• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan Penambahan Natrium Alginat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan Penambahan Natrium Alginat."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PENCIRIAN

EDIBLE FILM

TEPUNG TAPIOKA

TERPLASTISASI GLISEROL DENGAN PENAMBAHAN

NATRIUM ALGINAT

ULFIAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan Penambahan Natrium Alginat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2012

(3)

ABSTRAK

ULFIAH. Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan Penambahan Natrium Alginat. Dibimbing oleh TETTY KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.

Edible film tepung tapioka terplastisasi gliserol dengan penambahan

natrium alginat berpotensi menjadi alternatif bahan pengemas biodegradabel. Pada penelitian ini, gliserol dicampurkan ke dalam larutan tepung tapioka dengan komposisi tepung tapioka-gliserol 7:3 dan 8:2. Setelah itu, dimasukkan larutan natrium alginat dengan konsentrasi 0, 1, 2, dan 3%. Edible film yang dihasilkan dianalisis bobot jenis, sifat mekanik, gugus fungsi, morfologi, dan sifat termalnya.

Edible film dengan penambahan natrium alginat 1% pada komposisi tepung

tapioka-gliserol 7:3 menunjukkan kuat tarik dan elongasi tertinggi, berturut-turut 187.50 MPa dan 95.62%. Edible film tidak memperlihatkan pembentukan gugus fungsi baru, yang menandakan bahwa proses pencampuran berlangsung secara fisika. Permukaan edible film cukup homogen dengan membentuk pola seperti jarum. Analisis termal pada komposisi tepung tapioka-gliserol 8:2 dan 7:3 dengan penambahan natrium alginat 1% menunjukkan bobot massa yang hilang berturut-turut sekitar 73.92 dan 76.58% dengan suhu transisi kaca 108.00 dan 109.88 °C. Penggunaan bahan dasar yang tidak berbahaya serta hasil analisis yang memenuhi standar memberikan bukti bahwa edible film yang dihasilkan bersifat aman bagi tubuh dan diharapkan dapat dikonsumsi setelah melalui uji toksisitas.

Kata kunci: edible film, gliserol, natrium alginat, polisakarida .

ABSTRACT

ULFIAH. Characterization of Edible Film from Glycerol Plasticized Tapioca Starch with Sodium Alginate Addition. Supervised by TETTY KEMALA and AHMAD SJAHRIZA.

Edible film from glycerol plasticized tapioca starch with sodium alginate addition can be a potential alternative as biodegradable packing. In this experiment, glycerol was mixed into tapioca starch solution with tapioca starch-glycerol composition of 7:3 and 8:2. Sodium alginate solution was then added with concentration 0, 1, 2, and 3%. The edible film produced were tested for the density, mechanical properties, functional groups, morphology, and thermal properties. The edible film with 1% sodium alginate addition into 7:3 tapioca-glycerol composition, showed the highest tensile strength and elongation at break, 187.50 MPa and 95.62%, respectively. The edible film did not show new functional group formation, showing that the film was merely a physical mixture. The edible film’s surface was quite homogenous and formed needles-like pattern. Thermal analysis to the 8:2 and 7:3 tapioca starch-glycerol composition with 1% sodium alginate addition showed weight loss approximately 76.58 and 73.92%, respectively, with the glass transition temperature at 108.00 and 109.88 °C. The safe raw material used, and the results of analysis which fulfill led the standards provided evidence that edible film produced was safe for the body and was expected to be consumed after through the toxicity test.

(4)

PENCIRIAN

EDIBLE FILM

TEPUNG TAPIOKA

TERPLASTISASI GLISEROL DENGAN PENAMBAHAN

NATRIUM ALGINAT

ULFIAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan Penambahan Natrium Alginat.

