Saya menyatakan dengan sebenar benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis
saya yang berjudul :
PERANCANGAN PROTOTIPE SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI
MENGGUNAKAN ALGORITMA FUZZY CLUSTERING
merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan arahan Komisi
Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum
pernah diajukan untuk memperoleh gelar atau capaian akademik lainnya pada
program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang
digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2007
Yang Membuat Pernyataan
AHMAD IRFANI. Design of Information Retrieval System Prototype Using Fuzzy Clustering Algorithm. Supervised By MARIMIN and IRMAN HERMADI.
Today, information retrieval plays a large part of our everyday lives –
especially with the advent of the World Wide Web. During the last 10 years, the
amount of information available in electronic form on the Web has grown
exponentially. However, this development has introduced problems of its own;
finding useful information is increasingly becoming a hit or miss experience that
often ends in information overload.
This thesis analyzes the suitability of fuzzy clustering methods for the
discovery of relevant document relationships. The performance evaluation of
three fuzzy clustering algorithms (Fuzzy C Means, Hyperspherical Fuzzy C
Means and Fuzzy Substractive Clustering) on document written in bahasa
Indonesia and English. Comparison of three different document representation
formula (Term Frequency, Term Frequency Inverse Document Frequency and
Salton) using various reduction of matrix dimension are also carried out.
Clustering precision and recall are applied as quantitative evaluation measures of
the clustering results.
The experiments using document sets with various topic have shown that
Hyperspherical Fuzzy C Means algorithm perform better than Fuzzy C Means
and Fuzzy Substractive Clustering algorithm. Also found that Salton formula is
able to give the ‘right’ document representation to the clustering algorithm as Tf
and Tf Idf are failed.
Key Words : information retrieval, fuzzy clustering, fuzzy c means,
AHMAD IRFANI. Pengembangan Prototipe Sistem Temu Kembali Informasi Menggunakan Algoritma Fuzzy Clustering. Di Bawah bimbingan MARIMIN dan IRMAN HERMADI.
Perkembangan teknologi informasi, khususnya teknologi Internet
menyebabkan limpahan informasi, hal ini menjadikan mesin pencari sebagai
perangkat yang memainkan peranan sangat penting. Pada saat ini kebanyakan
mesin pencari Internet menggunakan teknik representasi peringkat. Masalah pada
teknik representasi peringkat muncul bila hasil pencarian yang diperoleh terlalu
banyak. Untuk membantu pengguna dalam mengatasi masalah ini, perlu
dipikirkan suatu teknik representasi lain. Salah satu cara adalah dengan
mengelompokkan dokumen hasil query yang memiliki kemiripan, misalkan
dokumen dokumen yang memiliki kesamaan subyek dapat dimasukkan dalam
satu kelompok ataucluster.
Untuk mengelompokkan dokumen, diperlukan algoritmaclustering. Saat ini
sudah banyak algoritma clustering, antara lain K Means, Buckshot, Fuzzy C
Means, Hyperspherical Fuzzy c Means (H FCM), ε Insentive Fuzzy C Means (ε
FCM), Competitive Clustering by Learning (CCL), Fuzzy CCL (FCCL) serta
algoritmaFuzzy Subtractive Clustering(FSC).
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap (1) kinerja
algoritma fuzzy clustering (Fuzzy C Means, Hyperspherical Fuzzy C Means &
Fuzzy Subtractive Clustering) untukdocument clustering(2) formula representasi
dokumen Term Frekuensi (Tf), Term Frekuensi Inverse Document Frequency (Tf
Idf) dan Salton. Ada tiga parameter yang digunakan untuk menilai algoritma,
yakni Akurasi (Precision), Kolektifitas (Recall) dan waktu eksekusi (detik).
Akurasi merupakan rasio antara jumlah dokumen relevan yang terambil dengan
seluruh jumlah dokumen yang terambil. Kolektifitas adalah adalah rasio antara
jumlah dokumen yang terambil pada suatu pencarian dengan jumlah seluruh
dokumen yang relevan. Algoritma dan formula representasi terbaik
Penelitian dibagi menjadi dua tahap, tahap Evaluasi dan tahap
Pengembangan Prototipe. Tahap evaluasi dibagi menjadi 5 langkah, yaitu : (1)
mengumpulkan dokumen dari situs internet (2) menyimpan dokumen ke dalam
basisdata 3) membuat matriks representasi dengan menggunakan tiga formula
(Tf,Tf Idf dan Salton) (4) menjalankan tiga algoritma clustering yang akan
dibandingkan (4) menghitung kinerja setiap algoritma menggunakan matriks
output clustering.
Tahap evaluasi dilakukan dengan Matlab 7.1 dan pengembangan prototipe
dilakukan dengan bahasa PHP 5.0, basisdata MySQL 5.0.18 dan Web Server
Apache 2.2.0. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu model implementasi
algoritma fuzzy clustering dalam temu kembali informasi. Hasil evaluasi pada
dokumen berbahasa Indonesia menunjukkan bahwa algoritma H FCM memiliki
akurasi terbaik pada persentasi kata 10 % dengan akurasi 0.93 dan kolektifitas
terbaik 0.92. Pada bahasa Inggris, algoritma H FCM tetap unggul dengan akurasi
0.96 dan kolektifitas 0.95 pada persentasi kata 5 %. Pada kedua bahasa, hanya
formula Salton yang dapat memberikan input yang lebih baik dibandingkan
formula Tf dan Tf Idf pada algoritma clustering. Akan tetapi algoritma H FCM
memiliki waktu eksekusi yang paling lama. Oleh karena itu, untuk memilih
algoritma terbaik, kami menggunakan Teknik Perbandingan Kinerja
(Comparative Performance Index, CPI). Hasilnya, tetap algoritma H FCM yang
terbaik. Oleh karena itu kami menggunakan algoritma H FCM dan formula Salton
dalam prototipe sistem pencari.
Validasi prototipe dilakukan dengan memasukkan beberapa query ke
prototipe. Hasilnya menunjukkan prototipe memiliki rata rata akurasi 0.85 dan
kolektifitas 0.52.
sistem temu kembali informasi, fuzzy clustering, fuzzy c means,
hyperspherical fuzzy c means, fuzzy substractive clustering, term frequency, term
G651040154
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Judul Tesis : Perancangan Prototipe Sistem Temu Kembali Informasi
Menggunakan Algoritma Fuzzy Clustering
Nama : Ahmad Irfani
NRP : G651040154
Program Studi : Ilmu Komputer
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc Ketua
Irman Hermadi, S.Kom, MS Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Komputer Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Dr. Sugi Guritman Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, Penulis panjatkan puji dan syukur ke
hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karuniaNya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Perancangan Prototipe
Sistem Temu Kembali Informasi Menggunakan Algoritma Fuzzy Clustering.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc.
dan Bapak Irman Hermadi selaku pembimbing I dan 2 yang telah memberikan
banyak masukan kepada Penulis dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terimakasih
juga Penulis sampaikan kepada Ibu Yeni Herdiayani SKom, MKom sebagai dosen
penguji. Selanjutnya Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Papah dan Mamah yang selama ini selalu mendukung dan berdoa demi
kelancaran masa studi Penulis.
2. Anna Yuliarti Khodijat ST. MM yang banyak memberikan fasilitas dan
semangat kepada Penulis pada saat kuliah dan penyusunan tesis ini.
3. Alm. Drs. H. Lukman Dendawijaya, MM beserta keluarga yang banyak
memberikan dukungan dan semangat selama masa kuliah
4. Departemen Ilmu Komputer beserta dosen dan staf yang telah banyak
membantu Penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam penyusunan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih.
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat, Amien.
Bogor, Januari 2007
&
Penulis dilahirkan di Cikarang pada tanggal 6 Agustus 1977 dari ayah H.
