• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Mengenai Kejang Demam pada Anak di Kelurahan Tembung Tahun 2010.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Mengenai Kejang Demam pada Anak di Kelurahan Tembung Tahun 2010."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN IBU MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK

DI KELURAHAN TEMBUNG TAHUN 2010

Oleh:

INDAH TRIANA SARI POHAN 070100359

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN IBU MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK

DI KELURAHAN TEMBUNG TAHUN 2010

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

INDAH TRIANA SARI POHAN 070100359

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Mengenai Kejang Demam pada Anak di Kelurahan Tembung Tahun 2010.

Nama : Indah Triana Sari Pohan NIM : 070100359

Pembimbing Penguji I

dr. Rita Mawarni, Sp.F

NIP: 19670925 200501 2 001 NIP : 19530608 198190 2 001 dr. Tapisari Tambunan, Sp.PK (K)

Penguji II

NIP : 19480801 198003 1 002 dr. H. Soekimin, Sp.PA

Medan, 15 Desember 2010

Dekan, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP : 19540220 198110 1 001

(4)

ABSTRAK

Kejang Demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh berbagai pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mencapai usia 5 tahun. Untuk dapat mengantisipasi terjadinya kejang demam, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perilaku ibu pada saat anak mengalami kejang demam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung tahun 2010. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan besar sampel sebanyak 90 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai November 2010 dan data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan baik (90%) dengan sebagian besar berpendidikan SMA (54,4%). Didapatkan sikap yang paling banyak dari responden termasuk kategori baik (72,2%) dan tindakan responden terbanyak termasuk dalam kategori baik (46,7%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga baik. Diharapkan dari hasil penelitian ini, puskesmas setempat dapat terus meningkatkan perilaku masyarakat melalui penyuluhan dengan metode yang lebih efektif.

(5)

ABSTRACK

Febrile seizure is one of the most commonly seen neurological disorder in infants and children. Various researches have found that 2,2%-2,5% children have had episodes of febrile seizures before they reach the age of 5. To anticipate the occurrence of febrile seizure, one influencing factor that should be considered is the mother’s behaviors during the child’s febrile seizure episodes. The objective of this research is to observe the knowledge, attitude, and behavior of the mothers and children in Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung 2010 about febrile seizure. This is a descriptive research with 90 samples. The research is done from March to November 2010 and the data are collected with questioners. The results show that the majority of respondents have a good knowledge (90%) and most of the respondents in this group have graduated from senior high school (54,4%). The most encountered attitude found in this research is good attitude (72,2%) and the most encountered behavior is also included in the good category (46,7%). The summary of this research is people have a good knowledge, attitude, and behavior. From the result of this research, it is hoped that the health care services to continue improving the community’s behavior through a more effective method.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini, memperoleh bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Ibu dr. Rita Mawarni, Sp.F., selaku Dosen Pembimbing yang dengan tulus meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan,

motivasi dan semangat sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan

3. Ibu dr. Tapisari Tambunan, sp.PK (K)., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini

4. Bapak dr. H. Soekimin, Sp.PA., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan-nasukan untuk penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini

5. Bapak T.Iskandar Rizal selaku Kepala Tembung atas izin yang telah diberikan untuk mengumpulkan data didaerah kerja beliau sehingga karya tulis ini bisa selesai tepat pada waktunya

(7)

7. Ayahanda tercinta Ir.H. Sampurno Pohan, MT dan Ibunda tercinta H. Mahlina Siregar atas curahan kasih sayang, doa dan dukungan yang tidak akan pernah terbalas

8. Tidak lupa disampaikan kepada saudara-saudariku tercita Hamida Pohan, Ahmad Fadil Pohan dan Anita Nuzula yang telah memberikan dukungan selama saya mengerjakan penulisan karya ilmiah ini

9. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu penulis dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah ini

10. Responden yang telah banyak membantu penulis yang tidak dapat disebutkan

satu persatu

Saya menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, saya berharap semoga karya

tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang menggunakannya.

Medan, 30 November 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... . viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 2

1.4 Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kejang Demam …... 4

2.1.1 Definisi... 4

2.1.2 Faktor risiko... 4

2.1.3 Etiologi... 4

2.1.4 Klasifikasi... 5

2.1.5 Patofisiologi ... 5

2.5.6 Manifestasi Klinis ... 6

2.1.7 Diagnosa... 7

2.1.8 Diagnosa banding... 8

2.1.9 Penatalaksanaan... 8

(9)

2.2.1 Pengetahuan... 13

2.2.2 Sikap... 14

2.2.3 Tindakan... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 17

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 17

3.2. Defenisi Operasional ... 17

3.3. Cara Ukur... 18

3.3.1 Pengetahuan... 18

3.3.2 Sikap... 18

3.3.3 Tindakan... 19

3.3.4. Perilaku... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN... 20

4.1. Jenis Penelitian ... 20

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 20

4.3.1. Populasi Penelitian... 20

4.3.2. Sampel Penelitian... 20

4.3.3 Besar Sampel... 21

4.4.Teknik Pengumpulan... 21

4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 22

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 23

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 24

5.1. Hasil Penelitian ... 24

5.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 25

5.1.2 Karakteristik Dasar Responden ... 26

5.1.3 Pengetahuan Responden ... 26

5.1.4 Sikap Responden ... 28

(10)

5.2 Pembahasan ... 30

5.2.1 Pengetahuan ... 30

5.2.2 Sikap ... 31

5.2.3 Tindakan ... 31

5.2.4. Perilaku... ... 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1. Kesimpulan ... 34

6.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel 3.1 Definisi Operasional ……….………...…………... 17 Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner ... 22 Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 25 Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

dan Pekerjaan ... 25 Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak ... 26 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Tingkat Pengetahuan Responden

Mengenai Kejang Demam ... 26 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Pengetahuan Responden Tiap

