ANALISA PERBANDINGAN BERAT JENIS DAN KUAT TEKAN
ANTARA BETON RINGAN DAN BETON NORMAL DENGAN
MUTU BETON K-200
(Kajian Eksperimental)TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Dalam Menempuh
Colloqium Doctum/Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
040404003
ERI PRAWITO
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat 800 kg/m3 s/d 2000 kg/m3. Penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri dari struktur sehingga komponen struktur pendukungnya seperti pondasinya akan menjadi lebih hemat.
Pada penelitian ini dipergunakan batu apung, karena batu apung mempunyai berat yang ringan. Sehingga didapat beton yang tergolong dalam beton ringan (mempunyai berat 800 kg/m3 s/d 2000 kg/m3). Mutu beton yang direncanakan adalah K-200 kg/cm2 pada umur 21 hari. Pengujian kuat tekan dan berat jenis beton dilakukan pada umur 7, 14, dan 21 hari, masing-masing 3 buah benda uji yang berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga Tugas Akhir yang berjudul “Analisa Perbandingan Berat Jenis dan Kuat Tekan Antara Beton
Ringan dan Beton Normal Dengan Mutu Beton K-200” dapat terselesaikan
dengan baik. Adapun Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil bidang studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Ibu Nursyamsi, S.T., M.T selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc. selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sumatera Utara.
4. Bapak dan Ibu Dosen/Staf pengajar Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh pegawai administrasi yang telah banyak memberikan bantuan.
6. Teristimewa buat Ayah dan Ibu tercinta atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang, kepercayaan serta do’a yang tiada batas untuk penulis. Baktiku Tak
Akan Dapat Membalas Segalanya… Kepada kakak dan adikku tersayang :
kak eva dan aulia (thanks atas support dan do’anya).
7. Teman-teman seperjuangan, PH (Mario, ical, fauzi), Tasbi2 (tungkir, waloed, ole, me’en), Dogar, Sukrik, Gazoeth, Mike, Emir, Anggodo, Ani, Cot Dogol, Kingson, Gober, Buncit, joseph, dan semua teman stambuk ’04 lainnya. 8. Asisten beserta staf Laboratorium Beton USU, Ary ‘07, tami ‘06, yusuf ‘06,
9. Thank’s to adik-adik ’07, nchen (yang selalu ada setiap dibutuhkan), arsyad, zul, jora, muna, ruksel, dan yang lainnya.
10.Thank’s to malvin’06, vertig ‘06, andi’09, dan adik-adik lainnya.
Atas segala bantuan dan budi baik yang penulis peroleh selama ini, kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda.
Penulis menyadari, bahwa dalam melaksanakan penelitian hingga selesai Tugas Akrir ini tentu saja masih banyak ditemukan kekurangan dan kelemahan, atas kekurangan dan kelemahan tersebut penulis mengharapkan saran konstruktif guna perbaikan pada penelitian masa yang akan datang.
Semoga hasil Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat, baik untuk manfaat praktis maupun untuk manfaat teoritis.
Medan, Desember 2010 Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang... 1
I.2 Maksud dan Tujuan ... 3
I.3 Pembatasan Masalah ... 4
I.4 Metodologi Penelitian ... 5
I.6 Manfaat Penelitian ... 6
I.6 Sistematika Penulisan ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Beton ... 8
a. Beton Ringan ... 10
b. Beton mutu tinggi ... 13
c. Beton dengan workabilitas tinggi ... 13
d. Beton Serat ... 13
e. Beton dengan Polimer ... 14
h. Beton Dengan Pemadatan Roller ... 15
II.2 Bahan ampuran Beton ... 15
II.2.1 Semen ... 16
II.2.2 Agregat ... 20
II.2.2.1 Jenis Agregat ... 23
II.2.2.1.1 Batu Apung ... 23
II.2.2.1.2 Pasir ... 25
II.2.2.1.3 Kerikil ... 26
II.2.3 Air ... 26
II.3 Kuat Tekan Beton ... 27
II.3.1 Ukuran dan Bentuk Agregat ... 30
II.3.2 Faktor Air Semen ... 30
II.3.3 Umur Beton... 30
II.3.4 Jumlah Semen ... 31
II.3.5 Perawatan Beton (curing) ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Umum ... 32
III.2 Urutan Tahapan Penelitian ... 32
III.2.1 Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... 32
III.2.2 Persiapan dan Pemeriksaan Bahan ... 34
III.2.3 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton ... 40
III.2.3.1 Agregat Halus ... 40
III.2.3.2 Agregat Kasar ... 43
III.2.3.2.2 Batu Apung... 46
III.2.3.3 Semen ... 49
III.2.4 Perencanaan Campuran Beton ( Mix Design ) ... 49
III.2.5 Pembuatan Benda Uji Silinder ... 50
III.2.6 Pemeriksaan Nilai Slump ... 51
III.2.7 Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 7, 14 dan 21 Hari ... 51
III.2.8 Perhitungan Berat Jenis Beton... 52
III.2.9 Analisa dan Kesimpulan ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Nilai Slump ... 53
IV.2 Berat Jenis Beton ... 54
IV.2.1 Berat Jenis Beton Ringan ... 54
IV.2.2 Berat Jenis Untuk Beton Normal ... 58
IV.3 Kuat Tekan Silinder Beton ... 62
IV.4 Perbandingan Berat Jenis dan Kuat Tekan Antara Beton Ringan Terhadap Beton Normal ... 64
IV.4.1 Perbandingan Kuat Tekan Beton ... 64
IV.4.2 Perbandingan Berat Jenis ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan... 70
VI.2 Saran ... 71
Tabel 1.1 : Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder ... 6
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Bahan Baku Semen ... 17Tabel 2.2 : Susunan Besar Butiran Agregat Halus ... 21
Tabel 2.3 : Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ... 22
Tabel 2.4 : Komposisi Kimia Batu Apung ... 24
Tabel 2.5 : Perbandingan Kekuatan pada Berbagai Benda Uji ... 29
Tabel 2.6 : Faktor Konversi Untuk Kuat Tekan Beton 28 hari ... 29
Tabel 3.1 : Susunan Butiran Agregat Halus ... 36
Tabel 3.2 : Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ... 37
Tabel 4.1 : Nilai Slump ... 53
Tabel 4.2 : Berat Benda Uji Silinder Untuk Beton Ringan ... 55
Tabel 4.3 : Berat Jenis Untuk Beton Ringan ... 57
Tabel 4.4 : Berat Benda Uji Silinder Untuk Beton Normal ... 58
Tabel 4.5 : Berat Jenis Untuk Beton Normal ... 60
Tabel 4.6 : Berat Jenis Beton Ringan dan Beton Normal ... 61
Tabel 4.7 : Pengujian Kuat Tekan Silinder ... 63
Tabel 4.8 : Persentase Perbandingan Kuat tekan Beton Ringan Terhadap Beton Normal ... 65
Tabel 4.9 : Persentase Perbandingan Kuat tekan Beton Ringan Terhadap Kuat Tekan Rencana K-200 ... 66
Gamba 1.1 : Bahan Campuran / Agregat dari Beton Ringan ... 3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Agregat batu apung ... 24
Gambar 4.1 : Penurunan Nilai slump antara beton normal dengan beton
ringan ... 54
Gambar 4.2 : Grafik berat jenis beton ringan dan beton normal ... 62
Gambar 4.3 : Grafik Kuat tekan Beton Ringan dan Beton Normal ... 64
Gambar 4.4 : Grafik Persentase Kuat Tekan Beton Ringan dengan Beton
Normal ... 66
Gambar 4.5 : Grafik persentase Kuat tekan Beton Ringan Terhadap Kuat
Tekan Rencana K-200 ... 67
Gambar 4.6 : Grafik persentase Berat Jenis Beton Ringan Terhadap Beton
ABSTRAK
Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat 800 kg/m3 s/d 2000 kg/m3. Penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri dari struktur sehingga komponen struktur pendukungnya seperti pondasinya akan menjadi lebih hemat.
