GAMBARAN PROTEIN URIN PADA IBU HAMIL PRE-EKLAMSIA DAN EKLAMSIA DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
PADA DESEMBER 2009 – OKTOBER 2010
Oleh :
OFIA VINCENTIA 070100178
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN PROTEIN URIN PADA IBU HAMIL PRE-EKLAMSIA DAN EKLAMSIA DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
PADA DESEMBER 2009 – OKTOBER 2010
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
OFIA VINCENTIA 070100178
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Gambaran Protein Urin pada Ibu Hamil Pre-eklamsia dan Eklamsia di RSUP. H. Adam Malik Medan pada Desember 2009 – Oktober 2010
Nama : Ofia Vincentia NIM : 070100178
Pembimbing Penguji
( dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D)
NIP : 195508071985032001 NIP : 195604051983031004
(Prof. dr. Haris Hasan, SpPD, Sp,JP(K))
NIP : 196109101987122001 (dr.Tina Christina L. Tobing,SpA)
Medan, 15 Desember 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Pre-eclampsia is a specific syndrome in pregnancy in which decrease organ
perfusion due to vasospasm and endothel activation. Proteinuria is one of the
triad in preeclampsia. Proteinuria is defined as 300 mg or more of protein in a
24-hour urine sample or dipstic +1 or more. The aim of this study was to learn the description of protenuria in pregnancy with preeclampsia/eclampsia in RSUP.
H. Adam Malik Medan from December 2009 until October 2010.
The methode used in this study was a descriptive retrospective study. Study
has been conducted in RSUP H Adam Malik, Medan from December 2009 until
October 2010. The sample was choosen by total sampling methode from medical
record. From 31 patient in Obstetric and Gynecology RSUP. H. Adam Malik
Medan, only 17 patient was in medical record. Data was analysed using SPSS
computer program and tabulation.
From the data of 17 patient thet we have, 11,76% patients of preeclampsia,
47,1% patients of severe pre eclampsia and 41,2 patients of eclampsia have
proteinuria. Primigravida patient who suffer preeclampsia/ eclampsia is 47,1%.
Percentage preeclampsia/ eclampsia patient with hypertension stage II is 64,7%.
ABSTRAK
Pre-eklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah satu dari
tiga tanda penting pada pre-eklamsia. Proteinuria didefinisikan sebagai
terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin 24 jam ataupun didapatkan
hasil +1 atau lebih. Tujuan utama dari penelitian kali ini adalah mengetahui
gambaran kadar proteinuria pada ibu hamil pre-eklamsia/eklamsia di RSUP. H.
Adam Malik Medan pada Desember 2009 – Oktober 2010.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif.
Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan pada Desember 2009 –
Oktober 2010. Subjek dipilih dengan metode total sampling berdasarkan data dari
rekam medis. Dari 31 pasien di bagian Obstetri dan Ginekologi terdapat 17
pasien yang terdata pada rekam medis. Data-data ini kemudian diolah dengan
program computer SPSS dan tabulasi.
Dari 17 data pasien yang ada, didapati proteinuria pada pre eklamsia
11,76%, pre eklamsia berat 47,1% dan eklamsia 41,2%. Pasien primigravida yang
menderita pre eklamsia/eklamsia sebanyak 47,1%. Dan persentase pasien pre
eklamsia /eklamsia yang menderita hipertensi derajat II sebanyak 64,7%.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh karena berkat dan anugerah-Nya saya dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Karya tulis ilmiah ini berjudul “Gambaran Protein Urin Ibu Hamil Pre
eklamsia/Eklamsia di RSUP. H. Adam Malik Medan pada Desember 2009 – Oktober 2010”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi
tugas pada mata kuliah CRP (Community Research Program) 6 dan 7 di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, saya telah banyak mendapat
bimbingan, pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini dengan kerendahan hati saya ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD (KGEH).
2. dr. Yahwardiah Siregar,PhD selaku dosen pembimbing saya yang telah
menyediakan waktu, dan membimbing saya dalam menyelesaikan
proposal dan penelitian karya tulis ilmiah ini.
3. Prof. Dr. Haris Hasan, SpPD, SpJK (K) dan dr. Tina Christina, SpA (K) yang telah menguji serta memberi kritik dan saran dalam penulisan
karya tulis ilmiah ini.
4. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin
kepada saya untuk melakukan penelitian di RSUP. H. Adam Malik
Medan.
5. Para petugas di RSUP. H. Adam Malik Medan yang turut
berpartisipasi membantu saya dalam pengambilan data-data yang
diperlukan dalam penyusunan kaya tulis ilmiah ini.
6. Yang tercinta kedua orang tua saya Yusom dan Ernawati atas doa,
sayang kepada saya serta keluarga yang telah memberi dukungan moril
dan materil selama pengerjaan proposal dan penelitian karya tulis ilmiah
ini hingga selesai.
7. Teman - teman saya Deza Anggraini, Nur Akmal Hayati Nasution, Eva
Sonatalia, Sondang Napitupulu, Eva Rahmadani Simanungkalit, Mia
Endang Sopiana dan Dewi Pertiwi Maha atas dukungan, kritik dan saran
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
8. Teman-teman angkatan 2007 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang telah sama- sama berjuang dan saling memberikan
dukungan dalam proses belajar mengajar dapat menyelesaikan proposal
dan penelitian karya tulis ilmian.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih
banyak kekurangan baik dari segi isi maupun bahasanya. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun demi menyempurnakan Proposal dan Hasil
Penelitian Karya Tulis Ilmiah ini di masa yang akan datang.
Akhir saya mengharapkan semoga penelitian Karya Tulis Ilmiah ini dapat
membawa manfaat terutama bagi saya sendiri dan para pembaca.
Medan, 12 Desember 2010
DAFTAR ISI
2.1. Perubahan Ginjal SelamaKehamilan... ... 4
2.2. Proteinuria... 5
2.2.1. Definisi Proteinuria ... 5
2.2.2. Patofisiologi Proteinuria ... 5
2.2.3. Protein Fisiologis ... 7
2.2.4. Protein Patologis ... 7
2.3. Pre-eklamsia ... 8
2.3.1. Definisi Pre-eklamsia ... 8
2.3.2. Etiologi dan Faktor Risiko ... 9
2.3.3. Klasifikasi dan GejalaKlinis... 11
2.3.4. Perubahan Fisiologi
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 19
3.1. Kerangka Konsep ... 19
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian ... 21
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 22
4.5. Pengelolahan dan Analisis Data ... 23
BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 5.1. Hasil penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Hasil Penelitian……….. 27
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden……… 28
5.2. Hasil Pembahasan 5.2. Gambaran Pre eklamsia dan Eklamsia dalam Kehamilan………….... 31
BAB 6 KESIMPULAN dan Saran 6.1. Kesimpulan………. 33
6.2. Saran……… 33
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR GAMBAR
NOMOR JUDUL HALAMAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 5.1 Kelompok Distribusi Pasien berdasarkan kadar
proteinuria……….………….. 28
Tabel 5.2 Kelompok Distribusi Pasien berdasarkan Tekanan Darah ………. 29
Tabel 5.3 Kelompok Umur Responden ………..…….. 29
Tabel 5.4 Kelompok Paritas Pasien………..……….. 30
Tabel 5.5 Kelompok Tekanan Darah sistol……….… 30
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 ; Daftar Riwayat Hidup
LAMPIAN II ; Surat Izin Penelitian
LAMPIRAN III : Ethical Clearence
LAMPIRAN IV ; Data Induk
ABSTRACT
Pre-eclampsia is a specific syndrome in pregnancy in which decrease organ
perfusion due to vasospasm and endothel activation. Proteinuria is one of the
triad in preeclampsia. Proteinuria is defined as 300 mg or more of protein in a
24-hour urine sample or dipstic +1 or more. The aim of this study was to learn the description of protenuria in pregnancy with preeclampsia/eclampsia in RSUP.
