MENENTUKAN PERSEDIAAN BBM YANG TEPAT
MELALUI METODE EOQ PROBABILISTIK (STUDI KASUS SPBU XYZ di KABUPATEN BOGOR)
ANDRY KURNIAWAN B
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa semua pernyataan dalam laporan akhir yang berjudul:
”Menentukan Persediaan BBM yang Tepat Melalui Metode EOQ Probabilistik (Studi Kasus SPBU XYZ di Kabupaten Bogor)”
merupakan hasil karya saya sendiri, dengan arahan dari Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka Laporan Akhir ini.
Bogor, Juli 2011
iii
ABSTRACT
ANDRY KURNIAWAN B. Determining the Right Fuel Inventory by EOQ Probabilistic Methods (Case Study XYZ Gas Station in Bogor). Supervised by MA’MUN SARMA as Chairman, and NORA H. PANDJAITAN as member
Frequency of fuel ordering at XYZ gas station was irregular because it was decided based on estimated needs. It caused sometimes the tank could be empty or over stock. This condition results in difficulty to predict the provision of funds for fuel payment. According to this problem, it was necessary to analyse the influence of stock volume and total of fuel sale on fuel ordering at XYZ gas station. The objectives of this study were : a) to identify profile and controlling process of fuel inventory at XYZ gas station, b) to analyse cost parameter which influenced fuel ordering, c) to determine optimum of fuel ordering; and d) to determine the right time for fuel ordering. Primary datas were collected by using questionnaires and secondary data were consist of total receipts, sales and stocks of premium, pertamax and diesel (solar) fuel in 2008, and its prices in 2008. Analysis was done by EOQ probabilistic methods.
The analysis result by EOQ probabilistic method showed that the premium optimum order was 23.942 lt. According to the capacity of tank trucks carrying fuel, then the premium ordering by XYZ gas station was 24,000 kl. Solar products showed optimum order value of 10.933 lt. In accordance with the capacity of tank trucks carrying fuel, then diesel fuel ordering was 8,000 kl. Optimum order for pertamax product was 2.484 lt. The capacity of the lowest fuel tank truck was 8.000 lt, so the value of pertamax ordering was 8.000 lt. It means that every time pertamax excess would be 5.516 lt and this condition would increase cost savings for pertamax inventory. This was additional costs that must be accepted by XYZ gas station due to limitations of Pertamina fuel tank truck capacity.The result analysis showed that premium ordering was done when premium stock in the inventory tank was 24.008 lt, or when solar stock in the inventory tank was 12.682 lt for solar ordering and when pertamax stock in the inventory tank was 1.534 lt for pertamax ordering.
iv
Metode EOQ Probabilistik (Studi Kasus SPBU XYZ di Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh Ma’mun Sarma sebagai ketua dan Nora H. Pandjaitan sebagai anggota.
Pelaksanaan operasional Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sangat tergantung pada penerimaan, penjualan serta stok BBM. Melalui ketiga aktivitas utama inilah SPBU menjalankan bisnisnya. Frekuensi penerimaan tidak teratur karena umumnya didasarkan pada perkiraan kebutuhan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya stok tangki kosong atau berlebih. Kondisi ini berdampak pada kesulitan dalam memperkirakan kebutuhan dana untuk pembayaran BBM. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna melihat pengaruh jumlah stok dan penjualan BBM terhadap keputusan penerimaan BBM oleh pengusaha SPBU.
Tujuan penelitian ini adalah a) Mengidentifikasi profil dan proses pengendalian persediaan BBM di SPBU XYZ, b) Mengetahui komponen biaya yang berpengaruh dalam penebusan BBM SPBU XYZ, c) Menentukan jumlah pemesanan persediaan BBM yang optimum, dan d) Menentukan saat pesan persediaan yang tepat untuk penebusan BBM. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner mengenai profil dan karakteristik SPBU. Data Sekunder mencakup data-data kuantitatif yaitu : data jumlah penerimaan, penjualan dan stok produk premium, pertamax dan solar selama tahun 2008, serta data harga ke tiga jenis BBM tersebut selama tahun 2008. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode EOQ (economic order quantity) probabilistik.
Parameter yang digunakan di SPBU XYZ dalam menentukan jumlah pemesanan BBM adalah pertama melalui prediksi penjualan, ke dua menentukan minimal stok yang harus ada di dalam tangki pendam dan ketiga adalah menentukan frekuensi maksimal pemesanan dalam waktu satu minggu adalah dua kali. Pemesanan juga harus disesuaikan dengan kapasitas muatan tangki truk atau kontainer yang akan digunakan sebagai sarana transportasi pengangkut BBM dari depot Pertamina ke SPBU. Biaya persediaan SPBU XYZ terdiri dari biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kehabisan persediaan. Total biaya persediaan yang paling tinggi adalah untuk produk premium. Hal ini terjadi karena dibandingkan dengan produk solar dan pertamax, frekuensi pemesanan premium adalah yang paling tinggi yaitu hampir setiap hari,.
v
pertamax. Tambahan biaya ini merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh SPBU XYZ yang disebabkan oleh terbatasnya kapasitas angkut truk tangki BBM Pertamina. Pemesanan ulang premium yang tepat adalah pada saat ketersediaan stok di tangki pendam sebesar 24.008 lt. Pemesanan ulang solar SPBU XYZ yang tepat adalah pada saat kondisi persediaan tersisa sebesar 12.682 lt, sedangkan pemesanan ulang pertamax yang optimum dapat dilakukan pada saat jumlah stok persediaan pertamax sebesar 1.534 lt.
vi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
vii
MENENTUKAN PERSEDIAAN BBM YANG TEPAT MELALUI METODE EOQ PROBABILISTIK (STUDI KASUS SPBU XYZ di KABUPATEN BOGOR)
ANDRY KURNIAWAN B
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
viii
Nama Mahasiswa : Andry Kurniawan B, SP
Nomor Pokok : F.052054145
Menyetujui, Juli 2011
Komisi Pembimbing,
Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MS. MEc Dr.Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA
(Ketua) (Anggota)
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil Menengah
Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing,DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
ix
PRAKATA
Puji Syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
kasihNya, sehingga laporan akhir ini yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil
Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat
diselesaikan.
Disadari bahwa laporan akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai
pihak. Oleh sebab itu, disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MEc selaku ketua Komisi Pembimbing atas
pengarahan, bimbingan, dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian
laporan akhir.
2. Dr.Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA selaku anggota Komisi Pembimbing atas
pengarahan dan bimbingannya.
3. Ir. Pramono D. Fewidarto, MS selaku dosen penguji luar komisi, yang telah
memberikan bimbingan tentang teori persediaan.
4. Seluruh staf administrasi dan dosen pengajar PS MPI IPB yang telah
membantu dan membuka cakrawala dan wawasan untuk menggali informasi
lebih mendalam dalam proses penyampaian materi studi.
5. Manajemen SPBU XYZ yang telah memberikan kesempatan dan data untuk
penyelesaian laporan akhir ini.
6. Teman-teman di unit Penjualan BNI KCU Bogor dan teman terdekat atas
semangat serta dukungan yang diberikan selama kuliah sampai penyusunan
laporan akhir ini selesai.
7. Ayahanda Waluyo (alm) dan ibunda Sri Subekti Ningsih untuk dukungan
yang telah diberikan.
8. Rekan-rekan MPI Angkatan VII untuk kebersamaan dan masukan yang
x
tidak langsung.
Diharapkan laporan akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi
semua pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun
akan diterima bagi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.
Bogor, Juli 2011
xi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 10 Mei 1976 sebagai putra dari
Bapak Waluyo, BSc (alm) dan Ibu Hj. Sri Subektiningsih, SPd. Pendidikan
Sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian Institut Pertanian Bogor dan
lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2006 penulis diterima di Program Studi
Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Pada tahun 2000 penulis diterima bekerja di Lembaga Bioteknologi Atma
Jaya Jakarta. Pada tahun 2002 penulis diterima bekerja di PT. Alfa Retailindo Tbk
di Jakarta dan pada tahun 2003 diterima bekerja di PT. Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk. Penulis ditempatkan di Cabang Bogor sebagai Customer Service.
