• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis perubahan kapasitas simpan air pada Sub DAS Cikeas Kali Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis perubahan kapasitas simpan air pada Sub DAS Cikeas Kali Bekasi"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR

PADA SUB DAS CIKEAS KALI BEKASI

SKRIPSI

FARIDA NUR FITRIANA

F14061314

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALYSIS OF WATER STORAGE CAPACITY OF

CIKEAS SUB WATERSHED, BEKASI RIVER

Farida Nur Fitriana

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

e-mail: my_arrayan@yahoo.com

ABSTRACT

Watershed degradation could be characterized by changes in land use of catchment area with low run off coefficient to bare land with high run-off coefficient. Water balance calculation using Tornthwaite equation could be used to calculate fluctuation of water storage in a region. Water balance analysis was conducted at the Cikeas sub watershed with total area of 3754.55 ha. The objective of this research were to analyse water storage capacity, to calculate water avaibility (based on rainfall data), to calculate water demand, and to provide recommendations of run-off and groundwater recharge management in Cikeas Sub watershed areas. Based on ideal ratio of run-off and groundwater recharge, the composition of the forest area of 30% in Cikeas Sub watersheds is considered ideal, because it has a percentage of run-off by 51%. Residential area composition in Cikeas Sub watershed (40%) is considered ideal, because the run off percentage is 49%. Environmental carrying capacity based on water balance of an area could be determined by calculating the capacity of water availability in the region. With a density of 5554 habitant / km2 and precipitation of 1909.2 mm / year, it could know that Cikeas Sub watershed areas in 2010 were in the state of overshoot. Conservation methods that could be used in efforts to manage run-off excess were the construction of infiltration wells and reforestation.

(3)

FARIDA NUR FITRIANA. F14061314.

Analisis Perubahan Kapasitas Simpan

Air di Sub DAS Cikeas Kali Bekasi.

Di bawah bimbingan Prastowo. 2011

RINGKASAN

Suatu DAS merupakan suatu sistem ekologis atau ekosistem dimana di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara makhluk hidup, khususnya manusia dengan segala aktivitasnya, dengan lingkungannya yang bersifat alami. Kerusakan DAS dapat ditandai dengan perubahan tata guna lahan dari daerah tangkapan hujan dengan koefisien aliran permukaan (koefisien run off) rendah (sebagian besar air hujan diserapkan ke tanah) berubah menjadi tanah terbuka dengan koefisien run off tinggi (sebagian air hujan menjadi aliran permukaan). Rendahnya daya dukung DAS dapat diamati dengan semakin mengecilnya luas areal hutan, semakin luasnya lahan untuk hunian dan prasarana dan semakin banyaknya tanah terbuka atau lahan kritis. Penerapan analisis neraca air pada Sub DAS Cikeas akan dapat menggambarkan kondisi aktual ketersediaan air serta dampak lainnya pada DAS tersebut. Hasil analisis ini dapat dijadikan dasar usulan rekomendasi yang tepat.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan kapasitas simpan air di wilayah Sub DAS Cikeas, menduga ketersediaan air berdasarkan data curah hujan di wilayah Sub DAS Cikeas, menghitung kebutuhan air di wilayah Sub DAS Cikeas, serta memberikan rekomendasi pengelolaan limpasan dan pengisian air tanah di wilayah Sub DAS Cikeas. Penggunaan lahan yang terdapat di Sub DAS Cikeas di antaranya pertanian lahan kering, pemukiman, sawah, perkebunan, dan pertambangan. Jumlah penggunaan lahan pemukiman meningkat dari tahun 2003 ke tahun 2008 yaitu dari 17.19 % menjadi 26.13 %, sedangkan luasan hutan di Sub DAS Cikeas pada periode yang sama menurun dari dari 14.16 % menjadi 0.97 %.

Perhitungan neraca air dengan menggunakan persamaan Tornthwaite dapat memberikan gambaran tentang surplus dan defisit air pada suatu wilayah. Analisis neraca air dilakukan pada Sub DAS Cikeas dengan total luas areal 3754,55 ha. Dari analisis neraca air yang telah dilakukan, diketahui besarnya kelebihan CH (CHlebih), limpasan, pengisian air tanah, serta hubungannya dengan

perubahan komposisi luasan hutan dan luasan pemukiman. Seluruh kurva neraca air dari komposisi luas hutan menunjukkan CHlebih menurun seiring dengan peningkatan luas hutan. Kurva neraca air dari

komposisi luas pemukiman menunjukkan CHlebih meningkat seiring dengan peningkatan luas

pemukiman. Hal ini karena nilai CHlebih berbanding terbalik dengan nilai ETP, sedangkan nilai ETP

dipengaruhi oleh nilai koefisien tanaman (kc). Dengan semakin berkurangnya komposisi tutupan vegetasi, nilai ETP akan semakin kecil. Laju limpasan memiliki pola yang sama dengan CHlebih

Semakin berkurangnya luas hutan, maka laju limpasan akan semakin besar, sedangkan dengan semakin berkurangnya luas pemukiman, laju limpasan akan semakin kecil. Bentuk lain dari CHlebih

yang merupakan sisa limpasan adalah pengisian air tanah.

Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui dengan menghitung kapasitas ketersediaan air dan kebutuhan air pada wilayah tersebut. Ketersediaan air hujan di Sub DAS Cikeas diperoleh dengan cara membandingkan nilai toal CHandalan dalam satu tahun dengan

(4)

kebutuhan air di wilayah Sub DAS Cikeas terjadi defisit curah hujan sebesar 1 145 810 592 m3/tahun. Dengan kepadatan penduduk 5554 jiwa/ km2 dan jumlah curah hujan 1909.2 mm/tahun, dapat diketahui wilayah Sub DAS Cikeas pada tahun 2010 berada dalam status telah terlampaui (overshoot). Dari penelitian dan analisis neraca air yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perubahan penutupan lahan dari tahun 2003 ke tahun 2008 pada wilayah Sub DAS Cikeas menyebabkan penurunan kapasitas simpan air sebesar 35.4 mm atau 24.6% dibandingkan tahun 2003. Hal ini berakibat pada peningkatan CHlebih sebesar 17.8 mm atau 1.2% dibandingkan tahun 2003.

Peningkatan limpasan yang terjadi sebesar 23.77 mm/tahun atau meningkat 3.3 % dibandingkan tahun 2003, dan penurunan pengisian air tanah yang terjadi sebesar 6 mm/tahun atau menurun 0.7% dibandingkan tahun 2003.

(5)

ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR

PADA SUB DAS CIKEAS KALI BEKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

FARIDA NUR FITRIANA

F14061314

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

ii

Judul Skripsi : Analisis Perubahan Kapasitas Simpan Air pada Sub DAS Cikeas

Kali Bekasi

Nama

: Farida Nur Fitriana

NIM

: F14061314

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Prastowo, M.Eng

(NIP. 19580217 198703 1 004)

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Dr. Ir. Desrial, M.Eng

(NIP. 19661201 199103 1 004)

(7)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Perubahan Kapasitas Simpan Air pada Sub DAS Cikeas Kali Bekasi adalah hasil karya saya dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011 Yang membuat pernyataan

(8)

iv

© Hak cipta milik Farida Nur Fitriana, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun,

(9)

v

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Tangerang, pada tanggal 22 Mei 1989 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara setelah Eti Irawati dan Heri Irawanto dari pasangan Bapak Ngatno dan Ibu Surati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SD Negeri Pondok Betung 03, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 161 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 90 Jakarta dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, di antaranya sebagai Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) IPB (2008 dan 2009), Sekretaris Menteri Kebijakan Pertanian BEM KM IPB Kabinet Generasi Inspirasi (2010). Penulis juga memperoleh prestasi di bidang olahraga diantaranya Juara I Catur Putri Olimpiade Fateta Tingkat Fakultas (2008, 2009, dan 2010), Juara I Tenis Meja Olimpiade Fateta Tingkat Fakultas (2008 dan 2010), Juara I Catur Olimpiade Mahasiswa IPB (2008, 2009, dan 2010), Juara III Tenis Meja Olimpiade Mahasiswa IPB (2010), Juara VI Catur Antar Mahasiswa Beregu Tingkat Nasional (2009). Selain itu penulis pernah pula mendapatkan hibah proposal di antaranya hibah Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan dengan judul Keripik Mengkudu sebagai Upaya Diversifikasi Pangan (2007) dan hibah Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis dengan judul Desain Alat Pengering ERK-Hybrid yang Efisien dalam Mengatasi Permasalahan Pengeringan UKM Kerupuk Tulang Ikan Tenggiri (2010).

