Pola Tanam Aktual
Hasil identifikasi pola tanam menunjukkan bahwa ada tiga puluh enam pola tanam di lahan HKm (Tabel 8). Pengelolaan lahan bersifat semi komersial, artinya kelompok-kelompok masyarakat memiliki motivasi ekonomi yang cukup tinggi dalam penggunaan lahan, cenderung ingin meningkatkan produktivitas serta kualitas hasil yang dapat dipasarkan untuk memperoleh uang tunai tetapi pola hidup mereka masih bersifat subsisten.
Komposisi jenis setiap pola tanam terdiri dari 1 - 6 jenis tanaman. Jenis- jenis tanaman pada pola tanam aktual terdiri dari tanaman kopi, lada, kakao, cengkeh, pala, alpukat, durian, pisang, cabai dan tanaman kayu-kayuan. Tanaman kopi terdapat di semua pola tanam aktual. Sebagian besar pola tanam didominasi oleh satu jenis tanaman, yaitu tanaman kopi, tetapi ada juga pola tanam yang tidak hanya didominasi oleh tanaman kopi seperti pola tanam 2, 22, 24, 26, 27, 29, 33 dan 34. Pola 2 didominasi oleh tanaman kopi dan cengkeh. Pola 22, 24 dan 27 didominasi oleh tanaman kopi dan cabai. Pola 26 didominasi oleh tanaman kopi, lada, pisang dan cabai. Pola 29 didominasi oleh tanaman kopi, cabai dan kayu. Pola 33 didominasi oleh tanaman kopi dan kakao. Pola 34 didominasi oleh tanaman kopi dan pisang. Pola tanam yang banyak diterapkan oleh petani adalah pola tanam yang terdiri dari satu jenis (tanaman kopi), dua kombinasi jenis (kopi + cabai dan kopi + pisang) dan empat kombinasi jenis (kopi + alpukat + pisang + cabai) (Gambar 2,3,4 dan 5).
Gambar 3 Kombinasi tanaman kopi dan cabai.
Gambar 4 Kombinasi tanaman kopi, alpukat, pisang dan cabai.
Tabel 8 Pola tanam aktual dan dominasi tanaman
No Pola tanam aktual Dominasi tanaman
1 kopi kopi
2 kopi + cengkeh kopi, cengkeh
3 kopi + pisang kopi
4 kopi + cabai kopi
5 kopi + alpukat kopi
6 kopi + kayu kopi
7 kopi + durian kopi
8 kopi + cabai + kayu kopi
9 kopi + cengkeh + cabai kopi
10 kopi + pisang + cabai kopi
11 kopi + kakao + cabai kopi
12 kopi + lada + cabai kopi
13 kopi + lada + kakao kopi
14 kopi + alpukat + cabai kopi
15 kopi + kakao + cabai kopi
16 kopi + pala + alpukat kopi
17 kopi + kakao + alpukat kopi
18 kopi + alpukat + cabai + kayu kopi
19 kopi + alpukat + pisang + cabai kopi
20 kopi + kakao + alpukat + pisang kopi
21 kopi + kakao + alpukat + cabai kopi
22 kopi + cengkeh + kakao + pisang kopi, cabai
23 kopi + alpukat + pisang + cabai kopi
24 kopi + kakao + pisang + cabai kopi, cabai
25 kopi + lada + alpukat + pisang kopi
26 kopi + lada + pisang + cabai + kayu kopi, lada, pisang, cabai 27 kopi + alpukat + durian + pisang + cabai kopi, cabai
28 kopi + cengkeh + alpukat + pisang + cabai kopi
29 kopi + alpukat + durian + cabai + kayu kopi, cabai, kayu 30 kopi + alpukat + durian + pisang + kayu kopi
31 kopi + cengkeh + kakao + alpukat + cabai kopi
32 kopi + kakao + alpukat + cabai + kayu kopi
33 kopi + lada + kakao + alpukat + cabai kopi, kakao 34 kopi + kakao + durian + pisang + cabai + kayu kopi, pisang 35 kopi + lada + kakao + alpukat + cabai + kayu kopi 36 kopi + cengkeh + kakao + pala + alpukat + cabai + kayu kopi
Jaminan penguasaan lahan melalui izin HKm menyebabkan masyarakat mulai melakukan pengembangan pola tanam. Penguasaan lahan (property right)
sangat penting dalam pelaksanaan agroforestry. Insentif untuk menanam
pohon/agroforestry menjadi sangat lemah apabila tidak ada kepastian penguasaan lahan mengingat sistem agroforestry merupakan strategi usaha tani dalam jangka panjang. Investasi yang dilakukan dalam pembukaan lahan dan penanaman pohon akan dinikmati dalam waktu yang lebih panjang. Kepastian penguasaan lahan dan pohon diperlukan untuk memberikan jaminan kepada petani untuk menikmati hasil panen (Suharjito et al. 2003). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Otsuka
negara oleh masyarakat berdampak pada perubahan sistem pertanian. Perubahan sistem pertanian juga terjadi di Desa Ngarip. Masyarakat mulai mengembangkan jenis-jenis tanaman tertentu.
