TUGAS SARJANA
TEKNIK PENGENDALIAN KEBISINGAN
KAJIAN EMISI KEBISINGAN KNALPOT YANG DIBUAT
DARI MATERIAL AISI TYPE 304 STAINLESS STEEL
DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI METODE
ELEMEN HINGGA
O L E H :
MUHAMMAD HAMDANI (020401073)
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui emisi kebisingan knalpot yang dibuat dari
material AISI Type 304 Stainless Steel dengan menggunakan simulasi metode elemen
hingga, yang mana untuk mengetahui distribusi panas sepanjang knalpot dan kecepatan
aliran gas buang di dalam knalpot. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap
kegiatan atau pengerjaan yaitu, pengambilan data gas buang kendaraan, melakukan
simulasi dengan metode elemen hingga dengan menggunakan software Ansys V 9.0 dan
melakukan analisa secara teoritik tingkat kebisingan yang terjadi pada knalpot. Setelah
melakukan beberapa tahap pengerjaan maka didapatlah tingkat kebisingan yang terjadi
pada putaran 745 Rpm yaitu untuk knalpot spesimen A noise yang terjadi adalah 33,267
dB, pada spesimen B noise yang terjadi adalah 19,37 dB dan pada spesimen C noise
yang terjadi adalah 55,91 dB. Kecepatan aliran gas buangnya pada putaran 745 Rpm
yaitu pada spesimen A adalah 0.1084 m/s, untuk spesimen B adalah 0.0694 m/s dan
untuk spesimen C adalah 0.1931 m/s. Kesimpulan kajian ini adalah bahwa putaran
mesin yang tinggi maka semakin tinggi pula temperatur gas buang, kecepatan gas buang
dan tingkat kebisingan yang terjadi, selain itu dimensi knalpot yang besar maka
temperatur gas buang, kecepatan gas buang dan tingkat kebisingan akan semakin kecil.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui emisi kebisingan knalpot yang dibuat dari
material AISI Type 304 Stainless Steel dengan menggunakan simulasi metode elemen
hingga, yang mana untuk mengetahui distribusi panas sepanjang knalpot dan kecepatan
aliran gas buang di dalam knalpot. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap
kegiatan atau pengerjaan yaitu, pengambilan data gas buang kendaraan, melakukan
simulasi dengan metode elemen hingga dengan menggunakan software Ansys V 9.0 dan
melakukan analisa secara teoritik tingkat kebisingan yang terjadi pada knalpot. Setelah
melakukan beberapa tahap pengerjaan maka didapatlah tingkat kebisingan yang terjadi
pada putaran 745 Rpm yaitu untuk knalpot spesimen A noise yang terjadi adalah 33,267
dB, pada spesimen B noise yang terjadi adalah 19,37 dB dan pada spesimen C noise
yang terjadi adalah 55,91 dB. Kecepatan aliran gas buangnya pada putaran 745 Rpm
yaitu pada spesimen A adalah 0.1084 m/s, untuk spesimen B adalah 0.0694 m/s dan
untuk spesimen C adalah 0.1931 m/s. Kesimpulan kajian ini adalah bahwa putaran
mesin yang tinggi maka semakin tinggi pula temperatur gas buang, kecepatan gas buang
dan tingkat kebisingan yang terjadi, selain itu dimensi knalpot yang besar maka
temperatur gas buang, kecepatan gas buang dan tingkat kebisingan akan semakin kecil.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Orang yang hidup dengan kebisingan lalu lintas cendrung memiliki tekanan darah
tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih tenang. Orang yang
tinggal dilingkungan dengan rata-rata tingkat kebisingan malam hari sebesar 55 desibel
atau lebih, memiliki resiko dua kali lebih besar untuk dirawat karena tekanan darah
tinggi dibanding mereka yang tinggal dilingkungan dengan rata-rata tingkat kebisingan
malam hari sebesar 50 desibel. Polusi suara meningkatkan tekanan darah dan karena itu
memiliki dampak kesehatan jangka panjang. [1]
Pada tingkat kebisingan diatas 85 dB sangat berpengaruh terhadap tekanan darah
tinggi, dan juga berpengaruh terhadap fungsi keseimbangan dan pendengaran yang
mana dapat merusak koklea ditelinga dan menyebabkan gangguan keseimbangan.
Seiring dengan kebutuhan pembangunan, penggunaan peralatan Industri yang
menimbulkan bising dan getaran di negara berkembang, termasuk Indonesia makin
lama akan makin bertambah. Hal ini perlu diantisipasi untuk mencegah kerugian
sumber daya manusia, salah satu yaitu dengan meredam getaran dan suara. [2 ]
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996 tentang baku tingkat
kebisingan menyatakan pembagian wilayah untuk beberapa zona yang antara lain
perkantoran, pertokoan, perdagangan dan pasar dengan tingkat kebisingan sekitar 50 ÷
60 dB. [3] Pada zona ini Khususnya di kota-kota besar penyebab utama kebisingan
adalah dari knalpot kendaraan bermotor. Selain itu Badan Standarisasi Internasional
ISO 5130;2002 menetapkan suatu prosedur test Instrumentasi dan lingkungan yang
Penurunan tingkat kebisingan knalpot selain dipengaruhi bentuk struktur juga
dipengaruhi oleh bahan/material knalpot. Pengurangan kebisingan dengan biaya murah
dan teknologi sederhana memerlukan perencanaan yang matang. [3]
1.2. Perumusan Masalah
Kerangka Konsep.
Gambar 1.1 Kerangka Konsep
Kebisingan merupakan suatu permasalahan yang menjadi penting dalam kehidupan kita,
walaupun kebisingan itu sendiri tergantung dari individu yang mendengarnya salah satu
contohnya adalah kebisingan dari suara kendaraan bermotor. Ada yang menganggap Permasalahan :
Kebisingan (polusi udara)
Dampak : - Manusia - Mesin
Peraturan :
- Menteri Lingkungan Hidup R.I
- Standart ISO Sumber Kebisingan
Kendaraan.
Knalpot dari material Stainless steel - Dimensi
- Bentuk
Simulasi:
Menggunakan ANSYS
Hasil Penelitian
- Karakteristik Kebisingan Frekuensi - Karakteristik Tingkat Kebisingan
Kesimpulan
suara yang di keluarkan dari kendaraan itu merupakan suatu kesenangan bagi mereka,
namun ada yang merasa kurang nyaman dengan suara kendaraan yang begitu berisik.
Oleh karena itu suara kendaraan tersebut menjadi permasalahan penting dalam
kehidupan kita. Kita juga harus memperhatikan beberapa peraturan untuk tingkat
kebisingan dari kendaraan bermotor ini seperti yang tertera dalam peraturan menteri
Lingkungan hidup Republik Indonesia dan Standar ISO.
Untuk itu akan dilakukan analisa terhadap knalpot untuk mendapatkan tingkat
kebisingan dari knalpot, analisa ini berdasarkan bentuk, dimensi dan materialnya , dan
akan dilakukan simulasi dengan menggunakan software ANSYS. Dan dalam simulasi
ini menggunakan metode elemen hingga untuk analisa non struktural. Sehingga
nantinya akan di dapat hasil dari karakteristik kebisingan frekuensi dan karakteristik
tingkat kebisingan berdasarkan perubahan dimensi dan putaran.
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui emisi kebisingan knalpot yang dibuat
dari material AISI Type 304 Stainless Steel dengan menggunakan simulasi metode
elemen hingga.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Mendapatkan distribusi temperatur sepanjang knalpot.
2. Mengetahui pengaruh putaran terhadap kebisingan yang terjadi.
3. Mengetahui pengaruh dimensi terhadap kebisingan yang terjadi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini, diantara nya :
1. Dapat mengetahui tingkat kebisingan yang dikeluarkan knalpot yang terbuat dari
material AISI T 304 Stainless Steel.
2. Memberikan informasi kepada industri.
3. Memberikan informasi untuk digunakan sebagai pengembangan pengetahuan
pada penelitian lanjutan.
1.5 Sistematika Penulisan
Tugas sarjana ini meliputi 5 bab. Bab 1 memuat Latar Belakang Permasalahan,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab 2 berisikan landasan teori yang memuat Konsep Dasar Tentang Bunyi, Hubungan
antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi, Pengertian
Kebisingan, Propagasi Bunyi, Radiasi Bunyi, Teknik Pengendalian Kebisingan,
Kebisingan Knalpot, Material Akustik, Material Stainless Steel sebagai Material
Akustik, dan Metode Elemen Hingga. Bab 3 meliputi Tahap Penelitian, Pengambilan
Data Pengukuran, Prosedur Pengambilan Data Pengukuran, Analisa Pembebanan,
Diagram Alir Simulasi, Penentuan Sifat Fisik dan Mekanik dari Material dan Prosedur
Simulasi . Bab 4 yang memuat Hasil Simulasi dan Perhitungan Teoriris. Bab 5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Tentang Bunyi
Bunyi adalah hasil getaran sebuah benda. Getaran dari sumber bunyi menggetarkan
udara sekitarnya, dan merambat ke segala arah sebagai gelombang longitudinal. Bunyi
secara psikologis, didefenisikan sebagai hasil dari variasi-variasi tekanan di udara yang
berlaku pada permukaan gendang telinga mengubah tekanan ini menjadi sinyal-sinyal
elektrik dan diterima otak sebagai bunyi. Bunyi juga dapat didefenisikan sebagai
gangguan fisik dalam media yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Pengertian ini
menetapkan kebutuhan akan adanya media yang memiliki tekanan dan elastisitas
sebagai media pemindah gelombang bunyi.
Bunyi termasuk gelombang mekanis longitudinal. Gelombang bunyi tersebut dapat
dijalarkan didalam benda padat, benda cair, dan gas. Bunyi tidak merambat melalui
ruang hampa udara (vakum). Bunyi merambat melalui suatu medium dengan cara
memindahkan energi kinetik dari satu molekul lainnya dalam medium tersebut.
Bunyi dapat didengar oleh telinga manusia, apabila mempunyai frekuensi antara 16
Hz sampai 6 kHz. Jangkauan frekuensi ini disebut frekuensi audio (audible range).
Frekuensi bunyi dibawah ambang batas pendengaran manusia (< 16 Hz) disebut
frekuensi infrasonik. Sedangkan frekuensi diatas ambang batas pendengaran manusia
(>16 kHz) disebut frekuensi ultrasonik.
2.1.1 Perambatan Bunyi
Bunyi hanya dapat merambat melalui medium. Gelombang-gelombang bunyi, jika tidak
dirintangi akan menyebar didalam semua arah dari sebuah sumber. Sebagai contoh,
getaran pengeras suara menghasilkan gelombang bunyi di udara. Getaran-getaran
secara normal adalah getaran dari udara yang memaksa gendang telinga kita untuk
bergetar. Akan tetapi, gelombang bunyi juga dapat menjalar ke bahan-bahan lainnya.
Jelas sekali bahwa bunyi tidak dapat berpindah tanpa adanya bahan atau medium
perantara. Bunyi memerlukan waktu untuk merambat dari suatu tempat ke tempat yang
lain. Kecepatan bunyi pada setiap bahan berbeda-beda.
2.1.2 Frekuensi
Frekuensi bunyi dapat didefenisikan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan
regangan yang muncul dalam satu satuan waktu.[5]
f = 1/t (1)
dimana : f = Frekuensi (Hz)
t = Waktu (detik)
Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat jarak frekuensi yang dapat ditransmisikan dan
diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi
Tabel 2.1 Jarak frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi.[5]
Sumber Bunyi Jarak Frekuensi (Hz)
Manusia 85 - 5.000
Anjing 450 - 1080
Kucing 780 - 1520
Piano 30 - 4100
Pitch Musik Standar 440
Terompet 190 - 990
Drum 95 - 180
Kelelawar 10.000 - 120.000
Jangkrik 7.000 - 100.000
Burung Nuri 2.000 - 13.000
Burung Kakak Tua 7.000 - 120.000
Penerima Bunyi Jarak Frekuensi (Hz)
Manusia 20 - 20.000
Anjing 15 - 50.000
Kucing 60 - 65.000
Kelelawar 1000 - 120.000
Jangkrik 100 - 15.000
Burung Nuri 250 - 21.000
Burung Kakak Tua 150 - 150.000
2.1.3 Kecepatan Perambatan
Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda pada tiap media. Pada media gas atau udara,
cepat rambat bunyi bergantung pada kerapatan, suhu, dan tekanan. [5]
c =
ρ
γ.Ρa (2)
atau dalam bentuk sederhannya dapat ditulis :
c = 20,05 T (3)
dimana : c = Cepat rambat bunyi (m/s)
γ = Rasio panas spesifik (untuk udara = 1.41)
Pa = Tekanan atmosfer (pascal)
ρ = Kerapatan (Kg/m3)
T = Suhu (K)
Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan.[5]
c = ρ
E
(4)
dimana : E = Modulus Elastisitas (Pascal)
Pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.[5]
c = ρ
K
(5)
dimana : K = Modulus bulk
ρ = Kerapatan (Kg/m3)
2.1.4 Panjang Gelombang
Panjang gelombang bunyi dapat didefenisikan sebagai jarak antara dua muka
gelombang berfase sama. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi dan cepat
rambat bunyi dapat ditulis.[5]
f c
=
λ (6)
Dimana : λ= Panjang gelombang bunyi (m)
c = Cepat rambat bunyi (m/det)
f = Frekuensi (Hz)
2.1.5 Intensitas
Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah
per satuan luas. Intensitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan.[6]
I =
A W
(7)
Dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)
W = Daya akustik (Watt)
A = Luas Area (m2)
Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang
dapat dideteksi telinga manusia adalah 10-6 W/cm2. Intensitas maksimum bunyi yang
2.1.6 Kecepatan Partikel
Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya.
Radiasi bunyi ini akan mendorong dan partikel udara yang dekat dengan permukaan
luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel disekitar
radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel.
Hubungan tekanan dengan kecepatan partikel sebagai berikut : [7]
V =
c .
ρΡ (8)
Dimana : V = Kecepatan partikel (m/det)
P = Tekanan (pascal)
ρ = Massa jenis bahan (kg/m3)
c = Kecepatan rambat gelombang (m/det)
Untuk permasalahan solidborne dapat dianalogikan menjadi persamaan
.
ρ
σ= c.V (9)
Dengan asumsi :
1. Gelombang yang terjadi di solid adalah gelombang bidang
2. Persamaan diatas dapat diturunkan menjadi gerak di benda solid
3. Reaksi medium solid berupa tegangan, sedangkan pada udara berupa tekanan
2.1.7 Tekanan Bunyi dan Tingkat Tekanan Bunyi
Tekanan bunyi adalah variasi tekanan diatas dan dibawah tekanan atmosfer, dalam
satuan pascal. Variasi tekanan ini sifatnya periodik, satu variasi tekanan komplit disebut
juga sebagai satu siklus frekuensi. Secara umum persamaan gelombang tekanan bunyi
diasumsikan sama dengan persamaan pada gelombang harmonik seperti terlihat pada
Gambar 2.1Gelombang Sinusoidal
t f P
Pl = osin2π . (10)
Untuk gelombang bunyi yang ditransmisikan dan dipantulkan dipengaruh oleh adanya
sudut fasa. Pada gambar 2.2 terjadi ketelambatan gelombang atau gelombang terjadi
melewat titik nol.
) . 2
sin( π −φ1
=P f t
Pt o (11)
Gambar 2.2 Gelombang sinus dengan sudut fasa φ(lag)
(12)
Gambar 2.3 Gelombang sinus dengan sudut fasa φ(lead)
Kemudian diasumsikan adanya sistem getaran satu derajat kebebasan. Sudut fasa
berhubungan dengan sistem getaran satu derajat kebebasan.
Gambar 2.4Sistem getaran satu derajat kebebasan.
Sehingga persamaan untuk tekanan bunyi yang ditransmisikan adalah pada persamaan
(13) sedangkan untuk tekanan bunyi yang dipantulkan pada persamaan (14).
) .
2
sin( f t k2x P
Pt= a π − (13)
) . 2
sin( π +φ2
=P f t
)
Tingkat tekanan bunyi didefenisikan dalam persamaan berikut : [9]
Lp = 10 log
Dimana : Lp = Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level/SPL), dB
P = Tekanan bunyi referensi, 2 x 10-ref 5 N/m2 untuk bunyi udara
p (t) = Tekanan bunyi, Pa
2.1.8 Tingkatan Intensitas Bunyi
Intensitas bunyi sangat penting diperhatikan untuk mengetahui radiasi total yang
menuju udara oleh sumber bunyi dan untuk mengetahui tekanan bunyi. Intensitas bunyi
tergantung pada posisi dalam daerah persatuan luas dimana gelombangnya bergerak
secara pararel. Intensitas bunyi akan bernilai maksimum jika arah gelombangnya tegak
lurus dari sumber bunyi.
Hubungan intensitas bunyi, tekanan bunyi, kecepatan bunyi dan kerapatan udara
adalah sebagai berikut :[9]
p2rms =Imas.ρ.c (16)
ρ= Kerapatan udara, Kg/m3
c = kecepatan bunyi di udara, m/s
Tingkatan intensitas bunyi didefenisikan dalam rumus berikut : [9]
Lt = 10 log
ref I
I
(17)
Dimana : I = Intensitas bunyi, W/m2
Iref= Intensitas referensi, 10-12 W/m2
2.1.9 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi
Daya bunyi adalah daya radiasi sumber bunyi yang menuju ke sekitar udara, dalam
satuan watts. Hubungan daya bunyi dengan intensitas bunyi ditulis dalam persamaan
berikut :[6]
) ( ) 4
( r2 I r
Ws = π s (18)
Dimana Ws = Total daya bunyi, (Watts)
Is = Maksimum intensitas udara pada jarak radius (r)
r = Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke permukaan imajiner
sphere, (m)
tingkatan daya bunyi didefenisikan dalam persamaan berikut :[9]
w
L = 10 log W/W0 (19)
Dimana : L = Tingkat daya bunyi, (dB) w
W = Daya bunyi, (Watts)
2.2 Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan
Bunyi
Intensitas pada suatu ketika berhubungan dengan tekanan bunyi pada titik dalam daerah
bebas seperti pada persamaan dengan mengkombinasikan persamaan maka diperoleh
tingkat intensitas bunyi sebagai berikut : [6]
I
Dengan cara yang sama terhadap tingkat tekanan bunyi, maka :
Lp = LI + 10 log K (21)
Pada kondisi dimana intensitas adalah seragam dalam sebuah daerah S, daya bunyi dan
intensitas berhubungan pada persamaan :[6]
W = I.A (22)
Selanjutnya hubungan antara tingkat intensitas dan tingkat daya bunyi sebagai berikut:
10 log
2.2.1 Tingkat Tekanan Suara
2.2.1.1.Tingkat Tekanan Suara dan Tingkat Tekanan Suara Berbobot A ( Tingkat kebisingan).
Suara adalah gejala dimana partikel-pertikel udara bergetar dan menyebabkan
perubahan-perubahan dalam tekanan udara, intensitasnya dinyatakan sebagai tekanan
Tekanan suara sebesar 20 Pa adalah tekanan suara minimum yang dapat ditangkap oleh
telinga manusia, atau tekanan suara refrensi efektif.
Tekanan suara juga diukur dalam (decibel) dB. Alat-alat ukur tingkat kebisingan
menggunakan rangkaian penyesuaian refrensi yang mengassimilasikan kepekaan telinga
manusia terhadap kenyaringan. Karakteristik penyesuaian frekuensi ini adalah seperti
terlihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Karakteristik Frekusensi. [3]
Tingkat kenyaringan yang di dapat sesudah penyesuaian frekuensi ini dinamakan
”Tingkat tekanan suara berbobot A (tingkat kebisingan)”. Dimana tingkat tekanan suara
berbobot A = 2
0 2 log 10
P PA
dan tingkat tekanan suara = 2 0
2 log 10
P P
, dimana :
P0 = 20 Pa (24)
2.2.1.2 Tingkat Tekanan suara Berbobot A yang Sepadan dan Kontinyu
Didefinisikan sebagai ”tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang fluktuasi
selama satu periode waktu T, yang dinyatakan sebagai jumlah energi rata-rata”.
Periode waktu adalah dari t1 sampai t2, jumlah contoh-contoh tekanan suara berbobot A
adalah n. Tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang fluktuasi selama satu
periode waktu T dapat dilihat seperti pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Hubungan Tingkat Tekanan Suara dengan Waktu [3]
2.3 Pengertian Kebisingan
Bising (noise) diartikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dan dapat merusak
pendengaran manusia. Bunyi dinilai sebagai bising sangatlah relatif, suatu contoh
misalnya : bunyi mesin-mesin di pabrik merupakan hal yang biasa bagi operatornya,
tetapi tidak demikian pada orang-orang lain disekitarnya. Itu adalah suara yang tidak
diinginkan, suara itu adalah kebisingan. Tetapi hampir semua mesin-mesin yang
dihasilkan, baik itu untuk industri maupun pada kendaraan bermotor selalu disertai
2.3.1 Sumber-Sumber Kebisingan
Secara garis besar sumber-sumber kebisingan dapat dibagi atas tiga yaitu :
1. Air Borne (sumber udara atau gas)
2. Solid Borne / Structur Borne (Sumber Padatan)
3. Fluid Borne (Sumber Cairan)
Air borne merupakan penyebab kebisingan akibat fenomena turbulen, shock dan pulsasi
di dalam media udara atau gas. Solid borne / struktur borne adalah fenomena
kebisingan yang terjadi pada benda solid akibat dari impak, medan magnet dan lainnya.
Sedangkan fluid borne adalah kebisingan pada fluida yang disebabkan oleh
gejala-gejala turbulen, kavitasi dan pulsasi.
Pada sistem teknik mesin, gejala-gejala penyebab kebisingan yang sering timbul
dapat digolongkan atas tiga yaiut :
1. Mechanical Noise : Kebisingan akibat fenomena mekanikal, antara lain pada
roda gigi, impeller, sudu fan ataupun sistem yang terkena beban luar.
2. Electro Noise : Kebisingan akibat fenomena elektro, antara lain pada trafo,
generator dan lainya.
3. Hydro Noise : Kebisingan akibat fenomena hydro, antar lain aliran turbulen pada
instalasi pipa dan lainya.
2.3.2 Efek Pendengaran dan Pengaruh Kebisingan Terhadap Manusia
Pada sistem pendengaran manusia memiliki batas dan reaksi terhadap pendengaran yang
berpengaruh terhadap aspek psikologi, fisik dan biologis.
Kebisingan yang terjadi dapat mempengaruhi kemampuan pendengaran manusia, selain
itu juga dapat mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dan tingkah lakunya.
Kebisingan yang cukup tinggi lebih dari 70 dB dapat mengakibatkan kegelisahan,
kurang enak badan dan gangguan peredaran darah. Kebisingan lebih dari 85 dB dapat
Bila tingkat kebisingan melampui tingkat kebisingan yang membahayakan maka
harus diambil suatu tindakan pencegahan untuk mereduksi sumber kebisingan. Dan
apabila hal ini berlangsung terus menerus dapat merusak pendengaran yang sifatnya
sementara atau permanen. Sayangnya hal ini tidak disadari oleh semua orang, sebab
pengaruh atau efek yang ditimbulkan tidak terjadi saat itu juga, bisa beberapa tahun atau
saat memasuki hari tuanya.
Pada sistem pendengaran manusia memiliki batas dan reaksi terhadap
penerimaan pendengaran yang berpengaruh terhadap aspek psikologi, fisik dan biologis.
Para peneliti kesehatan menyimpulkan bahwa bising dapat mempengaruhi pendengaran,
detak jantung, gangguan tidur dan lain sebagainya.
Telinga manusia memberikan respon berbeda pada tiap frekuensi bunyi yang
berbeda. Agar dapat menginterpretasikan respon telinga terhadap sumber bunyi tertentu,
kita harus mengetahui distribusi bunyi disepanjang spektrum frrekuensi. Respon
non-linier telinga telah menghasilkan kurva-kurva Fletcher-Munson untuk kenyaringan yang
sama sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.7.
Pendengaran normal manusia dapat menerima bunyi dalam jarak frekuensi dari
20 – 20.000 Hz yang disebut juga sebagai batas normal frekuensi pendengaran audible.
Dalam jarak ini sendiri, pendengaran manusia lebih peka terhadap frekuensi sedang
dibandingkan pada frekuensi rendah atau tinggi.
Pendengaran manusia sangat sensitif pada frekuensi 3000 – 6000 Hz, yang mana
pada jarak ini terdapat takikan kurva yang sangat signifikan karena pada jarak frekuensi
Gambar 2.7 Kurva Fletcher-Munson [10]
Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi
pendengaran pada telinga penerima disebut ambang kemampuan pendengaran (treshold
of hearing). Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai suatu
keadaan dimana rasa tidak nyaman menyebabkan rasa sakit tertentu disebut ambang
rasa sakit (treshold of pain). Kurva ambang kemampuan didengar dan ambang rasa sakit
yang membatasi daerah sensasi pendengaran dapat dilihat pada gambar 2.8
Secara umum pengaruh kebisingan pada pendengaran dapat dibagi menjadi tiga kategori
1. Trauma akustik, yaitu kerusakkan organik yang bersifat cepat pada telinga
akibat adanya energi suara yang diluar batas.