Penulis melakukan Praktik Lapangan (PL) pada tahun 2009 dengan topik “ASPEK TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE PADA BUDIDAYA BUNGA DI PT. ALAM INDAH BUNGA NUSANTARA, CIANJUR”. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam kepanitiaan maupun sebagai peserta dalam kegiatan departemen, himpunan profesi maupun universitas dan seminar berskala nasional.

(10)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan izin-Nya skripsi dengan judul “Analisis Perubahan Kapasitas Simpan Air pada Sub DAS Cikeas Kali Bekasi” ini dapat selesai dengan baik. Penelitian ini telah berlangsung dari bulan November 2010 hingga Januari 2011.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Prastowo, M.Eng selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, solusi dan rasa semangat kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Ir. Nora Herdiana Pandjaitan, DEA dan Bapak Ir. Mad Yamin, MT selaku dosen penguji 3. Bapak, Kakak-kakak penulis Eti Irawati, Agus Pujo Buntoro dan Heri Irawanto tercinta yang

banyak memberikan dukungan dan motivasi serta doa selama proses pembuatan skripsi ini, dan terutama untuk Alm. Ibu, yang selalu hadir di dalam butir-butir doa penulis

4. Lisma Safitri, STP, Fitrianto Nugroho, dan Syelvia Ikramatunnafsiah, STP selaku rekan sebimbingan yang selalu membantu dalam melaksanakan penelitian

5. Sahabat-sahabat terbaik yang turut membantu penulis dalam penelitian Nurhudaya, Hafid Arifianto, Nina Indah Kumalasari, Gusmaini, SP, Aprileni Dwi Saptasari, dan Ana Mawar Iriani 6. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu menyemangati penulis Bayu Eko, Bayu Nata, Dewi, Wahid,

Ratih, Fatimah, Prahana, Nanda, Budi, Tono, dan Izah

7. Teman-teman seperjuangan di HIMATETA, BEM KM IPB Kabinet Generasi Inspirasi, Anggrek Crew’s dan tentunya seluruh teman-teman TEP 43, yang akan tetap menjadi teman-teman terbaik sampai nanti

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar tulisan ini dapat lebih sempurna di kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi civitas akademika IPB serta masyarakat pada umumnya.

Bogor, Februari 2011

(11)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. SIKLUS HIDROLOGI ... 3

2.2. DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ... 3

2.3. NERACA AIR ... 4

2.4. PRESIPITASI ... 5

2.5. EVAPOTRANSPIRASI ... 7

2.6. SIMPANAN AIR ... 8

2.7. LIMPASAN ... 9

2.8. DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ... 11

2.9. KONSERVASI TANAH DAN AIR ... 12

III.METODE PENELITIAN ... 14

3.1. LOKASI DAN WAKTU ... 14

3.2. ALAT DAN BAHAN ... 14

3.3. METODA PENELITIAN ... 14

3.4. KERANGKA PENELITIAN... 16

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1. KONDISI UMUM SUB DAS CIKEAS ... 17

4.2. PRESIPITASI, EVAPOTRANSPIRASI, KAPASITAS SIMPAN AIR ... 20

4.3. ANALISIS NERACA AIR ... 23

4.4. DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ... 27

4.5. EVALUASI DAMPAK PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN ... 28

4.6. PENGELOLAAN LIMPASAN DAN PENGISIAN AIR TANAH ... 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1. KESIMPULAN ... 33

5.2. SARAN ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(12)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Tipe pembagian curah hujan dalam komponen-komponennya untuk beberapa

pembagian wilayah di dunia (rata-rata tahunan dalam mm) ... 5

Tabel 2. Koefisien Tanaman (Kc) ... 8

Tabel 3. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah pada beberapa kombinasi tekstur tanah dan klasifikasi tanaman ... 9

Tabel 4. Karakteristik hasil limpasan ... 10

Tabel 5. Koefisien Aliran Permukaan (C) untuk DAS Pertanian bagi Tanah Kelompok Hidrologi B ... 11

Tabel 6. Kriteria penetapan status DDL - air ... 11

Tabel 7. Jumlah Penduduk, Luas Desa dan Kepadatannya di Kecamatan Jatisampurna, Gunung Putri, Cibinong, dan Sukaraja Tahun 2010 ... 17

Tabel 8. Proporsi Penggunaan Lahan Sub DAS Cikeas ... 17

Tabel 9. Hasil analisis neraca air pada Sub DAS Cikeas tahun 2003 dan 2008 ... 23

Tabel 10. Hasil analisis neraca air pada berbagai komposisi luas hutan di Sub DAS Cikeas ... 25

Tabel 11. Hasil analisis neraca air pada berbagai komposisi luas pemukiman di Sub DAS Cikeas ... 26

Tabel 12. Ketersediaan air Sub DAS Cikeas tahun 2010 ... 27

Tabel 13. Rekapitulasi nilai parameter Neraca Air ... 29

(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alat Pengukur Curah Hujan Jenis Otomatis ... 6

Gambar 2. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air untuk kepadatan ≤ 1000 Jiwa/km2 ... 13

Gambar 3. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air untuk kepadatan 1000-20000 Jiwa/km2 ... 13

Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian ... 16

Gambar 5. Peta penggunaan lahan Sub DAS Cikeas tahun 2003 ... 18

Gambar 6. Peta penggunaan lahan Sub DAS Cikeas tahun 2008 ... 19

Gambar 7. Kurva debit sungai Cikeas per-setengah bulanan (1994-2009) ... 20

Gambar 8. Grafik curah hujan bulanan andalan 80% ... 20

Gambar 9. Grafik nilai ETP dalam beberapa skenario luas hutan ... 21

Gambar 10. Grafik nilai ETP dalam beberapa skenario luas pemukiman ... 22

Gambar 11. Grafik nilai Sto pada berbagai komposisi luas hutan... 22

Gambar 12. Grafik nilai Sto pada berbagai komposisi luas pemukiman ... 23

Gambar 13. Kurva neraca air berbagai komposisi luas hutan ... 25

Gambar 14. Kurva neraca air berbagai komposisi luas pemukiman ... 26

Gambar 15. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air wilayah Sub DAS Cikeas ... 28

Gambar 16. Perubahan limpasan dan pengisian air tanah terkait perubahan landuse dari tahun 2003 ke tahun 2008 ... 29

Gambar 17. Skema distribusi CHlebih / defisit Neraca Air ... 30

(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tabel perhitungan curah hujan andalan (mm) dengan Metode W. Bull ... 36

Lampiran 2. Data iklim rata-rata Stasiun Citeko ... 37

Lampiran 3. Data debit setengah bulanan Sungai Cikeas di Bendung Leuwi Bolang ... 38

Lampiran 4. Nilai evapotranspirasi potensial (mm) pada skenario komposisi luas hutan ... 39

Lampiran 5. Nilai evapotranspirasi potensial (mm) pada skenario komposisi luas pemukiman ... 40

Lampiran 6. Perhitungan nilai koefisien tanaman tertimbang, kapasitas simpan air, koefisien limpasan tahun 2003 dan 2008 ... 41

Lampiran 7. Perhitungan neraca air Sub DAS Cikeas tahun 2003 dan 2008 ... 42

Lampiran 8. Perhitungan neraca air pada skenario komposisi luas hutan ... 43

(15)

I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah tangkapan hujan dan tempat mengalirnya air hujan menuju ke sungai (Maryono, 2004). Suatu DAS merupakan suatu sistem ekologis atau ekosistem dimana di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara makhluk hidup, khususnya manusia dengan segala aktivitasnya, dengan lingkungannya yang bersifat alami. Aktivitas manusia akan sangat mempengaruhi keadaan DAS, baik yang bersifat membangun seperti pemeliharaan dan rehabilitasi maupun yang bersifat merusak. Kenyataan umum yang dialami beberapa DAS dewasa ini adalah meluasnya daerah-daerah gundul dan tidak subur akibat penebangan hutan yang tidak terkendali, semakin tingginya erosi, dan semakin merosotnya kondisi DAS.

Kerusakan DAS dapat ditandai dengan perubahan tata guna lahan dari daerah tangkapan hujan dengan koefisien aliran permukaan (koefisien run off) rendah (sebagian besar air hujan diserapkan ke tanah) berubah menjadi tanah terbuka dengan koefisien run off tinggi (sebagian air hujan menjadi aliran permukaan). Rendahnya daya dukung DAS dapat diamati dengan semakin mengecilnya luas areal hutan, semakin luasnya lahan untuk hunian dan prasarana dan semakin banyaknya tanah terbuka atau lahan kritis. Akibat hancurnya DAS, banjir akan terjadi di musim penghujan (Maryono, 2004). Memperbaiki daya dukung DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat meresap secara alamiah ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir.

