• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Pelatihan dan Pendampingan Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Higiene Sanitasi Makanan Ibu Warung Anak Sehat (IWAS) di Kabupaten Sukabumi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dampak Pelatihan dan Pendampingan Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Higiene Sanitasi Makanan Ibu Warung Anak Sehat (IWAS) di Kabupaten Sukabumi."

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

SANITASI MAKANAN IBU WARUNG ANAK SEHAT (IWAS)

MUTHMAINNAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

MUTHMAINNAH. The Effect of Training and Coaching on Knowledge, Attitudes, and Practices of Food Hygiene and Sanitation Mothers of Healthy Children Kiosk (IWAS). Under direction of KATRIN ROOSITA and IKEU EKAYANTI

Food is a basic requirementfor human life. Food is easily contaminated and can cause foodborn diseases. This is generally due to inappropriate hygiene and sanitation. Hygiene and sanitation is important to be considered in every stage of food processing in Healthy Children Kiosk (Warung Anak Sehat=WAS). The objective of this study was to analyze the effect of training and coaching on food hygiene-sanitation knowledge, attitudes, and practices of mothers who manage WAS (IWAS). A pra-experimental with one group pretest-posttest design was applied in this study and 14 IWAS in Sukabumi District were recruited. The study was conducted in five districts, consists of Cisaat, Kadudampit, Kebonpedes, Cicurug, and Warungkiara. The data collected consists of primary data and secondary data. Primary data were obtained using questionnaires and directly observation includes the characteristics of IWAS, characteristics of WAS, knowledge, attitudes, and practices of food hygiene and sanitation, method of street food production, and physical facilities. Secondary data include the profile of Sukabumi District.

The score of knowledge, attitudes, and practices of the IWAS before and after training and coaching were compared by a paired samples t-test. The result showed that training and coaching has improved significantly (p<0.05) the score of food hygiene-sanitation knowledge, attitudes, and practices.
(3)

RINGKASAN

MUTHMAINNAH. Analisis Dampak Pelatihan dan Pendampingan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Higiene Sanitasi Makanan Ibu Warung Anak Sehat (IWAS). Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA dan IKEU EKAYANTI.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak pelatihan dan pendampingan terhadap pengetahuan, sikap dan praktik higiene sanitasi makanan Ibu Warung Anak Sehat (IWAS). Adapun tujuan khusus yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik WAS; (2) mengidentifikasi ketersediaan fasilitas fisik IWAS; (3) mengetahui proses pembelian dan pemilihan bahan makanan oleh IWAS; (4) mengetahui cara penyimpanan bahan makanan; (5) mengetahui proses persiapan dan pengolahan makanan; (6) mengetahui proses penyajian makanan; (7) menganalisis dampak pelatihan dan pendampingan terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik higiene dan sanitasi makanan IWAS.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pra-experimental study dengan one group pretest-posttest design. Penelitian dilakukan di lima kecamatan di Kabupaten Sukabumi yaitu Cisaat, Kadudampit, Kebonpedes, Cicurug, dan Warungkiara. Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Nopember 2011. Penarikan contoh dilakukan secara

purposive dengan kriteria contoh berjenis kelamin perempuan, aktif sebagai kader posyandu dan ikut ke dalam program WAS.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi dan wawancara secara langsung menggunakan alat bantu kuisioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik IWAS (umur, besar keluarga, pendidikan, pendapatan), karakteristik WAS (bentuk warung dan jenis makanan jajanan), ketersediaan fasilitas fisik, proses pengolahan pangan (pembelian, penyimpanan, persiapan dan pengolahan, serta penyajian makanan), pengetahun, sikap, dan praktik higiene dan sanitasi makanan jajanan.

Tahapan pengolahan data dimulai dari coding, entri, cleaning, dan analisis. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2010 dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS) versi 16.0 for Windows. Analisis data secara deskriptif dilakukan dengan memberikan kategori atau pengelompokkan yang dilakukan dengan mengacu pada nilai acuan. Analisis data lanjutan dilakukan untuk melihat pengaruh pelatihan dan pendampingan terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik higiene dan sanitasi makanan.

Sebagian besar (78.6%) IWAS termasuk kategori dewasa awal yaitu berada pada kisaran antara 20-40 tahun. Besar keluarga IWAS, sebanyak 50% termasuk kategori keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga antara 5-6 orang dan lima puluh persen lainnya tergolong keluarga kecil. Dilihat dari tingkat pendidikan, sebagian besar (42.8%) merupakan tamatan SMA dan hanya satu orang IWAS (7.1%) lulusan sarjana (S1). Untuk pendapatan suami IWAS, sebanyak 85.7% berpenghasilan >Rp 1.000.000,00 per bulan dan untuk IWAS hanya 28.6% IWAS yang memiliki penghasilan <Rp 500.000,00 per bulan.

(4)

Sebagian besar IWAS sudah menyediakan fasilitas fisik berupa ventilasi (86% IWAS), lantai dapur bukan dari tanah (85.7% IWAS), sumber air bersih (78.6% IWAS), wastafel (57% IWAS), dan saluran pembuangan air limbah (42.9% IWAS).

Seluruh IWAS (100%) membeli bahan pangan di pasar tradisional. Frekuensi pembelian untuk sembako/bahan kering, sebanyak 35.7% IWAS adalah dua kali dalam seminggu. Bahan yang mudah rusak seperti sayuran sebagian besar IWAS (71.4%) membelinya setiap hari dan untuk pembelian buah-buahan sebagian besar IWAS (71.4%) melakukannya sebanyak dua kali dalam satu minggu.

Dalam proses penyimpanan bahan makanan, sebagian besar IWAS (78.6%) memisahkan bahan makanan matang dengan bahan pangan mentah. Hampir separuhnya menyimpan bahan makanan kering di dalam etalase yang tersedia di warung dan menyimpan bahan makanan yang mudah rusak di lemari pendingin.

Sebagian besar (72%) IWAS melakukan proses memasak di dapur rumah dan pada umumnya dilakukan secara individual. Sumber air memasak yang digunakan sebagian besar (71.5%) IWAS adalah air sumur. Proses pengolahan dilakukan pada pagi hari (78.6% IWAS). Dalam penggunaan bahan tambahan pangan (BTP), seluruh IWAS (100%) menggunakan vetsin dan tedapat 28.6% IWAS menggunakan pewarna makanan berwarna hijau, merah muda, dan putih untuk mengolah makanan jajanan. Pewarna hijau digunakan untuk membuat bubur sum-sum, sedangkan untuk es mambo menggunakan ketiga warna tersebut.

Dalam penyajian makanan, sebanyak 42.9% IWAS menggunakan wadah saji yang tertutup untuk menempatkan makanan jajanan. Sebanyak 49.7% IWAS yang makanan jajanannya tidak terjual habis, maka makanan tersebut dikonsumsi oleh IWAS dan keluarganya sendiri.

(5)

ANALISIS DAMPAK PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN

TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTIK HIGIENE

SANITASI MAKANAN IBU WARUNG ANAK SEHAT (IWAS)

KABUPATEN SUKABUMI

MUTHMAINNAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia IPB

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul Skripsi : Analisis Dampak Pelatihan dan Pendampingan Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Higiene Sanitasi Makanan Ibu Warung Anak Sehat (IWAS) di Kabupaten Sukabumi.

Nama : Muthmainnah NIM : I14070073

Menyetujui:

Dosen Pembimbing Skripsi I Dosen Pembimbing Skripsi II

Katrin Roosita, SP, M.Si Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M. Kes NIP. 19710201 199903 2 001 NIP. 19660725 199002 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat yang senantiasa dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Pelatihan Dan Pendampingan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Higiene Sanitasi Makanan Ibu Warung Anak Sehat (IWAS) di Kabupaten Sukabumi”. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih setulus hati kepada :

1. Katrin Roosita, SP, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan arahan, bimbingan, semangat, dan nasehat dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti M.Kes selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan arahan, bimbingan, semangat, dan nasehat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Tiurma Sinaga, B.Sc, MFSA selaku dosen pemandu sekaligus penguji skripsi atas saran, masukan, dan arahannya kepada penulis.

4. Orang tuaku (Ayah dan Mama), tiga saudara perempuanku (Maria, Nisa, dan Elin), keluarga besar A. Abbas (Alm) dan A. Chatib (Alm) atas doa, semangat, cinta dan kasih sayangnya.