H. Adam Malik Medan from December 2009 until October 2010.
The methode used in this study was a descriptive retrospective study. Study
has been conducted in RSUP H Adam Malik, Medan from December 2009 until
October 2010. The sample was choosen by total sampling methode from medical
record. From 31 patient in Obstetric and Gynecology RSUP. H. Adam Malik
Medan, only 17 patient was in medical record. Data was analysed using SPSS
computer program and tabulation.
From the data of 17 patient thet we have, 11,76% patients of preeclampsia,
47,1% patients of severe pre eclampsia and 41,2 patients of eclampsia have
proteinuria. Primigravida patient who suffer preeclampsia/ eclampsia is 47,1%.
Percentage preeclampsia/ eclampsia patient with hypertension stage II is 64,7%.
ABSTRAK
Pre-eklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah satu dari
tiga tanda penting pada pre-eklamsia. Proteinuria didefinisikan sebagai
terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin 24 jam ataupun didapatkan
hasil +1 atau lebih. Tujuan utama dari penelitian kali ini adalah mengetahui
gambaran kadar proteinuria pada ibu hamil pre-eklamsia/eklamsia di RSUP. H.
Adam Malik Medan pada Desember 2009 – Oktober 2010.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif.
Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan pada Desember 2009 –
Oktober 2010. Subjek dipilih dengan metode total sampling berdasarkan data dari
rekam medis. Dari 31 pasien di bagian Obstetri dan Ginekologi terdapat 17
pasien yang terdata pada rekam medis. Data-data ini kemudian diolah dengan
program computer SPSS dan tabulasi.
Dari 17 data pasien yang ada, didapati proteinuria pada pre eklamsia
11,76%, pre eklamsia berat 47,1% dan eklamsia 41,2%. Pasien primigravida yang
menderita pre eklamsia/eklamsia sebanyak 47,1%. Dan persentase pasien pre
eklamsia /eklamsia yang menderita hipertensi derajat II sebanyak 64,7%.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) memperkirakan di dunia setiap
menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan
kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan meninggal
setiap harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap
tahun karena kehamilan dan persalinan.
Kematian ibu di Indonesia merupakan peringkat tertinggi di negara
ASEAN, yang mana diperkirakan sedikitnya 18.000 ibu meninggal setiap
tahun, karena kehamilan atau persalinan. Hal ini berarti setiap setengah
jam seorang perempuan meninggal karena kehamilan atau persalinan,
yang mengakibatkan setiap tahun 36.000 balita menjadi anak yatim.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menyebutkan
angka kematian ibu di Indonesia 396 per 100.000 kelahiran hidup. Dari
jumlah kematian ibu prevalensi paling besar adalah pre-eklampsia dan
eklampsia sebesar 12,9% dari keseluruhan kematian ibu (Siswono, 2003).
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2002-2003)
angka kematian ibu adalah 307 per100.000 kelahiran hidup. Jika
dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah pada
tahun 2010 sebesar 125/100.000 kelahiran hidup angka tersebut masih
tergolong tinggi. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah
perdarahan dan eklamsia.
Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan belum dapat
turun seperti yang diharapkan. Menurut laporan Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada bulan Juli tahun 2005,
Angka Kematian Ibu (AKI) masih berkisar 307 per 100.000 kelahiran
hidup. Pemerintah sebenarnya telah bertekad untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dari 390 per 100.000 kelahiran hidup Survey
100.000 pada tahun 1999, dan menurunkannya lagi menjadi 125 per
100.000 pada tahun 2010. Tetapi pada kenyataannya Angka Kematian Ibu
(AKI) hanya berhasil diturunkan menjadi 334 per 100.000 pada tahun
1997 menjadi 307 per 100.000 pada tahun 2003 menurut Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI).
Depkes, 2005 Kematian ibu maternal di rumah sakit periode
2001-2005 cenderung menurun dari 7,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
2001 menjadi 0,9 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Namun
tahun 2004, kematian ibu maternal mengalami kenaikan tajam dari
sebelumnya 1,1 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 8,6 per 1.000 kelahiran
hidup. Jika dilihat dari golongan penyebab dari sakit, kasus obstetri
terbanyak pada tahun 2005 adalah disebabkan penyulit kehamilan,
persalinan dan masa nifas lainnya yaitu 56,09%, diikuti dengan kehamilan
yang berakhir abortus (26%). Sedangkan jika dilihat dari nilai CFR (Case
Fatality Rate), penyebab kematian terbesar adalah eklamsia dan
pre-eklamsia dengan CFR 2,35%, walaupun persentase kasusnya tidak tinggi
yaitu 4,91% dari keseluruhan kasus obstetri.
Menurut Poehjati, dkk (2003) jumlah AKI di Indonesia sangat
bervariasi yaitu tertinggi di NTB 1340 per 100.000 kelahiran hidup, Aceh
421 per 100.000 kelahiran hidup, Jawa Timur 98,9 per 100.000 kelahiran
hidup, Jawa Barat 490 per 100.000 kelahiran hidup, DIY 130 per 100.000
kelahiran hidup. AKI di Propinsi Sumatera Utara 315 per 100.000
kelahiran hidup. (Dinkes Sumut, 2005)
Pada tahun 2003 Angka Kematian Ibu di Kabupaten Samosir sebesar
488 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2004 angka
kematian ibu sebanyak 436 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah
persalinan tahun 2006 sebesar 3.073 orang dimana pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang berkompetensi sebanyak 2.385 orang dengan
jumlah Kematian Ibu sebanyak 22 orang (716 per 100.000 kelahiran
hidup), dimana jumlah kejadian perdarahan sebanyak 30 orang (1%) dan
meninggal 7 orang dan yang mengalami infeksi 5 orang (0,2%) dan
meninggal 4 orang.
Telah diketahui bahwa tiga penyebab utama kematian ibu dalam
bidang obstetri adalah pendarahan 45%, infeksi 15%, dan hipertensi
dalam kehamilan dan pre-eklampsia 13% (Roeshadi Haryono R, 2006).
Pada penelitian di RSUD. Dr. Pirngandi Medan. Simanjuntak
(1999) melaporkan angka kematian ibu penderita pre-eklamsia berat dari
tahun 1993 – 1997 adalah 4,65% dengan CFR (Case Fatality Rate) yang
meningkat hinggga 5,10%.
Menurut Williams (2005) pre-eklamsia adalah sindrom spesifik
kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan
aktivasi endotel. Proteinuria adalah satu dari tiga tanda penting pada
pre-eklamsia. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau
lebih protein dalam urin 24 jam. Pada kehamilan normal tidak terjadi
proteinuria, kecuali kadang- kadang dalam jumlah yang kecil pada waktu
atau segera setelah persalinan berat. Dan telah mengukur ekskresi protein
pada 270 wanita normal selama kehamilan. Rerata ekskresi 24 jam
mereka adalah 115 mg dan batas atas (derajat kepercayaan 95 persen)
adalah 260 mg/hari. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada setiap
trimester. Kombinasi proteinuria dan hipertensi pada pre-eklamsia selama
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dijadikan masalah untuk diteliti
adalah :
Bagaimana gambaran kadar protein dalam urin pada ibu hamil
pre-eklamsia dan eklamsia pada bulan Desember 2009 sampai dengan
Oktober 2010 di RSUP. H. Adam Malik Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari masalah dapat diambil tujuan dalam penelitian ini yaitu :
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kadar protein dalam urin pada ibu hamil
pre-eklamsia dan eklamsia pada bulan Desember 2009 sampai
dengan Oktober 2010 di RSUP. H. Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Memperoleh data berapa kadar protein dalam urin pada ibu
hamil yang pre-eklamsia dan eklamsia pada bulan Desember
2009 sampai dengan Oktober 2010.
2. Mengetahui berapa besar angka kejadian ibu hamil
pre-eklamsia dan pre-eklamsia pada bulan Desember 2009 sampai
dengan Oktober 2010 di RSUP. H. Adam Malik Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan penyuluhan kepada tenaga kesehatan dan Dinas
Kesehatan untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat
tentang bahayanya pre-eklamsia dan eklamsia pada kehamilan.
2. Mengetahui gambaran angka kejadian ibu hamil yang
pre-eklamsia dan eklamsia.
3. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perubahan Fisiologi pada Ginjal Selama Kehamilan
Kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi
dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm.
Masa kehamilan dimulai dan konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari
pertama haid terahir (Guyton, 2007).
Menurut Williams (2005) terjadi perubahan pada ginjal selama kehamilan.
Ukuran ginjal sedikit bertambah besar selama kehamilan. Bailey dan Rollenston
(1971), misalnya menemukan bahwa ginjal 1,5 cm lebih panjang selama masa
nifas awal dibanding ketika diukur bulan kemudian. Laju filtrasi glomerulus
(GFR) dan aliran plasma ginjal (RPF) meningkat pada awal kehamilan, GFR
sebanyak 50 % pada awal trimester kedua, dan RPF tidak cukup banyak
(Chesley,1963; Dunlop,1981). Kalakrein, protease jaringan yang disintesis dalam
sel tubulus distal ginjal meningkat pada beberapa kondisi yang berhubungan
dengan meningkatnya perfusi glomerular pada individu yang tidak hamil. Selama
kehamilan konsentrasi kreatinin dan ureum plasma normalnya menurun akibat
meningkatnya filtrasi glomerulus. Sewaktu-waktu, konsentrasi urea dapat
menjadi sedemikian rendah sehingga mengesankan cendrung mengakumulasi air
dalam bentuk edema dependen, dapat terjadi pada malam hari, saat berbaring,
mereka memobilisasi cairan ini dan mengekskresikan lewat ginjal.
Dalam kehamilan reabsorbsi ditubulus tidak terjadi perubahan sehingga
lebih banyak dikeluarkan urea, asam urik, glukosa, asam amino, asam folik.
Proteinuria normalnya tidak terjadi selama kehamilan, kecuali kadang-kadang
dalam jumlah yang sangat kecil pada waktu atau segera setelah persalinan yang
berat (Wiknjosastro, 2006).
Higby dan rekan (1994) mengukur ekskresi protein pada 270 wanita
normal selama kehamilan. Rerata ekskresi 24 jam mereka adalah 115 mg dan
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada tiap trimester. Mereka juga
menunjukan bahwa ekskresi albumin minimal dan berkisar antara 5 sampai 30
mg/hari.
Pada wanita tidak hamil dijumpai protein dalam urin sekitar 18 mg/jam.
Wanita hamil normal jumlah protein dalam urin bisa mencapai 300 mg/24jam.
Dikatakan patologis jika kadar protein dalam urinnya di atas 300 mg/24 jam.
Proteinuria dapat dideteksi dengan alat “dipstik reagents test”, tetapi dapat
memberikan 26% positif palsu karena adanya sel-sel pus atau negatif palsu
karena gravitasi <1030 dan pH ≥8. Untuk menghindari hal tersebut diagnosis
proteinuria dilakukan pada urin tengah (midstream) atau urin 24 jam (Tanjung,
2004)
2.2. Proteinuria
2.2.1. Definisi Proteinuria
Jumlah protein normal dalam urin adalah <150 mg/hari. Sebagian besar dari
protein merupakan hasil dari glikoprotein kental yang disekresikan secara
fisiologis oleh sel tubulus, yang dinamakan “protein Tamm-Horsfall”. Protein
dalam jumlah yang banyak diindentifikasikan adanya penyakit ginjal yang
signifikan (Davey, 2005).
Menurut Bawazier (2006) proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya
protein dalam urin manusia yang melebihi nilai normal yaitu lebih dari 150
mg/hari atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2. Biasanya proteinuria baru
dikatakan patologis bila kadarnya melebihi 200 mg/hari pada beberapa kali
pemeriksaan dalam waktu yang berbeda. Ada yang mengatakan proteinuria
persisten jika protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya
biasanya hanya sedikit dari atas nilai normal.
2.2.2. Patofisiologi proteinuria
Menurut Bawazier (2006) Proteinuria dapat meningkat melalui salah satu cara
1. Perubahan permeabilitas glomerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari protein plasma normal terutama albumin.
2. Kegagalan tubulus mengabsorbsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi
3. Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, Low Molecular Weight Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus.
4. Sekresi yang meningkat dari makuloprotein uroepitel dan sekresi IgA (Imunoglobulin A) dalam respon untuk inflamasi.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung mekanisme
jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah besar protein secara
normal melewati kapiler glomerulus tetapi tidak memasuki urin. Muatan dan
selektivitas dinding glomerulus mencegah transportasi albumin, globulin dan
protein dengan berat molekul besar lainnya untuk menembus dinding glomerulus.
Jika sawar ini rusak, terdapat kebocoran protein plasma dalam urin (protein
glomerulus). Protein yang lebih kecil (<20kDal) secara bebas disaring tetapi
diabsorbsi kembali oleh tubulus proksimal. Pada individu normal ekskresi
kurang dari 150 mg/hari dari protein total dan albumin hanya sekitar 30 mg/hari ;
sisa protein pada urin akan diekskresi oleh tubulus (Tamm Horsfall,
Imunoglobulin A dan Urokinase) atau sejumlah kecil β-2 mikroglobulin,
apoprotein, enzim dan hormon peptida.
Dalam keadaan normal glomerulus endotel membentuk barier yang
menghalangi sel maupun partikel lain menembus dindingnya. Membran basalis
glomerulus menangkap protein besar (>100 kDal) sementara foot processes dari
epitel/podosit akan memungkinkan lewatnya air dan zat terlarut kecil untuk
transpor melalui saluran yang sempit. Saluran ini ditutupi oleh anion glikoprotein
yang kaya akan glutamat, aspartat, dan asam silat yang bermuatan negatif pada
pH fisiologis. Muatan negatif akan menghalagi transpor molekul anion seperti
albumin.
2.2.3. Protein Fisiologis
Menurut Bawazier (2006) Dalam mendiagnosis adanya kelainan atau
dalam keadaan fisiologis yang jumlahnya kurang dari 200 mg/hari dan bersifat
sementara. Pada keadaan demam tinggi, gagal jantung, latihan fisik yang kuat
dapat mencapai lebih dari 1 gram/hari. Proteinuria fisiologis dapat terjadi pada
masa remaja dan juga pada pasien lordotik ( ortostatik proteinuria).
2.2.4. Protein Patologis
Menurut Bawazier (2006) indikator perburukan fungsi ginjal merupakan
manifestasi dari penyakit ginjal. Dikatakan patologis bila protein dalam urin lebih
dari 150 mg / 24 jam atau 200 mg / 24 jam. 3 macam proteinuria patologis:
a. Proteinuria glomerulus
Bentuk ini hampir disemua penyakit ginjal, dimana albumin protein yang
dominan pada urin (60-90%) pada urin, sedangkan sisanya protein dengan berat
molekul rendah ditemukan hanya dalam jumlah sedikit. Ada 2 faktor utama
sebagai penyebab filtrasi glomerulus meningkat yaitu ketika barier filtrasi diubah
oleh penyakit yang dipengaruhi oleh glomerulus pada sejumlah kapasitas tubulus
yang berlebihan menyebabkan proteinuria. Dan faktor kedua yaitu peningkatan
tekanan kapiler glomerulus menyebabkan gangguan hemodinamik. Filtrasi
menyebabkan proteinuria glomerulus oleh tekanan difus yang meningkat tanpa
perubahan apapun pada permeabilitas intrinsik dinding kapiler glomerulus.
Akibat terjadinya kebocoran pada glomerulus yang berhubungan dengan
kenaikan permeabilitas membran basal glomerulus terhadap protein akan
menyebabkan timbulnya proteinuria. Contoh dari proteinuria glomerulus,
mikroalbuminuria (jumlah 30-300 mg/hari), normal: tidak lebih dari 30 mg/hari,
merupakan marker penurunan faal ginjal LFG dan penyakit kardiovaskular
sistemik. proteinuria klinis, jumlahnya 1-5 mg/hari.
b. Proteinuria tubular
Ditemukannya protein berat molekul rendah antara 100-150 mg/hari
terdiri atas β-2 mikroglobulin. Disebabkan karena renal tubular asidosis (RTA),
c. Overflow proteinuria
Ekskresi protein dengan berat molekul < 40000 Dalton → Light Chain
Imunoglobulin, protein ini disebut dengan protein Bences Jones. Terjadi karena
kelainan filtrasi dari glomerulus dan kemampuan reabsorbsi tubulus proksimal.
2.3. Pre eklamsia/Eklamsia 2.3.1. Definisi
Pre-eklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah satu dari
tiga tanda penting dari pre-eklamsia (Williams, 2005). Penyakit dengan
tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul pada kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan atau pada trimester terakhir
(Cunningham, 1995).
Pre-eklamsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dalam trias yaitu hipertensi,
proteinuria, dan edema. Ibu hamil tersebut tidak menunjukan tanda-tanda
kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya (Mochtar R, 1998).
Hacker, Moore (2001) pre-eklamsia dapat disebut sebagai hipertensi yang
diinduksi-kehamilan atau penyakit hipertensi akut pada kehamilan. Pre-eklamsia
tidak semata-mata terjadi pada wanita muda pada kehamilan pertamanya.
Sedangkan eklamsia didefinisikan sebagai penambahan kejang umum pada
sindrom pre-eklamsia ringan atau berat. Pre-eklamsia/eklamsia merupakan
kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang
terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria dan edema yang kadang-kadang
disertai konvulsi sampai koma.
Eklamsia didiagnosis bila pada wanita dengan kriteria klinis pre-eklamsia,
timbul kejang-kejang yang bukan disebabkan oleh penyakit neurologis lain
seperti epilepsi (Cunningham, F.Gary, 1995). Eklamsia adalah gejala
pre-eklamsia berat disertai dengan kejang dan diikuti dengan koma (Manuaba, 2007).
Menurut Wibowo dan Rachimhadi (2006) eklamsia timbul pada wanita
hamil atau dalam masa nifas dengan tanda – tanda pre-eklamsia. Pada wanita
Hipertensi adalah tekanan darah yang meningkat di atas tekanan darah normal.
Hipertensi dapat ditegakkan jika terdapat kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih
di atas tekanan yang biasa ditemukan atau mencapai 140 mmHg atau lebih, atau
terdapat kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasa
ditemukan atau mencapai 90 mmHg atau lebih. Pengukuran tekanan darah
tersebut minimal dilakukan sebanyak dua kali dengan selang waktu enam jam
dalam keadaan istirahat. Edema adalah terdapatnya sejumlah besar cairan yang
abnormal pada ruang interstisial pada tubuh. Edema biasanya dapat dinilai dari
kenaikan berat badan, yaitu bila terjadi kenaikan berat badan sebanyak satu
kilogram per minggu, serta adanya pembengkakan pada daerah kaki, jari tangan,
dan wajah. Proteinuria adalah terdapatnya protein di dalam urin, yang dalam
keadaan normal seharusnya tidak ditemukan. Proteinuria dapat ditegakkan jika
ditemukan protein dengan konsentrasi lebih dari 0,3 g/liter dalam urin 24 jam,
ataupun didapatkan hasil 1+ atau 2+ pada pemeriksaan kualitatif terhadap urin
kateter atau midstream yang diambil minimal dua kali dengan selang waktu enam
jam.
2.3.2. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab pre-eklamsia/eklamsia sampai sekarang masih belum diketahui.
Telah banyak teori yang menerangkan namun belum dapat memberi jawaban
yang memuaskan. Banyak teori-teori dikemukakan para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”. Namun
belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang ini
dipakai sebagai penyebab Pre-eklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun
teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit
ini. Rupanya tidak hanya satu faktor yang menyebabkan
pre-eklampsia/eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar
ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat (Mochtar, 1998).
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari
kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai The disease
1. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada pre-eklamsia didapatkan kerusakan endotel vaskular, sehingga terjadi
penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi pengumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan
tromboxan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
2. Peran faktor imunologis
Pre-eklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama. Hal ini dapat diterangkan
bahwa kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Dalam Artikasari (2009) ada beberapa data yang mendukung adanya sistem
imun pada penderita pre-eklamsia :
a. Beberapa wanita dengan pre eklamsia/eklamsia mempunyai komplek
imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen.
pada pre eklamsia/eklamsia dengan proteinuria.
3. Peran faktor genetik
Beberapa bukti yang menunjukan peran faktor genetik pada kejadian pre-
eklamsia antara lain:
a. Pre -eklamsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi pre-eklamsia pada
anak-anak dari ibu yang menderita pre-eklamsia
c. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron Sytem (RAAS)
Faktor risiko pre-eklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan
kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis, dan kelainan
vaskular jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati. Faktor risiko
lain berhubungan dengan kehamilan itu sendiri atau dapat spesifik terhadap ibu
atau ayah dari janin.
1. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
e. Riwayat pre-eklamsia pada keluarga
f. Nulipara
g. Pre-eklamsia pada kehamilan sebelumnya
h. Stres
2.3.3. Klasifikasi dan Gejala Klinis
Pre-eklamsia digolongkan ke dalam pre-eklamsia ringan dan pre-eklamsia
berat (Mochtar, 1998). Dengan gejala dan tanda sebagai berikut :
Pre-eklamsia ringan :
1. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam
2. Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu
4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus sampai 2 pada urin
kateter atau urin aliran pertengahan.
Menurut (Wibowo dan Rachimhadi, 2006) tanda pre-eklamsia dibagi atas :
Bila satu diantara gejala dan tanda diketemukan pada ibu hamil sudah dapat
1. Tekanan darah 160/110 mmHg atau tekanan darah diastolik >110 mmHg.
2. Oliguria, urin kurang dari 400 cc/24 jam
3. Proteinuria lebih dari 3 gr/liter
4. Keluhan subjektif
a. Nyeri epigastrium
b. Gangguan penglihatan
c. Nyeri kepala
d. Edema paru dan sianosis
e. Gangguan kesadaran
5. Pemeriksaan
a. kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
b. perdarahan pada retina
c. trombosit kurang dari 100.000/mm
Peningkatan gejala dan tanda pre-ekalmsia berat memberikan petunjuk
akan terjadi eklamsia, yang mempunyai prognosa buruk dengan angka kematian
maternal yang tinggi.
Menurut Tanjung, 2004 bahwa pentingnya untuk deteksi proteinuria dalam
diagnosis dan penaganan hipertensi dalam kehamilan. Proteinuria merupakan
gejala yang terakhir timbul. Eklamsia dapat terjadi tanpa proteinuria. Proteinuria
merupakan indikator pada janin. Berat badan lahir rendah, kematian perinatal dan
resiko terhadap kematian ibu meningkat pada pre-eklamsia dengan proteinuria.
