• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performance Evaluation of Salt Farmers Business People (Case Studies in Bima Distric, Nusa Tenggara Barat province).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performance Evaluation of Salt Farmers Business People (Case Studies in Bima Distric, Nusa Tenggara Barat province)."

Copied!
233
0
0

Teks penuh

(1)

(

STUDI KASUS DI KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA BARAT)

AMRIL RACHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

“Evaluasi Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat (Studi Kasus di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat)”

merupakan gagasan atau hasil penelitian laporan akhir saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Oktober 2011

(3)

Studies in Bima Distric, Nusa Tenggara Barat province). Supervised by SAPTA RAHARJA as chief and H. DARWIN KADARISMAN as member.

Flood of salt imports from the country four season to meet consumption needs and the needs of industry to Indonesia make the price of salt is low, people's business performance seen from the salt farmer productivity, quality of salt and salt farmers welfare of the people questioned nationwide. Surprisingly rich tropical sea water and sunlight with the fourth longest coastline in the world's salt supply shortage in the country, in 2010 national production of only 30,600 tons of salt or less than 1 percent of national demand in 2010 due to harvest in a number of production centers between 1.000 - 7.000 tons. ponds area and one of the factors that influence the production of salt is an integral part of the performance of producing salt as salt producers nationwide. Business performance on a salt farmer folk analyzed the influence of the land area of salt ponds on productivity, quality and financial performance by analysis of variance (Anova), for quality is also conducted lab tests and analysis of financial performance using the calculation of revenue, R/C ratio and B/C ratio. The analysis indicates the diversity of productivity F count 0.185 is smaller than the F table 3.885 with probability 0.833. Analysis of the diversity of sea water salinity showed F count 0.339 smaller than F table 5.143 with probability 0.725. Levels of NaCl has a score of 84.18 percent with the average color of white salt crystals are turbid and a diameter of less than 5 millimeters. Revenue from June to August 2011 the highest value on the people producing salt flats with an area of 0.23 hectares of land, averaging 4576666.67 while the lowest score in the group of farmers salt flats with an area of 0.85 hectares of land, the average score of 1677500.00. The analysis indicates the diversity of income F count 0.581 smaller than F table 0.588 probabilities 5.143. R/C ratio and B/C ratio produced from June to August 2011 the highest value in the group of people producing salt flats with total area of 0.23 hectares, the average score of 10.1533 while lowest in the group of salt farmers with average land area of 0.85 hectares, average score of 3.2367. The analysis indicates the diversity of F count 1.089 is smaller than the F table 5.143 with probability 0.395. Effect of salt pond land area of productivity, quality and financial performance analysis results show analysis of variance (Anova) of the same namely the lack of significant differences. Based on the above data the business performance of the people rated low salt farmers and growers need to be enhanced by the salt of the people, particularly in the area.

(4)

ketua dan H. DARWIN KADARISMAN sebagai anggota.

Kebutuhan terhadap garam tidak dapat digantikan, setiap orang mengkonsumsi lebih kurang empat kg garam per tahun dalam bentuk aneka pangan garam yang dihasilkan dari air laut sebagai bahan baku utama merupakan komoditas strategis yang dibutuhkan manusia dalam bentuk garam konsumsi dan garam industri, garam konsumsi untuk konsumsi penduduk, pengasinan ikan, pakan ternak, dan lain-lain, sedangkan garam industri untuk caustik soda, pengeboran minyak, farmasi/kosmetika dan es, sabun, pengolahan kulit, dan lain-lain. Produksi garam dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat kurang sejak beberapa tahun yang lalu Indonesia mengalami defisit garam, negeri tropis yang kaya air laut dan matahari terpaksa mengimpor garam untuk kebutuhan konsumsi dan industri. Tercatat garam dari negeri seperti Australia, India, dan China membanjiri Indonesia. Negara Indonesia yang sebagian besar daerahnya berada di daerah tropis yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa, memotong Indonesia hampir menjadi dua dan luas lautnya mencapai kurang lebih tujuh puluh persen dari luas seluruh Indonesia, memiliki ribuan pulau-pulau kecil dan salah satu negara yang memiliki pantai terpanjang di dunia. Sangat ironis sebagai negara pengimpor garam. Rendahnya produksi garam di Indonesia di pengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kinerja usaha petani garam sebagai tenaga kerjanya dilihat dari produktivitas, mutu, juga finansialnya yang di dapat oleh petani garam tersebut dan luas lahan tambak garam yang dimiliki, secara umum semakin luas lahan, semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Oleh karena itu untuk meningkatkan pasokan garam dalam negeri, usaha petani garam sebagai produsen garam nasional, perlu dilakukan evaluasi kinerja.

Kajian yang dilakukan bertujuan untuk (1) Mengetahui kinerja finansial (Pd, R/C ratio, dan B/C ratio) usaha petani garam rakyat; (2) Mengetahui kinerja non finansial (Produktivitas dan Mutu) usaha petani garam rakyat. Kajian dilakukan di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, kinerja usaha petani garam rakyat dianalisa pada pengaruh luas lahan tambak garam terhadap produktivitas, mutu dan kinerja finansial dengan melakukan analisa keragaman (Anova) untuk mutu juga dilakukan uji lab dan analisa kinerja finansial menggunakan perhitungan pendapatan, R/C rasio dan B/C rasio.

(5)
(6)

AMRIL RACHMAN

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga laporan akhir ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini dapat tersusun atas bantuan moril maupun materiil, baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak dan Ibu, atas doa yang selalu mengiringi perjalanan penulis sampai sekarang semoga Allah membalas kebaikan-kebaikannya.

2. Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing,DEA, selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah yang telah membantu membuka cakrawala ilmu bagi penulis.

3. Dr. Ir. Sapta Raharja. DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan, baik selama proses belajar maupun dalam penyusunan laporan akhir.

4. Ir. H. Darwin Kadarisman, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu dan pikirannya untuk memberikan saran, masukan, arahan dan bimbingan yang sangat berguna dalam penyelesaian tugas akhir ini.

5. Bapak/Ibu dosen PS MPI yang telah menambahkan wawasan pengetahuan bagi penulis. 6. H. Yasin dan Bapak Akhmad selaku ketua kelompok petani garam di lokasi penelitian yang

telah sudi memberikan dukungan data dan informasi berkaitan dengan penyelesaian tugas akhir ini. Kepada Dr.H.Iwan Setiawan,M.Si selaku Direktur Bisnis GKPN, terimakasih atas saran dan arahannya. Kepada Kepala Dinas KP Kabupaten Bima

7. Seluruh staf administrasi PS MPI IPB, khusunya Mas Haer, Mas Haris dan Mbak Vera terimakasih atas bantuannya.

8. Teman-teman MPI 13 atas kebersamaannya selama menimba ilmu di kampus tercinta.

9. Khusus Istriku, Sri Wahyuni, yang telah banyak berkorban dan bersabar dengan selalu memberi perhatian dalam penulisan laporan akhir ini, dan anak-anakku yang tercinta Arkan dan Vale sebagai penyemangat hidup.

Akhirnya kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan pahala dan karunia atas segala amal baiknya, amin.

Penulis menyadari kajian ini masih jauh dari sempurna akibat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, namun penulis berharap bahwa laporan akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Oktober 2011

(8)

Dasar di SDN 28 Pagi Jakarta pada tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 121 Jakarta diselesaikan pada tahun 1996 dan Sekolah Menengah Umum di SMUN 110 Jakarta diselesaikan pada tahun 1999. Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Ekonomi Akuntansi, Universitas Jayabaya dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi pada Program Magister Profesional Industri Kecil dan Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB).

