• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mutu Fisik Dan Organoleptik Angel Food Cake yang Dibuat Dari Tepung Putih Telur Ayam Hasil Lama Desugarisasi yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mutu Fisik Dan Organoleptik Angel Food Cake yang Dibuat Dari Tepung Putih Telur Ayam Hasil Lama Desugarisasi yang Berbeda"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE

YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM

HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA

SKRIPSI HEIDY NELSIANA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

HEIDY NELSIANA. D14202060. 2007. Mutu Fisik dan Organoleptik Angel food Cake yang Dibuat dari Tepung Putih Telur Ayam Hasil Lama Desugarisasi yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Rukmiasih, MS

Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si

Telur merupakan bahan pangan yang memiliki berbagai sifat fungsional yang dapat dimanfaatkan dalam pengolahan berbagai produk pangan. Berbagai industri pengolahan pangan menggunakan telur sebagai ingredient penting dalam pengolahan produk, namun penyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama seringkali sulit terpenuhi karena kandungan nutrisi yang tinggi menjadikan telur sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food). Perlakuan pengawetan diperlukan untuk mempertahankan daya simpan telur. Salah satu metode pengawetan telur adalah dengan pengeringan. Metode yang sering digunakan untuk pengeringan putih telur adalah pan drying karena dalam pengerjaannya lebih mudah dan murah.

Kelemahan dari proses pengeringan adalah terjadinya reaksi Maillard antara gula pereduksi (glukosa) dan asam-asam amino ketika telur dikeringkan. Akibatnya terjadi warna serta aroma yang tidak diinginkan pada produk tepung putih telur. Hal ini dapat dicegah dengan perlakuan desugarisasi, yaitu proses penghilangan glukosa. Proses desugarisasi juga sangat membantu dalam mempertahankan daya buih albumen serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah pengeringan dan bertujuan untuk menjaga sifat kelarutannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu desugarisasi yang berbeda pada pembuatan tepung putih telur terhadap sifat fisik dan organoleptik angel food cake. Alasan pemilihan angel food cake adalah karena angel food cake sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu cara yang paling tepat dalam menilai kualitas daya membuih putih telur.

Penelitian didahului dengan pembuatan tepung putih telur menggunakan putih telur ayam ras umur sehari yang kemudian diberi perlakuan lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam. Tepung putih telur yang didapat kemudian dijadikan salah satu bahan baku dalam membuat angel food cake. Selanjutnya angel food cake tersebut diuji sifat fisik dan organoleptiknya. Sifat fisik meliputi uji porositas, nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan. Uji organoleptik menggunakan uji kesukaan terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food cake.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam tidak berpengaruh terhadap fisik dan organoleptik angel food cake.

(3)

ABSTRACT

Physical and Organoleptic Quality of Angel foodCake Made By Egg White Powder With Different Long Time Period of Desugarization

Nelsiana, H., Rukmiasih, Z. Wulandari

Egg drying is an alternative method in egg process to prolonge it shelf life. In the egg drying processes, water is removed by presence of heat, either by spray, drum, or pan drying method. Egg white is usually dried by pan drying method. In the egg white drying process with pan drying method, the small amount of glucose can lead to the darkening and off-flavour as the result of the Maillard reaction. Desugarization is a method to remove the glucose. This research aim is to study the influence of long time desugarization process to the physical and organoleptic quality

of angel foodcake. The observed variables are porous value, increasing volume ratio,

volume index, tenderness of the cake and the organoleptic test. The obtained data which was analyzed by variance analizing for the phisycal quality and Kruskal-Wallis test for the organoleptic quality showed that the diference of long time desugarization has no affect with organoleptic and physical characteristic of angel foodcake.

Keywords: Egg white drying, desugarization, angel food cake, physical and

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 November 1983 di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Gerrit Herry Parengkuan dan Sri Sukafty.

Pendidikan formal pertama penulis dapatkan di Taman Kanak-kanak Pelangi dan diselesaikan pada tahun 1990. Pendidikan dasar penulis selesaikan di SD Tirta Buaran, Ciputat, Tangerang pada tahun 1996. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri II Pamulang dan pendidikan lanjutan

menengah umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMU Negeri I Ciputat.

Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada 15 Agustus 2002 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selanjutnya penulis terdaftar sebagai mahasiswi Program Studi Teknologi Hasil Ternak,

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan BEM IPB, BEM Fakultas Peternakan IPB, Himaproter, serta

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana pada Program Studi

Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mencoba memberikan informasi mengenai sifat fisik dan organoleptik angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur hasil pan drying dengan lama desugarisasi yang berbeda.

Penelitian ini diawali dengan pembuatan tepung putih telur menggunakan metode pan drying yang diberi perlakuan lama desugarisasi yang berbeda, kemudian dilanjutkan pembuatan angel food cake dengan bahan dasar tepung putih telur. Setelah itu dilakukan uji fisik dan organoleptik angel food cake.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Akan tetapi penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya.

Bogor, 6 Februari 2007

(6)
(7)
(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komponen Kimia Telur Ayam Segar ... 3

2. Kandungan Protein Utama dalam Putih Telur ... 5

3. Formulasi Bahan dalam Pembuatan Angel food Cake ... 21

4. Nilai Porositas Angel food Cake ... 23

5. Nisbah Pengembangan Angel food Cake ... 24

6. Volume Spesifik Angel food Cake ……..... 24

7. Keempukan Angel food Cake …………..... 25

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Mekanisme Pembentukan Buih ... 7

2. Perubahan Glukosa Secara Aerobik dan Anaerobik ………. 9

3. Pembuatan Tepung Putih Telur Secara Umum ... 20

(10)

DAFTAR LAMPIRAN 6. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Penampakan Umum

Angel Food Cake ... 37 6. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Aroma Angel food Cake ……... 38 7. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Rasa Angel food Cake ... 39 8. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Penampakan umum, Rasa,

Warna dan Aroma Angel food Cake dengan Lama Desugarisasi

Yang Berbeda ... 40 9. Hasil Analisis Ragam Porositas Angel food Cake dengan Lama

Desugarisasi yang Berbeda ………... 40 10. Hasil Analisis Ragam Nisbah Pengembangan Angel food Cake

dengan Lama Desugarisasi yang Berbeda ... 41 11. Hasil Analisis Ragam Volume Spesifik Angel food Cake

dengan Lama Desugarisasi yang Berbeda ... 41 12. Hasil Analisis Ragam Keempukan Angel food Cake dengan

Lama Desugarisasi yang Berbeda ... 41 13. Hasil Uji Kruskal – Wallis terhadap Warna Angel food Cake ... 41 14. Hasil Uji Kruskal – Wallis terhadap Penampakan Umum

Angel food Cake ………. 42

15. Hasil Uji Kruskal – Wallis terhadap Aroma Angel food Cake …... 42 16. Hasil Uji Kruskal – Wallis terhadap Rasa Angel food Cake …….. 42

17. Formulir Uji Hedonik Angel food Cake ………. 43

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang memiliki susunan gizi lengkap dan berimbang karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh

manusia. Sebagai bahan pangan, telur tidak hanya bermanfaat sebagai sumber protein hewani yang berkualitas namun juga merupakan ingredient yang penting dalam pembuatan berbagai produk makanan.

Penyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama seringkali tidak dapat dipenuhi karena sifat telur yang mudah rusak (perishable food). Kerusakan telur

dapat dicegah dengan perlakuan pengawetan. Pembuatan tepung telur merupakan salah satu cara pengawetan telur. Tepung telur didapat dengan cara mengurangi atau meminimalkan kadar air yang terkandung di dalam telur sehingga tidak memungkinkan mikroorganisme tumbuh di dalamnya dan umur simpan telur lebih

panjang.

Pembuatan tepung telur dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya metode spray drying, foamingdrying dan pan drying. Metode yang biasa digunakan dalam pembuatan tepung putih telur adalah metode pan drying.

Metode pan drying merupakan metode pengeringan yang mudah dilakukan dan membutuhkan biaya yang lebih murah. Pembuatan tepung putih telur dengan metode pan drying memiliki kelemahan, antara lain terjadinya reaksi Maillard antara glukosa dan asam amino yang menyebabkan warna kecoklatan. Oleh karena itu

diperlukan suatu metode yang dapat mengatasi masalah tersebut. Desugarisasi merupakan metode yang dapat dilakukan untuk mencegah reaksi Maillard.

Desugarisasi dilakukan dengan merombak glukosa dalam putih telur menggunakan

khamir Saccharomyces cereviceae. Desugarisasi juga sangat membantu dalam

mempertahankan salah satu sifat fungsional putih telur yaitu daya membuih putih telur serta menurunkan viskositasnya sehingga mempermudah pengeringan.

Pengujian sifat fisik dan fungsional tepung putih telur menunjukkan bahwa lama desugarisasi mempengaruhi kadar air, daya dan kestabilan buih tepung putih

telur (Puspitasari, 2006). Pada penelitian ini ingin diketahui apakah lama

(12)

Hal ini karena angel food cake merupakan salah satu produk cake yang sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu cara pengujian terhadap daya dan kestabilan buih

putih telur.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama desugarisasi pada proses pengeringan putih telur terhadap kualitas fisik dan organoleptik angel food

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Telur Ayam

Telur terdiri dari tiga komponen utama, yaitu 58% putih telur, 31% kuning telur dan 11% kerabang (Vail, et al., 1978). Komponen kimia telur ayam segar disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komponen Kimia Telur Ayam Segar

Komposisi Telur utuh Kuning telur Putih telur

beraturan sebagai jalan keluar-masuknya atau pertukaran air, gas dan bakteri ke dalam telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara 100-200 lubang /cm2 luas permukaan kulit telur. Berukuran sangat kecil sekitar 0,01-0,07 mm2 dan tersebar di seluruh permukaan kulit telur (Sirait, 1986).

Kuning telur dikelilingi oleh membran vitelin yang memisahkannya dengan

putih telur. Antara kuning dan putih telur dihubungkan oleh khalaza yang berbentuk seperti tali terpilin, berfungsi untuk mempertahankan letak kuning telur agar tetap berada di tengah (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kuning telur memiliki kandungan padatan sebesar 50% dan sebagian besar terdiri dari lemak, yaitu sekitar 32-36% dari

kandungan kuning telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).

Putih telur atau albumen tersusun oleh lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan encer dalam dan lapisan kalaza atau lapisan kental dalam. Air merupakan komponen utama albumen. Kandungan padatan dalam putih telur berkisar antara

(14)

Buih Putih Telur Daya dan Stabilitas Buih

Buih merupakan dispersi koloid dari suatu fase gas yang terdispersi dalam fase cair (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pembentukan buih dari bagian putih telur

dilakukan dengan pengocokan. Pengocokan dapat menggunakan tenaga tangan atau dengan bantuan mesin pengocok telur (Sirait, 1986). Saat putih telur dikocok, gelembung udara terperangkap dalam cairan albumen dan membentuk buih.

Buih yang terbentuk dari pengocokan putih telur merupakan komponen yang

penting dalam pembuatan berbagai produk makanan seperti cake. Daya dan kestabilan buih yang tinggi akan berperan penting dalam pembentukan film yang stabil untuk mengikat gas dalam pembuatan angel food cake (Winarno dan Koswara, 2002). Dalam proses pembuatan cake, udara dalam gelembung buih akan memuai

ketika dipanaskan dan putih telur yang menyelubunginya meregang kemudian membentuk struktur pori pada cake (Vail et al., 1978). Daya buih yang tinggi memiliki ukuran buih yang besar sehingga saat dipanggang ukuran remah cake yang dihasilkan juga besar (Melvyna, 2005).

Buih yang baik adalah yang memiliki kemampuan dan kestabilan buih yang baik. Stadelman dan Cotterill (1977) menyatakan bahwa daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur dalam membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam presentase terhadap putih telur. Berdasarkan pernyataan tersebut , maka daya buih dapat dinyatakan dengan rumus:

Daya buih = volume buih (ml) x 100% Volume putih telur (ml)

Dasar pembentukan buih yang stabil adalah cairan dengan kekuatan regangan atau elastisitas tinggi. Kestabilan buih putih telur dapat diukur berdasarkan

banyaknya air yang terlepas dari buih dalam waktu tertentu dan biasanya dinyatakan dalam bobot, volume atau derajat pencairan (Stadelman dan Cotterill, 1977).

Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), faktor-faktor yang mempengaruhi daya dan kestabilan buih putih telur antara lain lama pengocokan, pH, suhu, serta

penambahan bahan kimia atau bahan tambahan lainnya. Volume buih putih telur akan meningkat seiring lamanya waktu pengocokkan (Henry dan Barbour, 1933

(15)

tidak ada lagi kenaikan volume buih (Barmore, 1934 dalam Romanoff dan Romanoff, 1963). Kestabilan buih tertinggi didapat setelah lama pengocokkan 2

menit, sehingga untuk mendapatkan kestabilan buih yang diinginkan, putih telur sebaiknya tidak dikocok hingga mencapai volume maksimum.

Henry dan Barbour (1933) dan Bailey (1935) dalam Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa volume dari putih telur yang dikocok akan meningkat

seiring kenaikan nilai pH. Selanjutnya disebutkan bahwa putih telur dengan nilai pH di bawah 8 memerlukan waktu pengocokan yang lebih lama untuk memperoleh buih yang stabil. Pemanasan putih telur pada suhu di atas 50 0C dapat menyebabkan penurunan kestabilan buih dan volume buih putih telur yang dihasilkan juga akan

menurun sekitar 30% lebih rendah dari umumnya (Romanoff dan Romanoff, 1944

dalam Romanoff dan Romanoff, 1963).

Protein Putih Telur yang Berperan dalam Pembentukan Buih

Protein merupakan komponen terbesar putih telur (Sirait, 1986). Presentase protein yang terkandung dalam putih telur dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Protein Utama Dalam Putih Telur

(16)

Menurut Stadelman dan Cotterill (1977), protein putih telur yang berperan dalam pembentukan buih yaitu ovomucin, globulin serta ovalbumin. Nakamura

(2000) menyebutkan bahwa ovomucin, globulin serta conalbumin mempunyai kemampuan membuih yang tinggi, dan lysozyme, ovomucoid serta ovalbumin menunjukkan karakteristik membuih yang rendah.

Ovomucin merupakan glikoprotein, dicirikan oleh sifat kekentalan yang

tinggi (Nakamura, 2000). Pada proses pembentukan buih, ovomucin berperan membentuk film dari materi tak terlarut dan menstabilkan buih (Stadelman dan Cotterill, 1977).

Ovalbumin adalah salah satu jenis protein dalam putih telur yang terbanyak (54% dari total protein putih telur) yang mempunyai kemampuan membentuk buih (Alleoni dan Antunes, 2004). Protein ini pada pembuatan kue akan menggumpal saat dipanaskan dan akan mempengaruhi struktur dan tekstur kue yang dihasilkan.

Ovalbumin tidak akan hilang akibat pengocokan dan jumlahnya tetap sama dengan

kandungan telur segar (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Globulin berperan dalam kekentalan putih telur dan mencegah mencairnya

gelembung udara. Globulin mempunyai tegangan permukaan yang rendah sehingga membantu tahapan pembentukan buih. Tegangan permukaan yang rendah cenderung memperkecil ukuran gelembung dan meratakan tekstur buih. Kandungan globulin

serta ovomucin yang rendah, membutuhkan waktu pengocokan yang lebih lama dalam pembentukan buih putih telur dan bila digunakan dalam pembuatan cake dapat menyebabkan pembentukan volume yang kurang baik (Stadelman dan Cotterill, 1977). Globulin berperan dalam menjaga kestabilan buih (Nakamura, 2000).

Pembentukan Buih

Mekanisme pembentukan buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan pada

molekul protein sehingga rantai protein menjadi lebih panjang, kemudian dilanjutkan dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang terdenaturasi. Setelah itu udara masuk diantara molekul protein yang terbuka rantainya dan ditahan disana sehingga volume bagian putih telur menjadi bertambah.

(17)

menyebabkan agregasi protein dan melemahnya permukaan film, diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWaters, 1981 danSirait, 1986).

Mekanisme terbentuknya buih disajikan pada Gambar 1 (Cherry dan McWaters, 1981).

Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Buih Sumber : Cherry dan McWaters, 1981

Tepung Putih Telur

Pengawetan telur yang sering dilakukan diantaranya adalah dengan proses pengeringan. Proses pengeringan telur akan menghasilkan produk berupa tepung

telur atau telur bubuk. Tepung telur atau disebut juga telur kering/puder merupakan salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan (Winarno dan Koswara, 2002). Berdasarkan karakteristik pengeringannya, telur dapat

(18)

dibedakan menjadi dua kategori dasar, yaitu (1) produk putih telur dan (2) produk telur penuh serta kuning telur. Produk putih telur pada dasarnya bebas lemak,

sedangkan produk telur utuh dan kuning telur mengandung lemak yang berikatan dengan protein dan komponen lain dari kuning telur (Bergquist., 1964 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995).

Tepung putih telur umumnya digunakan sebagai pelapis kue, kue-kue yang

mementingkan sifat koagulasi protein dan campuran kue yang mementingkan daya pembusaan (Sirait, 1986). Oleh karena itu, tepung putih telur yang dihasilkan harus memiliki sifat-sifat fungsional dan sifat fisikokimia seperti telur segar. Keadaan tersebut dapat dijaga antara lain dengan perlakuan desugarisasi.

Desugarisasi

Desugarisasi merupakan suatu proses enzimatik atau fermentasi mikrobial

untuk menyingkirkan sejumlah kecil glukosa yang terdapat secara alami pada putih telur karena dapat menyebabkan rasa yang tidak diinginkan dan warna kecoklatan

pada tepung telur (Vail et al., 1978). Menurut HammershÖj dan Andersen (2002),

albumen telur difermentasi untuk menyingkirkan glukosa, yang pada proses pengeringan dapat bereaksi dengan asam-asam amino dalam reaksi Maillard dan menghasilkan warna kecoklatan yang tidak diinginkan pada tepung putih telur. Proses desugarisasi juga sangat membantu dalam mempertahankan daya buih

albumen serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah pengeringan dan bertujuan untuk menjaga sifat kelarutannya (Hill dan Sebring, 1973 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995).

Proses desugarisasi dapat dilakukan dengan metode fermentasi oleh ragi

(Saccharomyces cerevisiae), fermentasi oleh bakteri asam laktat (Streptococcus

lactis) atau fermentasi secara enzimatik (Winarno dan Koswara, 2002). Fermentasi dengan ragi merupakan cara praktis menyingkirkan glukosa dari telur (Hill dan Sebring, 1973 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995).

Menurut Reed dan Nagodawithana (1991), fermentasi ragi dapat dilakukan menggunakan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) pada level 0,34% dengan suhu 30

oC. Hill dan Sebring (1973) dalam Stadelman dan Cotteril (1995) menyatakan bahwa

(19)

inkubasi selama 3 jam pada suhu 37 oC. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses

desugarisasi antara lain asam, alkohol, mikroba, suhu, oksigen, garam.

Desugarisasi dapat terjadi secara aerobik dan anaerobik. Proses pemecahan glukosa secara aerobik dan anaerobik dapat dilihat pada Gambar 2.

Glikolisis (Embden Meyerhof)

Kondisi anaerobik O2 Kondisi aerobik

2 CO2

O2

Gambar 2. Perubahan Glukosa Secara Aerobik dan Anaerobik Sumber: Lehningher, 1994

Proses desugarisasi secara anaerobik akan menghasilkan beberapa komponen terutama CO2 dan alkohol (C2H5OH). Desugarisasi secara aerobik akan

menghasilkan senyawa berupa CO2 dan H2O (Lehningher, 1994).

Puspitasari (2006) menyebutkan bahwa lama desugarisasi berpengaruh terhadap kecerahan, kadar air, serta daya dan kestabilan buih tepung putih telur. Selanjutnya disebutkan bahwa lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam masing-masing menghasilkan tepung putih telur dengan kecerahan 65,1, 65,5 dan 65,5, kadar air

6,25%, 6,66% dan 7,58%, daya membuih sebesar 511,10%, 433,33% dan 349,99% serta tirisan buih sebanyak 3,23, 3,77 dan 4,45. Kecerahan meningkat secara nyata. Kadar air dan tirisan buih meningkat secara sangat nyata, sedangkan daya buih menurun secara sangat nyata.

Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae umumnya dikenal sebagai “ragi roti”.

Saccharomyces cerevisiaedapat tumbuh optimal pada suhu 25-30 oC dengan kisaran

(20)

Pertumbuhan Sacharomyces cereviceae memerlukan beberapa nutrisi diantaranya karbon yang dapat diperoleh dari karbohidrat seperti glukosa, fruktosa

dan manosa serta nitrogen yang diperoleh dari adanya perombakan beberapa asam amino yang terkandung dalam putih telur (Peppler, 1979). Menurut Franklin (2002),

Sacharomyces cereviceae memperoleh energi dari fermentasi karbohidrat.

Selanjutnya disebutkan bahwa perombakan karbohidrat yang terjadi dalam putih

telur selama proses desugarisasi akan menghasilkan senyawa berupa etil alkohol dan CO2. Pemecahan glukosa dalam putih telur akan menyebabkan pengurangan glukosa

pada bahan tersebut (Matz, 1992). Menurut Hill dan Sebring (1973) dalam Stadelman dan Cotteril (1995), fermentasi telur dengan 0,2- 0,4% ragi pada suhu 22-

23oC mampu menghilangkan kandungan gula dalam waktu 2- 4 jam.

Pengeringan

Pengeringan telur dilakukan dengan menghilangkan kandungan air melalui evaporasi hingga hanya tersisa padatan dan sejumlah kecil kandungan air (Bergquist,

1964 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995). Pengeringan telur pada prinsipnya adalah mengurangi kandungan air dalam bahan sampai pada kadar air tertentu (Sirait,1986). Pengurangan air dari bahan pangan hingga kadar minimum mampu menghentikan pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat reaksi kimia yang terjadi di

dalamnya (Bergquist, 1964 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995).

Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), telur yang telah dikeringkan memiliki beberapa kelebihan antara lain: (1) mempunyai kadar air yang sangat rendah, tidak memungkinkan mikroorganisme tumbuh dan berkembang di dalamnya, (2) memudahkan transportasi karena tidak membutuhkan suhu refrigerator atau suhu

rendah seperti pada telur segar, (3) menghemat ruang penyimpanan karena volume dan berat yang jauh berkurang dari telur utuh sehingga memudahkan penyimpanan.

Pengeringan putih telur umumnya menggunakan metode pan drying. Metode

pan drying merupakan metode pengeringan yang mudah dilakukan dan

membutuhkan biaya yang lebih murah. Pengeringan ini dapat dilakukan dengan menggunakan oven (Bergquist, 1964 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995). Tebal lapisan telur pada metode pan drying adalah 6 mm (Sirait, 1986). Suhu yang digunakan pada pengeringan ini berkisar antara 45-50 oC. Kandungan air yang

(21)

6-14% dari berat tepung putih telur. Produk yang dihasilkan dari metode pan drying berupa flake atau granula yang kemudian dapat dihaluskan menjadi bentuk tepung

(Bergquist, 1964 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995).

Cake

Cake merupakan salah satu jenis penganan yang dibuat dari pencampuran

terigu (Vail et al., 1978). Hingga saat ini terdapat berbagai macam variasi cake,

namun terdapat beberapa jenis cake yang paling umum digunakan, yaitu:

1. Angel food cake, merupakan cake yang dibuat tanpa menggunakan lemak dan

hanya menggunakan putih telur (Vail et al., 1978)

2. Sponge cake, merupakan cake yang dibuat menggunakan telur utuh (Matz,

Angel food cake adalah cake yang didasarkan pada buih putih telur dan tidak

mengandung lemak serta terdiri dari 43,67% putih telur (Matz, 1992). Menurut cara sederhana, angel food cake dibuat dalam dua tahapan proses: (1) Putih telur dikocok, dapat dilakukan dengan atau tanpa gula. Sisa gula kemudian dikocok berikutnya; (2) pengocokan adonan setelah ditambahkan tepung menggunakan pengocokan

minimum yang diperlukan untuk mendistribusikan bahan-bahan yang digunakan agar merata. Alasan urutan tahap penambahan tersebut adalah untuk meminimalkan pengaruh kolapsnya buih akibat kontak antara lemak tepung dengan larutan protein (Matz, 1992).

Angel food cake sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu uji yang paling

(22)

food cake secara fisik dapat diketahui dengan cara mengukur porositas, nisbah pengembangan, volume spesifik serta keempukannya. Secara organoleptik dapat

dilakukan penilaian terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food

cake.

Penilaian porositas angel food cake dilakukan dengan uji skoring menggunakan panelis agak terlatih (Rahayu, 2001). Panel agak terlatih terdiri dari

15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk mengetahui sifat sensorik tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji kepekaannya terlebih dahulu.

Nisbah pengembangan cake diukur dengan membandingkan volume adonan

dengan volume angel food cake yang telah matang (Sulistianing, 1995). Menurut Stadelman dan Cotterill (1977), pengukuran volume spesifik menggambarkan banyaknya milimeter buih dalam berat per satuan gram, sehingga dapat diukur dengan membandingkan volume dengan berat cake matang. Cake dengan volume

yang tinggi akibat pemuaian yang baik akan memberikan hasil cake yang empuk (Matz, 1992).

Penilaian angel food cake secara organoleptik dapat dilakukan dengan uji hedonik atau kesukaan. Uji hedonik merupakan uji penerimaan. Panelis akan diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap

suatu produk menggunakan skala tingkat kesukaan atau disebut skala hedonik (Rahayu, 2001). Hal-hal yang mempengaruhi kualitas fisik dan organoleptik angel

food cake antara lain resep, bahan-bahan yang digunakan, proses pencampuran atau

pengocokan serta proses pemanggangan.

Bahan Baku Angel food Cake

Tiga bahan utama dalam pembuatan angel food cake adalah putih telur, gula

dan tepung terigu. Selanjutnya ditambahkan juga sejumlah kecil cream of tartar, garam dan penambah cita rasa (Brown, 2000).

Tepung Terigu.Karakteristik tepung memiliki peranan penting dalam kualitas akhir

angel food cake. Tepung terigu yang digunakan memiliki kontribusi terhadap

kekuatan dan daya kenyal cake (Matz, 1992).

Menurut Winarno (1992), terigu mengandung protein 7 sampai 22%. Protein

(23)

Gluten berfungsi sebagai pembentuk struktur adonan (Vail et al., 1978) dan penahan gas pengembang (Pomeranz dan Shellenberger, 1971). Gluten adalah suatu senyawa

pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti (Bogasari, 2005). Selain glutenin dan gliadin, komponen utama terigu adalah pati. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun jumlah air yang terserap hanya mencapai

30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air akibat pemanasan merupakan pembengkakkan yang sesungguhnya dan bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi (Winarno, 1992).

Telur. Salah satu bahan utama dalam pembuatan angel food cake adalah putih telur. Putih telur mengandung protein tinggi (sekitar 9,7-10,6%), sedikit sekali lemak (sekitar 0,3%) dan mempunyai sifat fisikokimia berupa daya buih dan daya koagulasi

yang penting dalam pembuatan produk cake (Stadelman dan Cotterill, 1995 dan Matz, 1992). Menurut Matz (1992), putih telur encer mampu membuih lebih cepat dari putih telur kental, namun putih telur kental dapat menghasilkan kestabilan buih yang lebih baik. Koagulasi protein putih telur berperan penting dalam pembentukan

struktur cake saat pemanggangan. Koagulasi protein akibat pemanasan menyebabkan terjadinya reaksi antara protein dengan air yang diikuti dengan terjadinya penggumpalan protein (Sirait, 1986). Koagulasi putih telur oleh panas dapat terjadi pada suhu 57 oC dalam periode waktu yang lama, namun umumnya terjadi pada suhu 62 oC (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Tepung telur dan telur beku dapat digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan produk cake karena telah melalui berbagai proses dan penambahan bahan untuk menjaga kualitasnya sehingga memiliki kualitas yang sama baiknya dengan telur segar. Penggunaan tepung telur harus diperhatikan karena penambahan air yang

berlebih pada proses rehidrasi akan menghasilkan cake yang mudah kolaps. Kuantitas air yang digunakan pada proses rehidrasi sebaiknya disesuaikan dengan kadar air yang terdapat pada telur segar (Matz, 1992).

Gula. Gula berperan dalam memberi cita rasa /flavor pada kue serta berfungsi sebagai pelembut. Penambahan gula dalam jumlah banyak akan melembutkan gluten, namun penambahan level gula melebihi batas tertentu dapat memperlambat

(24)

bahan pengawet (Vail et al., 1978). Wiranatakusumah et al. (1992) menyatakan bahwa penambahan gula ke dalam adonan akan membuat adonan mengembang lebih

cepat, namun penggunaan jumlah gula yang lebih banyak dari tepungnya akan membuat produk kue mudah kolaps (runtuh). Vail et al. (1978) selanjutnya menambahkan bahwa selain sebagai pelembut, gula juga memiliki kontribusi dalam memberikan warna coklat pada lapisan kulit cake selama pemanggangan.

Cream Of Tartar. Penambahan cream of tartar pada pembuatan angel food cake adalah untuk membuat buih yang merupakan struktur pembentuk adonan menjadi

lebih stabil (Vail et al., 1978). Garam asam berfungsi mengatur pH putih telur ke level yang kondusif untuk memaksimumkan kelarutan protein dan mengurangi denaturasinya selama pengocokan. Tanpa penambahan garam asam, buih tidak akan mencapai potensi spesifik volume yang maksimum dan menyebabkan tekstur cake

yang lebih kasar. Penambahan cream of tartar umumnya dengan kisaran 1-2% dari putih telur (Matz, 1992).

Garam. Garam memiliki peran penting dalam memberikan flavor yang normal pada produk cake (Vail et al., 1978).

Flavor. Flavor yang digunakan dalam pembuatan angel food cake sangat bervariasi. Masyarakat tradisional biasanya menggunakan vanilla, ekstrak almond dan flavor rum. Coklat juga dapat digunakan, namun akan menurunkan volume cake (Matz, 1992).

Pencampuran Bahan

Pencampuran bahan dalam pembuatan cake merupakan hal yang harus diperhatikan karena sangat mempengaruhi hasil akhir produk. Bahan-bahan yang

digunakan harus dicampurkan dengan seksama untuk mencegah kesalahan yang dapat mengurangi kelembutan serta volume cake (Brown, 2000).

Pembuatan angel food cake diawali dengan pengocokan putih telur bersama garam dan cream of tartar hingga membentuk buih yang tinggi. Putih telur yang

(25)

karena gula dapat menyerap air dari putih telur dan bila ditambahkan sekaligus dalam jumlah yang banyak pada buih dapat menyebabkan buih yang encer sehingga

volume cake rendah. Setelah buih terbentuk serta gula ditambahkan, tepung dimasukkan ke dalam adonan perlahan-lahan untuk mencegah buih kolaps oleh beratnya (Brown, 2000 dan Matz, 1992).

