• Tidak ada hasil yang ditemukan

Iradiasi Sinar Gamma Pada Lima Genotipe Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz ) Dan Pengujian Awal Stabilitas Mutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Iradiasi Sinar Gamma Pada Lima Genotipe Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz ) Dan Pengujian Awal Stabilitas Mutan"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

IRADIASI SINAR GAMMA PADA LIMA GENOTIPE

UBI KAYU (

Manihot esculenta

Crantz.)

DAN PENGUJIAN AWAL STABILITAS MUTAN

SADEWI MAHARANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Iradiasi Sinar Gamma pada Lima Genotipe Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) dan Pengujian Awal Stabilitas Mutan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Sadewi Maharani

(4)

RINGKASAN

SADEWI MAHARANI. Iradiasi Sinar Gamma pada Lima Genotipe Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) dan Pengujian Awal Stabilitas Mutan. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA, MUHAMAD SYUKUR, dan SINTHO WAHYUNING ARDIE.

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan utama ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Selain dimanfaatkan sebagai tanaman pangan (food) dan bahan baku berbagai macam industri, ubi kayu juga dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak (feed), dan bahan baku energi yang dapat diperbaharui (biofuel). Ubi kayu umumnya diperbanyak secara vegetatif karena bunga hanya dapat terbentuk pada ketinggian di atas 800 m dpl, sehingga keragaman ubi kayu menjadi sempit. Permintaan terhadap ubi kayu semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk, namun diikuti dengan menurunnya luas panen ubi kayu di Indonesia. Hal ini menyebabkan kebutuhan ubi kayu di dalam negeri menjadi tidak terpenuhi dan menyebabkan terjadinya impor. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keragaman ubi kayu untuk mendapatkan kandidat tanaman dengan karakter daya hasil tinggi melalui induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang nilai lethal dose (LD20 dan LD50) pada lima genotipe ubi kayu, memperoleh informasi tentang keragaman fenotipe ubi kayu generasi M1V1, mengidentifikasi mutan (putatif) ubi kayu potensial generasi M1V1 berdaya hasil tinggi, memperoleh informasi tentang keragaan mutan (putatif) ubi kayu potensial, dan menguji tingkat stabilitas mutan (putatif) ubi kayu potensial generasi M1V2.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan pada setek batang yang berasal dari batang bagian pangkal, tengah, dan ujung pada lima genotipe ubi kayu menimbulkan keragaman fenotipe ubi kayu. Nilai LD20-50 ubi kayu genotipe Jame-jame, Ratim, UJ-5, Malang-4, dan Adira-4 berturut-turut adalah 24.94-33.24 Gy, 24.06-29.53 Gy, 18.80-29.50 Gy, 7.53-18.47 Gy, dan 21.81-30.71 Gy. Genotipe Malang-4 memiliki LD20 (7.53 Gy) dan LD50 (18.47 Gy) terendah, sedangkan Jame-jame memiliki LD20 (24.94 Gy) dan LD50 (33.24 Gy) tertinggi. Mutan-mutan (putatif) potensial yang terbentuk (32 mutan) berada pada kisaran LD20 dan LD50, yaitu 15 Gy (20 mutan) dan 30 Gy (6 mutan). Posisi asal setek juga diketahui dapat meningkatkan keragaman fenotipe ubi kayu, dimana setek batang yang berasal dari batang bagian tengah menghasilkan keragaman fenotipe tertinggi jika dibandingkan dengan bagian pangkal dan ujung. Karakter diameter batang, jumlah umbi per tanaman, dan jumlah umbi komersial per tanaman (panjang umbi >20 cm) memiliki korelasi positif sangat nyata terhadap bobot umbi per tanaman. Mutan-mutan (putatif) yang terbentuk dari kelima genotipe pada generasi M1V2 masih belum stabil. Sebanyak 10 mutan (putatif) potensial stabil berdasarkan karakter diameter batang dan ukuran cuping daun dewasa pada generasi M1V2. Kandidat mutan v3d4-1(1), v5d1-2(1), v4d1-2(2), dan v4d1-3(2) berpotensi dikembangkan sebagai bahan baku industri dan bioetanol, sedangkan kandidat mutan v1d1-4(1) dan v4d1-4(3) berpotensi dikembangkan sebagai bahan pangan.

(5)

SUMMARY

SADEWI MAHARANI. Gamma Irradiated of Five Cassava Genotypes (Manihot esculenta Crantz.) and Early Stability Test of Mutant Candidates. Supervised by NURUL KHUMAIDA, MUHAMAD SYUKUR, and SINTHO WAHYUNING ARDIE.

Cassava (Manihot esculenta Crantz.) is the third staple food in Indonesia after rice and corn. In addition to its use as a food crop and various kinds of industrial raw materials, cassava is also used as feed and renewable energy source (biofuel). Cassava is usually vegetatively propagated because its flowers can be formed only on the high elevation area (> 800 m asl), thus the genetic variability of cassava is narrow. Cassava demand grows along with the increasing population, however cassava harvested area in Indonesia is decreasing. This resulted in the high import rate of cassava. In order to fulfill the domestic demand of cassava, high yielding cassava variety need to be developed through efficient crop improvement program. Gamma irradiation is one of strategies to increase the genetic variability of cassava and support the cassava breeding program. The objectives of this research were to obtain information of lethal doses (LD20-50) of gamma irradiation from five cassava genotypes (Jame-jame, Ratim, UJ-5, Malang-4, and Adira-4), to analyze the phenotype variability, to obtain potentially high yielding cassava mutant candidates, to obtain information of potential candidate mutants performance, and to test the genetic stability of the cassava mutant candidates.

The research result showed that gamma irradiation on the basal, middle, and top section of stem cuttings from five cassava genotypes can induce cassava variability. The LD20-50 of cassava genotype Jame-jame, Ratim, UJ-5, Malang-4, and Adira-4 were around 24.94-33.24 Gy, 24.06-29.53 Gy, 18.80-29.50 Gy, 7.53-18.47 Gy, and 21.81-30.71 Gy, respectively. Genotype Malang-4 had the lowest LD20 (7.53 Gy) and LD50 (18.47 Gy), while genotype Jame-jame had the highest LD20 (24.94 Gy) and LD50 (33.24 Gy). High yielding potential mutant candidates (32 mutants) were formed around LD20 and LD50, i.e 15 Gy (20 mutants) and 30 Gy (6 mutants). The irradiated tissue of cassava showed an increase in the phenotypic variability, in which the cuttings on the middle stem showed the highest phenotypic variability compared to the cuttings on the basal and top section of the stem. Tuber weight per plant showed a significant positive correlation with the stem diameter, the number of roots per plants, and the number of commercial roots per plant (length >20 cm). The mutant candidates formed from M1V2 generation of fifth genotypes were not yet stable. Ten potential mutant candidates were potentially stable based on stem diameter and size of lobes of mature leaf characters in the of M1V2 generation. Mutant candidates v3d4-1(1), v5d1-2(1), v4d1-2(2), and v4d1-3(2) can be potentially developed as industrial raw materials and bioethanol, whereas mutants candidates v1d1-4(1) and v4d1-4(3) has the potential to be developed as food.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

IRADIASI SINAR GAMMA PADA LIMA GENOTIPE

UBI KAYU (

Manihot esculenta

Crantz.)

DAN PENGUJIAN AWAL STABILITAS MUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Iradiasi Sinar Gamma pada Lima Genotipe Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) dan Pengujian Awal Stabilitas Mutan Nama : Sadewi Maharani

NIM : A253110251

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi Ketua

Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi Anggota

Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini ialah studi keragaman genetik, dengan judul Iradiasi Sinar Gamma pada Lima Genotipe Ubi Kayu (Manihotesculenta Crantz.) dan Pengujian Awal Stabilitas Mutan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nurul Khumaida, MSi, Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi, dan Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi selaku komisi pembimbing, atas bimbingan, arahan, serta dukungan moril selama penelitian hingga penyelesaian tesis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr selaku dosen penguji serta Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang telah banyak memberi saran. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Hibah Pascasarjana 2012-2014 atas bantuan dana penelitian, kepada Dr. Ir. Suwarto, dan pemerintah daerah Halmahera Utara yang telah membantu dalam penyediaan stok ubi kayu, serta Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN.