Kejang tanpa penyebab lain merupakan diagnosis eklamsia. Kejang merupakan
salah satu tanda dari gejala dan tanda gangguan serebral pada pre eklamsia.
Tanda – tanda serebral yang lain pada pre-eklamsia antara lain sakit kepala
(82,5%), pusing, tinnitus, gangguan visus (44,4), gangguan mental dan nyeri
perut(19%).
2.3.4. Perubahan Fisiologi Patologi
Pada pre-eklamsia terjadi vasokonsentrasi sehingga menimbulkan
gangguan metabolisme endorgan dan secara umum terjadi perubahan patologi -
anatomi (nekrosis, perdarahan dan edema). Pre-eklamsia dapat menganggu
banyak sistem organ vital (Manuaba, 1998).
Derajat keparahannya tergantung medis atau obsetri. Gangguan organ pada pre-
eklamsia meliputi (Wibowo dan Rachimhadi, 2006) :
1. Perubahan pada plasenta dan uterus
Menurunya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.
Pada hipertensi yang lama akan terjadi gangguan pertumbuhan janin. Pada
hipertensi yang terjadi lebih pendek bisa menimbulkan gawat janin,
dikarenakan kurang oksigenasi. Kenaikan tonus otot uterus dan kepekaan
tanpa perangsangan sering didapatkan pada pre-eklamsia, sehingga mudah
terjadi partus prematurus. Kehidupan janin sangat tergantung pada keadaan
plasenta. Kesanggupan plasenta memberikan nutrisi dan gas yang dibutuhkan
janin tergantung kepada aliran darah ke plasenta. Kegagalan invasi trofoblas
gelombang kedua menyebabkan sebagian arteri spiralis terutama dalam
lapisan miometrium tidak mengalami dilatasi sehingga terjadi hipoperfusi
darah ke plasenta dan menyebabkan aktivasi/disfungsi endotel dan pembuluh
darah ibu. Aktivasi endotel menyebabkan dan memberikan kontribusi terhadap
terjadinya kelainan koagulasi dan fibrolisis.
2. Perubahan pada ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan aliran darah ke dalam ginjal menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal
yang penting ialah dalam hubungan proteinuria dan retensi garam dan air.
Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka
akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus dan
tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan penyerapan ini
meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi
glomerulus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium
demikian juga retensi air. Peranan kelenjer adrenal dalam retensi garam dan
air belum diketahui benar. Fltrasi glomerulus pada pre-eklamsia dapat
menurun sampai 50% dari normal sehingga menyebabkan diuresis turun. Pada
keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria. Pada ginjal terjadi kelainan
glomerulus dimana sel endotel mengalami hipertropi dan pembengkakan yang
disebut glomeruloendoteliosis. Klierens glomerular asam urat menurun
sehingga kadar asam urat di dalam darah meningkat. Kerusakan endotel
menyebabkan albumin bocor melalui glomerulus dan keluar melalui urine
(proteinuria) dan albumin juga keluar dari pembuluh darah (ekstravasasi) ke
ruang intersisisal sehingga terjadi hipoalbunemia sehingga tekanan onkotik
menurun dan terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi. Pada kehamilan
normal terjadi hipercalciuria, pada pre eklamsia/eklamsia sebaliknya terjadi
hipocalciuria. Natrium juga bisa terganggu sehingga terjadi retensi dan edema.
3. Perubahan pada retina
Pada pre-eklamsia tampak edema retina, spasme setempat atau menyeluruh
pada satu atau beberapa arteri jarang terjadi perdarahan atau eksudat.
Retinopati arteriosklerotik pada pre-eklamsia akan terlihat bilamana didasari
penyakit hipertensi yang menahun. Spasme arteri retina yang nyata
menunjukan adanya pre-eklamsia berat. Pada pre-eklamsia pelepasan retina
oleh karena edema intraokuler merupakan indikasi untuk pengakhiran
kehamilan segera. Biasanya retina akan melekat kembali dalam dua hari
sampai dua bulan setelah persalinan. Gangguan penglihatan secara tetap jarang
ditemukan. Skotoma, diplopia, dan ambliopia pada pre-eklamsia merupakan
gejala yang menunjukan akan terjadi eklamsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah di dalam pusat penglihatan di kortek serebri atau
retina.
4. Perubahan pada otak
McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah pada hipertensi dalam
kehamilan lebih meninggi lagi pada pre-eklamsia. Walaupun demikian, aliran
ke otak dan pemakaian oksigen pada pre-eklamsia tetap dalam tetap dalam
untuk mengatur perfusi darah ke jaringan termasuk otak. Bila tekanan darah
melebihi batas, autoregulasi tidak dapat bekerja maka jaringan akan
mengalami perubahan, endotel akan mengalami kebocoran sehingga plasma
darah dan eritrosit akan keluar dari pembuluh darah ke jaringan ekstravaskuler
dan akan terjadi perdarahan bercak atau perdarahan intrakranial. Pada
hipertensi kronis terjadi hipertrofi pembuluh darah sehingga pada tekanan
darah yang sama pada hipertensi kronik bisa asimptomatik atau hanya sakit
kepala saja.
5. Perubahan pada paru-paru
Edema pulmonum bisa terjadi pada pre-eklamsia dan eklamsia, bisa
kardiogenik atau non kardiogenik dan biasanya timbul pada waktu post
partum. Edema pulmonum bisa terjadi karena pemberian cairan yang
berlebihan. Tekanan onkotik yang menurun karena albuminemia, penggunaan
kristaloid untuk menggantikan transfusi darah dan sintesis albumin yang
menurun dari hati. Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian
penderita pre-eklamsia. Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh
dekompensasio kordis kiri.
6. Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai pre-eklamsia/eklamsia tidak diketahui
sebabnya. Terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang
interstisial, diikuti oleh kenaikan hematokrit, protein serum meningkat dan
bertambahnya edema menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah
meningkat, waktu peredaran tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah di
berbagai aliran tubuh mengurang, dengan akibat hipoksia. Dengan perbaikan
keadaan, hemokonsentrasi berkurang sehingga turunnya hematokrit dapat
dipakai sebagai ukuran tentang berhasilnya pengobatan. Jumlah air dan
natrium pada penderita pre-eklamsia lebih banyak daripada wanita hamil
biasa. Kadar kreatinin dan ureum pada pre-eklamsia tidak meningkat kecuali
jika oliguria atau anuria. Protein serum total, perbandingan albumin globulin
dan tekanan osmotik plasma menurun pada pre-eklamsia, kecuali pada
7. System kardiovaskuler
Volume plasma pada pre-eklamsia menurun dengan penyebab yang tidak
diketahui. Timbulnya hipertensi karena pelepasan vasokontriktor yang
dihasilkan sebagai kompensasi terhadap hipoperfusi darah pada uterus. Pada
pre-eklamsia terjadi kenaikan cardiac output dengan peningkatan tahanan
perifer yang tidak sesuai. Terjadinya hipertensi disebabkan vasokontriksi
pembuluh darah yang menyebabkan resisitensi vaskuler perifer meningkat.
Vasokontriksi terjadi karena hiperesponsif dari pembuluh darah terhadap
vasokontiktor terutama terhadap angiotensin II. Endotel menghasilkan sitokin
yang menurunkan aktivitas antioksidan.