Pada penelitian ini dipergunakan batu apung, karena batu apung mempunyai berat yang ringan. Sehingga didapat beton yang tergolong dalam beton ringan (mempunyai berat 800 kg/m3 s/d 2000 kg/m3). Mutu beton yang direncanakan adalah K-200 kg/cm2 pada umur 21 hari. Pengujian kuat tekan dan berat jenis beton dilakukan pada umur 7, 14, dan 21 hari, masing-masing 3 buah benda uji yang berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Gempa yang kembali terjadi di Indonesia tidak lepas dari kenyataan bahwa
letak kepulauan kita yang berada di garis pergeseran antara lempengan tektonik
Australia dan Pasifik, pergeseran antara kedua lempengan tektonik tersebut kerap
menimbulkan terjadinya gempa bumi Tektonik. Disamping itu, di Indonesia juga
terdapat lebih dari 400 gunung berapi, dimana 100 diantaranya masih aktif dan dapat
menyebabkan terjadinya gempa bumi Vulkanik. Fakta tercatat, Indonesia mengalami
tiga kali getaran dalam sehari, gempa bumi sedikitnya satu kali dalam sehari dan
sedikitnya satu kali letusan gunung berapi dalam setahun.
Selama ini masyarakat sangat mengenal dengan baik konstruksi beton.
Disisi lain, masyarakat juga dikejutkan banyaknya konstruksi bangunan yang rusak
akibat gempa. Ini dikarenakan konstruksi beton itu berat, sehingga jika ada gempa
maka gaya gempa akan sangat tergantung 2 hal yakni percepatan gempa dan
bangunan. Semakin berat bangunan atau semakin besar percepatan gempa maka gaya
gempa yang timbul semakin besar.
Kalau perecepatan gempa tidak akan bisa kita pengaruhi, sedangkan berat
gempa bisa didesain dengan memakai bahan yang ringan. Lazimnya beton yang
biasa digunakan mempunyai berat jenis 2400 kg/m3, akan tetapi saat ini sudah sangat
berkembang beton dan mempunyai berat jenis yang lebih ringan yakni beton ringan.
Beton ringan ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923
ringan ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman di tahun 1943.
Melalui produk Hebel, beton ringan pun mendapat julukan “Aerated Lightweight
Concrete (ALC)”. Hasilnya, beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk
material bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam
yang berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya
guna tinggi. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat
didirikannya PT Hebel Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat.
Secara umum berdasarkan German Building Code DIN 1045, beton dapat
diklasifikasikan dalam 3 jenis sbb:
1. Kondisi Lingkungan (Umwelt Bedingungen), a.l. tahan terhadap korosi,
korosi terhadap tulangan dan korosi terhadap beton.
2. Beton yang sudah mengeras (Festbeton) a.l. terhadap kuat tekan dan
terhadap berat jenis
3. Beton segar(Frishbeton) a.l, Terhadap konsistensi dan terhadap jenis
agregat.
Dari 3 klasifikasi diatas beton ringan termasuk klasifikasi no 2 yakni beton
yang sudah mengeras, yakni terhadap berat jenis. Dengan mengacu German Building
Code yakni DIN 1045 klasifikasi Beton berdasarkan berat jenis dibedakan dengan
a.l. normal (Normalbeton), beton ringan (Leichtbeton) dan beton berat
(Schwerbeton). Berat jenis beton normal adalah 2000 kg/m3-2600 kg/m3, dan untuk
beton berat adalah > 2600 kg/m3. Sedangkan Beton Ringan mempunyai berat Jenis
800 s/d 2000 kg/m3.
Berdasarkan DIN 4226, bagian ke dua bahwa agregat beton ringan tidak
memberikan efek karat terhadap tulangannya. Bahan agregat dari beton sebagai
pencampur semen adalah dari sejenis material yang diolah dari tanah liat seperti
Blaehton, ataupun dari Kaca dan polystrol. Contoh dari bahan agregat tersebut dapat
dilihat di gambar 1.
Gambar 1.1 bahan campuran/agregat dari beton ringan
Selain itu, material/agregat lainnya terdapat di gunung berapi/vulkan atau
dari limbah pabrik tertentu, seperti : batu apung, abu terbang, dan lainnya. Dalam hal
ini penulis akan membuat beton ringan dengan menggunakan agregat kasar berupa
batu apung. Penggunaan batu apung ini adalah untuk mendapatkan beton yang
tergolong dalam beton ringan, yaitu beton yang mempunyai berat jenis 800 kg/m³ s/d
2000 kg/m³.
I.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berat jenis
dan kuat tekan dari beton ringan yang akan dibuat dengan menggunakan batu apung,
sebagai bahan pembandingnya digunakan beton normal dengan mutu beton yang
sama. Dari penelitian ini kita akan mendapatkan kesimpulan hasil perbandingan
I.3. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi luasnya ruang lingkup masalah maka di buat
batasan-batasan masalahnya, yaitu :
1. Mutu beton yang direncanakan adalah K-200 kg/cm², pada umur 21 hari.
2. Menggunakan material,
a. untuk beton normal : batu pecah dan pasir
b. untuk beton ringan : batu apung dan pasir
3. Standar pengujian adalah ASTM standart dan SK SNI.
4. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder.
5. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7 hari, 14 hari, dan 21
hari, masing-masing 3 buah untuk setiap variasi beton, dengan benda uji
silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Gambar 1.2 Benda Uji Silinder
I.4. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian
eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
1. Penyediaan bahan penyusun beton : batu pecah, batu apung, pasir, dan semen.
2. Pemeriksaan bahan penyusun beton.
• Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar.
• Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200) • Pemeriksaan kadar liat (clay lump) pada agregat kasar.
• Pemeriksaan kandungan organic (colorimetric test) pada agregat halus.
• Pemeriksaan berat isi agregat halus dan agregat kasar.
• Pemeriksaan berat jenis dan absorbs agregat halus dan agregat kasar.
3. Mix design (perencanaan campuran)
Penimbangan/penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik.
Bahan penyusun beton dan mutu beton yang direncanakan dalam penelitian ini
adalah K-200 kg/cm².
4. Percobaan / Pembuatan benda uji silinder
Adapun sampel yang digunakan adalah :
a. Sampel I, beton normal.
b. Sampel II, beton ringan dengan menggunakan material batu apung.
Untuk lebih jelasnya jumlah benda uji yang akan di buat dapat dilihat pada
Table 1.1 Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder
SAMPEL
Jumlah Benda Uji Untuk Kuat Tekan Beton
7 Hari 14 Hari 21 Hari
I 3 3 3
II 3 3 3
Jumlah 6 6 6
5. Pengujian nilai slump (slump test ASTM C143-90a)
Untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan beton.
6. Perhitungan berat jenis sampel
Rumus untuk menghitung berat jenis benda adalah perbandingan berat benda
tersebut terhadap volumenya.
7. Pengujian kuat tekan beton (ASTM C39-86) pada umur 7, 14, dan 21 hari.
8. Analisa hasil percobaan.
I.5. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan teknologi beton, khususnya dalam pembuatan beton ringan.
I.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang penelitian, permasalahan yang
akan diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan masalah, dan
metodologi penelitian yang dilaksanakan oleh penulis.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan keterangan umum dan khusus mengenai
bahan beton yang akan diteliti berdasarkan referensi-referensi yang
didapat oleh penulis.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisikan prosedur penyediaan bahan yang digunakan
dalam penelitian, yaitu : agregat kasar, agregat halus, semen, air, dan
batu apung, dan disertai pembuatan benda uji, penghitungan berat
jenis, dan proses pengujian.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisikan data dan analisa hasil pengujian beton di
laboratorium serta pembahasannya.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian akhir laporan tugas akhir ini terdapat kesimpulan yang
diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan dan beberapa saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Beton
Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu–batuan yang
direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar)
dan ditambah dengan pasta semen. Singkatnya dapat dikatakan pasta bahwa semen
mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu kerikil, basalt dan sebagainya).
