• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina di Penangkaran Akibat Pemberian Tabat Barito (Ficus deltiodea Jack)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina di Penangkaran Akibat Pemberian Tabat Barito (Ficus deltiodea Jack)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU RUSA TIMOR

(Rusa timorensis

de Blainville, 1822)

BETINA DI PENANGKARAN AKIBAT PEMBERIAN

TABAT BARITO (

Ficus deltoidea

Jack)

ELIS

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Rusa Timor

(Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina di Penangkaran Akibat Pemberian

Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Elis

(4)

ABSTRAK

ELIS. Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina di Penangkaran Akibat Pemberian Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack). Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASYUD dan ROZZA TRI KWATRINA.

Rusa timor merupakan salah satu jenis rusa yang potensial untuk dikembangkan. Penangkaran merupakan salah satu jenis pemanfaatan yang bertujuan untuk mempertahankan populasi rusa timor sebagai jenis yang dilindungi. Namun terdapat berbagai permasalahan terkait reproduksi sehingga diperlukan teknologi reproduksi dengan cara stimulasi berahi rusa timor betina menggunakan bahan alami yang bersifat afrodisiak, yakni tabat barito. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tabat barito dengan berbagai dosis terhadap perilaku harian dan perilaku seksual rusa timor betina. Terdapat 4 dosis tabat barito yang diberikan selama 28 hari yakni 0 mg, 4000 mg, 5000 mg dan 6000 mg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan dosis tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku harian maupun perilaku seksual. Namun pemberian dosis 6000 mg dapat menstimulasi estrus pada rusa betina sehingga terjadi kopulasi.

Kata kunci: penangkaran, perilaku seksual, rusa timor betina, tabat barito.

ABSTRACT

ELIS. Female Timor Deer (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Behavior in Captivity due to Giving Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack). Supervised by BURHANUDDIN MASYUD and ROZZA TRI KWATRINA.

Timor deer is one of deer species which potential to be developed. Captivity is one of timor deer utilization which aim to maintain the population of timor deer as protected species. However, there are various issues related to its reproduction so that reproductive technology is required to improve female timor deer reproduction by stimulating sexual desire of female timor deer using natural materials that are aphrodisiac, one of them is tabat barito. The aim of this research is to determine the influence of giving tabat barito with various doses against daily activity and sexual behavior of female timor deer. There are 4 tabat barito doses which are given for 28 days. The doses are 0 mg, 4000 mg, 5000 mg and 6000 mg. The result of this research indicates that different dose which given not significantly influence the daily activity and sexual behavior. However, the 6000 mg dose can stimulate female deer estrus so copulation happened.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PERILAKU RUSA TIMOR (

Rusa timorensis

de Blainville, 1822)

BETINA DI PENANGKARAN AKIBAT PEMBERIAN

TABAT BARITO (

Ficus deltoidea

Jack)

ELIS

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina di Penangkaran Akibat Pemberian Tabat Barito (Ficus deltiodea

Jack) Nama : Elis

NIM : E34090042

Disetujui oleh

Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS Pembimbing I

Rozza Tri Kwatrina, SSi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2013 ini ialah perilaku rusa, dengan judul Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina di Penangkaran Akibat Pemberian Tabat Barito (Ficus

deltoidea Jack).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS dan Ibu Rozza Tri Kwatrina, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran serta Ibu Dr Efi Yuliati Yovi, SHut, M Life Env Sc selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ir Mariana Takandjandji, MSi dan Bapak Ir Endro Subiandono dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Bogor, Bapak Zaenal, Bapak Elon serta seluruh staf di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Akbar, seluruh keluarga, Hady, Yayan, Putri, Dyah, Tri, Dita, Irma, Dewi, Intannia, Intan, saudara seperjuangan Anggrek Hitam KSHE 46 serta sahabat-sahabat di Wisma Padasuka atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Pengumpulan Data dan Informasi 2

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kandungan Senyawa Tabat Barito 5

Pengaruh Tabat Barito terhadap Perilaku Harian 7 Pengaruh Tabat Barito terhadap Perilaku Seksual 10

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(11)

DAFTAR TABEL

1 Skema perlakuan tabat barito terhadap rusa timor betina 4 2 Rata-rata perilaku harian rusa timor betina selama perlakuan 9 3 Rata-rata perilaku seksual rusa timor betina selama perlakuan 17

DAFTAR GAMBAR

1 Rata-rata lama waktu makan rusa timor betina yang diberi tabat barito

dengan dosis berbeda 7

2 Rata-rata konsumsi pakan rusa timor betina yang diberi tabat barito

dengan dosis berbeda 8

3 Perilaku istirahat pada rusa timor betina 8

4 Rata-rata lama waktu istirahat rusa timor betina yang diberi tabat barito

dengan dosis berbeda 9

5 Rata-rata frekuensi urinasi pada rusa timor betina akibat pemberian

tabat barito dengan dosis berbeda 10

6 Rata-rata selang waktu urinasi pada rusa timor betina akibat pemberian

tabat barito dengan dosis berbeda 11

7 Rata-rata frekuensi perilaku mengangkat ekor pada rusa timor betina akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda 12 8 Rata-rata lama waktu perilaku mengangkat ekor pada rusa timor betina

akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda 12 9 Rata-rata frekuensi perilaku mengendus dan menjilati pejantan pada

rusa timor betina akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda 13

10 Perilaku mengendus dan menjilati pejantan 14

11 Rata-rata lama waktu perilaku mengendus dan menjilati pejantan pada rusa timor betina akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda 14 12 Rata-rata frekuensi perilaku diam didekati pejantan pada rusa betina

yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda 15 13 Rata-rata lama waktu perilaku diam didekati pejantan pada rusa betina

yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda 15 14 Rusa timor betina diam saat dinaiki pejantan 16 15 Rata-rata frekuensi perilaku diam dinaiki pejantan pada rusa betina

yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda 16 16 Rata-rata lama waktu perilaku diam dinaiki pejantan pada rusa betina

yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji fitokimia tabat barito 22

2 Tabat barito 23

3 Bahan penelitian 23

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) adalah salah satu jenis rusa yang potensial untuk dikembangkan. Semiadi dan Nugraha (2004) menyatakan rusa timor merupakan jenis rusa yang paling banyak ditangkarkan, yaitu 90% dari rusa yang ada di daerah tropik. Rusa timor memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu hidup di berbagai daerah (Takandjandji et al. 2011). Pemanfaatan rusa sebagai jenis yang dilindungi telah banyak dilakukan. Bentuk pemanfaatannya dapat berupa pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perburuan, perdagangan, peragaan, pertukaran dan pemeliharaan untuk kesenangan (PP No 8 1999).

Penangkaran merupakan salah satu bentuk pemanfaatan rusa yang bertujuan untuk menjaga kelestarian populasi. Masy’ud dan Taurin (2000) menyatakan bahwa keberhasilan penangkaran bergantung pada keberhasilan reproduksi satwa yang ditentukan oleh keberhasilan manajemen bibit, pakan, kesehatan serta teknologi reproduksi dan pemuliaannya. Semiadi et al. (2005) menambahkan bahwa indikator keberhasilan pengembangan suatu populasi penangkaran dapat ditinjau dari nilai produktivitas induk dan persentase anak hidup pada umur 12 bulan.