Menurut Seyhan (1990), bila memandang suatu sistem yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah aliran sungai, akan nampak bahwa struktur sistem adalah daerah aliran sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang dibatasi oleh suatu batas air topografi serta yang memberikan sumbangan terhadap debit suatu sungai pada irisan melintang tertentu. Faktor iklim, tanah (topografi, tanah, geologi, geomorfologi) dan tata guna lahan membentuk subsistem dan bertindak sebagai operator dalam mengubah urutan waktu terjadinya presipitasi secara alami menjadi urutan waktu limpasan yang dihasilkannya. Oleh sebab itu, dapat dipastikan setiap perubahan yang terjadi pada faktor-faktor operator akan berdampak pada limpasan yang kemudian akan meningkatkan jumlah erosi. Meningkatnya bagian dari curah hujan yang menjadi nilai limpasan juga akan berdampak pada penurunan kapasitas simpan air pada suatu daerah. Kapasitas simpan air di suatu daerah berhubungan dengan suplai air untuk kebutuhan manusia di sekitarnya.

Berdasarkan prinsip neraca air, perubahan presipitasi dan limpasan akan berpengaruh pada infiltrasi dan cadangan lengas tanah. Secara garis besar neraca air merupakan penjelasan tentang hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran ke luar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu dari proses sirkulasi air. Salah satu metode perhitungan neraca air yang sering digunakan adalah neraca air Thornthwaite. Pada metode ini, semua aliran masuk dan keluar air serta nilai kapasitas cadangan air tanah pada lokasi dengan kondisi tanaman tertentu digunakan untuk mendapatkan besarnya kadar air tanah, kehilangan air, surplus air dan defisit air.

(16)

2

penggunaan lahan, jaringan drainase), kapasitas infiltrasi, kapasitas simpan/cadangan air DAS, curah hujan, dan debit sungai merupakan beberapa parameter yang diperlukan dalam perhitungan neraca air. Penerapan analisis neraca air pada Sub DAS Cikeas akan dapat menggambarkan kondisi aktual ketersediaan air serta dampak lainnya pada DAS tersebut. Dengan begitu, hasil analisis akan dapat dijadikan dasar usulan rekomendasi yang tepat. Menurut Schwab et al (1981), tutupan vegetasi dapat memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah terhadap air pada suatu wilayah. Hasil analisis ini dapat dijadikan dasar usulan rekomendasi yang tepat.

1.2

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mempelajari perubahan kapasitas simpan air di wilayah Sub DAS Cikeas

2. Menduga ketersediaan air berdasarkan data curah hujan di wilayah Sub DAS Cikeas 3. Menghitung kebutuhan air di wilayah Sub DAS Cikeas

(17)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

SIKLUS HIDROLOGI

Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses – proses yang tercakup dalam peralihan uap lengas dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa yang disebut daur hidrologi (Linsley, 1985).

Menurut International Glossary of Hydrology (1974) dalam Asdak (2004) hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat – sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungan dengan makhluk hidup.

Menurut Seyhan (1990), siklus atau daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer yaitu mulai dari proses evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun tubuh air, dan evaporasi kembali. Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan lan-lain) jauh ke atas vegetasi, batuan gandul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran-saluran sungai. Air yang jatuh pada vegetasi disebut intersepsi. Sebagian presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah. Sebagian dari presipitasi yang membasahi permukaan tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan membentuk cadangan lengas tanah (soil water storage) yang kapasitasnya bergantung pada tekstur, jenis tanah dan jenis tanaman. Sebagian lagi bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat jenuh di bawah muka air tanah dan menjadi air tanah (groundwater). Air ini secara perlahan berpindah melalui aktifer ke saluran-saluran sungai yang disebut limpasan air tanah (groundwater runoff).

Setelah bagian presipitasi yang pertama membasahi permukaan tanah dan dan berinfiltrasi, suatu selaput air tipis dibentuk pada permukaan tanah yang disebut dengan detensi permukaan (lapis air). Selanjutnya detensi permukaan menjadi lebih tebal dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air yang mengalir diatas permukaan disebut limpasan permukaan. Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi. Akhirnya limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai. Air pada sungai berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir ke dalam laut danselanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini kembali ke permukaan bumi sebagai presipitasi.

2.2

DAERAH ALIRAN SUNGAI

Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah tanah dan aliran bumi ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Manan, 1976).

Menurut Seyhan (1990) faktor utama di dalam DAS yang sangat mempengaruhi kapasitas sumberdaya air adalah sebagai berikut :

1. Vegetasi

(18)

4

a. Melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh b. Melindungi tanah terhadap daya merusak aliran air di atas permukaan tanah

c. Memperbaiki kapasitas infiltrasi dan struktur tanah serta daya absorbsi/daya simpan air.

2. Tanah

Tanah selain berfungsi sebagai media tempat tumbuhnya vegetasi juga berfungsi sebagai pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur tata air tergantung pada tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air yang dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah, makin banyak air yang dapat diserap dan masuk ke dalam profil tanah persatuan waktu, sehingga dengan demikian jumlah air yang tersimpan pada DAS menjadi lebih banyak.

Menurut Asdak (2007), paramater hidrologis yang dapat dimanfaatkan untuk menelaah kondisi suatu DAS adalah data klimatologi (curah hujan, suhu, klimatologi), limpasan (run off), debit sungai, sedimentasi, potensi air tanah, koefisien regim sungai, koefisien limpasan, nisbah debit maksimum-minimum serta frekuensi dan periode banjir. Kondisi DAS dianggap normal apabila :

1. koefisien limpasan berfluktuasi secara normal (nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan dari tahun ke tahun cenderung kurang lebih sama besarnya)

2. angka koefisien varians (CV) debit aliran kecil (lebih kecil dari 10%)

3. angka koefisien regim sungai (nisbah Qmax/Qmin) juga normal (tidak terus naik dari tahun ke tahun)

Manajemen DAS ditujukan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS agar dapat menghasilkan hasil air (water yield) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan masyarakat, yakni air minum, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi, dan sebagainya (Manan, 1976). Oleh karena itu, pengetahuan hidrologi (termasuk neraca air) dan pengaruh hutan akan sangat membantu pelaksanaan manajemen DAS.

Menurut Falkenmark and Rockström (2004), kondisi yang biasa terjadi pada faktor curah hujan dan komponennya termasuk limpasan, pengisian air tanah dan evapotrasnpirasi tergantung pada tipe daerah iklim dan zona penutupan lahan. Tipe pembagian curah hujan dalam komponen-komponennya untuk beberapa pembagian wilayah di dunia (rata-rata tahunan dalam mm) dapat dilihat pada Tabel 1.

2.3

NERACA AIR

Neraca air merupakan persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan. (Seyhan, 1977). Neraca air dapat dihitung pada luasan dan periode waktu tertentu menurut keperluannya. Perhitungan neraca air pada suatu daerah tangkapan (Thornthwaite and Mather, 1957) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (1):

P = ET + ∆St... (1)

dimana :

P : Presipitasi (mm/bulan) ET : Evapotranspirasi (mm/bulan)

St : Perubahan cadangan air (mm/bulan)

(19)

5

Tabel 1. Tipe pembagian curah hujan dalam komponen-komponennya untuk beberapa pembagian wilayah di dunia (rata-rata tahunan dalam mm)

Daerah

iklim Zona

Curah hujan (mm/ tahun) Limpasan (mm/tahun) Air tanah (mm/tahun) Total Evapotrasnpirasi (mm/tahun) Subtropical dan tropical Desert

Savanna 300 18 2 280

Dry sub-humid savanna

1000 100 30 870

Wet savanna 1850 360 240 1200

Subartic temperate

Tundra 370 70 40 260

Taiga 700 160 140 400

Mixed Forest

Wooded 750 150 100 500

Steppes 650 90 30 530

Equatorial Wet

evergreen equatorial forest

2000 600 600 800

Sumber : L’vovich dalam Falkenmark and Rockström (2004)

Evapotranspirasi adalah hasil akumulasi dari semua jenis kehilangan air pada suatu lahan tertentu. Selisih antara nilai presipitasi dan evapotranspirasi pada suatu daerah tangkapan disebut cadangan air yang berarti jumlah masukan air total pada keseluruhan luas lahan yang dianalisis, yang masih tersedia dan dapat dimanfaatkan pada lahan tersebut (Parapat, 1997).