Rongga diantara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan halus. Penerangan
sepintas lalu ini memberikan bayangan bahwa harus ada perbandingan optimal antara
agregat campuran yang bentuknya berbeda-beda agar pembentukan beton dapat
dimanfaatkan oleh seluruh material.
Dalam konstruksi, beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang
terbuat dari kombinasi aggregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dari beton
adalah beton semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan
pasir), semen dan air.
Biasanya dipercayai bahwa beton mengering setelah pencampuran dan
peletakan. Sebenarnya, beton tidak menjadi padat karena air menguap, tetapi semen
berhidrasi, mengelem komponen lainnya bersama dan akhirnya membentuk material
seperti batu. Beton digunakan untuk membuat perkerasan jalan, struktur bangunan,
pondasi, jalan, jembatan penyeberangan, struktur parkiran, dasar untuk
pagar/gerbang, dan semen dalam beton atau tembok blok. Nama lama untuk beton
Beton normal diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu beton normal
dan beton ringan. Beton normal tergolong beton yang memiliki densitas sekitar 2,2 –
2,4 gr/cm3 dan kekuatannya tergantung pada komposisi campuran beton (mix
design).
Sedangkan untuk beton ringan memiliki densitas < 1,8 gr/cm3, begitu juga
dengan kekuatannya sangat bervariasi dan sesuai dengan penggunaan dan
pencampuran bahan bakunya. Jenis dari beton ringan ada dua, yaitu beton ringan
berpori (aerated concrete) dan beton ringan tidak berpori (non aerated concrete).
Beton ringan berpori adalah beton yang dibuat agar strukturnya terdapat banyak pori.
Beton semacam ini diproduksi dengan bahan baku dari campuran semen, pasir,
gypsum, CaCO3 dan katalis aluminium. Dengan adanya katalis Al selama terjadi
reaksi hidratasi, semen akan menimbulkan panas (reaksi eksotermal) sehingga timbul
gelembung-gelembung gas H2O, CO2 dari reaksi tersebut. Akhirnya gelembung
tersebut akan menimbulkan jejak pori dalam beton yang sudah mengeras. Semakin
banyak gas yang dihasilkan akan semakin banyak pori yang terbentuk dan beton
akan semakin ringan.
Berbeda dengan beton non aerated, pada beton ini ditambahkan agregat
ringan dalam pembuatannya, seperti batu apung (pumice), serat sintesis dan alami,
slag baja, perlite, dan lain-lain. Pembuatan beton ringan berpori jauh lebih mahal
karena menggunakan bahan-bahan kimia tambahan dan mekanisme pengontrolan
yang cukup sulit.
Dalam perkembangannya banyak ditemukan beton baru hasil modifikasi,
tinggi, beton berkekuatan sangat tinggi, beton mampat sendiri (self compacted
concrete), dan lain-lain.
Kemajuan teknologi beton yang dikembangkan untuk menanggulangi
kekurangan yang dimiliki beton normal disebut dengan beton spesial. Beton spesial
biasanya terbuat dari campuran semen Portland dan agregat alami dan dibuat secara
konvensional. Beberapa jenis beton yang bisa dikategorikan sebagai beton spesial
diantaranya adalah :
a. Beton Ringan (Lightweight Concrete)
Teknologi material bahan bangunan berkembang terus, salah satunya beton
ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering disebut juga
(Autoclaved Aerated Concrete/ AAC). Sebutan lainnya Autoclaved Concrete,
Cellular Concrete, Porous Concrete, di Inggris disebut Aircrete and Thermalite.
Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan daripada
beton pada umumnya. Tujuan penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi
berat sendiri dari struktur sehingga komponen struktur pendukungnya seperti
pondasinya akan menjadi lebih hemat.
Beton ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun
1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan.
Beton ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman di
tahun 1943. Hasilnya, beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material
bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang
berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya guna
tinggi. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat
Pembuatan beton ringan ini pada prinsipnya membuat rongga udara di
dalam beton. Ada tiga macam cara membuat beton aerasi, yaitu :
Yang paling sederhana yaitu dengan memberikan agregat/campuran isian
beton ringan. Agregat itu bisa berupa batu apung, sterofoam, batu alwa, atau
abu terbang yang dijadikan batu.
Menghilangkan agregat halus (agregat halusnya disaring, contohnya debu/abu
terbangnya dibersihkan).
Meniupkan atau mengisi udara di dalam beton. Cara ketiga ini terbagi lagi
menjadi secara mekanis dan secara kimiawi.
Proses pembuatan beton ringan atau Autoclaved Aerated Concrete secara
kimiawi kini lebih sering digunakan. Sebelum beton diproses secara aerasi dan
dikeringkan secara autoclave, dibuat dulu adonan beton ringan ini. Adonannya terdiri
dari pasir kuarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan dicampur alumunium pasta
sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi). Setelah adonan
tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam. Alumunium pasta
yang digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi sebagai pengembang ia berperan
dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8%
dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan. Adonan beton aerasi
ini lantas dipotong sesuai ukuran.
Adonan beton aerasi yang masih mentah ini, kemudian dimasukkan ke
autoclave chamber atau diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di dalam
autoclave chamber sekitar 183ºC. Hal ini dilakukan sebagai proses pengeringan atau
pematangan. Kalau adonan ini dijemur di bawah terik matahari hasilnya kurang
Beton tanpa butiran halus yang dibuat dengan kerikil agregat bukan
langsung merupakan beton ringan, meskipun beratnya hanya dua pertiga dari berat
beton padat, tetapi sebaiknya dipertimbangkan juga beton yang dibuat dengan
agregat yang lebih ringan. Agregat yang dipergunakan meliputi lelehan tepung abu
bakar yang mengeras, batu tulis, tanah liat yang direnggangkan, sisa bara yang
berbusa, batu apung atau “scoria” (sejenis batu).
Tidak seperti beton biasa, berat beton ringan dapat diatur sesuai kebutuhan.
Pada umumnya berat beton ringan berkisar antara 800 kg/m³ s/d 2000 kg/m³. Karena
itu keunggulan beton ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan
pada proyek bangunan tinggi (high rise building) akan dapat secara signifikan
mengurangi berat sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan
pondasi.
Keuntungan lain dari beton ringan antara lain : memiliki nilai tahanan panas
(thermal insulation) yang baik, memiliki tahanan suara (peredaman) yang baik,
tahan api (fire resistant), transportasi mudah dan dapat mengurangi kebutuhan
bekisting (formwok) dan perancah (scaffolding). Sedangkan kelemahan beton ringan
adalah nilai kuat tekannya (compressive strength), sehingga sangat tidak dianjurkan
penggunaan untuk perkuatan (struktural).
Aplikasi/penggunaan beton ringan bisa berupa batu beton beton, panel
dinding, lintel (balok beton), panel lantai, atap, serta kusen atau ambang pintu dan
jendela. Beberapa produk ada yang diperkuat lagi dengan ditanamkan besi beton di
dalamnya. Salah satu contoh untuk panel dinding atau panel lantai. Beton AAC tak
konvensional. Meskipun berupa rongga udara, beton ringan aerasi dapat menahan
beban hingga 1200 psi.
Berat jenis beton dengan agregat ringan yang kering udara sangat bervariasi,
tergantung pada pemilihan agregatnya , apakah pasir alam atau agregat pecah yang
ringan halus yang dipergunakan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap
sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang –
kadang melebihi.
b. Beton mutu tinggi (High Strength Concrete)
Beton dengan kuat tekan yang lebih besar dari 40 MPa sudah bisa
dikategorikan sebagai beton mutu tinggi. Beton ini dikembangkan untuk membuat
struktur yang menuntut tingkat kepentingan yang tinggi misalnya
bangunan-bangunan dengan tingkat keamanan tinggi seperti jembeton, gedung tinggi, reaktor
nuklir dan lain-lain.
c. Beton dengan workabilitas tinggi (High Workability Concrete)
Umumnya tingkat kesulitan dalam pengerjaan beton dikaitkan dengan
tingkat keenceran campurannya atau kemampuannya mengalir (flowing consistency),
semakin encer beton akan semakin mudah dikerjakan. Encer yang dimaksud bukan
semata encer karena diberi banyak air, justru dengan kebanyakan air mutu beton
akan semakin rendah karena material penyusunnya bisa terpisah-pisah (segregated).
Yang dimaksud disini adalah beton yang mudah mengalir tetapi tetap memiliki mutu
yang baik seperti beton normal atau mutu tinggi.
d. Beton Serat (Fiber Reinforced Concrete)
Adalah beton yang materialnya ditambah dengan komponen serat yang bisa
dalam campuran tidak terlalu banyak meningkatkan kekuatan beton terhadap gaya
tarik, perilaku struktur beton tetap semakin baik misalnya meningkatkan regangan
yang dicapai sebelum runtuh, meningkatkan ketahanan beton terhadap benturan dan
menambah kerasnya beton.
e. Beton dengan Polimer (Polymers Concrete)
Dengan pemberian polimer sebagai bahan perekat tambahan pada campuran
beton, akan dihasilkan beton dengan kuat tekan yang lebih tinggi dan dalam waktu
yang lebih singkat. Bahan yang ditambahkan bisa berupa latex maupun emulsi dari
bahan lain. Jenis ini cocok digunakan pada terowongan, tambang dan pekerjaan lain
yang membutuhkan kekuatan beton dalam waktu singkat bahkan dalam hitungan
jam.
Disamping itu, jenis beton polimer bisa dibuat dengan tujuan untuk
meningkatkan ketahanan terhadap bahan kimia tertentu. Metode panambahan
polimer selain pada campuran beton, bisa juga dilakukan pada saat beton sudah
kering dengan tujuan untuk menutup pori-pori beton dan retak kecil (microcrac)
karena pengeringan sehingga didapatkan beton yang kedap air (inpermiable)
sehingga keawetan beton bisa meningkat.
f. Beton Berat (Heavyweight Concrete)
Kebalikan dari beton ringan adalah beton berat, dimana beton jenis ini
memiliki berat isi yang lebih tinggi dari beton normal (2400 kg/m³) yaitu sekitar
3300 kg/m³ s/d 3800 kg/m³ . Beton berat biasanya digunakan pada
bangunan-bangunan seperti untuk perlindungan biologi, instalasi nuklir, unit kesehatan dan
bagunan fasilitas pengujian dan penelitian atom. Beton berat dibuat dengan
g. Beton Besar (Mass Concrete)
Merupakan beton pada struktur masif dengan dengan volume yang sangat
besar seperti pada bendungan, pintu air maupun balok dan pilar besar dan masif.
Beton berat dibuat dengan perlakuan yang berbeda dengan beton normal mengingat
timbulnya panas yang berlebihan pada campuran beton dan terjadinya perubahan
volume yang juga menjadi sangat besar.
Perlakuan untuk penanganan beton berat bisa dilakukan dengan mengubah
komposisi campuran seperti pengurangan semen, penambahan bahan aditif
pembentuk gelembung udara dan penggunaan agregat yang memiliki kepadatan
tinggi.
h. Beton Dengan Pemadatan Roller (Roller Compacted Concrete)
Pada pekerjaan-pekerjaan besar dan khusus seperti jalan berbahan beton dan
bendungan, pemadatan beton harus dilakukan dengan menggunakan roller vibrator .
Untuk pemadatan dengan roller, campuran beton harus cukup kering agar roller tidak
teggelam tatapi tetap harus memiliki sifat basah agar distribusi bahan perekat
(semen) ke seluruh permukaan agregat menjadi merata.
II.2. Bahan Campuran Beton
Bahan campuran beton memiliki peranan yang penting untuk memperoleh
beton sesuai keinginan. Bahan ini harus memenuhi bebarapa syarat agar dapat
digunakan dalam campuran beton. Beton terdiri dari agregat halus (pasir), agregat
II.2.1 Semen
Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran
serta susunan yang berbeda-beda. Semen dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu: semen non hidrolik dan semen hidrolik.
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan
tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.
Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di
dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozzolan, semen
terak, semen alam, semen Portland, semen Portland pozzolan, semen Portland terak
tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif.
Semen adalah bahan yang digunakan untuk campuran agregat (pasir halus
dan kasar). Fungsi utama semen sebagai bahan perekat untuk mengikat butir-butir
agregat sehingga membentuk suatu massa yang padat dan mengisi rongga udara di
antara butir-butir agregat sehingga banyak digunakan pada pembangunan di sektor
konstruksi sipil.
Jenis semen yang digunakan dalam pembuatan beton ringan ini adalah
semen Portland. Pengaruh dari semen pada kekuatan beton ringan untuk suatu
perbandingan bahan-bahan ditentukan oleh kehalusan butiran-butiran dan komposisi
kimianya melalui hidrasi untuk mengikat dan menyatukan agregat menjadi padat.
Tabel 2.1 Bahan Baku Semen
Jenis Bahan Kadar (%)
Batu Kapur (CaO) 60-65
Pasir Silikat (SiO2) 17-25
Tanah Liat (Al2O3) 3-8
Biji Besi (Fe2O3) 0,5-6
Magnesia (MgO) 0,5-4
Sulfur (SO3) 1-2
Soda/potash (Na2O + K2O) 0,5-1
Ada beberapa jenis semen Portland jika dilihat dari beberapa segi; segi
kebutuhan, penggunaan dan kekuatan. Sebagaimana dijelaskan dibawah ini :
1. Segi Kebutuhan; yaitu yang sesuai dengan kebutuhannya semen Portland terbagi:
a. Semen Portland mengeras cepat (raping harderning Portland cement).
Semen jenis ini memiliki kadar C3S atau C3A tinggi yang digiling halus
sehingga derajat pengerasannya pada umur muda tinggi.
b. Semen Portland tahan sulfat.
Pada waktu pembuatannya semen ini dibuat dengan kadar C3A rendah.
Sekalipun jenis semen ini disebutkan tahan sulfat, tidak berarti tahan terhadap
asam sulfat. Yang dimaksud sulfat disini adalah garam sulfat yang larut.
Misalnya, air laut, rawa, dan sebagainya, dimana kadar SO3 lebih dari 1%.
c. Semen Portland dengan panas rendah (low hit cement).
Semen ini memiliki kadar C3S maksimum 35% dan kadar C3A maksimum
untuk konstruksi yang tebal, dimana bahaya panas dalam inti beton massa
dapat mengakibatkan kerusakan pada konstruksi.
d. Semen Portland Pozzolan.
Semen ini merupakan campuran dari semen Portland biasa dengan pozzolan
10-30%. Penggunaannya adalah untuk bangunan yang dapat gangguan garam
sulfat atau panas rendah.
e. Masonry Cement.
Semen ini adalah semen Portland yang dicampur dengan bubuk batu atau
batuan kapur sampai 50%. Penggunaan semen ini untuk mengaduk pasangan.
f. Semen Portland Putih.
Semen Portland dimana bahan dasarnya mengandung senyawa besi rendah.
Kadar Fe2O3 pada semen ini dibatasi 0,5%. Sebab senyawa besi menimbulkan
warna tua pada semen. Proses pembuatan semen ini memerlukan ketelitian
tinggi dan bahan dasarnya mahal. Oleh karena itu, harga semen putih lebih
mahal dari semen biasa.
g. Semen Alumunium.
Semen ini terbuat dari batu kapur dan bauksit. Dengan komposisi campuran
60-70% kapur dan 30-40% bauksit. Bahan-bahan ini digiling halus kemudian
dibakar dengan suhu tinggi (1600ºC). Waktu pengikatan sekitar 1 jam, tetapi
setelah 24 jam semen telah mencapai kekuatan 100% dan warna semen
abu-abu muda. Adapun penggunaannya terutama untuk konstruksi bangunan yang
tahan gangguan sulfat dan untuk bangunan tahan suhu tinggi.
2. Segi Penggunaan; yaitu ditinjau dari penggunaannya menurut ASTM semen
a. Jenis I, semen Portland jenis umum (normal Portland cement) yaitu jenis
semen Portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang
tidak memerlukan sifat-sifat khusus.
b. Jenis II, semen jenis khusus dengan perubahan-perubahan (modified Portland
cement). Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya panas
lebih lambat daripada semen jenis I. jenis ini digunakan untuk bangunan tebal
seperti pilar dengan ukuran besar. Panas hidrasi yang agak rendah dapat
berakibat retak-retak pengerasan. Jenis ini dapat pula digunakan untuk
bangunan drainase ditempat yang memiliki konsentrasi sulfat agak tinggi.
c. Jenis III, semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (high early strength
Portland cement). Jenis memperoleh kekuatan besar dalam waktu yang
singkat. Umumnya digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu
segera digunakan.
d. Jenis IV, semen Portland dengan panas hidrasi rendah (low heat Portland
cement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang
memerlukan panas hidrasi yang rendah dan kekuatannya lambat. Jenis ini
dipergunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan.
e. Jenis V, semen Portland tahan sulfat (sulfate resisting Portland cement). Jenis
ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan pada bangunan yang terkena
sulfat seperti di tanah dan di air yang tinggi kadar alkalinya. Pengerasan
berjalan lebih lambat daripada semen Portland biasa.
3. Segi Kekuatan; ditinjau dari kekuatannya semen Portland dapat dibedakan
a. Semen Portland mutu S-400 yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada
umur 28 hari sebesar 400 kg/cm².
b. Semen Portland mutu S-475 yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada
umur 28 hari sebesar 475 kg/cm².
c. Semen Portland mutu S-550 yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada
umur 28 hari sebesar 550 kg/cm².
d. Semen Portland mutu S-S yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada umur
1 hari sebesar 225 kg/cm² dan pada umur 7 hari sebesar 525 kg/cm².
II.2.2 Agregat
Agregat yang banyak digunakan pada campuran beton sifatnya yang
ekonomis adalah pasir dan kerikil. Pasir dan kerikil diperoleh dari lubang-lubang
galian atau dikeruk dari dasar sungai atau dasar laut. Agregat ini menempati kira-kira
70% volume beton.
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran beton. Batuan yang baik dipakai sebagai agregat adalah butiran-butiran
yang keras, kompak, tidak pipih dan kekal (tidak mudah berubah volumenya karena
pengaruh cuaca dan keadaan sekelilingnya).
Agregat yang digunakan dalam campuran beton harus memiliki gradasi
butiran yang baik, artinya harus terdiri dari butiran yang beragam besarnya, agar
dapat memiliki daya ikat antara butiran dan mengurangi semen. Butiran yang kecil
kan mengisi pori-pori antara butiran besar, sehingga akan diperoleh campuran yang
padat dan volume pori sekecil mungkin. Pengukuran besar butir agregat didasarkan
ayakan dengan besar lubang yang telah ditetapkan. Pada tabel 2.2 dapat dilihat
ukuran diameter agregat halus.
Tabel 2.2 Susunan Besar Butiran Agregat Halus
Ukuran Lubang Ayakan (mm) % Lolos Kumulatif
9.50 100
4.75 95-100
2.36 80-100
1.18 50-85
0.60 25-60
0.30 10-30
0.15 2-10
Ukuran butir agregat didefenisikan sebagai butiran yang dapat lolos pada
suatu ukuran ayakan tertentu. Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya
menembus ayakan 4,8 mm. agregat halus disebut juga pasir, dapat diperoleh
langsung dari dasar sungai dan galian ataupun berasal dari hasil pemecahan batu.
Agregat yang butirannya lebih kecil dari 1,20 mm disebut pasir halus.
Agregat kasar adalah agregat dengan butiran-butiran yang tertinggal diatas
ayakan 4,80 mm s/d 40 mm. batu adalah agregat yang besar butirannya lebih dari
40mm. Secara umum agregat kasar sering disebut sebagai kerikil (ukuran butiran
antara 5mm s/d 40mm), kericak dan batu pecah. Cara yang paling banyak dilakukan
untuk membedakan jenis agregat adalah dengan analisa besar butirannya. Pada tabel
Tabel 2.3 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar
Ukuran Lubang Ayakan (mm) % Lolos Kumulatif
38.10 95-100
19.10 35-70
9.52 10-30
4,76 0-5
Didalam beton, agregat halus dan kasar mengisi sebagian volume beton,
sehingga sifat-sifat dan mutu agregat sangat mempengaruhi sifat dan mutu beton.
Penggunaan agregat dalam beton adalah :
a. Untuk menghemat penggunaan semen Portland
b. Untuk menghasilkan kekuatan yang besar pada beton
c. Untuk mengurangi susut pengerasan beton
d. Untuk mencapai susunan yang padat pada beton, dengan gradasi agregat yang
baik akan didapat beton yang padat pula
e. Mengontrol sifat dapat dikerjakan (workability) adukan beton.
Gradasi yang baik pada agregat dapat menghasilkan beton yang padat,
sehingga volume rongga berkurang yang dapat menghasilkan beton dengan kekuatan
besar. Gradasi agregat dan ukuran butiran maksimun agregat akan memberi pengaruh
terhadap :
• Luas permukaan agregat
• Jumlah air pengaduk yang digunakan
Semakin banyak bahan batuan yang digunakan dalam beton maka akan
semakin hemat dalam penggunaan semen Portland sehingga harga beton dapat lebih
murah. Tentu saja dalam penggunaan agregat tersebut ada batasnya, sebab pasta
semen diperlukan untuk pelekatan butir-butir dalam pengisian rongga-rongga halus
dalam adukan beton. Agregat tidak susut, maka susut pengerasan pada beton hanya
disebabkan oleh adanya pengerasan pasta semen. Semakin banyak agregat semakin
berkurang susut pengerasan beton.
II.2.2.1 Jenis Agregat
Hampir semua faktor yang berkenaan dengan kelayakan suatu agregat
endapan (quarry) berhubungan dengan sejarah geologi dari daerah sekitarnya. Proses
geologis yang membentuk suatu quarry atau modifikasi yang berurutan, menentukan
ukuran, bentuk, lokasi, jenis, keadaan dari batuan, serta gradasi, dan sejumlah faktor
lainnya.
II.2.2.1.1 Batu Apung
Batu apung adalah salah satu agregat yang berasal dari alam, biasanya
berasal dari muntahan lahar panas gunung berapi, kemudian dilanjutkan proses
pendinginan secara alami dan terendapkan di dalam lapisan tanah selama
bertahun-tahun. Batu apung (pumice) berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari
gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas
volkanik silikat. Gambar bentuk dari agregat batu apung diperlihatkan pada gambar
Gambar 2.1 Agregat batu apung
Batu apung memiliki struktur multi rongga sehingga memiliki densitas yang
sangat kecil (< 1gr/cm3). Sifat-sifat yang dimiliki batu apung antara lain: peresapan
air (water absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound
transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas
(thermal conductivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam.
Adapun kandungan atau komposisi kimia yang terdapat di dalam batu apung
diperlihatkan pada tabel 2.4, terlihat bahwa komposisi dominan dari batu apung
berturut-turut adalah SiO2, K2O, Na2O dan Fe2O3, sedangkan senyawa lainnya relatif
kecil. Batu apung dapat digunakan sebagai bahan utama untuk pembuatan beton
ringan karena mempunyai sifat antara lain: porositas tinggi, densitas rendah, isolasi
termal tinggi dan tahan terhadap goncangan seperti gempa.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Batu Apung
Komposisi % Berat
SiO2 59,0
Al2O3 16,6
Fe2O3 4,8
CaO 1,8
Na2O 5,2
K2O 5,4
MgO 1,8
Batu apung yang merupakan agregat alamiah yang ringan serta umum
penggunanya. Asalkan bebas dari debu volkanik yang halus dan bahan yang bukan
vulkanik asalnya, seperti lempung, batu apung menghasilkan beton ringan yang
memuaskan dengan berat jenis antara 720 kg/m3 dan 1440 kg/m3.
Batu apung yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah Tuntungan
dengan diameter maksimum 40 mm.
II.2.2.1.2 Pasir
Batu pasir (Bahasa Inggris: sandstone) adalah batuan endapan yang
terutama terdiri dari mineral berukuran pasir atau butiran batuan. Sebagian besar batu
pasir terbentuk oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral tersebut paling
banyak terdapat di kulit bumi. Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memiliki
berbagai jenis warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning,
merah, abu-abu dan putih. Karena lapisan batu pasir sering kali membentuk karang
atau bentukan topografis tinggi lainnya, warna tertentu batu pasir dapat dapat
diidentikkan dengan daerah tertentu. Sebagai contoh, sebagian besar wilayah di
bagian barat Amerika Serikat dikenal dengan batu pasir warna merahnya.
Batu pasir tahan terhadap cuaca tapi mudah untuk dibentuk. Hal ini
membuat jenis batuan ini merupakan bahan umum untuk bangunan dan jalan. Karena
kekerasan dan kesamaan ukuran butirannya, batu pasir menjadi bahan yang sangat
baik untuk dibuat menjadi batu asah (grindstone) yang digunakan untuk menajamkan
pisau dan berbagai kegunaan lainnya.
Pasir yang digunakan dalam sampel ini adalah pasir sungai yang ukuran
butirannya sangat halus dan lolos ayakan 100 mesh. Butiran pasir yang halus
yang baik. Tetapi jika butiran pasir kasar, hasilnya akan kurang memuaskan karena
rongga antara butiran cukup lebar sehingga tegangan tidak dapat menyebar secara
merata.
Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir sungai yang
berasal dari daerah Tuntungan.
II.2.2.1.3 Kerikil
Kerikil berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu
pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone crusher), dan mempunyai
ukuran butir antara 4,8mm – 40mm. Agregat kasar yang digunakan pada penelitian
ini adalah batu pecah yang berasal dari Tuntungan dengan ukuran maksimum 40
mm.
II.2.3 Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang
dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang
mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula
atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan
kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan.
Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga
sebagai bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras.
Oleh karena itu, air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pengerjaan bahan. Tanpa
Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan
water cement ratio (w.c.r). Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan
beton, pada umumnya dipakai nilai w.c.r 0,40-0,65 tergantung mutu beton yang
hendak dicapai, umumnya memakai nilai w.c.r yang rendah, sedangkan dilain pihak
untuk menambah daya workability diperlukan nilai w.c.r yang lebih tinggi.
Kekuatan dan mutu beton umumnya sangat dipengaruhi oleh air yang
digunakan. Air yang digunakan harus disesuaikan pada batas yang memungkinkan
untuk pelaksanaan pekerjaan campuran beton dengan baik. Jumlah air yang
digunakan pada campuran beton dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1. Air bebas, yaitu air yang diperlukan untuk hidrasi semen.
2. Air resapan agregat.
II.3 Kuat Tekan Beton
Beton yang baik adalah beton yang memiliki kuat tekan yang tinggi, sebab
beton yang tidak cukup kekuatannya menurut kebutuhan menjadi tidak berguna.
Secara umum kekuatan beton dipengaruhi oleh dua hal yaitu faktor air semen dan
kepadatan beton dengan faktor air semen yang cukup untuk proses hidrasi semen dan
dapat dipadatkan dengan sempurna akan memiliki kekuatan optimal. Hanya saja
untuk memperoleh kuat tekan yang lebih tinggi memerlukan banyak hal yang harus
dipertimbangkan.
Dalam pembuatan beton, peranan air sangat penting. Selama pengerasan
beton masih tergantung kepada semen, maka faktor air semen sangat menentukan.
Jika air semen kurang maka pengerasan semen akan kurang sempurna,
semen terlalu banyak akan timbul bleeding. Jadi untuk memperoleh beton yang kuat,
campuran beton harus padat sesudah mongering.
Untuk mencapai kekuatan beton yang sempurna, ada beberapa hal yang
mempengaruhi antara lain :
• Keadaan selama terjadinya pengerasan
• Selama semen mengeras, harus selalu cukup air untuk proses pengerasan agar
gel tidak mongering sebelum proses pengeringan selesai, sehingga diperoleh
beton yang padat dan tidak berpori.
• Karena pengerasan semen memerlukan waktu, maka beton di uji jika telah
mencapai umur 21 hari untuk mendapatkan kuat tekan optimal.
Disamping hal tersebut diatas, kuat tekan beton juga ditentukan oleh
perbandingan semen, agregat halus, agregat kasar (kerikil dan batu apung), dan air.
Dengan mempertimbangkan beberapa hal yaitu: sifat semen, sifat agregat, ukuran
maksimum agregat dan kehalusan.
Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :
………..(1)
Dimana : fc’= kekuatan tekan (kg/cm²)
P = beban tekan (kg)
Standar deviasi dihitung berdasarkan rumus :
………..(2)
Dimana : s = standar deviasi (kg/cm²)
σ’b = kekuatan masing-masing benda uji (kg/cm²)
σ’bm = kekuatan beton rata-rata (kg/cm²)
N = jumlah total benda uji hasil pemeriksaan
Berdasarkan PBI ’71 Bagian 3, Bab 4 Pekerjaan Beton bahwa kekuatan
tekan beton pada berbagai umur benda uji adalah seperti tabel berikut :
Tabel 2.5 Perbandingan Kekuatan pada Berbagai Benda Uji
Benda Uji Perbandingan Kekuatan Tekan
Kubus 15x15x15 cm 1,00
Kubus 20x20x20 cm 0,95
Silinder 15x30 cm 0,83
Untuk estimasi kekuatan tekan masing-masing benda uji terhadap beton
yang berumur 28 hari, dapat diambil dari PBI ’71, seperti tabel berikut ini :
Tabel 2.6 Faktor Konversi Untuk Kuat Tekan Beton 28 hari
Umur Beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365
Semen Portland Biasa 0,40 0,65 0,88 0,95 1,00 1,20 1,35
Semen Portland dengan Kekuatan awal Tinggi
II.3.1 Ukuran dan Bentuk Agregat
Semakin kecil area permukaan agregat, maka semakin kecil pula kebutuhan
air untuk campuran beton. Dengan semakin kecilnya faktor air semen, maka
kekuatan beton semakin meningkat. Penggunaan agregat dengan ukuran butir
maksimum yang lebih besar, dapat menurunkan kekuatan beton.
II.3.2 Faktor Air Semen
Secara umum, semakin besar nilai f.a.s, semakin rendah mutu kekuatan
beton. Dengan demikian, untuk menghasilkan sebuah beton yang bermutu tinggi,
f.a.s dalam beton haruslah rendah, sayangnya hal ini menyebabkan kesulitan dalam
pengerjaannya. Umumnya nilai f.a.s minimum untuk beton normal sekitar 0,4 dan
nilai maksimumnya 0,65. Tujuan pengurangan f.a.s ini adalah untuk mengurangi
hingga seminimal mungkin porositas beton yang dibuat sehingga akan dihasilkan
beton mutu tinggi.
Kekuatan tekan beton dapat diperhitungkan dengan penggunaan faktor air
semen. Kekuatan tekan beton menurun jika perbandingan jumlah berat pemakaian air
terhadap berat semen ditingkatkan.
II.3.3 Umur Beton
Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton.
Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari.
Kekuatan beton akan naik secara cepat (linier) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu
mencapai 70% dan pada umur 14 hari mencapai 85%-90% dari kuat tekan umur 28
hari.
II.3.4 Jumlah Semen
Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah
kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi. Pada jumlah semen yang
terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan
yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen yang terlalu
berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak
pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas
rendah), beton dengan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.
II.3.5 Perawatan Beton (curing)
Kekuatan tekan beton bertambah seiring dengan umur beton dan perawatan
beton. Peningkatan suhu air baik untuk perawatan beton ataupun pencampuran beton
dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat. Penggunaan curing dengan system
uap dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat dibandingkan dengan system
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Umum
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental
yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara. Secara umum urutan tahap penelitian meliputi :
a. Penyediaan bahan penyusun beton
b. Pemeriksaan bahan
c. Perencanaan campuran beton
d. Pembuatan benda uji
e. Pemeriksaan nilai slump
f. Pengujiaan kuat tekan beton umur 7 hari, 14 hari, dan 21 hari
III.2. Urutan Tahapan Penelitian
III.2.1 Penyediaan Bahan Penyusun Beton dan alat- alat yang digunakan
Bahan – bahan penyusun beton dalam penelitian ini adalah:
1. Agregat Halus; berasal dari Tuntungan,
2. Agregat Kasar; berasal dari Tuntungan,
3. Batu Apung; berasal dari Tuntungan,
4. Semen; menggunakan semen Portland tipe I merek Semen Padang dalam
kemasan 50 kg,
5. Air; berasal dari saluran air bersih pada Laboratorium Bahan rekayasa
Peralatan yang digunakan berasal dari Laboratorium Bahan rekayasa
Departemen Teknik Sipil, USU. Peralatan yang digunakan meliputi alat untuk
persiapan bahan, pembuatan benda uji dan alat untuk pengujian. Alat-alat yang
digunakan antara lain :
1. Timbangan; digunakan untuk menimbang berat bahan campuran beton dan
berat benda uji.
2. Ayakan; digunakan untuk menganalisa gradasi agregat dan batu apung.
3. Mesin Sieve Shaker; mesin ini digunakan untuk mengayak agregat yang
sudah dimasukkan dalam suatu susunan saringan uji. Susunan saringan
diletakkan di atas mesin sieve shaker dan diklem. Mesin akan mengayak
secara mekanik dan waktu pengayakan dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan.
4. Kerucut Abrams; digunakan untuk mengukur nilai slump pada adukan beton
segar. Kerucut Abrams terbuka pada kedua ujungnya dengan diameter 10 cm
pada bagian atas, 20 cm pada bagian bawah dan tinggi 30 cm. Pada pengujian
nilai slump ini, beton dipadatkan dengan alat penumbuk yang berdiameter 1,6
cm dan panjang 60 cm.
5. Mesin uji Los Angeles; mesin uji ini digunakan untuk menguji ketahanan aus
dari agregat kasar.
6. Bejana Rudelof; digunakan untuk menguji kekerasan dari agregat kasar.
7. Oven; digunakan untuk mengeringkan agregat kasar, agregat halus, dan batu
apung.
8. Alat pengaduk beton (concrete mixer); digunakan untuk mencampur bahan
9. Cetakan beton silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
10.Alat uji tekan (compressor machine); untuk mengetahui beban kerja
maksimum beton, sehingga diketahui kekuatan benda uji.
11.Bak perendam; bak yang berisi air yang digunakan untuk merendam benda
uji pada masa perawatan sebelum benda diuji.
12.Vibrator; untuk memadatkan adukan beton pada saat adukan beton baru
dituang kedalam cetakan.
III.2.2 Persiapan dan Pemeriksaan Bahan
1. Agregat Halus (pasir)
Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Analisa ayakan (ASTM C 139-a) bertujuan untuk mengetahui gradasi
butiran pasir dan menentukan finenes modulus pasir. Pemeriksaan gradasi
pasir dilakukan dengan mengayak contoh pasir pada satu set ayakan.
Dari hasil ayakan ditimbang berat sampel yang tertinggal pada
masing-masing ayakan. Derajat kehalusan agregat ditentukan oleh modulus
kehalusan (finenes modulus). Nilai FM dapat dicari dengan rumus :
b. Berat jenis dan penyerapan pasir (ASTM C 128-93). Berat jenis pasir
adalah perbandingan antara berat pasir dengan perubahan volume akibat
adanya pasir. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis
(specific gravity) dan penyerapan air (absorsi) pasir.
c. Berat isi pasir (ASTM C 29M-21a), bertujuan untuk menentukan berat isi
pasir dalam keadaan padat dan longgar.
d. Colorimetric test (ASTM C 40-92) bertujuan untuk memeriksa kadar
bahan organik yang terkandung didalam pasir. Agregat halus harus bebas
dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton, atau kadar
organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna gelap dari
standar percobaaan Abrams-Harder.
e. Clay lump (ASTM C 117-95) untuk memeriksa kandungan lumpur pasir.
Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan
no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar
lumpur melampaui 5% maka agregat halus harus dicuci.
f. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :
• Jika dipakai Natrium-Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10% • Jika dipakai Magnesium-Sulfat, bagian yang hancur maksimum
15%
Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari daerah
Tabel 3.1 Susunan Butiran Agregat Halus (ASTM, 1991) Ukuran Lubang Ayakan (mm) % Lolos Kumulatif
9.50 100
4.75 95-100
2.36 80-100
1.18 50-85
0.60 25-60
0.30 10-30
0.15 2-10
2. Agregat Kasar (kerikil dan batu apung)
Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan hasil disintegrasi dari
batuan-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat pemecah batu,
dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan diayakan 4,76
mm.
a. Analisa ayakan (ASTM C 136-95a) untuk mengetahui gradasi atau
distribusi butiran kerikil. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan satu
set ayakan yang dimasukkan kedalam mesin sieve shaker.
b. Berat Jenis dan penyerapan kerikil (ASTM C 127-88, 1993), untuk
menentukan berat jenis kering, berat jenis semu dan berat jenis ssd kerikil
serta menentukan peresapan (absorsi) kerikil.
c. Los Angeles Test (ASTM C 131-89) untuk mengetahui daya tahan
dengan menggunakan mesin Los Angeles. Untuk batu apung, tidak
dilakukan percobaan ini.
d. Rudolof Test, untuk mengetahui kuat tahan tekan dari agregat kasar. Jika
kerikil yang digunakan dalam adukan beton memiliki daya tahan terhadap
tekan yang tinggi maka beton yang dihasilkan akan memiliki kuat tekan
yang baik.
e. Clay lump test (ASTM C 142-78, 1990), untuk menentukan persentase
kadar liat pada kerikil, sehingga kerikil yang digunakan tidak
mengandung unsur-unsur yang dapat mengurangi daya lekat kerikil dan
semen dalam adukan beton.
Tabel 3.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991) Ukuran Lubang Ayakan (mm) % Lolos Kumulatif
38.10 95-100
19.10 35-70
9.52 10-30
4,76 0-5
Agregat kasar (kerikil dan batu apung) yang dipakai pada penelitian ini
berasal dari daerah Tuntungan, Medan.
3. Semen
Tidak dilakukan pengujian yang mendetail terhadap semen, hanya dilakukan
pemeriksaan secara fisik saja apakah semen tersebut sudah beku atau masih layak
untuk digunakan. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah SEMEN
Semen mempunyai sifat-sifat yang sangat mempengaruhi beton, yaitu :
a. Kehalusan (finess)
Kehalusan semem mempengaruhi waktu pengerasan pasta semen. Makin
halus butiran semen makin baik kualitas semen, karena lebih luas
permukaan yang dapat dihidrasi sehingga lebih banyak gel semen yang
terbentuk pada umur muda, maka kekuatan awal yang dicapai akan lebih
tinggi.
b. Waktu Pengikatan Semen
Waktu pengikatan semen penting untuk diperhatikan karena selama
pengikatan ini terjadi reaksi kimia antara semen dan air supaya proses
tersebut berlangsung dengan sempurna dan juga pengikatan yang tidak
terlalu cepat memberikan kesempatan untuk mengerjakan adukan beton.
