• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determining the Right Fuel Inventory by EOQ Probabilistic Methods (Case Study XYZ Gas Station in Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determining the Right Fuel Inventory by EOQ Probabilistic Methods (Case Study XYZ Gas Station in Bogor)"

Copied!
265
0
0

Teks penuh

(1)

MENENTUKAN PERSEDIAAN BBM YANG TEPAT

MELALUI METODE EOQ PROBABILISTIK (STUDI KASUS SPBU XYZ di KABUPATEN BOGOR)

ANDRY KURNIAWAN B

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa semua pernyataan dalam laporan akhir yang berjudul:

”Menentukan Persediaan BBM yang Tepat Melalui Metode EOQ Probabilistik (Studi Kasus SPBU XYZ di Kabupaten Bogor)”

merupakan hasil karya saya sendiri, dengan arahan dari Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka Laporan Akhir ini.

Bogor, Juli 2011

(3)

iii

ABSTRACT

ANDRY KURNIAWAN B. Determining the Right Fuel Inventory by EOQ Probabilistic Methods (Case Study XYZ Gas Station in Bogor). Supervised by MA’MUN SARMA as Chairman, and NORA H. PANDJAITAN as member

Frequency of fuel ordering at XYZ gas station was irregular because it was decided based on estimated needs. It caused sometimes the tank could be empty or over stock. This condition results in difficulty to predict the provision of funds for fuel payment. According to this problem, it was necessary to analyse the influence of stock volume and total of fuel sale on fuel ordering at XYZ gas station. The objectives of this study were : a) to identify profile and controlling process of fuel inventory at XYZ gas station, b) to analyse cost parameter which influenced fuel ordering, c) to determine optimum of fuel ordering; and d) to determine the right time for fuel ordering. Primary datas were collected by using questionnaires and secondary data were consist of total receipts, sales and stocks of premium, pertamax and diesel (solar) fuel in 2008, and its prices in 2008. Analysis was done by EOQ probabilistic methods.

The analysis result by EOQ probabilistic method showed that the premium optimum order was 23.942 lt. According to the capacity of tank trucks carrying fuel, then the premium ordering by XYZ gas station was 24,000 kl. Solar products showed optimum order value of 10.933 lt. In accordance with the capacity of tank trucks carrying fuel, then diesel fuel ordering was 8,000 kl. Optimum order for pertamax product was 2.484 lt. The capacity of the lowest fuel tank truck was 8.000 lt, so the value of pertamax ordering was 8.000 lt. It means that every time pertamax excess would be 5.516 lt and this condition would increase cost savings for pertamax inventory. This was additional costs that must be accepted by XYZ gas station due to limitations of Pertamina fuel tank truck capacity.The result analysis showed that premium ordering was done when premium stock in the inventory tank was 24.008 lt, or when solar stock in the inventory tank was 12.682 lt for solar ordering and when pertamax stock in the inventory tank was 1.534 lt for pertamax ordering.

(4)

iv

Metode EOQ Probabilistik (Studi Kasus SPBU XYZ di Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh Ma’mun Sarma sebagai ketua dan Nora H. Pandjaitan sebagai anggota.

Pelaksanaan operasional Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sangat tergantung pada penerimaan, penjualan serta stok BBM. Melalui ketiga aktivitas utama inilah SPBU menjalankan bisnisnya. Frekuensi penerimaan tidak teratur karena umumnya didasarkan pada perkiraan kebutuhan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya stok tangki kosong atau berlebih. Kondisi ini berdampak pada kesulitan dalam memperkirakan kebutuhan dana untuk pembayaran BBM. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna melihat pengaruh jumlah stok dan penjualan BBM terhadap keputusan penerimaan BBM oleh pengusaha SPBU.

Tujuan penelitian ini adalah a) Mengidentifikasi profil dan proses pengendalian persediaan BBM di SPBU XYZ, b) Mengetahui komponen biaya yang berpengaruh dalam penebusan BBM SPBU XYZ, c) Menentukan jumlah pemesanan persediaan BBM yang optimum, dan d) Menentukan saat pesan persediaan yang tepat untuk penebusan BBM. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner mengenai profil dan karakteristik SPBU. Data Sekunder mencakup data-data kuantitatif yaitu : data jumlah penerimaan, penjualan dan stok produk premium, pertamax dan solar selama tahun 2008, serta data harga ke tiga jenis BBM tersebut selama tahun 2008. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode EOQ (economic order quantity) probabilistik.

Parameter yang digunakan di SPBU XYZ dalam menentukan jumlah pemesanan BBM adalah pertama melalui prediksi penjualan, ke dua menentukan minimal stok yang harus ada di dalam tangki pendam dan ketiga adalah menentukan frekuensi maksimal pemesanan dalam waktu satu minggu adalah dua kali. Pemesanan juga harus disesuaikan dengan kapasitas muatan tangki truk atau kontainer yang akan digunakan sebagai sarana transportasi pengangkut BBM dari depot Pertamina ke SPBU. Biaya persediaan SPBU XYZ terdiri dari biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kehabisan persediaan. Total biaya persediaan yang paling tinggi adalah untuk produk premium. Hal ini terjadi karena dibandingkan dengan produk solar dan pertamax, frekuensi pemesanan premium adalah yang paling tinggi yaitu hampir setiap hari,.

(5)

v

pertamax. Tambahan biaya ini merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh SPBU XYZ yang disebabkan oleh terbatasnya kapasitas angkut truk tangki BBM Pertamina. Pemesanan ulang premium yang tepat adalah pada saat ketersediaan stok di tangki pendam sebesar 24.008 lt. Pemesanan ulang solar SPBU XYZ yang tepat adalah pada saat kondisi persediaan tersisa sebesar 12.682 lt, sedangkan pemesanan ulang pertamax yang optimum dapat dilakukan pada saat jumlah stok persediaan pertamax sebesar 1.534 lt.

(6)

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

vii

MENENTUKAN PERSEDIAAN BBM YANG TEPAT MELALUI METODE EOQ PROBABILISTIK (STUDI KASUS SPBU XYZ di KABUPATEN BOGOR)

ANDRY KURNIAWAN B

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

viii

Nama Mahasiswa : Andry Kurniawan B, SP

Nomor Pokok : F.052054145

Menyetujui, Juli 2011

Komisi Pembimbing,

Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MS. MEc Dr.Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA

(Ketua) (Anggota)

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing,DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(9)

ix

PRAKATA

Puji Syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

kasihNya, sehingga laporan akhir ini yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil

Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat

diselesaikan.

Disadari bahwa laporan akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai

pihak. Oleh sebab itu, disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MEc selaku ketua Komisi Pembimbing atas

pengarahan, bimbingan, dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian

laporan akhir.

2. Dr.Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA selaku anggota Komisi Pembimbing atas

pengarahan dan bimbingannya.

3. Ir. Pramono D. Fewidarto, MS selaku dosen penguji luar komisi, yang telah

memberikan bimbingan tentang teori persediaan.

4. Seluruh staf administrasi dan dosen pengajar PS MPI IPB yang telah

membantu dan membuka cakrawala dan wawasan untuk menggali informasi

lebih mendalam dalam proses penyampaian materi studi.

5. Manajemen SPBU XYZ yang telah memberikan kesempatan dan data untuk

penyelesaian laporan akhir ini.

6. Teman-teman di unit Penjualan BNI KCU Bogor dan teman terdekat atas

semangat serta dukungan yang diberikan selama kuliah sampai penyusunan

laporan akhir ini selesai.

7. Ayahanda Waluyo (alm) dan ibunda Sri Subekti Ningsih untuk dukungan

yang telah diberikan.

8. Rekan-rekan MPI Angkatan VII untuk kebersamaan dan masukan yang

(10)

x

tidak langsung.

Diharapkan laporan akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi

semua pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun

akan diterima bagi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.

Bogor, Juli 2011

(11)

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 10 Mei 1976 sebagai putra dari

Bapak Waluyo, BSc (alm) dan Ibu Hj. Sri Subektiningsih, SPd. Pendidikan

Sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian Institut Pertanian Bogor dan

lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2006 penulis diterima di Program Studi

Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Pada tahun 2000 penulis diterima bekerja di Lembaga Bioteknologi Atma

Jaya Jakarta. Pada tahun 2002 penulis diterima bekerja di PT. Alfa Retailindo Tbk

di Jakarta dan pada tahun 2003 diterima bekerja di PT. Bank Negara Indonesia

(Persero) Tbk. Penulis ditempatkan di Cabang Bogor sebagai Customer Service.

Pada tahun 2005 penulis dipindahkan ke unit Dalam Negeri dan Kliring dan sejak

(12)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)... 5

2.2. SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum)... 6

2.3. Bahan Bakar Minyak (BBM)... 8

2.4. Persediaan... 11

2.5. Pengambilan keputusan... 18

2.6. Pasar Bisnis... 21

2.7. Kajian Penelitian Terdahulu... 26

III. METODE KAJIAN 3.1 Pengumpulan Data... 29

3.2 Metode Analisis... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Perusahaan……….. 32

4.2 Persedian BBM SPBU XYZ ……….……….. 32

4.3 Pengendalian Persediaan Bahan Baku SPBU XYZ ...….………... 34

4.4 Analisa Biaya Persediaan BBM SPBU XYZ ……...……….. 37

4.5 Kondisi Usulan Pengendalian Persediaan..……….. 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...……….. 52

5.2 Saran...……….……….. 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(13)

xii

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Data Penerimaan BBM SPBU XYZ tahun 2008... 3

2. Tipe SPBU... 7

3. Biaya Initial Fee SPBU... 7

4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina... 12

5. Data Ringkasan Bahan Bakar Premium Tahun 2008... 35

6. Data Ringkasan Bahan Bakar Solar Tahun 2008... 36

7. Data Ringkasan Bahan Bakar Pertamax Tahun 2008... 37

8. Komponen Biaya Pemesanan BBM SPBU XYZ... 38

9. Komponen Biaya Penyimpanan BBM SPBU XYZ... 40

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Pola kerjasama SPBU-Pertamina... 6

2. Tangki Pendam BBM SPBU... 11

3. Standard Tangki SPBU Pertamina... 11

4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina... 12

5. Model Deterministik vs Probabilistik... 15

6. Masalah Persediaan... 16

7. Masalah Kehabisan Persediaan dan Persediaan Cadangan dalam Masa Teng gang... 19

8. Purchase Decision Making... 20

9. Aktivitas Pembelian Bisnis... 23

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Hasil Kuesioner... ... 57

2. Biaya Operasional SPBU XYZ... 59

3. Data Penjualan, Stok, Penerimaan dan Harga Premium Tahun 2008……..…... 61 4. Data Penjualan, Stok, Penerimaan dan Harga Solar Tahun 2008……..…... 68 5. Data Penjualan, Stok, Penerimaan dan Harga Pertamax Tahun 2008……..…... 76 6. Analisa Harapan Pemakaian Premium Data Penjualan Januari–November 2008 83 7. Analisa Harapan Pemakaian Solar Data Penjualan Januari – November 2008… 90 8. Analisa Harapan Pemakaian Pertamax Data Penjualan Januari–November2008 97 9. Analisa Persediaan Cadangan Premium Data Penjualan Januari – November 2008...…...….... 104 10. Analisa Persediaan Cadangan Solar Data Penjualan Januari – November

2008...…..….. 111 11. Analisa Persediaan Cadangan Pertamax Data Penjualan Januari – November 2008...…...…..….. 118

(16)

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan

Pemerintah, lembaga-lembaga di sektor keuangan dan pelaku-pelaku usaha.

Pemerintah sebagai pembuat dan pengatur kebijakan diharapkan dapat

memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha, sehingga pelaku usaha mampu

memanfaatkan kebijakan dan melaksanakan kegiatan usaha dengan lancar. Hal ini

nantinya dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Salah satu pelaku usaha

yang memiliki peranan penting namun terlupakan di Indonesia.

UMKM tidak selalu berperan hanya sebagai pendukung dalam kontribusi

ekonomi nasional. UMKM memiliki beberapa permasalahan yang dapat

dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: Pertama Permasalahan dasar seperti

keterbatasan modal, SDM, pengembangan produk, dan akses pemasaran; Kedua,

UMKM terutama usaha menengah yang telah memiliki baik akses keuangan

maupun pemasaran, menghadapi permasalahan lanjutan (advanced problems),

antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya

pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar,

permasalahan hukum yang menyangkut perijinan, hak paten, prosedur kontrak

penjualan, serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor; Ketiga, Di antara

basic problems dan advanced problems ada permasalahan antara (intermediate

problems), yang terkait dengan penyelesaian masalah-masalah dasar, antara lain

dalam hal prosedur perijinan, perpajakan, agunan dan hukum. Dengan

pemahaman terhadap permasalahan di atas, solusi dan penanganannyapun

seharusnya berbeda.

Indonesia sebagai negara penghasil minyak bumi memiliki tingkat konsumsi

BBM melebihi 60 milyar liter per tahun dengan konsumsi dari sektor transportasi

sebesar 40 % dari kuota BBM yang ditetapkan pemerintah, dan sebesar 80 % dari

konsumsi tersebut berasal dari konsumsi transportasi darat. Usaha Pemerintah

mengurangi subsidi menimbulkan reaksi besar dari masyarakat. Namun di sisi lain

justru mengundang para investor untuk melakukan bisnis penyaluran BBM di

(17)

2

adanya dorongan liberalisasi hilir oleh UU Migas No 22/2001. Para pengusaha

dapat berinvestasi pada SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) sebagai

salah satu lembaga penyalur BBM. Pertamina dalam memberikan ijin

pembangunan dan pengoperasian SPBU pada para pengusaha, memiliki berbagai

persyaratan diantaranya kelayakan investasi dengan masa kembali modal

(payback period) selama 5 tahun operasi dan margin keuntungan 5%. Oleh karena

itu perlu dilakukan penelitian valuasi ekonomi bisnis penyaluran BBM melalui

SPBU.

Bisnis usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) adalah salah

satu bentuk bisnis yang termasuk dalam UMKM yang bergerak dalam jasa

pelayanan penjualan BBM serta produk Pertamina. Bisnis SPBU merupakan

bisnis yang menjanjikan dengan perputaran dana dan keuntungan yang pasti.

SPBU merupakan usaha yang membutuhkan modal investasi besar, dengan

pendapatan yang besar dan bersifat likuid. Modal yang dibutuhkan tergantung

pada lahan calon lokasi SPBU dan rencana bisnis yang akan dijalankan.

Melalui model matematis yang dianalisis, diketahui bahwa dengan margin

keuntungan yang berlaku sekarang (5%), belum dapat secara keseluruhan

memberi nilai keuntungan yang baik pada bisnis penyaluran BBM SPBU. Untuk

bertahan pada margin 5% tersebut, sebuah SPBU harus mengembangkan sumber

pendapatan lain (non BBM) agar dapat memperoleh tambahan nilai ekonomi yang

baik (Maya 2006).

SPBU XYZ sebagai lokasi studi kasus terletak di Cibinong merupakan salah

satu SPBU di Kabupaten Bogor yang merupakan SPBU percontohan

PERTAMINA, sudah berdiri sejak tahun 1986 dan terletak di lokasi jalur strategis

di lintas utama Jakarta-Bogor. Pada Tabel 1 disajikan data penerimaan BBM

SPBU XYZ selama tahun 2008 untuk produk premium, solar dan pertamax.

Pelaksanaan operasional SPBU sangat tergantung oleh penerimaan,

penjualan serta stok BBM. Melalui ketiga aktivitas utama inilah SPBU

menjalankan bisnisnya. Pemenuhan kebutuhan penerimaan BBM SPBU berasal

(18)

didasarkan pada perkiraan kebutuhan yang ditunjukkan Tabel 1 di mana nilai

penerimaan tiap bulan sangat berfluktuasi. Selain itu frekuensi pemesanan

penerimaan BBM yang dilakukan tidak teratur, sehingga muncul permasalahan

pada persediaan stok BBM di tangki yaitu adanya akumulasi nilai penguapan yang

besar jika BBM terlalu lama tersimpan di dalam tangki. Persediaan stok yang

tidak terkontrol juga sering menyebabkan terjadinya kondisi yaitu run-outs bila

tangki stok BBM sampai kosong/habis dan retains mengacu pada kondisi jika

stok persediaan BBM di tangki SPBU belum bisa diisi oleh truk pengirim karena

BBM yang tersisa masih cukup banyak.