Jenis-Jenis Tanaman Pilihan Petani
Jenis-jenis tanaman yang ingin dikembangkan petani memiliki sifat komplementer dan suplementer satu sama lain. Tanaman-tanaman yang intensif dapat diusahakan bersama-sama dengan tanaman ekstensif, sehingga penggunaan tenaga kerja dan alat-alat tidak saling bersaing. Jenis tanaman tersebut terdiri dari tanaman tajuk tinggi, tajuk sedang dan tajuk rendah sehingga diharapkan membentuk agroforestry multistrata yang bermanfaat baik secara ekonomi dan ekologi.
Tanaman tajuk tinggi terdiri dari E. aromatica, P. americana, M. fragrans,
G. sepium, D. zibethinus, P. falcataria, M. eminii, Michelia sp., M. azedarach dan
L. leucocephala. Petani memilih tanaman-tanaman tersebut sebagai tanaman tajuk tinggi karena tanaman tersebut memiliki nilai komersial dan fungsi lindung yang baik terutama pelindung bagi tanaman kopi. Tanaman tajuk sedang terdiri dari tanaman C. robusta, T. cacao, P. nigrum dan Musa sp. Petani memilih tanaman- tanaman tersebut sebagai tanaman tajuk sedang karena tanaman tersebut memiliki nilai komersial dan memiliki kompatibilitas dengan tanaman kopi sehingga tidak bersaing satu sama lain. Tanaman tajuk rendah adalah C. frustescens. Petani memilih tanaman tersebut sebagai tanaman tajuk rendah karena tanaman ini tahan terhadap naungan dan memberikan pendapatan tambahan bagi petani. Ada beberapa alasan yang menyebabkan petani berminat menanam pepohonan (tajuk tinggi) antara lain, pepohonan yang masih kecil tidak mengganggu tanaman semusim dan perawatan terhadap tanaman pangan dapat memberikan keuntungan bagi pepohonan, petani dapat menanam tanaman yang tahan naungan sehingga menambah pendapatan, menanam pepohonan yang bernilai ekonomi tinggi misalnya buah-buahan berarti menabung untuk masa depan dan menanam pohon tidak memerlukan banyak perawatan (Hairiah et al. 2000).
Hasil penelitian ini memperkuat kesimpulan Helton et al. (2010) yang menyatakan bahwa pemilihan jenis yang tepat adalah kunci kesuksesan
agroforestry di Brazil. Jenis pohon yang ingin dikembangkan petani adalah pohon yang tumbuhnya tidak bersaing dengan tanaman kopi (compatible) atau tidak kompatibel tetapi memiliki keragaman produk. Hasil identifikasi jenis tanaman yang ingin dikembangkan petani disajikan pada Tabel 9. Jenis tanaman pilihan petani dijadikan dasar dalam penentuan pola tanam optimal. Tanaman- tanaman tersebut adalah:
Tanaman Coffea robusta
Tanaman C. robusta atau tanaman kopi paling diminati masyarakat Desa Ngarip sebagai tanaman pokok karena tanaman ini lebih stabil memberikan pendapatan tahunan dibandingkan tanaman tahunan lain dan tanaman kopi cocok tumbuh di lahan HKm. Tanaman ini sudah ada sejak tahun 1980an ketika pertama kali masyarakat membuka lahan kawasan.