Ucapan terima kasih penulis disampaikan kepada Ayahanda tercinta Bapak Agus Munandar dan Ibunda tercinta Sri Yustiaty, serta adik Audry Pusparani yang telah memberikan dukungan moril dan materiil, kasih sayang, dan doa kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh keluarga besar, atas segala dukungan dan doanya, serta kepada Kukuh Roxa Putra Hadriyono dan seluruh rekan-rekan PBT 2011 yang telah membantu, baik selama perkuliahan hingga penulisan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat digunakan untuk kepentingan penelitian, serta kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2015

Sadewi Maharani

(11)

DAFTAR ISI

Klasifikasi dan Karakter Tanaman Ubi kayu 7

Deskripsi Varietas Unggul Ubi Kayu 8

Syarat Tumbuh dan Budi Daya Ubi kayu 9

Pemuliaan Mutasi 11

Iradiasi Sinar Gamma 12

Radiosensitivitas 13

3 RADIOSENSITIVITAS DAN KERAGAMAN UBI KAYU HASIL

IRADIASI SINAR GAMMA 14

4 IDENTIFIKASI MUTAN (PUTATIF) UBI KAYU POTENSIAL HASIL

IRADIASI SINAR GAMMA GENERASI M1V1 32

Abstract 32

5 KERAGAAN MUTAN (PUTATIF) UBI KAYU POTENSIAL DAN

ANALISIS STABILITAS UBI KAYU GENERASI M1V2 41

(12)

7 SIMPULAN UMUM DAN SARAN 55

Simpulan Umum 55

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 62

(13)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik beberapa varietas ubi kayu 8

2 Karakteristik ubi kayu genotipe lokal Halmahera 9 3 Beberapa karakter ubi kayu yang diamati berdasarkan deskriptor 18 4 Nilai LD20 – LD50 pada lima genotipe ubi kayu hasil iradiasi sinar

gamma generasi M1V1 20

5 Rekapitulasi nilai ragam lima genotipe ubi kayu berdasarkan karakter bobot umbi per tanaman pada tiga posisi asal setek ubi kayu 25 6 Nilai tengah diameter batang, ketebalan korteks, jumlah umbi per

tanaman, jumlah umbi komersial, dan bobot umbi per tanaman ubi kayu yang berasal dari setek batang bagian pangkal, tengah, dan

ujung generasi M1V1 26

7 Nilai korelasi antar karakter kuantitatif ubi kayu generasi M1V1 37 8 Mutan (putatif) ubi kayu potensial hasil iradiasi sinar gamma pada

11 Stabilitas individu mutan potensial generasi M1V2 berdasarkan

besaran ragam fenotipe 48

12 Karakteristik kandidat mutan ubi kayu potensial 54

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 4

2 Diagram alir penelitian ubi kayu 6

3 Gamma Chamber 4000A 16

4 Bagian setek ujung, tengah, dan pangkal pada beberapa genotipe ubi

kayu 17

5 Contoh karakter vegetatif jumlah cuping (kiri), warna dan panjang tangkai daun (tengah), dan karakter panen warna korteks (kanan) 18 6 Kondisi umum populasi tanaman ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma

(a) 1 BST, (b) 2 BST, dan (c) 3 BST di kebun percobaan Cikabayan 20 7 Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu

genotipe Jame-jame pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma 21 8 Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu

genotipe Ratim pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma 22 9 Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu

genotipe UJ-5 pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma 22 10 Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu

genotipe Malang-4 pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma 23 11 Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu

(14)

12 Dendogram hasil analisis 34 mutan (putatif) ubi kayu yang dihasilkan

dari setek bagian pangkal 27

13 Dendogram hasil analisis 33 mutan (putatif) ubi kayu yang dihasilkan

dari setek bagian tengah 29

14 Dendogram hasil analisis 27 mutan (putatif) ubi kayu yang dihasilkan

dari setek bagian ujung 30

15 Keragaman karakter jumlah cuping, warna daun, warna tulang daun, dan ukuran cuping pada genotipe asal: (a) Jame-jame; (b) Ratim; (c)

UJ-5; (d) Malang-4; dan (e) Adira-4. 34

16 Keragaman karakter tangkai daun pada genotipe asal: (a) Jame-jame; (b) Ratim; (c) UJ-5; (d) Malang-4; dan (e) Adira-4. 34 20 Pengelompokan mutan (putatif) potensial generasi M1V1 berdasarkan

karakter bobot umbi per tanaman, jumlah umbi per tanaman, jumlah umbi komersial per tanaman, dan diameter batang. 39 21 Penampilan umbi mutan potensial: (a) v3d4-1(1); (b) v4d1-4(3);

(c) v4d1-3(2); dan (d) generasi M1V1 40

22 Kondisi umum populasi mutan ubi kayu generasi M1V2 saat (a) 2 BST dan (b) 6 BST di kebun percobaan Cikabayan 43 23 Keragaan mutan (putatif) ubi kayu generasi M1V2: (a) warna daun v1d1-1(1); (b) v2d1-5(2); (c) v4d2-2(3); v5d1-5(2) 50

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan utama ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Umbi ubi kayu mengandung karbohidrat (termasuk pati) yang digunakan sebagai bahan pangan, pakan serta bahan baku berbagai macam industri. Rawan pangan dan kebutuhan industri berbahan baku pati menyebabkan kebutuhan terhadap ubi kayu meningkat, karena pati ubi kayu dapat bersaing dengan pati lainnya untuk produksi beberapa industri. Sejak krisis energi tahun 1970, dimana cadangan energi fosil dunia semakin langka, mendorong masyarakat dunia mencari pengganti bahan baku energi yang terbaharukan seperti biofuel.

Ubi kayu menjadi salah satu komoditas potensial yang mampu menyediakan bahan baku bioetanol, karena biaya produksi dan energi yang digunakan untuk memproduksi ubi kayu lebih rendah jika dibandingkan dengan tebu (Silalertruksa dan Shabbir 2009). Tanaman tebu dan ubi kayu yang ditanam di Thailand, yang merupakan bahan baku bioetanol dilaporkan mengandung banyak biomassa lignoselulosa, yaitu biomassa pada tanaman yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Berdasarkan data Department of Alternative Energy Development and Efficiency (2009) diketahui bahwa surplus biomassa lignoselulosa secara potensial dapat menghasilkan 11 938.67 ktoe energi per tahun. Batang ubi kayu dapat menghasilkan 1 063 ktoe energi per tahun, sedangkan umbi ubi kayu dapat menghasilkan 799 ktoe energi per tahun.

Potensi produktivitas ubi kayu mencapai 40 ton umbi segar ha-1. Beberapa jenis ubi kayu bahkan memiliki potensi genetik yang mencapai lebih dari 100 ton umbi segar ha-1 (Suwarto 2009). Namun, tingkat produktivitas ubi kayu masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan potensinya. Berdasarkan hasil penelitian Zuraida (2010) rata-rata bobot umbi ubi kayu per tanaman dari 225 aksesi plasma nutfah sebesar 2.45-2.91 kg tanaman-1 atau setara dengan 24.5-29.1 ton ha-1.

Berdasarkan data BPS (2014), produktivitas ubi kayu di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2011 (20.296 ton ha-1) hingga tahun 2014 (22.829 ton ha-1). Produksi ubi kayu di Indonesia juga terus meningkat dari tahun 2011 (24 044 025 ton) hingga 2014 (24 558 778 ton), tetapi sempat mengalami penurunan pada 2013 (23 936 921 ton). Walaupun produksi ubi kayu di Indonesia terus mengalami peningkatan, kenyataannya hingga tahun 2014 Indonesia masih mengimpor ubi kayu dari negara lain. Berdasarkan data Deptan (2014) Indonesia mengimpor ubi kayu dalam bentuk segar dan olahan sebesar 273 295 ton hingga Oktober 2014. Impor terbesar diperoleh dari negara Thailand sebesar 252 439 ton. Hal ini menunjukkan bahwa produksi ubi kayu di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu, produksi dan produktivitas ubi kayu masih harus ditingkatkan sesuai dengan potensi genetik.

(16)

protein. Menurut Sudarmonowati (2012), dibandingkan bahan pangan sumber karbohidrat lain, rasio protein per energi umbi ubi kayu sangat rendah yaitu 7.4 mg kalori-1 dibandingkan dengan jenis lainnya seperti gandum (29.6 mg kal-1), padi (20.2 mg kal-1), jagung (25.6 mg kal-1) dan sorgum (14.4 mg kal-1). Oleh karena itu, perbaikan sifat ubi kayu dengan kandungan nutrisi tinggi (ß-karoten, vitamin atau protein) dan HCN rendah sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi.

Upaya pengembangan industri berbasis ubi kayu dan pemanfaatan ubi kayu sebagai bahan pangan menuntut pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas unggul baru yang memiliki beberapa keunggulan, termasuk berdaya hasil tinggi. Peningkatan potensi hasil dapat dilakukan apabila tersedia sumber keragaman genetik yang cukup. Ubi kayu merupakan tanaman yang membiak vegetatif dan hanya berbunga pada ketinggian di atas 800 m dpl. Hal ini menyebabkan ubi kayu memiliki keragaman genetik yang rendah, sehingga perlu dilakukan peningkatan keragaman genetik. Keragaman genetik dapat diperoleh dari rekombinasi gen, melalui hibridisasi atau rekayasa genetik, induksi mutasi, atau poliploidi.

Induksi mutasi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen kimia (EMS (ethyl methane sulfonate), NMU (nitrosomethyl urea), NTG (nitrosoguanidine), dan lain) atau mutagen fisik (sinar gamma, sinar X, sinar neutron dan lain-lain). Akan tetapi, mutasi dengan iradiasi pada bagian vegetatif tanaman memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan dengan mutagen kimia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya daya serap jaringan vegetatif tanaman terhadap cairan kimia. Menurut Crowder (2006) sinar gamma mempunyai energi iradiasi tinggi, yaitu di atas 10 MeV sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke dalam jaringan dan mampu mengionisasi atom-atom dari molekul yang dilewatinya.

Dosis iradiasi sinar gamma yang optimum bervariasi tergantung genotipe tanaman dan organ tanaman yang diradiasi. Asare dan Safo-Kantanka (1997) melaporkan bahwa dosis optimum iradiasi sinar gamma pada setek ubi kayu berkisar antara 25 – 30 Gy. Dosis iradiasi optimum yang dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman umumnya berkisar antara LD20 dan LD50 (Indriyati et al. 2011).

Pengujian stabilitas pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif berbeda dengan perlakuan non mutasi, seperti hibridisasi, transformasi genetik, dan sebagainya. Hal ini disebabkan oleh adanya fenomena diplontic selection, yaitu keadaan dimana sel-sel mutan akan berkompetisi dengan sel-sel normal untuk mengekspresikan karakternya secara fenotipik (Ibrahim 1999). Ahloowalia (1995) melaporkan bahwa mutan krisan dan Streptocarpus memperoleh kestabilannya pada generasi MV4. Hasil penelitian yang dilakukan Aisyah (2009) menunjukkan bahwa kestabilan mutan anyelir hasil iradiasi sinar gamma yang berasal dari setek pucuk diperoleh pada generasi MV3.

(17)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan keragaman ubi kayu melalui iradiasi sinar gamma pada setek batang dari lima genotipe ubi kayu. Tujuan khusus penelitian ini, yaitu:

1. Memperoleh informasi tentang nilai lethal dose (LD20 dan LD50) pada lima genotipe ubi kayu.

2. Memperoleh informasi tentang keragaman ubi kayu generasi M1V1.

3. Mengidentifikasi mutan (putatif) ubi kayu potensial generasi M1V1 berdaya hasil tinggi.

4. Memperoleh informasi tentang keragaan mutan (putatif) ubi kayu potensial dan menguji tingkat stabilitas mutan (putatif) ubi kayu potensial pada generasi M1V2.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan radiosensitivitas pada lima genotipe ubi kayu.

2. Terdapat peningkatan keragaman pada populasi mutan (putatif) ubi kayu generasi M1V1.

3. Terdapat mutan-mutan (putatif) ubi kayu potensial generasi M1V1 berdaya hasil tinggi.

4. Terdapat perbedaan keragaan mutan (putatif) ubi kayu potensial dibandingkan dengan kontrol dan terdapat beberapa karakter mutan (putatif) ubi kayu potensial yang stabil pada generasi M1V2.

Kerangka Pemikiran

Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia, selain sebagai bahan pangan, juga dimanfaatkan sebagai pakan, bahan baku berbagai industri, serta biofuel. Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan akan pangan, pakan, dan berbagai bahan industri juga berdampak terhadap kebutuhan akan ubi kayu. Hal ini merupakan potensi untuk pengembangan ubi kayu sebagai sumber keragaman hayati. Akan tetapi kendala yang dihadapi dalam pengembangan ubi kayu tersebut adalah tanaman ini hanya berbunga pada ketinggian di atas 800 m dpl, sehingga tanaman ini lebih umum diperbanyak secara vegetatif. Tanaman yang diperbanyak secara vegetatif memiliki keragaman yang rendah, sehingga diperlukan peningkatan keragaman pada ubi kayu. Induksi mutasi dengan mutagen fisik berupa sinar gamma telah banyak dilaporkan dapat meningkatkan keragaman tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Kandidat tanaman yang diinginkan pada umumnya berada pada selang LD20-50. Oleh karena itu, iradiasi sinar gamma pada lima genotipe ubi kayu ini dilakukan untuk mengamati radiosensitivitas masing-masing genotipe ubi kayu melalui nilai LD20 dan LD50.

(18)

Alur Penelitian

Gambar 1. Kerangka pemikiran Peningkatan jumlah penduduk

Peningkatan kebutuhan pangan, pakan, industri

Peningkatan impor gandum Peningkatan impor ubi kayu untuk starch

Potensi pengembangan ubi kayu sebagai sumber karbohidrat

Kendala: membiak secara vegetatif Perlunya peningkatan keragaman

Induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma

Populasi mutan dengan keragaman tinggi

Seleksi berdasarkan karakter produksi

Evaluasi dan pengujian (multilokasi)

Varietas baru ubi kayu

(19)

Alur Penelitian

Penelitian terdiri atas tiga percobaan untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab hipotesis penelitian dengan alur penelitian seperti pada Gambar 2. Lima genotipe ubi kayu, yang terdiri atas dua varietas nasional (Adira-4 dan Malang-4), varietas introduksi (UJ-5), dan dua genotipe lokal Halmahera (Jame-jame dan Ratim) diradiasi sinar gamma dengan dosis 0, 15, 30, 45, dan 60 Gy. Iradiasi dilakukan terhadap setek batang yang terdiri atas tiga kelompok asal setek, yaitu dari batang bagian pangkal, tengah, dan ujung.

Percobaan 1 dilakukan untuk mengamati radiosensitivitas dan keragaman ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma terhadap setek batang dari lima genotipe ubi kayu melalui penentuan LD20 dan LD50. Diharapkan terjadi peningkatan keragaman ubi kayu dan diperoleh mutan (putatif) yang memiliki hasil tinggi. Pada percobaan pertama juga dilakukan analisis ragam ubi kayu berdasarkan komponen hasil, serta pengelompokkan mutan-mutan generasi M1V1 hasil iradiasi sinar gamma.

Mutan (putatif) yang diperoleh dari percobaan 1 perlu dikarakterisasi. Percobaan 2 dilakukan identifikasi kandidat mutan ubi kayu potensial generasi M1V1 berdasarkan beberapa komponen hasil, agar diperoleh mutan-mutan yang berdaya hasil tinggi dengan karakter yang diinginkan lainnya (mutan potensial).

(20)

Gambar 2. Diagram alir penelitian ubi kayu

Iradiasi sinar gamma (0, 15, 30, 45, 60) Gy Genotipe lokal

Halmahera (Jame-jame dan

Ratim)

Varietas nasional (Malang 4 dan

Adira 4)

Percobaan 2

Identifikasi Kandidat Mutan Potensial Generasi M1V1 Percobaan 1

Radiosensitivitas & Keragaman Ubi Kayu

Varietas Introduksi dari Thailand (UJ 5)

Karakter kualitatif

Karakter kuantitatif

LD20-50 Nilai Ragam

Percobaan 3 Keragaan dan Analisis Stabilitas Mutan (Putatif) Potensial Generasi M1V2

Mutan-mutan (putatif) ubi kayu potensial berdaya hasil

tinggi

Mutan-mutan (putatif) ubi kayu potensial berdaya hasil tinggi dan stabil pada

(21)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Karakter Tanaman Ubi kayu

Dalam sistematika tanaman, ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae dan genus Manihot. Genus ini terdiri atas 98 spesies dan Manihot esculenta Crantz. merupakan spesies yang paling banyak dibudidayakan dalam genus ini (Mkumbira 2002). Berikut adalah taksonomi lengkap dari ubi kayu:

Spesies : Manihot esculenta Crantz. (Ekanayake et al. 1997)

Pusat keanekaragaman ubi kayu adalah Brazil (utama) dan Amerika Tengah (minor). Bangsa Portugis membawa ubi kayu ke Afrika pada abad ke-16 dari salah satu bahan penting dalam beberapa industri seperti industri bahan makanan, lem, glukosa, fruktosa, dan lain-lain. Kandungan pati pada umbi ubi kayu adalah 20-40% bobot segar atau 73.7-84.9% bobot kering (Amenorpe et al. 2007), dengan potensi menghasilkan pati yang lebih tinggi dari tanaman umbi lainnya (Singh et al. 2005). Tanaman ini juga dicirikan oleh kandungan asam sianida (HCN) yang terdapat di daun dan umbinya. Daun dan jaringan parenkim umbi serta feloderm umbi mengandung HCN dengan kisaran 10-370 mg kg-1 umbi (Norman et al. 1995).

Menurut Ferrero dan Villegas (1992), tanaman ubi kayu digolongkan menjadi tiga kategori berdasarkan kandungan asam sianida yang terdapat di dalam umbinya, yaitu innocieous (di bawah 50 ppm), moderately toxic (50-100 ppm),

dangerous toxic (di atas 100 ppm). Berdasarkan penelitian Yeoh et al. (1997) diketahui bahwa kandungan glukosida sianogenik pada ubi kayu di Indonesia berkisar 20-200 mg kg-1 HCN, sedangkan menurut FAO/WHO (1991), kandungan sianida yang diperbolehkan pada makanan dari ubi kayu maksimal 10 mg kg-1 HCN. Ubi kayu yang berkadar HCN rendah digunakan untuk bahan pangan, sedangkan varietas yang berkadar HCN tinggi digunakan sebagai bahan baku industri.

(22)

terbentuk sekitar 15-100 cm dengan bobot umbi mencapai 0.5-2 kg tergantung varietas dan kondisi lingkungan (Onwueme 1978). Karakter morfologi (bentuk dan ukuran) daun, tinggi tanaman, warna batang, warna kulit atau daging umbi, waktu panen, hasil, dan kandungan cyanogenic glucoside pada umbi dapat digunakan untuk membedakan antar klon ubi kayu (Norman et al. 1995).

Pelestarian plasma nutfah disertai dengan karakterisasi merupakan upaya dalam menyediakan gen-gen yang bermanfaat. Plasma nutfah merupakan sumber daya genetik yang sangat bermanfaat untuk perakitan suatu varietas. Deskripsi dari plasma nutfah sangat diperlukan untuk mendapatkan sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif dari masing-masing genotipe yang terdapat di dalam plasma nutfah tersebut (Rasco 1992). Koleksi plasma nutfah sangat berguna sebagai bahan pemuliaan apabila aksesi-aksesi yang ada dideskripsikan berdasarkan sifat-sifat penting. Karakterisasi sifat-sifat morfologi tanaman ubi kayu seperti bentuk daun, warna daun, tangkai daun, warna batang, dan warna daging umbi juga diperlukan sebagai penciri masing-masing genotipe. Menurut Norman et al. (1995), karakter morfologi tersebut dapat digunakan untuk membedakan sifat antar genotipe.

Deskripsi Varietas Unggul Ubi Kayu

Varietas ubi kayu telah tersebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Varietas yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah genotipe lokal maupun varietas unggul nasional. Adapun varietas unggul ubi kayu yang telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat antara lain, Adira 1, Adira 2, Adira 4, Darul Hidayah, Malang 1, Malang 2, Malang 4, Malang 6, UJ 3 dan UJ 5 (Purwono dan Purnamawati 2007). Berikut adalah karakteristik dari beberapa varietas unggul ubi kayu (Tabel 1) dan genotipe lokal Halmahera (Tabel 2).

Tabel 1. Karakteristik beberapa varietas ubi kayu

Adira 4 Malang 4 UJ 5

Umur panen 9 bulan; Umur panen 9-10 bulan; Tidak bercabang; Tidak bercabang; Tidak bercabang;

Tinggi 1.5-2.0 meter; Tinggi >2.5 meter;

Hasil 35 ton ha-1 umbi Warna daun pucuk hijau; Warna daun muda ungu; Warna daun pucuk

(23)

Tabel 1. Karakteristik beberapa varietas ubi kayu (lanjutan)

Adira 4 Malang 4 UJ 5

Warna batang muda hijau dan warna batang tua abu-abu;

Warna batang keunguan; Warna kulit batang hijau perak dan batang dalam

Kadar pati 18-22%; Kadar pati 19-30%;

Cukup tahan tungau

Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2012)

Tabel 2. Karakteristik ubi kayu genotipe lokal Halmahera

Jame-jame Ratim

Umur panen 11-12 bulan; Umur panen 7-8 bulan;

Jumlah umbi 9 umbi tanaman-1; Jumlah umbi 8-9 umbi tanaman-1;

Tinggi tanaman 1.7-2.4 m; Tinggi tanaman 3-4 m; Warna batang cokelat; Warna batang putih; Warna daun hijau terang; Warna daun hijau terang; Warna tangkai daun hijau Warna tangkai daun merah

Sumber: Khumaida N 3 Desember 2014 (komunikasi pribadi)

Syarat Tumbuh dan Budi Daya Ubi kayu

Tanaman ubi kayu dapat tumbuh di daerah antara 30o LS dan 30o LU, di dataran rendah sampai dataran tinggi 2 500 m di atas pemukaan laut (dpl) dengan curah hujan di atas 500–2 500 mm tahun-1. Tanaman ini tumbuh dan berproduksi di ketinggian 10–1 500 m dpl. Daerah yang paling ideal untuk mendapatkan produksi optimal adalah daerah dataran rendah antara 10–700 m dpl di Indonesia. Semakin tinggi daerah penanaman, maka akan semakin lambat pertumbuhan dan umur panennya akan semakin lama (Rukmana 1997).

(24)

760–1 015 mm per tahun. Curah hujan terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya serangan cendawan dan bakteri pada batang, daun dan umbi apabila drainase kurang baik (Suharno et al. 1999).

Ubi kayu dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah, bahkan pada tanah yang tidak subur. Ubi kayu masih dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi tinggi pada daerah dimana jagung dan padi tumbuh kurang baik. Sebagian besar pertanaman ubi kayu terdapat di daerah dengan jenis tanah aluvial, latosol, podsolik dan sebagian kecil terdapat di daerah dengan jenis tanah mediteran, grumusol dan andosol. Tingkat kemasaman tanah (pH) untuk tanaman ubi kayu minimum lima. Tanaman ubi kayu memerlukan struktur tanah yang gembur untuk pembentukan dan perkembangan umbi. Pada tanah yang berat, perlu ditambahkan pupuk organik (Wargiono 1979).

Ubi kayu merupakan tanaman monoecious, yaitu bunga jantan dan betina berada pada satu tanaman. Perbanyakan ubi kayu dilakukan dengan menggunakan setek batang. Perbanyakan dengan biji sulit dilakukan karena tanaman ini hanya akan berbunga pada ketinggian 800 m dpl, sedangkan pada ketinggian 300 m dpl ubi kayu tidak dapat berbunga, namun hanya dapat menghasilkan umbi (Kusmiyati 2010). Bunga betina pada ubi kayu terbuka 10-14 hari sebelum bunga jantan mekar pada cabang yang sama, tetapi bunga betina dan jantan pada cabang yang berbeda terbuka pada waktu yang sama, sehingga yang terjadi adalah penyerbukan silang. Setelah penyerbukan terjadi, ovary akan membentuk buah muda dan membutuhkan waktu tiga sampai lima bulan untuk masak (Kawano

et al. 1978). Selain membutuhkan waktu yang lebih lama, bibit yang dihasilkan melalui biji secara genetik akan beragam, sementara setek dari bahan induk yang sama secara genetik seragam (Ekanayake et al. 1997).

Setek ubi kayu harus berasal dari tanaman yang sehat untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik. Diameter setek yang baik adalah berkisar antara 2-3 cm dengan panjang 15–20 cm dari batang bagian tengah yang telah berkayu. Kedalaman tanah 15 cm, baik pada musim hujan maupun kemarau (Onwueme 1978). Hal ini terkait dengan kelembaban tanah dan kesegaran setek ubi kayu.

Jarak tanam ubi kayu yang sesuai sangat ditentukan antara lain oleh sistem tanam, pola pertumbuhan tanaman, dan tingkat kesuburan lahan. Penanaman ubi kayu dapat dilakukan pada jarak tanam 100 cm x 100 cm atau 100 cm x 80 cm pada sistem monokultur. Ubi kayu dengan pola percabangan di bawah (misal varietas Darul Hidayah) umumnya ditanam dengan jarak tanam yang lebih lebar (125 cm x 125 cm). Ubi kayu dapat ditanam dengan jarak tanam yang lebih rapat pada tanah yang kurang subur (daerah Lampung) untuk mendapatkan hasil yang tinggi per satuan luas (Balitkabi 2010).

(25)

cukup, karena selain meningkatkan bobot umbi, juga meningkatkan kadar pati dan penurunan kadar HCN dalam umbi (Howeler 1985).

Hasil panen ubi kayu bervariasi tergantung dari kultivar yang digunakan, cara budi daya, tingkat kesuburan, jenis tanah, jarak tanam, dan iklim (Onwueme 1978). Ubi kayu dapat dipanen saat tanaman berumur tujuh sampai sembilan bulan, dimana kadar pati dalam keadaan optimal. Pemanenan ubi kayu dapat ditunda hingga berumur 12 bulan di daerah beriklim basah, karena kadar pati cenderung stabil setelah sembilan bulan (Prihandana et al. 2008).

Pemuliaan Mutasi

Ibrahim (1999) menyatakan bahwa mutasi adalah perubahan genetik, dan merupakan sumber pokok dari semua keragaman genetik. Mutasi berperan penting dalam proses evolusi dan ketersediaan keragaman genetik, yang merupakan ‘bahan baku’ dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Penggunaan mutasi, baik mutasi spontan yang terjadi alami maupun buatan yang diinduksi oleh mutagen, disebut dengan ‘pemuliaan mutasi’.

Menurut Poespodarsono (1988) mutasi adalah suatu perubahan baik terhadap gen tunggal, sejumlah gen, atau terhadap susunan kromosom. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, tetapi lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif melakukan pembelahan sel, seperti tunas dan biji. Secara molekuler mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sekuen) nukelotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan.

Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam, namun peluang kejadiannya sangat kecil, yaitu sekitar 10-6. Peningkatan frekuensi kejadian mutasi alami dilakukan melalui mutasi buatan dengan menggunakan mutagen. Mutagen adalah bahan yang digunakan untuk menciptakan mutasi buatan (induksi mutasi). Induksi mutasi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen kimia seperti EMS (ethylene methane sulfonate) atau mutagen fisik (seperti sinar gamma, sinar X, sinar neutron dan lain-lain). Akan tetapi mutasi dengan iradiasi pada bagian vegetatif tanaman memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan dengan mutagen kimia (Aisyah 2006). Mutasi yang banyak dilakukan adalah menggunakan mutagen fisik dengan iradiasi atau penyinaran, terutama yang diaplikasikan pada tanaman hias. Sinar gamma merupakan mutagen fisik yang lebih sering digunakan oleh pemulia tanaman untuk meningkatkan keragaman genetik.

(26)

Iradiasi Sinar Gamma

Sinar gamma memiliki panjang gelombang yang pendek, yaitu 10–0.01 nm dengan sumber utama iradiasi adalah isotop Cobalt-60 (60Co). Sinar gamma dikelompokkan ke dalam gelombang elektromagnetik karena tidak mempunyai massa dan muatan listrik. Sinar gamma mempunyai energi iradiasi tinggi, yaitu di atas 10 MeV sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke dalam jaringan dan mampu mengionisasi atom-atom dari molekul yang dilewatinya (Crowder 2006).

Menurut Broertjes (1972), induksi mutasi dengan menggunakan iradiasi pada bagian vegetatif tanaman memperlihatkan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan dengan mutagen kimia. Kemungkinan mutagen kimia menjadi kurang efektif karena rendahnya daya serap jaringan vegetatif terhadap cairan kimia yang diberikan. Iradiasi sinar gamma telah banyak diaplikasikan dalam upaya memperoleh kultivar unggul. Iradiasi sinar gamma pada setek batang ubi kayu genotipe MLG 10311, CMM 02048-6, Adira-4, serta Cecek Ijo dapat meningkatkan keragaman populasi tanaman ubi kayu (Wahyuni

et al. 2012; Sholihin 2013).

Menurut Soedjono (2003) faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan akibat penggunaan mutagen antara lain adalah dosis iradiasi. Besarnya dosis iradiasi yang diberikan tergantung pada jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, dan bahan yang akan dimutasi. Penggunaan bahan tanam dari bagian tanaman yang bersifat meristematik, yaitu sel yang sedang aktif tumbuh dan membelah akan lebih sensitif terhadap iradiasi.

Gen merupakan sasaran dari iradiasi. Menurut Aisyah (2006), iradiasi mengionisasi atom-atom dalam jaringan dengan cara melepaskan elektron-elektron dari atomnya. Ionisasi dari iradiasi sinar gamma terjadi menyebar sepanjang jalur ionisasi partikel. Ketika agen ionisasi yang mengandung inti atom (seperti partikel alpha) terlempar akibat iradiasi, ionisasi menjadi lebih rapat terkonsentrasi di daerah tersebut. Ionisasi dapat menyebabkan pengelompokan molekul-molekul di sepanjang jalur ion yang tertinggal karena iradiasi. Pengelompokan baru ini menyebabkan perubahan kimia yang mengarah pada mutasi gen atau pada kerusakan atau pengaturan kembali kromosom.

Radikal positif dan eletron bebas terbentuk saat proses ionisasi. Elektron terperangkap, dan ion radikal yang sangat tidak stabil dan reaktif dapat bereaksi dengan molekul lain. Elektron bebas yang berada dalam larutan air akan mempolarisasi molekul air menjadi elektron terhidrasi. Radikal bebas yang berasal dari larutan akhirnya akan berekombinasi membentuk molekul yang stabil. Molekul oksigen bereaksi dengan radikal bebas hasil iradiasi membentuk peroxy-radicals (Aisyah 2006).

(27)

perubahan struktur gen, delesi gen atau sekuen-sekuen DNA, patahnya sentromer, kehilangan atau penambahan kromosom, dan sebagainya. Adanya kerusakan pada tingkat molekuler inilah yang dapat menyebabkan munculnya keragaman pada tanaman yang diradiasi.

Radiosensitivitas

Penentuan dosis iradiasi yang tepat pada suatu tanaman diketahui berdasarkan radiosensitivitas, yaitu tingkat sensitivitas tanaman terhadap perlakuan iradiasi. Radiosensitivitas dapat diperkirakan melalui respon fisiologis bahan tanaman yang diradiasi termasuk diantaranya, penentuan dosis yang menyebabkan kematian pada tanaman (lethal dose) (Predieri 2001). Penentuan

lethal dose (LD) ini merupakan salah satu faktor utama yang mendukung keberhasilan perlakuan iradiasi untuk memperoleh varian atau mutan pada suatu tanaman yang diradiasi. Dalam induksi mutasi, beberapa studi menunjukkan bahwa dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak biasanya terjadi di sekitar LD50 (lethal dose 50%). Mutan-mutan yang diinginkan umumnya berada pada selang LD20-50.

Keragaman genetik tanaman dapat ditingkatkan melalui iradiasi sinar gamma, tetapi memerlukan dosis iradiasi yang bebeda-beda untuk setiap tanaman. Satuan dosis iradiasi sinar gamma yang umum digunakan adalah rad per detik (radiation absorbed dose) atau Gray (Gy) per detik, yaitu jumlah dosis terserap per satuan waktu. 1 rad = 100 erg g-1 = 10 joule kg-1; 1 Gy = 100 rad = 0.1 krad. Herison et al. (2008) menyatakan bahwa dosis iradiasi untuk meningkatkan keragaman tanaman dipengaruhi oleh radiosensivitas tanaman.

Menurut Herison et al. (2008) semakin banyak kadar oksigen dan molekul air (H2O) dalam materi yang diradiasi, maka akan semakin banyak pula radikal bebas yang terbentuk sehingga tanaman menjadi lebih sensitif. Tingkat sensitivitas terhadap iradiasi sinar gamma dapat diamati dari respon yang diberikan tanaman, baik dari morfologi tanaman, sterilitas, maupun dosis letal (LD50). LD50 merupakan dosis yang dapat mengakibatkan kematian 50% dari populasi yang mendapat perlakuan iradiasi. Mutasi yang diharapkan terletak pada kisaran LD50 atau tepatnya pada dosis sedikit di bawah LD50.

Nilai LD50 bervariasi pada setiap bagian tanaman. Sebagai contoh, dosis iradiasi sinar gamma yang sesuai untuk setek ubi kayu adalah 25 dan 30 Gy (Asare dan Safo-Kantanka 1997). Nilai LD50 yang diperoleh pada planlet ubi kayu adalah 40 Gy, dan dosis iradiasi 25, 30 dan 35 Gy diidentifikasi cocok untuk lingkungan tumbuh secara in vivo maupun in vitro (Ahiabu et al. 1997). Ceballos

(28)

3

RADIOSENSITIVITAS DAN KERAGAMAN UBI KAYU

HASIL IRADIASI SINAR GAMMA

Abstract

Induced mutation, including mutagenesis using gamma irradiation, is one strategy to increase genetic variability. The objective of this research was to obtain information of lethal doses (LD20-50) from five cassava genotypes

(Jame-jame, Ratim, UJ-5, Malang-4, and Adira-4) and to analyze the phenotypic variability of M1V1 generation. Stem cuttings of several cassava genotypes were

irradiated by 0, 15, 30, 45, and 60 Gy gamma rays. The result showed that LD20

and LD50 were varied between plant genotypes. Genotype Malang-4 had the

lowest LD20 (7.53 Gy) and LD50 (18.47 Gy), while genotype Jame-jame had the

highest LD20 (24.94 Gy) and LD50 (33.24 Gy). The highest phenotypic variability

was obtained in the cassava population irradiated by 15-30 Gy gamma rays. The highest phenotypic variability was also determined by the irradiated tissue, i.e cuttings of cassava in the middle stem resulted in the highest phenotypic variability. Diameter of stem, tubers weight, cortex thickness, number of storage roots per plant, and number of commercial roots per plant (length greater than 20 cm) originated from the cuttings on the middle stem showed the highest average compared to those originated from the cuttings on the basal and top section of stem.

Key words: gamma ray, LD20, LD50, phenotypic variability, radiosensitivity

Abstrak

Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman tanaman membiak vegetatif adalah dengan induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. Percobaan ini bertujuan mengetahui informasi tentang nilai lethal dose (LD20 dan LD50) pada lima genotipe ubi kayu (Jame-jame, Ratim, UJ-5, Malang-4, dan Adira-4) dan memperoleh informasi tentang keragaman fenotipe ubi kayu generasi M1V1. Dosis sinar gamma yang digunakan adalah 0, 15, 30, 45, dan 60 Gy. Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai LD20 dan LD50 bervariasi antar genotipe tanaman. Nilai LD20 populasi mutan ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma berkisar antara 7.53 – 24.94 Gy, dan LD50 berkisar antara 18.47 – 33.24 Gy. Genotipe Malang-4 memiliki LD20 (7.53 Gy) dan LD50 (18.47 Gy) terendah, sedangkan Jame-jame memiliki LD20 (24.94 Gy) dan LD50 (33.24 Gy) tertinggi. Keragaman fenotipe ubi kayu tertinggi diperoleh pada dosis iradiasi sinar gamma 15-30 Gy, dan setek yang berasal dari batang bagian tengah. Posisi asal setek ubi kayu bagian tengah memiliki rataan lebih tinggi pada karakter diameter batang, bobot umbi per tanaman, ketebalan korteks, jumlah umbi per tanaman, dan jumlah umbi komersial per tanaman (panjang umbi >20 cm) jika dibandingkan dengan posisi asal setek ujung dan pangkal.

(29)

Pendahuluan

Ubi kayu merupakan komoditas penting sebagai penghasil sumber bahan pangan karbohidrat dan bahan baku industri makanan, kimia dan pakan ternak. Tanaman ini telah dikenal dan dibudidayakan secara luas di Indonesia oleh masyarakat pedesaan sebagai bahan pokok dan sebagai bahan cadangan pangan, karena mudah beradaptasi dengan lingkungan atau lahan yang marginal dan beriklim kering.

Produksi ubi kayu di Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini terlihat dari data Deptan (2014) bahwa tahun 2013 Indonesia mengimpor ubi kayu dalam bentuk segar dan olahan sebesar 220 188 973 ton. Impor terbesar diperoleh dari negara Thailand sebesar 208 836 748 ton, kemudian Vietnam dan Myanmar.

Keragaman genetik suatu populasi tanaman merupakan landasan untuk memulai suatu kegiatan perbaikan tanaman. Menurut Syukur et al. (2012), keragaman genetik yang besar akan memberikan keleluasaan dalam pemilihan, sehingga seleksi akan berjalan efektif. Keragaman genetik dapat diperoleh dari rekombinasi gen, melalui hibridisasi atau rekayasa genetik, induksi mutasi, atau poliploidi. Teknik yang cukup efektif dalam meningkatkan keragaman guna menghasilkan varietas baru yang diharapkan pada tanaman membiak vegetatif seperti ubi kayu adalah induksi mutasi.

Menurut Broertjes dan van Harten (1998), sinar gamma sering digunakan sebagai mutagen untuk induksi mutasi karena merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek, sehingga dapat menghasilkan radiasi elektromagnetik dengan tingkat energi yang tinggi. Hal ini menyebabkan daya tembus ke dalam jaringan sangat kuat, dan bersifat merusak jaringan yang dilewatinya. Wi et al. (2007) menyatakan bahwa radikal bebas yang dihasilkan akibat sinar gamma dapat merusak atau memodifikasi komponen yang penting dari sel tanaman, yaitu DNA dan telah dilaporkan menyebabkan efek yang berbeda secara morfologi, anatomi, biokimia, dan fisiologi dari tanaman tergantung dari level iradiasi.

Telah diketahui bahwa umumnya mutan yang diinginkan terletak pada kisaran LD50 atau lebih tepatnya pada dosis sedikit di bawah LD50. Aisyah (2009) menyatakan bahwa pembentukan mutan yang diinginkan bisa terbentuk antara LD20 dan LD50 , karena pada rentang dosis tersebut frekuensi terbentuknya mutan yang diinginkan lebih besar. Menurut Kangarasu et al. (2014) nilai LD50 untuk setek batang ubi kayu genotipe H226 yang diradiasi sinar gamma berkisar antara 20 dan 30 Gy.

Percobaan ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang nilai lethal dose (LD20 dan LD50) pada lima genotipe ubi kayu dan memperoleh informasi tentang keragaman ubi kayu generasi M1V1.

Bahan dan Metode

(30)

Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

Bahan tanam yang digunakan adalah setek ubi kayu berumur delapan sampai sepuluh bulan, dengan lima mata tunas. Lima genotipe yang digunakan terdiri atas dua varietas nasional (Malang-4 dan Adira-4), satu varietas introduksi (UJ-5), dan dua genotipe lokal Halmahera (Jame-jame dan Ratim). Alat yang digunakan untuk iradiasi sinar gamma adalah radiator Gamma Chamber 4000A (Gambar 3).

Gambar 3. Gamma Chamber 4000A

Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah genotipe ubi kayu, yaitu Jame-jame (v1), Ratim (v2), UJ-5 (v3), Malang-4 (v4), dan Adira-4 (v5). Faktor kedua adalah dosis iradiasi yang terdiri atas lima taraf, yaitu 0 (d0), 15 (d1), 30 (d2), 45 (d3), dan 60 Gy (d4). Terdapat 25 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi terdiri atas tiga blok (posisi asal setek ubi kayu ujung, tengah, dan pangkal (Gambar 4)) dengan lima batang setek pada tiap ulangan sehingga terdapat 375 satuan percobaan.

Sebelum penanaman dilakukan pengolahan tanah dengan cara dicangkul dan pemberian pupuk kandang dengan dosis 6 ton ha-1, dilanjutkan pembuatan guludan dengan lebar 1 m. Pemotongan bibit ubi kayu dilakukan dengan menggunakan gergaji agar mendapatkan setek dengan ukuran sesuai, yaitu lima mata tunas per setek.

Setek ubi kayu yang telah dipotong berdasarkan jumlah mata tunas, yaitu lima mata tunas diberi perlakuan iradiasi. Iradiasi dilakukan di Laboratorium Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Iradiasi (PATIR) dengan menggunakan alat

Gamma Chamber 4000A pada dosis 15, 30, 45 dan 60 Gy, kecuali setek yang akan dijadikan kontrol (0 Gy).

(31)

Gambar 4. Bagian setek ujung, tengah, dan pangkal pada beberapa genotipe ubi kayu

Tanaman ubi kayu dipupuk dengan Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 200, 150, dan 150 kg ha-1. Pupuk SP-36 diberikan seluruhnya saat penanaman. Urea diberikan 1/3 bagian (dosis) saat tanam dan 2/3 bagian (dosis) saat tanaman berumur satu bulan setelah tanam (BST), sedangkan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanaman berumur 2 BST. Pemupukan diaplikasikan dengan cara ditugal. Pemupukan Urea (tahap pertama) dan SP-36 dilakukan di sebelah Selatan, sedangkan Urea (tahap kedua) dilakukan di sebelah Utara tanaman. Pemupukan KCl dilakukan dengan cara ditugal di sebelah Timur dan Barat tanaman.

Pemeliharaan yang dilakukan terdiri atas pengendalian gulma yang dilakukan setiap 3-4 MST secara manual dengan cara mencabut dan membabat gulma yang tumbuh di sekitar tanaman. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan pemupukan Urea (tahap kedua).

Mutan adalah individu baru yang dihasilkan dari induksi mutasi yang memiliki satu atau lebih karakter yang berbeda dengan tetuanya. MV1 adalah populasi tanaman hasil perbanyakan vegetatif pertama (V1) dari mutan generasi pertama (M, kependekan dari ‘mutan’), sedangkan MV2 adalah populasi tanaman hasil perbanyakan vegetatif dari MV1, demikian seterusnya (Aisyah 2009). Karakterisasi mutan ubi kayu generasi M1V1 dilakukan terhadap karakter vegetatif (3 dan 6 BST) dan karakter panen (11 BST) yang terdiri atas karakter kualitatif dan kuantitatif (Lampiran 1 dan 2). Pengamatan terhadap karakter kualitatif dilakukan dengan skoring terhadap 16 karakter berdasarkan karakterisasi PPVT (2007) dan 15 karakter berdasarkan IITA (Fukuda et al. 2010) (Tabel 3). Contoh pengamatan karakter kualitatif disajikan pada Gambar 5. Pengamatan karakter

Jame-jame Ratim

Malang-4 UJ-5 Adira-4

ujung tengah pangkal ujung tengah pangkal

ujung tengah pangkal ujung tengah pangkal

(32)

kuantitatif dilakukan terhadap empat karakter vegetatif berdasarkan PPVT (2007) dan tiga karakter panen berdasarkan IITA (Fukuda etal. 2010).

Tabel 3. Beberapa karakter ubi kayu yang diamati berdasarkan deskriptor

PPVT (2007) IITA (Fukuda et al. 2010)

7. Warna daun tua 15. Panjang tangkai

(33)

Pengamatan dilakukan terhadap persentase tanaman ubi kayu yang tumbuh hingga empat minggu setelah tanam (MST) terhadap setiap perlakuan dosis iradiasi sinar gamma. Data persentase tanaman tumbuh hingga 4 MST dianalisis dengan program CurveExpert, yaitu suatu program analisis statistik yang dapat digunakan untuk mencari model persamaan terbaik terhadap persentase kematian tanaman dalam suatu populasi (Finney 2005). Dalam penelitian ini hanya model dengan nilai koefisien korelasi (r) tertinggi yang digunakan, sehingga dapat diperoleh informasi nilai LD50 yang paling sesuai pada lima genotipe ubi kayu yang diuji.

Nilai ragam fenotipe dihitung secara manual menggunakan program

Microsoft Excel. Keragaman fenotipe (σ2f) dihitung menurut Steel dan Torrie (1995), yaitu: σ2f = Σxi2 – (Σxi)2 / (n-1). Data pengamatan karakter kualitatif dan kuantitatif dianalisis secara deskriptif dengan skoring. Data selanjutnya ditampilkan dalam bentuk dendogram melalui pengelompokkan mutan-mutan hasil iradiasi sinar gamma berdasarkan hubungan kekerabatan antar setiap individu mutan menggunakan software SPSS versi 17.

Hasil dan Pembahasan Radiosensitivitas Lima Genotipe Ubi Kayu

Secara umum, pertumbuhan dan perkembangan tanaman ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma yang cukup baik. Hama yang menyerang tanaman ubi kayu di kebun percobaan Cikabayan adalah rayap. Rayap menyerang batang bagian bawah tanaman, tetapi dapat dikendalikan menggunakan Carbofuran 3% yang diaplikasikan di sekitar batang tanaman. Penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu di lapangan adalah bercak daun.

Pertumbuhan ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma tanaman di lapangan tidak seragam (Gambar 6). Penghambatan pertumbuhan atau bahkan kematian pada tanaman ubi kayu disebabkan oleh iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan terhadap setek batang, karena pada umumnya kematian akibat iradiasi terjadi dalam kisaran kurang dari tiga minggu setelah iradiasi (Aisyah 2009).

(34)

Gambar 6. Kondisi umum populasi tanaman ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma (a) 1 BST, (b) 2 BST, dan (c) 3 BST di kebun percobaan Cikabayan Tanaman yang tumbuh dari hasil mutasi (M1) pada siklus vegetatif pertama (V1) disebut sebagai tanaman M1V1. Berdasarkan data persentase tanaman hidup dihitung hingga 4 MST dapat diperoleh nilai LD20 dan LD50 lima genotipe ubi kayu generasi M1V1. Pengamatan persentase kematian individu tanaman dilakukan satu bulan setelah iradiasi untuk mengamati tingkat radiosensitivitas masing-masing genotipe ubi kayu. Secara umum individu masih mampu bertahan hidup hingga dosis radiasi 45 Gy. Tabel 4 menunjukkan nilai LD20 dan LD50 dari lima genotipe ubi kayu generasi M1V1 yang diperoleh melalui analisa

CurveExpert.

Tabel 4. Nilai LD20 – LD50 pada lima genotipe ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma generasi M1V1

Genotipe LD20 (Gy) LD50 (Gy)

Genotipe lokal

Jame-jame 24.94 33.24

Ratim 24.06 29.53

Varietas introduksi dari Thailand

UJ-5 18.80 29.50

Varietas nasional

Malang-4 7.53 18.47

Adira-4 21.81 30.71

(a) (b)

(35)

Nilai LD20 kelima genotipe ubi kayu berkisar antara 7.53 – 24.94 Gy, sedangkan LD50 berkisar antara 18.47 – 33.24 Gy. Hal ini menunjukkan bahwa nilai LD20 dan LD50 bervariasi antar genotipe tanaman. Penentuan dosis letal ini merupakan faktor utama untuk memperoleh mutan yang diinginkan, karena pada kisaran dosis tersebut secara teoritis dapat menghasilkan keragaman tertinggi. Jame-jame merupakan genotipe dengan tingkat radiosensitivitas yang paling rendah terhadap sinar gamma (LD20 24.94 Gy dan LD50 33.24 Gy), sedangkan Malang-4 merupakan genotipe yang paling sensitif terhadap sinar gamma (LD20 7.53 Gy dan LD50 18.47 Gy).

Tingkat radiosensitivitas pada tanaman berkaitan erat dengan kandungan air pada jaringan tanaman karena senyawa target utama radiasi pengion seperti sinar gamma adalah air. Semakin banyak molekul air (H2O) dan oksigen pada materi yang diradiasi, maka semakin banyak pula radikal bebas yang terbentuk. Akibatnya terjadi perubahan atau mutasi baik di tingkat DNA, sel, maupun jaringan, bahkan dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Broertjes dan van Harten 1988; Alpen 1994; Britt 1996; Datta 2001).

Melalui analisis CurveExpert, ditunjukkan bahwa pola sebaran tanaman yang mati pada genotipe Jame-jame (Gambar 7), fungsi matematika untuk membantu mengetahui dosis yang mengakibatkan 50% populasi mati adalah

Logistic Model dengan nilai r = 0.9937.

Gambar 7. Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu genotipe Jame-jame pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma

Berdasarkan persamaan model Logistic, diperoleh nilai 24.94 Gy sebagai dosis yang menyebabkan 20% tanaman mati dan 33.24 Gy sebagai dosis yang menyebabkan 50% tanaman mati pada populasi Jame-jame. Dosis ini merupakan nilai LD20 dan LD50 yang tertinggi jika dibandingkan dengan genotipe ubi kayu lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe Jame-jame merupakan genotipe dengan tanaman yang paling tidak sensitif terhadap iradiasi sinar gamma (radiosensitivitas rendah).

(36)

Dosis Iradiasi Sinar Gamma (Gy)

tidak terlalu rumit dan linear, dimana proses penyesuaiannya masih sederhana. Namun, kekurangannya adalah saat derajat polinomial tinggi, maka fungsi menjadi tidak stabil. Dari fungsi matematika ini, diperoleh LD20 dan LD50 genotipe Ratim adalah 24.06 Gy dan 29.53 Gy.

Gambar 8. Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu genotipe Ratim pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma

Fungsi Polynomial Fit juga ditunjukkan sebagai persamaan matematika terbaik untuk pola sebaran tanaman yang mati pada genotipe UJ-5 (Gambar 9) dengan nilai r = 0.9996. Berdasarkan fungsi matematika ini diperoleh nilai LD20 dan LD50 genotipe UJ-5 adalah 18.80 Gy dan 29.50 Gy.

Gambar 9. Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu genotipe UJ-5 pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma

(37)

Dosis Iradiasi Sinar Gamma (Gy)

Dosis ini merupakan nilai LD20 dan LD50 yang terendah jika dibandingkan dengan genotipe ubi kayu lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe Malang-4 merupakan genotipe dengan tanaman yang paling sensitif terhadap iradiasi sinar gamma (radiosensitivitas tinggi).

Gambar 10. Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu genotipe Malang-4 pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma

Fungsi terbaik menurut analisis CurveExpert untuk pola sebaran persentase tanaman mati genotipe Adira-4 adalah Richards model, dengan nilai r = 0.9998 (Gambar 11). Berdasarkan persamaan Richards model diperoleh nilai 21.81 Gy sebagai nilai LD20 dan 30.71 Gy sebagai nilai LD50 untuk genotipe Adira-4.

Gambar 11. Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu genotipe Adira-4 akibat iradiasi sinar gamma

(38)

Safo-Kantanka 1997; Amenorpe et al. 2004), pada embrio somatik ubi kayu PRC-60a mencapai 50 Gy (Joseph et al. 2004), sedangkan dosis optimum untuk biji pada 1 400 spesies ubi kayu mencapai 200 Gy (Ceballos et al. 2008). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa nilai LD50 pada ubi kayu varietas lokal (Cecek ijo) hasil iradiasi sinar gamma berada diantara 50 Gy sampai 75 Gy (Sholihin 2013). Menurut Ahnstroem (1977), morfologi tanaman seperti batang tanaman yang berkayu atau sukulen dapat mempengaruhi tingkat radiosensitivitas tanaman, karena berhubungan dengan ketahanan fisik sel tanaman saat menerima iradiasi sinar gamma.

Menurut Ibrahim (2000), selain untuk mengetahui tingkat radiosensitivitas, nilai LD50 juga umum digunakan untuk mengetahui kisaran dosis yang menghasilkan mutan dengan karakter yang diinginkan (desired mutant) terbanyak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandidat mutan terbanyak diperoleh pada perlakuan dosis 15 Gy, yaitu sebanyak 10 mutan pada Malang-4, 8 mutan pada Jame-jame, 3 mutan pada Ratim, dan masing-masing 2 mutan pada UJ-5 dan Adira-4. Kandidat mutan terbanyak pada dosis 15 Gy juga diperoleh pada perlakuan posisi asal setek, yaitu 18 mutan pada setek bagian pangkal, 23 mutan pada setek bagian tengah, dan 17 mutan pada setek bagian ujung.

Keragaman Genetik Ubi Kayu

Menurut Baihaki (1999), populasi yang bervariasi dapat dilihat dari nilai rata-rata, ragam, dan standar deviasi. Tabel 5 menunjukkan nilai ragam tanaman kontrol dan mutan lima genotipe ubi kayu berdasarkan karakter bobot umbi pada tiga posisi asal setek ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma.

Perlakuan iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan dapat meningkatkan keragaman fenotipe tanaman lima genotipe ubi kayu yang diuji. Peningkatan keragaman fenotipe pada karakter bobot umbi per tanaman ubi kayu terjadi pada dosis iradiasi 15 hingga 30 Gy, sedangkan pada dosis 45 dan 60 Gy banyak tanaman yang mengalami penghambatan pertumbuhan, bahkan mengalami kematian. Dosis yang rendah diduga kerusakannya relatif kecil, sehingga jaringan masih dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Pavadai et al. (2010) laju induksi mutagen dan nilai tengah dari generasi pertama (M1) menurun seiring dengan meningkatnya dosis iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan.

Keragaman tertinggi terdapat pada kisaran dosis 15 hingga 30 Gy. Hal ini berkaitan dengan nilai LD20 dan LD50 yang telah diperoleh sebelumnya. Iradiasi sinar gamma dapat meningkatkan keragaman tanaman karena pengaruh radiasi dapat menimbulkan perubahan struktur gen, struktur kromosom, ataupun jumlah kromosom, sehingga dapat diperoleh genotipe dengan variasi-variasi yang baru.

(39)

Tabel 5. Rekapitulasi nilai ragam lima genotipe ubi kayu berdasarkan karakter bobot umbi per tanaman pada tiga posisi asal setek ubi kayu

Genotipe

Keterangan: 0 = hanya ada satu tanaman, sehingga nilai ragam 0

- = tidak ada tanaman

(40)

Analisis Gerombol Mutan-mutan Potensial

Beberapa karakter kuantitatif diamati di lapangan, meliputi bobot umbi per tanaman, jumlah umbi per tanaman, jumlah umbi komersial per tanaman, dan ketebalan korteks umbi (Tabel 6).

Tabel 6. Nilai tengah diameter batang, ketebalan korteks, jumlah umbi per tanaman, jumlah umbi komersial, dan bobot umbi per tanaman ubi kayu yang berasal dari setek batang bagian pangkal, tengah, dan ujung generasi M1V1

Keterangan: nilai ± yang disajikan adalah standar deviasi.

Jumlah umbi komersial adalah jumlah umbi yang memiliki panjang umbi >20 cm. Posisi asal setek ubi kayu diketahui berpengaruh terhadap beberapa karakter kuantitatif yang diamati, yaitu diameter batang, bobot umbi per tanaman, ketebalan korteks, jumlah umbi, dan jumlah umbi komersial per tanaman. Posisi asal setek bagian tengah menghasilkan rataan tertinggi untuk semua karakter jika dibandingkan dengan setek bagian pangkal dan ujung.

Analisis gerombol mampu mengkombinasikan karakter kuantitatif dan kualitatif untuk mengukur keanekaragaman morfologi sekaligus menganalisis seberapa dekat kekerabatan antara genotipe tanaman. Analisis gerombol dilakukan untuk mengelompokkan genotipe pada beberapa kelas tertentu berdasarkan 23 karakter kualitatif dan delapan karakter kuantitatif. Analisis gerombol dilakukan berdasarkan tiga kelompok, yaitu batang bagian pangkal, tengah, dan ujung.

Sebanyak 34 mutan (putatif) hasil iradiasi sinar gamma dan lima genotipe asal ubi kayu yang berasal dari setek bagian pangkal dapat dikelompokkan jauh dengan mutan lainnya. Mutan (putatif) v3d3-1 merupakan mutan (putatif) dengan dengan ukuran cuping daun dewasa paling tinggi (5.667), sangat berbeda dengan ke-34 mutan ubi kayu lainnya yang berasal dari setek batang bagian pangkal. Hal ini mengindikasikan kemungkinan dosis iradiasi yang diberikan (30 Gy) merubah susunan genetik sehingga keragaman diantara mutan menjadi tinggi.

Pangkal 43.29±7.07 0.145±0.04 10.05±3.99 7.64±3.37 9.74±4.95

Tengah 45.55±8.04 0.153±0.04 10.41±3.45 8.22±2.63 11.60±4.39

(41)

Gambar 12. Dendogram hasil analisis 34 mutan (putatif) ubi kayu yang dihasilkan dari setek bagian pangkal

Keterangan: v1, v2, v3, v4, v5 – d0 adalah genotipe asal

I

(42)

Sebanyak 33 mutan (putatif) hasil iradiasi sinar gamma dan lima genotipe asal ubi kayu yang berasal dari setek bagian tengah dapat dikelompokkan menjadi dua pada tingkat kemiripan 75% (Gambar 13). Kelompok 1 terdiri atas 30 mutan (putatif), yaitu v3d1-1, v3d1-2, v3d1-3, v3d1-4, v3d1-5, v3d2-1, v3d2-3, v3d2-4, v5d1-1, v5d1-2, v5d1-3, v5d1-4, v5d1-5, v5d2-4, v4d1-1, v4d1-2, v4d1-3, v4d1-4, v4d2-1, v2d1-1, v2d1-2, v2d1-3, v2d1-4, v2d1-5, v2d2-5, v1d1-1, v1d1-2, v1d1-3, v1d1-5, dan v1d2-2. Kelompok II terdiri atas tiga mutan (putatif), yaitu v1d2-1, v2d2-2, dan v5d2-2.

Iradiasi sinar gamma yang menembus inti sel dapat menyebabkan terjadinya mutasi yang bersifat acak. Mutasi yang dihasilkan tidak bisa diarahkan pada target tertentu, karena banyak faktor yang mempengaruhi (Donini et al. 1990). Dendogram menunjukkan bahwa beberapa mutan (putatif) keluar dari kelompok genotipe asal, yaitu Jame-jame 30 Gy-1 dan Ratim 30 Gy-2. Tipe tanaman dan jumlah cuping menjadi pembeda untuk kelompok ini, dimana tipe tanaman untuk mutan (putatif) dalam kelompok ini adalah bercabang dengan jumlah cuping tujuh lobes. Hal yang sama juga terjadi pada mutan-mutan dari Adira-4, yang berbeda dengan kelompok genotipe asal.

Sebanyak 27 mutan (putatif) hasil iradiasi sinar gamma dan lima genotipe asal ubi kayu yang berasal dari setek bagian ujung dapat dikelompokkan menjadi dua pada tingkat kemiripan 75% (Gambar 14). Kelompok 1 terdiri atas 26 mutan (putatif), yaitu v3d1-5, v3d2-1, v3d2-4, v3d1-3, v4d3-4, v4d2-2, v4d1-1, v4d1-4, v5d2-4, v5d2-5, v5d1-3, v5d1-5, v5d1-2, v5d1-1, v5d1-4, v5d2-2, v5d2-3, v2d1-1, v2d1-4, v1d1-2, v1d1-4, v1d1-1, v2d1-5, v2d1-2, v1d2-1, dan v2d2-1. Kelompok II adalah v1d1-3. Ciri dari mutan (putatif) ini adalah ketebalan korteks umbi. Ketebalan korteks umbi pada mutan (putatif) ini adalah 0.22 cm, sedangkan mutan-mutan (putatif) lainnya yang berasal dari setek bagian ujung memiliki ketebalan korteks berkisar antara 0.1-0.2 cm.

Pengaruh mutasi yang bersifat acak terlihat dari hasil mutan yang diberi perlakuan iradiasi sinar gamma tidak memberikan pola yang teratur. Hal ini terlihat dari dendogram, dimana terdapat mutan (putatif) yang keluar dari kelompok genotipe asal, yaitu Jame-jame 15 Gy-3 dan mutan-mutan dari Adira-4, yang berbeda dengan kelompok genotipe asal. Menurut Soeranto (2003), perubahan akibat mutasi dapat menyebabkan proses fisiologis yang dikendalikan secara genetik dalam tanaman menjadi tidak normal dan menimbulkan variasi genetik baru.

(43)

Gambar 13. Dendogram hasil analisis 33 mutan (putatif) ubi kayu yang dihasilkan dari setek bagian tengah

Keterangan: v1, v2, v3, v4, v5 – d0 adalah genotipe asal

I

(44)

Gambar 14. Dendogram hasil analisis 27 mutan (putatif) ubi kayu yang dihasilkan dari setek bagian ujung

Keterangan: v1, v2, v3, v4, v5 – d0 adalah genotipe asal

I

(45)

Hasil analisis ragam fenotipe (Tabel 5) dan nilai tengah karakter bobot umbi (Tabel 6) menunjukkan bahwa setek bagian tengah merupakan bagian yang terbaik untuk diradiasi karena menghasilkan keragaman tertinggi. Hal ini diduga karena kandungan air pada setek yang berasal dari bagian batang tengah dan ujung lebih tinggi jika dibandingkan dengan pangkal, sehingga peluang terbentuknya mutan menjadi lebih besar. Akan tetapi keragaman yang dihasilkan dari setek bagian ujung diduga masih muda dan mengalami diplontic selection, dimana sel-sel mutan tidak dapat berkompetisi dengan sel-sel normal yang berada di sekelilingnya, sehingga keragaman yang terjadi tidak terekspresi.

Simpulan

Gambar

Gambar 1.  Kerangka pemikiran
Gambar 2.  Diagram alir penelitian ubi kayu
Tabel 1. Karakteristik beberapa varietas ubi kayu
Tabel 1. Karakteristik beberapa varietas ubi kayu (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain kondisi lingkungan pondok pesantren dan perilaku santri yang kurang baik, didapatkan data pengamatan dari 210 santri pria secara keseluruhan terdapat

Pada penelitian ini yang mengkaji pokok permasalahan adalah mengenai gaya hidup petani tembakau di desa Cemoro Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung, untuk itu perlu

Saya merasa puas dengan imbalan yang saya terima karena adil dengan karyawan lain, sehingga saya betah bekerja di perusahaan ini. Saya mendapat kesempatan kenaikan

Diduga adanya tetapan laju pelepasan logam timbal dan kadmium yang bermigrasi dari bahan keramik berglasir ke dalam

Judul dari Laporan Akhir ini ialah Penerapan Saluran Distribusi Surat Kabar di Daerah Plaju-Mariana pada Harian Umum Sriwijaya Post. Tujuan dari laporan akhir ini adalah

Hasil dari penelitian ini adalah terbentuknya model klasifikasi data lama studi mahasiswa STMIK Indonesia yang nantinya dapat digunakan untuk prediksi jumlah mahasiswa lulus

Perlakuan P1 (coklat), P2 (coklat gelap), dan P3 (coklat terang) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0,01) terhadap kontrol yaitu P0 (coklat sangat gelap)

penyakit HIV dan AIDS dengan cara jangan melakukan hubungan seks yang tidak aman agar tidak tertular”. Selain itu, anggota komunitas waria ini juga memiliki pengetahuan tentang