Saat ini para pengusaha penangkaran rusa masih menghadapi beberapa masalah, terutama masalah reproduksi. Rusa timor seperti halnya rusa lain, mempunyai siklus reproduksi yang berhubungan dengan musim kawin sehingga mengakibatkan rusa timor tidak dapat melakukan perkawinan setiap waktu (Samsudewa & Susanti 2008). Musim kawin ini dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas rusa timor. English (1992) menyebutkan penyebab lain yang mengakibatkan rendahnya produktivitas rusa adalah permasalahan yang terjadi pasca kelahiran meliputi terbatasnya produksi air susu, lambatnya pengembalian kondisi tubuh induk setelah melahirkan dan kembali berahi yang lambat. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kegiatan pengaturan reproduksi rusa timor dengan cara stimulasi berahi melalui pemberian bahan-bahan alami yang bersifat afrodisiak (perangsang), khususnya yang berasal dari tumbuhan.

(13)

Dramaga milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui efek pemberian tabat barito terhadap perilaku (harian dan seksual) secara umum pada rusa timor betina di penangkaran.

2. Mengetahui efektivitas dosis tabat barito yang diberikan terhadap perilaku kawin rusa timor betina.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan teknologi bioreproduksi, khususnya rusa timor di penangkaran.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni – Juli 2013. Penelitian dibagi dalam 4 (empat) periode dan masing-masing periode selama 10 (sepuluh) hari yang terdiri atas 7 (tujuh) hari masa perlakuan dan 3 (tiga) hari masa pasca perlakuan sehingga total waktu penelitian adalah 40 hari.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas kamera, jam, kalkulator, timbangan (pakan dan digital), software SPSS versi 16.0, tally sheet

dan alat tulis. Objek yang digunakan adalah 4 (empat) individu rusa betina dewasa dan rusa jantan yang sudah siap kawin sebanyak 1 (satu) individu. Bahan yang digunakan adalah kapsul kosong, pakan rusa di penangkaran, pisang (Musa

paradisiaca Linn) serta penambahan tabat barito (Ficus deltoidea Jack). Daun

tabat barito (Lampiran 2) yang kering digiling hingga menjadi serbuk, setelah itu dimasukkan ke dalam kapsul kosong, dengan bobot sebanyak 200 mg/kapsul.

Pengumpulan Data dan Informasi

Jenis Data

(14)

istirahat, serta perilaku seksual. Data sekunder meliputi teknik pemeliharaan rusa di penangkaran.

Perilaku makan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan rusa mulai dari mengkonsumsi rumput yang telah disediakan pengelola di dalam kandang. Data yang dicatat adalah lama makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi dalam sehari. Jenis hijauan pakan yang diberikan selama perlakuan terdiri atas rumput gajah

(Pennisetum purpureum Schum), kaliandra (Calliandra callothyrsus Meissn),

aawian (Panicum montanum Roxb), kipait (Axonopus compressus Beauv), mekania (Mikania micrantha Kunth), gewor (Comellina nudiflora L), cabean

(Piper retrofractum Vahl), kacangan (Arachis hypogaea L), jagung (Zea mays L)

dan kawatan (Cynodon dactylon L). Komposisi pakan yang diberikan setiap periode makan terdiri atas 1 (satu) jenis hijauan rumput yang telah dicacah.

Perilaku istirahat adalah kegiatan duduk atau berdiri sambil memamah biak dan memejamkan mata. Data ini diperoleh dengan cara mencatat lama waktu yang digunakan rusa untuk melakukan istirahat dalam sehari.

Perilaku seksual rusa timor betina ditunjukkan oleh tanda-tanda berahi yang muncul pada betina, yaitu sebagai berikut:

1. Perilaku urinasi. Data yang diamati dan dicatat adalah waktu pertama kali mulai terlihat perilaku urinasi setelah diberikan perlakuan, serta dihitung frekuensi dan selang waktu setiap perilaku urinasi.

2. Perilaku mengangkat ekor. Data yang diamati dan dicatat adalah waktu pertama kali mulai terlihat perilaku mengangkat ekor setelah diberikan perlakuan, serta frekuensi dan lama betina mengangkat ekor.

3. Perilaku mencium dan menjilati pejantan. Data yang diamati dan dicatat adalah waktu pertama kali mulai terlihat perilaku mengendus dan menjilati pejantan setelah diberikan perlakuan, serta frekuensi dan lama betina mengendus dan menjilati pejantan.

4. Perilaku diam saat didekati pejantan. Data yang dicatat dan diamati adalah waktu pertama kali mulai terlihat perilaku diam saat didekati pejantan setelah diberikan perlakuan, serta mencatat frekuensi dan lama betina diam saat didekati oleh pejantan.

5. Perilaku diam saat dinaiki pejantan. Data yang diamati dan dicatat adalah waktu pertama kali mulai terlihat perilaku diam saat dinaiki pejantan setelah diberikan perlakuan, serta frekuensi dan lama betina diam saat dinaiki oleh pejantan.

Metode Pengumpulan Data dan Informasi

Rusa betina dianggap sebagai unit percobaan yang homogen dengan menggunakan asumsi sebagai berikut:

1. Memiliki ukuran tubuh dan berat badan yang hampir sama. Sesuai dengan informasi yang diperoleh dari keeper di penangkaran, kisaran berat badan rusa betina antara 40 – 55 kg, akan tetapi tidak dilakukan penimbangan.

2. Rusa betina sudah mencapai usia dewasa kelamin. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari keeper di penangkaran, kisaran umur rusa betina antara 2 – 5 tahun.

(15)

Sebelum pengambilan data primer, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan selama 7 (tujuh) hari. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui dosis yang akan digunakan selama perlakuan. Selama penelitian pendahuluan, rusa betina diberi perlakuan tabat barito dengan beberapa dosis yang berbeda sehingga diharapkan akan didapatkan dosis yang sesuai. Dosis yang diberikan yaitu 2000 mg, 3000 mg, 4000 mg dan 5000 mg/individu/hari.

Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito dosis 5000 mg memperlihatkan tanda-tanda berahi yang lebih nyata dibandingkan dengan dosis lain yang lebih rendah. Oleh sebab itu, dosis 5000 mg dijadikan sebagai dosis patokan atau dosis sedang yang akan digunakan dalam penelitian, sehingga untuk perlakuan tertinggi digunakan dosis 6000 mg dan perlakuan terendah digunakan dosis 4000 mg.

Penelitian dilakukan dengan metode pengamatan langsung di lapangan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (Latin Square Design) 4 x 4. Rusa yang digunakan sebanyak 4 (empat) individu rusa betina yang diberi 4 (empat) perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu pemberian serbuk tabat barito yang telah dikemas dalam bentuk kapsul. Perlakuan yang diberikan terdiri atas:

Perlakuan 1 (R0): kontrol tanpa diberi serbuk tabat barito (0 kapsul) Perlakuan 2 (R1): serbuk tabat barito dengan dosis 4000 mg (20 kapsul) Perlakuan 3 (R2): serbuk tabat barito dengan dosis 5000 mg (25 kapsul) Perlakuan 4 (R3): serbuk tabat barito dengan dosis 6000 mg (30 kapsul)

Pemberian kapsul tabat barito dilakukan dengan cara memasukkan kapsul ke dalam pisang (Lampiran 3) selanjutnya diberikan pada rusa timor betina. Pemberian kapsul tabat barito dilakukan sebanyak 1 (satu) kali/hari bersamaan dengan pemberian pakan pagi (pukul 08.00 WIB) selama 28 hari masa perlakuan. Skema perlakuan seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Skema perlakuan tabat barito terhadap rusa timor betina

Periode Nomor rusa

1 2 3 4

I R3 R0 R2 R1

II R1 R3 R0 R2

III R0 R2 R1 R3

IV R2 R1 R3 R0

Data sekunder diperoleh dengan cara wawancara. Wawancara dengan

keeper di lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data-data yang

relevan untuk mendukung data primer yang diperoleh selama penelitian.

Prosedur Pengamatan

Prosedur pengamatan terhadap perilaku (harian dan seksual) rusa timor betina adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan terhadap perilaku harian dan perilaku seksual dilakukan pada pukul 08.00 – 17.00 WIB.

(16)

3. Pengamatan terhadap jumlah konsumsi pakan dihitung berdasarkan jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah sisa pakan dalam sehari. Jumlah pakan yang diberikan adalah 8 kg/individu/hari (masing-masing 4 kg pada pagi hari dan sore hari). Penimbangan sisa pakan dilakukan setiap periode makan berakhir. Penimbangan sisa pakan pagi dilakukan pada sore hari (sebelum pemberian pakan sore), sementara penimbangan sisa pakan sore dilakukan pada pagi hari (sebelum pemberian pakan pagi pada hari berikutnya).

Analisis Data

Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan/individu/hari dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

� = � – � Keterangan:

c = jumlah konsumsi pakan rusa/individu/hari (kg)

b = jumlah pakan yang diberikan/individu/hari (kg)

s = jumlah sisa pakan/individu/hari (kg)

Perilaku Harian dan Seksual

Perilaku harian (makan dan istirahat) dan seksual dianalisis menggunakan

software SPSS versi 16.0 dengan Analisis of Varian (ANOVA) melalui uji F

untuk menggambarkan keseluruhan perilaku yang diamati (perilaku harian dan seksual). Apabila ditemukan perbedaan maka dilanjutkan dengan uji Least

Significant Difference (LSD) pada taraf kepercayaan 95% (Johnson &

Bhattacharyya 1992). Persamaan yang digunakan dalam Rancangan Bujur Sangkar Latin (Latin Square Design) 4 x 4 adalah sebagai berikut:

���(�)= μ + �� + �� + �(�) + ���(�)

Kandungan Senyawa Tabat Barito

(17)

Tanin, Saponin, Hidroquinon dan Steroid. Berdasarkan hasil analisis tersebut, tabat barito diduga dapat digunakan untuk stimulasi berahi karena mengandung senyawa steroid. Kandungan senyawa steroid dalam tanaman ini diduga dapat mempengaruhi perilaku seksual dan proses reproduksi rusa timor betina. Masy’ud (1995) menjelaskan bahwa hormon steroid merupakan hormon yang dihasilkan oleh gonad (testosteron dari testis, estrogen dan progesteron dari ovarium) memegang peranan penting atas aspek-aspek perilaku reproduksi (perilaku berahi, kawin, bunting dan melahirkan), perkembangan dan pemeliharaan sifat-sifat kelamin sekunder serta pemeliharaan organ-organ reproduksi dan kebuntingan.

Kristina dan Syahid (2012) melaporkan bahwa tabat barito merupakan salah satu tanaman afrodisiak untuk wanita. Tanaman yang dikelompokkan dalam

afrodisiak ini berfungsi untuk membangkitkan gairah seksual. Suryati et al.

(2009) menyatakan penggunaan tabat barito juga bermanfaat untuk merapatkan rahim, bahkan sudah dikembangkan produksi dalam bentuk jamu yang dikenal dengan nama jamu sari rapet.

Beberapa penelitian mengenai pemberian tabat barito telah dilakukan pada jenis satwa selain rusa. Penelitian Karim (2007) menunjukkan bahwa pemberian perlakuan infus tabat barito pada mencit betina dapat meningkatkan kadar progesteron namun tidak signifikan. Gard (1998) diacu dalam Karim (2007) menyatakan peningkatan tersebut berhubungan dengan fungsi dari tabat barito sebagai tanaman afrodisiak, sehingga diduga senyawa yang terkandung dalam tabat barito dapat menginduksi GnRH pada hipotalamus atau merangsang pembentukan LH dan FSH pada hipofisis. Peningkatan GnRH dapat meningkatkan sekresi LH dan FSH yang selanjutnya merangsang pembentukan progesteron. Noris (1980) menyebutkan secara tidak langsung GnRH memegang peranan penting dalam kesediaan kawin. Awal kesediaan kawin pada hewan terkait erat dengan meningkatnya aktivitas sekresi GnRH sehingga diduga dapat mempengaruhi pusat seks di hipotalamus untuk kesediaan kawin.

Rohma (2003) melaporkan bahwa tabat barito mengandung senyawa yang memiliki fungsi mirip dengan progesteron. Hormon progesteron tersebut sangat penting untuk merangsang gairah seks wanita, mempertahankan kehamilan serta memelihara pertumbuhan dan perkembangan embrio dalam rahim. Hasil penelitian Sorensen (1979) menunjukkan bahwa implan hormon progesteron dengan dosis 50 mg selama 12 hari pada sapi menyebabkan berahi 93% dari 143 ekor yang diimplan. Partodiharjo (1987) menyatakan pemberian hormon progesteron menjelang berahi dapat memekakan syaraf pusat dan alat kelamin sehingga berahi lebih cepat terlihat. Saladin (1998) diacu dalam Karim (2007) menyatakan progesteron sangat diperlukan pada saat menjelang estrus karena menyebabkan pengentalan lendir pada vagina dan serviks.

(18)

Nessan dan King (1981) mengemukakan bahwa kerja hormon estrogen adalah untuk meningkatkan sensitivitas organ kelamin betina yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada vulva dan keluarnya lendir transparan dari vulva.

Pengaruh Tabat Barito terhadap Perilaku Harian

Perilaku Makan dan Tingkat Konsumsi Pakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama waktu makan rusa timor betina yang diberi perlakuan tabat barito cenderung menurun sejalan dengan kenaikan dosis yang diberikan (Gambar 1). Rusa dengan perlakuan tabat barito dosis 0 mg memiliki rata-rata lama waktu makan 5,27 ± 1,27 jam, rusa dengan perlakuan dosis 4000 mg memiliki rata-rata lama waktu makan 5,18 ± 1,17 jam, rusa dengan perlakuan dosis 5000 mg memiliki rata-rata lama waktu makan 5,14 ± 1,59 jam dan rusa dengan perlakuan dosis 6000 mg memiliki rata-rata lama waktu makan 5,02 ± 1,53 jam.

Gambar 1 Rata-rata lama waktu makan rusa timor betina yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata lama waktu makan rusa timor betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan dosis berbeda adalah 5,15 ± 0,71 jam/hari. Berbeda dengan hasil penelitian Amiati (2013), rata-rata lama waktu makan rusa timor pada kandang individu di penangkaran Hutan Penelitian Dramaga adalah 184,18 menit/hari atau 3,07 jam/hari. Sebagai perbandingan, Febria (2012) menyatakan bahwa rusa timor jantan yang diberi perlakuan pasak bumi memiliki rata-rata lama waktu makan 4,78 ± 0,31 jam/hari. Perbedaan hasil penelitian tersebut diduga disebabkan oleh pemberian tabat barito sehingga menyebabkan rata-rata lama waktu makan rusa menjadi lebih tinggi. Artinya tabat barito dapat merangsang nafsu makan rusa betina sehingga rata-rata lama waktu makan menjadi meningkat.

