KEMASYARAKATAN DESA NGARIP KECAMATAN
ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS
SUSNI HERWANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Kemasyarakatan Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2012
Susni Herwanti
SUSNI HERWANTI.Optimization of Land Utilization of Community Forestry in Ngarip Village, Ulu Belu Sub Distric, Tanggamus. Under the Supervision of M. BUCE SALEH and BAHRUNI
Poverty has been considered as one of factors which caused forest degradation in rural area. About 63% of poor communities live in rural area and most of them are farmer. This study aims to identify cropping patterns, formulate optimal cropping pattern based on social, economic, and ecological aspects, and then identify development prospect of community forestry based on farmer’s perspective. This research was conducted in Desa Ngarip, Lampung province for 2 months. Data were analyzed by linear programming and descriptive method. The result showed that agroforestry system in this area were grouped into 16 cropping patterns. Based on economic and ecological consideration, all optimal cropping patterns achieved ecological criteria but not all profitable. The patterns consisted of commercial plants: 150 plants per hectare for high strata, 1.600 plants per hectare for middle strata and 2.400 plants per hectare for lower strata. With such an approach, it was revealed that the best result was found at cropping pattern 15.The profit was Rp 36.300.000 which was highest profit of all optimal cropping pattern types and could support a life worth living. Furthermore, through descriptive analysis, community forestry had good prospect to be develoved based on farmer’s perspective.
SUSNI HERWANTI. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Kemasyarakatan Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus. Dibimbing oleh M. BUCE SALEH dan BAHRUNI.
Masalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan kerusakan hutan merupakan isu penting yang terjadi di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 32 juta orang atau sekitar 14% dan sebanyak 20 juta orang berada di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung yang berada di perdesaan adalah 1,2 juta orang atau sekitar 22% dari total penduduk Lampung. Luas kawasan hutan yang mengalami kerusakan khususnya di Provinsi Lampung mencapai 52% dari total luas kawasan hutan dan salah satunya disebabkan oleh kemiskinan di perdesaan. Penelitian mengenai pemanfaatan lahan optimal perlu dilakukan untuk mendapatkan pola tanam optimal yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola tanam yang ada di lahan HKm Desa Ngarip, merumuskan pola tanam optimal berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan ekologi dan mengidentifikasi prospek pengembangan HKm berdasarkan perspektif petani. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur dan studi literatur. Sampel diambil secara purposive terhadap petani HKm dan petani yang memiliki pola tanam berbeda. Analisis dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Pola tanam optimal dirumuskan dengan
menggunakan linear programming. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil
optimalisasi yang mampu memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL) tertinggi. Standar KHL dapat dipenuhi dengan menambah luas lahan atau tidak menambah luas lahan tergantung dari keuntungan pola tanam hasil optimalisasi. Prospek pengembangan HKm dalam penelitian ini dinilai secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga puluh enam pola tanam yang ada di lapangan dan enam belas pola tanam yang direncanakan petani. Enam belas pola tanam yang direncanakan kemudian dioptimalkan sehingga dihasilkan enam belas pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam hasil optimalisasi terdiri dari sepuluh jenis tanaman pilihan masyarakat, yaitu tanaman kopi, lada, cengkeh, kakao, pala, alpukat, durian, pisang, cabe dan tanaman kayu-kayuan. Analisis optimalisasi menemukan bahwa pola tanam yang memberikan keuntungan tertinggi terdapat pada pola tanam 15. Pola tanam ini memiliki keuntungan sebesar Rp 36.300.000 per hektar per tahun dan terdiri dari jenis tanaman komersial. Komposisi tanaman tajuk tinggi mencapai 150 batang per hektar, tajuk sedang 1.600 batang per hektar dan tajuk rendah 2.400 batang per hektar.
ketersediaan HOK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah HOK yang tersedia di Desa Ngarip adalah 300 HOK, sedangkan target HOK yang dibutuhkan untuk membangun pola tanam optimal adalah 148 HOK per hektar. Petani bisa bekerja sendiri mengelola lahan HKm dan masih mampu mengelola lahan maksimal seluas 2 hektar berdasarkan potensi kerja yang ada. Faktor lain yang menjadi penentu penerapan pola tanam optimal adalah ketersediaan pasar komoditas dan sarana penyuluhan. Komoditas yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat seperti kopi, lada, kakao dan alpukat lebih mudah dipasarkan daripada komoditas yang baru akan dkembangkan. Komoditas yang menjadi pilihan masyarakat Desa Ngarip adalah komoditas komersial yang memiliki permintaan dan harga jual yang tinggi sehingga petani tidak merasa kesulitan dalam memasarkan produknya. Ketersediaan sarana penyuluhan juga sangat menentukan keberhasilan penerapan pola tanam optimal. Dukungan dari pemerintah untuk memberikan bantuan barang modal dan memberikan fasilitas pelayanan kredit dan dukungan dari LSM, perguruan tinggi dan pihak terkait lainnya untuk memberikan penyuluhan sangat diharapkan untuk mempercepat penerapan pola tanam optimal.
Hasil perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) berdasarkan standar Bank Dunia US$2 adalah Rp 64.080.000 per kepala keluarga (KK) per tahun dengan jumlah keluarga rata-rata sebanyak 4 orang dalam satu KK. Hasil perhitungan KHL aktual diperoleh KHL sebesar Rp 3.800.000 per kapita per tahun atau Rp 15.000.000 per KK per tahun. KHL di wilayah penelitian lebih banyak dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan pokok. KHL lainnya dihabiskan untuk kebutuhan pendidikan, tabungan, sosial dan pakaian. KHL di wilayah penelitian adalah 4,7 kali KFM untuk mencapai standar KHL. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat Desa Ngarip sangat rendah sehingga petani harus menyesuaikan kebutuhan mereka dengan pendapatan. Pola tanam hasil optimalisasi mampu memenuhi KHL dengan mengelola lahan seluas 1,8 – 10 hektar. Pola tanam 15 adalah pola tanam yang dapat memenuhi KHL dengan mengelola lahan dengan luas paling minimal, yaitu 1,8 hektar.
Analisis deskriptif mengenai prospek pengembangan HKm menunjukkan bahwa HKm memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Prospek pengembangan HKm ditentukan berdasarkan persepsi dan perspektif petani. Data menunjukan bahwa HKm memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar terhadap total pendapatan petani. Sebesar 53% pendapatan petani berasal dari usaha HKm. Petani memiliki keinginan-keinginan untuk mengembangkan HKm berdasarkan perspektif petani terhadap 5 hal, yaitu perpektif ekonomi, lingkungan, pengetahuan dan ketrampilan, kepentingan investasi dan keberlanjutan izin HKm.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KEMASYARAKATAN DESA NGARIP KECAMATAN
ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS
SUSNI HERWANTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus
Nama : Susni Herwanti
NRP : E151090041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.
Ketua Anggota
Dr. Ir. Bahruni, MS.
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Pengelolaan Hutan
Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayahNya tesis dengan judul “Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan
Kemasyarakatan Desa Ngarip, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus”
dapat diselesaikan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dua isu penting yang terjadi di Indonesia, yaitu isu kemiskinan dan kerusakan hutan. Hutan kemasyarakatan merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kecenderungan masyarakat untuk menanam berbagai jenis tanpa memperhatikan kemampuan lahan untuk menumbuhkan tanaman membuat produksi tanaman tidak optimal. Penelitian ini berusaha merumuskan model pemanfaatan lahan optimal yang bisa mempertemukan kedua tujuan.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis optimalisasi
dengan menggunakan linear programming, analisis ukuran garis kemiskinan,
analisis KHL, analisis luas lahan minimal yang dibutuhkan berdasarkan standar KHL tertinggi dan analisis prospek pengembangan HKm.
Peneliti menemukan tiga puluh enam pola tanam aktual di lapangan dan
enam belas rencana pola tanam yang ingin dikembangkan petani. Enam belas pola tanam yang direncanakan kemudian dioptimalkan sehingga diperoleh enam belas pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam 15 adalah pola tanam yang memberikan keuntungan tertinggi. Pola tanam dikatakan optimal apabila keuntungan pola tanam hasil optimalisasi mampu memenuhi standar KHL. Standar KHL mampu dipenuhi petani dengan mengelola lahan seluas 1,8 - 10 hektar. Persepsi yang baik dan adanya keinginan dan dorongan untuk mengembangkan HKm berdasarkan perspektif petani menunjukkan bahwa HKm memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan.
angkatan 2009 yang selalu mendukung, memberikan semangat, dan membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
Tak lupa pula ucapan terima kasih dipersembahkan penulis kepada Bapak, Ibu (almarhumah), kakak beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan, doa, dorongan, motivasi dan kasih sayangnya hingga tesis ini dapat diselesaikan.