Pada tahun 2005 penulis dipindahkan ke unit Dalam Negeri dan Kliring dan sejak
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 4
1.3. Tujuan Penelitian... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)... 5
2.2. SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum)... 6
2.3. Bahan Bakar Minyak (BBM)... 8
2.4. Persediaan... 11
2.5. Pengambilan keputusan... 18
2.6. Pasar Bisnis... 21
2.7. Kajian Penelitian Terdahulu... 26
III. METODE KAJIAN 3.1 Pengumpulan Data... 29
3.2 Metode Analisis... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Perusahaan……….. 32
4.2 Persedian BBM SPBU XYZ ……….……….. 32
4.3 Pengendalian Persediaan Bahan Baku SPBU XYZ ...….………... 34
4.4 Analisa Biaya Persediaan BBM SPBU XYZ ……...……….. 37
4.5 Kondisi Usulan Pengendalian Persediaan..……….. 43
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...……….. 52
5.2 Saran...……….……….. 52
DAFTAR PUSTAKA ... 54
xii
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Data Penerimaan BBM SPBU XYZ tahun 2008... 3
2. Tipe SPBU... 7
3. Biaya Initial Fee SPBU... 7
4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina... 12
5. Data Ringkasan Bahan Bakar Premium Tahun 2008... 35
6. Data Ringkasan Bahan Bakar Solar Tahun 2008... 36
7. Data Ringkasan Bahan Bakar Pertamax Tahun 2008... 37
8. Komponen Biaya Pemesanan BBM SPBU XYZ... 38
9. Komponen Biaya Penyimpanan BBM SPBU XYZ... 40
xiii
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Pola kerjasama SPBU-Pertamina... 6
2. Tangki Pendam BBM SPBU... 11
3. Standard Tangki SPBU Pertamina... 11
4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina... 12
5. Model Deterministik vs Probabilistik... 15
6. Masalah Persediaan... 16
7. Masalah Kehabisan Persediaan dan Persediaan Cadangan dalam Masa Teng gang... 19
8. Purchase Decision Making... 20
9. Aktivitas Pembelian Bisnis... 23
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Hasil Kuesioner... ... 57
2. Biaya Operasional SPBU XYZ... 59
3. Data Penjualan, Stok, Penerimaan dan Harga Premium Tahun 2008……..…... 61 4. Data Penjualan, Stok, Penerimaan dan Harga Solar Tahun 2008……..…... 68 5. Data Penjualan, Stok, Penerimaan dan Harga Pertamax Tahun 2008……..…... 76 6. Analisa Harapan Pemakaian Premium Data Penjualan Januari–November 2008 83 7. Analisa Harapan Pemakaian Solar Data Penjualan Januari – November 2008… 90 8. Analisa Harapan Pemakaian Pertamax Data Penjualan Januari–November2008 97 9. Analisa Persediaan Cadangan Premium Data Penjualan Januari – November 2008...…...….... 104 10. Analisa Persediaan Cadangan Solar Data Penjualan Januari – November
2008...…..….. 111 11. Analisa Persediaan Cadangan Pertamax Data Penjualan Januari – November 2008...…...…..….. 118
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan
Pemerintah, lembaga-lembaga di sektor keuangan dan pelaku-pelaku usaha.
Pemerintah sebagai pembuat dan pengatur kebijakan diharapkan dapat
memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha, sehingga pelaku usaha mampu
memanfaatkan kebijakan dan melaksanakan kegiatan usaha dengan lancar. Hal ini
nantinya dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Salah satu pelaku usaha
yang memiliki peranan penting namun terlupakan di Indonesia.
UMKM tidak selalu berperan hanya sebagai pendukung dalam kontribusi
ekonomi nasional. UMKM memiliki beberapa permasalahan yang dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: Pertama Permasalahan dasar seperti
keterbatasan modal, SDM, pengembangan produk, dan akses pemasaran; Kedua,
UMKM terutama usaha menengah yang telah memiliki baik akses keuangan
maupun pemasaran, menghadapi permasalahan lanjutan (advanced problems),
antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya
pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar,
permasalahan hukum yang menyangkut perijinan, hak paten, prosedur kontrak
penjualan, serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor; Ketiga, Di antara
basic problems dan advanced problems ada permasalahan antara (intermediate
problems), yang terkait dengan penyelesaian masalah-masalah dasar, antara lain
dalam hal prosedur perijinan, perpajakan, agunan dan hukum. Dengan
pemahaman terhadap permasalahan di atas, solusi dan penanganannyapun
seharusnya berbeda.
Indonesia sebagai negara penghasil minyak bumi memiliki tingkat konsumsi
BBM melebihi 60 milyar liter per tahun dengan konsumsi dari sektor transportasi
sebesar 40 % dari kuota BBM yang ditetapkan pemerintah, dan sebesar 80 % dari
konsumsi tersebut berasal dari konsumsi transportasi darat. Usaha Pemerintah
mengurangi subsidi menimbulkan reaksi besar dari masyarakat. Namun di sisi lain
justru mengundang para investor untuk melakukan bisnis penyaluran BBM di
2
adanya dorongan liberalisasi hilir oleh UU Migas No 22/2001. Para pengusaha
dapat berinvestasi pada SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) sebagai
salah satu lembaga penyalur BBM. Pertamina dalam memberikan ijin
pembangunan dan pengoperasian SPBU pada para pengusaha, memiliki berbagai
persyaratan diantaranya kelayakan investasi dengan masa kembali modal
(payback period) selama 5 tahun operasi dan margin keuntungan 5%. Oleh karena
itu perlu dilakukan penelitian valuasi ekonomi bisnis penyaluran BBM melalui
SPBU.
Bisnis usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) adalah salah
satu bentuk bisnis yang termasuk dalam UMKM yang bergerak dalam jasa
pelayanan penjualan BBM serta produk Pertamina. Bisnis SPBU merupakan
bisnis yang menjanjikan dengan perputaran dana dan keuntungan yang pasti.
SPBU merupakan usaha yang membutuhkan modal investasi besar, dengan
pendapatan yang besar dan bersifat likuid. Modal yang dibutuhkan tergantung
pada lahan calon lokasi SPBU dan rencana bisnis yang akan dijalankan.
Melalui model matematis yang dianalisis, diketahui bahwa dengan margin
keuntungan yang berlaku sekarang (5%), belum dapat secara keseluruhan
memberi nilai keuntungan yang baik pada bisnis penyaluran BBM SPBU. Untuk
bertahan pada margin 5% tersebut, sebuah SPBU harus mengembangkan sumber
pendapatan lain (non BBM) agar dapat memperoleh tambahan nilai ekonomi yang
baik (Maya 2006).
SPBU XYZ sebagai lokasi studi kasus terletak di Cibinong merupakan salah
satu SPBU di Kabupaten Bogor yang merupakan SPBU percontohan
PERTAMINA, sudah berdiri sejak tahun 1986 dan terletak di lokasi jalur strategis
di lintas utama Jakarta-Bogor. Pada Tabel 1 disajikan data penerimaan BBM
SPBU XYZ selama tahun 2008 untuk produk premium, solar dan pertamax.
Pelaksanaan operasional SPBU sangat tergantung oleh penerimaan,
penjualan serta stok BBM. Melalui ketiga aktivitas utama inilah SPBU
menjalankan bisnisnya. Pemenuhan kebutuhan penerimaan BBM SPBU berasal
didasarkan pada perkiraan kebutuhan yang ditunjukkan Tabel 1 di mana nilai
penerimaan tiap bulan sangat berfluktuasi. Selain itu frekuensi pemesanan
penerimaan BBM yang dilakukan tidak teratur, sehingga muncul permasalahan
pada persediaan stok BBM di tangki yaitu adanya akumulasi nilai penguapan yang
besar jika BBM terlalu lama tersimpan di dalam tangki. Persediaan stok yang
tidak terkontrol juga sering menyebabkan terjadinya kondisi yaitu run-outs bila
tangki stok BBM sampai kosong/habis dan retains mengacu pada kondisi jika
stok persediaan BBM di tangki SPBU belum bisa diisi oleh truk pengirim karena
BBM yang tersisa masih cukup banyak.