2. Kehilangan pendengaran sementara (nois-induced tempory treshold shift), yaitu
bila telinga pendengar segera dapat kembali normal setelah terkena bising pada
jangka waktu tertentu.
3. Kehilangan pendengaran tetap (noise-induced permanent treshold shift), yaitu
bila telinga pendengar tidak dapat kembali normal setelah terkena bising pada
jangka waktu tertentu.
Tingkat tekanan bunyi yang diterima oleh pendengar juga bergantung pada jangka
waktu penerimaannya. Hubungan antara sumber bunyi, frekuensi, waktu, ambang batas
Gambar 2.9 Sumber Bunyi Umum Pada Frekuensi Dominan Dan Tingkatannya [10]
Pemerintah Indonesia, melalui keputusan menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan, membuat aturan
mengenai baku tingkat kebisingan yang diizinkan di Indonesia. Baku tingkat kebisingan
ini adalah pada tabel 2.2 sebagai berikut :
Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan Indonesia [3]
Peruntukkan Kawasan/Lingkungan
Kegiatan Tingkat Kebisingan
a. Peruntukkan Kawasan
1.Perumahan dan Pemukiman 55
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
Berbagai nilai umum untuk tingkatan tekanan bunyi (SPL), bunyi tipikalnya, serta
penampakkan subjektifnya dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Tingkat Bising Umum [10]
Tingkat Tekanan Bunyi (dBA)
Bunyi Tipikal Penampakkan Subjektif
150 Pemaparan singkat dapat
140
Pesawat jet yang take off
menyebabkan gangguan pendengaran
130 Tembakkan artileri Ambang batas sakit 120 Sirene pada 100 ft, petir, sonic boom Menulikan telinga
110 Akselerasi sepeda motor, band hard rock Ambang batas ketidaknyamanan 100
Kereta api bawah tanah, jalan raya yang Sangat ribut, percakapan, sangat sulit ; diperlukan Penutup telinga untuk kesehatan ribut, mesin pemotong rumput
90 Pabrik yang sibuk, truck tak berknalpot, peluit kereta api, bor palu tangan pneumatik 80
Percetakkan, kantor yang sibuk, kebanyakkan
Ribut, harus keras berbicara agar bisa didengar
pabrik
70
Bising jalan raya, mesin tik, kereta api barang pada 100 ft.
60 Rumah yang bising, lobby hotel, restoran,
Percakapan normal dapat didengar dengan mudah percakapan normal
50
kantor umum, rumah sakit, bank, jalanan yang lengang
40 Kantor pribadi, rumah yang sunyi
Sunyi 30 Percakapan rahasia
20 Bisikan
Sangat sunyi 10 Nafas manusia
Sedangkan tabel 2.4 memberikan hubungan tingkat tekanan bunyi dan tekanan bunyi
serta situasi tipikalnya
Tabel 2.4 Spektrum Kebisingan Akustik [9]
Wilayah Kebisingan
Lp, decibels
Tekanan Bunyi
Tipikal Situasi N/m2 Atm. lb/in2 peluncuran pesawat jet
120 20 2.03 x 10-4 2.94 x 10-3 Guntur
Dalam teknik pengendalian kebisingan identifikasi propagasi atau jalanya rambatan
bunyi mencakup komponen mana saja yang berpotensial meneruskan dan merefleksikan
kembali bunyi pada suatu kontruksi. Gelombang bunyi berpropagasi dalam bentuk
gelombang kompresi yang berjalan dengan kecepatan bunyi dalam medium sekitarnya.
Gelombang longitudinal sebagai penghantar energi bunyi berpropagasi pada
medium-medium yang memiliki tekanan dan elastisitas seperti plasma, gas, fluida dan solid.
Gelombang bunyi menjalar di udara bergantung pada elastisitas dan kerapatan udara.
Propagasi bunyi/kebisingan dari sumber bunyi/kebisingan dapat dikategorikan atas tiga
bagian utama, yaitu :
1. Solid/structure borne
3. Fluid Borne
2.4.1 Solid Borne
Rambatan gelombang bunyi benda/material solid sangat tergantung dari dimensi dan
material mediumnya. Pada material solid akan terjadi fenomena gelombang transversal
yang sangat berpengaruh pada kecepatan rambat gelombangnya.
Kecepatan rambat gelombang pada media padat dinyatakan sebagai : [5]
ρ
E
c0 = m/det (25)
Dimana : E = Modulus Elastisitas, Gpa
ρ =Kerapatan, Kg/m3
Kecepatan rambat gelombang longitudinal dibenda solid dipengaruhi dimensi
model yang ditinjau dan menyebabkan tekanan atau tarikan dan pergeseran dalam
bentuk tegangan sebagai reaksi material yang bersifat lateral. Hal ini dikarenakan jika
media solid diberi beban akan menyebabkan gelombang longitudinal dan transversal.
Telah diketahui bahwa rapatan longitudinal menyebabkan regangan yang besarnya
dx
ξ
∂ dan disertai pergeseran sudut sebesar dy
K
∂ dengan anggapan gelombang menjalar
sepanjang sumbu x. Harga K adalah perpindahan dalam arah y dan merupakan fungsi
dari x dan y. Perbandingan antara kedua regangan ini disebut poisson’s ratio yang
besarnya : [11]
Harga poissons’s ratio v, merupakan bentuk dari konstanta elastic lame’s λ dan
koefisien kekakuan G untuk benda solid sebagai :
v =
) ( 2 λ+G
harga λ dan G adalah positif sehingga nilai v selalu <1/2 atau sering kali berada sekitar
1/3
Pengaruh dari kekakuan transversal G menyebabkan kekakuan material dan
meningkatkan konstanta elastis selama gelombang longitudinal beroperasi. Kecepatan
rambat gelombang dipengaruhi oleh kekakuan transversal sehingga menjadi :
= 1
c
ρ λ+2G
(28)
2.4.2 Air Borne
Bunyi dapat ditransmisikan lewat udara disebut bunyi di udara (air borne sound).
Percakapan manusia, bunyi musik, dan bunyi-bunyian lainnya sampai pada telinga
pendengar melalui media udara.
Dari sudut pandang penerima, bunyi struktur tidak dapat dibedakan dari bunyi di
udara. Bunyi struktur yang ditransmisikan langsung lewat bangunan tertentu, seperti
tembok, balok, panel, langit-langit gantung, plesteran berbulu, dan papan-papan
bangunan dan akhirnya mencapai pendengar sebagai bunyi di udara.
Bising di udara yang berasal dari ruang sumber dapat ditransmisikan ke ruang
penerima dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Sepanjang jejak udara yang sinambung lewat bukaan, seperti pintu dan jendela
yang terbuka, pipa ventilasi dan kisi-kisi, lubang-lubang udara, daerah yang
berpusar (crawl space), celah dan retakan sekitar pintu, pipa kabel listrik, peralatan
listrik dan elemen yang tertanam (built-in).
2. Lewat getaran paksa yang diberikan pada permukaan batas (dinding, lantai,
langit-langit) oleh sumber bunyi dan ditransmisi ke permukaan batas ruang penerima.
Sebenarnya apa yang diterima pendengar dalam ruang penerima bukan bagian dari
bunyi asli tetapi reproduksi bunyi tersebut. Bila ruang sumber dan ruang penerima
diradiasikan kembali dapat menjadi sangat jelas kecuali bidang batas yang bersangkutan
menyediakan cukup hambatan (resistance) pada getaran, yaitu massanya cukup besar.
2.5 Radiasi Bunyi
Radiasi bunyi adalah terpancarnya kebisingan dari batas sistem/unit/mesin ke
lingkungan. Identifikasi radiasi sangat tergantung dari bentuk geometri dari suatu
struktur mesin/komponen, serta bagian mana saja yang berpotensial dan bersifat
dominan. Radiasi juga dipengaruhi oleh situasi disekitar objek yang menjadi
permasalahan, seperti tipe medan bunyi, ruang terbuka atau ruang tertutup dan emisi
dari mesin-mesin yang berdekatan.
Seperti halnya propagasi bunyi, radiasi bunyi juga dapat dibedakan atas tiga
jenis, yaitu : air borne radiation, solid/structure borne radiation, dan liquid borne
radiation. Secara umum peristiwa radiasi bunyi dapat dilihat pada gambar 2.10
Radiation Structure Borne
Air Borne
Liquid borne
Radiation from surface
Excitation of surface
Force Transmission Radiation from
surface Free field Excitation from
surface
`
2.5.1 Pulsating Sphere
Pulsating sphere mewakili sebuah idealisasi model yang menggambarkan karakteristik
radiasi bunyi dari beberapa sumber bunyi yang bergetar dalam sebuah cara yang
menghasilkan dalam perpindahan volume. Asumsikan bola berjari-jari r bergetar dengan
kecepatan permukaan normal ( ) ^
r
v pada frekuensi f =ω/2π. Tekanan bunyi ^
p (x)
berkurang dengan bertambahnya jarak x, sehingga :[13]
Kecepatan partikel v(x), yang titiknya dalam arah radial adalah
ω adalah nomor gelombang dan 0
ρ dan c adalah kerapatan dan 0
kecepatan bunyi. Evaluasi kedua persamaan ini pada permukaan bola (x=r) dan
pemecahan untuk p(r) didapat
)
Dimana Zrad adalah impedansi radiasi dari pulsating sphere mengindikasikan
bahwa pada frekuensi rendah dimana k << 1(0 ωρ0r<< ρ0c0)kecepatan getaran
) ( ^
r
v menghasilkan tekanan bunyi 0 0
^
p << ρ dan bahwa hanya sebuah fraksi dari
tekanan bunyi kecil ini adalah dalam fase dengan kecepatan, alasan-alasan fisik untuk
sifat ini adalah sebagai berikut :
1. Pada frekuensi rendah fluida di dorong keluar dari arahnya dengan lambat dan
berpisah sepanjang garis radial karena itu kecepatan partikel berkurang dengan
saluran. Reaksi gaya kecil dan umumnya dapat disebabkan oleh inersia dari
fluida dan kompresi yang rendah.
2. Dengan pertambahan frekuensi, proses pengelakkan harus mengambil tempat
lebih cepat dan reaksi gaya bertambah karena fraksi darinya dapat disebabkan
oleh kompresi.
3. Pada frekuensi tinggi menjadi lebih ringan untuk menekan fluida dari pada
untuk mengakselerasinya untuk menyelesaikan proses pemisahan dan gaya
reaksi menjadi penuh disebabkan oleh efek kompresi.
Hal ini menyebabkan pulsating body (dari beberapa bentuk) kecil dibandingkan
dengan panjang gelombang. Energi bunyi di radiasi oleh sphere pulsating dengan
kecepatan permukaan puncak ( ) ^
ρ0C0 = karakteristik impedance untuk udara
v = kecepatan partikel untuk tiap jarak (m/s)
S = merupakan luas permukaan radiasi (m2)
K0 = bilangan gelombang 2πf/c
2.5.2 Efisiensi Radiasi
Biasanya untuk menentukan efisiensi radiasi bagian yang bergetar digunakan persamaan
dimana (vn2) adalah komponen normal dari kecepatan getaran kuadrat rata-rata dari
radiasi permukaan dari luas A dan Wrad adalah energi radiasi bunyi. Dengan defenisi
ini, persamaan (33) menjadi
[
2]
0 2 0
) ( 1
) (
a k
a k rad
+ =
σ (34)
2.6 Teknik Pengendalian Kebisingan (Engeneering Noise Control)
Pengendali kebisingan merupakan tindakan penurunan/pengurangan kebisingan di
sumber-sumber kebisingan, mengontrol jalannya kebisingan dan perlindungan terhadap
receiver (penerima) jika tingkat kebisingan sudah melewati batas yang diizinkan.
Penurunan kebisingan dengan metode aplikasi akustik pada permesinan sejak tahap
desain merupakan hal yang paling efektif mengingat besarnya biaya yang harus
dikeluarkan. Persoalan pengendalian kebisingan bersifat multi dimensi atau lintas ilmu.
Untuk mendapatkan suatu rancangan komponen mesin yang bersifat low noise
design, ada hal-hal tertentu yang harus dilakukan salah satunya adalah identifikasi.
Source atau Noise Generation Mechanism (NGM) harus diketahui terlebih dahulu.
Bersifat apakah NGM-nya, apakah air borne, solid borne, ataupun fluid borne.
Identifikasi ini mencakup sumber, propagasi dan radiasi dan berdasarkan data-data
kulitatif, eksperimen dan pengalaman.
Sumber
Propagasi
Radiasi
Penerima
Sumber bunyi (accoustic source) dilukiskan sebagai fluktuasi gaya-gaya dalam
medium/media. Fluktuasi gaya-gaya dapat berupa gerakan permukaan pada benda solid
atau fluktuasi fluida seperti aliran turbulen.
Teknik yang dipakai untuk mengendalikan kebisingan pada sumber, yaitu :
1. Menghindari atau mengurangi sumber Air Borne, misalnya pada peristiwa
turbulensi, shock dan pulsasi.
2. Menghindari atau mengurangi sumber Fluid Borne, misalnya pada peristiwa
turbulensi, shock, pulsasi dan kavitasi.
3. Menghindari atau mengurangi sumber Solid Borne, misalnya pada peristiwa
impak dan gesekan. Propagasi merupakan rambatan kebisingan yang akan
diterima telinga. Dalam banyak situasi sumber, propagasi dan penerima dapat
berupa interaksi-interaksi antara mereka, namun pendekatan pemecahan
permasalahan kebisingan adalah dengan cara yang sama. Dalam identifikasi
sumber-sumber kebisingan suatu sistem haruslah diketahui
komponen-komponen mana saja yang bersifat aktif maupun pasif. Identifikasi propagasi
atau jalanya rambatan bunyi mencakup komponen mana saja yang berpotensial
meneruskan dan merefleksikan kembali dalam suatu material.
Teknik yang dipakai untuk mengendalikan kebisingan propagasi suara, yaitu :
1. Pembungkusan (capsuling)
Pengertian dari capsuling yang umum dipakai adalah menutup sistem secara penuh
untuk mencegah terjadinya refleksi suaru dari mesin ke dinding rumah mesin.
2. Menggunakan plat akustik
3. Menyerap bising melalui material akustik/damper.
Identifikasi radiasi sangat tergantung dari bentuk geometri dari suatu struktur
mesin/komponen. Bagian mana saja yang berpotensial dan bersifat dominan. Radiasi
medan bunyi, ruang terbuka atau ruang tertutup dan emisi dari mesin-mesin yang
berdekatan.
Secara prinsip peristiwa radiasi dapat terjadi melalui bukaan (opening) pada
mesin/sistem atau getaran/vibrasi dari luasan permukaan luar mesin/sistem tersebut.
Teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi/mengendalikan kebisingan radiasi suara
dibagi dua, yaiu :
a. Teknik pengendalian radiasi suara melalui opening
1. Menentukan/merancang arah radiasi pada posisi/arah yang paling tidak
mengganggu, dengan cara memodifikasi opening tersebut.
2. Mempergunakan damping atau dinding plat akustik pada opening tersebut.
b. Teknik pengendalian radiasi suara pada luasan permukaan mesin.
1. Luas permukaan yang berpotensi terjadinya radiasi, dibuat sekecil mungkin.
2. Permukaan mesin yang rentan getaran dihindari
3. Luas permukaan yang besar dibuat kecil.
4.Terapkan prinsip permukaan bagian luar dari struktur mesin mempunyai efisiensi
radiasi yang kecil/rendah.
5. Redam permukaan tempat terjadinya radiasi suara
2.7 Peredam Kebisingan(Noise Silencer)
Silencer atau Knalpot adalah alat pereduksi suara dan panas pada kendaraan atau
Mesin - mesin internal combustion , khusus pada mobil bensin atau diesel penyerapan
panas yang diambil oleh knalpot atau exhaust kurang lebih 30-35%.
Noise silencer merupakan kebisingan yang terjadi pada knalpot. Kebisingan terjadi
akaibat gas pembakaran yang dihasilkan dari mesin masuk ke knalpot dengan tekanan
yang sangat tinggi. Untuk itu silencer atau knalpot dirancang khusus untuk meredam
kebisingan yang terjadi pada kendaraan bermotor. Oleh karena, itu material yang baik
Panas yang diterima knalpot dari hasil pembakaran dari motor berkisar 130 °C
sampai dengan 160 °C dan suara yang sangat keras ketika terjadi pembakaran diruang
bakar, maka knalpot harus mempunyai syarat–syarat tertentu apalagi pada saat sekarang
lingkungan sangat di perhatikan dalam rangka menunjang program langit biru dimana
gas buang dapat menjadikan kerusakan pada lingkungan maka mau tak mau
pembuangan gas bekas menjadi perhatian sangat serius dan harus memenuhi kriteria
tertentu. Adapun syarat utama pada knalpot:
1. Kemampuan bahan terhadap panas
2. Mereduksi suara atau kebisingan
3. Tidak mengganggu kinerja motor
4. Gas yang keluar tidak merusak lingkungan
Gambar 2.13 Bentuk Knalpot yang Dimesh. [14]
Knalpot yang telah ada di meshkan sesuai dengan gambar 2.13 yang mana akan
membantu dalam melakukan simulasi. Ini tampak terlihat dari gambar di atas.
Gambar 2.14 Hasil Simulasi dengan PATRAN
Berdasarkan hasil studi literatur yang ada pada gambar 2.14 dapat dilihat hasil
simulasi yang telah ada. Pada gambar terlihat jelas hasil simulasi bentuk knalpot yang
telah dimesh dengan menggunakan software PATRAN pada frekuensi 2900 Hz . pada
Gambar 2.15 Hasil Simulasi dengan Menggunakan PATRAN
Berdasarkan hasil studi literatur yang ada pada gambar 2.15 terlihat jelas hasil
simulasi bentuk knalpot yang telah di-mesh dengan menggunakan software PATRAN
pada frekuensi 700 Hz. Pada gambar 2.15 terjadi distribusi suara pada gas borne dengan
3 zona.
2.8 Material Akustik
Bila suatu gelombang bunyi datang pada suatu permukaan batas yang memisahkan dua
daerah dengan laju gelombang berbeda, maka kemungkinan yang terjadi adalah
1.Dipantulkan semua
2.Ditransmisikan semua
3.Sebagian gelombang akan dipantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan
Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.16 :
Gelombang Datang
Gelombang Pantul
Gelombang Datang
Gelombang Pantul
Gelombang diserap/ ditransmisikan 1
1c
ρ ρ2c2
Misalkan dua media akustik dengan sifat impedansi ρ1c1 dan ρ2c2, dimana dataran
gleombang dari arah kiri merambat tegak lurus terhadap antar muka. Jika ρ1c1 lebih
kecil dari ρ2c2, kemudian energi dari gelombang datang tak dapat ditransmisikan
melewati dataran antar muka, setiap energi yang tersisa akan menjadi gelombang
pantul.
2.8.1 Penyerapan dan Pemantulan Akustik
Pemantulan bunyi adalah fenomena dimana gelombang bunyi dibalikkan dari suatu
permukaan yang memisahkan dua media. Pemantulan bunyi ini juga mengikuti kaidah
pemantulan, dimana sudut datangnya bunyi (i0) selalu sama dengan sudut pantulan
bunyi (r0). Jumlah energi bunyi yang dipantulkan oleh suatu permukaan bergantung
pada permukaan yang dikenainya seperti pada gambar 2.17. Dinding lantai, dan
langit-langit datar dapat menjadi pemantul yang baik; sebaliknya bahan-bahan yang kurang
tegar dan berpori seperti kain, tirai dan taplak perabotan akan banyak menyerap bunyi.
Proses pemindahan daya bunyi dari suatu ruangan tertentu, dalam mengurangi
tingkat tekanan bunyi dalam volume tertentu, dikenal sebagai penyerapan bunyi. Proses
ini berkaitan dengan penurunan jumlah energi dari udara yang menjalar hingga ia
mengenai suatu media berpori atau fleksibel. Bagian energi terserap ketika gelombang
bunyi dipantulkan darinya disebut dengan koefisien serapan bunyi dari material. Harga
koefisien serapan bunyi ini bergantung dari sifat material, frekuensi bunyi dan sudut
gelombang bunyi ketika mengenai permukaan material tersebut. Secara matematis dapat
ditulis : [15]
α = Ia / Ii (35)
dimana :
Ia = Intensitas bunyi yang diserap (W/m2)
Ii = Intensitas bunyi yang terjadi (W/m2)
Koefisien penyerap bunyi atau α untuk beberapa material dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Koefisien Serapan [15]
Material Sound Absorption
Plaster walls 0.01 - 0.03
Unpainted brickwork 0.02 - 0.05
Painted brickwork 0.01 - 0.02
3 mm plywood panel 0.01 - 0.02
6 mm cork sheet 0.1 - 0.2
6 mm porous rubber sheet 0.1 - 0.2
12 mm fiberboard on battens 0.3 - 0.4
25 mm wood wool cement on battens
0.6 - 0.07
50 mm slag wool or glass silk 0.8 - 0.9
25 mm sprayed asbestos 0.6 - 0.7
Persons, each 2.0 - 5.0
Acoustic tiles 0.4 - 0.8
Total Luas Daerah yang Diserap (Total Room Sound Absorption)
A = S1α1 + S2α2 + .. + Snαn = ∑ Siαi (36)
dimana :
A =Luas Permukaan yang diserap (m2 sabine)
Sn = Luas daerah permukaan (m2)
αn = koefisien serapan dari permukaan material
Koefisien Serapan Rata-Rata (Mean Absorption Coefficient )
am = A / S (37)
dimana :
am = Koefisien Serapan Rata-Rata
A = Luas Daerah Yang Diserap (m2 sabine)
S = Luas Daerah Permukaan (m2)
2.9 Material Stainless Steel Sebagai Material Knalpot
Stainless steel merupakan salah satu material yang baik untuk material knalpot salah
satunya yang biasa digunakan adalah dari jenis AISI Type 304 Stainless Steel. Material
2.9.1 Sifat Stainless Steel
Stainless Steel memiliki sifat antara lain :
1. Memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, karat dan goresan/gesekan
2. Tahan temperatur rendah maupun tinggi
3. Memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil
4. Keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus
5. Tahan terhadap oksidasi
6. Kuat dan dapat ditempa
7. Mudah dibersihkan
8. Mengkilat dan tampak menarik
2.10 Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga adalah metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan teknik dan problem matematis dari suatu gejala phisis. Tipe masalah
teknis dan matematis phisis yang dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga
terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok analisa struktur dan kelompok
masalah-masalah non struktur.
Tipe-tipe permasalahan struktur meliputi :
1. Analisa tegangan/Stress, meliputi analisa Truss dan Frame serta
masalah-masalah yang berhubungan dengan tegangan-tegangan yang terkonsentrasi.
2. Buckling
3. Analisa getaran
Masalah non struktur yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metode ini
meliputi :
1.Perpindahan panas dan massa
2.Mekanika fluida, termasuk aliran fluida lewat media porus
Dalam persoalan-persoalan yang menyangkut geometri yang rumit, seperti
persoalan pembebanan terhadap struktur yang kompleks, pada umumnya sulit
dipecahkan melalui matematis analisis. Hal ini disebabkan karena matematis analisis
memerlukan besaran atau harga yang harus diketahui pada setiap titik pada struktur
yang dikaji.
Penyelesaian analisis dari suatu persamaan diferensial suatu geometri yang
kompleks, pembebanan yang rumit, tidak mudah diperoleh. Formulasi dari metode
elemen hingga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini.
Metode ini akan menggunakan pendekatan terhadap-harga-harga yang tidak
diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan permodelan dari suatu benda
dengan membagi-bagi dalam bagian yang kecil yang secara keseluruhan masih
mempunyai sifat yang sama dengan benda yang utuh sebelum terbagi dalam bagian
yang kecil (diskritisasi).
Berikut ini adalah contoh diskritisasi dari suatu struktur yang kompleks.
Diskritisasi bergantung pada struktur yang akan dianalisa.
Gambar 2.18. Diskritisasi dari knalpot
2.10.1 Langkah – Langkah Metode Elemen Hingga
Secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan Metode Elemen
1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi.
Amatilah benda atau struktur yang akan dianalisa, apakah satu dimensi (contoh batang
panjang), dua dimensi (plate datar) atau tiga dimensi (seperti balok).
Macam dan tipe elemen dasar yang digunakan dapat dilihat pada gambar 2.19.
Gambar 2.19Bentuk-bentuk elemen dasar. [16]
(a) : elemen garis (1 dimensi)
Banyaknya potongan yang dibentuk bergantung pada geometri dari benda yang akan
dianalisa, sedangkan bentuk elemen yang diambil bergantung pada dimensinya.
Gambar 2.20 Elemen Tetrahedral
Gambar 2.20 merupakan elemen tetrahedral dengan 3 dimensi, yang memiliki 4 node
untuk 1 elemen.
2. Pemilihan Fungsi Displacement
Kemudian
Selanjutnya matriks untuk coefisiennya adalah
Fungsi displacemen dalam kaitannya dengan fungsi shape S ditulis sebagai berikut :
Kelebihan dan Kekurangan Dalam Penggunaan Elemen Hingga
Beberapa kelebihan dalam penggunaan metode ini adalah :
1. Benda dengan bentuk yang tidak teratur dapat dengan mudah dianalisa
2. Tidak terdapat kesulitan dalam menganalisa beban pada suatu struktur
3. Permodelan dari suatu benda dengan komposisi materi yang berlainan dapat
dilakukan karena tinjauan yang dilakukan secara individu untuk setiap elemen.
4. Dapat menangani berbagai macam syarat batas dalam jumlah yang tak terbatas
5. Variasi dalam ukuran elemen memungkinkan untuk memperoleh detail analisa
yang diinginkan
6. Dapat memecahkan masalah-masalah dinamik (time dependent)
Kekurangan yang terdapat dalam penggunaan metode ini adalah diperlukannya
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap kegiatan atau pengerjaan yaitu,
pengambilan data gas buang kendaraan, melakukan simulasi dengan menggunakan
Ansys V 9.0 dan analisa secara teoritik tingkat kebisingan yang terjadi.
3.2 Pengambilan Data Pengukuran
Pada penelitian dibutuhkan data temperatur sebagai data input untuk simulasinya.
Dan juga dibutuhkan putaran mesin untuk analisa teoritik untuk itu pengambilan data
dilakukan pengukuran secara langsung dan pengukuran ini dilakukan di SMK
Muhammadiyah 9. Adapun tahap proses yang digunakan untuk pengambilan data
tersebut adalah sebagai berikut
1. Alat
1. Knalpot Motor bensin
Knalpot ini digunakan sebagai bahan yang akan di teliti
Gambar 3.1 Knalpot
Mesin motor bensin ini digunakan sebagai alat penggerak dari kendaraan
bermotor dan juga sebagai tempat proses pembakaran berlangsung yang
menghasilkan gas buang sebagai salah satu parameter yang akan di ukur.
Gambar 3.2 Mesin Motor Bensin
Spesifikasi dari motor bensin tersebut :
1. Jenis Mesin : Motor Bensin (Toyota Kijang)
2. Type Mesin : 5K
3. Kapasitas : 1486 cc
4. Stroke : 73 mm
5. Bore : 80.5 mm
6. Putaran Maks : 6000 Rpm
3. Thermocouple
Thermocouple ini digunakan untuk mengukur temperatur fluida.
Gambar 3.3 Thermocouple
Berfungsi untuk membaca putaran mesin
Gambar 3.4 Tachometer
3.3 Prosedur Pengambilan Data Pengukuran
1. Pipa knalpot dan Knalpot dilubangi sesuai dengan titik-titik pengukuran
2. Kemudian mesin dihidupkan selama 30 menit
3. Kemudian kabel-kabel dari thermocouple dimasukkan ke dalam lubang
4. Kemudian di ambil putaran mesin dengan Tachometer
5. Selanjutnya diambil temperatur gas buang dengan menggunakan thermocouple
Gambar 3.5 Prosedur Pengambilan data
Gambar 3.6 Ttitk-titik pengukuran
Setelah dilakukakan pengukuran maka hasilnya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Hasil Data Pengukuran
No Putaran (Rpm) T1 (0C) T2 (0C) T3 (0C) T4 (0C) T5 (0C)
1 745 205 136 91 87 73
2 1500 350 230 157 148 110
3 2000 440 310 220 215 160
3.4 Analisa Pembebanan
Untuk mengawali pembebanan kita mencari terdahulu berapa pindahan panas yang
terjadi sepanjang knalpot. Perpindahan panas yang terjadi dalam knalpot kita asumsikan
hanya pindahan panas secara konveksi.[18]
T x c x
m• p ∆ = h Ac (TL - Tf) (39)
Dimana : m = Laju aliran massa (Kg/s) • T
∆ = Perubahan Suhu yang terjadi ( K )
A = Luas pindahan kalor (m2)
h = Koefisien konveksi (W/m2.K)
Tf = Temperatur rata-rata fluida ( K )
Cp = Spesifik heat fluida
Untuk mencari m atau laju aliran massa kita menggunakan persamaan kontinunitas. •
2
Untuk mencaari v atau kecepatan gas buang kita asumsikan kecepatan gas buang sama 1
dengan kecepatan rata-rata gerakan piston.[6]
Vm = 30
.N S
(40)
Vm = Kecepatan rata-rata gerakan piston (m/det)
S = Langkah Piston (m), 70,3 mm = 0.0703 m, (Toyota Kijang 5K)
Dari hasil pengukuran dapat dilihat
T1 = 205 0C
Maka didapat v1 yaitu kecepatan gas pada saat keluar dari mesin yaitu 1.74 m/s
Dengan mengasumsikan gas yang keluar adalah gas Co2
Maka dari tabel dapat dicari harga density gas Co2 pada temperatur 205 oC atau
pada 478 K
Tabel 3.2 Sifat properties gas Co2
x = 1.1782 – 0.066528
x = 1.111672 Kg/m3
•
m = ρ1xυ1xA1 = 1.111672 x 1.74 x (1/4 x 3.14 x (0.042)2 )
= 0.00267 Kg/s
Mencari Cp di ambil pada temperatur rata-rata
T =
Tabel 3.3 Sifat properties dari gas Co2
T (K) Cp (Kj/Kg.K)
3.5 Diagram Alir Simulasi
Proses pemodelan membutuhan ketelitian dalam memasukan data yang selanjutnya
akan diolah oleh software ANSYS sebelum dilakukannya proses simulasi. Dengan
menggunakan Diagram Alir akan memudahkan dalam menganalisa tahapan-tahapan
dalam proses simulasi tersebut. Pada gambar 3.7 berikut ini disajikan diagram Diagram
Alir yang digunakan dalam penelitian ini.
START
B
A Berhasil ?
Ya
Tidak
Mendefenisikan TYPE OF ELEMENT
Mendefenisikan MATERIAL PROPERTIES
Memberikan UKURAN MESH
Mendefinisikan ANALYSIS TYPE
Membentuk GEOMETRY
Gambar 3.7 Diagram Alir Simulasi Menggunakan Ansys
Selesai
Tidak
Ya
B A
Proses Penampilan Hasil Menerapkan
KONDISI BATAS
Menerapkan BEBAN (LOAD)
Proses Penyelesaian Sistem
Proses Penampilan Hasil
3.6 Penentuan Sifat Fisik Dan Mekanik dari Material
1. AISI TYPE 304 STAINLESS STEEL
AISI Type 304 Stainless Steel merupakan bahan standar yang biasa digunakan untuk
pembuatan knalpot. Adapun sifat fisis dan mekanis dari bahan AISI Type 304 Stainless
Steel adalah sebagai berikut :
Tabel 3.4 Sifat Fisis dan Mekanis Material AISI Type 304 Stainless Steel.[19]
No Sifat Fisis Nilai
1 Modulus Elastisitas 196 Gpa
2 Possion Ratio 0.29
3 Density 8000 Kg/m3
4 Konduktifitas Thermal 16.2 W/m.K
3.7 Prosedur Simulasi
Dalam simulasi ini digunakan suatu software bantu yang cukup populer dikalangan
engineering yaitu Ansys Versi 9.0, dimana software program ini mampu melakukan
analisis beban, pengaruh temperatur, deformasi, defleksi, dan tegangan pada truss, dan
sebagainya. Pada gambar 3.8 merupakan tampilan awal Ansys versi 9.0
1. Proses Preferensi
Proses Preferensi merupakan langkah pendahuluan untuk menentukan model analisis
terhadap kondisi material yang ada. Dalam hal ini preferensi yang digunakan adalah
Thermal dengan langkah: Preference> Thermal> OK
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat seperti terlihat pada Gambar 3.9, berikut ini.
Gambar 3.9 Tampilan Layar Proses Preferensi
2. Proses Mendefinisikan Geometry
Proses mendefinisikan karakteristik geometri, maka langkah prosesnya adalah dari
Gambar 3.10 Tampilan Hasil Geometri Material
Tabel 3.5 Dimensi Knalpot yang akan dibuat
Knalpot Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m)
Spesimen A 0.52 0.18 0.13
Spesimen B 0.65 0.225 0.1625
Spesimen C 0.39 0.135 0.0975
3. Sifat Elemen Material
Langkah selanjutnya adalah menerapkan sifat element dengan langkah, sebagai berikut:
Gambar 3.11. Menentukan Sifat Elemen
b. Mendefenisikan Material Properties
Gambar 3.12 Material Properties
4. Menerapkan Ukuran Mesh
Proses menerapkan ukuran mesh ini dilakukan dengan langkah: Preprocessor
Gambar 3.13 Tampilan Hasil Masukan Ukuran Mesh
5. Proses Meshing
Untuk melihat hasil dari proses penerapan ukuran mesh, maka langkah yang harus
dilalui, yaitu pada menu Processor pilih Meshing >Mesh> Volume> Free dan pilih
Area.
BAB 4
HASIL SIMULASI DAN PERHITUNGAN TEORITIS
4.1 Penjelasan
Hasil simulasi ANSYS ini yaitu distribusi temperatur. Temperatur ini mewakili tiap tiap
daerah atau titik terhadap daerah yang dibagi dalam beberapa bagian pada knalpot.
Distribusi temperatur ini dipakai dalam mengolah data selanjutnya. Gambar 4.5
memperlihatkan distribusi temperatur pada putaran 745 rpm dengan spesimen A yang
mana knalpot hanya berupa ruang kosong dan terbuat dari material AISI Type 304
Stainless Steel.
Gambar 4.6 memperlihatkan distribusi temperatur apabila diberi pipa dalam
knalpot.maka akan terlihat penurunan temperatur. Gambar 4.7 meunjukkan distribusi
temperatur apabila knalpot diberi sekat pembatas dalam ruang knalpot. Disini terlihat
bahwa penurunan temperatur juga dipengaruhi oleh sekat dalam knalpot.
Gambar 4.10 memperlihatkan distribusi temperatur ketika diberi sekat yang
berlubang, maka terlihat kenaikan temperaturnya dari knalpot dengan sekat yang tidak
berlubang. Gambar 4.11 menunjukkan distribusi temperatur apabila knalpot dengan
spesimen B, maka akan terlihat terjadi penurunan temperatur knalpot. Gambar 4.12
menunjukkan distribusi temperatur knalpot apabila ukuran knalpot dengan spesimen C,
maka akan terlihat perubahan temperatur yang kecil.
Gambar 4.13 menunjukkan distribusi temperatur pada putaran 1500 Rpm,
dengan knalpot ruang kosong pada spesimen A. Gambar 4.16 menunjukkan distribusi
4.2 Analisis Simulasi
1 Mendefinisikan Tipe Analisis
Dalam simulasi ini dianggap bahwa beban yang diberikan dalam keadaan statik.
Langkah ini dilakukan dengan memastikan bahwa analisis statik diberikan dengan
langkah Solution >Analysis Type >New Analysis.
Gambar 4.1 Kotak Dialog Tipe Analisis
2. Temperatur
Pada penerapan constraints langkah perintahnya adalah pada Solution >Define Loads
>Apply >Thermal > Temperature >On Areas
3. Heat Fluks
Selanjutnya, dilakukan penerapan load thermal dan langkah perintahnya adalah Solution
>Define Loads > Apply >Thermal > Heat Fluks>On Areas
Gambar 4.3 Kotak Dialog Heat Flux
Solving The System
Untuk selanjutnya kita akan melihat hasil tampilan proses selanjutnya melalui proses
Solving The System.
Gambar 4.4 Kotak Dialog Solving
Analisis Temperatur
Untuk analisis temperatur dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
4.3 Hasil Simulasi
1. Pada Putaran 745 Rpm dengan Spesimen A dan dibuat dengan material AISI Type 304 Stainless Steel
Gambar 4.5 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong
Pada putaran 745 rpm terjadi perubahan temperatur. Penurunan ini dapat dilihat pada
gambar 4.5, awalnya 91 oC menjadi 79,814 oC.
Gambar 4.6 Distribusi Temperatur Knalpot dengan Pipa
Dengan penambahan 2 pipa maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini
Gambar 4.7 Distribusi Temperatur Knalpot dengan penambahan 1 sekat
Dengan penambahan 1 sekat maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini
dapat terlihat pada gambar 4.7, awalnya 91 oC menjadi 76,802 oC.
Gambar 4.8 Distribusi Temperatur Knalpot dengan penambahan 2 sekat
Dengan penambahan 2 sekat maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini
Gambar 4.9 Distribusi Temperatur Knalpot dengan penambahan 3 sekat
Dengan penambahan 3 sekat maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini
dapat terlihat pada gambar 4.9, awalnya 91 oC menjadi 68,864 oC.
Gambar 4.10 Distribusi Temperatur Knalpot dengan 3 sekat yang berlubang
Dengan penambahan sekat yang berlubang maka akan terjadi penurunan temperatur
lebih kecil dari pada penambahan 3 sekat yang tidak berlubang. Ini dapat terlihat pada
2. Pada Putaran 745 Rpm dengan Spesimen B dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel
Gambar 4.11 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong
Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih besar maka akan terjadi penurunan
temperatur lebih besar dari pada knalpot ukuran standar. Penurunan ini dapat terlihat
pada gambar 4.11, awalnya 91 oC menjadi 75,419 oC.
3. Pada Putaran 745 Rpm dengan spesimen C dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel
Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih kecil dari standar maka akan terjadi
penurunanan temperatur yang lebih kecil dari pada knalpot ukuran standar. Penurunan
ini dapat terlihat pada gambar 4.12, awalnya 91 oC menjadi 81,66 oC.
4. Pada Putaran 1500 Rpm dengan spesimen A dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.
Gambar 4.13 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong
Pada putaran 1500 rpm akan terjadi penurunan temperatur. Penurunan ini dapat dilihat
5. Pada Putaran 1500 Rpm dengan spesimen B dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.
Gambar 4.14 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong
Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih besar dari standar maka akan terjadi
penurunan temperatur yang lebih besar dari pada ukuran standar. Penurunan ini dapat
terlihat pada gambar 4.14, awalnya 157 oC menjadi 100,284 oC.
6. Pada Putaran 1500 Rpm dengan spesimen C dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.
Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih kecil dari standar maka akan terjadi
penurunan temperatur yang kecil dari pada knalpot standar. Penurunan ini dapat terlihat
pada gambar 4.15, awalnya 157 oC menjadi 123 oC.
7. Pada Putaran 2000 Rpm dengan spesimen A dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel
Gambar 4.16 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong
Pada putaran 2000 rpm terjadi penurunan temperatur. Penurunan ini dapat dilihat pada
8. Pada Putaran 2000 Rpm dengan Spesimen B dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.
Gambar 4.17 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong
Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih besar dari standar maka akan terjadi
penurunan temperatur yang lebih besar dari standar. Penurunan ini dapat terlihat pada
gambar4.17, awalnya 220 oC menjadi 180,949 oC.
9. Pada Putaran 2000 Rpm dengan spesimen C dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel
Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih kecil dari standar maka akan terjadi
penurunan temperatur yang kecil dari standar. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar
4.18, awalnya 220 oC menjadi 196,59 oC.
4.4 ANALISA PERHITUNGAN KEBISINGAN
Untuk menghitung kebisingan pada knalpot terlebih dahulu kita menghitung kebisingan
pada mesin.[20]
Lw = 95 + 5 log10 kW – lin /1.8 dB (41)
Dimana : Lw = Sound power level , (dB)
kW = Energi atau tenaga mesin , (kW)
lin = Panjang pipa
Untuk mencari kW atau tenaga yang timbul kita menggunakan persamaan. [21]
Ni = P.VL .z.n.a.
450000 1
(PS) (42)
Dimana : Ni = Tenaga mesin (PS)
P = tekanan efektif rata-rata, (kg/cm3)
VL = Volume langkah torak, (cm3)
z = Jumlah piston
a =jumlah siklus perputaran , ½ untuk motor 4 langkah
n = Putaran poros engkol (rpm)
untuk itu kita mencari tekanan efektif rata-rata pada proses pembakaran.[21]
Pefektif =
L V
Q J
η (43)
Dimana : P efektifrata-rata = Tekanan efektif rata-rata (kg/cm2)
η = efisiensi
Q = kalor yang masuk (Kcal)