Pertanyaan Pengetahuan Mengenai Kejang Demam... 27

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Sikap Responden Mengenai Kejang Demam ... 28 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Sikap Responden Mengenai

Kejang Demam Berdasarkan Tiap Pertanyaan ... 28 Tabel 5.8 Distribusi Tindakan Responden Mengenai Kejang Demam ... 29 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Tindakan Responden Mengenai

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Surat Persetujuan Responden

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 Ethical Clearance

Lampiran 6 Hasil Uji Validitas

Lampiran 7 Data Induk Penelitian

(14)

ABSTRAK

Kejang Demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh berbagai pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mencapai usia 5 tahun. Untuk dapat mengantisipasi terjadinya kejang demam, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perilaku ibu pada saat anak mengalami kejang demam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung tahun 2010. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan besar sampel sebanyak 90 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai November 2010 dan data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan baik (90%) dengan sebagian besar berpendidikan SMA (54,4%). Didapatkan sikap yang paling banyak dari responden termasuk kategori baik (72,2%) dan tindakan responden terbanyak termasuk dalam kategori baik (46,7%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga baik. Diharapkan dari hasil penelitian ini, puskesmas setempat dapat terus meningkatkan perilaku masyarakat melalui penyuluhan dengan metode yang lebih efektif.

(15)

ABSTRACK

Febrile seizure is one of the most commonly seen neurological disorder in infants and children. Various researches have found that 2,2%-2,5% children have had episodes of febrile seizures before they reach the age of 5. To anticipate the occurrence of febrile seizure, one influencing factor that should be considered is the mother’s behaviors during the child’s febrile seizure episodes. The objective of this research is to observe the knowledge, attitude, and behavior of the mothers and children in Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung 2010 about febrile seizure. This is a descriptive research with 90 samples. The research is done from March to November 2010 and the data are collected with questioners. The results show that the majority of respondents have a good knowledge (90%) and most of the respondents in this group have graduated from senior high school (54,4%). The most encountered attitude found in this research is good attitude (72,2%) and the most encountered behavior is also included in the good category (46,7%). The summary of this research is people have a good knowledge, attitude, and behavior. From the result of this research, it is hoped that the health care services to continue improving the community’s behavior through a more effective method.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh berbagai pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%- 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun (Lumbantobing, 2004). Insidensinya di

Amerika sekitar 2-4% dari seluruh kelainan neurologis pada anak (Offringa dalam Kania, 2007).

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (IDAI, 2009). Demam pada kejang demam umumnya disebabkan oleh infeksi, yang sering terjadi pada anak-anak, seperti infeksi traktus respiratorius dan gastroenteritis (Widodo,Manguatmadja dalam Sunarka, 2009).

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam (ME.Sumijati, 2000). Kejang demam sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum umur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat megalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun (Soetomenggolo, 2000).

Studi epidemiologi membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu: kejang demam sederhana, kejang demam kompleks, dan kejang demam berulang. Kejang demam diperkirakan 2-5% di Amerika Serikat pada anak usia 2 bulan

(17)

70-75% mengalami kejang demam sederhana, lainnya 20-25% mengalami kejang demam kompleks, dan sekitar 5% mengalami kejang demam berulang (Baumann, 2001).

Kecamatan Medan Tembung merupakan kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk sangat tinggi yaitu sebesar 340 jiwa/ha (Penyusunan Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) Kota Medan Tahun 2008). Di daerah ini belum ada penelitian yang mengambarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu pada Kecamatan Medan Tembung mengenai kejang demam pada anak. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

ini.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu mengenai

kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan tahun 2010?

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran prilaku ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan tahun 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan tahun 2010.

b. Untuk mengetahui gambaran sikap ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan tahun 2010. c. Untuk mengetahui gambaran tindakan ibu mengenai kejang demam pada

anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan tahun

(18)

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

a. Puskesmas Tembung untuk merumuskan suatu langkah strategis yang dapat dilakukan dalam menurunkan angka kejadian kejang demam.

b. Sebagai informasi kepada masyarakat untuk lebih dapat mengantisipasi kejadian kejang demam pada anak.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Kejang Demam

2.1.1. Definisi

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009).

2.1.2. Faktor Risiko

Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan caira dan elektrolit (Dewanto dkk,2009) . Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1) riwayat kejang demam dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4) lamanya demam. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (1) adanya gangguan perkembangan neurologis; (2) kejang demam kompleks; (3) riwayat epilepsi dalam keluarga; dan (4) lamanya demam (IDAI,2009)

2.1.3. Etiologi

(20)

2.1.4. Klasifikasi

Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya (Lumbantobing, 2004).

Studi epidemiologi membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu:

kejang demam sederhana, kejang demam kompleks, dan kejang demam berulang ( Baumann, 2001). Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal atau multiple (lebih dari 1 kali kejang per episode demam). Kejang demam sederhana ialah kejang demam yang bukan kompleks.

Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam. Epilepsi ialah kejang tanpa demam yang terjadi lebih dari satu kali (Soetomenggolo, 2000).

2.1.5. Patofisiologi

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang

(21)

dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya

kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2002).

2.1.6. Manifestasi Klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat

(22)

lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% paisen (Soetomenggolo, 2000).

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan menyeluruh (Nelson, 2000).

2.1.7. Diagnosa

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam antara lain:

1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah kejang demam, seperti:

- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.

- Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.

- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa kejang demam akomlpeks (Dewanto dkk,2009).

2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:

- Suhu tubuh mencapai 39°C.

(23)

- Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis kejang.

- Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.

- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar (Dewanto dkk,2009).

3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari (Soetomenggolo, 2000).

2.1.8. Diagnosa Banding

Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam (Soetomenggolo, 2000).

2.1.9. Penatalaksanaan

Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu: 1. Pengobatan fase akut

(24)

muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secra teratur, diberikan oksiegen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital sperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal (Soetomenggolo, 2000).

2. Mencari dan Mengobati Penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada

kasus yang dicurigai meningitis atau apabila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering mengalami meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari penyebab (Soetomenggolo, 2000).

3. Pengobatan Profilaksis

Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang demam berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).

Ada 3 upaya yang dapat dilakukan:

- Profilaksis intermitten, pada waktu demam.

- Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari

- Mengatasi segera bila terjadi kejang.

Profilaksis intermitten

(25)

Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik kerena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia (Soetomenggolo, 2000).

Profilaksis terus- menerus dengan antikonvulasan tiap hari

Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar darah sebesar 16 mgug/ml dalam darh menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulanggnya kejang demam. Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam adalah asam valproat yang sama atau bahkan lebih baik

dibandingkan efek fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg BB/hari. Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjandinya epilepsi di kemudian hari (Soetomenggolo, 2000).

Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria yang dapat dipakai untuk pemberian terapi rumat. Profilaksis tiap hari dapat diberi pada keadaan berikut:

1. Bila terdapat kelainan perkembangan neurologi (misalnya cerebral palsy, retardasi mental, mikrosefali).

2. Bila kejang demam berlangsung lama dari 15 menit, bersifat fokal, atau diikuti kelainan neurologis sepintas atau menetap.

3. Terdapat riwayat kejang-tanpa-demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara kandung.

(26)

1. Telungkupkan dan palingkan wajah ke samping

2. Ganjal perut dengan bantal agar tidak tersedak

3. Lepaskan seluruh pakaian dan basahi tubuhnya dengan air dingin. Langkah ini diperlukan untuk membantu menurunkan suhu badanya.

4. Bila anak balita muntah, bersihkan mulutnya dengan jari.

5. Walupun anak telah pulih kondisinya, sebaiknya tetap dibawa ke dokter agar dapat ditangani lebih lanjut (Widjaja, 2001).

2.2. Tinjauan Tentang Perilaku 2.2.1. Konsep Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah suatu aktifitas daripada manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain

sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Atau dapat juga dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau tidak langsung (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup, termasuk perilaku manusia (Notoatmodjo, 2003).

Saparinah Sadli (1982) dalam Notoatmodjo (2003) menggambarkan hubungan individu dengan lingkungan sosial yang saling mempengaruhi, yakni:

• Perilaku kesehatan individu, sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya dengan lingkungan.

(27)

• Lingkungan terbatas, tradisi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan dengan kesehatan.

• Lingkungan umum, kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, undang-undang kesehatan, program-program kesehatan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Kosa dan Robertson menyatakan bahwa perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan, dan kurang mendasarkan pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya demikian, setiap individu mempunyai cara yang berbeda didalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan, meskipun gangguan kesehatannya sama ( Notoatmodjo, 2003).

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam suatu

tujuan pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari : a) ranah kognitif (cognitif domain), b) ranah afektif (affective domain), dan c) ranah psikomotor (psychomotor domain) (Notoatmodjo, 2003).

Dalam kepentingan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari : (Notoatmodjo, 2003)

a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge)

b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude)

(28)

2.2.2. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Perilaku dalam bentuk pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai hal sesuatu. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).

Hasil penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut menjadi proses yang berurutan yakni:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest, dimana orang merasa tertarik terhadap stimulus atau objek

tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni: (Notoatmodjo, 2003)

1. Tahu (Know)

2. Memahami (Comprehension)

3. Aplikasi (Application)

(29)

5. Sintesis (Synthesis)

6. Evaluasi (Evaluation)

2.2.3. Perilaku dalam Bentuk Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Adapula yang melihat sikap sebagai kesiapan saraf sebelum memberikan respon (Notoatmodjo, 2003).

Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, mengatakan bahwa sikap

itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003).

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan dimana saling berunut, yaitu: (Notoatmodjo, 2003)

1.Menerima (Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2.Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

(30)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4.Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Sikap yang sudah positif terhadap suatu objek, tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata, hal ini disebabkan oleh: (Notoatmodjo, 2003)

a. Sikap, untuk terwujud didalam suatu tindakan bergantung pada situasi

pada saat itu.

b. Sikap akan diikuti atau tidak pada suatu tindakan mengacu pula pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

Pengukuran terhadap sikap ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat hipotesis, kemudian dikenakan pendapat responden ( Notoatmodjo, 2003).

2.2.4. Perilaku dalam Bentuk Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap untuk menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain, misalnya orang tua, mertua, suami atau istri (Notoatmodjo, 2003).

Tingkat-tingkat praktek: (Notoatmodjo, 2003)

Persepsi (perception)

(31)

Misalnya, seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

Respon terpimpin (guided respon)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lama memasak, menutup pancinya, dan sebagainya.

Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, seorang ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.

(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

[image:32.595.113.484.177.304.2]

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian 3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel pada penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan dan

perilaku mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung. Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui responden tentang kejang demam

pada anak

Kuesioner 1: Baik 2: Sedang 3: Kurang

Ordinal

2. Sikap Tanggapan atau reaksi responden tentang kejang demam pada

anak

Kuesioner 1: Baik 2: Sedang 3: Kurang

Ordinal

3. Tindakan Segala sesuatu yang telah dilakukan responden tentang kejang demam pada anak

Kuesioner 1: Baik 2: Sedang 3: Kurang

Ordinal Pengetahuan

Sikap Kejang Demam

[image:32.595.110.510.424.739.2]
(33)

4. Perilaku Hasil total dari pengetahuan,sikap,dan tindakan tentang kejang demam pada anak

Kuesioner 1: Baik 2: Sedang 3: Kurang

Ordinal

3.3. Cara Ukur 3.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan responden diukur melalui 10 pertanyaan. Jika pertanyaan dijawab benar oleh responden maka diberi nilai 1, jika responden menjawab salah maka diberi nilai 0. Sehingga skor total yang tertinggi adalah 10.

Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang dengan definisi sebagai berikut:

a. Baik, apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya tentang Kejang Demam pada Anak (skor jawaban responden >75% dari nilai tertinggi yaitu >7).

b. Sedang, apabila responden mengetahui sebagian tentang Kejang Demam pada Anak (skor jawaban responden 40%-75% dari nilai tertinggi yaitu 4-7).

c. Kurang, apabila responden mengetahui sebagian kecil tentang Kejang

Demam pada Anak (skor jawaban responden <40% dari nilai tertinggi yaitu <4).

3.3.2. Sikap

Sikap diukur melalui 5 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman

responden yang menjawab benar akan diberi skor 1 sedangkan jika menjawab salah diberi skor 0. Sehingga total skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 5.

Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang dengan definisi sebagai berikut:

(34)

b. Sedang, apabila skor jawaban responden 40%-75% dari nilai tertinggi yaitu 2-4.

c. Kurang, apabila skor jawaban responden <40% dari nilai tertinggi yaitu <2.

3.3.3. Tindakan

Tindakan diukur melalui 5 pertanyaan, responden yang menjawab benar akan diberi skor 1 sedangkan jika menjawab salah diberi skor 0. Sehingga total skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 5.

Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang dengan definisi sebagai berikut:

a. Baik, apabila skor jawaban responden >75% dari nilai tertinggi yaitu >4. b. Sedang, apabila skor jawaban responden 40%-75% dari nilai tertinggi

yaitu 2-4.

c. Kurang, apabila skor jawaban responden <40% dari nilai tertinggi yaitu <2

3.3.4. Perilaku

Merupakan total nilai dari pengetahuan, sikap, dan tindakan yang dikategorikan atas baik, sedang, dan kurang dengan definisi sebagai berikut:

(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yakni menggambarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan. Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret-November 2010,

sedangkan pengambilan dan pengumpulan data dilakukan selama bulan Juni-November 2010.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak balita di Kelurahan Tembung, yang terdata di Kantor Lurah Tembung yang memenuhi kriteria inklusi.

4.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling. Adapun kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

a. Ibu yang memiliki anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun dalam keadaan sehat.

b. Telah tinggal di Kelurahan Tembung minimal selama satu tahun.

Sedangkan kriteria eksklusi yang digunakan adalah tidak bersedia

(36)

4.3.3 Besar Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak 6 bulan sampai 5 tahun yang tinggal di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung. Data yang diperoleh adalah ibu yang memiliki anak usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun yang terdapat di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, yang berjumlah 459 orang. Jumlah sampel diambil secara proporsional dengan teknik pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling). Cara menetukan ukuran sampel adalah dengan formula sebagai berikut:

N 459

n =  n =

1 + N (d2) 1 + 459 (0,1)2

(Notoatmodjo,2003)

n = 82,1

n = jumlah sampel Keterangan :

N = jumlah populasi

d = nilai estimasi (0,1)

Dengan metode perhitungan sampel tersebut, diperoleh jumlah sampel untuk penelitian ini sebanyak 90 orang.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pada awal penelitian diperlukan data sekunder berupa data umum populasi dan responden yang dapat diperoleh dari Kantor Kelurahan Tembung. Selanjutnya dilakukan pemilihan responden, dan dikumpulkan data primer yakni

(37)

dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item pertanyaan dengan skor total kuesioner tersebut. Adapun teknik korelasi yang biasa dipakai adalah teknik korelasi product moment dan untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu significant, maka dapat menggunakan SPSS versi 17.0 untuk mengujinya. Untuk item-item pertanyaan yang tidak valid harus dibuang atau tidak dipakai sebagai instrumen pertanyaan.

4.5 Uji Validitas dan Reabilitas

Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji

validitas dan reabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) 17.0.

Uji validitas dan reabilitas ini dilakukan dengan melibatkan 10 sampel

[image:37.595.108.515.484.739.2]

yang memiliki karakteristik sama dengan sampel penelitian tetapi dilakukan pada wilayah yang berbeda dengan sampel penelitian. Hasil uji validitas dan reabilitas dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1

Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner Variabel Nomor

Pertanyaan

Total Pearson Corelation

Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0,894 Valid 0,941 Reliabel

2 0,713 Valid Reliabel

3 0,769 Valid Reliabel

4 0,653 Valid Reliabel

5 0,894 Valid Reliabel

6 0,713 Valid Reliabel

(38)

8 0,744 Valid Reliabel

9 0,845 Valid Reliabel

10 0,894 Valid Reliabel

Sikap 1 0,655 Valid 0,828 Reliabel

2 0,869 Valid Reliabel

3 0,655 Valid Reliabel

4 0,786 Valid Reliabel

5 0,828 Valid Reliabel

Tindakan 1 0,706 Valid 0,826 Reliabel

2 0,706 Valid Reliabel

3 0,719 Valid Reliabel

4 0,840 Valid Reliabel

5 0,820 Valid Reliabel

4.6 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga entry yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer dengan menggunakan program SPSS versi 17.0, tahap keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Untuk mendeskripsikan data demografi, perilaku keluarga

(39)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung , dimana penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juni-November 2010. Penelitian ini diikuti 90 orang ibu

yang memiliki anak usia 6 bulan sampai 5 tahun yang telah bersedia mengikut i penelitian dan menjawab dengan lengkap seluruh pertanyaan dan pernyataan yang tertuang di kuesioner.

Selain menjawab pertanyaan penelitian mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan ibu mengenai kejang demam pada anak, dalam bab ini juga dijabarkan deskripsi karakteristik responden yang berada di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung.

5.1 Hasil

5.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

Ditinjau dari letak geografisnya, Kelurahan Tembung termasuk di dalam Kecamatan Medan Tembung dengan luas wilayah ±156 Ha. Luas wilayah kelurahan ini banyak digunakan untuk pemukiman dan sarana umum (kantor,sekolah, tempat ibadah, kuburan dan sebagainya). Kelurahan ini dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Medan Estate, Kecamatan Percut

Sei Tuan, Kab. Deli Serdang.