Nama : Ulfiah

NIM : G44104022

Disetujui oleh

Dr Tetty Kemala, MSi Drs Ahmad Sjahriza

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan Penambahan Natrium Alginat. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-Nya hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Tetty Kemala, M.Si selaku pembimbing pertama dan Bapak Drs Ahmad Sjahriza selaku pembimbing kedua yang senantiasa memberikan arahan, semangat, dan doa kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Soenarsa, Bapak Mul, dan Bapak Syawal dari Laboratorium Kimia Anorganik, staf Laboratorium Terpadu, staf Laboratorium Kimia Fisik, serta Ibu Aah dan Mas Eko dari Komisi Pendidikan Departemen Kimia yang telah membantu selama penelitian berlangsung dan pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Ammar Asy’ari, Dije, serta seluruh keluarga dan sahabat atas saran, kritik serta semangat selama penelitian.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2012

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Pembuatan Edible Film Tepung Tapioka Gliserol dengan Penambahan Natrium

Alginat 2

Analisis Bobot Jenis 2

Analisis Uji Tarik 3

Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR 3

Analisis Morfologi dengan SEM 3

Analisis Termal dengan TGA/DTA 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Edible Film Tepung Tapioka Gliserol dengan Penambahan Natrium Alginat 4

Bobot Jenis 5

Sifat Mekanik 5

Perubahan Gugus Fungsi 7

Morfologi Permukaan 8

Sifat Termal 9

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

(8)

DAFTAR GAMBAR

1 Dumbbell 3

2 Film tepung tapioka-gliserol pada komposisi 8:2 (a) dan 7:3 (b) dengan

konsentrasi natrium alginat 0, 1, 2, dan 3% 4

3 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan bobot jenis film tepung

tapioka-gliserol komposisi 8:2 dan 7:3 5

4 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan kuat tarik (MPa) pada

komposisi tepung tapioka-gliserol 8:2, 7:3 dan tanpa penambahan natrium alginat

(0%) 6

5 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan elongasi (%) pada komposisi tepung tapioka-gliserol 8:2, 7:3, dan tanpa penambahan natrium alginat (0%) 7 6 Foto SEM permukaan tepung tapioka-gliserol pada komposisi 7:3 dengan

penambahan natrium alginat 1% pada perbesaran 5000× 8 7 Kurva TGA/DTA edible film tepung tapioka-gliserol 8:2 (a) dan 7:3 (b) dengan

penambahan natrium alginat 1% 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 12

2 Film tepung tapioka-gliserol dengan penambahan natrium alginat pada perbesaran

400× menggunakan mikroskop cahaya 143

3 Hasil analisis bobot jenis film 154

4 Hasil analisis kuat tarik dan elongasi 165

(9)

PENDAHULUAN

Permasalahan lingkungan yang menyertai penggunaan bahan pengemas serta semakin terbatasnya minyak bumi mendorong pencarian polimer alternatif sebagai pengganti polimer sintetik berbasis-minyak bumi untuk bahan pengemas (Tharanathan 2003). Salah satu jenis kemasan baru yang mempertahankan dengan baik mutu bahan pangan dan bersifat ramah lingkungan adalah edible film. Lembaran film ini menjadi bagian integral dari produk pangan dan dapat dimakan bersama-sama dengan produk tersebut (Pranamuda 2001). Bahan dasar edible film

dapat berupa hidrokoloid (alginat, karaginan, pati) dan lipid (lilin lebah, asam lemak).

Pati merupakan salah satu polimer alam yang dapat dijadikan bahan baku alternatif untuk menggantikan polimer sintetik dari minyak bumi (Oakley 2010). Pati memiliki rumus molekul (C6H10O5)n, mudah terdegradasi, dan dapat diperbarui. Pati terdiri atas 2 komponen, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer rantai linear dari glukosa dan dihubungkan oleh ikatan glikosida α-1,4. Amilopektin merupakan polimer bercabang dari glukosa dengan ikatan glikosida α-1,4 dan β-1,6 (Chaplin 2006). Sifat-sifat pati dipengaruhi oleh nisbah antara amilosa dan amilopektin (Myllarrinen et al. 2002). Kadar amilosa pati tapioka berkisar 2027%, sedangkan amilopektin berkisar 7080% (Chaplin 2006). Salah satu jenis pati yang mudah didapatkan adalah pati tapioka yang merupakan produk olahan dari ubi kayu dan sangat melimpah di alam.

Penelitian terkait edible film pati tapioka telah banyak dikembangkan, antara lain adalah penggunaannya sebagai pengemas lempuk (Harris 2001). Menurut Harris (2001), film berbahan pati tapioka tanpa pemlastis akan rapuh. Hasanah (2012) telah memodifikasi pati tapioka dengan menambahkan pemlastis gliserol. Plastik yang dihasilkan tidak rapuh, homogen, transparan, namun masih memiliki sifat mekanik yang rendah. Kuat tarik film yang dihasilkan 58.00 MPa dengan perpanjangan putus 35.63%. Gliserol diduga dapat berinteraksi kuat dengan amilosa dan amilopektin sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik film (Myllarrinen et al. 2002). Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya mengujikan bahan tambahan yang dapat meningkatkan sifat mekanik film. Dyanzini (2012) telah berhasil meningkatkan sifat mekanik dan kompatibilitas film dengan menambahkan poli(asam laktat) (PLA) ke dalam larutan pati tapioka terplastisasi gliserol. Kemala et al. (2010) berhasil meningkatkan sifat mekanik film pati terplastisasi gliserol dengan penambahan polistirena. Zhong dan Xia (2008) berhasil mengurangi sifat rapuh film pati tapioka-gliserol dengan menambahkan kitosan.

(10)

2

METODE

Ruang Lingkup Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan edible film tepung tapioka terplastisasi gliserol dengan penambahan natrium alginat pada berbagai komposisi. Tahap pencirian meliputi pengukuran uji tarik, analisis gugus fungsi dengan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), analisis morfologi dengan mikroskop cahaya dan mikroskop elektron payaran (SEM), serta analisis termal dengan analisis termogravimetri/analisis termal diferensial (TGA/DTA). Dilakukan juga penentuan bobot jenis paduan untuk mengetahui kelenturan molekul dalam menempati ruang.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah piknometer, alat uji tarik Tenso lab-MEY, spektrofotometer FTIR Shimadzu-60, mikroskop cahaya (Kruss optical Germany), SEM JSM-6360LA, TGA/DTA (Shimadzu DTG-60H, TA-60WS, dan FC-60A), pengaduk magnetik, dan peralatan kaca. Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung tapioka (teknis), gliserol (Merck®), natrium alginat (teknis), dan akuades.

Pembuatan Edible Film Tepung Tapioka-Gliserol dengan Penambahan

Natrium Alginat (modifikasi Zhong dan Xia 2008).

Komposisi tepung tapioka dan gliserol dalam penelitian ini ialah 8:2 dan 7:3 (Lampiran 1). Tepung tapioka dilarutkan dengan akuades dan diaduk sampai homogen. Selanjutnya gliserol dimasukkan dan kembali diaduk hingga homogen sambil dipanaskan sampai suhu 40 °C. Setelah itu, natrium alginat ditambahkan dengan komposisi 0, 1, 2, dan 3% ke dalam larutan tepung tapioka terplastisasi gliserol dan diaduk lagi hingga homogen menggunakan pengaduk magnetik dengan pemanasan mencapai suhu 6570 °C. Setelah homogen, larutan film yang terbentuk didiamkan selama 10 menit agar terbebas dari gelembung udara dan dicetak pada pelat kaca. Film lalu dikeringudarakan selama 24 jam dan dilepaskan untuk dianalisis uji tarik, gugus fungsi, morfologi, bobot jenis, dan analisis termal (Ningsih 2011).

