BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mewujudkan pembangunan yang adil dan merata disegala bidang aspek
diperlukan adanya sumber penerimaan yang menunjang peningkatan sumber penerimaan
negara yang diperlukan untuk membiayai pengeluaran rutin dan untuk membiayai
pembangunan. Minimnya pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan khususnya pajak
penghasilan, baik wajib pajak, orang pribadi maupun wajib pajak badan menyebabakan
banyak kesulitan dalam hal pelaksanaan pajaknya selain itu juga kecerobohan wajib pajak
dalam hal pembayaran pajak sangat mengkhawatirkan, akibatnya banyak wajib pajak
yang mengalami penyitaan terhadap kekayaan wajib pajak akibat dari utang pajaknya
untuk kas negara. Dari hal tersebut maka fiskus mengambil kebijakan, dalam hal tersebut
banyak wajib pajak yang tetap tidak mau tahu akan kewajibannya untuk membayar kas
negara sehingga timbulnya penyitaan yang dilakukan oleh juru sita terhadap kekayaan
wajib pajak.
Tidak bisa disangkal bahwa negara sering mengalami kesulitan untuk
mengumpulkan itu karena jumlah besar wajib pajak yang tidak patuh dalam
melakukan pembayaran pajak. Para wajib pajak kurang menyadari arti penting
pajak, di mana mereka sering melakukan tunggakan pajak sampai hutang pajak
mereka menjadi akumulasi. Karena itu penagihan pajak dapat dipaksakan
penagihannya, sehingga kepada pihak-pihak yang tidak mau membayar pajaknya
tersebut dapat dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa. Penagihan pajak
yang bersangkutan tinggal. Jika setelah dilakukan penagihan menggunakan surat
paksa, wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya, maka
wajib pajak dapat dikenakan sanksi kurungan atau penyitaan atas hartanya.
Apabila terhadap wajib pajak atau Penanggung Pajak Surat Paksa sudah
diberitahukan, namun sampai dengan batas waktu 2 (dua) kali 24 jam (dua puluh
empat) sejak pemberitahuan Surat Paksa Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak
melunasi utang pajaknya, maka Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan
penyitaan terhadap barang milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak tersebut.
Dimaksudkan diberinya waktu tersebut untuk memberi kesempatan
kepada Penanggung Pajak melunasi utang pajak sebagaimana tercantum dalam
Surat Paksa terkait. Dengan adanya penagihan pajak dengan surat paksa, wajib
pajak yang tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa untuk memenuhi
kewajibannya. Sanksi kurungan dan penyitaan merupakan upaya paksa terakhir
yang dapat dilakukan dalam rangka menagih pajak. Adanya sanksi kurungan ini
mengakibatkan hilangnya kebebasan seseorang, dan adanya penyitaan barang
mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti semula.
Apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24
(dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada
Wajib Pajak/Penanggung Pajak, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
diterbitkan oleh Kepala KPP sebagai Pejabat yang telah menerbitkan Surat Paksa,
SPMP paling cepat diterbitkan setelah lewat waktu 2 kali 24 jam sejak tanggal
Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak. Dilihat dari akibat-akibat
penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang. Dibutuhkan landasan yuridis khusus yang dapat menjadi landasan hukum
bagi penagihan pajak dengan surat paksa. Dalam melaksanakan penyitaan,
Jurusita Sita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk
membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat
usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal penanggung pajak, atau di
tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
Kewenangan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan norma yang
berlaku dalam masyarakat dengan terlebih dahulu meminta izin dari Penanggung
Pajak. Jika Penanggung Pajak tidak memberi izin atau menghalangi penyitaan,
Juru Sita dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaaan. Untuk memperoleh
pelunasan hutang dari wajib pajak badan juru sita melakukan penyitaan terhadap
semua harta milik wajib pajak badan baik itu barang yang bergerak (termasuk
mobil, perhiasaan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening
koran, giro, obligasi dan surat berharga lainnya) maupun yang tidak bergerak
(termasuk bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu). Menurut Mardiasmo
(2006, h.116) bahwa penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai
barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak
Tabel 1.1
Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Tahun 2012 2013 2014
Jumlah 3 22 19
Sumber: KPP Pratama Bandung Bojonagara
Pada tabel diatas dikatakan bahwa jumlah SPMP pada tahun 2012 hanya 3 SPMP
yang diterbitkan oleh KPP Pratama Bandung Bojonagara kemudian pada tahun
2013 telah terjadi peningkatan yang sangat drastis mungkin saja akibat dari Wajib
Pajak yang sulit untuk membayarkan tagihan pajaknya sehingga banyak Wajib
Pajak yang mengalami penyitaan, lalu pada tahun 2014 terjadi penurunan menjadi
19 penerbitan SPMP itu dapat terjadi karena banyaknya Wajib Pajak yang sudah
paham pentingnya membayar tagihan pajak untuk Negeranya sendiri sebagai
sarana pembangunan.