8. Aktivasi trombosit
Trombosit memegang peranan penting dalam menjaga integritas pembuluh
darah dengan menutup luka dimana terjadi kerusakan endotel. Jika ada
kerusakan endotel, sistem koagulasi dan trombosit akan diaktivasi. Trombosit
akan melekat (adhesi) dengan membran basalis yang terpapar, kemudian akan
terjadi agregasi trombosit selanjutnya akan terbentuk plak trombosit - fibrin
(thrombus) disekitar luka dan restraksi bekuan sehingga luka benar – benar
tertutup. Pada pre-eklamsia terjadi aktivasi trombosit yang ekstensif
dibandigkan dengan HN. Pada kehamilan dibutuhkan jumlah trombosit yang
lebih besar. Pada pre-eklamsia jumlah kebutuhan ini lebih besar lagi karena
adanya kerusakan endotel. Kerusakan endotel menyebabkan aktivasi trombosit
dilanjutkan dengan agregasi dan pembentukan trombus. Jika kebutuhan ini
tidak dipenuhi maka jumlah trombosit akan menurun dan menimbulkan
sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated, Liver enzym, Low platelet).
Meningkatnya ekspresi CD63 pada trimester I merupakan faktor resiko akan
terjadinya pre eklamsia terutama bila disertai dengan peningkatan tekanan
darah diastolik (Konijinenberg dkk,1997)
2.3.5. Diagnosis
Diagnosis awal harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda utama, yaitu hipertensi, edema dan
proteinuria. Dan pada eklamsia ditandai dengan adanya hipertensi dan kejang.
Hal in berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita
karena tiap tanda dapat merupakan kendatipun ditemukan tersendiri. Untuk
menegakkan diagnosis perlu dilakukan uji diagnositik pada pre-eklamsia
(Wibowo dan Rachimhadi, 2006).
1. Uji diagnostik dasar
a. Pengukuran tekanan darah
b. Analisis protein dalam urin
c. Pemeriksaan edema
d. Pengukuran tinggi fundus uteri
e. Pemeriksaan funduskopik
2. Uji laboratorium dasar
a. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
eritrosit pada sediaan apus darah tepi)
b. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat
aminotransferase, dan sebagainya).
c. Pemeriksaaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
2.3.6. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre-
eklamsia adalah (Cunningham, 2005):
1. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
2. Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.
Penanganan menurut berdasarkan klasifikasinya (Mochtar, 1998):
1. Pre-eklamsia Ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis selain rawat inap, maka penderita dapat
dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali
seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan
tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi
tanda dan gejala pre-eklamsia berat. Dengan cara tersebut pre-eklamsia ringan
jadi tenang dan hilang, ibu hamil dapat dipulangkan dan diperiksa ulang sering
dari biasa.
Pre-eklamsia Berat - Eklamsia
a. Kehamilan kurang dari 37 minggu
1) Berikan suntikan sulfas magnetikus dengan dosis 8 gr intramuskular,
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskular setiap 4
jam.
2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas megnestikus
dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai kriteria pre-eklamsia
ringan
3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta
berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsia ringan, sambil
mengawasi timbulnya lagi gejala.
4) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi
kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung
keadaan
b. Kehamilan lebih dari 37 minggu
1) Penderita dirawat inap
a. Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
b. Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
c. Berikan suntikan sulfus magnesikus 8 gr intramuskular
d. Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
e. Infus dektrosa 5% dan Ringer laktat
2) Berikan obat anti hipertensi
3) Diuretika tidak diberikan kecuali bila terdapat edema
4) Segera pemberian sulfas magnestikus kedua, dilakukan induksi partus
dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10
5) Jangan berikan methrgin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan
yang disebabkan atonia uteri
6) Kala II dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forsep, jadi ibu
dilarang untuk mengedan
7) Bila ada indikasi obsetrik dilakukan seksio sesarea
Menurut Wibowo dan Rachimhadi (2006) penanganan pre-eklamsia berat harus
ditangani dengan aktif. Pada penderita yang masuk ke rumah sakit sudah dengan
tanda dan gejala pre-eklamsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk
mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut
sudah diatasi, dapat dipikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan kehamilan.
Tindakan ini perlu untuk mencegah terjadinya bahaya eklamsia.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan:
1. Larutan sulfas magnesikus 40 % sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikan
secara intramuskular.
2. Klorpromazin 50 mg intramuskular
3. Dizepam 20 mg intramuskular.
Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat perlu dilakukan karena
dengan menurunkasn tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri
menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita diberi glukosa
20% secara intravena.
2.3.7 Komplikasi
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklamsia dan eklamsia.
Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada pre-eklamsia berat dan eklamsia
(Wibowo dan Rachimhadi, 2006) :
1) Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada pre-eklamsia.
Biasanya terjadi pada pre-eklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3) Hemolisis
Penderita dengan pre-eklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita
eklamsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4) Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklamsia.
5) Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal
ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
6) Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses
paru-paru.
7) Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada pre-eklamsia/eklamsia merupakan akibat
vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia, tetapi
ternyata juga dapat ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8) Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat
lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran
eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia
(<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan
9) Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan
lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10) Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang- kejang
pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular cogulation). DIC
adalah penyakit gangguan sistem koagualsi terutama gangguan thrombin.
Karekteristik dari DIC adalah meningkatnya produksi thrombin dalam
pembuluh darah disertai dengna meningkatnya keluar-masuk fibrinogen dan
trombosit. Gejala DIC mirip dengan sindroma HELLP dimana terjadi
gangguan thrombin tetapi pada mikroangiopati gangguan utama adalah
pemakaian trombosit meningkat, tetapi kadar fibrinogen normal dan tidak
ada koagulopati.
11) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.
Ibu hamil menderita Pre-eklamsia dan Eklamsia
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang
menderita pre-eklamsia dan eklamsia di RSUP H. Adam Malik Medan pada
Desember 2009 – Oktober 2010.
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Proteinuria pada kehamilan
Definisi : Ditemukannya protein dalam urin pada ibu selama kehamilan
diatas batas normal yaitu 300 mg atau dengan pemeriksaan
kualitatif +1 atau lebih.
Cara ukur : Mengukur secara kualitatif protein dalam urin ibu hamil yang
menderita Pre-eklamsia dan Eklamsia. Metode yang digunakan
dengan cara pemanasan urin (water bath) dideteksi dengan asam
asetat untuk melihat kekeruhan pada urin.
Alat ukur : Data hasil Rekam Medis
Hasil : Proteinuria +1 atau lebih
Skala Pengukuran : Numerik
3.2.2. Pre-eklamsia dan eklamsia
Definisi : Ibu hamil menderita Pre-eklamsia dan Eklamsia adalah ibu hamil
dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan.
Cara Ukur : Menentukan ibu hamil dan mempunyai gejala 2 dari 3 gejala
diatas yaitu edema, proteinuria dan hipertensi. Jika Eklamsia
ditambah dengan gejala kejang – kejang.
Alat Ukur : Data dari Rekam Medis
Hasil : Jumlah penderita Pre eklamsia dan Eklamsia
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian
retrospektif untuk menilai kadar protein dalam urin pada ibu hamil pre eklamsia
dan eklamsia. Pendekatan yang akan digunakan pada desein penelitian ini adalah
cross sectional study, di mana pengumpulan data berdasarkan data Rekam Medis.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan.
Penelitian akan dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2010.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah ibu hamil yang menderita pre-eklamsia dan
eklamsia yang dirawat inap di RSUP. H. Adam Malik, Medan. Perkiraan sampel
yang akan diambil menggunakan total sampling, yaitu semua populasi yang
ditemukan dijadikan sampel pada penelitian ini mulai Desember 2009 sampai
dengan Oktober 2010.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder berupa
rekam medis yang diperoleh dari bagian tata usaha penyakit Obstetri dan
Ginekologi RSUP H. Adam Malik, Medan pada rentang bulan Desember 2009 -
31 Oktober 2010. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat data-data yang
4.5 Pengelolahan dan Analisa Data
Seluruh data yang didapat dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk
tabel dengan perhitungan distribusi frekuensi menggunakan SPSS for windows 17
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Kota Medan merupakan ibukota Propinsi Sumatera Utara.
Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah dengan
topografi yang cenderung miring ke Utara dan menjadi tempat
pertemuan dua sungai penting yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.
Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan
laut. Kota Medan memiliki batas empat wilayah yaitu ; sebelah utara
berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Deli Serdang, sebelah timur berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Deli Serdang dan sebelah barat berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Deli Serdang.
Sebagai wilayah administrasi pemerintahan tingkat kota, Kota
Medan terdiri dari 21 wilayah kecamatan, 151 kelurahan, 1.999
lingkungan dengan luas wilayah 265,10 km² atau 3,6% dari total
wilayah Propinsi Sumatera Utara. Jumlah penduduk di Kota Medan
adalah sebesar 2.018.361 jiwa, yang terdiri dari penduduk pria sebanyak
1.001.547 jiwa (49,65%) dan penduduk wanita sebanyak 1.016.814 jiwa
(50,35%).
Dari sumber Yankes Dinas Kesehatan Kota Medan, data fasilitas
kesehatan Kota Medan tahun 2005 menunjukkan terdapat 8 buah rumah
sakit umum pemerintah dan salah satunya merupakan RSUP H Adam
Malik Medan. RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit
milik Depkes RI sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan regional I
(Prov. NAD, Sumut, Sumbar dan Kepulauan Riau). Rumah sakit ini
beralamat di Jl Bunga Lau 17, Medan, 00000, Indonesia. Penelitian kali
ini dilakukan di ruang rawat inap bahagian kebidanan RSUP H Adam
dimana mempunyai beberapa kamar yang terpisah dan setiap kamar
mengandung 4 buah katil pasien bagi kelas 2 atau 6 buah katil pasien
bagi kelas 3. setiap kamar juga dilengkapi dengan 2 kamar mandi.
Jumlah pasien obstetri per hari berada dalam lingkungan 4-5 orang.
5.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Responden terdiri dari ibu hamil di rumah sakit umum pusat H Adam
Malik Medan. Data yang ditemukan pada Medical Record sejumlah 17
responden.
5.2.1 Kelompok Distribusi penyakit Responden
Populasi penelitian adalah pasien rawat inap Obstetri dan
ginekologi di RSUP H. Adam Malik, Medan. Data yang diambil
mulai Desember 2009 - Oktober 2009 berjumlah 31 orang dan
telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober
2010. Akan tetapi, data yang ditemukan di ruang medical record
hanya ditemukan sebanyak 17 orang.
Tabel 5.1
Kelompok Distribusi Penyakit Berdasarkan Kadar Proteinuria
Responden Jumlah Kadar Proteinuria tidak ada data
- +1 +2 +3 +4
Eklamsia 7 1 1 4 1 - -
PEB 8 1 - 3 1 2 1
PE 2 1 1 - - - -
Tabel 5.2
Kelompok Distribusi Penyakit Berdasarkan Tekanan Darah
Responden Normal Pre Hipertensi I Hipertensi II tdk
hipertensi ada data
PE - - 1 1 -
PEB - 1 - 7 -
Eklamsia 1 - 2 3 1
Total 1 1 3 11 1
5.2.2 Kelompok Usia Responden
Berdasarkan hasil analisis mengikut kriteria usia yang telah
dikelompokkan, didapatkan bahwa sebanyak 3 orang (17,6%)
berusia dibawah sama dengan 20 tahun, sebanyak 10 orang (58,8)
berusia antara 21-35 dan sebanyak diatas sama dengan 35 tahun 4
orang (23,5%).
Tabel 5.3
Kelompok Usia Responden
Kelompok Usia Jumlah Persentase
≤20 3 17,6
21-35 10 58,8
≥35 4 23,6
Total 17 100
5.2.3 Kelompok Distibusi Gestasi Responden
Berdasarkan hasil analisis mengikut kriteria gestasi yang telah
dikelompokkan, didapatkan bahwa sebanyak 8 orang (47,1%)
primigravida, sebanyak 7 orang (41,2%) multigravida dan tidak
Tabel 5.4
Kelompok Distribusi Gestasi Responden
Kelompok Gestasi Jumlah Persentase
Primigravida 8 47,1
Multigravida 7 41,2
Tidak ada data 2 11.8
Total 17 10
5.2.4 Kelompok Tekanan Darah Responden
Dari hasil analisis didapatkan tekanan darah sistol yang tidak
ada data sebanyak 1 orang ( 5,9%), normal sebanyak 1 orang
(5,9%) diikuti dengan pra hipertensi sebanyak 1 orang (5,9%),
hipertensi derajat I sebanyak 3 orang (17,6%) dan hipertensi
derajat II sebanyak 11 orang (64,7 %).
Tabel 5.5
Tekanan Darah Sistol pada Responden
Tekanan Darah Jumlah Persentase
Tidak ada data 1 5,9
Normal 1 5,9
Pra Hipertensi 1 5.9
Hipertensi derajat I 3 17,6
Hipertensi derajat II 11 64,7
Total 17 100
Untuk tekanan darah diastol, dari hasil analisis didapatkan
tekanan darah diastol yang tidak ada data sebanyak 1 orang
hipertensi sebanyak 1 orang (5,9%), hipertensi derajat I
sebanyak 2 orang (11,8%) dan hipertensi derajat II sebanyak 11
orang (64,7 %).
Tabel 5.6
Tekanan Darah Diastol pada Responden
Tekanan Darah Jumlah Persentase
Tidak ada data 1 5,9
Normal 2 11,6
Pra Hipertensi 1 5.9
Hipertensi derajat I 2 11,8
Hipertensi derajat II 11 64,7
Total 17 100
5.2.5 Proteinuria dalam Kehamilan
Dari hasil analisis didapatkan bahwa kelompok yang tidak ada data pada
rekam medis sebanyak 1 orang (5,9%), proteinuria yang negatif
sebanyak 3 orang (17,8 %) dan proteinuria positif sebanyak 13 orang
(76,5%).
Tabel 5.8
Proteinuria dalam Kehamilan
Proteinuria Jumlah Persentase
Tidak ada data 1 5,9
Proteinuria Negatif 3 17,8
Proteinuria Positif 13 76,5
5.2 Pembahasan
5.2.1 Gambaran Proteinuria pada Ibu Hamil Pre-eklamsia dan Eklamsia
Berdasarkan hasil penelitian di RSUP. H. Adam Malik Medan
hanya mampu mengumpulkan 17 orang data pasien di rekam medis dari
31orang yang terdapat di bangsal bagian Obgyn. Gambaran proteinuria
pada pasien ibu hamil yang menderita pre-eklamsia 41,2%, pre-eklamsia
berat 47,1% dan eklamsia 11,8%. Dilaporkan juga dari penelitian ini
bahwa gambaran proteinuria banyak terjadi pada ibu hamil yang
menderita pre-eklamsia berat.
Menurut Wibowo dan Rachimhadi, 2006 proteinuria dapat
ditegakkan jika ditemukan protein dalam dengan konsentrasi lebih dari
0,3 g/liter dalam 24 jam, ataupun didapatkan hasil +1 atau lebih pada
pemeriksaan kualitatif terhadap urin kateter atau midstream yang
diambil minimal dua kali dengan selang waktu 6 jam.