Dugaan tersebut didukung oleh hasil perhitungan terhadap jumlah konsumsi pakan rusa timor betina yang diberi perlakuan tabat barito. Rata-rata jumlah konsumsi pakan rusa timor betina yang diberi tabat barito cenderung meningkat sejalan dengan kenaikan dosis yang diberikan (Gambar 2). Rusa perlakuan dosis 0 mg rata-rata mengkonsumsi pakan sebanyak 7,62 ± 0,61 kg, rusa perlakuan dosis 4000 mg memiliki rata-rata jumlah konsumsi pakan sebanyak 7,63 ± 0,69 kg, rusa perlakuan dosis 5000 mg rata-rata mengkonsumsi pakan sebanyak 7,64 ± 0,96 kg dan rusa perlakuan dosis 6000 mg mengkonsumsi pakan sebanyak 7,66 ± 0,85 kg.

4.8

(19)

Gambar 2 Rata-rata konsumsi pakan rusa timor betina yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda

Rata-rata tingkat konsumsi pakan rusa timor betina yang diberi perlakuan tabat barito sebesar 7,64 ± 0,39 kg/individu/hari. Angka tersebut lebih tinggi dari hasil yang diperoleh Kwatrina et al. (2011) bahwa rata-rata tingkat konsumsi pakan harian rusa timor di penangkaran Hutan Penelitian Dramaga sebesar 6,4 kg/individu/hari. Sebagai perbandingan, Febria (2012) menyatakan rata-rata tingkat konsumsi pakan rusa timor jantan yang diberi perlakuan pasak bumi adalah 5,83 ± 0,93 kg/individu/hari. Tingginya tingkat konsumsi dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh pemberian tabat barito. Pemberian tabat barito dengan beberapa dosis diduga dapat meningkatkan konsumsi pakan rusa sesuai dengan rata-rata lama waktu makan yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun rata-rata lama waktu makan cenderung menurun sejalan dengan peningkatan dosis tabat barito yang diberikan, akan tetapi rata-rata jumlah konsumsi pakan cenderung meningkat. Artinya, lama waktu makan menjadi lebih singkat namun jumlah pakan yang dikonsumsi meningkat.

Perilaku Istirahat

Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas istirahat pada rusa timor betina lebih banyak diisi oleh aktivitas duduk, memejamkan mata dan memamah biak. Rusa timor betina segera melakukan aktivitas istirahat setelah aktivitas makan selesai. Rusa melakukan aktivitas istirahat dengan cara duduk (kaki depan dilipat ke belakang, kaki belakang dilipat ke depan) sambil memejamkan mata dan memamah biak (Gambar 3).

Gambar 3 Perilaku istirahat pada rusa timor betina 7.58

(20)

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata lama waktu istirahat pada rusa timor betina yang diberi perlakuan tabat barito cenderung meningkat sejalan dengan kenaikan dosis yang diberikan (Gambar 4). Hasil pengukuran waktu istirahat pada rusa timor betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan dosis 0 mg diperoleh rata-rata lama waktu istirahat 3,45 ± 1,43 jam, rusa betina dengan perlakuan dosis 4000 mg memiliki rata-rata lama waktu istirahat 3,47 ± 1,45 jam, rusa betina dengan perlakuan dosis 5000 mg memiliki rata-rata lama waktu istirahat 3,55 ± 1,69 jam dan rusa betina dengan perlakuan dosis 6000 mg memiliki rata-rata lama waktu istirahat 3,56 ± 1,55 jam.

Diperoleh rata-rata lama waktu istirahat rusa timor betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan beberapa dosis adalah 3,51 ± 0,78 jam/hari. Angka tersebut berbeda dengan hasil penelitian Febria (2012), rata-rata lama waktu istirahat rusa timor jantan yang diberi perlakuan pasak bumi adalah 4,22 ± 0,41 jam/hari. Rendahnya rata-rata lama waktu istirahat dalam penelitian ini merupakan implikasi dari tingginya rata-rata lama waktu makan, sehingga semakin tinggi rata-rata lama waktu makan maka mengakibatkan semakin rendah rata-rata lama waktu istirahat.

Gambar 4 Rata-rata lama waktu istirahat rusa timor betina yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda

Secara keseluruhan angka aktual yang diperoleh untuk perilaku makan, perilaku istirahat serta tingkat konsumsi pakan mengindikasikan bahwa pemberian tabat barito dengan dosis 0 mg, 4000 mg, 5000 mg dan 6000 mg menunjukkan adanya perbedaan. Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian tabat barito dengan beberapa dosis tidak mengindikasikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap perilaku makan, perilaku istirahat dan tingkat konsumsi pakan rusa timor betina (Tabel 2).

Tabel 2 Rata-rata perilaku harian rusa timor betina selama perlakuan Perlakuan

Keterangan: a = tidak berbeda nyata 3.35

(21)

Pengaruh Tabat Barito terhadap Perilaku Seksual

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito menunjukkan beberapa tanda berahi antara lain perilaku urinasi, mengangkat ekor, mengendus dan menjilati pejantan, diam saat didekati pejantan serta diam saat dinaiki pejantan. Penelitian ini menggunakan rusa jantan yang dimaksudkan untuk memberikan rangsangan agar betina dapat menunjukkan tanda-tanda berahi tersebut, serta dapat diketahui berbagai respon betina terhadap rangsangan yang diberikan oleh pejantan. Pejantan yang dipilih adalah pejantan yang memiliki ranggah keras. Handarini (2006) menyatakan pada periode ini rusa jantan menghasilkan spermatozoa yang berkualitas baik dengan kesuburan tinggi. Pengamatan perilaku seksual pada rusa timor betina dideskripsikan berdasarkan tingkah laku pra-kopulasi, kopulasi dan pasca kopulasi.

Pra-kopulasi

Becker et al. (1992) diacu dalam Murti (2012) menyatakan bahwa tingkah laku pra-kopulasi penting untuk terjadinya kopulasi, biasanya disebut dengan tingkah laku percumbuan (courtship) dan merupakan stimulasi fisik yang menandakan betina dalam kondisi estrus. Perilaku betina yang termasuk pra-kopulasi dalam penelitian ini terdiri atas perilaku urinasi, perilaku mengangkat ekor, perilaku mengendus dan menjilati pejantan serta perilaku diam didekati.

Perilaku Urinasi

Relatif seringnya frekuensi pengeluaran urin merupakan salah satu tanda berahi yang mudah diamati (Takandjandji 2012). Berdasarkan hasil pengamatan, rusa yang tidak diberi perlakuan tabat barito (dosis 0 mg) memiliki rata-rata frekuensi urinasi lebih rendah dibandingkan dengan rusa yang diberi perlakuan tabat barito. Terlihat kenaikan rata-rata frekuensi urinasi sejalan dengan kenaikan dosis yang diberikan (Gambar 5).