(9)

Nomor Pokok : P054094175

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Sapta Raharja.DEA Ir.H. Darwin Kadarisman, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc, A.gr

(10)

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Kegunaan Hasil Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA A. Petani Garam Rakyat... 4

B. Proses Produksi Garam... 9

C. Faktor – faktor yang mempengaruhi produksi... 10

D. Kinerja dan Evaluasi Kinerja... 11

E. Kinerja Keuangan... 12

METODE KAJIAN A. Lokasi,Waktu dan Biaya Penelitian... 15

B. Metode Kerja... 15

1. Pengumpulan Data... 15

2. Pengolahan dan Analisis Data... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kabupaten Bima... 21

1. Geografi dan Iklim... 21

2. Perhubungan dan Perbankan... 26

3. Pengeluaran Penduduk dan Pendapatan Regional... 27

4. Penduduk dan Ketenagakerjaan... 28

5. Industri Pengolahan... 31

B. Kondisi Wilayah Studi dan keadaan Sosial Ekonomi... 32

1. Lokasi... 32

2. Keadaan Penduduk... 34

3. Keadaan Petani Garam Rakyat... 34

C. Karakteristik Responden... 37

(11)

5. Responden Menurut Kepemilikan Lahan... 42

D. Profil Usaha Garam Rakyat... 43

E. Analisis Produktivitas, Mutu, dan Kinerja Finansial Usaha Petani Garam Rakyat... 58

1. Produktifitas... 58

2. Mutu... 59

3. Kinerja Finansial Usaha Petani Garam Rakyat... 64

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... 71

2. Saran... 72

(12)

Tahun 2008 – 2009... 23

2. Data klimatologi Kabupaten Bima Bulan April – Juli Tahun 2011... 24

3. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2010 Kabupaten Bima... ... 25

4. Jumlah Penduduk Kabupaten Bima Menurut Kecamatan Tahun 2009.. ... 29

5. Jumlah Penduduk Kecamatan Bolo dan Woha Tahun 2009... 34

6. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur... 38

7. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 39

8. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tanggungan... 40

9. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Pengalaman Bertani Garam.... 41

10. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kepemilikan Lahan ... 42

11. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Produktivitas... 58

12. Konsentrasi Air Laut Dan % Kadar Garam per 10 ml Air Laut Milik Petani Garam ... 60

13. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Kadar Garam ... 61

14. Hasil Analisa Kualitas Sampel Air Laut... 62

15. Hasil Pengujian Mutu Garam Rakyat ... 63

16. Total Perhitungan Penerimaan Usaha Petani Garam Per Hektar Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011... 65

17. Pengeluaran Per Hektar Usaha Petani Garam Per 1 Juni s/d14 Agustus Tahun 2011... 66

18. Hasil Perhitungan Pendapatan Per Hektar Usaha Petani Garam Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011... 67

(13)
(14)

2. Kebijakan Harga Minimum... 7

3. Skema Unit Pegaraman Sistem Tangga... 8

4. Kerangka Pikir Kajian... 17

5. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Bima... 21

6. Peta Tutupan lahan Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2009... 22

7. Curah Hujan Bulan Tahun 2001 S/D 2010... 25

8. Grafik Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Sektor... 31

9. Peta Wilayah Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha Kabupaten Bima 32 10.Peta Wilayah Studi Secara Makro dan Usaha Garam Rakyat... 33

11.TataNiaga Darat dan Tata Niaga Laut... 35

12.Lahan Tambak Milik H. Yasin Dengan Luas 1 Ha... 43

13.Lahan Tambak Milik Suhardin Dengan Luas 0.93 Ha... 44

14.Lahan Tambak Milik Sayful Dengan Luas 0.9 Ha... 45

15.Lahan Tambak Milik H. M. Ali Dengan Luas 0.7 Ha... 46

16.Lahan Tambak Milik Aminah Dengan Luas 0.7 Ha. ... 47

17.Lahan Tambak Milik Usman Muhdar Dengan Luas 0.65 Ha... 48

18.Lahan Tambak Milik Ahmad Dengan Luas 0.53 Ha... 49

19.Lahan Tambak Milik Ismail Akhmad Dengan Luas 0.5 Ha... 50

20.Lahan Tambak Milik Firdaus M. Ali Dengan Luas 0.45 Ha... 51

21.Lahan Tambak Milik Rudi Dengan Luas 0.35 Ha... 52

22.Lahan Tambak Milik Mansyur Dengan Luas 0.3 Ha... 53

23.Lahan Tambak Milik Ismail H Masrun Dengan Luas 0.24 Ha... 54

24.Lahan Tambak Milik H. Syamsul Dengan Luas 0.2 Ha... 55

25.Lahan Tambak Milik Yusuf Dengan Luas 0.2 Ha... 56

26.Lahan Tambak Milik Ridwan Dengan Luas 0.2 Ha... 57

(15)

3. Data Produksi, Penjualan dan Produktivitas... 94

4. Uji Kadar NaCl... 102

5. Biaya Usaha Garam Rakyat... 106

6. Foto Dengan Petani Garam... 107

(16)

Garam yang dihasilkan dari air laut sebagai bahan baku utama merupakan komoditas strategis yang dibutuhkan manusia dalam bentuk garam konsumsi dan garam industri, Garam konsumsi untuk konsumsi penduduk, pengasinan ikan, pakan ternak, dan bahan penolong industri, sedangkan garam industri untuk caustik soda, pengeboran minyak, farmasi/kosmetika dan es, sabun, pengolahan kulit, dan lain-lain. Jenis garam terbagi menjadi garam halus, garam briket dan garam kasar.

Pembuatan garam di Indonesia umumnya menggunakan sistem penguapan air laut dengan memanfaatkan sinar matahari (Solar Evaporation) di atas lahan tanah yang berarti pembuatan garam harus dekat dengan pantai namun beberapa daerah yang memproduksi garam dengan cara memasak, karena kondisi tanah yang porus yaitu Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Bali dimana dilakukan dengan cara memasak.

Kebutuhan terhadap garam tidak dapat digantikan, setiap orang mengkonsumsi lebih kurang 4 (empat) kg garam per tahun dalam bentuk aneka pangan (KKP 2010). Masa panen garam normal di Indonesia umumnya sekitar 4 – 5 bulan yaitu dimulai sejak bulan Juli – November.

Berdasarkan data dari PT.Garam (persero) tahun 2010 bahwa Kebutuhan garam di dalam negeri mencapai sekitar 2,872,326 ton, terdiri dari kebutuhan garam industri CAP (Chlor Alkali Plant) 1,519,440 ton, dan garam untuk non CAP 1,352,886 ton. Angka ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan garam, namun cuaca ekstrem yang melanda Indonesia di tahun 2010 berdampak serius terhadap produksi garam secara nasional.

(17)

garam dalam negeri yang dihasilkan dari petani/usaha kecil/menengah garam, mencapai 1,200,000 ton atau sekitar 42 % dari kebutuhan nasional di tahun 2010.

Hal ini mengakibatkan Indonesia masih sangat membutuhkan impor garam dari luar negeri. Pada tahun 2010, pemerintah mengimpor garam sebanyak 2,2 juta ton dari Australia (80%), India (15%), dan China (3%), dan sisanya dari berbagai negara lain (KKP 2010).

Negara Indonesia yang sebagian besar daerahnya berada di daerah tropis yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa, memotong Indonesia hampir menjadi dua dan luas lautnya mencapai 5,8 juta kilometer persegi atau 70 persen dari luas seluruh Indonesia, memiliki ribuan pulau-pulau kecil dan salah satu negara yang memiliki pantai terpanjang di dunia. Sangat ironis sebagai negara pengimpor garam.

Di tengah potensi kekayaan sumber daya lautan Indonesia, garam salah satu produk yang mempunyai kontribusi dalam proses pembangunan ekonomi ternyata belum mampu mengangkat para petani garam dari garis kemiskinan. Meskipun di lain sisi dipahami bahwa kemiskinan petani garam juga disebabkan oleh faktor lain yaitu seperti kondisi alam yang tak menentu, kebijakan yang diterapkan pemerintah dan rendahnya kinerja petani garam terutama dapat dilihat dari aspek (1) rendahnya tingkat perhitungan keuangan usaha petani garam dalam menentukan keuntungan dengan membandingkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan, revenue) dengan biaya (pengorbanan,cost) yang harus dikeluarkannya, walaupun tidak harus secara tertulis. (2) rendahnya produktivitasnya usaha petani garam dan mutu produk garam. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efesiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (out put) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input. Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu. Jadi secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah).

(18)

manajemen kinerja membutuhkan evaluasi kinerja yang dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pencapaian sasaran petani garam terutama untuk mengetahui penyimpangan supaya segera diperbaiki, sehingga sasaran atau tujuan dapat tercapai.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, kinerja finansial dan non finansial bagi usaha petani garam rakyat perlu ditingkatkan secara terus-menerus dan dipertahankan keberlanjutannya.

Secara ringkas permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kinerja finansial ( Pd dan R/C ratio) usaha petani garam

rakyat ?

2. Bagaimanakah kinerja non finansial (Produktivitas dan Mutu) usaha petani garam rakyat ?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari kajian ini adalah :

1. Mengetahui kinerja finansial (Pd dan R/C ratio) usaha petani garam rakyat. 2. Mengetahui kinerja non finansial (Produktivitas dan Mutu) usaha petani

garam rakyat.

D.Kegunaan Hasil Penelitian

(19)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Petani Garam Rakyat

Pada umumnya, konsep kemiskinan lebih banyak dikaitkan dengan dimensi ekonomi, karena dimensi inilah yang paling mudah diamati, diukur dan diperbandingkan (Dewi, 2008). Dalam dimensi ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dan menjelma dalam bentuk tidak mampunya suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti sandang, pangan dan papan. Dalam arti luas, kemiskinan sebagai suatu fenomena multi face atau multidimensional akibat kemiskinan tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi, tetapi juga dilihat dari dimensi sosial, budaya dan politik.

(20)

garam di tingkat petani menyebabkan petani memilih menimbun ribuan ton garamnya di area penggaraman, sambil menunggu perkembangan harga yang ada di pasar, karena harga jual tidak mampu menutupi biaya produksi dan distribusi. Eksistensi SK Menperindag Nomor: 360/MPP/Kep/5/2004 yang mengatur tentang kewajiban bagi industri untuk membeli minimal 50% kebutuhannya dari garam rakyat sebelum melakukan impor garam, tidak berjalan efektif dan sering dilanggar, ketentuan dalam SK yang melarang impor garam pada masa tertentu yakni 1 bulan sebelum panen, selama panen dan 2 bulan setelah panen garam

rakyat juga tidak diindahkan oleh “sindikasi” importir garam, Sehingga pada saat

panen raya garam rakyat berlangsung, masih terdapat aktifitas bongkar muat garam impor, hal ini disebabkan mekanisme pengawasan dan penerapan sangsi hukum yang lemah, kondisi ini membuat petani garam semakin marjinal, (3) minimnya infrastruktur yang menyebabkan salah satunya, ketidaklancaran pasokan air laut ke tambak-tambak garam karena terjadinya pendangkalan pada saluran utama, teknologi industri pergaraman di sentra-sentra garam rakyat belum memadai, proses produksi garam sejak tahap sortasi bahan baku hingga proses pengemasan belum mencapai kualitas yang diharapkan, umumnya garam yang dihasilkan petani garam masih berupa garam krosok atau garam kasar yang belum layak dikonsumsi, (4) petani garam tidak mengetahui secara pasti spesifikasi teknis / kelas /grade mutu garam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), setidaknya ada 13 (tiga belas) kriteria standar mutu yang harus dipenuhi oleh petani garam, di antaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak terkontaminasi dengan timbal/bahan logam lainnya, kualitas garam yang dihasilkan oleh petani garam memiliki kandungan NaCl berkisar 92 % sedangkan ketentuan SNI kandungan NaCl-nya tidak boleh lebih rendah dari 97 %, sehingga pabrik garam tidak bersedia membeli sesuai dengan harga yang tercantum dalam ketentuan SK Menperindag, Nomor : 360/MPP/KEP/5/2004, hal ini seringkali membuat petani garam frustasi.

(21)

pemasaran garam yang terlibat sehingga mengakibatkan panjangnya saluran

proses penyaluran produk sampai ketangan konsumen akhir seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rantai Pasok Garam Nasional.

Masalah garam rakyat ini semakin rumit karena adanya disharmoni hubungan antara petani garam, pabrikan dan pemerintah. Petani garam rakyat adalah produsen garam yang skala kecil bukan industri dan hanya berproduksi musim kemarau saja. Pabrikan berharap agar petani garam mau meningkatkan kualitas garamnya sehingga sama dengan kualitas garam impor, sementara petani garam tidak mampu memenuhi kualitas karena tidak menambah harga jual secara signifikan yang artinya harga garam yang berlaku di tingkat petani garam tidak memberi insentif bagi petani garam untuk meningkatkan kualitasnya. Di sisi lain, pemerintah kesulitan menetapkan kebijakan floor price ( harga dasar ) garam atau harga minimum pada masing-masing daerah sentra produksi garam, harga dasar tidak memperhitungkan faktor persaingan, penetapan harga dasar biasanya dilakukan oleh suatu lembaga atau pemerintah untuk menjaga agar harga tidak merosot di tingkat produsen.

(22)

Menurut John Davis (2006) bahwa bentuk intervensi yang dilakukan dalam mekanisme harga dasar yaitu pemerintah melakukan pembelian terhadap surplus produksi (excess supply) yang terbentuk dari pengurangan antara jumlah yang ditawarkan dikurangi jumlah yang diminta ( Qs – Qd ) yang mengakibatkan kurva

demand patah menjadi D’ A B. Hal ini untuk melindungi agar produsen tidak mengalami kerugian terutama pada saat musim panen raya.

Suatu komoditas pada saat panen raya kurva penawaran garam bergeser jauh kekanan, sehingga harga keseimbangan panen raya merosot jauh karena kurva permintaan garam inelastis, maka Pengeluaran Konsumen turun, keadaan tersebut membuat turun kinerja petani garam dan tidak mau lagi memproduksi garam sehingga dapat menurunkan produksi garam nasional yang akan berdampak pada meningkatnya impor garam sehingga membuat pemborosan devisa negara seperti yang telihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kebijakan Harga Minimum

Petani garam dibedakan berdasarkan kepemilikan lahan garam yaitu : pemilik, penyewa dan petani bagi hasil. Pemilik adalah petani garam yang memiliki lahan garam sendiri, Penyewa adalah para petani yang menyewa lahan garam dalam budidaya garam, sedangkan bagi hasil adalah petani yang menggarap lahan garam dan melakukan perjanjian bagi hasil dengan pemilik lahan garam.

(23)

Pada umumnya petani garam rakyat memakai sistem tangga, pada dasarnya sistem ini terdiri dari beberapa kolam yang mana kolam-kolam pegaraman ini seperti tangga, makin dekat ke kolam pengkristalan letak kolam semakin rendah. Gambar skema dari sistem tangga dapat dilihat pada Gambar 3.

7

1 2 3 4 5 6

7

7

Gambar 3. Skema unit pegaraman sistem tangga Keterangan :

1. Tempat persediaan air laut 2. Kolam Pemekatan I 3. Kolam Pemekatan II 4. Kolam Pemekatan III 5. Kolam Pemekatan IV 6. Kolam Pemekatan V 7. Kolam Pengkristalan

(24)

garam hingga seluruh air garam yang dimasukkan meja kristal menjadi kering (total kristalisasi).

B.Proses Produksi Garam

Produksi garam adalah menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai baik dengan sinar matahari maupun pemanasan dengan api. Produksi garam dengan air laut pada perinsipnya terdiri dari 2(dua) tahap yakni yang pertama adalah proses pemekatan (dengan penguapan airnya ) dan yang kedua adalah proses pemisahan garamnya (dengan kristalisasi), setelah dikristalkan pada proses selanjutnya akan diperoleh garam.

Lokasi pembuatan garam harus memenuhi persyaratan antara lain lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan garam (dengan atau tanpa bantuan alat), lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pembuatan garam metode penguapan air laut dengan enersi sinar matahari tersebut adalah :

 Konsentrasi air laut, berkaitan dengan banyak sedikitnya jumlah garam yang terlarut didalam satu satuan volume air laut

 Kecepatan penguapan, berkaitan dengan banyaknya garam yang diperoleh; makin cepat air laut menguap, maka makin cepat diperoleh air tua (air garam jenuh) dan akan berakibat makin cepat terjadinya garam.

 Curah hujan, banyaknya hujan memberikan effek negatif pada proses pembikinan garam karena mengencerkan kembali air garam jenuh dan merusak galengan lahan garam.

 Air laut yang hilang karena Peresapan (porositas) tanah, karena hilangnya air laut yang meresap akan mempengaruhi jumlah produksi garam.

Beberapa tahap proses produksi garam yang perlu dijalankan, berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (2006) adalah :

(25)

musim kemarau dan pekerjaan persiapan adalah berupa memperbaiki kembali semua saluran, tanggul-tanggul kolam pengaraman, pintu-pintu air laut/garam dari satu kolam ke kolam lainnya, memperbaiki dasar tanah dengan mengeraskan dasar lahan petak atau kolam garam, membersihkan (dari lumpur dan kotoran-kotoran kolam – kolam kristalisasi) tempat pencucian dan pengeringan garam, persiapan penempatan kembali pompa air laut (jika diperlukan) dan kincir angin, mempersiapkan alat pengambil kristal garam (penggarauk). Pekerjaan persiapan ini dilakukan pada demplot yang dioperasikan sebelumnya.

 Manajemen air laut untuk memperoleh air laut yang cukup sepanjang musim kemarau, melakukan pemeliharaan saluran air.

 Melaksanakan sistem penguapan dan kristalisasi.

 Melakukan pengawasan atau pengecekan kadar garam (kepekaan air laut), pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat Baumemeter (Be).

 Melakukan pemanenan garam yang sudah cukup tua (kadar garam tinggi). Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan waktu kristalisasi (sebaiknya dibiarkan selama 5 hari di kolam pengkristalan). Selain itu di upayakan agar garam yang dipanen tidak tercampur tanah atau lumpur.

 Melakukan pembilasan atau pencucian garam setelah dipanen. Hal ini perlu dilakukan agar garam bersih dari kotoran tanah atau lumpur. Pencucian harus dilakukan dengan larutan garam pekat (dapat dilakukan dengan menggunakan air laut sisa kristalisasi).

 Melakukan penirisan garam di tempat pengeringan agar kadar air turun, kadar air garam yang rendah akan meningkatkan mutu garam.

C. Faktor –faktor yang mempengaruhi produksi

(26)

proses produksi garam. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian produk garam yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Usaha petani garam yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usaha petani garam berskala besar. Selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga, juga memiliki tenaga kerja ahli; (3) modal, setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi. Dalam kegiatan proses tersebut modal dapat dibagi menjadi 2 bagian , yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap terdiri dari upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja; (4) teknologi, dalam meningkatkan mutu garam, meliputi teknologi pengelolaan lahan, teknologi kristalisasi dan peralatan lain seperti kincir dan pompa, Teknologi pasca produksi meliputi teknologi pemurnian yaitu pencucian garam untuk membersihkan kotoran yang terkandung dalam garam berupa pasir dan lumpur serta untuk mengurangi kadar ion – ion seperti Ca, Mg, dan SO4. Serta Ion-ion dan senyawa tak larut lainnya; (5) manajemen, dalam usaha petani garam, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi garam rakyat, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi.

D. Kinerja dan Evaluasi Kerja.

(27)

kerja dan hasil atau prestasi yang dicapai dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.

Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu (Simanjuntak, 2005). Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan organisasi atau perusahaan. Evaluasi kinerja merupakan bagian dari fungsi manajemen yang penting yaitu evaluasi dan pengawasan, evaluasi kinerja dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian sasaran perorangan, kelompok kerja,bagian organisasi dan perusahaan. Hasil evaluasi kinerja masing-masing individu atau perorangan menggambarkan kondisi atau tingkat pencapaian sasaran individu yang bersangkutan, disamping itu evaluasi kinerja individu juga memberikan gambaran keunggulan, kelemahan dan potensi individu yang bersangkutan. Dengan demikian hasil evaluasi kinerja individu dapat dimanfaatkan untuk banyak penggunaan.

E.Kinerja Keuangan

(28)

terbagi dalam biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap). Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang, yang dimaksud biaya variabel adalah jenis biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi misalnya biaya sarana produksi Kinerja non keuangan adalah terletak pada produktivitas usaha yang merupakan penggabungan antara konsepsi efesiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah, efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi fisik (out put) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input), sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu, jadi secara teknis produktivitas merupakan kajian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah),

Kinerja non keuangan juga dapat dilihat melalui peningkatan mutu, kualitas garam rakyat umumnya kadar NaCl < 90%, masih dibawah dari ketentuan SNI garam konsumsi dengan kadar NaCl 94,7%. (DKP 2010).

Mutu merupakan dimensi persaingan yang penting sejak tahun 1980-an hingga saat ini. Tetapi pada pertengahan tahun 1990-an , dalam arena persaingan bisnis, mutu telah bergeser dari suatu keunggulan strategis menjadi suatu kebutuhan. Barang yang bermutu tinggi adalah barang memiliki spesifikasi tinggi, seperti material nomor satu atau teknologi nomor satu. Sedangkan, spesifikasi yang tinggi dapat menyebabkan inefisiensi. Disamping pendapat tersebut para pakar mutu telah mencoba mendefinisikan mutu, seperti dikutip oleh Darwin (2010) sebagai berikut :

(1) Philip B. Crosby berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian terhadap persyaratan (conformance to requirement). Seperti jam tahan air, sepatu yang tahan lama, atau dokter yang ahli. Hal lainnya dikemukakan tentang pentingnya melibatkan setiap orang pada proses dalam organisasi. Pendekatan Crosby merupakan proses top down.

(29)

(3) Joseph M Juran berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan penggunaan (fitnes for use), artinya suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.

(30)

3.

METODE KAJIAN

A. Lokasi, Waktu dan Biaya Penelitian

Tugas akhir ini dilaksanakan di Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Propinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten bima terletak pada 118o44” – 119o22” Bujur Timur dan 08o08”

Curah hujan tahun 2009 yang memiliki lahan produktif terluas dan tertinggi produksi secara rata-rata mencapai 85,5 mm per bulan dengan hari hujan 9,5 hari perbulan. Sedangkan suhu udara rata-rata adalah 27,6 yang berkisar antara 23oC hingga 33oC. Keadaan ini membuat suhu di wilayah Bima sangat panas.

Jumlah Bank di Kabupaten Bima, baik itu bank umum maupun bank BPR pada tahun 2009 terdapat 4 buah Bank Cabang Pembantu, 5 BankUnit, 3 Kantor Kas dan 14 BPR, (BPS 2010).

B. Metode Kerja 1. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan berikut : (1) penetapan lokasi; (2) pengumpulan data primer dan sekunder; (3) pentabulasian data; dan (4) pengolahan atau analisis data.

(31)

(sampling method) (Moehar 2005). Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pengambilan contoh acak distratifikasi (stratified random sampling).

Metode acak distratifikasi ini lebih dulu untuk membedakan satuan elementer dalam populasi menjadi dua atau lebih, artinya sebelum pengambilan contoh dilakukan, populasi dipilah-pilah menjadi beberapa strata (kelas/lapisan). Di dalam stratified random sampling Pengambilan sampel langsung secara random dari objeknya hanya cocok/ tepat untuk suatu kelompok data yang homogen atau relatif homogen. Dalam hal data yang homogen / relatif homogen jumlah elemen yang diambil tidak perlu terlalu banyak ( Supranto 2002).

Kriteria penetapan strata pada penelitian ini berdasarkan luas lahan produksi garam rakyat, yaitu peneliti membagi populasi menjadi tiga subpopulasi, yaitu kelompok petani garam besar (n1), kelompok petani garam menengah (n2) dan kelompok petani garam kecil (n3). Untuk masing-masing kelompok diambil 5 responden secara acak.

(32)

Gambar 4. Kerangka pikir kajian

2. Pengolahan dan Analisis Data

Pengaruh luas lahan petani garam rakyat yang ada di Kabupaten Bima terhadap produktivitas, mutu dan kinerja finansial dilakukan analisis keragaman (ANOVA), sebelum data diolah dilakukan uji homogenitas data dengan bantuan software SPSS. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Produktivitas

Ho : tidak terdapat perbedaan produktivitas pada luas lahan yang berbeda Ha : terdapat perbedaan produktivitas pada luas lahan yang berbeda

b. Mutu

Ho : tidak terdapat perbedaan % Kadar Garam per 10ml air laut pada luas lahan yang berbeda

Ha : terdapat perbedaan % Kadar Garam per 10 ml air laut pada luas lahan yang berbeda Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima, Dinas Kelautan dan Perikanan.

Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat

Produktivitas dan Mutu Kinerja finansial

(33)

c. Pendapatan

Ho : tidak terdapat perbedaan pendapatan pada luas lahan yang berbeda Ha : terdapat perbedaan pendapatan pada luas lahan yang berbeda

d. R/C ratio

Ho : tidak terdapat perbedaan R/C ratio pada luas lahan yang berbeda Ha : terdapat perbedaan R/C ratio pada luas lahan yang berbeda

3. Pengamatan dan Pengukuran

a. Pendapatan Per Ha Usaha Petani Garam Rakyat

Pendapatan usaha petani garam merupakan selisih antara total penerimaan dan total biaya, usaha petani garam dapat dirumuskan sebagai berikut.

Pd = TR – TC TR = Y. Py TC = FC + VC

Di mana :

Pd : pendapatan usaha TR : total penerimaan TC : total biaya FC : biaya tetap VC : biaya variabel

(34)

b. R/C ratio

Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

A = R/C VC : biaya variabel (variabel cost)

Kriteria keputusan :

R/C > 1, usaha petani garam untung R/C < 1, usaha petani garam rugi

R / C = 1, usaha petani garam impas (tidak untung / tidak rugi)

c. Pengukuran Produktivitas Usaha Petani Garam Rakyat

Ukuran produktivitas usaha petani garam rakyat dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

Produksi

Produktivitas = Ton/Ha

Luas Lahan

(35)

d. Pengukuran Mutu produk Garam Rakyat

Mutu garam rakyat pada penelitian ini ditentukan oleh: 1. Kadar garam air laut

2. Kadar Nacl (%)

(36)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Kabupaten Bima 1. Geografi dan Iklim

Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Terletak pada 118o44” – 119o22” Bujur Timur dan 08o08”

– 08o57” Lintang Selatan.

Kabupaten Bima berada pada bagian paling timur pulau Sumbawa, diapit oleh Kabupaten Dompu disebelah Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah Timur, dan Laut Flores di sebelah Utara serta Samudera Hindia di sebelah Selatan. Gambar peta wilayah dan batas wilayah Kabupaten Bima dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima

(37)

Kabupaten Bima terdiri dari 177 desa. Sebanyak 35 desa merupakan desa pesisir, yaitu desa yang berada di pinggir laut. Sementara 142 desa lainnya berada di wilayah lembah atau pegunungan.

Luas wilayah Kabupaten Bima adalah 4.374,65 km2 yang terdiri dari 7,22 persen lahan sawah dan 92,78 persen bukan lahan sawah, yang dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 1.

Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima

(38)

Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Bima Menurut Kecamatan Tahun 2008 – 2009

No. Kecamatan

Jenis Tanah

Lahan Sawah Lahan Bukan sawah Jumlah

2008 2009 2008 2009 2008 2009

(39)

Keadaan iklim Kabupaten Bima pada Bulan April - Juli di tahun 2011 secara rata-rata di tampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data klimatologi Kabupaten Bima

Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima

Tabel 2 menggambarkan curah hujan di bulan April sampai dengan Juli tahun 2011 terlihat adanya penurunan secara rata-rata dari 235,8 mm per bulan menjadi 0,5 mm per bulan dengan hari hujan dari 21 hari per bulan turun menjadi 3 hari per bulan .Sedangkan suhu udara sampai dengan bulan juli rata – rata 25,1 yang berkisar antara 20,7 o C hingga 31,7 o C.

(40)

Data curah hujan bulanan tahun 2010 terlihat pada Tabel 3 serta batasan normal yang menunjukan curah hujan bulanan tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 terlihat pada Gambar 7.

Tabel 3. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2010 Kabupaten Bima

Tahun

Bulan

JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEPT OCT NOV DES

2010 245.9 105.7 103.4 28 130 2.8 69,9 11 136,1 96,4 293,6 228,7

Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima

Gambar 7. Curah Hujan Bulan Tahun 2001 S/D 2010

(41)

Tabel 3 menunjukan terjadinya curah hujan di wilayah Kabupaten Bima sejak awal Juli 2010 hingga akhir Desember 2010 di atas batas normal berdasarkan data normal curah hujan bulanan tahun 2001 s/d 2010 yang terjadi di Indonesia, terlihat pada Gambar 7.

Batas atas normal curah hujan di Indonesia bulan Juli 10 mm per hari, bulan Agustus 5 mm per hari, bulan september 20 mm per hari, bulan Oktober 15 mm per hari, bulan November 90 mm per hari dan bulan Desember 165 mm per hari.

Curah hujan di Kabupaten Bima bulan Juli yaitu 69,9 mm per hari, bulan Agustus 11 mm per hari, bulan September 136,1 mm per hari, bulan Oktober 96,4 mm per hari, bulan November 293,6 mm per hari dan bulan Desember 228,7 mm per hari. Ini berarti bila dibandingkan dengan data normal curah hujan di Indonesia maka hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Bima di bulan Juli sampai dengan bulan Desember curah hujannya di atas batas normal atau mengalami curah hujan dengan frekuensi yang tinggi.

2. Perhubungan dan Perbankan

Sektor transportasi berperan penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan pengangkutan orang dan barang. Produktivitas sektor ini sangat tergantung pada infrastruktur jalan, pelabuhan dan kapasitas bandara.

Panjang jalan negara di Kabupaten Bima tahun 2009 adalah 78,70 km, jalan propinsi 412,73 km, dan jalan kabupaten 827,70 km.

Kondisi jalan di Kabupaten Bima masih sangat memprihatinkan. Hanya 57 persen yang berkondisi baik dan rusak ringan, sedangkan sisanya rusak serta tidak terinci. Berdasarkan jenis permukaan, hanya 44,63 persen jalan beraspal, sedangkan sisanya adalah jalan krikil dan tanah.

(42)

Peran perbankan dalam mendorong peningkatan pembangunan sangatlah penting. Perbankan dituntut untuk mampu menyediakan modal usaha bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perbankan juga memiliki peran yang sangat penting dalam kontrol laju inflasi melalui berbagai program penghimpunan dana masyarakat.

Jumlah Bank di Kabupaten Bima, baik itu bank umum maupun bank BPR pada tahun 2009 terdapat 4 buah Bank Cabang Pembantu, 5 Bank Unit, 3 Kantor Kas dan 14 BPR(BPS Kabupaten Bima 2010).

Disamping mengumpulkan dana yang ada di masyarakat dalam bentuk simpanan, perbankan juga dituntut untuk dapat menyalurkan dana tersebut kembali kepada masyarakat melalui skema kredit. Masyarakat dapat menggunakan dana tersebut untuk berbagai keperluan, seperti untuk modal kerja, investasi maupun untuk konsumsi.

Setiap tahunnya, total pinjaman yang disalurkan oleh Bank Umum maupun BPR terus mengalami peningkatan. Besarnya pinjaman yang disalurkan ini pada tahun 2009 mencapai Rp. 1.214 Milyar, jauh meningkat dibandingkan tahun 2007 yang besarnya Rp. 783,7 Milyar. (BPS Kabupaten Bima 2010).

3. Pengeluaran Penduduk dan Pendapatan Regional

Pengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita Kabupaten Bima adalah yang terendah, jika dibandingkan dengan kabupaten – kabupaten lain yang ada di Provinsi NTB.

Meskipun demikian, perkembangan pengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita Kabupaten Bima cenderung meningkat dari tahun 2005 hingga tahun 2009.

Secara teori, meningkatnya peningkatan pengeluaran rumah tangga disebabkan oleh meningkatnya pendapatan dalam rumah tangga tersebut.

(43)

Pengeluaran per kapita penduduk Kabupaten Bima tahun 2009 Rp. 342.855,- , meningkat 12,21 persen dibandingkan tahun 2008 Rp. 305.536,-, pengeluaran terbesar penduduk Kabupaten Bima tahun 2009 adalah untuk konsumsi makanan yaitu 65,76 persen, sedangkan untuk konsumsi non makanan 34,24 persen.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi yang mencerminkan produktivitas perekonomian suatu daerah. PDRB mencerminkan pendapatan dari faktor – faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan).

Sebagai salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat secara makro. PDRB per kapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun.

Tingginya PDRB per kapita mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang lebih baik, dan sebaliknya PDRB per kapita yang rendah mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang kurang berkembang.

Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Bima dari tahun ke tahun terus

meningkat. Pada tahun 2009, pendapatan perkapita penduduk mencapai Rp. 3.373.653, meningkat 5,38 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang

besarnya Rp. 3.201.262(BPS Kabupaten Bima 2010).

4. Penduduk dan Ketenagakerjaan

(44)

Tabel 4. Jumlah Penduduk Kabupaten Bima Menurut Kecamatan Tahun 2009

No. Kecamatan

Penduduk

Laki-Laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5)

Jumlah 207.350 212.857 420.207

Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010

(45)

Kecamatan berikutnya yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Bolo dan Woha, masing-masing 9,97 persen dan 9,64 persen. Sementara itu, Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Lambitu yang diikuti oleh Kecamatan Tambora dimana masing-masing kurang dari 1 persen.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah indikator yang menggambarkan bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bima tahun 2009 adalah 59,12 persen dari total seluruh penduduk usia kerja. Dari jumlah tersebut 95,42 persen bekerja dan sisanya 4,58 persen adalah pengangguran.

Jumlah angkatan kerja yang bekerja pada tahun 2009 adalah 181.327 jiwa.Proporsi tenaga kerja terbesar berada di sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan yaitu sebesar 67,30 persen dari total seluruh penduduk yang bekerja, sedangkan yang terkecil berada di sektor Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan yaitu sebesar 0,11 persen.

(46)

67,30

Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan Penggaraman

Pertambangan dan Penggalian Industri

Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi

Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi

Lembaga Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

Gambar 8. Grafik persentase penduduk yang bekerja menurut sektor,2009

Sumber : BPS Kabupaten Bima dan DKP Kabupaten Bima 2010

5. Industri Pengolahan

Proses Industrialisasi merupakan kelanjutan dari tahapan pembangunan ekonomi setelah sektor pertanian berkembang. Sektor industri memegang peranan penting sebagai sektor produktif dalam memaksimumkan pembangunan.

Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 519 industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) di wilayah Kabupaten Bima. Jumlah ini terdiri dari 39,11 persen industri formal (memiliki ijin usaha) dan 60,89 persen industri non formal (belum memiliki ijin usaha).Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bima usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga ini telah mampu menampung tenaga kerja sebanyak 1.181 orang, yang berarti sekitar 2 orang untuk 1 usaha industri. Dari jumlah ini, industri formal menggunakan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan industri non formal.

(47)

B. Kondisi Wilayah Studi dan keadaan Sosial Ekonomi 1. Lokasi

Ribuan hektar lahan garam yang bergandengan dengan tambak-tambak bandeng adalah pemandangan yang menarik ketika melewati wilayah yang berada disekitar teluk Bima. Lahan-lahan ini sejak tahun 1950-an sudah dimanfaatkan untuk usaha garam rakyat dan bandeng. Usaha garam rakyat paling produktif yang ada di Kabupaten Bima meliputi dua kecamatan, yakni Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha, Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha memiliki lahan dengan tingkat kemiringan terdiri dari 0-2%, 3-15%, 16-40%, dan lebih besar dari 40%. Tingkat kemiringan > 40 % dari luas wilayahnya terbanyak di Kecamatan Bolo yaitu 9.557 sedangkan di Kecamatan Woha hanya 2.716. Wilayah Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha dapat dilihat pada Gambar 8.

Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima dan Hasil survei, dianalisis penyusun 2011

(48)

Desa Bontokape berada di Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo berada di Kecamatan Woha, kedua desa ini adalah lokasi studi, gambaran peta lokasi dan usaha garam kedua desa ini secara rinci dapat dilihat pada Gambar 10.

Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima dan Hasil survei, dianalisis penyusun 2011

Gambar 10. Peta Wilayah Studi Secara Makro dan Usaha Garam Rakyat

(49)

2. Keadaan Penduduk

Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua dan ketiga yang ada di Kabupaten Bima, dapat dilihat kembali pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Kecamatan Bolo dan Woha Tahun 2009

No. Kecamatan

Penduduk

Laki-Laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Bolo 20.892 21.008 41.900

2 Woha 20.125 20.383 40.508

Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010

Proporsi pemanfaatan potensi tenaga kerja terbesar di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo berada disektor pertanian, sektor jasa, sektor perdagangan, sektor perikanan dan sektor industri kecil, di sektor industri kecil salah satunya pada usaha garam rakyat.

3. Keadaan Petani Garam Rakyat

Luas kepemilikan lahan garam di dua desa ini rata-rata per orangnya 0,20 hektar sampai dengan 1,00 hektar dengan pemilik lahan terdiri dari para pegawai negeri, warga sekitar dan juga pengusaha. Dalam satu musim panen bila iklim mendukung, rata-rata para petani garam bisa mendapatkan kurang lebih 10 sampai dengan 15 ton garam kasar.

Teknologi yang diterapkan oleh petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo dalam memproduksi garam, masih sangat sederhana yaitu menggunakannya petak – petak kecil maupun berukuran sedang secara berhubungan dengan sistem air mengalir dari petak pertama ke petak berikutnya. Pembuatan petak-petak kecil dimaksudkan agar terjadi evaporasi/penguapan secara berulang kali. Air laut di alirkan ke kolam pengumpul/pengendapan dengan menggunakan kincir angin dan bila tidak ada angin menggunakan gajo (ember).