Tabel 1. Data Penerimaan BBM SPBU XYZ tahun 2008

Sumber : Laporan Tahunan SPBU XYZ

Permasalahan lain yang muncul dengan nilai penerimaan yang kurang

terencana yaitu bagaimana menentukan waktu yang tepat untuk melakukan

pemesanan penerimaan BBM. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna melihat

pengaruh jumlah stok dan penjualan BBM terhadap keputusan penerimaan BBM

oleh pengusaha atau pengelola SPBU. Astana (2007) menyatakan bahwa

persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan, yang akan digunakan untuk Bulan Premium (lt) Solar (lt) Pertamax (lt)

Januari 587.000 144.000 16.000

Februari 587.000 128.000 16.000

Maret 587.000 144.000 16.000

April 613.000 160.000 16.000

Mei 685.000 160.000 16.000

Juni 613.000 160.000 8.000

Juli 648.000 156.800 8.000

Agustus 648.000 156.800 8.000

September 672.000 156.800 16.000

Oktober 620.000 110.299 16.000

November 476.000 142.200 32.000

(19)

4

memenuhi tujuan tertentu, misalnya akan digunakan dalam proses produksi.

Persediaan berpengaruh terhadap besarnya biaya operasi, sehingga kesalahan

dalam mengelola persediaan akan mengurangi keuntungan. Perusahaan sering kali

mengalami masalah persediaan, persediaan terlalu banyak atau sebaliknyab terjadi

kekurangan. Kedua kondisi tersebut mengakibatkan timbulnya biaya yang besar,

sehingga diperlukan manajemen persediaan untuk menganalisa tingkat persediaan

yang optimum.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang ditemui dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Berapa jumlah pemesanan BBM setiap kali melakukan penebusan ?

2. Kapan saat melakukan pemesanan persediaan BBM yang tepat ?

3. Kondisi persediaan stok run-out, retains dan penguapan yang

merugikan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi profil dan proses pengendalian persediaan BBM di

SPBU XYZ.

2. Mengetahui komponen biaya yang berpengaruh dalam penebusan

BBM SPBU XYZ.

3. Menentukan jumlah pemesanan yang optimum persediaan BBM yang

optimum.

(20)

2.1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam

ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun

dari segi penciptaan lapangan kerja. Usaha kecil atau mikro adalah usaha dengan

jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar. Usaha

menengah yaitu usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1

milyar - Rp. 50 milyar. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor

Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop &

UKM), usaha kecil termasuk usaha rumah tangga atau mikro pada tahun 2000

meliputi 99,9 % dari total usaha-usaha yang ada di Indonesia, sedangkan usaha

menengah meliputi 0,14 % dari total jumlah usaha kecil di Indonesia.

Selain penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif, program-program

pengembangan UKM yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai

ditinggalkan, sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan

program UKM yang berorientasi pasar yang didasarkan atas pertimbangan

efisiensi dan kebutuhan UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus

dari program ini yakni pertumbuhan UKM yang efisien ditentukan oleh

pertumbuhan produktivitas UKM yang berkelanjutan, dan nantinya akan

mendorong pertumbuhan UKM yang berkelanjutan. Secara lebih spesisfik Ratna

(2007) membagi fokus pengembangan UKM baru yang berorientasi pasar tersebut

dalam empat unsur pokok, yaitu: (1) pengembangan lingkungan bisnis yang

kondusif bagi UKM; (2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang bisa

memberikan akses kredit yang lebih mudah kepada UKM atas dasar transparansi;

(3) pelayanan jasa-jasa pengembangan bisnis non-finansial kepada UKM yang

lebih efektif; dan (4) pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya

atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri.

Kriteria usaha menengah sebagai berikut (INPRES No 10,1999) :

a) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp l0.000.000.000.00 (sepuluh miliar

(21)

6

b) Milik warga negara Indonesia;

c) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai dan berafiliasi baik langsung maupun tidak Iangsung

dengan usaha besar;

d) Berbentuk usaha orang perseorangan. badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum.

2.2. SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum)

SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan

prasarana umum yang disediakan oleh PT. Pertamina untuk masyarakat luas guna

memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar

sejenis premium, solar dan pertamax. SPBU merupakan usaha yang

membutuhkan modal investasi besar, dengan pendapatan yang besar dan bersifat

likuid. Modal yang dibutuhkan tergantung pada lahan calon lokasi SPBU dan

rencana bisnis yang akan dilaksanakan. Kontrak kerjasama berlaku selama

minimal 15 tahun, dengan masa pembaruan kontrak setiap 5 tahun sekali. Pola

baru kemitraan yang ditawarkan Pertamina seperti ditunjukkan Gambar 1 adalah

saling menguntungkan kepada semua pihak. Prinsip keterbukaan, kecepatan dan

kualitas pelayanan, dan proyeksi keuntungan yang atraktif menjadi falsafah.

Sumber: Pola Kerja Sama Pertamina, 2007

Gambar 1. Pola Kerjasama SPBU-Pertamina

Bentuk kerjasama yang di tawarkan oleh Pertamina dapat dibedakan atas :

- DODO (Dealer Owned Dealer Operated), SPBU DODO PT. Pertamina adalah

SPBU milik swasta, baik lahan, investasi, maupun operasionalnya.

PERTAMINA SPBU

(22)

- CODO (Company Owned Dealer Operated), SPBU CODO PT. Pertamina

merupakan SPBU sebagai bentuk kerjasama antara PT. Pertamina dengan

pihak-pihak tertentu. Antara lain kerjasama pemanfaatan lahan milik

perusahaan ataupun individu untuk di bangun SPBU PT. Pertamina.

Dalam pembangunan sebuah SPBU, luas minimal lahan tergantung dari

letak lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan yang akan

dibangun SPBU terletak di jalan besar/utama, maka luas lahan yang harus dimiliki

minimal 2500 m². SPBU dibedakan atas 5 tipe yaitu tipe A,B,C,D dan E seperti

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tipe SPBU

KOMPONEN TIPE A TIPE B TIPE C TIPE D TIPE E

Minimal Ukuran Lahan (m²) 2500 1600 1225 900 700

Min Lebar Muka Jalan (m) 50 40 35 30 20

Selang (Jumlah) Min. 26 20 – 25 16 - 20 10 - 16 Max 10 Kapasitas Tangki Min (kl) Min. 160 kl Min. 140 kl Min. 100 kl Min. 80 kl Min. 60 kl

Tabel 3 menunjukkan bahwa setiap 5 tahun SPBU harus membayar Initial

Fee ke Pertamina yang jumlah nya berdasarkan perkiraan volume penjualan yang

telah disepakati. Jumlah Initial Fee telah ditetapkan oleh Pertamina berdasarkan

tipe SPBU .

Tabel 3. Biaya Initial Fee SPBU

TYPE SPBU PERKIRAAN VOLUME PENJUALAN INITIAL FEE (Rp.) SPBU TYPE A Volume Penjualan > 35 kl 800.000.000,- SPBU TYPE B 25 kl < Volume Penjualan < 35 kl 650.000.000,- SPBU TYPE C 20 kl < Volume Penjualan < 25 kl 500.000.000,- SPBU TYPE D 15 kl < Volume Penjualan < 20 kl 350.000.000,- SPBU TYPE E Volume Penjualan < 15 kl 250.000.000,-

Sistem informasi SPBU merupakan program aplikasi komputer untuk bisa

mengotomasikan sistem pelaporan SPBU. Baik laporan harian maupun

(23)

8

pertamax dan solar) yang diperoleh dari kalkulasi data meteran dan pengukuran

volume tangki. Dengan sistem itu, petugas SPBU hanya perlu memasukkan data

meteran awal dan meteran akhir setiap pompa (per shift atau per hari). Lalu sistem

akan otomatis menghitung jumlah pengeluaran yang dilakukan, untuk selanjutnya

dicetak ke dalam bentuk laporan harian. Selain informasi stok BBM, dapat pula

diketahui berapa deviasi antara stok berdasarkan catatan/meteran dan stok

berdasarkan pengukuran fisik. Dengan demikian, rekapitulasi penjualan BBM

selama satu bulan dibandingkan dengan jumlah stok BBM yang dimiliki serta

harga pokok penjualannya (HPP) dan margin laba/rugi bisa terkelola dengan baik.

(Pertamina 2009)

Melalui model matematis yang dianalisis, diketahui bahwa dengan margin

keuntungan yang berlaku sekarang (5%), belum dapat secara keseluruhan

memberi nilai keekonomian yang baik pada bisnis penyaluran BBM SPBU. Untuk

bertahan pada margin 5% tersebut, sebuah SPBU harus mengembangkan sumber

pendapatan lain (non BBM) agar dapat memberi nilai ekonomi yang baik. Margin

5% hanya dapat memberi nilai ekonomi yang baik bagi SPBU yang didirikan

dekat jalan tol dengan tambahan pendapatan (non BBM) dari pengoperasian “Convinience Store Bright Pertamina” dan atau “Pertamina Service Speed Station”, dua konsep bisnis yang ditawarkan Pertamina sebagai bisnis pendukung SPBU. Margin yang memberikan nilai ekonomi yang baik tanpa adanya usaha

pengilangan minyak bumi maupun minyak yang berasal dari nabati. Produk yang

dikategorikan sbagai BBM adalah prduk seperti bensin, minyak diesel (solar),

minyak tanah, avtur dan avigas. BBM adalah satu-satunya komoditas yang

mendapatkan perlakuan khusus, di mana harga BBM terus disubsidi agar dapat

terjangkau oleh masyarakat luas dan ketersediaannya di seluruh pelosok tanah air

dijamin oleh pemerintah. (Siahaan, 2008). BBM yang dipasarkan di Indonesia

(24)

2.3.1. Bahan Bakar Bensin

Jenis bahan bakar minyak bensin merupakan nama umum untuk beberapa

jenis BBM yang diperuntukkan kepada mesin dengan pembakaran menggunakan

perapian. Di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis bahan bakar bensin yang

memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini

dihitung berdasarkan RON (Research Octane Number). Berdasarkan nilai

tersebut BBM bensin yang ada di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis yaitu ;

RON 88, RON 92, dan RON 95.

Bahan bakar RON 88 adalah bahan bakar minyak jenis destilat berwarna

kekuningan yang jernih. Penggunaan bahan bakar premium pada umumnya adalah

bahan bakar kendaraan bermotor bermesisn bensin antara lain : mobil, motor, dan

motor tempel. Bahan bakar ini juga sering disebut gasoline atau petrol. Bahan

bakar RON 88 ini di Indonesia hanya dijual oleh pihak SPBU Pertamina yaitu

dengan nama premium.

2.3.2. Bahan Bakar Pertamax

Bahan bakar yang memiliki RON 92 adalah bahan bakar yang ditujukan

untuk kendaraan bermotor yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar

beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Bahan bakar RON 92 ini dikeluarkan

oleh pihak Pertamina dengan nama pertamax di SPBU Petronas dengan nama

Primax 92 dan SPBU Shell dengan nama Shell Super.

Bahan bakar yang memiliki RON 95 merupakan jenis BBM yang telah

memenuhi standar World Wide Fuel Charter (WWFC) ditujukan untuk kendaraan

yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar

beroktan tinggi dan ramah lingkungan. Pertamaxplus sangat direkomendasikan

untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio lebih dari 10.5 dan juga

menggunakan teknologi Electronic Fuel Injection (EFI), Variable Valve Timing

Intellegent (VVTi), Variable Timing Intellegent (VVTi), Turbochargers dan

catalytic converters. Bahan bakar RON 95 ini dikeluarkan SPBU PERTAMINA

dengan nama Pertamax Plus, SPBU Petronas dengan nama Primax 92 dan SPBU

(25)

10

2.3.3. Bahan Bakar Solar

Minyak Solar (HSD), High Speed Diesel (HSD) merupakan BBM jenis

solar yang memiliki angka performa octane number mencapai 45, jenis BBM ini

umumnya digunakan untuk mesin transportasi diesel yang umum dipakai dengan

sistem injeksi pompa mekanik (injection pump) dan electronic injection. Jenis

BBM ini diperuntukkan untuk jenis kendaraan bermotor transportasi dan mesin

industri. Minyak solar atau Automotive Diesel Oil (ADO) sebagai salah satu hasil

kilang minyak merupakan bahan bakar destilasi menengah (middle destilate) yang

sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya bahan bakar minyak

(BBM) untuk bahan bakar di sektor transportasi, industri dan kelistrikan di

Indonesia. Sekitar 10 tahun terakhir dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2004,

penggunaan minyak solar diperkirakan mencapai rata-rata lebih 41 persen dari

total penggunaan BBM dalam negeri.

Minyak solar sebenarnya adalah BBM yang diperuntukkan untuk sektor

transportasi. Namun dalam kenyataannya bahan bakar tersebut banyak pula yang

dipergunakan untuk sektor-sektor lainnya seperti sektor industri dan pembangkit

listrik. Selama sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 1994 sampai dengan tahun

2004 total kebutuhan minyak solar untuk semua sektor meningkat dengan

pertumbuhan rata-rata sekitar lima persen per tahun, sehingga total kebutuhan atau

penggunaan minyak solar tersebut meningkat lebih dari 1,5 kali lipat selama

periode tersebut. Sesuai dengan peruntukkannya, sebagian besar dari dari minyak

solar dipergunakan untuk sektor transportasi, disusul untuk sektor industri dan

pembangkit listrik. Meskipun pangsa penggunaan minyak solar untuk sektor

pembangkit listrik paling kecil, namun kebutuhan minyak solar pada sektor

tersebut yang paling pesat pertumbuhannya, yaitu meningkat lebih dari sembilan

persen per tahun, sedangkan kebutuhan minyak solar pada sektor transportasi dan

industri, masing-masing hanya meningkat 4,26 persen dan 4,69 persen per tahun.

Sahlan (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengukuran

kapasitas bahan bakar pada tangki pendam di sebuah SPBU seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3, merupakan suatu hal mutlak yang harus

dilakukan, yaitu untuk mengetahui persediaan bahan bakar dalam tangki.

(26)

dikarenakan pengukuran kapasitas bahan bakar dalam tangki pendam SPBU

dilakukan manual. Pengukuran dengan menggunakan sensor merupakan salah satu

alternatif yang dapat digunakan dalam proses pengukuran kapasitas tangki. Salah

satu sensor yang dapat digunakan dalam pengukuran kapasitas bahan bakar dalam

tangki pendam SPBU yaitu dengan menggunakan potensiometer yang hasilnya

ditampilkan secara visual secara ke dalam layer. Ukuran tangki pendam BBM

SPBU disajikan pada Tabel 4.

Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa

Gambar 2. Tangki Pendam BBM SPBU

Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa

(27)

12

Tabel 4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina

Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa

Kamarga (2008) mengungkapkan bahwa SPBU juga menimbulkan polusi

udara akibat penguapan bensin yang terjadi pada tangki timbun maupun dispenser.

Polusi udara tersebut dapat menimbulkan bahaya kebakaran, bahaya kesehatan,

maupun kerugian ekonomi. Untuk itu, perlu dikembangkan sebuah sistem vapor

recovery yang dapat mengurangi polusi udara sekaligus me-recover kehilangan

akibat penguapan bensin yang tidak terkendali tersebut.

2.4. Persediaan

Inventory atau persediaan adalah barang-barang yang berada di gudang

atau dalam proses produksi (Work in Process) yang digunakan untuk mendukung

kesuksesan manufaktur sebuah produk dan mendistribusikannya ke konsumen.

Inventory dapat berupa produk jadi yang siap dijual, produk pelengkap atau

produk pendukung, produk setengah jadi atau dapat juga berupa bahan mentah

(Fogarty, 1991).

Inventory pada kenyataannya memakan tempat untuk penyimpanan,

memerlukan perlakuan tertentu atau handling, dapat menjadi usang dan

mengalami penurunan, memerlukan asuransi, dikenakan beban pajak, dan

terkadang juga dapat hilang atau dicuri. Dan pada kasus tertentu inventory hanya

akan meningkatkan biaya tanpa meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu

dibutuhkan Inventory Management, yaitu suatu pendekatan untuk mengatur aliran

produk dalam sebuah supply chain dan mendapatkan level pelayanan yang

dibutuhkan dengan biaya yang dapat diterima. Pergerakan dan aliran produk

(28)

chain, sehingga bila aliran itu terhenti, maka biaya akan bertambah. Oleh karena

itu bila memungkinkan, maka inventory akan dibuat sekecil mungkin.

Mulyana (2007) menyatakan bahwa, persediaan adalah bahan atau barang

yang disimpan untuk digunakan memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat

berbentuk bahan mentah, bahan penolong, barang dalam proses maupun barang

jadi. Sebagai salah satu asset penting perusahaan pengelolaan persediaan pun

memperoleh perhatian dari manajemen. Tanpa persediaan sama sekali adalah

tidak baik dan persediaan banyak sekali juga itu tidak baik. Unsur biaya yang

terdapat dalam persediaan diklasifikasikan menjadi tiga.yaitu biaya pemesanan,

biaya penyimpanan dan biaya kekurangan persediaan. Biaya pemesanan

dikeluarkan terkait aktifitas pemesanan bahan atau barang sejak dari penempatan

pemesanan sampai tersedia di gudang. Dalam kegiatan produksi biaya pemesanan

ini disebut set up costs atau biaya untuk menyiapkan mesin-mesin proses

manufaktur dari suatu rencana produksi. Selain biaya pemesanan dalam

persediaan pun terkandung biaya penyimpanan. Yang termasuk dalam biaya

penyimpanan diantaranya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji

pelaksana pergudangan, biaya listrik. Biaya penyimpanan dalam keberadaannya

dapat sebagai persentase dari rata-rata per tahun maupun rupiah per tahun per unit

barang. Sedangkan biaya kekurangan persediaan ini timbul sebagai akibat tidak

adanya persediaan pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini bukan

biaya riil melainkan suatu kehilangan kesempatan termasuk di dalamnya karena

proses produksi terhenti dari sebab tidak ada persediaan dalam proses, biaya

administrasi tambahan, tertundanya permintaan, bahkan pelanggan yang kabur.

Biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya kekurangan persediaan terkandung

di dalam persediaan.

Oka Sudana (2007), menyampaikan bahwa sistem Informasi Manajemen

Inventory adalah sistem informasi yang mengelola data transaksi dan persediaan

dalam gudang. Perusahaan yang bergerak dibidang produksi umumnya

memerlukan Sistem Inventory. Sistem Inventory biasanya terdiri dari Sistem

Penerimaan Barang, Sistem Pembelian Barang dan Sistem Gudang. Sistem ini

(29)

14

barang, pembelian barang, penerimaan barang dan informasi lain secara cepat dan

akurat, selain itu sistem dapat mempermudah kerja user.

Siswanto (2007), menyatakan bahwa salah satu persoalan manajemen

yang potensial adalah persediaan. Dalam hal ini, istilah persediaan mencakup

persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam

proses, dan persediaan barang jadi. Manajemen yang tidak baik terhadap

persediaan bisa berakibat serius terhadap organisasi. Kondisi situasi serba pasti

dan tidak pasti yang dihadapi oleh manajemen memunculkan model-model

persediaan deterministik dan nir-deterministik. Pengelompokan ini murni

dipengaruhi oleh karakteristik permintaan dan waktu pesanan datang.

Berdasarkan dua karakteristik utama parameter-parameter masalah

persediaan, yaitu tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan,

model-model persediaan dibedakan menjadi Model Deterministik dan Model

Probablistik (Gambar 5). Kelompok model Deterministik ditandai oleh

karakteristik tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan yang bisa

diketahui sebelumnya secara pasti. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua

parameter itu tidak diketahui secara pasti sebelumnya sehingga harus didekati

dengan distribusi probabilitas, maka hal itu menandai Model Probabilistik.Tujuan

yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah persediaan adalah

meminimumkan biaya total persediaan. Biaya-biaya yang digunakan dalam

analisis adalah :

a. Biaya Pesan (Ordering Cost)

Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pemesanan suatu barang. Biaya

biaya pembuatan surat, telepon, fax dan biaya-biaya overhead lain yang secara

proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan.

b. Biaya simpan (Carrying Cost)

Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan barang. Sewa

gudang, premi asuransi, biaya keamanan, dan biaya-biaya overhead lain yang

relevan atau timbul karena proses penyimpanan suatu barang. Dalam hal ini,

jelas sekali bahwa biaya-biaya tetap muncul meskipun persediaan tidak ada

(30)

c. Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost)

Biaya kehabisan persediaan timbul pada saat persediaan habis atau tidak

tersedia. Termasuk dalam kategori ini adalah kerugian karena mesin berhenti,

atau karyawan tidak bekerja, peluang yang hilang untuk memperoleh

keuntungan.

d. Biaya Pembelian (Purchase Cost)

Biaya pembelian timbul pada saat pembelian suatu barang. Secara sederhana

biaya-biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya yang harus

dikeluarkan untuk membayar pembelian barang.

Sumber : Siswanto (2007)

Gambar 5. Model Deterministik vs Probabilistik

Namun demikian Gambar 6 menunjukkan, biaya-biaya yang digunakan

tersebut muncul karena proses pengendalian persediaan sehingga relevan

digunakan sebagai parameter model persediaan. Kesalahan dalam penggunaan

atau proses penetapan kategori biaya-biaya tersebut sebagai parameter model akan Masalah-masalah

persediaan

Deterministik Probabilistik

1. P System

2. Q System

3. EOQ dasar

4. EOQ potongan

pembelian

5. EOQ back Order

6. EPQ

7. Wagner and Within

8. Silver and Meal

9. MRP

1. Analisis Marginal 2. EOQ Probabilistik 3. Simulasi

(31)

16

mengakibatkan kesalahan dalam proses pembuat keputusan manajemen

persediaan.

Sumber : Siswanto 2007

Gambar 6. Masalah Persediaan

Model-model persediaan probabilistik ditandai oleh perilaku permintaan

D(j) dan lead time L yang tidak dapat diketahui sebelumnya secara pasti sehingga

perlu didekatidengan distribusi probabilitas. Jika salah satu bersifat probabilistik,

maka asumsi pesanan datang pada saat persediaan habis mungkin tidak terpenuhi.

Masalah kehabisan persediaan Ketika salah satu demand (permintaan) atau lead

time (saat tenggang pesan) tidak bisa diketahui secara pasti sebelumnya, ada tiga

kemungkinan yang akan terjadi yaitu persediaan habis ketika pesanan tiba,

persediaan habis tepat pada saat pesanan tiba dan persediaan belum habis saat

pesanan tiba.

Keempat kasus di atas telah memberi gambaran bagaimana perilaku

permintaan (demand) dan saat pesanan datang (lead time), yang menyimpang dari

perkiraan semula, bisa membawa akibat yang merugikan. Ini dapat berupa

kehabisan atau kelebihan persediaan. Oleh karena itu, jalan keluar untuk

mengantisipasi penyimpangan itu perlu dibentuk cadangan keras (iron stock) atau

safety stock melalui pendekatan distribusi probabilitas. Persediaan Cadangan

(safety stock) yaitu ketika permintaan (demand) selama periode kedatangan

Masalah-masalah Persediaan

Peminimuman biaya total persediaan

Biaya Pesan Biaya Pembelian

Biaya Simpan Biaya Kehabisan

(32)

pesanan (lead time) tidak bisa diketahui sebelumnya secara pasti, maka deviasi

kapan persediaan dibutuhkan dan kapan persediaan datang harus diketahui.

Distribusi normal akan digunakan untuk menggambarkan perilaku penyimpangan

tersebut.

Model Probabilistik

Berbeda dengan EOQ model deterministik, model EOQ probabilistik

memperhitungkan perilaku permintaan dan tenggang waktu pesanan datang (lead

time) yang tidak pasti atau tidak bisa ditentukan sebelumnya secara pasti. Perilaku

yang selalu berubah itu membawa akibat pada timbulnya masalah kehabisan

persediaan, dimana sebagai jalan keluarnya, persediaan cadangan atau safety

stock diadakan.

Ketidakpastian permintaan dan tenggang waktu pesanan memunculkan

dua masalah baru. Pertama, keinginan untuk membangun persediaan cadangan

yang tentu saja akan menimbulkan tambahan jenis biaya baru yang belum

diperhitungkan oleh model EOQ dasar, yaitu biaya persediaan cadangan yang

bersifat tetap. Kedua, jika persediaan cadangan tidak diadakan maka kehabisan

persediaan akan menimbulkan biaya sebagai akibat berhentinya sistem, penurunan

produktivitas, dan lain-lain. Kedua jenis biaya itu tentu saja berlawanan arah. Jika

persediaan cadangan semakin besar, maka sebaliknya biaya kehabisan persediaan

akan semakin kecil. Perlu ditambahkan kedua biaya tersebut sehingga berubah

menjadi :

BTP = DS + Q h + BS + BKP Q 2

Di mana :

BTP = Biaya Total Persediaan (Rp)

D = Kebutuhan (lt)

Q = Jumlah yang dipesan setiap kali pesanan dibuat (lt)

S = Biaya pemesanan setiap kali pesanan dibuat (Rp)

h = Biaya penyimpanan setiap unit persediaan (Rp)

BS = Biaya Simpan (Rp)

(33)

18

Kehabisan persediaan disebabkan oleh kemungkinan tingkat pemakaian

persediaan yang berbeda dari yang direncanakan atau tenggang waktu pesanan

yang berbeda dari yang telah dijanjikan, maka besar kecilnya biaya kehabisan

persediaan atau BKP sangat tergantung kepada sampai seberapa besar peluang

kehabisan persediaan selama masa tenggang pesanan.

BKP = DBK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki) Q

Dimana :

BK = Biaya Kehabisan Persedian per unit (Rp)

Ki = Kebutuhan masa tenggang

SP = Saat Pesan Ulang

P = Siklus Pesan Ulang

Biaya simpan dalam probabilistik terdiri atas dua macam. Pertama, biaya

simpan untuk setiap siklus pesanan. Kedua, biaya simpan persediaan cadangan

BS = h (SP – HP)

HP = Harapan pemakaian masa tenggang pesan

Biaya total persediaan untuk model probabilistik adalah :

BTP = DS + Q h + h (SP – HP) + DBK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki)

Q 2 Q

Q optimal model probabilistik adalah :

Q = (S + BK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki)

h

2.5. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah proses yang dikembangkan secara bertahap

dan sistematis. Artinya memiliki kriteria yang sistematis melalui sistem-sistem

prosedur tertentu yang jelas dan teratur. Suatu kriteria yang baik haruslah yang

dapat memenuhi tiga syarat berikut :mempunyai suatu ukuran atau nilai yang jelas

untuk pengambilan keputusan yang tepat, dapat digunakan untuk menilai berbagai

alternatif pilihan, dapat dengan mudah dihitung dan dijabarkan. (Nasendi dan

(34)

Gambar 7. Masalah Kehabisan Persediaan dan Persediaan Cadangan dalam Masa Tenggang (Siswanto 2007)

Hasil kajian Kusumawardani (2007), menunjukkan penilaian kepada

prinsip pendekatan faktual dalam mengambil keputusan oleh pemilik perusahaan pada IKM ”ChiDe Wrougt Iron Design”adalah pada rentang kriteria setuju yaitu fakta yang terjadi antara lain kebijakan dan rencana kerja perusahaan didasarkan

pada data dan informasi yang riil di lapangan, perusahaan menggunakan data

statistik sebelum mengambil keputusan seperti data tingkat penjualan.

Suardi (2001) menyatakan keputusan yang efektif didasarkan kepada hasil

analisis data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Langkah-langkah

yang digunakan dalam menerapkan prinsip ini adalah :

1. Melakukan pengujian serta pengumpulan data dan informasi.

2. Memastikan data dan informasi yang akurat, dapat dipercaya.

3. Menganalisis data dan informasi dengan metode yang benar.

4. Memahami penggunaan teknik statistik.

5. Membuat keputusan dan menindaklanjutinya berdasarkan hasil analisis dan

pengalaman.

Menurut Hawkins et al. (2007), terdapat tiga tipe proses pembelian yaitu:

nominal decision making, limited decision making dan extended decision making

(Gambar 8). Nominal decision making dapat juga digambarkan sebagai proses

pembelian yang berdasarkan kebiasaan (habitual decision making) yang dalam

Q

Q

HP

SP K

Persediaan Tersedia

Persediaan Cadangan

(35)

20

proses pembeliannya tidak melalui tahap evaluasi alternatif. Limited decision

making merupakan tahap-tahap proses pembelian yang memerlukan adanya

evaluasi alternatif atas produk/jasa yang akan dibeli, pencarian informasi dapat

bersumber dari internal dan atau eksternal dan adanya tahap evaluasi alternatif

sebelum tahap pembelian dilakukan. Sedangkan extended decision making

merupakan suatu proses pembelian yang melalui tahap-tahap pembelian yang

lebih kompleks seperti pada tahap evaluasi alternatif dan tahap penilaian setelah

pembelian yang dapat menghasilkan ketidaksesuaian antara harapan dan

kenyataan terhadap produk atau jasa yang dibeli.

Gambar 8. Purchase Decision Making (Hawkins et al., 2007)

Secara garis besar tahap-tahap proses pembelian melalui beberapa tahap sebagai

berikut :

a. Pengenalan Kebutuhan (problem recognition)

Tahapan pengenalan kebutuhan mulai dirasakan konsumen ketika adanya

ketidaksesuaian antara keadaaan aktual (situasi konsumen sekarang) dengan

(36)

b. Pencarian Informasi (information search)

Pencarian informasi adalah suatu aktivitas yang termotivasi dari pengetahuan

yang tersimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau perolehan informasi

dari lingkungan (pencarian eksternal). Sumber-sumber informasi dapat bersumber

dari:

1. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan.

2. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, agen, kemasan, pajangan.

3. Sumber publik: media massa, organisasi penilai konsumen.

4. Sumber pengalaman: ingatan, penanganan.

c. Evaluasi Alternatif (alternative evaluation)

Evaluasi alternatif adalah dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan

membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhannya.

d. Keputusan Pembelian (purchase)

Tahap ini dimana konsumen harus mengambil keputusan mengenai apa yang

dibeli, dimana membeli, kapan akan membeli dan bagaimana cara membayarnya.

e. Evaluasi Setelah Pembelian (postpurchase)

Evaluasi dilakukan setelah proses pembelian terjadi. Hasil evaluasi setelah

pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Jika konsumen merasa

puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap

pembelian selanjutnya.

2.6. Pasar Bisnis

Pasar bisnis meliputi semua perusahaan /organisasi yang membeli barang

dan jasa untuk digunakan dalam proses produksi barang dan jasa lainnya, atau

untuk dijual kembali demi memperoleh keuntungan. Bila dibandingkan dengan

pasar konsumen, pasar bisnis biasanya mempunyai unit pembelian yang lebih

sedikit namun lebih besar, dan lebih berkonsentrasi secara geografis. Permintaan

bisnis merupakan turunan,biasanya inelastis, dan lebih berfluktuasi. Lebih banyak

pembeli yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan pembelian, dan

pembeli bisnis lebih terlatih serta lebih professional daripada pembeli konsumen.

Secara umum, pengambilan keputusan pembelian bisnis lebih kompleks, dan

proses pembeliannnya lebih formal daripada pembelian konsumen (Kotler dan

(37)

22

Karakter pasar bisnis adalah pada struktur dan permintaan pasar, sifat unit

pembelian (the nature of buying unit) dan tipe keputusan dan proses pengambilan

keputusan yang terkait.

Stuktur dan permintaan pemasaran pasar bisnis mencakup :

- Pembeli pasar bisnis berjumlah lebih sedikit namun lebih besar

- Pelanggan bisnis lebih berkonsentrasi secara geografis

- Permintaan pembeli bisnis berasal /diturunkan dari permintaan

konsumen akhir

- Permintaan dalam kebanyakan pasar bisnis lebih inelastis (tidak terlalu

dipengaruhi perubahan harga dalam jangka pendek)

- Permintaan dalam pasar bisnis lebih berfluktuasi dan lebih cepat.

Sifat unit pembelian pasar bisnis mencakup :

- Pembelian bisnis melibatkan lebih banyak pembeli

- Pembelian bisnis melibatkan proses pembelian yang lebih profesional

Tipe keputusan dan proses pembelian mencakup :

- Pembeli bisnis biasanya menghadapi keputusan pembelian yang lebih

kompleks

- Proses pembelian bisnis lebih formal

- Dalam pembelian bisnis,pembeli dan penjual bekerja sama lebih erat

dan membangun hubungan jangka panjang yang lebih dekat.

Pada model perilaku pembeli bisnis pemasaran dan rangsangan lain

mempengaruhi perusahaan pembeli, dan menimbulkan tanggapan tertentu dari

pembeli. Sebagaimana pembelian pelanggan, Rangsangan pemasaran untuk

pembelian bisnis terdiri dari 4P : product (produk), price (harga), place

(tempat/distribusi), dan promotion (promosi). Rangsangan lain termasuk

kekuatan-kekuatan utama dalam lingkungan : ekonomis, teknologis, politis,

budaya, dan kompetitif. Rangsangan-rangsangan ini memasuki perusahaan dan

berubah menjadi tanggapan pembeli : pilihan produk dan jasa;pilihan pemasok;

kuantitas pesanan; dan perjanjian pembelian, pelayanan, dan pembayaran.

Dalam perusahaan, aktivitas pembelian terdiri dari dua bagian utama :

pusat pembelian, yang terdiri dari semua orang yang terlibat dalam pengambilan

(38)

memperlihatkan bahwa pusat pembelian dan proses pengambilan keputusan

pembelian dipengaruhi baik oleh faktor-faktor organisasional, antarpribadi, dan

individual, maupun oleh faktor lingkungan (Gambar 9).

Gambar 9. Aktivitas Pembelian Bisnis

Terdapat tiga tipe utama kondisi pembelian (buying situation), salah satu

sisi ekstremnya adalah straight rebuy (pembelian kembali langsung), yang

merupakan keputusan rutin. Sisi ekstrem yang lain adalah new task (tugas baru),

yang mungkin memerlukan riset mendalam. Di tengah-tengah adalah modified

rebuy (pembelian kembali yang dimodifikasi), yang membutuhkan riset sedikit.

Kondisi straight rebuy, kondisi pembelian bisnis pada waktu pembelian secara

rutin memesan kembali sesuatu tanpa modifikasi sama sekali. Kondisi modified

rebuy, kondisi pembelian bisnis pada saat pembeli ingin memodifikasi spesifikasi

produk, harga, perjanjian-perjanjian atau pemasok. Kondisi new task, sebuah

kondisi pembelian pada saat pembeli membeli produk atau jasa pada pertama

kalinya (Kotler dan Amstrong, 2001).

Menurut Kotler dan Armstrong (2001), unit pengambilan keputusan dalam

perusahaan pembeli disebut pusat pembelian (buying center), yaitu semua

individu dan unit yang berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan bisnis.

Pusat pembelian termasuk semua anggota perusahaan yang memainkan salah satu

(39)

24

- Users (para pengguna) adalah para anggota perusahaan yang akan

menggunakan produk atau jasa tersebut. Pengguna memulai dengan proposal

pembelian dan membantu mendefinisikan spesifikasi produk.

- Influencers (pihak-pihak yang berpengaruh) sering membantu menentukan

spesifikasi dan juga menyediakan informasi untuk penilaian beberapa

alternatif. Personil teknis merupakan influencers yang cukup penting.

- Buyers (para pembeli) mempunyai otoritas formal untuk memilih pemasok

dan menentukan perjanjian pembelian. Para pembeli sering membantu

membentuk spesifikasi produk, namun peran utama mereka adalah memilih

vendor dan bernegosiasi.

- Deciders (para pengambil keputusan) mempunyai kekuasaan formal dan

informal untuk memilih atau menyetujui pemasok akhir. Pada pembelian yang

rutin, pembeli sering juga merupakan pengambil keputusan (deciders), atau

paling tidak merupakan pihak yang meyetujui keputusan tersebut (approvers).

- Gatekeepers (penjaga gerbang) mengendalikan aliran informasi kepada yang

lain. Sebagai contoh, agen-agen pembelian sering mempunyai otoritas untuk

mencegah orang-orang penjualan (salespersons) menemui para pengguna atau

para pengambil keputusan. Gatekeepers lainnya meliputi personil teknis dan

bahkan para sekretaris pribadi.

Pusat pembelian bukanlah unit yang tetap dan diidentifikasikan secara

formal dalam perusahaan pembeli, namun merupakan seperangkat peran

pembelian yang dimainkan oleh orang-orang yang berbeda untuk pembelian yang

berbeda-beda.

Gambar 10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembeli Bisnis

(40)

Pengaruh-pengaruh besar pada perilaku pembeli bisnis (Gambar 10) yaitu :

- Faktor Lingkungan, Para pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

lingkungan ekonomi masa kini dan masa datang, seperti tingkat permintaan

primer, prospek ekonomi dan biaya memegang uang. Saat ketidakpastian

ekonomi meningkat,para pembeli bisnis tidak membuat investasi baru dan

berusaha mengurangi inventori mereka. Faktor lingkungan yang semakin

penting adalah kekurangan bahan baku utama. Banyak perusahaan sekarang

lebih bersedia membeli dan menyimpan lebih banyak inventori bahan-bahan

langka untuk menjamin kecukupan pasokan.

- Faktor-faktor Organisasional, Setiap organisasi pembelian memiliki tujuan,

kebijakan, prosedur, struktur dan sistem sendiri-sendiri. Tren organisasi

dalam area pembelian, yang pertama adalah upgrade purchasing (pembelian

uang meningkat). Tekanan persaingan mengubah dari purchasing department

(departemen pembelian) yang menekankan pada pembelian dengan harga

semurah-murahnya menjadi procurement department (departemen

pemerolehan). Perusahaan juga bergerak menuju centralized purchasing

(pembelian yang terpusat). Pembelian terpusat memberikan kekuatan

pembelian yang lebih kepada perusahaan, sehingga dapat menghemat banyak.

- Faktor-faktor Antarpribadi, Pusat pembelian biasanya melibatkan banyak

partisipan yang saling mempengaruhi.

- Faktor-faktor Individual, Faktor individual dipengaruhi oleh karakter pribadi

seperti umur, pendapatan, pendidikan, identifikasi profesional, kepribadian

dan sikap dalam menghadapi resiko.

Proses pembelian bisnis mencakup (Kotler dan Amstrong, 2001) :

- Pengenalan masalah

- Deskripsi kebutuhan secara umum

- Spesifikasi Produk

- Pencarian Pemasok

- Spesifikasi rutin pemesanan

(41)

26

2.7. Kajian Penelitian Terdahulu

Kusuma (2010) mengungkapkan bahwa sistem akuisisi data monitoring

level pada realplant dengan menggunakan 2 sensor level sebagai alat ukur dan

penerima data input pada tangki yang berbeda serta mikrokontroler sebagai

kontroler,output akhir sistem akuisisi data ini pada tampilan LCD. Pada sistem

akuisisi data ini diperoleh respon hasil dari alat yang dibuat. Akurasi alat rata-rata

99% dan error rata-rata 1%, sedangkan sensitivitas 1,58 dimana saat data dibaca

dan diolah bekerja maksimal. Perbandingan antara tinggi dan diameter tangki

sangat berpengaruh pada kemampuan kerja sensor.

Isnarti (2008) merumuskan sebuah model dinamis yang disebut sebagai

Dynamic Integrated Inventory and Distribution Problem (DIIDP). Pada model

statis semua informasi mengenai inventory level dan laju demand dari retailer

harus diketahui sebelum memutuskan jadwal dan rute pengiriman. Pada keadaan

yang dinamis, supplier harus lebih responsif. Pemasok harus memenuhi

permintaan pengiriman baru yang diterima selama kendaraan telah

diberangkatkan. Tujuan model DIIDP adalah meminimumkan biaya distribusi

dengan menjamin tidak terjadi stock out.

Untuk penerapan model, dibuat metode heuristik yang mengkombinasikan

algoritma Tabu Search dan Nearest Neighbor. Kemudian dilakukan evaluasi

performansi heuristik yang dijalankan berdasarkan kondisi nyata Instalasi

Surabaya Group (ISG) Pertamina. ISG Pertamina adalah supplier yang

bertanggung jawab untuk melakukan pengisian BBM di SPBU. Hasil percobaan

numerik menunjukkan bahwa metode heuristik mampu bekerja dengan baik untuk

melakukan pengaturan rute ulang jadwal dan rute kendaraan sehingga

meminimumkan biaya distribusi.

Ardhanarysvari (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk

merancang strategi distribusi yang baru dengan menerapkan Inventory Routing

Problem (IRP) guna meminimumkan total cost. PT Petrokimia Gresik yang

menentukan besarnya quantity delivery yang optimal, interval waktu pengiriman

yang tepat, serta rute kendaraan yang terbaik ke masing-masing kios. Dengan

menerapkan konsep IRP tersebut, maka kios tidak perlu lagi mengelola inventory

(42)

sistem distribusi dengan menggunakan konsep IRP dapat mengurangi total cost

sebesar Rp 403.437,- per hari atau Rp 145.237.606,- per tahun, dengan melakukan

pengiriman pupuk sebanyak 3 kali dalam periode 6 hari dan dalam jumlah yang

sama. Hasil tersebut diperoleh setelah melalui fase inisialisasi dan fase

improvement.

Menurut Meinardy (2007), tingkat inventory yang tinggi pada gudang

bahan baku PT. X menjadi permasalahan dan menyebabkan terhambatnya modal

kerja perusahaan, perputaran bahan baku rendah, dan biaya inventory yang tinggi.

PT. X yang berlokasi di Sidoarjo adalah sebuah perusahaan Food and Beverage

dengan produk utama Kerupuk. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan

pengaturan tingkat inventory pada gudang bahan baku sehingga tercapai suatu

kondisi yang sesuai dengan kebutuhan PT. X yaitu tingkat inventory yang rendah

dan mampu mendukung kegiatan produksi.Dengan data tahun-tahun sebelumnya

yang dimiliki oleh PT. X, dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku dan

pengaturan tingkat inventory dengan menggunakan MRP, serta dilakukan

perkiraan tingkat permintaan untuk setiap produk PT. X yang akan datang.

Dengan demikian PT. X memiliki tingkat inventory bahan baku yang lebih rendah

daripada sebelumnya, dalam jumlah yang tepat, dan tentunya dengan biaya yang

relatif lebih rendah dari sebelumnya.

Astana (2007) melakukan perencanaan kebutuhan material dengan metode

MRP yang penerapannya diawali dengan melakukan peramalan akan jumlah

permintaan / produksi untuk waktu yang akan datang. Peramalan tersebut

menggunakan metode Moving Average WithLinear trend dan Single Eksponential

Smoothing With Linear Trend. Dengan mengetahui harga bahan penyusun, data

kebutuhan material, stuktur produk, dan biaya untuk persediaan material,

kemudian dilakukan perbandingan biaya perencanaan persediaan dengan

menggunakan metode Lot For Lot (LFL), Fixed Period Requirement (FPR), Fixed

Order Quantity (FOQ). Metode ini diterapkan di PT Torsina Redikon, dan dari

ketiga metode tersebut dipilih metode yang menghasilkan biaya paling minimum.

Dari analisa yang dilakukan, teknik lot size Lot For Lot (LFL) menghasilkan

(43)

28

Beberapa mekanisme dan rancangan basis data tetap mengacu pada sistem

yang telah ada sehingga proses-proses pada aplikasi sistem akan relatif sama.

Sistem ini dapat memberikan informasi permintaan barang ke gudang (store

requisition), pengeluaran barang (stock transfer), permintaan pembelian barang

(purchase requisition), pembelian barang (purchase order), penerimaan barang

(receiving), Informasi mengenai barang yang telah rusak (spoil), pengembalian

barang (retur) dan informasi inventory lainnya. Rancangan basis data

menggunakan dua database untuk menanggulangi masalah volume data transaksi.

Setiap akhir tahun akan dilakukan backup transaksi, yaitu pemindahan data

transaksi dari database aktif ke database history sehingga beban volume data

transaksi pada database aktif akan berkurang dan sistem dapat bekerja lebih cepat.

(44)

3.1.1 Lokasi dan Waktu

Lokasi kajian utama adalah SPBU XYZ di Cibinong Bogor, Jawa Barat.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2009 dengan

mengambil data bulan Januari – Desember tahun 2008.

3.1.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : (1) Studi kepustakaan

(eksplorasi), (2) Pengamatan langsung di SPBU,(3) Membuat daftar pertanyaan

(kuesioner) dan wawancara dengan manajemen perusahaan. Bentuk kuesioner

dapat dilihat pada Lampiran 1.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari hasil kuisioner mengenai profil dan karakteristik SPBU.

Data Sekunder mencakup data-data kuantitatif, yaitu :

- Data harian jumlah penjualan premium, pertamax dan solar tahun 2008

- Data harian jumlah penerimaan premium, pertamax dan solar tahun 2008

- Data harian jumlah stok premium, pertamax dan solar selama tahun 2008

- Data harga premium, solar dan pertamax selama tahun 2008

3.2 Metode Analisis

3.2.1 Deskriptif Kualitatif

Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif terhadap karakteristik

responden SPBU dan proses pengendalian persediaan BBM SPBU. Hal ini

dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data dari hasil

kuesioner sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum.

3.2.2 Analisis data

Dalam penelitian ini analisis data kuantitatif dilakukan dengan metode EOQ

Probabilistik (Siswanto, 2007) dengan asumsi :

- Perilaku penerimaan tidak pasti

(45)

30

I. Harapan Pemakaian dalam Masa Pesan (HP) dihitung dengan persamaan : HP = ∑ ((X (Y/n))

Dimana :

X = penjualan per hari (lt),Januari – November 2008 Y = frekuensi kemunculan data

n = jumlah data

II. Pemesanan optimal (Q)dihitung dengan persamaan :

Bila diasumsikan bahwa peluang kehabisan persediaan adalah nol maka : ∑(ki - SP) P (Ki) = 0 sehingga :

Di mana :

Q = Jumlah yang dipesan setiap kali pesanan dibuat (lt)

D = Kebutuhan (lt)

S = Biaya pemesanan setiap kali pesanan dibuat (Rp.)

h = Biaya penyimpanan setiap unit persediaan (Rp.)

III. Peluang Kehabisan Persediaan P(KP) dihitung dengan persamaan :

Dimana :

P (KP) = Peluang kehabisan persediaan

BKP = Biaya kehabisan persediaan (Rp.)

Didapatkan nilai peluang kehabisan persediaan P (KP) yang pada kurva normal

menunjukkan nilai z atau faktor keamanan. Nilai faktor keamanan ini selanjutnya

(46)

IV. Persediaan cadangan dihitung dengan persamaan :

Persediaan Cadangan = Faktor keamanan X σ

Faktor keamanan sudah diketahui yaitu sebesar z. Nilai σ didapatkan dari perhitungan :

σ = ∑(Xi – X)2 n

dimana :

Xi = data penjualan per hari (lt), Januari – November 2008

X = jumlah total penjualan di bagi dengan jumlah hari penjualan (lt)

N = jumlah data

V. Saat Pesan Ulang Ekonomis

Saat Pesan Ulang ekonomis diperkirakan dengan persamaan :

Saat Pesan Ulang = Persediaan Cadangan (l) + Harapan Pemakaian Persediaan

Gambar

Gambar 2. Tangki Pendam BBM SPBU
Gambar 5. Model Deterministik vs Probabilistik
Gambar 6. Masalah Persediaan
Gambar 7.  Masalah Kehabisan Persediaan dan Persediaan Cadangan dalam Masa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagan Struktur Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebagaimana tercantum dalam lampiran XIII yang merupakan bagian yang

Fungsi dari tes awal adalah : Merangsang pelatih untuk mencapai tujuan, merupakan umpan balik bagi pelatih dan atlet, membangkitkan motivasi berlatih, membantu

Alat pengempa tipe mekanis merupakan alat pengempa yang menggunakan tenaga manusia dalam melakukan pengepresan, sistem kerja menggunakan sistem kerja dari dongkrak hanya bedanya

Uji pestisida dilakukan melalui tahapan pekerjaan yaitu : Menyiapkan alat dan bahan seperti toples, kain, kertas saring, dan karet gelang sebanyak 24 buah untuk

Penelitian yang dilakukan oleh Made (2014) menunjukkan bahwa model kooperatif tipe talking stick pada hasil uji hipotesis diperoleh thitung = 7,18 sedangkan dengan

(1987) mendapatkan parasitoid Anastatus semiflavidus (Hymenoptera: Eupelmidae) betina dan jantan yang diberi madu dapat hidup selama 52.4 dan 16 hari, sedangkan yang diberi air

Sistim Informasi Akademik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan MAN Insan Cendekia dapat mengolah data evaluasi siswa, dari ulangan harian, remidial, praktik sampai dengan

Skripsi Saudara : SUNARTO dengan Nomor Induk Mahasiswa: 11408014 yang beijudul: PENGARUH KETELADANAN ORANGTUA TERHADAP KEBERHASILAN PENDIDIKAN AGAMA ANAK DI DUSUN