Penyusunan neraca air di suatu tempat dimaksudkan untuk mengetahui jumlah netto dari air yang diperoleh sehingga dapat diupayakan pemanfaatannya sebaik mungkin. Dalam perhitungan neraca air lahan, data masukan yang diperlukan yaitu curah hujan, suhu udara bulanan, penggunaan lahan, jenis tanah atau tekstur tanah, letak garis lintang.

Perhitungan neraca air persamaan Thornthwaite dapat memberikan gambaran surplus dan defisit air pada suatu wilayah. Setelah simpan air mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi dan perubahan kadar air tanah. selanjutnya, surplus air akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah.

Jika curah hujan yang turun lebih kecil dari evapotranspirasi aktual, akan terjadi defisit air. Nilai defisit air merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan evapotrasnpirasi potensial (ETP) tanaman. Defisit air adalah selisih antara nilai evapotranspirasi potensial (ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA).

2.4

PRESIPITASI

(20)

6

hujan gerimis, salju, hujan es batu dan sleet (campuran hujan dan salju). Pada daerah tropis, termasuk Indonesia, presipitasi umumnya berbentuk curah hujan.

Hujan terjadi karena ada penguapan air dari permukaan bumi seperti laut, danau, sungai, tanah, dan tanaman. Pada suhu udara tertentu, uap air mengalami proses pendinginan yang disebut dengan

kondensasi. Selama kondensasi berlangsung uap air yang berbentuk gas berubah menjadi titik-titik air kecil yang melayang di angkasa. Kemudian, jutaan titik-titik air saling bergabung membentuk awan. Ketika gabungan titik-titik air ini menjadi besar dan berat maka akan jatuh ke permukaan bumi.

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Satuan ukur untuk presipitasi adalah Inch, millimetres (volume/area), atau kg/m2 (mass/area) untuk precipitation bentuk cair. 1 mm hujan artinya adalah ketinggian air hujan dalam radius 1 m2 adalah setinggi 1 mm, apabila air hujan tersebut tidak mengalir, meresap atau menguap. Pengukuran curah hujan harian sedapat mungkin dibaca/dilaporkan dalam skala ukur 0.2 mm (apabila memungkinkan menggunakan resolusi 0.1 mm). Prinsip kerja alat pengukur curah hujan antara lain: pengukur curah hujan biasa (observariaum) curah hujan yang jatuh diukur tiap hari dalam kurun waktu 24 jam yang dilaksanakan setiap pukul 00.00 GMT, pengukur curah hujan otomatis melakukan pengukuran curah hujan selama 24 jam dengan merekam jejak hujan menggunakan pias yang terpasang dalam jam alat otomatis tersebutdan dilakukan penggantian pias setiap harinya pada pukul 00.00 GMT, sedangkan pengukuran curah hujan digital dimana curah hujan langsung terkirim kemonitor komputer berupa data sinyal yang telah diubah kedalam bentuk satuan curah hujan.

Gambar 1. Alat Pengukur Curah Hujan Jenis Otomatis

Untuk mempelajari keadan suatu daerah tangkapan sehubungan dengan curah hujannya, data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan daerah yang ditentukan dari beberapa stasiun di daerah tersebut. Analisis curah hujan dengan peluang tertentu dapat menggunakan persamaan W.bull yaitu :

(21)

7

dimana :

P : Peluang

m : Urutan kejadian menurut besarnya n : Jumlah tahun pengukuran

2.5

EVAPOTRANSPIRASI

Evapotranspirasi merupakan kombinasi dari dua proses, evaporasi dan transpirasi. Evapotranspirasi merupakan proses kembalinya kelembaban ke atmosfer. Air di permukaan apapun, terutama permukaan tanah liat, kolam, kali, sungai, danau, dan laut, yang dipanasi oleh sinar Matahari hingga mencapai titik dimana air dapat diubah menjadi uap, atau bentuk gas. Uap air kemudian naik ke atmosfer.

Ada dua istilah evapotranspirasi yang umum digunakan yaitu evapotranspirasi aktual dan potensial. Evapotranspirasi aktual adalah air yang dikeluarkan yang tergantung pada kelembaban udara, suhu, dan kelembaban relatif. Evapotranspirasi aktual merupakan nilai evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi pada suatu daerah. Sedangkan evapotranspirasi potensial adalah sejumlah air yang menguap di bawah kondisi optimal diantara persediaan air yang terbatas.

Evapotranspirasi potensial umumnya diduga dari unsur-unsur iklim. Beberapa contoh pendugaan besarnya evapotranspirasi yang telah dikembangkan adalah metode Blaney Criddle, metode Thonthwaite, metode keseimbangan energi, metode Penman, metode korelasi dengan pengukuran evaporasi dan metode radiasi serta metode Penman-Monteith.

Menurut Doorenbos and Pruitt (1977), untuk wilayah dimana terdapat data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyiranan matahari, disarankan untuk menggunakan metode Penman. Dibanding dengan metode yang lain, metode ini dianggap memberikan hasil yang memuaskan. Pendugaan nilai evapotranspirasi dengan metode Penman menggunakan software Cropwat berdasarkan persamaan (3).

ETo = c [W.Rn + (1-W).f(u).(ea-ed)] ...(3) dimana :

ETo : evapotransirasi tanaman acuan (mm/hari) W : suhu-berhubungan dengan faktor pembobot

Rn : lama penyinaran matahari setara dengan evaporasi (mm/hari) F(u) : faktor kecepatan angin

Ea-ed : perbedaan antara tekanan jenuh dan aktual rata-rata c : faktor penyesuaian

Nilai evapotranspirasi aktual (Etc) harian yang digunakan sebagai masukan diperoleh setelah dilakukan penghitungan ETo dikalikan dengan nilai Kc yakni koefisien tanaman yang tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap jenis tumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2.. Perhitungan nilai ETc dapat dilihat pada persamaan (4).

ETc = Kc. ETo... (4) dimana :

(22)

8

Tabel 2. Koefisien tanaman (Kc)

Keterangan Kc

Kebun campuran 0.8

Tegalan/ladang 0.9

Pemukiman 0

Sawah Irigasi 1.15

Semak belukar 0.8

Sawah tadah hujan 0.8

Rumput 0.8

Sumber : Doorenbos and Pruitt (1977)

2.6

SIMPANAN AIR

Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Menurut Thornthwaite and Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut.

Kapasitas simpan air akan bergantung dengan laju infiltrasi yang terjadi. Menurut Asdak (2007) Infiltrasi adalah aliran air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi. Setelah lapisan tanah bagian atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai perkolasi. Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi.

Besarnya kadar air tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air (water holding capacity) oleh tanah. Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar daya menahan air lebih kecil daripada tanah-tanah bertekstur halus. Perubahan kadar air tanah diidentifikasikan dengan adanya perubahan kelembaban pada daerah perakaran. Batas maksimum simpanan air tanah adalah sebagian jumlah air yang dapat dipegang oleh tanah dengan potensial sebesar 1/3 atmosfer (batas kapasitas lapang). Menurut Thonthwaite and Mather (1957), kapasitas simpanan air tanah (Sto) dihitung dengan persamaan (5)

STo = (KLfc – KLwp)x dZ ...(5)

dimana :

KL fc : kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm) KLwp : kadar lengas tanah titik layu permanen (mm) dZ : kedalaman jeluk tanah (mm)

Analisa perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (6):

△ST = STi – ST(i-1) ...(6)

dimana:

STi : cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan)

(23)

9

Tabel 3. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah pada beberapa kombinasi tekstur tanah dan klasifikasi tanaman

Klasifikasi tanaman Tekstur tanah Air tersedia (mm/ m)

Daerah perakaran

(m)

Cadangan lengas tanah (mm) Tanaman berakar

dangkal

Pasir halus 100 0.50 50 Lempung berpasir halus 150 0.50 75 Lempung berdebu 200 0.62 100 Lempung berliat 250 0.40 100

Liat 300 0.25 75

Tanaman berakar sedang

Pasir halus 100 0.75 75 Lempung berpasir halus 150 1.00 150 Lempung berdebu 200 1.00 200 Lempung berliat 250 0.80 200

Liat 300 0.50 150

Tanaman berakar dalam

Pasir halus 100 1.00 100 Lempung berpasir halus 150 1.00 150 Lempung berdebu 200 1.25 250 Lempung berliat 250 1.00 250

Liat 300 0.67 200

Tanaman buah-buahan

Pasir halus 100 1.50 150 Lempung berpasir halus 150 1.67 250 Lempung berdebu 200 1.50 300 Lempung berliat 250 1.00 250

Liat 300 0.67 200

Tanaman hutan Pasir halus 100 2.50 250 Lempung berpasir halus 150 2.00 300 Lempung berdebu 200 2.00 400 Lempung berliat 250 1.60 400

Liat 300 1.17 350

2.7

LIMPASAN

Seyhan (1990) mendefinisikan limpasan sebagai bagian presipitasi (juga kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan) yang terdiri atas gerakan gravitasi air dan nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus. Jika intensitas curah hujan maupun lelehan salju melebihi laju infiltrasi, kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan.

