan. Pembelajaran yang baik dan efektif
adalah pembelajaran yang mampu memberikan kemudahan belajar kepada
peserta didik secara adil dan merata sehingga mereka dapat
mengembangkan potensinya secara optimal. Oleh karena itu untuk
menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan diperlukan
berbagai ketrampilan demi tercapainya keberhasilan pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran adalah keberhasilan peserta didik dalam
membentuk kompetensi dan mencapai tujuan, serta keberhasilan guru
dalam membimbing peserta didik dalam pembelajaran.
Salah satu upaya pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif adalah
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif dimana siswa diajak
untuk menuangkan ide atau gagasan yang dimilikinya dan dapat berdiskusi
dengan temannya untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi,
saling bertukar pendapat dengan demikian siswa menjadi lebih aktif dan
mengurangi tingkat kebosanan yang selama ini dialami selama proses
pembelajaran sehingga dapat menimbulkan motivasi dalam belajar
Oleh karena itu, sebagai alternatif pembelajaran inovatif yang dapat
meningkatkan aktifitas siswa, meningkatkan penguasaan materi dan mutu
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, maka
pembelajaran kooperatif dapat diterapkan. Pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada
pendekatan konstruktivis artinya siswa aktif dalam memperoleh
pengetahuan dan mereka membangun sendiri pengetahuan tersebut. Model
pembelajaran kooperatif ini memanfaatkan kecenderungan siswa untuk
berinteraksi dengan orang lain. Selain unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk
membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berfikir kritis,
dan kemampuan membantu teman.
Terdapat beberapa jenis dari model pembelajaran kooperatif, yaitu:
Student Team Achievement Division (STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok (IK), Numbered-Head-Together (NHT), Think-Pair-Share (TPS) serta Mind Mapping. Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk saling membantu antar anggota dalam memahami pelajaran ataupun dalam
menyelesaikan tugas belajar. Siswa yang lemah akan mendapat bantuan
dari temannya yang lebih pandai. Sebaliknya, siswa yang pandai dapat
mengembangkan kemampuannya dengan materi pelajaran yang telah
dikuasainya kepada temannya yang berkemampuan rendah, sehingga
pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda
9
lain atas tugas-tugas bersama serta saling belajar untuk saling menghargai
satu sama lain.
Sebagai salah satu upaya dalam membantu siswa yang mengalami
kesulitan dalam proses pembelajaran siswa terhadap mata pelajaran
ekonomi, peneliti memilih pendekatan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan Mind Mapping karena diduga dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berfikir dan berinteraksi serta dapat menciptakan proses pembelajaran
yang lebih menyenangkan.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan tipe pembelajaran yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan akademik. Menurut Lie (2003: 59) tipe
ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dengan melibatkan para siswa
dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggungjawab
terhadap tugas yang diberikan karena dalam tipe pembelajaran ini siswa
dalam kelompok diberi nomor yang berbeda dan tiap anggota tahu bahwa
hanya satu murid yang dipanggil untuk mempresentasikan jawaban. Setiap
kelompok melakukan diskusi untuk berbagi informasi antar anggota
Mind mapping atau peta pikiran adalah sebuah diagram yang digunakan untuk mempresentasikan kata-kata, ide-ide (pikiran), tugas-tugas atau
hal-hal lain yang dihubungkan dari ide pokok otak. Peta pikiran juga
digunakan untuk menggeneralisasikan, memvisualisasikan serta
mengklasifikasikan ide-ide dan sebagai bantuan dalam belajar,
berorganisasi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta dalam
menulis.
Lebih lanjut Buzan (2007: 4) berpendapat bahwa mind mapping adalah cara mudah menggali informasi dari dalam dan dari luar otak. Dalam peta
pikiran, sistem bekerja otak diatur secara alami. Otomatis kerjanya pun
sesuai dengan kealamian cara berpikir manusia. Peta pikiran membuat
otak manusia ter-eksplor dengan baik, dan bekerja sesuai fungsinya. Seperti kita ketahui, otak manusia terdiri dari otak kanan dan otak kiri.