Terima kasih pula kepada rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan semua pihak, atas segala dukungan, bantuan dan kerjasamanya. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya. Amin.
Bogor, Januari 2012
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, 27 September 1981 dari Bapak H. Suharman dan Ibu almarhumah Hj. Amawati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada dan lulus pada pada tahun 2004. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Dikti. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di
xvii
Halaman
DAFTAR TABEL ... xix
DAFTAR GAMBAR ... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 3
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 4
Hipotesis ... 4
Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kemasyarakatan ... 7
Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi Lahan ... 9
Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi HKm ... 9
Agroforestry ... 10
Pola Tanam ... 14
Perencanaan Tanaman ... 15
Kebutuhan Tenaga Kerja ... 16
Perencanaan Linear Programming untuk Usahatani ... 18
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21
Jenis dan Sumber Data... 21
Teknik Pengambilan Sampel ... 22
Analisis Pola Tanam ... 22
Analisis Ukuran Garis Kemiskinan ... 26
Analisis Kebutuhan Hidup Layak ... 26
Analisis Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL ... 27
Analisis Prospek Pengembangan HKm ... 27
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Desa Ngarip ... 29
Karakteristik Sosial Ekonomi Desa Ngarip ... 30
xviii
Pola tanam Aktual ... 33
Jenis-Jenis Tanaman Pilihan Petani ... 36
Pola Tanam Optimal ... 44
Faktor Penentu Implementasi Pola Tanam Optimal ... 51
Ukuran Garis Kemiskinan ... 54
Kebutuhan Hidup Layak ... 55
Kebutuhan Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL ... 56
Pendapatan Petani berdasarkan Luas HKm ... 57
Prospek Pengembangan HKm... 58
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 61
Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
Halaman
1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan ... 9
2 Hasil penelitian terdahulu tentang HKm ... 9
3 Jumlah hari kerja yang dicurahkan per hektar tanaman di Maluku ... 17
4 Sasaran, metode dan kegunaan Data ... 22
5 Luas penggunaan dan produktivitas lahan Desa Ngarip ... 29
6 Data sosial ekonomi Desa Ngarip ... 30
7 Data sosial ekonomi responden ... 31
8 Pola tanam aktual dan dominasi tanaman ... 35
9 Jenis tanaman pilihan masyarakat ... 38
10 Produksi biji kakao dengan beberapa jenis tanaman penaung ... 40
11 Pola tanam yang direncanakan di wilayah penelitian ... 45
12 Jumlah tanaman aktual dan hasil optimalisasi setiap strata ... 46
13 Harga relatif komoditas yang dikembangkan ... 48
14 Komposisi jenis pola tanam hasil optimalisasi ... 49
15 Kebutuhan luas lahan setiap pola tanam berdasarkan standar KHL ... 56
16 Pendapatan petani berdasarkan luas lahan ... 57
Halaman
1 Kerangka pemikiran optimalisasi pola tanam HKm ... 5
2 Pola tanam dengan dominasi satu jenis tanaman kopi ... 33
3 Kombinasi tanaman kopi dan cabai ... 34
4 Kombinasi tanaman kopi, alpukat, pisang dan cabai ... 34
5 Kombinasi tanaman kopi dan pisang ... 34
6 Perbandingan keuntungan pola tanam aktual dan hasil optimalisasi ... 47
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Karakteristik responden per pola tanam ... 68 2 Rencana perubahan pola tanam aktual ... 75 3 Rata-rata pendapatan petani per pola tanam ... 76 4 Rata-rata pengeluaran petani per pola tanam ... 77 5 Komponen kebutuhan hidup layak per pola tanam ... 78 6 Arus uang tunai per pola tanam ... 79 7 Hasil optimalisasi pola tanam 1 ... 80 8 Hasil optimalisasi pola tanam 2 ... 81 9 Hasil optimalisasi pola tanam 3 ... 82 10 Hasil optimalisasi pola tanam 4 ... 83 11 Hasil optimalisasi pola tanam 5 ... 84 12 Hasil optimalisasi pola tanam 6 ... 85 13 Hasil optimalisasi pola tanam 7 ... 86 14 Hasil optimalisasi pola tanam 8 ... 87 15 Hasil optimalisasi pola tanam 9 ... 88 16 Hasil optimalisasi pola tanam 10 ... 89 17 Hasil optimalisasi pola tanam 11 ... 90 18 Hasil optimalisasi pola tanam 12 ... 91 19 Hasil optimalisasi pola tanam 13 ... 92 20 Hasil optimalisasi pola tanam 14 ... 93
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan kerusakan hutan
merupakan isu penting yang terjadi di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang.
Pertumbuhan penduduk yang pesat, kebutuhan yang semakin meningkat,
sementara luas lahan relatif tetap menyebabkan masyarakat terpaksa
mengalihfungsikan kawasan hutan untuk dijadikan areal pertanian dan
perkebunan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 32 juta orang atau
sekitar 14% dan sebanyak 20 juta orang berada di perdesaan. Jumlah penduduk
miskin di Provinsi Lampung yang berada di perdesaan adalah 1,2 juta orang atau
sekitar 22% dari total penduduk Lampung (BPS 2010). Peran sektor kehutanan
sangat besar dalam menanggulangi kemiskinan karena sekitar 63% penduduk
miskin di Indonesia berada di perdesaan dan sebagian besar bermatapencaharian
petani.
Luas kawasan hutan yang mengalami kerusakan khususnya di Provinsi
Lampung mencapai 52% dari total luas kawasan hutan (Wulandari 2009).
Kerusakan hutan salah satunya disebabkan oleh kemiskinan di perdesaan.
Program-program penanggulangan kemiskinan yang melibatkan masyarakat
secara aktif dalam pengelolaan hutan diperlukan untuk mengatasi isu kemiskinan
dan kerusakan hutan tersebut.
Pendekatan yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan salah satunya
dengan mengembangkan hutan kemasyarakatan yang merupakan skema
pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah
hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan
masyarakat setempat. HKm memberikan peluang kepada masyarakat untuk
memanfaatkan hutan secara optimal berdasarkan prinsip ekonomi, ekologi dan
sosial. HKm memberikan kepastian hak kelola lahan dan menempatkan
masyarakat sebagai pelaku utama pengelolaan hutan.
Permenhut Nomor 37 Tahun 2007 tentang HKm menyatakan bahwa
kawasan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai areal kerja HKm adalah kawasan
dilakukan dalam pola wanatani (agroforestry) dengan stratifikasi tajuk yaitu, tajuk tinggi, sedang dan rendah.
Jenis tanaman yang diarahkan untuk ditanam di lahan HKm adalah Multi
Purpose Tree Species (MPTS), pohon-pohon penaung, tanaman kayu keras dan tanaman pakan ternak. Jenis-jenis tersebut diperoleh dari swadaya masyarakat,
pemerintah maupun dari kebun bibit rakyat (KBR).
Desa Ngarip yang terletak di Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus
memiliki areal kerja HKm di kawasan hutan lindung seluas 1.446 hektar.
Masyarakat di Desa Ngarip membuka kawasan hutan menjadi areal perkebunan
sejak tahun 1980-an. Masyarakat berkebun kopi secara monokultur karena
ketidakpastian hak kelola. Masyarakat beralih ke sistem budidaya agroforestry
kopi sejak mendapat izin HKm.
Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh melalui agroforestry, yaitu manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial budaya (Utami 2003). Agroforestry
dapat menciptakan iklim mikro dan melindungi tanah dan air dengan lebih baik.
Kombinasi antara tanaman semusim dan tanaman kayu-kayuan dapat mengurangi
serangan hama penyakit. Agroforestry juga memberikan kesinambungan vegetasi sehingga tidak pernah terjadi pembukaan tanah yang ekstrim yang dapat
mengganggu keseimbangan ekologinya. Penanaman lebih dari satu jenis
(diversifikasi jenis) akan meningkatkan ketahanan terhadap fluktuasi harga dan
jumlah permintaan pasar yang tidak menentu berdasarkan aspek ekonomi. Petani
bisa mengurangi risiko kerugian yang lebih besar ketika salah satu produknya
mengalami kegagalan pasar dengan memusatkan perhatian pada produk lain yang
kondisi harganya lebih stabil. Filosofi budidaya yang efisien, yaitu memperoleh
hasil yang relatif besar dengan biaya atau pengorbanan yang relatif kecil
memberikan makna bahwa agroforestry memperhatikan aspek sosial budaya. Berbudidaya agroforestry sama dengan melakukan investasi jangka panjang yang menguntungkan. Penanaman pohon yang bernilai ekonomi tinggi berarti
menabung untuk masa depan karena produksinya baru dinikmati beberapa tahun
pemanfaatan lahan secara agroforestry. Kecenderungan petani menanam semua jenis memungkinkan terjadi pemanfaatan lahan yang tidak optimal.