(24)

10

Tabel 4. Karakteristik hasil limpasan Karakteristik

DAS

Limpasan yang dihasilkan

100 % (ekstrim) 75 % (tinggi) 50 % (normal) 25 % (rendah) Penutupan

Lahan

tidak ada penutupan tanaman yang efektif ; lahan gundul, penutupan yang jarang buruk menuju cukup; areal pertanian murni, miskin akan pentutupan vegetasi alami, kurang dari 10% dari wilayah drainase berada dalam kondisi tidak baik

Cukup menuju baik ; sekitar 50% wilayah drainase terdiri dari komposisi padang rumput yang baik, areal hutan yang baik, atau tutupan lahan sejenisnya, serta tidak lebih dari 50% areal lahan merupakan areal pertanian murni

baik menuju sangat baik ; sekitar 90% area drainase merupakan komposisi padang rumput yang baik, areal hutan yang baik, atau tutupan lahan sejenisnya.

Sumber : Schwab et al(1981)

Jika curah hujan yang turun lebih kecil dari evapotranspirasi aktual, akan terjadi defisit air. Nilai defisit air merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan evapotranspirasi potensial (ETP) tanaman. Defisit air adalah selisih antara nilai evapotranspirasi potensial (ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA) yang ditunjukkan dengan persamaan (7).

D = ETP - ETA ... (7) dimana :

D : defisit air (mm/bulan)

Kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus atau curah hujan lebih. Curah hujan lebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah dan dapat ditentukan dengan persamaan:

S = P – ETA... (8) dimana :

S : Surplus/ CHlebih (mm/bulan)

(25)

11

Tabel 5. Koefisien Aliran Permukaan (C) untuk DAS Pertanian bagi Tanah Kelompok Hidrologi B No Tanaman Penutup Tanah dan

Kondisi Hidrologi

Koefisien C untuk Laju Hujan

25 mm/jam 100 mm/jam 200 mm/ jam 1 Tanaman dalam baris, buruk 0.63 0.65 0.66 2 Tanaman dalam baris, baik 0.47 0.56 0.62 3 Padian, buruk 0.38 0.38 0.38 4 Padian, baik 0.18 0.21 0.22 5 Padang rumput potong, pergiliran

tanaman, baik 0.29 0.36 0.39 6 Padang rumput potong,

penggembalaan tetap, baik 0.02 0.17 0.23 7 Hutan dewasa, baik 0.02 0.10 0.15 Sumber : Schwab, et al, (1981)

2.8

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui dengan menghitung kapasitas ketersediaan air pada wilayah tersebut, yang besarnya sangat tergantung pada kemampuan menjaga dan mempertahankan dinamika siklus hidrologi pada daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Upaya mempertahankan siklus hidrologi secara buatan sangat ditentukan oleh kemampuan meningkatkan kapasitas simpan air, baik penyimpanan secara ”alami” melalui upaya rehabilitasi dan konservasi wilayah hulu DAS, maupun secara ”struktur buatan” seperti waduk/bendungan, embung, dan lainnya (Prastowo, 2010).

Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air (DDL-air) menunjukkan perbandingan antara kondisi suplai air pada suatu wilayah dengan kebutuhan yang ada. Dari perbandingan keduanya, akan diperoleh status kondisi ketersediaan air pada wilayah tersebut. Status daya dukung lingkungan berbasis neraca air membandingkan antara nilai CHandalan dengan water footprint untuk menilai status DDL-air. Kriteria status DDL-air tidak cukup dengan “surplus-defisit” saja namun untuk menunjukkan besaran relatif, perlu juga dinyatakan dengan nilai “rasio supply/demand” (Prastowo, 2010). Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan yang disarankan disajikan pada Tabel 6. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air pada suatu wilayah, dengan mempertimbangkan nilai curah hujan (mm/tahun)dan kepadatan penduduk (jiwa/km2) dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Tabel 6. Kriteria penetapan status DDL - air

Kriteria Status DDL-air

Rasio supply/demand > 2 Daya dukung lingkungan aman (sustain)

Rasio supply/demand 1-2 Daya dukung lingkungan aman bersyarat (conditional sustain) Rasio supply/demand < 1 Daya dukung lingkungan telah terlampaui (overshoot) Sumber : Prastowo (2010)

Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang kejadian hujan

(26)

12

atau metode lainnya. Menurut Prastowo (2010), perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

DA = N x KHLA ...(9)

dimana :

DA : Total kebutuhan air (m3/tahun)

N : Jumlah penduduk (jiwa)

KHLA : Kebutuhan air untuk hidup layak (1600 m3 air/kapita/tahun) 2 x 800 m3 air/kapita/tahun,

dimana

• 800 m3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan

• 2,0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya

2.9

KONSERVASI TANAH DAN AIR

Tanah menurut pengertian sehari-hari ialah tempat berpijak makhluk hidup di darat, fondasi tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman. Menurut Arsyad (2006), konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhuibungan erat sekali; berbagai tindakan konservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air.

(27)

13

Gambar 2. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air untuk kepadatan

1000 Jiwa/km2

(28)

14

III.

METODE PENELITIAN

3.1

LOKASI DAN WAKTU

Lokasi yang diamati adalah Sub DAS Cikeas Kali Bekasi dengan luas 3754,55 hektar yang terletak pada 6o2’45” LS – 6o38’20” LS dan 106o49’6” BT – 107o4’3” BT. Penelitian dengan topik “Analisis Perubahan Kapasitas Simpan Air pada Sub DAS Cikeas Kali Bekasi” dilakukan selama 3 bulan terhitung mulai November 2010 hingga Januari 2011.

3.2

ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan program

Microsoft Excel dan Cropwat, kamera digital, dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah serangkaian data sekunder tentang kondisi lingkungan Sub DAS Cikeas seperti :

1. Peta Sub DAS Cikeas

2. Data suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari, ketingggian dan letak lintang, serta kecepatan angin

3. Data curah hujan bulanan di Stasiun Citeko (1995-2009) 4. Data liputan lahan sungai Cikeas

5. Data jumlah penduduk dan kepadatannya di Kecamatan Jatisampurna, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Cibinong, dan Kecamatan Sukaraja.

3.3

METODE PENELITIAN

Tahapan penelitian terdiri dari: 1. Studi pustaka

Studi pustaka digunakan untuk mempelajari berbagai metode untuk menentukan analisis perubahan kapasitas simpan air dan parameter yang mempengaruhinya serta mengkaji kondisi ideal dari sebuah DAS.

2. Pengumpulan data dan informasi

Data yang diperlukan seluruhnya merupakan data sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data curah hujan, data penggunaan lahan, data luasan DAS Cikeas, data suhu, data jumlah dan kepadatan penduduk wilayah Sub DAS Cikeas, dan letak garis lintang DAS Cikeas. 3. Pengolahan dan analisis data

1. Mengidentifikasi penutupan lahan pada Sub DAS Cikeas melalui peta penggunaan lahan. 2. Melakukan perhitungan curah hujan andalan dengan metode W. bull, persamaan (2)

(29)

15

3. Melakukan perhitungan evapotranspirasi dengan Persamaan (3) dan (4). Nilai evapotranspirasi ditentukan dengan metode Penman.

4. Menghitung selisih hujan (P) dan evapotranspirasi potensial (ETP)

5. Menghitung accumulated potential water losses (APWL) dengan akumulasi air bulan ke-i = {Akumulasi air bulan ke-(i-1) + nilai P-ETP bulan i}. Nilai negatif P-ETP menununjukkan potensi defisit air yang merupakan hasil penjumlahan setiap bulannya. Untuk wilayah basah, jumlah P-E dari setiap bulan bernilai positif. Oleh karena itu, perhitungan akumulasi kehilangan air dimulai dari 0

6. Menghitung kapasitas simpan air (water storage capacity (STo)). Tabel penyimpanan air memberikan nilai penyimpanan air dalam tanah setelah dikurangi dengan akumulasi kehilangan air yang terjadi. Nilai yang terdapat pada tabel tersebut bergantung pada kapasitas cadangan lengas tanah dan kedalaman akar. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah ditentukan pada Tabel 1. STo kemudian ditentukan dengan persamaan (5).

7. Menghitung cadangan lengas tanah (water holding capacity/St)

Nilai cadangan lengas tanah pada awal periode dianggap sama dengan nilai cadangan lengas tanah maksimum (kapasitas simpan air tanah). Selanjutnya, jika nilai P>ETP, nilai cadangan lengas tanah tidak akan berubah. Namun, jika nilai P<ETP, nilai cadangan lengas tanah akan ditentukan dengan persamaan (10), Jika Nilai STi> STo, maka STi=STo STi = {STi-1 + (P-ETP) }...(10)

8. Menghitung perubahan cadangan lengas tanah (△St) dengan menggunakan persamaan (6). Jika nilai cadangan lengas tanah sama dengan nilai kapasitas simpannya, diasumsikan tidak terjadi perubahan dalam penyimpanan air.

9. Menghitung evapotranspirasi aktual (ETa) Untuk bulan basah (P>ETp), maka ETa = ETp

Untuk bulan kering (P<ETp), maka ETa = P +

|− △

|

10. Menghitung defisit (D), dengan menggunakan persamaan (7)

11. Menghitung CHlebih/surplus air (S) yaitu pada kondisi P>Ep, dengan persamaan neraca air

Thornthwaite and Mather (8)

Perhitungan neraca air persamaan Thornthwaite dapat memberikan gambaran surplus dan defisit air pada suatu wilayah. Setelah simpan air mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi dan perubahan kadar air tanah. selanjutnya, surplus air akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah.

12. Melakukan prosedur perhitungan yang sama untuk skenario komposisi luas hutan dan luas pemukiman 0-100 %.

13. Membuat kurva neraca air

14. Menghitung kontribusi nilai hasil neraca air dengan mengkonversi dalam bentuk volume (m3) serta kurvanya.

(30)
(31)

17

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

KONDISI UMUM SUB DAS CIKEAS

Secara administrasi Sub DAS Cikeas termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor. Di bagian selatan terdapat perumahan Sentul, Lapang Golf Sentul dan Gunung Geulis yang merupakan hulu dari Sungai Cikeas, demikian juga perumahan dan lapang Golf di kanan kiri Jalan Tol Jagorawi, di sekitar Cibinong, Cileungsi dan Cimanggis yang memberikan kontribusi positif terhadap naiknya debit Sungai Cikeas. Aliran Sungai Cikeas melewati empat kecamatan, yaitu Kecamatan Jatisampurna, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Cibinong, dan Kecamatan Sukaraja. Tabel 7 menyajikan data mengenai jumlah penduduk, luas desa dan kepadatannya per Kecamatan di Kecamatan Jatisampurna, Gunung Putri, Cibinong, dan Sukaraja Tahun 2010.

Tabel 7. Jumlah Penduduk, Luas Desa dan Kepadatannya di Kecamatan Jatisampurna, Gunung Putri, Cibinong, dan Sukaraja Tahun 2010

Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas (Km2) Kepadatan Jiwa/Km2

Jatisampurna 103 513 22.48 4 605 Gunung Putri 312 682 56.31 5 553

Cibinong 327 045 43.44 7 529

Sukaraja 168 871 42.02 4 019

Jumlah 912 111 164.24 5 554

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Penggunaan lahan yang terdapat di Sub DAS Cikeas diantaranya pertanian lahan kering, pemukiman, sawah, perkebunan, dan pertambangan. Jumlah penggunaan lahan pemukiman di Sub DAS Cikeas meningkat dari tahun 2003 ke tahun 2008 yaitu dari 17.19 % menjadi 26.13 %. Sedangkan luasan hutan (perkebunan) di Sub DAS Cikeas menurun dari tahun 2003 ke tahun 2008 yaitu dari 14.16 % menjadi 0.97 %. Penggunaan lahan merupakan semua bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi lingkungan hidup baik materiil maupun spiritual (Arsyad, 1989). Tabel 8 menunjukkan proporsi penggunaan lahan berdasarkan data tahun 2003 dan 2008 untuk wilayah Sub DAS Cikeas. Peta penggunaan lahan atau liputan lahan Sub DAS Cikeas tahun 2003 dan 2008 dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Tabel 8. Proporsi Penggunaan Lahan Sub DAS Cikeas

Keterangan Tahun 2003 Tahun 2008

Luas (ha) Persentase (%) Luas (ha) Persentase (%)

Pertanian lahan kering 2034.99 54.20 2442.19 65.05 Perkebunan 531.61 14.16 36.47 0.97 Pemukiman 645.35 17.19 980.93 26.13 Sawah 171.37 4.56 217.91 5.80

Awan 371.24 9.89 - -

Pertambangan - - 77.06 2.05

(32)

18

[image:32.595.107.521.83.710.2]

Sumber: BPDAS Citarum - Ciliwung (2010)

(33)

19

[image:33.595.113.489.79.707.2]

Sumber: BPDAS Citarum - Ciliwung (2010)

(34)

20

Data debit sungai Cikeas diambil dari Bendung Leuwi Bolang. Gambar 7 menunjukkan kurva debit sungai setengah bulanan dari tahun 1994 hingga 2009. Dari gambar terlihat bahwa debit tertinggi terdapat pada bulan Februari, dan debit terendah terdapat pada bulan Agustus. Data lengkap debit sungai terdapat pada Lampiran 3.

Gambar 7. Kurva debit sungai Cikeas per-setengah bulanan (1994-2009)

4.2

PRESIPITASI, EVAPOTRANSPIRASI, KAPASITAS SIMPAN AIR

Parameter masukan yang digunakan dalam neraca air yaitu presipitasi, evapotranspirasi, dan kapasitas simpan air. Presipitasi (P) atau curah hujan bulanan yang digunakan adalah curah hujan andalan dengan peluang 80% menggunakan metode W.Bull. Hal ini berarti bahwa kisaran nilai curah hujan mulai dari nol hingga nilai andalan dalam satu bulan memiliki peluang terlampaui sebesar 80%. Stasiun yang digunakan dalam pengambilan data curah hujan bulanan pada penelitian ini yaitu stasiun Citeko. Curah hujan andalan 80% pada Sub DAS Cikeas dapat dilihat pada Gambar 8. Perhitungan curah hujan andalan dengan metode W.Bull dapat dilihat dengan jelas pada Lampiran 1.

Gambar 8. Grafik curah hujan bulanan andalan 80% 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

(35)

21

[image:35.595.166.476.252.429.2]

Parameter selanjutnya yaitu nilai evapotranspirasi potensial (ETP). Menurut Doorenbos and Pruitt (1977), untuk wilayah dimana terdapat data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyiranan matahari, disarankan untuk menggunakan metode Penman. Nilai ETP yang digunakan sebagai masukan diperoleh setelah dilakukan penghitungan ETo dikalikan dengan nilai kc yakni koefisien tanaman yang tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan. Dalam hal ini kondisi dianggap sama untuk seluruh skenario komposisi hutan dan pemukiman yang digunakan. Untuk berbagai perubahan penutupan lahan, nilai kc akan paling berpengaruh pada besarnya perubahan ETP. Gambaran Nilai ETP untuk berbagai penutupan lahan dengan skenario komposisi luas hutan disajikan padaGambar 9.

Gambar 9. Grafik nilai ETP dalam beberapa skenario luas hutan

Dari Gambar 9, dapat diketahui bahwa nilai ETP berbanding lurus dengan persentase komposisi luas hutan. Dengan asumsi seluruh tanaman hutan merupakan tanaman sejenis, maka persentase dengan komposisi lebih besar akan memiliki ETP lebih tinggi. Nilai kc akan sangat dipengaruhi oleh jenis penutupan lahan. Dalam hal ini digunakan nilai kc sebesar 0.9 untuk wilayah hutan dan 0.4 untuk wilayah lainnya, dengan menggunakan koefisien tertimbang berdasarkan Tabel 2.. Nilai ETP pada tahun 2008 lebih rendah dibandingkan tahun 2003, hal ini disebabkan pada tahun 2008, komposisi luas hutannya sebesar 0.97 % , sedangkan tahun 2003 komposisi luas hutannya sebesar 14.16 %.

Gambaran Nilai ETP untuk berbagai penutupan lahan dengan skenario komposisi luas pemukiman dapat dilihat pada Gambar 10. Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa nilai ETP berbanding terbalik dengan persentase komposisi luas pemukiman. Persentase luas pemukiman dengan komposisi lebih besar memiliki ETP lebih kecil. Hal ini dikarenakan, pemukiman memiliki nilai kc sebesar 0, karena tidak ada tanaman. Asumsi dalam hal ini digunakan nilai kc sebesar 0 untuk wilayah pemukiman dan 0.9 untuk wilayah lainnya, dengan menggunakan koefisien tertimbang berdasarkan Tabel 2. Nilai ETP pada tahun 2003 lebih tinggi dibandingkan tahun 2008, hal ini disebabkan pada tahun 2003, komposisi luas pemukimannya sebesar 17.19 %, sedangkan tahun 2008 komposisi luas pemukimannya sebesar 26.13 %. Semakin tinggi nilai kc, maka semakin tinggi pula ETP yang dihasilkan. Nilai ETP bulanan untuk setiap skenario komposisi luas hutan disajikan dengan

0 200 400 600 800 1000 1200

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

N il a i E v a p o tr a n p ir a si ( m m /t a h u n )

Persentase Luas Hutan (%)

2008

(36)

22

lengkap pada Lampiran 4, sedangkan untuk skenario komposisi luas pemukiman disajikan pada

[image:36.595.166.475.535.711.2]

Lampiran 5.

Gambar 10. Grafik nilai ETP dalam beberapa skenario luas pemukiman

Parameter masukan yang dibutuhkan selanjutnya adalah kapasitas simpan air. Menurut Thornthwaite and Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Nilai Sto akan sangat dipengaruhi oleh jenis penutupan lahan. Oleh sebab itu, nilai Sto pada setiap persentase luas hutan akan berbeda. Nilai Sto ditentukan dengan cara tertimbang sesuai proporsi luasan penutupan lahan. Untuk wilayah Sub DAS Cikeas, jenis tanah di setiap persentase luas hutan dan luas pemukiman sama yaitu tanah liat. Dalam hal ini pada persentase wilayah hutan digunakan nilai Sto sebesar 350 mm untuk wilayah hutan dan 87.5 mm untuk wilayah lainnya berdasarkan Tabel 3. Sedangkan pada persentase wilayah pemukiman digunakan nilai STo sebesar 0 untuk wilayah pemukiman dan 175 untuk wilayah lainnya berdasarkan Tabel 3. Gambaran nilai Sto pada setiap skenario komposisi luas hutan disajikan pada Gambar 11, sedangkan gambaran nilai Sto pada setiap skenario komposisi luas pemukiman disajikan pada Gambar 12. Tabel perhitungan lengkap nilai Kc, Sto, dan C dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 11. Grafik nilai Sto pada berbagai komposisi luas hutan

0 200 400 600 800 1000 1200

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

N il a i E v a p o tr a n p ir a si ( m m /t a h u n )

Persentase Luas Pemukiman (%)

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

N il a i S T o ( m m /t a h u n )

Persentase Luas Hutan (%)

2003

2008

2008

(37)

23

Dari Gambar 11 terlihat bahwa nilai Sto memiliki besaran yang berbanding lurus terhadap komposisi luas hutan. Wilayah hutan dengan komposisi luas terkecil yaitu 0% memiliki nilai Sto terkecil pula. Pada tahun 2003 Sto yang dihasilkan lebih besar dibandingkan tahun 2008, hal ini disebabkan, penutupan lahan berupa hutan pada tahun 2003 lebih besar yakni 14.16% dibandingkan tahun 2008 yang berkurang menjadi 0.97%. Untuk Sto pada komposisi luas pemukiman, dapat dilihat pada Gambar 12, bahwa semakin besar komposisi luas pemukiman, dalam hal ini yaitu 100%, maka semakin kecil Sto yang dihasilkan. Luas pemukiman pada tahun 2008 meningkat dari tahun 2003, sehingga Sto yang dihasilkan pada tahun 2008 lebih rendah dibandingkan tahun 2003.

Gambar 12. Grafik nilai Sto pada berbagai komposisi luas pemukiman

4.3

ANALISIS NERACA AIR

Perhitungan neraca air dengan menggunakan persamaan Tornthwaite dapat memberikan gambaran tentang surplus dan defisit air pada suatu wilayah. Analisis neraca air dilakukan pada Sub DAS Cikeas dengan total luas areal 3754.55 ha. Penutupan lahan pada tahun 2003 di wilayah ini terdiri dari pertanian lahan kering, awan, pemukiman, sawah, dan hutan. Sedangkan pada tahun 2008 penutupan lahan di wilayah ini yakni pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, hutan, dan pertambangan. Hasil analisis neraca air tahun 2003 dan 2008 dengan beberapa parameter dapat dilihat pada Tabel 9. Perhitungan lengkap neraca air untuk tahun 2003 dan 2008 terdapat pada Lampiran 7.

Tabel 9. Hasil analisis neraca air pada Sub DAS Cikeas tahun 2003 dan 2008

Parameter (mm/tahun)

Tahun CHlebih Limpasan Pengisian Air Tanah

2003 1523.8 716.2 807.6

2008 1541.6 740.0 801.6

Kondisi ideal sebuah DAS jika dilihat dari parameter limpasan dan pengisian air tanah dapat dilihat pada Tabel 4 yang menunjukkan karakteristik limpasan dengan berbagai kondisi penutupan vegetasi dan Tabel 1 yang menunjukkan pembagian curah hujan dalam komponen-komponennya sesuai daerah iklim di dunia. Menurut Falkenmark and Rockström (2004), berdasarkan Tabel 1, pada

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

N il a i S T o ( m m /t a h u n )

Persentase Luas Pemukiman (%)

2003

(38)

24

daerah dengan curah hujan lebih besar dari 2000 mm/tahun, memiliki nilai limpasan sebesar 600 mm/tahun, nilai pengisian air tanah sebesar 600 mm/ tahun, dan nilai total evapotranspirasi sebesar 800 mm/tahun.

Pada Tabel 9 dapat dilihat perbandingan surplus, limpasan dan pengisian air tanah pada tahun 2003 dan tahun 2008. Pada tahun 2008, CHlebih dan limpasan yang terjadi lebih besar

dibandingkan tahun 2003. Sedangkan pengisian air tanah pada tahun 2008 lebih rendah dibandingkan tahun 2003. Hal ini dikarenakan luas penutupan lahan hutan pada tahun 2003, lebih besar dibandingkan tahun 2008. Akibat adanya penurunan persentase luas hutan, terjadi penurunan kapasitas simpan air sebesar 35.4. Penurunan kapasitas simpan air ini menyebabkan peningkatan

CHlebih sebesar 17.8 mm. Hal ini berakibat pada peningkatan nilai limpasan sebesar 23.8 mm dan

penurunan nilai pengisian air tanah sebesar 6 mm. Menurut Asdak (2007), salah satu faktor yang berpengaruh terhadap besarnya perubahan limpasan adalah persentase luas DAS. Semakin besar perubahan tata guna lahan, semakin besar pula perubahan yang terjadi pada limpasan. Besarnya bagian CHlebih yang menjadi limpasan akan ditentukan oleh nilai koefisien limpasan (C) yang

bergantung pada penutupan lahan. Nilai C berbanding terbalik dengan peningkatan komposisi luas hutan.

Analisis neraca air dengan berbagai komposisi luas hutan dilakukan dalam beberapa skenario. Skenario komposisi luas hutan yang digunakan antara lain 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Luas penutupan lahan hutan pada tahun 2003 yaitu sebesar 14.16% dan pada tahun 2008 menurun menjadi 0.97%. Hasil analisis Neraca Air dari beberapa skenario persentase luas hutan pada wilayah Sub DAS Cikeas dapat dilihat pada Tabel 10.

Pada Tabel 10 dapat dilihat perbandingan CHlebih, limpasan dan pengisian air tanah pada

berbagai kondisi persentase luas hutan termasuk didalamnya kondisi pada tahun 2003 dan 2008. Nilai yang tertera pada Tabel 9 merupakan akumulasi jumlah dalam satu tahun. Dari Tabel 9 terlihat bahwa semakin tinggi persentase luas hutan pada Sub DAS Cikeas menyebabkan penurunan nilai CHlebih. Hal

ini serupa dengan limpasan, yang semakin menurun nilainya seiring meningkatnya persentase luas hutan pada Sub DAS Cikeas. Namun pola perubahan pengisian air tanah berbeda dengan limpasan dan CHlebih. Nilai pengisian air tanah mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan persentase

luas hutan. Pola perubahan nilai limpasan dan pengisian air tanah ditampilkan pada Gambar 13.

