1 1.1 LATAR BELAKANG
Remotely Operated Vehicle (ROV) adalah robot bawah air yang dioperasikan oleh seseorang di atas kapal melalui kabel yang membawa sinyal elektrik secara bolak balik antara operator dan wahana ini. Di dalam ROV biasanya terdapat Charge Coupled Device (CCD) dan lampu pencahayaan. Beberapa instrumen dapat ditambahkan untuk menambahkan kemampuan ROV seperti manipulator, water sampler, dan Conductivity, Temperature and Depth (CTD) (NOAA, 2010). ROV digunakan untuk membantu penyelam atau
memperluas kemampuan manusia untuk menjangkau laut dalam dimana penyelam sulit bekerja secara aman dan efektif. Biasanya ROV digunakan untuk melakukan dua pekerjaan yaitu inspeksi, manipulasi, instalasi dan pemeliharaan peralatan bawah air (subsea equipment) dan survei dasar laut seperti survei karang (Lirman et al, 2006).
Perkembangan ROV di dunia sudah pesat. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi ROV dikembangkan mulai dari ukuran yang besar hingga yang kecil bahkan ukurannya sudah dalam mikro. Namun sayangnya, perkembangan ini tidak diikuti secara baik di Indonesia. Di Indonesia hanya ada beberapa ROV yang dikembangkan. Salah satunya adalah RJ45 buatan
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kondisi ini yang membuat penulis ingin mengembangkan ROV yang dapat digunakan sebagai wahana eksplorasi bawah laut.
yang terlalu berat, kekuatan motor yang tidak cukup untuk menggerakkan ROV, adanya panas berlebih pada kompartemen utama, kurangnya sensor pendukung di dalamnya.
Oleh karena itu, penulis merasa perlu menyempurnakan ROV yang pernah dibuat sebelumnya. Harapannya pengembangan ini dapat menuju tahap yang lebih baik sehingga Indonesia bisa memproduksi ROV sendiri.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat mini ROV dan menguji kinerjanya di dalam air.
1.3 BATASAN PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan sebagai langkah awal untuk membuat mini ROV yang dapat digunakan secara luas oleh masyarakat ilmiah. Oleh karena itu, perlu adanya batasan penelitian. Penelitian ini dibatasi dalam hal pembuatan mini ROV dan kinerja secara fisik dari mini ROV ini.
Secara khusus batasan penelitiannya adalah: 1. Kabel ROV yang digunakan 10 meter
2. Uji coba hanya dilakukan di watertank dan kolam renang dengan maksimum kedalaman 3 meter.
3
2.1 DEFINISI ROV
Secara umum, wahana bawah air dibedakan menjadi dua kategori yaitu
wahana berawak (Manned Underwater Vehicle) dan wahana tidak berawak
(Unmanned Underwater Vehicle – UUV). Remotely Operated Vehicle (ROV)
adalah robot bawah air yang dapat bermanuver secara tinggi, dioperasikan oleh
seseorang di atas kapal. ROV dihubungkan dengan kabel yang membawa sinyal
elektrik secara bolak balik antara operator dan wahana ini. Di dalam ROV
biasanya terdapat Charge Coupled Device (CCD) dan lampu pencahayaan.
Beberapa instrumen dapat ditambahkan untuk menambahkan kemampuan ROV
seperti manipulator, water sampler,dan Conductivity, Temperature and Depth
(CTD) (NOAA, 2010).
ROV adalah wahana bawah air yang bertenaga listrik dan dikontrol
melalui pusat, dapat bermanuver sesuai perintah manusia dengan pendorong
(thruster) hidrolik atau elektrik (Hoong, 2010). Definisi lain disampaikan oleh
Christ dan Wernli (2007) dimana ROV adalah kamera yang dipasang dalam
wadah tahan air, dengan pendorong untuk bermanuver, yang melekat pada kabel
ke permukaan dimana sinyal video yang dikirim. Sebuah ROV menerima energi
dan informasi perubahan dengan panel kontrol yang terletak di permukaan melalui
kabel pusat. Dari panel kontrol, operator dapat merencanakan pekerjaan atau
Gambar 1. Komponen dasar sistem ROV (Sumber: Christ dan Wernli, 2007)
2.2 KLASIFIKASI ROV
Ada beberapa jenis ROV yang telah dikembangkan di dunia (Gambar 2). Beberapa ahli telah mengklasifikasikan ROV menjadi beberapa kelompok. Christ
dan Wernli (2007) mengklasifikasikan sistem ROV menjadi tiga kategori dasar
yaitu:
a. Observation class (Kelas observasi). ROV kelas observasi didesain secara
khusus untuk penggunaan yang ringan dengan sistem propulsi untuk membawa
paket kamera dan sensor ke tempat yang dapat diambil gambar atau data yang
berguna. ROV kelas observasi yang terbaru memiliki kemampuan yang lebih dari
hanya sekedar melihat. Penambahan peralatan dan instrumen di dalam ROV
memungkinkan wahana ini untuk melakukan kegiatan sebagai wahana bawah air
yang memiliki fungsi penuh.
b. Work class (Kelas pekerja). Sistem ROV ini secara umum memiliki
bingkai yang besar (ukuran dalam meter) dengan multifungsi manipulator,
propulsi hidrolik, dan peralatan berat yang digunakan untuk proyek konstruksi
bawah air.
c. Special use (Fungsi Khusus). Sistem ROV ini menggambarkan wahana
yang digunakan untuk membenamkan kabel di dasar laut. ROV didesain untuk
mengeruk dasar laut agar dapat membenamkan kabel telekomunikasi.
Gambar 2. Berbagai jenis ROV (Sumber: Christ dan Wernli, 2007)
Norsok Standard (2003) mengklasifikasikan ROV menjadi:
a. Kelas I – Murni Observasi
Wahana murni observasi secara fisik dibatasi oleh obervasi video. Secara umum
wahana berukuran kecil yang hanya dilengkapi dengan kamera video, cahaya dan
pendorong (thruster). Wahana tidak dapat melakukan pekerjaan yang lain tanpa
adanya modifikasi yang cukup.
b. Kelas II – Observasi dengan opsi adanya muatan (payload)
Wahana mampu untuk membawa sensor tambahan seperti kamera berwarna,
sistem pengukuran untuk perlindungan katodik, kamera video tambahan, dan
sistem sonar. Wahana Kelas II mampu beroperasi tanpa kehilangan fungsi
utamanya sambil membawa setidaknya dua sensor tambahan.
c. Kelas III – tipe pekerja (work class)
Wahana berukuran besar yang mampu untuk membawa sensor tambahan dan/atau
manipulator. Wahana Kelas III biasanya memiliki kemampuan ganda yang
menganggu kinerja sistem pusat. Wahana ini lebih besar dan lebih kuat
dibandingkan Kelas I dan Kelas II.
Kelas III A – Kekuatan Wahana Tipe Pekerja kurang dari 100 hp (horse power).
Kelas III B – Kekuatan Wahana Tipe Pekerja antara 100 hp dan 150 hp.
Kelas III C – Kekuatan Wahana Tipe Pekerja lebih dari 150 hp.
d. Kelas IV – Seabed-working Vehicle
Wahana bekerja di dasar laut dengan menggunakan roda atau sistem sabuk traksi
yang digerakkan oleh pendorong baling-baling atau kekuatan jet air, atau
kombinasi keduanya. Secara khusus, Wahana Kelas IV lebih besar dan berat
dibandingkan Wahana Kelas III dan dikonfigurasikan untuk pekerjaan dengan
tujuan khusus. pekerjaan tersebut biasanya mencakup penggalian pipa dan kabel,
penggalian, pengerukan dan pekerjaan konstruksi bawah laut yang dioperasikan
dari jarak jauh.
e. Kelas V – Prototipe atau wahana yang dalam pengembangan
Wahana di kelas ini termasuk yang sedang dikembangkan dan yang dianggap
sebagai prototipe. Wahana dengan tujuan khusus yang tidak sesuai dengan salah
satu dari kelas yang di atas juga dimasukkan ke dalam kelas V.
Selain kedua pengklasifikasian di atas, ROV juga diklasifikasikan
berdasarkan ukurannya yakni (EVS-380, 2007)
a. Work Class ROV. ROV berukuran sangat besar dan dioperasikan oleh
kru. Pra kru terdiri dari pilot, supervisor, dan dalam beberapa kasus co-pilot.
Umumnya para anggota berpengalaman dengan pengetahuan luas dalam
elektronik, mekanik, dan hidrolik. Work Class ROV digunakan untuk operasi laut
diangkat dari dan ke dalam air menggunakan derek. ROV merupakan alat penting
di dunia yang membuat pekerjaan bawah air berkurang tantangannya.
b. Kelas Observasi atau General ROV. ROV ini memiliki ukuran yang lebih
kecil tapi dapat melakukan tugas-tugas di bawah air, khususnya di daerah yang
tidak dapat dilalui oleh Work Class ROV. Tugas-tugas ini meliputi inspeksi pipa,
operasi pencarian dan penyelamatan, inspeksi kapal, pencarian harta karun,
inspeksi pelabuhan, dan lain-lain. Dalam banyak kasus, ROV ini dapat digunakan
dan dikendalikan oleh hanya beberapa orang. Hal ini dapat membuat pekerjaan
menjadi lebih mudah dan lebih murah.
c. Mini dan mikro ROV. ROV ini sangat kecil dalam ukuran dan berat. Saat
ini, Mini ROV biasanya memiliki berat sekitar 15 kg dan mikro ROV dapat
mencapai berat kurang dari 3 kg. Pada dasarnya satu orang bisa membawa sistem
ROV yang lengkap pada sebuah perahu kecil, menyebarkan dan
mengoperasikannya tanpa masalah. Wahana ini sangat berguna dalam banyak
aplikasi. ROV ini harganya lumayan terjangkau dan dapat menjadi alternatif yang
bagus untuk penyelam.