A. Baedhowi H.S dan R. Hj. Faiqoh. Penulis merupakan putra ke empat dari
sembilan bersaudara. Pendidikan sekolah dasar ditempuh di SDN 1 Cikarang,
menengah pertama di SMPN 1 Cikarang dan menengah atas di SMAN 1
Cikarang. Pendidikan sarjana ditempuh di Institut Pertanian Bogor, Jurusan Ilmu
Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, lulus pada tahun
2000. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Pasca Sarjana IPB
dan mengambil Program Studi Ilmu Komputer. Selama mengikuti perkuliahan,
penulis aktif bekerja sebagai Senior System Engineer pada PT Hanoman Cendikia
Interaktif. Pada tahun 2006 penulis bergabung dengan GrahamTechnology,
sebuah perusahaan multinasional berbasis di Inggris, sebagai Business Solution
DAFTAR ISI... i
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
1. PENDAHULUAN ... 1
A.LATARBELAKANG... 1
B.TUJUAN DANMANFAAT... 4
C.RUANGLINGKUP... 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A.TEMUKEMBALIINFORMASI... 6
B.DOKUMENBERBAHASAINDONESIA... 8
C.CLUSTERING... 10
D.SISTEMFUZZY... 28
E. FUZZYCLUSTERING... 33
1. Fuzzy C+Means (FCM)... 34
2. Hyperspherical Fuzzy C+Means ... 36
3. Fuzzy Substractive Clustering (FSC)... 39
F.CLUSTERINGDALAMSISTEMTEMUKEMBALIINFORMASI... 45
G.PENILAIANKINERJA... 50
3. METODOLOGI ... 52
A.KERANGKAPEMIKIRAN... 52
B.BAHAN DANALAT... 53
1. Tahap Persiapan... 53
2. Evaluasi Algoritma Fuzzy Clustering ... 55
3. Pengembangan Prototipe Sistem ... 56
4. PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM... 61
A.DISAINDATA... 61
1. File Dokumen... 61
2. Tabel Dokumen dalam Basisdata ... 61
3. Matriks Representasi Dokumen (MRD) ... 62
4. Matriks Keanggotaan (MK) ... 63
5. Data Cluster ... 63
B.DISAINARSITEKTUR DANKOMPONEN... 63
1. Modul Penyimpanan ... 65
2. Modul Matriks ... 65
3. Modul Clustering ... 66
4. Modul Evaluasi ... 67
5. Modul Representasi Hasil ... 67
C.DISAINANTARMUKA... 67
5. EVALUASI SISTEM ... 69
A.KARAKTERISTIKDOKUMENINPUT... 69
B.PROSESEVALUASI... 69
1. Pembentukan Matriks Representasi Dokumen ... 70
2. Pembentukan Matriks Keanggotaan... 71
C.EVALUASIKINERJA... 71
E. VALIDASISISTEM... 81
F. IMPLIKASI& KEBIJAKANMANAJEMEN... 81
6. KESIMPULAN DAN SARAN... 85
A.KESIMPULAN... 85
B.SARAN... 86
DAFTAR PUSTAKA... 88
Tabel 2.1 Penelitian tentangdocument clustering... 47
Tabel 2.2 Relevansi & kolektifitas dokumen pada sistem temu kembali informasi ... 51
Tabel 4.1 Struktur Tabel Dokumen pada Basisdata... 62
Tabel 4.2 Matriks keanggotaan (U) n dokumen terhadap kcluster... 66
Tabel 5.1 Kelompok, topik, jumlah dan sumber dokumen ... 69
Tabel 5.2 Dimensi MRD dengan PK 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%... 70
Tabel 5.3 MRD hasil algoritma H FCM dengan PK 5% (ID = ID dokumen, C = Cluster) ... 71
Tabel 5.4 Jumlah iterasi algoritma FCM, H FCM dan FSC ... 75
Tabel 5.5 Waktu eksekusi algoritma FCM, H FCM dan FSC (detik) ... 75
Tabel 5.6 Akurasi dan Kolektifitas Algoritma FCM ... 77
Tabel 5.7 Akurasi dan Kolektifitas Algoritma H FCM ... 77
Tabel 5.8 Akurasi dan Kolektifitas Algoritma FSC... 77
Tabel 5.9 Perbandingan Akurasi dan Kolektifitas algoritma FCM pada dokumen berbahasa Inggris dan Indonesia... 77
Tabel 5.10 Perbandingan Akurasi dan Kolektifitas algoritma H FCM pada dokumen berbahasa Inggris dan Indonesia... 78
Tabel 5.11 Perbandingan Akurasi dan Kolektifitas algoritma FSC pada dokumen berbahasa Inggris dan Indonesia... 78
Tabel 5.12 Matriks awal penilaian alternatif pemilihan algoritma terbaik ... 78
Gambar 1.1 Contoh halaman hasil pencarian Google (www.google.com)... 3
Gambar 2.1 Representasi dokumen dan query dalam ruang vektor ... 13
Gambar 2.2 Matriks Representasi Dokumen... 14
Gambar 2.3 Representasi grafis sudut antara ... 16
Gambar 2.4 Taksonomi MetodeClustering(Jain et. al., 1999). ... 22
Gambar 2.5 Penggunaan MST untuk membentukcluster(Jain et al, 1999)... 25
Gambar 2.6 Representasiclustermenggunakan titik (Jain et. al., 1999). ... 27
Gambar 2.7 (a) Representasiclustermenggunakan Pohon Klasifikasi dan... 28
Gambar 2.5 Anak Gugus Fuzzy (Marimin, 2005) ... 28
Gambar 2.9 Kurvatriangularuntuka=3,b=6, danc=8 ... 30
Gambar 2.10 Kurvatrapezoidaluntuka=1,b=5,c=7, dand=8... 30
Gambar 2.11 KurvaGeneralizzed belluntuka=2 ,b=4 , danc=6 ... 31
Gambar 2.12 Kurva Gaussian untukσ=2 danc=5 ... 31
Gambar 2.13 KurvaTwo+sidedGaussian untukσ1=2,c1=4 danσ2=1, ... 32
Gambar 2.14 Kurva S untuka=1 danb=8... 33
Gambar 2.15 Sebaran data pada dimensi tunggal ... 38
Gambar 2.13 Kurva S untuka=1 danb=8... 38
Gambar 2.17 Fungsi keanggotaan algoritma FCM & H FCM... 39
Gambar 2.18 Fungsi keanggotaan kurva Gauss (Kusumadewi & Purnomo, 2004) ... 45
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 52
Gambar 3.2 Cara Kerja Prototipe Sistem Temu Kembali Informasi... 53
Gambar 3.3 Tata Laksana Persiapan dan Evaluasi ... 54
Gambar 3.4 Tata Laksana Evaluasi... 55
Gambar 3.5 Tata Laksana Pengembangan Prototipe Sistem Temu... 57
Gambar 4.1 Arsitektur Sistem pada Tahap Evaluasi ... 64
Gambar 4.2 Arsitektur Sistem pada tahap Pengembangan Prototipe ... 64
Gambar 4.3. Disain antarmuka sistem ... 68
Gambar 5.1 Akurasi dan Kolektifitas Algoritma FCM... 72
Gambar 5.4 Perbandingan Akurasi algoritma FCM, H FCM dan FSC ... 74
Gambar 5.5 Perbandingan Kolektifitas algoritma FCM, H FCM dan FSC ... 74
Gambar 5.6 Perbandingan jumlah iterasi algoritma FCM, HFCM dan FSC ... 76
Gambar 5.7 Perbandingan waktu eksekusi algoritma FCM, HFCM dan FSC... 76
Gambar 5.8 Form input kata kunci dan jumlahcluster... 80
Gambar 5.9 Tampilan halaman web yang menampilkan hasil pencarian... 80
Lampiran 1 Cara Perolehan serta Pengolahan Data dan Pengembangan Perangkat
Lunak... 93
Lampiran 2 Daftar kata MRD dengan PK = 5 % (Total 624) ... 94
Lampiran 3 Daftar kata MRD dengan PK = 10 % (Total 191) ... 95
Lampiran 4 Daftar kata MRD dengan PK = 15 % (Total 83) ... 95
Lampiran 5 Daftar kata MRD dengan PK = 20 % (Total 34) ... 95
Lampiran 6 Daftar kata MRD bahasa Inggris dengan PK = 0.05 % (Total 1713) ... 96
Lampiran 7 Daftar kata MRD bahasa Inggris dengan PK = 10 % (Total 743) ... 98
Lampiran 8 Daftar kata MRD bahasa Inggris dengan PK = 15 % (Total 353) ... 99
Lampiran 9 Daftar kata MRD (bahasa Inggris) dengan PK = 20 % dan Total 196 kata ... 100
Lampiran 10 Akurasi dan Kolektifitas Query pada Prototipe Sistem... 101
Lampiran 11 Akurasi danclusterhasil algoritma H FCM dengan PK 5%... 102
Lampiran 12 Akurasi dan Kolektifitasclusterhasil algoritma H FCM dengan PK 10% ... 103
Lampiran 13 Akurasi dan Kolektifitasclusterhasil algoritma H FCM dengan PK 15% ... 104
Lampiran 14 Akurasi dan Kolektifitasclusterhasil algoritma H FCM dengan PK 20% ... 105
Lampiran 15 Akurasi dan Kolektifitasclusterhasil algoritma FCM dengan PK 5% .... 106
Lampiran 16 Akurasi dan Kolektifitasclusterhasil algoritma FCM dengan PK 10%... 107
Lampiran 17 Akurasi dan Kolektifitasclusterhasil algoritma FCM dengan PK 15%... 108
Lampiran 18 Akurasi dan Kolektifitasclusterhasil algoritma FCM dengan PK 20%... 109
Lampiran 19 Akurasi dan Kolektifitasclusterhasil algoritma FSC dengan PK 5%... 110
Lampiran 20 Akurasi dan Kolektifitasclusterhasil algoritma FSC dengan PK 10%.... 111
Lampiran 21 Akurasi dan Kolektifitasclusterhasil algoritma FSC dengan PK 15%.... 112
'(
( $ )* + ,
Perkembangan teknologi informasi, khususnya teknologi Internet
sebagai wadah untuk dapat dengan mudah menyebarkan informasi secara
mudah dan gratis, mengakibatkan informasi berlimpah. Melimpahnya
informasi di satu sisi semakin memudahkan kita untuk mengakses informasi.
Namun di sisi lain, banyaknya informasi dapat menimbulkan permasalahan
pada pencarian atau penelusuran dan pengorganisasian informasi. Jumlah dan
laju pertambahan informasi yang dihasilkan saat ini telah melebihi
kemampuan manusia untuk melakukan organisasi, menelusuri dan
memodifikasi informasi tanpa bantuan sistem yang otomatis (Taylor, 1999).
Untuk memudahkan penelusuran informasi diperlukan mesin pencari.
Mesin pencari menerima input query atau kata kunci dari pengguna dan
menampilkan daftar informasi atau dokumen yang diperoleh (pada mesin
pencari Internet, hasil pencarian terdiri dari link menunjuk alamat Internet
yang menyimpan dokumen).