Tabel 1. Data Penerimaan BBM SPBU XYZ tahun 2008
Sumber : Laporan Tahunan SPBU XYZ
Permasalahan lain yang muncul dengan nilai penerimaan yang kurang
terencana yaitu bagaimana menentukan waktu yang tepat untuk melakukan
pemesanan penerimaan BBM. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna melihat
pengaruh jumlah stok dan penjualan BBM terhadap keputusan penerimaan BBM
oleh pengusaha atau pengelola SPBU. Astana (2007) menyatakan bahwa
persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan, yang akan digunakan untuk Bulan Premium (lt) Solar (lt) Pertamax (lt)
Januari 587.000 144.000 16.000
Februari 587.000 128.000 16.000
Maret 587.000 144.000 16.000
April 613.000 160.000 16.000
Mei 685.000 160.000 16.000
Juni 613.000 160.000 8.000
Juli 648.000 156.800 8.000
Agustus 648.000 156.800 8.000
September 672.000 156.800 16.000
Oktober 620.000 110.299 16.000
November 476.000 142.200 32.000
4
memenuhi tujuan tertentu, misalnya akan digunakan dalam proses produksi.
Persediaan berpengaruh terhadap besarnya biaya operasi, sehingga kesalahan
dalam mengelola persediaan akan mengurangi keuntungan. Perusahaan sering kali
mengalami masalah persediaan, persediaan terlalu banyak atau sebaliknyab terjadi
kekurangan. Kedua kondisi tersebut mengakibatkan timbulnya biaya yang besar,
sehingga diperlukan manajemen persediaan untuk menganalisa tingkat persediaan
yang optimum.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang ditemui dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Berapa jumlah pemesanan BBM setiap kali melakukan penebusan ?
2. Kapan saat melakukan pemesanan persediaan BBM yang tepat ?
3. Kondisi persediaan stok run-out, retains dan penguapan yang
merugikan.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi profil dan proses pengendalian persediaan BBM di
SPBU XYZ.
2. Mengetahui komponen biaya yang berpengaruh dalam penebusan
BBM SPBU XYZ.
3. Menentukan jumlah pemesanan yang optimum persediaan BBM yang
optimum.
2.1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam
ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun
dari segi penciptaan lapangan kerja. Usaha kecil atau mikro adalah usaha dengan
jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar. Usaha
menengah yaitu usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1
milyar - Rp. 50 milyar. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor
Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop &
UKM), usaha kecil termasuk usaha rumah tangga atau mikro pada tahun 2000
meliputi 99,9 % dari total usaha-usaha yang ada di Indonesia, sedangkan usaha
menengah meliputi 0,14 % dari total jumlah usaha kecil di Indonesia.
Selain penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif, program-program
pengembangan UKM yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai
ditinggalkan, sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan
program UKM yang berorientasi pasar yang didasarkan atas pertimbangan
efisiensi dan kebutuhan UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus
dari program ini yakni pertumbuhan UKM yang efisien ditentukan oleh
pertumbuhan produktivitas UKM yang berkelanjutan, dan nantinya akan
mendorong pertumbuhan UKM yang berkelanjutan. Secara lebih spesisfik Ratna
(2007) membagi fokus pengembangan UKM baru yang berorientasi pasar tersebut
dalam empat unsur pokok, yaitu: (1) pengembangan lingkungan bisnis yang
kondusif bagi UKM; (2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang bisa
memberikan akses kredit yang lebih mudah kepada UKM atas dasar transparansi;
(3) pelayanan jasa-jasa pengembangan bisnis non-finansial kepada UKM yang
lebih efektif; dan (4) pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya
atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri.
Kriteria usaha menengah sebagai berikut (INPRES No 10,1999) :
a) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp l0.000.000.000.00 (sepuluh miliar
6
b) Milik warga negara Indonesia;
c) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai dan berafiliasi baik langsung maupun tidak Iangsung
dengan usaha besar;
d) Berbentuk usaha orang perseorangan. badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum.
2.2. SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum)
SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan
prasarana umum yang disediakan oleh PT. Pertamina untuk masyarakat luas guna
memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar
sejenis premium, solar dan pertamax. SPBU merupakan usaha yang
membutuhkan modal investasi besar, dengan pendapatan yang besar dan bersifat
likuid. Modal yang dibutuhkan tergantung pada lahan calon lokasi SPBU dan
rencana bisnis yang akan dilaksanakan. Kontrak kerjasama berlaku selama
minimal 15 tahun, dengan masa pembaruan kontrak setiap 5 tahun sekali. Pola
baru kemitraan yang ditawarkan Pertamina seperti ditunjukkan Gambar 1 adalah
saling menguntungkan kepada semua pihak. Prinsip keterbukaan, kecepatan dan
kualitas pelayanan, dan proyeksi keuntungan yang atraktif menjadi falsafah.
Sumber: Pola Kerja Sama Pertamina, 2007
Gambar 1. Pola Kerjasama SPBU-Pertamina
Bentuk kerjasama yang di tawarkan oleh Pertamina dapat dibedakan atas :
- DODO (Dealer Owned Dealer Operated), SPBU DODO PT. Pertamina adalah
SPBU milik swasta, baik lahan, investasi, maupun operasionalnya.
PERTAMINA SPBU
- CODO (Company Owned Dealer Operated), SPBU CODO PT. Pertamina
merupakan SPBU sebagai bentuk kerjasama antara PT. Pertamina dengan
pihak-pihak tertentu. Antara lain kerjasama pemanfaatan lahan milik
perusahaan ataupun individu untuk di bangun SPBU PT. Pertamina.
Dalam pembangunan sebuah SPBU, luas minimal lahan tergantung dari
letak lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan yang akan
dibangun SPBU terletak di jalan besar/utama, maka luas lahan yang harus dimiliki
minimal 2500 m². SPBU dibedakan atas 5 tipe yaitu tipe A,B,C,D dan E seperti
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Tipe SPBU
KOMPONEN TIPE A TIPE B TIPE C TIPE D TIPE E
Minimal Ukuran Lahan (m²) 2500 1600 1225 900 700
Min Lebar Muka Jalan (m) 50 40 35 30 20
Selang (Jumlah) Min. 26 20 – 25 16 - 20 10 - 16 Max 10 Kapasitas Tangki Min (kl) Min. 160 kl Min. 140 kl Min. 100 kl Min. 80 kl Min. 60 kl
Tabel 3 menunjukkan bahwa setiap 5 tahun SPBU harus membayar Initial
Fee ke Pertamina yang jumlah nya berdasarkan perkiraan volume penjualan yang
telah disepakati. Jumlah Initial Fee telah ditetapkan oleh Pertamina berdasarkan
tipe SPBU .
Tabel 3. Biaya Initial Fee SPBU
TYPE SPBU PERKIRAAN VOLUME PENJUALAN INITIAL FEE (Rp.) SPBU TYPE A Volume Penjualan > 35 kl 800.000.000,- SPBU TYPE B 25 kl < Volume Penjualan < 35 kl 650.000.000,- SPBU TYPE C 20 kl < Volume Penjualan < 25 kl 500.000.000,- SPBU TYPE D 15 kl < Volume Penjualan < 20 kl 350.000.000,- SPBU TYPE E Volume Penjualan < 15 kl 250.000.000,-
Sistem informasi SPBU merupakan program aplikasi komputer untuk bisa
mengotomasikan sistem pelaporan SPBU. Baik laporan harian maupun
8
pertamax dan solar) yang diperoleh dari kalkulasi data meteran dan pengukuran
volume tangki. Dengan sistem itu, petugas SPBU hanya perlu memasukkan data
meteran awal dan meteran akhir setiap pompa (per shift atau per hari). Lalu sistem
akan otomatis menghitung jumlah pengeluaran yang dilakukan, untuk selanjutnya
dicetak ke dalam bentuk laporan harian. Selain informasi stok BBM, dapat pula
diketahui berapa deviasi antara stok berdasarkan catatan/meteran dan stok
berdasarkan pengukuran fisik. Dengan demikian, rekapitulasi penjualan BBM
selama satu bulan dibandingkan dengan jumlah stok BBM yang dimiliki serta
harga pokok penjualannya (HPP) dan margin laba/rugi bisa terkelola dengan baik.
(Pertamina 2009)
Melalui model matematis yang dianalisis, diketahui bahwa dengan margin
keuntungan yang berlaku sekarang (5%), belum dapat secara keseluruhan
memberi nilai keekonomian yang baik pada bisnis penyaluran BBM SPBU. Untuk
bertahan pada margin 5% tersebut, sebuah SPBU harus mengembangkan sumber
pendapatan lain (non BBM) agar dapat memberi nilai ekonomi yang baik. Margin
5% hanya dapat memberi nilai ekonomi yang baik bagi SPBU yang didirikan
dekat jalan tol dengan tambahan pendapatan (non BBM) dari pengoperasian “Convinience Store Bright Pertamina” dan atau “Pertamina Service Speed Station”, dua konsep bisnis yang ditawarkan Pertamina sebagai bisnis pendukung SPBU. Margin yang memberikan nilai ekonomi yang baik tanpa adanya usaha
pengilangan minyak bumi maupun minyak yang berasal dari nabati. Produk yang
dikategorikan sbagai BBM adalah prduk seperti bensin, minyak diesel (solar),
minyak tanah, avtur dan avigas. BBM adalah satu-satunya komoditas yang
mendapatkan perlakuan khusus, di mana harga BBM terus disubsidi agar dapat
terjangkau oleh masyarakat luas dan ketersediaannya di seluruh pelosok tanah air
dijamin oleh pemerintah. (Siahaan, 2008). BBM yang dipasarkan di Indonesia
2.3.1. Bahan Bakar Bensin
Jenis bahan bakar minyak bensin merupakan nama umum untuk beberapa
jenis BBM yang diperuntukkan kepada mesin dengan pembakaran menggunakan
perapian. Di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis bahan bakar bensin yang
memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini
dihitung berdasarkan RON (Research Octane Number). Berdasarkan nilai
tersebut BBM bensin yang ada di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis yaitu ;
RON 88, RON 92, dan RON 95.
Bahan bakar RON 88 adalah bahan bakar minyak jenis destilat berwarna
kekuningan yang jernih. Penggunaan bahan bakar premium pada umumnya adalah
bahan bakar kendaraan bermotor bermesisn bensin antara lain : mobil, motor, dan
motor tempel. Bahan bakar ini juga sering disebut gasoline atau petrol. Bahan
bakar RON 88 ini di Indonesia hanya dijual oleh pihak SPBU Pertamina yaitu
dengan nama premium.
2.3.2. Bahan Bakar Pertamax
Bahan bakar yang memiliki RON 92 adalah bahan bakar yang ditujukan
untuk kendaraan bermotor yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar
beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Bahan bakar RON 92 ini dikeluarkan
oleh pihak Pertamina dengan nama pertamax di SPBU Petronas dengan nama
Primax 92 dan SPBU Shell dengan nama Shell Super.
Bahan bakar yang memiliki RON 95 merupakan jenis BBM yang telah
memenuhi standar World Wide Fuel Charter (WWFC) ditujukan untuk kendaraan
yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar
beroktan tinggi dan ramah lingkungan. Pertamaxplus sangat direkomendasikan
untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio lebih dari 10.5 dan juga
menggunakan teknologi Electronic Fuel Injection (EFI), Variable Valve Timing
Intellegent (VVTi), Variable Timing Intellegent (VVTi), Turbochargers dan
catalytic converters. Bahan bakar RON 95 ini dikeluarkan SPBU PERTAMINA
dengan nama Pertamax Plus, SPBU Petronas dengan nama Primax 92 dan SPBU
10
2.3.3. Bahan Bakar Solar
Minyak Solar (HSD), High Speed Diesel (HSD) merupakan BBM jenis
solar yang memiliki angka performa octane number mencapai 45, jenis BBM ini
umumnya digunakan untuk mesin transportasi diesel yang umum dipakai dengan
sistem injeksi pompa mekanik (injection pump) dan electronic injection. Jenis
BBM ini diperuntukkan untuk jenis kendaraan bermotor transportasi dan mesin
industri. Minyak solar atau Automotive Diesel Oil (ADO) sebagai salah satu hasil
kilang minyak merupakan bahan bakar destilasi menengah (middle destilate) yang
sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya bahan bakar minyak
(BBM) untuk bahan bakar di sektor transportasi, industri dan kelistrikan di
Indonesia. Sekitar 10 tahun terakhir dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2004,
penggunaan minyak solar diperkirakan mencapai rata-rata lebih 41 persen dari
total penggunaan BBM dalam negeri.
Minyak solar sebenarnya adalah BBM yang diperuntukkan untuk sektor
transportasi. Namun dalam kenyataannya bahan bakar tersebut banyak pula yang
dipergunakan untuk sektor-sektor lainnya seperti sektor industri dan pembangkit
listrik. Selama sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 1994 sampai dengan tahun
2004 total kebutuhan minyak solar untuk semua sektor meningkat dengan
pertumbuhan rata-rata sekitar lima persen per tahun, sehingga total kebutuhan atau
penggunaan minyak solar tersebut meningkat lebih dari 1,5 kali lipat selama
periode tersebut. Sesuai dengan peruntukkannya, sebagian besar dari dari minyak
solar dipergunakan untuk sektor transportasi, disusul untuk sektor industri dan
pembangkit listrik. Meskipun pangsa penggunaan minyak solar untuk sektor
pembangkit listrik paling kecil, namun kebutuhan minyak solar pada sektor
tersebut yang paling pesat pertumbuhannya, yaitu meningkat lebih dari sembilan
persen per tahun, sedangkan kebutuhan minyak solar pada sektor transportasi dan
industri, masing-masing hanya meningkat 4,26 persen dan 4,69 persen per tahun.
Sahlan (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengukuran
kapasitas bahan bakar pada tangki pendam di sebuah SPBU seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3, merupakan suatu hal mutlak yang harus
dilakukan, yaitu untuk mengetahui persediaan bahan bakar dalam tangki.
dikarenakan pengukuran kapasitas bahan bakar dalam tangki pendam SPBU
dilakukan manual. Pengukuran dengan menggunakan sensor merupakan salah satu
alternatif yang dapat digunakan dalam proses pengukuran kapasitas tangki. Salah
satu sensor yang dapat digunakan dalam pengukuran kapasitas bahan bakar dalam
tangki pendam SPBU yaitu dengan menggunakan potensiometer yang hasilnya
ditampilkan secara visual secara ke dalam layer. Ukuran tangki pendam BBM
SPBU disajikan pada Tabel 4.
Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa
Gambar 2. Tangki Pendam BBM SPBU
Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa
12
Tabel 4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina
Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa
Kamarga (2008) mengungkapkan bahwa SPBU juga menimbulkan polusi
udara akibat penguapan bensin yang terjadi pada tangki timbun maupun dispenser.
Polusi udara tersebut dapat menimbulkan bahaya kebakaran, bahaya kesehatan,
maupun kerugian ekonomi. Untuk itu, perlu dikembangkan sebuah sistem vapor
recovery yang dapat mengurangi polusi udara sekaligus me-recover kehilangan
akibat penguapan bensin yang tidak terkendali tersebut.
2.4. Persediaan
Inventory atau persediaan adalah barang-barang yang berada di gudang
atau dalam proses produksi (Work in Process) yang digunakan untuk mendukung
kesuksesan manufaktur sebuah produk dan mendistribusikannya ke konsumen.
Inventory dapat berupa produk jadi yang siap dijual, produk pelengkap atau
produk pendukung, produk setengah jadi atau dapat juga berupa bahan mentah
(Fogarty, 1991).