Menurut Tanjung, 2004 deteksi proteinuria penting dalam
diagnosis dan penanganan hipertensi dalam kehamilan . proteinuria
merupakan gejala yang terakhir timbul. Eklamsia dapat terjadi tanpa
proteinuria. Proteinuria pada pre-eklamsia merupakan indikator adanya
bahaya pada janin. Berat badan lahir rendah dan kematian perinatal
meningkat pada pre-eklamsia dengan proteinuria.
Penelitian Yuliawati, 2001 menemukan 34,4% pre-eklamsia
terjadi pada ibu yang berusia < 20 tahun dan > 35 tahun. Usia kehamilan
pertama dan terlalu tua dapat meningatkan kejadian pre eklamsia karena
pada usia muda organ belum berfungsi dengan baik dan pada usia tua
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
Pasien pre-eklamsia dan eklamsia di RSUP. H. Adam Malik, Medan yang
terdapat proteinuria positif pada pre-eklamsia sebesar 11,7%, pre-eklamsia
berat 47,1% dan Eklamsia 41,17%. Pasien primigravida yang menderita pre
eklamsia/eklamsia di RSUP. H adam Malik Medan sebanyak 47,1%.
Persentase pasien pre eklamsia dan eklamsia di RSUP. H. Adam Malik
Medan yang menderita hipertensi derajat II sebanyak 64,7%
6.2 SARAN
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang
mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian
ini. Adapun saran tersebut, yaitu:
1. Diharapkan kepada pihak RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya
dokter dan paramedis yang bertugas di bagian penyakit obgyn agar
mencantumkan secara lengkap identitas pasien seperti: umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, status ekonomi, tempat tinggal, suku dan
hasil pemeriksaan secara lengkap di dalam rekam medis, selain itu berat
badan dan tinggi badan juga harus dicantumkan untuk mengetahui faktor
resiko dari pasien serta pencatatan data ke dalam rekam medis harus
dilakukan secara jelas, terstruktur dan rapi.
2. Diharapkan kepada pihak RSUP. H. Adam Malik untuk menata kembali
proses birokrasi dan surat menyurat, sehingga dalam pengambilan data
mahasiswa tidak mengalami kesulitan.
3. Diharapkan kepada pasien untuk memeriksakan kehamilan untuk
mengetahui faktor risiko pre-eklamsia/eklamsia dan perkembangan efek
4. Diharapkan kepada ibu hamil menjaga pola makan yang bergizi dan gaya
hidup untuk menghindari faktor risiko kejadian pre-eklamsia dan
eklamsia
5. Bagi penelitian selanjutnya agar lebih memperdalam cakupan
penelitiannya sehingga dapat lebih bermanfaat dalam perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran dan kesehatan selain itu
untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan sampel yang lebih
banyak.
6. Diharapkan pihak rumah sakit mau berkerja sama dalam membantu
DAFTAR PUSTAKA
Amirruddin, R., 2010. Issu Mutakhir Tentang Komplikasi Kehamilan
(Preeklampsia Dan Eklampsia).
Available from :
Artikasari, K., 2008. Hubungan Antara Primigravida dengan Angka Kejadian
Pre eklamsia/Eklamsia.
Available from :
2010].
Bawazier, L.A,. 2007. Proteinuria. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi, B., Alwi,
I., K Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
4. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 519-521.
Castro C. L., 2004. Chapter 15. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In :
Essential of Obstetri and Gynecology. 4th Ed. Philadelphia :
Elsivlersaunders, 200.
Cunningham, F.G,. 2005. Obstetri Williams: Gangguan Hipertensi dalam
Kehamilan. Edisi 21. Jakarta: EGC, 624-640.
Cunningham, F.G,. 2005. Obstetri Williams: Adaptasi Ibu Terhadap Kehamilan.
Edisi 21. Jakarta: EGC, 202-206.
Davey, P., 2003. At a Glace Medicine: Sindrom Nefrotik dan Nefritik. Jakarta:
Erlangga, 124-125.
Depkes RI, 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005 .
Dina, S., 2003. Luaran Ibu dan Bayi pada penderita Pre eklamsia Berat dan
Eklamsia dengan atau Sindrom Hellp.
Maret 2010].
Guyton, A., & Hall, J.E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran : Kehamilan dan
Laktasi . Jakarta: EGC, 1080.
Lintang, L.S., 2003. Gambaran Fraksi Protein Darah Pada Preeklampsia Dan
Hamil Normotensif.
Available From :
2010]
Manuaba, I.B.G., 1998. Penyulit yang Menyertai Kehamilan. Dalam : Setiawan.
ed. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC, 239-252.
Manuaba, I.B.G., 1998. Fisiologi Kehamilan. Dalam : Setiawan.ed. Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan & keluarga Berencana untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: EGC, 109-111.
Mochtar, R., 1998. Sinopsis Obsetri Fisiologi- Obsetri Patologi : Toksemia
Gravidarum. Edisi 2. Jakarta: EGC, 195-198.
Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta,
79-92.
Rachimhadhi, T., dan Wibowo, B., 2006. Pre eklamsia dan Eklamsia. Dalam:
Prawirohardjo, S. ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 281-300.
Rozikhan. 2007. Faktor – Faktor Risiko Terjadi Pre eklamsia Berat di Rumah Sakit
Dr. H. Soewondo Kendal.
Available From :
[Accesed 25 Nopember
Sastroasmoro S., 2008. Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3.
Jakarta : Sanggung Seto, 92- 125.
Sastroasmoro S., 2008. Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3.
Jakarta : Sanggung Seto, 302-315.
Suhariadi, D., 2005. Strategi Penurunan Kejadian PE Melalui Pendekatan Study
Kasus dan Metode Multiple Kriteria Utility Assesment)
Available From :
[Accesed 25 Nopember 2010]
Tanjung, T.M., 2004. Preeklamsia : Hubungan Perubahan Kadar Faktor
Fibrinolisi Darah Ibu dengan Kadar Gas Darah Tali Pusat. Edisi 1. Medan: Pustaka Bangsa Press.
Wiknjosastro, H., 2006. Perubahan Anatomik dan Fisiologik pada Wanita Hamil.
Dalam: Prawirohardjo, S., ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ofia Vincentia
Tempat / Tanggal Lahir : Bangkinang, 23 Oktober 1988
Agama : Islam
Alamat : Jl. Dr. Sumarsono, No 18, Kompleks Perumahan
Dosen, Medan, 20154
Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1995 lulus Taman Kanak-Kanak
Muhamaddyah Aisyah
2. Tahun 2001 lulus Sekolah Dasar 009 Langgini
3.Tahun 2004 lulus Sekolah Menegah Pertama
Negeri II Bangkinang, Kampar
4. Tahun 2007 lulus Sekolah Menengah Atas Negeri
1 Bangkinang, Kampar
Riwayat Pelatihan : 1. Workshop RJPO, Traumatologi dan Intubasi
PIM FK USU
2. Panitia Penyambutan Mahasiswa Baru Tahun
2010 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
Riwayat Organisasi : ahli PKPMI
Kelompok Distribusi Responden berdasarkan Kadar Proteinuria
Pasien jumlah negatif +1 +2 +3 +4 tidak ada data
Eklamsia 7 org 1 1 4 1 - -
PEB 8 org 1 - 3 1 2 1
PE 2 org 1 1 - - - -
Total 17 org 3 2 7 2 2 1
Kelompok Distribusi Responden berdasarkan umur Statistics
Umur
N Valid 17
Missing 0
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≤20 tahun 3 17.6 17.6 17.6
21-35 tahun 10 58.8 58.8 76.5
≥ 35 tahun 4 23.5 23.5 100.0
Total 17 100.0 100.0
Kelompok Distribusi Gestasi Responden Statistics
Gestasi
N Valid 17