PENGARUH KOMPOSISI CuO TERHADAP PENYERAP GELOMBANG
MIKRO PADA PEMBUATAN MAGNET BARIUM HEKSAFERIT
(BaFe12-xCuxO19)
SKRIPSI
SERI DERMAYU SIREGAR
090801023
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH KOMPOSISI CuO TERHADAP PENYERAP GELOMBANG MIKRO PADA PEMBUATAN MAGNET BARIUM HEKSAFERIT
(BaFe12-xCuxO19)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
SERI DERMAYU SIREGAR 090801023
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH KOMPOSISI CuO TERHADAP PENYERAP GELOMBANG MIKRO PADA PEMBUATAN MAGNET BARIUM HEKSAFERIT (BaFe12-xCuxO19)
Kategori : SKRIPSI
Nama : SERI DERMAYU SIREGAR
Nomor Induk Mahasiswa : 0980801023
Program Studi :SARJANA (S-1) FISIKA
Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juli 2013
Komisis Pembimbing
Pembimbing II, Pembimbing I,
Dr. Diana Alemin Barus, M.Sc Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc NIP. 196607291992032002 NIP. 196506171993031003
Deketahui
Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PENGARUH KOMPOSISI CuO TERHADAP PENYERAP GELOMBANG MIKRO PADA PEMBUATAN MAGNET BARIUM HEKSAFERIT (BaFe12-xCuxO19)
SKRIPSI
Saya mengetahui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disenutkan sumbernya.
Medan, Juli 2013
SERI DERMAYU SIREGAR
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Penyayang atas Rahmat, kekuatan dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi penelitian yang berjudul “PENGARUH KOMPOSISI CuO TERHADAP PENYERAP
GELOMBANG MIKRO PADA PEMBUATAN MAGNET BARIUM HEKSAFERIT (BaFe12-xCuxO19)”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu :
1. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis.
2. Ibu Dr. Diana Alemin Barus, M.Sc selaku dosen pembimbing dua yang telah bersedia
membantu membimbing penulis.
3. Bapak Prof. Perdamean Sebayang, M.Si selaku dosen pembimbing lapangan yang telah
bersedia membantu membimbing penulis.
4. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang dan Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc, selaku ketua
dan seketaris departeman Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam
Universitas Sumatra Utara.
5. Seluruh staf dosen departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara.
6. Ibunda Rawiyah Sitompul dan Ayahanda Kamaruddin Siregar yang telah mendukung
penulis baik doa, semangat maupun materil.
7. Saudara kandungku, terima Kasih atas doa dan semangat yang telah diberikan.
8. Kak Yuspa, Kak Tini, dan Bang Jo yang selalu mempermudah segala urusan di
departemen Fisika
9. Sahabat-sahabatku (Cindi , Desi, Fitri, Hilda, Isma, Salli dan Wini) yang selalu membantu
10.Buat teman-teman asisten LIDA( kak Masthura, kak Mora, bang Ikhsan, bang Hilman, kak
Pepi, adik-adik dan staff serta kepala laboratorium LIDA) terima Kasih banyak karena
memberi motovasi dan penghibur hati ketika waktu-waktu kritis dalam penulisan skripsi.
11.Buat Pegawai LIPI (pak Lukman, pak Boiran, Pak Ahmad, Pak Faqih, pak Deni, pak
Candra, bu Ayu dll), terima kasih karena telah banyak membantu saya dalam pembuatan
sampel.
12.Buat teman-teman peneliti di LIPI (Asri, Aay, Teddy dan bang Nana ), terima kasih karena
sudah memberikan masukan-masukan yang bermanfaat.
13.Buat Ibunda Neneng dan kak Lina, terima kasih banyak karena telah menjadi keluarga
yang baik ketika peniliti melakukan penelitian di LIPI.
14.Buat saudara-saudara UKMI AL-FALAK, terima kasih atas doa dan semangat yang
diberikan.
15.Buat saudara Al-Amili ( Fika Khairani dan Kharismayanti), terima kasih karena telah
menemani hari-hari peneliti.
PENGARUH KOMPOSISI CuO TERHADAP PENYERAP GELOMBANG MIKRO PADA PEMBUATAN MAGNET BARIUM HEKSAFERIT
(BaFe12-xCuxO19)
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan magnet permanen Barium M-Heksaferit yang didoping ion Cu dengan formula BaFe12-x Cux O19, dimana (x = 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 1, 2, 3 dan 4 % mol).
Proses preparasi bahan baku mulai dari pencampuran dan penggilingan Barium Karbonat (BaCO3), Hematit (Fe2O3) dan Tembaga Oksida (CuO) dengan cara wet milling dalam media
aquades selama 20 jam. Bahan kemudian dikeringkan pada temperatur 1000C selama 24 jam, dikalsinasi pada temperatur 10000C dengan menggunakan tungku listrik selama 2 jam. Selanjutnya serbuk tersebut digerus hingga 400 mesh (38 µm). Sintering menggunakan tungku listrik Thermolyn temperatur 11000C. Karakterisasi yang diuji meliputi SEM/EDX, Sifat fisis (densitas dan porositas dengan metode Archimedes), sifat magnet dengan menggunakan permagraph, struktur kristal dengan XRD dan sifat penyerap gelombang mikro dengan VNA. Analisis unsur pada pengujian SEM/EDX menunjukkan bahwa unsur Fe memiliki %wt terbesar (52,61%). Dan pada sampel tersebut terdeteksi adanya unsur Al sebagai pengotor. Dari kurva histerisis dapat diketahui nilai magnet BaFe12-x Cux O19 yang telah dibuat menghasilkan bulk
density sekitar 3,8 – 5,2 g/cm3, porositas 1,6 – 10,7 %, kuat magnet 43,36 – 100,42 G, induksi remanen magnetic (Br) 20 – 320 G, koercivitas (HcJ) 1, 07 – 9,22 kOe dan enenrgi produksi (BH)maks 0,05 – 0,92 kGOe. Pengaruh doping ion Cu cenderung meningkatkan nilai densitas, menurunkan porositas, dan meningkatkan sifat magnetnya. Nilai reflection loss optimum adalah -18 dB pada frekuensi 8 GHz.
Kata Kunci : Magnet Permanen, BaFe12-x Cux O19, Kalsinasi, Sintering, Densitas, Porositas, BH
EFFECT THE COMPOTITION OF THE CuO ABSORBER OF MICROWAVES ON MANUFACTURING BARIUM HEXAFERRITE
(BaFe12-xCuxO19)
ABSTRACT
Permanent magnet of Barium M-Heksaferit doped by Cu ions were synthetized with formula
BaFe12-x Cux O19, where (x = 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 1, 2, 3 and 4% mol). Preparation process
of raw materials ranging from mixing and milling Barium Carbonate (BaCO3), Hematite (Fe2O3)
and copper oxide (CuO) by wet milling in distilled water medium have done during 20 hours. Material was then dried at a temperature of 1000C for 24 h, calcined at a temperature of 10000C by using electric furnace for 2 hours. The crystallinite size was determined to be 400 mesh (38 µm). Sintering process was carried out by electric furnace Thermolyn at temperature 11000C. Characterization include SEM / EDX, physical properties (density and porosity by Archimedes method), using permagraph magnetic properties, crystal structure by XRD and microwave absorbing properties of the VNA. Elemental analysis on testing SEM / EDX showed that Fe element has the greatest wt% (52.61%). And on the sample detected the element Al as an impurity. The hysteresis curve can be seen the value of magnetic BaFe12-x Cux O19 who have
made bulk density produces approximately 3.8 to 5.2 g/cm3, porosity of 1.6 to 10.7%, a strong magnet from 43.36 to 100.42 G , remanent magnetic induction (Br) 20-320 G, koercivitas (HcJ) 1, 07 to 9.22 kOe and enenrgi production (BH) max from 0.05 to 0.92 kGOe. Effect of Cu doping tends to increase the value of density, lower porosity, and improve the magnetic properties. The optimum value of reflection loss is -18 dB at a frequency of 8 GHz.
Keywords: Permanent Magnet, BaFe12-x Cux O19, calcination, sintering, density, porosity, BH
DAFTAR ISI
2.4. Karakterisasi Material Magnet Permanen Barium Heksaferit …… 14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kurva histerisis magnet lunak (soft magnetic)………10
Gambar 2.2 Kurva histerisis magnet keras (hard magnetic)………11
Gambar 2.3 Penampang tabung rongen sinar-X………...17
Gambar 2.4 Spektrum dari atom target anoda Cu tabung sinar-X………17
Gambar 2.5 Skema geometri difraktometer………..18
Gambar 2.6 Transmisi (T) dan refleksi (ᴦ)………19
Gambar 4.1 Kurva DTA dari BaFe(12-x)Cu(x)O19………31
Gambar 4.2 Hasil XRD magnet barium heksaferit yang disubstitusi dengan bahan tembaga oksida(CuO)………32
Gambar 4.3 Morfologi BaFe(12-x)Cu(x)O19………..33
Gambar 4.4 Komposisi unsur pada BaFe(12-x)Cu(x)O19 dengan SEM/EDX………34
Gambar 4.5 Hubungan antara densitas sebelum dan setelah disinter terhadap komposisi Cu(dalam %mol)………...36
Gambar 4.6 Hubungan antara porositas terhadap komposisi Cu, x=0,1 – 0,6 (dalam %mol)…38 Gambar 4.7 Hubungan antara porositas terhadap komposisi Cu, x=1 – 4 (dalam %mol)……..38
Gambar 4.8 Hasil permagraph dari magnet BaFe(12-x)Cu(x)O19 (a) x=0,2 (b) x=0,3…………...39
Gambar 4.9 Hubungan antar kuat medan magnet dan remanensi Br terhadap komposisi Cu (dalam %mol)……….40
Gambar 4.10 Hubungan antar energy produk maksimum (BHmax) dan koersivitas terhadap komposisi Cu (dalam %mol)………....41
DAFTAR TABEL
Halaman
Gambar 4.1 Persen massa komposisi unsur………34
Gambar 4.2 Nilai densitas dari magnet BaFe(12-x)Cu(x)O19 sebelum dan sesudah
disinter……….…35
Gambar 4.3 Nilai densitas dari magnet BaFe(12-x)Cu(x)O19 sesudah disinter ……..………...37
PENGARUH KOMPOSISI CuO TERHADAP PENYERAP GELOMBANG MIKRO PADA PEMBUATAN MAGNET BARIUM HEKSAFERIT
(BaFe12-xCuxO19)
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan magnet permanen Barium M-Heksaferit yang didoping ion Cu dengan formula BaFe12-x Cux O19, dimana (x = 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 1, 2, 3 dan 4 % mol).
Proses preparasi bahan baku mulai dari pencampuran dan penggilingan Barium Karbonat (BaCO3), Hematit (Fe2O3) dan Tembaga Oksida (CuO) dengan cara wet milling dalam media
aquades selama 20 jam. Bahan kemudian dikeringkan pada temperatur 1000C selama 24 jam, dikalsinasi pada temperatur 10000C dengan menggunakan tungku listrik selama 2 jam. Selanjutnya serbuk tersebut digerus hingga 400 mesh (38 µm). Sintering menggunakan tungku listrik Thermolyn temperatur 11000C. Karakterisasi yang diuji meliputi SEM/EDX, Sifat fisis (densitas dan porositas dengan metode Archimedes), sifat magnet dengan menggunakan permagraph, struktur kristal dengan XRD dan sifat penyerap gelombang mikro dengan VNA. Analisis unsur pada pengujian SEM/EDX menunjukkan bahwa unsur Fe memiliki %wt terbesar (52,61%). Dan pada sampel tersebut terdeteksi adanya unsur Al sebagai pengotor. Dari kurva histerisis dapat diketahui nilai magnet BaFe12-x Cux O19 yang telah dibuat menghasilkan bulk
density sekitar 3,8 – 5,2 g/cm3, porositas 1,6 – 10,7 %, kuat magnet 43,36 – 100,42 G, induksi remanen magnetic (Br) 20 – 320 G, koercivitas (HcJ) 1, 07 – 9,22 kOe dan enenrgi produksi (BH)maks 0,05 – 0,92 kGOe. Pengaruh doping ion Cu cenderung meningkatkan nilai densitas, menurunkan porositas, dan meningkatkan sifat magnetnya. Nilai reflection loss optimum adalah -18 dB pada frekuensi 8 GHz.
Kata Kunci : Magnet Permanen, BaFe12-x Cux O19, Kalsinasi, Sintering, Densitas, Porositas, BH
EFFECT THE COMPOTITION OF THE CuO ABSORBER OF MICROWAVES ON MANUFACTURING BARIUM HEXAFERRITE
(BaFe12-xCuxO19)
ABSTRACT
Permanent magnet of Barium M-Heksaferit doped by Cu ions were synthetized with formula
BaFe12-x Cux O19, where (x = 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 1, 2, 3 and 4% mol). Preparation process
of raw materials ranging from mixing and milling Barium Carbonate (BaCO3), Hematite (Fe2O3)
and copper oxide (CuO) by wet milling in distilled water medium have done during 20 hours. Material was then dried at a temperature of 1000C for 24 h, calcined at a temperature of 10000C by using electric furnace for 2 hours. The crystallinite size was determined to be 400 mesh (38 µm). Sintering process was carried out by electric furnace Thermolyn at temperature 11000C. Characterization include SEM / EDX, physical properties (density and porosity by Archimedes method), using permagraph magnetic properties, crystal structure by XRD and microwave absorbing properties of the VNA. Elemental analysis on testing SEM / EDX showed that Fe element has the greatest wt% (52.61%). And on the sample detected the element Al as an impurity. The hysteresis curve can be seen the value of magnetic BaFe12-x Cux O19 who have
made bulk density produces approximately 3.8 to 5.2 g/cm3, porosity of 1.6 to 10.7%, a strong magnet from 43.36 to 100.42 G , remanent magnetic induction (Br) 20-320 G, koercivitas (HcJ) 1, 07 to 9.22 kOe and enenrgi production (BH) max from 0.05 to 0.92 kGOe. Effect of Cu doping tends to increase the value of density, lower porosity, and improve the magnetic properties. The optimum value of reflection loss is -18 dB at a frequency of 8 GHz.
Keywords: Permanent Magnet, BaFe12-x Cux O19, calcination, sintering, density, porosity, BH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan magnet permanen telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang, misalnya
magnetic recording media . penggunaan gelombang elektromagnetik telah meluas
diberbagai bidang antara lain telekomunikasi, militer maupun sipil. Pesatnya peningkatan
serta kecenderungan pergesaran frekuensi ke ranah Gigahertz (GHz) menjadikan material
penyerap gelombang (microwave absorber) sebagai topik penting. Pengembangan
material penyerap gelombang terpusat pada dua hal yakni sebagai penangkal interferensi
gelombang elektromagnetik (Electromagnetic Interference/EMI) dan sebagai Radar
Absorbing Material (RAMs).(Mashuri, 2012)
Ferit berbasis bahan magnetik, terutama BaFe O dan SrFe O adalah bahan awal yang
paling banyak digunakan sebagai magnet permanen. Hal tersebut disebabkan karena
kedua bahan tersebut memiliki stabilitas kimia yang sangat baik dan relatif murah untuk
diproduksi (Mangquan Liu, 2011).
Sifat magnetik, terutama koersivitas pada magnet permanen, sangat tergantung pada
ukuran butir. Bahan koersivitas tinggi memiliki kristalit lebih kecil dari domain magnetik
(sekitar 1µm). Untuk pengolahan bahan-bahan tersebut beberapa metode telah
dikembangkan, diantaranya: kristalisasi dari kaca, mekano-kimia, metalurgi serbuk
(mechanical alloying) dan mekanik paduan. Pada metoda paduan mekanik, bahan yang
digunakan adalah serbuk Fe2O3 dan BaCO3. Proses ini terdiri dari dua tahap yaitu
Penggilingan ini dilakukan didalam air, yang memungkinkan mendapatkan distribusi
homogen dari ukuran partikel dan melindungi bubuk dari aglomerasi dan adhesi(Arie
Fiandimas, 1978).
Distribusi homogen dari partikel serbuk setelah penggilingan (milling) merupakan
faktor penting yang mempengaruhi proses ferritization dan sifat magnetik setelah
dimagnetisasi.
Penambahan bahan logam dalam pembuatan magnet barium heksaferit agar
dapat menjadi soft magnetic, sifat bahan ini mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis
dan konduktivitas yang tinggi dan koersivitas yang rendah. Dimana sifat tersebut yang
dapat menjadikan bahan tersebut sebagai absorber. Dalam penelitian ini digunakan bahan
additive Tembaga ( Cu) dalam bentuk tembaga oksida yang disubstitusikan ke dalam
barium heksaferit, karena Tembaga (Cu) memiliki konduktivitas yang besar. Pada
penelitian partikel nano NiZnferit sebagai absorber gelombang mikro, atom Cu dan Mn
sebagai dopan dapat meningkatkan daya absorbsi dan lebar pita frekuensi sedangkan Mg
menurunkan daya absorbsi dan mereduksi pita frekuensi yang terserap dari gelombang
mikro (Bueno , 2008).
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan terkait dengan pembuatan magnet
permanen barium heksaferit dilakukan dengan penggilingan secara basah (wet milling)
dengan variasi bahan additive TiO2 , CuO, MnCO3 x= 1-3 ( dalam %mol) memiliki nilai
suseptibilitas magnet dan permeabilitas yang tinggi serta gaya koersivitas rendah yang
menunjukkan kemampuan absorbsi microwave yang besar(A. Ghasemi, 2005).
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam laporan
ini adalah bagaimana proses pembuatan magnet permanen ferit jenis BaFe12-xCuxO19 yang
disubstitusi dengan ion logam Cu terhadap logam Fe dan proses pencetakannya melalui
cara anisotropi. Sehingga magnet barium heksaferit dapat menjadi soft magnetic yang
1.3Batasan Masalah
Penelitian ini memiliki batasan masalah, yakni :
1. Membuat magnet permanen dari bahan baku BaCO3 , Fe2O3 dan CuO2 dengan
nilai x = 0; 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4; 0,5; 0,6; 1; 2; 3 dan 4% ( dalam persen mol).
Melalui proses pencetakan secara anisotropi, dan suhu sintering 11000C ditahan selama 2 jam.
2. Karakterisasi yang akan dilakukan yaitu :
a. Uji Fisis (densitas dan porositas) untuk mengetahui sifat fisis dari magnet
permanen BaFe12-xCuxO19
b. Uji XRD untuk menganalisis struktur yang terbentuk.
c. Uji SEM-EDX untuk menganalisis morfologi dan unsur bahan magnet.
d. Uji Permaghraph untuk mengetahui sifat magnet permanen BaFe 12-xCuxO19.
e. Uji VNA (Vector Network Analyzer) untuk mengetahui daerah penyerapan
dan reflection loss
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Membuat magnet barium heksaferit dengan substitusi ion Cu pada logam Fe
2. Mengetahui sifat magnet BaFe12-xCuxO19 setelah substitusi ion Cu pada logam Fe.
3. Mengetahui nilai absorbsi (reflection loss) magnet BaFe12-xCuxO19 setelah
1.5Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam merekayasa material
magnetik berupa magnet berbasis berbasis Barium Hexa Ferrite ( BaO6Fe2O3) setelah
adanya substitusi ion Cu terhadap logam Fe. Dan juga dapat diaplikasikan sebagai
material absorber.
1.6Metodologi Penelitian
Metode kajian pustaka dipilih dalam penelitian ini dengan menggunakan beberapa
literature dari berbagai sumber pustaka terkait. Kegiatan srudi penelitian ini diuraikan
secara lebih rinci di bawah ini:
1. Studi Literatur
Merupakan tahap pengumpulan literatur mengenai: teori magnet umum, analisis
sifat magnet, gelombang mikro dan analisis penyerap gelombang mikro.
2. Pengkajian Literatur
Merupakan tahap penyesuaian dengan permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian sehingga didapat informasi yang diinginkan.
3. Pengolahan Informasi
Merupakan tahap untuk menganalisa informasi sehingga didapatkan informasi
yang dapat digunakan untuk menyelsaikan permasalahan dalam penelitian.
4. Merangkum Kesimpulan
Merupakan jawaban dari setiap permasalahan yang akhirnya menghadirkan suatu
fakta ilmiah mengenai fenomena yang ditinjau.
5. Penulisan Laporan
Merupakan tahap penulisan laporan penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk
1.7Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dalam penulisan Skripsi ini mencakup beberapa bab dan
subbab seperti dijelaskan di bawah ini:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang penelitian, batasan masalah dalam
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta metodologi pelaksanaan
penelitian dan sistematika penulisan laporan penelitian.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi dasar-dasar teori yang terkait kajian dan analisa dalam
penelitian, teori magnet umum, analisis sifat magnet, gelombang mikro
dan analisis penyerap gelombang mikro.
BAB III : Hasil dan Pembahasan
Bab ini mencakup hasil penelitian berupa penjelasan analisis sifat-sifat
bahan berupa: sifat fisis (densitas dan porositas), sifat magnet, sifat
struktur, morfologi material dan sifat penyerap gelombang.
BAB IV : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari bab sebelumnya yaitu
hasil dan pembahasan terkait tujuan dari penelitian. Dan juga saran
BAB 2
STUDI PUSTAKA
2.1. Magnet
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat
dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri
otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang
sama (tersusun teratur), magnet- magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang
bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga
efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung
logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah
yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada
kutub-kutubnya.
2.1.1. Magnet Keramik
Keramik adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang
pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi. Kegunaannya adalah untuk dibuat
berbagai keperluan desain teknis khususnya dibidang kelistrikan, elektronika, mekanik dengan
memanfaatkan magnet keramik sebagai magnet permanen, dimana material ini dapat
menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang mengalir dalam sebuah
itu, magnet permanen juga dapat memberikan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya
yang kontinu.
Bahan keramik bersifat magnetik umumnya merupakan golongan ferit, yang merupakan
oksida yang disusun oleh hematite( α-Fe2O3 ) sebagai komponen utama. Bahan ini menunjukkan
induksi magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan. Material ferit juga dikenal
sebagai magnet keramik, bahan ini tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit besi ( ferrous
ferrite ) dengan rumus kimia MO (Fe2O3 ) dimana M adalah Ba, Sr atau Pb dengan reaksi kimia
sebagai berikut :
6 Fe2O3 + SrCO3 SrO3 6 Fe2O3 + CO2
Ferit dapat digolongkan menjadi tiga kelas. Kelas pertama adalah ferit lunak, ferit ini
mempunyai formula MFe2O3, dengan M adalah Cu, Zn, Ni, Co, Fe, Mn, Mg dengan struktur
kristal seperti mineral spinel sifat bahan ini mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis yang
tinggi, koersivitas yang rendah. Kelas kedua adalah ferit keras, ferit ini adalah turunan dari
struktur magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai MFe2O3, dengan M adalah Ba, Sr, atau Pb.
Bahan ini mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal
heksagonal dengan momen-momen magnetik yang sejajar dengan sumbu c. Kelas ketiga adalah
ferit berstruktur garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada suhu
secara khusus. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurang
dari 160 atom.( N. Idayanti dan Dedi, 2002)
Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur hexagonal
close-packed. Bahan yang sering digunakan dalam magnet keramik adalah barium heksaferit (
BaO.6Fe2O3). barium dapat juga digantikan bahan yang memnyerupai ( segolongan ) dengannya,
yaitu strontium (J.E. Thompson, 1968)
2.1.2. Magnet Logam
Besi bcc merupakan material magnetik paling terkenal. Ada juga magnet-magnet metalik
Setiap tahun diproduksi dan digunakan berton-ton produk besi magnetik dalam bentuk
lembaran untuk membuat inti transformator dan komponen motor. Untuk aplikasi ini magnet
harus lunak agar bisa merespon sumber daya 60 Hz. Magnet juga harus memiliki resistivitas
yang tinggi agar dapat mengurangi kehilangan arus eddy.
Magnet metalik akan menimbulkan kerugian besar apabila digunakan pada rangkaian
frekuensi tinggi karena perubahan yang cepat dari medan magnetik akan menimbulkan aliran
arus dan kehilangan I2R di dalam inti. Ini menyebabkan mengapa pada tranformator digunakan lapisan-lapisan tipis.(Lawrence H. Van Vlack, 2004)
2.1.3. Magnet Lunak ( Soft Magnetic)
Bahan magnetik lunak(soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi dan mengalami
demagnetisasi. Magnet lunak mempertahankan sifat magnet pada medan magnet. Magnet
lunak(soft magnetic) menunjukkan histeresis loop yang sempit, sehingga magnetisasi mengikuti
variasi medan listrik hampir tanpa hysteresis loss. Magnet lunak(soft magnetic) digunakan untuk
meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh arus listrik di dalamnya. Faktor kualitas dari bahan
magnetik lunak adalah untuk mengukur permeabilitas yang sehubungan dengan medan magnet
yang diterapkan. Parameter utama lainnya adalah koersivitas, magnetisasi saturasi dan
konduktivitas listrik. Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc), saturasi
yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysteresis loss nol dan permeabilitas yang sangat
besar. Kurva histerisi bahan magnetik lunak ditunjukkan pada Gambar 2-1. Beberapa bahan
penting magnetik lunak diantaranya Fe, paduan Fe-Si, ferit lunak (MnZnFe2O4), besi silikon dll.(
Gambar 2-1. Kurva histerisis magnet lunak (soft magnetic). ( Poja Chauhan, 2010)
2.1.4. Magnet Keras (Hard magnetic)
Bahan Magnet keras(hard magnetic) juga disebut sebagai magnet permanen yang digunakan
untuk menghasilkan medan yang kuat tanpa menerapkan arus ke koil. Magnet permanen
memerlukan koersivitas tinggi, sehingga magnet harus mempunyai medan magnet yang kuat
dan stabil terhadap bidang eksternal, yang membutuhkan koersivitas tinggi. Dalam bahan magnet
keras (hard magnetic) anisotropi diperlukan magnetik uniaksial dan sifat magnetik berikut :
1. Koersivitas tinggi (high coercivity): koersivitas, juga disebut medan koersif, dari bahan
feromagnetik adalah intensitas medan magnet yang diterapkan atau diperlukan untuk
mengurangi magnetisasi bahan ke nol setelah magnetisasi sampel telah mencapai
saturasi. Koersivitas biasanya diukur dalam satuan Oersted atau ampere / meter dan
dilambangkan Hc. Bahan dengan koersivitas tinggi disebut bahan ferromagnetik keras,
dan digunakan untuk membuat magnet permanen .
2. Magnetisasi besar (large magnetization): Proses pembuatan subtansi sementara atau
Rectangular hysteresis loop: Sebuah loop hysteresis menunjukkan hubungan antara
diinduksi kerapatan fluks magnet (B) dan gaya magnet (H). bahan magnetik keras memiliki
histeresis loop yang persegi panjang. ( Poja Chauhan, 2010)
Bahan magnetik keras memiliki loop histeresis lebar karena magnetisasi yang kuat
yang ditunjukkan pada gambar 2-2.
Gambar 2-2. Kurva histerisis magnet keras (hard magnetic). ( Poja Chauhan, 2010)
.2.2. Sifat Kemagnetan Bahan
Berdasarkan sifat medan magnet atomis, bahan dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
diamagnetik, para magnetik dan ferromagnetik.
2.2.1. Diamagnetik
Diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom atau
molekulnya nol, tetapi orbit dan spinnya tidak nol. (D. Halliday dan Resnick R, 1978)
gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya
berlawanan. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron sehingga semua
bahan bersifat diamagnetik karena atomnya mempunyai elektron orbital. Bahan dapat bersifat
magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak
berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya
bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan diamagnetik adalah µ < µ0 dan
susepbtibilitas magnetiknya < 0. Contoh bahan diamagnetik yaitu bismut, perak, emas,
tembaga dan seng. ( J.D. Kraus, 1970)
2.2.2. Paramagnetik
Paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom atau
molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom atau molekul
dalam bahan nol (D. Halliday dan Resnick R, 1978)
. Hal ini disebabkan karena gerakan atom atau melekul acak, sehingga resultan medan
magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan. Bahan ini jika diberi medan magnet
luar, maka elektron akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya
searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin
yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini, efek diamagnetik ( efek timbulnya
medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya ) dapat timbul, tetapi pengaruhnnya
sangat kecil.
Permeabilitas bahan paramagnetik adalah µ > µ0, dan suseptibilitas magnetik bahannya
> 0. Contoh bahan paramagnetik yaitu aluminium, magnesium, wolfram dan sebagainya.
Bahan diamagnetik dan paramagnetik mempunyai sifat kemagnetan yang lemah. Perubahan
medan magnet dengan adanya bahan tersebut tidaklah besar apabila digunakan sebagai pengisi
kumparan toroida. ( J.D. Kraus, 1970)
Ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomis besar (D. Halliday
dan Resnick R, 1978). Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada
bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada atom besi
terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing spin elektron yang
tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga totsl medan magnetik yang
dihasilkan oleh suatu atom lebih besar. Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan
ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan
sebahagian besar besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok.
Kelompok atom yang mensejajarkan dirinya dalam suatu daerah dinamakan domain.
Bahan ferromagnetik sebelum diberi medan magnet luar mempunyai domain yang momen
magnetiknya kuat, tetapi momen magnetik ini mempunyai arah yang berbeda-beda dari satu
domain ke domain yang lain sehingga medan magnet yang dihasilkan tiap domain saling
meniadakan.( Y. Surya dan Ananta, S. 1986)
Bahan ferromagnetik jika diberi medan magnet dari luar, maka domain-domain ini akan
mensejajarkan diri searah dengan medan magnet dari luar. Semakin kuat medan magnetnya
semakin banyak domain-domain yang mensejajarkan dirinya. Akibatnya medan magnet dalam
bahan ferromagnetik akan semakin kuat. Setelah seluruh domain terarahkan, penambahan medan
magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi doamin yang disearahkan.
Keadaan ini dinamakan jenuh atau keadaan saturasi
Permeabilitas bahan ferromagnetik adalah µ >>> µ0 dan suseptibilitas bahannya > >>
0. Contoh bahan ferromagnetik yaitu : besi, baja, besi silikon dan lain-lain. Sifat kemagnetan
bahan ferromagnetik ini akan hilang pada temperatur yang disebut temperatur Currie.
Temperatur Currie untuk besi lemah adalah 7700, dan untuk baja adalah 10430C.( J.D. Kraus, 1970)
Secara prinsip ada dua metode utama yang digunakan untuk membuat magnet. Pertama
menggunakan teknologi pengecoran atau pelelehan, dan yang kedua adalah dengan
menggunakan teknologi metalurgi serbuk. (A. Goldman, 1991)
Produksi magnet dengan teknologi pengecoran biasanya menghasilkan bahan magnet
yang lebih baik, tetapi dalam beberapa prosesnya memerlukan energi panas yang sangat besar
sehingga dipandang tidak efisien. Sedangkan produksi dengan teknologi metalurgi serbuk, meski
sifat magnet yang diperoleh bukan yang tertinggi, tetapi dalam pengerjaannya lebih mudah dan
lebih efisien. Dalam praktiknya, pembuatan magnet dengan cara kedua ini memerlukan bahan
dasar berupa serbuk yang berukuran sangat kecil, yaitu dalam orde micrometer ( 10-6m). Ukuran serbuk sekecil ini diperlukan agar komponen-komponen pembentuk bahan magnet dapat saling
berdeposisi ( bereaksi ) ketika bahan mengalami pemanasan ( kalsinasi ). Bagaimana dilakukan
oleh beberapa peneliti, penyediaan serbuk bahan magnetik yang halus biasanya dilakukan
dengan menggunakan mesin ball milling.(Ridwan, 2003)
2.4. Karakterisasi Material Magnet Permanen Barium Heksaferit
2.4.1. Sifat Fisis
1. Densitas
Salah satu sifat yang penting dari suatu bahan adalah densitas. Densitas didefenisikan sebagai
massa per satuan volum. Jika suatu bahan yang materialnya homogen bermassa m memiliki
volume v, densitasnya ρ adalah:
(defenisi densitas) (2-1)
Secara umum, densitas suatu bahan tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu dan
tekanan.(Young D.Hugh,2000)
Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang
tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan
yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) dari suatu bahan
material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)
= Massa sampel setelah direndam 24 jam/direbus 1 jam (g)
= Massa kawat (g)
2. Porositas
Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang
kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang
ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga
fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada
suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi
material tersebut.
Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang
tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang
terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka
masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan.
Untuk pengukuran porositas suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373), khususnya
untuk material berpori.
Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent
porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
(2-3)
Dimana:
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)
= Massa sampel setelah direndam 24 jam/direbus 1 jam (g)
Mg = Massa sampel basah ditimbang dalam air (g)
2.4.2. Sifat Mikrostruktur
1. XRD
Difraksi sinar-X merupakan suatu alat yang sangat berguna dalam analisis struktur kristal
suatu material. Keunggulan yang dimiliki dalam teknik ini adalah instrumennya modern dan
secara otomatis dapat diperoleh data yang cepat dan tepat. (B.D. Cullity, 1978)
Sinar-X diproduksi dengan cara penembakan target logam (anoda) dengan elektron
energi tinggi dari sebuah filamen yang dipanaskan dalam tabung Rontgen sinar-X seperti yang
terlihat pada gambar 4. Radiasi yang biasanya dihasilkan muncul dari jendela tipis yang terbuat
dari material berilium dan terdiri dari sebuah radiasi kontinu dengan pita yang lebar atau radiasi
putih yang dihasilkan oleh elektron dari filamen yang mengkonversikan energi kinetiknya pada
sinar-X pada saat menumbuk atom target anoda dan sejumlah garis-garis diskrit dengan
intensitas bervariasi yang disebut karakteristik radiasi yang merepretasikan pelepasan energi
dengan penyusun kembali orbit elektron dari atom target anoda yang diikuti penolakan satu atau
lebih elektron pada saat eksitasi.
Gambar 2.4. Spektrum dari atom target anoda Cu tabung sinar-X (B.D. Cullity, 1978)
Gambar 5. menunjukkan skema geometri salah satu jenis difraktometer. Pertama sinar-X
dilewatkan pada kolimator untuk menghasilkan berkas paralel, jumlah divergensinya dikontrol
oleh ukuran celah divergensi yaitu celah divergensi besar (40) untuk sudut kerja tinggi sampai celah divergensi kecil (1/120) untuk sudut kerja rendah. Berkas divergen kemudian diarahkan pada sampel bergerak secara rotasi dengan kelajuatn tetap dalam derajat per menit. Bila
bidang-bidang mineral dalam sampel mencapai sudut yang sesuai, maka sinar-X akan didifraksikan
berdasarkan pada hukum Bragg berikut:
(2-4)
Dimana n adalah bilangan integer, adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah spasi kisi
dalam angstrom, dan adalah sudut difraksi. Berkas terdifraksi kemudian melewati celah
penerima dan kolimator dan kemudian celah penghambur untuk mengurangi sinar-X terhambur
sebelum akhirnya masukj ke detektor. Sinyal yang dihasilkan oleh foton sinar-X pada detektor,
pertama-tama diperkuat dan kemudian direkam oleh peralatan elektronik untuk kemudian
Gambar 2.5. Skema geometri difraktometer (B.D. Cullity, 1978)
2.4.3. Sifat Absorbsi terhadap Gelombang Mikro
Bahan penyerap gelombang mikro (MAM, Microwave Absorber Materials) ideal
memiliki nilai rugi refleksi maksimum (RLm, maximum Reflection Loss) ≤ -20 dB, rentang frekuensi terserap yang lebar, densitas rendah, ringan, mudah desain, murah dan stabil terhadap
pengaruh lingkungan. Fe3O4 merupakan salah satu bahan penyerap gelombang mikro. (Mashuri,
2012)
Karakteristik penyerapan gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh permeabilitas,
permitivitas, resistivitas, konduktivitas, frekuansi dan tebal lapisan.
Gelombang mikro juga dimanfaatkan pada RADAR. RADAR digunakan untuk mencari
dan menentukan jejak suatu benda dengan gelombang mikro dengan frekuensi sekitar 1010Hz. ( Marlin R. Baidillah, 2008)
1. VNA (Vector Network Analyzer)
Network analyzer digunakan untuk mengukur karakteristik linear frekuensi radio (RF) dari
komponen dan perangkat.
Jaringan adalah istilah yang sering digunakan yang memiliki banyak definisi modern.
Sehubungan dengan network analyzer, network adalah sekelompok komponen listrik yang saling
Gambar 2.6.
Transmisi (T) dan Refleksi (Г) Koefisien
Salah satu fungsi dari network analyzer adalah untuk mengukur impedansi ketidaksesuaian
antara dua komponen RF untuk memaksimalkan efisiensi daya dan integritas sinyal. Setiap kali
sinyal RF meninggalkan satu komponen dan memasuki lain disebut sebagai sinyal yang
dipantulkan dan ditransmisikan.
Incident wave (R)
Reflected wave (A)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, terhitung mulai tanggal 1 April
sampai 31 Juni 2013 dibeberapa tempat (laboratorium), yaitu:
1. Laboratorium Rekayasa Material, Pusat Penelitian Fisika (P2F) Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kawasan Puspiptek, Serpong.
2. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI Bandung.
3. Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian
3.2.1. Bahan
a. Hematit (Fe2O3), berfungsi sebagai bahan baku utama dalam pembuatan magnet
b. Barium Karbonat (BaCO3), berfungsi sebagai bahan baku utama dalam
pembuatan magnet.
c. Tembaga Oksida ( CuO), sebagai sumber Cu dan merupakan bahan additve
untuk menggantikan posisi ion Fe.
d. Polimer Celuna WE – 518, berfungsi sebagai perekat matriks bahan magnet .
e. Aquades,berfungsi sebagai media pencampur (wet milling) bahan baku pada
saat proses milling dengan menggunakan ballmill
3.2.2. Peralatan Penelitian
a. Planetary Ball Mill (PBM) digunakan untuk menggiling campuran bahan
baku sehingga relatif lebih homogen
b. Magnetizer, berfungsi untuk memberikan medan magnetik luar pada sampel
agar memiliki magnet .
c. Furnace High Temperature (Thermolyne tipe 46200), digunakan untuk
proses kalsinasi dan proses sintering sampel
d. Oven, berfungsi untuk mengeringkan serbuk campuran setelah proses milling
e. Magnetic Field Press berfungsi untuk menyearahkan domain partikel magnet.
f. Hydraulic Press (Hydraulic Jack) berfungsi untuk mencetak serbuk magnet
dengan cara cold compaction sehingga terbentuk sampel uji.
g. Magnet-Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C yang digunakan
sebagai alat untuk mendapatkan kurva histerisis ( BH Curve)
h. X-Ray Difraktometer (XRD), berfungsi sebagai alat karakterisasi struktur
kristal (fasa) dari sampel.
i. Vector Network Analyzer (VNA) berfungsi sebagai alat karakterisasi
penyerapan gelombang mikro.
j. Gaussmeter, berfungsi sebagai alat untuk mengukur besarnya medan magnet
(flux density) sampel.
l. Neraca Digital, fungsinya untuk menimbang bahan-bahan yang akan
digunakan dalam pembuatan magnet.
m. Molding digunakan untuk mencetak sampel berbentuk pelet (desk) yang
berdiameter 2 cm.
n. Spatula, sebagai alat bantu untuk mengambil sampel yang berbentuk serbuk.
o. Gelas ukur (pyrex, 1000 ml) untuk mengukur volume aquades, proses
pencampuran serbuk dan sebagai tempat aquades saat pengukuran densitas
sampel.
p. Mortar, berfungsi sebagai alat bantu penghancuran serbuk sehingga menjadi
butiran kecil.
q. Seive (400 mesh), berfungsi sebagai pengayak serbuk magnet
r. Cawan keramik, berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel saat proses
sintering.
s. Jarmill, sebagai tempat milling bahan baku magnet (dalam serbuk).
t. Bola-bola besi, sebagai pengaduk bahan pada saat proses milling agar
3.2.3.Tahapan Penelitian
Pengeringan ( 100oC selama 24 jam Campur dan Wet Milling
Sintering (1100oC ditahan selama 2 jam)
Penelitian yang dilakukan meliputi : preparasi serbuk, pencampuran dalam media
aquades menggunakan ballmill, pengeringan, kalsinasi, penghalusan butiran media penggerusan
dengan mortar, pencetakan, proses sinter, magnetisasi, dan pengukuran karakterisasi bahan.
3.2.4. Pencampuran Bahan Baku
Tahapan preparasi serbuk Barium Heksaferit dengan substitusi Tembaga Oksida
dilakukan menggunakan Hematit ( Fe2O3) dan Barium Carbonat (BaCO3) pada
perbandingan 1:6(mole ratio) dan bahan substitusi Tembaga Oksida (CuO) dengan
perbandingan X= 0.1,0.2,0.3,0.4,0.5,0.6,1,2,3 dan 4 (%mol).
Adapun reaksi pencampurannya adalah :
BaCO3 + 6Fe2O3 + xCuO BaFe12-xCuxO19 + CO2
Ketiga bahan direaksikan dengan cara dicampur melalui proses pencampuran
menggunakan media ballmill. Proses pencampuran selama 20 jam dilakukan setelah
ketiga bahan dilarutkan dalam aquades 250ml.
3.2.5. Proses Kalsinasi
Tahap selanjutnya adalah kalsinasi yang dilakukan pada temperatur 1000oC dengan kenaikan 30C per menit ditahan selama 2 jam. Tujuan dari kalsinasi ini untuk memulai proses pembentukan ferit, dan mendapatkan serbuk keramik dengan ukuran
yang maksimum serta menguraikan senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat
menjadi oksida, membentuk fasa kristalin.
Pemansan saat kalsinasi membuat sampel mengeras dan berubah menjadi
gumpalan, oleh karena itu setelah kalsinasi dilakukan penghalusan menggunakan mortar
dengan cara digerus. Untuk mengetahui fasa dari serbuk hasil kalsinasi, maka dilakukan
3.2.6. Pembuatan Sampel Uji
Pembuatan sampel uji dilakukan dengan cara dry Pressing ( cetak kering). Proses
pembentukan sampel dengan penekanan (dry pressing) ini dengan tambahan Celuna
WE-518 sebagai bahan perekat yang dicampurkan sebanyak 3%wt. Sebelum sampel
dimasukkan ke dalam cetakan, dinding cetakan terlebih dahulu dilapisi (diolesi) dengan
pelumas agar mempermudah proses kompaksi (penekanan).
Serbuk magnet sebanyak 10,3 gram yang telah dicampur dengan Celuna WE-518
3%wt dimasukkan ke dalam cetakan dan dilakukan penekanan dengan magnetic field
press ditahan selama 2 menit kemudian dilakukan penekanan (kompaksi) dengan
hydraulic press kapasitas 150 ton(150kg/cm3) ditahan selama 1 menit. Proses kompaksi ini melalui orientasi partikel magnet di medan listrik menggunakan coil yang di desain
sesuai dengan cetakan untuk memperoleh sampel dengan kekuatan yang mencukupi agar
mudah dikeluarkan dari cetakan dan tidak hancur pada saat pengeringan. Hasil cetakan
berupa pelet dengan ukuran rata-rata diameter luar 70 mm dan diameter dalam 20 mm
dan tebal 10 mm.
3.2.7. Proses Sintering
Sintering adalah pengikatan massa partikel pada sampel oleh interaksi antar
molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan temperatur sintering mendekati titik
leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling
penting dalam pembuatan magnet permanen keramik ini.
Proses sintering pada magnet dilakukan dengan cara pemanasan sampel yang
telah dicetak dalam tungku listrik (furnace) pada suhu 11000C dengan variasi X= 0.1,0.2,0.3,0.4,0.5,0.6,1,2,3 dan 4 ditahan selama 2 jam. Sampel yang telah disintering
3.3. Variabel Eksperimen
3.3.1. Variabel Penelitian
Variasi komposisi temabaga oksida yaitu X= 0,1;0,2;0,3;0,4;0,5;0,6;1;2;3 dan 4
(%mol)
3.3.2. Variabel Percobaan yang Diuji
a. Sifat Fisis
- Densitas (Density) dan Porositas (Porosity)
b. Analisis Struktur Kristal
- XRD (X-Ray Diffractometer)
- SEM
c. Analisis Kuat Medan Magnet
- Magnet – Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C
d. Analisis Penyerapan Gelombang Mikro
- VNA (Vector Network Analyzer)
3.4. Karakterisasi
Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : sifat fisis (densitas
dan porositas), analisis struktur kristal, analisis kuat medan magnet dan analisis
penyerapan gelombang mikro.
Nilai densitas suatu sampel adalah ukuran kepadatan dari suatu sampel yang dapat
dihasilkan dari beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan metode Archimedes
dengan air sebagai medianya. Langkah kerja untuk menentukan besarnya densitas
(gr/cm3) suatu sampel yaitu:
1. Menyiapkan sampel,aquades, gelas beaker, neraca digital dan kawat penimbang
sampel di dalam air.
2. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume gelas beaker.
3. Letakkan penyagga pada neraca digital,kemudian kalibrasi.
4. Letakkan kawat penyangga, kemudian ditimbang sebagai massa kawat kering.
5. Celupkan kawat ke dalam aquades pada gelas beaker, ditimbang sebagai massa kawat
basah.
6. Dihitung beda massa kawat kering dan basah sebagi ∆M.
7. Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca.
8. Menimbang massa sampel di udara dengan menggunakan kawat sebagai massa
sampel kering (Mk).
9. Dicelupkan sampel ke dalam gelas beaker yang berisi aquades, sebagai massa sampel
dalam air (Mb), kemudian ditimbang sebagai massa sampel dengan persamaan
berikut:
Dimana :
ρ = Densitas sampel (g/cm3
)
ρair = Densitas air (g/cm3)
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)
= Massa sampel setelah direndam 24 jam/direbus 1 jam (g)
= Massa kawat (g)
Porositas didefenisikan sebagai banyaknya lubang atau pori yang terdapat dalam
suatu sampel yang telah selesai dibuat. Pengujian ini juga menghasilkan perbandingan
sampel mana yang memeiliki nilai terbaik.
Langkah kerja untuk menentukan besarnya porositas(%) suatu sampel yaitu:
1. Sampel yang telah disinter dikeringkan di oven pada temperatur 1000C selama 4 jam, kemudian ditimbang sebagai masa kering (Mk).
2. Tuangkan aquadesh kira-kira ¾ dari volume gelas beaker ke dalam beaker gelas,
kemudian panaskan menggunakan kompor listrik sampai suhu kira-kira 700C. 3. Sampel dicelupkan ke dalam gelas beaker yang berisi air panas selama 2 jam.
4. Tuangkan aquades ke dalam gelas beaker kira-kira ¾ dari volume gelas beaker.
5. Sampel yang telah direndam dalam aquades panas kemudian direndam dalam aqudes
dingin selama 24 jam.
6. Sampel ditimbang sebagai massa basah (Mb).
7. Dihitung densitas sampel dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana:
P = Porositas (%)
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)
= Massa sampel setelah direndam 24 jam/direbus 1 jam (g)
3.4.3. Sifat Magnet
Untuk karakterisasi sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang
dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi dengan
terjadi proses magnetisasi pada sampel, sehingga sampel akan memiliki sifat magnet
setelah pengujian dilakukan.
3.4.4. Struktur Kristal
Struktur kristal dapat ditentukan salah satunya dengan menggunakan pengujian
X-Ray Diffraction (XRD). X-Ray Diffraction adalah alat yang dapat memeberikan
data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2ϴ) dari suatu
sampel. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui
perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama
proses pembuatan sampel uji.
3.4.5. Sifat Penyerap Gelombang Mikro
Untuk pengujian penyerapan gelombang mikro, sampel dicetak berbentuk
lembaran. Sampel yang berbentuk pelet didemagnetisasi dan dihancurkan
kemudian dicetak kembali dengan bentuk lembaran dengan ketebalan (3,57 mm).
Dalam pengujian penyerapan gelombang mikro dilakukan dengan
menggunakan alat Vector Network Analyzer (VNA). Ketika signal datang dari
pemancar radar menuju objek, sebagian signal akan terserap dan terpantul. Radar
dapat mendeteksi objek dengan menerima signal yang terpantul. Reflection loss
(RL) adalah parameter untuk mengetahui penyerapan gelombang mikro.
Frekuensi yang digunakan dalam pengujian ini adalah 4 GHz sampai 10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji DTA
Pada Gambar 4-1 menunjukkan kurva DTA dari material magnet barium heksaferit yang
disubstitusi dengan bahan tembaga oksida (CuO) atau diformulasikan sebagai BaFe12-x Cux O19.
Pada suhu 8400C terjadi reaksi endoterm yang menunjukkan bahwa telah terjadi pembentukan fasa barium heksaferit. Reaksi eksoterm menunjukkan terjadinya pelepasan CO2. Berdasarkan
hasil DTA tersebut maka pada penelitian ini dilakukan kalsinasi dengan temperatur 10000C. Gambar 4.1 Kurva DTA dari BaFe(12-x)CuxO19
4.2. Karakterisasi Struktur
4.2.1. XRD
Untuk mengetahui dan mengidentifikasi sample uji, dilakukan pengujian difraksi sinar-X
(XRD). Dari hasil pengujian tersebut didapatkan hasil berupa grafik (difraktogram) sebagai
berikut sehingga diketahui unsur penyusun dan komposisi dari magnet barium heksaferit yang
disubstitusi dengan bahan tembaga oksida (CuO)
Penelitian mengambil hanya satu sampel saja yang di XRD karena terlihat dari hasil
pengujian densitas, porositas dan sifat magnet sebelumnya terdapat nilai pengujian yang tidak
signifikan pada sampel dengan suhu 11000C. Apabila dilihat dari unsur-unsur yang dominan terkandung pada bahan magnet terdiri dari Ba, Fe dan Cu, sedangkan unsur minor yang
merupakan bahan pengotor adalah Mn dan Zn. Berdasarkan hasil identifikasi XRD dapat
diperkirakan bahwa sampel tersebut setelah disinter pada suhu 1100oC telah terbentuk fasa BaFe12O19 sebagai fasa dominan. Parameter kisi a = b = 5,865 dan c = 23,099. Dari hasil
parameter kisi yang diperoleh maka dapat menunjukkan adanya perubahan yang cukup besar dari Gambar 4.2. Hasil XRD magnet barium heksaferit yang
nilai konvensialnya ( a=b= 5,892 dan c= 23,183 ). Penurunan parameter kisi ini disebabkan
karena adanya perbedaan ukuran atom antara Fe dengan atom Cu.
4.2.2. SEM
Untuk mengetahui komposisi kimia dari bahan magnet Barium Heksaferit yang didoping
dengan ion Cu (BaFe12-xCuxO19) yang telah dibuat, dilakukan pengujian Scanning Electron
Microscope (SEM). Pada gambar 4.3 menunjukkan morfologi dari BaFe12-xCuxO19 dengan
ukuran butir berkisar 4,49 µm. (a) perbesaran 500x dan (b) perbesaran 2500x, dari gambar
terlihat bahwa terdapat banyak pori diantara butir.
Pada gambar 4.4 menunjukkan hasil analisis unsur, yang juga diperlihatkan pada tabel
4.1, hasilnya menunjukkan persentase dari ion Fe, Ba, Al dan ion lain. Pada gambar terlihat
adanya ion Al sebagai pengotor yang merupakan bahan non-magnetic. Ion Al cenderung
bereaksi dengan ion Fe yang merupakan bahan magnetic menyebabkan nilai koersivitas (Hc)
akan semakin meningkat (Mangquan Liu, et al, 2011).
Gambar 4.3. Morfologi BaFe12-xCuxO19
Tabel 4.1 persen massa komposisi unsur
Ion Persen Massa(%)
C 0.99
O 27.83
Al 6.73
Si 0.31
Fe 52.61
Ba 11.52
4.3. Karakterisasi Fisis
Sifat fisis yang dimaksud adalah densitas dan porositas dari material magnet barium
heksaferit yang disubstitusi dengan bahan tembaga oksida (CuO) atau diformulasikan sebagai
BaFe12-x Cux O19. Pengukuran densitas dan porositas ini mengacu pada hukum Archimedes yang
memenuhi persamaan 2-2 dan 2-3 . Hasil perhitungan densitas magnet Ba.Fe12-x.Cux.O19,
Gambar 4.4. Komposisi unsur pada BaFe12-xCuxO19 .
ditunjukkan seperti pada tabel 4.2. Nilai X merupakan komposisi Cu yang divariasikan mulai X
= 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 1, 2, 3 dan 4 (dalam % mol).
Tabel 4.2 Nilai densitas dari magnet BaFe12-x Cux O19 sebelum dan sesudah disinter.
\
Dari hasil perhitungan densitas material magnet Ba.Fe12-x.Cux.O19 sebelum (Densitas
awal) dan sudah disinter (Densitas akhir) dapat dibuat dalam bentuk grafik sebagai fungsi fungsi
komposisi, Cu = X (% mol), seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5. Komposisi, Cu = X
(% mol)
Densitas Awal, ρawal
(g/cm3)
Densitas Akhir, ρakhir
(g/cm3)
0,1 2,69 3,88
0,2 2,673 3,90
0,3 2,85 4,07
0,4 2,79 4,13
0,5 2,75 4,15
0,6 2,81 4,21`
1 2,85 4,28
2 2,97 4,34
3 3,03 4,78
Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa penambahan komposisi Cu (% mol)
berbanding lurus terhadap nilai densitas awal, artinya dengan penambahan komposisi Cu maka
nilai densitasnya cenderung meningkat. Kemudian setelah material magnet Ba.Fe12-x.Cux.O19 ini
dibakar pada suhu 1000oC, juga terjadi peningkatan nilai densitas akhir. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara densitas awal dan densitas akhir terhadap penambahan komposisi Cu (%
mol). Nilai optimum yang diperoleh yaitu 5,25 gr/cm3 pada komposisi x=4.
Dari penelitian P. Gramatyk pembuatan Soft magnetic Fe73.5Cu1Nb3Si13.5B9dan serbuk Fe
dengan variasi komposisi 70:30 ,60:40,50:50 (% volume), nilai densitas mengalami kenaikan
dengan bertambahnya komposisi bahan aditif. Nilai densitas material magnet tidak hanya
dipengaruhi oleh suhu sintering tetapi juga dipengaruhi oleh kombinasi dan komposisi bahan.(P.
Gramatyk,et al, 2006)
Muhammad Javed Iqbal dan Muhammad Naeem Ashiq telah melakukan penelitian
dengan komposisi x=0-0,8 pada suhu 7800C, dihasilkan nilai densitas yang semakin tinggi dengan bertambahnya nilai x dan nilai porositas yang semakin menurun dengan bertambahnya
nilai x, hal ini disebabkan karena Zr-Cu memiliki nilai densitas dan ukuran partikel yang lebih
besar.(M. Iqbal, et al, 2007)
Pengujian porositas magnet magnet Ba.Fe12-x.Cux.O19, ditunjukkan seperti pada Tabel
4.3. Nilai X merupakan komposisi Cu yang divariasikan mulai X = 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6,
1, 2, 3 dan 4 (dalam % mol).
Tabel 4.3. Nilai densitas dari magnet BaFe12-x Cux O19 sesudah disinter.
Komposisi, Cu = X
(% mol)
Porositas (%)
0,1 10,76
0,2 10,63
0,3 8,62
0,4 7,91
0,5 7,63
0,6 5,45
1 8,01
2 3,17
3 5,33
4 1,66
Dari hasil perhitungan densitas material magnet Ba.Fe12-x.Cux.O19 dapat dibuat dalam
bentuk grafik sebagai fungsi fungsi komposisi, Cu = X (% mol), seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.5.
Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa penambahan komposisi Cu (% mol)
berbanding terbalik terhadap nilai porositas, artinya dengan penambahan komposisi Cu maka
nilai porositasnya cenderung menurun. Adanya penurunan porositas ini menunjukkan terjadinya
proses pemadatan rongga-rongga yang ada pada masing-masing sampel. Nilai optimum yang
diperoleh yaitu 1,66 % pada komposisi x=4.
Densitas dan porositas memiliki hubungan berbanding terbalik ( Wina I. Lavina, 2012).