Setiap pelaksanaan penyitaan, juru sita pajak membuat berita acara
pelaksanaan sita yang ditandatangani oleh juru sita pajak, penanggung pajak dan
saksi-saksi.Jika penanggung pajak adalah badan maka berita acara pelaksanaan
sita ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung
pajak, pemilik modal atau pegawai tetap perusahaan.Salinan berita acara
pelaksanaan sita dapat ditempelkan di tempat umum dan berlaku sebagai
pemberitahuan maksud tindakan juru sita pajak pada penanggung pajak atas
barang yang disita atau diberi segel sita. Penyitaan dilaksanakan sampai dengan
nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya
melunasi biaya penagihan dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan
atau putusan Badan Peradilan Pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan
Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah. Dari hal diatas maka penulis
memilih KPP Pratama Bojonagara Bandung sebagai tempat Praktik Kerja dan memilih judul “Tinjauan Prosedur Penyitaan Kekayaan Wajib Pajak Atas Dasar
Utang Pajak di KPP Pratama Bojonagara Bandung”
1.2 Tujuan Laporan Kerja Praktek
Maksud dilaksanakan kerja praktek adalah
1. Untuk mengetahui prosedur penyitaan kekayaan Wajib Pajak
2. Untuk mengetahui hambatan apa saja dalam melakukan penyitaan
3. Untuk mengetahui upaya agar wajib pajak tidak melakukan
penunggakan pajak dan terjadinya penyitaan
1.3 Kegunaan Kerja Praktek 1.3.1 Kegunaan Praktis
Dari hasil penulisan diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu : Pihak Dirjen Pajak
Laporan kerja Praktek sebagai bahan masukan atau bahan analisis dalam
memperbaiki kekurangan dalam tindak lanjut penagihan pajak dengan cara
penyitaan agar masyarakat sadar membayar utang kepada negara itu sangat
1.3.2 Kegunaan Akademis
Secara akademis, hasil laporan kerja praktek ini diharapakan dapat
menjadi gambaran perbandingan antara teori yang terkait pengendalian internal
dengan kenyataan di lapangan serta menjadi referensi bagi perkembangan ilmu
akuntansi pajak khususnya terkait perpajakan.
1.4 Tempat dan Waktu Kerja Praktek 1.4.1 Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek
Penulis melakukan kerja praktek di KPP Pratama Bojonagara Bandung,
Jalan Terusan Prof. Dr. Sutami No. 2 Bandung. Sejak tanggal 27 Juli sampai
dengan 31 Agustus.
1.4.2 Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek
Dengan jam kerja dimulai dari hari senin sampai jumat pukul 08.00
Tabel 1.2
Aktivitas Kerja Praktek
No. Aktivitas Hari Waktu Penempatan
1 Kerja
NO KEGIATAN Agustus 2015
1. Pengenalan Lingkungan Kantor I II III IV V
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Bandung Bojonagara
Penerapan pajak di Indonesia sebenarnya sudah diterapkan sejak jaman
kolonial Belanda. Pemungutan pajak di masa itu dilakukan oleh lembaga yang dibentuk pemerintahan kolonial yang bernama “De Inspective Finantien”.
Lembaga ini bertugas mengenai pemungutan pajak rakyat berdasarkan
undang-undang Belanda.
Gedung Inspeksi Keuangan yang berada di Gedung Merdeka selanjutnya
di pindahkan ke Soreang Bandung Selatan. Perpindahan Gedung Inspeksi
Keuangan ini merupakan akibat dari terjadinya agresi militer Belanda pada 1947,
saat itu Belanda menguasai daerah sebelah utara Bandung yang garis batasnya
adalah rel kereta api yang memanjang dari barat ke timur kota Bandung.
Belanda berhasil menguasai Kantor Keuangan sehingga dipindahkan ke
gedung yang kini dikenal menajdi RS Immanuel. Saat pasukan Indonesia mundur
ke selatan, personil administrasi Kantor Inspeksi Keuangan tersebut dipindahkan
lagi ke Tasikmalaya. Pada masa inilah akhirnya terjadi dualisme aliran pajak :
1. Kelompok Cooperative, dimana kelompok ini mau bekerjasama dengan
2. Kelompok Non Cooperative, yaitu kelompok yang sama sekali tidak mau
bekerjasasma degan pihak Belanda sehingga mengungsikan diri ke
Tasikmalaya.
