• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi propolis lebah madu Apis melifera spp sebagai bahan antibakteri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi propolis lebah madu Apis melifera spp sebagai bahan antibakteri"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

GITA AGUSTRINA. Potensi Propolis Lebah Madu

Apis melifera

spp Sebagai

Bahan Antibakteri. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan SURYANI.

Propolis diketahui memiliki aktivitas antimikrob sehingga dapat melawan

berbagai penyakit dari berbagai macam mikroba. Mengkonsumsi propolis

diketahui tidak memberikan dampak resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan informasi aktivitas antibakteri dari propolis lebah madu

Apis

melifera

terhadap 2 bakteri uji standar (

S. mutans. E. coli)

. Konsentrasi propolis

yang diujikan yaitu 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6.25%, 3.13% dan dibandingkan

dengan propolis komersil, ampisilin (kontrol positif) dan akuades (kontrol

negatif). Parameter yang diamati adalah terbentuknya zona bening dan jumlah

koloni yang terbentuk dari uji hitungan cawan. Dari berbagai konsentrasi tersebut

didapatkan bahwa propolis dari lebah madu

A. melifera

dapat menghambat

aktivitas antibakteri pada Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

6.25%. Didapatkan efektifitas propolis

A. melifera

terhadap propolis komersil

adalah 105.595% untuk

S. mutans

dan 96.770% untuk

E. coli.

Efektifitas terhadap

ampisiln pada bakteri

S. mutans

97.147% dan

E. coli

98.670%.

(2)

ABSTRACT

GITA AGUSTRINA. Potency of Propolis

Apis melifera

spp as Antibacterial

Material. Under the direction of I MADE ARTIKA and SURYANI.

Propolis is known to have antimicrobial activity which can counter many

diseases of various kinds of microbes. Also propolis consumption are known not

to give any resistance effect. This study aimed to obtain information on the

antibacterial activity of propolis

Apis melifera

spp against to standard test bacteria

(

S. mutans. E. coli

). Propolis concentration tested is 100%, 50%, 25%, 12.5%,

6.25%, 3.13% and compared with commercial propolis, ampicillin (positive

control) and distilled water (negative control). The parameters were the formation

of clear zone and the number of colonies formed from the test plate count.

Observing from the various propolis concentrations above, the propolis

A.

melifera

can inhibit the antibacterial activity on Minimum Growing Inhibitory

Concentration (KHTM) at 6.25% concentration. The research carried out for this

study obtained propolis an

A. melifera

effectivity is 105,595% compared to

commercial propolis against

S. mutans

, and 96.770% for

E. coli.

The other hand

propolis an

A. melifera

effectivity compared to ampicillin is 97.147% against

S.

mutans

and 98.670% against

E. Coli

.

(3)

PENDAHULUAN

Indonesia telah dikenal memiliki

berbagai jenis lebah lokal. Salah satu lebah lokal yang dikenal masyarakat adalah jenis Apis melifera spp. Lebah Apis melifera dipelihara masyarakat secara terbatas dalam tempat- tempat pengembangan lebah. Lebah Apis melifera menghasilkan lebih banyak madu dibandingkan dengan lebah lokal jenis lain seperti Trigona spp, tapi menghasilkan

lebih sedikit propolis (Singh 1962).

Penelitian terhadap lebah madu Trigona sudah banyak dilakukan dibandingkan pada lebah madu Apis melifera spp. Hal tersebut

yang mendasari dilakukan penelitian

antibakteri propolis terhadap Apis melifera spp.

Propolis merupakan salah satu produk alami lebah madu yang banyak manfaatnya. Khasiat propolis yang dihasilkan lebah sudah banyak dikenal.. Beberapa penemuan dan penelitian memberikan informasi bahwa

propolis bersifat sebagai antimikrob,

antibakteri, antivirus dan anti fungi. Bagi lebah sendiri, propolis digunakan untuk menambal retak dan menutup celah sarang, melindungi telur dari kebusukan serta mensterilkan makanannya.

Propolis merupakan alternatif baru bahan yang dapat digunakan sebagai antibiotik. Kandungan kimia propolis bergantung pada tumbuhan sekitarnya, musim pengambilan dan letak geografis tempat pengambilan.

Sarang lebah yang digunakan pada

penelitian ini adalah sarang lebah yang

berada pada daerah madu pramuka

wiladatika cibubur.

Penyedian obat untuk tujuan kesehatan sangat penting. Salah satu obat yang digunakan adalah antibiotik. Penggunaan

antibiotik secara berlebihan dapat

menimbulkan masalah resistensi, oleh

karena itu dipilih alternatif pengobatan dari

produk-produk alami yang jarang

menimbulkan resistensi. Kelebihan propolis sebagai obat alami dibandingkan dengan bahan sintetik adalah lebih aman, tidak menimbulkan resitensi, serta efek samping yang kecil, selain itu propolis sebagai

antibiotik memiliki selektivitas tinggi

(Winingsih 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan informasi aktivitas antibakteri

dari propolis lebah madu Apis melifera

terhadap 2 jenis bakteri uji standar S. mutan dan E .coli serta menentukan Konsentrasi Tumbuh Hambat Minimum (KHTM) ekstrak

propolisnya. Hipotesis penelitian ini adalah bahwa ekstrak propolis dari lebah madu Apis malifera bersifat sebagai antibakteri. Hasil penelitian diharapkan bisa memberikan

informasi ilmiah mengenai aktivitas

antibakteri dari lebah madu Apis malifera.

TINJAUAN PUSTAKA

Propolis

Propolis adalah resin lengket yang

dikumpulkan oleh lebah madu yang

digunakan sebagai lem untuk sarangnya. Lebah mengumpulkan bahan ini dari pucuk daun yang muda, kulit kayu, dan dari bagian tumbuhan lain (Gojmerac 1983). Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yaitu

pro” yang artinya sebelum atau pertahanan

dan “ polis” artinya kota atau sarang lebah. Jadi, propolis adalah pertahanan kota atau disebut juga sebagai sistem pertahanan pada sarang lebah. Karena sifatnya yang lengket seperti lem, propolis disebut juga sebagai bee-glue ( Anonim 2009).

Propolis lebah madu bersifat anti bakteri yang membunuh semua kuman penyakit yang masuk ke sarang lebah. Biasanya propolis digunakan oleh lebah pekerja untuk melapisi bagian dalam rongga sarang dan mengurangi ukuran pintu masuk sarang. Hal tersebut bertujuan untuk menggunakan efek antibakteri dan antifungi propolis sehingga

melindungi koloninya dari penyakit.

Propolis sering disebut dengan Russian

penicillin karena terkait dengan penelitian intensif para ilmuwan Rusia pada lebah pekerja. Propolis merupakan antimikroba yang kuat yang melawan berbagai infeksi bakteri, fungi, bahkan bakteri Streptococus sp telah menunjukkan reaksi yang sensitif

terhadap propolis (Draper’s Super Bee

Apriaries 2007). Karena kemampuan

antimikrobanya, propolis disebut “antibiotik alami”.

Senyawa aktif yang memberikan efek antibakteri adalah pinochembrin, galangin, asam kafeat, dan asam ferulat. Senyawa

antifunginya adalah pinochembrin,

pinobanksin, asam kafeat, benzil ester, sakuranetin, dan pterostilbene. Zat aktif yang diketahui bersifat antibiotik adalah asam ferulat. Zat ini efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif. Asam ferulat juga berfungsi dalam proses pembekuan darah

sehingga bisa dimanfaatkan untuk

(4)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan bahan yang digunakan adalah 150 gram propolis kasar Apis melifera sp. yang berasal dari peternakan lebah Apriari Cibubur, bakteri S. mutan, E. coli, media cair PYG (pepton yeast, glukosa), media padat PYG, etanol 70%, propilen glikol teknis, natrium fluorida (NaF), pereaksi pereaksi uji fitokimia dan aquades.

Alat alat yang digunakan adalah autoklaf,

shaker, rotavapor,spektofotometer UV,

laminar air flow cabinet, inkubator, mikropipet, neraca analitik, alat penghitung koloni, vortex, jangka sorong, mortar, jarum ose, cawan petri, dan beberapa alat gelas.

Metode penelitian

Ektraksi propolis (Mtienzo dan Lamorena 2004)

Ektraksi dilakukan dengan cara maserasi sarang lebah Apis melifera dengan pelarut etanol 70%. Sebanyak 150, 73 gram propolis kasar Apis malifera sp direndam dengan 500 mL etanol 70%. Suspensi tersebut ditutup dan dikocok dengan shaker di ruang gelap selama satu minggu. Setelah itu, suspensi tersebut disaring filtratnya diambil dan residunya dimaserasi kembali. Selanjutnya filtrat tersebut diambil setiap hari selama 6 hari. Setelah 6 hari, filtrat terakhir yang dihasilkan berwarna jernih dan teknik maserasi dihentikan.

