• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Tenaga Kerja Pabrik Keramik terhadap Penyakit Paru Kerja Akibat Debu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Pengetahuan dan Sikap Tenaga Kerja Pabrik Keramik terhadap Penyakit Paru Kerja Akibat Debu"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

RAHMI SILVIYANI 100100175

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

RAHMI SILVIYANI 100100175

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Tenaga Kerja Pabrik Keramik terhadap Penyakit Paru Kerja Akibat Debu

Nama : Rahmi Silviyani

NIM : 100100175

Pembimbing Penguji I

(dr. Parluhutan Siagian, M.Ked(Paru),Sp.P) (dr. R. Lia Kusumawat,MS, Sp.MK) NIP: 19630405 198912 1 001 NIP: 19672206 199603 2 001

Penguji II

(dr. Yunita Sari Pane, M.Si) NIP: 19710620 200212 2 001

Medan, 6 Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Ratusanjutatenagakerjadiseluruhduniasaatinibekerjadalam kondisi yang tidaknyamandanberesikoterjadinyagangguan kesehatan akibat kerja. MenurutInternational Labor Organization (ILO) setiaptahun terjadi

1,1jutakematian yang disebabkanolehpenyakitatau yang di

sebabkanolehpekerjaan.Menurut WHO tahun 2007, diantarasemuapenyakitakibatkerja 30% sampai 50% adalahpenyakit

pneumokoniosis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru akibat debu. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian desktiptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Jumlah sample sebanyak 56 orang dengan metode total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Hasil uji tingkat pengetahuan tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru kerja akibat debu sebesar 64,5 % dikategorikan baik. Hasil uji sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru kerja akibat debu sebesar 46,6% dikategorikan setuju dan netral.

Dari hasil uji tersebut maka diharapkan tenaga kerja dapat memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja.Selain itu, diharakan juga kepada pihak pabrik untuk dapat melakukan penyuluhan pemakaian alat pelindung diri dan melakukan sosialisasi pengetahuan kesehatan kerja bagi para tenaga kerja.

(5)

ABSTRACT

Millions of labors all over the world are currently working in uncomfortable condition and put their lives at risks of health problems from their workplace. According to International Labor Organization ( ILO ), the number of mortality rate has reached 1.1 million in each year caused by disease or work .

Referring to WHO’sstatement that among all diseases from work, around 30 % to 50 % is pneumoconiosis .

The objective of this research is to find out the levels of knowledge and attitude, forceramic factory laborstoward lung diseases due to dust. The research conducted is descriptive research with cross-sectional as the research design. A number of the samples were 57 labors by using total sampling method. Data collection was conducted by using questionnaire .

The test resultrelated to the knowledge for ceramic factory laborstoward lung disease caused by work was 64.9 % and categorized as very good. The test results relatedto the attitude for ceramic factory labors toward lung disease caused by work 47,4 % categorized as agreed.

From the test result, it was expected that the labors could focus their attention to their health and work safety. In addition ,it is was also expectedthat the company was able to conduct counseling and socialization activities about the use of personal protective equipment and the knowledge of healtht workplace for the labor.

Keywords : Occupational Lung Disease , Pneumoconiosis , Knowledge ,

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul ”Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pekerja Pabrik PT Prima Indah Sanitoun Kota Binjai Terhadap Penyakit Paru Kerja Akibat Debu” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya, dr. H. Agusnadi Talah, Sp.A dan Hj. Suryani P yang selalu memberikan memberikan dukungan dan tidak bosan-bosannya mendoakan saya serta memberikan semangat dalam menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran USU.

Penelitian ini bisa diselesaikan atas dukungan dari banyak pihak, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, diantaranya:

1. dr. Parluhutan Siagian, M. Ked (Paru), Sp.P selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK dan dr. Yunita Sari Pane, Msi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang membuat karya tulis ini menjadi lebih baik.

3. Bapak Edi Hartono, selaku pimpinan PT Prima Indah Sanitoun Kota Binjai, yang telah memberikan izin dan telah banyak membantu dalam melakukan proses pengumpulan data di lokasi penelitian.

(7)

5. Teman-teman seperjuangan penulis, Nurma Sheila, Dwi Meutia Indriati, dan Nelfi Disya Amalia Lubis untuk dukungan, bantuan serta semangat bagi penulis.

6. Teman satu dosen pembimbing, Suciany untuk bantuan, semangat serta dukungan bagi penulis selama proses pembuatan karya tulis ini.

7. Para sahabat, Rizka Hayati, Dhita Tari, Siti Yuliana dan Sherly yang telah memberikan semangat , doa , canda tawa dan dukungan yang tiada hentinya.

8. Seluruh pekerja pabrik PT Prima Indah Sanitoun Kota Binjai, atas bantuan dan partisipasi dalam proses pengumpulan data penelitian ini.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ini.Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua, memberi informasi dan manfaat dalam pengembangan ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2013

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ………. ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ……… vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Lampiran... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pengetahuan ... 6

2.1.1. Pengertian Pengetahuan ... 6

2.1.2. Tingkat Pengetahuan didalam Domain Kognitif ... 6

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 7

(9)

2.2. Sikap ... 8

2.2.1. Pengertian sikap ... 8

2.2.2. Tingkatan Sikap ... 8

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap ... 9

2.2.4. Cara Pengukuran Sikap ... 9

2.3. Debu ... 9

2.3.1. Pengertian... 9

2.3.2. Sifat Debu ... 10

2.3.3. Klasifikasi Debu ... 11

2.3.4. Sumber dan Distribusi Debu ... 11

2.3.5. Ukuran Partikel Debu ... 12

2.3.6. Komposisi Kimia ... 14

2.3.7. Dampak Pencemaran Udara oleh Debu ... 14

2.3.8. Pengendalian dan Penanggulangan Debu ... 15

2.4. Penyakit Paru Kerja Akibat Debu ... 15

2.4.1. Pengertian... 16

2.4.2. Epidemiologi ... 17

2.4.3. Sifat Debu dan Hubungannya dengan Penyakit Paru... 17

(10)

2.4.5. Jenis Pneumokoniosis ... 20

2.4.6. Ukuran Debu yang Berpengaruh ... 20

2.4.7. Diagnosis Penyakit Paru Akibat Kerja ... 21

2.4.8. Tatalaksana ... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 27

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 27

3.2. Definisi Operasional ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Jenis penelitian... 28

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 28

4.4.1. Data Primer ... 29

4.4.2. Data Sekunder ... 29

4.4.3 Uji Validitas dan Reabilitas ... 29

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 29

4.5.1. Cara Pengolahan Data ... 29

4.5.2. Metode Analisa Data ... 30

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

5.1. Hasil Penelitian ... 31

(11)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 31

5.1.3. Hasil Analisis Data ... 31

5.2. Pembahasan ... 42

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47 LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Korelasi Ukuran dan Perilaku Partikel……… 12

Tabel 2.2. Beberapa Jenis Pneumokoniosis Berdasarkan Debu

Penyebabnya ………. 20

Tabel 2.3. Klasifikasi ILO Gambaran Radiologi Pneumokoniosis……….. 23

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur 31

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan jenis kelamin…. 32

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan pendidikan

Terakhir ……….. 32

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan lama

bekerja………. 33

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel

pengetahuan ……….. 33

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ……….. 34

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap … 35

Tabel 5.8. Distribusi frekuensi sikap ……….. 36

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan umur ….. 37

Tabel 5.10. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan

(13)

Tabel 5.11. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan

pendidikan terakhir ………. 38

Tabel 5.12. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan

lama bekerja ……… 38

Tabel 5.13. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan umur ………. 39

Tabel 5.14. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan jenis kelamin ………… 39

Tabel 5.15. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan pendidikan terakhir ….. 40

Tabel 5.16. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan lama bekerja …………. 41

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan kepada Subjek Penelitian

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Subjek Penelitian

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

(15)

ABSTRAK

Ratusanjutatenagakerjadiseluruhduniasaatinibekerjadalam kondisi yang tidaknyamandanberesikoterjadinyagangguan kesehatan akibat kerja. MenurutInternational Labor Organization (ILO) setiaptahun terjadi

1,1jutakematian yang disebabkanolehpenyakitatau yang di

sebabkanolehpekerjaan.Menurut WHO tahun 2007, diantarasemuapenyakitakibatkerja 30% sampai 50% adalahpenyakit

pneumokoniosis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru akibat debu. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian desktiptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Jumlah sample sebanyak 56 orang dengan metode total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Hasil uji tingkat pengetahuan tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru kerja akibat debu sebesar 64,5 % dikategorikan baik. Hasil uji sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru kerja akibat debu sebesar 46,6% dikategorikan setuju dan netral.

Dari hasil uji tersebut maka diharapkan tenaga kerja dapat memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja.Selain itu, diharakan juga kepada pihak pabrik untuk dapat melakukan penyuluhan pemakaian alat pelindung diri dan melakukan sosialisasi pengetahuan kesehatan kerja bagi para tenaga kerja.

(16)

ABSTRACT

Millions of labors all over the world are currently working in uncomfortable condition and put their lives at risks of health problems from their workplace. According to International Labor Organization ( ILO ), the number of mortality rate has reached 1.1 million in each year caused by disease or work .

Referring to WHO’sstatement that among all diseases from work, around 30 % to 50 % is pneumoconiosis .

The objective of this research is to find out the levels of knowledge and attitude, forceramic factory laborstoward lung diseases due to dust. The research conducted is descriptive research with cross-sectional as the research design. A number of the samples were 57 labors by using total sampling method. Data collection was conducted by using questionnaire .

The test resultrelated to the knowledge for ceramic factory laborstoward lung disease caused by work was 64.9 % and categorized as very good. The test results relatedto the attitude for ceramic factory labors toward lung disease caused by work 47,4 % categorized as agreed.

From the test result, it was expected that the labors could focus their attention to their health and work safety. In addition ,it is was also expectedthat the company was able to conduct counseling and socialization activities about the use of personal protective equipment and the knowledge of healtht workplace for the labor.

Keywords : Occupational Lung Disease , Pneumoconiosis , Knowledge ,

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tenaga kerja merupakan tulang punggung di bidang industri yang sangat menentukan keberhasilan dari suatu usaha untuk mempertinggi produksi, produktivitas dan efisiensi kerja.Keberhasilan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia perlu mendapat perhatian khusus.Baik kemampuan, keselamatan serta kesehatan kerjanya, sekalipun faktor modal, material yang bermutu baik, serta mesin-mesin canggih tidak dapat dijalankan oleh tenaga kerja dengan kesehatan yang rendah dan tidak memuaskan. Maka dari itu para pekerja berhak mendapatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan dalam bekerja (Konvensi ILO No.155/1981) serta mendapatkan pelayanan Kesehatan Kerja ( KonvensiILO No.197/2006; UU No.36/2009; UU 13/2003). Maka dari itu para pekerja memerlukan pengetahuan dan keterampilan dalam menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja (Kurniawidjaja L.M,2010).

Industri dan produksinya mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia. Di satu pihak akan memberikan keuntungan berupa terciptanya lapangan kerja, mempermudah komunikasi dan transportasi serta akhirnya terjadi peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Di pihak lain timbul dampak negatif karena pajanan bahan-bahan yang terjadi pada proses industri atau oleh karena produk-produk hasil industri tersebut. Pajanan bahan tersebut dapat mempengaruhi kesehatan lingkungan antara lain berupa pencemaran air karena pembuangan limbah dari pabrik, pencemaran udara oleh bahan-bahan yang diolah atau karena asap pabrik tersebut (Mangunnegoro H,2003).

(18)

terdapat bukti bahwa penyakit ini mengenai cukup banyak orang, khususnya di Negara-negara yang giat mengembangkan industri (Aditama T.Y, 1999).

Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perilaku yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (Suma’mur P.K, 2009).

Ratusan juta tenaga kerja diseluruh dunia saat ini bekerja dalam kondisi yang tidak nyaman dan beresiko terjadinya gangguan kesehatan akibat kerja. Menurut International Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang di sebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan kerja baru setiap tahunnya (Buchari,2007).

Di Amerika, The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memperkirakan bahwa angka kematian yang terkait dengan Penyakit Paru Akibat Kerja atau dalam publikasi internasional disebut dengan Occupational Lung Diseases (OLD) sekitar 30% yang disebabkakan oleh pajanan di tempat kerja. Lebih dari 20 juta pekerja di Amerika Serikat telah terpajan bahan material yang dapat menyebabkan penyakit sistem pernapasan.Hampir 100.000 kematian akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja, sebagai konsekuensinya banyak perusahaan beroperasi sederhana, hal ini karena kekhawatiran kesehatan dan keselamatan.

(19)

kasus baru pneumokoniosis (penyakit saluran napas) yang disebabkan oleh paparan debu tempat kerja terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya.

Hazard atau faktor resiko penyakit paru di tempat kerja bersumber dari bahan baku, bahan sampingan, proses produksi, produk atau limbah. Hazard kesehatan paru yang berbentuk debu/partikel yang berasal dari alam atau buatan akan terpajan tenaga kerja melalui inhalasi udara di tempat kerja, maka penyakit paru akibat kerja dapat timbul dengan gejala yang bervariasi yaitu dari ringan hanya batuk-batuk sampai sesak tidak dapat bernapas dengan segala konsekuensinya : pekerja mungkin jatuh sakit, cacat dan sampai meninggal sehingga suatu perusahaan akan merugi akibat produktivitas pekerja menurun. Hal ini dikarenakan adanya penyempitan pada jalan napas (Yunus F,2006).

Kasus pneumokoniosis menempati urutan pertama Occupational Diseases (OD) di Negara Jepang dan China (ILO,2005). Lebih dari 3% kematian akibat penyakit paru kronik di New York berhubungan dengan pekerjaan (WHO,2007). Sebuah studi di Mesir pada pekerjaan keramik lebih banyak ditemukan gejala terhadap saluran pernapasan seprti batuk, demam, dan produksi sputum (Agus D.S,2011).

Kasus pneumokoniosis Program Perlindungan Kesehatan Respirasi (PPKR) merupakan upaya komprehensif yang bertujuan menurunkan bahkan menghilangkan resiko penyakit paru akibat pajanan hazard kesehatan di dunia usaha dan dunia kerja. Dari segi manajemen dan ketenagakerjaan , program ini bermanfaat bagi pekerja yang layak (decent work) dan terlindung dari risiko menderita sakit, cacat atau kematian yang berkaitan dengan penyakit paru akibat kerja (PAK Paru) (Kurniawidjaja L.M,2010).

(20)

baku dari tanah liat, pasir dan feldspar. Bahan baku tersebut akan menghasilkan debu dan akan menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan pada pekerjanya. Hal ini disebabkan keramik menghasilkan silika sehingga dapat mengganggu kesehatan paru.

Secara umum, tingkat pengetahuan pekerja tentang kegunaan alat pelindung diri keselamatan dan kesehatan kerja sudah cukup tinggi (82,3%), serta tingkat penyediaan alat pelindung diri oleh perusahaan juga sudah cukup memadai (87,6%). Namun, pekerja yang mengaku selalu mempergunakan alat pelindung hanya 41,7 %. Hal ini lah yang menandakan rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran menggunakan alat pelindung terhadap bahan-bahan berbahaya pada pekerja pabrik (Yunus F,2006).

Salah satu penyebab minimnya pekerja yang selalu mempergunakan alat pelindung adalah masih rendahnya kesadaran pekerja dalam memakai alat pelindung diri dan mematuhinya.Hal ini juga tak terlepas dari faktor pendidikan, sosial budaya, sikap dan perilaku para pekerja.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru kerja akibat debu.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru kerja akibat debu.

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

(21)

3. Untuk mengetahui perilaku karyawan industri terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Dari hasil penelitian ini , kita dapat mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru akibat kerja.

2. Sebagai pacuan untuk memberikan penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGETAHUAN 2.1.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu terutama melalui mata dan telinga.Bila seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik secara lisan maupun tertulis maka dapat dikatakan mengetahui bidang tersebut.Sekumpulan jawaban verbal yang diberikan orang tersebut dinamakan pengetahuan.Melalui lingkungan seseorang mendapat pengalaman dan pengetahuan.Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan formal atau pendidikan informal.Makin tinggi pendidikan formal seseorang makin luas pengetahuannya. Pengetahuan merupakan salah satu bentuk operasional dari perilaku manusia yang dapat mempengaruhi sikap seseorang (Notoatmodjo S,2003).

Menurut Machfoedz, et al (2005) cara orang yang bersangkutan mengungkapkan apa-apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti atau jawaban baik lisan dan tertulis. Bukti atau jawaban tersebut merupakan reaksi dari suatu stimulus yang dapat berupa pernyataan lisan maupun tertulis.Seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi apabila mampu mengungkapkan sebagian besar informasi dari suatu objek dengan benar.Demikian juga bila seseorang hanya mampu menggunakan sedikit informasi dari suatu objek dengan benar maka dikategorikan berpengetahuan rendah tentang objek tersebut.

2.1.2. Tingkat Pengetahuan didalam Domain Kognitif

(23)

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b)Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

d)Analisa (analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan kepala suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

(24)

2.1.4. Cara Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan domain kognitif (Notoatmodjo S,2003).

2.2. SIKAP

2.2.1. Pengertian Sikap

Menurut Notoatmodjo S (2005), sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek.

Sikap juga dikatakan sebagai kecenderungan untuk bertindak, berfikir, berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap.

2.2.2. Tingkatan Sikap

Sifat dapat diklasifikasikan dalam berbagai tingkatan, diantaranya adalah sebagai berikut (Notoatmodjo S,2005) :

a. Menerima (receiving)

Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan bersedia mempertahankan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

(25)

diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar attau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut

c. Menghargai (valuing)

Indikasi sikap ketiga adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain : a. Pengalaman pribadi

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting c. Pengaruh kebudayaan

d. Media massa

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama f. Pengaruh faktor emosional

2.2.4. Cara Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan pernyataan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo S,2003).

2.3. Debu

2.3.1 Pengertian

(26)

maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur PK, 2006).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003) debu ialah partikel-partikel kecil yang dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi pada dasarnya, pengertian debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari proses alami maupun mekanis.

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron (Pudjiastuti W,2002).

2.3.2 Sifat debu

Menurut Pudjiastuti W (2002), dari sifatnya debu dikategorikan pada : 1. Sifat mengendap

Debu cenderung mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena ukurannya yang relatif kecil berada di udara.Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.

2. Permukaan cenderung selalu basah

Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.Sifat ini menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.

3. Sifat menggumpal

Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah, sehingga debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan.

4. Listrik statis (elektrostatik)

(27)

5. Opsis

Opsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancakan sinar yang dapat terlihat pada kamar gelap.

2.3.3 Klasifikasi Debu

Secara garis besar, ada tiga macam debu yaitu :

1. Debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dan sebagainya.

2. Debu mineral yang merupakan senyawa kompleks seperti silikon dioksida (SiO2), silikon trioksida (SiO3), arang batu dan sebagainya.

3. Debu metal merupakan debu yang mengandung unsur logam seperti timah hitam, mercuri, aseton dan lain-lain.

Dari segi karakter zatnya, debu terbagi atas : 1. Debu fisik (debu tanah, batu dan mineral )

2. Debu kimia (debu organic dan anorganik) 3. Debu biologis (virus, bakteri, jamur)

Ditempat kerja debu jenis-jenis ini dapat ditemukan seperti dalam kegiatan pertanian, pengusaha keramik, batu kapur, batubara,dan lain-lain (Pudjiastuti W,2002).

2.3.4. Sumber dan distribusi debu

(28)

particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus F,2006).

2.3.5. Ukuran Partikel Debu

Masing-masing partikel debu umumnya memiliki bentuk tersendiri yang berbeda satu sama lain (tidak beraturan, bulat, serat). Konsep yang digunakan untuk mengukur partikel debu dengan standart partikel aerodinamik. Diameter aerodinamik adalah diameter satuan kepadatan suatu partikel bulat yang akan jatuh pada kecepatan yang sama di udara.

Table 2.1 Korelasi ukuran dan perilaku partikel. Diameter aerodinamik

(µm)

Perilaku partikel

>100 Bila dilepaskan dengan kecepatan tinggi akan jatuh dengan cepat di sekitar tempat partikel tersebut dilepaskan. Biasanya tidak terisap ke saluran pernapasan.

100-30 Karena partikelnya lebih kecil, maka akan terbawa oleh aliran udara di sekitarnya. Dapat terisap ke saluran pernapasan, tetapi akan tertangkap oleh mekanisme penyaringan di hidung. Tidak akan masuk ke dalam tubuh, kecuali partikel tersebuut dapat larut oleh cairan di dalam hidung .

30-5 Karena partikelnya jauh lebih kecil, akan terbawa

(29)

<5 Partikelnya sangat kecil maka akan terbawa oleh aliran udara dan sangat mudah terisap sampai masuk ke paru. Namun, partikel akan mengambang di udara paru karena diameternya sangat kecil dan mudah dikeluarkan lagi. Selain itu, partikel mudah pula diabsorpsi ke tubuh karena mengendap di daerah pertukaran gas.

Sumber : Harrianto R,2010

Ukuran partikel suatu zat yang terisap mengakibatkan cara penetrasi dan area penyimpanan yang berbeda-beda di dalam percabangan saluran pernapasan. Dengan demikian, partikel zat kimia dibedakan menjadi tiga berdasarkan kemampuan absorpsi partikelnya kedalam tubuh, yaitu :

a. Non-inspirable

Partikel-partikel yang dapat terisap oleh saluran pernapasan, tetapi tidak akan diabsorpsi ke dalam tubuh karena akan terperangkap oleh mekanisme penyaringan di hidung.

b. Inspirable

Partikel-partikel yang bila terisap oleh saluran pernapasan akan mudah masuk ke dalam cabang-cabang bronkus dan dapat mengendap di semua bagian saluran pernapasan, tetapi biasanya perlahan-lahan akan dibersihkan oleh mekanisme pertahanan tubuh.

c. Respirable

(30)

2.3.6. Komposisi Kimia

a. Inert dust

Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru. Efeknya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan normal.

b. Poliferatif dust

Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis. Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu fungsi paru. Debu dari golongan ini menyebabkan fibrocytic pneumoconiosis.Contohnya: debu silika, asbestosis, kapas, berilium, dan sebagainya.

c. Tidak termasuk inert dust dan poliferatif dust

Kelompok debu ini merupakan kelompok debu yang tidak tahan di dalam paru, namun dapat menimbulkan efek iritasi yaitu debu yang bersifat asam atau asam kuat.

2.3.7. Dampak Pencemaran Udara Oleh Debu

Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut :

a. Gangguan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran.

b. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori-pori tumbuhan sehingga menggangu jalannya fotosintesis.

c. Merubah iklim global regional maupun internasional.

d. Mengganggu perhubungan / penerbangan yang akhirnya mengganggu kegiatan sosial ekonomi di masyarakat.

e. Mengganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernapasan dan kanker pada paru-paru.

(31)

2.3.8. Pengendalian Dan Penanggulangan Debu

Pengendalian debu dapat berdasarkan empat simpul, yaitu : a. Simpul I

yaitu pancegahan terhadap sumbernya, antara lain isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruangan kerja dengan “local echauster” atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong pembuang asap.

b. Simpul II

yaitu pencegahan dilakukan terhadap media transmisi udara dengan cara memakai metode basah, yaitu penyiraman lantai dan melakukan pengeboran basah.

c. Simpul III

yaitu pencegahan terhadap tenaga kerja yang terpapar dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker.

d. Simpul IV

yaitu pencegahan terhadap penderita atau orang sakit akibat terpajan partikel debu antara lain melalui pemeriksaan dan pengobatan serta rehabilitas terhadap korban atau orang sakit.

2.4. Penyakit Paru Kerja Akibat Debu

Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kelainan pada paru yang timbul sehubungan dengan pekerjaan. Berbagai bahan berupa debu, serat dan gas yang timbul pada proses industri. Tergantung pada jenis bahan tersebut maka penyakit yang ditimbulkannya pun bermacam-macam (Rampai B,2009).

Penyakit paru kerja yang disebabkan oleh debu dikenal sejak manusia mengenal penambangan mineral. Berbagai jenis debu mineral dapat menimbulkan pneumokoniosis (Cowie R.L,2005).

(32)

sehubungan dengan pajanan bahan harus diketahui, serta ditentukan derajat lama pajanan dan penggunaan alat pelindung. Masa antara pajanan yang didapat sampai timbul kelainan mungkin berlangsung lama, sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan hubungan antara pekerjaan atau penyakit (Mangunnegoro H dan Yunus F,2003).

Beberapa prinsip yang digunakan secara umum untuk menentukan penyakit paru akibat pajanan bahan di tempat kerja atau lingkungan antara lain :

a. Sebagian besar penyakit paru disebabkan atau diperberat oleh pajanan dari tempat kerja atau lingkungan. Jadi pemicu dari tempat kerja dan lingkungan, harus secara terus-menerus diperhatikan dalam evaluasi dan penatalaksanaan penyakit paru.

b. Sebagian penyakit paru mungkin disebabkan oleh banyak faktor, dan faktor pekerjaan bias berinteraksi dengan faktor lain. Sebagai contoh : faktor resiko kanker paru pada pekerja yang terpajan asbes sekaligus merokok lebih besar daripada hanya terpajan asbes atau merokok secara sendiri-sendiri.

c. Dosis pajanan penting, sebagai faktor pemicu proporsi populasi yang terkena dan derajat keparahan penyakit. Pajanan dengan dosis yang lebih tinggi biasanya menyebabkan lebih banyak individu yang terkena serta derajat yang lebih parah (Rampai B,2009).

2.4.1. Pengertian

Istilah pneumokoniosis berasal dari bahasa yunani yaitu “pneumo” berarti paru dan “konis” berarti debu (Cowie RL,2005).

Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan berikut :

1. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika (silikosis), asbes (asbestosis), dan timah (stannosis).

(33)

3. Kelainan yang timbul oleh debu organik seperti kapas (bisinosis) (Yunus F,2004).

International Labour Organization (ILO) mendefinisikan pneumokoniosis sebagai suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru yang menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut (Agus D.S,2011).

Umumnya diperlukan waktu pajanan 10 tahun agar dapat menimbulkan pneumokoniosis.

2.4.2 Epidemiologi

Silikosis, asbestosis, dan pneumokoniosis batu bara merupakan jenis pneumokoniosis terbanyak. Data di Australia tahun 1979-2002 menyebutkan terdapat >1000 kasus pneumokoniosis terdiri dari 56% asbestosis, 38% silikosis, dan 6% pneumokoniosis barubara. Resiko penyakit ini meningkat seiring dengan lama pajanan terhadap partikel silika. Sebanyak 12% pekerja dengan masa kerja lebih dari 30 tahun menderita silikosis (Agus D.S,2011).

Data prevalensi pneumokoniosis nasional di Indonesia belum ada.Data yang ada hanya data penelitian-penellitain berskala kecil pada berbagai industri yang beresiko terjadi pneumokoniosis.

2.4.3. Sifat Debu dan Hubungannya dengan Penyakit Paru

Respon jaringan tubuh terhadap debu yang terinhalasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : (Demedts M,2003)

a. Sifat fisik

(34)

b. Sifat kimia

Sifat fibrogenitas merupakan sifat suatu bahan yang menimbulkan fibrosis jaringan.Debu fibrogenik merupakan debu yang dapat menimbulkan reaksi jaringan paru (fibrosis) seperti batubara, silika bebas dan asbes.Dan debu nonfibrogenik adalah debu besi, kapur dan timah.

c. Faktor Penjamu

Faktor ini berperan penting pada respon jaringan terhadap agen/bahan terinhalasi.Gangguan sistem pertahanan paru alami seperti kelainan genetik, kecepatan bersihan dan fungsi makrofag. Gangguan sistem pertahanan paru didapat contohnya karena obat-obatan, asap rokok, dan alkohol. Kondisi anatomi dan fisiologi saluran napas dan paru mempengaruhi pola pernapasan yang akhirnya mempengaruhi deposit agen/bahan terinhalasi. Keadaan imunologi juga berperan, contohnya alergi.

2.4.4. Patogenesis Pneumokoniosis

Faktor utama yang berperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah partikel debu dan respon tubuh khususnya saluran napas terhadap partikel debu tersebut.Komposisi kimia, sifat fisik, dosis dan lama pajanan menentukan dapat atau mudah tidaknya terjadi pneumokoniosis.Sitotoksisitas partikel debu terhadap makrofag alveolar memegang peranan penting dalam patogenesis pneumokoniosis.Debu berbentuk quartz lebih sitotoksik dibandingkan yang sulit larut. Sifat kimiawi permukaan partikel debu yakni aktifitas radikal bebas dan kandungan besi juga merupakan hal yang penting (Ngurah Rai,2003).

(35)

awal. Gambaran utama inflamasi ini adalah pengumpulan sel di saluran napas bawah.Alveolitis dapat melibatkan bronkiolus bahkan saluran napas besar karena dapat menimbulkan luka dan fibrosis pada unit alveolar yang secara klinis tidak diketahui. Sebagian debu seperti debu batubara tampak relative inert dan menumpuk dalam jumlah relative banyak di paru dengan reaksi jaringan yang minimal (Yunus F,2004).

Debu inert akan tetap berada di makrofag selanjutnya debu akan keluar dan difagositosis lagi oleh makrofag lainnya, makrofag dengan debu di dalamnya dapat bermigrasi ke jaringan limfoid atau ke bronkiolus dan dikeluarkan melalui saluran napas (Ngurah Rai,2003).

Pada debu yang bersifat sitoktoksis, partikel debu yang difagositosis makrofag akan menyebabkan kehancuran yang diikuti dengan fibrositosis. Partikel debu akan merangsang makrofag alveolar untuk mengeluarkan produk yang merupakan mediator suatu respon peradangan dan memulai proses proferasi fibroblast. Mediator yang paling banyak berperan adalah Tumor Necrosis Factor (TNF)-α, Interleukin (IL)-6, IL-8, platelet derived growth factor dan transforming growth factor (TGF)-β yang memacu faktor fibrogenik makrofag alveolar atau epitel alveolar sehingga memacu pembentukan kolagen selanjutnya terjadi fibrosis. Hilangnya integritas epitel akibat mediator inflamasi yang dilepaskan makrofag alveolar merupakan kejadian awal proses fibrogenesis di interstitial paru. Bila partikel debu telah masuk dalam interstitial maka nasibnya ditentukan oleh makrofag interstitial, difagositosis untuk kemudian di transfer ke kelenjar getah bening mediastinum atau terjadi sekresi mediator inflamasi kronik. Sitokin yang dilepaskan di interstitial seperti PDGF, TGF, TNF, IL-1 menyebabkan proliferasi fibroblast dan terjadilah pneumokoniosis (Ngurah Rai,2003).

(36)

2.4.5. Jenis Pneumokoniosis

[image:36.595.114.517.195.389.2]

Penamaan pneumokoniosis tergantung pada debu penyebabnya.

Tabel 2.2 Beberapa Jenis Pneumokoniosis Berdasarkan Debu Penyebabnya

Jenis debu Pneumokoniosis

Asbes Asbestosis

Silika Silikosis

Batubara Pneumokoniosis batubara

Besi Siderosis

Berilium Beriliosis

Talk Talkosis (talk pneumokoniosis)

Grafit Pneumokoniosis grafit

Debu karbon Pneumokoniosis karbon

Sumber :Agus DS,2011

2.4.6. Ukuran Debu yang Berpengaruh

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya pneumokoniosis. Dari hasil penelitian, ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut:

a. 5-10 µm : akan tertahan oleh saluran napas atas dan menimbulkan banyak penyakit berupa iritasi sehingga menimbulkan penyakitpharyngitis.

b. 3-5 µm : akan tertahan oleh saluran pernapasan broncus / bronchioles yang dapat menimbulkan bronchitis, allergis atau asma.

c. 1-3 µm : akan mencapai dipermukaan alveoli.

d. 0,5-0,1 µm : akan tertinggal dipermukaan alveoli/selaput lendir

e. sehingga menyebabkan fibrosis paru.

f. 0,1-0,5 µm : melayang dipermukaan alveoli.

(37)

2.4.7. Diagnosis penyakit paru akibat kerja

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

A. Anamnesis

1. Riwayat pekerjaan

a. Pencatatan pekerjaan dan kegemaran yang terus-menerus atau part time secara kronologis.

b. Identifikasi bahan berbahaya di tempat kerja : bahan yang digunakan pekerja. c. Hubungan antara pajanan dan gejalan yang timbul : waktu antara mulai bekerja dan gejala pertama, perkembangan gejala, hubungan antara gejala dengan tugas tertentu, perubahan gejala pada waktu libur / jauh dari tempat kerja.

2. Keluhan penyakit

a.Batuk (sifat batuk keras / tidak keras), waktu batuk (pagi/siang/malam/terus-menerus).

b. Dahak (pagi/siang/malam/terus-menerus).

c. Napas pendek (waktu jalan cepat, waktu berjalan panjang). d. Nyeri dada.

3. Riwayat penyakit

Ditanyakan tentang ada tidaknya penyakit/keluhan yang pernah diderita : a. Batuk

1. Selama 3 (tiga) bulan, terjadi tiap tahun 2. Sifat batuk (keras / tidak keras)

3. Waktu batuk (pagi/siang/malam/terus-menerus)

4. Peningkatan batuk selama 3 minggu atau lebih, selama 1 tahun terakhir b. Dahak

1. Dahak selama 3 bulan, terjadi tiap tahun

2. Waktu terjadinya dahak (pagi/siang/malam.terus-menerus)

(38)

c. Napas pendek

Selama 12 bulan terakhir pernah mengalami/tidak terbangun tidur malam d. Mengi (wheezing)

1. Sejak 3 bulan terakhir pernah mengalami/tidak

2. Waktu mengi disertai napas pendek atau napas normal e. Nyeri dada

Sejak 3 tahun terakhir pernah mengalami/tidak, lamanya 1 minggu f. Penyakit-penyakit lain yang pernah diderita

1. Kecelakaan/operasi didaerah dada 2. Gangguan jantung

3. Bronchitis 4. Pneumonia 5. Pleuritis 6. TB paru 7. Asma

8. Gangguan dada lainnya 4. Riwayat kebiasaan

Ditanyakan riwayat kebiasaan merokok, meliputi : jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, cara mengisap rokok (dangkal/dalam), umur memulai merokok, jenis rokok (buatan sendiri/pabrik, menggunakan filter/tidak) dan kontinuiti merokok.

B. Pemeriksaan fisik

Pada kebanyakan kasus pennyakit paru akibat kerja, hasil pemeriksaan fisik relatif tidak membantu.Pada observasi umum, penyakit paru obstruksi dapat ditemukan sesak napas, saat istirahat maupun setelah melaksanakan aktivitas sedangkan pada kasus pneomokoniosis ditemukan jari-jari tabuh, demam tinggi, takipnoe atau kadang sianosis, dan biasanya ditemukan krepitasi.

(39)

1. Foto toraks

Pada pneumokoniosis digunakan klasifikasi standar menurut ILO untuk interpretasi gambaran radiologi kelainan parenkim difus yang terjadi.Klasifikasi ini digunakan untuk keperluan epidemiologi penyakit paru akibat kerja.Perselubungan pada pneumokoniosis dibagi atas dua golongan, yaitu perselubungan halus dan kasar.

Table 2.3 Klasifikasi ILO (2000) Gambaran Radiologi Pneumokoniosis Gambaran radiologi Deskripsi

Perselubungan halus a. bercak kecil bulat

P Diameter sampai 1,5 mm

Q Diameter 1,5 – 3 mm

R Diameter 3 – 10 mm

b. bercak kecil ireguler

S Diameter sampai 1,5 mm

T Diameter sampai 1,5 – 3 mm

U Diameter 3 – 10 mm

Kerapatan Berdasarkan konsentrasi perselubungan pada zona yang terkena

(40)

yang terkena.

1/0 1/1 ½ Kategori 1 – terlihat perselubungan lingkar kecil dengan jumlah relatif sedikit.

2/1 2/2 2/3 Kategori 2 – terlihat beberapa perselubungan

ireguler kecil. Corakan paru tidak jelas.

3/2 3/3 ¾ Kategori 3 – banyak terlihat perselubungan lingkar kecil. Corakan paru sebagian atau keseluruhan tidak jelas.

Perselubungan kasar

A Satu perselubungan dengan diameter 1-5 cm atau

beberapa perselubungan dengan diameter >1cm, tetapi bila dijumlahkan perselubungan tidak melebihi 5cm.

B Satu atau beberapa perselubungan yang lebih besar

atau lebih banyak dibanding kategori A dengan jumlah luas perselubungan tidak melebihi luas lapangan paru kanan atas.

C Satu atau beberapa perselubungan yang jumlah

luasnya melebihi luas lapangan paru kanan atas atau sepertiga lapangan kanan.

2. Tes Fungsi Paru

(41)

pekerjaan.Dengan demikian dapat digunakan pula untuk membantu menentukan ciri-ciri dan beratnya penyakit paru kerja.

a. Spirometri dapat dihasilkan pengukuran volume ekspirasi dan inspirasi individu. Membandingkan hasilnya dengan nilai normal, hal ini berguna untuk menilai kegagalan fungsi paru (ILO,2000).

b. Tes pernapasan tunggal dengan menggunakan mini-Wright peak-flow meter portable dapat digunakan untuk tes pernapasan tunggal, yang merefleksikan beratnya obstruksi saluran pernapasan, dengan mengukur kecepatan hembusan ekspirasi paksa (peak expiratory flow rate,PEFR). Pengukuran serial PEFR mencatat hembusan ekspirasi paksa sebelum,selama dan setelah jam kerja, serta selama liburan, paling tidak selama 1 minggu (Harrianto R,2010).

3. Analisis debu penyebab

Pada kondisi tertentu, diperlukan diagnosis pasti pajanan bahan di lingkungan kerja dengan analisis bahan biologi (sputum, bronchoalveolar lavage/BAL).pemeriksaan BAL membantu menegakkan diagnosis, pemeriksaan ini dapat terlihat debu di dalam makrofag dan jenis debu kemungkinana dapat diidentifikasi menggunakan mikroskop elektron. Pada kasus asbestosis dapat ditemukan serat asbes dan asbestos body (AB). AB adalah bahan yang berbentuk secara intraselular dan berasal dari satu atau lebih makrofag alveolar yang bereaksi dengan serat asbes (Harrianto R,2010).

(42)

2.4.8. Tatalaksana

Pneumokoniosis tidak akan mengalami regresi, mengilang ataupun berkurang progresivitas hanya dengan menjauhi pajanan. Tatalaksana medis umumnya terbatas hanya pengobatan bersifat simptomatik. Pemberian oksigen dan bronkodilator bila terdapat keadaan hipoksemia dan obstruksi (Cowie RL,2005).

Pencegahan penyakit akibat kerja dapat berupa :

1. Bahan penyebab penyakit dapat diidentifikasi, diukur dan dikontrol.

2. Populasi yang beresiko mudah diawasi secara teratur dan diobati.

3. penggunaan APD (Alat Pelindung Diri).

APD yang baik adalah yang memenihi standart keamanan dan kenyamanan bagi pekerjanya (Safety and Acceptation).APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu konsentrasi tinggi adalah :

a. Masker untuk melindungi debu atau partikel-partikel yang masuk ke pernapasan dapat terbuat dari kain yang memiliki ukuran pori-pori tertentu. b. Respiratori pemurni udara dapat membersihkan udara dengan cara menyaring

atau menyerap toksinitas rendah sebelum memasuki sistem pernapasan (Habsari ND,2003).

(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEP

3.2. DEFINISI OPERASIONAL

1. Tingkat pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

2. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

3. Penyakit paru kerja akibat debu adalah penyakit atau kelainan pada paru yang timbul sehubungan dengan pekerjaan yang disebabkan oleh debu.

Tingkat pengetahuan

Penyakit Paru Kerja Akibat Debu

(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEP

3.2. DEFINISI OPERASIONAL

1. Tingkat pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

2. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

3. Penyakit paru kerja akibat debu adalah penyakit atau kelainan pada paru yang timbul sehubungan dengan pekerjaan yang disebabkan oleh debu.

Tingkat pengetahuan

Penyakit Paru Kerja Akibat Debu

(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian total sampling yaitu sampel yang diambil dari keseluruhan tenaga kerja pabrik keramik di PT Prima Indah Sanitoun Kota Binjai

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT Prima Indah Sanitoun Kota Binjai selama bulan September dan Oktober 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja di PT Prima Indah Sanitoun Kota Binjai yaitu sejumlah 57 orang.

Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakilkan populasi yang akan diambil (Notoadmojo S,2005).

Sampel dalam penelitian ini adalah semua tenaga kerja PT Prima Indah Sanitoun Kota Binjai, yaitu sejumlah 57 orang.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data ialah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Metode (cara atau teknik) menunjukkan suatu kata yang abstrak dan tidak di wujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihat menggunakan angket, wawancara, ujian (tes), dokumentasi dan lainnya.

(46)

4.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data.Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh langsung dari bagianadministrasi PT Prima Indah Sanitoun.

4.4.3. Uji Validitas dan Reabilitas

Pada penelitian ini digunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan sikap tenaga kerja PT Prima Indah Sanitoun terhadap penyakit paru kerja akibat debu. Kuesioner ini akan diuji validitas dan reabilitasnya dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS).

Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian. Uji validitas dan reabilitas kuesioner dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 20 subjek.

Setelah kuesioner valid, peneliti akan membagikan kuesioner pada subjek penelitian dan menyetujui informed consent

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Setelah data terkumpul, kemudian diolah dan dianalisa agar data tersebut dapat memberikan informasi tentang hasil penelitian.

4.5.1. Cara pengolahan data 1. Melakukan Editing

(47)

2. Melakukan scoring dan coding a) Scoring

1. Pengetahuan

Untuk skor yang digunakan dalam pengetahuan adalah 1 untuk jawaban ya dan skor 0 untuk jawaban tidak.

2. Sikap

Untuk skor yang digunakan dalam sikap adalah 5 untuk jawaban sangat setuju, 4 untuk jawaban setuju, 3 untuk jawaban cukup setuju, 2 untuk jawaban tidak setuju dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju.

b) Coding

1. Pengetahuan

Kategorik : Baik : nilai >65% dari skor benar Cukup : nilai 55-65% skor benar Kurang: nilai <55% skor benar 2. Sikap

Kategorik : Sangat setuju : nilai .>80% dari skor benar Setuju : nilai 65-80% dari skor benar Netral : nilai 50-65% dari skor benar Tidak setuju : nilai 35-50% dari skor benar Sangat tidak setuju : nilai <35% dari skor benar 3. Entry data

Memasukkan data yang diperoleh menggunakan fasilitas komputer. 4. Melakukan teknik analisis

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang akan dianalisis (Notoatmodjo S,2005).

4.5.2. Metode Analisa Data

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

PT. Prima Indah Sanitoun Kota Binjai berdiri pada tahun 1989 dan masa produksi pada tahun 1992 oleh Bapak Edi Hartono.PT. Prima Indah Sanitoun berada di Jl. K.L. Yos Sudarso No. 21 Kelurahan Cengkeh Turi Kota Binjai.Pabrik ini merupakan salah satu pabrik closet keramik, kotak sabun keramik dan wastafel.Pabrik ini memiliki 57 orang pekerja yang terdiri dari 50 orang laki-laki dan 7 orang perempuan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini responden yang diambil adalah total sampling pekerja pabrik, yakni 57 orang. Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik yang diamati meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan lama bekerja.

5.1.2.1. Umur

[image:48.595.156.470.547.676.2]

Data lengkap bila ditinjau dari segi umur dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur

Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok terbesar pada umur 26-40 tahun yaitu sebanyak 57,9 % ,kelompok umur diatas 40 tahun sebesar 28,1 %, kelompok

Umur Jumlah %

< 18 tahun 2 3,5

18-25 tahun 6 10,5

26-40 tahun 33 57,9

>40 tahun 16 28,1

(49)

umur 18-25 tahun sebesar 10,5 % dan terendah pada kelompok usia dibawah 18 tahun yaitu sebesar 3,5 %.

5.1.2.2. Jenis Kelamin

[image:49.595.176.448.259.347.2]

Data lengkap bila didistribusikan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah %

Laki-laki 50 87,7

Perempuan 7 12,3

Jumlah 57 100

Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok terbesar adalah pada kelompok laki-laki yaitu sebesar 87,7 % dan terendah pada kelompok perempuan yaitu sebesar 12,3 %.

5.1.2.3. Pendidikan Terakhir

Data lengkap bila ditinjau dari segi pendidikan terakhir dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan Terakhir Jumlah %

Tidak sekolah 3 5,3

SD 9 15,8

SMP 20 35,1

SMA 25 43,9

Jumlah 57 100

(50)

5.1.2.4. Lama Bekerja

[image:50.595.122.497.195.285.2]

Data lengkap bila didistribusikan berdasarkan lama bekerja dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan lama bekerja

Lama Kerja Jumlah %

<10 tahun 29 50,9

>10 tahun 28 49,1

Jumlah 57 100

Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok dengan lama kerja dibawah 10 tahun sebanyak 50,9 % dan terendah pada kelompok lama kerja diatas 10 tahun yaitu 49,1 %.

5.1.3. Hasil Analisis Data

Data lengkap distribusi frekuensi jawaban kuesioner responden pada variabel pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan

No. Pertanyaan/Pernyataan

Jawaban Responden Benar Salah

f % f %

1 Debu ditempat kerja 55 96,5 2 3,5

2 Akibat dari debu 43 75,4 14 24,6

3 Debu menghasilkan penyakit paru 28 49,1 29 50,9

4 Penyakit paru akibat debu 22 38,6 35 61,4

5 Mengalami sesak/batuk saat bekerja 45 78,9 12 21,1

6 Mengalami sesak/batuk saat libur 31 54,4 26 45,6

7 Cara melindungi paru dari debu 38 66,7 19 33,3

8 Masker salah satu pelindung dari debu

47 82,5 10 17,5

9 Kewajiban pekerja memakai masker 43 75,4 14 24,6

[image:50.595.117.515.509.727.2]
(51)

Berdasarkan tabel di atas pada pertanyaan/pernyataan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pada nomer 1 yaitu sebesar 96,5 %, sedangkan yang paling banyak menjawab salah adalah pada pertanyaan nomer 4 yaitu sebesar 61,4 %.

[image:51.595.160.458.275.352.2]

Berdasarkan jawaban responden tersebut, maka gambaran pengetahuan responden dikategorikan pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

Pengetahuan f %

Baik 37 64,9

Cukup 5 8,8

Kurang 15 26,3

Total 57 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori baik memiliki persentase paling besar yaitu 64,9 %, pengetahuan kurang sebanyak 26,3 % dan tingkat pengetahuan yang dikategorikan cukup sebesar 8,8 %.

Data lengkap distribusi frekuensi jawaban kuesioner pada variabel sikap dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap

No Pernyataan

Jawaban Responden Sangat

Setuju

Setuju Netral Tidak Setuju

Sangat Tidak setuju

f % f % f % f % f %

1 Penyakit yang ditimbulkan debu

3 5,3 11 19,3 30 52,6 12 21,1 1 1,8

2 Bekerja ditempat banyak debu menyebabkan penyakit paru

3 5,3 12 21,1 27 47,4 14 24,6 1 1,8

3 Melindungi diri dari paparan debu

[image:51.595.120.523.524.747.2]
(52)

4 Memakai masker 4x seminggu

5 8,8 27 47,4 17 29,8 8 14,0 0 0

5 Memakai

masker saat dilingkungan pabrik

3 5,3 12 21,1 20 35,1 17 29,8 5 8,8

6 Tidak memakai masker beresiko penyakit paru

2 3,5 14 24,6 28 49,1 12 21,1 1 1,8

7 Sesak/batuk gejala penyakit paru

3 5,3 28 49,1 22 38,6 2 3,5 2 3,5

8 Saat

sesak/batuk, segera berobat kedokter/klinik

2 3,5 10 17,5 25 43,9 15 26,3 5 8,8

9 Menjaga kesehatan sangatlah penting

4 7,0 16 28,1 32 56,1 3 5,3 2 3,5

10 Dilakukannya sosialisasi pengetahuan kesehatan kerja

15 26, 3

18 31,6 16 28,1 8 14 0 0

Berdasarkan tabel di atas pada pertanyaan/pernyataan yang paling banyak dijawab dengan sangat setuju adalah pada pertanyaan nomer 10 yaitu sebesar 26,3 %, dengan jawaban setuju paling banyak pada pertanyaan nomer 7 yaitu sebesar 49,1 %, jawaban netral paling banyak pada pertanyaan nomer 9 yaitu sebesar 56,1 %, jawaban tidak setuju paling banyak pada pertanyaan nomer 5 yaitu sebesar 29,8 % dan jawaban sangat tidak setuju pada pertanyaan nomer 8 yaitu sebesar 8,8 %.

[image:52.595.122.519.113.504.2]

Berdasarkan hasil uji tersebut maka sikap terhadap penyakit paru akibat debu dapat dikategorikan pada tabel 5.8.

(53)

Sikap f %

Sangat setuju 1 1,8

Setuju 27 47,4

Netral 26 45,6

Tidak setuju 1 1,8

Sangat tidak setuju 2 3,5

Total 57 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sikap yang dikategorikan setuju memiliki persentase 47,4%, sikap netral sebesar 45,6 %, sikap sangat tidak setuju sebesar 3,5 %, sikap sangat setuju sebesar 1,8 % dan sikap sangat tidak setuju sebesar 1,8 %.

[image:53.595.126.500.112.255.2]

Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan umur

Umur

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang

f % f % F % f %

<18 tahun 0 0 0 0 2 100 2 100

18-25 tahun 2 33,3 1 16,7 3 50 6 100

26-40 tahun 24 72,7 2 6,3 7 21,9 33 100

>40 tahun 11 68,8 2 12,5 3 18,8 16 100

Total 37 64,9 5 8,8 % 15 26,3% 57 100

Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden paling banyak berada pada kategori baik dengan populasi terbanyak yaitu populasi yang usia 26-40 tahun. Tingkat pengetahuan responden yang paling sedikit pada kategori cukup dengan populasi usia 18-25 tahun sebesar 1 orang.

(54)

Tabel 5.10. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Tingkat Pengetahuan Total

Baik Cukup Kurang

f % f % f % f %

Laki-laki 35 70,0 3 6,0 12 24,0 50 100

Perempuan 2 28,6 2 28,6 3 42,9 7 100

[image:54.595.122.526.458.581.2]

Total 37 64,9 5 8,8 15 26,3 57 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden laki-laki paling banyak berada pada kategori baik (70,0 %) dan responden perempuan paling banyak berada dalam kategori kurang (42,9%).

Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.11. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan terakhir

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang

f % f % f % f %

Tidak sekolah 0 0 1 33,3 2 66,7 3 100

SD 3 33,3 2 22,2 4 44,4 9 100

SMP 13 65,0 1 5,0 6,0 30 20 100

SMA 21 84,0 1 4,0 3 12,0 25 100

Total 37 64,9 5 8,8 15 26,3 57 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden dengan pendidikan terakhir SMA paling banyak pada kategori baik (84%), pendidikan terakhir SMP paling banyak pada kategori baik (65%), pendidikan terakhir SD paling banyak pada kategori kurang (44,4%) dan responden yang tidak bersekolah paling banyak pada tingkat pengetahuan kurang (66,7%).

(55)
[image:55.595.113.513.153.241.2]

Tabel 5.12. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan lama bekerja Lama Bekerja Tingkat Pengetahuan Total

Baik Cukup Kurang

f % F % f % f %

<10 tahun 14 48,3 3 10,3 12 41,4 29 100

>10 tahun 23 82,1 2 7,1 3 10,7 28 100

[image:55.595.112.524.424.619.2]

Total 37 64,9 5 8,8 15 26,3 57 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden yang lama bekerja lebih dari 10 tahun banyak berada pada kategori baik (82,1%) dan responden yang lama bekerja kurang 10 tahun paling banyak berada dalam kategori baik (48,3%).

Distribusi frekuensi hasil sikap berdasarkan umur dapat dilihat pada table 5.13.

Tabel 5.13. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan umur

Umur

Sikap

Total

SS Setuju Netral Tdk

Setuju

STS

f % f % f % f % f % f % <18thn 0 0 0 0 0 0 0 0 2 100 2 100

18-25 tahun

0 0 3 50 3 50 0 0 0 0 6 100

26-40 tahun

0 0 17 51,5 15 45,5 1 3,0 0 0 33 100

>40 tahun 1 6,3 7 43,8 8 50 0 0 0 0 16 100 Total 1 1,8 27 47,4 26 45,6 1 1,8 2 3,5 57 100

[image:55.595.112.526.425.619.2]
(56)
[image:56.595.113.527.191.326.2]

Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.14.

Tabel 5.14. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

Sikap

Total

SS Setuju Netral Tdk

Setuju

STS

f % f % f % f % f % f % Laki-laki 1 2,0 25 50,0 21 42,0 1 2,0 2 4,0 40 100

Perempuan 0 0 2 28,6 5 71,4 0 0 0 0 7 100

Total 1 1,8 27 47,4 26 45,6 1 1,8 2 3,5 57 100

Dari tabel 5.14, menunjukkan responden dengan sikap sangat setuju paling banyak pada laki-laki yakni 1 orang, sikap responden setuju paling banyak pada laki-laki yakni 25 orang, sikap responden netral paling banyak pada responden laki-laki yakni sebanyak 21 orang, sikap tidak setuju paling banyak pada kelompok laki-laki sebanyak 1 orang dan sikap sangat tidak setuju pada jenis kelamin laki-laki yaitu 2 orang, sedangkan jenis kelamin perempuan lebiih banyak pada sikap netral 5 orang.

Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel 5.15

Tabel 5.15. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan Terakhir

Sikap

Total

SS Setuju Netral Tdk

Setuju

STS

f % f % f % f % f % f %

Tdk sekolah 0 0 0 0 2 66,7 0 0 1 33,3 3 100

SD 0 0 3 33,3 5 55,6 0 0 1 11,1 9 100

SMP 0 0 8 40 12 60 0 0 0 0 20 100

SMA 1 4,0 16 64,0 7 28,0 1 4,0 0 0 25 100

[image:56.595.114.526.574.752.2]
(57)

Dari tabel 5.15 menunjukkan responden dengan sikap sangat setuju paling banyak pada responden yang berpendidikan terakhir SMA (4,0%) , sikap setuju paling banyak pada responden dengan pendidikan terakhir SMA (64%) , sikap netral paling banyak pada responden yang tidak sekolah yakni 66,7%, sikap responden tidak setuju paling banyak pada responden SMA (4,0%) dan sikap sangat tidak setuju pada responden dengan pendidikan terakhir SD (33,3%) .

[image:57.595.116.524.317.449.2]

Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel 5.16.

Tabel 5.16. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan lama bekerja

Lama Bekerja

Sikap

Total

SS Setuju Netral Tdk

Setuju

STS

f % f % f % f % f % f % <10 tahun 0 0 11 37,9 15 51,7 1 3,4 2 6,9 29 100 >10 tahun 1 3,6 16 57,1 11 39,3 0 0 0 0 28 100 Total 1 1,8 27 47,4 26 45,6 1 1,8 2 3,5 57 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden dengan sikap sangat setuju paling banyak pada responden dengan lama kerja besar dari 10 tahun (3,6%), sikap setuju paling banyak pada responden dengan lama kerja besar dari 10 tahun (57,1%), sikap netral paling banyak pada responden yang lama bekerja kurang dari 10 tahun (51,7%), sikap tidak setuju paling banyak pada responden dengan lama kerja kurang dari 10 tahun (3,4%) dan sikap sangat tidak setuju paling banyak pada responden dengan lama kerja kurang dari 10 tahun (6,9%).

(58)
[image:58.595.114.526.134.296.2]

Tabel 5.17. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan tingkat pengetahuan Tingkat

Pengetahua n

Sikap

Total

SS Setuju Netral Tdk

Setuju

STS

f % f % f % f % f % f % Baik 1 2,7 22 59,5 13 35,1 1 2,7 0 0 37 100 Cukup 0 0 1 20,0 4 80,0 0 0 0 0 5 100 Kurang 0 0 4 26,7 9 60,0 0 0 2 13,3 15 100 Total 1 1,8 27 47,4 26 45,6 1 1,8 2 3,5 57 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa pada tingkat pengetahuan baik ,responden memiliki sikap yang dikategorikan setuju sebesar 59,5%

5.2. Pembahasan

5.2.1. Tingkat Pengetahuan

Dari hasil analisis data, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan pekerja PT Prima Indah Sanitoun Kota Binjai mengenai penyakit paru akibat debu paling banyak dalam kategori baik. Penelitian yang dilakukan Azhar B (2012) mendapatkan hasil bahwa 82,3% responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi.

(59)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah laki-laki (tabel 5.10), hal ini terkait dengan kebijakan perusahaan dalam mengatur distribusi tenaga kerja yang didominasi oleh karyawan laki-laki, sehingga karyawan laki-laki lebih beresiko mendapatkan penyakit-penyakit paru akibat kerja.

Pada tabel distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan pendidikan terakhir (tabel 5.11) dapat dilihat bahwa mayoritas pendidikan SMA atau sederajat. Menurut Notoadmojo (2005), tingkat pendidikan sesorang akan mempengaruhi pengetahuan. Hal ini terbukti dari 57 orang responden dengan pengetahuan baik sebanyak 84,0 % atau 21 orang. Sama halnya dengan hasil penelitian Azhar B (2012) tentang gambaran tingkat pengetahuan karyawan pabrik kelapa sawit tentang penyakit paru akibat kerja (occupation lund disease) mendapatkan hasil bahwa mayoritas responden berpendidikan SMA yakni sebanyak 46 responden (74,2%).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masa kerja karyawan lebih 10 tahun

Gambar

Tabel 2.2 Beberapa Jenis Pneumokoniosis Berdasarkan Debu Penyebabnya
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.4. Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan lama bekerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aksi terror bersenjata merupakan ancaman militer yang dilakukan oleh suatu jaringan terorisme yang luas (internasional) atau ancaman yang dilakukan oleh teroris

Dalam pengelolaan wilayah sungai diperlukan adanya pemahaman mengenai batas daerah sempadan yang merupakan kawasan kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk

Analisis hidrologi digunakan untuk menghitung debit banjir rencana dengan menggunakan metode rasional, dimana debit rencana yang digunakan adalah periode ulang 10

Kerangka konseptual dengan mengembangkan model TAM yang dikemukakan Davis (1989), dengan menggabungkan Model Teorotis aspek perilaku dalam teknologi informasi, yaitu kemudahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis burung pantai, jenis makanan burung pantai dan biomassa makrozoobenthos di Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai

Dari gambar 4.4 tersebut menampilkan data keluaran boost converter dengan spesifikasi Vin keluaran dari generator yang dikopel dengan motor DC pada putaran yang dihasilkan 145

Isniantiningsih (2002) dengan penelitian berjudul “Analisa Potensi Obyek Pariwisata di Kabupaten Semarang” bertujuan untuk (1) mengetahui potensi perkembangan obyek

Adapun faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah Kurs (Dollar AS), Harga Karet, dan Indeks Harga Perdagangan Besar, Inflasi. Data yang digunakan dalam penelitian