Pada 17 Desember 1975 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
akhirnya Inspeksi Keuangan Belanda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bandung.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
141/KMK.0181979 tanggal 6 April 1979, Inspeksi Pajak Bandung dipecah
menjadi 2 terhitung mulai 1 Januari 1980, yaitu :
1) Inspeksi Pajak Bandung Timur, beralamat di Jl. Asia Afrika nomor 114
Bandung
2) Inspeksi Pajak Bandung Barat, beralamat di Jalan Purnawarman nomor 21
Bandung yang kemudian pindah lagi ke Jalan Soekarno Hatta pada 1 Januari
1981.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 94/KMK.01/1994
tanggal 29 Maret 1994 terjadi reorganisasi pada Dirjen Pajak dimana 4 Kantor
Pajak di kota dipecah menjadi 5 Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
a. KPP Cimahi meliputi Kota Administrasi Cimahi dan Kabupaten Bandung dan
berkantor di Jalan Raya Barat Nomor 576 Cimahi.
b. KPP Bandung Tegallega, meliputi daerah pemerintahan wilayah (kewedanan
Tegallega) dan berkantor di Jalan Soekarno Hatta Bandung.
c. KPP Bandung Cibeuying, meliputi daerah pemerintahan wilayah cibeuying,
d. KPP Bandung Karees meliputi daerah pemerintahan wilayah Karees dan
Kabupaten Sumedang.
e. KPP Bandung Bojonegara, meliputi pemerintahan wilayah Bojonagara dan
berkantor untuk sementara di Jalan Cipaganti Bandung.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK/01/2006
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak,
pada akhir tahun 2008 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh jajaran
Direktorat Jenderal Pajak terdiri atas tiga jenis, yaitu:
1. KPP Wajib Pajak Besar yang terdiri atas KPP Wajib Pajak Besar Satu, KPP
Wajib Pajak Besar Dua, dan KPP Badan Usaha Milik Negara.
2. KPP Madya yang terdiri atas KPP Penanaman Modal Aasing, KPP
Perusahaan Masuk Bursa, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Madya Medan,
KPP Madya Palembang, KPP Madya Pekanbaru, KPP Madya Batam, KPP
Madya Tangerang, KPP Madya Bekasi, KPP Madya Jakart Pusat, KPP
Madya Jakarta Barat, KPP Madya Jakarta Selatan, KPP Madya Jakarta
Timur, KPP Madya Jakarta Utara, KPP Madya Bandung, KPP Madya
Semarang, KPP Madya Surabaya, KPP Madya Sioarjo, KPP Madya Malang,
KPP ,adya Balikpapan, KPP Madya Makassar, dan KPP Madya Denpasar.
3. KPP Pratama
KPP Pratama Bandung Bojonagara dibentuk Pada Akhir Tahun 2006 yang
beralamat di Jalan Asia Afrika No. 114 Bandung. Pada bulan Maret tahun
Pada tahun 2007 Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi dan
modernisasi pada tubuh lembaganya. Salah satunya selain dengan peningkatan
SDM ialah dengan melebur fungsi Kantor Pelayanan Pajak. Kantor Pemeriksa
Pajak Kantor Penyuluhan dan Kantor Pelayanan Pajk Bumi dan Bangunan
termasuk yang terjadi pada Kanwil DJP Jawa Barat I. Hasil peleburan ini
akhirnya membentuk 15 Kantor Pelyanan Pajak Pratama.
KPP Pratama Bandung Bojonagara merupakan salah satu diantara
pembentukan 15 KPP pada tahun 2007 tersebut. Sebelumnya saat masih bernama
KPP Bandung Bojonagara, Kantor Pelayanan Pajak ini pernah beralamat di jalan
Cipaganti No. 155-157 Bandung setelah kemudian berpindah ke Jalan Asia Afrika
No. 114 Bandung. Setelah modernisasi tersebut sebagaimana Kantor Pajak
lainnya, KPP Bandung Bojonagara berganti menjadi KPP Pratama Bandung
Bojonagara dan kini berlokasi di Jalan Ir. Sutami Bandung.
2.2 Struktur Organisasi
Struktur Organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis
mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab
pegawai masing-masing telah ditentukan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk
membina keharmonisan kerja agar perkerjaan dapat dilasaksanakan dengan baik,
teratur dan efisien. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dipimpin oleh seorang Kepala
Kantor yang bertugas melaksanakan kegiatan opersiaonal pelayanan perpajakan
sesuai dengan wilayah yang menjadi wewenangnya meliputi daerah tertentu.
Maret 1987, susunan organisasi pada struktur organisasi KPP berbentuk garis
lurus atau line tipe A.
Adapun struktur Organisasi pada Kantor Pajak Pratama Bandung Bojonagara
adalah sebagai berikut :
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonagara
2. Sub. Bagian Umum
3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I (WASKON 1)
4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II (WASKON 2)
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III (WASKON 3)
6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV (WASKON 4)
7. Account Representativ (AR)
8. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
9. Seksi Pelayanan
10.Seksi Pemeriksaan
11.Seksi Penagihan
12.Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
13.Kelompok Fungsional Pemeriksa
2.3 Deskripsi Jabatan
Uraian tugas dari struktur Organisasi KPP Pratama Bojonagara Bandung
tersebut diuraikan berikut ini:
1. Kepala Kantor
Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KP PBB,
mengkordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, pengawasan
Wajib di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah dan pajak tidak langsung lainnya, juga
Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (Pengelolaan BPHTB hingga akhir 2010) dalam wilayah
wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama bertugas melaksanakan :
a. Penyuluhan
b. Pelayanan
c. Pengawasan (pemeriksaan dan penagihan)
2. Sub. Bagian Umum
Bagian Umum mempunyai fungsi :
a. Pengurusan Kepegawaian;
b. Pengurusan Keuangan;
c. Tata Usaha;
d. Pengurusan Ruamh Tangga dan Perlengkapan.
Sub.Bagian Umum Terdiri dari :
a. Urusan kepegawaian, mempunyai tugas melakukan urusan
keuangan;
b. Urusan Rumah Tangga, mempunyai tugas melakukan urusan
3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib
pajak (PPh, PBB, BPHTB, dan Pajak Lainnya), himbauan kepada Wajib
Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak,
rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan
melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam
suatu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan
Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah
(Teritorial) tertentu.
4. Account Representative (AR)
AR adalah penghubung antara KPP dengan Wajib Pajak yang bertanggung
jawab untuk menyamapaikan informasi perpajakan secara efektif dan
profesional. Mereka terlatih untuk memberikan respon yang efektif atas
pertanyaan dan permasalahan yang diajukan Wajib Pajak sesegera mugkin.
AR juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa Wajib Pajak
memperoleh hak-haknya secara transparan. AR memiliki pemahaman
tentang bisnis serta kebutuhan Wajib Pajak dalam hubungannya dengan
kewajiban perpajakan. Untuk itu AR secara berkala mendapatkan pendidikan
dan pelatihan dari berbagai nara sumber. Tugas AR antara lain :
a. Menyusun estimasi penerimaan pajak
b. Membuat surat teguran untuk wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT)
d. Menginventarisasi SPPT yang tidak/belum dibayar setelah tanggal jatuh
tempo dan membuat Nota Penghitungan dalam rangka penerbitan STP PBB
e. Meneliti data pembayaran BPHTB dan membuat Nota Penghitungan dalam
rangja penerbitan Surat Tagihan BPHTB
f. Meneliti dan membuat konsep uraian penelitian pembetulan ketetapan pajak
g. Meneliti hasil keluaran berupa DHR, SPPT, DHKP, dan STTS
h. Melakukan penelitian Wajib Pajak/PKP yang beralamat fiktif atau
menerbitkan Faktur Pajak fiktif dan membuat laporan atas kebenaran
informasi tersebut
i. Melakukan penelitian kepatuhan dan membuat usulan Wajib Pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
j. Mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan atau
peraturan di bidang perpajakan dan memberikan bimbingan kepada wajib
pajak
k. Mencari, mernerima atau mengumpulkan data atau informasi yang
berhubungan dengan pembuatan/pemutakhir profil Wajib Pajak
l. Melakukan kunjungan dalam rangka pengawasan dan pemuktahiran data
wajib pajak
m. Secara periodik membandingkan dan menganalisa data yang diperoleh KPP
dari alat keterangan dan sumber lainnya dengan data yang tercantum dalam
SPT wajib pajak serta membandingkan kecocokan data antar SPT serta
pembayaran pajak apabila ditemukan kemungkinan adanya potensi pajak
yang belum dilaporkan dan dibayar
n. Menginventarisasi wajib pajak yang diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan
5. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai fungsi :
a. Pengumpulan dan pengolahan data;
b. Penyajian Informasi;
c. Penggalian potensi pajak;
6. Seksi Pelayanan
Kepala Seksi Pelayanan Informasi bertugas melaksanakan :
a. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan
b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan
c. Penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya
d. Penyuluhan perpajakan
e. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak
f. Kerjasama perpajakan
7. Seksi Pemeriksaan
Mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan,
pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penertiban dan penyaluran
Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta Administrasi Pemeriksaan Perpajakan
Lainnya.