5. Teguh Wahyudi dan keluarga besar Hasbi Mudim (Alm), atas doa, semangat dan kasih sayangnya.

6. Masyarakat Mandiri, Dompet Dhuafa, dan Sari Husada atas bantuan penelitiannya yang diberikan kepada penulis.

7. Dinas Pendidikan Provinsi Banten atas bantuan penelitian untuk penyelesaian skripsi penulis.

8. Teman satu penelitian Erida Ersiyoma, Riza Aulia, dan Novi Erliyani serta ibu-ibu WAS Sukabumi atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Saudariku yang baik: Irfina Febianti atas kebersamaannya selama ini. 10. Teman-temanku Pondok Putri Rahmah: Mba Rini, Mba Dwi, Fitri, Eno,

Sari, Rani, Rina, Tika, Endang, Heni, Dian, Mba Yulie, Pamila, Ade, Alfiani, Mba Nurul, Mba Intan atas semangat dan kasih sayangnya.

(8)

12. Luminaire 44: Khusnul, Ima, Tami, Icha, Resta, Rindu, Gilang dan lainnya yang tak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya selama ini, semoga Allah senantiasa berada bersama kita semua.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna. Tidak lupa penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang tidak berkenan selama penyusunan skripsi ini.

Bogor, Februari 2012

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudari, puteri dari pasangan bapak Taufik Rachman Abbas dan ibu Halela Chatib. Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 29 Agustus 1988.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK PGRI pada tahun 1994 sampai 1995. Pada tahun 1995 sampai 2001, penulis meneruskan pendidikan di SDN IX Cilegon, dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun 2001 sampai 2004 di SMPN 2 Cilegon. Penulis menempuh pendidikan menengah atas pada tahun 2004 sampai 2007 di SMAN 2 Krakatau Steel Cilegon, Banten. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 dan diterima sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada berbagai organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai staff Divisi Peduli Pangan dan Gizi, Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) pada tahun 2009-2010, dan tergabung dalam anggota KMB (Keluarga Mahasiswa Banten). Penulis juga ikut serta dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh KMB, BEM KM IPB, BEM FEMA, dan Himagizi.

Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Biokimia Gizi tahun 2010/2011, Asisten Praktikum Metabolisme Zat Gizi tahun 2009/2010 Program S1 Alih Jenjang, dan Asisten Praktikum Dietetika Penyakit Degeneratif tahun 2010/2011. Penulis pernah mengikuti kegiatan PKM bidang Pengabdian Masyarakat yang didanai oleh Dikti dengan judul “Cinta Sayuran dan Lingkungan Sejak Dini dengan Metode Es Sayur Goreng”.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ii

RINGKASAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

PRAKATA ... vii

RIWAYAT HIDUP ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Tujuan Umum ... 2

Tujuan Khusus ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Karakteristik IWAS ... 4

Umur ... 4

Pendidikan ... 4

Besar keluarga ... 4

Pendapatan ... 5

Warung Anak Sehat ... 5

Makanan Jajanan ... 5

Higiene dan Sanitasi Makanan ... 6

Fasilitas Fisik ... 7

Higiene Penjamah Makanan ... 10

Proses Pengolahan Pangan ... 11

Pengadaan dan Penyimpanan Bahan Pangan ... 11

Persiapan dan Pengolahan ... 12

Bahan Tambahan Pangan ... 14

Penyajian ... 15

Pengetahuan Higiene dan sanitasi Makanan ... 15

(11)

Praktik Higiene dan sanitasi Makanan ... 16

Pelatihan ... 16

Pendampingan ... 17

KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

METODE PENELITIAN ... 20

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 20

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 20

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 20

Pengolahan dan Analisis Data ... 21

Definisi Operasional ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 26

Kabupaten Sukabumi ... 26

Kecamatan Cisaat ... 27

Kecamatan Kadudampit ... 27

Kecamatan Kebonpedes ... 28

Kecamatan Warungkiara ... 28

Kecamatan Cicurug ... 28

Karakteristik IWAS ... 29

Umur IWAS ... 29

Besar Keluarga IWAS ... 29

Pendidikan IWAS ... 30

Pendapatan ... 30

Karakteristik WAS ... 31

Bentuk Warung ... 31

Jenis Makanan Jajanan WAS ... 31

Fasilitas Fisik ... 33

Ventilasi ... 33

Lantai dapur ... 33

Tempat Sampah ... 34

Sumber Air ... 34

Wastafel ... 35

Jamban Sehat ... 35

Saluran Pembuangan Air Limbah ... 36

(12)

Tempat Pembelian ... 36

Frekuensi Pembelian ... 37

Pembacaan Label Pangan ... 38

Penyimpanan Bahan Pangan ... 38

Pemisahan Makanan Matang dan Mentah ... 39

Penyimpanan Bahan Pangan Kering ... 39

Penyimpanan Bahan Pangan Mudah Rusak ... 40

Persiapan dan Pengolahan ... 40

Tempat Pengolahan ... 41

Jumlah Tenaga Pengolah ... 42

Sumber Air Memasak ... 43

Waktu Pengolahan ... 44

Cara Pengolahan ... 44

Bahan Tambahan Pangan ... 45

Penyajian ... 46

Alat Saji ... 46

Lokasi Penyajian ... 46

Perlakuan Terhadap Makanan yang Tidak Habis... 47

Pelatihan dan Pendampingan ... 47

Pengetahuan Higiene dan Sanitasi Makanan ... 48

Sikap Higiene dan Sanitasi Makanan ... 52

Praktik Higiene dan Sanitasi Makanan ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

Kesimpulan ... 63

Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 21

2 Kategori dan kriteria variabel penelitian ... 24

3 Sebaran IWAS berdasarkan umur ... 29

4 Sebaran IWAS berdasarkan besar keluarga ... 29

5 Sebaran IWAS berdasarkan tingkat pendidikan ... 30

6 Sebaran IWAS dan suami berdasarkan pendapatan ... 31

7 Jenis dan kandungan gizi makanan jajanan ... 32

8 Sebaran IWAS berdasarkan tempat pembelian bahan pangan ... 37

9 Sebaran IWAS berdasarkan frekuensi pembelian bahan pangan .... 37

10 Sebaran IWAS berdasarkan kategori pengetahuan higiene dan sanitasi makanan sebelum dan setelah pelatihan dan pendampingan ... 48

11 Sebaran IWAS berdasarkan jawaban benar tentang pengetahuan higiene dan sanitasi makanan sebelum dan setelah pelatihan dan pendampingan ... 49

12 Sebaran IWAS berdasarkan kategori sikap higiene dan sanitasi makanan sebelum dan setelah pelatihan dan pendampingan ... 52

13 Sebaran IWAS berdasarkan sikap higiene dan sanitasi makanan sebelum dan setelah pelatihan dan pendampingan ... 53

14 Sebaran IWAS berdasarkan kategori praktik higiene dan sanitasi makanan sebelum dan setelah pelatihan dan pendampingan ... 56

15 Sebaran IWAS berdasarkan praktik higiene dan sanitasi makanan yang sering dilakukan IWAS sebelum dan setelah pelatihan dan pendampingan ... 57

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerangka Pemikiran ... 19

2 Peta Kabupaten Sukabumi ... 26

3 Sebaran IWAS berdasarkan jenis lantai dapur ... 34

4 Sebaran IWAS berdasarkan ketersediaan sumber air ... 35

5 Sebaran IWAS berdasarkan tempat penyimpanan bahan kering .... 39

6 Sebaran IWAS berdasarkan tempat penyimpanan bahan mudah rusak ... 40

7 Sebaran IWAS berdasarkan tempat pengolahan ... 41

8 Sebaran IWAS berdasarkan jumlah tenaga pengolah ... 42

9 Sebaran IWAS berdasarkan sumber air untuk memasak ... 43

10 Sebaran IWAS berdasarkan waktu pengolahan ... 44

11 Sebaran IWAS berdasarkan penggunaan BTP ... 45

12 Sebaran IWAS berdasarkan alat saji makanan ... 46

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kuisioner penelitian ... 69

2 Dokumentasi penelitian ... 78

3 Daftar Bahan Tambahan Pangan ... 79

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan zat gizi dapat dipenuhi dengan cara mengonsumsi makanan bergizi, beragam dan berimbang. Makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi harus terjamin mutu dan keamanannya agar tidak merugikan bagi kesehatan.

Makanan yang aman dan terjamin salah satunya dipengaruhi oleh aspek higiene dan sanitasi baik dari segi proses pengolahan pangan maupun tenaga pengolah. Higiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Kegiatan higiene dan sanitasi makanan mencakup beberapa hal di antaranya pada proses makanan tersebut diolah, dipersiapkan, disimpan, dan dihidangkan (Kepmenkes 2003b).

Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa makanan jajanan harus memenuhi syarat gizi, sanitasi, keamanan, dan kesehatan sehingga makanan jajanan yang diolah benar-benar aman dan sehat untuk dikonsumsi oleh konsumen (Mudjajanto 2006; Melfa 2009).

Kejadian keracunan yang disebabkan oleh makanan dari jasaboga sebanyak 33.8%, dan salah satu penyebabnya adalah rendahnya kebersihan individu dan sanitasi lingkungan. Data lainnya menyebutkan bahwa selama tahun 2004, jumlah kejadian luar biasa (KLB) terbesar (47.1%) disebabkan oleh keracunan pangan yang berasal dari makanan hasil olahan rumah tangga. Kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan tersebut paling banyak terdapat di Propinsi Jawa Barat, yaitu 32 kejadian (Yuliarti 2007; BPOM 2005) .

Penjual dan pengolah makanan adalah pihak yang berpengaruh besar terhadap penentuan keamanan makanan yang dijual. Praktik pengolahan yang tidak sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi akan menjadi sumber kontaminan terhadap makanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh kurangnya pengetahuan higiene dan sanitasi makanan.

(17)

2 pedagang tidak mencuci terlebih dahulu bahan pangan yang telah dibeli dari pasar.

Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa praktik higiene sanitasi makanan para penjamah makanan di kantin Universitas Diponegoro Tembalang sebagian besar (69,6%) kurang. Secara tidak langsung, cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik higiene dan sanitasi makanan dalam upaya pengendalian keamanan makanan yang dibuat di rumah atau tempat pelayanan makanan adalah dengan memberikan pendidikan kepada penjamah makanan mengenai cara-cara praktik pengolahan pangan yang baik dan benar (Hidayat 2010; WHO dalam Hartono 2006).

Warung Anak Sehat (WAS) merupakan program corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan swasta yang salah satu tujuannya adalah tersedianya pangan yang terjamin baik jumlah maupun kualitasnya bagi masyarakat di sekitar WAS. Untuk mencapai tujuan program WAS tersebut, dilakukan pelatihan dan pendampingan praktik higiene dan sanitasi makanan yang baik dan benar (Dompet Dhuafa 2011; Masyarakat Mandiri 2011).

Aspek higiene dan sanitasi penting untuk diperhatikan dalam setiap tahapan pengolahan makanan di WAS. Kegiatan pelatihan dan pendampingan higiene dan sanitasi makanan telah dilakukan untuk meningkatkan perilaku higiene dan sanitasi IWAS. Untuk melihat dampaknya perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis dampak pelatihan dan pendampingan higiene dan sanitasi tersebut.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak pelatihan dan pendampingan terhadap pengetahuan, sikap dan praktik higiene sanitasi makanan Ibu Warung Anak Sehat (IWAS).

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dilakukan penelitian ini meliputi :

1. Mengidentifikasi karakteristik WAS (jenis makanan dan kandungan gizi makanan jajanan, bentuk warung)

2. Mengidentifikasi ketersediaan fasilitas fisik WAS

3. Mengetahui proses pembelian dan pemilihan bahan pangan oleh IWAS. 4. Mengetahui cara penyimpanan bahan pangan.

(18)

3 6. Mengetahui proses penyajian makanan.

7. Menganalisis dampak pelatihan dan pendampingan dengan pengetahuan, sikap, dan praktik higiene dan sanitasi IWAS.

Kegunaan Penelitian

(19)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik IWAS Umur

Usia dewasa dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal (20-40 tahun), dewasa madya/tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun). Menurut tahapan perkembangan untuk dewasa awal pada kekhasan tingkah laku kognitif, orang dewasa yang matang perkembangan kognitifnya lebih sistematis dalam memecahkan masalah. Selain itu, usia dewasa awal merupakan tingkatan usia dengan fungsi fisiologi dan biologi paling efisien. Dengan fungsi yang efisien dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan seseorang dalam suatu hal. Kondisi fisiologi dan biologi seseorang mempengaruhi fungsi-fungsi organ yang terlibat dalam pemrosesan informasi. Pada usia setengah baya (dewasa tengah), kemampuan kognitifnya yang menurun adalah kemampuan mengingat dan berpikir (Papalia&Olds 2001; Hurlock 1980; Hayslip 1989 dalam Fajarwati 2010).

Pendidikan

Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah. Tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan tindakan. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan memudahkan seseorang untuk menerima informasi (pengetahuan) yang selanjutnya mengarah kepada perubahan sikap sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (Atmarita&Fallah 2004). Besar Keluarga

(20)

5 sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). (Hurlock 1993; BKKBN 2005).

Pendapatan

Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Faktor pemungkin untuk merubah perilaku di antaranya ketersediaan sarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas yang ada dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dimana dengan ekonomi yang baik maka seseorang akan mampu untuk menyediakannya. Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap praktik higiene dan sanitasi seseorang (Azanza et.al

dalam Yasmin 2010; Notoatmodjo 2007b).

Warung Anak Sehat

Warung Anak Sehat (WAS) adalah program yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi kepada ibu rumah tangga, membantu dalam menyiapkan menu bergizi (jajanan sehat) untuk sehari-hari, dan menyediakan akses terhadap makanan bergizi yang dibutuhkan. Program Warung Anak Sehat ini berusaha memberikan kontribusi dalam kesehatan anak-anak yang rawan mengalami kejadian gizi buruk. Selain itu, memberikan penyuluhan kepada para ibu tentang gizi bagi anak-anak dan keluarga, membantu mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi, serta membantu menyediakan produk yang sehat (Masyarakatmandiri 2011; Kurniawan 2011; Dompetdhuafa 2011).

IWAS yang dipilih merupakan kader yang akan membuka warung sekaligus memberikan penyuluhan kepada konsumen seputar informasi gizi seimbang dan produk makanan sehat untuk anak. Program pemberdayaan di daerah ini tidak hanya menyiapkan para kader, juga untuk menyiapkan beberapa bangunan warung yang menyediakan berbagai produk yang mendukung terjaminnya kesehatan anak, penguatan Posyandu dan berbagai program penguatan kesadaran akan kesehatan dan gizi bagi anak (Kurniawan 2010).

Makanan Jajanan

(21)

6 yang dijajakan dalam berbagai warna, bentuk, ukuran serta rasa yang dapat menarik minat konsumen untuk membelinya (Kepmenkes 2003; Irianto 2007).

Tarwotjo (1998) menyebutkan makanan jajanan dikenal juga dengan istilah makanan selingan. Makanan ini memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dengan makan utama yaitu memberikan sumbangan energi bagi tubuh agar tidak kekurangan kalori sampai waktu makan utama tiba. Hasil penelitian Rizki (2010) yang dilakukan pada anak sekolah bahwa kontribusi energi dari makanan jajanan hampir separuh dari total konsumsi energi dalam sehari.

Jenis makanan jajanan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) yang dikutip dalam Melfa (2009) dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) makanan jajanan berbentuk panganan, misalnya kue-kue basah, pisang goreng, putu ayu, bugis, dan lainnya ; (2) makanan jajanan yang diporsikan, misalnya mie goreng, pecel, mie bakso, nasi goreng, dan lainnya ; (3) makanan jajanan yang berbentuk minuman, misalnya ice cream, jus buah, es campur, dan lainnya.

Higiene dan Sanitasi Makanan

Pengertian sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sementara itu, higiene merupakan suatu pencegahan penyakit yang memfokuskan kepada usaha kesehatan individu beserta lingkungan tempat individu tersebut berada (Widyati & Yuliarsih 2002).

(22)

7 Fasilitas Fisik

Fasilitas fisik merupakan dalam proses pengolahan pangan. Ketersediaan fasilitas berperan penting dalam peningkatan mutu higiene dan sanitasi makanan jajanan. Fasilitas fisik berupa ruang dapur meliputi ketersediaan peralatan dapur, ventilasi, lantai dapur, tempat sampah, wastafel, air bersih, serta keberadaan SPAL dan jamban sehat (WC).

Ruang Dapur

Karakteristik dapur yang memenuhi syarat kesehatan antara lain (Widyati & Yuliarsih 2002):

1. Selalu dalam keadaan bersih

2. Mempunyai cukup persediaan air bersih untuk mencuci bahan pangan 3. Mempunyai tempat sampah

4. Alat-alat dapur selalu dalam keadaan bersih

5. Mempunyai ventilasi yang cukup guna memasukkan udara segar serta mengeluarkan asap dan bau yang kurang sedap

6. Mempunyai tempat penyimpanan bahan pangan yang baik, artinya tidak sampai tercemar debu dan menjadi sarang tikus/kecoa

Alat Dapur

Bahan pangan atau makanan dapat terkontaminasi oleh alat dapur yang kotor. Oleh sebab itu, pencucian alat dapur seharusnya mendapatkan perhatian yang benar. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan makanan harus dibuat sedemikian rupa sehingga menjamin alat tersebut dapat mudah dibersihkan, tahan lama, dan mudah dipindahkan atau dilepas agar mempermudah pemeliharaan dan pembersihan alat-alat dapur (Widyati & Yuliarsih 2002; Fardiaz 2000).

Dalam pengolahan pangan, kebersihan alat yang digunakan perlu dijaga agar konsumen yang menggunakan dapat terhindar dari ancaman kuman penyakit yang berasal dari peralatan makan. Hal-hal yang perlu untuk diperhatikan dalam penggunaan peralatan meliputi proses pencucian, pengeringan, dan penyimpanannya (Uripi 1994).

(23)

8 2. Pengeringan alat, setelah dicuci alat-alat dikeringkan dengan cara diletakkan

pada rak-rak yang bersih dan terhindar dari debu dan serangga.

3. Penyimpanan alat, penggunaan rak atau lemari untuk menyimpan alat sebaiknya tertutup dan mudah untuk diambil ketika akan digunakan.

Ventilasi

Umumnya, ventilasi berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang angina. Ventilasi berperan dalam pertukaran udara agar udara di dalam ruangan tetap bersih dan segar. Ventilasi di ruang dapur harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang dapur dan mengeluarkan asap dan bau yang kurang sedap. Ventilasi harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan tidak dipenuhi sarang serangga. Oleh karena itu sebaiknya ventilasi yang ada di ruang pengolahan makanan dilengkapi kassa yang dapat dibuka dan dipasang, sehingga mudah untuk dibersihkan (BPOM 2003; Latifah et.al 2002; Widyati & Yuliarsih 2002).

Tempat Pembuangan Sampah

Sampah merupakan salah satu penyebab tercemarnya makanan. Umumnya bak sampah yang baik untuk digunakan terbuat dari plastik ringan lengkap dengan tutupnya. Bak sampah sebaiknya tertutup agar sampah tidak berserakan dan dihinggapi lalat yang membawa vektor penyakit. Sebelum digunakan, bak sampah tersebut terlebih dahulu dilapisi dengan kantong plastik sampah, bila penuh sampah mudah untuk dibuang sehingga tempat sampah tidak cepat kotor dan plastik dapat diganti kembali (Latifah et.al 2002; Widyati & Yuliarsih 2002).

Wastafel

Wastafel merupakan salah satu fasilitas fisik yang umumnya digunakan sebagai tempat mencuci tangan, bahan pangan, maupun peralatan. Sebaiknya kran untuk mencuci tangan sebaiknya terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan pangan (Kepmenkes 2003a).

Lantai Dapur

(24)

9 sulit untuk dibersihkan dan tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat sumber bibit penyakit (BPOM 2003; Latifah et.al 2002).

Sumber Air

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kehidupan. Air yang digunakan dalam untuk mengolah makanan harus memenuhi persyaratan untuk air minum. Persyaratan air untuk menjadi sumber air minum yang baik yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak keruh. Selain itu, menyebutkan pula bahwa air bersih dan sehat merupakan air yang tidak mengandung kuman dan kotoran yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika sumber air yang digunakan berupa sumur, maka sumur tersebut harus:

1. Berada minimal 10 m dari tangki septik penampungan kotoran, lubang galian sampah dan sumber-sumber kotoran lainnya.

2. Berada di tempat yang tidak mudah terkena banjir

3. Diberi pagar dan pelindung dari tembok agar mencegah air kotor kembali mengalir ke dalam sumur (Jenie 2000; Latifah et al 2002).

Air bersih belum tentu dapat dikatakan sehat, menurut Entjang (1993) dalam Sukandar (2007) air minum yang sehat dapat diperoleh melalui:

1. Sumber air yang bersih

2. Tangan dan tempat penampungan air bersih

3. Wadah penampung air sering dibersihkan dan dilengkapi dengan penutup 4. Memasak air untuk diminum hingga mendidih

5. Menggunakan peralatan minum yang bersih (termasuk gayung sebagai alat pengambil air)

Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

(25)

10 Jamban Sehat (WC)

Pada umumnya, setiap kamar mandi dilengkapi dengan jamban atau WC. Fungsi jamban adalah sebagai penampung kotoran yang dikeluarkan oleh manusia, dengan adanya jamban diharapkan seseorang tidak membuang kotorannya sembarangan. Jenis jamban lain di antaranya cubluk dan jamban di atas kolam. Jamban ini tentunya tidak memenuhi syarat kesehatan karena akan mengotori permukaan tanah dan air sehingga akan menimbulkan bibit penyakit (Latifah et.al 2002).

Higiene Penjamah Makanan

Penjamah makanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Kepmenkes 2003b):

1. tidak menderita penyakit menular seperti: batuk, pilek, influenza, diare, dan penyakit perut sejenisnya;

2. menutup luka (pada luka terbuka atau bisul atau lainnya); 3. memakai celemek dan tutup kepala;

4. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan;

5. menjamah makanan harus menggunakan alat/perlengkapan atau dengan alas tangan;

6. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya)

7. tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung;

8. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian. Kebersihan Tangan dan Jari

Tangan merupakan salah satu anggota tubuh yang vital dalam mengolah makanan sehingga setiap kali memegang bahan pangan yang kotor atau keluar dari toiet, sebaiknya tangan dibersihkan dahulu dengan air hangat dan sabun kemudian dikeringkan. Pada saat mengolah makanan, kuku harus dipotong pendek dan sebaiknya tidak menggunakan perhiasan seperti cincin atau jam tangan (Widyati & Yuliarsih 2002).

Kesehatan Rambut

(26)

11 menggaruknya dan dapat mengakibatkan kotoran-kotoran dari kepala jatuh berterbangan ke dalam makanan serta menjadikan kuku kotor. Selain itu, untuk menghindari kejadian rambut terjatuh dalam makanan, sebaiknya digunakan penutup kepala atau topi atau kerudung (Widyati & Yuliarsih 2002).

Kebersihan Mulut

Seorang penjamah makanan harus menjaga kebersihan mulut, Salah satu caranya dengan menggosok gigi dengan pasta dan sikat gigi secara rutin dua kali dalam sehari. Air liur dihasilkan di dalam mulut. Air liur merupakan sumber cemaran yang akan tersebar ke udara ketika seseorang berbicara atau tertawa (Depkes&Pesan 2001).

Pakaian

Pakaian yang digunakan penjamah makanan di dapur harus bersih dan sebaiknya menggunakan celemek atau baju khusus memasak. Pakaian yang digunakan harus ganti setiap hari karena pakaian yang kotor merupakan salah satu sumber bakteri atau penyakit. Pakaian yang digunakan di dapur selayaknya dipilih model yang dapat melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, dapat menyerap keringan, tidak panas, dan ukurannya tidak ketat sehingga dapat mengganggu pada waktu bekerja (Widyati & Yuliarsih 2002).

Pengadaan dan Penyimpanan Bahan Pangan

Pemilihan bahan pangan pada saat proses pembelian menjadi sesuatu hal yang penting dalam menentukan kualitas makanan. Pemilihan bahan akan lebih baik jika dibeli dalam jumlah terbatas. Khusus untuk bahan pangan yang mudah rusak, proses seleksi lebih baik dilakukan sebelum pengolahan, sedangkan untuk bahan pangan yang tidak mudah rusak dilakukan saat penyimpanan (Yuliarti 2007).

(27)

12 Penyimpanan makanan yang baik di antaranya:

1. Makanan disimpan sebaiknya di dalam rak/lemari atau kotak sehingga tidak langsung bersentuhan dengan lantai.

2. Makanan tidak boleh disimpan dengan bertumpuk-tumpuk karena akan merusak wadah atau kemasan sehingga produk yang ada di dalamnya pun akan rusak.

3. Bahan pangan mentah harus disimpan terpisah dengan makanan yang sudah jadi atau matang.

4. Prinsip penyimpanan adalah FIFO (first in first out), yang lebih dahulu masuk harus keluar lebih dahulu pula.

5. Bahan pangan disimpan terpisah dengan bahan bukan makanan.

6. Penyesuaian kondisi dalam penyimpanan makanan, misalnya produk beku dan sebagainya (BPOM 2003; Fardiaz 2000).

Tempat Penyimpanan Bahan pangan

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam sanitasi adalah pada saat menyimpan bahan pangan. Ada dua hal yang mendapat perhatian yaitu bahan pangan dan ruang penyimpanannya (Widyati & Yuliarsih 2002).

1. Bahan pangan yang akan disimpan harus dalam keadaan bersih

2. Ruang penyimpanan dibersihkan secara rutin, dan bila ada yang tumpah harus dibersihkan sesegera mungkin untu menghindari datangnya binatang-binatang dan serangga, misalnya semut, kecoa, tikus, dll

3. Jika ada bahan pangan yang disimpan ada yang busuk harus cepat dibuang.

Persiapan dan Pengolahan Bahan Pangan

Persiapan merupakan kegiatan mempersiapkan bahan pangan dan bumbu-bumbu sebelum dilakukan pengolahan. Proses ini dimulai dari saat bahan pangan diambil dari tempat penyimpanan kemudian dibersihkan, dipotong-potong dan diiris sesuai dengan kebutuhan sehingga siap untuk diolah. Teknik persiapan bahan pangan sebelum diolah berbeda-beda untuk setiap bahan pangan. Kerusakan zat gizi, penyusutan berat bahan, perubahan tekstur dan rasa, serta kerusakan makanan lainnya dapat terjadi bila bahan pangan tidak dipersiapkan dengan baik (Khomsan et.al. 2009).

(28)

13 persiapan memungkinkan terjadinya kehilangan jumlah zat gizi tertentu (Direktorat Gizi Masyarakat 2003).

Definisi memasak adalah proses pemberian panas yang diberikan pada bahan pangan mentah dan setengah jadi sehingga bahan pangan tersebut dapat dimakan dan mudah dicerna, lezat di lidah, enak dipandang, mengubah bentuk penyajian serta aman untuk dikonsumsi. Pengolahan makanan merupakan kegiatan mengubah bahan pangan mentah menjadi makanan yang siap untuk dikonsumsi melalui berbagai proses yang berkaitan. Adapun tujuan pengolahan adalah untuk mempertahankan nilai gizi, meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, bau, rasa, keempukan, dan penampakan makanan, juga untuk membebaskan dari mikroorganisme yang berbahaya (Fardiaz 1992; Yuliati 1996).

Waktu pengolahan harus disesuaikan dengan waktu penyajiaan makanan dan jumlah makanan yang akan dibuat pada hari tersebut. Makanan yang diolah dalam jumlah besar kemungkinan berisiko masih mengandung jasad renik dalam jumlah yang tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pemasakan yang tidak merata sehingga ada bagian makanan yang tidak mendapat perlakuan panas yang sama. Akibatnya makanan mudah basi dan memungkinkan sebagai penyebab terjadinya keracunan (Fardiaz 1992).

Pengawasan mutu dalam proses pengolahan perlu dilakukan untuk menghindari risiko bahaya dalam pengolahan makanan. Hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan makanan yang berkualitas di antaranya :

1. Mempersiapkan atau memasak makanan segera sebelum dikonsumsi, jarak antara waktu persiapan dan konsumsi harus kurang dari 6 jam.

2. Pemasakan kembali makanan dilakukan pada suhu minimal 66 ºC selama 15 menit, untuk makanan berkuah harus sampai mendidih.

3. Penyimpanan makanan dibawah suhu 4ºC tidak boleh lebih dari 4 hari.

4. Penyimpanan makanan pada suhu lebih 55ºC tidak boleh lebih dari 6 jam (Fardiaz 1992; Kepmenkes 2003b).

Proses pengolahan, ada tiga hal pokok yang perlu untuk diperhatikan, yaitu tenaga pengolahan (penjamah), tempat pengolahan (dapur), dan cara pengolahan (Prabu 2008).

1. Tenaga pengolahan makanan (penjamah makanan)

(29)

14 menyajikan makanan. Seorang penjamah makanan, seharusnya selalu dalam keadaan sehat dan terampil. Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadi dan terbiasa untuk berprilaku sehat selama bekerja.

2. Tempat pengolahan makanan (dapur)

Dapur adalah suatu tempat dimana makanan dan minuman di persiapkan dan diolah. Dapur sangat berperan terhadap kualitas makanan yang akan dihasilkan. Mengingat hal tersebut, maka untuk mendapatkan makanan yang berkualitas baik, dapat senantiasa dalam keadaan bersih atau lebih tepat dikatakan saniter, dapur hendaknya memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Lantai, (2) Dinding, (3) Jendela dan pintu, (4) Ventilasi, (5) Pencahayaan, (6) Peralatan, (7) Fasilitas pencucian peralatan bahan pangan, (8) Tempat cuci tangan, dan (9) Air bersih (Widyati&Yuliarsih 2002)

3. Cara pengolahan makanan

Cara pengolahan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (good manufacturing practice).

Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan atau minuman dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan. Pemakaian BTP harus hati-hati dan tepat karena secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh bagi kesehatan baik positif atau negatif (BPOM 2002; Uransyah&Madya 2011).

(30)

15 Pemakaian BTP dapat dibenarkan apabila memenuhi persyaratan yaitu: (1) dapat mempertahankan kualitas gizi bahan pangan; (2) peningkatan kualitas atau stabilitas penyimpanan, sehingga mengurangi kehilangan kandungan gizi dalam bahan pangan; (3) membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen; (4) mendapatkan bahan pangan yang dikehendaki bagi konsumen yang memerlukan diet khusus; (5) tidak bereaksi dengan bahan lain. Pemakaian BTP tidak dibenarkan jika untuk alasan di antaranya: (1) menutupi kesalahan teknik pengolahan dan penanganan; (2) untuk menipu konsumen; (3) hasilnya dapat menyebabkan terjadinya pengurangan nilai gizi; (4) untuk mengurangi biaya; (5) produk yang dihasilkan mengandung racun (Syah et.al. 2005; Uransyah & Madya 2011).

Penyajian Makanan

Penyajian makanan merupakan kegiatan akhir dari penyelenggaraan makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya (Karyantina 2007): 1. Makanan harus didistribusikan dan disajikan kepada konsumen tepat pada

waktunya, tidak terlalu awal atau terlambat.

2. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah atau porsi yang telah ditentukan.

3. Kondisi makanan yang disajikan sesuai dan dalam hal ini perlu diperhatikan yaitu suhu makanan.

Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam menghidangkan makanan yaitu (Uripi

et.al 1993):

1. Kebersihan ruangan, tempat, dan alat makan 2. Kerapihan mengatur tempat makan

3. Pemakaian alat penyajian yang baik

4. Sifat masakan (perlu dihidangkan panas atau dingin) 5. Waktu makan

6. Jumlah konsumen/pembeli yang akan mengonsumsi

Pengetahuan Higiene dan Sanitasi Makanan

(31)

16 dalam mengendalikan faktor individu, makanan, peralatan, dan tempat yang dapat atau mungkin menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan (Engel 1994; Notoatmojo 2007a)

Pengetahuan mempunyai enam tingkatan dalam domain kognitif, yaitu: (1) tahu/know, (2) memahami/comprehension, (3) aplikasi/application, (4) analisis/analysis, (5) sintesis/synthesis dan (6) evaluasi/evaluation. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan metode wawancara atau pembagian kuesioner yang menanyakan mengenai isi materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo 2007a).

Sikap Higiene dan Sanitasi Makanan

Sikap merupakan respon atau reaksi seseorang yang sifatnya masih tertutup terhadap suatu objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas melainkan hanya kesediaan atau kesiapan untuk melakukan suatu tindakan. Sikap higiene dan sanitasi makanan terbatas pada penilaian dalam diri seseorang mengenai apa yang diyakini dan dirasa terhadap hal-hal yang berkaitan dengan upaya penyehatan makanan (Notoatmojo 2007a).

Adapun tingkatan dari sikap yaitu: (1) menerima/receiving, (2) merespon/responding, (3) menghargai/valuing, (4) bertanggung jawab/responsible.

Praktik Higiene dan Sanitasi

Praktik merupakan tindakan atau tingkah laku yang dilakukan seseorang sehubungan dengan materi yang diberikan atau dipelajari. Praktik higiene dan sanitasi makanan harus diterapkan dalam setiap tahapan pengolahan pangan. Praktik pengolahan pangan yang tidak sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi akan menjadi sumber kontaminan terhadap makanan sehingga akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia (Notoatmodjo 2007a; WHO dalam Hartono 2006).

Tingkatan praktik terdiri atas empat tahapan, yakni: (1) persepsi/perception, (2) respon terpimpin/guided respons, (3) mekanisme/mechanism, dan (4) adaptasi/adaptation (Notoatmodjo 2007a)

Pelatihan

(32)

17 kompetensi individu. Dalam pelatihan, para pesertanya akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Praktis disini mengandung makna bahwa materi yang diberikan kepada peserta akan diaplikasikan dengan segera (Priansyah 2011).

Pelatihan adalah proses pembelajaran dalam waktu relatif singkat yang lebih menekankan pada praktik daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan pelatihan orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan dalam Sukiarko 2007). Pelatihan memiliki tujuan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan dari suatu program dan sebagai upaya merubah perilaku seseorang (Kirkpatrick dalam Sukiarko 2007).

Pendampingan

(33)

18

KERANGKA PEMIKIRAN

Makanan yang diolah hendaknya diproses dengan cara yang baik dan benar agar menghasilkan makanan yang sehat, bersih, dan bergizi. Proses pengolahan pangan yang harus diperhatikan dalam pengolahan tersebut meliputi mulai tahap persiapan bahan pangan sampai tahap penyajian makanan yang sudah matang.

Karakteristik WAS yang meliputi usia, tingkat pendidikan, besar keluarga, dan pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi tersedianya fasilitas fisik yang dapat menunjang kegiatan pengolahan pangan dengan baik.

Pengetahuan higiene dan sanitasi makanan merupakan informasi yang tersimpan dalam ingatan yang diperoleh setelah melakukan penginderaan terhadap objek yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi makanan..

Sikap higiene dan sanitasi makanan merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi dan bertindak yang bersumber dari penilaian mengenai apa yang diyakini terhadap hal-hal yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi makanan.

Praktik higiene dan sanitasi makanan merupakan sejumlah tindakan yang dilakukan oleh seseorang beserta kondisi lingkungan dan keberadaan fasilitas penunjang yang berpengaruh terhadap upaya pencegahan penyakit.

Pengetahuan, sikap, dan praktik merupakan tiga hal yang saling berkaitan. Pengetahuan, sikap, dan praktik higiene dan sanitasi makanan diperlukan dalam proses pengolahan pangan sebagai upaya pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat dan peralatan yang dapat atau mungkin menyebabkan gangguan kesehatan (Kepmenkes 2003b).

(34)
[image:34.842.99.716.65.369.2]

19

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis pengetahuan, sikap, dan praktik higiene dan sanitasi makanan di WAS . Keterangan:

= variabel yang diteliti = hubungan yang diteliti

Fasilitas fisik (ventilasi, SPAL,

sumber air, wastafel, WC, lantai)

Karakteristik IWAS (umur, pendidikan,besar keluarga, pendapatan)

Pelatihan dan Pendampingan Karakteristik WAS

(bentuk warung, jenis makanan

jajanan)

Pengetahuan higiene sanitasi

makanan

Sikap higiene sanitasi makanan

Praktik higiene sanitasi makanan Proses pengolahan pangan:

 pembelian (tempat, frekuensi, pembacaan label pangan)

 penyimpanan (bahan kering, bahan mudah rusak)

 persiapan dan pengolahan (waktu, jumlah pengolah, sumber air, waktu)

(35)

20

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung berjudul ”Dampak Program Warung Anak Sehat terhadap Perubahan Pengetahuan dan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS), serta Status Gizi Balita”. Penelitian bagian ini menggunakan studi pra eksperimen dengan one group pretest-posttest design

yaitu desain penelitian ini tidak ada kelompok kontrol (pembanding) (Riyanto 2011). Metode yang digunakan observasi dengan melakukan wawancara dan pengisian kuesioner.

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi tepatnya tersebar di beberapa Kecamatan antara lain Cisaat, Kadudampit, Kebon Pedes, Cicurug dan Warung Kiara. Lokasi penelitian dipilih secara purposive berdasarkan lokasi yang telah ditetapkan sebagai peserta program WAS, dengan mempertimbangkan prevalensi status gizi kurang dan buruk serta memiliki kasus kejadian keracunan. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Nopember 2011.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah semua ibu Warung Anak Sehat (IWAS) yang berjumlah 14 orang dari lima Kecamatan yang diteliti. Contoh dipilih secara purposive dari masyarakat setempat. Kriteria yang digunakan dalam penarikan contoh adalah berjenis kelamin perempuan dan aktif sebagai kader posyandu di wilayah tersebut. Selain itu, ibu WAS dipilih berdasarkan keluarga kecil berkualitas (KKB) yang dipilih oleh pihak Kecamatan setempat.

Warung Anak Sehat dibagi menjadi dua tipe, bentuk gerobak dan kios. Warung gerobak diperuntukkan bagi ibu yang sebelumnya tidak memiliki warung permanen sedangkan kios untuk ibu yang sudah pernah memiliki warung permanen.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(36)
[image:36.595.105.517.47.787.2]

21 dan fasilitas fisik. Data sekunder meliputi profil lokasi. Selengkapnya jenis dan cara pengumpulan data primer dan sekunder disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Data Jenis

data Cara pengumpulan 1 Profil lokasi Sekunder Arsip Kabupaten atau

Kecamatan 2 Karakteristik IWAS:

- nama - umur - pendidikan - besar keluarga - pendapatan

Primer Wawancara dengan kuesioner sistem tertutup

3 Karakteristik WAS: - bentuk warung

- jenis makanan jajanan

Primer Wawancara dan pengamatan

4 Pengetahuan, sikap, dan praktik higiene dan sanitasi

makanan Primer

Wawancara dengan kuesioner sistem terbuka

dan tertutup serta pengamatan langsung 5 Fasilitas fisik:

- peralatan - ventilasi

- sumber air bersih - SPAL

- lantai

- tempat sampah - wastafel

Primer Wawancara dan pengamatan

6 Proses pengolahan pangan - pemilihan dan pembelian

bahan pangan

- persiapan dan pengolahan bahan pangan

- penyimpanan bahan pangan - penyajian makanan

(37)

22 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu kelengkapan informasinya. Selanjutnya data diolah baik secara manual maupun dengan menggunakan softwareMicrosoft Excell 2010 dan SPSS 16 for

windows. Pengolahan data meliputi beberapa tahap diantaranya pengeditan, pengkodean, pengentrian, dan analisis. Data dianalisis secara deskriptif dan analitik. Uji statistik yang digunakan adalah paired samples t-test.

Dalam kuesioner data yang akan diambil di antaranya karakteristik IWAS (Ibu Warung Anak Sehat), karakteristik WAS, pengetahuan, sikap, dan praktik higiene dan sanitasi makanan, dan cara pengolahan pangan jajanan yang meliputi pembelian dan pemilihan bahan, persiapan, pengolahan, dan penyajian makanan. Data karakteristik IWAS (Ibu Warung Anak Sehat) meliputi umur, besar keluarga, pendidikan, dan pendapatan.

Umur. Data umur yang diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi tiga yaitu dewasa awal 20-40 tahun, dewasa tengah 41-65 tahun, dan dewasa akhir >65 tahun (Papalia & Olds 2001).

Besar keluarga. Data besar keluarga yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan BKKBN (2005) yakni kategori keluarga kecil jika ≤ 4 orang, keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar ≥ 8 orang.

Pendidikan. Data pendidikan dibagi menjadi tujuh kategori yakni tidak sekolah, tidak tamat SD (1-5 tahun), tamat SD (6 tahun), tamat SMP (9 tahun), tamat SMA (12 tahun), Akademi (D1, D2, D3), Sarjana dan pasca sarjana.

Pendapatan. Data pendapatan terdiri atas pendapatan suami IWAS dan IWAS sendiri. Untuk kategori pendapatan yaitu kurang dari Rp 500.000; kisaran Rp 500.000-Rp 1.000.000; dan lebih dari Rp 1.000.000

Fasilitas fisik. Data mengenai fasilitas fisik yang dikumpulkan yaitu keberadaan ventilasi, SPAL, jamban sehat, wastafel, sumber air memasak, tempat sampah, dan lantai dapur.

(38)

23 Sikap higiene dan sanitasi makanan. Respon terhadap masing-masing pernyataan diukur dengan dua tingkatan yaitu setuju dan tidak setuju, penentuan skor didasarkan pada Riduwan (2009) yaitu pernyataan positif jika setuju (dijawab benar) skor 1; tidak setuju (dijawab salah) 0 dan untuk pernyataan negatif jika setuju (dijawab salah) skor 0, tidak setuju (dijawab benar) skor 1.

Praktik higiene dan sanitasi makanan. Untuk objek pengamatan positif jika memilih jawaban sering diberi skor 2, kadang-kadang diberi skor 1 dan tidak pernah diberi skor 0. Untuk objek pengamatan negatif, jika memilih jawaban sering diberi skor 0, kadang-kadang diberi skor 1 dan tidak pernah diberi skor 2.

Proses pengolahan pangan. Data yang diambil terkait proses pembelian bahan pangan, persiapan dan pengolahan, penyimpanan bahan pangan, dan penyajian makanan.

Pemilihan dan pembelian bahan pangan. Data yang dikumpulkan yaitu mengenai tempat, frekuensi pembelian bahan pangan, dan pembacaan label pangan kemasan.

Penyimpanan bahan pangan. Data yang dikumpulkan mengenai pemisahan bahan pangan matang dan mentah, penyimpanan bahan pangan kering, dan penyimpanan bahan pangan mudah rusak.

Persiapan dan pengolahan bahan pangan. Data yang dikumpulkan antara lain tempat pengolahan, waktu, jumlah tenaga pengolah, sumber air untuk memasak, cara pengolahan, dan penggunaan BTP. Untuk penggunaan BTP yang diteliti adalah penyedap rasa dan pewarna makanan.

Penyajian makanan. Data yang dikumpulkan yaitu terkait dengan alat saji, perlakuan terhadap makanan sisa, dan lokasi penyajian.

Pelatihan dan pendampingan. Pelatihan dilakukan selama dua hari dan pendampingan sebanyak empat kali pertemuan (satu bulan). Pengambilan pretest dilakukan pada minggu ke-4 bulan Juni. Pelatihan dilakukan awal bulan Juli dan pendampingan pada minggu ke-3 bulan September 2011. Selanjutnya pengambilan posstest pada bulan minggu ke-4 bulan Oktober.

(39)
[image:39.595.98.518.103.771.2]

24 Tabel 2 Kategori dan kriteria variabel penelitian

No Variabel Kategori Kriteria Sumber

1 Umur 1. Dewasa awal 2. Dewasa tengah 3. Dewasa akhir

20-40 tahun 41-65 tahun >65 tahun

Papalia & Olds (2001)

2 Besar keluarga 1. Keluarga kecil 2. Keluarga sedang 3. Keluarga besar

≤4 orang 5-7 orang

>8 orang

BKKBN (2005)

3 Pendidikan 1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD 3. SMP 4. SMA 5. Akademi 6. Sarjana

1-5 tahun 6 tahun 9 tahun 12 tahun

4 Pendapatan 1. <Rp 500.000

2. Rp500.000-Rp1.000.000 3. >Rp 1.000.000

5 Fasilitas fisik 1. Ventilasi 2. Lantai dapur 3. Tempat sampah 4. Wastafel

5. Air bersih 6. SPAL

7. Jamban sehat (WC) 6 Pengetahuan

higiene dan sanitasi

makanan

1. Kurang 2. Sedang 3. Baik

skor <60% skor 60-80%

skor >80%

Khomsan (2000)

7 Sikap higiene dan sanitasi makanan

1. Kurang 2. Sedang 3. Baik

skor <60% skor 60-80%

skor >80%

Khomsan (2000)

7 Praktik higiene dan sanitasi makanan

1. Kurang 2. Sedang 3. Baik

skor <60% skor 60-80%

skor >80%

(40)

25 Definisi Operasional

Contoh adalah seluruh ibu kader yang mengikuti program warung anak sehat di Kabupaten Sukabumi.

Fasilitas fisik adalah seluruh komponen yang menunjang kegiatan pengolahan pangan meliputi sumber air bersih, ventilasi, wastafel, lantai dapur, tempat sampah, jamban sehat (WC) dan saluran pembuangan air limbah (SPAL). IWAS adalah contoh atau ibu kader yang mengelola warung anak sehat.

Karakteristik IWAS adalah kondisi pribadi IWAS meliputi usia, pendidikan, besar keluarga, dan pendapatan suami dan IWAS per bulan.

Pelatihandan pendampingan adalah kegiatan diskusi, simulasi dan role playing yang diberikan kepada IWAS mengenai higiene dan sanitasi dalam mengolah makanan.

Pengetahuan higiene dan sanitasi makanan adalah informasi yang diketahui oleh IWAS mengenai higiene dan sanitasi makanan.

Praktik higiene dan sanitasi makanan adalah tindakan atau aktivitas IWAS dalam proses pengolahan pangan dalam menjaga kebersihan makanan dari pencemaran.

Proses pengolahan pangan adalah rangkaian kegiatan pengolahan meliputi proses pemilihan dan pembelian, penyimpanan bahan pangan, persiapan dan pengolahan bahan pangan, serta penyajian makanan.

Sikap higiene dan sanitasi makanan adalah pernyataan dari IWAS mengenai kecenderungan (setuju atau tidak setuju) terhadap pernyataan tentang higiene dan sanitasi makanan.

WAS adalah warung yang dikelola oleh ibu kader (IWAS) yang menyediakan jajanan sehat dan mengadakan penyuluhan serta konsultasi gizi gratis kepada masyarakat.

(41)

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten terluas di Jawa Barat dengan luas 4.128 Km2 (412.799,54 Ha), mempunyai potensi wilayah lahan kering yang luas, sebagian besar merupakan wilayah perkebunan, tegalan dan hutan. Kabupaten Sukabumi terletak antara 106º49 sampai 107º Bujur Timur dan 60º57-70º25 Lintang selatan dengan batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah utara dengan Kab. Bogor, sebelah selatan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat dengan Kab. Lebak, disebelah timur dengan Kab. Cianjur.

Sumber: maps.google.co.id

Gambar 2 Peta Kabupaten Sukabumi a. Sumber Daya Air

Sumber daya air di wilayah Kabupaten Sukabumi terdiri atas: (1) air permukaan, kolam perikanan darat, dan sungai; (2) air Tanah yang dikelola untuk sumber air baku bagi air minum mineral; (3) DAS utama di Kabupaten Sukabumi. b. Jumlah Penduduk

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi berjumlah 2.341.409 orang, yang terdiri atas 1.193.342 laki-laki dan 1.148.067 perempuan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki masih lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan.

c. Prasarana Jalan

(42)

27 dan jalan desa sepanjang 408.350 km. Panjang jalan yang dikelola Kabupaten Sukabumi, sebagian besar telah diaspal dengan persentase sebesar 61,92%, sisanya masih berupa kerikil dan tanah sebesar 38,08%. Dari segi kondisi jalan aspal yang kondisinya baik dan sedang hanya sebesar 39,19%, sisanya 60,81% pada kondisi sedang rusak, rusak, dan rusak berat.

Berdasarkan kelas jalan, klasifikasi jalan yang berada di wilayah Kabupaten Sukabumi termasuk jalan kelas III. Kondisi dan panjang jalan yang ada di Kabupaten Sukabumi saat ini masih memerlukan pengembangan. Rencana pengembangan prasarana jalan di Kabupaten Sukabumi secara umum ditujukan untuk meningkatkan aksesibilitas dari dan ke pasar serta terminal transit, juga ke sumber-sumber bahan baku untuk perindustrian yang ada di Kabupaten Sukabumi.

d. Sarana Kesehatan

Berdasarkan data sekunder Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi pada tahun 2009 jumlah Rumah Sakit Pemerintah sebanyak 3 unit, Puskesmas 58 unit, dan Balai Kesehatan (Pustu) sebanyak 111 unit. Tenaga kerja bidang kesehatan yang ada di Kabupaten Sukabumi terdiri dari Dokter Spesialis RSUD, Dokter Umum Dinkes & Puskesmas, Dokter Umum RSUD, Dokter Gigi Dinkes dan Puskesmas, Dokter Gigi RSUD, Perawat Umum, dan Perawat Gigi.

Kecamatan Cisaat

Kecamatan memiliki luas wilayah sebesar 2.165,075 ha yang dibagi ke dalam tiga belas wilayah desa. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kadudampit dan Kecamatan Caringin, sebelah selatan dengan Kecamatan Gunungguruh, sebelah barat dengan Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Cantayan dan sebelah timur dengan Kecamatan dan Kota Sukabumi

Kecamatan Cisaat merupakan daerah yang jumlah penduduknya paling banyak di atara empat kecamatan lainnya. Jumlah penduduk Kecamatan Cisaat yaitu 113.299 orang dengan laki-laki sebesar 58.622 jiwa dan wanita sebesar 55.267 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 27.260 orang. Sarana kesehatan yang ada di kecamatan Cisaat di antaranya sebanyak satu unit rumah sakit, dua unit puskesmas inpres, satu unit puskesmas pembantu inpres, dua unit puskesmas keliling dan 113 unit posyandu (BPS 2010)

Kecamatan Kadudampit

(43)

28 24.209 jiwa. Sarana kesehatan yang ada di kecamatan Kadudampit di antaranya sebanyak satu unit puskesmas inpres, lima unit puskesmas pembantu inpres, satu unit puskesmas keliling dan 73 unit posyandu (BPS 2010)

Kecamatan Kebon Pedes

Jumlah penduduk Kecamatan Kebon Pedes adalah 27.097 jiwa dengan jumlah orang laki-laki sebesar 13.796 jiwa dan wanita sebesar 13.301 jiwa. Sarana kesehatan yang ada di kecamatan Kebon Pedes di antaranya sebanyak satu unit puskesmas inpres, satu unit puskesmas pembantu inpres, satu unit puskesmas keliling dan 43 unit posyandu (BPS 2010).

Kecamatan Warungkiara

Batasan wilayah Kecamatan Warungkiara di antaranya sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bantargadung, sebelah timur dengan Kecamatan Cikembar, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cikidang dan sebelah selatan dengan Kecamatan Jampang Tengah. Luas Wilayah Kecamatan Warungkiara memiliki luas wilayah 893,5 ha yang terbagi ke dalam 10 wilayah desa. Sebagian besar wilayah berupa lahan darat/kering, yaitu seluas 9.197 ha (90%), sisanya adalah lahan sawah, seluas 893.5 ha (10%).

Jumlah penduduk Warungkiara adalah 55.045 orang dengan jumlah laki-laki sebesar 28.178 jiwa dan jumlah perempuan sebesar 26.867 jiwa. Sarana kesehatan yang ada di kecamatan Warungkiara di antaranya sebanyak satu unit puskesmas inpres, tiga unit puskesmas pembantu inpres, dan 78 unit posyandu (BPS 2010).