Program HKm harus terdesentralisasi dengan melibatkan dan
memperhatikan keinginan masyarakat setempat agar program berhasil dan tujuan
HKm tercapai. Pemilihan jenis yang secara sosial diterima petani dan secara
teknis dikenal oleh masyarakat dan bisa diterapkan di lapangan diharapkan dapat
mendukung keberhasilan program HKm dalam mengembalikan fungsi hutan.
Kombinasi optimal dicapai bila kemungkinan-kemungkinan pola tanam yang ada
di lapangan mampu memberikan manfaat ekonomi dan ekologi.
Perumusan Masalah
Pola tanam agroforestry yang diterapkan oleh masyarakat di Desa Ngarip Kabupaten Tanggamus sebagian besar didominasi oleh tanaman kopi. Pola tanam
tersebut harus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan manfaat
ekologi bagi lingkungan. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
sistem agroforestry memberikan manfaat ekonomi dan ekologi yang baik terutama dalam meningkatkan pendapatan penduduk dan memperbaiki kualitas
lahan (Budidarsono & Wijaya 2000; Lyngbæk et al. 2001; Subagyono, Marwanto,
Kurnia 2003; Buana, Suyanto dan Hairiah 2005; Utomo 2005; Arsyad 2006;
Rajati et al. 2006; Banuwa 2008; Marwah 2008; Payan et al. 2009; Helton et al. 2010). Meskipun demikian, seberapa besar sistem agroforestry kopi mampu mencukupi kebutuhan hidup petani Desa Ngarip? Berdasarkan uraian di atas,
permasalahan-permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:
1) Apakah pola tanam di Desa Ngarip sudah optimal sesuai dengan tujuan HKm?
2) Bagaimanakah pola tanam yang optimal?
3) Bagaimanakah prospek pengembangan HKm dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan petani?
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1) Mengidentifikasi pola tanam yang ada di lahan HKm
2) Merumuskan pola tanam optimal berdasarkan kebutuhan hidup layak petani
Manfaat
Penelitian mengenai optimalisasi pemanfaatan lahan HKm dengan
mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial diharapkan memberikan
manfaat bagi masyarakat sekitar hutan dan masukan bagi pemerintah dalam
merumuskan kebijakan untuk mewujudkan hutan lestari dan masyarakat sejahtera.
Hipotesis
1) Pola tanam berdasarkan preferensi petani dan secara teknis bisa diterapkan di
lapangan akan memberikan hasil optimal
2) Pengembangan HKm dengan pola tanam optimal dan dukungan potensi sosial
ekonomi masyarakat akan meningkatkan peran HKm dalam mensejahterakan
masyarakat
Kerangka Pemikiran
HKm bertujuan melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan petani
melalui pemanfaatan lahan optimal. Pemanfaatan lahan optimal
mempertimbangkan tiga aspek penting, yaitu sosial, ekonomi dan ekologi. Aspek
sosial melibatkan petani dalam pemilihan jenis berdasarkan preferensi petani.
Jenis-jenis tanaman yang dipilih adalah jenis-jenis yang sudah dikenal dan disukai
petani termasuk jenis-jenis yang sudah ada dan yang akan dikembangkan.
Pemilihan jenis berdasarkan preferensi merupakan dasar dalam penentuan pola
tanam yang akan dikembangkan.
Petani menghadapi beberapa kendala dalam mengembangkan pola tanam
yaitu kendala ekonomi dan ekologi. Kendala ekonomi yang dihadapi petani adalah
ketersediaan modal dan HOK. Kendala ekologi yang dihadapi petani adalah
jumlah tanaman maksimal yang dapat tumbuh optimal di lahan HKm.
Berdasarkan dua kendala tersebut, pola tanam yang akan dikembangkan
dioptimalkan menggunakan linear programming dengan tujuan memaksimalkan keuntungan pola tanam. Hasil analisis optimalisasi ini menghasilkan pola tanam
optimal secara ruang, tetapi pola tanam ini perlu dievaluasi terhadap pemenuhan
kebutuhan hidup layak (KHL) petani. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil
tertinggi. KHL petani bisa dipenuhi petani dengan menambah luas lahan atau
tidak menambah luas lahan tergantung dari keuntungan pola tanam hasil
optimalisasi. Petani tidak memerlukan tambahan luas lahan apabila keuntungan
pola tanam hasil optimalisasi memenuhi KHL sebaliknya petani memerlukan
tambahan luas lahan apabila keuntungan pola tanam hasil optimalisasi tidak
memenuhi KHL. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran optimalisasi pola tanam HKm. Keuntungan ≥ KHL
Tidak perlu menambah luas lahan Perlu menambah
luas lahan
tidak
ya Linear programming
Pola tanam optimal
Ekonomi Ekologi
Pemanfaatan lahan HKm belum optimal
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kemasyarakatan
Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem
pengelolaan hutan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat
(meningkatkan nilai ekonomi, nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada
masyarakat pengelola, dan masyarakat setempat), tanpa mengganggu fungsi
pokoknya (meningkatkan fungsi hutan dan kawasan hutan, pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu dengan tetap menjaga fungsi kawasan hutan (Cahyaningsih et al. 2006).
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 menyatakan
bahwa hutan kemasyarakatan adalah hutan yang pemanfaatan utamanya ditujukan
untuk memberdayakan masyarakat setempat dan hanya diperuntukkan pada
kawasan lindung dan kawasan hutan produksi. Hutan kemasyarakatan bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber
daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga
kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Penyelenggaraan hutan
kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian
akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna
menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk
memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat. Kawasan
hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah
kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.
Hutan kemasyarakatan memiliki manfaat untuk masyarakat, pemerintah
maupun manfaat terhadap fungsi hutan dan restorasi habitat. Manfaat HKm untuk
masyarakat adalah: (1) pemberian izin kelola HKm memberikan kepastian hak
akses untuk turut mengelola kawasan hutan; (2) masyarakat atau kelompok tani
HKm menjadi pasti untuk berinvestasi dalam kawasan hutan melalui reboisasi
swadaya mereka. HKm menjadi sumber mata pencaharian dengan memanfaatkan
hasil dari kawasan hutan. Keanekaragaman tanaman yang diwajibkan dalam
menutupi kebutuhan sehari-hari rumah tangga petani HKm; (3) kegiatan
pengelolaan HKm yang juga menjaga sumber-sumber mata air dengan prinsip
lindung, berdampak pada terjaganya ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan rumah tangga dan kebutuhan pertanian lainnya; (4) terjalinnya
hubungan dialogis dan harmonis dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya.
Diskusi-diskusi dan komunikasi yang dibangun dan dilakukan melalui kegiatan
HKm telah menghasilkan komunikasi yang baik dan harmonis antar para pihak
yang dulu merupakan sesuatu hal yang jarang ditemukan; (5) adanya peningkatan
pendapatan non tunai (innatura atau berbentuk barang) dalam bentuk pangan dan
papan. Manfaat HKm untuk pemerintah adalah: (1) kegiatan HKm memberikan
sumbangan tidak langsung oleh masyarakat kepada pemerintah melalui
rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana; (2) adanya peningkatan
pendapatan pemerintah daerah untuk pembangunan hutan lestari masyarakat
sejahtera; (3) kegiatan teknis di lahan HKm yang mewajibkan kelompok
melakukan penerapan pengolahan lahan berwawasan konservasi (menerapkan
terasering, guludan, rorak, dll) dan melakukan penanaman melalui sistem MPTS
membawa perbaikan pada fungsi hutan; (4) kegiatan HKm berdampak kepada
pengamanan hutan (menurunkan penebangan liar), kebakaran hutan, dan
perambah hutan. Kegiatan pengamanan hutan tersebut tercantum dan merupakan
bagian dari program kerja masing-masing kelompok HKm; (5) terlaksananya
tertib hukum di lahan HKm (berdasarkan aturan dan mekanisme kerja kelompok).
Manfaat HKm terhadap fungsi hutan dan restorasi hábitat adalah: (1) terbentuknya
keanekaragaman tanaman (tajuk rendah, sedang, dan tinggi); (2) terjaganya fungsí
ekologis dan hidrologis, melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan
yang diterapkan; (3) terjaganya blok perlindungan yang dikelola oleh kelompok
pemegang izin HKm, yang diatur melalui aturan main kelompok; (4) kegiatan
HKm juga menjaga kekayaan alam flora dan fauna yang telah ada sebelumnya
Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi Lahan
Penelitian mengenai optimalisasi lahan sistem agroforestry telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya disajikan pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan
Nama
rumput pakan ternak memberikan hasil
optimal
Arunglangi
(2005)
Tana Toraja Goal
programming
Pola tanam optimal adalah pola yang
memiliki keragaman tertinggi
pertimbangan musim, unsur hara, hama
penyakit dan sumberdaya yang tersedia
memberikan pendapatan optimal.
Pola tanam yang memberikan hasil
optimal adalah pola tanam berdasarkan
pilihan masyarakat
Hasil-Hasil Penelitian Hkm
Beberapa hasil penelitian tentang HKm telah dilakukan oleh beberapa
peneliti diantaranya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang HKm
Nama
Statistik Terdapat hubungan yang positif antara persepsi
dan partisipasi petani terhadap usaha pertanian
konservasi
1) Semakin luas lahan yang dikelola petani,
semakin besar daya dukung gizi yang diperoleh
untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga.
2) Semakin beranekaragam jenis tanaman,
ketersediaan energi yang dihasilkan semakin
Agroforestry
Sistem agroforestry adalah sistem penggunaan lahan yang mengintegrasikan tanaman pangan, pepohonan dan atau ternak secara terus-menerus ataupun
periodik, yang secara sosial dan ekologis layak dikerjakan oleh petani untuk
meningkatkan produktivitas lahan dengan tingkat masukan dan teknologi rendah
(Nair 1993). King (1979) diacu dalam Watanabe (1999) mendefinisikan bahwa
agroforestry adalah sistem pengelolaan lahan berkelanjutan yang mampu meningkatkan produktivitas lahan secara total, mengkombinasikan tanaman
pangan (termasuk tanaman tahunan), tanaman hutan dan atau ternak secara
terus-menerus atau periodik pada lahan yang sama, mengaplikasikan tingkat
pengelolaan yang bersaing dengan kebudayaan masyarakat di sekitarnya. Semua
definisi agroforestry di atas mengimplikasikan bahwa:
1) Terdapat interaksi yang kuat, baik kompetitif maupun komplementer antara
komponen pohon-pohonan dan bukan pepohonan
2) Terdapat perbedaan yang nyata antara masing-masing komponen agroforestry
dalam dimensi fisik, umur dan penampilan fisiologi
3) Agroforestry umumnya mengintegrasikan dua atau lebih jenis tanaman (atau tanaman dan ternak), dimana paling tidak salah satunya merupakan tanaman
berkayu
4) Agroforestry selalu mempunyai dua atau lebih hasil 5) Siklus agroforestry selalu lebih dari satu tahun
6) Walaupun dalam bentuk sederhana, secara ekologi dan ekonomi agroforestry
lebih kompleks dibandingkan dengan usahatani monokultur
7) Agroforestry dapat diterapkan pada lahan-lahan yang berlereng curam, berbatu-batu, berawa-rawa, ataupun tanah marjinal dimana sistem usahatani
lainnya kurang cocok.
Pada saat ini dikenal empat jenis agroforestry, yaitu tanaman sela, talun, kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung dan pagar hidup. Empat jenis
agroforestry itu adalah (Santoso et al. 2004):
Tanaman sela
Ada dua model pertanaman sela, yaitu pertanaman sela terus menerus dan
Pertanaman sela terus-menerus adalah penanaman tanaman semusim atau
menahun, palawija, atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang sudah
menghasilkan. Tajuk tanaman tahunan tidak rapat sehingga memungkinkan untuk
membudidayakan tanaman lainnya yang memiliki tajuk lebih rendah dari tanaman
tahunan. Pengaturan tanaman dilakukan sedemikian rupa, sehingga interaksi antar
tanaman tidak saling merugikan. Penanaman kakao, pisang, ubi kayu, padi gogo,
nanas, atau jagung diantara barisan kelapa adalah salah satu contoh pertanaman
sela terus-menerus.
Tanaman sela sementara adalah penanaman tanaman pangan semusim,
palawija atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang tajuknya belum
menutupi seluruh permukaan tanah. Tanaman semusim tidak dapat dibudidayakan
lagi jika tajuk tanaman tahunan sudah menutupi seluruh permukaan tanah.
Teknik tanaman sela berkembang pesat di daerah perkebunan dengan tujuan
untuk memberikan penghasilan yang cepat kepada petani selama menunggu
tanaman perkebunan menghasilkan atau memberikan pendapatan tambahan dari
tanaman tahunan yang tajuknya tidak menutupi seluruh permukaan tanah.
Beberapa keuntungan dari pertanaman sela adalah memberikan pendapatan dalam
waktu singkat kepada petani pengelola kebun, mencegah pertumbuhan gulma
yang dapat merugikan tanaman tahunan dan meringankan pemeliharaan tanaman
tahunan karena pemberian pupuk dan pengendalian hama/penyakit tanaman sela
meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi gangguan hama/penyakit bagi
tanaman tahunan. Kekurangan dari sistem tanaman sela adalah tanaman semusim
atau tanaman bertajuk rendah dapat menjadi inang hama/penyakit yang
menyerang tanaman tahunan. Tanaman sela dengan tanaman semusim hanya
cocok diterapkan pada lahan dengan lereng < 30% karena pada lereng yang lebih
curam akan mempercepat erosi dan memerlukan banyak tenaga dan biaya.
Talun
Talun adalah lahan di luar areal pemukiman yang ditumbuhi oleh tanaman
hutan dan tanaman tahunan lainnya. Komponen tanamannya tumbuh sendiri
sehingga proporsi jarak tanamnya tidak teratur. Sistem ini lebih menyerupai hutan
sekunder yang tumbuh setelah hutan primer dibuka, ditanami tanaman pangan dan
berasosiasi erat dengan perladangan berpindah di daerah Sumatera dan
Kalimantan yang pada umumnya menumbuhkan hutan karet rakyat.
Kebun campuran
Kebun campuran mirip dengan talun, tetapi komponen tanaman hutan dan
tanaman tahunan lainnya sengaja ditanam. Jenis tanaman tahunan yang sengaja
ditanam antara lain petai, jengkol, aren, melinjo, sengon, dan buah-buahan.
Sebagian lahan kadang-kadang ditanami dengan tanaman pangan semusim tetapi
komponen tanaman tahunan dalam sistem kebun campuran lebih dominan
dibandingkan dengan tanaman semusim. Kebun campuran dikenal dengan istilah
Taungya di Filipina, India dan Kenya, yang berarti sehamparan lahan di daerah pegunungan. Sistem ini disebut tegalan jika proporsi tanaman semusim lebih luas
daripada tanaman tahunan.
Pekarangan
Pekarangan adalah penanaman tanaman tahunan dan tanaman pangan
semusim atau menahun serta sering dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak
terutama jenis ruminansia dan unggas di sekitar rumah. Sistem ini berkembang
baik di daerah transmigrasi, dimana untuk setiap rumah tangga disediakan lahan
pekarangan sekitar 0,25 hektar untuk ditanami tanaman tahunan, tanaman pangan,
tanaman obat-obatan, dan sering diiringi dengan pembuatan kandang ternak
ruminansia dan unggas.
Tanaman pelindung
Tanaman pelindung adalah tanaman tahunan bertajuk tinggi yang sengaja
ditanam dengan tujuan untuk melindungi tanaman semusim atau tanaman
perkebunan bertajuk rendah (perdu) dari kelebihan intensitas sinar matahari dan
pengaruh buruk dari angin dingin. Proporsi tanaman pelindung lebih sedikit
daripada tanaman yang dilindungi dan dipilih tanaman jenis leguminosa berkayu
untuk mengurangi persaingan unsur hara dengan tanaman yang dilindungi.
Tanaman Erythrina sp. yang ditanam di sela-sela barisan tanaman kopi merupakan salah satu contoh tanaman pelindung. Persyaratan tanaman pelindung
1) Memiliki tajuk tinggi
2) Memiliki perakaran yang dalam sehingga dapat mendaur ulang unsur hara dari
lapisan tanah yang dalam, dan mengurangi persaingan dengan tanaman pokok
3) Termasuk jenis legume berkayu, sehingga dapat memfiksasi nitrogen dari
udara untuk tanaman pokok
4) Tidak mudah rebah atau patah sehingga tanaman pokok tidak mengalami
kerusakan
5) Mampu mengurangi kerusakan tanaman pokok dari pengaruh jelek angin
terutama di daerah beriklim kering dan kena pengaruh angin dingin dari Benua
Australia
Pagar hidup
Pagar hidup adalah barisan tanaman tahunan jenis perdu atau pohon
sepanjang batas pemilikan lahan yang ditanam dengan jarak tanam rapat,
dipangkas pada ketinggian 1,5 - 2 m. Pagar hidup dapat berfungsi sebagai
pencegah orang, ternak pemakan rumput/tanaman masuk ke lahan dan merusak
tanaman, sumber pakan ternak serta menahan erosi selain sebagai batas pemilikan
lahan. Persyaratan yang diperlukan untuk tanaman pagar hidup adalah:
1) Berperakaran dalam, sehingga dapat mendaur ulang unsur hara dari lapisan
tanah yang dalam, mengurangi persaingan dengan tanaman pokok, dan
mampu mencegah erosi
2) Tahan dipangkas secara periodik
3) Menghasilkan banyak bahan hijauan segar untuk pakan ternak atau
menghasilkan banyak bahan kayu bakar
4) Bukan sebagai inang hama/penyakit bagi tanaman pokok
5) Untuk daerah beriklim kering seperti di Nusa Tenggara, dipilih tanaman yang
tahan kering, sehingga tidak mati selama kemarau panjang
6) Diusahakan dari jenis legume perdu karena kualitas pakan ternak akan lebih
baik dan dapat memfiksasi nitrogen dari udara untuk tanaman pokok.
Klasifikasi agroforestry
Klasifikasi pola agroforestry dapat dilakukan berdasarkan struktur, fungsi, sosial ekonomi, dan ekologi (Watanabe 1999). Klasifikasi berdasarkan struktur
tanaman pertanian, tanaman kehutanan dan ternak, sedangkan klasifikasi
berdasarkan fungsi menunjukkan peranan dari pola agroforestry yang meliputi peranan produksi atau peranan proteksi. Klasifikasi agroforestry menunjukkan tingkat input yang digunakan (input rendah, input tinggi) atau intensitas
pengelolaan dan tujuan komersil (subsisten, komersil atau setengah komersil)
berdasarkan sosial ekonomi, sedangkan berdasarkan ekologi menunjukkan kondisi
lingkungan dan kesesuaian ekologis dari pola tersebut, misalnya suatu kelompok
pola agroforestry yang sesuai untuk dataran tinggi tropis, wilayah semi-arid dan lain-lain. Agroforestry dapat dibagi berdasarkan struktur atau komponen-komponen yang menyusunnya sebagai berikut (Sukandi et al. 2002):
a. Kombinasi antara pohon-pohonan dan tanaman pertanian disebut
agrisilviculture
b. Kombinasi antara pohon-pohonan dengan tanaman pakan ternak dan atau
ternak disebut silvopasture
c. Kombinasi antara pohon-pohonan, tanaman pertanian, tanaman pakan ternak
dan atau ternak disebut agrosilvopasture
d. Kombinasi yang lain, diantaranya adalah pohon-pohonan dengan kegiatan
perikanan (silvofishery) atau pohon-pohonan dengan kegiatan perlebahan.
Pola Tanam
Pola tanam dalam agroforestry sangat spesifik karena menyangkut berbagai komponen yang berbeda di dalamnya. Prinsip pola tanam dalam sistem
agroforestry adalah bagaimana memanfaatkan ruang dan waktu secara optimal sehingga unsur-unsur hara, air dan cahaya dapat dimanfaatkan secara optimal
pula. Usaha pemanfaatan ruang secara optimal dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya pengaturan jarak tanam, tata letak tanaman, perkembangan lapisan
tajuk dan perakaran. Optimalisasi pemanfaatan unsur waktu dilakukan antara lain
dengan pengaturan waktu tanam dan panen. Pengaturan ruang dan waktu yang
optimal diharapkan komponen yang satu tidak akan menekan komponen yang
lain, malah sebaliknya terjadi saling menunjang antar komponen.
tumbuh bersamaan dalam satu lapisan tajuk. Sistem agroforestry akan menyerupai ekosistem hutan pada tahap lanjut yang terdiri dari banyak lapisan tajuk
(multistrata). Lapisan tajuk atas ditempati oleh jenis-jenis dominan, di bawahnya
ditempati oleh jenis-jenis yang kurang dominan yang tahan setengah naungan,
kemudian lapisan bawah ditempati oleh jenis-jenis tahan naungan. Pola tanam
adalah sistem pengaturan pertanaman berdasarkan distribusi curah hujan, baik
pola tanam monokultur maupun tumpang sari pada tanaman seumur pada
sebidang tanah sebagai salah satu strategi untuk menjamin keberhasilan usaha tani
lahan kering (Santoso et al. 2004).
Perencanaan Tanaman
Banyak usahatani yang disusun berdasarkan pengalaman. Kebanyakan dari
petani yang menggunakan cara ini dibesarkan di daerah tempat ia berusahatani
sekarang. Praktek-praktek usahataninya tidak berbeda dengan praktek-praktek
yang berlaku di daerah tersebut. Perencanaan tanaman dilakukan untuk
menentukan jenis tanaman yang akan diusahakan. Beberapa syarat yang harus
dipenuhi tanaman tersebut adalah (Soeharjo dan Patong 1973):
1) Dapat menambah atau mempertahankan kesuburan tanah
Tiap unit tanah harus dipertahankan kesuburannya. Salah satu jalan adalah
dengan rotasi, baik yang sifatnya pendek maupun lama. Pergiliran tanaman
yang baik akan memperbaiki struktur dan menjaga kesuburan tanah.
Tanaman-tanaman yang dipilih sebagai tanaman kedua adalah tanaman yang
memang sifatnya menambah kesuburan tanah. Tanaman-tanaman jenis
leguminosa seperti kacang tanah, kedele adalah tanaman-tanaman yang dapat
menambah kesuburan tanah. Pergiliran tanaman juga bisa didasarkan atas
tanaman yang intensif dan ekstensif.
2) Komplementer dan suplementer satu sama lain
Tanaman-tanaman yang diusahakan hendaknya saling meninggikan hasil
antara satu dengan lainnya atau sekurang-kurangnya tidak mengurangi hasil
tanaman lainnya, terutama penggunaan alat-alat dan tenaga kerja. Tanaman
yang intensif dapat diusahakan bersama-sama dengan tanaman yang ekstensif,
Absorpsi tenaga kerja pada saat-saat tertentu tidak selalu harus oleh tanaman.
Ternak dapat juga mengabsorpsi tenaga kerja.
3) Menggunakan kerja keluarga dengan efisien
Salah satu tujuan dari penyusunan rencana tanaman adalah menghitung jumlah
kerja produktif. Tembakau dan kentang misalnya, memerlukan lebih banyak
kerja per hektar daripada jagung. Jumlah jam yang diperlukan per hektar
menjadi sangat berkurang setelah penemuan mesin-mesin pertanian, terutama
mesin-mesin serbaguna.
4) Dalam permintaan pasar
Syarat ini berlaku terutama bagi usahatani-usahatani yang bertujuan menjual
hasilnya ke pasar. Faktor harga sangat berkaitan erat dengan permintaan.
Seorang pengusaha harus dapat membedakan antara perubahan-perubahan
harga yang sifatnya sementara dan yang relatif kekal.
Perencanaan tanaman memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan ternak
yang dapat diusahakan. Hasil tanaman tertentu mencerminkan jernis ternak
tertentu pula.
Perencanaan tanaman harus disertai dengan anggaran biaya atas
tindakan-tindakan dan hasil yang akan diterima karena tindakan-tindakan tersebut. Anggaran biaya
ini menggambarkan taksiran pengeluaran total dan taksiran penerimaan total dari
usahatani. Anggaran biaya ini dihitung berdasarkan analisis ekonomi sehingga
dalam beberapa hal nilai total biaya bisa menjadi lebih besar dari total
penerimaan. Taksiran pengeluaran total dimulai dari perhitungan penggunaan
bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, penyusutan alat dan pajak. Taksiran
penerimaan total dihitung berdasarkan taksiran produksi tanaman jika tanaman
tersebut sudah menghasilkan dengan memperhatikan variasi harga apakah harga
untuk jangka pendek atau untuk jangka panjang.
Kebutuhan Tenaga Kerja
Jumlah kerja yang dibutuhkan pada usahatani dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain (Soeharjo dan Patong 1973):
1) Tingkat perkembangan usahatani
Jumlah kerja yang dicurahkan untuk operasi usahataninya relatif kecil pada
diperlukan lebih banyak pada usaha tani yang telah banyak menggunakan
input modern. Hasil yang lebih baik diperoleh dengan melakukan
pemeliharaan, penyiangan, pengaturan air, pemberantasan hama penyakit,
pemupukan dan sebagainya.
2) Jenis tanaman yang diusahakan
Setiap jenis tanaman memerlukan kerja yang berbeda. Berdasarkan kebutuhan
kerja yang berbeda, tanaman dapat digolongkan dalam:
a) Tanaman yang memerlukan kerja intensif, terutama terdiri dari
tanaman-tanaman semusim
b) Tanaman yang tidak memerlukan kerja yang banyak terutama terdiri dari
tanaman tahunan.
Setiap jenis tanaman dari setiap golongan juga memerlukan kerja yang
berbeda, misalnya tanaman padi memerlukan kerja yang lebih banyak daripada
tanaman palawija. Tanaman keras juga membutuhkan hari kerja yang berbeda
dalam satu tahun. Tabel 3 menunjukkan perbedaan jumlah kerja yang dibutuhkan
untuk pekerjaan membersihkan tanaman, menyiang, peremajaan dan panen.
Tabel 3 Jumlah hari kerja yang dicurahkan per hektar tanaman jangka panjang di Maluku tahun 1972
No Desa (HKP) Kelapa (HKP) Eugenia aromatica (HKP)
Sumber : Masalah usahatani kelapa dan Eugenia aromatica, lokakarya dalam metode penelitian ilmu-ilmu sosial perdesaan, Departemen Sosek IPB
3) Topografi dan jenis tanah
Pengusahaan tanah miring dan bergunung lebih berat daripada tanah datar.
Perencanaan Linear Programming untuk Usahatani
Perencana harus menyusun perencanaan tanaman yang memenuhi beberapa
persyaratan. Kegiatan pertanaman merupakan kegiatan proses produksi yang
tergantung atau banyak dipengaruhi oleh faktor eksogenous di luar kontrol pengelola dengan demikian aspek ketidakpastian perlu diperhitungkan. Kegiatan
pertanaman ini juga melibatkan banyak orang yang tidak terstandarkan, memiliki
banyak produsen dan tersebar dan sebagian besar produkya adalah perishable
(Soeharjo dan Patong 1973).
Linear programming pada dasarnya menentukan penggunaan yang paling menguntungkan dari sumber-sumber pertanian dengan kendala keterbatasan faktor
atau sumber itu sendiri dan mampu menunjukkan pendugaan pendapatan dari
alternatif yang dipilih. Hubungan produk-produk input-input dan input produk
muncul dalam masalah perencanaan usahatani (Soekartawi 1992).
Ilmu usahatani adalah ilmu eknomi yang mempelajari bagaimana
sumberdaya yang terbatas dapat memenuhi kehendak yang tidak terbatas.
Keputusan ekonomi atau pilihan akan melibatkan tujuan, sumberdaya atau faktor
dengan pembatasnya atau kendalanya untuk dapat menjangkau tujuan dan
kemungkinan alternatif penggunaan sumber daya itu untuk mencapai tujuan
(Hernanto 1996).
Linear programming adalah salah satu pendekatan matematika yang paling sering digunakan dan diterapkan dalam keputusan-keputusan manajerial. Tujuan
dari linear programming adalah untuk menyusun suatu model yang dapat dipergunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi
yang optimal dari sumber daya perusahaan ke berbagai alternatif (Muslich 2009).
Model adalah penggambaran atau tiruan dunia nyata. Keputusan optimal
dari sebuah model mungkin merupakan keputusan terbaik bagi keadaan nyata,
namun mungkin juga bukan. Hal itu sangat tergantung kepada kemampuan model
untuk mewakili persoalan atau sistem yang sedang dianalisis. Penyelesaian
optimal yang dihasilkan oleh sebuah model adalah penyelesaian matematis
sehingga hasil tersebut hendaknya ditafsirkan dan kebijaksanaan dapat dibuat
berdasar hasil-hasil perhitungan tersebut. Langkah untuk membuat peralihan dari
merupakan hal pertama yang tidaklah mudah dilakukan. Pemahaman terhadap
unsur-unsur model akan sangat membantu mengatasi kesulitan ini. Unsur-unsur
tersebut adalah (Siswanto 2007):
1) Variabel keputusan
Variabel keputusan adalah variabel persoalan yang akan mempengaruhi nilai
tujuan yang hendak dicapai. Penemuan variabel keputusan tersebut harus
dilakukan terlebih dahulu sebelum merumuskan fungsi tujuan dan
kendala-kendalanya di dalam proses permodelan.
2) Fungsi tujuan
Tujuan yang hendak dicapai harus diwujudkan ke dalam sebuah fungsi
matematika linear dalam linear programming. Fungsi itu dimaksimumkan atau diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada.
3) Fungsi kendala
Manajemen menghadapi berbagai kendala untuk mewujudkan
tujuan-tujuannya. Kenyataan tentang eksistensi kendala-kendala tersebut selalu ada.
Kendala dapat diumpamakan sebagai suatu pembatas terhadap kumpulan
keputusan yang mungkin dibuat dan harus dituangkan ke dalam fungsi
matematika. Ada tiga macam kendala sesuai dengan dengan dalil matematika
yaitu:
1. Kendala berupa pembatas
2. Kendala berupa syarat
3. Kendala berupa keharusan
Ketiga macam kendala tersebut akan selalu dijumpai di dalam setiap
susunan kendala kasus pemrograman linear, baik yang sejenis maupun gabungan
dari ketiganya. Linear programming adalah sebuah metode matematis yang berkarakteristik linear untuk menemukan suatu penyelesaian optimal dengan cara
memaksimukan atau meminimumkan fungsi tujuan terhadap satu susunan
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Ngarip, Kabupaten Tanggamus, Provinsi
Lampung selama dua bulan yaitu dari bulan Juli sampai dengan Agustus 2011.
Desa ini dipilih secara sengaja menjadi wilayah penelitian karena beberapa
pertimbangan, yaitu berada di Kabupaten Tanggamus yang merupakan wilayah
pengembangan HKm, memiliki kelengkapan data pendukung yang baik dan desa
ini telah mendapatkan izin HKm pada tahun 2007.
Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan terdiri dari data primer dan data sekunder yang
meliputi data biofisik dan sosial ekonomi. Data primer terdiri dari data vegetasi
dan data sosial ekonomi dalam kondisi aktual dan kondisi yang direncanakan.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara terstruktur dan semi
terstruktur dan studi literatur. Data sekunder meliputi data iklim (curah hujan,
suhu, ketinggian tempat) dan jenis tanah. Data sekunder diperoleh dari instansi
terkait yaitu Kecamatan Ulu Belu, Pekon Ngarip, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Tanggamus, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, BPS,
BPDAS Provinsi Lampung, literatur-literatur dan institusi yang terkait.
Data biofisik yang dperlukan dalam penelitian ini adalah data vegetasi
meliputi jenis dan jumlah tanaman. Data sosial ekonomi meliputi: (1) jumlah
anggota keluarga (jenis kelamin, usia, pekerjaan dan tingkat pendidikan), (2) luas
lahan (lahan HKm dan lahan milik), (3) status kepemilikan, (4) produksi
usahatani, biaya dan pendapatan dari seluruh komponen usahatani aktual per
tahun, (5) pendapatan dan biaya dari usahatani yang direncanakan per tahun (6)
input produksi meliputi bibit, pupuk, pestisida, peralatan dan jumlah tenaga kerja
(HOK) yang digunakan, (7) total pendapatan petani dan (8) total pengeluaran
petani. (9) persepsi dan perspektif petani terhadap HKm. Sasaran, metode dan
Tabel 4 Sasaran, metode dan kegunaan data
No Sasaran pengumpulan data Metode pengumpulan
data Kegunaan data
1 Jenis tanaman dan pola tanam di lahan HKm (aktual)
Pengamatan langsung secara deskriptif
Untuk mengetahui jenis pola tanam aktual
2 Jenis tanaman dan pola tanam yang direncanakan
5 Persepsi dan perspektif petani Wawancara semi terstruktur (kuisioner)
Untuk mengetahui prospek pengembangan HKm
Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pola tanam dilakukan secara purposive sampling.
Responden yang diambil sebagai sampel adalah petani yang memiliki lahan HKm
dan memiliki pola tanam yang berbeda. Ukuran sampel yang layak dalam
penelitian minimal sebanyak 30 sampel (Sugiyono 2009). Jumlah sampel yang
diambil dalam penelitian ini sebanyak 66 responden dan tersebar di berbagai pola
tanam.
Analisis Pola tanam
Analisis pola tanam dilakukan terhadap pola tanam aktual dan pola tanam
yang direncanakan. Analisis pola tanam aktual dilakukan dengan mengamati jenis
tanaman, jumlah setiap jenis dan pola tanam secara langsung di lapangan. Analisis
pola tanam yang direncanakan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
1) Identifikasi jenis tanaman yang ingin dikembangkan
Identifikasi jenis tanaman dilakukan terhadap jenis-jenis tanaman yang
ingin dikembangkan oleh petani secara deskriptif. Jenis tanaman tersebut
dikelompokkan berdasarkan kelompok tanaman tajuk tinggi, sedang dan rendah.
2) Identifikasi pola tanam yang direncanakan
Hasil identifikasi jenis digunakan untuk mengidentifikasi pola tanam yang
3) Analisis keuntungan pola tanam yang direncanakan
Analisis keuntungan merupakan taksiran keuntungan yang akan diterima
petani dari pola tanam-pola tanam yang direncanakan pada saat semua tanaman
telah berproduksi. Analisis keuntungan dilakukan terhadap jenis tanaman yang
ingin dikembangkan petani menggunakan analisis anggaran arus uang tunai (cash
flow analysis) yang terdiri dari penerimaan, biaya dan pendapatan (Soeharjo dan Patong 1973, Newnan 1990, Sinaga 1992, Brigham dan Gapenski 1991, Mulyadi
1992, Soekartawi 2002, Umar 2003). Perhitungan keuntungan per jenis tanaman
ditentukan dengan struktur sebagai berikut:
1. Total penerimaan per jenis tanaman (TR) merupakan perkalian antara
produksi tanaman dengan harga produk yang akan diterima ketika sudah
menghasilkan dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
TR = YP
Keterangan:
TR= penerimaan per jenis tanaman (Rp/btg)
Y = jumlah produksi tanaman (kg/btg)
P = harga komoditas tanaman (Rp/btg)
2. Total biaya per jenis tanaman (TC) merupakan semua rencana biaya yang
dikeluarkan oleh petani selama proses produksi baik langsung maupun tidak
langsung untuk setiap jenis tanaman. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya tetap meliputi pajak lahan, iuran kelompok dan
lain-lain. Biaya tidak tetap meliputi biaya bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja,
pengangkutan dan lain-lain. Total biaya per jenis tanaman dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
TC = FC + VC
Keterangan:
TC = total biaya per jenis tanaman (Rp/btg)
FC = biaya tetap (Rp/btg)
VC = biaya tidak tetap (Rp/btg)
3. Keuntungan per jenis tanaman
Keuntungan per jenis tanaman adalah selisih antara total penerimaan dan total
Π = TR – TC Keterangan:
Π = keuntungan per jenis tanaman (Rp/btg)
Harga komoditas dan produktivitas tanaman menggunakan data-data yang
berlaku di lapangan pada saat penelitian. Harga komoditas menggunakan
harga-harga yang berlaku di tingkat petani. Harga komoditas diperoleh
melalui literatur, wawancara atau menggunakan harga di tempat lain yang
terdekat jika tanaman belum berproduksi. Data produktivitas tanaman
diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan literatur.
4) Analisis optimalisasi
Analisis optimalisasi dilakukan terhadap masing-masing pola tanam yang
direncanakan petani dengan beberapa pendekatan dan asumsi sebagai berikut:
a) Hubungan antar variabel penentu adalah linear untuk fungsi yang
dioptimalkan dan kendala-kendala
b) Produktivitas dan harga dianggap konstan
c) Selera petani terhadap jenis dianggap tetap
d) Modal usaha tani yang dibutuhkan menggunakan pendekatan biaya yang
digunakan selama proses produksi yang direncanakan petani
e) Perhitungan optimalisasi dinilai pada tahun ke-7, yaitu ketika semua jenis
tanaman telah berproduksi dan diasumsikan semua tanaman dapat hidup
f) Ketentuan jumlah tanaman tajuk rendah yang dapat hidup di bawah naungan
kopi dianggap sama di bawah semua jenis tanaman tajuk sedang lainnya.
g) Jarak tanam semua tanaman tajuk sedang diasumsikan sama
Analisis optimalisasi menggunakan linear programming dengan dua kelompok persamaan, yaitu persamaan fungsi tujuan dan persamaan kendala
fungsional dengan struktur data sebagai berikut (Bungiorno dan Gilles 2003):
a) Variabel keputusan (decision variable)
Variabel keputusan adalah jumlah tanaman ke-i yang dinotasikan dalam Xi
dalam satuan batang per hektar.
b) Fungsi tujuan
Fungsi tujuan dalam model ini adalah memaksimumkan keuntungan (Z)
� Πi�i≥Z
� �=1
Keterangan:
Πi = keuntungan tanaman ke-i (Rp/btg)
Xi = jumlah tanaman ke-i (Btg/ha)
Z = jumlah keuntungan seluruh tanaman (Rp/ha/th)
c) Kendala Fungsional
Kendala-kendala fungsional pada model ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1 Ketersediaan modal
Perhitungan modal menggunakan pendekatan biaya (cost approach). Perhitungan modal dalam penelitian ini meliputi biaya-biaya yang digunakan
selama proses produksi seperti biaya bibit, pupuk, obat-obatan, upah tenaga
kerja, alat-alat pertanian, pajak lahan dan lain-lain. Pola tanam yang
direncanakan tidak melebihi jumlah modal yang dimiliki petani (Mi ≤ M). 2 Ketersediaan HOK
Ketersediaan HOK adalah jumlah hari kerja yang tersedia untuk mengelola
usahatani tertentu dengan satuan hari orang kerja (HOK). Ketersediaan HOK
setiap jenis dihitung sehingga diperoleh total kebutuhan HOK setiap pola
agroforestry. Jumlah HOK pola tanam yang direncanakan harus melebihi jumlah HOK yang tersedia agar pola tanam terbentuk (HOKi ≥ HOK).
3 Kendala jumlah tanaman per hektar
Jumlah tanaman harus disesuaikan dengan kapasitas lahan menumbuhkan
tanaman yang optimal. Jumlah tanaman minimal ditentukan berdasarkan
jumlah tanaman aktual yang ada di lahan petani maupun dari studi literatur.
Jumlah minimal tanaman tajuk sedang adalah 1.300 tanaman per hektar dan
jumlah maksimal adalah 1.600 tanaman per hektar. Penentuan jumlah ini
berdasarkan jarak tanam yang dianjurkan oleh Dirjen Perkebunan 2006 untuk
tanaman kopi. Jumlah maksimal tanaman tajuk tinggi adalah 150 batang per
hektar. Penentuan ini berdasarkan tabel tegakan jenis kayu industri pada akhir
daur (Suharlan et al. 1975). Komposisi MPTS dan kayu-kayuan menggunakan perbandingan 70% dan 30%. Jumlah maksimal tanaman tajuk rendah adalah
dengan petani yang mengemukakan bahwa penanaman tumpang sari tanaman
tajuk rendah yang baik dilakukan dengan perbandingan 2 : 1 terhadap tanaman
kopi, artinya dua tanaman tajuk rendah dinaungi oleh satu tanaman kopi.
Penaung tidak hanya tanaman kopi, tetapi semua tanaman tajuk sedang.
Analisis Ukuran Garis kemiskinan
Ada tiga metode yang sering digunakan dalam melihat standar kemiskinan
suatu rumah tangga atau seseorang. Pertama, ukuran garis kemiskinan menurut
Sajogyo; kedua, ukuran garis kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS);
ketiga, ukuran garis kemiskinan menurut Bank Dunia. Ukuran garis kemiskinan
atau ukuran kebutuhan fisik minimum (KFM) menurut Sajogyo dihitung
berdasarkan nilai tukar beras per kapita per tahun, yaitu 240 - 320 kilogram ×
harga beras (Rp/kg). Harga beras yang berlaku di daerah penelitian pada tahun
2011 adalah Rp 6.500 sehingga ukuran garis kemiskinan menurut Sajogyo adalah
Rp 130.000 - Rp 173.000. Ukuran garis kemiskinan menurut BPS (2010) yaitu Rp
189.000. Ukuran ini dinilai untuk tahun 2011 (future value) dengan mempertimbangkan tingkat inflasi rata-rata, dalam penelitian ini rata-rata diambil
selama 3 tahun terakhir (tahun 2009, 2010 dan 2011). Tingkat inflasi rata-rata
sebesar 4,5 (BPS 2011). Ukuran garis kemiskinan menurut Bank Dunia US$1 dan
Bank Dunia US$2 per kapita per hari adalah Rp 8.900 dan Rp 17.800. US$1
sama dengan Rp 8.900 pada bulan November 2011 (Kemendag 2011).
Ukuran-ukuran garis kemiskinan tersebut akan dibandingkan dengan total pendapatan
aktual petani untuk mengetahui standar garis kemiskinan di wilayah penelitian.
Total pendapatan aktual petani terdiri dari pendapatan dari lahan HKm, lahan
milik, usaha ternak, tukang, buruh tani, penjualan kayu bakar, jasa transportasi,
pembantu rumah tangga dan usaha lainnya. Satuan yang digunakan disamakan
dalam rupiah per kapita per bulan pada tahun 2011.
Analisis Kebutuhan Hidup Layak
Kebutuhan hidup layak (KHL) petani adalah kebutuhan petani meliputi
pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, keagamaan, rekreasi, kegiatan
berdasarkan biaya yang dikeluarkan petani untuk memenuhi kebutuhan pangan,
pendidikan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, keagamaan, rekreasi, tabungan
dan kegiatan sosial. KHL aktual akan dibandingkan dengan standar KHL. Standar
KHL adalah 250% dari ukuran garis kemiskinan tertinggi. KHL tertinggi
dijadikan dasar dalam penentuan kebutuhan luas lahan yang seharusnya dimiliki
petani. Penggunaan standar KHL tertinggi bertujuan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat Desa Ngarip.
Analisis Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL
Analisis kebutuhan luas lahan dilakukan terhadap pola tanam aktual dan
pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil
optimalisasi yang mampu memenuhi standar KHL. Standar KHL dipenuhi dengan
menambah luas lahan atau tidak menambah luas lahan tergantung dari keuntungan
pola tanam hasil optimalisasi. Petani perlu menambah luas lahan apabila
keuntungan pola tanam aktual dan hasil optimalisasi tidak memenuhi standar
KHL tertinggi ( KHL
π ≥1). Analisis kebutuhan luas lahan dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Lm =KHLπ × 1 hektar Keterangan:
KHL = Kebutuhan hidup layak (Rp/KK/tahun)
Lm = Luas lahan minimal (ha)
π = Keuntungan dari lahan HKm (Rp)
Analisis Prospek Pengembangan HKm
Analisis mengenai prospek pengembangan HKm dilakukan secara
deskriptif. Penilaian persepsi petani terhadap peranan HKm dalam meningkatkan
kesejahteraan dilakukan sebagai dasar untuk melihat prospek pengembangan
HKm ke depan. Persepsi petani terhadap HKm muncul dari
pengalaman-pengalaman petani. Petani akan menilai baik atau buruk HKm berdasarkan
pengalaman mereka selama mengelola lahan HKm. Kontribusi pendapatan dari
lahan HKm terhadap total pendapatan petani perlu diketahui. Kontribusi
sebaliknya kontribusi yang rendah akan menimbulkan pandangan negatif
terhadap HKm. Persepsi positif akan memunculkan harapan-harapan,
keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan untuk mengembangkan HKm berdasarkan
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Umum Desa Ngarip Batas Administrasi Wilayah
Desa Ngarip merupakan wilayah penelitian yang berada di Kecamatan Ulu
Belu Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung dengan luas wilayah 3.600 ha.
Adapun batas administrasi wilayah meliputi:
1. Sebelah utara berbatasan dengan hutan lindung register 32
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukamaju
3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Muara Dua/Pagar Alam
4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Penantian
Iklim
Wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran tinggi dan berada
pada ketinggian antara 850 – 1.200 meter di atas permukaan laut. Jumlah curah
hujan berkisar antara 1.500 -2.300 mili meter dengan jumlah bulan basah
sebanyak 6 bulan dan suhu rata-rata adalah 22oC (Pekon Ngarip 2010).
Jenis Tanah
Tanah di daerah penelitian terdiri dari tanah dystropepts, humitropepts,
hapludults, tropaquepts, dystrandepts dan tropofluvents. Tekstur tanah di
dominasi oleh lempung dengan warna tanah sebagian besar berwarna merah
kehitaman (BPKH 2010).
Luas Penggunaan Lahan
Lahan di Desa Ngarip terdiri dari lahan perkebunan, lahan pertanian dan
hutan. Data penggunaan lahan beserta luasnya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Luas Penggunaan dan produktivitas lahan Desa Ngarip
Keterangan Luas (ha) Produktivitas (ton/ha)
Kopi 1400 0,8
Lada 2,5 0,5
Kakao 10 0,6
Sawah 62 3
Hutan 1837 -
HKm 1446,88 Belum tercatat
Karakteristik Sosial Ekonomi Desa Ngarip
Desa Ngarip memiliki jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Ulu Belu.
Mata pencaharian sebagian besar adalah petani lahan kering. Data sosial ekonomi
selengkapnya disajikan pada Tabel 6.
Tabel6Data sosial ekonomi Desa Ngarip
Keterangan Jumlah
Orang Persen (%)
Jumlah penduduk (jiwa) 4.798
Laki-laki (jiwa) 2.509 52
Perempuan (jiwa) 2.289 48
Jumlah keluarga (KK) 1.015
Kepadatan penduduk (jiwa/km2) 133,28
Jumlah angkatan kerja usia produktif
(orang) 2.580 53,77
Jumlah petani pemilik lahan (orang) 1.000 99
Jumlah petani penggarap (orang) 15 1
Jumlah petani HKm 735 72
Pemukiman penduduk (ha) 108
Pekarangan (ha) 108
Keluarga pra sejahtera (orang) 253 24,9
Keluarga sejahtera I (orang) 232 22,86
Keluarga sejahtera II (orang) 242 23,84
Keluarga sejahtera III (orang) 279 27,49
Keluarga sejahtera III plus 9 0,009
Jarak ke ibukota kecamatan (km) 0,5
Jarak ke ibukota kabupaten (km) 65
Sumber: Pekon Ngarip 2010
Karakteristik Sosial Ekonomi Responden
Desa Ngarip memiliki satu Gabungan Kelompok HKm (GAPOKTAN)
yang diberi nama Kelompok HKm Margo Rukun. Kelompok HKm Margo Rukun
memiliki jumlah anggota sebanyak 735 penggarap. Luas areal kelola HKm
adalah 1.446 hektar yang terdiri dari 1.081 hektar blok budi daya dan 365 hektar
blok lindung. Jumlah petani sampel yang diambil sebanyak 66 responden. Data
Tabel 7 Data sosial ekonomi responden
Keterangan Jumlah
Orang %
-Mata pencaharian
Petani HKm 66 100
Usaha sampingan 16 24
-Pendidikan
SD/sederajat 44 67
SLTP/sederajat 11 17
SLTA/sederajat 5 8
Tidak sekolah 6 9
-Usia produktif (15-55) 53 80
-Usia tidak produktif 13 20
Sumber: Pekon Ngarip 2010
Mata pencaharian utama sebagian besar responden adalah petani. Sebesar
24% petani memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang, jasa transportasi,
tukang, buruh tani, pedagang dan lain-lain. Pendidikan responden paling banyak
setingkat SD yaitu 67%, sisanya setingkat SLTP dan SLTA. Usia responden
adalah antara 25-70 tahun. Usia produktif sebanyak 80% (53 orang) dan usia
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Tanam Aktual
Hasil identifikasi pola tanam menunjukkan bahwa ada tiga puluh enam pola
tanam di lahan HKm (Tabel 8). Pengelolaan lahan bersifat semi komersial,
artinya kelompok-kelompok masyarakat memiliki motivasi ekonomi yang cukup
tinggi dalam penggunaan lahan, cenderung ingin meningkatkan produktivitas serta
kualitas hasil yang dapat dipasarkan untuk memperoleh uang tunai tetapi pola
hidup mereka masih bersifat subsisten.
Komposisi jenis setiap pola tanam terdiri dari 1 - 6 jenis tanaman.
Jenis-jenis tanaman pada pola tanam aktual terdiri dari tanaman kopi, lada, kakao,
cengkeh, pala, alpukat, durian, pisang, cabai dan tanaman kayu-kayuan. Tanaman
kopi terdapat di semua pola tanam aktual. Sebagian besar pola tanam didominasi
oleh satu jenis tanaman, yaitu tanaman kopi, tetapi ada juga pola tanam yang tidak
hanya didominasi oleh tanaman kopi seperti pola tanam 2, 22, 24, 26, 27, 29, 33
dan 34. Pola 2 didominasi oleh tanaman kopi dan cengkeh. Pola 22, 24 dan 27
didominasi oleh tanaman kopi dan cabai. Pola 26 didominasi oleh tanaman kopi,
lada, pisang dan cabai. Pola 29 didominasi oleh tanaman kopi, cabai dan kayu.
Pola 33 didominasi oleh tanaman kopi dan kakao. Pola 34 didominasi oleh
tanaman kopi dan pisang. Pola tanam yang banyak diterapkan oleh petani adalah
pola tanam yang terdiri dari satu jenis (tanaman kopi), dua kombinasi jenis (kopi
+ cabai dan kopi + pisang) dan empat kombinasi jenis (kopi + alpukat + pisang +
cabai) (Gambar 2,3,4 dan 5).