8. Seksi Penagihan
a. Penatausahaan piutang pajak;
b. Penyiapan surat teguran dan pengurusan penagihan pajak.
c. Kepala Seksi Ekstensifikasi
9. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Membantu Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penatausahaan penagamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek
pajka, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
10.Kelompok Jabatan Fungsional
Pejabat fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat
Fungsional Penilaian yang mempunyai fungsi :
a. Pejabat Fungsional Pemeriksa :
Berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan
b. Pejabat Fungsional Penilai :
Berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi
2.4 Aspek Kegiatan Perusahaan
1. Penerimaan SPT Tahunan
Untuk memberikan kemudahan kepada para wajib pajak menyerahkan SPT
Tahunan, KPP Pratama Bojonagara menyelenggarakan Drop Box yang
tersebar di pusat-pusat perbelanjaan seperti Paris Pan Java Mall, Bandung
Trade Center, Istana Plaza dan Pasar Baru Trade Center. Kegiatan Drop Box
terdapat 2 petugas yang bertugas menerima SPT Tahunan Wajib Pajak dan
membantu Wajib Pajak mengisi SPT Tahunannya.
2. Penyuluhan Perpajakan
KPP Pratama Bandung Bojonagara menyelenggarakan penyuluhan
perpajakan kepada wajib pajak mengenai segala sesuatu yang berkaitan
dengan perpajakan. Penyuluhan yang dilakukan juga dalam rangka
memenuhi undangan dari para Wajib Pajak untuk melaksanakan
penyuluhan di lingkungan Wajib Pajak. Penyuluhan tersebut meliputi
kunjungan ke alamat Waib Pajak, penyuluhan dilaksanakan di KPP
Pratama Bandung Bojonagara, serta pembagian leflet dan selebaran
perpajakan di pusat keramaian. Materi penyuluhan yang disampaikan dari
peraturan perpajakan terbaru, pemberian NPWP pada karyawan serta
pengisian SPT Tahunan.
3. Sensus Pajak Nasional
Menyadari masih rendahnya peran aktif masyarakat untuk turut
berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan nasional mendorong
Direktorat Jenderal Pajak untuk meluncurkan agenda nasional Sensus
Penduduk Nasional (SPN), SPN yng digulirkan pada akhir tahun 2011 ini
adalah merupakan kegiatan pengumpulan data mengenal kewajiban
perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan cara mendatangi
subyek sensus, baik orang pribadi ataupun badan usaha di seluruh wilayah
akan meningkat, semakin besar penerimaan negara maka akan semakain
BAB III
PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
3.1 Landasan Teori 3.1.1 Definisi Prosedur
Prosedur (procedure) didefinisikan oleh Lilis Puspitawati dan Sri Dewi
Anggadini (2011:23) dalam buku yang berjudul “Sistem Informasi Akuntansi” adalah “Serangkaian langkah/kegiatan klerikal yang tersusun secara sistematis
berdasarkan urutan-urutan yang terperinci dan harus diikuti untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan”. Menurut Mulyadi (2010:5) dalam bukunya
yang berjudul “Sistem Akuntansi” adalah “Prosedur adalah urutan kegiatan
klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih,
yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang”.
Dari beberapa definisi diatas dapat dikatakan prosedur adalah Urutan
kegiatan yang tersusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu
permasalahan.
3.1.2 Definisi Penyitaan
Penyitaan adalah tindakan hukum dalam proses penyidikan yang
dilakukan oleh penyidik untuk menguasai secara hukum atas suatu barang, baik
barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang diduga terkait erat dengan
tindak pidana yang sedang terjadi (Hartono, 2010:182). Penyitaan dalam Pasal 1
mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda
bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.”
Dari beberapa definisi diatas dapat dikatakan Penyitaan adalah Tindakan
hukum yang dilakukan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan barang
bergerak atau tidak bergerak yang berkaitan untuk kepentingan penyidikan.
3.1.3 Definisi Dasar Utang
Menurut Kasmir (2012:128) , ketidakmampuan perusahaan membayar
kewajibannya terutama jangka pendek (yang sudah jatuh tempo) disebabkan oleh
berbagai faktor, yaitu:
1. Bisa dikarenakan memang perusahaan sedang tidak memiliki dana sama
sekali, atau
2. Bisa mungkin saja perusahaan memiliki dana, namun saat jatuh tempo
perusahaan tidak memiliki dana (tidak cukup dana secara tunai sehingga
harus menunggu dalam waktu tertentu, untuk mencairkan aktiva lainnya
seperti menagih piutang, menjual surat-surat berharga, atau menjual
sediaan atau aktiva lainnya). Menurut Fred Weston (2012:129) adalah
rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
(utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, maka akan
mampu memenuhi utang (membayar) tersebut terutama utang yang sudah
Dari beberapa definsi diatas dapat dikatakan Dasar Utang adalah
Perusahaan sedang tidak memiliki dana atau dana tersebut tidak mencukupi pada
saat jatuh tempo pembayaran.
3.1.4 Definisi Kekayaan
Kekayaan dapat dikatakan sebagai harta/aset/aktiva. Menurut Ikatan Akuntansi
Indonesia dalam buku Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (ETAP) (2010:68) bahwa yang dimaksud dengan aktiva tetap adalah “Aktiva Tetap adalah
aset berwujud yang :
1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau
jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain atau untuk tujuan administrative
dan
2. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2012:1) aset tetap adalah aset berwujud
yang dimiliki untuk disediakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa
untuk direntalkan kepada pihak lain atau untuk tujuan yang administratif dan
diperkirakan untuk digunakan lebih dari satu periode.
Dari beberapa definisi diatas dapat dikatakan kekayaan atau aset tetap
adalah Aset berwujud yang digunakan untuk penyediaan barang atau jasa yang
diperkirakan digunakan lebih dari satu periode.
Melakukan penyitaan adalah pejabat yang berwenang untuk mengangkat
dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Teguran, Surat Perintah
Penagihan Seketika dan Sekaligus (SPPSS), Surat Paksa (SP), 10 Surat Perintah
Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan
(SPP), dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan
penanggung tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang
undang dan peraturan daerah.
Kewenangan Jurusita Pajak Dalam Melakukan Penyitaan Menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Menteri Keuangan cq. Direktorat
Jenderal Pajak berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat. Pejabat
tersebut juga mempunyai kewenangan untuk:
a. Mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak
b. Menerbitkan :
1. Surat Perintah Penagihan seketika dan Sekaligus;
2. Surat Paksa;
3. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
4. Surat Perintah Penyanderaan;
5. Surat Pencabutan Sita;
6. Pengumuman dan Pembatalan Lelang;
7. Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.
Jurusita Pajak melaksanakan tugasnya merupakan pelaksanaan eksekusi
dari putusan yang sama kedudukannya dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, untuk dapat diangkat sebagai
Jurusita Pajak, harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh
atau yang sederajat serta telah mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus Jurusita
Pajak. Jurusita Pajak bertugas :
a. melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
b. memberitahukan Surat Paksa;
c. melaksanakan penyitaan atas barang Penangung Pajak berdasarkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
d. melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan
kartu tanda pengenal dan harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak. Dalam
melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa
semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk
menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat
tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat
penyimpanan objek sita. Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak dapat
meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian yang membidangi hukum
dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat, Badan Pertanahan
Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau
pihak lain. Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan
Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila :
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau
b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan,
atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan
usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau
melakukan perubahan bentuk lainnya;
a) Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
b) Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda tanda kepailitan.
Dasar hukum pelaksanaan penyitaan/penyenderaan terhadap barang wajib pajak
sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan
UndangUndang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa :
3. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara
4. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor 137 Tahun 2000 Tentang Tempat dan
Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak dan
Pemberian Ganti Rugi dalam Rangka Penagihan dengan Surat Paksa.
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK 04/2000 Tentang
Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang
tersimpan pada Bank dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa.
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 Tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah di ubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan
Kementerian Keuangan Tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan
dan Pemberitahuan Jurusita Pajak.
Terhadap penanggung pajak Badan, penyitaan dapat dilaksanakan atas
barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang,
penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan,
di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain. Penyitaan dilaksanakan dengan
11 mendahulukan barang bergerak kecuali dalam keadaan tertentu dapat
dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak.
3.2 Hasil Pelaksanaan Dan Pembahasan Kerja Praktek 3.2.1 Hasil Pelaksanaan Kerja praktek
3.2.1.1 Prosedur Penyitaan Harta Kekayaan Wajib Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, yaitu Juru Sita Pajak
dapat melakukan penyitaan apabila dalam waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa
utang pajaknya. Penyitaan dilakukan oleh Juru Sita Pajak berdasarkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh Pejabat. Penyitaan
dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
(dua) orang saksi yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Juru Sita
Pajak dan dapat dipercayai. Dalam melaksanakan penyitaan Juru Sita pajak harus
memperlihatkan kartu tanda pengenal, memperlihatkan SPMP dan
memberitahukan maksud dan tujuan penyitaaan. Setiap melaksanakan penyitaan
Juru Sita Pajak harus membuat berita acara pelaksanaan sita. Apabila wajib pajak
menolak untuk memnandatangani berita acara pelaksanaan penyitaan, maka juru
sita pajak harus mencantumkan penolakan tersebut. Penyitaan tetap dapat
dilaksanakan walaupun waib pajak tidak hadir dalam penyitaan tersebut.
3.2.1.2 Hambatan Atas Penyitaan Harta Kekayaan Wajib Pajak
Berikut ini adalah hambatan yang dihadapi Jurusita Pajak dalam
melakukan penelusuran harta kekayaan Penanggung Pajak antara lain:
1. Banyaknya Wajib Pajak yang tidak mengetahui asal-usul tagihan sampai
adanya sita.