Kecamatan Cicurug

Batas wilayah administratif kecamatan tersebut di antaranya, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk Bogor, sebelah selatan dengan Kecamatan Parungkuda dan Parakansalak, sebelah timur dengan Kecamatan Nagrak dan Cibadak, dan sebelah barat dengan Kecamatan Cidahu dan Lebak Propinsi Banten.

(44)

29 Karakteristik IWAS

Umur

Umur IWAS dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun). Usia IWAS berkisar antara 24-54 tahun. Sebagian besar IWAS tergolong usia dewasa awal yaitu 19-40 tahun sebanyak 78.6 % (Tabel 3).

Tabel 3 Sebaran IWAS berdasarkan umur

Kategori n %

Dewasa Awal (20-40 th) 11 78.6 Dewasa Tengah (41-60 th) 3 21.4 Dewasa Akhir (>60 th) 0 0.0

Total 14 100.0

Hayslip (1989) dalam Fajarwati (2010), dewasa awal merupakan tingkatan usia dengan fungsi fisiologi dan biologi paling efisien. Fungsi yang efisien dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan seseorang dalam suatu hal. Kondisi fisiologi dan biologi seseorang mempengaruhi fungsi-fungsi organ yang terlibat dalam pemrosesan informasi. Dengan demikian IWAS memiliki potensi yang tinggi untuk menyerap informasi dengan baik dan diharapkan dengan penyerapan informasi yang baik ini.

Besar Keluarga

Jumlah anggota keluarga IWAS berkisar 3-6 orang. Kategori besar keluarga IWAS memiliki perbandingan yang sama yaitu 50% IWAS tergolong keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤4 orang dan 50% IWAS tergolong keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga 5-7 orang (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran IWAS berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga n %

Kecil (≤4 orang) 7 50 Sedang (5-7 orang) 7 50 Besar (>8 orang) 0 0

(45)

30 Besar keluarga erat kaitannya dengan pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga ditentukan oleh pendapatan atau penghasilan keluarga tersebut. Semakin besar jumlah keluarga IWAS maka akan semakin besar pengeluarannya sehingga diperlukan pendapatan yang lebih besar pula. Pendapatan IWAS yang rendah akan mempersulit pemenuhan kebutuhan karena jumlah anggota keluarga yang besar. Pendapatan merupakan faktor ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap praktik higiene dan sanitasi makanan, salah satunya dalam penyediaan fasilitas fisik (Azanza et.al dalam Yasmin 2010; Notoatmodjo 2007b).

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan terakhir IWAS sebagian besar tamat SMA (42.8%) dan terdapat satu orang (7.1%) IWAS tamat S1 (Tabel 5).

Tabel 5 Sebaran IWAS berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan n % Tamat SD (6 tahun) 2 14.4 Tamat SMP (9 tahun) 5 35.7 Tamat SMA (12 tahun) 6 42.8

Sarjana 1 7.1

Total 14 100.0

Tingkatan pendidikan seseorang akan mempengaruhi cara berfikir seseorang mengenai sesuatu hal. Pendidikan formal menjadi sarana untuk setiap orang memperoleh pengetahuan baik melalui proses membaca, menulis, maupun mendengarkan. Tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan tindakan. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan memudahkan seseorang untuk menerima informasi (pengetahuan) yang selanjutnya mengarah kepada perubahan sikap sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (Atmarita&Fallah 2004). Pendapatan

(46)

31 memiliki penghasilan tetap setiap bulannya yang berasal dari kegiatan mengajar di PAUD. Selengkapnya, data disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran IWAS dan suami berdasarkan pendapatan

Penghasilan per bulan Suami Istri

n % n %

Rp 0 0 0 10 71.4

<Rp 500.000 0 0 4 28.6

Rp 500.000- Rp 1.000.000 2 14.3 0 0.0

>Rp 1.000.000 12 85.7 0 0.0

Total 14 100.0 14 100.0

Azanza et.al dalam Yasmin (2010) menyatakan bahwa kesenjangan yang nyata antara pengetahuan dengan praktik higiene dan sanitasi makanan para penjual makanan jajanan salah satunya dipengaruhi oleh faktor ekonomi (keuangan). Kondisi ekonomi IWAS menentukan praktik higiene dan sanitasi makanan IWAS, IWAS yang kondisi dan keberadaan fasilitas fisik yang memadai ditemui pada IWAS yang memiliki kondisi ekonomi lebih baik di antara IWAS lainnya.

Karakteristik Warung Anak Sehat Bentuk Warung

Warung Anak Sehat (WAS) adalah warung yang menyediakan makanan tidak hanya dalam bentuk kemasan saja tetapi tersedia pula makanan jajanan yang diolah sendiri oleh IWAS. Bentuk warung memiliki perbandingan yang sama yaitu 50% memiliki bangunan permanen atau kios dan 50% gerobak.

Bentuk warung bangunan menetap yang dibuat didasarkan atas kepemilikan sebelumnya dimana IWAS dahulunya pernah memiliki warung yang kemudian direnovasi kembali. Sementara itu, untuk warung dengan bentuk gerobak diperuntukkan bagi IWAS memiliki gerobak bertujuan memudahkan mobilisasi sekaligus mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai adanya WAS tersebut.

Jenis Makanan Jajanan

(47)
[image:47.595.109.502.209.758.2]

32 zat gizi pada setiap makanan jajanan disesuaikan dengan berat (gram) dari setiap makanan jajanan yang dijual di WAS dengan menggunakan pendekatan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) tahun 2007. Berikut ini disajikan tabel mengenai jenis makanan jajanan, berat (gram), beserta nilai kandungan gizi per sajian yang dibuat oleh IWAS. (Tabel 7).

Tabel 7 Jenis dan kandungan gizi makanan jajanan yang dibuat oleh IWAS

No Jenis makanan jajanan

Berat Kandungan gizi per sajian (g) E (kkal) L (g) P (g) KH (g)

1 Es kacang hijau 25 44 0.1 1.0 10.0

2 Agar-agar/jelly 20 9.1 0.0 0.0 2.4

3 Bubur kacang hijau 100 106 3.6 3.9 14.6

4 Nasi kuning 60 253 21.0 4.3 11.7

5 Molen 60 161 3.9 1.7 27.7

6 Mie goreng 25 468 20.4 7.6 62.4

7 Bakwan/bala-bala 40 272 18.8 4.3 21.8

8 Pisang coklat 40 127 1.2 1.3 33.0

9 Keripik pisang 100 132 0.3 1.7 34.0

10 Ciwang (aci bawang) 60 89 0.6 0.2 21.2

11 Donat 50 179 5.2 4.7 28.3

12 Pastel 90 222 17.1 5.8 34.9

13 Pisang goreng 60 220 6.3 2.3 38.5

14 Kedelai rebus 50 94 4.1 10.1 12.7

15 Tahu sumedang 25 32 2.8 1.4 0.3

16 Bubur sum-sum 100 35 0.9 0.3 6.7

17 Martabak telur 50 100 2.6 4.4 14.9

18 Telur puyuh rebus 100 168 12.7 12.3 1.2

19 Kue pacar cina 30 127 0.7 0.7 57.3

20 Lemper 80 177 2.9 3.0 34.7

21 Risoles 40 335 3.5 5.3 70.5

22 Krau singkong 40 118 3.4 2.9 19.0

23 Kue biji ketapang 40 136

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis pengetahuan, sikap, dan praktik higiene dan sanitasi makanan di WAS
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan model pembelajaran langsung di luar kelassebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan

agar dapat mengembangkan dirinya dan masyarakat luas. Pada lembaga kursus terdapat tujuan – tujuan yang ingin dicapai dilakukan dengan sengaja, terorganisasi dengan baik,

Pengaruh intensitas terpaan informasi melalui Twitter @cinema21 terhadap tingkat keputusan pembelian tiket bioskop yang dikontrol oleh sikap pada informasi diperoleh

Pengolahan data dengan menggunakan Naïve Bayes menggunakan beberapa kriteria akan menghasilkan keputusan tentang pemilihan varian bibit melon yang bisa diterima

hasil dari perampasan kemampuan dan bias gender yang hadir dalam masyarakat dan pemerintah, serta juga akibat meningkatnya insiden “ibu” sebagai kepala rumah

Penulis Alhamdulillah menyelesaikan studi S1 Kimia tepat 24 November 2016 Semoga hasil penelitian penulis yang berjudul “Isolasi Senyawa Bioaktif Antibakteri pada

Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh tingkat kesukaan konsumen terhadap ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis L.) asap, yang direndam dalam ekstrak kulit

Kontraste estatistikoan banaketa adierazgarria eman duten neurtzeko bide baliokideak alderatu behar ditugu: fona- zioa aditz nagusian luzatzea ( luz0 etiketa aditz nagusian, 9.11