Dalam peta pikiran, kedua sistem otak diaktifkan sesuai porsinya
masing-masing. Kemampuan otak akan pengenalan visual untuk mendapatkan
hasil yang sebesar-besarnya. Dengan kombinasi warna, gambar, dan
cabang-cabang melengkung, akan merangsang secara visual. Sehingga
infomasi dari mind mapping mudah untuk diingat.
Melalui kedua model tersebut diharapkan dapat melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran sehngga siswa lebih mudah untuk
memahami materi yang diajarkan oleh guru dan meningkatkan sikap siswa
untuk berpikir positif pada mata pelajaran yang hendak diajarkan. Oleh
11
siswa dikelas dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan,
penulis berkeinginan untuk menerapkan dua model pembelajaran tersebut
dikelas penelitian.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Studi Perbandingan Hasil Belajar Dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Tipe Number Head Together (NHT) Dan Model Pembelajaran Tipe Mind Mapping Dengan
Memperhatikan Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu”
(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 18 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat diidentifikasikan
masalahnya sebagai berikut:
1. Mutu dan hasil belajar mata pelajaran IPS masih tergolong rendah. Hal
ini terlihat dari jumlah siswa yang masih cukup belum mencapai
ketuntasan belajar.
2. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).
3. Selama ini pembelajaran IPS di sekolah masih menggunakan metode
konvensional.
4. Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru
bagi guru, namun guru masih jarang dan belum terbiasa
5. Masih sangat rendahnya sebagian siswa yang berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
6. Sikap sebagian siswa yang mengacuhkan mata pelajaran apalagi jika
mengetahui bahwa pembelajaran yang diterapkan membosankan.
7. Peran guru yang lebih besar dalam proses pembelajaran terhadap
partisipasi sebagian siswa yang belum berperan aktif dalam proses
pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka perlu
untuk membatasi permasalahan penelitian ini pada perbandingan hasil
belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII antara siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Mind Mapping pada mata pelajaran IPS terpadu dengan memperhatikan variabel moderator yaitu sikap siswa terhadap mata
pelajaran IPS Terpadu khususnya ekonomi dengan pokok bahasan
angkatan kerja (tenaga kerja serta pelaku-pelaku ekonomi dan sistem
13
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS Terpadu antara siswa
yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran tipe Mind Mapping?
2. Apakah rata-rata hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang memiliki
sikap positif terhadap mata pelajaran siswa yang diajar menggunakan
metode pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan
siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Mind Mapping?
3. Apakah rata-rata hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang memiliki
sikap negatif terhadap mata pelajaran siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih rendah dibandingkan
siswa yang diajar menggunakan model kooperatif tipe Mind Mapping? 4. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran kooperatif dengan
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS Terpadu siswa yang
dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Mind Mapping.
2. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar IPS Terpadu pada
siswa yang dibelajarkan menggunakan model kooperatif tipe NHT
dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Mapping pada siswa yang memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran IPS
Terpadu.
3. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar IPS Terpadu pada
siswa yang dibelajarkan menggunakan model kooperatif tipe NHT
dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Mapping pada siswa yang memiliki sikap negatif terhadap mata pelajaran IPS
Terpadu.
4. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran kooperatif
dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran IPS Terpadu.
F. Kegunaan Penelitian 1. Manfaat teoritis
a. Untuk menambah pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori
15
b. Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan hasil belajar
siswa
c. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut bagi
peneliti lain.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai acuan bahan pertimbangan bagi guru dan calon guru
Ekonomi tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif yang
tepat pada mata pelajaran Ekonomi.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti yang akan
melakukan penelitian yang relevan.
c. Dapat membantu siswa dalam penguasaan materi, dan dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa.
d. Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain dalam bidang
pembelajaran.