Setelah filtrat terkumpul, kemudian filtrat dipekatkan dengan menggunakan rotavapor

pada suhu 45 0C. Ekstrak pekat yang

diperoleh ditimbang untuk mengetahui rendemennya. Ekstrak tersebut dilarutkan dalam propilen glikol sebanyak satu kali volumenya sehingga konsentrasi murni propolis sebesar 50% dari total ekstrak propolis. Untuk selanjutnya konsentrasi 50% ekstrak propolis Apis melifera sp disebut sebagai propolis 100% dan konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan propolis 100%.

Analisis Fitokimia (Harbone 1987) Analisis ini merupakan uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak propolis. Analisis fitokimia dilakukan dengan metode Harbone 1987. Identifikasi yang dilakukan adalah uji alkaloid, uji tanin, uji flavonoid, uji saponin, uji steroid dan uji minyak atsiri.

Uji alkaloid. Sampel propolis dengan

pengenceran 1:2 sebanyak 0,3 mL

ditambahkan 1,5 mL kloroform dan 3 tetes

ammonia, kemudian fraksi kloroform

diasamkan dengan 2 tetes asam sulfat. Bagian asamnya diambil dan ditambah

reagen Dragendrof, Meyer, Wagner.

Keberadan alkaloid dalam sampel ditandai dengan terbentuknya endapan merah dengan penambahan reagen Dragendrof, endapan putih dengan Reagen Mayer, dan endapan putih dengan reagen Wagner.

Uji Tanin. Sampel propolis dengan pengenceran 1:10 dididihkan selama 5 menit. Selanjutnya dipindahkan 3 tetes sampel ke papan dan ditambahkan 3 tetes FeCl3 1% (v/v). Keberadaan senyawa tanin

dalam sampel ditandai dengan terbentuknya warna biru tua atau hijau kehitaman.

Uji Flavonoid. Sampel propolis dengan pengenceran 1:2 sebanyak 0,3mL dicampur dengan 1,5 mL metanol. Dipanaskan pada suhu 50 0C selama 5 menit. Kemudian 5 tetes larutan dipindahkan ke papan uji dan ditetesi 5 tetes asam sulfat pekat. Warna merah yang terbentuk menunjukan sampel mengandung flavonoid.

Uji saponin. Sampel propolis dengan pengenceran 1:10 sebanyak 10 mL dikocok selama 10 menit. Selanjutnya didiamkan selama 15 menit dan dilihat tinggi buih yang terbentuk. Keberadaan senyawa saponin

dalam sampel ditunjukkan dengan

terbentuknya buih yang stabil dengan tinggi lebih dari 1 cm.

Uji steroid dan triterpenoid. Sampel

propolis dengan pengenceran 1:10

dilarutkan ke dalam 2 mL etanol 30% dan di panaskan. Filtratnya diuapkan dan ditambah 1 mL eter. Fraksi eter sebanyak 5 tetes dipindahkan ke papan uji dan ditambahkan 3 tetes anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Warna merah atau ungu yang terbentuk menunjuakn bahwa sampel mengandung senyawa triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya senyawa steroid. Uji minyak atsiri. Sampel propolis dilarutkan dengan metanol teknis dan

diuapkan hingga kering. Jika berbau

aromatis yang spesifik maka sampel

mengandung minyak atsiri. Uji Pendahuluan

(5)

0

C. Kemudian bakteri dengan volume tertentu di pipet ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan 20 mL media padat PYG,

kemudian digoyang-goyangkan sampai

bakteri tersebut merata. Selanjutnya, bahan bakteri tersebut didiamkan sampai memadat. Setelah memadat, biakan dilobangi dengan diameter ± 5 mm. Sebanyak 50 µL propolis dimasukan ke dalam lobang tersebut lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Sampel memperlihatkan adanya zona bening berati itu menadakan adanya aktivitas antibakteri.

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

Penentuan KHTM dilakukan setelah

ekstrak propolis diketahui mempunyai

aktivitas antibakteri. Tahap pertama yaitu

dengan pengenceran propolis dengan

aquades sehingga didapatkan beberapa konsentrasi (100% sampai 3.13%) v/v). Tiap konsentrasi dimasukkan sebanyak 50 µL kedalam lubang media PYG padat yang mengandung bakteri berbeda. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C.

Aktivitas antibakteri diperoleh dengan

mengukur zona bening disekitar lobang sampel dengan menggunakan jangka sorong. Uji aktivitas antibakteri Metode Hitungan Cawan

Sampel yang digunakan adalah propolis dengan konsentrasi KHTM. Sebanyak 1 ose biakan bakteri dikulturkan di dalam 10 mL PYG cair lalu diinkubasi pada suhu 370 C selama 18 jam. Kultur ini harus dibuat segar, hal ini untuk mengkondisikan agar umur bakteri yang digunakan sama yaitu 24 jam. Sebanyak 1% inokulum atau 30 µL bakteri dari kultur bakteri yang sudah

diinkubasikan selama 24 jam tadi

dimasukkan ke dalam 3 mL PYG cair steril yang mengandung sampel berbeda lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Selanjutnya setelah 24 jam masing masing kultur bakteri dari sampel yang berbeda

dilakukan pengenceran serial sampai

1:1000000 dengan menggunakan NaCl 0,9%.

Setelah itu sebanyak 100 µL biakan bakteri hasil pengenceran di pipet kedalam cawan petri lalu dituangkan media PYG

padat pada suhu 45 0C digoyang dan

dibiarkan memadat. Setelah media memadat, biakan di inkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Bakteri yang tumbuh berupa koloni koloni dihitung jika masa inkubasi selesai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Ekstrak Propolis

Metode yang digunakan untuk

mengestrak propolis adalah metode

maserasi. Maserasi merupakan teknik

ekstraksi yang dilakukan untuk bahan yang tidak tahan panas dengan cara perendaman di dalam pelarut tertentu. Maserasi adalah suatu metode dengan cara merendam propolis kasar dalam pelarut tertentu selama dalam waktu tertentu. Propolis bersifat, termostabil, keras dan liat pada suhu 15 0C dengan titik didih 60-69 0C, larut etanol dan sedikit larut dalam air sehingga untuk menjaga kestabilan komponen-komponen aktifnya propolis dan hasil ekstraksinya disimpan pada suhu tidak lebih dari 25 0C, ditempatkan pada tempat yang gelap dan tidak langsung terkena sinar matahari (Woo 2004).

Pelarut yang digunakan pada metode ini adalah etanol 70%. Menurut Harbone (1987) diacu pada Anggaraini (2006) etanol 70% dapat mengestrak flavonoid yang merupakan senyawa aktif yang banyak terdapat dan terpenting dalam propolis. Oleh sebab itu

penggunaan pelarut etanol dapat

meningkatkan jumlah senyawa aktif yang

terekstraksi. Etanol bersifat semipolar

sehingga zat aktif yang terdapat dalam propolis dengan nilai kepolaran yang beragam dapat terekstraksi sempurna.

Ekstraksi propolis dengan maserasi

menggunakan etanol 70% akan

menghasilkan rendemen 20% lebih tinggi daripada menggunakan etanol absolut.

Berdasarkan hasil ekstraksi, rendemen

propolis diperoleh sebesar 1.08% (Lampiran 4). Rendemen yang diperoleh tergantung pada metode ekstraksi dan warna propolis.

Propolis yang warna gelap akan

menghasilkan rendemen lebih tinggi

dibandingkan dengan warna yang lebih muda. Hal ini dikarenakan kandungan flavonoidnya lebih banyak. Propolis pada penelitian ini berwarna coklat muda.

Hasil Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan untuk

mengidentifikasi secara kualitatif golongan senyawa aktif antibakteri pada propolis yang telah diekstrak. Berdasarkan hasil penelitian, di dalam ekstrak dan propolis komersil terkandung senyawa aktif yang sama, yaitu

(6)

0

C. Kemudian bakteri dengan volume tertentu di pipet ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan 20 mL media padat PYG,

kemudian digoyang-goyangkan sampai

bakteri tersebut merata. Selanjutnya, bahan bakteri tersebut didiamkan sampai memadat. Setelah memadat, biakan dilobangi dengan diameter ± 5 mm. Sebanyak 50 µL propolis dimasukan ke dalam lobang tersebut lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Sampel memperlihatkan adanya zona bening berati itu menadakan adanya aktivitas antibakteri.

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

Penentuan KHTM dilakukan setelah

ekstrak propolis diketahui mempunyai

aktivitas antibakteri. Tahap pertama yaitu

dengan pengenceran propolis dengan

aquades sehingga didapatkan beberapa konsentrasi (100% sampai 3.13%) v/v). Tiap konsentrasi dimasukkan sebanyak 50 µL kedalam lubang media PYG padat yang mengandung bakteri berbeda. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C.