Proses Pemanggangan

Sejumlah besar perubahan pada pembuatan cake terjadi saat proses pemanggangan. Saat cake dipanggang, protein dan gluten terkoagulasi, gelembung udara memuai, air menguap, pati tergelatinisasi membentuk struktur cake, dan terjadi reaksi pencoklatan pada permukaan akibat reaksi Maillard (Brown, 2000 dan Vail et

al., 1978). Menurut Charley (1982), saat proses pemanggangan, gelembung udara dalam adonan memuai sebelum akhirnya pecah. Hal tersebut terjadi karena tekanan dalam gelembung udara. Ketahanan gelembung udara terhadap pemuaian tergantung dari koagulasi protein dan gelatinisasi pati. Pemuaian terjadi hingga titik waktu

terjadinya koagulasi protein dan penyerapan air oleh gelatinisasi pati yang kemudian membentuk struktur pori pada cake.

Gelatinisasi pati umumnya terjadi pada suhu antara 55-65 oC dan menyebabkan peningkatan volume granula pati (Winarno, 1992) sehingga cake dapat mengembang. Koagulasi protein akibat pemanasan menyebabkan terjadinya reaksi

antara protein dengan air yang diikuti dengan terjadinya penggumpalan protein (Sirait, 1986). Koagulasi putih telur oleh panas dapat terjadi pada suhu 57 oC dalam periode waktu yang lama, namun umumnya terjadi pada suhu 62 oC (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Suhu pemanggangan angel food cake yang baik adalah 177 oC dengan lama pemanggangan 45 menit. Suhu oven yang terlalu rendah saat pemanggangan dapat menyebabkan volume yang rendah pada cake, sedangkan suhu oven yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kematangan yang tidak merata. Cake akan lebih dulu

(26)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

dan Pilot Plan, SEAFAST (South East Asia Food Agricultural Science and

Technology), Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga Juli 2006.

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan untuk membuat tepung putih telur serta bahan untuk membuat angel food cake. Pembuatan tepung

putih telur menggunakan bahan utama berupa putih telur ayam ras umur 1 hari yang diperoleh dari peternakan ayam petelur di daerah Cibeureum, Bogor. Bahan lain yang digunakan yaitu asam sitrat serta ragi (khamir Saccharomyces cereviseae). Bahan yang digunakan pada pembuatan angel food cake antara lain tepung putih

telur ayam, cream of tartar, garam, gula, tepung terigu dan vanilli. Selain itu digunakan pula bahan penunjang seperti air matang untuk rehidrasi tepung putih telur serta wijen untuk mengukur volume angel food cake.

Peralatan untuk membuat tepung putih telur antara lain timbangan digital, loyang, mangkuk stainless steel, sumpit kayu, panci, kompor, termometer dan oven.

Alat yang digunakan untuk pembuatan angel food cake adalah electric hand mixer, loyang berukuran 22x7x8 cm, spatula, penggaris (30 cm), serta oven. Selain itu digunakan penetrometer untuk uji keempukan angel food cake.

Rancangan Perlakuan

Penelitian ini menggunakan telur ayam ras umur sehari yang kemudian dibuat tepung putih telur dengan perlakuan lama desugarisasi yang berbeda. Tepung putih telur tersebut digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan angel food cake.

Angel food cake yang dibuat kemudian diuji sifat fisik dan organoleptiknya.

(27)

Model

Model rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak

kelompok dengan tiga kali ulangan. Model matematisnya adalah sebagai berikut (Matjik dan Sumertajaya, 2002):

Yij = µ + i + j + ij Keterangan:

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ : rataan umum

i : pengaruh perlakuan lama desugarisasi yang berbeda (i=1,2,3) j : pengaruh kelompok tepung putih telur (i=1,2,3)

ij : pengaruh acak pada perlakuan lama desugarisasi yang berbeda dan

kelompok tepung putih telur

Untuk mengetahui perbedaan rataan antar perlakuan, dilakukan uji Duncan (Steel and Torrie, 1989)

Peubah

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi sifat fisik dan organoleptik

angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur ayam ras dengan lama

desugarisasi yang berbeda. Sifat fisik angel food cake yang diukur meliputi porositas (besar-kecilnya rongga atau pori-pori cake), nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan. Sifat organoleptik yang diamati meliputi warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food cake.

Porositas. Uji skoring terhadap porositas angel food cake menggunakan panelis agak terlatih sebanyak 25 panelis. Panelis berasal dari kalangan terbatas mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB yang sebelumnya

dilatih sebanyak dua kali untuk menguji kepekaannya dalam menilai porositas angel

food cake. Penilaian porositas angel food cake dengan uji skoring dilakukan dengan

6 tingkatan skala mutu, yaitu Sangat kecil (1), Kecil (2), Sedang (3), Agak besar (4), Besar (5), Sangat besar (6). Penentuan besar-kecilnya porositas menggunakan sampel

(28)

Nisbah Pengembangan (Sulistianing, 1995). Nisbah pengembangan angel food cake diperoleh dengan mengukur volume angel food cake setelah pemanggangan dibagi

dengan volume adonan angel food cake. Volume angel food cake setelah matang NP = —————————————————

Volume adonan angel food cake

Volume adonan diperoleh dengan mengukur tinggi, lebar dan panjang loyang yang

terisi adonan, sehingga volume adonan dapat dicari dengan rumus: P x T x L adonan. Volume angel food cake yang telah matang diukur dengan metode seed displacement (Slosberg et al., 1947) menggunakan wijen. Sebelum diisi adonan, volume loyang diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang, kemudian banyaknya wijen

dituangkan ke dalam gelas ukur dan diukur volumenya (a). Loyang yang berisi angel

food cake yang telah matang kembali diukur dengan cara menuangkan wijen

kedalam loyang yang berisi angel food cake matang, kemudian banyaknya wijen yang memenuhi loyang tersebut diukur menggunakan gelas ukur (b).

Volume angel food cake setelah matang = a - b

Volume Spesifik (Herawati, 2001). Volume spesifik adonan didapat dengan cara mengukur volume angel food cake yang diukur dengan metode seed displacement menggunakan penetrometer. Keempukan ditunjukkan dengan kedalaman jarum penetrometer yang menusuk cake selama 5 detik dengan beban 148 g. Satuan nilai keempukan adalah mm/detik/g yang menggambarkan banyaknya satuan mm cake yang dapat ditembus jarum penetrometer per satuan gram dalam satu detik. Semakin

(29)

Sifat Organoleptik. Penilaian sifat organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji kesukaan (hedonik) terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food

cake. Warna cake yang dinilai adalah bagian tengah cake yang tidak menempel pada

loyang saat proses pemanggangan. Penampakan umum yang diamati berupa kesan umum panelis terhadap keseluruhan penampakan cake. Aroma cake dinilai dengan membaui sampel cake. Rasa cake dinilai panelis dengan mencicipi sampel cake.

Penilaian dilakukan dengan 5 tingkatan skala mutu, yaitu 1.) Sangat suka, 2.) Suka, 3.) Netral, 4.) Tidak suka, 5.) Sangat tidak suka.Uji ini menggunakan panelis tidak terlatih sebanyak 80 orang dari kalangan mahasiswa Fakultas peternakan IPB. Untuk mendapatkan panelis sebanyak 80 orang, penyaji membuat undangan lisan dan

pengumuman yang dipasang di depan ruang pengujian.

Analisa Data

Hasil uji fisik angel food cake yang didapat dianalisis dengan analisis sidik ragam. Data hasil uji organoleptik angel food cake dianalisis menggunakan analisis statistik non parametrik Kruskal-Wallis untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tingkat kesukaan panelis.

Prosedur

Penelitian ini terdiri dari pembuatan tepung putih telur dan pembuatan angel

food cake yang dilanjutkan dengan uji fisik (uji porositas, nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan) dan uji hedonik terhadap warna, penampakan

umum, aroma dan rasa angel food cake.

Pembuatan Tepung Putih Telur

Penelitian diawali dengan pembuatan tepung putih telur menggunakan metode pan drying. Telur yang digunakan adalah telur ayam ras umur 1 hari. Pembuatan tepung putih telur diawali dengan mencuci telur yang akan digunakan menggunakan air hangat (35-40oC) lalu ditiriskan. Telur dipecah dan dipisahkan

antara bagian putih dan kuningnya. Putih telur dihomogenisasi dan ditimbang sebanyak ± 290 gram lalu ditambah asam sitrat sebanyak 3,3% dari bobot putih telur yang digunakan yaitu 9,57 gram. Putih telur yang telah ditambahkan asam sitrat dipasteurisasi secara double wall dengan suhu 60-65 oC selama ± 3 menit kemudian

(30)

Persiapan telur

Pemecahan telur

Homogenisasi

Pengaturan pH

Pasteurisasi 62-65 oC, 3 menit

Desugarisasi dengan S. cerevisiae

Pengeringan 50 oC, 42 jam

Penepungan/ penggilingan

Pengemasan

hingga mencapai suhu 30oC, setelah itu ditambahkan ragi sebanyak 0,3% dari bobot putih telur yaitu ± 0,87 gram dan dilakukan desugarisasi selama 1, 2,5 dan 4 jam.

Putih telur dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 oC selama 42 jam.

Hasil pengeringan telur berupa flake. Flake yang diperoleh ditepungkan menggunakan blender kering. Tepung telur yang telah terbentuk segera dikemas dalam pengemas kedap udara untuk menghindari kontak dengan udara. Proses

pembuatan tepung putih telur secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.

(31)

Pembuatan Angel food Cake

Prosedur pembuatan angel food cake menggunakan modifikasi dari metode

pembuatan angel food cake yang terdapat dalam Matz (1992). Formulasi bahan yang digunakan pada pembuatan angel food cake dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Formulasi Bahan dalam Pembuatan Angel food Cake

Bahan Berat Presentase

Pembuatan angel food cake diawali dengan rehidrasi terhadap tepung putih telur yang digunakan. Tahap rehidrasi adalah mencampurkan 10 gram tepung putih

telur bersama 100 ml air matang dengan suhu 21 0C. Selanjutnya campuran tersebut dihomogenkan dengan electric hand mixer kecepatan terendah (skala kecepatan 1) selama 1 menit.

Tepung telur yang telah direhidrasi dikocok bersama 1 gram cream of tartar dan 2 gram garam menggunakan electric hand mixer dengan skala kecepatan

tertinggi selama 3 menit. Setelah itu ditambahkan gula halus sebanyak 45 gram, yaitu 50% dari jumlah gula yang digunakan. Setelah penambahan gula, selanjutnya pengocokan dilakukan dengan kecepatan terendah dengan selang pengocokan masing-masing 1 menit. Kemudian ditambahkan 50% gula berikutnya (45 gram),

lalu tepung terigu 35 gram dan 1 gram vanila dikocok rata ke dalam adonan. Adonan dituang ke dalam loyang yang telah ditimbang kemudian diukur volumenya (panjang x lebar x tinggi adonan) dan dipanggang pada suhu 177O C selama 40 menit.

Setelah matang, angel food cake didinginkan selama ± 30 menit dan diukur

(32)

Tepung putih telur yang telah direhidrasi + cream of tartar 1 g+ garam 2 g (dikocok 3 menit, skala kecepatan tertinggi)

Tepung putih telur direhidrasi (10 g tepung putih telur, 100 ml air)

Ditambahkan 45 g gula (dikocok 1 menit, skala kecepatan terendah)

Ditambahkan 45 g sisa gula (dikocok 1 menit, skala kecepatan terendah)

Ditambahkan vanili 1 g+ tepung terigu 35 g (dikocok 1 menit, skala kecepatan terendah), adonan diaduk rata

Dituang ke dalam loyang

Dipanggang dalam oven pada suhu 177 0 C selama 40 menit

Didinginkan ± 30 menit

Angel food cake Diukur volume adonan

Diukur berat dan volume cake

kemudian banyaknya wijen yang memenuhi loyang tersebut diukur menggunakan gelas ukur sehingga didapat volume loyang (a). Loyang yang berisi angel food cake

yang telah matang kembali diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang yang berisi angel food cake matang, kemudian banyaknya wijen yang memenuhi loyang tersebut diukur menggunakan gelas ukur (b). Volume angel food cake setelah matang= a – b. Bagan pembuatan angel food cake secara umum dapat dilihat pada

Gambar 4.

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Angel food Cake

Porositas

Angel food Cake

Pengaruh lama desugarisasi yang berbeda pada pembuatan tepung putih telur terhadap porositas angel food cake dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Porositas Angel food Cake

Lama Desugarisasi Porositas

---jam---

1 4,16 ± 1,03

2,5 3,80 ± 1,08

4 3,48 ± 1,19

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa desugarisasi selama 1, 2,5 dan 4 jam pada pembuatan tepung putih telur tidak memberikan pengaruh nyata terhadap porositas angel food cake. Porositas cake salah satunya dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam tepung putih telur. Kadar air yang berlebih akan

menyebabkan struktur pori cake yang terbentuk tidak kokoh dan mudah kolaps. Menurut Puspitasari (2006), kadar air tepung putih telur meningkat sangat nyata dengan lamanya waktu desugarisasi dan menurunkan daya serta kestabilan buihnya. Namun demikian, kandungan air yang dihasilkan dari lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4

jam masih berada dalam kisaran kadar air tepung putih telur yang normal, yaitu 6-14% (Bergquist, 1964 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995), sehingga meskipun terjadi porositas cake yang kolaps akibat air yang terkandung, namun tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan.

Nisbah Pengembangan Angel food Cake

(34)

Tabel 5. Nisbah Pengembangan Angel foodCake

Pengembangan volume adonan hingga menjadi cake matang digambarkan dalam nisbah pengembangan. Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan

desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam pada pembuatan tepung putih telur tidak memberikan

pengaruh nyata terhadap nisbah pengembangan angel foodcake.

Nisbah pengembangan yang tinggi terbentuk dari pengembangan adonan

cake yang optimal saat dipanaskan sehingga membentuk struktur pori yang besar pada cake dan tidak mudah kolaps ketika didinginkan. Hasil penelitian ini menunjukkan ukuran porositas angel food cake yang terbentuk tidak berbeda nyata, sehingga nisbah pengembangan yang dihasilkan pun tidak berbeda.

Volume Spesifik

Pengaruh

desugarisasi

yang berbeda terhadap volume spesifik

angel

food cake

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Volume Spesifik Angel foodCake

Waktu Desugarisasi Volume Cake Berat Cake Volume Spesifik

---jam---cm3---g---cm3/g---

1 630,00 170 3,68 ± 0,19

2,5 613,33 170 3,61 ± 0,18

4 610,00 170 3,59 ± 0,18

Volume spesifik cake mnggambarkan banyaknya milimeter cake dalam berat

per satuan gram. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap volume spesifik angel food

(35)

tartar berfungsi meminimalkan denaturasi protein akibat proses pengocokan sehingga mampu mempertahankan kestabilan buih putih telur. Buih yang stabil akan

memuai dengan baik saat dipanaskan sehingga menghasilkan porositas cake yang besar dan volume spesifik yang optimal. Porositas cake yang besar memiliki rongga udara lebih besar sehingga cake lebih ringan dan volume lebih tinggi. Porositas cake tidak dipengaruhi secara nyata oleh lama desugarisasi yang berbeda menyebabkan

volume spesifik juga tidak berbeda nyata.

Keempukan

Pengaruh desugarisasi yang berbeda terhadap nilai keempukan angel food

cake disajikan pada Tabel 7. tidak berpengaruh nyata terhadap keempukan angel food cake. Tekstur empuk pada

cake didapat dari pengunaan tepung terigu yang memiliki kontribusi terhadap kekuatan dan daya kenyal cake. Namun demikian, penggunaan jenis dan jumlah

tepung terigu yang sama tidak berpengaruh terhadap nilai keempukan angel food

cake.

Keempukan angel food cake terutama dipengaruhi oleh porositasnya. Pori

cake yang besar akan memberi tekstur empuk pada cake. Berdasarkan Tabel 4, lama

desugarisasi yang berbeda tidak mempengaruhi porositas cake secara nyata. Hal ini

menyebabkan nilai keempukan cake yang tidak berbeda nyata pula.

Sifat Organoleptik Angel foodCake

Penilaian tingkat kesukaan terhadap penampakan umum, warna, aroma dan rasa angel foodcake dilakukan dengan menggunakan uji kesukaan atau uji hedonik. Pengaruh lamanya proses desugarisasi terhadap nilai rataan, modus dan persentase

(36)

disajikan pada Tabel 8. Persentase panelis yang menerima sifat organoleptik angel

food cake adalah panelis yang memberikan skala hedonik 1 (sangat suka) dan 2 (suka).

Tabel 8. Nilai Rataan, Modus dan Persentase Penerimaan Panelis terhadap Warna, Penampakan Umum, Aroma dan Rasa Angel foodCake

Lama Desugarisasi 1 2,5 4

Kruskal-Wallis menunjukkan kesukaan terhadap warna angel food cake dengan perlakuan desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan lama

desugarisasi yang berbeda menyebabkan perbedaan kandungan air dan

karbondioksida yang tidak memiliki kontribusi terhadap pembentukan warna cake.

Tabel 8 menunjukkan rataan kesukaan panelis terhadap warna angel food

(37)

menunjukkan modus suka. Persentase panelis yang menerima warna angel food cake berkisar antara 62,50-66,25%. Perlakuan desugarisasi memberikan hasil angel food

cake tepung putih telur dengan penampakan warna yang baik karena meminimalkan kemungkinan terjadi reaksi Maillard yang dapat menimbulkan warna kecoklatan yang tidak diinginkan.

Penampakan Umum

Hasil uji Kruskal–Wallis menunjukkan bahwa pelakuan desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penampakan umum angel food

cake. Penampakan umum angel food cake sangat dipengaruhi oleh sifat fisiknya secara umum, seperti porositas dan warna cake. Nilai porositas dan kesukaan panelis terhadap warna angel food cake tidak berbeda nyata menyebabkan kesukaan panelis terhadap penampakan umum angel food cake tidak berbeda nyata pula. Tabel 8

menunjukkan modus hasil uji kesukaan terhadap penampakan umum angel foodcake dengan ketiga perlakuan adalah suka. Rataan nilai kesukaan berkisar antara 2,23- 2,40. Persentase panelis yang menerima angel foodcake adalah 55,00-68,75%.

Aroma

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap aroma

angel food cake. Rataan nilai kesukaan panelis terhadap aroma angel food cake

berkisar antara 2,35-2,39. Hasil uji kesukaan terhadap modus aroma angel foodcake

adalah suka. Persentase penerimaan panelis terhadap rasa angel food cake sebesar 60,00- 66,25%. Meskipun proses desugarisasi telah dilakukan, namun reaksi

Maillard serta kamarelisasi masih terjadi dan menghasilkan komponen flavor pada produk bakery (Pomeranz dan Shellenberger, 1971). Hal ini menyebabkan daya

terima panelis yang baik terhadap aroma cake.

Rasa

Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan rasa angel food cake tidak berbeda nyata dengan lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam. Rasa angel foodcake ditimbulkan dari pencampuran berbagai bahan penyusun cake yang didominasi oleh rasa telur dan vanili. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap rasa angel foodcake sebesar 2,28-2,31.

(38)
(39)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam pada pembuatan tepung putih telur tidak berpengaruh terhadap sifat fisik dan organoleptik

angel foodcake yang dihasilkan. Hasil uji hedonik terhadap sifat organoleptik angel

food cake menunjukkan modus suka. Persentase penerimaan panelis pun baik dengan

rataan di atas 50% terhadap produk angel food cake dengan ketiga perlakuan.

Saran

Berdasarkan penelitian ini, maka disarankan untuk diteliti lebih lanjut mengenai lama desugarisasi 0-1 jam yang dapat memberi pengaruh signifikan

(40)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ir. Rukmiasih, MS dan Zakiah Wulandari, STP, M.Si atas bimbingan, saran dan segala perhatiannya kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan

kepada Irma Isnafia Arief, SPt., Msi selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan, perhatian dan motivasi yang diberikan selama penulis menjalani masa perkuliahan. Terima kasih kepada Ir. B.N. Polii, SU, Ir. Hj. Niken Ulupi, MS serta Ir. Dwi Joko Setyono, MS atas saran dan masukannya terhadap tugas akhir ini.

Ayahanda Gerrit Herry Parengkuan dan ibunda Sri Sukafty terima kasih atas curahan kasih sayang, doa, dukungan dan motivasi tak terhingga yang diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada kakakku Herti Winastuti Reinisia dan adikku Hendi Hermawan atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya. Terima kasih

kepada mbah kakung, mbah putri serta segenap keluarga besar penulis atas doa, kasih sayang dan motivasi yang diberikan.

Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan tim buih; Nana, Nanda, Ochi, Anwar, Edgar, Esha, Dian, Midun, Novi, Handi, Ratih, Wian, Umi, Dedi, Zaki, Ana, Sam, serta paguyuban Thekor (Alfonsus, Ulfa, Rosi) dan saudara-saudaraku

THT 39 atas segala pahit manisnya kebersamaan yang tak akan penulis lupakan. Terima kasih kepada Rizki Faizal atas segala dukungan, doa dan motivasi yang senantiasa diberikan. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan atas kebersamaan keluarga besar Wisma Gajah. Penulispun mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas akhir ini yang tidak dapat disebut satu persatu.

Bogor, 6 Februari 2007

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Aftasari, F. 2003. Sifat fisikokimia dan organoleptik sponge cake yang ditambah tepung bekatul rendah lemak. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alleoni, A.C.C. dan A.J. Antunes. 2004. Albumen foam stability and s-ovalbumin contens in eggs coated with whey protein concentrate. Rev. Bras. Cienc. Avic. Vol.6. No.2. Campinas. Revistra Brasileira de Ciencia Avicola.

Bailey, M.I. 1935. Foaming of Egg White. Dalam: Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd ed. John Wiley and Sons, New York. Barmore, M.A. 1934. The Influence of Chemical and Physical Factors On Egg-White

Foams. Dalam: Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd ed. John Wiley and Sons, New York.

Berquist, D. H. 1964. Egg dehidration. Dalam: W. J. Stadelmen and O. J. Cotterill (Editor). Egg Science and Technology. Food Products Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc., New York.

Bogasari. 2005. Seputar Pembuatan Cake. www.bogasariflour.com. [14 September 2005].

Brown, A. 2000. Understanding Food Principle and Preparations. Wadsworth. Belmont.

Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley and Sons Inc. New York.

Cherry, J.P. dan K.H. McWatters. 1981. Whippability and Aeration. Dalam: Protein Functionally in Food. American Chemical Society, Washington .D.C.

Dean, K. J., N. E. Edwards dan C. A. Russeli. 1980. Physics and Chemistry of Baking. 3rd ed. Applied Science Publisher, London.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta..

Hammershoj, M. dan J. Andersen. 2002. Egg processing focus on the functional properties of egg albumen powder. J. Poultry International. 41: 18-24

Henry, W.C. dan A.D. Barbour. 1933. Beating Properties of Egg White. Dalam: Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd ed. John Wiley and Sons, New York.

Herawati.2001.Pengaruh penambahan tepung bayam (Amaranthus triolar, L.), daun singkong (Manihot Esculenta, C.), terong panjang (Solanum Melongena, L.) dan margarin kaya asam lemak tidak jenuh terhadap mutu roti tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hill, W. M. and M. Sebring. 1973. Desugarization. Dalam: W. J. Stadelmen and O. J. Cotterill (Editor). Egg Science and Technology. Food Products Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc., New York.

(42)

Matjik, A.A. dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor.

Matz, S. A. 1992. Bakery Technology and Enginering. Second Edition. Van Nostrand Reinhold, New York.

Melvyna, T. 2005. Sifat fisik, kimia dan organoleptik cake yang dibuat dari telur dengan umur dan metode pengocokan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Messier, P. 1991. Albumen As Protein. http://www.foodproductdesign.com. [14 Maret 2006].

Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nakamura, R. dan E. Doi. 2000. “Egg Processing in Food Proteins: Processing

Applications. Ed. S. Nakai and H. W. Modler, Wiley-VCH, Inc., pp. 171-207.

Peppler, H. J. 1979. Microbial Technology. Vol 1: Microbial Process. Academic Press, New York.

Pomeranz, Y dan Shellenberger. 1971. Bread Science and Technology. The AVI Publishing, Westport, Connecticut.

Puspitasari, R. 2006. Sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras dengan waktu desugarisasi berbeda. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahayu, W.P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas, Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Reed, G. dan T.W. Nagodawithana. 1991. Yeast Technology. 2nd Ed. Von Nostrand Reinhold. New York.

Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd ed. John Wiley and Sons, New York.

Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Diktat. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Bogor.

Slosenberg, H.M., H.L. Hanson, G.F. Stewart dan B. Lowe. 1947. Factors influencing the effect of heat treatment on the leavening power of egg white. Journal Paper. No. J-1478. 294. The Iowa Agricultural Experiment Station. Ames, Iowa.

Stadelman, W. J. dan A. J. Cotterill.1977.Egg Science and Technology.2nd ed. The AVI Publishing Co. Inc. Rahway, New York.

Stadelman, W. J. dan A. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th ed. Food Products Press. An imprint of The Haworth Press, Inc., New York. Steel, R. G. dan J. H. Torrie.1989.Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan

Biometrik.Terjemahan. M. Syah.Gramedia, Jakarta..

(43)

Vail, E.G., J.A. Philips, L.O. Rust, R.M. Griswold dan M.M. Justin.1978.Foods.7th ed.Houghton Mifflin Company, Boston.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan

Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.

(44)
(45)

Lampiran 1. Data Hasil Uji Skoring Terhadap Porositas Angel Food Cake

(46)

Lampiran 2. Data Nisbah Pengembangan dan Volume Spesifik Angel Food Cake

Lama Kelompok Volume Volume Berat Nisbah Volume Spesifik

Desugarisasi Adonan Cake Cake Pengembangan

Nilai Rataan SD Nilai Rataan SD

---jam--- ---cm3---cm3---g--- ---cm3/g---

1 1 387.2 650 170 1.68 1.66 0.02 3.82 3.68 0.19 2 387.2 640 170 1.65 3.76

3 360.8 600 170 1.66 3.53

2.5 1 387.2 640 170 1.65 1.66 0.03 3.76 3.61 0.18 2 360.8 610 170 1.69 3.59

3 360.8 590 170 1.64 3.47

4 1 352.0 600 170 1.70 1.67 0.04 3.53 3.59 0.18 2 387.2 640 170 1.65 3.76

3 360.8 590 170 1.64 3.47

Lampiran 3. Data Nilai Keempukkan Angel Food Cake

Lama Desugarisasi Kelompok Keempukan Rataan Standar Deviasi ---jam--- ---mm/g/dt---

1 1 0,26 0,27 0,02

2 0,29

3 0,26

2.5 1 0,27 0,26 0,01

2 0,28 3 0,25

4 1 0,24 0,26 0,02

2 0,28

(47)
(48)
(49)
(50)
(51)

Lampiran 8. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Penampakan umum, Rasa,

(52)

Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Nisbah Pengembangan Angel Food Cake dengan Lama Desugarisasi yang Berbeda

Perlakuan DB JK KT F P dengan Lama Desugarisasi yang Berbeda

Perlakuan DB JK KT F P dengan Lama Desugarisasi yang Berbeda

Perlakuan DB JK KT F P

(53)

Lampiran 14. Hasil Uji Kruskal – Wallis Terhadap Kesukaan Penampakan

Umum Angel Food Cake

Lama Desugarisasi N Median Ave Rank Z

---jam---

1 80 2,00 123,3 0,45

2,5 80 2,00 112,2 -1,31

4 80 2,00 126,0 0,87

H = 1,78 DF = 2 P = 0,410

H = 2,05 DF = 2 P = 0,359 (adjusted for ties)

Lampiran 15. Hasil Uji Kruskal – Wallis Terhadap Kesukaan Aroma Angel Food Cake

Lama Desugarisasi N Median Ave Rank Z

---jam---

1 80 2,00 120,9 0,06

2.5 80 2,00 118,5 -1,32

4 80 2,00 122,2 0,26

H = 0,11 DF = 2 P = 0,944

H = 0,13 DF = 2 P = 0,935 (adjusted for ties)

Lampiran 16. Hasil Uji Kruskal – Wallis Terhadap Kesukaan Rasa Angel Food Cake

Lama Desugarisasi N Median Ave Rank Z

---jam---

1 80 2,00 121,8 0,20

2.5 80 2,00 119,5 -0,15

4 80 2,00 120,2 -0,05

H = 0,04 DF = 2 P = 0,979

(54)

Lampiran 17. Formulir Uji Hedonik Angel Food Cake

- UJI HEDONIK - Nama Panelis :

Tanggal Pengujian :

Jenis Contoh : Angel Food Cake

Instruksi :Berikan penilaian Saudara terhadap penampilan umum, tekstur, warna, aroma dan rasa dari sampel yang disajikan berdasarkan tingkat kesukaan 1-5 (berdasarkan keterangan di bawah) tanpa membandingkan antar sampel

Kode Bahan Penilaian

277 959 119

Warna

Aroma

Rasa

Keterangan : 1= Sangat suka 4 = Tidak suka 2 = Suka 5 = Sangat tidak suka 3 = Netral

Komentar dan saran:

(55)

Lampiran 18. Formulir Uji Skoring Terhadap Porositas Angel Food Cake

- UJI SKORING -

Nama Panelis :

Tanggal Pengujian :

Jenis Contoh : Angel Food Cake

Instruksi : 1. Di hadapan Anda disajikan 3 buah sampel uji dan 2 buah sampel pembanding

2. Berikan penilaian Saudara terhadap porousitas contoh yang disajikan

3. Beri tanda silang pada kotak yang disediakan sesuai dengan penilaian Saudara

Kode Bahan Penilaian

277 959 119

Sangat kecil

Kecil

Sedang

Agak besar

Besar

(56)

MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE

YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM

HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA

SKRIPSI HEIDY NELSIANA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Gambar

Tabel 1.  Komponen Kimia Telur Ayam Segar
Tabel 2. Kandungan Protein Utama Dalam Putih Telur
Gambar 1.  Mekanisme Pembentukan Buih          Sumber : Cherry dan McWaters, 1981
Gambar 2. Perubahan Glukosa Secara Aerobik dan Anaerobik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lama perendaman larutan CaCO 3 dan suhu oven yang berbeda memberi pengaruh terhadap sifat organoleptik warna, rasa dan tekstur tepung kulit. singkong, sedangkan sifat

Skripsi berjudul “ Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips yang Disuplementasi Tepung Putih Telur Selama Penyimpanan ” ini dibuat dengan memperhatikan manfaat tepung putih

Table 4 menunjukkan tepung putih telur hasil pengeringan vakum -freeze drying bertekanan 0,37 mbar lebih mudah larut dibandingkan tekanan 0,28 dan 0,2 mbar, meskipun ada

Beberapa penelitian telah dilakukan namun penelitian aktivitas antioksidan dan antihipertensi pada putih telur yang dikeringkan menggunakan pan drying dengan suhu

Tahap kedua adalah pembuatan tepung putih telur itik dengan menggunakan persentase penambahan asam sitrat yang diperoleh pada tahap pertama, kemudian dihitung daya dan kestabilan

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penambahan tepung cangkang telur ayam dengan ukuran partikel yang berbeda terhadap sifat fisik, kimia dan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas fisik (penurunan berat telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, haugh unit, dan pH) telur puyuh yang

“VARIASI CAMPURAN JAMUR TIRAM PUTIH DAN TEPUNG LABU KUNING PADA PEMBUATAN NUGGET DITINJAU DARI SIFAT FISIK,.. SIFAT ORGANOLEPTIK DAN KADAR