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Bantan. c. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Bandar Selamat

(40)

5.1.2 Karakteristik Dasar Responden Penelitian

[image:40.595.110.516.215.323.2]

Dari tabel 5.1, dapat dilihat bahwa responden yang paling banyak berusia 21-25 tahun (50%) sedangkan yang paling sedikit berusia 31-35 tahun (12%).

Tabel 5.1

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Umur Frekuensi (n) Persen (%)

21-25 45 50

26-30 34 37,8

31-35 11 12

Total 90 100

Dari tabel 5.2, dapat dilihat mayoritas responden mempunyai pendidikan terakhir dijenjang SMA yaitu 49 orang (54,4%) dan yang paling sedikit adalah yang mempunyai pendidikan terakhir dijenjang SD sebanyak 2 orang (2,2%). Pekerjaan terbanyak dari subjek penelitian ini adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 75 orang (82,2%) dan yang paling sedikit adalah yang bekerja sebagai PNS sebanyak 5 orang (5,6%).

Tabel 5.2

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Pendidikan terakhir

SD 2 2,2

SMP/ Sederajat 29 32,2

SMA/ Sederajat 49 54,4

PT/ Sederajat 10 11,1

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga 75 82,2

Wiraswasta 11 12,2

PNS 5 5,6

[image:40.595.112.518.508.741.2]
(41)
[image:41.595.110.518.235.445.2]

Dari tabel 5.3, dapat dilihat bahwa kelompok responden yang paling banyak adalah kelompok yang memiliki anak berusia 2 tahun yaitu sebesar 24,4% sedangkan yang paling sedikit adalah jumlah responden yang memiliki anak berusia 9 bulan yaitu sebesar 2,2%.

Tabel 5.3

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak

Umur Frekuensi (n) Persen (%)

6 bulan 12 13,3

7 bulan 7 7,8

9 bulan 2 2,2

1 tahun 17 18.9

2 tahun 22 24,4

3 tahun 13 14,4

4 tahun 12 13,3

5 tahun 5 5,6

Total 90 100

5.1.3 Pengetahuan Responden

Dari tabel 5.4, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan yang baik mengenai kejang demam pada anak memiliki persentase yang cukup tinggi yaitu 90%, tingkat pengetahuan sedang 10% dan tidak ada yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang.

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi dan Persentasi Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Kejang Demam Pada Anak di Kelurahan Tembung Kecamatan

Medan Tembung

Pengetahuan Frekuensi (n) Persen (%)

Baik 81 90

Sedang 9 10

[image:41.595.104.517.656.738.2]
(42)
[image:42.595.116.519.236.634.2]

Dari tabel 5.5, pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pertanyaan nomor satu yaitu sebesar 100%. Sedangkan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan nomor enam yaitu sebesar 58,9%.

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi dan Persentasi Pengetahuan Responden Tiap Pertanyaan Pengetahuan Mengenai Kejang Demam

No Item Pertanyaan Pengetahuan

Benar Salah

n (%) N (%) 1. Mengetahui penyebab kejang demam 90 100 0 0 2. Mengetahui bahwa kejang demam merupakan

kelainan yang hanya dialami bayi dan balita

86 95,6 4 4,4

3. Mengetahui bahwa kejang yang tanpa didahului demam bukan suatu kejang demam

64 71,1 26 28,9

4. Mengetahui penyakit yang paling sering menyebabkan kejang demam pada anak

62 68,9 28 31,1

5. Mengetahui bahwa kejang demam bukan suatu penyakit keturunan

64 71,1 26 28,9

6. Mengetahui frekuensi serangan kejang demam 53 58,9 37 41,1 7. Mengetahui peningkatan resiko epilepsi pada

kejang demam berulang

73 81,1 17 18,9

8. Mengetahui prognosis kejang demam 74 82,2 16 17,8 9. Mengetahui penanganan awal kejang demam 81 90 9 10 10. Mengetahui bahwa kejang demam perlu

dicegah

82 91,1 8 8,9

5.1.4 Sikap Responden

(43)
[image:43.595.105.519.176.282.2]

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi dan Persentasi Sikap Responden Mengenai Kejang Demam pada Anak di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung

Sikap Frekuensi (n) Persen (%)

Baik 65 72,2

Sedang 22 24,4

Kurang 3 3,3

Total 90 100

Dari tabel 5.7, pernyataan yang paling banyak dijawab dengan sikap positif adalah pertanyaan nomor lima yaitu sebesar 86,7%. Pernyataan yang

[image:43.595.120.520.445.741.2]

paling sedikit dijawab dengan sikap positif adalah pernyataan nomor satu yaitu sebesar 54,4%.

Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi dan Persentasi Sikap Responden Mengenai Kejang Demam Berdasarkan Tiap Pernyataan

No Item Pertanyaan Pengetahuan

Sikap Positif

Sikap Negatif

n (%) N (%)

1. Setiap demam akan meyebabkan kejang 49 54,4 41 45,6 2. Demam diatas 38 °C dapat memicu terjadinya

kejang demam

61 67,8 29 32,3

3. Mengukur suhu badan anak saat demam adalah cara yang tepat mengantisipasi kejang demam

74 82,2 16 17,8

4. Kejang Demam merupakan masalah serius oleh karenanya membutuhkan penanganan secepatnya

77 85,6 13 14,4

5. Anak yang mengalami kejang demam perlu diberikan obat lain selain obat penurun panas

(44)

5.1.5 Tindakan Responden

[image:44.595.107.518.257.365.2]

Dari tabel 5.8, dapat dilihat bahwa tindakan responden yang baik mengenai kejang demam pada anak memiliki persentase yang cukup tinggi sebesar 46,7, sedangkan sikap yang sedang 42,2 % dan sikap yang kurang 11,1%

Tabel 5.8

Distribusi Tindakan Responden Mengenai Kejang Demam Pada Anak di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung

Tindakan Frekuensi (n) Persen (%)

Baik 42 46,7

Sedang 38 42,2

Kurang 10 11,1

Total 90 100

Dari tabel 5.9, pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pada nomor lima yaitu sebesar 87,8%. Sedangkan yang paling banyak menjawab salah pada nomor satu yaitu sebesar 52,2%.

Tabel 5.9

Distribusi Frekuensi dan Persentasi Tindakan Responden Mengenai Kejang Demam Pada Anak Berdasarkan Tiap Pertanyaan

No Item Pernyataan Tindakan

Benar Salah

N (%) N (%)

1. Melakukan penilaian anak demam 47 52,2 43 47,8 2. Melakukan penanganan awal saat anak

demam

56 62,2 34 37,8

3. Melakukan penanganan awal saat anak kejang

52 57,8 38 42,2

4. Melakukan pencegahan kambuhnya kejang saat anak demam

[image:44.595.112.517.524.740.2]
(45)

5. Melakukan penanganan anak yang masih kejang walaupun sudah diberikan obat penurun panas dan obat anti kejang

79 87,8 11 12,2

5.2 Pembahasan

5.2.1 Tingkat Pengetahuan Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung

Dari hasil penelitian diketahui tingkat pengetahuan ibu Mengenai kejang demam di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung sebagian besar termasuk dalam kategori baik dengan persentase sebesar 90% dan sisanya tergolong dalam kategori sedang 10%.Pengetahuan diperoleh setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber informasi dan faktor pendidikan serta faktor lingkungan. Semakin banyak orang mendapatkan informasi baik dari lingkungan keluarga, lingkungan tetangga, dari petugas kesehatan maupun media cetak akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Dari tabel 5.5, terlihat sebanyak 100% dari responden menjawab pertanyaan yang paling banyak dijawab benar adalah mengenai penyebab kejang demam. Hal ini menurut peneliti disebabkan bahwa responden telah mendapat informasi baik dari lingkungan keluarga, tetangga, petugas kesehatan setempat maupun karena pengalaman pribadi responden pada saat anak mengalami hal

(46)

5.2.2 Sikap Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sikap ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung sebagian besar termasuk dalam kategori baik dengan persentase sebesar 72,2% dan sisanya tergolong dalam kategori sedang yaitu sebesar 24,4% dan kategori kurang sebesar 3,3%. Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan atau

perilaku (Notoadmojo,2003). Sikap ibu mengenai kejang demam dalam kategori baik karena memiliki pengetahuan yang baik dan sedang, dengan pengetahuan yang baik maka terbentuklah sikap yang baik pula.

Dari tabel 5.7, terlihat bahwa sebanyak 86,7% dari responden setuju

dengan pernyataan bahwa anak yang mengalami kejang demam perlu diberikan obat selain obat penurun panas. Hal ini mungkin karena responden merasa mengatasi demam saja belum cukup efektif dalam penanganan kejang demam, sehingga diperlukan obat anti kejang untuk mengatasi serangan kejang. Sedangkan sebanyak 54,4% tidak setuju dengan pernyataan bahwa setiap demam akan menyebabkan kejang, tetapi dalam hal ini responden tidak mengetahui seberapa tingginya suhu tubuh yang memicu timbulnya serangan kejang.

5.2.3 Tindakan Ibu Mengenai Kejang Demam pada Anak di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tindakan ibu mengenai kejang demam pada Anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung sebagian besar dalam kategori baik dengan persentase sebesar 46,7% dan sisanya tergolong dalam kategori sedang yaitu sebesar 42,2% dan kategori kurang sebesar 11,1%. Suatu sikap yang dilaksanakan secara nyata disebut tindakan, namun suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk

(47)

Pengetahuan dan sikap yang baik merupakan faktor yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan yang baik pula. Tindakan merupakan realisasi dari pengalaman dan sikap menjadi perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata dan terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, tetapi tidak selalu orang yang berpengetahuannya baik langsung melakukan tindakan yang benar.

Dari tabel 5.9, terlihat bahwa sebanyak 87,8% dari responden menjawab pertanyaan yang paling banyak dijawab benar adalah mengenai akan melakukan

penanganan anak yang masih kejang walaupun telah diberikan obat penurun panas dan obat anti kejang dengan membawa si anak segera ke rumah sakit/ dokter terdekat. Hal ini mungkin karena responden merasa bahwa hal tersebut sangat membahayakan nyawa anak maka perlu dilakukan tindakan medis segera.

Sedangkan sebanyak 52,2% dari responden memiliki jawaban yang salah mengenai pengukuran suhu tubuh yang tepat bagi anak. Kebanyakan responden hanya menilai suhu anak dengan meraba kening anak. Hal ini mungkin disebabkan ketidaktahuan responden akan penggunaan termometer, dan ketidaktersediaan alat tersebut dirumah.

5.2.4 Perilaku Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung

Perilaku manusia adalah suatu aktifitas dari pada manusia itu sendiri, perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom (1980) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam tiga domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam suatu tujuan pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari: a) ranah kognitif (cognitif domain), b) ranah afektif

(48)
(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuesioner dapat disimpulkan yaitu:

1. Tingkat pengetahuan responden untuk kategori pengetahuan baik sebanyak 90%, dan kategori pengetahuan sedang sebanyak 10%, Hal ini menunjukkan pengetahuan responden terhadap kejang demam pada anak sangat tinggi.

2. Kategori sikap responden kejang demam pada anak untuk sikap baik sebesar 72,2%, sikap sedang sebanyak 24,4% dan sikap rendah terhadap kejang demam pada anak sebanyak 3,3%. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden mengenai kejang demam pada anak cukup baik.

3. Tindakan responden tentang kejang demam pada anak yaitu dikategorikan baik sebanyak 46,7%, kategori sedang sebanyak 42,2% dan kategori kurang sebanyak 11,1%. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan responden mengenai kejang demam berada dalam kategori sedang sampai baik.

6.2 Saran

Edukasi dan sosialisasi mengenai kejang demam pada anak diharapkan terus dilakukan terhadap ibu, khususnya ibu yang memiliki anak balita di lingkungan kelurahan melalui program posyandu maupun program sosialisasi seperti penyuluhan kesehatan yang dilakukan puskesmas setempat, agar nantinya terjadi peningkatan pengetahuan, terutama sikap,dan tindakan ibu mengenai kejang demam pada anak dan dari hal ini diharapkan penurunan angka kejadian kejang demam pada anak.

(50)

DAFTAR PUSTAKA Baumann, 2001. Febrile Seizure.

Available From:

[Accessed 5

march 2010].

Behrmann, Kliegman, Arvin, 2000. Kejang Demam. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, jilid III. Jakarta: EGC, 2059-2060.

Dewanto, Suwono, Riyanto, Turana, 2009. Kejang pada Anak. Dalam: Panduan Praktis Diagnosis & Tata laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC,91-94.

Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009. Kejang Demam Apakah Menakutkan?.

Available from :

2010].

Kania Nia, 2007. Penatalaksanaan Demam pada Anak.

Available From :

Lumbantobing SM, 2007. Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

[Accessed 7 march 2010].

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: prinsip-prinsip dasar. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 118, 124-133.

(51)

Penyusunan Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Tahun 2008.

Pusponegoro, Pasaat, Mangunatmadja, Soetomenggolo, Ismael, 1995. Kejang Demam dan Penghentian Kejang. Dalam: Kelainan neurologis dalam praktek sehari-hari. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 209-219.

Soetomenggolo, 2000. Kejang Demam. Dalam: Soetomenggo lo, Ismael, Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 244-252.

Staf Pangajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002. Kejang Demam. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 847-855.

Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak.Surabaya: PERKANI.

Sunarka Nyoman, 2009, Karakteristik Penderita yang Dirawat di SMF Anak RSU Bangli,Bali, Tahun 2007. Medicanus, 22(3): 110-112.

(52)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Indah Triana Sari Pohan Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 25 September 1989

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bersama no.116 Medan Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 066667 Medan

2. SMP Swasta Harapan 2 Medan 3. SMA Negeri 2 Medan

Riwayat Pelatihan : 1. LDK PEMA FK USU 2007

2. Workshop RJPO TBM FK USU 2007 Riwayat Organisasi : 1. TBM FK USU periode 2007-2008

(53)

LAMPIRAN 2

[image:53.595.106.507.304.745.2]

Kuesioner Penelitian

Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak di Kelurahan Tembung Tahun 2010

Petunjuk :

1. Isilah identitas pribadi anda

2. Pilih dan isilah jawaban yang menurut Anda benar. No. Responden :

Nama :

Data Pribadi

Umur : tahun

Alamat :

Pekerjaan :

Pendidikan :

Umur Anak : bulan/tahun

A. Pengetahuan

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah demam tinggi dapat menyebabkan kejang pada anak?

2. Apakah kejang demam hanya terjadi pada bayi dan balita?

3. Apakah anak yang pernah kejang tanpa demam termasuk penderita kejang demam?

4. Apakah kejang demam sering disebabkan oleh radang telinga, radang tenggorokan?

5. Apakah kejang demam merupakan penyakit keturunan?

(54)

7. Apakah penderita kejang demam berulang dapat menjadi epilepsi (ayan) di kemudian hari?

8. Apakah penderita kejang demam dapat menjadi bodoh dan mempunyai tingkah laku yang tidak wajar?

9. Apakah anak yang mengalami kejang akibat demam harus segera dibawa ke rumah sakit?

10. Apakah kejang demam bisa dicegah agar tidak kambuh kembali?

B. Sikap

No. Pertanyaan Setuju Tidak Setuju

1. Setujukah Anda setiap demam akan menyebabkan kejang?

2. Setujukah Anda bahwa kejang Demam timbul pada suhu lebih dari 38°C?

3. Setujukah Anda untuk selalu mengukur suhu badan anak saat demam untuk mengantisipasi kejang demam?

4. Setujukah Anda bahwa kejang demam merupakan masalah serius dan harus mendapatkan penanganan secepatnya?

(55)

C. Tindakan

1. Bagaimana cara yang paling tepat menilai anak demam atau tidak?

a. Mengukur suhu tubuh anak dengan termometer

b. Meraba kening anak

c. Membandingkan suhu tubuh ibu dengan anak

2. Apa yang Ibu lakukan saat anak mengalami demam?

a. Memeberi obat penurun panas dan mengompres dengan air dingin

b. Memberi minum banyak air putih

c. Semua jawaban diatas benar

3. Apa yang Ibu lakukan saat anak mengalami kejang demam?

a. Memberi obat anti kejang

b. Membawa anak ke rumah sakit/dokter terdekat

c. Semua jawaban diatas benar

4. Apa yang Ibu lakukan untuk mencegah kambuhnya kejang pada saat anak demam?

a. Menurunkan panas segera

b. Langsung memberi obat anti kejang

c. Mencari penyebab kejang

5. Apa yang Ibu lakukan apabila anak masih kejang walaupun telah diberi obat penurun panas dan obat anti kejang?

a. Membiarkan kejang berhenti sendiri

b. Segera membawa ke Rumah Sakit/dokter terdekat

(56)

LAMPIRAN 3

SURAT PERSETUJUAN

Kepada Ibu, sebelumnya saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kesediaannya meluangkan waktu untuk mengisi surat persetujuan dan kuesioner ini. Pertama-tama, ijinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Indah Triana Sari Pohan. Saya berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU), stambuk tahun 2007. Saat ini saya sedang mengerjakan penelitian guna melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran. Adapun judul penelitian saya

adalah Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak di Kelurahan Tembung Tahun 2010 . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak di Kelurahan Tembung,

karena pada daerah ini belum ada penelitian ini sebelumnya.