Pada saat ini sudah banyak mesin pencari informasi pada Internet yang
dapat digunakan secara cuma cuma, antara lain : google (www.google.com),
yahoo (www.yahoo.com) dan altavista (www.altavista.com). Ketika
menggunakan mesin pencari, pengguna sering tidak memperoleh hasil yang
optimal (sesuai dengan keinginan), karena pengguna menghadapi beberapa
kendala dalam memasukkan kata kunci, antara lain (Muresan, 2002):
2. Terbatasnya perbendaharaan kata yang dimiliki pengguna (terutama untuk
istilah pada domain pengetahuan yang memiliki terminologi terminologi
tertentu)
3. Kurang memahami cara penggunaan sintaks bahasa query, seperti
Operator Boolean
4. Kebanyakan pencarian hanya menggunakan kata kunci yang sedikit
sehingga mengurangi daya jelajah pada ruang informasi
5. Kata kunci yang digunakan sedikit dan terlalu luas atau memiliki makna
ganda (ambigue) sehingga hasil pencarian yang didapat banyak namun
kurang atau tidak relevan sama sekali
Kesalahan memasukkan kata kunci dapat menyebabkan hasil tidak ada
atau terlalu banyak. Mesin pencari kebanyakan menggunakan teknik
representasi peringkat dengan menampilkan seluruh link menuju halaman
hasil yang dibagi perhalaman. Masalah pada teknik representasi peringkat
muncul bila hasil pencarian yang diperoleh terlalu banyak. Misalkan kita cari
kata java untuk pulau jawa dengan menggunakan google (www.google.co.id),
akan diperoleh hasil sebanyak 235 juta link ke alamat yang mengandung kata
java dan baru pada halaman ke 3 (link yang ke 31) kita bisa menemukan link
yang mempunyai keterangan tentang pulau java (Gambar 1.1).
Untuk membantu pengguna dalam mengatasi masalah ini, perlu dipikirkan
suatu teknik representasi lain. Salah satu cara adalah dengan mengelompokkan
dokumen hasil query yang memiliki kemiripan, misalkan dokumen dokumen
yang memiliki kesamaan subyek dapat dimasukkan dalam satu kelompok atau
"- $ '('Contoh halaman hasil pencarian Google (www.google.com)
Pengelompokan dokumen telah banyak diaplikasikan pada sistem temu
kembali informasi untuk meningkatkan efektifitas pencarian, antara lain
(Horng et. al., 2005), (Haruechaiyasak & Chen, 2002) dan (Mendes & Sacks,
2003). Pada aplikasi komersial, dokumen clustering antara lain telah
digunakan oleh mesin pencari Vivisimo (www.vivisimo.com). Ketika
digunakan, Vivisimo menghasilkan judul dan abstrak dokumen yang
ditemukan. Kemudian menggunakan judul dan abstrak tersebut sebagai bahan
pengelompokan (bukan keseluruhan dokumen). Vivisimo menggunakan
algoritmaHierarchical Fuzzy Clustering.
Algoritma Hierarchical Fuzzy Clustering merupakan salah satu
algoritma algoritma clustering. Algoritma clustering lainnya antara lain K
Means, Buckshot, Fuzzy C Means, Hyperspherical Fuzzy c Means, ε
(CCL), Fuzzy CCL (FCCL) serta algoritma Fuzzy Subtractive Clustering
(FSC).
Algoritma tersebut masing masing memiliki karakter yang berbeda,
sehingga perlu dilakukan pemilihan algoritma clustering yang paling tepat
untuk document clustering. Perbandingan kinerja algoritma untuk document
clustering sudah pernah dilakukan, antara lain oleh Mendes & Sacks (2003)
yang menggunakan algoritma H FCM untuk document clustering dan
membandingkannya dengan algoritma K Means. Hasilnya algoritma H FCM
memiliki kinerja lebih baik dibandingkan algoritma K Means (bukanfuzzy).
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penelitian Mendes &
Sacks (2003) dengan membandingkan kinerja algoritma H FCM dengan dua
algoritma fuzzy clustering lainnya,. Algoritma FCM dipilih karena FCM
merupakan algoritma fuzzy clustering yang paling populer, sedangkan
algoritma FSC dipilih karena belum pernah diteliti penggunaanya untuk
document clustering. Penelitian ini juga akan membuat prototipe sistem temu
kembali informasi yang menggunakan satu algoritma clustering terbaik di
antara algoritma tersebut.
( . # %
Penelitian ini bertujuan untuk (1) melakukan evaluasi kecocokan
penggunaan algoritmafuzzy clusteringFCM, H FCM dan FSC pada dokumen
dari situs Internet (2) melakukan evaluasi kecocokan formula representasi
mengembangkan prototipe sistem temu kembali informasi (dokumen) yang
dibangun dengan menggunakan satu algoritma yang terbaik hasil evaluasi.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu model
implementasi sistem algoritma fuzzy clustering dalam temu kembali informasi
berbahasa Indonesia.
( , ,+ /
Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai berikut :
1 Algoritma clustering yang diuji adalah : Fuzzy C+Means Clustering
(FCM), Hyperspherical Fuzzy C+Means Clustering (H FCM) dan
algoritmaFuzzy Subtractive Clustering(FSC) .
2 Bahan atau data yang digunakan adalah artikel dokumen yang diperoleh
dari situs Internet.
3 Implementasi algoritma pada proses evaluasi dilakukan dengan Matlab 7.1
4 Prototipe sistem dikembangkan dengan menggunakan algoritmaclustering
terpilih
5 Prototipe sistem dibangun menggunakan bahasa PHP 5.0, basisdata
(
( )" )"- * %0$" 1
Temu kembali informasi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari
teori, model dan teknik yang terkait dengan representasi, penyimpanan,
organisasi dan pengambilan informasi sehingga dapat bermanfaat bagi
manusia (Taylor, 1999).
Sejak tahun 1940 an, masalah pada penyimpanan dan temu kembali
informasi mendapat banyak perhatian. Permasalahannya sederhana, limpahan
informasi menyebabkan kecepatan dan akurasi akses menjadi lebih sulit. Hal
ini menyebabkan relevansi informasi menjadi kurang terungkap dan akibatnya
banyak duplikasi pekerjaan. Dengan adanya komputer, muncullah pemikiran
pemikiran untuk membuat sistem pengambilan informasi yang cerdas dan
cepat dengan memanfaatkan kemampuan komputer (Rijsbergen, 1979).
Proses penyimpanan dan pengambilan informasi pada prinsipnya
sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang
memformulasikan pertanyaan (permintaan atauquery) dengan jawaban berupa
satu set dokumen yang memenuhi kebutuhan informasi. Pencari informasi
dapat memperoleh jawaban dengan membaca seluruh koleksi dokumen satu
per satu, menyimpan informasi yang relevan dan mengabaikan yang lainnya.
Secara naluri, hal tersebut merupakan proses pengambilan informasi yang
sempurna, akan tetapi tidak praktis. Pencari informasi tentu tidak punya cukup
waktu atau tidak ingin menghabiskan waktu dengan membaca seluruh koleksi
Ketika komputer berkecepatan tinggi tersedia untuk pekerjaan non
numerik, banyak yang meramalkan bahwa komputer akan mampu menyamai
kemampuan manusia dalam membaca seluruh koleksi dokumen dan
mengekstrak dokumen yang relevan. Seiring dengan waktu, lambat laun
terlihat bahwa proses pembacaan dan ekstraksi dokumen tidak hanya
melibatkan proses penyimpanan dan pencarian, tetapi juga proses karakterisasi
isi dokumen yang jauh lebih rumit.
Proses karakterisasi dokumen secara otomatis oleh perangkat lunak yang
coba didekati dengan meniru cara manusia membaca masih sulit sulit
dilakukan. Membaca melibatkan proses ekstraksi informasi (secara sintaks
dan semantik) dari teks dan menggunakannya untuk menentukan apakah
dokumen relevan atau tidak dengan permintaan. Kesulitan bukan hanya pada
ekstraksi dokumen, tetapi juga pada proses penentuan relevansi dokumen.
Tujuan dari strategi temu kembali informasi otomatis adalah
menemukan semua dokumen yang relevan dan pada saat yang bersamaan
mengurangi jumlah dokumen terambil yang tidak relevan semaksimal
mungkin.
Bagi manusia, membuat keterkaitan dokumen dengan query dapat
dengan mudah dilakukan. Tetapi kalau mau dilakukan oleh komputer, kita
harus membangun model matematika yang dapat menghitung relevansi
dokumen dan banyak riset pada temu kembali informasi berkonsentrasi pada
aspek ini.
Sistem temu kembali informasi memiliki dua fungsi utama : menilai
menampilkan dokumen yang dinilai “memuaskan”. Untuk mendapatkan hasil
yang baik, query harus tepat menangkap keinginan pengguna (Horng et. al.,
2005). Untuk mencapai hal tersebut, beberapa alternatif pendekatan dalam
melakukan organisasi dokumen telah dikembangkan beberapa tahun
belakangan ini. Kebanyakan pendekatan dilakukan berdasarkan visualisasi dan
presentasi dari keterkaitan antar dokumen, istilah (term) danquery pengguna.
Salah satu pendekatan adalahdocument clustering(Leuski, 2001).
( 0+ ") )$- ! 1 #0 )1
Bahasa Indonesia secara historis merupakan varian bahasa melayu yang
kini juga digunakan di wilayah yang luas meliputi Indonesia, Singapura,
Brunei Darussalam, Malaysia, bagian selatan Thailand, bagian selatan
Filipina, dan beberapa tempat di Afrika Selatan. Bahasa melayu diangkat
menjadi bahasa persatuan di Indonesia pada 28 Oktober 1928 dalam peristiwa
yang disebut Sumpah Pemuda. Sejak saat itu, bahasa melayu yang digunakan
di wilayah Indonesia sekarang mulai dinamai Bahasa Indonesia. Namun,
secara resmi penyebutan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Indonesia
baru muncul pada 18 Agustus 1945 ketika konstitusi Indonesia diresmikan.
Saat ini bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat luas.
secara sosial, jumlah penutur bahasa Indonesia saat ini telah mencapai + 210
juta jiwa. Secara fungsional bahasa Indonesia telah digunakan di lingkungan
baik secara lisan maupun tulisan di masyarakat luas, secara formal dan
informal di institusi pemerintahan dan swasta. Dokumen berbahasa Indonesia
karena itu, dokumen berbahasa Indonesia sangat banyak jumlahnya. Untuk
menemukan dokumen dalam bahasa Indonesia, mesin pencari memegang
peranan sangat penting.
Penelitian dalam sistem temu kembali informasi banyak dilakukan pada
dokumen bahasa Inggris. Walaupun sama sama menggunakan huruf latin,
bahasa Indonesia memiliki tata bahasa yang berbeda dengan bahasa Inggris.
Sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih mengkhususkan pada bahasa
Indoenesia. Penelitian sistem temu kembali informasi dalam bahasa Indonesia
sudah banyak dilakukan, antara lain :
$ % 2 3
Jika pada riset IR banyak yang fokus pada algoritma untuk
mengklasifikasikan dokumen, Arifin melakukan penelitian pada upaya
penghematan memori dan waktu dalam proses pembobotan dokumen. Dalam
hal ini, Arifin menerapkan algoritma Digital Tree Hibrida pada algoritma
pembobotan Tf Idf yang ternyata berhasil mengurangi waktu pembobotan.
$ % 4 ) 0 0 2 3
Arifin & Setiono membahas penggunaan algoritma Single Pass Clustering
dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil perocobaan, algoritma Single Pass
ternyata cukup handal untuk mengelompokkan berita kejadian (event) dalam
bahasa Indonesia. Penelitian sudah menggunakan algoritma Porter untuk
steming, hanya tidak dilakukan perbandingan dengan algoritma lainnya.
* 2 53
Merupakan sebuah tesis membahas efektifitas penggunaan algoritma
temu kembali informasi. Hasil penelitian menemukan adanya beberapa
masalah dalam penerapan algoritma Porter dalam bahasa Indonesia yang
ditimbulkan karena ambiguitas beberapa kata dalam bahasa Indonesia. Selain
itu, ditemukan bukti bahwa stemming tidak meningkatkan kinerja (precision
& recall) temu kembali informasi. Tala juga membuat daftar kata buangan
(stop list) yang disusun berdasarkan hasil analisa frekuensi kemunculan kata
dalam bahasa Indonesia.
!" 2 63
Penelitian yang dilakukan Fahmi bertujuan untuk mengetahui apakah
Machine Learning cocok digunakan pada dokumen berbahasa Indonesia.
Fahmi membandingkan 3 algoritma Pembelajaran Mesin (Machine Learning)
untuk mengklasifikasikan dokumen. Adapun algoritma yang dibandingkan
adalah ID3, Instance Based Learning dan Naïve Bayes. Hasil penelitian
menunjukkan algoritma Instance Based memiliki kinerja yang paling baik.
Clustering adalah proses pengelompokan data ke dalam cluster
berdasarkan parameter tertentu sehingga obyek obyek dalam sebuah cluster
memiliki tingkat kemiripan yang tinggi satu sama lain dan sangat tidak mirip
dengan obyek lain padaclusteryang berbeda (Kantardzic, 2001).
Berbeda dengan klasifikasi, clustering tidak memerlukan kelas yang
telah didefinisikan sebelumnya atau kelas hasil training, dengan demikian
clusteringdinyatakan sebagai bentuk pembelajaran berdasarkan observasi dan
! /
Clustering secara umum memiliki tahapan sebagai berikut (Jain et. al,
1999) :
1. Representasi Pola
2. Pengukuran Kedekatan Pola (Pattern Proximity)
3. Clustering
4. Abstraksi Data (jika dibutuhkan)
5. Penilaian Output (jika dibutuhkan).
Adapun penjelasan dari tahapan tahapan di atas adalah sebagai berikut :
'( )/$)1) 1 0*
Ada beberapa model yang dapat digunakan untuk merepresentasikan
dokumen dan secara umum dibagi menjadi dua kelompok, yaitu model
klasik dan model alternatif. Model klasik terdiri dari model Boolean,
model Ruang Vektor dan model Probabilistik. Model alternatif yang
merupakan pengembangan dari model klasik, terdiri atas : Model
Himpunan Fuzzy, Extended Boolean, Model Ruang Vektor General dan
Jaringan Bayes (Baeza Yates & Ribeiro Neto, 1999). Pada penelitian ini,
digunakan dua model representasi, yaitu model Boolean untuk
menemukan dokumen dan model Ruang Vektor untuk representasi
dokumen.
( 0#)* 00*)
Model boolean merepresentasikan dokumen sebagai suatu
himpunan kata kunci (set of keywords). Sedangkan query
boolean merupakan kumpulan kata kunci yang saling dihubungkan
melalui operator boolean seperti AND, OR dan NOT serta
menggunakan tanda kurung untuk menentukanscopeoperator. Hasil
pencarian dokumen dari model boolean adalah himpunan dokumen
yang relevan.
Kekurangan dari modelbooleanini antara lain :
1. Hasil pencarian dokumen berupa himpunan, sehingga tidak dapat
dikenali dokumen dokumen yang paling relevan atau agak relevan
(partial match).
2.Query dalam ekspresi booleandapat menyulitkan pengguna yang
tidak mengerti tentang ekpresiboolean.
Walaupun demikian, karena sifatnya yang sederhana, hingga
saat ini model Boolean masih dipergunakan oleh sistem temu
kembali informasi modern, antara lain oleh www.google.com
(Dominich, 2003). Kekurangan dari model boolean diperbaiki oleh
model ruang vektor yang mampu menghasilkan dokumen dokumen
terurut berdasarkan kesesuaian denganquery. Selain itu, pada model
ruang vektorquerydapat berupa sekumpulan kata kata dari penguna
dalam ekspresi bebas.
-( 0#)* , 7)+ 0$
Pada Model Ruang Vektor, teks direpresentasikan oleh vektor
dari term (kata atau frase). Misalkan terdapat sejumlahn kata yang
dimensi sebesarn. Setiap kataidalam dokumen atauquerydiberikan
bobot sebesar wi. Baik dokumen maupun query direpresentasikan
sebagai vektor berdimensin.
Sebagai contoh terdapat 3 buah kata (T1, T2 dan T3), 2 buah
dokumen (D1danD2) serta sebuahquery Q. Masing masing bernilai
:
D1= 2T1+3T2+5T3
D2= 3T1+7T2+0T3
Q= 0T1+0T2+2T3
Maka representasi grafis dari ketiga vektor ini adalah :
"- $ ('Representasi dokumen dan query dalam ruang vektor
Koleksi dokumen direpresentasi pula dalam ruang vektor sebagai
matriks kata dokumen (terms+documents matrix). Nilai dari elemen
Misalkan terdapat sekumpulan kata T sejumlah n, yaitu T =
(T1, T2, … ,Tn) dan sekumpulan dokumenDsejumlahm, yaituD=
(D1, D2, … , Dm) serta wi j adalah bobot kata i pada dokumen j
(Gambar 2).
"- $ ( Matriks Representasi Dokumen
Untuk memberikan bobot numerik terhadap dokumen yang
diquery, model mengukur vektor query dan vektor dokumen. Ada
beberapa teknik untuk menghitung bobot. Yang paling banyak
digunakan adalah Term Frekuensi (TF), Term Frekuensi Inverse
Document Frequency (TFIDF) dan Salton. Pada Tf, bobot kata
dinyatakan sebagai nilai log dari frekuensi kata pada dokumen.
Tfd= log (1 +td), (1)
Tfd=Nilai kata t pada dokumen d
td= frekuensi kata t pada dokumen d.
Tf Idf merupakan pengembangan dari formula Tf, dengan
memasukkan unsur frekuensi dokumen. Frekuensi dokumen adalah
jumlah dokumen yang memiliki term t minimal 1. Formula Tf Idf
dft N Tf
TfIdf = log (2)
N = Jumlah seluruh dokumen
dft = Jumlah dokumen yang memiliki kata t
Dibandingkan Tf dan TfIdf, formula Salton merupakan
formula yang memiliki unsur paling lengkap. Selain nilai frekuensi
dan dokumen frekuensi kata, Salton juga memasukkan jumlah kata
pada dokumen dan nilai frekuensi maksimum kata pada dokumen.
Secara lengkap, formula Salton dinyatakan sebagai :
+ + = = = = fj ki L k ji L k ft ki L k ti i d N f Max f Max d N f Max f d t doc term w log 5 . 0 5 . 0 log 5 . 0 5 . 0 ) , ( _ _ ,..., 2 , 1 ,..., 2 , 1 ,..., 2 , 1 (3)
fit= frekuensi kemunculan istilah t pada dokumendi
dft= jumlah dokumen yang mengandung istilah t
L = jumlah istilah yang terdapat pada dokumendi
N = jumlah dokumen
Semakin besar nilaiw_term_doc(t,di), semakin penting istilaht
pada dokumen di. Nilai w_term_doc(t,di) dinormalkan sehingga
bernilai antara 0 dan 1. Setelah bobot istilah pada setiap dokumen
dihitung, dokumen di dapat direpresentasikan sebagai vektor
dokumen : dimana wij = w_term_doc(tj, di)
merupakan bobot istilah tj pada dokumen di (0≤wij ≤1) dan s
adalah jumlah istilah dari semua dokumen. Sehingga akhirnya kita is
i i
i w w w
memiliki matriks U berukuran n x s dimana n adalah jumlah
dokumen.
Penentuan relevansi dokumen denganquery dipandang sebagai
pengukuran kesamaan (similarity measure) antara vektor dokumen
dengan vektorquery. Semakin “sama” suatu vektor dokumen dengan
vektor query maka dokumen dapat dipandang semakin relevan
dengan query. Salah satu pengukuran kesesuaian yang baik adalah
dengan memperhatikan perbedaan arah (direction difference) dari
kedua vektor tersebut. Perbedaan arah kedua vektor dalam geometri
dapat dianggap sebagai sudut yang terbentuk oleh kedua vektor.
Gambar 3 mengilustrasikan kesamaan antara dokumen D1dan
D2dengan query Q. Sudut
θ
1 menggambarkan kesamaan dokumenD1 dengan query sedangkan sudut
θ
2 mengambarkan kesamaandokumenD2denganquery.
[image:32.612.231.437.441.678.2]JikaQadalah vektorquerydanDadalah vektor dokumen, yang
merupakan dua buah vektor dalam ruang berdimensin, dan
θ
adalahsudut yang dibentuk oleh kedua vektor tersebut. Maka
Q•D= |Q||D| cos
θ
2Q •D adalah hasil perkalian dalam (inner product) kedua vektor,
∑
= = n i Di D 1 2 || dan
∑
= = n i Qi Q 1 2 |
| merupakan panjang vektor atau
jarakEuclideansuatu vektor dengan titik nol. Perhitungan kesamaan
kedua vektor adalah sebagai berikut :
Sim(Q,D)=cos(Q,D)=
| ||
|Q D
D Q• =
∑
= • n i Di Qi D Q|| | 1 |1
Metode pengukuran kesesuaian ini memiliki beberapa
keuntungan, yaitu adanya normalisasi terhadap panjang dokumen.
Hal ini memperkecil pengaruh panjang dokumen. Jarak Euclidean
(panjang) kedua vektor digunakan sebagai faktor normalisasi. Hal ini
diperlukan karena dokumen yang panjang cenderung mendapatkan
nilai yang besar dibandingkan dengan dokumen yang lebih pendek.
Proses pemeringkatan dokumen dapat dianggap sebagai proses
pengukuran vektor dokumen terhadap vektor query, ukuran
kedekatan ditentukan oleh kosinus sudut yang dibentuk. Semakin
besar nilai kosinus, maka dokumen dianggap semakin sesuai query.
Nilai kosinus sama dengan 1 mengindikasikan dokumen sesuai
Model Ruang Vektor memiliki keunggulan antara lain : (1)
skema pembobotan term dapat meningkatkan kinerja pengambilan
(2) strategi partial matching memungkinkan penemuan dokumen
yang mendekati query (3) formula kosinus dapat memberikan
peringkat dokumen yang terambil berdasarkan kemiripan dengan
query.
Adapun kekurangan dari model ini adalah belum menangani
term yang memiliki relasi dan proses perhitungan terhadap seluruh
koleksi dokumen dapat memperlambat proses pencarian.
( 0#)* $0- - * 1 +
Model probabilistik mencoba menangkap masalah IR melalui
prinsip peluang. Jika ada query q dan sebuah dokumen dj pada
koleksi, model probabilistik mencoba menduga peluang pengguna
menemukan dokumen dj yang dicari. Model berasumsi bahwa
peluang relevansi hanya ditentukan oleh query dan representasi
dokumen. Selanjutnya, model berasumsi bahwa ada subset himpunan
dokumen yang pengguna lebih pilih sebagai jawaban query q.
Jawaban ideal ini diberi label R dan bernilai maksimum diantara
keseluruhan peluang relevansi dokumen. Dokumen pada R diduga
relevan dan yang selainnya disebut tidak relevan.
Nilai kemiripan sebauh dokumen dj terhadap query q
dinyatakan dalam :
Sim(dj,q)
− + −
≈
∑
log1 ( | )) | ( 1 ) | ( log _ _ , , R k P R k P R k P x xw
w i i
t
) |
(k R
P i merupakan peluang term ki ada pada dokumen yang
dipilih secara acak dari himpunan R. Karena pada awalnya kita tidak
mengetahui himpunan R, maka dibutuhkan sebuah metode untuk
menentukan nilai awal P(ki|R) dan ( | )
_
R k
P i . Pada saat permulaan
sekali, diasumsikan nilai P(ki|R) = 0.5 dan
N n R k
P i
i | )=
( _
dengan
ni = jumlah dokumen yang mengandung term ki dan N adalah total
seluruh dokumen.
Selanjutnya nilai peringkat dapat diperbaiki menjadi :
V V R k
P i
i| )=
( dan V N V n R k
P i i
i − − = ) | ( _
Formula terakhir untuk P(ki|R) dan ( | )
_
R k
P i untuk nilai Vi
dan V yang sangat kecil (misalkan V = 1 dan Vi = 0) adalah :
1 ) | ( + + = V N n V R k P i i i dan 1 ) | ( _ + − + − = V N N n V n R k P i i i i
Model probabilistik memiliki keunggulan : dokumen dapat
diberikan peringkat secara menurun berdasarkan peluang sebuah
dokumen relevan terhadap query. Adapun kekurangannya adalah (1)
perlu menduga pembagian awal dokumen terhadap himpunan yang
relevan dan non relevan. (2) tidak memperhitungkan frekuensi term
pada dokumen (3) asumis bahwa term saling independen satu sama
#( 0#)* * )$ %
Ketiga model tersebut di atas merupakan model klasik yang
sudah cukup lama dikembangkan. Selain model tersebut, juga
terdapat model alternatif yang merupakan pengembangan dari model
klasik, antara lain : Model Himpunan Fuzzy, Extended Boolean,
Model Ruang Vektor General dan Jaringan Bayes (Baeza Yates &
Ribeiro Neto, 1999).
( ) , + $ )#)+ 0* 2 3
Kedekatan pola diukur berdasarkan fungsi jarak antara dua ciri. Jarak
digunakan untuk mengukur ke(tidak)miripan antara dua obyek data.
Kemiripan merupakan salah satu landasan dari definisi cluster. Ada
banyak cara untuk menghitung jarak, namun pada tesis ini hanya akan
dibahas tiga jarak yang paling banyak digunakan. Dan diantara ketiga
jarak tersebut, yang paling populer adalah jarak Euclid.
a. Jarak Minkowski
Didefinisikan sebagai :
( )
q(
q)
jp ip q
j i q j
i x x x x x
x j i
d , = 1− 1 + 2 − 2 +...+ − (4)
dengan d(i,j) = jarak Minkowski antara data ke i dan data ke j, x =
obyek data, p = banyaknya atribut data, dan q adalah bilangan bulat
positif,
b. Jarak Manhattan
( )
i j xi xj xi xj xip xjpd , = 1− 1 + 2 − 2 +...+ − , (5)
c. Jarak Euclid
Sama seperti Jarak Manhattan, jarak Euclid merupakan kasus khusus
dari jarak Minkowsi denganq=2
( )
(
2 2)
2 2 2
1
1 ...
,j xi xj xi xj xip xjp
i
d = − + − + + − . (6)
Dilihat dari struktur data yang dihasilkan, metode clusteringdapat
dikelompokkan menjadi berjenjang (hierarcy) dan partisi (partition).
Algoritma clustering berjenjang dibagi dua, agglomerative (bottom+up)
dan divisive (top+down). Algoritma aglomerative (Agglomerative
HierarchicalClustering (AHC) merupakan salah satu algoritma berjenjang
yang banyak dipakai untukdocument clustering(Mendes & Sacks, 2003).
Pembagian metode clustering selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Pada level yang paling atas, ada pendekatan hirarki dan
partisi (metode hirarki menghasilkan partisi yang bertingkat, sedangkan
"- $ (6Taksonomi MetodeClustering(Jain et. al., 1999).
5(' *,0$ " $ $+
Kebanyakan algoritmaclusteringhirarki merupakan variasi dari
algoritma Single+Link dan Complete+Link. Kedua algoritma ini
memiliki perbedaan pada cara menentukan jarak antara dua cluster.
Pada metode single+link, jarak antara dua cluster adalah jarak
minimum antara sepasang pola (satu pola dari satuclusterdan lainnya
dari cluster kedua). Pada algoritma complete+link, jarak antara dua
clusteradalah jarak maksimum antara sepasang pola pada duacluster.
AlgoritmaClustering AgglomerativeHirarki :
1. Jadikan setiap dokumen sebagaicluster, sehingga jika adan data,
akan dihasilkanclustersebanyakn.
2. Gabungkan dua cluster yang memiliki derajat kemiripan paling
besar (jarak terkecil) menjadi satucluster
3. Jika derajat kemiripan antara duaclusterkurang dari ambang batas
α, dengan nilaiα ∈[0,1] maka berhenti , bila tidak maka kembali
Clustering
Teori Graf
Complete Link Single
Link
Partisi
Hirarki
Error Kuadrat
Mode Seeking
5( *,0$ " $ 1
Algoritma clusteringpartisi menghasilkan partisi satu level dan
bukan struktur cluster berjenjang seperti Dendogram yang dihasilkan
oleh algoritma hirarki. Metode partisi memiliki keunggulan pada
aplikasi yang melibatkan data yang sangat besar yang apabila
menggunakan Dendogram sangat memakan waktu komputasi.