(50)

menyampaikan barang dari produsen ke konsumen (Mubyarto 1995). Tata niaga di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo terdapat dua jenis tataniaga yaitu tataniaga darat dan tataniaga laut, yang dapat dilihat pada Gambar 11.

Tata Niaga Darat Tata Niaga Laut

Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011

Gambar 11. Tata niaga Darat dan Tata Niaga Laut

(51)

Harga yang tinggi di awal musim hanya bisa dinikmati sesaat oleh sebagian petani garam yang sudah sangat siap dalam menyiapkan lahan produksinya sebelum musim kemarau tiba berupa diantaranya memperbaiki kembali semua saluran, membentuk kembali kolam-kolam pemekatan, pengkristalan, tanggul- tanggul, memperbaiki dasar tanah, membersihkan lahan dari lumpur dan kotoran – kotoran kolam- kolam kristalisasi, persiapan penempatan kembali mesin pompa air (jika diperlukan), kincir angin, dan lain sebagainya.

Harga yang tinggi di awal musim tidak bisa dinikmati oleh petani garam yang belum siap menghadapi musim kemarau, salah satu penyebabnya adalah kondisi lahan garam yang masih dijadikan lahan tambak ikan bandeng (uta londe) , dikarenakan petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggo ada yang menggunakan sistim polikultur pada lahan tambaknya berupa pada saat musim penghujan lahan yang ada dijadikan tambak ikan bandeng (uta londe) dan pada saat kemarau lahan dijadikan tambak garam dalam upaya peningkatan pendapatan.

Saat panen raya, harga garam yang berlaku ditingkat petani tidak memberi insentif bagi petani garam. Dari kenyataan tersebut mengakibatkan tingkat pendapatan petani garam senantiasa masih rendah.

Konsekuensi dari pendapatan yang rendah, para petani garam rakyat tersebut tidak memiliki cadangan dana untuk dapat melakukan investasi terhadap lahan garam yang dimiliki guna meningkatkan produktivitas maupun kualitas garam, dapat dikatakan bahwa harga bagi petani garam merupakan sebagai perwujudan produktivitas dan kualitas.

Konsekuensi yang lebih jauh lagi adalah pertambahan penduduk yang menyebabkan lahan garam semakin menyempit dan perkembangan ekonomi, semakin lama semakin besar tingkat kebutuhan hidup untuk tahun – tahun mendatang.

(52)

harga rendah karena sampai saat ini perusahaan yang membeli garam dari petani garam di Kabupaten Bima hanya satu perusahaan saja yaitu PD Budiono Madura, sehingga peluang untuk memonopoli harga garam sangat terbuka lebar.

PD Budiono Madura datang membeli garam hanya pada waktu panen raya terjadi, pada saat harga garam di tingkat petani garam rendah sehingga petani garam terpaksa menjualnya karena takut garamnya kembali mencair, tetapi ada juga petani garam di Desa Bontokape maupun Desa Donggobolo yang bertahan menyimpan garamnya, berharap harga garam di tingkat petani garam membaik.

C.Karakteristik Responden

Untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan responden yang diteliti, maka perlu dikemukakan analisis karakteristik responden yang meliputi umur responden, pendidikan responden, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, dan pengalaman kerja sebagai petani garam rakyat.

Dalam penelitian ini respondennya adalah para petani garam rakyat yang bekerja sebagai petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.

Jumlah responden yang diambil adalah 15 petani garam rakyat, 5 dari Desa

Bontokape dan 10 dari Desa Donggobolo. Dari 15 petani garam di bagi 3 kelompok berdasarkan luas lahan tambak garam yang dimiliki. Masing-masing

kelompok berjumlah 5 orang. 1. Umur Responden

(53)

Tabel 6. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur Umur Responden

(Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

25 – 35

Tabel 6 diatas menunjukan lebih dari 50 persen responden berada pada usia produktif dan dari rata-rata umur responden umur rata-ratanya adalah pada usia 45 tahun. Kelompok umur tertinggi adalah pada kelompok responden 36-46 yaitu sebanyak 7 reponden atau 46,66 persen dan kelompok umur terkecil adalah pada kelompok umur 58-68 yaitu sebanyak 1 responden atau 6,66 persen.

Ini menunjukan bahwa dari 15 responden sebagian besar berada pada usia produktif, dimana pada usia ini seseorang mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam bertindak maupun bekerja.

Pada usia produktif ini seseorang dianggap memiliki kondisi fisik yang prima dan mempunyai tenaga yang yang luar biasa bila dibandingkan dengan dibawah atau diatas usia produktif. Selain ini seseorang mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam berpikir dan bertindak untuk mengambil satu rencana atau keputusan. Sehingga dimungkinkan seseorang bekerja secara optimal untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal.

2. Pendidikan Responden

(54)

Tabel 7. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

Tamat SD

Tabel 7 ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih sangat rendah karena lebih dari 60 % responden berpendidikan SD dan SMP. Rendahnya pendidikan ini disebabkan kondisi ekonomi masa lalu yang tidak mendukung untuk mendapatkan pendidikan yang lama, selain itu adanya anggapan bahwa hanya dengan tamat SD saja sudah bisa mencari uang atau mendapatkan uang.

Seharusnya tingkat pendidikan yang rendah ini dapat diimbangi dengan pelatihan terhadap suatu inovasi baru dan adanya penyuluhan produksi dan manajemen yang diberikan kepada petani garam rakyat.

3. Jumlah Anggota Keluarga Responden

(55)

Tabel 8. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tanggungan Jumlah anggota

keluarga Jumlah(orang) Persentase (%)

0 - 2

Tabel 8 menunjukan bahwa responden memiliki tanggungan yang cukup banyak. Dari rata-rata jumlah tanggungan responden Desa Bontokape dan Desa Donggobolo jumlah tanggungan mereka adalah memiliki 5 orang tanggungan dalam keluarga.

Tabel 8 menunjukan kelompok tanggungan terbanyak adalah pada

kelompok tanggungan 3 - 4 yaitu 6 responden atau 40 persen dan 5 - 6 yaitu 5 responden atau 33,33 persen hal ini menunjukan banyaknya jumlah tanggungan

yang dimiliki mengandung indikasi bahwa jumlah pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan mereka menjadi lebih besar dibandingkan dengan mereka yang memiliki lebih sedik tanggungan, jumlah terkecil adalah pada kelompok tanggungan 0 - 2 dan 9 - 10 yaitu masing-masing 1 reponden atau 6,67 persen dari keseluruhan responden.

(56)

responden dimana mereka banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Namun pada umumnya, tidak semua anggota keluarga yang produktif ini dapat membantu secara penuh kegiatan usaha pegaraman dalam keluarganya. Baik itu yang masih melanjutkan sekolah, mendapatkan pekerjaan dalam bidang lain, maupun yang tidak bekerja (pengangguran tersembunyi). Sehingga hal ini menunjukan bahwa banyaknya anggota keluarga yang dimiliki responden tidak memberikan nilai tambah dalam usaha pengaraman. Adanya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup ini berdampak besar bagi kesejateraan keluarga responden didaerah penelitian

4. Pengalaman Bertani Garam Rakyat

Pengalaman kerja adalah salah satu faktor yang memungkinkan seseorang untuk mencapai keberhasilan, dalam hal ini yang dimaksud adalah pengalaman bekerja sebagai petani garam. Pengalaman kerja petani garam menunjukan berapa lama petani bekerja pada bidang usaha pegaraman ini.

Berdasarkan hasil penelitian pengalaman responden di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo berkisar antara 10 - 40 tahun, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Pengalaman Bertani Garam

Pengalaman Bertani

Garam (tahun) Jumlah(orang) Persentase (%)

0 – 9

(57)

dipengaruhi oleh adanya kefokusan pekerjaan dimana responden hanya memiliki satu-satunya pekerjaan yaitu bertani garam rakyat.

Dari jumlah rata-rata pengalaman responden dalam bertani garam rakyat diperoleh pengalaman bertani masyarakat Desa Bontokape yang diwakili 5 responden dan Desa Donggobolo yang diwakili 10 responden adalah selama 20 tahun bekerja. Hal ini menunjukan bahwa pekerjaan bertani garam ini sudah lama mereka lakukan.

Dengan hanya fokus terhadap satu pekerjaan , secara tidak langsung seorang petani garam akan memiliki keuletan dan ketelatenan dalam pekerjaannya yang kemudian membentuk keahlian yang dimilikinya.

5. Responden Menurut Kepemilikan Lahan

Petani garam rakyat yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah petani garam yang sebagian besar mengelola lahan sendiri dan sebagian kecil sebagai petani garam bagi hasil, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kepemilikan Lahan

Pengusahaan Jumlah(orang) Persentase (%)

Petani Pemilik

(58)

D. Profil Usaha Garam Rakyat

Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang dilakukan terhadap 15 petani garam diketahui gambaran luas lahan dan bentuk petak-petak kolam penyimpanan air, pemekatan atau penguapan hingga pengkristalan yang dikerjakan masing-masing petani garam dan juga produksi yang dihasilkan, yang dapat dilihat pada contoh petakan Lahan Petani Garam di Desa Bontokape dan di Desa Donggobolo Berikut ini.

1. Petani Garam (H. Yasin).

Gambar 12. Lahan Tambak Milik H. Yasin Dengan Luas 1 Ha.

(59)

Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. H Yasin dilahan tambak garamnya memproduksi garam hingga 127 karung isi 50 kg atau 6,35 ton garam, hal ini disebabkan kondisi iklim yang bersahabat,waktu persiapan lahan yang disiapkan lebih awal sebelum musim garam yaitu bulan Mei dan kualitas air laut yang baik pada lahan tambak garam H. Yasin.

2. Petani Garam (Suhardin).

Gambar 13. Lahan Tambak Milik Suhardin Dengan Luas 0,93Ha. Pada Lahan tambak milik Suhardin di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Suhardin sebagai petani garam yang telah berumur 42 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 15 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.

(60)

3. Petani Garam (Sayful).

Gambar 14. Lahan Tambak Milik Sayful Dengan Luas 0.9 Ha.

Pada Lahan tambak milik Sayful di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Sayful sebagai petani garam yang telah berumur 32 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.

(61)

4. Petani Garam (H. M. Ali).

Gambar 15. Lahan Tambak Milik H. M. Ali Dengan Luas 0.7 Ha. Pada Lahan tambak milik H. M. Ali di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan H. Ali sebagai petani garam yang telah berumur 53 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 35 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.

(62)

5. Petani Garam (Aminah).

Gambar 16. Lahan Tambak Milik Aminah Dengan Luas 0.7 Ha.

Pada Lahan tambak milik Aminah di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Aminah sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.

Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Aminah pada lahan tambak garam yang dimilikinya belum menghasilkan garam, hal ini disebabkan pekerjaan dalam menyiapkan lahan tambak garamnya sampai dengan pertengahan bulan Juli belum selesai karena kendala pendanaan untuk membayar buruh dan baru selesai pada awal bulan Agustus tapi tidak semua luas lahan yang dimiliki disiapkan dengan baik, Dari luas lahan 70 are yang dimiliki Aminah, 15 are nya masih berupa kolam penyimpanan air laut dan juga sebagai kolam ikan bandeng.

(63)

6. Petani Garam (Usman Muhdar).

Gambar 17. Lahan Tambak Milik Usman Muhdar Dengan Luas 0.65 Ha. Pada Lahan tambak milik Usman Muhdar di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Usman Muhdar sebagai petani garam yang telah berumur 46 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.

(64)

7. Petani Garam (Ahmad).

Gambar 18. Lahan Tambak Milik Ahmad Dengan Luas 0.53 Ha. Pada Lahan tambak milik Ahmad di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ahmad sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 18 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima.

Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ahmad dapat memproduksi garam sebanyak 280 karung isi 50 kg atau 14 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.

(65)

8. Petani Garam (Ismail Akhmad).

Gambar 19. Lahan Tambak Milik Ismail A. Dengan Luas 0.5 Ha. Pada Lahan tambak milik Ismail Ahmad di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ismail Ahmad sebagai petani garam yang telah berumur 40 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.

(66)

9. Petani Garam (Firdaus M. Ali).

Gambar 20. Lahan Tambak Milik Firdaus M. Ali Dengan Luas 0.45 Ha.

Pada Lahan tambak milik Firdaus di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Firdaus sebagai petani garam yang telah berumur 36 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 19 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.

(67)

10. Petani Garam ( Rudi).

Gambar 21. Lahan Tambak Milik Rudi Dengan Luas 0.35 Ha.

Pada Lahan tambak milik Rudi di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Rudi sebagai petani garam yang telah berumur 35 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 5 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima.

(68)

11. Petani Garam (Mansyur) .

Gambar 22. Lahan Tambak Milik Mansyur Dengan Luas 0.3 Ha. Pada Lahan tambak milik Mansyur di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Mansyur sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima.

(69)

12. Petani Garam (H. Masrun).

Gambar 23. Lahan Tambak Milik Ismail H Masrun Dengan Luas 0.24 Ha. Pada Lahan tambak milik Ismail H. Masrun di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ismail H. Masrun sebagai petani garam yang telah berumur 50 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 30 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima.

(70)

13. Petani Garam (H. Syamsul).

Gambar 24. Lahan Tambak Milik H. Syamsul Dengan Luas 0.2 Ha. Pada Lahan tambak milik H. Syamsul di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan H. Syamsul sebagai petani garam yang telah berumur 50 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 25 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima.

Gambar

Gambar 4. Kerangka pikir kajian
Gambar 6 dan Tabel 1.
Tabel 1.  Luas Wilayah Kabupaten Bima Menurut Kecamatan
Tabel 3. Data Curah Hujan Bulanan  Tahun 2010 Kabupaten Bima
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Siswa yang mendapat tongkat saat lagu berhenti dinyanyikan maju kedepan kelas untuk mengambil undian pertanyaan mengenai isi cerita peristiwa kecelakaan pada

Satuan Kerja : DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA Nama Pekerjaan : PENGADAAN PERALATAN PENDIDIKAN SD.. Nilai HPS :

Selesai (Tanggal) 1 102.01 Dinkes Pengadaan Genset Pustu/ Poskesdes Pembangunan/ rehab pustu polindes Belanja M odal Barang 45.000.000 15 unit Kab.. KODE NAM A LELANG/

Untuk itu sesuai dengan Dokumen Pengadaan Bab III tentang Instruksi Kepada Penyedia, maka Kelompok Kerja Pengadaan jasa Konsultansi ULP Pemerintah Kabupaten Alor menyatakan

Menanyakan kepada peserta didik tentang beberapa hal yang berkaitan dengan keuntungan menggunakan perangkat dan produk teknologi informasi dan komunikasi!. Kegiatan Inti:

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Bantuan Dana Operasional Sekolah (DOS) dan

Biro menyampaikan Rancangan Peraturan Menteri yang telah. disepakati dalam rapat harmonisasi dan sinkronisasi

Mengingat bagi perusahaan multinasional, isu transfer pricing dan manajemen laba adalah merupakan isu penting, terkait perencanaan pajak agresif, terlebih dengan