Untuk itu saya mohon kesediaan Ibu untuk ikut serta dalam penelitian ini, yaitu sebagai responden. Saya akan menanyakan beberapa hal seputar identitas Ibu, pengetahuan, tindakan dan sikap ibu mengenai kejang demam.

Demikian saya beritahukan. Atas kesediaan Ibu saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga partisipasi Ibu dalam penelitian ini membawa manfaat besar bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Alamat :

Menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Saya akan menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan oleh peneliti dengan jujur dan apa adanya.

Medan, 2010

(57)

LAMPIRAN 6

Uji Validitas Kuesioner Penelitian

p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 ptotal

p1 Pearson Correlation

1 .524 .535 .524 1.000 **

.524 .655* .524 .764* 1.000** .894**

Sig. (2-tailed)

.120 .111 .120 .000 .120 .040 .120 .010 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

p2 Pearson Correlation

.524 1 .535 .524 .524 1.000** .655* .524 .764* .524 .713*

Sig. (2-tailed)

.120 .111 .120 .120 .000 .040 .120 .010 .120 .021

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

p3 Pearson Correlation

.535 .535 1 .535 .535 .535 .816** .535 .408 .535 .769**

Sig. (2-tailed)

.111 .111 .111 .111 .111 .004 .111 .242 .111 .009

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

p4 Pearson Correlation

.524 .524 .535 1 .524 .524 .218 .524 .764* .524 .653*

Sig. (2-tailed)

.120 .120 .111 .120 .120 .545 .120 .010 .120 .041

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

p5 Pearson Correlation

1.000** .524 .535 .524 1 .524 .655* .524 .764* 1.000** .894**

Sig. (2-tailed)

.000 .120 .111 .120 .120 .040 .120 .010 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

p6 Pearson Correlation

.524 1.000** .535 .524 .524 1 .655* .524 .764* .524 .713*

Sig. (2-tailed)

.120 .000 .111 .120 .120 .040 .120 .010 .120 .021

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

p7 Pearson Correlation

.655* .655* .816** .218 .655* .655* 1 .655 *

.500 .655* .831**

Sig. (2-tailed)

.040 .040 .004 .545 .040 .040 .040 .141 .040 .003

(58)

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.941 10

p8 Pearson Correlation

.524 .524 .535 .524 .524 .524 .655* 1 .764* .524 .774**

Sig. (2-tailed)

.120 .120 .111 .120 .120 .120 .040 .010 .120 .009

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

p9 Pearson Correlation

.764* .764* .408 .764* .764* .764* .500 .764 *

1 .764* .845**

Sig. (2-tailed)

.010 .010 .242 .010 .010 .010 .141 .010 .010 .002

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

p10 Pearson Correlation

1.000** .524 .535 .524 1.000 **

.524 .655* .524 .764* 1 .894**

Sig. (2-tailed)

.000 .120 .111 .120 .000 .120 .040 .120 .010 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

ptotal Pearson Correlation

.894** .713* .769** .653* .894** .713* .831** .774 **

.845** .894** 1

Sig. (2-tailed)

.000 .021 .009 .041 .000 .021 .003 .009 .002 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

(59)

Reliability Statistics

s1 s2 s3 s4 s5 stotal

s1 Pearson Correlation

1 .408 .600 .218 .500 .655*

Sig. (2-tailed)

.242 .067 .545 .141 .040

N 10 10 10 10 10 10

s2 Pearson Correlation

.408 1 .408 .802** .612 .869**

Sig. (2-tailed)

.242 .242 .005 .060 .001

N 10 10 10 10 10 10

s3 Pearson Correlation

.600 .408 1 .218 .500 .655*

Sig. (2-tailed)

.067 .242 .545 .141 .040

N 10 10 10 10 10 10

s4 Pearson Correlation

.218 .802** .218 1 .764* .786**

Sig. (2-tailed)

.545 .005 .545 .010 .007

N 10 10 10 10 10 10

s5 Pearson Correlation

.500 .612 .500 .764* 1 .873**

Sig. (2-tailed)

.141 .060 .141 .010 .001

N 10 10 10 10 10 10

stotal Pearson Correlation

.655* .869** .655* .786** .873** 1

Sig. (2-tailed)

.040 .001 .040 .007 .001

N 10 10 10 10 10 10

Gambar

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1
Tabel 5.1
Tabel 5.4
+5

Referensi

Dokumen terkait

Amplas mengenai kejang demam diperoleh kelompok tingkata ekonomi tinggi memiliki gambaran pengetahuan dengan kategori baik yaitu sebanyak 17 orang dari 19 orang (80,8%)

Kesimpulan adalah Terdapat hubungan yang signifikan tingkat pengetahuan ibu tentang kejang demam dengan frekuensi kejang anak toddler di rawat inap Puskesmas Gatak

Kejang demam masih banyak terjadi di beberapa Negara, termasuk Indonesia. Prevalensi kejang demam di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian

Suatu penelitian menunjukkan bahwa dalam keadaan terinfeksi virus RNA, leukosit pada anak yang mengalami kejang demam memproduksi lebih banyak interleukin- 1β dibandingkan

Setujukah anda untuk memposisikan anak telungkup dengan kepala menghadap ke samping semasa anak kejang.. Tindakan yang dilakukan Ya

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu di Kelurahan Pasar Merah Timur Medan mengenai demam dan penatalaksaanaannya berdasarkan tingkat pendidikan

IRT memiliki banyak waktu dirumah sehingga banyak pula waktu yang dimiliki untuk mengawasi dan memperhatikan balitanya, khususnya sikap dalam mengatasi kejang demam, sehingga

Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan responden dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak dengan p&lt;0.05 (p=0.036). Puskesmas diharapkan