2.3 SEJARAH ROV
ROV pertama kali dibuat pada tahun 1953 oleh Dimitri Rebikoff dengan
nama POODLE. Angkatan laut AS mengambil langkah nyata pertama untuk
membuat sistem operasi ROV. Angkatan Laut AS membuat ROV dengan nama
Cable-Controlled Underwater Research Vehicle (CURV). Wahana ini dibuat
untuk mengambil bom dan torpedo yang hilang di dasar laut. Kemudian
Angkatan Laut AS membuat Pontoon Implacement Vehicle (PIV) dan SNOOPY.
tahun 1974, lebih dari 20 ROV diciptakan. Pada tahun itu dapat dikatakan
perkembangan ROV telah mencapai tahap pendewasaan. Setelah itu,
perkembangan ROV semakin pesat. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh
kebutuhan industri lepas pantai. Kebutuhan akan keselamatan kerja menyebabkan
perusahaan menggantikan fungsi penyelam dengan menggunakan ROV. Pada
tahun 1990-an, diperkirakan ada lebih dari 100 perusahaan pembuat ROV, dan
lebih dari 100 operator menggunakan 3000 macam ROV yang berbeda ukuran dan
kemampuannya (Christ dan Wernli, 2007).
2.4 KONSTRUKSI ROV 2.4.1 Rangka
Rangka yang digunakan dalam ROV dapat berasal dari beberapa bahan
seperti besi, aluminium, PVC, dan Polimetil Metakrilik. Ukuran rangka ROV
sangat bergantung dari beberapa kriteria berikut : (Christ dan Wernli, 2007)
i. Berat total ROV di udara,
ii. Volume komponen di dalam ROV,
iii. Volume sensor dan instrumen,
iv. Volume daya apung,
v. Kriteria beban bantalan poros dari rangka.
Mini ROV yang akan dibuat menggunakan pipa PVC dan pipa besi. Pipa
PVC digunakan karena memiliki kelebihan yakni sulit rusak, tahan lama, tidak
berkarat, membusuk, dapat digunakan setiap waktu, dan awet (Kietzman, 2011).
Pipa besi digunakan karena dapat menambah daya berat ROV yang digunakan
2.4.2 Motor pendorong/ thruster
Jenis motor dapat dibedakan menjadi dua yakni motor AC dan motor DC.
Sejauh ini, ROV menggunakan motor DC karena kekuatan, ketersediaan,
keragaman, kehandalan, dan kemudahan antarmuka (interface). Bagaimanapun
juga motor DC memiliki kesulitan dalam desain dan karakteristik operasionalnya.
Faktor-faktor ini membuatnya jauh dari sempurna untuk aplikasi ini meliputi:
• Kecepatan optimum motor jauh lebih tinggi dari kecepatan rotasi
baling-baling in-water normal sehingga perlu diberikan gigi untuk memperoleh
kecepatan efisien operasi.
• Motor DC menyerap arus yang banyak.
• Motor DC membutuhkan skema kontrol Pulse Width Modulation (PWM)
motor yang rumit untuk mendapatkan operasi yang tepat. (Christ dan
Wernli, 2007)
Motor DC biasa digunakan karena memiliki kecepatan dan torsi yang
bagus serta mudah dikontrol arah putaran dan kecepatannya (Delta Electronic,
2007). Motor DC memiliki 2 pin input yaitu tegangan dan ground (Gambar 3). Pembalikan arah putaran motor DC dapat dilakukan dengan membalikkan
masukan tegangan dan ground.
Gambar 3. Konfigurasi motor DC (Sumber: Delta Electronic, 2007)
Bilge pump merupakan salah satu jenis pompa yang menggunakan motor
atau perahu untuk menyedot air yang ada di lambung kapal. Bilge pump
(Gambar 4) dioperasikan pada tegangan 12 VDC dengan arus yang sesuai dengan tipe dari bilge pump itu sendiri. Mini ROV yang akan dibuat menggunakan motor
DC pada bilge pump ini sebagai penggerak ROV karena motor ini sudah kedap
air.
Gambar 4. Bilge pump
Penempatan motor dapat mempengaruhi stabilitas ROV. Pada ROV,
stabilitas diperlukan agar ROV mudah dikendalikan. Penempatan motor yang
baik dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Penempatan motor dan stabilitasnya (Sumber: Christ dan Wernli, 2007)
2.4.3 Daya apung
Daya apung suatu benda dirumuskan dalam hukum archimedes.
Berdasarkan hukum archimedes, setiap benda yang tercelup sebagian atau
seluruhnya dalam fluida akan terangkat ke atas oleh gaya yang sama dengan berat
dari fluida yang dipindahkan (Gambar 6). Persamaannya ditulis sebagai berikut:
. . ……… (1)
Dimana : ρ = massa jenis zat cair (kg/m3)
V = volume benda yang tercelup ke dalam air (m3)
G = percepatan gravitasi (m/detik2)
Fa = gaya ke atas (N)
Resultan semua gaya berat pada fluida yang dipindahkan berada di tengah
badan dan dikenal dengan istilah “Center of Gravity” (CG). CG merupakan
jumlah dari semua gaya berat yang bekerja pada badan akibat gravitasi bumi.
Resultan gaya apung berlawanan dengan tarikan gravitasi. Resultan ini mengarah
ke atas melalui CG dan dinamakan “Center of Buoyancy” (CB) (Gambar 7) (Christ dan Wernli, 2007).
Gambar 6. Kesetimbangan hidrostatik ROV (Sumber: Christ dan Wernli, 2007)
Gambar 7. CG dan CB pada ROV (Sumber: Christ dan Wernli, 2007)
berat
te
kana
n
2.4.4 Kamera
Kamera merupakan bagian yang penting dalam sebuah ROV. Kamera
dapat dianggap sebagai “mata” ROV. Setiap ROV menggunakan kamera ataupun
video kamera untuk navigasi maupun untuk memotret benda yang ada di dalam
air. Saat ini, sebagian besar sistem ROV yang berukuran kecil menggunakan
perangkat kamera charge-coupled device (CCD) yang harganya murah (Gambar 8). Sistem kamera ini terpasang pada papan sirkuit kecil dan menghasilkan sinyal video yang ditransmisikan melalui kabel ke piranti penangkap video (Christ dan
Wernli, 2007).
Gambar 8. Kamera CCD (Sumber: Toko Komputer, 2009)
2.4.5 Baling-baling
Baling-baling berfungsi sebagai penggerak ROV. Putaran baling-baling
akan membuat aliran fluida mendorong ROV. Arah putaran baling-baling juga
akan mempengaruhi aliran fluida. Baling-baling didesain untuk bergerak dan
mengarahkan fluida berlawanan dengan arah gerak (Christ dan Wernli, 2007).
Baling-baling biasanya didesain dengan geometri kompleks yang berubah
sepanjang radius bilahnya. Geometri kompleks ini dapat diurai dalam
bagian-bagian yang lebih kecil dimulai dari pangkal hingga ujung dari baling-balingnya.
Setiap bagian dapat diubah untuk mengoptimalkan daya angkat yang dibutuhkan
memahami dasar dari bagian baling-baling ini. Dasar gaya vektor dan sudutnya
dapat dilihat pada Gambar 9 (Schultz, 2009).
Gambar 9. Ilustrasi gaya dan kecepatan vektor (Sumber: Schultz, 2009)
Pada Gambar 9, Ω merupakan frekuensi rotasi dan r adalah jarak radial
dari bagian tengah pusat baling-baling, Ωr merupakan vektor kecepatan sudut, Va
merupakan vektor kecepatan depan (forward velocity vector), V merupakan
vektor kecepatan baling-baling (jumlah vektor Ωr dan Va). dQ merupakan
perubahan torsi dan dT merupakan perubahan daya dorong (Schultz, 2009).
2.4.6 Catu daya
Sumber tenaga ROV dapat menggunakan tegangan AC maupun DC.
Tegangan AC memiliki kemampuan mentransmisikan energi lebih jauh
dibandingkan DC. Tegangan DC memiliki kelebihan dalam biaya yang murah
dan berat komponen kabel. Tegangan DC memiliki inductance noise yang kecil
sehingga tidak perlu memberikan pelindung kabel lagi. Tidak seperti tegangan
AC yang harus diberikan pelindung kabel agar rangkaian tetap aman (Christ dan
Wernli, 2007).
Penggunaan sumber tegangan disesuaikan dengan keinginan pembuat.
Banyak faktor yang harus dipikirkan dalam memilih jenis dan besarnya tegangan
inverter agar dapat menggunakan tegangan AC. Beberapa sistem ROV yang lebih
kecil hanya menggunakan tegangan DC sebagai sumber tenaga mereka. Pada
intinya, tujuan catu daya adalah mengirimkan tenaga untuk menggerakkan
thruster saat beroperasi (Christ dan Wernli, 2007).
2.4.7 Tether/ kabel
Tether adalah suatu kumpulan kabel yang dapat mengalirkan dan memuat
daya listrik, video, maupun sinyal data untuk komunikasi antara operator dan
wahana bawah air. Biasanya kabel terbuat dari tembaga atau fiber optik
(EVS-380, 2007).
Tether menjadi sangat penting dalam ROV dan menjadi kunci kesuksesan
pengembangan ROV. Tether digunakan karena gelombang Frekuensi Radio (RF)
tidak dapat digunakan dalam air. Gelombang RF hanya dapat melakukan
penetrasi beberapa panjang gelombang saja di dalam air dikarenakan atenuasinya
yang sangat tinggi. Selain itu, penggunaan tether menjadi pilihan saat ini karena
penggunaan transmisi hidroakustik tidak memadai. Transmisi hidroakustik
terbatas pada 100 kilobyte tiap detik. Hal ini sangat tidak cukup untuk membawa
data video resolusi tinggi. Oleh karena itu, penggunaan tether menjadi mutlak
pada ROV agar dapat bekerja secara penuh (Christ dan Wernli, 2007).
2.4.8 Pencahayaan
Pencahayaan sangat diperlukan oleh ROV untuk membantu pengamatan di
dalam air. Seperti diketahui bahwa di dalam air cahaya semakin redup karena
adanya penghamburan dan penyerapan. Kedua hal ini yang mempengaruhi
asli dari suatu objek. Di dalam air, warna merah terserap pada kedalaman
beberapa cm saja.
Lampu yang digunakan merupakan jenis LED (Light Emitting Diode).
LED merupakan semikonduktor yang memancarkan spektrum cahaya inkoheren
dekat ketika secara elektrik dipasang pada arah maju. Efek ini merupakan bentuk
dari elektroluminesen. Warna yang dipancarkan tergantung dari komposisi kimia
dari material semikonduktor yang digunakan. Warnanya dapat berupa ultraviolet
dekat, cahaya tampak, atau infra merah. Teknologi LED sangat berguna untuk
pencahayaan bawah air karena konsumsi tenaga rendah, pembangkitan panas
rendah, dapat dikontrol hidup/mati secara cepat, warna tetap selama masa hidup
LED, jangka pemakaian panjang, dan biaya pembuatan murah (Christ dan Wernli,
2007).
2.4.9 Mikrokontroler
Mikrokontroler ATmega32A (Gambar 10) merupakan salah satu produk Atmel dan termasuk generasi AVR (Alf and Vegard’s Risc processor).
ATmega32A memiliki bagian sebagai berikut (Atmel, 2011) :
1) Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C, dan Port D.
2) ADC 10 bit sebanyak 8 saluran.
3) CPU yang terdiri dari 32 buah register.
4) Internal SRAM sebesar 2 Kilobyte.
5) Memori Flash sebesar 32 kb dengan kemampuan Read While Write.
6) Unit interupsi internal dan eksternal.
7) Port antarmuka SPI.
9) Antarmuka komparator analog.
10) Port USART (Universal Synchronous and Asynchronous serial Receiver
and Transmitter) untuk komunikasi serial.
Gambar 10. Konfigurasi pin pada mikrokontroler ATmega32A (Sumber: Atmel, 2011)
2.4.10 EMS 2A Dual H-Bridge
Embedded Module Series (EMS) 2A Dual H-Bridge(Gambar 11)
merupakan driver H-Bridge yang didesain untuk menghasilkan drive 2 arah
dengan arus kontinu hingga 2 Ampere pada tegangan 4,8 Volt hingga 46 Volt.
Tiap H-Bridge dilengkapi dengan sensor arus beban yang dapat digunakan
sebagai umpan balik ke pengendali. Modul ini dapat menggerakkanbeban-beban
induktif seperti relay, solenoida, motor DC, motor stepper, dan berbagai macam
beban lainnya. Spesifikasi modul ini adalah sebagai berikut (Innovative
Electronics, 2009a) :
• Terdiri dari 2 driver H-Bridge yang dapat diparalel.
• Jalur catu daya input (VCC) terpisah dari jalur catu daya untuk beban (V
motor).
• Output tri-state.
• Dilengkapi dengan dioda eksternal untuk pengaman beban induktif.
• Dilengkapi dengan sensor beban untuk tiap H-Bridge.
Gambar 11. EMS 2A Dual H-Bridge (Sumber: Innovative Electronics, 2011a)
Gambar 12. Bentuk fisik dan konfigurasi kaki L298N
(Sumber: STMicroelectronics, 2000)
EMS 2A Dual H-Bridge menggunakan IC (Intergrated Circuit)L298N
sebagai driver motor. L298N akan secara otomatis mengubah arah gerak motor
sesuai dengan perintah yang diterimanya. IC L298N memiliki 15 kaki yang
2.4.11 EMS 5A H-BRIDGE
EMS 5A H-Bridge (Gambar 13) merupakan driver H-Bridge yang didesain untuk menghasilkan drive 2 arah dengan arus kontinu hingga 5 Ampere
pada tegangan 5 Volt hingga 40 Volt. Modul ini memiliki kemampuan yang
mirip dengan EMS 2A Dual H-Bridge dan adanya tambahan kemampuan pada
arus yang dapat dialirkan lebih besar. Perbedaan modul ini dengan EMS 2A Dual
H-Bridge adalah pada kemampuan menggerakkan beban. EMS 5A H-Bridge
hanya dapat menggerakkan 1 beban, sedangkan EMS 2A Dual H-Bridge dapat
menggerakkan 2 beban sekaligus. Spesifikasi EMS 5A H-Bridge yang berbeda
dengan EMS 2A Dual H-Bridge adalah (Innovative Electronics, 2009b) :
• Frekuensi PWM sampai dengan 10 kHz,
• Active current limiting,
• Proteksi hubungan singkat,
• Proteksi overtemperature,
• UnderVoltage shutdown.
Gambar 13. EMS 5A H-Bridge (Sumber: Innovative Electronic,2011b)
Modul ini menggunakan IC MC33887VW (Gambar 14) sebagai H-Bridge (saklar otomatis). Kemampuan EMS 5A H-Bridge didasarkan pada
switching rectifier agar modul EMS5A H-Bridge dapat melakukan switching
secara cepat.
Gambar 14.IC MC33887VW (Sumber: Freescale Semiconductor, 2005)
Gambar 15. Switching rectifier GI821 (Sumber: Vishay Intertechnology Inc, 2005)
2.4.12 Kompas Digital CMPS10
Kompas digital CMPS10 (Gambar 16) merupakan salah satu produk yang dihasilkan Devantech Ltd. CMPS10 biasa digunakan dalam aplikasi robot untuk
sistem navigasi. CMPS10 menggunakan 3-axis magnetometer dan 3-axis
accelerometer untuk mengetahui derajat posisi dan derajat kemiringan. CMPS10
menghasilkan nilai digital yang merepresentasikan derajat arah mata angin dengan
arah utara bernilai 0°. CMPS10 menghasilkan nilai 0-3599 untuk
merepresentasikan derajat 0-359.9 atau 0-255 untuk 0-360 derajat. Selain
mendapatkan nilai arah, CMPS10 juga dapat memberikan nilai derajat dari pitch
dan roll. Kelebihan yang dimiliki oleh CMPS10 adalah adanya pilihan untuk
mengetahui nilai accelerometer dan magnetometer. Nilai yang keluar merupakan
Gambar 16. Konfigurasi pin CMPS10 (Sumber: Robot-electronics, 2011a)
Gambar 17. Konfigurasi pin LSM303DLH (Sumber: STMicroelectronics, 2009)
CMPS10 menggunakan IC LSM303DLH (Gambar 17). IC ini
merupakan produk dari STMicroelectronics. IC ini adalah modul sensor 3-axis
accelerometer dan 3-axis magnetometer. Sensor ini dapat mendeteksi percepatan
±2 g/ ± 4 g/ ± 8 g dan mendeteksi magnetic field dari ±1,3/ ±1,9/ ±2,5/ ±4,0/ ±4,7/
±5,6/ ±8,1 gauss dimana pengaturannya ditentukan oleh pemakai. Komunikasi
yang digunakan oleh sensor CMPS10 adalah komunikasi I2C (inter integrated
circuit) pada mode standar (100 kHz) dan mode cepat (400 kHz)
(STMicroelectronics, 2009). Data keluaran dari sensor menjadi input bagi
CMPS10 untuk mendapatkan nilai derajat sebenarnya. Nilai derajat digunakan
Modul kompas digital hanya membutuhkan tegangan sebesar 5 Volt
dengan arus 25 mA. Ada tiga cara untuk memperoleh informasi arah dari modul
kompas digital yaitu pembacaan sinyal PWM (Pulse Width Modulation),
pembacaan data interface I2C, dan penggunaan komunikasi serial
(Robot-electronics, 2011b).
Pembacaan data arah dengan I2C dilakukan dengan membaca bentuk data
serial. Pada mode 8 bit, arah utara ditunjukkan dengan data 0 atau 255. Apabila
modul kompas menggunakan mode 8 bit berarti kompas memiliki resolusi
1,40625 derajat/bit. Pada mode 16 bit, resolusi yang dimiliki oleh modul kompas
semakin bagus yaitu 0,1 derajat (Robot-electronics, 2011b). Pembacaan data
dilakukan dengan I2C communication protocol (Gambar 18).
Gambar 18. I2C communication protocol (Sumber:Robot-electronics, 2011c)
I2C communication protocol dimulai dengan mengirimkan start bit,
penulisan alamat modul digital compass dengan read/write low (0xC0), kemudian
nomor register yang akan dibaca. Selanjutnya diikuti dengan start bit lagi dan
penulisan alamat modul digital compass dengan read/write high (0xC1).
Pengguna dapat memilih mode register yang digunakan yaitu mode pembacaan
satu register atau dua register (8 bit atau 16 bit). Pada register 16 bit, yang
pertama kali dibaca adalah high byte (Robot-electronics, 2011b). CMPS10
Tabel 1. R
ilai derajat r
bumi dan utara geografis dinamakan dengan sudut inklinasi. Sudut lain antara
utara magnet bumi dengan utara geografis didefinisikan sebagai sudut deklinasi
dengan rentang ± 20° tergantung lokasi geografisnya.
Tilt compensated electronic compass system memerlukan sebuah sensor
magnet 3 axis dan sensor accelerometer 3 axis (STMicroelectronics, 2010).
Accelerometer digunakan untuk mengukur sudut kemiringan dari pitch dan roll
untuk tilt compensation. Sensor magnet digunakan untuk mengukur medan
magnet bumi dan kemudian untuk menentukan sudut heading yang mengarah ke
utara magnet. Jikalau heading yang mengarah pada utara geografis diperlukan,
sudut deklinasi pada lokasi geografis tersebut perlu dikompensasi ke magnetic
heading.
Gambar 19 memperlihatkan 6 degree of freedom pada sebuah alat. Xb/ Yb/ Zb merupakan forward (maju)/ right (kanan)/ down (turun) berdasarkan
kaidah tangan kanan. Tiga sudut sikap (attitude) direferensikan dari bidang datar
lokal dimana tegak lurus dengan gravitasi bumi.
Gambar 19. 6 Degree of freedom (Sumber: Luque dan Donha, 2008)
Surge/Heading
Roll
Heave
Yaw Sway
Heading (Ψ) didefinisikan sebagai sudut yang terbentuk antara sumbu Xb
dengan utara magnet pada bidang datar yang diukur searah jarum jam ketika
melihat alat dari atas (STMicroelectronics, 2010).
Pitch (ρ) didefinisikan dari sudut antara Xb axis dan bidang datar
(STMicroelectronics, 2010). Jikalau kita mengasumsikan bahwa resolusi sudut
pitch adalah 0,1°, maka sudutnya akan bergerak dari 0° – +179,9° ketika berputar
pada sumbu Yb dengan axis Xb bergerak ke atas dari permukaan datar dan tetap
berputar dari posisi 90° kembali ke permukaan datar. Sudut pitch akan bergerak
dari 0° – -180° ketika Xb berputar ke bawah pada sumbu Yb dari permukaan datar
dan tetap bergerak dari posisi vertikal (-90°) kembali lagi ke permukaan datar.
Contohnya berada pada Gambar 20.
Gambar 20. Gerakan pitch (Sumber: STMicroelectronics, 2010)
Roll (γ) merupakan sudut yang dibentuk dari sumbu Yb dengan bidang
datar (STMicroelectronics, 2010). Ketika alat diputar pada sumbu Xb dengan Yb
bergerak ke bawah, nilai roll akan berubah positif dan semakin bertambah
Gambar 21. Gerakan roll (Sumber: STMicroelectronics, 2010)
2.4.14 Sistem Kompas Elektronik
Gambar 22 memperlihatkan diagram blok tentang sistem kompas elektronik. Mikrokontroler digunakan untuk mengumpulkan data kasar (raw)
3-axis accelerometer untuk kalkulasi pitch dan roll dan mengumpulkan data kasar
3-axis magnetic sensor untuk kalkulasi heading. Prosedur berikut digunakan untuk
membangun sistem kompas elektronik agar bisa bekerja.
• Desain hardware untuk memastikan mikrokontroler mendapatkan data kasar
yang bersih dari accelerometer dan sensor magnetik.
• Kalibrasi accelerometer untuk mendapatkan parameter yang digunakan
untuk merubah data kasar accelerometer menjadi nilai yang sudah
dinormalisasi untuk kalkulasi pitch dan roll.
• Kalibrasi sensor magnetik untuk mendapatkan parameter yang digunakan
untuk merubah data kasar sensor magnetik menjadi nilai yang sudah
dinormalisasi untuk kalkulasi heading.
• Tes kemampuan sistem kompas elektronik.
Roll = -90°
Roll = -150°
Roll = -180°
Roll =
-Roll = +150°
Roll = +90°
Roll = +30°
Yb Roll = 0°
sedangkan Mz bernilai positif jika lokasinya berada pada belahan bumi bagian
utara.
Gambar 23. Sistem koordinat kompas elektronik (Sumber: STMicroelectronics, 2010)
Tabel 3. Definisi tanda pengukuran baku sensor LSM303DLH
Sumber: STMicroelectronics (2010)
Beberapa prosedur rotasi dilakukan untuk merotasi alat tersebut dari posisi
Xb, Yb, dan Zb menuju posisi X’b, Y’b, dan Z’b. Perbedaan prosedur rotasi akan
menghasilkan matriks rotasi yang berbeda. Pertama, alat diputar pada sudut
tertentu (Ψ) di sumbu Z searah jarum jam. Kemudian alat diputar pada sudut
tertentu (ρ) di sumbu Y dengan Xb bergerak ke atas. Langkah terakhir, alat
diputar pada sudut γ di sumbu X dengan Yb bergerak ke bawah. Sumbu 3D alat
Gambar 24. Prosedur rotasi (Sumber: STMicroelectronics, 2010)
Matriks tiap rotasi di atas dapat disusun sebagai berikut
Ψ
cosΨ sinΨ sinΨ cosΨ
cos sin
sin cos ... (2)
cos sin
sin cos
Hubungan antara X’b, Y’b, Z’b dan Xb,Yb, Zb ialah
′ ′
′ Ψ ... (3)
cos cosΨ cos sinΨ sin
cosΨsin sin cos sinΨ cos cosΨ sin sin sinΨ cos sin
cosΨsin cos sin sinΨ sin cosΨ sin cos sinΨ cos cos
Pada bidang datar, Xb = Yb = 0, Zb = +1g. Pada X’b/ Y’b/ Z’b,
pengukuran data kasar accelerometer LSM303DLH adalah Ax, Ay, Az dimana
bernilai signed integer. Ax1, Ay1, Az1 diasumsikan sebagai nilai yang
dinormalisasikan setelah memasukkan parameter kalibrasi accelerometer ke dalam
Ax, Ay, dan Az. Jadi Ax1, Ay1, Az1 menjadi nilai floating kurang dari 1 pada
pengertian g (gravitasi bumi), dan akar kuadrat dari jumlah kuadrat dari nilai Ax1,
Ax Ay Az
cos ρ cosΨ cos ρ sinΨ sin ρ
cosΨsin ρ sin γ cos γ sinΨ cos γ cosΨ sin ρ sin γ sinΨ cos ρ sin γ
cosΨsin ρ cos γ sin γ sinΨ sin γ cosΨ sin ρ cos γ sinΨ cos ρ cos γ (4)
Oleh karena itu, pitch dan roll dapat dikalkulasi sebagai berikut:
Pitch = ρ = arcsin(-Ax1) ... (5)
Roll = γ = arcsin(Ay1/cos ρ) ... (6)
2.4.16 Kalkulasi heading
Ketika alat diletakkan mendatar, sudut pitch dan roll akan bernilai 0°.
Sudut heading dapat ditentukan sesuai dengan Gambar 25.
Gambar 25. Penentuan sudut heading (Sumber:STMicroelectronics, 2010)
Medan magnet lokal bumi (local earth magnetic field) H memiliki
komponen tetap Hh pada bidang datar yang mengarah ke utara magnet bumi.
Komponen ini dapat dihitung oleh sumbu pengindera sensor magnet Xm dan Ym
yang dinamakan Xh dan Yh. Sudut heading dikalkulasi sebagai berikut:
tan ………(7)
Pada Gambar 25, ketika sumbu Xb sejajar dengan Hh dimana Hh
mengarah ke arah utara magnet, maka Xh=max dan Yh=0 sehingga heading = 0°.
Alat diputar searah jarum jam pada bidang datar akan mengakibatkan sudut
Jikalau kita tetap memutarnya hingga Xh=min dan Yh=0 maka heading=180° dan
seterusnya.
Pada kalkulasi heading, pengukuran 3-axis sensor magnetik perlu
dinormalisasi dengan menerapkan parameter kalibrasi sensor magnetik dan
digambarkan pada bidang datar dengan kompensasi kemiringan (Gambar 26).
Gambar 26. Kalkulasi heading (Sumber: STMicroelectronics, 2010)
Jika alat berputar dari Xb/ Yb/ Zb ke X”b/ Y”b/ Z”b oleh rotasi sudut roll
diikuti oleh rotasi sudut pitch, maka
" " "
cos sin
sin sin cos sin cos
cos sin sin cos cos
" "
" ………(8)
Kita mengasumsikan Mx1, My1, Mz1 sebagai pengukuran sensor magnetik
yang dinormalisasikan setelah menerapkan koreksi kalibrasi parameter ke dalam
pengukuran kasar data sensor magnetik Mx, My, Mz pada posisi baru X”b, Y”b,
Z”b. Mx, My, Mz bertipe signed integer, sedangkan Mx1, My1, Mz1 merupakan nilai
floating dengan nilai kurang dari 1 pada pengertian kekuatan medan magnet.
Akar kuadrat dari jumlah kuadrat masing-masing nilai harus sama dengan 1 ketika
tidak ada gangguan eksternal medan magnet. Pengimbangan kemiringan
cos sin ... (9)
sin γ sin ρ cos γ sin cos ... (10)
cos sin sin cos cos ... (11)
Oleh karena itu,
Ψ tan untuk Mx2 > 0 dan My2 >= 0
8 ° tan untuk Mx2 < 0
6 ° tan untuk Mx2 > 0 dan My2 <= 0
= 90° untuk Mx2 = 0 dan My2 < 0
= 270° untuk Mx2 = 0 dan My2 > 0
2.4.17 Kompensasi kemiringan
Andaikata alatnya miring, maka sudut pitch dan roll tidak sama dengan 0°
seperti yang terlihat pada Gambar 27. Sudut pitch dan roll dapat diukur oleh 3-axis accelerometer. Oleh karena itu, pengukuran sensor magnetik Xm, Ym, dan Zm
perlu dilakukan untuk memperoleh Xh, Yh, dan Zh seperti pada persamaan
berikut:
Xh=Xmcos(Pitch) + Zm Sin(Pitch) ... (12)
Yh=Xmsin(Roll)sin(Pitch) + Ymcos(Roll) - Zmsin(Roll)cos(Pitch)
Kemudian mempergunakannya untuk persamaan di atas untuk kalkulasi heading.
2.4.18 Hitachi H48C 3-Axis Accelerometer
Hitachi H48C merupakan modul terintegrasi yang dapat mendeteksi gaya
gravitasi pada tiga sumbu (X, Y, dan Z) sebesar kurang lebih 3 g (gravitation
force). Modul ini terdiri dari regulator pada papan integrasi yang meregulasikan
tegangan sebesar 3,3 Volt ke H48C, analog signal conditioning, dan MCP3204 (4
kanal, 12 bit) yang merupakan ADC (analog-to-digital converter) untuk membaca
tegangan keluaran dari H48C. Semua komponen terintegrasi pada satu papan
modul dengan ukuran 17,8 mm x 20,3 mm (Parallax, 2007). Konfigurasi pin
modul H48C dapat dilihat pada Gambar 28.
Pembacaan g-force (gaya gravitasi) pada H48C dilakukan dengan
membaca tegangan keluaran dari sumbu tersebut dan mengkalkulasinya dengan
formula berikut:
,
, ... (13)
Atau dapat disederhanakan menjadi
, ... (14)
Gambar 28. Konfigurasi pin modul H48C (Sumber: Parallax (2007))
2.4.19 Sensor suhu D1820
Sensor Suhu D1820 (Gambar 29) merupakan sensor suhu digital yang diproduksi oleh Dallas Semiconductor. Sensor ini menggunakan komunikasi
9 bit nilai digital. Sensor ini dapat mengukur suhu dengan rentang -55 °C hingga
+125 °C dengan resolusi 0,5°C. Sensor ini memerlukan pull up resistorsebesar
4,7 kΩ agar dapat mengirim data ke mikrokontroler.
Gambar 29. Bentuk fisik dan konfigurasi kaki D1820
2.5 PEMROGRAMAN
Pemrograman untuk aplikasi Mini ROV ini terdiri dari dua buah program
yaitu GUI (Graphical User Interface) dan mikrokontroler. Pemrograman GUI
mini ROV dilakukan dengan menggunakan Borland Delphi 7. Piranti lunak ini
dikembangkan oleh perusahaan Borland Software Corporation. Bahasa
pemrograman yang digunakan pada program ini adalah bahasa objek Pascal
berbasis OOP (Object Oriented Programming). Program Delphi 7 memiliki
kelebihan meliputi : mudah untuk membaca kode, kompilasinya cepat, dan
penggunaan multiple unit files untuk pemrograman modular. Program ini bekerja
dalam IDE (integrated development environment) sehingga pemrogram semakin
mudah untuk membuat suatu program yang berbasis GUI (graphical interface
unit) (Borland, 2003).
Penulisan dan pemrograman mikrokontroler dilakukan secara In System
mikrokontroler adalah CodeVision AVR C Compiler Versi 2.05. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa C. Pemrograman mikrokontroler dilakukan dengan
menggunakan piranti lunak In-System Programmer Atmel AVRProg (AVR910)
35
3.1 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan Maret
2012. Kegiatan penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan alat dan uji
coba alat. Pembuatan alat dilakukan di Workshop Akustik dan Instrumentasi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sedangkan uji coba alat dilakukan di watertank Laboratorium Akustik dan
Instrumentasi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor dan kolam renang Tirta Ayu Babakan Lio, Darmaga, Bogor.
3.2 ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan mini ROV mencakup
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop, Codevision AVR 2.05.0, Google Sketch Up 7,
Delphi 7, bor listrik, obeng, solder listrik, multimeter digital, gerinda listrik,
DT-I/O USB DT-I/O MODULE, PC-Link USBer, USB TV STICK, USB2.0 TV BOX,
power supply 1A, Downloader K125R, gergaji besi, gunting, penggaris, dan busur
derajat. Fungsi masing-masing alat dapat dilihat pada Lampiran 1. Bahan yang digunakan adalah DT-AVR Low Cost Micro System, ATmega32A, CMPS-10,
Hitachi H48C 3-Axis Accelerometer, resistor 4,7 KΩ, EMS 5A H-Bridge, EMS
2A DUAL H-Bridge, adaptor 1 ampere, adaptor 2 ampere, adaptor 5 ampere, jack
power supply, 1/3” Sony CCD IR Color Digital Camera, kepala kabel co axial,
stainless steel, pipa PVC, cat besi, kuas, pengencer cat, klem gantung, klem, kabel
LAN, kabel AC, tali tis, amplas, lem epoxy, selotip pipa, dan lem PVC. Informasi
lengkap mengenai bahan-bahan yang digunakan dapat dilihat ada Lampiran 2.
3.3 RANCANGAN ALAT
Mini ROV yang dikembangkan memiliki dimensi total panjang 80 cm,
lebar 62,5 cm, dan tinggi 45 cm. Mini ROV dirancang agar dapat menyelam
hingga kedalaman 10 meter. Mini ROV ini terdiri dari beberapa unit fungsional
yang secara keseluruhan terpadu dalam satu mikrokontroler yaitu mikrokontroler
ATmega32A. Gambar 30 merupakan sistem kerja tiap komponen yang terdapat dalam mini ROV dan tegangan sumber yang mungkin untuk dibuat.
Gambar 30. Desain sistem kerja tiap komponen pada mini ROV
Pada mini ROV ini terdapat “mata” yang menggunakan sensor kamera
(dengan keluaran berupa video) yang berfungsi untuk melihatkan kondisi di dalam
air. Pengukuran arah mini ROV menggunakan sensor kompas digital CMPS10
yang dapat menentukan arah hingga 360° dengan ketelitian 0,1°. Sudut pitch dan
roll juga menggunakan sensor CMPS10. Sudut pitch dan roll yang diperoleh akan memiliki rentang nilai -90° – +90° dengan ketelitian 1,4°. Pada mini ROV
ini juga disematkan sensor accelerometer H48C untuk melihat gaya gravitasi yang
bekerja pada 3 sumbu (sumbu X, sumbu Y, dan sumbu Z) dengan ketelitian 0,1 g.
Sensor suhu digital DS1820 juga ditempatkan di dalam komparemen untuk meihat
perubahan suhu di dalam kompartemen.
3.4 DESAIN KERJA
Perancangan instrumen ini dipadukan dalam tiga proses perancangan yaitu
perancangan konstruksi mekanik, konstruksi elektronik, dan desain software
sehingga tahapan terakhir adalah integrasi dari ketiga proses perancangan
tersebut. Beberapa tahapan dalam proses perancangan instrumen ini dapat
disusun dalam suatu diagram alir (Gambar 31).
Gambar 31. Diagram alir perancangan mini ROV Persiapan
Perumusan
Perancangan penelitian
Memenuhi persyaratan?
Perancangan mekanik, elektronik, dan software
MULAI
Tidak
Ya
Pembuatan model mekanik
Pembuatan model elektronik
Pembuatan model software
Uji coba Tidak berhasil
Berhasil
3.5 PEMBUATAN DESAIN
Desain dan rancangan ROV dibuat dengan menggunakan software desain Google Sketch Up 7 (Gambar 32). Pembuatan desain ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pembuatan konstruksi alat hingga tata letak komponen.
Gambar 32. Tampilan Google Sketch Up 7
3.6 RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS
Perangkat keras yang dibuat meliputi semua bagian yang menutupi
komponen elektronika sehingga tidak terjadi kerusakan pada komponen tersebut.
Pembuatan perangkat keras disesuaikan dengan rancangan yang telah dibuat.
Tahapan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Pembuatan kerangka,
(2) Pembuatan kompartemen elektronik,
3.6.1 Pembuatan kerangka
Bentuk kerangka mini ROV ini dirancang dari ROV RJ 45 (Gambar 33) yang pernah dibuat. Bentuk dasarnya tetap menggunakan bentuk mekanik RJ 45.
Beberapa modifikasi dilakukan untuk menyempurnakan bentuk robot ini.
Penambahan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada
penelitian sebelumnya sehingga tidak terulang kembali. Kerangka mini ROV
terbuat dari pipa besi 1 inci yang dilas. Kerangka diberi lem epoxy pada bagian
persinggunggannya agar kedap air. Kerangka dicat agar tidak berkarat. Bagian
depan dari mini ROV dibuat lebih maju pada bagian bawah agar kamera
terlindung dari benturan benda keras yang ada di depannya.
Gambar 33. Rangka RJ45 (Rizki, 2008)
3.6.2 Pembuatan kompartemen elektronik
Kompartemen elektronik menggunakan pipa PVC 6 inci yang dapat
memuat adaptor 5 ampere, adaptor 2 ampere, adaptor 1 ampere, rangkaian
mikrokontroler, sensor kompas digital,sensor suhu digital, sensor accelerometer,
dan modul driver motor. Kompartemen dibuat kedap air sehingga tidak terjadi
kebocoran yang dapat menyebabkan kerusakan komponen elektronik.
Pengkedapan kompartemen menggunakan lem epoxy dan lem pvc.
Pada bagian belakang kompartemen ditempatkan konektor. Konektor
mikrokontroler dan pengiriman data video dari kamera 1 dan kamera 2), konektor
kabel VAC (voltage alternating current) untuk menghubungkan sumber tegangan ke mini ROV, konektor kabel VDC (voltage direct current) dan konektor kabel co axial yang disambungkan ke kamera bawah, konektor motor maju-mundur dan
konektor motor naik-turun. Konektor ini digunakan menghubungkan kabel yang
ada dalam kompartemen dengan kabel yang dihubungkan dengan permukaan.
Konektor ini juga diberikan lem agar tidak terjadi kebocoran. Koneksi pada
konektorditunjukkan pada Gambar 34.
Gambar 34. Koneksi konektor 8 pin
3.6.3 Pembuatan kompartemen kamera
Kompartemen kamera terpisah dengan kompartemen elektronik.
Kompartemen kamera merupakan produk pabrikan yang sudah terpasang dengan
kamera. Hal yang perlu dilakukan adalah pengedapan kompartemen ini. Kabel
sumber tegangan dan kabel co axial dihubungkan ke konektor yang ada pada
bagian belakang kompartemen elektronik.
3.7 RANCANG BANGUN RANGKAIAN ELEKTRONIK
Bagian kerja yang dilakukan dalam proses pembuatan rangkaian
elektronik ialah :
(1) Pembuatan skematik rangkaian, merupakan proses penyusunan rencana
sambungan komponen dalam bentuk gambar;
(2) Penyolderan, dilakukan pada komponen pada PCB ataupun pada
penyambungan antar komponen serta antar kabel.
Rangkaian elektronik yang dibuat sesuai dengan Gambar 30. Pembuatan robot bawah air ini menggunakan mikrokontroler ATmega32A. Datasheet
mikrokontroler ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Rangkaian sirkuit dasar mikrokontroler ATmega32A menggunakan modul buatan Innovative Electronics
(Lampiran 4). Modul sudah memiliki jalur input/output 32 pin, jalur komunikasi serial RS232 dengan konektor RJ11, dan terdapat port untuk pemograman secara
ISP. Modul ini memudahkan pengguna dalam menempatkan sambungan
komponen ke mikrokontroler.
Sensor CMPS10 yang digunakan merupakan modul (Gambar 35) yang diproduksi oleh Devantech Ltd. Modul ini memiliki 5 pin keluaran dimana pin 1
merupakan VCC dan pin 5 merupakan pin Ground. Pin yang dihubungkan ke
mikrontroler ATmega32A adalah pin 2 (SCL) dan pin 3 (SDA). Pembacaan data
CMPS10 dengan mikrokontroler ATmega32A menggunakan jenis komunikasi
I2C. Komunikasi I2C menggunakan 2 pin pada salah satu PORT Mikrokontroler
ATmega32A. Port yang digunakan adalah PortA pin 6 dan pin 7. Pin 6 berfungsi
untuk jalur SDA dan pin 7 berfungsi untuk jalur SCL pada CMPS10. Pada
penghubungan pin ini digunakan pull up resistor sebesar 4,7 KΩ yang berfungsi untuk membuat keadaan logika pada jalur DATA tetap pada kondisi HIGH ketika
tidak ada sinyal dari ATmega32A. Informasi lebih lengkap dapat dilihat pada
Gambar 35. Modul kompas dan penghubungannya dengan pull up resistor
Sensor 3D Accelerometer yang digunakan adalah modul yang dibuat oleh
Parallax Inc. Pin yang terhubung pada mikrokontroler ATmega32A adalah pin 1
(CLK), pin 2 (DIO), dan pin 5 (CS). Pin 1 terhubung pada PORT B pin 0, pin 2
pada PORT B pin 1, pin 5 terhubung pada pin 2 (Gambar 36). Lampiran 6
memberikan informasi jelas mengenai modul sensor accelerometer.
Gambar 36. Penghubungan pin H48c dengan pin mikrokontroler
Sensor suhu yang digunakan adalah sensor suhu DS1820. Kaki DS1820
yang dihubungkan ke mikrokontroler adalah kaki Data (DQ). Pada jalur
mikrokontroler-DS1820 diberikan pull up resistor sebesar 4,7 kΩ (Gambar 37). Informasi lebih lengkap terdapat pada Lampiran 7.
Modul driver motor yang digunakan terdiri dari EMS 2A Dual H-Bridge dan EMS 5A H-Brigde. Kedua modul merupakan produk Innovative Electronics.
Manual kedua produk dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.
EMS 2A Dual H-Bridge digunakan sebagai saklar otomatis bagi 2 buah
motor bilge pump 500 GPH (gallons per hour). Koneksi modul EMS 2A Dual H-Bridge dapat dilihat pada Gambar 38.
PORTB.0 PORTB.1
OUT1 (terhubung pada kabel motor 2), dan pin M2 OUT2 (terhubung pada kabel
motor 2). Motor yang dihubungkan pada modul ini bergerak sesuai dengan Tabel
4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Tabel kebenaran pergerakan motor 1
INPUT OUTPUT
FUNGSI M1EN M1IN1 M1IN2 M1OUT1 M1OUT2
H H L V MOT MGND MOTOR CW
CCW : counterclockwise
Tabel 5. Tabel kebenaran pergerakan motor 2
INPUT OUTPUT
FUNGSI M2EN M2IN1 M2IN2 M2OUT1 M2OUT2
H H L V MOT MGND MOTOR CW
CCW : counterclockwise
EMS 5A H-Bridge merupakan modul driver motor yang digunakan untuk menggerakkan 1 buah motor bilgepump 700 GPH. Driver ini sudah berupa modul yang dibuat oleh Innovative Electronics. Koneksi modul EMS 5A
H-Bridge dapat dilihat pada Gambar 39.
EMS 5A H-Bridge dihubungkan pada mikrokontroler melalui Interface
Header (J2). Pada EMS 5A H-Bridge pertama, pin yang terhubung ke
mikrokontroler adalah pin 1 (M1IN1) ke PORTB.4, pin 2(M1IN2) PORTB.5, pin
yang terhubung ke mikrokontroler adalah pin 1 (M1IN1) ke PORTB.6, pin
2(M1IN2) PORTB.7, pin 7 dan 9 (VCC), serta pin 8 dan 10 (GND). Pin 4 (MEN)
dihubungkan dengan pin VCC pada EMS 2A Dual H-Bridge.
Gambar 39. Koneksi modul EMS 5A H-Bridge
Pada Power & Con (J1), terminal yang dihubungkan adalah pin MGND
(terhubung pada Ground adaptor 5A), pin V MOTOR (terhubung pada VCC
adaptor 5A), pin MOUT1 (terhubung pada kabel motor1) dan pin MOUT2
(terhubung pada kabel motor1). Motor yang dihubungkan pada modul ini
bergerak sesuai dengan Tabel 6.
Tabel 6. Tabel Kebenaran Pergerakan Motor
INPUT OUTPUT
FUNGSI MEN MIN1 MIN2 MOUT1 MOUT2
H H L V MOT MGND MOTOR CW
H L H MGND V MOT MOTOR CCW
H L L MGND MGND BERHENTI
Keterangan:
H : Logika High (5 V)
L : Logika Low (0 V)
3.8 RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK 3.8.1 Mikrokontroler
Perangkat lunak berkaitan dengan kinerja dari perangkat keras. Perangkat
lunak pada sistem mikrokontroler disebut juga firmware. Bahasa pemograman yang digunakan ialah bahasa C. Compiler yang digunakan adalah Code Vision AVR C Compiler 2.05.0 (Gambar 40). Firmware yang telah dibuat diunduh menggunakan Atmel AVRProg (AVR910) dan kabel data K-125R USB AVR
Programmer (Gambar 41). Pembuatan program mikrokontroler dilakukan dengan menulis kode program sesuai dengan diagram alir pada Lampiran 10. Setelah tidak ada kesalahan pada penyusunan program, kode akan dikompilasi
(mengubah kode program dalam format *.hex) agar dapat diunduh pada
mikrokontroler.
Gambar 41. Kabel data K-125R USB AVR Programmer
3.8.2 Program antarmuka pengguna grafis
Pembuatan program antarmuka pengguna grafis atau GUI (Graphical User Interface) dilakukan dengan menggunakan program Delphi 7. Program ini terdiri dari tujuh aplikasi utama dan dua aplikasi pendukung. Program antarmuka
pengguna grafis ini ditampilkan dalam satu buah jendela sebagaimana yang
direncanakan dalam sketsa jendela GUI pada Gambar 42. Program ini disimpan dan dijalankan dalam bentuk executable file (*.exe).
Program-program utama yang berjalan pada jendela antarmuka grafis
terdiri dari:
a. Program penampil video kamera depan dan bawah,
b. Program komunikasi serial antara komputer dan mikrokontroler,
c. Program joystick untuk menggerakkan motor,
d. Program arah kompas,
e. Program penghitung waktu operasi ROV,
Program-program pendukungnya ialah:
i. Pengarah komunikasi USB port ke serial,
ii. Program penampil waktu.
Gambar 42. Sketsa Jendela GUI
3.9 PENGUJIAN KINERJA ROV
Pengujian kinerja dilakukan setelah proses perakitan dan penyatuan
komponen telah selesai. Pengujian dilakukan untuk menilai sejauh mana tingkat
keberhasilan pembuatan alat ini. Ada beberapa pengujian yang dilakukan antara
lain:
1) Pengujian daya apung
2) Pengujian CMPS10
3) Pengujian H48C
4) Pengujian sistem kendali
VIDEO DEPAN VIDEO BAWAH
START Nama File SIMPAN START Nama File SIMPAN
Setting Terminal
Transmisi
Data ROV SIMPAN
AX
AY
AZ
N
NW NE
0O
-45O 45O
00:00:00
Suhu Kompartemen
X
3.9.1 Pengujian daya apung
Pengujian dilakukan di water tank dengan memasukkan robot ke dalam air. Sebelum dilakukan pengujian di air, pengukuran massa robot dalam keadaan
kosong dan dalam keadaan sudah terpasang komponen perlu dilakukan. Hal ini
untuk mengetahui massa dari mini ROV.
Apabila saat pertama kali mini ROV diturunkan masih mengapung di
permukaan air, maka penambahan pemberat (weight belt) dilakukan hingga mini ROV melayang di kolom air. Apabila saat pertama kali mini ROV diturunkan
masih tenggelam, maka penambahan ruang apung dilakukan hingga mini ROV
tersebut melayang di kolom air.
3.9.2 Pengujian CMPS10
Pengujian CMPS10 terdiri dari 3 bagian yaitu pengujian nilai arah
(heading), nilai pitch dan nilai roll. Pengujian arah heading dilakukan dengan memutar mini ROV searah jarum jam hingga berputar 360°. Nilai arah yang
keluar dari CMPS10 dibandingkan dengan penunjukkan arah dari kompas magnet.
Pembacaan nilai arah dari CMPS10 harus tidak melebihi 2° dari nilai arah kompas
magnet.
Pengujian pitch dilakukan dengan menggunakan bantuan busur derajat. Pengujian dilakukan dengan menempatkan mini ROV pada bidang datar dimana
nilai pitch yang keluar 0°. Peletakan busur derajat dapat dilihat pada Gambar 43. mini ROV diputar ke atas dengan maksimum putaran 90° dan diputar ke bawah
dengan maksimum putaran 90°. Nilai yang keluar dibandingkan dengan
Tabel 7. Nilai accelerometer pada tiap posisi
3.9.4 Pengujian sistem kendali
Pengujian sistem kendali memiliki beberapa poin terkait dengan
keberhasilan pembuatan sistem kendali ini yaitu:
1) Sistem video kamera berjalan dengan baik,
2) Pergerakan joystick mampu menggerakkan motor dengan arah gerak yang tetap, motor bergerak sinkron, dan mampu merespon perubahan dengan
baik,
52
Hasil penelitian ini adalah mini ROV yang diberi nama RJ45 V2 yang berfungsi melihat kondisi lingkungan bawah air secara visual. RJ45 V2 dapat diklasifikasikan ke dalam mini ROV (EVS-380, 2007), kelas observasi (Christ dan Wernli, 2007), kelas 1 – Murni Observasi dan kelas v Prototipe atau wahana yang dalam pengembangan (Norsok Standard, 2003).
Pada laporan hasil penelitian ini disampaikan data pengukuran yang dilakukan pada proses pengujian alat. Pengujian alat yang dilakukan menunjukkan kemampuan alat dalam beroperasi di dalam air dalam bentuk pergerakannya dan sikap (attitude) dari RJ45 V2 berfungsi dengan baik. Proses pengiriman data dari unit mekanik ke unit display berjalan dengan cepat sehingga attitude mini ROV ini dapat langsung diamati pada laptop serta terekam dan disimpan datanya pada laptop. Pengiriman data ini berjalan secara real time.
4.1. Desain RJ45 V2
Desain RJ45 V2 (Gambar 45) dibuat dengan memperhatikan bentuk dari ROV RJ45 (Rizki, 2008; Prihandono, 2008). Desain alat ini dibedakan ke dalam beberapa bagian yaitu, bagian mekanik, dan kompartemen elektronik.
Gambar 50. Bentuk fisik lengkap RJ45 V2
4.2.2. Tabung kompartemen elektronik
Tabung kompartemen elektronik terbuat dari PVC dengan diameter 6 inci, panjang 60 cm dan tebal 3 mm. Pemilihan PVC dikarenakan dapat menahan tekanan, ringan, tidak mahal, dan tidak berat (Hoong, 2010). Pada RJ45,
pembuatan kompartemen elektronik menggunakan aluminium dengan ketebalan 5 mm dan diameter 3 inci. Penggunaan aluminium ternyata memberikan efek pada RJ45 untuk cenderung tenggelam.
Tabung PVC berfungsi sebagai tempat penyimpanan komponen elektronik dan sebagai tempat peletakan kamera pada bagian bawah dengan menggunakan klem gantung. Tabung ditutup dengan menggunakan dop pipa diameter 6 inci. Pada dop bagian depan ditempatkan kamera. Pada dop bagian belakang,
konektor-konektor ditempatkan dan dipasang permanen sesuai dengan rancangan pada Gambar 51.
Gambar 51. Konektor kabel (tanda panah)
4.2.3. Kamera CCD
Kamera yang digunakan pada RJ45 V2 berjumlah dua. Kamera ini ditempatkan pada bagian depan dan bawah RJ45 V2 (Gambar 52). Kamera ini sudah dilengkapi dengan dome. Kedua kamera dilem menggunakan lem epoxy agar kedap air (Gambar 53).
Gambar 52. Kamera depan dan kamera bawah
Gambar 53. Pemberian lem epoxy pada kompartemen kamera
Hasil pengujian video memperlihatkan adanya pengaruh warna infra merah apabila cahaya yang ada di lingkungan kurang. Pengaruh ini dikarenakan sistem detektor infra merah yang terdapat pada kamera CCD tetap diaktifkan. Pengaktifan sistem detektor infra merah memberikan keuntungan dan kerugian
Konektor transmisi data Konektor VDC kamera
Konektor thruster belakang Konektor thruster samping Konektor video
bagi pengguna. Keuntungan yang didapat adalah operator tetap dapat
mengoperasikan mini ROV ini walaupun cahaya yang masuk ke dalam kamera kurang. Kerugiannya ialah hasil video yang dihasilkan menjadi Black-White (BW).
4.2.4. Thruster
Thruster ditempatkan pada bagian samping dan belakang dari rangka. Setiap thruster diberikan nomor. Penomoran ini digunakan untuk mempermudah dalam pemograman mikrokontroler pada bagian pengendalian gerak thruster. Penomoran thruster (Gambar 54) adalah thruster 1 untuk thruster belakang bagian kiri, thruster 2 untuk thruster belakang bagian kanan, thruster 3 untuk thruster samping bagian kiri, dan thruster 4 untuk thruster samping bagian kanan.
Gambar 54. Penempatan thruster
4.2.5. Rangkaian kendali operator
Rangkaian kendali operator terdiri dari rangkaian komunikasi digital, joystick dan laptop. Rangkaian komunikasi digital menggunakan PC-Link USBer dan DT-I/O USB I/O MODULE sebagai pengubah logika serial USB ke logika serial RS-232 mikrokontroler.
Komunikasi digital dibagi menjadi transmisi data dari laptop ke
mikrokontroler dan transmisi data dari mikrokontroler ke laptop. Transmisi data
Thruster 3 Thruster 1
dari laptop berupa karakter yang akan mengaktifkan atau menonaktifkan transmisi data dari mikrokontroler dan karakter untuk mengaktifkan motor penggerak. Transmisi data dari mikrokontroler adalah data sensor CMPS10 dan H48C yang telah disusun formatnya. Penjelasan mengenai format dan penyusunan datanya akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.
4.2.6. Rangkaian pengendali on board
Sistem kendali on board (Gambar 55) terdiri dari modul DT-AVR Low Cost Micro System, modul sensor CMP10, modul sensor H48C, sensor suhu DS1820, pengendali motor yang terdiri dari EMS 2A Dual H-Bridge dan EMS 5A H-Bridge, dan catu daya yang terdiri dari adaptor 1A, adaptor 2A, dan adaptor 5A. Modul DT-AVR Low Cost Micro System berfungsi sebagai pengendali utama sistem elektronik. Modul sensor CMPS10 berfungsi untuk mengukur arah, pitch, dan roll. Modul sensor H48C berfungsi untuk mengukur akselerasi. Sensor suhu DS1820 berfungsi untuk mengukur suhu di dalam tabung kompartemen
elektronik. EMS 2A Dual H-Bridge berfungsi sebagai saklar motor naik turun. EMS 5A H-Bridge berfungsi sebagai saklar motor maju, mundur, belok kanan dan kiri.
Gambar 55. Penempatan komponen elektronik Adaptor 12V 5A
Adaptor 12V 2A
Adaptor 12V 1A
EMS 5A H-BRIDGE
EMS 2A DUAL H-BRIDGE
MODUL
Masing-masing komponen dihubungkan dengan kabel. Kabel yang masuk ke dalam rangkaian ini adalah kabel VAC yang berfungsi sebagai catu daya. Kabel yang keluar dari rangkaian ini adalah kabel TX-RX (pengiriman dan penerimaan data), Ground, kabel video 1 dan kabel video 2 (Gambar 50).
4.3. Program Mikrokontroler
Program mikrokontroler ini dibuat sesuai dengan spesifikasi
mikrokontroler ATmega32A. Kode program yang disusun menggunakan Code Vision AVR 2.05 (Lampiran 11).
4.3.1. Inisialisasi dan konfigurasi mikrokontroler ATmega32A
Konfigurasi mikrokontroler dilakukan untuk mengaktifkan fitur-fitur yang akan dipakai seperti komunikasi antarmuka I2C, 1-Wire dan USART untuk proses pengiriman dan penerimaan data. Konfigurasi komunikasi I2C ditulis dalam kode program berikut:
#as m
. equ __i 2c _por t =0x 1B ; PORTA . equ __s da_bi t =6
. equ __s c l _bi t =7 #endas m
Konfigurasi komunikasi 1-Wire ditulis dalam kode program berikut:
#as m
. equ __w1_por t =0x 18; PORTB . equ __w1_bi t =1
#endas m
“#asm” merupakan salah satu C prepocessor seperti “#include”. “#asm” ini diikutkan untuk mendefinisikan PORT dan bit yang digunakan untuk
komunikasi I2C dan 1-Wire. Konfigurasi fungsi USART terdiri dari beberapa bagian seperti USART Receiver Buffer, USART Receiver Interrupt Service Routine, fungsi getchar (fungsi untuk mendapatkan satu karakter dari laptop), fungsi putchar (fungsi untuk memberikan satu karakter ke laptop), USART Transmitter Buffer, dan USART Transmitter Interrupt Service Routine. Pengaktifan fitur-fitur mikrokontroler seperti PORT I/O dan USART dilakukan di dalam bagian utama program yaitu “void main ()”. Pengaktifan PORT dilakukan dengan menentukan lokasi alamat memori I/O yaitu Data
Direction Register (DDRx), Data Register (PORTx), dan Port Input Pins (PINx). DDxn bit pada DDRx Register menentukan fungsi pin tersebut. Logika 1
logika 1 ketika pin dikonfigurasikan sebagai input, maka pull up resistor akan aktif. Pull up resistor akan tidak aktif jika PORTxn ditulis dengan logika 0. Jika PORTxn ditulis dengan logika 1 ketika pin dikonfigurasikan sebagai output, maka PORT tersebut akan mengeluarkan tegangan sebesar 5 Volt (tegangan kerja mikrokontroler). Penulisan logika 0 akan menyebabkan PORT menjadi Ground.
Pada program mini ROV ini, tiap-tiap PORT dikonfigurasikan sebagai berikut:
PORTA=0x 00; DDRA=0x 00; PORTB=0x 00; DDRB=0x FF; PORTC=0x 00; DDRC=0x FF; PORTD=0x 00; DDRD=0x 00;
DDRA dan DDRD dikonfigurasikan sebagai input karena pada penelitian ini tidak digunakan. DDR PORTB dan PORTC bernilai 0xFF mengartikan bahwa semua pin pada PORT ini bertindak sebagai output. Hal ini dikarenakan pada kedua PORT ini digunakan untuk konfigurasi switching thruster.
Inisialisasi fitur USART ditulis pada kode berikut:
UCSRA=0x 00; UCSRB=0x D8; UCSRC=0x 06; UBRRH=0x 00; UBRRL=0x 19;
Inisialisasi ini memiliki arti bahwa mikrokontroler ini berkomunikasi dengan laptop pada baudrate 9600 kbps (kilobyte per second) dengan parameter komunikasi:
• Pengirim USART : aktif • Mode USART: Asynchronous
4.3.2. Transmisi Data
Pentransmisian data pada mini ROV ini dapat diaktifkan dan
dinonaktifkan. Kode program diletakkan di dalam fungsi “while” sehingga selalu diulang. Pengaktifan transmisi dilakukan apabila karakter “a” dikirim ke
mikrokontroler. Transmisi dinonaktifkan dengan mengirimkan karakter “s”. Karakter ini akan diterima oleh mikrokontroler dengan perintah “tele=getchar()”. Pada saat karakter “a” dikirim maka transmisi akan aktif dan akan melakukan pengiriman data accelerometer, arah, pitch, roll, dan suhu. Format pengiriman data akan dibahas pada sub sub bab berikutnya. Kodenya seperti berikut:
whi l e ( 1) {
t el e=get c har ( ) ; i f ( t el e==' a' ) { #as m( " c l i " ) ;
t r ans mi s i =1; #as m( " s ei " ) ; }
i f ( t el e==' s ' ) { #as m ( " c l i " ) ; t r ans mi s i =0; put c har ( 13) ; put c har ( 10) ; #as m( " s ei " ) ; }
}
4.3.3. Pengambilan Nilai Arah, Pitch, dan Roll dari CMPS10
uns i gned c har c mps 10( c har r eg) { i nt ni l ai ;
i 2c _s t ar t ( ) ; i 2c _wr i t e( 0x C0) ; i 2c _wr i t e( r eg) ; i 2c _s t ar t ( ) ; i 2c _wr i t e( 0x C1) ; ni l ai =i 2c _r ead( 0) ; i 2c _s t op( ) ;
r et ur n ni l ai ; }
Proses pengambilan data CMPS10 dimulai dengan kode “i2c_start()”. Kode ini memerintahkan mikrokontroler untuk memulai komunikasi I2C. “i2c_write(0xC0)” akan memerintahkan mikrokontroler untuk menulis kode heksadesimal C0 pada alamat modul kompas, kemudian menulis register yang diinginkan pada kode “i2c_write(reg)”. Register ini sesuai dengan Tabel 1. Selanjutnya diikuti dengan start bit lagi. Penulisan alamat modul kompas dilakukan dengan kode heksadesimal C1 yang berarti read/write high. Perintah berikutnya ialah “i2c_read(0)”. Mikrokontroler akan membaca data yang keluar dari modul kompas CMPS10 tanpa adanya ack (acknowledgement). “i2c_stop()” memerintahkan mikrokontroler untuk menghentikan komunikasi I2C. Data yang terbaca akan tersimpan pada variabel “nilai”.
4.3.4. Pengambilan Nilai Accelerometer dari H48C
H48C dihubungkan ke mikrokontroler pada PORT yang telah ditentukan. Pendefinisian kaki-kaki H48C yang terhubung dengan mikrokontroler perlu dilakukan. Kode programnya sebagai berikut:
“#define” merupakan C preprocessor yang digunakan untuk
mendefinisikan macro. “#define CLK PORTA.0” menandakan bahwa variabel CLK (clock H48C) dihubungkan ke PORT A.0. Clock ini berfungsi untuk
menginisialisasi konversi dan clock out tiap bit konversi yang dilakukan. “#define Di PINA.1” menandakan bahwa variabel Di (Data In) dihubungkan ke PIN A.1. Data In digunakan untuk mengisi kanal konfigurasi data ke dalam alat. “#define Do PORTA.1” berarti Do (Data Out) dihubungkan ke PORT A.1. Data Out befungsi untuk mengatur perubahan hasil keluaran konversi AD (analog digital). “#define CS PORTA.2” berarti kaki CS H48C dihubungkan ke PORTA.2. CS berfungsi untuk menginisialisasi komunikasi dengan alat dimana ketika berlogika 0 akan menghentikan konversi dan berlogika 1 akan melakukan konversi. Selain mendefisinikan kaki-kaki H48C yang terhubung ke mikrokontroler juga perlu didefinisikan Data In dan Data Out dengan kode berikut:
#def i ne DATA_I N 0b11111101 #def i ne DATA_OUT 0b11111111
Kode di atas mengartikan bahwa “DATA_IN” bernilai 11111101 (biner) atau FD (heksadesimal) atau 253 (desimal). Bilangan ini digunakan untuk mengubah sinyal dari kondisi high/tinggi ke low/rendah. Pemberian nilai 0 dilakukan pada bit 1 dikarenakan Data In didefinisikan pada PINA.1. “DATA_OUT” bernilai FF yang berarti sinyal dibuat ke dalam kondisi high.
mengeluarkan 12 data bits dalam waktu maksimum 1,2 milidetik. Kegagalan untuk memenuhi kriteria ini menyebabkan galat linearitas pada konversi. Hal yang perlu menjadi catatan adalah pada seluruh siklus konversi data H48C, ADC MCP3204 tidak membutuhkan kecepatan yang konstan selama spesifikasi timing terpenuhi. Kodenya seperti berikut:
v oi d c l oc k ( )
Kode di atas berfungsi untuk membuat sinyal clock dan mengakibatkan sinyal yang dimasukkan ke dalam H48C seperti Gambar 56.
Gambar 56. Sinyal CLK pada H48C
Langkah berikutnya ialah membaca data dari H48C. Kodenya seperti berikut:
c l oc k ( ) ; hc =0;
f or ( l oopi ng=0; l oopi ng<12; l oopi ng++) {
CLK=0;
del ay _us ( 1) ; hc <<=1; hc | =Di ; CLK=1;
del ay _us ( 1) ; }
CS=1;
r et ur n hc ; }
Pada kode di atas ada inisialisasi variabel “looping” dan “hc” dengan tipe integer. Variabel “looping” digunakan untuk melakukan perulangan. Variabel “hc” digunakan sebagai penyimpan sementara dari nilai accelerometer yang diterima mikrokontroler dari H48C. DDRA=DATA_OUT berarti DDRA difungsikan sebagai DATA_OUT. CS diberi logika 0 untuk menginisialisasi komunikasi antara mikrokontroler dengan H48C.
Start bit dimulai saat CS berlogika 0 dan Do dibuat high. Kemudian diberi perintah clock untuk membuat satu sinyal high and low dengan periode 5
mikrodetik. Do dibuat high untuk memilih mode control bit selection pada single input. Kemudian diberi perintah clock lagi (Gambar 57).