Aktivitas antibakteri diperoleh dengan

mengukur zona bening disekitar lobang sampel dengan menggunakan jangka sorong. Uji aktivitas antibakteri Metode Hitungan Cawan

Sampel yang digunakan adalah propolis dengan konsentrasi KHTM. Sebanyak 1 ose biakan bakteri dikulturkan di dalam 10 mL PYG cair lalu diinkubasi pada suhu 370 C selama 18 jam. Kultur ini harus dibuat segar, hal ini untuk mengkondisikan agar umur bakteri yang digunakan sama yaitu 24 jam. Sebanyak 1% inokulum atau 30 µL bakteri dari kultur bakteri yang sudah

diinkubasikan selama 24 jam tadi

dimasukkan ke dalam 3 mL PYG cair steril yang mengandung sampel berbeda lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Selanjutnya setelah 24 jam masing masing kultur bakteri dari sampel yang berbeda

dilakukan pengenceran serial sampai

1:1000000 dengan menggunakan NaCl 0,9%.

Setelah itu sebanyak 100 µL biakan bakteri hasil pengenceran di pipet kedalam cawan petri lalu dituangkan media PYG

padat pada suhu 45 0C digoyang dan

dibiarkan memadat. Setelah media memadat, biakan di inkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Bakteri yang tumbuh berupa koloni koloni dihitung jika masa inkubasi selesai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Ekstrak Propolis

Metode yang digunakan untuk

mengestrak propolis adalah metode

maserasi. Maserasi merupakan teknik

ekstraksi yang dilakukan untuk bahan yang tidak tahan panas dengan cara perendaman di dalam pelarut tertentu. Maserasi adalah suatu metode dengan cara merendam propolis kasar dalam pelarut tertentu selama dalam waktu tertentu. Propolis bersifat, termostabil, keras dan liat pada suhu 15 0C dengan titik didih 60-69 0C, larut etanol dan sedikit larut dalam air sehingga untuk menjaga kestabilan komponen-komponen aktifnya propolis dan hasil ekstraksinya disimpan pada suhu tidak lebih dari 25 0C, ditempatkan pada tempat yang gelap dan tidak langsung terkena sinar matahari (Woo 2004).

Pelarut yang digunakan pada metode ini adalah etanol 70%. Menurut Harbone (1987) diacu pada Anggaraini (2006) etanol 70% dapat mengestrak flavonoid yang merupakan senyawa aktif yang banyak terdapat dan terpenting dalam propolis. Oleh sebab itu

penggunaan pelarut etanol dapat

meningkatkan jumlah senyawa aktif yang

terekstraksi. Etanol bersifat semipolar

sehingga zat aktif yang terdapat dalam propolis dengan nilai kepolaran yang beragam dapat terekstraksi sempurna.

Ekstraksi propolis dengan maserasi

menggunakan etanol 70% akan

menghasilkan rendemen 20% lebih tinggi daripada menggunakan etanol absolut.

Berdasarkan hasil ekstraksi, rendemen

propolis diperoleh sebesar 1.08% (Lampiran 4). Rendemen yang diperoleh tergantung pada metode ekstraksi dan warna propolis.

Propolis yang warna gelap akan

menghasilkan rendemen lebih tinggi

dibandingkan dengan warna yang lebih muda. Hal ini dikarenakan kandungan flavonoidnya lebih banyak. Propolis pada penelitian ini berwarna coklat muda.

Hasil Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan untuk

mengidentifikasi secara kualitatif golongan senyawa aktif antibakteri pada propolis yang telah diekstrak. Berdasarkan hasil penelitian, di dalam ekstrak dan propolis komersil terkandung senyawa aktif yang sama, yaitu

(7)

hidrokoinon, tanin, minyak atsiri, streoid, saponin, dan gula pereduksi . Hasil analisis fitokimia dapat dilihat pada Tabel 1.

Menurut Pelczar & Chan (1998) senyawa yang bersifat sebagai antimikroba antara lain adalah alkohol, senyawa fenolik, klor, iodium, dan etilen oksida. Golongan flavonoid dan pigmen kuinon memberikan warna pada propolis. Flavonoiod pada propolis berbeda dengan yang ada pada tumbuhan. Flavonoid pada propolis tidak mengandung glikosida sedangkan pada

tumbuhan sebagian besar flavonoid

mengandung glikosida.

Senyawa tanin dalam ekstrak propolis diduga memiliki sifat antimikrob karena

kemampuannya dalam menginaktifkan

protein, enzim, dan lapisan protein transpor.

Sifat antibakteri dari senyawa tanin

didukung dengan penelitian oleh Yulia ( 2006) yang menyatakan bahwa senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak teh dapat

menghambat pertumbuhan bakteri

kariogenik.

Saponin adalah glikosida triperna dan sterol yang banyak terdapat di dalam tanaman. Saponin berasa pahit, berbusa dan bersifat hemolisis terhadap sel darah merah. Uji terhadap saponin positif yang ditandai dengan adanya busa pada pengocokan propolis. Karena sifatnya yang seperti sabun, saponin bersifat sebagai antibakteri. Saponin menurunkan tegangan permukaan membran lipid bakteri sehingga dapat menghambat pertumbuahan bakteri.

Tabel 1 Hasil analisis fitokimia ekstrak propolis

senyawa Hasil

Ekstrak Propolis

komersil

Alkaloid  

Tanin  

Flavonoid  

Saponin  

Steroid &Tripenoid   Minyak Atsiri  

Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak propolis yang di dapat mengandung senyawa tripernoid. Tripernoid dapat ditemukan pada lapisan lilin buah, damar, kulit, batang dan

getah yang memungkinkan digunakan

sebagai sumber resin propolis oleh lebah. Rasa pahit pada ekstrak pada propolis

disebabkan adanya senyawa triperna dalam ekstrak tersebut.

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terendah dari antibakteri pada

ekstrak propolis yang masih dapat

menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Konsentrasi yang digunakan bervariasi antara 100%- 3.13% (v/v). Parameter adanya penghamabatan pertumbuhan bakteri yaitu dengan mengukur diameter zona bening kultur bakteri pada media padat. Berdasarkan data, konsentrasi 6.25% merupakan nilai KHTM untuk ekstrak propolis. Artinya ekstrak propolis dengan konsentrasi 6.25% sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji (Gambar 3 dan Gambar 4).

Gambar 3 Uji KHTM pada S.mutans

Gambar 4 Uji KHTM pada Ecoli

KHTM untuk bakteri Streptococus

(8)

(Stepanovic et al 2003). Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukan ekstrak propolis pada bakteri Gram positif yaitu S. mutans lebih rendah dibandingkan

dengan bakteri gram negatif E. coli

(Lampiran 7).

Aktivitas antibakteri yang diperoleh menunjukkan variasi aktivitasnya yang tergantung pada konsentrasi dan jenis bakteri. Begitu pula dengan isolat yang berbeda, terdapat perbedaan nyata pada aktivitas propolis terhadap masing masing isolat. Perbedaan ini juga menunjukkan karena kerentanan yang berbeda beda terhadap masing masing isolat.

Perbandingan Aktivitas Ekstrak Propolis terhadap Aktivitas Propolis Komersial

Metode yang digunakan dalam penentuan aktivitas antibakteri adalah metode difusi sumur. Metode ini digunakan karena metode ini mudah digunakan. Potensi antibakterinya dapat dilihat dari daerah bening disekitar sumur media padat.

Secara umum, berdasarkan hasil

penelitian yang dapat dilihat dari daerah

bening yang terbentuk, makin besar

konsentrasi propolis maka makin besar juga

zona bening yang terbentuk yang

menunjukan aktivitas antibakterinya

semakin besar. Jika dibandingkan, ekstrak propolis mempunyai efektifitas yang lebih tinggi daripada propolis komersil.

Gambar 5 Perbandingan zona bening ekstrak propolis dan propolis komersil

Berdasarkan hasil penelitian, tidak

terdapat perbedaan antara besar diameter zona bening yang terbentuk baik pada kultur bakteri yang ditambahkan ekstrak propolis

100% maupun yang komersil pada

konsentrasi 6.25% dengan diameter zona bening untuk ekstrak propolis 12.617% dan diameter propolis komersil 13.038% untuk

bakteri uji E. coli (Gambar 5) dengan

efektifitas nya 96.770% (Lampiran 5). Hal ini menandakan bahwa zat aktif yang

terkandung baik dalam propolis 100% dan propolis komersil memiliki kemampuan menghambat bakteri.

Perbandingan Daya hambat Antara Ekstrak Propolis dan Ampisilin 10

mg/mL

Ampisilin adalah kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini. Ampisilin berspektum yang luas. Pada tingkat molekul, ampisilin menyerang nukleofil dari gugus hidroksil serin enzim transpeptidase pada karbonil karbon cincin bete-laktam yang bermuatan positif dan akan menghambat biosintesis peptidoglikan. Ampisilin juga mampu menghambat bakteri Gram negatif

maupun Gram positif dan bekerja

menghambat sintesis dinding sel bakteri (Siswandono & Soekardjo 1995).

Mekanisme kerja antibakteri ampisilin yaitu menghambat pembentukan dinding sel bakteri dengan mencegah bergabungnya asam N-asetil muramat ke dalam struktur peptidoglikan yang menyebabkan dinding sel lemah dan pecah karena tidak dapat menahan tekanan dari sitoplasma sehingga sel akan pecah dan bakteri akan mati.. Mekanisme kerja yang spesifik yang

dimiliki ampisilin tersebut yang

menyebabkan ampisilin memiliki daya

antibakteri yang besar dan bersifat

bakteriosidal dan berspektrum luas.

Gambar 6 Perbandingan zona bening ekstrak propolis dengan ampisilin

Berdasarkan hasil penelitian yang

(9)

bening ampisilin 10 mg/mL lebih besar dibandingkan dengan zona bening ekstrak propolis.

Potensi Propolis dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri

Konsentrasi yang digunakan pada metode ini adalah pada KHTM 6,25%. Penentuan konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terendah dari antibakteri pada ekstrak propolis yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Metode hitungan cawan adalah metode kuantitatif yang didasarkan pada bahwa setiap sel yang dapat hidup di dalam larutan sampel akan berkembang menjadi satu koloni. Tiap bakteri memiliki sensitifitas terhadap antibakteri yang berbeda. Semakin sedikit jumlah koloni bakteri yang terbentuk

menunjukan bahwa ekstrak propolis

memiliki potensi antibakteri.

Kultur bakteri yang yang mengandung akuades sebagai kontrol negatif yaitu yang tidak mempunyai aktivitas antibakteri, dapat ditumbuhi bakteri paling banyak karena

tidak ada senyawa yang mampu

menghambat bakteri dalam akuades. Kultur

bakteri yang mengandung ampisilin,

ditumbuhi dengan koloni sedikit, hal ini di karenakan ampisilin adalah sebagai kontrol positif dan telah terbukti sebagai antibakteri. Kultur bakteri yang mengandung ekstrak propolis ditumbuhi sedikit koloni. Tetapi koloni yang terbentuk masih lebih banyak

dibandingkan dengan kultur yang

mengandung ampisilin. Hal ini sesuai dengan analisis yang menggunakan zona bening, yang memperlihatkan zona bening yang terbentuk pada ampisilin lebih besar dibandingkan zona bening ekstrak propolis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak ini memberikan efek positif terhadap 2 bakteri uji, Streptococus mutans, Escheria coli. Ekstrak propolismengandung senyawa alkoloid, tanin, flavonoid, saponin, streoid dan minyak atsiri. Rendemen yang dihasilkan pada ekstrak propolis ini adalah

1.62%. Konsentrasi Tumbuh Hambat

Minimum (KHTM) setiap bakteri uji adalah 6,25% dengan diameter zona bening 6.108 untuk S .mutans dan 8.683 mm untuk E. coli.

Saran

Sebagai saran perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja antibakteri dari propolis. Perlu juga

dilakukan perlakuan optimasi metode

ekstraksi propolis dari A. melifera untuk meningkatkan rendemen ekstrak propolis sehingga diharapkan aktivitas antibakterinya meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Bee propolis.

http://www/droperbee/info/propolis .htm [ 10 Mei 2010].

Atlas RM. 1997. Principles of Microbiology. Ed ke-2. Iowa: WNC Brown.

Dharmayanti NLP, sulistyowati E,

Tejolaksono MN, Presetya R. 2000.

Efektifitas pemberian propolis

lebah dan royal jelly pada abses

yang disebabkan Stapylococus

aureus. Berita Biologi 5: 41-48

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan.

Bogor: PAU pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Hadioetomo. 1990. Mikrobiologi Dasar

dalam Praktek. Jakarta: Gramedia. Harbone HB. 1987. Metode Fitokimia I. Ed

ke-2, Padmawinat K, penerjemah; bandung: ITB. Terjemahan dari Phytochemical Methode.

Koo H et al. 2002. Effects of compounds found in propolis on Streptococus mutans grownth and on

glucosyltranferase activity

Antimicrob Agents Chemother 46: 1302-1309.

Hudayanti M. 2004. Aktivitas antibakteri

rimpang temulawak ( Curcuma

xanthoriza roxb) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut

Pertanian Bogor.

Lay W, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi.

Jakarta: Rajawali.

(10)

POTENSI PROPOLIS LEBAH MADU

APIS MELIFERA spp

SEBAGAI BAHAN ANTIBAKTERI

GITA AGUSTRINA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

bening ampisilin 10 mg/mL lebih besar dibandingkan dengan zona bening ekstrak propolis.

Potensi Propolis dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri

Konsentrasi yang digunakan pada metode ini adalah pada KHTM 6,25%. Penentuan konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terendah dari antibakteri pada ekstrak propolis yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Metode hitungan cawan adalah metode kuantitatif yang didasarkan pada bahwa setiap sel yang dapat hidup di dalam larutan sampel akan berkembang menjadi satu koloni. Tiap bakteri memiliki sensitifitas terhadap antibakteri yang berbeda. Semakin sedikit jumlah koloni bakteri yang terbentuk

menunjukan bahwa ekstrak propolis

memiliki potensi antibakteri.

Kultur bakteri yang yang mengandung akuades sebagai kontrol negatif yaitu yang tidak mempunyai aktivitas antibakteri, dapat ditumbuhi bakteri paling banyak karena

tidak ada senyawa yang mampu

menghambat bakteri dalam akuades. Kultur

bakteri yang mengandung ampisilin,

ditumbuhi dengan koloni sedikit, hal ini di karenakan ampisilin adalah sebagai kontrol positif dan telah terbukti sebagai antibakteri. Kultur bakteri yang mengandung ekstrak propolis ditumbuhi sedikit koloni. Tetapi koloni yang terbentuk masih lebih banyak

dibandingkan dengan kultur yang

mengandung ampisilin. Hal ini sesuai dengan analisis yang menggunakan zona bening, yang memperlihatkan zona bening yang terbentuk pada ampisilin lebih besar dibandingkan zona bening ekstrak propolis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak ini memberikan efek positif terhadap 2 bakteri uji, Streptococus mutans, Escheria coli. Ekstrak propolismengandung senyawa alkoloid, tanin, flavonoid, saponin, streoid dan minyak atsiri. Rendemen yang dihasilkan pada ekstrak propolis ini adalah

1.62%. Konsentrasi Tumbuh Hambat

Minimum (KHTM) setiap bakteri uji adalah 6,25% dengan diameter zona bening 6.108 untuk S .mutans dan 8.683 mm untuk E. coli.

Saran

Sebagai saran perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja antibakteri dari propolis. Perlu juga

dilakukan perlakuan optimasi metode

ekstraksi propolis dari A. melifera untuk meningkatkan rendemen ekstrak propolis sehingga diharapkan aktivitas antibakterinya meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Bee propolis.

http://www/droperbee/info/propolis .htm [ 10 Mei 2010].

Atlas RM. 1997. Principles of Microbiology. Ed ke-2. Iowa: WNC Brown.

Dharmayanti NLP, sulistyowati E,

Tejolaksono MN, Presetya R. 2000.

Efektifitas pemberian propolis

lebah dan royal jelly pada abses

yang disebabkan Stapylococus

aureus. Berita Biologi 5: 41-48

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan.

Bogor: PAU pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Hadioetomo. 1990. Mikrobiologi Dasar

dalam Praktek. Jakarta: Gramedia. Harbone HB. 1987. Metode Fitokimia I. Ed

ke-2, Padmawinat K, penerjemah; bandung: ITB. Terjemahan dari Phytochemical Methode.

Koo H et al. 2002. Effects of compounds found in propolis on Streptococus mutans grownth and on

glucosyltranferase activity

Antimicrob Agents Chemother 46: 1302-1309.

Hudayanti M. 2004. Aktivitas antibakteri

rimpang temulawak ( Curcuma

xanthoriza roxb) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut

Pertanian Bogor.

Lay W, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi.

Jakarta: Rajawali.

(12)

Hymenoptera) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut

Pertanian Bogor.

Pelczar MJ, Chan ESC. 1988. Dasar- dasar

Mikrobiologi 2. Ratna SH dkk,

penerjemah: Jakarta: UI Pr.

Terjemahan dari: Elements of

Microbiology.

Perum Perhutani Unit Jawa Timur. 1986.

Peningkatan kesejahteraan

masyarakat melalui pelebahan. Di

dalam: Pembudidayaan Lebah

madu untuk Peningkatan kesejahteraan masyarakat. Prosiding Lokakarya; Sukabumi, 20-22 Mei 1986. Jakarta: Perum perhutani. Hlm 293-302.

Pusat Pelebahan Apriari Pramuka. 2003. Lebah madu: Cara Beternak dan pemanfaatan. Jakarta: Penebar Swadaya

Sihombing DTH. 1997. Ilmu Ternak Lebah

madu. Yogyakarta: gajah mada

Univ Pr.

Singh S. 1962. Beekeeping in India. New

Delhi: Indian Council of

Agricultural Research.

Siswandono, Soekarhjo B. 1995. Kimia

medisinal. Surabaya: Airlangga Univ. Pr.

Sumopastowo RM, Supapto RA. 1980. Beternak Lebah madu Modern. Jakarta: Bharatara Karya Aksara. Suwanda O. 1986. Pengolahan produksi

lebah madu dan pemasarannya. Di

dalam: Pembudidayaan Lebah

Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Prosiding Lokakarya, Sukabumi,

20-22 Mei 1986. Jakarta: Perum Perhutani. Hlm 173-180.

Winingsih W.2004. Kediaman lebah sebagai antibiotik dan antikanker.

Yahya H. 1999. Keajaiban lebah madu. http//harunyahya.com/indo/artikel/0 06.htm [18 jan 2006].

Yahya H. 2004. Lebah madu pembuat

sarang yang sempurna.

http//harunyahya.com/indo/buku/le bah madu2.htm [18 Jan 2006]. Yulia R. 2006. Kandungan tanin dan potensi

antibakteri Streptococus mutans

daun teh var. Assamica pada

berbagai tahap pengolahan.

[skripsi]. Bogor Program Biokimia Fakultas matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Institut

Pertanian Bogor.

Yuramen, Eryanti Y, Nurbalatif. 2002. Uji aktifitas antimikroba minyak atsiri dan ekstrak metanol lengkuaas

(Alpinia galanga). [terhubung

berkala].

http://www.unri.ac.id/jurnal_natur/v ol4/yuharmen.pdf [16 agus 2006] Zuhud EAM, Rahayu WP, Wijaya H, Sari

PP. 2001. Aktivitas antimikroba

ekstrak kedawung (Parkia

(13)

POTENSI PROPOLIS LEBAH MADU

APIS MELIFERA spp

SEBAGAI BAHAN ANTIBAKTERI

GITA AGUSTRINA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

ABSTRAK

GITA AGUSTRINA. Potensi Propolis Lebah Madu

Apis melifera

spp Sebagai

Bahan Antibakteri. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan SURYANI.

Propolis diketahui memiliki aktivitas antimikrob sehingga dapat melawan

berbagai penyakit dari berbagai macam mikroba. Mengkonsumsi propolis

diketahui tidak memberikan dampak resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan informasi aktivitas antibakteri dari propolis lebah madu

Apis

melifera

terhadap 2 bakteri uji standar (

S. mutans. E. coli)

. Konsentrasi propolis

yang diujikan yaitu 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6.25%, 3.13% dan dibandingkan

dengan propolis komersil, ampisilin (kontrol positif) dan akuades (kontrol

negatif). Parameter yang diamati adalah terbentuknya zona bening dan jumlah

koloni yang terbentuk dari uji hitungan cawan. Dari berbagai konsentrasi tersebut

didapatkan bahwa propolis dari lebah madu

A. melifera

dapat menghambat

aktivitas antibakteri pada Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

6.25%. Didapatkan efektifitas propolis

A. melifera

terhadap propolis komersil

adalah 105.595% untuk

S. mutans

dan 96.770% untuk

E. coli.

Efektifitas terhadap

ampisiln pada bakteri

S. mutans

97.147% dan

E. coli

98.670%.

(15)

ABSTRACT

GITA AGUSTRINA. Potency of Propolis

Apis melifera

spp as Antibacterial

Material. Under the direction of I MADE ARTIKA and SURYANI.

Propolis is known to have antimicrobial activity which can counter many

diseases of various kinds of microbes. Also propolis consumption are known not

to give any resistance effect. This study aimed to obtain information on the

antibacterial activity of propolis

Apis melifera

spp against to standard test bacteria

(

S. mutans. E. coli

). Propolis concentration tested is 100%, 50%, 25%, 12.5%,

6.25%, 3.13% and compared with commercial propolis, ampicillin (positive

control) and distilled water (negative control). The parameters were the formation

of clear zone and the number of colonies formed from the test plate count.

Observing from the various propolis concentrations above, the propolis

A.

melifera

can inhibit the antibacterial activity on Minimum Growing Inhibitory

Concentration (KHTM) at 6.25% concentration. The research carried out for this

study obtained propolis an

A. melifera

effectivity is 105,595% compared to

commercial propolis against

S. mutans

, and 96.770% for

E. coli.

The other hand

propolis an

A. melifera

effectivity compared to ampicillin is 97.147% against

S.

mutans

and 98.670% against

E. Coli

.

(16)

POTENSI PROPOLIS LEBAH MADU

APIS MELIFERA

spp

SEBAGAI BAHAN ANTIBAKTERI

GITA AGUSTRINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul : Potensi Propolis Lebah Madu

Apis melifera

spp Sebagai Bahan

Antibakteri

Nama : Gita Agustrina

NIM : G44103019

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. I Made Artika, M. App. Sc.

Dr. Suryani, M.Sc

Ketua

Anggota

Diketahui

Dr.Ir. I Made Artika, M. App. Sc.

Ketua Departemen Biokimia

(18)

PRAKATA

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji dan syukur

penulis ucapkan

kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul

yang dipilih dalam penelitian adalah Potensi Propolis Lebah Madu

Apis melifera

spp sebagai bahan antibakteri.

Terima kasih kepada Dr. Ir. I Made Artika, M App. Sc. selaku

pembimbing utama dan Dr. Suryani, M.Sc selaku pembimbing kedua atas arahan,

bimbingan, saran, serta dorongan semangat yang diberikan. Ucapan terima kasih

penulis tujukan kepada bapak Biswardi (ayah), ibu Felsofriati, adik (Putri

Wulandari dan Wido Mandala), dan uda Feri Susandi serta keluarga yang telah

memberikan dukungan moril, doa dan kasih sayangnya. Penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada seluruh staff di Laboratorium Biokimia yang

telah membantu penulis selama penelitian ini. Terima kasih juga penulis

sampaikan kepada teman-teman di Laboratorium Biokimia dan teman- teman

Biokimia 40 khususnya Ni Putu Ayu Saraswati atas dukungan dan doanya.

Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

dari berbagai pihak. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Januari 2011

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Limbanang, Padang pada tanggal 3 Agustus 1985

dari ayah Biswardi dan ibu Felsofriati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga

bersaudara.

Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas

Negeri 1 Harau dan pada tahun yang sama melanjutkan studi ke Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti

perkuliahan penulis pernah menjadi staf Departemen Sumberdaya Manusia

Imasika (Ikatan Mahasiswa Kimia) dan staff kewirausahaan di himpunan profesi

Biokimia CREBs (

Community of Research and Education in Biochemistry

).

Penulis juga aktif di organisasi daerah IPMM (Ikatan Pelajar mahasiswa Minang)

dan IKMP (Ikatan Pelajar Mahasiswa Payakumbuh). Penulis melakukan Praktik

Lapangan di Laboratorium Biokimia Mikroba Bidang Mikrobiologi, Pusat

Penelitian Biologi, LIPI

kota Bogor dari bulan Juli sampai Agustus 2006, dengan

judul laporan ilmiah Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Aktivitas

Actinomycetes

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Propolis ... 1

Antibakteri... 2

Bakteri uji ... 3

Streptococus mutans

... 3

Escheria coli

... 3

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ... 4

Metode Penelitian ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Ekstrak Propolis ... 5

Hasil Analisis Fitokimia ... 5

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum ... 6

Perbandingan Aktivitas Ekstrak Propolis terhadap Aktivitas Propolis

Komersial ... 7

Perbandingan Aktivitas Ekstrak Propolis dan Ampisilin 10 mg/mL ... 7

Potensi Propolis dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri ... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 8

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Streptococus mutans

... 3

2

Escheria coli

... 3

3

Uji KHTM pada

S. mutans

... 6

4 Uji KHTM pada

E. coli

... 6

5 Perbandingan zona bening ekstrak propolis dan propolis komersil ... 7

6 Perbandingan zona bening ekstrak propolis dan ampisilin... ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tahapan penelitian ... 11

2 Tahapan uji aktivitas antibakteri ... 12

3 Tahapan peremajaan kultur bakteri ... 12

4 Data rendemen ektrak propolis ... 13

5 Efektifitas antibakteri ekstrak propolis ... 13

6 Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum

S.mutans

... 14

7 Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum

E.coli

... 14

(22)

PENDAHULUAN

Indonesia telah dikenal memiliki

berbagai jenis lebah lokal. Salah satu lebah lokal yang dikenal masyarakat adalah jenis Apis melifera spp. Lebah Apis melifera dipelihara masyarakat secara terbatas dalam tempat- tempat pengembangan lebah. Lebah Apis melifera menghasilkan lebih banyak madu dibandingkan dengan lebah lokal jenis lain seperti Trigona spp, tapi menghasilkan

lebih sedikit propolis (Singh 1962).

Penelitian terhadap lebah madu Trigona sudah banyak dilakukan dibandingkan pada lebah madu Apis melifera spp. Hal tersebut

yang mendasari dilakukan penelitian

antibakteri propolis terhadap Apis melifera spp.

Propolis merupakan salah satu produk alami lebah madu yang banyak manfaatnya. Khasiat propolis yang dihasilkan lebah sudah banyak dikenal.. Beberapa penemuan dan penelitian memberikan informasi bahwa

propolis bersifat sebagai antimikrob,

antibakteri, antivirus dan anti fungi. Bagi lebah sendiri, propolis digunakan untuk menambal retak dan menutup celah sarang, melindungi telur dari kebusukan serta mensterilkan makanannya.

Propolis merupakan alternatif baru bahan yang dapat digunakan sebagai antibiotik. Kandungan kimia propolis bergantung pada tumbuhan sekitarnya, musim pengambilan dan letak geografis tempat pengambilan.

Sarang lebah yang digunakan pada

penelitian ini adalah sarang lebah yang

berada pada daerah madu pramuka

wiladatika cibubur.

Penyedian obat untuk tujuan kesehatan sangat penting. Salah satu obat yang digunakan adalah antibiotik. Penggunaan

antibiotik secara berlebihan dapat

menimbulkan masalah resistensi, oleh

karena itu dipilih alternatif pengobatan dari

produk-produk alami yang jarang

menimbulkan resistensi. Kelebihan propolis sebagai obat alami dibandingkan dengan bahan sintetik adalah lebih aman, tidak menimbulkan resitensi, serta efek samping yang kecil, selain itu propolis sebagai

antibiotik memiliki selektivitas tinggi

(Winingsih 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan informasi aktivitas antibakteri

dari propolis lebah madu Apis melifera

terhadap 2 jenis bakteri uji standar S. mutan dan E .coli serta menentukan Konsentrasi Tumbuh Hambat Minimum (KHTM) ekstrak

propolisnya. Hipotesis penelitian ini adalah bahwa ekstrak propolis dari lebah madu Apis malifera bersifat sebagai antibakteri. Hasil penelitian diharapkan bisa memberikan

informasi ilmiah mengenai aktivitas

antibakteri dari lebah madu Apis malifera.

TINJAUAN PUSTAKA

Propolis

Propolis adalah resin lengket yang

dikumpulkan oleh lebah madu yang

digunakan sebagai lem untuk sarangnya. Lebah mengumpulkan bahan ini dari pucuk daun yang muda, kulit kayu, dan dari bagian tumbuhan lain (Gojmerac 1983). Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yaitu

pro” yang artinya sebelum atau pertahanan

dan “ polis” artinya kota atau sarang lebah. Jadi, propolis adalah pertahanan kota atau disebut juga sebagai sistem pertahanan pada sarang lebah. Karena sifatnya yang lengket seperti lem, propolis disebut juga sebagai bee-glue ( Anonim 2009).

Propolis lebah madu bersifat anti bakteri yang membunuh semua kuman penyakit yang masuk ke sarang lebah. Biasanya propolis digunakan oleh lebah pekerja untuk melapisi bagian dalam rongga sarang dan mengurangi ukuran pintu masuk sarang. Hal tersebut bertujuan untuk menggunakan efek antibakteri dan antifungi propolis sehingga

melindungi koloninya dari penyakit.

Propolis sering disebut dengan Russian

penicillin karena terkait dengan penelitian intensif para ilmuwan Rusia pada lebah pekerja. Propolis merupakan antimikroba yang kuat yang melawan berbagai infeksi bakteri, fungi, bahkan bakteri Streptococus sp telah menunjukkan reaksi yang sensitif

terhadap propolis (Draper’s Super Bee

Apriaries 2007). Karena kemampuan

antimikrobanya, propolis disebut “antibiotik alami”.

Senyawa aktif yang memberikan efek antibakteri adalah pinochembrin, galangin, asam kafeat, dan asam ferulat. Senyawa

antifunginya adalah pinochembrin,

pinobanksin, asam kafeat, benzil ester, sakuranetin, dan pterostilbene. Zat aktif yang diketahui bersifat antibiotik adalah asam ferulat. Zat ini efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif. Asam ferulat juga berfungsi dalam proses pembekuan darah

sehingga bisa dimanfaatkan untuk

(23)

Secara kimia, propolis sangat kompleks dan kaya akan senyawa asam benzoat, asam kafeat, asam sinamat dan asam fenolat. Propolis juga mengandung flavonoid yang sangat tinggi sehingga propolis bewarna kuning sampai coklat tua, bahkan ada yang transparan. Pada temperatur di bawah 15 0C, propolis keras dan rapuh, tapi kembali lebih lengket pada temperatur yang lebih tinggi (25- 45 0C). Propolis umumnya meleleh pada temperatur 60- 69 0C dan beberapa sampel mempunyai titik leleh di atas 100 0C (Woo 2004).

Bahan pelarut yang sering digunakan untuk mengekstrak propolis adalah etanol, eter, glikol, dan air. Beberapa pelarut yang bervariasi sering digunakan untuk ekstraksi yang bertujuan untuk menganalisis sifat kimia dan unsur-unsur yang terdapat di dalam propolis. Banyak dari komponen bakterisidal dalam propolis dapat larut di dalam alkohol atau air (Woo 2004).

Propolis adalah antibiotik alami yang aman untuk digunakan dibandingkan dengan bahan sintetik lainnya. Kelebihannya adalah lebih aman serta efek samping yang kecil. Satu satu efek samping yang terjadi dan itupun jarang terjadi adalah alergi. Selain itu propolis juga memiliki selektivitas tinggi yang tidak hanya membunuh penyebab penyakit. (Winingsih 2004).

Antibakteri

Antibakteri adalah obat atau senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang bersifat merugikan manusia. Beberapa istilah yang

digunakan untuk menjelaskan proses

pembunuhan bakteri yaitu germisid,

bakterisida, bakteriostatik, antiseptik,

desinfektan (Pelczar dan Chan, 1988). Beberapa jenis senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri adalah sodium benzoat, senyawa fenol, asam-asam organik asam lemak rantai medium dan esternya, sorbet, sulfur dioksida dan sulfit, nitrit, senyawa kolagen dan surfaktan, dimetil karbonat dan metil askorbat. Antibakteri alami baik dari

produk hewani, tanaman maupun

mikroorganisme misalnya bakteriosin. Zat antibakteri dapat bersifat bakterisidal

(membunuh bakteri), bakteriostatik

(menghambat pertumbuhan bakteri), dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri

dipengaruhi oleh berbagai faktor,

diantaranya : 1) konsentrasi zat antimikroba, 2) jenis, jumlah, umur, dan keadaan mikroba, 3) suhu, 4) waktu, dan 5) sifat-sifat kimia dan fisik makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah komponen didalamnya ( Todar 1997).

Ruang lingkup bakteri yang dapat dipengaruhi oleh zat antibakteri disebut dengan spektrum antibakteri. Berdasarkan spektrum aksinya, zat antibakteri dibagi menjadi 3, yaitu : 1) Spektrum luas, zat antibakteri dikatakan berspektrum luas

apabila zat tersebut efektif melawan

prokariot, baik membunuh atau menghambat bakteri gram positif dan gram negatif dalam ruang lingkup yang luas. 2) Spektrum sempit, zat antibakteri yang efektif melawan sebagian bakteri gram positif atau negatif. 3) spektrum terbatas, zat antibakteri yang efektif melawan suatu spesies bakteri tertentu (Fardiaz 1989).

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dikenal sebagai Kadar Hambat Tumbuh Minimal (KHTM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi

bakterisida bila kadar antibakterinya

ditingkatkan melebihi KHTM (Setiabudy dan Gan, 1995).

Menentukan aktivitas antibakteri bisa

menggugunakan metode difusi agar.

Kerugian dari penggunaan difusi agar adalah

menggunakan sumuran dan dapat

memberikan hasil kesalahan negatif yang lebih besar karena data yang diperoleh merupakan data kualitatif. Selain itu mikroba uji harus memiliki pertumbuhan yang cepat dan tidak dapat digunakan untuk mikroorganisme anaerobik.

Metode pengenceran juga digunakan untuk mendapatkan hasil uji antibakteri. Metode kontak pengenceran ini disiapkan agar soft yang non selektif antimikroba dengan konsentrasi tunggal ditambahkan dalam agar. Bermacam-macam konsentrasi

dibuat untuk memperoleh Minimum

Inhibitor Concentration (MIC) yang realistis

secara statistik. Setelah penambahan

antimikroba ke agar, cawan dituangi agar dan dibiarkan memadat. Mikroorganisme uji diencerkan sampai sekitar 1 gram 7 CFU/ml

dan ditambahkan ke cawan sebanyak 1-2 μl.

(24)

Beberapa keuntungan menggunakan metode pengenceran adalah hasil data kuantitatif yang akurat, dapat digunakan untuk uji beberapa strain dengan kecepatan

pertumbuhan yang bermacam-macam

anaerobik maupun mikrofilik, adanya

kontaminasi mudah diketahui, dan medium dapat mengandung bahan tidak tembus cahaya.

Bakteri Uji

Streptococcus mutans

Streptococcus mutans ditemukan pertama

kali oleh Clarke pada tahun 1924.

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif dan bersifat anaerobik fakultatif (Gambar 1). Bakteri ini bersama S. sanguis biasanya ditemukan di dalam mulut manusia

sebagai penyebab penyakit gigi

(Vanogradov 2004). Umumnya spesies ini menunjukkan kegemaran untuk berkoloni pada bagian mulut. Streptococus merupakan genus paling besar dari total populasi bakteri

pada plak gigi. Streptococus dapat

diidentifikasi menjadi beberapa spesies, yaitu S. mutans, S. sanguis, S. salivanus, S. bovis, dan S. mileri.. Penelitian taksonomi menyatakan bahwa spesies ini bersifat non motil, uji katalase negatif dan termasuk gram positif (Hamada dan Slade 1980).

Gambar 1 Bakteri Uji Streptococus mutans (sumber Wikipedia, 2010)

Tertahannya kedua spesies ini pada permukaan gigi adalah akibat sifat adhesif

baik dari glikoprotein liur maupun

polisakarida bakteri. Glikoprotein liur

mampu menyatukan bakteri tertentu dan

mengikatnya pada permukaan gigi. S.

mutans dan S. sanguis menghasilkan polisakarida ekstraselular yang disebut dekstran yang bekerja seperti perekat. Agregasi bakteri dan bahan organik pada permukaan gigi disebut plak (Pelczar & Chan 2008).

Dinding selnya mengandung polimer

umum yaitu peptidoglikan, kelompok

polisakarida spesifik. S. mutans dapat

memproduksi enzim ekstraseluler

glukosiltransferase (Gtase) dan

fruktosiltransferase (Ftase). S. mutans

bersifat patogenitas yang disebabkan karena

kemampuannya dalam membentuk

Intraceluler iodine-staining polysaccharides (IPS) (Hamada dan Slade 1980).

Escherichia coli

Escherichia coli umumnya merupakan mikrob yang secara normal terdapat pada saluran pencernaan hewan dan manusia.

Penyebarannya melalui kotoran yang

mencemari air atau lingkungan. Bakteri ini berbentuk batang dengan panjang 2.0-6.0 µm, tidak berkapsul, tidak berspora, dan

memiliki fimbria (Gambar 2). Saat

ditumbuhkan di media agar, E. coli akan

membentuk koloni berwarna putih

kekuningan. Nilai pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7.0-7.5 dan kisaran suhu optimumnya adalah 37ºC (Madigan 2005).

Gambar 2 Bakteri Uji E. coli (sumber Wikipedia, 2010)

Bakteri ini menggunakan asetat dan berbagai sumber karbon organik lainnya kecuali sitrat. Kontaminasi E. coli dapat terjadi pada makanan, biasanya berawal dari tercemarnya air yang digunakan. Secara normal bakteri ini menguntungkan karena

dapat menghasilkan vitamin K yang

diperlukan sebagai faktor pembekuan darah,

namun beberapa galur dapat menyebabkan peradangan saluran pencernaan, infeksi saluran urin dan daerah sekitar paha (Pelczar & Chan 2005).

E. coli merupakan bakteri normal usus,

tetapi kelebihan bakteri ini bisa

menyebabkan diare. Pengobatan terhadap bakteri tidak selalu dapat disembuhkan dengan obat dan lebih sering dilakukan

dengan menggunakan tetrasiklin,

(25)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan bahan yang digunakan adalah 150 gram propolis kasar Apis melifera sp. yang berasal dari peternakan lebah Apriari Cibubur, bakteri S. mutan, E. coli, media cair PYG (pepton yeast, glukosa), media padat PYG, etanol 70%, propilen glikol teknis, natrium fluorida (NaF), pereaksi pereaksi uji fitokimia dan aquades.

Alat alat yang digunakan adalah autoklaf,

shaker, rotavapor,spektofotometer UV,

laminar air flow cabinet, inkubator, mikropipet, neraca analitik, alat penghitung koloni, vortex, jangka sorong, mortar, jarum ose, cawan petri, dan beberapa alat gelas.

Metode penelitian

Ektraksi propolis (Mtienzo dan Lamorena 2004)

Ektraksi dilakukan dengan cara maserasi sarang lebah Apis melifera dengan pelarut etanol 70%. Sebanyak 150, 73 gram propolis kasar Apis malifera sp direndam dengan 500 mL etanol 70%. Suspensi tersebut ditutup dan dikocok dengan shaker di ruang gelap selama satu minggu. Setelah itu, suspensi tersebut disaring filtratnya diambil dan residunya dimaserasi kembali. Selanjutnya filtrat tersebut diambil setiap hari selama 6 hari. Setelah 6 hari, filtrat terakhir yang dihasilkan berwarna jernih dan teknik maserasi dihentikan.

Setelah filtrat terkumpul, kemudian filtrat dipekatkan dengan menggunakan rotavapor

pada suhu 45 0C. Ekstrak pekat yang

diperoleh ditimbang untuk mengetahui rendemennya. Ekstrak tersebut dilarutkan dalam propilen glikol sebanyak satu kali volumenya sehingga konsentrasi murni propolis sebesar 50% dari total ekstrak propolis. Untuk selanjutnya konsentrasi 50% ekstrak propolis Apis melifera sp disebut sebagai propolis 100% dan konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan propolis 100%.

Analisis Fitokimia (Harbone 1987) Analisis ini merupakan uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak propolis. Analisis fitokimia dilakukan dengan metode Harbone 1987. Identifikasi yang dilakukan adalah uji alkaloid, uji tanin, uji flavonoid, uji saponin, uji steroid dan uji minyak atsiri.

Uji alkaloid. Sampel propolis dengan

pengenceran 1:2 sebanyak 0,3 mL

ditambahkan 1,5 mL kloroform dan 3 tetes

ammonia, kemudian fraksi kloroform

diasamkan dengan 2 tetes asam sulfat. Bagian asamnya diambil dan ditambah

reagen Dragendrof, Meyer, Wagner.

Keberadan alkaloid dalam sampel ditandai dengan terbentuknya endapan merah dengan penambahan reagen Dragendrof, endapan putih dengan Reagen Mayer, dan endapan putih dengan reagen Wagner.

Uji Tanin. Sampel propolis dengan pengenceran 1:10 dididihkan selama 5 menit. Selanjutnya dipindahkan 3 tetes sampel ke papan dan ditambahkan 3 tetes FeCl3 1% (v/v). Keberadaan senyawa tanin

dalam sampel ditandai dengan terbentuknya warna biru tua atau hijau kehitaman.

Uji Flavonoid. Sampel propolis dengan pengenceran 1:2 sebanyak 0,3mL dicampur dengan 1,5 mL metanol. Dipanaskan pada suhu 50 0C selama 5 menit. Kemudian 5 tetes larutan dipindahkan ke papan uji dan ditetesi 5 tetes asam sulfat pekat. Warna merah yang terbentuk menunjukan sampel mengandung flavonoid.

Uji saponin. Sampel propolis dengan pengenceran 1:10 sebanyak 10 mL dikocok selama 10 menit. Selanjutnya didiamkan selama 15 menit dan dilihat tinggi buih yang terbentuk. Keberadaan senyawa saponin

dalam sampel ditunjukkan dengan

terbentuknya buih yang stabil dengan tinggi lebih dari 1 cm.

Uji steroid dan triterpenoid. Sampel

propolis dengan pengenceran 1:10

dilarutkan ke dalam 2 mL etanol 30% dan di panaskan. Filtratnya diuapkan dan ditambah 1 mL eter. Fraksi eter sebanyak 5 tetes dipindahkan ke papan uji dan ditambahkan 3 tetes anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Warna merah atau ungu yang terbentuk menunjuakn bahwa sampel mengandung senyawa triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya senyawa steroid. Uji minyak atsiri. Sampel propolis dilarutkan dengan metanol teknis dan

diuapkan hingga kering. Jika berbau

aromatis yang spesifik maka sampel

mengandung minyak atsiri. Uji Pendahuluan

(26)

0

C. Kemudian bakteri dengan volume tertentu di pipet ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan 20 mL media padat PYG,

kemudian digoyang-goyangkan sampai

bakteri tersebut merata. Selanjutnya, bahan bakteri tersebut didiamkan sampai memadat. Setelah memadat, biakan dilobangi dengan diameter ± 5 mm. Sebanyak 50 µL propolis dimasukan ke dalam lobang tersebut lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Sampel memperlihatkan adanya zona bening berati itu menadakan adanya aktivitas antibakteri.

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

Penentuan KHTM dilakukan setelah

ekstrak propolis diketahui mempunyai

aktivitas antibakteri. Tahap pertama yaitu

dengan pengenceran propolis dengan

aquades sehingga didapatkan beberapa konsentrasi (100% sampai 3.13%) v/v). Tiap konsentrasi dimasukkan sebanyak 50 µL kedalam lubang media PYG padat yang mengandung bakteri berbeda. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C.

Aktivitas antibakteri diperoleh dengan

mengukur zona bening disekitar lobang sampel dengan menggunakan jangka sorong. Uji aktivitas antibakteri Metode Hitungan Cawan

Sampel yang digunakan adalah propolis dengan konsentrasi KHTM. Sebanyak 1 ose biakan bakteri dikulturkan di dalam 10 mL PYG cair lalu diinkubasi pada suhu 370 C selama 18 jam. Kultur ini harus dibuat segar, hal ini untuk mengkondisikan agar umur bakteri yang digunakan sama yaitu 24 jam. Sebanyak 1% inokulum atau 30 µL bakteri dari kultur bakteri yang sudah

diinkubasikan selama 24 jam tadi

dimasukkan ke dalam 3 mL PYG cair steril yang mengandung sampel berbeda lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Selanjutnya setelah 24 jam masing masing kultur bakteri dari sampel yang berbeda

dilakukan pengenceran serial sampai

1:1000000 dengan menggunakan NaCl 0,9%.

Setelah itu sebanyak 100 µL biakan bakteri hasil pengenceran di pipet kedalam cawan petri lalu dituangkan media PYG

padat pada suhu 45 0C digoyang dan

dibiarkan memadat. Setelah media memadat, biakan di inkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Bakteri yang tumbuh berupa koloni koloni dihitung jika masa inkubasi selesai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Ekstrak Propolis

Metode yang digunakan untuk

mengestrak propolis adalah metode

maserasi. Maserasi merupakan teknik

ekstraksi yang dilakukan untuk bahan yang tidak tahan panas dengan cara perendaman di dalam pelarut tertentu. Maserasi adalah suatu metode dengan cara merendam propolis kasar dalam pelarut tertentu selama dalam waktu tertentu. Propolis bersifat, termostabil, keras dan liat pada suhu 15 0C dengan titik didih 60-69 0C, larut etanol dan sedikit larut dalam air sehingga untuk menjaga kestabilan komponen-komponen aktifnya propolis dan hasil ekstraksinya disimpan pada suhu tidak lebih dari 25 0C, ditempatkan pada tempat yang gelap dan tidak langsung terkena sinar matahari (Woo 2004).

Pelarut yang digunakan pada metode ini adalah etanol 70%. Menurut Harbone (1987) diacu pada Anggaraini (2006) etanol 70% dapat mengestrak flavonoid yang merupakan senyawa aktif yang banyak terdapat dan terpenting dalam propolis. Oleh sebab itu

penggunaan pelarut etanol dapat

meningkatkan jumlah senyawa aktif yang

terekstraksi. Etanol bersifat semipolar

sehingga zat aktif yang terdapat dalam propolis dengan nilai kepolaran yang beragam dapat terekstraksi sempurna.

Ekstraksi propolis dengan maserasi

menggunakan etanol 70% akan

menghasilkan rendemen 20% lebih tinggi daripada menggunakan etanol absolut.

Berdasarkan hasil ekstraksi, rendemen

propolis diperoleh sebesar 1.08% (Lampiran 4). Rendemen yang diperoleh tergantung pada metode ekstraksi dan warna propolis.

Propolis yang warna gelap akan

menghasilkan rendemen lebih tinggi

dibandingkan dengan warna yang lebih muda. Hal ini dikarenakan kandungan flavonoidnya lebih banyak. Propolis pada penelitian ini berwarna coklat muda.

Hasil Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan untuk

mengidentifikasi secara kualitatif golongan senyawa aktif antibakteri pada propolis yang telah diekstrak. Berdasarkan hasil penelitian, di dalam ekstrak dan propolis komersil terkandung senyawa aktif yang sama, yaitu

(27)

hidrokoinon, tanin, minyak atsiri, streoid, saponin, dan gula pereduksi . Hasil analisis fitokimia dapat dilihat pada Tabel 1.

Menurut Pelczar & Chan (1998) senyawa yang bersifat sebagai antimikroba antara lain adalah alkohol, senyawa fenolik, klor, iodium, dan etilen oksida. Golongan flavonoid dan pigmen kuinon memberikan warna pada propolis. Flavonoiod pada propolis berbeda dengan yang ada pada tumbuhan. Flavonoid pada propolis tidak mengandung glikosida sedangkan pada

tumbuhan sebagian besar flavonoid

mengandung glikosida.

Senyawa tanin dalam ekstrak propolis diduga memiliki sifat antimikrob karena

kemampuannya dalam menginaktifkan

protein, enzim, dan lapisan protein transpor.

Sifat antibakteri dari senyawa tanin

didukung dengan penelitian oleh Yulia ( 2006) yang menyatakan bahwa senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak teh dapat

menghambat pertumbuhan bakteri

kariogenik.

Saponin adalah glikosida triperna dan sterol yang banyak terdapat di dalam tanaman. Saponin berasa pahit, berbusa dan bersifat hemolisis terhadap sel darah merah. Uji terhadap saponin positif yang ditandai dengan adanya busa pada pengocokan propolis. Karena sifatnya yang seperti sabun, saponin bersifat sebagai antibakteri. Saponin menurunkan tegangan permukaan membran lipid bakteri sehingga dapat menghambat pertumbuahan bakteri.

Tabel 1 Hasil analisis fitokimia ekstrak propolis

senyawa Hasil

Ekstrak Propolis

komersil

Alkaloid  

Tanin  

Flavonoid  

Saponin  

Steroid &Tripenoid   Minyak Atsiri  

Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak propolis yang di dapat mengandung senyawa tripernoid. Tripernoid dapat ditemukan pada lapisan lilin buah, damar, kulit, batang dan

getah yang memungkinkan digunakan

sebagai sumber resin propolis oleh lebah. Rasa pahit pada ekstrak pada propolis

disebabkan adanya senyawa triperna dalam ekstrak tersebut.

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terendah dari antibakteri pada

ekstrak propolis yang masih dapat

menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Konsentrasi yang digunakan bervariasi antara 100%- 3.13% (v/v). Parameter adanya penghamabatan pertumbuhan bakteri yaitu dengan

Gambar

Gambar 3 Uji KHTM pada S.mutans
Gambar 5 Perbandingan zona bening ekstrak                    propolis dan propolis komersil
Gambar 2 Bakteri Uji E. coli (sumber
Tabel 1 Hasil analisis fitokimia ekstrak propolis
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian terhadap khasiat propolis telah banyak dilakukan terutama pada lebah jenis Apis namun belum ada pada Trigona spp.. Penelitian ini bertujuan untuk

Pengujian aktivitas antimikrob yang dilakukan propolis terhadap isolat mikrob penyebab ketombe merupakan suatu langkah yang kongkrit dalam usaha pencarian alternatif

(2000) terhadap 4 contoh propolis yang berasal dari Brazil, Peru, Belanda, dan China menunjukkan bahwa semua propolis tersebut memiliki aktivitas antiradikal bebas

Hasil pengujian konsentrasi hambat minimum pada ekstrak daun cincau hijau menunjukkan bahwa dengan konsentrasi ekstrak sebesar 0,4 g/ml telah mampu untuk menghambat

Dari hasil pengukuran uji aktivitas antibakteri ekstrak air daun ashitaba, dapat diketahui bahwa Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak air daun ashitaba terhadap

Dari hasil penelitian tentang uji daya hambat ekstrak etanol propolis pada konsentrasi 40%, 60% dan 80% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans,

Selanjutnya dilakukan pembuatan sediaan nanopropolis dengan metode Aimi yang dimodifikasi, dengan harapan dapat lebih efektif dibandingkan sediaan propolis

Pengujian aktivitas antimikrob yang dilakukan propolis terhadap isolat mikrob penyebab ketombe merupakan suatu langkah yang kongkrit dalam usaha pencarian alternatif