Masalah yang muncul pada saat menggunakan algoritma clustering
adalah menentukan jumlah cluster yang diinginkan. Metode partisi
biasanya menghasilkanclusterdengan mengoptimalkan fungsi kriteria
yang didefinisikan secara lokal (pada sub pola) atau secara global
(pada seluruh pola).
( $$0$ #$
Fungsi kriteria yang paling sering digunakan pada metode
clustering partisi adalah fungsi error kuadrat (e2). Tujuan dari
algoritma ini adalah meminimalkan fungsierrorkuadrat :
2
1 1
2
∑
∑
= =
− =
j
n
i
j j i K
j
c x
e , (7)
dengan xijadalah pola i pada cluster j dan cj adalah pusat
(centroid)clusterj.
K Means adalah algoritma yang menerapkan fungsi error
kuadrat yang paling sederhana dan paling banyak dipakai.
Algoritma K Mean populer karena : (a) implementasinya mudah
(b) kompleksitas waktunya adalah O(n), dengan n adalah jumlah
Permasalahan pada algoritma ini adalah sangat peka terhadap
partisi awal (inisial) dan jika partisi inisial tidak dipilih secara
tepat, algoritma dapat konvergen pada lokal minimum.
Kekurangan Algoritma K Means lainnya adalah (a) hanya
bisa diterapkan jika rataan (mean) dapat didefinisikan, (b) perlu
menentukan nilai k (jumlahcluster) dan (c) tidak dapat menangani
data yangnoisydan pencilan.
Algoritma K Means :
1. Pilih titik sebanyak K sebagai pusat inisial (K = jumlah
cluster)
2. Letakkan semua titik pada pusat terdekat
3. Tentukan kembali pusat pada setiapcluster
4. Ulangi langkah 2 dan 3 hingga centroid tidak berubah
-( )0$ $ %
Algoritma clustering teori graf dibangun berdasarkan
pembentukan Minimum Spanning Tree (MST) data dan cluster
dibentuk dengan memutus rusuk MST dengan panjang terbesar.
"- $ ( menggambarkan MST yang dihasilkan dari 9 titik
berdimensi dua. Dengan memutus link CD dengan panjang 6 unit
(rusuk dengan jarak Euclid terbesar) akan diperoleh dua cluster
({A,B,C}) dan {D,E,F,G,H,I}). Cluster kedua, selanjutnya dapat
dibagi lagi menjadi dua cluster dengan memutus rusuk EF, yang
2
1 2 2.3
2
5
6
1
Rusuk dengan panjang maksimum
"- $ (8Penggunaan MST untuk membentukcluster(Jain et al, 1999).
( 9 $) )10*: ,
Pendekatan Mixture+Resolving untuk clustering memiliki
asumsi bahwa pola yang akan dijadikan cluster berasal dari satu
atau beberapa sebaran (Normal, Poisson dan (paling banyak)
Gaussian). Tujuan dari algoritma ini adalah untuk
mengidentifikasi parameter parameter dari sebaran sebaran ini.
(Grira et. al., 2004).
Taksonomi clustering (Gambar 2.1) juga memerlukan pembahasan
aspek aspek lain yang dapat mempengaruhi metode metode clustering
tanpa memperhatikan posisi metode clustering pada taksonomi (Jain et.
al., 1999). Antara lain :
a. Agglomerative vs divisive: Aspek ini berkaitan dengan struktur
algoritma dan operasi. Pendekatan agglomerative diawali dengan
menjadikan setiap pola sebagai sebuah cluster dan terus menerus
menggabungkan cluster hingga kriteria pemberhentian terpenuhi.
satu cluster dan dilakukan pemecahan hingga kriteria pemberhentian
terpenuhi.
b. Monothetic vs polythetic: aspek ini berkaitan dengan penggunaan ciri
pada proses clustering secara bersamaan atau satu persatu.
Kebanyakan algoritma bersifat polythetic, artinya semua ciri
dimasukkan dalam perhitungan jarak antara pola dan keputusan
diambil berdasarkan jarak tersebut. Sedangkan monothetic, ciri
diambil satu persatu untuk membentukcluster. Masalah utama dengan
algoritma ini adalah ia menghasilkan 2d cluster (d adalah dimensi
pola). Pada aplikasi temu kembali informasi, untuk nilai d yang besar
(d > 100), jumlah cluster yang dihasilkan oleh algoritma monothetic
sangat banyak sehingga data terpecah menjadiclusteryang kecil.
c. Hard vs fuzzy: algoritma clustering tegas menempatkan setiap pola
pada sebuah cluster baik selama proses maupun sebagai hasil akhir.
Metode fuzzy clustering memberikan pola derajat keanggotaan pada
beberapa cluster. Metode fuzzy clustering dapat diubah menjadi
clusteringyang tegas dengan menjadikan pola sebagai anggota sebuah
clusteryang memiliki derajat keanggotaan terbesar.
d. Supervised vs unsupervised: Aspek ini penentuan jumlah cluster.
Algoritma terawasi (supervised) adalah algoritma clustering yang
jumlah cluster yang akan dihasilkan sudah ditentukan sebelumnya
(melalui input manual). Sedangkan algoritma tak terawasi
(unsupervised), banyaknya cluster tidak ditentukan (algoritma yang
X2 X1
Dengan Centroid Dengan tiga titik berjauhan
e. Incremental vs non+incremental: isu ini muncul ketika pola yang akan
dikelompokan sangat besar ukurannya dan ada pembatasan waktu
eksekusi atau ruang memori yang mempengaruhi arsitektur algoritma.
6( )/$)1) 1
Merupakan proses deskripsi atau pemberian nama kepada cluster
yang dihasilkan. Ada tiga cara atau skema representasi cluster : (a)
representasi cluster dengan pusat (centroid) cluster atau sejumlah titik
yang berjauhan pada cluster ( "- $ (5), (b) representasi cluster
menggunakannodes pada pohon klasifikasi dan (c) Representasi cluster
menggunakan ekspresi logika conjunctive ( "- $ (6). Dari ketiga
skema representasi cluster, penggunaan centroid merupakan teknik yang
paling populer (Michalski et. al., 1981).
Representasi cluster memiliki fungsi antara lain untuk : (a)
memberikan deskripsi cluster yang sederhana dan intuitive sehingga
memudahkan pemahaman manusia, (b) membantu kompresi data yang
dapat dieksploitasi oleh komputer (c) meningkatkan efisiensi pengambilan
keputusan (Jain et. al., 1999).
"- $ ( (a) Representasiclustermenggunakan Pohon Klasifikasi dan (b) Pernyataan Conjunctive (Jain et. al., 1999).
( 1 )"
'( , 1 <<=
Gugus Fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. L. A. Zadeh dari
Berkley pada tahun 1965. Pada 10 tahun pertama. Gugus fuzzy merupakan
pengembangan dari gugus biasa. Rerpresentasi abstrak dari sebuah gugus
universal tampak seperti pada Gambar 2.5.
X
"- $ (> Anak Gugus Fuzzy (Marimin, 2005)
Bingkai persegi panjang merepresentasikan gugus universal X, dan
lingkaran yang terputus putus menggambarkan batas ambigous dari
elemen yang terdapat di dalam atau diluar X, sedangkan A adalah gugus
Teori gugus fuzzy mendefinisikan derajat di mana elemen x dari gugus
univerasal X berada (tercakup) di dalam gugus fuzzy A. Fungsi yang
memberikan derajat terhadap sebuah elemen mengenai keberadaannya
dalam sebuah gugus disebut fungsi keanggotaan. Dalam kasus ini, anggota
dari gugus X adalah elemen x. Sebagai contoh, derajat keanggotaan dari
elemen x dalam area A diekspresikan oleh :
A (x1) = 1, A (x2) = 0.8
A (x3) = 0.3, A (x4) = 0
Aadalah fungsi keanggotaan yang memberikan derajat keanggotaan
yang berada pada suatu selang tertentu, yaitu selang [0,1]. Tulisan
subscript di sebelah , yaitu A, menunjukkan bahwa A adalah fungsi
keanggotaan dari A (Marimin, 2005).
( ,1 ) ,,0
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai
keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Beberapa fungsi
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (Kusumadewi, 2003):
( $:
Fungsi keanggotaan dari kurva triangular adalah seperti pada
persamaan (6) dan gambar kurvanya seperti pada Gambar 2.6.
"- $ (? Kurvatriangularuntuka=3,b=6, danc=8
-( $:
Kurva trapezoidal mempunyai fungsi keanggotaan sebagai
berikut:
[ ]
(
)
(
)
(
)
(
)
≤ ≤ − − ≤ ≤ ≤ ≤ − − ≥ ≤ = d x c c d x d c x b b x a a b a x d x atau a x x , , 1 , , 0 (9)"- $ (' Kurvatrapezoidaluntuka=1,b=5,c=7, dand=8
( $: !
[ ]
ba c x
x 2
1 1
− +
= (10)
"- $ ('' KurvaGeneralizzed belluntuka=2 ,b=4 , danc=6
#( $: 11
Fungsi keanggotaan Gaussion seperti terlihat pada persamaan
(9) dengan gambar kurva seperti terlihat pada Gambar 2.9.
[ ]
( 2) 22σ
c x
e x
− −
= (11)
)( $: " # 11
Kurva Two+sided Gaussian mempunyai fungsi keanggotaan
seperti pada persamaan (10) dan gambar kurva seperti pada Gambar
2.10.
[ ]
( 2) 22σ c x
e x
− −
= (12)
Fungsi Two+sided Gaussian merupakan kombinasi dua kurva
Gaussian. Kurva pertama dengan parameter σ1 dan c1 berada
disebelah kiri. Kurva kedua ada dengan parameterσ2 dan c2 berada
disebelah kanan. Daerah antarac1 danc2 harus bernilai 1.
"- $ ('5 KurvaTwo+sidedGaussian untukσ1=2,c1=4 danσ2=1,
c2=8
%( $:
Kurva S mempunyai fungsi keanggotaan seperti pada
[ ]
≥ ≤ ≤ + − − − + ≤ ≤ − − ≤ = b x b x b a a b x b b a x a a b a x a x x , 1 2 , 2 1 2 , 2 , 0 2 2 (13)"- $ ('6 Kurva S untuka=1 danb=8
$
Proses clustering pada dasarnya merupakan proses pembuatan gugus atau
himpunan yang memiliki anggota elemen elemen yang akan dicluster. Pada
algoritma clustering non fuzzy, nilai keanggotaan suatu elemen terhadap
gugus atau cluster dinyatakan sebagai 0 atau 1, artinya setiap dokumen hanya
bisa menjadi anggota satu cluster (1 sebagai anggota dan 0 bukan anggota).
Padahal, pada temu kembali informasi, dokumen dapat memiliki informasi
yang relevan (dengan derajat tertentu) dengan beberapacluster yang berbeda.
Dengan fuzzy clustering, dokumen dapat menjadi anggota beberapa cluster
sekaligus. Algoritma fuzzy clustering untuk document clustering masih
'( # 2 3
Ada beberapa algoritma fuzzy clustering, salah satu diantaranya
adalah Algoritma Fuzzy C Means (FCM). FCM adalah suatu teknik
clustering data dengan keberadaan setiap titik data dalam suatu cluster
ditentukan oleh derajat keanggotaan. Teknik ini pertama kali
diperkenalkan oleh Jim Bezdek (Bezdek, 1981).
Algoritma FCM diawali dengan menentukan derajat keanggotaan
(secara acak) setiap titik data terhadap cluster. Berdasarkan derajat
keanggotaan, kemudian ditentukan pusatcluster. Pada kondisi awal, pusat
cluster tentu saja masih belum akurat. Derajat keanggotaan selanjutnya
diperbaiki berdasarkan fungsi jarak antara titik data dengan pusat cluster
(Nascimento et. al., 2003).
Dengan memperbaiki pusatclusterdan derajat keanggotaan tiap titik
data secara berulang dan terus menerus, maka pusatclusterakan bergeser
ke titik yang tepat (dengan kondisi total jarak antara titik data dengan
pusat cluster telah mencapai nilai yang diinginkan). Output FCM adalah
deretan pusatclusterdan derajat keanggotaan data terhadap setiap cluster
(Kusumadewi dan Purnomo, 2004).
*,0$ "
Algoritma FCM adalah sebagai berikut (Kusumadewi & Purnomo,
2004) :
1 Tentukan X sebagai input data yang akan dijadikan cluster dalam
(
)
(
)
∑ ∑
∑
= − − = − − = − − = c k w m j kj ij w m j kj ij ik V X V X 1 1 1 1 2 1 1 2 1m = jumlah atribut setiap data. Xij= data sample ke i (i= 1,2,3 …, n),
atribut ke j (j = 1,2,3,…,m).
2 Tentukan :
Jumlahcluster =c;
Pangkat =w;
Maksimum iterasi =MaxIter;
Error terkecil yang diinginkan = ξ ;
Fungsi obyektif awal =P0= 0;
Iterasi awal =t = 1;
3 Bangkitkan bilangan random uik, i = 1,2,..,n; k=1,2,...,c; sebagai
elemen elemen matriks partisi awal U.
Hitung jumlah setiap kolom (atribut) :
j=1,2,…,m (14)
Kemudian hitung : (15)
4 Hitung pusatclusterke k : Vkj, dengank=1,2,…,c;danj=1,2,…,m.
(16)
5 Hitung fungsi keanggotaan pada iterasi ke t, Pt :
6 Hitung perubahan matriks partisi :
(18)
dengan: i=1,2,...,n; dan k=1,2,...,c.
7 Periksa kondisi berhenti :
Jika: (| Pt – Pt+1 | < ξ) atau (t > maxIter) maka berhenti;
Jika tidak:t = t + 1, ulangi langkah ke 4
( =/)$1/!)$ * <<= @ ) 1
Jarak Euclid yang sering digunakan pada algoritma FCM, ternyata
bukan merupakan ukuran yang paling cocok untuk membandingkan vector
dokumen. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : misalkan ada
dua dokumen XA dan XB yang terdiri dari set term T sebanyak k dengan
asumsi kebanyakan term pada T (k’) tidak muncul pada XA dan XB.
Diasumsikan juga vektor XA dan XB tidak memiliki term yang sama.
Sehingga XA dan XBmemiliki banyak memiliki nilai 0 dan jarak Euclid
antara keduanya relatif kecil. XA dan XB dinyatakan mirip, padahal yang
sesungguhnya tidak.
Masalah pada fungsi Euclid adalah ketiadaan term pada dua dokumen
dianggap sama dengan kehadiran term yang sama pada dua dokumen.
Oleh karena itu, perlu dipikirkan cara atau metode lain yang lebih baik dari
jarak Euclid. Mendez & Sacks (2003), mencoba menggunakan Ukuran
Kemiripan Kosinus (Cosine Similarity) untuk menggantikan jarak Euclid.
Ukuran Kosinus ( ) adalah inner product dari vektor ( dan )
(
)
( )
− =∑
∑
∑
= = = w ik m j kj ij c k n it X V
P
1
2
setelah dinormalisasi ( ). Semakin tinggi nilai kosinus,
semakin tinggi derajat kemiripan antar dokumen.
(19)
memiliki sifat : dan
Dengan transformasi sederhana, diperoleh ukuran ketidakmiripan :
(20)
dan
Berdasarkan eksperimen, Mendes & Sacks (2003) berhasil
membuktikan bahwa Ukuran Kemiripan Kosinus menghasilkan hasil
clusteryang lebih baik dibandingkan dengan Jarak Euclid. Adapun fungsi
obyektif yang digunakan adalah :
(21)
Karena tidak mencerminkan derajat keanggotaan ( ), maka
perlu dihitung dengan menggunakan rumus :
,1 ) ,,0 # @
Data menjadi anggota sebuah cluster berdasarkan fungsi keanggotaan.
Sebagai contoh, diberikan sekelompok data berdimensi tunggal (Gambar
2.12),
"- $ ('8 Sebaran data pada dimensi tunggal
Misalkan teridentifikasi dua cluster (A dan B). Pada algoritma K Means,
fungsi keanggotaan menjadi :
"- $ ('; Kurva S untuka=1 danb=8
Pada algoritma FCM & H FCM, sebuah data tidak secara eksklusif
menjadi anggota sebuah cluster. Dalam hal ini, kurva fungsi keanggotaan
berbentuk sigmoid untuk menyatakan bahwa setiap data dapat menjadi
anggota beberapa cluster dengan derajat keanggotaan yang berbeda
"- $ (' Fungsi keanggotaan algoritma FCM & H FCM
5( % ! & ' 2 3
FCM adalah algoritma clustering yang terawasi, sebab pada FCM
kita harus terlebih dahulu menentukan banyaknya cluster yang akan
dibentuk. Menentukan banyaknya cluster yang tepat merupakan
permasalahan utama dalam pendekatan ini (Geva, 1999). Apabila
banyaknya cluster belum diketahui, maka kita harus menggunakan
algoritma yang tak terawasi (banyaknya cluster ditentukan oleh
algoritma). FSC merupakan algoritma clustering yang tak terawasiyang
diperkenalkan pertama kali oleh Chiu pada tahun 1994 (Chiu, 1994).
Algoritma Subtractive Clustering dibangun berdasarkan ukuran
kepadatan (density) titik data dalam suatu ruang (peubah). Konsep dasar
subtractive clustering adalah menentukan daerah peubah yang memiliki
kepadatan data yang tinggi. Titik dengan jumlah tetangga terbanyak akan
dipilih sebagai pusat cluster. Titik yang terpilih akan dikurangi tingkat
tingkat kepadatan tertinggi lainnya untuk dijadikan sebagai pusat cluster
yang lain (Kusumadewi & Purnomo, 2004).
Apabila terdapatNbuah data:X1, X2, .., Xndan dengan menganggap
data sudah dalam keadaan normal, maka densitas titik Xk dapat dihitung
sebagai :
( )
∑
= − − = N j j k k r X X D 1 2 2 exp (23)Dengan Xk −Xj adalah jarak antara Xkdengan Xj, dan r adalah
konstanta positif yang kemudian akan dikenal dengan nama jari jari
(influence range) r. Jari jari adalah vektor yang akan menentukan
seberapa besar pengaruh pusat cluster pada tiap tiap variabel. Dengan
demikian, suatu titik data akan memiliki nilai kepadatan yang besar jika
dia memiliki banyak tetangga didekatnya.