Batas waktu pengikatan semen terdiri atas waktu ikat awal dan waktu ikat
akhir, sebagai berikut :
• Waktu ikat awal > 60 menit
• Waktu ikat akhir < 480 menit
Panas hidarasi, panas hidrasi adalah panas yang dikeluarkan oleh adukan
semen yang dapat menyebabkan keretakan pada beton.
c. Pengembangan Volume (le chathelier)
Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari beton, oleh
karena itu pengembangan beton dibatasi besarnya ± 0,8%. Pengembangan
semen ini disebabkan karena adanya CaO yang bebas, yaitu CaO yang
tidak sempat bereaksi dengan oksida-oksida lain. Adanya CaO ini yang
volumenya akan membesar. Akibat perbesaran volume tersebut akan
mendesak ruang antar partikel dan akan timbul retak pada beton.
4. Air
Kekuatan dan mutu beton umumnya sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang
dipergunakan. Air yang dipergunakan harus disesuaikan dalam batas yang
memungkinkan untuk pelaksanaan pekerjaan campuran beton dengan baik.jumlah air
yang digunakan pada campuran beton dapat dibagi dua kategori, yaitu :
• Air bebas, yaitu air yang digunakan untuk keperluan hidrasi semen.
• Air serapan agregat.
Air yang dipergunakan untuk campuran beton harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, bahan padat, sulfat,
klorida dan bahan lainnya yang dapat merusak beton dan baja tulangan,
sebaiknya digunakan air yang dapat diminum.
b. Air keruh sebelum digunakan harus diendapkan selama minimal 24 jam
atau jika dapat disaring terlebih dahulu.
c. Harus memenuhi batas-batas yang diizinkan.
Air yang digunakan pada penelitian ini diperiksa secara fisik saja karena air
yang dipakai berasal dari saluran air bersih pada Laboratorium Bahan Rekayasa, dan
III.2.3 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton
Pemeriksaan karakteristik bahan penyusun beton adalah :
III.2.3.1 Agregat Halus
Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari
daerah Tuntungan, Medan. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus
meliputi :
• Analisa ayakan pasir
• Pencucian pasir lewat ayakan no.200 (pemeriksaan kadar lumpur)
• Pemeriksaan kandungan organic (colorimetric test)
• Pemeriksaan kadar lumpur pasir
• Pemeriksaan berat isi pasir
• Pemeriksaan berat jenis dan absorbs pasir
a. Tujuan analisa ayakan pasir adalah:
Analisa Ayakan Pasir
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai
modulus kehalusan pasir (FM)
b. Pedoman :
Agregat halus dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan nilai modulus
kehalusan (FM), yaitu :
• Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60
c. Dari hasil pemeriksaan ayakan pasir tersebut :
Didapat nilai FM = 2,35. Termasuk dalam pasir sedang dan layak digunakan
dalam percobaan.
a. Tujuan percobaan adalah :
Pencucian pasir lewat ayakan no.200
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.
b. Pedoman :
Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan
melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka
pasir harus dicuci.
c. Dari hasil pemeriksaan ini didapat kandungan lumpur dalam pasir = 2,3%.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pasir tersebut layak digunakan dalam
percobaan ini.
a. Tujuan percobaan ini adalah :
Pemeriksaan Kandungan Organik
Untuk memeriksa kadar bahan organic yang terkandung di dalam pasir
b. Pedoman :
Standar warna no.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan
organic pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.
c. Dari hasil pemeriksaan didapat :
Kandungan organic pada pasir pada nomor 3, maka pasir tersebut layak
a. Tujuan pemeriksaan berat isi pasir adalah :
Pemeriksaan Berat Isi Pasir
Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan
longgar.
b. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok
lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti
bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok dari pada disiram. Dengan
mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan
hanya mengetahui volumenya saja.
c. Dari hasil pemeriksaan didapat :
Berat isi pasir cara merojok = 1553,49 kg/m³
Berat isi pasir cara menyiram = 1467,76 kg/m³
a. Tujuan pemeriksaan ini adalah ;
Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbs)
pasir.
b. Pedoman :
Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan
SSD dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (saturated
surface dry) dimana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan
dalamnya kering, keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir berisikan udara
tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu
penyerapan air adalah persentase dari berat pasir yang hilang terhadap berat
pasir kering dimana absorbs terjadi dari keadaan SSD kering.
Hasil pengujian harus memenuhi :
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu
c. Hasil pemeriksaan didapat :
Berat jenis kering = 2,39 gr/cm²
Berat jenis SSD = 2,44 gr/cm²
Berat jenis semu = 2,51 gr/cm²
Absorbs pasir = 2,04 %
Berdasarkan hasil pemeriksaan pasir tersebut layak digunakan dalam
percobaan ini.
III.2.3.2 Agregat Kasar
Agregat kasar (batu pecah dan batu apung) yang dipakai dalam campuran
beton diperoleh dari daerah Tuntungan, Medan. Pemeriksaan yang dilakukan pada
agregat kasar meliputi :
a. Untuk batu pecah
• Analisa ayakan batu pecah
• Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus Los Angeles • Pemeriksaan berat isi batu pecah
• Pemeriksaan kadar lumpur kerikil
• Pemeriksaan berat jenis dan absorbs batu pecah
b. Untuk batu apung
• Pemeriksaan berat isi batu apung
• Pemeriksaan kadar lumpur kerikil
• Pemeriksaan berat jenis dan absorbs batu apung
III.2.3.2.1 Batu Pecah
a. Tujuan pemeriksaan ini adalah :
Analisa ayakan
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai
modulus kehalusan batu pecah (FM)
b. Pedoman :
1.
2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus
kehalusan (FM) antara 5,5 sampai 7,5
c. Dari hasil pemeriksaan ayakan tersebut :
Didapat nilai FM : 6,90 < 7,5. Maka batu pecah tersebut layak digunakan
dalam percobaan.
a. Tujuan pemeriksaan ini adalah
Pemeriksaan Keausan dengan Mesin Los Angeles
Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.
b. Pedoman :
1.
2. Pada pengujian keausan dengan mesin Los Angeles, persentase keausan
tidak boleh lebih dari 50%
Persentase keausan : 28,26% < 50%, dari segi tingkat keausan maka agregat
kasar tersebut layak digunakan dalam percobaan.
a. Tujuan pemeriksaan berat isi batu pecah adalah :
Pemeriksaan Berat Isi Batu Pecah
Untuk menentukan berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat
dan longgar.
b. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu pecah dengan cara
merojok lebih besar daripada berat isi batu pecah dengan cara menyiram, hal
ini berarti bahwa batu pecah akan lebih padat bila dirojok dari pada disiram.
c. Dari hasil pemeriksaan didapat :
Berat isi pasir cara merojok = 1816,98 kg/m³
Berat isi pasir cara menyiram = 1692,45 kg/m³
Dengan mengetahui berat isi batu pecah maka kita dapat mengetahui berat
batu pecah dengan hanya mengetahui volumenya saja.
a. Tujuan pemeriksaan ini adalah ;
Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Pecah
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air
(absorbsi) batu pecah.
b. Pedoman :
Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu pecah dalam
keadaan SSD dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD
(saturated surface dry) dimana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air
batu pecah berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol,
sedangkan keadaan semu dimana batu pecah basah total dengan pori-pori
penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat batu
pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering dimana absorbsi terjadi
dari keadaan SSD kering.
Hasil pengujian harus memenuhi :
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu
c. Hasil pemeriksaan didapat :
Berat jenis kering = 2,64 gr/cm²
Berat jenis SSD = 2,68 gr/cm²
Berat jenis semu = 2,75 gr/cm²
Absorbs pasir = 1,54 %
Berdasarkan hasil pemeriksaan batu pecah tersebut layak digunakan dalam
percobaan ini.
III.2.3.2.2 Batu Apung
a. Tujuan pemeriksaan ini adalah :
Analisa ayakan
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai
modulus kehalusan batu apung (FM)
b. Pedoman :
1.
2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus