• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Pengendalian Kebisingan: Kajian Emisi Kebisingan Knalpot Yang Dibuat Dari Material Aisi Type 304 Stainless Steel Dengan Menggunakan Simulasi Metode Elemen Hingga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Teknik Pengendalian Kebisingan: Kajian Emisi Kebisingan Knalpot Yang Dibuat Dari Material Aisi Type 304 Stainless Steel Dengan Menggunakan Simulasi Metode Elemen Hingga"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS SARJANA

TEKNIK PENGENDALIAN KEBISINGAN

KAJIAN EMISI KEBISINGAN KNALPOT YANG DIBUAT

DARI MATERIAL AISI TYPE 304 STAINLESS STEEL

DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI METODE

ELEMEN HINGGA

O L E H :

MUHAMMAD HAMDANI (020401073)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui emisi kebisingan knalpot yang dibuat dari

material AISI Type 304 Stainless Steel dengan menggunakan simulasi metode elemen

hingga, yang mana untuk mengetahui distribusi panas sepanjang knalpot dan kecepatan

aliran gas buang di dalam knalpot. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap

kegiatan atau pengerjaan yaitu, pengambilan data gas buang kendaraan, melakukan

simulasi dengan metode elemen hingga dengan menggunakan software Ansys V 9.0 dan

melakukan analisa secara teoritik tingkat kebisingan yang terjadi pada knalpot. Setelah

melakukan beberapa tahap pengerjaan maka didapatlah tingkat kebisingan yang terjadi

pada putaran 745 Rpm yaitu untuk knalpot spesimen A noise yang terjadi adalah 33,267

dB, pada spesimen B noise yang terjadi adalah 19,37 dB dan pada spesimen C noise

yang terjadi adalah 55,91 dB. Kecepatan aliran gas buangnya pada putaran 745 Rpm

yaitu pada spesimen A adalah 0.1084 m/s, untuk spesimen B adalah 0.0694 m/s dan

untuk spesimen C adalah 0.1931 m/s. Kesimpulan kajian ini adalah bahwa putaran

mesin yang tinggi maka semakin tinggi pula temperatur gas buang, kecepatan gas buang

dan tingkat kebisingan yang terjadi, selain itu dimensi knalpot yang besar maka

temperatur gas buang, kecepatan gas buang dan tingkat kebisingan akan semakin kecil.

(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui emisi kebisingan knalpot yang dibuat dari

material AISI Type 304 Stainless Steel dengan menggunakan simulasi metode elemen

hingga, yang mana untuk mengetahui distribusi panas sepanjang knalpot dan kecepatan

aliran gas buang di dalam knalpot. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap

kegiatan atau pengerjaan yaitu, pengambilan data gas buang kendaraan, melakukan

simulasi dengan metode elemen hingga dengan menggunakan software Ansys V 9.0 dan

melakukan analisa secara teoritik tingkat kebisingan yang terjadi pada knalpot. Setelah

melakukan beberapa tahap pengerjaan maka didapatlah tingkat kebisingan yang terjadi

pada putaran 745 Rpm yaitu untuk knalpot spesimen A noise yang terjadi adalah 33,267

dB, pada spesimen B noise yang terjadi adalah 19,37 dB dan pada spesimen C noise

yang terjadi adalah 55,91 dB. Kecepatan aliran gas buangnya pada putaran 745 Rpm

yaitu pada spesimen A adalah 0.1084 m/s, untuk spesimen B adalah 0.0694 m/s dan

untuk spesimen C adalah 0.1931 m/s. Kesimpulan kajian ini adalah bahwa putaran

mesin yang tinggi maka semakin tinggi pula temperatur gas buang, kecepatan gas buang

dan tingkat kebisingan yang terjadi, selain itu dimensi knalpot yang besar maka

temperatur gas buang, kecepatan gas buang dan tingkat kebisingan akan semakin kecil.

(4)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Orang yang hidup dengan kebisingan lalu lintas cendrung memiliki tekanan darah

tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih tenang. Orang yang

tinggal dilingkungan dengan rata-rata tingkat kebisingan malam hari sebesar 55 desibel

atau lebih, memiliki resiko dua kali lebih besar untuk dirawat karena tekanan darah

tinggi dibanding mereka yang tinggal dilingkungan dengan rata-rata tingkat kebisingan

malam hari sebesar 50 desibel. Polusi suara meningkatkan tekanan darah dan karena itu

memiliki dampak kesehatan jangka panjang. [1]

Pada tingkat kebisingan diatas 85 dB sangat berpengaruh terhadap tekanan darah

tinggi, dan juga berpengaruh terhadap fungsi keseimbangan dan pendengaran yang

mana dapat merusak koklea ditelinga dan menyebabkan gangguan keseimbangan.

Seiring dengan kebutuhan pembangunan, penggunaan peralatan Industri yang

menimbulkan bising dan getaran di negara berkembang, termasuk Indonesia makin

lama akan makin bertambah. Hal ini perlu diantisipasi untuk mencegah kerugian

sumber daya manusia, salah satu yaitu dengan meredam getaran dan suara. [2 ]

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996 tentang baku tingkat

kebisingan menyatakan pembagian wilayah untuk beberapa zona yang antara lain

perkantoran, pertokoan, perdagangan dan pasar dengan tingkat kebisingan sekitar 50 ÷

60 dB. [3] Pada zona ini Khususnya di kota-kota besar penyebab utama kebisingan

adalah dari knalpot kendaraan bermotor. Selain itu Badan Standarisasi Internasional

ISO 5130;2002 menetapkan suatu prosedur test Instrumentasi dan lingkungan yang

(5)

Penurunan tingkat kebisingan knalpot selain dipengaruhi bentuk struktur juga

dipengaruhi oleh bahan/material knalpot. Pengurangan kebisingan dengan biaya murah

dan teknologi sederhana memerlukan perencanaan yang matang. [3]

1.2. Perumusan Masalah

Kerangka Konsep.

Gambar 1.1 Kerangka Konsep

Kebisingan merupakan suatu permasalahan yang menjadi penting dalam kehidupan kita,

walaupun kebisingan itu sendiri tergantung dari individu yang mendengarnya salah satu

contohnya adalah kebisingan dari suara kendaraan bermotor. Ada yang menganggap Permasalahan :

Kebisingan (polusi udara)

Dampak : - Manusia - Mesin

Peraturan :

- Menteri Lingkungan Hidup R.I

- Standart ISO Sumber Kebisingan

Kendaraan.

Knalpot dari material Stainless steel - Dimensi

- Bentuk

Simulasi:

Menggunakan ANSYS

Hasil Penelitian

- Karakteristik Kebisingan Frekuensi - Karakteristik Tingkat Kebisingan

Kesimpulan

(6)

suara yang di keluarkan dari kendaraan itu merupakan suatu kesenangan bagi mereka,

namun ada yang merasa kurang nyaman dengan suara kendaraan yang begitu berisik.

Oleh karena itu suara kendaraan tersebut menjadi permasalahan penting dalam

kehidupan kita. Kita juga harus memperhatikan beberapa peraturan untuk tingkat

kebisingan dari kendaraan bermotor ini seperti yang tertera dalam peraturan menteri

Lingkungan hidup Republik Indonesia dan Standar ISO.

Untuk itu akan dilakukan analisa terhadap knalpot untuk mendapatkan tingkat

kebisingan dari knalpot, analisa ini berdasarkan bentuk, dimensi dan materialnya , dan

akan dilakukan simulasi dengan menggunakan software ANSYS. Dan dalam simulasi

ini menggunakan metode elemen hingga untuk analisa non struktural. Sehingga

nantinya akan di dapat hasil dari karakteristik kebisingan frekuensi dan karakteristik

tingkat kebisingan berdasarkan perubahan dimensi dan putaran.

1.3. Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui emisi kebisingan knalpot yang dibuat

dari material AISI Type 304 Stainless Steel dengan menggunakan simulasi metode

elemen hingga.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Mendapatkan distribusi temperatur sepanjang knalpot.

2. Mengetahui pengaruh putaran terhadap kebisingan yang terjadi.

3. Mengetahui pengaruh dimensi terhadap kebisingan yang terjadi.

(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini, diantara nya :

1. Dapat mengetahui tingkat kebisingan yang dikeluarkan knalpot yang terbuat dari

material AISI T 304 Stainless Steel.

2. Memberikan informasi kepada industri.

3. Memberikan informasi untuk digunakan sebagai pengembangan pengetahuan

pada penelitian lanjutan.

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas sarjana ini meliputi 5 bab. Bab 1 memuat Latar Belakang Permasalahan,

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab 2 berisikan landasan teori yang memuat Konsep Dasar Tentang Bunyi, Hubungan

antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi, Pengertian

Kebisingan, Propagasi Bunyi, Radiasi Bunyi, Teknik Pengendalian Kebisingan,

Kebisingan Knalpot, Material Akustik, Material Stainless Steel sebagai Material

Akustik, dan Metode Elemen Hingga. Bab 3 meliputi Tahap Penelitian, Pengambilan

Data Pengukuran, Prosedur Pengambilan Data Pengukuran, Analisa Pembebanan,

Diagram Alir Simulasi, Penentuan Sifat Fisik dan Mekanik dari Material dan Prosedur

Simulasi . Bab 4 yang memuat Hasil Simulasi dan Perhitungan Teoriris. Bab 5

(8)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Tentang Bunyi

Bunyi adalah hasil getaran sebuah benda. Getaran dari sumber bunyi menggetarkan

udara sekitarnya, dan merambat ke segala arah sebagai gelombang longitudinal. Bunyi

secara psikologis, didefenisikan sebagai hasil dari variasi-variasi tekanan di udara yang

berlaku pada permukaan gendang telinga mengubah tekanan ini menjadi sinyal-sinyal

elektrik dan diterima otak sebagai bunyi. Bunyi juga dapat didefenisikan sebagai

gangguan fisik dalam media yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Pengertian ini

menetapkan kebutuhan akan adanya media yang memiliki tekanan dan elastisitas

sebagai media pemindah gelombang bunyi.

Bunyi termasuk gelombang mekanis longitudinal. Gelombang bunyi tersebut dapat

dijalarkan didalam benda padat, benda cair, dan gas. Bunyi tidak merambat melalui

ruang hampa udara (vakum). Bunyi merambat melalui suatu medium dengan cara

memindahkan energi kinetik dari satu molekul lainnya dalam medium tersebut.

Bunyi dapat didengar oleh telinga manusia, apabila mempunyai frekuensi antara 16

Hz sampai 6 kHz. Jangkauan frekuensi ini disebut frekuensi audio (audible range).

Frekuensi bunyi dibawah ambang batas pendengaran manusia (< 16 Hz) disebut

frekuensi infrasonik. Sedangkan frekuensi diatas ambang batas pendengaran manusia

(>16 kHz) disebut frekuensi ultrasonik.

2.1.1 Perambatan Bunyi

Bunyi hanya dapat merambat melalui medium. Gelombang-gelombang bunyi, jika tidak

dirintangi akan menyebar didalam semua arah dari sebuah sumber. Sebagai contoh,

getaran pengeras suara menghasilkan gelombang bunyi di udara. Getaran-getaran

(9)

secara normal adalah getaran dari udara yang memaksa gendang telinga kita untuk

bergetar. Akan tetapi, gelombang bunyi juga dapat menjalar ke bahan-bahan lainnya.

Jelas sekali bahwa bunyi tidak dapat berpindah tanpa adanya bahan atau medium

perantara. Bunyi memerlukan waktu untuk merambat dari suatu tempat ke tempat yang

lain. Kecepatan bunyi pada setiap bahan berbeda-beda.

2.1.2 Frekuensi

Frekuensi bunyi dapat didefenisikan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan

regangan yang muncul dalam satu satuan waktu.[5]

f = 1/t (1)

dimana : f = Frekuensi (Hz)

t = Waktu (detik)

Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat jarak frekuensi yang dapat ditransmisikan dan

diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi

Tabel 2.1 Jarak frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi.[5]

Sumber Bunyi Jarak Frekuensi (Hz)

Manusia 85 - 5.000

Anjing 450 - 1080

Kucing 780 - 1520

Piano 30 - 4100

Pitch Musik Standar 440

Terompet 190 - 990

Drum 95 - 180

Kelelawar 10.000 - 120.000

Jangkrik 7.000 - 100.000

Burung Nuri 2.000 - 13.000

Burung Kakak Tua 7.000 - 120.000

(10)

Penerima Bunyi Jarak Frekuensi (Hz)

Manusia 20 - 20.000

Anjing 15 - 50.000

Kucing 60 - 65.000

Kelelawar 1000 - 120.000

Jangkrik 100 - 15.000

Burung Nuri 250 - 21.000

Burung Kakak Tua 150 - 150.000

2.1.3 Kecepatan Perambatan

Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda pada tiap media. Pada media gas atau udara,

cepat rambat bunyi bergantung pada kerapatan, suhu, dan tekanan. [5]

c =

ρ

γ.Ρa (2)

atau dalam bentuk sederhannya dapat ditulis :

c = 20,05 T (3)

dimana : c = Cepat rambat bunyi (m/s)

γ = Rasio panas spesifik (untuk udara = 1.41)

Pa = Tekanan atmosfer (pascal)

ρ = Kerapatan (Kg/m3)

T = Suhu (K)

Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan.[5]

c = ρ

E

(4)

dimana : E = Modulus Elastisitas (Pascal)

(11)

Pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.[5]

c = ρ

K

(5)

dimana : K = Modulus bulk

ρ = Kerapatan (Kg/m3)

2.1.4 Panjang Gelombang

Panjang gelombang bunyi dapat didefenisikan sebagai jarak antara dua muka

gelombang berfase sama. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi dan cepat

rambat bunyi dapat ditulis.[5]

f c

=

λ (6)

Dimana : λ= Panjang gelombang bunyi (m)

c = Cepat rambat bunyi (m/det)

f = Frekuensi (Hz)

2.1.5 Intensitas

Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah

per satuan luas. Intensitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan.[6]

I =

A W

(7)

Dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)

W = Daya akustik (Watt)

A = Luas Area (m2)

Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang

dapat dideteksi telinga manusia adalah 10-6 W/cm2. Intensitas maksimum bunyi yang

(12)

2.1.6 Kecepatan Partikel

Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya.

Radiasi bunyi ini akan mendorong dan partikel udara yang dekat dengan permukaan

luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel disekitar

radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel.

Hubungan tekanan dengan kecepatan partikel sebagai berikut : [7]

V =

c .

ρΡ (8)

Dimana : V = Kecepatan partikel (m/det)

P = Tekanan (pascal)

ρ = Massa jenis bahan (kg/m3)

c = Kecepatan rambat gelombang (m/det)

Untuk permasalahan solidborne dapat dianalogikan menjadi persamaan

.

ρ

σ= c.V (9)

Dengan asumsi :

1. Gelombang yang terjadi di solid adalah gelombang bidang

2. Persamaan diatas dapat diturunkan menjadi gerak di benda solid

3. Reaksi medium solid berupa tegangan, sedangkan pada udara berupa tekanan

2.1.7 Tekanan Bunyi dan Tingkat Tekanan Bunyi

Tekanan bunyi adalah variasi tekanan diatas dan dibawah tekanan atmosfer, dalam

satuan pascal. Variasi tekanan ini sifatnya periodik, satu variasi tekanan komplit disebut

juga sebagai satu siklus frekuensi. Secara umum persamaan gelombang tekanan bunyi

diasumsikan sama dengan persamaan pada gelombang harmonik seperti terlihat pada

(13)

Gambar 2.1Gelombang Sinusoidal

t f P

Pl = osin2π . (10)

Untuk gelombang bunyi yang ditransmisikan dan dipantulkan dipengaruh oleh adanya

sudut fasa. Pada gambar 2.2 terjadi ketelambatan gelombang atau gelombang terjadi

melewat titik nol.

) . 2

sin( π −φ1

=P f t

Pt o (11)

Gambar 2.2 Gelombang sinus dengan sudut fasa φ(lag)

(14)

(12)

Gambar 2.3 Gelombang sinus dengan sudut fasa φ(lead)

Kemudian diasumsikan adanya sistem getaran satu derajat kebebasan. Sudut fasa

berhubungan dengan sistem getaran satu derajat kebebasan.

Gambar 2.4Sistem getaran satu derajat kebebasan.

Sehingga persamaan untuk tekanan bunyi yang ditransmisikan adalah pada persamaan

(13) sedangkan untuk tekanan bunyi yang dipantulkan pada persamaan (14).

) .

2

sin( f t k2x P

Pt= a π − (13)

) . 2

sin( π +φ2

=P f t

(15)

)

Tingkat tekanan bunyi didefenisikan dalam persamaan berikut : [9]

Lp = 10 log

Dimana : Lp = Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level/SPL), dB

P = Tekanan bunyi referensi, 2 x 10-ref 5 N/m2 untuk bunyi udara

p (t) = Tekanan bunyi, Pa

2.1.8 Tingkatan Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi sangat penting diperhatikan untuk mengetahui radiasi total yang

menuju udara oleh sumber bunyi dan untuk mengetahui tekanan bunyi. Intensitas bunyi

tergantung pada posisi dalam daerah persatuan luas dimana gelombangnya bergerak

secara pararel. Intensitas bunyi akan bernilai maksimum jika arah gelombangnya tegak

lurus dari sumber bunyi.

Hubungan intensitas bunyi, tekanan bunyi, kecepatan bunyi dan kerapatan udara

adalah sebagai berikut :[9]

p2rms =Imas.ρ.c (16)

(16)

ρ= Kerapatan udara, Kg/m3

c = kecepatan bunyi di udara, m/s

Tingkatan intensitas bunyi didefenisikan dalam rumus berikut : [9]

Lt = 10 log

ref I

I

(17)

Dimana : I = Intensitas bunyi, W/m2

Iref= Intensitas referensi, 10-12 W/m2

2.1.9 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi

Daya bunyi adalah daya radiasi sumber bunyi yang menuju ke sekitar udara, dalam

satuan watts. Hubungan daya bunyi dengan intensitas bunyi ditulis dalam persamaan

berikut :[6]

) ( ) 4

( r2 I r

Ws = π s (18)

Dimana Ws = Total daya bunyi, (Watts)

Is = Maksimum intensitas udara pada jarak radius (r)

r = Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke permukaan imajiner

sphere, (m)

tingkatan daya bunyi didefenisikan dalam persamaan berikut :[9]

w

L = 10 log W/W0 (19)

Dimana : L = Tingkat daya bunyi, (dB) w

W = Daya bunyi, (Watts)

(17)

2.2 Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan

Bunyi

Intensitas pada suatu ketika berhubungan dengan tekanan bunyi pada titik dalam daerah

bebas seperti pada persamaan dengan mengkombinasikan persamaan maka diperoleh

tingkat intensitas bunyi sebagai berikut : [6]

I

Dengan cara yang sama terhadap tingkat tekanan bunyi, maka :

Lp = LI + 10 log K (21)

Pada kondisi dimana intensitas adalah seragam dalam sebuah daerah S, daya bunyi dan

intensitas berhubungan pada persamaan :[6]

W = I.A (22)

Selanjutnya hubungan antara tingkat intensitas dan tingkat daya bunyi sebagai berikut:

10 log

2.2.1 Tingkat Tekanan Suara

2.2.1.1.Tingkat Tekanan Suara dan Tingkat Tekanan Suara Berbobot A ( Tingkat kebisingan).

Suara adalah gejala dimana partikel-pertikel udara bergetar dan menyebabkan

perubahan-perubahan dalam tekanan udara, intensitasnya dinyatakan sebagai tekanan

(18)

Tekanan suara sebesar 20 Pa adalah tekanan suara minimum yang dapat ditangkap oleh

telinga manusia, atau tekanan suara refrensi efektif.

Tekanan suara juga diukur dalam (decibel) dB. Alat-alat ukur tingkat kebisingan

menggunakan rangkaian penyesuaian refrensi yang mengassimilasikan kepekaan telinga

manusia terhadap kenyaringan. Karakteristik penyesuaian frekuensi ini adalah seperti

terlihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Karakteristik Frekusensi. [3]

Tingkat kenyaringan yang di dapat sesudah penyesuaian frekuensi ini dinamakan

”Tingkat tekanan suara berbobot A (tingkat kebisingan)”. Dimana tingkat tekanan suara

berbobot A = 2

0 2 log 10

P PA

dan tingkat tekanan suara = 2 0

2 log 10

P P

, dimana :

P0 = 20 Pa (24)

2.2.1.2 Tingkat Tekanan suara Berbobot A yang Sepadan dan Kontinyu

Didefinisikan sebagai ”tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang fluktuasi

selama satu periode waktu T, yang dinyatakan sebagai jumlah energi rata-rata”.

(19)

Periode waktu adalah dari t1 sampai t2, jumlah contoh-contoh tekanan suara berbobot A

adalah n. Tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang fluktuasi selama satu

periode waktu T dapat dilihat seperti pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hubungan Tingkat Tekanan Suara dengan Waktu [3]

2.3 Pengertian Kebisingan

Bising (noise) diartikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dan dapat merusak

pendengaran manusia. Bunyi dinilai sebagai bising sangatlah relatif, suatu contoh

misalnya : bunyi mesin-mesin di pabrik merupakan hal yang biasa bagi operatornya,

tetapi tidak demikian pada orang-orang lain disekitarnya. Itu adalah suara yang tidak

diinginkan, suara itu adalah kebisingan. Tetapi hampir semua mesin-mesin yang

dihasilkan, baik itu untuk industri maupun pada kendaraan bermotor selalu disertai

(20)

2.3.1 Sumber-Sumber Kebisingan

Secara garis besar sumber-sumber kebisingan dapat dibagi atas tiga yaitu :

1. Air Borne (sumber udara atau gas)

2. Solid Borne / Structur Borne (Sumber Padatan)

3. Fluid Borne (Sumber Cairan)

Air borne merupakan penyebab kebisingan akibat fenomena turbulen, shock dan pulsasi

di dalam media udara atau gas. Solid borne / struktur borne adalah fenomena

kebisingan yang terjadi pada benda solid akibat dari impak, medan magnet dan lainnya.

Sedangkan fluid borne adalah kebisingan pada fluida yang disebabkan oleh

gejala-gejala turbulen, kavitasi dan pulsasi.

Pada sistem teknik mesin, gejala-gejala penyebab kebisingan yang sering timbul

dapat digolongkan atas tiga yaiut :

1. Mechanical Noise : Kebisingan akibat fenomena mekanikal, antara lain pada

roda gigi, impeller, sudu fan ataupun sistem yang terkena beban luar.

2. Electro Noise : Kebisingan akibat fenomena elektro, antara lain pada trafo,

generator dan lainya.

3. Hydro Noise : Kebisingan akibat fenomena hydro, antar lain aliran turbulen pada

instalasi pipa dan lainya.

2.3.2 Efek Pendengaran dan Pengaruh Kebisingan Terhadap Manusia

Pada sistem pendengaran manusia memiliki batas dan reaksi terhadap pendengaran yang

berpengaruh terhadap aspek psikologi, fisik dan biologis.

Kebisingan yang terjadi dapat mempengaruhi kemampuan pendengaran manusia, selain

itu juga dapat mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dan tingkah lakunya.

Kebisingan yang cukup tinggi lebih dari 70 dB dapat mengakibatkan kegelisahan,

kurang enak badan dan gangguan peredaran darah. Kebisingan lebih dari 85 dB dapat

(21)

Bila tingkat kebisingan melampui tingkat kebisingan yang membahayakan maka

harus diambil suatu tindakan pencegahan untuk mereduksi sumber kebisingan. Dan

apabila hal ini berlangsung terus menerus dapat merusak pendengaran yang sifatnya

sementara atau permanen. Sayangnya hal ini tidak disadari oleh semua orang, sebab

pengaruh atau efek yang ditimbulkan tidak terjadi saat itu juga, bisa beberapa tahun atau

saat memasuki hari tuanya.

Pada sistem pendengaran manusia memiliki batas dan reaksi terhadap

penerimaan pendengaran yang berpengaruh terhadap aspek psikologi, fisik dan biologis.

Para peneliti kesehatan menyimpulkan bahwa bising dapat mempengaruhi pendengaran,

detak jantung, gangguan tidur dan lain sebagainya.

Telinga manusia memberikan respon berbeda pada tiap frekuensi bunyi yang

berbeda. Agar dapat menginterpretasikan respon telinga terhadap sumber bunyi tertentu,

kita harus mengetahui distribusi bunyi disepanjang spektrum frrekuensi. Respon

non-linier telinga telah menghasilkan kurva-kurva Fletcher-Munson untuk kenyaringan yang

sama sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.7.

Pendengaran normal manusia dapat menerima bunyi dalam jarak frekuensi dari

20 – 20.000 Hz yang disebut juga sebagai batas normal frekuensi pendengaran audible.

Dalam jarak ini sendiri, pendengaran manusia lebih peka terhadap frekuensi sedang

dibandingkan pada frekuensi rendah atau tinggi.

Pendengaran manusia sangat sensitif pada frekuensi 3000 – 6000 Hz, yang mana

pada jarak ini terdapat takikan kurva yang sangat signifikan karena pada jarak frekuensi

(22)

Gambar 2.7 Kurva Fletcher-Munson [10]

Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi

pendengaran pada telinga penerima disebut ambang kemampuan pendengaran (treshold

of hearing). Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai suatu

keadaan dimana rasa tidak nyaman menyebabkan rasa sakit tertentu disebut ambang

rasa sakit (treshold of pain). Kurva ambang kemampuan didengar dan ambang rasa sakit

yang membatasi daerah sensasi pendengaran dapat dilihat pada gambar 2.8

(23)

Secara umum pengaruh kebisingan pada pendengaran dapat dibagi menjadi tiga kategori

1. Trauma akustik, yaitu kerusakkan organik yang bersifat cepat pada telinga

akibat adanya energi suara yang diluar batas.

2. Kehilangan pendengaran sementara (nois-induced tempory treshold shift), yaitu

bila telinga pendengar segera dapat kembali normal setelah terkena bising pada

jangka waktu tertentu.

3. Kehilangan pendengaran tetap (noise-induced permanent treshold shift), yaitu

bila telinga pendengar tidak dapat kembali normal setelah terkena bising pada

jangka waktu tertentu.

Tingkat tekanan bunyi yang diterima oleh pendengar juga bergantung pada jangka

waktu penerimaannya. Hubungan antara sumber bunyi, frekuensi, waktu, ambang batas

(24)

Gambar 2.9 Sumber Bunyi Umum Pada Frekuensi Dominan Dan Tingkatannya [10]

Pemerintah Indonesia, melalui keputusan menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan, membuat aturan

mengenai baku tingkat kebisingan yang diizinkan di Indonesia. Baku tingkat kebisingan

ini adalah pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan Indonesia [3]

Peruntukkan Kawasan/Lingkungan

Kegiatan Tingkat Kebisingan

a. Peruntukkan Kawasan

1.Perumahan dan Pemukiman 55

(25)

3. Perkantoran dan Perdagangan 65

Berbagai nilai umum untuk tingkatan tekanan bunyi (SPL), bunyi tipikalnya, serta

penampakkan subjektifnya dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Tingkat Bising Umum [10]

Tingkat Tekanan Bunyi (dBA)

Bunyi Tipikal Penampakkan Subjektif

150 Pemaparan singkat dapat

140

Pesawat jet yang take off

menyebabkan gangguan pendengaran

130 Tembakkan artileri Ambang batas sakit 120 Sirene pada 100 ft, petir, sonic boom Menulikan telinga

110 Akselerasi sepeda motor, band hard rock Ambang batas ketidaknyamanan 100

Kereta api bawah tanah, jalan raya yang Sangat ribut, percakapan, sangat sulit ; diperlukan Penutup telinga untuk kesehatan ribut, mesin pemotong rumput

90 Pabrik yang sibuk, truck tak berknalpot, peluit kereta api, bor palu tangan pneumatik 80

Percetakkan, kantor yang sibuk, kebanyakkan

Ribut, harus keras berbicara agar bisa didengar

pabrik

70

Bising jalan raya, mesin tik, kereta api barang pada 100 ft.

60 Rumah yang bising, lobby hotel, restoran,

Percakapan normal dapat didengar dengan mudah percakapan normal

50

kantor umum, rumah sakit, bank, jalanan yang lengang

40 Kantor pribadi, rumah yang sunyi

Sunyi 30 Percakapan rahasia

20 Bisikan

Sangat sunyi 10 Nafas manusia

(26)

Sedangkan tabel 2.4 memberikan hubungan tingkat tekanan bunyi dan tekanan bunyi

serta situasi tipikalnya

Tabel 2.4 Spektrum Kebisingan Akustik [9]

Wilayah Kebisingan

Lp, decibels

Tekanan Bunyi

Tipikal Situasi N/m2 Atm. lb/in2 peluncuran pesawat jet

120 20 2.03 x 10-4 2.94 x 10-3 Guntur

Dalam teknik pengendalian kebisingan identifikasi propagasi atau jalanya rambatan

bunyi mencakup komponen mana saja yang berpotensial meneruskan dan merefleksikan

kembali bunyi pada suatu kontruksi. Gelombang bunyi berpropagasi dalam bentuk

gelombang kompresi yang berjalan dengan kecepatan bunyi dalam medium sekitarnya.

Gelombang longitudinal sebagai penghantar energi bunyi berpropagasi pada

medium-medium yang memiliki tekanan dan elastisitas seperti plasma, gas, fluida dan solid.

Gelombang bunyi menjalar di udara bergantung pada elastisitas dan kerapatan udara.

Propagasi bunyi/kebisingan dari sumber bunyi/kebisingan dapat dikategorikan atas tiga

bagian utama, yaitu :

1. Solid/structure borne

(27)

3. Fluid Borne

2.4.1 Solid Borne

Rambatan gelombang bunyi benda/material solid sangat tergantung dari dimensi dan

material mediumnya. Pada material solid akan terjadi fenomena gelombang transversal

yang sangat berpengaruh pada kecepatan rambat gelombangnya.

Kecepatan rambat gelombang pada media padat dinyatakan sebagai : [5]

ρ

E

c0 = m/det (25)

Dimana : E = Modulus Elastisitas, Gpa

ρ =Kerapatan, Kg/m3

Kecepatan rambat gelombang longitudinal dibenda solid dipengaruhi dimensi

model yang ditinjau dan menyebabkan tekanan atau tarikan dan pergeseran dalam

bentuk tegangan sebagai reaksi material yang bersifat lateral. Hal ini dikarenakan jika

media solid diberi beban akan menyebabkan gelombang longitudinal dan transversal.

Telah diketahui bahwa rapatan longitudinal menyebabkan regangan yang besarnya

dx

ξ

dan disertai pergeseran sudut sebesar dy

K

dengan anggapan gelombang menjalar

sepanjang sumbu x. Harga K adalah perpindahan dalam arah y dan merupakan fungsi

dari x dan y. Perbandingan antara kedua regangan ini disebut poisson’s ratio yang

besarnya : [11]

Harga poissons’s ratio v, merupakan bentuk dari konstanta elastic lame’s λ dan

koefisien kekakuan G untuk benda solid sebagai :

v =

) ( 2 λ+G

(28)

harga λ dan G adalah positif sehingga nilai v selalu <1/2 atau sering kali berada sekitar

1/3

Pengaruh dari kekakuan transversal G menyebabkan kekakuan material dan

meningkatkan konstanta elastis selama gelombang longitudinal beroperasi. Kecepatan

rambat gelombang dipengaruhi oleh kekakuan transversal sehingga menjadi :

= 1

c

ρ λ+2G

(28)

2.4.2 Air Borne

Bunyi dapat ditransmisikan lewat udara disebut bunyi di udara (air borne sound).

Percakapan manusia, bunyi musik, dan bunyi-bunyian lainnya sampai pada telinga

pendengar melalui media udara.

Dari sudut pandang penerima, bunyi struktur tidak dapat dibedakan dari bunyi di

udara. Bunyi struktur yang ditransmisikan langsung lewat bangunan tertentu, seperti

tembok, balok, panel, langit-langit gantung, plesteran berbulu, dan papan-papan

bangunan dan akhirnya mencapai pendengar sebagai bunyi di udara.

Bising di udara yang berasal dari ruang sumber dapat ditransmisikan ke ruang

penerima dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Sepanjang jejak udara yang sinambung lewat bukaan, seperti pintu dan jendela

yang terbuka, pipa ventilasi dan kisi-kisi, lubang-lubang udara, daerah yang

berpusar (crawl space), celah dan retakan sekitar pintu, pipa kabel listrik, peralatan

listrik dan elemen yang tertanam (built-in).

2. Lewat getaran paksa yang diberikan pada permukaan batas (dinding, lantai,

langit-langit) oleh sumber bunyi dan ditransmisi ke permukaan batas ruang penerima.

Sebenarnya apa yang diterima pendengar dalam ruang penerima bukan bagian dari

bunyi asli tetapi reproduksi bunyi tersebut. Bila ruang sumber dan ruang penerima

(29)

diradiasikan kembali dapat menjadi sangat jelas kecuali bidang batas yang bersangkutan

menyediakan cukup hambatan (resistance) pada getaran, yaitu massanya cukup besar.

2.5 Radiasi Bunyi

Radiasi bunyi adalah terpancarnya kebisingan dari batas sistem/unit/mesin ke

lingkungan. Identifikasi radiasi sangat tergantung dari bentuk geometri dari suatu

struktur mesin/komponen, serta bagian mana saja yang berpotensial dan bersifat

dominan. Radiasi juga dipengaruhi oleh situasi disekitar objek yang menjadi

permasalahan, seperti tipe medan bunyi, ruang terbuka atau ruang tertutup dan emisi

dari mesin-mesin yang berdekatan.

Seperti halnya propagasi bunyi, radiasi bunyi juga dapat dibedakan atas tiga

jenis, yaitu : air borne radiation, solid/structure borne radiation, dan liquid borne

radiation. Secara umum peristiwa radiasi bunyi dapat dilihat pada gambar 2.10

Radiation Structure Borne

Air Borne

Liquid borne

Radiation from surface

Excitation of surface

Force Transmission Radiation from

surface Free field Excitation from

surface

`

(30)

2.5.1 Pulsating Sphere

Pulsating sphere mewakili sebuah idealisasi model yang menggambarkan karakteristik

radiasi bunyi dari beberapa sumber bunyi yang bergetar dalam sebuah cara yang

menghasilkan dalam perpindahan volume. Asumsikan bola berjari-jari r bergetar dengan

kecepatan permukaan normal ( ) ^

r

v pada frekuensi f =ω/2π. Tekanan bunyi ^

p (x)

berkurang dengan bertambahnya jarak x, sehingga :[13]

Kecepatan partikel v(x), yang titiknya dalam arah radial adalah

ω adalah nomor gelombang dan 0

ρ dan c adalah kerapatan dan 0

kecepatan bunyi. Evaluasi kedua persamaan ini pada permukaan bola (x=r) dan

pemecahan untuk p(r) didapat

)

Dimana Zrad adalah impedansi radiasi dari pulsating sphere mengindikasikan

bahwa pada frekuensi rendah dimana k << 1(0 ωρ0r<< ρ0c0)kecepatan getaran

) ( ^

r

v menghasilkan tekanan bunyi 0 0

^

p << ρ dan bahwa hanya sebuah fraksi dari

tekanan bunyi kecil ini adalah dalam fase dengan kecepatan, alasan-alasan fisik untuk

sifat ini adalah sebagai berikut :

1. Pada frekuensi rendah fluida di dorong keluar dari arahnya dengan lambat dan

berpisah sepanjang garis radial karena itu kecepatan partikel berkurang dengan

(31)

saluran. Reaksi gaya kecil dan umumnya dapat disebabkan oleh inersia dari

fluida dan kompresi yang rendah.

2. Dengan pertambahan frekuensi, proses pengelakkan harus mengambil tempat

lebih cepat dan reaksi gaya bertambah karena fraksi darinya dapat disebabkan

oleh kompresi.

3. Pada frekuensi tinggi menjadi lebih ringan untuk menekan fluida dari pada

untuk mengakselerasinya untuk menyelesaikan proses pemisahan dan gaya

reaksi menjadi penuh disebabkan oleh efek kompresi.

Hal ini menyebabkan pulsating body (dari beberapa bentuk) kecil dibandingkan

dengan panjang gelombang. Energi bunyi di radiasi oleh sphere pulsating dengan

kecepatan permukaan puncak ( ) ^

ρ0C0 = karakteristik impedance untuk udara

v = kecepatan partikel untuk tiap jarak (m/s)

S = merupakan luas permukaan radiasi (m2)

K0 = bilangan gelombang 2πf/c

2.5.2 Efisiensi Radiasi

Biasanya untuk menentukan efisiensi radiasi bagian yang bergetar digunakan persamaan

(32)

dimana (vn2) adalah komponen normal dari kecepatan getaran kuadrat rata-rata dari

radiasi permukaan dari luas A dan Wrad adalah energi radiasi bunyi. Dengan defenisi

ini, persamaan (33) menjadi

[

2

]

0 2 0

) ( 1

) (

a k

a k rad

+ =

σ (34)

2.6 Teknik Pengendalian Kebisingan (Engeneering Noise Control)

Pengendali kebisingan merupakan tindakan penurunan/pengurangan kebisingan di

sumber-sumber kebisingan, mengontrol jalannya kebisingan dan perlindungan terhadap

receiver (penerima) jika tingkat kebisingan sudah melewati batas yang diizinkan.

Penurunan kebisingan dengan metode aplikasi akustik pada permesinan sejak tahap

desain merupakan hal yang paling efektif mengingat besarnya biaya yang harus

dikeluarkan. Persoalan pengendalian kebisingan bersifat multi dimensi atau lintas ilmu.

Untuk mendapatkan suatu rancangan komponen mesin yang bersifat low noise

design, ada hal-hal tertentu yang harus dilakukan salah satunya adalah identifikasi.

Source atau Noise Generation Mechanism (NGM) harus diketahui terlebih dahulu.

Bersifat apakah NGM-nya, apakah air borne, solid borne, ataupun fluid borne.

Identifikasi ini mencakup sumber, propagasi dan radiasi dan berdasarkan data-data

kulitatif, eksperimen dan pengalaman.

Sumber

Propagasi

Radiasi

Penerima

(33)

Sumber bunyi (accoustic source) dilukiskan sebagai fluktuasi gaya-gaya dalam

medium/media. Fluktuasi gaya-gaya dapat berupa gerakan permukaan pada benda solid

atau fluktuasi fluida seperti aliran turbulen.

Teknik yang dipakai untuk mengendalikan kebisingan pada sumber, yaitu :

1. Menghindari atau mengurangi sumber Air Borne, misalnya pada peristiwa

turbulensi, shock dan pulsasi.

2. Menghindari atau mengurangi sumber Fluid Borne, misalnya pada peristiwa

turbulensi, shock, pulsasi dan kavitasi.

3. Menghindari atau mengurangi sumber Solid Borne, misalnya pada peristiwa

impak dan gesekan. Propagasi merupakan rambatan kebisingan yang akan

diterima telinga. Dalam banyak situasi sumber, propagasi dan penerima dapat

berupa interaksi-interaksi antara mereka, namun pendekatan pemecahan

permasalahan kebisingan adalah dengan cara yang sama. Dalam identifikasi

sumber-sumber kebisingan suatu sistem haruslah diketahui

komponen-komponen mana saja yang bersifat aktif maupun pasif. Identifikasi propagasi

atau jalanya rambatan bunyi mencakup komponen mana saja yang berpotensial

meneruskan dan merefleksikan kembali dalam suatu material.

Teknik yang dipakai untuk mengendalikan kebisingan propagasi suara, yaitu :

1. Pembungkusan (capsuling)

Pengertian dari capsuling yang umum dipakai adalah menutup sistem secara penuh

untuk mencegah terjadinya refleksi suaru dari mesin ke dinding rumah mesin.

2. Menggunakan plat akustik

3. Menyerap bising melalui material akustik/damper.

Identifikasi radiasi sangat tergantung dari bentuk geometri dari suatu struktur

mesin/komponen. Bagian mana saja yang berpotensial dan bersifat dominan. Radiasi

(34)

medan bunyi, ruang terbuka atau ruang tertutup dan emisi dari mesin-mesin yang

berdekatan.

Secara prinsip peristiwa radiasi dapat terjadi melalui bukaan (opening) pada

mesin/sistem atau getaran/vibrasi dari luasan permukaan luar mesin/sistem tersebut.

Teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi/mengendalikan kebisingan radiasi suara

dibagi dua, yaiu :

a. Teknik pengendalian radiasi suara melalui opening

1. Menentukan/merancang arah radiasi pada posisi/arah yang paling tidak

mengganggu, dengan cara memodifikasi opening tersebut.

2. Mempergunakan damping atau dinding plat akustik pada opening tersebut.

b. Teknik pengendalian radiasi suara pada luasan permukaan mesin.

1. Luas permukaan yang berpotensi terjadinya radiasi, dibuat sekecil mungkin.

2. Permukaan mesin yang rentan getaran dihindari

3. Luas permukaan yang besar dibuat kecil.

4.Terapkan prinsip permukaan bagian luar dari struktur mesin mempunyai efisiensi

radiasi yang kecil/rendah.

5. Redam permukaan tempat terjadinya radiasi suara

2.7 Peredam Kebisingan(Noise Silencer)

Silencer atau Knalpot adalah alat pereduksi suara dan panas pada kendaraan atau

Mesin - mesin internal combustion , khusus pada mobil bensin atau diesel penyerapan

panas yang diambil oleh knalpot atau exhaust kurang lebih 30-35%.

Noise silencer merupakan kebisingan yang terjadi pada knalpot. Kebisingan terjadi

akaibat gas pembakaran yang dihasilkan dari mesin masuk ke knalpot dengan tekanan

yang sangat tinggi. Untuk itu silencer atau knalpot dirancang khusus untuk meredam

kebisingan yang terjadi pada kendaraan bermotor. Oleh karena, itu material yang baik

(35)

Panas yang diterima knalpot dari hasil pembakaran dari motor berkisar 130 °C

sampai dengan 160 °C dan suara yang sangat keras ketika terjadi pembakaran diruang

bakar, maka knalpot harus mempunyai syarat–syarat tertentu apalagi pada saat sekarang

lingkungan sangat di perhatikan dalam rangka menunjang program langit biru dimana

gas buang dapat menjadikan kerusakan pada lingkungan maka mau tak mau

pembuangan gas bekas menjadi perhatian sangat serius dan harus memenuhi kriteria

tertentu. Adapun syarat utama pada knalpot:

1. Kemampuan bahan terhadap panas

2. Mereduksi suara atau kebisingan

3. Tidak mengganggu kinerja motor

4. Gas yang keluar tidak merusak lingkungan

(36)

Gambar 2.13 Bentuk Knalpot yang Dimesh. [14]

Knalpot yang telah ada di meshkan sesuai dengan gambar 2.13 yang mana akan

membantu dalam melakukan simulasi. Ini tampak terlihat dari gambar di atas.

Gambar 2.14 Hasil Simulasi dengan PATRAN

Berdasarkan hasil studi literatur yang ada pada gambar 2.14 dapat dilihat hasil

simulasi yang telah ada. Pada gambar terlihat jelas hasil simulasi bentuk knalpot yang

telah dimesh dengan menggunakan software PATRAN pada frekuensi 2900 Hz . pada

(37)

Gambar 2.15 Hasil Simulasi dengan Menggunakan PATRAN

Berdasarkan hasil studi literatur yang ada pada gambar 2.15 terlihat jelas hasil

simulasi bentuk knalpot yang telah di-mesh dengan menggunakan software PATRAN

pada frekuensi 700 Hz. Pada gambar 2.15 terjadi distribusi suara pada gas borne dengan

3 zona.

2.8 Material Akustik

Bila suatu gelombang bunyi datang pada suatu permukaan batas yang memisahkan dua

daerah dengan laju gelombang berbeda, maka kemungkinan yang terjadi adalah

1.Dipantulkan semua

2.Ditransmisikan semua

3.Sebagian gelombang akan dipantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan

Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.16 :

Gelombang Datang

Gelombang Pantul

Gelombang Datang

Gelombang Pantul

Gelombang diserap/ ditransmisikan 1

1c

ρ ρ2c2

(38)

Misalkan dua media akustik dengan sifat impedansi ρ1c1 dan ρ2c2, dimana dataran

gleombang dari arah kiri merambat tegak lurus terhadap antar muka. Jika ρ1c1 lebih

kecil dari ρ2c2, kemudian energi dari gelombang datang tak dapat ditransmisikan

melewati dataran antar muka, setiap energi yang tersisa akan menjadi gelombang

pantul.

2.8.1 Penyerapan dan Pemantulan Akustik

Pemantulan bunyi adalah fenomena dimana gelombang bunyi dibalikkan dari suatu

permukaan yang memisahkan dua media. Pemantulan bunyi ini juga mengikuti kaidah

pemantulan, dimana sudut datangnya bunyi (i0) selalu sama dengan sudut pantulan

bunyi (r0). Jumlah energi bunyi yang dipantulkan oleh suatu permukaan bergantung

pada permukaan yang dikenainya seperti pada gambar 2.17. Dinding lantai, dan

langit-langit datar dapat menjadi pemantul yang baik; sebaliknya bahan-bahan yang kurang

tegar dan berpori seperti kain, tirai dan taplak perabotan akan banyak menyerap bunyi.

(39)

Proses pemindahan daya bunyi dari suatu ruangan tertentu, dalam mengurangi

tingkat tekanan bunyi dalam volume tertentu, dikenal sebagai penyerapan bunyi. Proses

ini berkaitan dengan penurunan jumlah energi dari udara yang menjalar hingga ia

mengenai suatu media berpori atau fleksibel. Bagian energi terserap ketika gelombang

bunyi dipantulkan darinya disebut dengan koefisien serapan bunyi dari material. Harga

koefisien serapan bunyi ini bergantung dari sifat material, frekuensi bunyi dan sudut

gelombang bunyi ketika mengenai permukaan material tersebut. Secara matematis dapat

ditulis : [15]

α = Ia / Ii (35)

dimana :

Ia = Intensitas bunyi yang diserap (W/m2)

Ii = Intensitas bunyi yang terjadi (W/m2)

Koefisien penyerap bunyi atau α untuk beberapa material dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Koefisien Serapan [15]

Material Sound Absorption

Plaster walls 0.01 - 0.03

Unpainted brickwork 0.02 - 0.05

Painted brickwork 0.01 - 0.02

3 mm plywood panel 0.01 - 0.02

6 mm cork sheet 0.1 - 0.2

6 mm porous rubber sheet 0.1 - 0.2

12 mm fiberboard on battens 0.3 - 0.4

25 mm wood wool cement on battens

0.6 - 0.07

50 mm slag wool or glass silk 0.8 - 0.9

(40)

25 mm sprayed asbestos 0.6 - 0.7

Persons, each 2.0 - 5.0

Acoustic tiles 0.4 - 0.8

Total Luas Daerah yang Diserap (Total Room Sound Absorption)

A = S1α1 + S2α2 + .. + Snαn = ∑ Siαi (36)

dimana :

A =Luas Permukaan yang diserap (m2 sabine)

Sn = Luas daerah permukaan (m2)

αn = koefisien serapan dari permukaan material

Koefisien Serapan Rata-Rata (Mean Absorption Coefficient )

am = A / S (37)

dimana :

am = Koefisien Serapan Rata-Rata

A = Luas Daerah Yang Diserap (m2 sabine)

S = Luas Daerah Permukaan (m2)

2.9 Material Stainless Steel Sebagai Material Knalpot

Stainless steel merupakan salah satu material yang baik untuk material knalpot salah

satunya yang biasa digunakan adalah dari jenis AISI Type 304 Stainless Steel. Material

(41)

2.9.1 Sifat Stainless Steel

Stainless Steel memiliki sifat antara lain :

1. Memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, karat dan goresan/gesekan

2. Tahan temperatur rendah maupun tinggi

3. Memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil

4. Keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus

5. Tahan terhadap oksidasi

6. Kuat dan dapat ditempa

7. Mudah dibersihkan

8. Mengkilat dan tampak menarik

2.10 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga adalah metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan teknik dan problem matematis dari suatu gejala phisis. Tipe masalah

teknis dan matematis phisis yang dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga

terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok analisa struktur dan kelompok

masalah-masalah non struktur.

Tipe-tipe permasalahan struktur meliputi :

1. Analisa tegangan/Stress, meliputi analisa Truss dan Frame serta

masalah-masalah yang berhubungan dengan tegangan-tegangan yang terkonsentrasi.

2. Buckling

3. Analisa getaran

Masalah non struktur yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metode ini

meliputi :

1.Perpindahan panas dan massa

2.Mekanika fluida, termasuk aliran fluida lewat media porus

(42)

Dalam persoalan-persoalan yang menyangkut geometri yang rumit, seperti

persoalan pembebanan terhadap struktur yang kompleks, pada umumnya sulit

dipecahkan melalui matematis analisis. Hal ini disebabkan karena matematis analisis

memerlukan besaran atau harga yang harus diketahui pada setiap titik pada struktur

yang dikaji.

Penyelesaian analisis dari suatu persamaan diferensial suatu geometri yang

kompleks, pembebanan yang rumit, tidak mudah diperoleh. Formulasi dari metode

elemen hingga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini.

Metode ini akan menggunakan pendekatan terhadap-harga-harga yang tidak

diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan permodelan dari suatu benda

dengan membagi-bagi dalam bagian yang kecil yang secara keseluruhan masih

mempunyai sifat yang sama dengan benda yang utuh sebelum terbagi dalam bagian

yang kecil (diskritisasi).

Berikut ini adalah contoh diskritisasi dari suatu struktur yang kompleks.

Diskritisasi bergantung pada struktur yang akan dianalisa.

Gambar 2.18. Diskritisasi dari knalpot

2.10.1 Langkah – Langkah Metode Elemen Hingga

Secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan Metode Elemen

(43)

1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi.

Amatilah benda atau struktur yang akan dianalisa, apakah satu dimensi (contoh batang

panjang), dua dimensi (plate datar) atau tiga dimensi (seperti balok).

Macam dan tipe elemen dasar yang digunakan dapat dilihat pada gambar 2.19.

Gambar 2.19Bentuk-bentuk elemen dasar. [16]

(a) : elemen garis (1 dimensi)

(44)

Banyaknya potongan yang dibentuk bergantung pada geometri dari benda yang akan

dianalisa, sedangkan bentuk elemen yang diambil bergantung pada dimensinya.

Gambar 2.20 Elemen Tetrahedral

Gambar 2.20 merupakan elemen tetrahedral dengan 3 dimensi, yang memiliki 4 node

untuk 1 elemen.

2. Pemilihan Fungsi Displacement

(45)

Kemudian

Selanjutnya matriks untuk coefisiennya adalah

(46)

Fungsi displacemen dalam kaitannya dengan fungsi shape S ditulis sebagai berikut :

Kelebihan dan Kekurangan Dalam Penggunaan Elemen Hingga

Beberapa kelebihan dalam penggunaan metode ini adalah :

1. Benda dengan bentuk yang tidak teratur dapat dengan mudah dianalisa

2. Tidak terdapat kesulitan dalam menganalisa beban pada suatu struktur

3. Permodelan dari suatu benda dengan komposisi materi yang berlainan dapat

dilakukan karena tinjauan yang dilakukan secara individu untuk setiap elemen.

4. Dapat menangani berbagai macam syarat batas dalam jumlah yang tak terbatas

5. Variasi dalam ukuran elemen memungkinkan untuk memperoleh detail analisa

yang diinginkan

6. Dapat memecahkan masalah-masalah dinamik (time dependent)

Kekurangan yang terdapat dalam penggunaan metode ini adalah diperlukannya

(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tahap Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap kegiatan atau pengerjaan yaitu,

pengambilan data gas buang kendaraan, melakukan simulasi dengan menggunakan

Ansys V 9.0 dan analisa secara teoritik tingkat kebisingan yang terjadi.

3.2 Pengambilan Data Pengukuran

Pada penelitian dibutuhkan data temperatur sebagai data input untuk simulasinya.

Dan juga dibutuhkan putaran mesin untuk analisa teoritik untuk itu pengambilan data

dilakukan pengukuran secara langsung dan pengukuran ini dilakukan di SMK

Muhammadiyah 9. Adapun tahap proses yang digunakan untuk pengambilan data

tersebut adalah sebagai berikut

1. Alat

1. Knalpot Motor bensin

Knalpot ini digunakan sebagai bahan yang akan di teliti

Gambar 3.1 Knalpot

(48)

Mesin motor bensin ini digunakan sebagai alat penggerak dari kendaraan

bermotor dan juga sebagai tempat proses pembakaran berlangsung yang

menghasilkan gas buang sebagai salah satu parameter yang akan di ukur.

Gambar 3.2 Mesin Motor Bensin

Spesifikasi dari motor bensin tersebut :

1. Jenis Mesin : Motor Bensin (Toyota Kijang)

2. Type Mesin : 5K

3. Kapasitas : 1486 cc

4. Stroke : 73 mm

5. Bore : 80.5 mm

6. Putaran Maks : 6000 Rpm

3. Thermocouple

Thermocouple ini digunakan untuk mengukur temperatur fluida.

Gambar 3.3 Thermocouple

(49)

Berfungsi untuk membaca putaran mesin

Gambar 3.4 Tachometer

3.3 Prosedur Pengambilan Data Pengukuran

1. Pipa knalpot dan Knalpot dilubangi sesuai dengan titik-titik pengukuran

2. Kemudian mesin dihidupkan selama 30 menit

3. Kemudian kabel-kabel dari thermocouple dimasukkan ke dalam lubang

4. Kemudian di ambil putaran mesin dengan Tachometer

5. Selanjutnya diambil temperatur gas buang dengan menggunakan thermocouple

Gambar 3.5 Prosedur Pengambilan data

(50)

Gambar 3.6 Ttitk-titik pengukuran

Setelah dilakukakan pengukuran maka hasilnya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Hasil Data Pengukuran

No Putaran (Rpm) T1 (0C) T2 (0C) T3 (0C) T4 (0C) T5 (0C)

1 745 205 136 91 87 73

2 1500 350 230 157 148 110

3 2000 440 310 220 215 160

3.4 Analisa Pembebanan

Untuk mengawali pembebanan kita mencari terdahulu berapa pindahan panas yang

terjadi sepanjang knalpot. Perpindahan panas yang terjadi dalam knalpot kita asumsikan

hanya pindahan panas secara konveksi.[18]

T x c x

mp ∆ = h Ac (TL - Tf) (39)

Dimana : m = Laju aliran massa (Kg/s) T

∆ = Perubahan Suhu yang terjadi ( K )

A = Luas pindahan kalor (m2)

h = Koefisien konveksi (W/m2.K)

Tf = Temperatur rata-rata fluida ( K )

(51)

Cp = Spesifik heat fluida

Untuk mencari m atau laju aliran massa kita menggunakan persamaan kontinunitas.

2

Untuk mencaari v atau kecepatan gas buang kita asumsikan kecepatan gas buang sama 1

dengan kecepatan rata-rata gerakan piston.[6]

Vm = 30

.N S

(40)

Vm = Kecepatan rata-rata gerakan piston (m/det)

S = Langkah Piston (m), 70,3 mm = 0.0703 m, (Toyota Kijang 5K)

Dari hasil pengukuran dapat dilihat

T1 = 205 0C

Maka didapat v1 yaitu kecepatan gas pada saat keluar dari mesin yaitu 1.74 m/s

Dengan mengasumsikan gas yang keluar adalah gas Co2

Maka dari tabel dapat dicari harga density gas Co2 pada temperatur 205 oC atau

pada 478 K

Tabel 3.2 Sifat properties gas Co2

(52)

x = 1.1782 – 0.066528

x = 1.111672 Kg/m3

m = ρ1xυ1xA1 = 1.111672 x 1.74 x (1/4 x 3.14 x (0.042)2 )

= 0.00267 Kg/s

Mencari Cp di ambil pada temperatur rata-rata

T =

Tabel 3.3 Sifat properties dari gas Co2

T (K) Cp (Kj/Kg.K)

3.5 Diagram Alir Simulasi

Proses pemodelan membutuhan ketelitian dalam memasukan data yang selanjutnya

akan diolah oleh software ANSYS sebelum dilakukannya proses simulasi. Dengan

menggunakan Diagram Alir akan memudahkan dalam menganalisa tahapan-tahapan

dalam proses simulasi tersebut. Pada gambar 3.7 berikut ini disajikan diagram Diagram

Alir yang digunakan dalam penelitian ini.

START

(53)

B

A Berhasil ?

Ya

Tidak

Mendefenisikan TYPE OF ELEMENT

Mendefenisikan MATERIAL PROPERTIES

Memberikan UKURAN MESH

Mendefinisikan ANALYSIS TYPE

Membentuk GEOMETRY

(54)

Gambar 3.7 Diagram Alir Simulasi Menggunakan Ansys

Selesai

Tidak

Ya

B A

Proses Penampilan Hasil Menerapkan

KONDISI BATAS

Menerapkan BEBAN (LOAD)

Proses Penyelesaian Sistem

Proses Penampilan Hasil

(55)

3.6 Penentuan Sifat Fisik Dan Mekanik dari Material

1. AISI TYPE 304 STAINLESS STEEL

AISI Type 304 Stainless Steel merupakan bahan standar yang biasa digunakan untuk

pembuatan knalpot. Adapun sifat fisis dan mekanis dari bahan AISI Type 304 Stainless

Steel adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4 Sifat Fisis dan Mekanis Material AISI Type 304 Stainless Steel.[19]

No Sifat Fisis Nilai

1 Modulus Elastisitas 196 Gpa

2 Possion Ratio 0.29

3 Density 8000 Kg/m3

4 Konduktifitas Thermal 16.2 W/m.K

3.7 Prosedur Simulasi

Dalam simulasi ini digunakan suatu software bantu yang cukup populer dikalangan

engineering yaitu Ansys Versi 9.0, dimana software program ini mampu melakukan

analisis beban, pengaruh temperatur, deformasi, defleksi, dan tegangan pada truss, dan

sebagainya. Pada gambar 3.8 merupakan tampilan awal Ansys versi 9.0

(56)

1. Proses Preferensi

Proses Preferensi merupakan langkah pendahuluan untuk menentukan model analisis

terhadap kondisi material yang ada. Dalam hal ini preferensi yang digunakan adalah

Thermal dengan langkah: Preference> Thermal> OK

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat seperti terlihat pada Gambar 3.9, berikut ini.

Gambar 3.9 Tampilan Layar Proses Preferensi

2. Proses Mendefinisikan Geometry

Proses mendefinisikan karakteristik geometri, maka langkah prosesnya adalah dari

(57)

Gambar 3.10 Tampilan Hasil Geometri Material

Tabel 3.5 Dimensi Knalpot yang akan dibuat

Knalpot Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m)

Spesimen A 0.52 0.18 0.13

Spesimen B 0.65 0.225 0.1625

Spesimen C 0.39 0.135 0.0975

3. Sifat Elemen Material

Langkah selanjutnya adalah menerapkan sifat element dengan langkah, sebagai berikut:

(58)

Gambar 3.11. Menentukan Sifat Elemen

b. Mendefenisikan Material Properties

Gambar 3.12 Material Properties

4. Menerapkan Ukuran Mesh

Proses menerapkan ukuran mesh ini dilakukan dengan langkah: Preprocessor

(59)

Gambar 3.13 Tampilan Hasil Masukan Ukuran Mesh

5. Proses Meshing

Untuk melihat hasil dari proses penerapan ukuran mesh, maka langkah yang harus

dilalui, yaitu pada menu Processor pilih Meshing >Mesh> Volume> Free dan pilih

Area.

(60)

BAB 4

HASIL SIMULASI DAN PERHITUNGAN TEORITIS

4.1 Penjelasan

Hasil simulasi ANSYS ini yaitu distribusi temperatur. Temperatur ini mewakili tiap tiap

daerah atau titik terhadap daerah yang dibagi dalam beberapa bagian pada knalpot.

Distribusi temperatur ini dipakai dalam mengolah data selanjutnya. Gambar 4.5

memperlihatkan distribusi temperatur pada putaran 745 rpm dengan spesimen A yang

mana knalpot hanya berupa ruang kosong dan terbuat dari material AISI Type 304

Stainless Steel.

Gambar 4.6 memperlihatkan distribusi temperatur apabila diberi pipa dalam

knalpot.maka akan terlihat penurunan temperatur. Gambar 4.7 meunjukkan distribusi

temperatur apabila knalpot diberi sekat pembatas dalam ruang knalpot. Disini terlihat

bahwa penurunan temperatur juga dipengaruhi oleh sekat dalam knalpot.

Gambar 4.10 memperlihatkan distribusi temperatur ketika diberi sekat yang

berlubang, maka terlihat kenaikan temperaturnya dari knalpot dengan sekat yang tidak

berlubang. Gambar 4.11 menunjukkan distribusi temperatur apabila knalpot dengan

spesimen B, maka akan terlihat terjadi penurunan temperatur knalpot. Gambar 4.12

menunjukkan distribusi temperatur knalpot apabila ukuran knalpot dengan spesimen C,

maka akan terlihat perubahan temperatur yang kecil.

Gambar 4.13 menunjukkan distribusi temperatur pada putaran 1500 Rpm,

dengan knalpot ruang kosong pada spesimen A. Gambar 4.16 menunjukkan distribusi

(61)

4.2 Analisis Simulasi

1 Mendefinisikan Tipe Analisis

Dalam simulasi ini dianggap bahwa beban yang diberikan dalam keadaan statik.

Langkah ini dilakukan dengan memastikan bahwa analisis statik diberikan dengan

langkah Solution >Analysis Type >New Analysis.

Gambar 4.1 Kotak Dialog Tipe Analisis

2. Temperatur

Pada penerapan constraints langkah perintahnya adalah pada Solution >Define Loads

>Apply >Thermal > Temperature >On Areas

(62)

3. Heat Fluks

Selanjutnya, dilakukan penerapan load thermal dan langkah perintahnya adalah Solution

>Define Loads > Apply >Thermal > Heat Fluks>On Areas

Gambar 4.3 Kotak Dialog Heat Flux

Solving The System

Untuk selanjutnya kita akan melihat hasil tampilan proses selanjutnya melalui proses

Solving The System.

Gambar 4.4 Kotak Dialog Solving

Analisis Temperatur

Untuk analisis temperatur dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:

(63)

4.3 Hasil Simulasi

1. Pada Putaran 745 Rpm dengan Spesimen A dan dibuat dengan material AISI Type 304 Stainless Steel

Gambar 4.5 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Pada putaran 745 rpm terjadi perubahan temperatur. Penurunan ini dapat dilihat pada

gambar 4.5, awalnya 91 oC menjadi 79,814 oC.

Gambar 4.6 Distribusi Temperatur Knalpot dengan Pipa

Dengan penambahan 2 pipa maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini

(64)

Gambar 4.7 Distribusi Temperatur Knalpot dengan penambahan 1 sekat

Dengan penambahan 1 sekat maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini

dapat terlihat pada gambar 4.7, awalnya 91 oC menjadi 76,802 oC.

Gambar 4.8 Distribusi Temperatur Knalpot dengan penambahan 2 sekat

Dengan penambahan 2 sekat maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini

(65)

Gambar 4.9 Distribusi Temperatur Knalpot dengan penambahan 3 sekat

Dengan penambahan 3 sekat maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini

dapat terlihat pada gambar 4.9, awalnya 91 oC menjadi 68,864 oC.

Gambar 4.10 Distribusi Temperatur Knalpot dengan 3 sekat yang berlubang

Dengan penambahan sekat yang berlubang maka akan terjadi penurunan temperatur

lebih kecil dari pada penambahan 3 sekat yang tidak berlubang. Ini dapat terlihat pada

(66)

2. Pada Putaran 745 Rpm dengan Spesimen B dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel

Gambar 4.11 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih besar maka akan terjadi penurunan

temperatur lebih besar dari pada knalpot ukuran standar. Penurunan ini dapat terlihat

pada gambar 4.11, awalnya 91 oC menjadi 75,419 oC.

3. Pada Putaran 745 Rpm dengan spesimen C dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel

(67)

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih kecil dari standar maka akan terjadi

penurunanan temperatur yang lebih kecil dari pada knalpot ukuran standar. Penurunan

ini dapat terlihat pada gambar 4.12, awalnya 91 oC menjadi 81,66 oC.

4. Pada Putaran 1500 Rpm dengan spesimen A dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.

Gambar 4.13 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Pada putaran 1500 rpm akan terjadi penurunan temperatur. Penurunan ini dapat dilihat

(68)

5. Pada Putaran 1500 Rpm dengan spesimen B dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.

Gambar 4.14 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih besar dari standar maka akan terjadi

penurunan temperatur yang lebih besar dari pada ukuran standar. Penurunan ini dapat

terlihat pada gambar 4.14, awalnya 157 oC menjadi 100,284 oC.

6. Pada Putaran 1500 Rpm dengan spesimen C dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.

(69)

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih kecil dari standar maka akan terjadi

penurunan temperatur yang kecil dari pada knalpot standar. Penurunan ini dapat terlihat

pada gambar 4.15, awalnya 157 oC menjadi 123 oC.

7. Pada Putaran 2000 Rpm dengan spesimen A dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel

Gambar 4.16 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Pada putaran 2000 rpm terjadi penurunan temperatur. Penurunan ini dapat dilihat pada

(70)

8. Pada Putaran 2000 Rpm dengan Spesimen B dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.

Gambar 4.17 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih besar dari standar maka akan terjadi

penurunan temperatur yang lebih besar dari standar. Penurunan ini dapat terlihat pada

gambar4.17, awalnya 220 oC menjadi 180,949 oC.

9. Pada Putaran 2000 Rpm dengan spesimen C dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel

(71)

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih kecil dari standar maka akan terjadi

penurunan temperatur yang kecil dari standar. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar

4.18, awalnya 220 oC menjadi 196,59 oC.

4.4 ANALISA PERHITUNGAN KEBISINGAN

Untuk menghitung kebisingan pada knalpot terlebih dahulu kita menghitung kebisingan

pada mesin.[20]

Lw = 95 + 5 log10 kW – lin /1.8 dB (41)

Dimana : Lw = Sound power level , (dB)

kW = Energi atau tenaga mesin , (kW)

lin = Panjang pipa

Untuk mencari kW atau tenaga yang timbul kita menggunakan persamaan. [21]

Ni = P.VL .z.n.a.

450000 1

(PS) (42)

Dimana : Ni = Tenaga mesin (PS)

P = tekanan efektif rata-rata, (kg/cm3)

VL = Volume langkah torak, (cm3)

z = Jumlah piston

a =jumlah siklus perputaran , ½ untuk motor 4 langkah

n = Putaran poros engkol (rpm)

untuk itu kita mencari tekanan efektif rata-rata pada proses pembakaran.[21]

Pefektif =

L V

Q J

η (43)

Dimana : P efektifrata-rata = Tekanan efektif rata-rata (kg/cm2)

η = efisiensi

Q = kalor yang masuk (Kcal)

Gambar

Tabel 2.5 Koefisien Serapan  [15]
Gambar 2.19 Bentuk-bentuk elemen dasar. [16]
Gambar 3.1 Knalpot
Gambar 3.3 Thermocouple
+7

Referensi

Dokumen terkait