Setelah menghitung nilai kepadatan setiap titik, maka titik dengan
kepadatan tertinggi akan dipilih sebagai pusatcluster. MisalkanXc1adalah
titik yang terpilih sebagai pusat cluster, sedangkan Dc1 adalah ukuran
kepekatannya. Selanjutnya kepekatan dari titik titik disekitarnya akan
dikurangi menjadi
(
)
− − ∗ −= 21
1 2 exp b c k c k k r X X D D D (24)
dengan rb = q*ra (biasanya squash factor (q) = 1.5). Artinya titik
titik yang ada dekat dengan cluster Xc1 akan mengalami pengurangan
menjadi pusat cluster berikutnya. Biasanya nilai rb bernilai lebih besar
dari jari jari (r).
Setelah kepekatan tiap titik disesuaikan, maka selanjutnya akan
dicari pusat cluster yang kedua, yaitu Xc2. Sesudah Xc2 didapat, ukuran
kepekatan tiap titik disekitarnya disesuaikan kembali, demikian
seterusnya.
Penerimaan dan penolakan suatu titik data menjadi pusat cluster
ditentukan oleh nilai Rasio, Rasio Terima dan Rasio Tolak. Rasio adalah
perbandingan nilai kepekatan suatu data pada perulangan ke i (i > 1)
dengan nilai kepekatan data pada perulangan pertama (i=1). RasioTerima
dan RasioTolak merupakan konstanta bernilai antara 0 dan 1 yang
digunakan sebagai ukuran untuk menerima dan menolak sebuah titik data
kandidat pusatclustermenjadi pusatcluster.
Ada 3 kondisi yang mungkin terjadi:
a. Jika Rasio > RasioTerima, maka titik data tersebut diterima sebagai
pusatclusterbaru
b. Jika RasioTolak < Rasio < RasioTerima, maka kandidat dapat diterima
sebagai pusat cluster jika kandidat memiliki jarak yang cukup jauh
dengan pusat cluster terdekat (rasio + jarak dengan pusat cluster
terdekat ≥ 1). Sebaliknya jika rasio + jarak dengan pusat data terdekat
< 1, maka dia ditolak sebagai pusatcluster.
c. Jika Rasio ≤ RasioTolak, maka sudah tidak ada lagi titik data yang
akan dipertimbankan sebagai kandidat pusat cluster, perulangan
*,0$ " % ! & '
Algoritma Fuzzy Subtractive Clustering adalah sebagai berikut
(Kusumadewi & Purnomo, 2004) :
1 Tentukan Xij sebagai input data yang akan dicluster i=1,2,...,n;
j=1,2,...,m (n= jumlah sampel data danm= jumlah atribut setiap data)
2 Tetapkan nilai :
a. rj(jari jari setiap atribut data);j=1,2,...,m
b. q(squash factor);
c. Accept ratio
d. Reject Ratio
e. XMin (minimum data diperbolehkan)
f. XMax (maksimum data diperbolehkan).
3 Normalisasi :
j j
j ij
ij
XMin XMax
XMin X
X
− −
= , i = 1,2,...,n; j=1,2,...,m; (25)
4 Tentukan potensi awal setiap titik data
a. i= 1;
b. Kerjakan hinggai=n:
• Ti=Xij j=1,2,...,m
• Hitung :
−
=
r X T
Distkj j kj j=1,2,...,m; k=1,2,...,n; (26)
• Potensi awal :
(
)
∑
= −=
n k Distke
D
1 4 1 2 1 (27)Jika m > 1, maka
(
)
∑
= −=
n k Dist i kje
D
1 4 2 (28)i = i + 1
4 Cari titik dengan potensi tertinggi
a. M = max[Di | i=1,2,...,n]
b. H = i, sedemikian sehingga Di = M;
5 Tentukan pusatclusterdan kurangi potensinya terhadap titik titik di
sekitarnya
a.Center =[]
b.Vj = Xhj; j=1,2,...,m
c.C = 0 (jumlahcluster)
d.Kondisi = 1;
e.Z = m
f. Kerjakan jika (kondisi≠1) dan (z≠0)
• Rasio = z/M
• Jika Rasio > accept_ratio :
Md = 1;
Kerjakan untuk i=1 sampai i = C:
i.
r Center V
Gij = j − ij j=1,2,...,m (29)
ii.
∑
( )
=
= m ij
i G
iii.Jika (Md < 0) atau (Sd < Md), maka Md = Sd;
Smd = Md
Jika rasio + Smd ≥1, maka kondisi = 1; (Data diterima
sebagai pusatcluster)
Jika rasio + Smd < 1, maka kondisi = 2; (Data tidak akan
dipertimbangkan kembali sebagai pusatcluster).
• Jika Kondisi = 1 lakukan :
C = C + 1;
Centerc = V;
Kurangi potensi dari titik titik dekat pusatcluster:
q j ij j ij r X V S * −
= ; j=1,2,...,m; i=1,2,...,n; (31)
( )
−∑
=
= m j ij Sci
M
e
D
12
4
*
i=1,2,...,n (32)i. Dci= M *e ;i=1,2,...,n. (33)
ii. D = D – Dc (34)
iii. JikaDi ≤0, makaDi= 0; i =1,2,...,n.
iv.Z= max[Di|i=1,2,...,n]
v. Pilihh = 1, sedemikian sehinggaDi=Z
• Jika kondisi = 2
Dh = 0;
Z = max[Di |i=1,2,...,n]
Centerij= Centerij* (Xmaxj– Xminj) + Xminj; (35)
7 Hitung nilai sigmacluster
8 / ) (
* j j
j
j =r XMax −XMin
σ (36)
Hasil dari algoritmaSubtractive Clusteringini adalah matriks pusat
cluster (C) dan sigma (
σ
) yang akan digunakan untuk menentukan nilaiparameter fungsi keanggotaan Gauss, seperti terlihat pada Gambar 2.12.
[ ]
x =0.5c
σ σ
"- $ ('>Fungsi keanggotaan kurva Gauss (Kusumadewi & Purnomo, 2004)
Dengan kurva Gauss pada Gambar 2.12, maka derajat keanggotaan
titik dataXipadaclusterk dapat ditentukan sebagai :
(37)
( # * " 1 )" )" )"- * %0$" 1
Tujuan dari setiap algoritma clustering adalah untuk mengelompokkan
elemen data berdasarkan ukuran ke(tidak)miripan sehingga relasi dan struktur
data yang tidak terlihat dapat diungkapkan.Document clusteringuntuk temu
kembali informasi telah mulai dipelajari beberapa dekade yang lalu untuk
(
)
∑
=
=− −
m
j j
kj ij C
x
ki
e
1
meningkatkan kinerja pencarian dan efisiensi pengambilan (Mendes dan
Sacks, 2003).
Penggunaan clustering didasarkan pada hipotesis cluster yaitu :
“dokumen yang relevan dengan query yang diberikan, cenderung mirip satu
sama lain dibandingkan dengan dokumen yang tidak relevan, oleh karena
dokumen yang relevan dapat dikelompokkan dalam cluster” (Rijsbergen,
1979). Selain itu, clustering juga dapat digunakan untuk browsing koleksi
dokumen yang sangat besar dan sebagai alat untuk mengatur senarai dokumen
hasilquerymenjadi kelompok kelompok yang memiliki makna (Cutting at. al,
1992). Penelitian Leuski juga berhasil menunjukkan bahwa ternyata metode
clustering lebih efektif dalam membantu pengguna untuk menemukan
informasi dibandingkan dengan metode senarai (Leuski, 2001).
Dilihat dari urutan pengerjaannya, clustering dalam temu kembali
informasi dibagi dua jenis, sebelum pencarian (static clustering) dan sesudah
pencarian (post+retrieval clustering) (Tombros, 2002).
) )* )$# ! *
Berdasarkan kajian literatur yang penulis lakukan, penelitian untuk
meningkatkan efektifitas temu kembali informasi kebanyakan menggunakan
model document clustering. Model clustering yang paling banyak digunakan
adalah model hirarki dan partisi ( -)* ').
1. Penelitian pada temu kembali informasi fuzzy yang lebih komprehensif
dilakukan oleh Horng et. al. (2005). Pertama kali, Horng et. al.
cluster dan pusat dokumen, dibangun aturan logika fuzzy logic. Terakhir,
mereka mengaplikasikan aturan logikafuzzyuntuk mengembangkanquery
pengguna untuk menemukan dokumen yang relevan dengan permintaan
pengguna. Implementasi aturan logika fuzzy pada query pengguna
menjadikan metode temu kembali informasi fuzzylebih efektif, fleksibel
dan cerdas.
-)* ('Penelitian tentangdocument clustering
! "#$ %%&
1 Horng et. al. 2005 Fuzzy Agglomerative Hierarchical Hirarki Ya
2 Lian et. al. 2004 S Grace Hirarki &
Graf
Tidak
3 Shyu et. al. 2004 PAM, Single , Group Average
& Complete
Partisi &
Hirarki
Tidak
4 Fung et. al. 2003
(FIHC)
Hirarki Tidak
5 Wallace et. al. 2003 Fuzzy Agglomerative Hierarchical Hirarki Ya 6 Mendes & Sacks.
2003
!! (H
FCM)
Partisi Ya
7 Leuski. 2001 ε Insentive Fuzzy C Means (ε
FCM)
Partisi Ya
8 Maarek et. al. 2000 Agglomerative Hierarchical Hirarki Tidak
9 Rüger & Gauch. 2000 Buckshot Partisi Tidak
2. Lian et. al. (2004) melakukan clusteringterhadap dokumen XML dengan
mengusulkan algoritma S Grace. Pada algoritma S Grace, digunakan
Teori Graf untuk mengukur jarak antara dokumen dengan sekelompok
dokumen. Walaupun masih sangat memakan waktu, algoritma S Grace