Pertumbuhan dan produktivitas tanaman kopi sangat tergantung atau dipengaruhi oleh keadaan lingkungan secara ekonomis. Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari dan tanah. Setiap jenis kopi menghendaki suhu atau ketinggian tempat yang berbeda-beda. Jenis kopi yang dibudidayakan di Desa Ngarip adalah kopi robusta. Kopi robusta tumbuh optimum pada ketinggian 400-700 meter di atas permukaan laut, tetapi beberapa diantaranya masih tumbuh baik dan ekonomis pada ketinggian tempat antara 500-1.700 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang dibutuhkan berkisar antara 2.000-3.000 mili meter per tahun, tetapi kopi masih tumbuh baik pada daerah bercurah hujan 1.300- 2.000 mili meter per tahun. Banyaknya intensitas matahari yang dikehendaki tanaman kopi berkisar antara 10-50%. Tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, agak masam, subur dan kaya bahan organik dengan pH 4,5-6,5 (Najiyati dan Danarti 1999). Jumlah tersebut tergantung pada iklim dan jenis kopinya. Tanaman kopi di Kabupaten Tanggamus memiliki areal seluas 41.525 hektar atau 42% dari luas areal tanaman perkebunan (BPS 2010). Produktivitas biji kopi kering di Desa Ngarip rata-rata sebesar 0,8 ton per hektar per tahun dengan rata- rata jumlah tanaman sebanyak 2.500 batang per hektar (Pekon Ngarip 2010).
Tabel 9 Jenis tanaman pilihan masyarakat
Jenis Tanaman Harga(Rp/kg) (Rp/bh)* (Rp/tandan)** Rata-rata Produktivitas (kg/btg/th) (buah/btg/th)* (tandan/btg/th)** Harga komoditas (Rp/btg) Usia panen (th) (bln)*
Frekuensi panen rata-rata (dalam setahun) (dalam sebulan)* Nama Lokal Nama Botani
Kopi Coffea robusta*** 16.500 0,32 5.280 3 1x
Lada Piper nigrum*** 50.000 0,375 9.375 3 1x
Cengkeh Eugenia aromatica*** 50.000 1 50.000 5 1x
Kakao Theobroma cacao*** 18.000 1,5 27.000 4 1x
Pala Myristica fragrans*** 3.000 100 300.000 7 1x
Alpukat Persea americana 2.000 10 20.000 7 1x
Durian Durio zibethinus 3.000 20 60.000 7 1x
Pisang Musa spp. 2.000 4 8.000 6 4x Cabai Capsicum frustescens 5.000 0,1 500 5 2x
Kayu Kayu 0 0 0 - -
Sumber: hasil perhitungan penulis Keterangan:
*) Rata-rata produktivitas buah durian dihitung dalam satuan buah/btg/th. Satuan usia panen tanaman pisang dan cabai adalah bulan. Frekuensi panen rata-rata tanaman cabai dihitung dalam sebulan
**) Harga buah pisang dinilai dalam satuan Rp/tandan dan rata-rata produktivitas dinilai dalam satuan tandan/btg/th
Tanaman Piper nigrum
Tanaman lada (P. nigrum) adalah tanaman yang diminati oleh masyarakat desa Ngarip sebagai tanaman sela. Tanaman ini sebagian besar belum berproduksi. Produktivitas lada nasional yaitu 800 kilogram per hektar (Suprapto dan Yani 2008). Produktivitas tumpang sari tanaman lada adalah 250 - 500 gram per tanaman per tahun (Zaubin dan Yufdi 1996). Rata-rata produktivitas tumpang sari tanaman adalah 375 gram buah kering per tanaman per tahun.
Pada umumnya lada memerlukan tanaman penegak atau tajar untuk rambatannya. Tanaman penegak yang digunakan sebagai rambatan lada adalah tanaman G. sepium, L.
leucocephala, M. fragrans, Erythrina sp. dan C. pentandra.
Tanaman Eugenia aromatica
E. aromatica atau cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian yang diminati karena bernilai ekonomi tinggi. Manfaat tanaman ini cukup banyak sebagai rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek atau bahan dalam pembuatan minyak atsiri. Tanaman ini sudah pernah ditanam di Desa Ngarip. Harga yang tidak menguntungkan pada saat itu menyebabkan tanaman cengkeh ditebang. Penanaman mulai dilakukan kembali saat ini.
Tanaman cengkeh memiliki struktur perakaran yang dalam hingga mencapai kedalaman 3 meter. Tinggi pohon mencapai 15 - 40 meter. Tajuk tanaman cengkeh umumnya berbentuk kerucut, piramid atau piramid ganda, dengan batang utama menjulang keatas. Tanaman cengkeh cukup baik ditanam di lahan-lahan miring sehingga mampu melindungi tanah dari bahaya longsor. Lahan miring akan memberikan drainase yang lebih baik dan kecil kemungkinan terjadinya penggenangan air yang berpengaruh buruk pada pertumbuhan akar (Hadipoentyanti 1997). Produksi yang dihasilkan tanaman cengkeh dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Produksi tanaman cengkeh tidak sama dari tahun ke tahun. Produksi masih sedikit pada saat awal panen, semakin lama produksi semakin meningkat. Tanaman cengkeh mengalami panen raya dalam 3 - 4 tahun sekali (Bintoro 1986). Berdasarkan pengalaman petani, cengkeh masih dapat tumbuh di Desa Ngarip meskipun produksinya kurang optimal.
Produktivitas tanaman cengkeh di daerah penelitian bervariasi berdasarkan hasil wawancara. Produktivitas tanaman cengkeh semakin baik sejalan dengan semakin tuanya umur tanaman. Produktivitas tanaman mencapai 6 - 8 kilogram
cengkeh kering per pohon per tahun pada umur 11 - 20 tahun. Produktivitas hanya 1 kilogram cengkeh kering per pohon per tahun pada umur 6 - 7 tahun. Tanaman Theobroma cacao
Tanaman T. cacao atau tanaman kakao tumbuh ideal pada ketinggian kurang dari 800 meter di atas permukaan laut, curah hujan 1.100 - 3.000 milimeter per tahun dan suhu 18o - 32oC (Siregar, Riyadi, Nuraeni 1988). Wilayah penelitian masih sesuai untuk penanaman kakao ditinjau dari faktor iklim. Produktivitas tanaman kakao di Desa Ngarip sebesar 600 kilogram per hektar per tahun (Profil Pekon 2010). Produktivitas tumpang sari tanaman kakao dengan tanaman kelapa yang ditanam pada tahun 1983 menghasilkan 700 kilogram per hektar biji kakao
kering pada tahun 2002 dengan jarak tanam 2 m × 3 m. Hal ini berarti
produktivitas biji kakao kering adalah 0,6 kilogram per tanaman per tahun. Produksi biji kakao dengan beberapa jenis tanaman penaung disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil wawancara, produktivitas rata-rata kakao cukup baik di wilayah penelitian yaitu 1,5 kilogram biji kakao kering per tanaman per tahun. Tabel 10 Produksi biji kakao dengan beberapa jenis tanaman penaung
Spesies tanaman penaung Produksi kakao (kg/ha/th)
G. maculate 897
P. javanica 1.143
C. pentandra 1.095
P. speciosa 982
G. robusta dan Mahagony sp. 1.129
Sumber: Lim 1978 diacu dalam Zaenuddin 2010
Tanaman kakao memerlukan pohon pelindung untuk mengurangi pencahayaan matahari penuh. Pohon pelindung yang baik adalah pohon yang tidak menghasilkan biji, cepat tumbuh, percabangan dan daunnya memberikan perlindungan yang baik, tidak mengalami masa gugur daun pada musim tertentu, perakaran kokoh, dan bebas dari kemungkinan serangan hama dan penyakit. Jenis pohon yang sering menjadi pelindung tanaman kakao adalah L. leucocephala, M.