Gambar 5 Rata-rata frekuensi perilaku urinasi pada rusa timor betina akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda

Semakin tinggi dosis tabat barito yang diberikan juga berpengaruh terhadap selang waktu urinasi rusa timor betina. Selang waktu urinasi pada rusa timor betina yang diberi perlakuan tabat barito terlihat fluktuatif pada masing-masing perlakuan dosis (Gambar 6).

0

(22)

Gambar 6 Rata-rata selang waktu perilaku urinasi pada rusa timor betina akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda

Rusa betina dengan perlakuan tabat barito dosis 0 mg memiliki rata-rata frekuensi paling rendah dan rata-rata selang waktu urinasi paling tinggi. Sementara rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito (dosis 4000 mg, 5000 mg dan 6000 mg) memiliki rata-rata frekuensi lebih tinggi dan rata-rata selang waktu urinasi lebih rendah. Hal tersebut menandakan bahwa pemberian tabat barito diduga dapat menyebabkan rusa betina menjadi berahi sehingga menunjukkan perilaku urinasi dengan frekuensi yang tinggi dan selang waktu yang rendah.

Andijarso (1988) menyatakan bahwa perilaku urinasi merupakan suatu respon positif yang ditunjukkan oleh betina ketika pejantan mulai aktif dan agresif saat mendekati betina, terutama saat mencium dan menjilati alat kelamin betina. Hal tersebut menandakan bahwa betina dalam kondisi berahi, seperti terlihat pada rusa betina yang diberi perlakuan dosis 6000 mg memiliki rata-rata frekuensi urinasi paling tinggi dan selang waktu paling rendah. Hal tersebut menunjukkan semakin tinggi dosis tabat barito yang diberikan maka semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap perilaku urinasi.

Tabat barito diduga mengandung senyawa fitoestrogen sehingga berfungsi seperti hormon estrogen. Yoles et al. (2005) diacu dalam Putra (2009) menyatakan bahwa estrogen dapat berperan sebagai kontrol umpan balik positif dengan menstimulasi sekresi LH dan FSH. Peningkatan sekresi hormon FSH dan LH ini akan mempengaruhi stimulan seksual. Timbulnya stimulan seksual tersebut memberikan pengaruh yang berbeda terhadap masing-masing jenis satwa, salah satunya pada rusa adalah meningkatnya kadar diuretik. Diuretik adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu kondisi, sifat atau penyebab naiknya laju urinasi. Tingginya laju urinasi tersebut berfungsi untuk melumasi alat kelamin, serta merupakan salah satu tanda bahwa satwa betina sedang dalam kondisi terangsang.

Perilaku Mengangkat Ekor

Berdasarkan pengamatan, diperoleh hasil yang fluktuatif terhadap frekuensi mengangkat ekor pada betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan beberapa dosis. Rata-rata frekuensi mengangkat ekor tertinggi terjadi pada rusa perlakuan dosis 5000 mg dan rata-rata frekuensi terendah terjadi pada rusa perlakuan dosis 0 mg (Gambar 7).

(23)

Gambar 7 Rata-rata frekuensi perilaku mengangkat ekor pada rusa betina akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda

Perilaku mengangkat ekor merupakan salah satu tanda betina sedang dalam kondisi berahi. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi dosis tabat barito yang diberikan tidak menyebabkan semakin tingginya frekuensi mengangkat ekor. Hal tersebut terlihat pada rusa perlakuan dosis 6000 mg yang memiliki rata-rata frekuensi lebih rendah dibandingkan dengan rusa perlakuan dosis 5000 mg. Mengacu pada laporan Masy’ud (1989), bahwa mengangkat ekor merupakan suatu respon positif dari betina apabila terdapat rangsangan yang sangat aktif dan agresif dari pejantan dalam menjilati vulva betina. Berdasarkan hasil pengamatan, pejantan terlihat lebih agresif dalam perilaku mencium dan menjilati vulva betina ketika digabung dengan rusa betina perlakuan dosis 5000 mg. Terhitung rata-rata frekuensi pejantan dalam mencium dan menjilati vulva betina pada perlakuan dosis 5000 mg sebanyak 16 kali. Adapun rata-rata frekuensi pejantan dalam mencium dan menjilati vulva betina dengan perlakuan dosis 6000 mg terhitung sebanyak 12 kali.

Terlihat peningkatan rata-rata lama waktu yang tinggi dalam perilaku mengangkat ekor pada betina perlakuan dosis 6000 mg (Gambar 8). Rata-rata lama waktu perilaku mengangkat ekor terlihat sangat tinggi pada betina dengan perlakuan dosis 6000 mg meskipun memiliki rata-rata frekuensi yang lebih rendah dari rusa betina yang diberi perlakuan dosis 5000 mg. Hal tersebut diduga pemberian tabat barito dengan dosis 6000 mg menyebabkan rusa betina menjadi berahi sehingga memiliki rata-rata lama waktu mengangkat ekor yang jauh lebih tinggi dibandingkan rusa betina yang diberi perlakuan dosis lain.

Gambar 8 Rata-rata lama waktu perilaku mengangkat ekor pada rusa betina akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda

0

Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

0

(24)

Perilaku Mengendus dan Menjilati Pejantan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rusa betina dengan perlakuan tabat barito dosis 6000 mg memiliki frekuensi paling tinggi dalam perilaku mengendus dan menjilati pejantan. Semakin tinggi dosis semakin tinggi pula frekuensi mengendus dan menjilati pejantan (Gambar 9).

Gambar 9 Rata-rata frekuensi perilaku mengendus dan menjilati pejantan pada rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan dosis berbeda Diduga pemberian tabat barito dengan dosis 6000 mg menyebabkan rusa betina menjadi berahi sehingga tidak menolak saat didekati pejantan dan kemudian bergantian mengendus dan menjilati pejantan. Sesuai dengan pernyataan Andijarso (1988) bahwa pada betina yang sudah terangsang maka akan bergantian menjilati bagian-bagian tubuh pejantan tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rusa betina dengan perlakuan tabat barito dosis 0 mg, 4000 mg dan 5000 mg tidak memberikan respon positif, bahkan cenderung menjauh ketika didekati oleh pejantan. Artinya, perlakuan dosis tersebut belum cukup optimal dalam merangsang rusa betina menjadi berahi (estrus).

Berdasarkan pengamatan, perilaku mengendus dan menjilati pejantan terlihat ketika rusa betina dan rusa jantan sedang melakukan aktivitas istirahat bersama dalam posisi duduk (Gambar 10). Betina diam ketika pejantan mulai mendekat, mencium, mengendus dan menjilati betina. Kemudian setelah pejantan diam, betina mulai bergantian mengendus bagian wajah pejantan, selanjutnya betina mulai menjilati area sekitar mata dan telinga pejantan berkali-kali.

Sedikit berbeda dengan pernyataan Alexander et al. (1980) diacu dalam Murti (2012) bahwa pada rusa timor jantan tingkah laku mengendus dan menjilati betina merupakan pola perilaku mencumbu yang paling sering dilakukan. Hal ini merupakan salah satu fungsi yang sangat penting sebagai komunikasi secara kimiawi melalui indra penciuman. Adapun tingkah laku rusa timor betina pada saat bercumbu lebih bersifat pasif, dalam arti membiarkan dicumbu oleh pejantan. Sering juga terjadi sebaliknya, betina mencumbu pejantan dengan cara menggesek-gesekan kepala pada leher pejantan, kemudian menjilati bulu pejantan di sekitar perut yang menyebabkan penis pejantan menjadi ereksi. Ereksi pada pejantan ditandai dengan keluarnya gland penis dari preputium.

0

(25)

Gambar 10 Perilaku mengendus dan menjilati pejantan

Waktu yang teramati untuk mengendus dan menjilati pejantan terlihat pada Gambar 11, rusa dengan perlakuan dosis 6000 mg memiliki rata-rata lama waktu paling tinggi. Hal ini sesuai dengan tingginya rata-rata frekuensi betina perlakuan tabat barito dosis 6000 mg. Semakin tinggi rata-rata frekuensi semakin tinggi pula rata-rata lama waktu yang digunakan betina untuk mengendus dan menjilati pejantan, sebaliknya semakin rendah rata-rata frekuensi maka semakin rendah pula rata-rata lama waktu yang digunakan dalam perilaku mengendus dan menjilati pejantan.

Gambar 11 Rata-rata lama waktu perilaku mengendus dan menjilati pejantan pada rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito

Perilaku Diam Didekati

Rusa betina yang mendapat rangsangan dari pejantan menunjukkan respon yang berbeda pada masing-masing perlakuan dosis tabat barito yang diberikan. Rusa dengan perlakuan tabat barito dosis 6000 mg cenderung menunjukkan respon diam ketika didekati oleh pejantan. Berbeda dengan betina perlakuan tabat barito dosis 5000 mg, 4000 mg dan 0 mg yang cenderung tidak merespon. Betina dengan ketiga perlakuan dosis tersebut sering terlihat menjauh dan melakukan aktivitasnya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Andijarso (1988), jika betina tidak bereaksi maka betina akan terus melakukan aktivitasnya sendiri, seperti berjalan, makan atau duduk beristirahat.

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh rata-rata frekuensi tertinggi pada perilaku diam didekati pejantan terjadi pada betina perlakuan tabat barito dosis 6000 mg. Rusa betina betina perlakuan dosis 4000 mg dan 5000 mg memiliki rata-rata frekuensi yang sama dan rata-rata frekuensi paling rendah terjadi pada betina perlakuan dosis 0 mg (Gambar 12).

0

(26)

Gambar 12 Rata-rata frekuensi perilaku diam didekati pejantan pada rusa betina yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan terkait lama waktu perilaku diam didekati. Betina dengan perlakuan dosis 6000 mg memiliki rata-rata lama waktu tertinggi (Gambar 13). Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemberian tabat barito dengan dosis 6000 mg diduga menyebabkan betina menjadi berahi sehingga bersikap lebih tenang dalam menghadapi pejantan, tidak menolak dan tidak menghindar. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Samsudewa dan Susanti (2008), saat rusa timor betina berahi lebih sering menyendiri, nafsu makan menurun dan relatif diam saat didekati pejantan. Berbeda dengan betina perlakuan dosis 5000 mg, 4000 mg dan 0 mg yang cenderung menghindar ketika didekati pejantan. Respon tersebut antara lain berlari menjauh, melanjutkan aktivitasnya sendiri atau duduk di lantai kandang untuk menghindar dari pejantan yang berusaha mencium dan menjilati vulva betina.

Gambar 13 Rata-rata lama waktu perilaku diam didekati pada rusa betina yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda

Kopulasi

Hasil pengamatan menunjukkan betina dengan perlakuan dosis 0 mg, 4000 mg dan 5000 mg memberikan respon yang sama dalam perilaku diam dinaiki, yaitu selalu menghindar ketika pejantan berusaha menaiki punggung betina. Respon yang sangat berbeda ditunjukkan oleh betina dengan perlakuan dosis 6000 mg yang memberikan respon positif ketika pejantan berusaha menaiki.

Berdasarkan hasil pengamatan, rusa betina dengan perlakuan dosis 6000 mg bersedia dinaiki (dikawini) oleh pejantan pada hari ke-6 perlakuan (Gambar 14). Hal tersebut dapat terjadi karena pemberian tabat barito dengan dosis 6000 mg

0

Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

0

(27)

diduga menyebabkan rusa betina menjadi berahi sehingga tidak menolak untuk kawin. Sesuai dengan pernyataan Toelihere (1985) bahwa timbulnya rangsangan pertama ke arah perilaku kawin datang dari tubuh betina, yaitu pada saat betina dalam keadaan berahi (estrus), sehingga hanya pada saat estrus saja betina mau melakukan kawin. Lebih lanjut ditegaskan bahwa periode estrus ditetapkan sebagai periode waktu betina mau menerima pejantan dan akan berdiri diam dinaiki. Estrus merupakan suatu kejadian fisiologik pada hewan betina yang dimanifestasikan dengan memperlihatkan keinginan untuk kawin. Partodiharjo (1992) menambahkan bahwa estrus pada betina merupakan fase yang sangat penting yang ditandai dengan terjadinya kopulasi. Dilaporkan pula oleh Andijarso (1988) bahwa pada betina yang sudah terangsang maka akan bergantian menjilati bagian-bagian tubuh pejantan tertentu dan sebagai puncaknya akan terjadi kopulasi selama 2 – 3 detik.

Gambar 14 Rusa timor betina diam saat dinaiki oleh pejantan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rusa timor betina dengan perlakuan tabat barito dosis 6000 mg bersedia dikawini sebanyak 4 kali dalam waktu 2,03 jam. Hal ini sejalan dengan penelitian Wibowo (1985) bahwa selama berahi seekor rusa betina bisa dinaiki 3 – 4 kali selama 2 jam oleh seekor pejantan. Adapun perilaku diam dinaiki (kawin) ini hanya terjadi pada hari ke-6 perlakuan saja, sementara hari berikutnya betina tidak lagi bersedia untuk kawin. Hal tersebut berbeda dengan pernyataan Masy’ud (1995) bahwa lama periode estrus bervariasi dari 12 jam sampai beberapa hari, dan lama estrus untuk rusa timor betina dapat berlangsung selama 2 – 3 hari.

Gambar 15 Rata-rata frekuensi perilaku diam dinaiki pada rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan dosis berbeda

0

(28)

Andijarso (1988) melaporkan bahwa puncak perilaku kawin adalah ketika pejantan menaiki betina dan menusukkan penisnya dengan hentakan yang cukup kuat, dimana kejadian tersebut berlangsung antara 2 – 3 detik saja. Dijelaskan bahwa kopulasi (kawin) merupakan suatu puncak dari keseluruhan perilaku berahi pada rusa betina. Mengacu pada pernyataan tersebut, hanya betina perlakuan dosis 6000 mg saja yang menunjukkan perilaku berahi sampai kondisi puncak. Hal ini terlihat pada rata-rata frekuensi perilaku diam dinaiki (Gambar 15) dan rata-rata lama waktu perilaku diam dinaiki (Gambar 16), hanya betina perlakuan dosis 6000 mg saja yang menunjukkan respon positif sedangkan betina perlakuan dosis lain (0 mg, 4000 mg dan 5000 mg) cenderung menghindar ketika dinaiki oleh pejantan.

Gambar 16 Rata-rata lama waktu perilaku diam dinaiki pada rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan dosis berbeda

Berdasarkan angka aktual, pemberian tabat barito dengan dosis 0 mg, 4000 mg, 5000 mg dan 6000 mg menunjukkan perbedaan terhadap perilaku seksual rusa timor betina. Menurut hasil analisis statistika, pemberian tabat barito dengan beberapa dosis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) pada perilaku urinasi, perilaku mengangkat ekor, perilaku diam didekati dan perilaku diam dinaiki, akan tetapi menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada frekuensi perilaku mengendus dan menjilati pejantan (Tabel 3).

Tabel 3 Rata-rata perilaku seksual rusa timor betina selama perlakuan Perilaku

(29)

Pasca Kopulasi

Tingkah laku yang ditunjukkan oleh betina pasca kopulasi adalah cenderung menghindar saat pejantan berusaha mendekat, mengendus atau menjilati vulva betina serta menaiki punggung betina. Betina menghindari pejantan dengan cara menutup vulva menggunakan ekor serta seringkali terlihat duduk di lantai kandang untuk menghindari pejantan menaiki punggung betina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rusa betina bersedia untuk kopulasi pada hari ke-6 perlakuan, akan tetapi pada hari berikutnya betina tidak lagi menunjukkan perilaku diam dinaiki yang menandakan bahwa betina tidak memiliki kesediaan untuk kopulasi.

Berdasarkan pengamatan, pada hari berikutnya setelah terjadi aktivitas kopulasi rusa betina masih menunjukkan tanda-tanda estrus namun menolak untuk aktivitas kopulasi. Hal tersebut diduga karena masa estrus betina telah berakhir (metestrus) sehingga betina tidak lagi bersedia untuk kopulasi (kawin). Dijelaskan oleh Masy’ud (1995) bahwa metestrus adalah fase yang terjadi segera setelah estrus selesai, meski tanda-tanda estrus masih dapat terlihat tetapi betina telah menolak untuk aktivitas kopulasi. Demikian pula dilaporkan oleh Partodiharjo (1992) bahwa estrus pada betina merupakan fase yang sangat penting yang ditandai dengan terjadinya kopulasi. Apabila betina menolak untuk kopulasi walaupun gejala-gejala estrus terlihat dengan jelas, maka penolakan tersebut memberi pertanda bahwa betina masih dalam fase proestrus atau fase estrus telah lewat (metestrus).

Masy’ud (1995) melaporkan bahwa faktor yang berkaitan erat dengan aktivitas reproduksi adalah konsentrasi hormon di dalam tubuh satwa. Rusa betina tidak lagi bersedia untuk melakukan aktivitas kopulasi (kawin) diduga karena konsentrasi progesteron di dalam tubuhnya telah meningkat dan konsentrasinya tinggi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa berahi (estrus) hanya terjadi ketika konsentrasi progesteron rendah (<0,1 ng/ml), kemudian meningkat secara gradual mencapai nilai puncak (3,0 – 8,0 ng/ml) antara 12 – 16 hari sesudah berahi. Pola tersebut akan berulang lagi ketika rusa betina memasuki musim kawin berikutnya. Maeda et al. (2000) menyatakan bahwa kadar progesteron tergolong rendah selama estrus dan semakin meningkat sampai masa non-estrus tercapai. Berdasarkan pernyataan tersebut, diketahui bahwa rusa betina hanya estrus dan siap kawin apabila konsentrasi progesteron di dalam tubuhnya rendah. Selama konsentrasi progesteron tinggi dan mencapai kondisi puncaknya, maka estrus tidak akan terjadi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

(30)

2. Rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan dosis 6000 mg menunjukkan tanda berahi (estrus) sehingga bersedia dinaiki (kopulasi) pada hari ke-6 perlakuan.

Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan dalam penelitian ini adalah:

1. Pemberian tabat barito dengan dosis 6000 mg dapat digunakan dalam menstimulasi berahi rusa timor betina untuk melakukan kopulasi (kawin). 2. Untuk mengetahui efektivitas dosis diperlukan penelitian lanjutan dengan

dosis >6000 mg.

3. Pemberian tabat barito sebaiknya dikaitkan dengan musim kawin rusa timor karena perlakuan akan lebih efektif apabila dilakukan pada saat menjelang musim kawin.

DAFTAR PUSTAKA

Amiati DA. 2013. Perilaku dan pola konsumsi rusa timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) di penangkaran akibat pemberian pakan oleh pengunjung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Andijarso. 1988. Beberapa pola penangkaran rusa bawean (Axis kuhlii) di daerah Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

De Padua LS, Bunyapraphatsara N, Lemmen RHMJ. 1999. Plant resources of South-East Asia. Medicinal and Poisonous 12 (1): 278 – 283.

English AW. 1992. Management strategies for farmed chital deer. In: Brown RD (ed) The Biology of Deer. New York (US): Springer-Verlag.

Febria R. 2012. Efek pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap perilaku rusa timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) jantan di penangkaran, Hutan Penelitian Dramaga, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Handarini R. 2006. Dinamika aktivitas reproduksi berkaitan dengan tahap pertumbuhan ranggah rusa timor (Cervus timorensis) jantan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Johnson RA, Bhattacharyya GK. 1992. Statistics Principles and Methods. New York (US): John Wiley.

Kaldas RS, Hughes CL. 1989. Reproductive and general metabolic effects of phytoestrogens in mammals. Reprod Toxicol (3): 81 – 89.

Karim AK. 2007. Kadar progesteron mencit betina (Mus musculus L) setelah pemberian infus batang tabat barito (Ficus deltoidea Jack). Sains 7 (1): 61 – 64.

Kristina NN, Syahid SF. 2012. Induksi perakaran dan aklimatisasi tanaman tabat barito setelah konservasi in vitro jangka panjang. Bul. Littro 23 (1): 11 – 20. Kwatrina RT, Takandjandji M, Bismark M. 2011. Ketersediaan tumbuhan pakan

(31)

Maeda K, Ohkura S, Tsukamura H. 2000. Physiology of Reproduction. In The Handbook of Experimental Animals: The Laboratory Rat. Krinke GJ (ed.). London (GB): Academic Pr.

Masy’ud B. 1989. Mekanisme Kelakuan Reproduksi pada Rusa. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Masy’ud B. 1995. Pengantar Biologi Reproduksi pada Satwaliar. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Masy’ud B, Taurin MB. 2000. Karakteristik dan pengawetan sperma rusa timor

(Cervus timorensis). Media Konservasi 6 (3): 105 – 107.

Murti S. 2012. Tingkah laku reproduksi dan tingkah laku harian rusa timor (Rusa

timorensis de Balinville, 1822) [skripsi]. Bengkulu (ID): Universitas

Bengkulu.

Nessan GK, King GJ. 1981. Sexual behavior in ovariectomized cows treated with oestradion benzoate and testosterone propionate. Jurnal Reprod. Ind. Fert.

61: 171 – 178.

Noris DO. 1980. Vetebrate endocrinology. Philadelphia (US): LEA and Febiger. Partodiharjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta (ID): Mutiara Sumber

Widya.

Partodiharjo S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Ed. Ke-3. Jakarta (ID): Mutiara Sumber Widya.

[PP No 8] Peraturan Pemerintah Nomor 8. 1999. Pemanfaatan Jenis Satwaliar dan Tumbuhan.