Analisis Bobot Jenis (Kemala 2010)

Setiap sampel film dipotong dengan ukuran yang seragam menggunakan pembolong kertas. Bobot kosong piknometer ditimbang (W0). Potongan sampel

dimasukkan ke dalam piknometer dan ditimbang (W1). Akuades ditambahkan ke

dalam piknometer yang telah berisi potongan sampel hingga tidak terdapat gelembung udara dan ditimbang (W2). Piknometer yang hanya berisi akuades juga

(11)

3

Analisis Uji Tarik (ASTM D638 2005)

Film yang telah dikeringkan dipotong dengan ukuran panjang 30 mm dan lebar 10 mm dan dibentuk seperti dumbbell (Gambar 1). Kedua ujung sampel film dijepit pada mesin penguji. Selanjutnya panjang awal dicatat dan ujung tinta pencatat diletakkan pada posisi 0 dalam grafik. Tombol start ditekan dan alat akan menarik sampel sampai putus. Pengukuran uji tarik ini akan menghasilkan data kuat tarik dan elongasi.

Gambar 1 Dumbbell

Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR (Averous 2004)

Film ditempatkan dalam tempat contoh dan spektrum FTIR direkam pada suhu ruang. Hasil yang didapat berupa spektrum hubungan bilangan gelombang dengan persen transmitans.

Analisis Morfologi dengan SEM

Film dimasukkan dalam tempat contoh dengan perekat ganda dan dilapisi dengan logam emas pada keadaan vakum. Sampel yang telah dilapisi diamati menggunakan SEM dengan tegangan 10 kV. Hasil yang didapat kemudian dicetak.

Analisis Termal dengan TGA/DTA

Film tepung tapioka-gliserol dengan penambahan natrium alginat ditimbang sebanyak 2025 mg. Setelah itu, digerus dalam lumpang dan dicetak pada pelat platinum untuk dilakukan analisis termal. Kondisi alat diatur dan dioperasikan pada suhu 0400 °C dengan kecepatan pemanasan 20 °C per menit. Hasil analisis termal berupa kurva hubungan waktu dengan suhu. Standar Al(OH)3 digunakan

(12)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Edible Film Tepung Tapioka-Gliserol dengan

Penambahan Natrium Alginat

Edible film dibuat dengan terlebih dahulu memplastisasi larutan tepung

tapioka menggunakan pemlastis gliserol. Larutan tepung tapioka terplastisasi gliserol kemudian dicampurkan dengan larutan natrium alginat pada konsentrasi 0, 1, 2, dan 3%. Proses plastisasi pada prinsipnya adalah dispersi molekul pemlastis ke dalam fase polimer. Apabila pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, maka proses dispersi akan berlangsung dan terbentuk larutan polimer terplastisasi yang kompatibel. Kompatibilitas film dapat dianalisis secara kualitatif melalui pengamatan secara visual. Semakin kompatibel film, semakin homogen film yang dihasilkan (Kemala 2010). Hasil pengamatan pada Gambar 2 diperoleh dengan menggunakan kamera digital.

Gambar 2 Film tepung tapioka-gliserol pada komposisi 8:2 (a) dan 7:3 (b) dengan konsentrasi natrium alginat 0, 1, 2, dan 3%

Film tampak tidak berwarna dan cenderung transparan. Ketika disentuh, film terasa licin dan memiliki tingkat kerapuhan yang beragam. Film tanpa penambahan natrium alginat (0%) kuat, halus, dan transparan. Hal ini disebabkan gliserol selain sebagai pemlastis juga membantu kelarutan pati dalam air (Firdaus

et al. 2008) melalui ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pati dan gugus

hidroksil gliserol. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan warna putih menjadi transparan.

Film pada komposisi tepung tapioka-gliserol 7:3 memiliki struktur yang lebih baik dibandingkan dengan film pada komposisi 8:2 untuk konsentrasi natrium alginat yang sama (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan penambahan natrium alginat dalam konsentrasi berlebih akan menghasilkan film yang relatif lebih kuat. Semakin besar konsentrasi natrium alginat yang ditambahkan, viskositas film yang dihasilkan akan semakin tinggi sehingga mampu meningkatkan sifat mekanik film tepung tapioka terplastisasi gliserol.

(0%) (1%) (2%) (3%)

(0%) (1%) (2%) (3%)

(a)

(13)

5

Konsentrasi natrium alginat (%)

Bobot Jenis

Natrium alginat yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bobot jenis 1.601 g/mL, sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Kurniasari dan Fithri (2010). Film tepung tapioka-gliserol 7:3 dan 8:2 tanpa penambahan natrium alginat masing-masing memiliki bobot jenis 0.1761 dan 0.1780 g/mL (Gambar 3 dan Lampiran 3). Penambahan natrium alginat 1, 2, dan 3% meningkatkan bobot jenis berturut-turut menjadi 1.8718, 1.8491, dan 1.8254 g/mL untuk komposisi tepung tapioka-gliserol 7:3, serta menjadi 1.8917, 1.8892, dan 1.8706 g/mL untuk komposisi 8:2. Berdasarkan data tersebut, bobot jenis film tepung tapioka-gliserol 7:3 dan 8:2 cenderung menurun dengan meningkatnya penambahan natrium alginat. Hal ini disebabkan menurunnya keteraturan penyusunan molekul dalam film. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kemala (2010). Selain itu, peningkatan konsentrasi natrium alginat yang bersifat amorf menyebabkan interaksi antar rantai utama polimer berkurang sehingga merenggangkan rantai-rantai polimer dalam film. Penambahan pemlastis gliserol juga didapati menurunkan bobot jenis film yang dihasilkan. Pemlastis dapat mengubah sifat mekanik film dengan mengurangi kohesi dan ketahanan mekanik rantai polimer.

Gambar 3 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan bobot jenis film tepung tapioka-gliserol komposisi 8:2 dan 7:3

Sifat Mekanik

(14)

6

Gambar 4 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan kuat tarik (MPa) pada komposisi tepung tapioka-gliserol 8:2 , 7:3 , dan tanpa penambahan natrium alginat (0%)

Natrium alginat memiliki kemampuan yang baik untuk mengikat air. Penambahan natrium alginat dengan jumlah yang berbeda akan memengaruhi pengikatan air pada film. Semakin sedikit natrium alginat yang ditambahkan, pengikatan air akan menurun sehingga kandungan air pada film akan berkurang. Hal ini mengakibatkan kuat tarik film akan semakin besar. Penambahan natrium alginat juga akan menyebabkan interaksi rantai-rantai polimer semakin kuat sehingga akan menurunkan kuat tarik film.

(15)

7

Konsentrasi natrium alginat (%)

Gambar 5 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan elongasi (%) pada komposisi tepung tapioka-gliserol 8:2 ,7:3 dan tanpa penambahan natrium alginat (0%)

Perubahan Gugus Fungsi

Analisis film dengan FTIR bertujuan menentukan interaksi yang terjadi pada film. Pemaduan secara fisika atau kimia dapat dianalisis dari puncak-puncak gugus fungsi yang terbentuk. Munculnya gugus fungsi baru pada spektrum film menandakan terbentuknya interaksi secara kimia, sedangkan pemaduan secara fisika ditandai dengan penggabungan gugus-gugus fungsi antara komponen-komponen penyusun film (Harvey 2000).

Lampiran 5 secara berurutan menunjukkan pola spektrum FTIR tepung tapioka, gliserol, tepung tapioka terplastisasi gliserol, natrium alginat, dan film tepung tapioka terplastisasi gliserol dengan penambahan natrium alginat. Berdasarkan Tabel, gugus fungsi yang teramati pada tepung tapioka terplastisasi gliserol dan natrium alginat muncul kembali pada spektrum film dengan puncak yang hampir sama. Selain itu, spektrum pada film tidak memperlihatkan puncak-puncak baru yang menandakan bahwa interaksi dalam film terjadi secara fisika.

Morfologi Permukaan

(16)

8

Tabel Hasil analisis gugus fungsi menggunakan FTIR

Sampel

3240.40 regangan OH 31003700

2931.80 regangan CH 20003000

1200.56 regangan COC 10001300

860.25 tekuk CH2 810933

Gliserol

3452.58 regangan OH 31003700

2941.44 regangan CH 28003000

852.54 tekuk CH2 810933

Tepung tapioka terplastisasi

gliserol

3363.86 regangan OH 31003700

2931.80 regangan CH 28003000

1242.16 regangan COC 10001300

856.39 tekuk CH2 810933

Natrium alginat

3422.71 regangan OH 31003700

1638.26 C=O (asam) 16301650

1417.03 regangan CO karboksilat 13001450

1108.27 regangan COC 10001300

Film tepung

3356.14 regangan OH 31003700

2931.80 regangan CH 28003000

1639.49 C=O (asam) 16201640

1426.13 regangan CO karboksilat 13001450

1242.46 regangan COC 10001300

856.39 tekuk CH2 810933

(17)

9

Sifat Termal

Analisis termal merupakan pengukuran sifat fisik dan kimia bahan polimer sebagai fungsi suhu. Pada penelitian ini, film tepung tapioka-gliserol 8:2 dan 7:3 dengan penambahan natrium alginat 1% dianalisis dengan TGA/DTA. TGA merupakan pengukuran perubahan massa contoh sebagai fungsi suhu secara kontinu dengan kecepatan tetap. DTA merupakan pengukuran panas yang diserap atau dibebaskan oleh contoh yang diamati dengan cara mengukur perbedaan suhu antara contoh dan pembanding sebagai fungsi suhu. Hasil TGA dari kedua film bersifat endotermik karena kurva berada di bawah garis pembanding (Al(OH)3)

(Gambar 7). Sifat endotermik menunjukkan bahwa film dapat menyerap panas dengan perubahan entalpi (∆H) bernilai positif. Hasil TGA menunjukkan bobot massa yang hilang sekitar 18.74 mg (73.98%) dan 18.35 mg (76.58%) berturut-turut pada komposisi film tepung tapioka-gliserol 8:2 dan 7:3 dengan penambahan natrium alginat 1%.

Gambar 7 Kurva TGA/DTA edible film tepung tapioka-gliserol 8:2 (a) dan 7:3 (b)

dengan penambahan natrium alginat 1%.

Keterangan: suhu transisi kaca suhu pelelehan suhu oksidasi

Gambar 7 memperlihatkan proses hilangnya komponen penyusun film secara bertahap akibat pemanasan. Proses ini menunjukkan terjadinya perubahan stabilitas termal akibat adanya gliserol sebagai pemlastis. Firdaus et al. (2008) melaporkan bahwa penambahan gliserol akan menurunkan stabilitas termal. Gliserol sangat memengaruhi suhu transisi kaca dan stabilitas campuran.

(18)

10

menurunkan interaksi antarmolekul pada rantai polimer sehingga derajat kebebasan rantai polimer meningkat dan entropi sistem bertambah. Akibatnya polimer akan lebih mudah mengalami perubahan menjadi amorf.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Edible film dengan penambahan natrium alginat 1% pada komposisi tepung

tapioka-gliserol 7:3 menghasilkan kuat tarik tertinggi 187.50 MPa dan elongasi tertinggi 95.62%. Hasil analisis spektrum FTIR menunjukkan bahwa edible film yang terbentuk terjadi secara fisika. Penambahan konsentrasi natrium alginat dapat menurunkan bobot jenis, kuat tarik, dan elongasi. Analisis termal film tepung tapioka-gliserol 8:2 dan 7:3 dengan penambahan natrium alginat 1% menunjukkan bobot massa yang hilang masing-masing sekitar 76.58 dan 73.92% dengan suhu transisi kaca pada 108.00 dan 109.88 °C. Mikrostruktur permukaan film dengan komposisi 7:3 cukup homogen dengan membentuk pola seperti jarum. Penelitian ini telah mengindikasikan bahwa edible film yang dihasilkan bersifat aman bagi tubuh dan diharapkan dapat dikonsumsi setelah melalui uji toksisitas.

Saran

Perlu dilakukan uji permeabilitas untuk mengukur ketahanan film terhadap uap air. Selain itu, perlu dilakukan analisis sinar-X untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung dalam film. Pengujian LC50 dan LD50 juga perlu diperlukan

untuk menentukan pengaruh toksisitas film di dalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] America Society for Testing and Materials. 2005. Standard Test Methods

for Tensile Properties of Thin Plastic Sheeting. Philadelphia (US): ASTM.

Averous L. 2004. Biodegradable multiphase systems based on plasticized starch: review. Macromol Sci. 12(2):123-130.

Chaplin M. 2006. Starch as an ingredients: manufacture and applications. Di dalam: Eliasson AC, editor. Starch in Food: Structure, Function, and

Application. Boca Raton (US): CRC Pr.

Dyanzini AM. 2012. Pencirian plastik antioksidan paduan poliasam laktat-lilin lebah dengan penambahan pemlastis gliserol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(19)

11

Harris H. 2001. Penggunaan edible film dari pati tapioka untuk pengemas lempuk.

J Sains Mat Indones. 3(2):99-106.

Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York (US): Mc Graw-Hill. Hasanah N. 2012. Pembuatan dan pencirian plastik pati tapioka dengan pemlastis

gliserol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kemala T, Fahmi MS, Achmadi SS. 2010. Pembuatan dan pencirian paduan polistirena-pati . Indones JMat Sci.12(1):30-35.

King AH. 1983. Cara Mengekstraksi Ganggang Laut Cokelat. Jana M, penerjemah. Semarang (ID): Undip Pr. Terjemahan dari: Food Hydrocolloids.

Kurniasari K, Fithri DWN. 2010. Optimasi penambahan alginat sebagai emulsifier pada susu kedelai dengan variasi kecepatan, waktu dan suhu pengadukan [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Lambert JB, Shurvell HF, Lightner DA, Cooks RG. 1998. Organic Structural

Spectroscopy. New Jersey (US): Prentice Hall.

Mark J. 1999. Polymer Data Handbook. New York (US): Oxford University. Myllarinen P, Riita P, Jukka S, Pirkko F. 2002. Effect of glycerol on behaviour of

amylose and amylopectin films. Carbohydr Polym. 50(3):355-361.

Ningsih PR. 2011. Pembuatan dan pencirian paduan poliasam laktat-lilin lebah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Oakley P. 2010. Reducing the water absorption of thermoplastic starch processed by extrusion [tesis]. Toronto (CA): University of Toronto.

Pranamuda H. 2001. Pengembangan bahan plastik biodegradable berbahan baku pati tropis. Di dalam: Seminar Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21; 2001 Feb 1-14; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Sinergy Forum-PPI Tokyo Institute of Technology. hlm 1-6.

Prasetyaningrum A, Rokhati N, Kinasih DN, Wardhani DF. 2010. Karakterisasi

bioactive edible film dari komposit alginat dan lilin lebah sebagai bahan

pengemas makanan biodegradabel [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Rabek JF. 1983. Experimental Methods in Polymer Chemistry: Physical

Principles and Application. New York (US): J Wiley.

Rienovar. 2003. Tapioka terasetilasi sebagai bahan baku polimer biodegradabel [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Robert ADG, Andre PK, Lean PBMJ. 2003. Material properties and glass transition temperature of different thermoplastic starches after extrusion processing. Starch/Starke. 55(5):80-86.

Tharanathan RN. 2003. Biodegradable film and composite coatings: past, present, and future. Trends Food Sci Technol. 14(3):71-78.

Zhong QP, Xia WS. 2008. Physicochemical properties of edible and preservative films from chitosan/cassava starch/gelatin blend plasticized with glycerol.

Food Technol Biotechnol. 46(3):262-269.

(20)

13

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Tepung tapioka Gliserol

Tepung tapioka terplastisasi gliserol

7:3 dan 8:2

Natrium alginat 0, 1, 2, 3%

1. Film tepung tapioka-gliserol 7:3 dengan 0% natrium alginat 2. Film tepung tapioka-gliserol 7:3 dengan 1% natrium alginat 3. Film tepung tapioka-gliserol 7:3 dengan 2% natrium alginat 4. Film tepung tapioka-gliserol 7:3 dengan 3% natrium alginat 5. Film tepung tapioka-gliserol 8:2 dengan 0% natrium alginat 6. Film tepung tapioka-gliserol 8:2 dengan 1% natrium alginat 7. Film tepung tapioka-gliserol 8:2 dengan 2% natrium alginat 8. Film tepung tapioka-gliserol 8:2 dengan 3% natrium alginat

Penentuan bobot

jenis FTIR

TGA/DTA Uji tarik

(21)

14

Lampiran 2 Film tepung tapioka-gliserol dengan penambahan natrium alginat pada perbesaran 400× menggunakan mikroskop cahaya

Film tepung tapioka-gliserol 7:3

Film tepung tapioka-gliserol 8:2

Keterangan: (a) natrium alginat 1% (b) natrium alginat 2% (c) natrium alginat 3%

(a) (b) (c)

(22)

15

Lampiran 3 Hasil analisis bobot jenis film

a Sebelum penambahan natrium alginat

Komposisi

b Setelah penambahan natrium alginat

(23)

16

Lampiran 4 Hasil analisis kuat tarik dan elongasi

(24)

17

Lampiran 5 Spektrum FTIR

Tepung tapioka

(25)

18

lanjutan Lampiran 5

Tepung tapioka terplastisasi gliserol

(26)

19

lanjutan Lampiran 5

Film tepung tapioka-natrium alginat

Keterangan: Tepung tapioka terplastisasi gliserol

(27)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Januari 1989 dari pasangan H Cecep Warlan dan Hj Listianah. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 54 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Akademi Kimia Analisis (AKA) Bogor untuk program Diploma melalui jalur seleksi raport.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan kegiatan magang mandiri di Perusahaan Aneka Tambang (ANTAM) pada tanggal 12 Juni 8 Agustus 2008. Tahun 2010, penulis melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan di PT Coca-Cola Amatil Indonesia (CCIA), Cibitung dengan judul laporan “Analisis Bakal Awal Botol (Preform) Berbahan Dasar Resin

Polyethylene Terephthalate (PET ” Penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat

Gambar

Gambar 2 Film tepung tapioka-gliserol pada komposisi 8:2 (a) dan 7:3 (b) dengan
Gambar 4 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan kuat tarik (MPa)
Gambar 5  Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan elongasi (%) pada
Gambar 6  Foto SEM permukaan tepung tapioka-gliserol pada komposisi 7:3 dengan penambahan natrium alginat 1% pada perbesaran 5000×

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat terjadi hujan deras elevasi permukaan banjir di Kali Brantas, Kali Brangkal dan Kali Ngotok lebih tinggi dari pada elevasi saluran drainase sehingga

Analisis Tingkat Ketimpangan Distribusi Pendapatan Petani Sampel di Desa Sidodadi Ramunia Berdasarkan Nilai Koefisien Gini ( Gini Ratio ) Selama 2012. Lanjutan Lampiran 13 :

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia.

Risk assessment of cultural heritage sites clusters using satellite imagery and GIS: the case study of Paphos District, Cyprus, Nat. Understanding geohazards in the UNESCO WHL

Tokoh-tokoh dalam iklan, karakter yang dimainkan, aktivitas-aktivitas yang dilakukan menjadi representasi kenakalan pelajar dalam iklan ini berhasil disampaikan kepada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh dari rasio tepung ketan dengan tepung labu kuning pada karakteristik dodol dan untuk menemukan rasio

Simpulan dari penelitian ini adalah melalui penerapan metode ceramah plus tanya jawab dan tugas dengan media powerpoint dapat meningkatkan keterampilan menulis pantun dan

Untuk ketersediaan bola plastik sebesar 100%, sarana tongkat senam tidak ada (0%), sedangkan ketersediaan balok titian sebesar 100% karena hampir seluruh sekolah telah