Semakin besar nilai densitas maka nilai porositas akan semakin menurun.
4.4. Karakterisasi Magnetik
Untuk karakterisasi magnetik dilakukan pengujian kurva histerisis
Dari kurva histeresis magnet barium heksaferit yang disubstitusi dengan bahan tembaga
oksida (CuO) pada Gambar 4.7 sudah terjadi soft magnetik. Hal ini ditunjukkan dengan kurva
histeresis yang sangat ”kurus” dan nilai induksi remanen yang sangat kecil.
(b)
Gambar 4.7. Hasil permagraph dari magnet BaFe12-x Cux O19
Penjelasan dari kurva histeresis tersebut adalah sebagai berikut. Garis berwarna merah
merupakan polarisasi yang diberikan pada bahan. Dari polarisasi ini akan diperoleh nilai H (gaya
magnet) maksimum yang diberikan pada bahan yaitu sekitar 9 kOe. Setelah itu, akan muncul
garis yang berwarna biru. Garis biru ini menunjukkan nilai induksi maksimum yang ada pada
bahan tersebut. Setelah gaya magnet dihilangkan maka kurva biru ini akan turun dan memotong
sumbu-y. Titik perpotongan ini merupakan nilai dari induksi remanen (Br) bahan tersebut.
(Asyer Paulus)
Hasil pengukuran kuat medan magnet atau sering juga disebut fluks density yang diukur
dengan gauss meter diperlihatkan pada Gambar 4.8. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai
kuat medan magnet yang diperoleh berkisar antara 43,36-100,42 gauss dan nilai kuat medan
magnet yang tertinggi diperoleh pada komposisi x=0.3, yaitu sebesar 100,42 gauss. Sedangkan
nilai remanensi, Br yang diperoleh berkisar antara 20 – 320 kG, dan nilai remanensi magnet (Br)
yang tertinggi diperoleh pada komposisi x=0.3.
Hubungan antara energi produk maksimum (BHmax) dan koercivitas (HcJ) terhadap
suhu sintering dari magnet barium heksaferit yang disubstitusi dengan bahan tembaga oksida
(CuO) diperlihatkan seperti pada Gambar 4.8. Dari Gambar 4.9 terlihat bahwa nilai BHmax
yang diperoleh berkisar antara 0,05 – 0,9 kGOe dan nilai HcJ sekitar 1,072 – 9,22 kOe. Dari
hasil-hasil tersebut juga menunjukkan bahwa kondisi optimum dicapai pada komposisi x=0.3 Gambar 4.8 Hubungan antara kuat medan magnet dan
.
4.5. Karakterisasi Penyerapan Gelombang
Untuk karakterisasi penyerapan gelombang dilakukan pengujian Vector Network Analyzer
(VNA)
Bahan sampel yang digunakan berbentuk lembaran dengan ketebalan (3,57 mm). Dari
hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai reflection loss terkecil yaitu -15 dB pada sampel Gambar 4.9 Hubungan antara nergi produk maksimum
(BHmax) dan koercivitas terhadap komposisi Cu (dalam %mol)
Table 4.4. Nilai reflection loss dari magnet BaFe12-x Cux O19
Nilai optimum terdapat pada sampel x=0.3 dengan nilai reflection loss sebesar -18 dB
dengan frekuensi 8 GHz.
Komposisi Minimum RL (dB) Frekuensi (GHz)
0.1 -15 5
0.2 -18 8
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab 3 sebelumnya, dapat diambil
beberapa kesimpulan:
1. Telah berhasil dilakukan pembuatan magnet barium heksaferit yang disubstitusi dengan
ion Cu pada logam Fe dengan metode mechanical alloying.
2. Dari hasil pengujian sifat magnet barium heksaferit yang disubstitusi dengan ion Cu= 0,3
%mol (BaFe11,7Cu0,3O19) memiliki kuat magnet (fluks density) = 100.42 gauss,
remanensi, Br = 320 gauss, koersivitas, HcJ = 9.22 kOe, energy product maximum,
BHmax = 0,92 kGOe.
3. Dari hasil pengujian gelombang mikro didapat nilai reflection loss (RL)
optimum yang diperoleh adalah -18 dB pada frekuensi 8 GHz.
4.2 SARAN
Untuk penelitian selanjutnya dalam pembuatan magnet barium heksaferit yang disubstitusi
dengan ion Cu disarankan:
1. Dalam pengujian sifat magnet untuk material soft magnetic sebaiknya menggunakan alat
uji Vibrating Sample Magnetometer (VSM) agar dapat diperoleh kurva hysteresis yang
2. Pengujian penyerapan gelombang mikro dalam penelitian ini hanya dilakuakan uji Vector
Network Analysis (VNA). Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengujian
DAFTAR PUSTAKA
Baidillah, Marlin. R. 2008. Aplikasi Ultrasonik. Jakarta : Universitas Indonesia
Chauhan, Poja. 2010. Preparation and Characterization of Barium Haxaferrite by
Barium Monoferrite. Dissertation in Material and Matallurgical Engineering School of
Physics and Material Science Thapal University Patiala
Cullity, B.D. 1978. Element of X-ray Diffraction. Addison Wesley Publishing Company.
Inc.p555.
Fiandimas, Arie, dkk. 1978. Pembuatan Magnet Permanen Barium Hekasferit berbahan Mill
Scale dengan teknik metalurgi Serbuk. Departemen Fisika, MIPA, Universitas
Indonesia.
Ghasemi, A, et al. 2005. Electromagnetic Properties ang Microwave Absorbing Characteristic of
doped Barium Hexaferrite. Journal of Magnetism and Magnetic Materials.
Gramatyk, P, et al. 2006. Soft magnetic composite based on nanocrystalline Fe73.5Cu1Nb3Si13.5B9
and Fe powders. Journal of Achievement Materials and Manufacturing aengineering.
Goldman, A.1991. Modern Ferrite Technology. Van Nostrand Reinhold. New York
Halliday, D dan Resnick, R. 1978. Fisika Jilid 2. Terjemahan Pantur Silaban dan Erwin Sucipto.
1992. Erlangga. Jakarta
Idayanti, N dan Dedi. 2002. Pembuatan Magnet Permanen Ferit untuk Flowmeter, Jurnal Fisika
HFI Vol.A5 No.0528. Tangerang: Himpunan Fisika Indonesia
Iqbal, M.Javed and M.Naeem Ashiq. 2007. Physical and Electrical Properties of Zr-Cu
Substituted Strontium Hexaferrite Nanoparticles Synthesized by Co-Precipitation
Methode. Chemical Engineering Journal
Kraus, J.D. 1970. Listrik Magnet. Terjemahan T.simanjuntak. Alumni Bandung:Bandung.
Lavina, wina Indra. 2012. Pengukuran Densitas Material pada Sampel Padatan dan Serbuk.
Jurnal Jurusan Fisika Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Vlack, Lawrence H. Van. 2004. Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Erlangga: Jakarta.
Liu, Mangquan, et al. 2011. Microstructure and magnetic properties of electrospun
Mashuri, 2012. PARTIKEL NANO NI0,5ZN0,5FE2O4 BERBAHAN BAKU FE3O4 DARI
PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP GELOMBANG MIKRO PADA
FREKUENSI TINGGI. Paper and Presentation, Physics, RDFi 620.5 Mas p.
Paulus, Asyer. Pengaruh Tekanan Kompaksi dan Waktu Penahanan Temperatur Sintering
Terhadap Sifat Magnetik dan Kekerasan pada pembuatan Iron Soft Magnetic dari
Serbuk Besi. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi. Fakultas Teknologi Industri ITS.
Ridwan. 2003. Aplikasi Bonded Magnet-MQP-O Pada Motor Listrik Arus searah. Jurnal sains
Materi Indonesia, Vol.3 No.2,2002,hal.1-5.
Surya, Y dan Ananta, S. 1986. Fisika. Intan Pariwara: Klaten.
Sudirman. 2002. Studi Elastoferit berbasis EVA dan ETP. Jurnal sains Materi Indonesia, Vol.3
No.2,Februari 2002,hal.34.
Sutrisnop and Tan Ik Gie. 1983. Fisika Dasar. Institut teknologi Bandung. Bandung.