Inventory pada kenyataannya memakan tempat untuk penyimpanan,
memerlukan perlakuan tertentu atau handling, dapat menjadi usang dan
mengalami penurunan, memerlukan asuransi, dikenakan beban pajak, dan
terkadang juga dapat hilang atau dicuri. Dan pada kasus tertentu inventory hanya
akan meningkatkan biaya tanpa meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu
dibutuhkan Inventory Management, yaitu suatu pendekatan untuk mengatur aliran
produk dalam sebuah supply chain dan mendapatkan level pelayanan yang
dibutuhkan dengan biaya yang dapat diterima. Pergerakan dan aliran produk
chain, sehingga bila aliran itu terhenti, maka biaya akan bertambah. Oleh karena
itu bila memungkinkan, maka inventory akan dibuat sekecil mungkin.
Mulyana (2007) menyatakan bahwa, persediaan adalah bahan atau barang
yang disimpan untuk digunakan memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat
berbentuk bahan mentah, bahan penolong, barang dalam proses maupun barang
jadi. Sebagai salah satu asset penting perusahaan pengelolaan persediaan pun
memperoleh perhatian dari manajemen. Tanpa persediaan sama sekali adalah
tidak baik dan persediaan banyak sekali juga itu tidak baik. Unsur biaya yang
terdapat dalam persediaan diklasifikasikan menjadi tiga.yaitu biaya pemesanan,
biaya penyimpanan dan biaya kekurangan persediaan. Biaya pemesanan
dikeluarkan terkait aktifitas pemesanan bahan atau barang sejak dari penempatan
pemesanan sampai tersedia di gudang. Dalam kegiatan produksi biaya pemesanan
ini disebut set up costs atau biaya untuk menyiapkan mesin-mesin proses
manufaktur dari suatu rencana produksi. Selain biaya pemesanan dalam
persediaan pun terkandung biaya penyimpanan. Yang termasuk dalam biaya
penyimpanan diantaranya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji
pelaksana pergudangan, biaya listrik. Biaya penyimpanan dalam keberadaannya
dapat sebagai persentase dari rata-rata per tahun maupun rupiah per tahun per unit
barang. Sedangkan biaya kekurangan persediaan ini timbul sebagai akibat tidak
adanya persediaan pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini bukan
biaya riil melainkan suatu kehilangan kesempatan termasuk di dalamnya karena
proses produksi terhenti dari sebab tidak ada persediaan dalam proses, biaya
administrasi tambahan, tertundanya permintaan, bahkan pelanggan yang kabur.
Biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya kekurangan persediaan terkandung
di dalam persediaan.
Oka Sudana (2007), menyampaikan bahwa sistem Informasi Manajemen
Inventory adalah sistem informasi yang mengelola data transaksi dan persediaan
dalam gudang. Perusahaan yang bergerak dibidang produksi umumnya
memerlukan Sistem Inventory. Sistem Inventory biasanya terdiri dari Sistem
Penerimaan Barang, Sistem Pembelian Barang dan Sistem Gudang. Sistem ini
14
barang, pembelian barang, penerimaan barang dan informasi lain secara cepat dan
akurat, selain itu sistem dapat mempermudah kerja user.
Siswanto (2007), menyatakan bahwa salah satu persoalan manajemen
yang potensial adalah persediaan. Dalam hal ini, istilah persediaan mencakup
persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam
proses, dan persediaan barang jadi. Manajemen yang tidak baik terhadap
persediaan bisa berakibat serius terhadap organisasi. Kondisi situasi serba pasti
dan tidak pasti yang dihadapi oleh manajemen memunculkan model-model
persediaan deterministik dan nir-deterministik. Pengelompokan ini murni
dipengaruhi oleh karakteristik permintaan dan waktu pesanan datang.
Berdasarkan dua karakteristik utama parameter-parameter masalah
persediaan, yaitu tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan,
model-model persediaan dibedakan menjadi Model Deterministik dan Model
Probablistik (Gambar 5). Kelompok model Deterministik ditandai oleh
karakteristik tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan yang bisa
diketahui sebelumnya secara pasti. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua
parameter itu tidak diketahui secara pasti sebelumnya sehingga harus didekati
dengan distribusi probabilitas, maka hal itu menandai Model Probabilistik.Tujuan
yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah persediaan adalah
meminimumkan biaya total persediaan. Biaya-biaya yang digunakan dalam
analisis adalah :
a. Biaya Pesan (Ordering Cost)
Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pemesanan suatu barang. Biaya
biaya pembuatan surat, telepon, fax dan biaya-biaya overhead lain yang secara
proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan.
b. Biaya simpan (Carrying Cost)
Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan barang. Sewa
gudang, premi asuransi, biaya keamanan, dan biaya-biaya overhead lain yang
relevan atau timbul karena proses penyimpanan suatu barang. Dalam hal ini,
jelas sekali bahwa biaya-biaya tetap muncul meskipun persediaan tidak ada
c. Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost)
Biaya kehabisan persediaan timbul pada saat persediaan habis atau tidak
tersedia. Termasuk dalam kategori ini adalah kerugian karena mesin berhenti,
atau karyawan tidak bekerja, peluang yang hilang untuk memperoleh
keuntungan.
d. Biaya Pembelian (Purchase Cost)
Biaya pembelian timbul pada saat pembelian suatu barang. Secara sederhana
biaya-biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya yang harus
dikeluarkan untuk membayar pembelian barang.
Sumber : Siswanto (2007)
Gambar 5. Model Deterministik vs Probabilistik
Namun demikian Gambar 6 menunjukkan, biaya-biaya yang digunakan
tersebut muncul karena proses pengendalian persediaan sehingga relevan
digunakan sebagai parameter model persediaan. Kesalahan dalam penggunaan
atau proses penetapan kategori biaya-biaya tersebut sebagai parameter model akan Masalah-masalah
persediaan
Deterministik Probabilistik
1. P System
2. Q System
3. EOQ dasar
4. EOQ potongan
pembelian
5. EOQ back Order
6. EPQ
7. Wagner and Within
8. Silver and Meal
9. MRP
1. Analisis Marginal 2. EOQ Probabilistik 3. Simulasi
16
mengakibatkan kesalahan dalam proses pembuat keputusan manajemen
persediaan.
Sumber : Siswanto 2007
Gambar 6. Masalah Persediaan
Model-model persediaan probabilistik ditandai oleh perilaku permintaan
D(j) dan lead time L yang tidak dapat diketahui sebelumnya secara pasti sehingga
perlu didekatidengan distribusi probabilitas. Jika salah satu bersifat probabilistik,
maka asumsi pesanan datang pada saat persediaan habis mungkin tidak terpenuhi.
Masalah kehabisan persediaan Ketika salah satu demand (permintaan) atau lead
time (saat tenggang pesan) tidak bisa diketahui secara pasti sebelumnya, ada tiga
kemungkinan yang akan terjadi yaitu persediaan habis ketika pesanan tiba,
persediaan habis tepat pada saat pesanan tiba dan persediaan belum habis saat
pesanan tiba.
Keempat kasus di atas telah memberi gambaran bagaimana perilaku
permintaan (demand) dan saat pesanan datang (lead time), yang menyimpang dari
perkiraan semula, bisa membawa akibat yang merugikan. Ini dapat berupa
kehabisan atau kelebihan persediaan. Oleh karena itu, jalan keluar untuk
mengantisipasi penyimpangan itu perlu dibentuk cadangan keras (iron stock) atau
safety stock melalui pendekatan distribusi probabilitas. Persediaan Cadangan
(safety stock) yaitu ketika permintaan (demand) selama periode kedatangan
Masalah-masalah Persediaan
Peminimuman biaya total persediaan
Biaya Pesan Biaya Pembelian
Biaya Simpan Biaya Kehabisan
pesanan (lead time) tidak bisa diketahui sebelumnya secara pasti, maka deviasi
kapan persediaan dibutuhkan dan kapan persediaan datang harus diketahui.
Distribusi normal akan digunakan untuk menggambarkan perilaku penyimpangan
tersebut.
Model Probabilistik
Berbeda dengan EOQ model deterministik, model EOQ probabilistik
memperhitungkan perilaku permintaan dan tenggang waktu pesanan datang (lead
time) yang tidak pasti atau tidak bisa ditentukan sebelumnya secara pasti. Perilaku
yang selalu berubah itu membawa akibat pada timbulnya masalah kehabisan
persediaan, dimana sebagai jalan keluarnya, persediaan cadangan atau safety
stock diadakan.
Ketidakpastian permintaan dan tenggang waktu pesanan memunculkan
dua masalah baru. Pertama, keinginan untuk membangun persediaan cadangan
yang tentu saja akan menimbulkan tambahan jenis biaya baru yang belum
diperhitungkan oleh model EOQ dasar, yaitu biaya persediaan cadangan yang
bersifat tetap. Kedua, jika persediaan cadangan tidak diadakan maka kehabisan
persediaan akan menimbulkan biaya sebagai akibat berhentinya sistem, penurunan
produktivitas, dan lain-lain. Kedua jenis biaya itu tentu saja berlawanan arah. Jika
persediaan cadangan semakin besar, maka sebaliknya biaya kehabisan persediaan
akan semakin kecil. Perlu ditambahkan kedua biaya tersebut sehingga berubah
menjadi :
BTP = DS + Q h + BS + BKP Q 2
Di mana :
BTP = Biaya Total Persediaan (Rp)
D = Kebutuhan (lt)
Q = Jumlah yang dipesan setiap kali pesanan dibuat (lt)
S = Biaya pemesanan setiap kali pesanan dibuat (Rp)
h = Biaya penyimpanan setiap unit persediaan (Rp)
BS = Biaya Simpan (Rp)
18
Kehabisan persediaan disebabkan oleh kemungkinan tingkat pemakaian
persediaan yang berbeda dari yang direncanakan atau tenggang waktu pesanan
yang berbeda dari yang telah dijanjikan, maka besar kecilnya biaya kehabisan
persediaan atau BKP sangat tergantung kepada sampai seberapa besar peluang
kehabisan persediaan selama masa tenggang pesanan.
BKP = DBK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki) Q
Dimana :
BK = Biaya Kehabisan Persedian per unit (Rp)
Ki = Kebutuhan masa tenggang
SP = Saat Pesan Ulang
P = Siklus Pesan Ulang
Biaya simpan dalam probabilistik terdiri atas dua macam. Pertama, biaya
simpan untuk setiap siklus pesanan. Kedua, biaya simpan persediaan cadangan
BS = h (SP – HP)
HP = Harapan pemakaian masa tenggang pesan
Biaya total persediaan untuk model probabilistik adalah :
BTP = DS + Q h + h (SP – HP) + DBK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki)
Q 2 Q
Q optimal model probabilistik adalah :
Q = (S + BK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki)
h
2.5. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah proses yang dikembangkan secara bertahap
dan sistematis. Artinya memiliki kriteria yang sistematis melalui sistem-sistem
prosedur tertentu yang jelas dan teratur. Suatu kriteria yang baik haruslah yang
dapat memenuhi tiga syarat berikut :mempunyai suatu ukuran atau nilai yang jelas
untuk pengambilan keputusan yang tepat, dapat digunakan untuk menilai berbagai
alternatif pilihan, dapat dengan mudah dihitung dan dijabarkan. (Nasendi dan
Gambar 7. Masalah Kehabisan Persediaan dan Persediaan Cadangan dalam Masa Tenggang (Siswanto 2007)
Hasil kajian Kusumawardani (2007), menunjukkan penilaian kepada
prinsip pendekatan faktual dalam mengambil keputusan oleh pemilik perusahaan pada IKM ”ChiDe Wrougt Iron Design”adalah pada rentang kriteria setuju yaitu fakta yang terjadi antara lain kebijakan dan rencana kerja perusahaan didasarkan
pada data dan informasi yang riil di lapangan, perusahaan menggunakan data
statistik sebelum mengambil keputusan seperti data tingkat penjualan.
Suardi (2001) menyatakan keputusan yang efektif didasarkan kepada hasil
analisis data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Langkah-langkah
yang digunakan dalam menerapkan prinsip ini adalah :
1. Melakukan pengujian serta pengumpulan data dan informasi.
2. Memastikan data dan informasi yang akurat, dapat dipercaya.
3. Menganalisis data dan informasi dengan metode yang benar.
4. Memahami penggunaan teknik statistik.
5. Membuat keputusan dan menindaklanjutinya berdasarkan hasil analisis dan
pengalaman.
Menurut Hawkins et al. (2007), terdapat tiga tipe proses pembelian yaitu:
nominal decision making, limited decision making dan extended decision making
(Gambar 8). Nominal decision making dapat juga digambarkan sebagai proses
pembelian yang berdasarkan kebiasaan (habitual decision making) yang dalam
Q
Q
HP
SP K
Persediaan Tersedia
Persediaan Cadangan
20
proses pembeliannya tidak melalui tahap evaluasi alternatif. Limited decision
making merupakan tahap-tahap proses pembelian yang memerlukan adanya
evaluasi alternatif atas produk/jasa yang akan dibeli, pencarian informasi dapat
bersumber dari internal dan atau eksternal dan adanya tahap evaluasi alternatif
sebelum tahap pembelian dilakukan. Sedangkan extended decision making
merupakan suatu proses pembelian yang melalui tahap-tahap pembelian yang
lebih kompleks seperti pada tahap evaluasi alternatif dan tahap penilaian setelah
pembelian yang dapat menghasilkan ketidaksesuaian antara harapan dan
kenyataan terhadap produk atau jasa yang dibeli.
Gambar 8. Purchase Decision Making (Hawkins et al., 2007)
Secara garis besar tahap-tahap proses pembelian melalui beberapa tahap sebagai
berikut :
a. Pengenalan Kebutuhan (problem recognition)
Tahapan pengenalan kebutuhan mulai dirasakan konsumen ketika adanya
ketidaksesuaian antara keadaaan aktual (situasi konsumen sekarang) dengan
b. Pencarian Informasi (information search)
Pencarian informasi adalah suatu aktivitas yang termotivasi dari pengetahuan
yang tersimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau perolehan informasi
dari lingkungan (pencarian eksternal). Sumber-sumber informasi dapat bersumber
dari:
1. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan.
2. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, agen, kemasan, pajangan.
3. Sumber publik: media massa, organisasi penilai konsumen.
4. Sumber pengalaman: ingatan, penanganan.
c. Evaluasi Alternatif (alternative evaluation)
Evaluasi alternatif adalah dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan
membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhannya.
d. Keputusan Pembelian (purchase)
Tahap ini dimana konsumen harus mengambil keputusan mengenai apa yang
dibeli, dimana membeli, kapan akan membeli dan bagaimana cara membayarnya.
e. Evaluasi Setelah Pembelian (postpurchase)
Evaluasi dilakukan setelah proses pembelian terjadi. Hasil evaluasi setelah
pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Jika konsumen merasa
puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap
pembelian selanjutnya.
2.6. Pasar Bisnis
Pasar bisnis meliputi semua perusahaan /organisasi yang membeli barang
dan jasa untuk digunakan dalam proses produksi barang dan jasa lainnya, atau
untuk dijual kembali demi memperoleh keuntungan. Bila dibandingkan dengan
pasar konsumen, pasar bisnis biasanya mempunyai unit pembelian yang lebih
sedikit namun lebih besar, dan lebih berkonsentrasi secara geografis. Permintaan
bisnis merupakan turunan,biasanya inelastis, dan lebih berfluktuasi. Lebih banyak
pembeli yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan pembelian, dan
pembeli bisnis lebih terlatih serta lebih professional daripada pembeli konsumen.
Secara umum, pengambilan keputusan pembelian bisnis lebih kompleks, dan
proses pembeliannnya lebih formal daripada pembelian konsumen (Kotler dan
22
Karakter pasar bisnis adalah pada struktur dan permintaan pasar, sifat unit
pembelian (the nature of buying unit) dan tipe keputusan dan proses pengambilan
keputusan yang terkait.
Stuktur dan permintaan pemasaran pasar bisnis mencakup :
- Pembeli pasar bisnis berjumlah lebih sedikit namun lebih besar
- Pelanggan bisnis lebih berkonsentrasi secara geografis
- Permintaan pembeli bisnis berasal /diturunkan dari permintaan
konsumen akhir
- Permintaan dalam kebanyakan pasar bisnis lebih inelastis (tidak terlalu
dipengaruhi perubahan harga dalam jangka pendek)
- Permintaan dalam pasar bisnis lebih berfluktuasi dan lebih cepat.
Sifat unit pembelian pasar bisnis mencakup :
- Pembelian bisnis melibatkan lebih banyak pembeli
- Pembelian bisnis melibatkan proses pembelian yang lebih profesional
Tipe keputusan dan proses pembelian mencakup :
- Pembeli bisnis biasanya menghadapi keputusan pembelian yang lebih
kompleks
- Proses pembelian bisnis lebih formal
- Dalam pembelian bisnis,pembeli dan penjual bekerja sama lebih erat
dan membangun hubungan jangka panjang yang lebih dekat.
Pada model perilaku pembeli bisnis pemasaran dan rangsangan lain
mempengaruhi perusahaan pembeli, dan menimbulkan tanggapan tertentu dari
pembeli. Sebagaimana pembelian pelanggan, Rangsangan pemasaran untuk
pembelian bisnis terdiri dari 4P : product (produk), price (harga), place
(tempat/distribusi), dan promotion (promosi). Rangsangan lain termasuk
kekuatan-kekuatan utama dalam lingkungan : ekonomis, teknologis, politis,
budaya, dan kompetitif. Rangsangan-rangsangan ini memasuki perusahaan dan
berubah menjadi tanggapan pembeli : pilihan produk dan jasa;pilihan pemasok;
kuantitas pesanan; dan perjanjian pembelian, pelayanan, dan pembayaran.
Dalam perusahaan, aktivitas pembelian terdiri dari dua bagian utama :
pusat pembelian, yang terdiri dari semua orang yang terlibat dalam pengambilan
memperlihatkan bahwa pusat pembelian dan proses pengambilan keputusan
pembelian dipengaruhi baik oleh faktor-faktor organisasional, antarpribadi, dan
individual, maupun oleh faktor lingkungan (Gambar 9).
Gambar 9. Aktivitas Pembelian Bisnis
Terdapat tiga tipe utama kondisi pembelian (buying situation), salah satu
sisi ekstremnya adalah straight rebuy (pembelian kembali langsung), yang
merupakan keputusan rutin. Sisi ekstrem yang lain adalah new task (tugas baru),
yang mungkin memerlukan riset mendalam. Di tengah-tengah adalah modified
rebuy (pembelian kembali yang dimodifikasi), yang membutuhkan riset sedikit.
Kondisi straight rebuy, kondisi pembelian bisnis pada waktu pembelian secara
rutin memesan kembali sesuatu tanpa modifikasi sama sekali. Kondisi modified
rebuy, kondisi pembelian bisnis pada saat pembeli ingin memodifikasi spesifikasi
produk, harga, perjanjian-perjanjian atau pemasok. Kondisi new task, sebuah
kondisi pembelian pada saat pembeli membeli produk atau jasa pada pertama
kalinya (Kotler dan Amstrong, 2001).
Menurut Kotler dan Armstrong (2001), unit pengambilan keputusan dalam
perusahaan pembeli disebut pusat pembelian (buying center), yaitu semua
individu dan unit yang berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan bisnis.
Pusat pembelian termasuk semua anggota perusahaan yang memainkan salah satu
24
- Users (para pengguna) adalah para anggota perusahaan yang akan
menggunakan produk atau jasa tersebut. Pengguna memulai dengan proposal
pembelian dan membantu mendefinisikan spesifikasi produk.
- Influencers (pihak-pihak yang berpengaruh) sering membantu menentukan
spesifikasi dan juga menyediakan informasi untuk penilaian beberapa
alternatif. Personil teknis merupakan influencers yang cukup penting.
- Buyers (para pembeli) mempunyai otoritas formal untuk memilih pemasok
dan menentukan perjanjian pembelian. Para pembeli sering membantu
membentuk spesifikasi produk, namun peran utama mereka adalah memilih
vendor dan bernegosiasi.
- Deciders (para pengambil keputusan) mempunyai kekuasaan formal dan
informal untuk memilih atau menyetujui pemasok akhir. Pada pembelian yang
rutin, pembeli sering juga merupakan pengambil keputusan (deciders), atau
paling tidak merupakan pihak yang meyetujui keputusan tersebut (approvers).
- Gatekeepers (penjaga gerbang) mengendalikan aliran informasi kepada yang
lain. Sebagai contoh, agen-agen pembelian sering mempunyai otoritas untuk
mencegah orang-orang penjualan (salespersons) menemui para pengguna atau
para pengambil keputusan. Gatekeepers lainnya meliputi personil teknis dan
bahkan para sekretaris pribadi.
Pusat pembelian bukanlah unit yang tetap dan diidentifikasikan secara
formal dalam perusahaan pembeli, namun merupakan seperangkat peran
pembelian yang dimainkan oleh orang-orang yang berbeda untuk pembelian yang
berbeda-beda.
Gambar 10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembeli Bisnis
Pengaruh-pengaruh besar pada perilaku pembeli bisnis (Gambar 10) yaitu :
- Faktor Lingkungan, Para pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan ekonomi masa kini dan masa datang, seperti tingkat permintaan
primer, prospek ekonomi dan biaya memegang uang. Saat ketidakpastian
ekonomi meningkat,para pembeli bisnis tidak membuat investasi baru dan
berusaha mengurangi inventori mereka. Faktor lingkungan yang semakin
penting adalah kekurangan bahan baku utama. Banyak perusahaan sekarang
lebih bersedia membeli dan menyimpan lebih banyak inventori bahan-bahan
langka untuk menjamin kecukupan pasokan.
- Faktor-faktor Organisasional, Setiap organisasi pembelian memiliki tujuan,
kebijakan, prosedur, struktur dan sistem sendiri-sendiri. Tren organisasi
dalam area pembelian, yang pertama adalah upgrade purchasing (pembelian
uang meningkat). Tekanan persaingan mengubah dari purchasing department
(departemen pembelian) yang menekankan pada pembelian dengan harga
semurah-murahnya menjadi procurement department (departemen
pemerolehan). Perusahaan juga bergerak menuju centralized purchasing
(pembelian yang terpusat). Pembelian terpusat memberikan kekuatan
pembelian yang lebih kepada perusahaan, sehingga dapat menghemat banyak.
- Faktor-faktor Antarpribadi, Pusat pembelian biasanya melibatkan banyak
partisipan yang saling mempengaruhi.
- Faktor-faktor Individual, Faktor individual dipengaruhi oleh karakter pribadi
seperti umur, pendapatan, pendidikan, identifikasi profesional, kepribadian
dan sikap dalam menghadapi resiko.
Proses pembelian bisnis mencakup (Kotler dan Amstrong, 2001) :
- Pengenalan masalah
- Deskripsi kebutuhan secara umum
- Spesifikasi Produk
- Pencarian Pemasok
- Spesifikasi rutin pemesanan
26
2.7. Kajian Penelitian Terdahulu
Kusuma (2010) mengungkapkan bahwa sistem akuisisi data monitoring
level pada realplant dengan menggunakan 2 sensor level sebagai alat ukur dan
penerima data input pada tangki yang berbeda serta mikrokontroler sebagai
kontroler,output akhir sistem akuisisi data ini pada tampilan LCD. Pada sistem
akuisisi data ini diperoleh respon hasil dari alat yang dibuat. Akurasi alat rata-rata
99% dan error rata-rata 1%, sedangkan sensitivitas 1,58 dimana saat data dibaca
dan diolah bekerja maksimal. Perbandingan antara tinggi dan diameter tangki
sangat berpengaruh pada kemampuan kerja sensor.