Putra AP. 2009. Efektivitas pemberian kedelai pada tikus putih (Rattus

novergicus) bunting dan menyusui terhadap pertumbuhan dan kinerja

reproduksi anak tikus betina [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rohma Z. 2003. Pengaruh infus batang tabat barito (Ficus deltoidea Jack)

terhadap perkembangan uterus dan vagina mencit (Mus muculus L) [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Samsudewa D, Susanti S. 2008. Studi tingkah laku rusa timor (Cervus timorensis) di Kepulauan Karimun Jawa. Agromedia 26 (2): 19 – 24.

Semiadi G, Adhi IGMJ, Trasodiharto A. 2005. Pola kelahiran rusa sambar

(Cervus unicolor) di penangkaran Kalimantan Timur. Biodiversitas 6 (1): 59

– 62.

Semiadi G, Nugraha RTP. 2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Bogor (ID): Pusat Penelitian Biologi LIPI.

Sorensen AM. 1979. Animal Reproduction. New York (US): McGraw-Hill.

Suryati, Hazli N, Dachriyanus, Nordin HL. 2009. Profil fitokimia dan aktivitas antiasetikolinesterase dari daun tabat barito (Ficus deltoidea Jack). Jurnal

Riset Kimia 2 (2): 169 – 173.

Takandjandji M. 2012. Teknik Penangkaran Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822). Bogor (ID): Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan.

Takandjandji M, Setio P, Kayat. 2011. Nilai Ekonomi Rusa. Pengembangan

Penangkaran Rusa Timor. Sintesis Hasil-hasil Litbang.

(32)

Toelihere MR. 1981. Petunjuk Praktikum Inseminasi Buatan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Toelihere MR. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung (ID): Penerbit Angkasa.

(33)
(34)

Lampiran 2 Tabat barito

Tanaman tabat barito

Permukaan atas dan permukaan bawah daun tabat barito Lampiran 3 Bahan penelitian

(35)

Lampiran 3 Bahan penelitian (lanjutan)

Kapsul tabat barito dan pisang berisi kapsul tabat barito Lampiran 4 Perilaku harian dan perilaku seksual rusa timor betina

Perilaku makan rusa timor betina

(36)

Lampiran 4 Perilaku harian dan perilaku seksual rusa timor betina (lanjutan)

Perilaku urinasi pada rusa timor betina

Perilaku mengangkat ekor pada rusa timor betina

(37)

Lampiran 4 Perilaku harian dan perilaku seksual rusa timor betina (lanjutan)

Perilaku rusa timor betina diam didekati pejantan

Perilaku rusa timor betina diam dinaiki pejantan Lampiran 5 Hasil analisis statistik perilaku harian dan seksual

Analisis sidik ragam perilaku makan rusa timor betina

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung P

Periode 3 0,49 13,26 0,05

Rusa 3 0,02 0,63 0,62

Perlakuan 3 0,05 1,22 0,38

Galat 6 0,04

Total 15

Analisis sidik ragam perilaku istirahat rusa timor betina

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung P

Periode 3 0,87 10,17 0,01

Rusa 3 0,14 1,62 0,28

Perlakuan 3 0,03 0,34 0,80

Galat 6 0,09

(38)

Lampiran 5 Hasil analisis statistik perilaku harian dan seksual (lanjutan) Analisis sidik ragam tingkat konsumsi rusa timor betina

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung P

Periode 3 0,01 0,37 0,77

Rusa 3 0,04 1,61 0,28

Perlakuan 3 0,00 0,03 0,99

Galat 6 0,02

Total 15

Analisis sidik ragam perilaku urinasi rusa timor betina

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung P

Periode 3 37,66 1,78 0,25

Rusa 3 3,47 0,16 0,92

Perlakuan 3 76,50 3,61 0,09

Galat 6 21,17

Total 15

Analisis sidik ragam perilaku mengangkat ekor

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung P

Periode 3 9,02 1,13 0,41

Rusa 3 8,68 1,09 0,42

Perlakuan 3 27,89 3,50 0,09

Galat 6 7,97

Total 15

Analisis sidik ragam perilaku mengendus dan menjilati pejantan Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung P

Periode 3 0,71 0,55 0,67

Rusa 3 1,42 1,10 0,42

Perlakuan 3 6,38 4,94 0,05

Galat 6 1,29

Total 15

Analisis sidik ragam perilaku diam saat didekati pejantan

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung P

Periode 3 1,35 0,39 0,76

Rusa 3 8,06 2,33 0,17

Perlakuan 3 11,89 3,44 0,09

Galat 6 3,45

(39)

Lampiran 5 Hasil analisis statistik perilaku harian dan seksual (lanjutan) Analisis sidik ragam perilaku diam saat dinaiki pejantan

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung P

Periode 3 2,64 1,00 0,46

Rusa 3 2,64 1,00 0,46

Perlakuan 3 2,64 1,00 0,46

Galat 6 2,64

(40)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, 18 April 1991. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Suripto (ayah) dan Partini (ibu). Penulis memiliki seorang adik bernama Akbar Saputra. Pendidikan tingkat menengah pertama ditempuh di SMP Muhammadiyah Islamic Centre Cianjur (tahun 2003 – 2006). Penulis melanjutkan jenjang sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Cianjur (tahun 2006 – 2009). Selanjutnya penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB pada tahun 2009 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Pengalaman organisasi yang pernah diikuti di IPB antara lain sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova), anggota Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK) dan bendahara Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Prenjak pada tahun 2011 – 2012. Berbagai kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti antara lain anggota Divisi Dana dan Usaha pada acara Green Enterpreneurship 2010 yang diadakan oleh Biro Kewirausahaan Himakova, anggota Divisi Dana dan Usaha pada acara Java Cup

2010, bendahara pada acara pendidikan dan latihan KPB 2011 serta anggota Divisi Logistik dan Transportasi pada acara Gebyar Himakova 2011.

Gambar

Gambar 3  Perilaku istirahat pada rusa timor betina
Tabel 2  Rata-rata perilaku harian rusa timor betina selama perlakuan
Gambar 6  Rata-rata selang waktu perilaku urinasi pada rusa timor betina akibat
Gambar 7  Rata-rata frekuensi perilaku mengangkat ekor pada rusa betina akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda
+4

Referensi

Dokumen terkait

Selain evaluasi sikap perilaku yang dilakukan oleh Tim Penilai, dilaksanakan pula 2 (dua) kali penilaian antar Peserta. Penilaian ini dapat dilaksanakan dengan

karena karakteristik produk dan jasanya yang bersifat universal, produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata dalam Halal Tourism adalah sama dengan produk, jasa,

yaitu meliputi 4 tahap: (i) perencanaan (ii) pelaksanaan tindakan (iii) observasi, dan (iv) refleksi. Setting penelitian dilaksanakan di kelas IV SDN Waturalele

Sebelum dilakukan tindakan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamati peneliti adalah: hasil ulangan harian pada awal semeser I tahun

Sehingga sektor ini memiliki pengaruh yang besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi kota Pematangsiantar, sehingga penulis ingin mengadakan penelitian terhadap sektor

Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara manajemen sarana dan prasarana terhadap kinerja pegawai

Puji syukur kehadirat Allah Swt karena laporan pra tugas akhir dengan judul Perancangan Pusat Budidaya Terumbu Karang di Kabupaten Lamongan ini dapat terselesaikan dengan

Tulis secara ringkas mengenai kegagalan cerun batuan yang biasa berlaku dengan bantuan lakaran cerun dan unjuran stereografik untuk setiap kegagalan... [a] In pumping out test