fragrans, Erythrina sp., dan Musa sp. (Siregar, Riyadi, Nuraeni 1988). Tanaman Myristica fragrans
Tanaman M. fragrans atau tanaman pala banyak diminati karena
produktivitas dan bernilai ekonomi tinggi. Tanaman pala memiliki ketinggian mencapai hingga 16 m dan membentuk akar tunggang yang cukup dalam.
Tanaman ini sangat baik sebagai tanaman pelindung selain memiliki produktivitas yang tinggi. Tajuknya berbentuk kerucut dan berdaun rimbun. Tanaman ini bermanfaat sebagai tanaman rempah-rempah dan penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik (Drazat 2007).
Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 5 - 6 tahun. Setelah mencapai umur 10 tahun hasilnya mulai meningkat. Peningkatan optimum dicapai pada umur rata-rata 25 tahun. Produksi optimum bertahan hingga tanaman berumur 60 - 70 tahun dan kemudian produksi menurun hingga mencapai umur lebih dari 100 tahun. Produktivitas buah pala per pohon tercatat 320 - 1.679 buah di daerah Ungaran (Rismunandar 1992). Purseglove JW menyatakan bahwa sebatang pohon pala yang sudah cukup dewasa dapat menghasilkan 1.500 - 2.000 buah. Produktivitas pala berkisar antara 112 - 224 kilogram per hektar dan 560 - 1.120 kilogram biji kering per hektar. Pada tahun 1983 di Maluku tercatat tanaman pala yang sudah menghasilkan seluas 10.266 hektar dengan produksi sekitar 4.620 ton biji kering. Ini berarti produksi per hektar di Maluku mencapai 450 kilogram biji pala kering dengan jarak tanam rata-rata 10 m × 10 m, sehingga dapat ditaksir produksi per tahun adalah 4,5 kilogram biji pala kering per pohon atau sekitar 600 kilogram buah pala segar per pohon.
Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 7 tahun di daerah penelitian. Semakin tua umur tanaman, produktivitas semakin tinggi. Berdasarkan pengalaman petani di daerah sekitar wilayah penelitian (Gisting), tanaman pala bisa menghasilkan buah sebanyak 1 ton per batang dengan umur diatas 20 tahun. Produksi tanaman pala pada umur 7 tahun adalah 1 kuintal buah pala segar per pohon per tahun di wilayah penelitian. Produktivitas tanaman pala sangat dipengaruhi ketinggian tempat tumbuh dan iklim. Ketinggian tempat yang optimal adalah 500-700 meter di atas permukaan laut, suhu sekitar 20o - 30oC dan curah hujan merata sepanjang tahun (Sunanto 1988). Produktivitas pala akan rendah bila tidak memenuhi persyaratan optimal.
Tanaman Persea americana
Tanaman P. americana atau tanaman alpukat diminati masyarakat sebagai sumber makanan dan pakan ternak. Tanaman ini sudah lama ditanam di Desa
Ngarip. Manfaat yang diambil dari tanaman ini berupa buah dan daun. Bentuk tajuk tanaman alpukat menjorong ke atas, sistem perakarannya berakar tunggang dan tinggi tanaman mencapai 15 meter (Kemenristek 2011). Tanaman dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, curah hujan minimum 1.500- 3.000 milimeter per tahun dan suhu optimal 12,8o - 28,3oC. Tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi, sehingga bisa mentolerir suhu udara 15o - 30o C atau lebih. Ketinggian tempat optimum yaitu 200 - 1.000 meter di atas permukaan laut. Produktivitas varietas alpukat unggul nasional, yaitu varietas hijau panjang dan varietas hijau bundar mencapai 40 - 80 kilogram per pohon per tahun atau rata-rata 50 kilogram dan 20 - 60 kilogram per pohon per tahun atau rata-rata 30 kilogram (Agromedia 2009). Produktivitas cukup rendah jika dibandingkan dengan produktivitas alpukat di wilayah penelitian. Berdasarkan hasil wawancara, produktivitas buah alpukat rata-rata sebesar 10 kilogram per tanaman per tahun.
Tanaman Durio zibethinus
Tanaman D. zibethinus atau durian diminati sebagai sumber makanan untuk dikonsumsi dan dijual. Tanaman durian tumbuh optimal pada ketinggian kurang 400 - 600 meter di atas permukaan laut, tetapi ada juga tanaman durian yang cocok ditanam di berbagai ketinggian. Waktu berbunganya lebih lambat dibandingkan dengan durian yang ditanam di dataran rendah jika ditanam di dataran tinggi. Curah hujan maksimum 3.000 - 3.500 milimeter per tahun dan minimal 1.500 - 2.500 milimeter per tahun. Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan adalah 40% - 50%. Tanaman durian cocok pada suhu rata-rata 22o - 29o C. Durian dapat tumbuh tetapi pertumbuhan tidak optimal pada suhu 15o C (Agromedia 2009). Tanaman durian memiliki tajuk berbentuk kerucut (Anonim 2011). Tanaman ini bisa dikembangkan di wilayah penelitian berdasarkan persyaratan optimal.
Produktivitas tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman. Lebih dari 50 varietas durian unggul nasional dari berbagai daerah sudah dilepas di Indonesia. Produktivitas varietas tanaman durian unggul nasional berkisar antara 50 - 800 buah per pohon per tahun. Produktivitas cukup rendah jika dibandingkan dengan produktivitas rata-rata buah di sekitar wilayah penelitian. Berdasarkan hasil
wawancara, produktivitas tanaman pada saat mulai berbuah (umur 7 tahun) adalah 20 buah per pohon per tahun sedangkan pada umur tanaman lebih dari 15 tahun, produktivitas mencapai 100 buah per pohon per tahun.
Tanaman Musa sp.
Tanaman Musa sp. atau tanaman pisang diminati masyarakat sebagai tanaman sela. Tanaman ini banyak manfaatnya sebagai sumber makanan, pakan ternak dan pembungkus makanan.
Pisang dapat tumbuh di daerah tropis baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian tidak lebih dari 1.600 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27oC, dan suhu maksimumnya 38oC. Curah hujan 2.000 - 2.500 milimeter per tahun atau paling tidak 100 milimeter per bulan (BPTP 2008). Berdasarkan persyaratan tumbuh optimal, tanaman cocok dikembangkan di wilayah penelitian. Hasil wawancara menyatakan bahwa produktivitas tanaman pisang rata-rata sebanyak 4 tandan per tanaman per tahun. Tanaman Capsicum frustescens
C. frustescens atau cabai rawit merupakan tanaman tajuk rendah yang banyak diminati masyarakat karena mampu tumbuh di bawah naungan dan memiliki harga jual yang cukup tinggi saat ini. Tanaman cabai yang ditanam secara intensif pada lahan 1 hektar rata-rata sebanyak 16.000 - 17.000 tanaman. Produktivitas mencapai 1 kilogram per tanaman per tahun dengan keuntungan sekitar 45 juta rupiah (Agromedia 2008). Produktivitas cabai rawit hibrida mencapai 14 ton per hektar per tahun atau ditaksir sekitar 0,8 - 0,9 kilogram per tanaman per tahun (Agromedia 2007). Hasil penelitian Harisetijono et al. (2005) di Pulau Lombok menemukan rata-rata produktivitas tumpang sari tanaman cabai berkisar antara 50 – 1.400 kilogram per hektar per tahun. Berdasarkan hasil wawancara, penanaman tanaman di bawah naungan akan menurunkan produktivitas tanaman, tetapi tanaman mampu bertahan hidup lebih lama (2 tahun) dibandingkan bila ditanam tanpa naungan (1 tahun). Cabai rawit mencapai usia panen pada umur 5 bulan. Pemanenan selanjutnya dilakukan setiap 10 sampai 20 hari sekali atau 2 kali dalam sebulan. Produktivitas tanaman di bawah naungan cukup rendah, yaitu rata-rata 0,1 kilogram per tanaman per tahun. Jarak tanam
cabai rawit diwilayah penelitian rata-rata cukup rapat (0,5 m × 0,3 m), sehingga dalam satu baris tanaman kopi terdapat 150 - 200 tanaman cabai rawit.
Tanaman kayu
Tanaman kayu terdiri dari jenis M. azedarach, P. falcataria, L.
leucocephala, Michelia sp., G. sepium, Erhytrina sp. C. calothyrsus dan M.
eminii. Tanaman kayu di lahan HKm berfungsi sebagai tanaman pelindung bagi tanaman di bawahnya khususnya tanaman kopi. Tanaman pelindung berfungsi mengatur intensitas matahari sesuai dengan yang dibutuhkan, menghasilkan bahan organik berupa daun-daunan yang dapat menyuburkan tanah, menyerap unsur hara dari tanah bagian dalam, menahan erosi, menahan kencangnya angin, menahan tumbuhnya beberapa jenis gulma sehingga mengurangi biaya pemeliharaan, mengurangi terjadinya kekeringan dan sebagai pakan ternak (Najiyati dan Danarti 1999).
Pola Tanam Optimal
Hasil identifikasi pola tanam ditemukan adanya rencana perubahan pola tanam berdasarkan jenis-jenis tanaman pilihan petani. Tiga puluh enam pola tanam aktual mengalami perubahan pola menjadi enam belas pola tanam. Pola tanam aktual dengan komposisi sederhana yaitu 1 - 6 kombinasi tanaman dikembangkan menjadi pola tanam yang komposisinya lebih beragam, yaitu 6 - 10 kombinasi tanaman. Pola tanam yang paling banyak ingin dikembangkan masyarakat adalah pola tanam 4, 7, 12, 14 dan 15 sedangkan pola tanam yang paling sedikit ingin dikembangkan masyarakat adalah pola tanam 16. Beberapa pola tanam aktual yang sama mengalami perubahan pola tanam yang berbeda tergantung preferensi petani dalam mengembangkan jenis tanaman, misalnya pola tanam 1. Beberapa pola tanam aktual yang berbeda berubah menjadi pola tanam yang sama sesuai dengan jenis-jenis tanaman yang ingin dikembangkan, misalnya pola tanam 2 dan pola tanam 12. Petani-petani yang menerapkan pola tanam 1 ingin menambah jenis tanaman lada, kakao, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayu tetapi ada juga petani yang ingin mengembangkan jenis tanaman yang berbeda, seperti tanaman lada, cengkeh, kakao, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayu. Petani-petani yang menerapkan pola tanam yang berbeda seperti pola
tanam 2 dan pola tanam 12 ingin mengembangkan jenis tanaman yang sama, yaitu tanaman kopi, lada, cengkeh, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayu. Perubahan tiga puluh enam pola tanam aktual menjadi enam belas pola tanam disajikan pada Lampiran 2. Enam belas pola tanam yang direncanakan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Pola tanam yang direncanakan di wilayah penelitian
No Rencana pola tanam
1 kopi + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 2 kopi + lada + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 3 kopi + cengkeh + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 4 kopi + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 5 kopi + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu
6 kopi + lada + cengkeh + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 7 kopi + lada + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 8 kopi + lada + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 9 kopi + cengkeh + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 10 kopi + cengkeh + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 11 kopi + kakao + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu