ABSTRACK
INCREASING THE STUDENTS’ CHARACTER VALUE THROUGH GROUP
DISCUSSION METHOD IN SOCIAL STUDIES AT THE EIGHTH GRADE
STUDENTS OF JUNIOR HIGH SCHOOL NUMBER 2 PUGUNG
ACADEMIC YEAR 2012/2012
By Indrawanto
The aim of the research was to know the use of discussion method to increase the
students’ character value at the eighth A class of junior high school No. 2 Pugung.
The method used at this research was classroom action research. The objects of the research were 30 students of the eighth A class of Junior High School No. 2
Pugung in academic year 2012/2013. The data of the students’ character value
were taken from observation sheet that conducted by the observer when the
teacher was teaching. Whereas, the data of the the teacher’s ability in conducting the learning process was taken from IPKG sheet.
The result of the research showed that the use of group discussion can increase the
students’ character value in social subject. The result was proven from the increasing of the students’ character value from a cycle to another cycle. At the first cycle the students who achieved the character value only 10 students or 33.3%. At the second cycle it increased to 15 students or 50%, and the last cycle, it increased to 26 students or 87%.
Then, the learning and teaching process that was conducted by teacher from one cycle to another cycle was good. It was proved from the first cycle the teacher got 64, at the second cycle got 74, and at the third cycle got 83. It shows that the better teacher conducts the teaching and learning process the better character value students achieve.
ABSTRAK
PENGGUNAAN METODE DISKUSI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN NILAI KARAKTER PESERTA DIDIK
DALAM PEMBELAJARAN IPS DI KELAS VIII.A SMP NEGERI 2 PUGUNG
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh Indrawanto
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimakankah penggunaan metode diskusi kelompok untuk meningkatkan nilai karakter peserta didik di Kelas VIII.A SMP Negeri 2 Pugung. Metode yang digunakan adalah Penelitian tindakan kelas. Obyek Penelitian adalah siswa kelas VIII.ASMP Negeri 2 Pugung Tahun Pelajaran 2012/2013 sebanyak 30 siswa. Data tentang nilai karakter peserta didik diperoleh melalaui lembar observasi yang dilakukan oleh observer ketika guru melakuakan pembelajaran. Sedangkan data tentang kemampuan pelaksanaan pembelajaran guru diperoleh melalaui Lembar IPKG.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan nilai karakter peserta didik dalam pembelajaran IPS. Hal ini dapat dibuktikan dengan Peningkatan nilai karakter peserta didik dari siklus ke siklus. Pada siklus 1 peserta didik yang mencapai nilai karakter hanya 10 siswa atau 33,3%. Pada siklus ke 2 meningkat menjadi 15 siswa atau 50 %. Dan pada sikluus ke 3 meninggkat menjadi 26 siswa atau 87%.
Kemudian mengenai pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dari siklus ke siklus juga semakin baik.hal ini dapat dilihat dari siklus I guru memperoleh nilai 64 pada siklus II memperoleh 74, dan pada siklus III memperoleh nilai 83. Hal ini menunjukan bahwa semakin baik pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, maka semakin baik pula nilai karakter siswa yang diperoleh.
PENGGUNAAN METODE DISKUSI KELOMPOK UNTUK
MENINGKATKAN NILAI KARAKTER PESERTA DIDIK
DALAM PEMBELAJARAN IPS DI KELAS VIII
SMP NEGERI 2 PUGUNG
TAHUN PELAJARAN
2012/2013
(TESIS) Oleh INDRAWANTO
PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS KEGURUAN UNIVERSITAS DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 3.1 Diagram kegiatan penelitian, dimodifikasi dari kemmis dan
taggart ... 43 4.1 Diagram batang partisipasi siswa dan nilai karakter siswa
dalam pembelajaran ... 103 4.2 Diagram batang peningkatan nilai karakter siswa dari siklus I
DAFTAR ISI
BAB II PERSPEKTIF TEORITIS DAN KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Belajar ... 10
H. Indikator Keberhasilan Program Pendidikan Karakter Tingkat
SMP ... 27
I. Metode Diskusi Kelompok Dalam Pembelajaran IPS ... 28
J. Hasil Penelitian Yang Relevan ... ……… 31
A. Kesimpulan ... 112 B. Saran ... 113
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1. Data Perolehan Nilai IPS Kelas VIII A SMP Negeri 2 Pugung
Pada UTS Semester Ganjil TP 2012/2013 ... 3
2.1. Deskripsi nilai pendidikan karakter ... 24
3.1. Indikator Kemampuan Guru Dalam Pembelajaran ... 40
3.2. Kisi-kisi pencapaian nilai karakter siswa ... 41
4.1. Data Indikator Penilaian Kemampuan Guru (IPKG) Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 58
4.2. Data partisipasi siswa dalam diskusi kelompok pada siklus I ... 60
4.3. Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan IPKG ... 67
4.4. Pencapaian Nilai Karakter Siswa Berdasarkan Aspek Yang Diamati Pada siklus Pertama………... ... 69
4.5. Data Indikator Penilaian Kemampuan Guru (IPKG) Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II……….. ... 77
4.6. Data partisipasi siswa dalam diskusi kelompok pada siklus II…. ... 79
4.7. Pencapaian Nilai Karakter Siswa Berdasarkan Aspek Yang Diamati Pada siklus II………. 85
4.8. Data Indikator Penilaian Kemampuan Guru (IPKG) Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III………. ... 90
4.9. Data partisipasi siswa dalam diskusi kelompok pada siklus III…. ... 91
4.10. Pencapaian Nilai Karakter Siswa Berdasarkan Aspek Yang Diamati Pada siklus III………. 95
4.11. Penilaian Perencanaan Dan Pelaksanaan Pembelajaran oleh Observer………. ... 101
4.12 . Perubahan Nilai Karakter Siswa Berdasarkan Aspek Yang Diamati………. ... 102
4.13. Perubahan Peran Guru Memimpin Diskusi Kelompok Dalam Membimbing, Berkonsultasi, Dan Memberi Kritik………… ... 104
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penyusunan proposal tesis penelitian tindakan kelas dengan judul:
”Penggunaan Metode Diskusi Kelompok Untuk Meningkatkan Nilai Karakter
Peserta Didik Dalam Pembelajaran IPS Di Kelas IX.A SMP Negeri 2 Pugung
Tahun Pelajaran 2012-2013”
Proposal tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk
dapat melakukan penelitian di lapangan dan memperoleh gelar Magister
Pendidikan pada Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPS Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa tesis ini hanya akan dapat diselesaikan berkat
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, terutama bimbingan, perhatian
dan kesabaran dari para dosen pembimbing dan dosen pembahas.
Penulis menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan penyusunan tesis penelitian ini.
Bandar Lampung, September 2012
Penulis
MOTO :
Jika Engkau Ingin Menjadi Guru, Lampaui Dulu Menjadi Murid
Jika Engkau Ingin Kaya, Belajar Dulu Menjadi Derma
Jika Engakau Ingin yang Terbaik, Lakukan Dulu Sesuatu Yang Terbaik
PERSEMBAHAN
Kupersembahakan Karya Tulis ini kepada:
1.
Kedua orang tuaku yang mulia, atas do’a, dukungan,dan
motivasinya
2.
Kakak-Kakakku tercinta, atas tauladan dan kebijakannya
Peneliti dilahirkan di pekon Pandan Sari kecamatan Sukoharjo Pada tanggal 14
Juli 1986, merupakan anak ke empat dari pasangan bapak Soedarno dan ibu
Tukirah.
Penulis menyelesaikan pendidikan SD di SD Negeri 1 Pandan Sari lulus tahun
1998, pendidikan menengah pertama di tempuh di Mts Islamiyah Sukoharjo lulus
tahun 2001. Kemudian sekolah tingkat menengah atas penulis selesaikan di SMU
Negeri 1 Pringsewu lulus tahun 2004.
Penulis melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di program studi pendidikan
sejarah lulus tahun 2008. Tahun 2009 penulis tercatat sebagai pegawai negeri
sipil (PNS) dan bertugas di SMP Negeri 2 Pugung kabupaten Tanggamus. Pada
Tahun 2009 penulis juga tercatat sebagai mahasiswa program studi Magister
Pendidikan IPS di Universitas Lampung. Karena berbagai kendala, seperti jarak
tempuh yang jauh, benturan dengan pekerjaan, dan alasan lainnya penulis baru
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia dewasa ini mulai memperlihatkan fakta-fakta yang
mengarah pada penurunan nilai karakter bangsa. Penurunan nilai karakter
ini dapat dilihat dari banyaknya tawuran antar warga, perampokan,
pembunuhan, korupsi dan lain sebagainya. Melihat kenyataan ini,
pemerintah mulai menggulirkan terobosan untuk dapat memperbaiki
kembali karakter bangsa Indonesia. Salah satu terobosan yang dilakukan
pemerintah yaitu melalui pendidikan.
Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat mendasar karena
pendidikan diharapkan dapat menghasilkan generasi bangsa yang lebih
baik. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi
muda bangsa dalam berbagai aspek yang nantinya dapat memperkecil dan
mengurangi penyebab berbagai masalah karakter bangsa.
Pentingnya pendidikan sebagai pembentuk karakter bangsa sesuai dengan
amanat yang tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. (UUSPN, 2003 : 7)
Berdasarkan amanat yang terdapat dalam undang-undang Nomor 20 tahun
2003 tersebut, maka pendidikan tidak hanya mengarah kepada aspek
kemampuan kognitif saja, melainkan harus pula mengarah pada aspek
kemampuan afektif, dan kemampuan psikomotorik.
Dengan digulirkanya pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah
melalui pengintegrasian dalam setiap mata pelajaran maka tidak akan lepas
dengan peran guru yang merupakan stick holder dari pendidikan tersebut. Guru atau pendidik memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan
generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas seorang guru
bukan hanya membelajarkan peserta didik agar memperoleh kemampuan
berupa pengetahuan dan teori-teori, melainkan harus pula membelajarkan
peserta didik agar mempunyai sikap yang baik, yang sesuai dengan karakter
bangsa Indonesia.
Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai seorang guru yang mengajar di
kelas VIII.A SMP Negeri 2 Pugung, Selama ini proses pembelajaran IPS
yang dilaksanakan lebih banyak mengarah pada kemampuan aspek kognitif,
yaitu kemampuan yang mengarahkan peserta didik untuk dapat menghafal
materi dan teori-teori. Rancangan pelaksanaan pembelajaran pun diarahkan
dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM). Adapun perolehan nilai yang
menggambarkan kemampuan peserta didik dalam pembelajaran pada aspek
kognitif dapat dilihat pada perolehan nilai pada Ujian Tengah Semester
(UTS) semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 sebagai berikut:
Tabel 1.1: Data perolehan nilai IPS Kelas VIII. A SMP Negeri 2 Pugung pada UTS Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013
NO SKORE JUMLAH SISWA KETERANGAN
1 50-60 3 Tidak Tuntas
2 61-70 2 Tidak Tuntas
3 71-80 16 Tuntas
4 80-90 7 Tuntas
5 90-100 2 Tuntas
Jumlah 30
Sumber : SMP Negeri 2 Pugung tahun 2012
Berdasarkan data di atas, menunjukan bahwa hasil belajar peserta didik kelas
VIII.A SMP Negeri 2 Pugung pada aspek kognitif sudah menunjukan
keberhasilan. Namun sesuai dengan amanat undang-undang sistem
pendidikan nasional (UUSPN) bahwa pendidikan tidak hanya mengarah pada
aspek kognitif saja, melainkan harus pula menyentuh aspek afektif, agar para
peserta didik mempunyai karakter yang baik, yang sesuai dengan karakter
bangsa Indonesia.
Harapan agar peserta didik tidak hanya mempunyai kemampuan pada aspek
kognitif, tetapi harus pula mempunyai kemampuan dalam aspek afektif belum
dapat dilihat dari pengamatan peneliti selama proses pembelajaran serta
informasi yang diperoleh dari guru-guru yang mengajar di kelas tersebut,
bahwa banyak peserta didik kelas VIII.A SMP Negeri 2 Pugung yang
menunjukan sikap tidak toleransi seperti mencemooh teman yang melakukan
kesalahan, rasa ingin tahu rendah yang dapat dilihat dari sikap pasif mereka
dalam pembelajaran yang hanya menerima apa yang disampaikan guru,
Kurang demokratis, kurang bertanggung jawab, kurang bersahabat, dan
kurang peduli sosial dapat dilihat dari kebiasaan mereka yang individual dan
ingin menang sendiri dalam mengemukakan pendapat. Hal ini menunjukan
bahwa peserta didik kelas VIII.A SMP Negeri 2 Pugung menunjukan karakter
yang tidak baik.
Untuk mengatasi berbagai hal di atas, maka seorang guru harus mampu
mengelola pembelajaran yang didalamya mengandung nilai-nilai karakter,
sehingga peserta didik tidak hanya mahir dalam aspek kognitif tetapi harus
pula mempunyai sikap yang baik. Untuk dapat mencapai tujuan agar peserta
didik mampu memiliki karakter yang diingankan, seorang guru harus mampu
pula memilih metode yang tepat dalam proses pembelajaran agar tujuan yang
diinginkan dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang dan kondisi peserta didik saat pembelajaran IPS
di atas, maka penulis mengambil judul penelitian "Penggunakan Metode
Diskusi Kelompok Untuk Meningkatkan Nilai Karakter Peserta Didik Dalam
Pembelajaran IPS Di Kelas VIII. A SMP Negeri 2 Pugung Tahun Pelajaran
Alasan penulis mengambil judul ini adalah dengan penggunaan metode
diskusi ini nantinya akan memberikan proses pembelajaran seperti
bekerjasama, saling menghargai, menghormati pendapat orang lain, cermat,
mampu memecahkan masalah secara bersama, dan sebagainya. Hasil dari
proses pembelajaran tersebut merupakan cerminan dari nilai -nilai karakter
bangsa yang dimiliki oleh peserta didik.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah di
atas, maka dalam penelitian ini dapat diambil identifikasi masalah sebagai
berikut:
1. Nilai Aspek kognitif kelas VIII.A pada mata pelajaran IPS sudah
menunjukan kategori baik, namun tidak diimbangi dengan nilai aspek
afektif.
2. Karakter peserta didik kelas VIII.A masih menunjukkan kurang baik.
Dapat dilihat dari proses pembelajaran IPS selama ini seperti suka
mencemooh pendapat teman, rasa ingin tahu yang rendah, dan kurang
demokratis.
3. Guru mata pelajaran IPS di SMP Negeri 2 Pugung belum memanfaatkan
secara maksimal pembelajaran IPS sebagai sarana untuk peningkatan
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini dapat terarah dan mendapatkan hasil yang akurat, maka
penelitian ini difokuskan pada persoalan penggunaan metode diskusi
kelompok untuk meningkatkan nilai karakter peserta didik dalam
pembelajaran IPS.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah untuk menjawab bagaimanakah penggunaan metode
diskusi kelompok untuk meningkatkan nilai karakter peserta didik dalam
pembelajaran IPS di kelas VIII.A SMP Negeri 2 Pugung dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kemampuan guru dalam proses pembelajaran
menggunakan metode diskusi kelompok yang di dalamnya memuat
nilai-nilai karakter bangsa?
2. Bagaimanakah penggunaan diskusi kelompok dalam proses
pembelajaran IPS Terpadu yang dapat meningkatkan nilai karakter
peserta didik ?
E. Pemecahan Masalah
Untuk dapat memecahkan masalah di atas, peneliti akan menggunakan
metode diskusi kelompok dalam pembelajaran. Kemampuan guru dalam
proses pembelajaran dilihat dari instrumen penilaian kinerja guru (IPKG)
yang sudah disiapkan. Penggunaan metode diskusi kelompok yang dapat
didik selama pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi
kelompok. Aktivitas tersebut antara lain berdoa ketika akan memulai
pembelajaran, menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, mentaati aturan
diskusi, pemberian kesempatan yang sama dalam bertanya dan
menjawab, menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan lain
sebagainya. Semua aktivitas peserta didik yang mencerminkan nilai-nilai
karakter bangsa dalam pembelajaran IPS melalui metode diskusi diambil
dari 18 nilai-nilai karakter bangsa.
F. Tujuan Penelitian
a. Diketahuinya kemampuan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran
IPS terpadu dengan menggunakan metode diskusi yang di dalamnya
memuat nilai-nilai pendidikan karakter.
b. Ditemukannya penggunaan metode diskusi kelompok yang tepat dalam
pembelajaran IPS terpadu yang dapat meningkatkan nilai karakter peserta
didik.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
SMP disajikan secara terpadu.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acauan dalam
mendesain program pembelajaran.
b. Bagi peserta didik penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana guna
meningkatkan nilai karakter yang dimilikinya.
c. Bagi sekolah penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam
perbaikan pembelajaran khususnya tentang karakter peserta didik.
H. Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang Lingkup Obyek Penelitian
Ruang lingkup obyek penelitian dalam penelitian ini adalah :
a. Kemampuan guru dalam proses pembelajran IPS terpadu dengan
menggunakan metode diskusi yang di dalamnya memuat nilai-nilai
pendidikan karakter.
b. Metode diskusi kelompok yang tepat dalam pembelajaran IPS terpadu
yang dapat meningkatkan nilai karakter peserta didik.
2. Ruang Lingkup Subyek Penelitian
Ruang lingkup subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII.A SMP
3. Ruang Lingkup Tempat Penelitian
Ruang lingkup tempat penelitian ini adalah di kelas VIII.A SMP Negeri 2
Pugung.
4. Ruang Lingkup Waktu Penelitian
Ruang lingkup waktu penelitian adalah pelaksanaan penelitian dilakukan
pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.
5. Ruang Lingkup Ilmu Penelitian
Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah Ilmu Pengetahuan Sosial
6. Ruang Lingkup IPS Terpadu
Ruang lingkup kajian Ilmu dalam penelitian ini yaitu Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) yaitu mengkaji seperangakat peristiwa, fakta, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu social. Pada jenjang SMP/MTs
mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan
ekonomi. Dari ketentuan ini maka secara konseptual materi IPS di
SMP/MTs juga belum mencakup dan mengakomodasi seluruh disiplin
ilmu social. Namun ketentuannya sama bahwa melalui mata pelajaran IPS
ini peserta didik diarahkan untuk menjadi warganegara Indonesia yang
demokratis dan bertanggung jawab, serta menjadi warga dunia yang cinta
BAB II
PERSPEKTIF TEORITIS DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Belajar
Wittig dalam Syah (2005:5) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang
relatif menetap yang terjadi dalam segala macam keseluruhan tingkah laku
suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Kemudian Slameto (2003:2)
menyatakan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Dari pendapat para ahli di atas, belajar berarti merupakan usaha secara sadar
yang dilakukan oleh individu melalui pengalaman belajar agar terjadi
perubahan pada dirinya.
Secara umum pembelajaran merupakan perpaduan dua aktivitas, yaitu guru
dan aktivitas siswa. Aktivitas guru dalam proses pembelajaran sebagai
fasilitator dan siswa sebagai pelaku.
Seorang guru dalam pembelajaran mempunyai peran mengupayakan
terciptanya jalinan komunikasi yang harmonis antara guru dan peserta didik.
mampu mengubah diri peserta didik dalam arti yang luas serta mampu
menumbuh-kembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga
pengalaman yang diperoleh peserta didik selama terlibat dalam proses
pembelajaran dapat dirasakan secara langsung dalam perkembangan
pribadinya. Kunci pokok keberhasilan suatu pembelajaran bukan ditentukan
oleh peranan guru saja, melainkan pembelajaran akan bisa berhasil dengan
baik jika kedua belah pihak, yaitu guru dan peserta didik sama-sama aktif
dalam pembelajaran tersebut.
1. Jenis - Jenis Belajar
Rusyan (1992:7) berpendapat belajar mengarah pada 3 aspek, yaitu kognitif,
afekif, dan psikomotorik. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Prilaku kognitif, yaitu prilaku yang menyangkut masalah pengetahuan
dan masalah kecakapan intelektual.
2. Prilaku afektif yang berupa sikap, nilai-nilai, dan persepsi.
3. Prilaku Psikomotor, termasuk kelincahan tangan dan koordinasinya.
Berdasarkan pendapat di atas, berarti dalam proses pembelajaran siswa tidak
hanya dituntut untuk memperoleh nilai yang minimal sesuai dengan nilai
KKM yang telah ditentukan. Namun siswa juga dituntut untuk mempunyai
sikap yang baik (afektif) dan keterampilan yang memadai (psikomotorik).
Agar siswa dapat mempunyai sifat yang baik, maka seorang guru harus
mampu pula merencanakan pembelajaran yang dapat mengarahkan karakter
2. Teori Belajar
2.1. Teori Belajar Sosial Vygotsky
Vygotsky berpendapat bahwa peserta didik membentuk pengetahuan
sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan peserta didik sendiri melalui
bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik
pada faktor biologis menentukan fungsi-fungsi elementer memori,
persepsi, dan stimulus-respon. Faktor sosial sangat penting artinya bagi
perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep,
penalaran logis, dan pengambilan keputusan (Trianto, 2010: 38-39).
Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani
tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas-tugas-tugas tersebut masih berada
dalam jangkauan mereka yang biasa disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental
yang lebih tinggi pada umumnya muncul dari percakapan dan kerja sama
antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke
dalam individu tersebut (Trianto, 2010:39).
Ide penting dari Vygotsky adalah scaffolding yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak
dapat melakukannya (Nur, 2000: 6)
2.2. Teori Belajar Konstruktivistik
Menurut Slavin dalam Nur ( 2002: 8) teori belajar kontruktivistik
menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan - aturan itu
tidak lagi sesuai. Bagi peserta didik agar benar-benar memahami dan dapat
menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,
menemukankan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah
payah dengan ide-ide.
Menurut teori konstruktivistik ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan pada peserta didik. Peserta didik harus membangun sendiri
pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan
untuk proses ini dengan memberikan kesempatan peserta didik untuk
menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar
peserta didik menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru dapat membawa peserta didik ke pemahaman
yang lebih tinggi, dengan catatan peserta didik sendiri yang harus
memanjat anak tangga tersebut.
Menurut Budiningsih (2004: 58) secara konseptual, proses belajar jika
yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri peserta didik,
melainkan sebagai pemberian makna oleh peserta didik kepada
pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara
pada pemutakhiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang
dari segi prosesnya daripada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta.
Pemberian makna terhadap obiyek dan pengalaman oleh individu tersebut
tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh peserta didik. melainkan
melalui interaksi dalam jaringan yang unik, yang terbentuk baik dalam
budaya kelas maupun luar kelas. Maka pengelolaan pembelajaran harus
diutamakan pada pengelolaan peserta didik dalam memproses gagasannya.
Dalam proses pembelajaran teori konstruktivitis ini dapat dikembangkan
dengan cara menggunakan metode diskusi kelompok. Diskusi kelompok
dalam proses pembelajaran menekankan peserta didik untuk mampu dan
mentransformasi informasi yang kompleks. Kemudian peserta didik harus
pula mampu memecahkan masalah yang dihadapi dengan cara
mengungkapakan ide-ide mereka. Guru hanya mengarahkan, dan peserta
didiklah yang harus melangkah sendiri untuk memperoleh informasi.
B. Konsep Pembelajaran
Faturrohman (2007:13) menyatakan bahwa pembelajaran adalah
mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran,
Kemudian Hamalik (2001:54) berpendapat bahwa pembelajaran adalah
suatu sistem yang luas yang mengandung banyak aspek di dalamnya,
diantaranya: a) profesi guru, b) pertumbuhan siswa sebagai organisme yang
sedang berkembang, c) tujuan pendidikan dan pengajaran, d) kurikulum
sekolah, e) perencanaan pengajaran, f) bimbingan sekolah, g) hubungan
dengan masyarakat dan lembaga-lembaga.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, berarti yang dimaksud dengan
pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru
dan siswa, mempunyai tujuan tertentu, dengan metode tertentu, dan
dilakukan oleh suatu lembaga. Dalam suatu pembelajaran harus ada proses
belajar-mengajar. Guru dengan metode tertentu membelajarkan siswa agar
mencapai tujuan yang akan dicapai. Sedangkan belajar dapat dilakukan
kapan saja dan dimana saja tanpa harus adanya guru.
C. Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan mulai dari tingkat dasar hingga tingkat menengah, Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Sapriya (2009:7) sebagai berikut:
"Istilah IPS di Indonesia Mulai dikenal sejak tahun 1970-an sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik dan secara formal digunakan dalam system pendidikan nasional dalam kurikulum 1975. Dalam Dokumen kurikulum tersebut IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah".
Menurut Pargito (2010:18) ilmu pengetahuan sosial adalah istilah yang
berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan
masa lalu.
Berdasarkan isinya, IPS merupakan integrasi mata pelajaran yang didalamnya
memuat mata pelajaran sejarah, ekomomi, geografi, sosiolgi, dan mata
pelajaran ilmu sosial lainnya. Sebagaimana yang dirumuskan oleh National Council for Sosial Studies (NCSS) pada tahun 1993 dalam somantri (2001:73) sebagai berikut:
"Sosial studies is integrated study of the sosial sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, sosial studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology,archaeology, econimc,geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities. Mathematics, and natural sciences. The primary purpose of sosial studies is tohelp young people
"Ilmu pengetahuan sosial adalah studi integrasi tentang ilmu-ilmu sosial
dan humaniora untuk membentuk warganegara yang baik. Program IPS di sekolah merupakan gambaran kajian sistematis dan koordinatif dari
disiplin ilmu-ilmu sosial seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu pengetahuan politik, psikologi, agama, dan sosiologi, juga yang bersumber dari humaniora, matematika, dan ilmu pengetahuan alam".
IPS di Indonesia merupakan mata pelajaran baru yang mulai termuat dalam
kurikulum 1975 yang diberikan untuk jenjang sekolah dasar (SD), sekolah
pengembangan materi untuk mata pelajaran IPS ini adalah pengembangan
nilai berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan definisi resmi tentang Ilmu pengetahuan sosial atau sosial studies yang dikeluarkan oleh NCSS di atas dan penjelasan para ahli, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa pengertian dari Ilmu
Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran yang diberikan di Sekolah dari
jenjang SD, SMP, dan SMA yang meliputi integrasi dari pelajaran
antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu
pengetahuan politik, psikologi, agama, dan sosiologi juga yang bersumber
dari humaniora, matematika, dan ilmu pengetahuan alam yang bertujuan
untuk mendidik agar generasi muda dapat mengambil keputusan yang tepat
ketika menghadapi masalah-masalah sosial.
D. Karakteristik Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Di SMP
Karakteristik pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) pada jenjang
SMP merupakan keterpaduan dari konsep ilmu geografi, sejarah, ekonomi,
dan sosiologi yang dikemas sedemikian rupa dalam standar kompetensi
dan kompetensi dasar menjadi pokok bahasan, topic, atau tema tertentu
dengan menggunakan tiga dimensi (ruang, waktu, dan nilai/moral)
( Tim Pengembang Pembelajaran IPS, 2010 : 4)
Mata pelajaran IPS pada jenjang SMP/MTs ini memuat materi geografi,
materi IPS di SMP/MTs juga belum mencakup dan mengakomodasi
seluruh disiplin ilmu sosial. Namun ketentuannya sama bahwa melalui
mata pelajaran IPS ini peserta didik diarahkan untuk menjadi warganegara
Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta menjadi warga
dunia yang cinta damai.
E. Keterpaduan Dalam Pembelajaran IPS Di SMP
Joni dalam Trianto (2006:124-125) berpendapat tentang pengajaran
IPS terpadu sebagai berikut:
" Pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun berkelompok secara aktif mengggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistic, bermakna, dan otentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/tema menjadi pengendali di dalam pembelajaran. Dengan berpartisipasi di dalam eksplorasi tema/peristiwa tersebut siswa belajar sekaligus proses dan isi beberapa mata pelajaran secara serempak".
Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran secara terpadu pada dasarnya
dimaksudkan sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan materi
beberapa mata pelajaran dalam suatu tema tertentu. Dengan demikian,
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan cara ini dapat dilakukan dengan
mengajarkan beberapa materi pelajaran yang disajikan dalam bentuk tema
atau bahasan setiap pertemuan.
Tim pengembang pembelajaran IPS secara terpadu (2010:8) menuliskan
salah satu model keterpaduan dalam IPS adalah Sequenced yaitu model keterpaduan yang mana beberapa topic/bahasan diatur atau disusun atau
Model keterpaduan Sequenced ini menurut peneliti adalah model keterpaduan yang paling mudah untuk digunakan. Karena dengan model
ini terjadi urutan materi yang tidak membingungkan baik guru maupun
murid, namun esensi dari tujuan pembelajaran IPS untuk menjadikan
peserta didik menjadi manusia yang demokrasi, bertanggung jawab, dan
cinta damai dapat terpenuhi. Selain itu dengan model keterpaduan secara
Sequenced ini cocok digunakan bagi lembaga-lembaga pendidikan yang biasanya melaksanakan evaluasi pembelajaran secara bersama dan
serentak seperti ujian akhir semester.
F. Konsep Pendidikan Karakter
Untuk mengetahui pengertian pendidikan karakter, akan lebih baik jika
kita mengetahui terlebih dahulu definisi pendidikan dan definisi karakter.
Koesoema (2007:53) menuliskan sebagai berikut:
"Kata education yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi pendidikan merupakan kata benda turunan dari kata kerja bahasa latin
educare. Bisa jadi kata education berasal dari dua kata kerja yang berbeda, yaitu dari kata educare dan educere. Kata educare dalam bahasa latin memiliki konotasi melatih atau menjinakkan (seperti dalam konteks manusia melatih hewan-hewan yang liar menjadi semakin jinak sehingga bisa diternakkan), menyuburkan (membuat tanah itu lebih menghasilkan banyak buah karena tanah telah digarap dan diolah).
Berdasarkan pengertian di atas, dapatlah dikatakan pendidikan adalah
sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan,
mendewasakan, membuat yang tidak tertata atau liar menjadi semakin
potensi yang ada dalam diri manusia, seperti kemampuan akademis, bakat,
fisik, mental, dan kemampuan seni.
Sedangkan kata educere sebagaimana yang dikemukakan oleh Koesoema (2007: 60) merupakan gabungan dari preposisi ex (yang artinya keluar dari) dan kata kerja decure (memimpin). Oleh karena itu, educere bisa diartikan suatu kegiatan untuk menarik keluar atau membawa keluar.
Proses keluar ini bisa berarti secara internal maupun eksternal. Yang
dimaksud keluar secara internal adalah kemampuan manusia keluar dari
keterbatasan fisik yang dimilikinya. la mampu mengatasi
kekurangan-kekurangan fisik yang dihadapinya melalui sebuah proses pendidikan
sehingga ia tetap bertahan hidup. Sementara pengertian keluar secara
eksternal lebih mengacu pada proses hubungan antara individu dengan
individu lain di dalam masyarakat dan lingkungannya. Manusia melalui
proses pendidikan mampu bekerja sama dalam sebuah masyarakat yang
membantu setiap individu tumbuh dalam proses penyempurnaan dirinya.
Manusia harus mampu bekerja sama dan membuktikan diri pada sebuah
kehidupan yang kepentingannya menjangkau kepentingan banyak orang.
Berdasarkan kata asalnya tersebut, maka pendidikan berarti merupakan
kegiatan sadar yang dilakukan guna mencapai keinginan yang dikehendaki
agar lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang
system pendidikan nasional pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa:
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara".
Berdasarkan definisi pendidikan menurut undang-undang di atas dapat
diartikan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis
dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan juga bisa berarti
suatu usaha untuk mempersiapkan generasi muda demi keberlangsungan
kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan.
Sedangkan karakter secara umum banyak orang yang menyamakan istilah
karakter dengan apa yang disebut dengan kepribadian. Menurut Amri
(2011:26) "Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya
atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga
bawaan seseorang dari masa lahir"
Penulis berpendapat bahwa karakter yang melekat pada seseorang lebih
banyak dipengaruhi oleh factor luar seperti lingkungan, teman bergaul, dan
juga pendidikan yang ditempuh oleh seseorang. Orang yang ditempa dalam
pendidikan militer biasanya mempunyai perangai yang tegas dan bersuara
keras. Sedangkan orang yang ditempa untuk menjadi seorang perawat atau
bidan, biasanya mempunyai perangai yang lemah lembut dan penuh kasih
sayang.
Dalam buku tim pengembang pembelajaran IPS secara terpadu yang
"bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabi'at, temperamen, watak. Berkarakter berarti berkepribadian, berperilaku
,bersifat, bertabi'at, dan berwatak".
Berdasarkan pengertian pendidikan dan pengertian karakter di atas maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah Proses
pembelajaran secara sadar terhadap peserta didik, agar peserta didik
mempunyai sikap, watak dan tindakan yang baik sebagaimana identitas
bangsa Indonesia selama ini.
Pendidikan karakter berarti transformasi dan penanaman nilai-nilai karakter
atau nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik yang meliputi ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik, serta kesadaran untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,diri sendiri, sesama,
lingkungan maupun kebangsaan, sehingga menjadi manusia yang yang
mempunyai kepribadian yang baik
Pendidikan karakter dikembangkan dengan berpijak pada nilai-nilai kebaikan
yang mendasar. Menurut para ahli psikolog, ada beberapa nilai dasar karakter
yaitu: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung
jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, kerjasama, percaya
diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan,
baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan persatuan. Beberapa nilai
dasar di atas yang relevan dengan pembelajaran IPS misalnya: nilai
kehambaan, kemampuan inkuiri, dan memecahkan masalah sosial,
tanah air, meneladani para pahlawan/pemimpin, menghargai dan mencintai
produk bangsa sendiri, toleransi dan menghargai keberagaman, kemampuan
berorganisasi dan kerjasama, demokratis dan bertanggungjawab, mandiri,
bertindak efektif dan efesien.
Menurut pendapat Zubaedi (2011:17) pendidikan karakter sebagai berikut:
"Bahwa pendidikan karakter merupakan penanaman kecerdasan di dalam berfikir,penghayatan dalam bentuk sikap,dan pengamalan dalam bentuk prilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya,diwujudkan dalam interaksi dengan tuhannya,diri sendiri,antar mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya,menerapkan nilai-nilai karakter tersebut dalam kehidupan dirinya sebagai anggota masyarakat dan warganegara yang religious, nasionalis, produktif, dan kreatif.
Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan
nilai-nilai karakter pada peserta didik sehingga dalam proses pendidikan,
diharapkan para peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi
dirinya, melakukan proses sosialisasi, dan penghayatan nilai-nilai yang
tersirat maupun tersurat menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di
masyarakat agar kehidupan masyarakat lebih sejahtera,dan kehidupan bangsa
bisa lebih bermartabat.
G. Nilai-Nilai Karakter
Nilai-nilai karakter pada dasarnya meliputi nilai karakter dalam hubungannya
dengan Tuhan YME, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan lingkungan,
dan nilai-nilai yang mengandung nilai kebangsaan. Penjelasan nya dapat
1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan: Religius. 2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri-sendiri :
jujur,bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu pengetahuan.
3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama: Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturanaturan sosial,
menghargai karya dan potensi orang lain, santun demokratis
4. Nilai karakter dalam hubunganya dengan lingkungan: Peduli sosial dan lingkungan,melestarikan lingkungan.
5. Nilai kebangsaan: Nasionalis, menghargai keberagaman, patriotis.
Untuk lebih jelasnya dapat di deskripsikan pada table dibawah ini:
Tabel 2. 1: Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter
NO NILAI DESKRIPSI
1
Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakanajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2
Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinyasebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3 Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuhpada berbagai ketentuan dan
peraturan.
5 KerjaKeras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguhdalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Berpikir dan
caraatau hasil baru dari Sesuatu yang dimiliki
6 Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hal baru dariSesuatu yang dimiliki
7 Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung padaorang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
8 Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9 Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untukmengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar
10 Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yangmenempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11 Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkankesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya
12 Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain
13 Bersahabat/Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14 CintaDamai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan oranglain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15 GemarMembaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagaibacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya
16 Peduli Lingkungan
masyarakat yang membutuhkan. sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber : Buku tim pengembang Pendidikan karakter
Peserta didik yang mempunyai nilai-nilai karakter yang baik, biasanya akan
berhasil dalam bidang akademiknya. Karena pendidikan karakter pada
hakikatnya merupakan pengintegrasian antara kecerdasan, kepribadian, dan
akhlak mulia.
Pendidikan karakter dapat digunakan sebagai upaya membantu peserta didik
untuk memahami, peduli, dan berbuat atau bertindak berdasarkan nilai-nilai.
Pendidikan karakter merupakan pendidikan budi pekerti dengan melibatkan :
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling) dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan
pendidikan seorang peserta didik akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan
emosi bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa
depan. Dengan kecerdasan emosional ini peserta didik akan berhasil
mengahadapi tantangan untuk berhasil secara akademis.
Dalam Zubaedi (2011:42) dijelaskan sebagai berikut:
Berdasarkan pendapat ini jelaslah bahwa keberhasilan seorang peserta didik
lebih cenderung ditentukan oleh karakternya daripada kegeniusan otaknya.
Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, yang dalam
kehidupannya pasti selalu membutuhkan orang lain. Orang yang berkarakter
baik pasti akan selalu mudah untuk bergaul dan bekerja sama dengan orang
lain.
H. Indikator Keberhasilan program pendidikan karakter Tingkat SMP
Dalam Tim Pengembang Pendidikan Secara terpadu yang di keluarkan
Kemendiknas (2010:6) disebutkan bahwa keberhasilan program pendidikan
karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik
sebagaimana tercantum dalam standar kompetensi lulusan SMP, yang antara
lain meliputi sebagai berikut:
1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; 3. Menunjukkan sikap percaya diri;
4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; 8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi
yang dimilikinya;
9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
10.Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
11.Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
12.Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bennasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
14.Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya; 15.Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu
luang dengan balk;
16.Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
17.Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
18.Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
19.Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
20.Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
21.Memiliki jiwa kewirausahaan.
Pada tataran sekolah kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah
terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian,
dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan
masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
I. Metode Diskusi Kelompok Dalam Pembelajaran IPS
Metode adalah cara yang digunakan untuk membelajarkan peserta didik agar
mampu berperan maksimal dalam proses pembelajaran. Salah satu metode
yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS yaitu metode diskusi
kelompok.
Metode diskusi merupakan metode yang dikembangkan dari teori belajar
konstruktivistik. Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran
dengan menugaskan peserta didik atau kelompok belajar untuk melaksanakan
percakapan ilmiah untuk mencari kebenaran dalam rangka mewujudkan
Bahri (1997: 99) menyatakan metode diskusi adalah cara penyajian
pembelajaran dimana peserta didik dihadapkan kepada suatu masalah yang
bisa berupa pertanyaan atau pertanyaan yang bersifat problematic untuk
dibahas dan dipecahkan bersama.
Menurut Djajadisastra (1998 : 12) metode diskusi adalah format belajar
mengajar yang menitik beratkan kepada interaksi antara anggota yang lain
dalam suatu kelompok guna menyelesaikan tugas belajar secara bersama
-sama. Karena itu dituntut untuk mampu melibatkan keaktifan anak
bekerjasama dan berkolaborasi dalam kelompok.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa diskusi adalah
suatu pengalaman peserta didik dalam proses pembelajaran, yang melibatkan
dua atau lebih individu yang saling berinteraksi untuk tukar -menukar
informasi, mengemukakan dan mempertahankan pendapat guna mencari
pemecahan masalah.
Pelaksanaan diskusi dalam pembelajaran bisa dilaksanakan secara efektif
dengan cara membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil yang
memungkinkan semua peserta didik bisa berpartisipasi secara aktif. Metode
diskusi menuntut guru untuk dapat mengelompokkan peserta didik secara
aktif dan proporsional yang didasarkan pada:
a) Fasilitas yang tersedia.
b) Perbedaan individual dalam minat belajar dan kemampuan belajar, c) Jenis pekerjaan yang diberikan,
d) Wilayah tempat tinggal peserta didik,
Suatu kegiatan dapat dikatan sebagai diskusi jika memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Melibatkan kelompok yang terdiri dari 5 sampai 6 anggota
b. Berlangsung dalam interaksi tatap muka secara formal
c. semua anggota kelompok mendapat kesempatan untuk melihat,
mendengar serta berkomunikasi secara bebas dan langsung
d. Mempunyai tujuan yang ingin dicapai antar anggota kelompok
e. Melalui proses yang teratur dan sistematis menuju suatu kesimpulan.
Seperti halnya dengan metode yang lain, metode diskusi kelompok juga
mempunyai keunggulan dan kelemahan. Menurut Wahab keunggulan dan
kelemahan dari metode diskusi kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keunggulan metode diskusi kelompok:
a) memberikan kemungkinan untuk sating mengemukakan pendapat b) menyebabkan pendekatan yang demokratis
c) mendorong rasa kesatuan d) memperluas pandangan
e) menghayati kepemimpinan bersama - sama f) membantu mengembangkan kepemimpinan
g) meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
2. Kelemahan - kelemahan metode diskusi kelompok adalah: a) tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar
b) peserta mendapat informasi yang terbatas c) diskusi mudah terjerumus
d) membutuhkan pemimpin yang terampil
e) mungkin dikuasi orang - orang yang suka bicara f) dapat memboroskan waktu. (Wahab,1996:323).
Seorang guru dalam metode diskusi tidak hanya memberikan bahan informasi
kemudian peserta didik dibiarkan mencari pemecahan sendiri, akan tetapi
pikiran kemudian dicari kesepakatan bersama dalam mengambil keputusan.
Kelebihan metode ini dalam proses pembelajaran adalah guru tidak
mendominasi pembicarakan, tetapi sebagai pengarah rangkaian kegiatan.
Dengan adanya peranan dari guru maka kelemahan-kelemahan diskusi seperti
ketidak efektifan waktu dapat seminimal mungkin dihindari.
Langkah-langkah yang hams dilakukan dalam pelaksanaan diskusi kelompok,
yaitu sebagaimana yang diuraikan oleh Karo-karo sebagai berikut:
1. guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan, apa tujuan masalah itu didiskusikan dan garis besar dalam pemecahan masalah, 2. para peserta didik (di bawah pimpinan guru) membentuk kelompok
-kelompok diskusi,
3. para peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugasnya.
4. Kelompok -kelompok diskusi melaporkan hasil yang telah dicapainya (presenatasi perkelompo), hasil - hasil yang telah dilaporkan itu ditanggapi atau dinyatakan oleh anggota dari kelompok lain.
5. Peserta didik mencatat hasil diskusi ( Karo, 1998 :27).
Setelah selesai tahapan diskusi maka guru memberikan refleksi bagaimana
jalannya diskusi, dan memberikan tanggapan terhadap jawaban atau
tanggapan peserta didik yang mengemuka pada waktu diskusi agar peserta
didik mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.
J. Hasil Penelitian yang relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Haryanti yang berjudul "Pengembangan
menjadi unsur-unsur yang sangat penting agar tujuan pendidikan karakter
dapat terarah dan efektif. Dalam penelitian ini berarti peneliti menyetujui
bahwa guru mempunyai andil yang besar dalam menentukan berhasil atau
tidaknya penanaman nilai karakter bangsa pada peserta didik. Karena
peranan guru dalam sebuah proses pembelajaran adalah sebagai pengelola
dan sebagai fasilitator, sehingga memerlukan metode tertentu agar
pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Lebih lanjut mengenai
metode yang dianggap efektif guna menanamkan nilai karakter pada peserta
didik peneliti kembali menuliskan pada karayanya tersebut seperti pada
pemyataannya sebagai berikut:
Adapun metode pendidikan karakter di sekolah dapat berupa:
a. Mengajarkan
Untuk dapat melakukan yang baik, adil, dan bernilai maka perlu
mengajarkan apa itu kebaikan,apa itu adil, dan apa itu bernilai. Salah
satu unsur penting dalam pendidikan karakter adalah mengajarkan
nilai-nilai itu sehinggga anak didik mempunyai gagasan konseptual
tentang nilai-nilai pemandu perilaku yang bisa dikembangkan dalam
mengembangkan karakter pribadinya. Pemahaman konseptual juga
menjadi bagian dari pemahaman pendidikan karakter itu sendiri, sebab
anak-anak akan banyak belajar dari pemahaman dan pengertian tentang
nilai-nilai yang dipahami oleh para pendidik dalam setiap perjumpaan
b. Keteladanan
Jika kita memperhatikan anak didik maka mereka akan lebih banyak
belajar dari apa yang mereka lihat Ada sebuah ungkapan yang artinya
kata-kata itu dapat menggerakan orang, namun keteladan itulah yang
menarik hati. Pendidikan karakter sesungguhnya lebih merupakan
tuntutan terutama bagi kalangan pendidik sendiri, sebab pengetahuan
yang baik tentang nilai akan menjadi tidak kredibel ketika gagasan
teotis tersebut tidak pernah ditemui oleh siswa dalam kehidupan di
sekolah. Keteladanan memang menjadi suatu hal yang klasik bagi
berhasilnya sebuah tujuan pendidikan karakter. Guru yang dalam
bahasa jawa berarti digugu lan ditiru sesungguhnya menjadi jiwa dari pendidikan karakter itu sendiri.
c. Menentukan Prioritas
Pendidikan karakter menghimpun banyak kumpulan nilai yang
dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi atas visi lembaga
pendidikan. Oleh karena itu lembaga pendidikan mesti menentukan
tuntutan standar karakter yang akan ditawarkan kepada peserta didik
sebagai bagian dari kinerja kelembagaan mereka, tanpa adanya prioritas
yang jelas proses evaluasi atas berhasil atau tidaknya pendidikan
karakter akan menjadi tidak jelas, Ketidakjelasan tujuan dan tatacara
karakter di sekolah karena tidak akan pernah terlihat adanya kemajuan
dan kemunduran.
d. Refleksi
Refleksi merupakan kemampuan sadar khas manusiawi. Dengan
kemampuan sadar ini, manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan
kualitas hidupnya dengan lebih baik. Jadi setelah tindakan dan praksis
pendidikan karakter itu terjadi, perlu dilakukan refleksi untuk melihat
sejauh mana lembaga pendidikan telah berhasil atau gagal dalam
pendidikan karakter.
Berdasarkan penelitian ini jelaslah bahwa guru mempunyai peranan yang
besar dalam menentukan berhasil atau tidaknya pembentukan karakter
bagi peserta didik. Kepiawaian guru dalam menentukan metode
pembelajaran akan menentukan pula sejauh mana nilai karakter dapat
tertanam pada peserta didik.
Kemudian penelitaian yang dilakukan Mardi widodo yang berjudul"
Membangun Karakter Bangsa Berbasis Budaya Sekolah Dan Komunitas
Sekolah" menyatakan membangun pendidikan karakter bangsa berbasis
sekolah, berbasis budaya sekolah, dan berbasis komunitas hendaknya dan
harus bercirikan sebagai berikut:
a. Sumber nilai karakter bangsa berasal dari lingkungan kebudayaan
sekolah, keluarga, lingkungan budaya masyarakat setempat yang
memperhatikan kearifan local sehingga mudah dipahami, dihayati,
dan diamalkan.
b. Pendidikan karakter hendaknya dikembangkan melalui disain yang
berbasis di dalam kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis
komunitas sekolah dan diintegrasikan dengan kemampuan
warganegara ke dalam domain kognitif, afektif, psikomotorik, dan
sosial.
c. Pendidikan karakter tidak akan efektif dan efesien jika pendidikan
dilaksanakan secara sempit dengan meninggalkan unsur
pembudayaan dan pemberdayaan dalam konteks pendidikan
nasional. Dalam hal ini antara pendidikan dan pembudayaan serta
pemberdayaan merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendidikan
karakter ditentukan oleh tiga hal yaitu moral knowling, moral feeling, dan moral behavior.
d. Lingkungan kebudayaan sekolah, keluarga, merupakan medium
yang paling efektif dalam pendidikan karakter bangsa.
e. Perlu adanya integrasi program kurikuler dan ekstra kurikuler
dalam pendidikan karakter bangsa.
f. Menanamkan konsesus dasar: pancasila, UUD 1945, NKRI,dan
Bhineka Tunggal ika dalam setiap jenis, jalur, dan jenjang
pendidikan.
g. Mengembalikan pancasila, dan pendidikan wawasan kebangsaan,
dan jati diri bangsa sebagai kontrak politik bangsa menuju
h. Menumbuhkan kesadaran untuk menghargai keragaman sebagai
karunia tuhan di negeri nusantara ini.
i. Membangun sikap moral, etika, dan sopan santun dalam hidup
berbangsa dan bernegara.
j. Menumbuhkan rasa hormat terhadap symbol Negara dan pahlawan.
k. Membangun semangat kebangsaan di era disentralisasi dan
globalisasi.
l. Membangun pendidikan karakter bangsa yang implicit di dalam
mata pelajaran menjadi tanggung jawab bersama.
m. Pendekatan yang dikembangkan adalah pendekatan multiskala dan
multidemonsional sehingga secara holistic dapat dikembangkan
sikap mental yang kuat.
Berdasarkan pendapat di atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa dalam
membangun nilai-nilai karakter bangsa memerlukan kombinasi peranan dari
berbagai pihak. Pihak sekolah dengan segala peranannya seperti
menanamkan nilai-nilai kebhinekaan, membuat aturan berkaitan dengan
moral, dan sebagainya. Karena kita menyadari kehidupan peserta didik tidak
hanya di sekolah, jadi semua pihak harus berperan aktif dalam penanaman
nilai karakter ini.
Sementara Rismareni Pransiska dalam penelitiannya yang berjudul
"Kesantunan Berbahasa Guru Dalam Membentuk Pendidikan Berakter Pada
Pendidikan Anak Usia Dini" menyimpulkan bahwa sebagai ujung tombak
baik ( good character) sehingga kelak mampu menciptakan manusia Indonesia yang berperilaku, berakhlak, dan berwatak baik. Kesadaran
pentingnya berbahasa yang santun terhadap peserta didik usia dini akan
menentukan bagaimana perkembangan karakter atau kepribadian anak
tersebut untuk masa yang akan datang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
para ahli yang menyatakan bahwa pada masa anak-anak adalah masa
pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang pesat dan merupakan
masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang.
Dalam penelitian ini kembali menyebutkan bahwa guru mempunyai andil
yang besar dalam penanaman nilai-nilai karakter. Tindak-tanduk seorang
guru mulai dari kerapihan dan kebersihan pakaian, badan, sikap, dan tingkah
laku, serta tutur bahasa bisa jadi sebagai penentu keberhasilan dalam
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (Class Action Research) dengan pendekatan kualitatif yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi kelompok
dalam meningkatkan nilai -nilai karakter peserta didik dalam pembelajaran
IPS di kelas VIII.A SMP Negeri 2 Pugung. Pemilihan metode ini
berdasarkan pendapat bahwa penelitian tindakan mampu menawarkan cara
dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme
guru dalam proses pembelajaran dikelas dengan melihat berbagai indikator
keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada
siswa.(Hopkins, 1993:34)
Penelitian tindakan yang dipilih adalah peneiitian self-reflecive inquiry,
atau penelitian melalui refleksi diri. Penelitian refleksi diri yaitu guru
mengumpulkan data dan prakteknya sendiri, berarti guru mencoba
mengingat kembali apa yang dikerjakan di dalam kelas, apa dampak
tersebut bagi peserta didik, guru mencoba memikirkan mengapa
dampaknya seperti itu.
Pengumpul data dalam penelitian ini adalah guru yang terlibat dalam
kegiatan praktik, sehingga guru mempuyai fungsi ganda yaitu sebagai guru
dan peneliti. Guru bukan hanya sekedar pelaksana pembelajaran, tetapi
berperan secara aktif dari tahap perencanaan hingga tahap evaluasi dan
refleksi tindakan.
Model PTK yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model
Kemmis dan Mc Taggart. Tahapan penelitian tindakan kelas pada model
Kemmis dan Mc Taggart ini meliputi sebagai berikut: (1) Perencanaan
(Planning), (2) Pelaksanaan dan Observasi (Acting and Observing), dan (3) Refleksi (Reflecting).
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII.A yang duduk
semester genap tahun pembelajaran 2012/2013. Penelitian ini dibantu oleh
dua orang Observer yang merupakan teman sejawat di SMP Negeri 2 Pugung kabupaten Tanggamus.
C. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah tindakan penerapan metode diskusi
kelompok untuk meningkatkan nilai karakter peserta didik dengan melihat
pada kemampuan guru dalam poses pembelajaran, dan penggunaan
metode diskusi kelompok yang dapat meningkatkan nilai karakter peserta
D. Operasional Penelitian Tindakan
Operasional penelitian tindakan dikemukakan untuk menghindari
terjadinya perbedaan penafsiran, sekaligus agar kegiatan penelitian
menjadi lebih focus dan membantu peneliti dan kolaborator dalam
mengggali informasi sesuai dengan indicator yang akan diteliti. Definisi
dari istilah-istilah yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran adalah serangkaian aktivitas guru dari mulai
pra pembelajaran, Kegiatan inti pembelajaran, dan penutup dengan
menggunakan metode diskusi kelompok . Untuk mengetahui proses
tindakan yang dilakukan guru sekaligus sebagai peneliti, maka perlu
dilakukan observasi oleh guru mitra. Indikator yang akan digunakan untuk
mengobservasi rangkaian proses pembelajaran yang dilakukan guru adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1. Indikator kemampuan guru dalam pembelajaran
NO Tahapan Pembelajaran Indikator Pembelajaran
1 Prapembelajaran Kesiapan ruang, alat pembelajaran, dan
media
Memeriksa kesiapan siswa
2. Membuka Pembelajaran Melakukan kegiatan apersepsi
Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai dan rencana kegiatan
3. Kegitan Inti Pembelajaran Penguasaan materi pembelajaran
Pendekatan/Strategi Pembelajaran
4 Penutup Melakukan refleksi atau merangkumyang
melibatkan siswa
2. Nilai Karakter Siswa Dalam Pembelajaran
Nilai karakter siswa adalah skor serangkaian aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran yang merupakan cerminan karakter siswa tersebut. Siswa
dikatakan mempunyai karakter yang baik apabila telah mencapai indikator
aktifitas yang sudah ditentukan dalam pembelajaran dengan metode diskusi
kelompok. Untuk mengetahui nilai karakter siswa perlu diadakan observasi
yang akan dibantu oleh guru mitra. Indikator karakter siswa dalam
pembelajaran diambil dari 18 nilai karakter bangsa yang memungkinkan
ditrapakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi
kelompok. Kisi-kisi nilai karakter nya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Kisi-kisi Pencapaian nilai karakter siswa
NO
1 Berperan sesuai dengan tugasnya baik dalam kelompok atau pada waktu diskusi
1
2 Bertanya atau menanggapi pendapat orang lain 1
3 Memberi kesempatan yang sama orang lain untuk bertanya, menjawab ,atau mengemukakan pendapat
1