Isnarti (2008) merumuskan sebuah model dinamis yang disebut sebagai
Dynamic Integrated Inventory and Distribution Problem (DIIDP). Pada model
statis semua informasi mengenai inventory level dan laju demand dari retailer
harus diketahui sebelum memutuskan jadwal dan rute pengiriman. Pada keadaan
yang dinamis, supplier harus lebih responsif. Pemasok harus memenuhi
permintaan pengiriman baru yang diterima selama kendaraan telah
diberangkatkan. Tujuan model DIIDP adalah meminimumkan biaya distribusi
dengan menjamin tidak terjadi stock out.
Untuk penerapan model, dibuat metode heuristik yang mengkombinasikan
algoritma Tabu Search dan Nearest Neighbor. Kemudian dilakukan evaluasi
performansi heuristik yang dijalankan berdasarkan kondisi nyata Instalasi
Surabaya Group (ISG) Pertamina. ISG Pertamina adalah supplier yang
bertanggung jawab untuk melakukan pengisian BBM di SPBU. Hasil percobaan
numerik menunjukkan bahwa metode heuristik mampu bekerja dengan baik untuk
melakukan pengaturan rute ulang jadwal dan rute kendaraan sehingga
meminimumkan biaya distribusi.
Ardhanarysvari (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
merancang strategi distribusi yang baru dengan menerapkan Inventory Routing
Problem (IRP) guna meminimumkan total cost. PT Petrokimia Gresik yang
menentukan besarnya quantity delivery yang optimal, interval waktu pengiriman
yang tepat, serta rute kendaraan yang terbaik ke masing-masing kios. Dengan
menerapkan konsep IRP tersebut, maka kios tidak perlu lagi mengelola inventory
sistem distribusi dengan menggunakan konsep IRP dapat mengurangi total cost
sebesar Rp 403.437,- per hari atau Rp 145.237.606,- per tahun, dengan melakukan
pengiriman pupuk sebanyak 3 kali dalam periode 6 hari dan dalam jumlah yang
sama. Hasil tersebut diperoleh setelah melalui fase inisialisasi dan fase
improvement.
Menurut Meinardy (2007), tingkat inventory yang tinggi pada gudang
bahan baku PT. X menjadi permasalahan dan menyebabkan terhambatnya modal
kerja perusahaan, perputaran bahan baku rendah, dan biaya inventory yang tinggi.
PT. X yang berlokasi di Sidoarjo adalah sebuah perusahaan Food and Beverage
dengan produk utama Kerupuk. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan
pengaturan tingkat inventory pada gudang bahan baku sehingga tercapai suatu
kondisi yang sesuai dengan kebutuhan PT. X yaitu tingkat inventory yang rendah
dan mampu mendukung kegiatan produksi.Dengan data tahun-tahun sebelumnya
yang dimiliki oleh PT. X, dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku dan
pengaturan tingkat inventory dengan menggunakan MRP, serta dilakukan
perkiraan tingkat permintaan untuk setiap produk PT. X yang akan datang.
Dengan demikian PT. X memiliki tingkat inventory bahan baku yang lebih rendah
daripada sebelumnya, dalam jumlah yang tepat, dan tentunya dengan biaya yang
relatif lebih rendah dari sebelumnya.
Astana (2007) melakukan perencanaan kebutuhan material dengan metode
MRP yang penerapannya diawali dengan melakukan peramalan akan jumlah
permintaan / produksi untuk waktu yang akan datang. Peramalan tersebut
menggunakan metode Moving Average WithLinear trend dan Single Eksponential
Smoothing With Linear Trend. Dengan mengetahui harga bahan penyusun, data
kebutuhan material, stuktur produk, dan biaya untuk persediaan material,
kemudian dilakukan perbandingan biaya perencanaan persediaan dengan
menggunakan metode Lot For Lot (LFL), Fixed Period Requirement (FPR), Fixed
Order Quantity (FOQ). Metode ini diterapkan di PT Torsina Redikon, dan dari
ketiga metode tersebut dipilih metode yang menghasilkan biaya paling minimum.
Dari analisa yang dilakukan, teknik lot size Lot For Lot (LFL) menghasilkan
28
Beberapa mekanisme dan rancangan basis data tetap mengacu pada sistem
yang telah ada sehingga proses-proses pada aplikasi sistem akan relatif sama.
Sistem ini dapat memberikan informasi permintaan barang ke gudang (store
requisition), pengeluaran barang (stock transfer), permintaan pembelian barang
(purchase requisition), pembelian barang (purchase order), penerimaan barang
(receiving), Informasi mengenai barang yang telah rusak (spoil), pengembalian
barang (retur) dan informasi inventory lainnya. Rancangan basis data
menggunakan dua database untuk menanggulangi masalah volume data transaksi.
Setiap akhir tahun akan dilakukan backup transaksi, yaitu pemindahan data
transaksi dari database aktif ke database history sehingga beban volume data
transaksi pada database aktif akan berkurang dan sistem dapat bekerja lebih cepat.
3.1.1 Lokasi dan Waktu
Lokasi kajian utama adalah SPBU XYZ di Cibinong Bogor, Jawa Barat.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2009 dengan
mengambil data bulan Januari – Desember tahun 2008.
3.1.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : (1) Studi kepustakaan
(eksplorasi), (2) Pengamatan langsung di SPBU,(3) Membuat daftar pertanyaan
(kuesioner) dan wawancara dengan manajemen perusahaan. Bentuk kuesioner
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil kuisioner mengenai profil dan karakteristik SPBU.
Data Sekunder mencakup data-data kuantitatif, yaitu :
- Data harian jumlah penjualan premium, pertamax dan solar tahun 2008
- Data harian jumlah penerimaan premium, pertamax dan solar tahun 2008
- Data harian jumlah stok premium, pertamax dan solar selama tahun 2008
- Data harga premium, solar dan pertamax selama tahun 2008
3.2 Metode Analisis
3.2.1 Deskriptif Kualitatif
Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif terhadap karakteristik
responden SPBU dan proses pengendalian persediaan BBM SPBU. Hal ini
dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data dari hasil
kuesioner sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum.
3.2.2 Analisis data
Dalam penelitian ini analisis data kuantitatif dilakukan dengan metode EOQ
Probabilistik (Siswanto, 2007) dengan asumsi :
- Perilaku penerimaan tidak pasti
30
I. Harapan Pemakaian dalam Masa Pesan (HP) dihitung dengan persamaan : HP = ∑ ((X (Y/n))
Dimana :
X = penjualan per hari (lt),Januari – November 2008 Y = frekuensi kemunculan data
n = jumlah data
II. Pemesanan optimal (Q)dihitung dengan persamaan :
Bila diasumsikan bahwa peluang kehabisan persediaan adalah nol maka : ∑(ki - SP) P (Ki) = 0 sehingga :
Di mana :
Q = Jumlah yang dipesan setiap kali pesanan dibuat (lt)
D = Kebutuhan (lt)
S = Biaya pemesanan setiap kali pesanan dibuat (Rp.)
h = Biaya penyimpanan setiap unit persediaan (Rp.)
III. Peluang Kehabisan Persediaan P(KP) dihitung dengan persamaan :
Dimana :
P (KP) = Peluang kehabisan persediaan
BKP = Biaya kehabisan persediaan (Rp.)
Didapatkan nilai peluang kehabisan persediaan P (KP) yang pada kurva normal
menunjukkan nilai z atau faktor keamanan. Nilai faktor keamanan ini selanjutnya
IV. Persediaan cadangan dihitung dengan persamaan :
Persediaan Cadangan = Faktor keamanan X σ
Faktor keamanan sudah diketahui yaitu sebesar z. Nilai σ didapatkan dari perhitungan :
σ = ∑(Xi – X)2 n
dimana :
Xi = data penjualan per hari (lt), Januari – November 2008
X = jumlah total penjualan di bagi dengan jumlah hari penjualan (lt)
N = jumlah data
V. Saat Pesan Ulang Ekonomis
Saat Pesan Ulang ekonomis diperkirakan dengan persamaan :
Saat Pesan Ulang = Persediaan Cadangan (l) + Harapan Pemakaian Persediaan