G. Ruang Lingkup Pembelajaran
Ruang lingkup penelitian dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Subjek penelitian
Ruang lingkup subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII
SMP Negeri 18 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah hasil belajar ekonomi siswa kelas VIII
yang akan diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
3. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini adalah di SMP Negeri 18 Bandar Lampung
Tahun Pelajaran 2012/2013.
4. Waktu Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Belajar dan Hasil Belajar
Belajar akan membawa perubahan pada individu yang belajar.
Perubahan tersebut meliputi pengetahuan, sikap, kecakapan, dan
lain-lain. Seseorang yang telah mengalami proses belajar tidak sama
keadaannya bila dibandingkan dengan keadaan pada saat belum
belajar. Individu akan lebih sanggup menghadapi kesulitan,
memecahkan masalah atau menyelesuaikan diri dengan situasi dan
kondisi yang dihadapinya.
A. Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses
mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran
yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga
pengetahuannya dapat dikembangkan. Teori Konstruktivisme
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi
makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru,
apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini
menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi
lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak
hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga
harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam
memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan
untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan
18
siswa anak tangga yang membawa siswa ke tingkat pemahaman
yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis
dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan
dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan
mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga.
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau
teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan
dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan
ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya,
pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau
perbuatan.
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama
(Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori
konstruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau
pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru
fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan
konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori
belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi
dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak
diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan.
Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan
terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan
kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan,
perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses
berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan
keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61). Dari pandangan
Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami
bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan
20
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala
Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky
adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan
lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam
belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya
seseorang (Poedjiadi, 1999: 62).
Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan
pada pengaruh budaya. Vygotsky berpendapat fungsi mental yang
lebih tinggi bergerak antara inter-psikologi (interpsychological)
melalui interaksi sosial dan intrapsikologi (intrapsychological)
dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari
kegiatan eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu
bergerak antara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi
(dalam diri individu).
Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama
teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya
setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatifantar
kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa
saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang
efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal
masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran
menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding,
semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggung jawab
untuk pembelajarannya sendiri.
Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek
internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada
lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi
kognitif manusia berasal dariinteraksi sosial masing-masing
individu dalam konteks budaya. Vygotsky jugayakin bahwa
pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas
yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam
jangkauankemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona
of proximal developmentmereka.
B. Teori Belajar Kognitif
John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada
22
seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai
kaitan satu sama lain (Sugihartono dkk, 2007:108). Apabila belajar
siswa tergantung pada pengalaman dan minat siswa maka suasana
belajar siswa akan menjadi lebih menyenangkan dan hal ini akan
mendorong siswa untuk berfikir proaktif dan mampu mencari
pemecahan masalah, di samping itu kurikulum yang diajarkan
harus saling terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan dengan
baik dan memiliki hasil maksimal.
John Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950:
89-90, dalam Dwi Siswoyo dkk, 2011), pendidikan adalah
rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna
pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan
pengalaman selanjutnya. Seperti telah diuraikan di muka bahwa
dalam teori konstruktivisme disebutkan bahwa permasalahan
muncul dibangun dari rekonstruksi yang dilakukan oleh siswa
sendiri, hal ini dapat dikatakan bahwa dalam pendidikan ada
keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang dihadapi dan
siswa tersebut yang merekonstruksi lewat pengetahuan yang
Teori kognitif John Dewey dapat diaplikasikan dalam
pembelajaran siswa khususnya pada pembelajaran kognitif.
Pembelajaran kognitif menekankan pada keaktifan siswa dalam
berpikir untuk memecahkan masalah dengan cara merekonstruksi
masalah dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat.
Hal ini tentunya akan melatih siswa untuk berpikir secara rasional
dalam memecahkan masalah. Proses pembelajaran kognitif harus
dilakukan secara berkelanjutan agar ada perkembangan dalam
kemampuan berpikir siswa.
C. Teori Belajar Behavioristik
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar
24
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu
menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan
respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi
dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang
dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya,
serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri
dalam interaksi dengan lingkunganya. Ahmadi (2004: 128)
mengatakan “Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungan”. Menurut Hamalik (2004: 30) bukti
bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku
pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari
tidak mengerti menjadi mengerti.
Menurut Djamarah (2002:13) belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan.Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab
masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya (Hamalik, 2002: 155).
Latif (2005: 23) mengatakan untuk mengukur belajar, kita
26
Para pengajar hendaknya dapat menyelesaikan masalah
pembelajarannya melalui kegiatan nyata dikelasnya. Kegiatan nyata
ditujukan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajarannya
yang dilaksanakan secara professional, terarah dan terencana dengan
baik agar tujuan dari pembelajaran itu dapat tercapai, dan hasil belajar
siswa mengalami peningkatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Kesulitan belajar yang di alami siswa bisa berasal dari dalam diri siwa (faktor intern) dan dari luar diri siswa (faktor ekstern). Faktor dari siswa yaitu : karena sakit, karena kurang sehat, intelegensi, bakat, minat,
motivasi, faktor kesehatan mental, tipe khusus seorang pelajar. Faktor dari luar diri siswa yaitu : faktor orang tua, faktor sekolah dan faktor
lingkungan masyarakat. (Ahmadi dan Supriyono, 204:79-93).
1. Faktor Internal yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri antara lain.
a. Kelemahan mental, kecerdasan, intelegensi/kecakapan dan bakat khusus.
b. Kelemahan fisik, panca indra, syaraf, cacat/karena sakit. c. Gangguan yang bersifat emosional.
d. Sikap dan kebiasaan yang salah dalam belajar.
2. Faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar antara lain.
a. Situasi belajar mengajar yang tidak merangsang siswa untuk aktif.
b. Kurikulum yang kurang fleksibel / terlalu kaku. c. Beban studi yang terlalu berat.
d. Model mengajar yang monoton/membosankan.
e. Situasi rumah yang tidak memotivasi anak untuk melakukan belajar.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2003), yaitu.
dan kesehatan, sedangkan faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar.
b. Faktor yang bersumber dari luar manusia (ekstern)
Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.
Sardiman (2001: 49) mengemukakan bahwa hasil pengajaran itu dapat
dikatakan baik, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa
b. Hasil belajar itu merupakan pengetahuan asli atau otentik. Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan dapat mempengaruhi pandangan dan cara mendekati suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu dihayati dan penuh makna bagi dirinya.
Agar hasil belajar dapat tercapai secara optimal maka proses
pembelajaran harus dilakukan dengan sadar dan terorganisir. Sardiman
(2001: 19) mengungkapkan bahwa agar memperoleh hasil belajar yang
optimal, maka proses belajar dan pembelajaran harus dilakukan dengan
sadar dan sengaja serta terorganisir dengan baik.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu proses
pembelajaran yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan dan
ketercapaian suatu tujuan pembelajaran yang diinginkan melalui proses
pembelajaran yang dikategorikan sukses apabila siswa tersebut telah
mengikuti proses pembelajaran yang ada dengan melihat hasil yang
akan diperoleh dengan melihat perubahan dalam tingkat pengetahuan,
28
2. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini
menunjukkan efektifitas untuk berfikir secara kritis, pemecahan
masalah dan komunikasi antar pribadi. Model pembelajaran ini
memungkinkan siswa untuk bertukar pendapat dengan teman dalam
satu kelompok kecil untuk memecahkan masalah, serta menyelesaikan
tugas-tugas terstruktur demi mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama
dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar
(Komalasari, 2011: 62). Senada dengan itu Huda (2011: 32)
mengatakan bahwa cooperative learning dapat didefinisikan sebagai small groups of learners working togetheras a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal (kelompok kecil pembelajar/siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk
mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai
satu tujuan bersama).
Selanjutnya, Etin dan Raharjo (2007: 4) mengatakan bahwa
cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam suatu kelompok kecil secara
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:
untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama
kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.
penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang. Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan
keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok.
Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif :
Fase Indikator Aktivitas Guru
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien
4 Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
30
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok. (MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF -- MODEL PEMBELAJARAN-BSE DOWNLOAD.htm)
Huda (2011: 59) mengatakan pembelajaran kooperatif dapat
menciptakan suasana ruang kelas yang terbuka (inclusive). Hal ini disebabkan pembelajaran ini mampu membangun keberagaman dan
mendorong koneksi antarsiswa. Huda (2011: 29) menyatakan
pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok
yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus
didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara
kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung
jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan
pembelajaran anggota-anggota lain.
Sejalan dengan itu, Huda (2011: 32) menyatakan pembelajaran
kooperatif mengacu pada metode pembelajaran di mana siswa bekerja
sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Lie
(2005: 31-35) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok biasa
dianggap cooperative learning.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur yang harus
(1) Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada usaha setiap
anggotanya. Siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder
karena juga memberikan sumbangan dan akan merasa terpacu untuk
meningkatkan usaha mereka. Sebaliknya, siswa yang lebih pandai
tidak akan dirugikan karena rekannya yang kurang mampu telah
memberikan bagian sumbangan mereka.
(2) Tanggung jawab perseorangan
Setiap siswa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
Akan ada tuntutan dari masing-masing anggota kelompok untuk
dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga tidak menghambat
anggota lainnya.
(3) Tatap muka
Setiap anggota kelompok dalam kelompoknya, harus diberi
kesempatan untuk bertatap muka atau berdiskusi. Kegiatan ini akan
menguntungkan baik bagi anggota maupun kelopmpoknya. Hasil
pemikiran beberapa orang akan lebih baik daripada pemikiran satu
orang saja.
(4) Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan
berbagai keterampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok
sangat tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat
32
(5) Evaluasi proses kelompok
Pengajar menjadwalkan waktu khusus untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hassil kerja sama agar selanjutnya siswa bias
bekerja sama dengan lebih efektif.
Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.
1. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya dan berpikir bahwa semua anggota kelompok memiliki tujuan yang sama.
2. Dalam kelompok terdapat pembagian tugas secara merata dan dilakukan evaluasi setelahnya.
3. Saling membagi kepemimpinan antar anggota kelompok untuk belajar bersama selama pembelajaran.
4. Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas semua pekerjaan kelompok. (Nico: 2011)
Ada beberapa elemen dasar yang membuat pembelajaran kooperatif
lebih produktif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan
individual. Elemen-elemen tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Interpedensi positif (positive interpedence) 2. Interaksi promotif (promotive interaction)
3. Akuntabilitas individu (individual accountability)
4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small-group skill)
5. Pemrosesan kelompok (group processing). (Huda, 2011: 46)
Huda (2011: 66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran
kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan keterampilan
kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan
manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini.
2. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.
3. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli dengan teman-temannya, dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar mereka nanti. 4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa
terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.
Aspek-aspek pembelajaran kooperatif menurut Huda (2011: 78) adalah
sebagai berikut.
1. Tujuan
2. Level kooperasi 3. Pola interaksi 4. Evaluasi
Ada beberapa elemen dasar yang membuat pembelajaran kooperatif
lebih produktif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan
individual. Elemen-elemen tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Interpedensi positif (positive interpedence) b. Interaksi promotif (promotive interaction)
c. Akuntabilitas individu (individual accountability)
d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small-group skill)
e. Pemrosesan kelompok (group processing) (Huda, 2011: 46).
Mengenai kelebihan dari metode pembelajaran kooperatif, Solihatin
(2007: 5) menyatakan bahwa “Cooperative Learning is more effective
in increasing motive and performance students”. Model ini mendorong peningkatan kemampuan peserta didik untuk memecahkan berbagai
34
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu
model yang berupa strategi dalam proses pembelajaran yang
didalamnya memiliki kerja sama dalam hal tanggung jawab, interaksi,
maupun komunikasi yang baik antar anggota kelompok yang bisa
dilakukan antar 2-5 orang per kelompok dengan sistem heterogen
(kemampuan kognitif, suku, agama, ras) untuk memecahkan suatu
permasalahan secara bersama-sama dengan melihat aktivitas dan
kemampuan individu serta keberhasilannya dapat terlihat dari
kemampuan memaparkan dan memahami, baik secara individu
maupun secara berkelompok.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)
Teknik ini dikembangkan oleh Russ Frank. Pada dasarnya, NHT
merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaannya
hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama guru meminta
siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-masing anggota
diberi nomor. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang
dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok
mengetahui jawaban tersebut. Setelah selesai, guru memanggil salah
satu nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan
semua nomor terpanggil, lalu guru dan siswa bersama-sama
menyimpulkan materi. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan
semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut.
Dengan penerapan metode NHT ini dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk saling sharing ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Metode ini juga dapat meningkatkan
semangat kerja sama siswa dan dapat digunakan untuk semua mata
pelajaran dan tingkatan kelas. Menurut Huda (2011: 157) pembelajaran
kooperatif tipe NHT berfungsi untuk mereview, mengecek tingkat
pemahaman dan pengetahuan siswa.
Langkah-langkah pembelajaran tipe NHT:
1. Guru mempersiapkan bahan diskusi untuk tiap-tiap kelompok
berupa lembar kerja siswa.
2. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok berempat atau lebih.
Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran dari latar
belakang sosial, ras, suku, jeis kelamin, dan kemampuan belajar.
3. Setelah itu masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.
4. Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
5. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap
paling benar dan memastikan semua anggota kelompok
36
6. Guru memanggil salah satu nomor secara acak. Siswa dengan
nomor yang dipanggil dan paling cepat mengangkat tangan
mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka atau
semua siswa yang nomornya dipanggil menuliskan jawabannya di
papan tulis secara bersamaan atau bergantian.
7. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi.
8. Kemudian guru memberikan kuis /evaluasi, dengan memberikan
waktu yang cukup kepada siswa untuk mengerjakan kuis tersebut.
Siswa tidak diizinkan untuk bekerja sama. Pemberian kuis/
evaluasi ini dapat dilakukan pada akhir pokok bahasan atau
tahapan.
Langkah-langkah kegiatan dalam NHT :
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan. (Indrawati, 2007)
Penjelasan tipe ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan
setiap anggota kelompok diberi nomor kepala. Selanjutnya di setiap
kelompok dilakukan diskusi untuk menjawab permasalahan atau untuk
melakukan suatu kegiatan. Dari hasil kegiatan tersebut guru mengundi
pertanyaan atau mempresentasikan kegiatan. Berkaitan dengan hal ini,
maka setiap anggota kelompok dituntut untuk bekerja sama karena
jawaban atau presentasi dari perwakilan anggota kelompok akan
menjadi generalisasi kemampuan atau nilai kelompok.
Menurut Anita Lie (2002) prosedur teknik number head together adalah saat pemanggilan siswa untuk menjawab atau melakukan
sesuatu yang dipanggil adalah nomor kepala dari salah satu kelompok
secara acak. Hal ini akan menyebabkan semua siswa harus siap. Dan
penghargaan diberikan jika jawaban benar untuk nilai kelompok.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada semua siswa dalam
kelompok untuk saling memberikan ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat, mendorong siswa untuk meningkatkan
semangat kerja sama mereka.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep
Spencer Kagen dalam Ibrahim (2000 : 28) untuk melibatkan lebih
banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu
pelajaran dengan mengecek pemahaman mereka mengenai isi
pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan lansung kepada
seluruh kelas, guru menggunakan empat langkah sebagai berikut : (a)
penomoran, (b) pengajuan pertanyaan, (c) berpikir bersama, (d)
38
Menurut Nurhadi (2004: 121) pembelajaran kooperatif tipe NHT
dikembangkan dengan melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa
pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Tahapan
pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT diungkapkan oleh
Nurhadi (2004: 121) dalam empat langkah sebagai berikut.
1. Penomoran (Numbering)
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang
berbeda. Pemberian nomor pada siswa dalam satu kelompok disesuaikan dengan banyaknya siswa da-lam kelompok itu. 2. Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. 3. Berpikir Bersama (HeadsTogether)
Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut. 4. Pemberian Jawaban (Answering)
Guru memanggil satu nomor tertentu kemudian siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih
bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan karena dalam tipe
pembelajaran ini siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda dan
tiap anggota tahu bahwa hanya satu murid yang dipanggil untuk
mempresentasikan jawaban. Setiap kelompok melakukan diskusi untuk
berbagi informasi antar anggota sehingga tiap anggota mengetahui
Adapun manfaat dari pembelajaran kooperatif tipe NHT bagi siswa
adalah.
1. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar. 2. Perselisihan antar pribadi berkurang.
3. Sikap apatis berkurang. 4. Pemahaman lebih mendalam. 5. Motivasi lebih besar.
6. Hasil belajar lebih baik.
7. Meningkatkan budi pekerti, kepekaan dan toleransi.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT
terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan Ibrahim
(2000: 18), antara lain sebagai berikut.
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi 2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar 4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antara pribadi berkurang 6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi 8. Hasil belajar lebih tinggi (Herdian, 2009).
Dari manfaat di atas diketahui bahwa siswa akan lebih percaya diri,
menghargai individu, termotivasi, dan hasil belajar akan menjadi lebih
baik.
Pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) mempunyai kelebihan dan kekurangan.
a. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif NHT diantaranya: 1. Kelas menjadi benar-benar hidup dan dinamis.
2. Setiap siswa mendapat kesempatan untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapatnya.
40
4. Waktu untuk mengoreksi hasil kerja siswa, lebih efektif dan efisien.
b. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif NHT diantaranya: 1. Adanya alokasi waktu yang panjang.
2. Ketidakbiasaan siswa melakukan pembelajaran kooperatif, sehingga menimbulkan siswa cepat bosan dalam pembelajaran. (Shvoong.com, 2012)
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Mind Mapping
Model Pembelajaran Mind Mapping adalah suatu tipe Model pembelajaran kooperatif. Model Pembelajaran ini pertama kali
dikenalkan oleh Toni Buzan. Inti dari Model pembelajaran ini
menggunakan tekhnik penyusunan catatan untuk membantu murid
menggunakan seluruh potensi otak agar optimum.
Busan (1993) dalam Djohan (2008) mengemukakan, bahwa A Mind Map is powerful graphic technique which provides a universal key to unlock the potential of the brain. It harnesses the full range of cortical skills – word, image, number, logic, rhythm, colour and spatial
awareness – in a single, uniquely powerful manner. In so doing, it give you a freedom to roam the infinite expanses of your brain. Dari
pengertian tersebut, Djohan (2008) menyimpulkan bahwa Peta Pikiran merupakan suatu teknik grafik yang sangat ampuh dan menjadi kunci yang universal untuk membuka potensi dari seluruh otak, karena menggunakan seluruh keterampilan yang terdapat pada bagian neo-korteks dari otak atau yang lebih dikenal sebagai otak kiri dan otak kanan.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Mind Mapping di kemukakan
oleh Amri dan Ahmadi sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin di capai. 2. Guru mengemukakan konsep atau permasalahan yang akan
ditanggapi oleh murid.
3. Membuat kelompok yang anggotanya 2-3 orang