2. Kurangnya jumlah Juru Sita pajak yang ada mengakibatkan penagihan tidak
dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
3.2.1.3 Upaya Yang dilakukan Atas Penyitaan Harta Kekayaan Wajib Pajak Berikut ini adalah upaya yang dilakukan oleh KPP terkait dengan
1. Petugas menyerahkan bukti tagihan pajak agar wajib pajak mengerti
dengan jelas dan mengetahui asal-usul tagihan yang dibebankan untuk
kemudian memikirkan pelunasan.
2. Pengusulan merekrut karyawan atau karyawati menjadi Juru Sita dengan
melalui awal seleksi yang ketat apakah yang bersangkutan mempunyai
bakat agar nantinya dapat dihasilkan Juru Sita yang bertanggung jawab
dan bernyali serta mental dan nyali yang besar.
3.2.2 Pembahasan Kerja Praktek
3.2.2.1 Analisis Prosedur Atas Penyitaan Harta Kekayaan Wajib Pajak Prosedur pelaksanaan di KPP Pratama Bojonagara sudah sesuai dengan
Undang-undang Nomer 19 Tahun 2000 Pertama petugas membuat Surat Teguran
yang dikirim pada Wajib Pajak, jika Wajib Pajak yang telat membayarkan utang
pajaknya atau melewati batas jatuh tempo yaitu 2 x 24 jam dikeluarkan Surat
Paksa. Kemudian apabila Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya
setelah diterbitkan Surat Paksa dan jika belum melunasinya juga barulah
dikeluarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan dan langsung membuat Berita
Acara pelaksanaan penyitaan.
3.2.2.2 Analisis Hambatan Dalam Melakukan Prosedur Penyitaan Harta Kekayaan Wajib Pajak
Sampai saat ini masih banyak Wajib Pajak yang masih belum memahami
ketentuan perpajakan. Sebagi contoh masih banyak Wajib Pajak yang belum
memahami maksud dikeluarkannya Surat Teguran dan SPMP. Kemudian
dengan jumlah SKP yang dikeluarkan dan penagihan tidak dapat dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
3.2.2.3 Analisis Upaya Yang Dilakukan Perusahaan Untuk Mengatasi Hambatan Penyitaan Atas Harta Kekayaan Wajib Pajak
Upaya yang telah dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Bojonagara
terkait dengan Pengetahuan Wajib Pajak tentang Perpajakan dilakukan Sosialisasi
peraturan perpajakan khususnya yang berhubungan dengan penagihan pajak baik
kepada Wajib Pajak atau kepada instansi terkait, melalui penyuluhan secara
langsung kepada mereka. Harus dihindari rekrutmen secara asal tunjuk dengan
cara menjurusitakan para petugas yang sebenarnya tidak mampu untuk
menentukan kemampuan calon Juru Sita Pajak hendaknya dilihat apakah ia
mempunyai bakat, keuletan, mental, nyali dan tanggung jawab dan kemampuan
4.1 Kesimpulan
1. Prosedur pelaksanaan Penyitaan di KPP Pratama Bojonagara sudah
sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan yaitu undang-undang
Nomer 19 Tahun 2000, yaitu dimulai dengan diterbitkannya Surat
Teguran kepada Wajib pajak dengan jatuh tempo 21 hari jika belum
juga melunasi hutang pajak maka dikeluarkan Surat Paksa. Setelah
lewat waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan tetapi Wajib
Pajak belum juga melunasi maka diterbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan. Tindakan pelaksanaan penyitaan sampai
lelang jarang sekali terjadi karena sebagian Wajib Pajak segera
membayarkan tunggakan pajaknya. Jadi prosedur penyitaan ini dapat
meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk segera melunasi
tunggakannya sebelum dilakukan penyitaan.
2. Dalam pelaksanaan penyitaan kekayaan Wajib Pajak terdapat beberapa
hambatan seperti kurangnya personil Juru Sita karena jika sampai
kekurangan Juru Sita dalam pelaksanaan penyitaan maka tidak dapat
melakukan tugas sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Namun
masih ada saja Wajib Pajak yang tidak mau bekerja sama dengan baik
kepada petugas penagihan pajak karena jika dapat bekerja sama
kemudian melakukan penyuluhan secara langsung kepada para Wajib
Pajak. Kemudian jangan asal memilih untuk merekrut Juru Sita karena
menjadi seorang Juru Sita harus mempunyai tanggung jawab dan
keberanian yang tinggi bila tidak maka dalam hal penyitaan banyak
terdapat kesalahan menyita barang Wajib Pajak.
4.2 Saran
1. Sebaiknya dari pihak KPP menambahkan personil Juru Sita lebih
banyak karena sangat dibutuhkan untuk melakukan penyitaan terhadap
Wajib Pajak.
2. Dibutuhkan kerja sama yang baik antara Wajib Pajak dan petugas
pajak untuk mengetahui asal-usul tagihan Wajib Pajak agar satu sama
lain tidak terjadi kesalahpahaman.
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Dalam menempuh jenjang S1
Program Studi Akuntansi
Disusun Oleh :
NAMA : Kartika Novitasari
NIM : 21112023
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Kerja Praktek ... 1
1.2. Tujuan Kerja Praktek ... 5
1.3. Kegunaan Kerja Praktek ... 5
1.3.1. Kegunaan Praktis ... 5
1.3.2. Kegunaan Akademis ... 6
1.4. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek ... 6
1.4.1. Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek ... 6
1.4.2. Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek ... 6
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 8
2.4. Aspek Kegiatan Perusahaan KPP Pratama Bojonagara ... 17
BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK ... 20
3.1. Landasan Teori ... 20
3.1.1. Definisi Prosedur ... 20
3.1.2. Definisi Penyitaan ... 20
3.1.3. Definisi Dasar Utang ... 21
3.1.4. Definisi Kekayaan ... 22
3.2. Hasil Pelaksanaan dan Pembahasan Kerja Praktek ... 26
3.2.1. Hasil Pelaksanaan Kerja Praktek ... 26
3.2.2. Pembahasan Kerja Praktek ... 28
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
4.1. Kesimpulan ... 30
4.2. Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 33
DAFTAR PUSTAKA
Siti,Kurnia Rahayu, 2009, Perpajakan Indonesia, Bandung
Mardiasmo, 2008, Perpajakan, Yogyakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK 03/2008 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Lilis,Puspitawati dan Sri Dewi, Anggadini.2011. Sistem Informasi Akuntansi ed.1. Yogyakarta, Graha Ilmu.
2011. Perpajakan. Edisi Revisi 2011. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Suandy, Early. 2011. Hukum Pajak ed 5. Jakarta, Selemba Empat.
Sumarsan, Thomas. 2010. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Indeks.
Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Kartika Novitasari
Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 10 November 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Taman Jomin Estate
Blok B3/22, Cikampek Kabupaten Karawang
Telp/HP : 081214556705
Email : novitasarikartika@yahoo.co.id
Status : Mahasiswi
Umur : 22 Tahun
Tinggi/Berat Badan : 165 cm/52kg
Golongan Darah : O
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL Tahun 2000 s/d 2006 : SD 4 Juanda Cikampek
Tahun 2006 s/d 2009 : SMP Pupuk Kujang Cikampek Tahun 2009 s/d 2012 : SMAN 1 Cikampek
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN NONFORMAL 2014 : Kursus Pajak (Brevet A dan B Terpadu)
KULIAH KERJA PRAKTEK
Tempat : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonagara Bandung
Periode : 27 Juli 2015 – 31 Agustus 2015
Tujuan : Persyaratan Kelulusan Mata Kuliah Kerja Praktek
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
tak lupa kepada keluarga, sahabat, beserta seluruh umatnya hingga akhir zaman. Atas izin
Allah penulis dapat menyelesaiakan penyusunan Laporan Kerja Praktek yang berjudul
“Prosedur Penyitaan Harta Kekayaan Wajib Pajak Atas Dasar Utang Pajak Pada
Kantor Pelayanan Pajak Bojonagara Bandung”. Laporan ini disusun sebagai salah satu
syarat dalam mata kuliah Kerja Praktek.
Penulis menyadari dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek ini masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman penulis. Namun penulis berharap Laporan Kerja Paktek ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pihak lain yang memerlukan referensi terkait
bidang kajian yang dibahas oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa adanya
bimbingan, dorongan, nasehat, doa, dan bantuan dari berbagai pihak yang terkait, oleh karena
itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer
Indonesia.
2. Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec.Lic., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
4. Segenap staff dosen Fakultas Ekonomi khususnya Program Studi Akuntansi dan
staff Sekretariat Program Studi Akuntansi yang telah banyak membantu, serta
memberikan masukan dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek ini.
5. Segenap pimpinan dan staff pada kantor pelayanan pajak Bojonagara yang telah
memberikan waktu, tenaga, dan bantuannya kepada penulis dalam menyusun
Laporan Kerja Praktek ini.
6. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan bantuan baik materi maupun doa,
serta dukungan atas setiap langkah yang diambil sehingga penulis bersemangat
dalam menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dari semua pihak yang tersebut di atas
serta pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam menyusun Laporan Kerja
Praktek ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandung, 2015
Penulis,