Perhitungan lengkap neraca air untuk setiap komposisi luas hutan terdapat pada Lampiran 8.

Dengan menggunakan perhitungan persentase komposisi luas hutan, pada tahun 2003, Sub DAS Cikeas memiliki kapasitas simpan air sebesar 128.2 mm, sedangkan kapasitas simpan air pada tahun 2008 adalah 90.3 mm. Penurunan kapasitas simpan air ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya nilai curah hujan lebih pada Sub DAS Cikeas dari sebelumnya 1586.3 mm menjadi 1618.1 mm dalam tiap tahunnya. Penambahan curah hujan lebih sebesar 31.8 mm ini mengakibatkan peningkatan limpasan sebesar 118.9 mm per tahun dan penurunan pengisian air tanah sebesar 87.1 mm per tahun. Oleh sebab itu, diperlukan pengelolaan limpasan yang tepat, dalam menangani kenaikan limpasan setiap tahunnya.

Menurut Falkenmark and Rockström (2004), perbandingan ideal antara limpasan dan pengisian air tanah terhadap CHlebih adalah 50% : 50%. Dengan demikian, komposisi luas hutan 30%

(39)
[image:39.595.104.524.100.560.2]

25

Tabel 10. Hasil analisis neraca air pada berbagai komposisi luas hutan di Sub DAS Cikeas Landuse (% luas hutan) Parameter (mm/tahun)

CHlebih Limpasan Pengisian Air Tanah

0.00 1620.4 1053.3 567.2

2008 0.97 1618.1 1044.4 573.7

10.00 1596.3 962.6 633.7

2003 14.16 1586.3 925.5 660.8

20.00 1572.2 874.1 698.1 30.00 1556.1 792.0 764.0 40.00 1540.0 711.5 828.5 50.00 1523.8 632.4 891.4 60.00 1507.7 554.8 952.9 70.00 1491.6 478.8 1012.8 80.00 1475.5 404.3 1071.2 90.00 1459.4 331.3 1128.1 100.00 1443.2 259.8 1183.5

Gambar 13. Kurva neraca air berbagai komposisi luas hutan

Analisis neraca air juga dilakukan dengan berbagai komposisi luas pemukiman dalam beberapa skenario. Skenario komposisi luas pemukiman yang digunakan antara lain 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Luas penutupan lahan pemukiman pada tahun 2003 yaitu sebesar 17.19% dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 26.13%. Hasil analisis Neraca Air dari beberapa skenario persentase luas pemukiman pada wilayah Sub DAS Cikeas dapat dilihat pada Tabel 11.

Pada Tabel 11 dapat dilihat perbandingan CHlebih, limpasan dan pengisian air tanah pada

berbagai kondisi persentase luas pemukiman termasuk didalamnya kondisi pada tahun 2003 dan 2008. Nilai yang tertera pada Tabel 10 merupakan akumulasi jumlah dalam satu tahun. Dari Tabel 10 terlihat bahwa semakin tinggi persentase luas pemukiman pada Sub DAS Cikeas menyebabkan peningkatan nilai CHlebih. Hal ini serupa dengan limpasan, yang semakin meningkat nilainya seiring

meningkatnya persentase luas pemukiman pada Sub DAS Cikeas. Namun pola perubahan pengisian

2003

(40)

26

air tanah berbeda dengan limpasan dan CHlebih. Nilai pengisian air tanah mengalami penurunan seiring

[image:40.595.116.524.166.397.2]

dengan peningkatan persentase luas pemukiman. Pola perubahan nilai limpasan dan pengisian air tanah ditampilkan pada Gambar 14. Perhitungan lengkap neraca air untuk setiap komposisi luas pemukiman terdapat pada Lampiran 9.

Tabel 11. Hasil analisis neraca air pada berbagai komposisi luas pemukiman di Sub DAS Cikeas Landuse

(% pemukiman)

Parameter (mm/tahun)

CHlebih Limpasan Pengisian Air Tanah

0.00 1443.2 505.1 938.1 10.00 1472.3 566.8 905.4

2003 17.19 1493.1 612.4 880.7

20.00 1501.3 630.5 870.7

2008 26.13 1519.1 670.6 848.5

30.00 1530.3 696.3 834.0 40.00 1559.3 764.1 795.2 50.00 1596.3 838.1 758.2 60.00 1639.7 918.3 721.5 70.00 1688.0 1004.4 683.7 80.00 1750.3 1102.7 647.6 90.00 1813.6 1206.0 607.5 100.00 1909.2 1336.5 572.8

Dengan menggunakan perhitungan persentase komposisi luas pemukiman, pada tahun 2003, Sub DAS Cikeas memiliki kapasitas simpan air sebesar 144.9 mm, sedangkan kapasitas simpan air pada tahun 2008 adalah 129.3 mm. Penurunan kapasitas simpan air ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya nilai curah hujan lebih pada Sub DAS Cikeas dari sebelumnya 1493.1 mm menjadi 1519.1 mm dalam tiap tahunnya. Penambahan curah hujan lebih sebesar 26 mm ini mengakibatkan peningkatan limpasan sebesar 58.2 mm per tahun dan penurunan pengisian air tanah sebesar 32.2 mm per tahun. Oleh sebab itu, diperlukan pengelolaan limpasan yang tepat, dalam menangani kenaikan limpasan setiap tahunnya.

Gambar 14. Kurva neraca air berbagai komposisi luas pemukiman

2008

[image:40.595.118.503.529.730.2]
(41)

27

Menurut Falkenmark and Rockström (2004), perbandingan ideal antara limpasan dan pengisian air tanah terhadap CHlebih adalah 50% : 50%. Dengan demikian, komposisi luas pemukiman

40% di Sub DAS Cikeas sudah dianggap ideal, karena persentase limpasan dan pengisian air tanah berpotongan pada titik 40 % seperti dilihat pada Gambar 14. Secara umum dapat dilihat bahwa kapasitas simpan air pada suatu wilayah akan berpengaruh pada nilai curah hujan lebih. Perubahan kapasitas simpan air terjadi pada setiap perubahan penutupan lahan dari tahun 2003 hingga tahun 2008. Pada wilayah Sub DAS Cikeas terjadi penurunan kapasitas simpan air, peningkatan curah hujan lebih, dan peningkatan limpasan. Hal ini terjadi akibat adanya penurunan persentase luas hutan dan bertambahnya alih fungsi lahan menjadi pemukiman.

4.4

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui dengan menghitung kapasitas ketersediaan air pada wilayah tersebut, yang besarnya sangat tergantung pada kemampuan menjaga dan mempertahankan dinamika siklus hidrologi pada daerah hulu Daerah Aliran Sungai. Ketersediaan air hujan di Sub DAS Cikeas diperole

Gambar

Gambar 5. Peta penggunaan lahan Sub DAS Cikeas tahun 2003
Gambar 6. Peta penggunaan lahan Sub DAS Cikeas tahun 2008
Gambar 9. Grafik nilai ETP dalam beberapa skenario luas hutan
Gambar 10. Grafik nilai ETP dalam beberapa skenario luas pemukiman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skenario I, II, III dapat diketahui bahwa sebagian penggunaan lahan telah mengalami perubahan luas baik penambahan maupun pengurangan luas karena menurut Hartati (2009),

Hasil lebih lanjut, menunjukkan semakin meningkat debit dan semakin tinggi curah hujan, diketahui dampak perubahan penggunaan lahan skenario lahan 1 menghasilkan aliran

Adapun hasil analisis Model 2 dapat dijelaskan bahwa berdasarkan variabel penutupan lahan, bahaya erosi terluas merupakan pada penutupan lahan pertanian dan perkebunan dengan luas

Beberapa faktor tipe tutupan lahan yang diduga berpengaruh terhadap kualitas air Sub DAS Citanduy Hulu dapat dibuat hubungannya berdasarkan luas perubahan tutupan

bull, persamaan (2) Metode ini dipilih karena metode inimerupakan metode yang paling sering digunakan dalam penentuhan curah hujan andalan dengan asumsi nilai peluang

Dari Tabel 4.26 dapat dilihat perbandingan data perubahan di SubDASUlar Hilir untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 dengan jumlah penutupan lahan sebanyak sepuluh kelas pada

Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Arsyad, 2006). Salah satu rekomendasi yang dapat

Hasil analisa data spasial dari beberapa variabel penyusun lahan kritis diketahui bahwa penutupan lahan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam penentuan