• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ethnobotany of Community Around Gunung Simpang Nature Reserve (A Case Study in the Village Balegede, Naringgul Subdistrict, Cianjur Regency, West Java).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ethnobotany of Community Around Gunung Simpang Nature Reserve (A Case Study in the Village Balegede, Naringgul Subdistrict, Cianjur Regency, West Java)."

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

AISYAH HANDAYANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

GUNUNG SIMPANG

(Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

AISYAH HANDAYANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

Naringgul Subdistrict, Cianjur Regency, West Java). Under Supervision of AGUS HIKMAT and EDHI SANDRA

The relationship between human and their environment, especially related to the use of plants known as ethnobotany. Plants utilization by local communities that based on local culture produced typical knowledge known as traditional knowledge. A change in lifestyle of a society can threaten the existence of traditional knowledge held by the community. This study aimed to determine the type of plants utilization and traditional knowledge in the form of plants used by communities in the surrounding area of Gunung Simpang Nature Reserve.

This research was conducted at Miduana Hamlet, Balegede Village, Naringgul Subdistrict, Cianjur Regency, West Java in January, February, and May 2010. Tools and materials used in this study include questionnaires, digital camera, transparent plastic size 40x60 cm, newspapers, hanging labels, plant identification books, alcohol 70%, the data area of Gunung Simpang Nature Reserve, and demography of Balegede Village, while the object was Miduana Hamlet’s community and surrounding vegetation. Data collected include primary and secondary data. Primary data included the data of plants used by the respondents. This data was collected through semi-structured interviews on 30 respondents, direct observation, and making herbarium. Respondents selected using snowball sampling technique. The secondary data included the condition of Gunung Simpang Nature Reserve and demography of Balegede Village. Data analysis was performed by classifying the use of plants to 13 groups of usage, calculating the percentage of habitus and the percentage of parts used, and analyzes preference ranking and use value.

The communities of Miduana Hamlet used 191 plant species from 69 families that classified into 13 group of usage. They used 62 species for food, 74 species for medicinal purpose, 43 species for ornament purpose, 19 species for indigenous utility, 14 species for building materials, 12 species for cattle feeding, 12 species for aromatic purpose, 9 species for firewood, 14 species for ropes, wickerwork, and crafts, 4 species for dyes, 4 species to exceed pest, 4 species for beverage, and other uses as many as 7 species. Although traditional knowledge of plants used in Miduana Hamlet already decrease, there were some people who still keep the values of traditional knowledge that was visible from the activities of plants used, conservation efforts to utilized plant, and still doing some traditions related to respect for the rice (Oryza sativa).

(4)

Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan EDHI SANDRA

Hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya terutama terkait pemanfaatan tumbuhan dikenal dengan etnobotani. Pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan masyarakat berbasis kebudayaan lokal menghasilkan pengetahuan khas yang disebut kearifan tradisional. Adanya perubahan pola hidup pada suatu kelompok masyarakat dapat mengancam keberadaan kearifan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pemanfaatan tumbuhan serta bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang.

Penelitian ini dilakukan di Dusun Miduana, Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Januari, Febuari, dan Mei 2010. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah kuesioner, kamera digital, plastik bening ukuran 40x60 cm, koran, label gantung, buku identifikasi tumbuhan, alkohol 70%, data kawasan Cagar Alam Gunung Simpang, dan dokumen kependudukan Desa Balegede, sedangkan objeknya adalah masyarakat Dusun Miduana beserta tumbuhan di sekitarnya. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan masyarakat. Data ini dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur pada 30 orang responden, pengamatan langsung, serta pembuatan herbarium. Responden dipilih dengan menggunakan teknik snowball sampling. Data sekunder meliputi kondisi umum Cagar Alam Gunung Simpang dan kependudukan Desa Balegede. Analisis data dilakukan dengan mengklasifikasikan kegunaan tumbuhan kepada 13 kelompok kegunaan, perhitungan persentase habitus dan persentase bagian yang digunakan, serta analisis tingkat kesukaan dan nilai kegunaan.

Masyarakat Dusun Miduana memanfaatkan 191 spesies tumbuhan dari 69 famili yang digolongkan kedalam 13 kelompok kegunaan yakni sebagai pangan 62 spesies, obat 74 spesies, hias 43 spesies, keperluan adat 19 spesies, bahan bangunan 14 spesies, pakan ternak 12 spesies, aromatik 12 spesies, kayu bakar 9 spesies, tali, anyaman, dan kerajinan 14 spesies, pewarna 4 spesies, 5 spesies untuk mengatasi hama, minuman sebanyak 4 spesies, dan kegunaan lain sebanyak 7 spesies. Meskipun pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan di Dusun Miduana sudah mulai berkurang, masih ada sebagian masyarakat yang menjalankan nilai-nilai kearifan tradisional yang terlihat dari kegiatan pemanfaatan tumbuhan, adanya upaya konservasi tumbuhan yang dimanfaatkan, serta masih dilakukannya sejumlah tradisi terkait penghormatan terhadap padi (Oryza sativa).

(5)

Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

(6)
(7)

limpahan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari, Febuari, dan Mei 2010 ini adalah etnobotani dengan judul Etnobotani Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur Jawa Barat).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pemanfaatan tumbuhan dan bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang, khususnya masyarakat Desa Balegede. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk konservasi tumbuhan berguna bagi masyarakat yang berdasarkan kearifan tradisional masyarakat Desa Balegede.

Penulis menyadari karya ilmiah ini tidak sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik demi penyempurnaan dan pengembangan penelitian yang sama pada waktu yang akan datang. Harapan penulis, karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama masyarakat Desa Balegede, pengelola Cagar Alam Gunung Simpang, serta pihak lain yang membutuhkannya. Amin.

Bogor, Agustus 2010

(8)

Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 05 Juni 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Endang Sukarna dan Ooy Rokayah. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu pendidikan Sekolah Dasar di SDN Cigunungsari I Karawang selama 3 tahun yakni 1994-1997 dan dilanjutkan di SDN Nanggala 02 Cianjur dari tahun 1997-2000. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Ciranjang pada tahun 2000–2003 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Ciranjang tahun 2003–2006 dan pada tahun yang sama lulus masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah di Fakultas Kehutanan, penulis mengikuti berbagai kegiatan organisasi, diantaranya Anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF) “Rafflesia” dan menjadi sekretaris selama satu periode (2008-2009) serta Anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE) “Tapak” dan menjadi bendahara selama satu periode (2008-2009). Penulis pernah mengikuti kegiatan HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) yakni Eksplorasi Flora Fauna serta Sosial Budaya Masyarakat di Cagar Alam Gunung Simpang (2008) dan pada tahun yang sama mengikuti SURILI (Studi Konservasi Lingkungan) di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (2008). Penulis juga pernah menjadi pemandu wisata di Agroedutourisme IPB (2008-2009) dan asisten lapang praktikum Rekreasi Alam dan Ekowisata. Selain itu penulis juga pernah menjadi volunteer di International Animal Rescue Indonesia (2009) sebagai staf pendidikan lingkungan. Saat ini penulis masih aktif sebagai bendahara dari organisasi lingkungan hidup yang bernama Voluntary Action Society (VAS) serta asisten praktikum Interpretasi Alam dan Konservasi Tumbuhan Obat Tropika di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

(9)

menyelesaikan pendidikan sarjana dan meraih gelar Sarjana Kehutanan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1) Kedua orang tua penulis (mamah dan bapak), Ari, mimi, serta semua keluarga besar yang telah memberikan limpahan kasih sayang, dukungan moril dan materil sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan sarjana. 2) Dosen pembimbing Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F dan Ir. Edhi Sandra, MSi atas semua nasehat, bimbingan, dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

3) Dosen Penguji; Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS sebagai perwakilan dari Departemen Manajemen Hutan, Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MSc sebagai perwakilan dari Departemen Hasil Hutan, dan Ir. Andi Sukendro, MSi sebagai perwakilan dari Departemen Silvikultur atas semua nasehat dan saran yang telah diberikan.

4) Seluruh staf pengajar DKSHE atas ilmu dan pengetahuan yang telah diterima penulis selama belajar di KSHE.

5) Kepala Resort Cagar Alam Gunung Simpang (Pak Odang) dan Kepala Desa Balegede (Pak Edi) atas izin, bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian di lapangan.

6) Masyarakat Dusun Miduana terutama para responden atas semua pengetahuan yang diperoleh selama penulis melakukan penelitian.

7) Keluarga Teh Enyi dan Keluarga Pak Isep atas bantuan akomodasi selama penulis di lapangan.

8) Mas Cepi dan keluarga yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dari mulai masuk ke DKSHE sampai penulis menyelesaikan skripsi.

(10)

serta pemberian buku pada acara Kemah Konservasi.

11) Kelurga besar KPF terutama KPF 43 (Arga, Catur, Bang Amin, Dian, Junef dan lainnya) atas semangat kebersamaan dan pengalaman pertama dalam melakukan etnobotani pada Rafflesia di CA Gunung Simpang. 12) Keluarga besar KSHE 43 terutama untuk Breti, atas bantuan, doa dan

dukungannya.

13) Teman-teman di VAS (Voluntary Action Society); Mbak Omah, Kang Duduy, Indan, Kiska, Mas Mono, Azis, dan lainnya atas doa dan dukungannya selama penulis menyusun skripsi sampai selesai.

(11)

Halaman

DAFTAR ISI ………..………. i

DAFTAR TABEL ...……… iv

DAFTAR GAMBAR ……….. v

DAFTAR LAMPIRAN .………. vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1.2 Tujuan ………. 1.3 Manfaat ………... 1 2 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etnobotani ……….………….. 2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional ……….……… 2.3 Pemanfaatan Tumbuhan ..……… 3 3 4 2.3.1 Tumbuhan obat ………...……. 2.3.2 Tumbuhan penghasil pangan ……….……..… 2.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna ………... 4 5 5 2.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak ………..… 2.3.5 Tumbuhan hias ……… 2.3.6 Tumbuhan aromatik ……… 5 6 6 2.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama ……….……….. 2.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat ……….……… 2.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar ………. 2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan ……. 6 6 7 7 2.4Cagar Alam ……….……...… 8 BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu ……… 3.2 Alat dan Bahan ..……….. 3.3 Metode Pengumpulan Data ……….………

9 9 10 3.3.1 Jenis data ………..…….. 3.3.2 Tahapan penelitian ..………... 3.3.3 Teknik pengambilan data ..……….

10 10 11 3.4 Metode Analisis Data ………..…

3.4.1. Klasifikasi penggunaan ………. 3.4.2. Persen habitus ..………. 3.4.3. Persen bagian yang digunakan ..………

12 13 13 14 3.4.4. Tingkat kesukaan (Preferensi rangking) ….………. 3.4.5. Nilai kegunaan (Use value) ..……….

(12)

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

4. 1 Letak dan Luas ….………... 4. 2 Kondisi Fisik ………... 16 17

4.2.1 Topografi ……….

4.2.2 Tanah ………...

4.2.3 Hidrologi ……….

4.2.4 Iklim ………....

17 17 17 18 4. 3 Kondisi Biologi ………...

4.3.1 Flora ……….…...

4.3.2 Fauna ………...

18 18 18 4. 4 Kondisi Masyarakat Desa Balegede ………

4.4.1 Lokasi Desa Balegede ………. 4.4.2 Sejarah, budaya, dan agama ……… 4.4.3 Kependudukan ……… 4.4.4 Penggunaan lahan ………

19 19 19 20 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden ………. 5.2 Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan ……….

22 23 5.2.1 Keanekaragam tumbuhan berdasarkan habitus ………... 5.2.2 Keanekaragam tumbuhan berdasarkan bagian yang

digunakan ……… 5.2.3 Keanekaragam tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan ...

27 28 29 5.3 Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Kegunaan ………...

5.3.1 Tumbuhan penghasil pangan ……….. 5.3.2 Tumbuhan obat ………... 5.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna ………..

30 30 31 34 5.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak ………. 5.3.5 Tumbuhan hias ……… 5.3.6 Tumbuhan aromatik ……… 5.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama ………..

34 35 35 36 5.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat ………. 5.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar ……… 5.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan …….

37 38 38 5.3.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan ……… 5.3.12 Tumbuhan penghasil bahan minuman ……… 5.3.13 Tumbuhan dengan kegunaan lainnya ………..

40 40 41 5.4 Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Tumbuhan …………. 5.5 Nilai Kegunaan Tumbuhan ………. 5.6 Kearifan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan ………….

42 43 44 5.5.1 Pembuatan gula aren ………... 5.5.2 Kegiatan budidaya spesies tumbuhan berguna ………... 5.5.3 Tradisi lain yang masih dijalankan ………. 5.7 Status Kearifan Tradisional ……….

(13)

6.1 Kesimpulan ……….

6.2 Saran ……… 54 54

DAFTAR PUSTAKA ………. 55

LAMPIRAN ……… 60

 

(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tahapan kegiatan penelitian, aspek yang dikaji, sumber data, dan metode dalam kajian etnobotani di Desa Balegede ……….….. 2. Klasifikasi kelompok penggunaan tumbuhan oleh responden ………….. 3. Sungai yang ada di Cagar Alam Gunung Simpang ……….……….. 4. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Balegede ……… 5. Mata pencaharian masyarakat Desa Balegede ………..

11 13 17 20 21 6. Penggunaan lahan di Desa Balegede ………. 7. Perbandingan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi 8. Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus ………. 9. Persentase bagian tumbuhan yang digunakan ………... 10. Beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan responden ……

21 26 28 29 32 11. Spesies tumbuhan penghasil zat warna ………. 12. Beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai hiasan ……. 13. Spesies tumbuhan penghasil pestisida nabati ……… 14. Spesies tumbuhan sebagai bahan minuman ……….. 15. Spesies tumbuhan dengan kegunaan lainnya ……… 16. Tingkat kesukaan responden terhadap spesies tumbuhan yang digunakan

……… 17. Nilai kegunaan spesies tumbuhan berguna ………...

34 35 36 41 41

(15)

No. Halaman 1. Peta lokasi penelitian ……… 2. Kondisi lokasi penelitian ……….. 3. Persentase mata pencaharian responden ………...

9 19 22 4. Persentase tingkat pendidikan responden ………. 5. Kelompok responden berdasarkan usia ……… 6. Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan ………...

23 23 24 7. Keanekaragaman tumbuhan dari 20 famili yang mempunyai spesies

terbanyak dimanfaatkan ……….……….…………. 8. Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan ………. 9. Spesies tumbuhan pangan hasil budidaya ……… 10. Winahong (Anredera cordifolia) yang merambat di pagar rumah ……...

25 30 31 33 11. Ganggeng (Ceratophyllum demersum) ………. 12. Tantang angin, salah satu perlengkapan upacara adat dari daun bambu

tali (Gigantochloa apus) ……….. 13. Penyimpanan kayu bakar di atas tungku ………..…… 14. Peralatan rumah tangga hasil anyaman dan kerajinan ………. 15. Seorang pengrajin yang sedang membuat sapu dari tamiyang cangkir

(Thysanolaena maxima) ……….………... 37

37 38 39

39 16. Rumah dengan atap lapisan ijuk dan daun tepus (Amomum coccineum).. 17. Gula yang dibungkus dengan daun cangkuang (Pandanus furcatus) …... 18. Tumbuhan dari hutan yang dibudidayakan ……….……….. 19. Hanjuang (Cordyline fruticosa) yang ditancapkan di pembenihan padi ... 20. Indung, lima ikatan padi kecil digabung jadi satu ………. 21. Rata-rata jumlah spesies yang dimanfaatkan berdasarkan kelompok usia

responden ……… 40 45 46 48 49

51  

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Daftar nama tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Dusun Miduana ……… 2. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan ………... 3. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai obat ……….. 4. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil zat warna …. 5. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak ………….

60 65 67 74 74 6. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan hias ……….. 7. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan aromatik ….. 8. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil pestisida

nabati ..………... 9. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai keperluan adat ……….. 10. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai kayu bakar ………

75 76

77 77 78 11. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan tali, anyaman,

dan kerajinan ..………..…. 12. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangunan ……... 13. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan minuman ……… 14. Daftar nama tumbuhan dengan kegunaan lainnya ……… 15. Daftar responden kajian etnobotani masyarakat Dusun Miduana Desa

Balegede ……… 16. Lembar kuisioner yang digunakan dalam wawancara etnobotani ………

79 79 80 80

(17)

1.1 Latar Belakang

Sejak dimulainya peradaban, manusia sudah menggunakan tumbuhan dan berinteraksi dengan alam sekitarnya. Dalam perkembangan kehidupan manusia, tumbuhan telah memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan budaya mereka. Tumbuhan tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia karena merupakan sumber bahan pangan, papan, sandang, obat, kerajinan, kegiatan sosial dan sebagainya. Adanya interaksi antara masyarakat lokal dengan lingkungan alamnya, terutama mengenai penggunaan tumbuhan dikenal dengan etnobotani (Martin 1998).

Pemanfaatan tumbuhan tidak hanya untuk kepentingan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan budaya pada suatu kelompok masyarakat lokal. Setiap masyarakat lokal memiliki pengetahuan yang berbeda dalam kegiatan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam sesuai adat dan budayanya. Kegiatan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam berbasis budaya yang dilakukan oleh masyarakat lokal disebut juga dengan kearifan tradisional. Melalui kearifan tradisional yang dimiliki, masyarakat lokal secara langsung maupun tidak langsung telah ikut berkontribusi dalam melaksanakan kegiatan konservasi terhadap alam sekitarnya.

Dampak negatif dari modernisasi berupa perkembangan teknologi dan peningkatan pendidikan membuat sebagian masyarakat terutama generasi mudanya mengubah pola hidup mereka ke arah yang lebih modern. Masyarakat lebih tertarik terhadap produk di luar budayanya dan meninggalkan pola kehidupan mereka yang tradisional akibat adanya rasa rendah diri akan kebudayaannya yang dipandang terbelakang (Attamimi 1997). Hal ini membuat pengetahuan tradisional, antara lain mengenai pemanfaatan tumbuhan akan hilang sebelum sempat didokumentasikan.

(18)

generasi ke generasi (Soekarman & Riswan 1992). Laju kerusakan hutan yang semakin cepat juga membuat sejumlah spesies tumbuhan yang bermanfaat bagi masyarakat menjadi langka.

Masyarakat Desa Balegede Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu masyarakat daerah penyangga kawasan Cagar Alam Gunung Simpang. Potensi sumberdaya alam Cagar Alam Gunung Simpang, khususnya tumbuhan tidak lepas dari kepentingan masyarakat sekitar kawasan untuk berbagai kegunaan. Data mengenai pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sekitar Cagar Alam Gunung Simpang belum terdokumentasi dengan baik. Oleh karena itu kajian etnobotani (pemanfaatan tumbuhan) penting dilakukan untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat Desa Balegede mengenai pemanfaatan tumbuhan agar pengetahuan tersebut tidak hilang seiring berkurangnya hutan dan akibat bergesernya pola hidup masyarakat tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang

2. Mengetahui bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang.

1.3 Manfaat

Data hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola CA Gunung Simpang, serta sebagai langkah awal dalam upaya penyelamatan pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan. Selain itu, kajian ini juga diharapkan dapat membantu upaya konservasi terhadap tumbuhan agar tidak menjadi langka ataupun punah terutama spesies-spesies tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.

(19)

2.1 Etnobotani

Salah satu bentuk pengetahuan tradisional masyarakat diantaranya adalah pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam kehidupan sehari-harinya yang dikenal dengan istilah etnobotani (Dharmono 2007). Etnobotani berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, Ethnos yang artinya bangsa dan Botany yang artinya tumbuhan, sehingga etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan dalam bentuk pemanfaatan secara tradisional (Soekarman & Riswan 1992).

Etnobotani merupakan ilmu yang kompleks karena banyak bagian dari ilmu lain yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya, misalnya taksonomi, ekologi dan geografi tumbuhan, kehutanan, antropologi, dan ilmu lainnya (Soekarman & Riswan 1992). Oleh karena itu studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis saja, tetapi juga menyangkut pengetahuan botani lokal yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan tumbuhan, serta pemanfaatan tumbuhan yang lebih diutamakan untuk kepentingan budaya dan kelestarian sumberdaya alam (Dharmono 2007).

Hal yang membuat etnobotani menjadi penting dilakukan adalah semakin cepatnya laju erosi sumber daya alam terutama tumbuhan serta berkurangnya pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan pada sejumlah suku. Padahal melalui etnobotani dapat diketahui sejumlah tumbuhan liar yang berguna bagi manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sandang, pangan, maupun papan yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Indonesia (Soekarman & Riswan 1992).

2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional

(20)

yang khas (Affandi 2002). Mereka bukan merupakan bagian yang dominan dari masyarakat dan bertekad untuk memelihara, mengembangkan, dan mewariskan daerah leluhur dan identitas etnik mereka kepada generasi selanjutnya sebagai dasar bagi kelangsungan keberadaan mereka sebagai suatu suku, sesuai dengan pola budaya, lembaga sosial dan sistem hukum mereka (ILO 1989).

Manusia sebagai makhluk hidup tentunya mempunyai hubungan yang erat dengan mahkluk hidup yang lainnya. Menurut Mansoben (2003) bentuk-bentuk hubungan yang terjalin antara manusia dengan mahluk hidup lainnya dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan apa yang terwujud sebagai hasil dari proses interaksi tersebut amat bervariasi sesuai ekosistemnya. Variasi inilah yang membedakan setiap kebudayaan yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat.

Oleh karena itu Ridwan (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan lokal atau kearifan tradisional dapat diartikan sebagai usaha manusia dalam menggunakan akal budinya untuk bertindak dan bersikap terhadap suatu objek atau peristiwa pada suatu kondisi tertentu. Selain itu menurut Gunawan (2008) pengetahuan tradisional (kearifan tradisional) merupakan hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi, sehingga dianut dalam jangka waktu yang cukup lama. 2.3 Pemanfaatan Tumbuhan

Sebagian besar masyarakat Indonesia ataupun dunia yang tinggal di pedesaan atau berdekatan dengan hutan, pada umumnya memiliki pengetahuan tentang spesies-spesies tumbuhan liar yang dapat dimakan. Menurut Soekarman dan Riswan (1992) baru sekitar 3-4% tumbuhan yang ada di Indonesia yang sudah dibudidayakan dan ditanam, sedangkan sisanya berada di hutan. Kartawinata (2004) menambahkan, masyarakat sekitar areal hutan hanya memanfaatkan sebesar 17% saja dari sejumlah besar spesies tumbuhan yang ada. Pemanfaatan tersebut meliputi keperluan pangan, upacara adat, pengobatan, pakan ternak, dan lainnya.

2.3.1 Tumbuhan penghasil pangan

(21)

bersumber dari tumbuhan dapat berupa buah-buahan, sayuran, dan makanan pokok. Siswoyo et al. (2004) menyebutkan bagian tumbuhan yang digunakan adalah buah, daun, umbut, batang, bunga, biji, getah, dan tubuh buah (untuk jamur).

2.3.2 Tumbuhan obat

Rostiana et al. (1990) menyatakan bahwa tumbuhan obat merupakan tumbuhan yang penggunaan utamanya untuk keperluan obat-obatan dan belum dibudidayakan. Obat-obatan dalam konteks ini meliputi obat tradisional yang daya penyembuhannya belum dapat dibuktikan secara medis, obat fitoterapi, serta obat modern yang secara medis sudah diakui daya penyembuhannya.

Menurut Zuhud dan Haryanto (1990), jumlah tumbuhan obat yang dijadikan obat tradisional mencapai 10.000 spesies dan 74% dari tumbuhan tersebut tumbuh liar di hutan. Dalam Sutarjadi (1992) disebutkan kegiatan pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber obat telah dilakukan sejak dulu oleh berbagai suku di seluruh Indonesia. Pengetahuan tentang kegiatan pemanfaatan tumbuhan obat antar suku memiliki perbedaan sesuai adat dan budayanya masing-masing karena memiliki ekologi yang berbeda serta keragaman spesies tumbuhan yang digunakan oleh masing- masing suku juga berbeda.

2.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna

Zat pewarna alam adalah zat warna yang dipoleh dari alam seperti binatang, mineral-mineral dan tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung (Sutara 2009). Tumbuhan penghasil zat warna adalah tumbuhan yang memiliki sejumlah kecil zat kimia tertentu dalam jaringannya yang merupakan kandungan bahan pewarna nabati yang dapat diekstrak melalui proses fermentasi, direbus, atau secara kimiawi (Arafah 2005). Menurut Sutara (2009) bagian- bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk zat pewarna alam adalah kulit kayu, batang, daun, akar, bunga, biji dan getah. Setiap tanaman dapat merupakan sumber zat warna alam karena mengandung pigmen alam.

2.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak

(22)

yang sering digunakan yang sering dijadikan pakan ternak diantaranya adalah daun lamtoro, gamal, reo, kelapa, beringin, mengkudu, kapas, dan kemiri.

2.3.5 Tumbuhan hias

Tumbuhan hias adalah tumbuhan yang dipergunakan sebagai dekorasi baik ruangan ataupun luar ruangan (Dunia Tanaman 2009). Tanaman adalah tumbuhan yang telah dibudidayakan. Tanaman hias memiliki berbagai macam spesies mulai dari tanaman berbunga sampai tanaman yang berbentuk unik. Bentuk tanaman ini sangat beraneka ragam dan masing-masing tanaman memiliki daya tarik tersendiri untuk layak dikoleksi.

2.3.6 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik juga dikenal dengan sebutan tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan ini memiliki ciri mempunyai bau dan aroma yang khas. Biasanya berfungsi sebagai pewangi, pemberi rasa, dan lainnya (Arafah 2005). Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan komoditas ekspor non migas yang dibutuhkan diberbagai industri seperti dalam industri parfum, kosmetika, industri farmasi/obat-obatan, industri makanan dan minuman. 2.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama (pestisida nabati)

Pestisida nabati merupakan pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Lestari 2005). Jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Lestari (2005) menyatakan bahwa tumbuhan untuk mengatasi hama atau penghasil pestisida nabati biasanya mempunyai senyawa kimia yang dapat digunakan untuk organisme pengganggu tumbuhan, baik berupa hama dan penyakit tumbuhan maupun tumbuhan pengganggu (gulma).

2.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat

(23)

dengan kepercayaan dan religi.

Menurut Kartiwa dan Martowikrido (1992), spesies tumbuh-tumbuhan yang dipakai dalam upacara berbeda-beda menurut pengetahuan masyarakat masing-masing di berbagai etnis atau daerah. Kemudian Kartiwa dan Martowikrido (1992) juga menyebutkan tumbuhan yang dipakai dalam upacara adalah tumbuhan yang memiliki sejumlah ciri berikut:

1. Sifat-sifat dari tumbuhan tertentu yang menjadi simbol sesuatu hal. 2. Sifat dan nama tumbuhan yang diasosiasikan dengan kata-kata yang

mengadung nilai baik.

3. Memiliki sifat-sifat yang berguna

4. Memiliki keindahan karena warna-warnanya

5. Tumbuhan yang digunakan sebagai pengharum dan zat pengawet. 2.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Pada dasarnya semua spesies tumbuhan berkayu atau yang berbentuk pohon dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Rahayu et al. (2007) menyebutkan pada masyarakat lokal sekitar Kawasan Konservasi PT. Wira Karya Sakti Sungai Tapa Jambi mempunyai kriteria tertentu dalam memilih kayu, antara lain kayunya “kering”, awet atau tidak cepat habis dan energi panas yang dihasilkan cukup tinggi. Hasil penelitian Djamalui (1998) menyebutkan suku Sougb di Manokwari umumnya memilih kayu untuk kayu bakar adalah kayu yang memiliki sifat mudah terbakar, mudah dibelah, menghasilkan bara yang cepat, tidak cepat habis terbakar, tidak berasap banyak, dan penghasil panas yang baik.

2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan

(24)

2.4 Cagar Alam

Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami (UU No 5 Tahun 1990). Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1990, kawasan yang termasuk ke dalam kawasan suaka alam mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragam tumbuhan dan satwa, beserta ekosistemnya, selain itu kawasan ini juga berfungsi sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan.

Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan cagar alam menurut Ditjen PHKA (2009):

1. Mempunyai keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem;

2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;

3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;

4. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami;

5. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau

6. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di kawasan cagar alam adalah kegiatan yang bermanfaat untuk (UU No 5 Tahun 1990):

1. Penelitian dan pengembangan 2. Ilmu pengetahuan

3. Pendidikan

(25)

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan terhadap masyarakat sekitar Cagar Alam Gunung

Simpang yang berada di Dusun Miduana, Desa Balegede, Kecamatan Naringgul,

Kabupaten Cianjur. Penelitian dilaksanakan di Dusun Miduana karena dusun ini

berbatasan langsung dengan kawasan Cagar Alam Gunung Simpang dan interaksi

masyarakat dengan hutan di kawasan cagar alam lebih tinggi dibandingkan

dengan masyarakat dusun lainnya di Desa Balegede. Pengambilan data dilakukan

pada Januari, Februari, dan Mei 2010.

Gambar 1 Lokasi penelitian(sumber: upload.wikimedia.org)

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat perekam,

kamera digital, pedoman wawancara dalam pengambilan data (kuisioner), buku

identifikasi spesies tumbuhan, tally sheet, kantung plastik warna bening ukuran

(26)

koran. Objek penelitian adalah masyarakat Dusun Miduana serta sejumlah spesies

tumbuhan yang terdapat di lingkungan sekitarnya.

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis data

Data yang diambil terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer

merupakan data penggunaan tumbuhan oleh masyarakat yang meliputi nama lokal

tumbuhan, manfaatnya, bagian tumbuhan yang digunakan, cara penggunaannya,

habitus, teknik pemanenannya, serta adanya upaya budidaya terhadap spesies

tumbuhan yang dimanfaatkan atau mengambil secara langsung dari hutan. Selain

itu dilakukan pengambilan sampel tumbuhan sebagai bahan pembuatan herbarium

untuk memudahkan identifikasi. Kemudian dilakukan juga penilaian untuk

memperoleh nilai kegunaan suatu spesies tumbuhan dan tingkat kesukaan

responden terhadap suatu spesies tumbuhan. Data sekunder merupakan catatan

mengenai kondisi masyarakat Desa Balegede khususnya masyarakat Dusun

Miduana, kondisi umum Cagar Alam Gunung Simpang, serta sejumlah literatur

atau catatan lain yang terkait.

3.3.2 Tahapan penelitian

Tahapan penelitian dan aspek yang dikaji dalam kajian etnobotani

dilakukan secara bertahap dalam 3 tahapan utama, yaitu:

Tahap 1 : Kajian pustaka terhadap sejumlah literatur, catatan, laporan-laporan

dan dokumen lainnya yang ada di kantor Desa Balegede, Balai

Konservasi Sumberdaya Alam, Dirjen Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam (PHKA) dan Pemda Kabupaten Cianjur.

Tahap 2 : Kajian etnobotani/survei lapangan dengan melakukan wawancara

secara mendalam terhadap sejumlah responden di Desa Balegede

dan pengambilan sampel tumbuhan.

Tahap 3 : Pengolahan dan analisis data terhadap semua data dan informasi

yang diperoleh dari tahap I dan II.

Setiap tahapan mempunyai beberapa aspek yang harus dikaji (Tabel 1).

Aspek yang dikaji disesuaikan dengan kelompok tahapan kegiatan yang

dilakukan. Selain itu ditentukan pula sumber data dan metode untuk melakukan

(27)

Tabel 1 Tahapan kegiatan penelitian, aspek yang dikaji, sumber data, dan metode dalam kajian etnobotani di desa Balegede

No. Tahapan kegiatan Aspek Kajian Sumber Data Metode

1. Kajian pustaka - Kondisi umum lokasi penelitian

- Topografi dan geologi - Iklim dan hidrologi - Flora dan fauna - Kondisi sosial budaya

masyarakat Kantor Desa Balegede, BKSDA, Dirjen PHKA, Pemda Kabupaten Cianjur. Menelaah laporan, dokumen, dan sejumlah literatur lainnya.

2. Kajian etnobotani/ survei lapangan

- Spesies tumbuhan dan jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat - Bentuk kearifan

tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan

Key person, responden, lingkungan sekitar masyarakat. Wawancara, dokumentasi, pengambilan sampel.

3. Pengolahan dan

analisis data

- Pengolahan data - Analisis data

Data hasil kajian lapangan dan sejumlah dokumen atau catatan penting lainnya. Pengolahan secara kuantitatif dan analisis kualitatif/ deskriptif.

3.3.3 Teknik pengambilan data 3.3.3.1 Penentuan responden

Pemilihan reponden dilakukan dengan teknik snowball sampling yaitu

menentukan responden kunci (key person) untuk kemudian menentukan

responden yang lain berdasarkan informasi dari responden sebelumnya.

Responden kunci adalah orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai nama

lokal tumbuhan dan manfaat atau kegunaan dari tumbuhan tersebut serta memiliki

intensitas tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan. Jumlah responden yang

diwawancarai pada penelitian ini sebanyak 30 orang.

3.3.3.2 Wawancara dan pengamatan langsung

Kajian etnobotani ini dilakukan melalui wawancara semi terstruktur atau

pengisian kuisioner dengan pendalaman pertanyaan sesuai keperluan. Hal-hal

yang ditanyakan kepada responden meliputi spesies tumbuhan dan jenis

pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat serta bentuk kearifan tradisional yang ada

di masyarakat dalam upaya konservasi tumbuhan. Selain itu dilakukan juga

(28)

masyarakat dalam upaya konservasi tumbuhan serta jenis pemanfaatan tumbuhan

oleh masyarakat.

3.3.3.3 Pembuatan herbarium

Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri atas

begian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun-daun dan kuncup yang

utuh, serta lebih baik apabila ada bunga dan buahnya). Pembuatan herbarium

dilakukan untuk memudahkan proses identifikasi spesies tumbuhan yang belum

diketahui jenisnya serta dokumentasi spesies tumbuhan yang diperoleh dari hasil

wawancara. Adapun tahapan dalam pembuatan herbarium adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan

daunnya, jika ada bunga dan buahnya.

2. Contoh herbarium dipotong dengan panjang sekitar 40 cm.

3. Contoh herbarium diberi label gantung yang berukuran 3x5 cm. Label

gantung berisi tentang nomor koleksi, inisial nama kolektor, tanggal

pengambilan spesimen, nama lokal spesimen, dan lokasi pengambilan

spesimen.

4. Contoh herbarium yang telah diberi label gantung kemudian dirapikan

dan dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran yang dilipat dua. Satu

lipatan kertas koran untuk satu spesimen.

5. Lipatan kertas koran yang berisi spesimen ditumpuk menjadi satu dan

dimasukkan kedalam kantong plastik bening berukuran 40x60 cm.

6. Tumpukan spesimen disiram dengan alkohol 70% hingga seluruh bagian

tumpukan tersiram merata, kemudian kantong plastik ditutup rapat agar

alkohol tidak menguap keluar kantong.

7. Setelah sampai di tempat koleksi herbarium, tumpukan contoh herbarium

dipres dalam sasak, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu

550C selama 5 hari.

8. Setelah kering, herbarium kemudian diidentifikasi di Herbarium

Bogoriense, LIPI Bogor.

3.4 Metode Analisis Data

Data hasil wawancara dan identifikasi tersebut disusun secara

(29)

habitusnya untuk memudahkan analisis selanjutnya. Selain itu dihitung pula nilai

dari tingkat kesukaan serta nilai kegunaan dari 20 spesies yang paling sering

dimanfaatkan oleh masyarakat. Analisis data yang diperoleh dilakukan secara

deskriptif kualitatif.

3.4.1 Klasifikasi penggunaan

Spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara dengan sejumlah

responden kemudian diklasifikasikan berdasarkan penggunaannya yang meliputi

12 kelompok kegunaan (Tabel 2). Identifikasi tumbuhan secara keseluruhan

menggunakan buku Tumbuhan Beguna Indonesia jilid I-IV (Heyne 1982).

Beberapa spesies tumbuhan yang tidak teridentifikasi, diidentifikasi lebih lanjut

dengan menggunakan buku lainnya yakni Tumbuhan Obat Taman Nasional

Gunung Halimun (Harada et al. 2006) untuk spesies tumbuhan obat dan pangan,

Galeri Tanaman Hias Lanskap (Lestari & Kencana 2008) dan Anggrek Alam di

Kawasan Konservasi Pulau Jawa (Puspitaningtyas 2003) untuk spesies tumbuhan

hias, Beberapa Jenis Bambu (Sastrapradja et al. 1980) dan Identifikasi Jenis-jenis

Bambu di Kepulauan Sunda Kecil (Widjaja & Elizabeth 2001) untuk spesies

bambu, Palem Indonesia (Sastrapradja et al. 1980) untuk spesies palem, serta

Tumbuhan Air (Sastrapradja 1981) untuk spesies tumbuhan air.

Tabel 2 Klasifikasi kelompok penggunaan tumbuhan oleh responden

No. Klasifikasi penggunaan tumbuhan

1. Tumbuhan obat

2. Tumbuhan penghasil pangan 3. Tumbuhan penghasil zat warna 4. Tumbuhan penghasil pakan ternak

5. Tumbuhan hias

6. Tumbuhan aromatik

7. Tumbuhan penghasil pestisida nabati 8. Tumbuhan untuk kegunaan adat 9. Tumbuhan penghasil kayu bakar

10. Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan 11. Tumbuhan penghasil bahan bangunan

12. Tumbuhan penghasil bahan minuman

Sumber: Arafah (2005)

3.4.2 Persen habitus

Persen habitus (perawakan) dihitung untuk melihat persentase setiap

(30)

habitus yang digunakan adalah pohon, perdu, herba, liana, epifit, lumut, dan

tumbuhan air. Perhitungan persentase habitus dilakukan secara umum terhadap

semua spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara.

Hasil perhitungan akan memperlihatkan habitus mana yang memiliki

jumlah terbanyak sampai jumlah yang paling sedikit secara keseluruhan. Analisis

ini dilakukan melalui perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

Persen habitus tertentu = ΣΣ habitus tertentu

seluruh habitus x 100%

3.4.3 Persen bagian yang digunakan

Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui persentase setiap bagian

tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan

tumbuhan. Bagian tumbuhan yang digunakan dapat meliputi daun, batang, buah,

bunga, biji, akar, batang, kulit batang, rimpang, umbi, getah, tunas, seluruh

bagian, dan bagian lainnya. Perhitungan persen bagian yang digunakan dilakukan

secara umum terhadap semua spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara.

Persen bagian tumbuhan yang digunakan diperoleh melalui perhitungan sebagai

berikut:

Persen bagian yang digunakan = Σ bagian tumbuhan yang digunakan Σ

seluruh bagian yang digunakan x 100%

3.4.4 Tingkat kesukaan

Analisis tingkat kesukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan

(Preferensi ranking) responden terhadap spesies tumbuhan yang mereka

manfaatkan sehingga dapat terlihat spesies tumbuhan apa yang paling disukai di

masyarakat. Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk

mengurutkan sejumlah spesies yang diberikan berdasarkan kesukaannya terhadap

spesies tumbuhan tersebut (Cotton 1997). Jumlah spesies tumbuhan yang

diberikan dalam penelitian ini dibatasi pada 20 spesies tumbuhan yang sering

dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga nilai maksimal yang diberikan oleh

responden sesuai jumlah spesies tumbuhan yang dinilai yakni 20 dan nilai

(31)

melihat nilai secara keseluruhan pada setiap spesies (Cotton 1997). Berikut ini

merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai kesukaan

responden terhadap suatu spesies:

TSSs = (R1S+R2S+R3S+ …… + RiS) 

Keterangan:

Tsss = total nilai spesies ke-S

R1s = nilai yang diberikan oleh responden ke-1 untuk spesies ke-S

R2s = nilai yang diberikan oleh responden ke-2 untuk spesies ke-S

Ris = nilai yang diberikan oleh responden ke-i untuk spesies ke-S

3.4.5 Nilai kegunaan

Nilai kegunaan (use value) diperoleh untuk mengetahui spesies

tumbuhan yang memiliki kegunaan tinggi di masyarakat. Pada penelitian ini

spesies tumbuhan yang dinilai sebanyak 20 spesies yang paling banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat dan dilakukan dengan tiga kali pengulangan pada

waktu yang berbeda. Pengulangan ini dilakukan untuk melihat konsistensi

responden dalam menyebutkan kegunaan suatu spesies tumbuhan.

Semakin besar nilai yang diperoleh artinya spesies tumbuhan tersebut

sangat berguna di masyarakat. Nilai kegunaan dihitung berdasarkan rumus berikut

ini (Philips & Gentry 1993, diacu dalam Cotton 1997):

UVs = Σ

UVis

is

Keterangan:

UVs = nilai seluruh penggunaan spesies s

UVis = nilai penggunaan responden i atas spesies s

(32)

4. 1 Letak dan Luas

Kawasan hutan Gunung Simpang ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Mentri Pertanian Nomor: 41/Kpts/Um/1/179 tanggal 11-1-1979 (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008). Luas Cagar Alam Gunung Simpang adalah ±15.000 ha. Cagar alam ini terletak di dua kabupaten yakni Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat, serta pada koordinat 107º 25' 15" BT – 107º 26' 12" BT dan 7º 20' 21" LS – 7º21' 13" LS (Resort Cagar Alam Gunung Simpang 2010). Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang dibagi menjadi 4 resort, yaitu Resort Simpang Barat, Resort Simpang Selatan, Resort Simpang Timur dan Resort Simpang Utara. Kawasan tersebut dikelilingi oleh 12 desa yang secara administrasi termasuk wilayah Kecamatan Naringgul dan Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur (Puspitaningtyas 2005).

Adapun batas kawasan Cagar Alam Gunung Simpang adalah (Resort Cagar Alam Gunung Simpang 2010):

Sebelah utara : Perkebunan teh Paranggong dan Patuha serta Cagar Alam Gunung Tilu yang secara administrasi pemerintahan termasuk Desa Sugihmukti Kecamatan Pasir Jambu Kabupaten Bandung

Sebelah barat : Kawasan hutan lindung, hutan Perum Perhutani dan tanh milik/lahan pertanian di Desa Balegede, Sukabakti, Naringgul, dan Malati, Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur

Sebelah timur : Tanah milik/lahan pertanian Desa Mekarjaya, Puncak baru, dan Cibuluh, Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur

(33)

4.2.1 Topografi

Topografi kawasan Cagar Alam Gunung Simpang bergelombang, berbukit terjal serta bergunung dengan ketinggian tempat berkisar antara 800-1823 mdpl (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008). Puncak tertinggi adalah Gunung Simpang dengan ketinggian sekitar 1823 mdpl. Kemiringan lereng di punggung gunung hanya berkisar antara 20-300, tetapi di bagian tengah gunung kemiringan dapat mencapai 60-700 (Puspitaningtyas 2005). Pada sisi-sisi lereng tertentu, lerengnya sangat curam dan berbatu cadas sehingga sangat sulit didaki. 4.2.2 Tanah

Spesies tanahnya berupa tanah lempung liat hingga lempung berpasir yang gembur dan berwarna coklat. Ketebalan serasah dan akar-akar pohon cukup tebal sehingga membantu untuk mempertahankan struktur tanah yang gembur. Berdasarkan pengukuran pH meter, derajat kemasaman tanahnya masih tergolong agak asam yaitu berkisar antara 4.5–5.5. Hal tersebut dikarenakan bahan organik di dalam tanah cukup banyak sehingga tanahnya cenderung bersifat asam (Puspitaningtyas 2005).

4.2.3 Hidrologi

Kawasan Gunung Simpang memiliki sumber air yang cukup berlimpah sehingga di sela-sela pegunungan akan tampak beberapa air terjun yang cukup tinggi dan deras. Danau alam di CA Gunung Simpang umumnya kecil, di antaranya Kubang Parigi, Kubang Karet, Kubang Gede, Kubang Citugu dan Situ Kubang Urug yang terbesar luas 5 ha. Secara hidrologis kawasan ini mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia disekitarnya.

Tabel 3 Sungai yang ada di Cagar Alam Gunung Simpang

No. Nama Sungai Lokasi Muara Keterangan 1. Cipandak Simpang Barat Laut Pantai Selatan 2. Cidaun Simpang Barat Sungai Cidamar Pantai Selatan 3. Ciogong Simpang Barat Sungai Cidamar Pantai Selatan 4. Cidamar Simpang Selatan Laut Pantai Selatan 5. Cimaragang Simpang Utara

Simpang Timur Sungai Cidamar Pantai Selatan

(34)

4.2.4 Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim kawasan ini termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata per tahun antara 2000-3500 mm. Suhu rata-rata antara 15-25°C dengan kelembaban udara dapat mencapai 80% (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008). Bulan basah di daerah ini terjadi antara bulan Oktober s/d Februari, sedang bulan kering terjadi pada bulan April s/d September (Resort Cagar Alam Gunung Simpang 2010).

4. 3 Kondisi Biologi

Cagar Alam Gunung Simpang merupakan salah satu kawasan konservasi yang masih memiliki hutan alami yang cukup luas di wilayah Bandung Selatan sampai wilayah Cianjur Selatan. Kawasan ini memiliki tipe hutan dataran rendah sampai pengunungan sangat yang mendukung keberadaan keanekaragaman hayati yang penting. Beberapa spesies flora dan fauna yang terdapat di Cagar Alam Gunung Simpang adalah:

4.3.1 Flora

CA Gunung Simpang memiliki formasi Lauro-Fagaceous yang khas Jawa Barat. Formasi ini didominasi species tumbuhan dari keluarga Lauraceae, seperti Litsea sp. dan Crytocaria sp., bersama spesies tumbuhan dari keluarga Fagaceae seperti kihuru (Quercus sp.) dan saninten (Castanopsis sp.) (HIMAKOVA 2008). Tipe ekosistem Cagar Alam ini termasuk tipe hutan hujan pegunungan yang ditumbuhi juga beberapa spesies liana dan epifit seperti owar (Fagellaria indica), kasungka (Dnetum neglectum), kibarece (Vitis compressa), anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis), kadaka (Drynaria sp.), benalu (Diplazium esculentum) dan lain-lain (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008).

4.3.2 Fauna

(35)

4 l y s l k M a k S d K 4 p m G p d d p k 4.4.1 Lok Des langsung de yang berbat salah satu d luas sekitar kedusunan Miduana. D alam adalah

Seb kabupaten B Simpang dan dengan Des Kecamatan C 4.4.2 Sej Ma pribadi deng menyebutka Gunung Sim penjajahan B dan bersemb dari kata “ny para pekerja kelompok y

kasi Desa B sa Balegede engan Cagar tasan langsu

aerah penya 3791 Ha da Babakan, D Dari kelima d Dusun Midu

G belah utara

Bandung. S n Desa Wan sa Sukabakti Cibinong, ka arah, buday asyarakat De

gan pengelol an asal usul mpang (Od Belanda, sej bunyi di ka yimpang” y a paksa tad yang berjalan

Balegede e terletak d r Alam Gun ung dengan

angga kawas an terbagi k Dusun Pasir dusun ini, d

[image:35.612.225.413.276.404.2]

uana.

Gambar 2 K desa berbat Sebelah timu ngunsari Kec

i. Sebelah b abupaten Cia ya dan agam esa Baleged

la cagar alam masyarakat dang 18 Me

jumlah oran awasan hutan yang artinya

di beristirah n ke arah y

di Resort S nung Simpa cagar alam, san konserva kedalam 5 ke

r Baru, Du dusun yang b

Kondisi lokas tasan dengan ur berbatasa camatan Nar barat berbat anjur. ma de merupaka m sekaligus t Desa Baleg

ei 2010, k ng yang men

n Gunung S mampir. Di hat dan kem yang berbeda

impang Bar ang di bagia

maka Desa asi ini. Desa edusunan, y usun Sindan berbatasan l si penelitian n perkebuna an dengan ringgul. Sebe tasan dengan

an Suku Sun tokoh masy gede terkait omunikasi njadi pekerja Simpang. Si

i puncang G mudian terb

a. Salah satu

rat karena an barat. Seb

a Balegede m a Balegede m yakni Dusun ng Kasih, d

angsung den

an teh yang Cagar Alam elah selatan

n Desa Wa

nda. Hasil k yarakat Desa t dengan sej

(36)

pergi ke arah yang sekarang menjadi Desa Balegede dan membuat kelompok masyarakat baru sehingga berkembang menjadi Desa Balegede.

Kebudayaan masyarakat Balegede saat ini memang sudah tidak seperti dulu. Banyak tradisi-tradisi yang sudah tidak dilakukan lagi di masyarakat. Pada jaman dahulu, masih banyak kesenian tradisional yang dipentaskan, baik itu ketika ada upacara pernikahan, upacara panen padi, bahkan pada kegiatan penyambutan pejabat atau orang penting lainnya. Saat ini banyak orang lebih memilih mementaskan dangdut untuk meramaikan acara pernikahan atau acara lainnya.

Saat ini tradisi yang masih dilakukan di masyarakat tidak terlalu mencolok dan tidak semua masyarakat bersedia memberikan informasi mengenai hal tersebut. Dari hasil wawancara akhirnya diketahui bahwa beberapa masyarakat merasa takut jika tradisi yang selama ini mereka laksanakan dipandang menyalahi aturan agama oleh orang luar. Menurut data kependudukan Pemda Kabupaten Cianjur (2007) seluruh masyarakat Desa Balegede adalah pemeluk agama Islam. Karena itulah saat ini tidak semua warga masih menjalankan tradisi, beberapa ada yang sudah sama sekali tidak menjalankannya karena pertimbangan agama. Selain itu ada semacam aturan tidak tertulis bahwa dalam menjalankan tradisi tidak boleh dilakukan setengah setengah, yang artinya jika akan menjalankan maka lakukan sepenuhnya dan jika akan meninggalkan maka tinggalkan sepenuhnya.

4.4.3 Kependudukan

Berdasarkan data kependudukan Desa Balegede tahun 2009 jumlah penduduk Desa Balegede sebanyak 5.542 jiwa yang terdiri atas laki-laki sebanyak 2.765 jiwa dan perempuan sebanyak 2.777 jiwa. Tingkat pendidikan masyarakat kebanyakan adalah SD sebanyak 60,23% (Tabel 4). Mata pencaharian didominasi oleh petani, yakni sebesar 78,74% dari total keseluruhan (Tabel 5).

Tabel 4 Tingkat pendidikan masyarakat Desa Balegede

No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Tidak tamat SD 815 23,10

2 SD 2125 60,23

3 Sekolah Agama 85 2,41

4 SMP 416 11,79

5 SMA 56 1,59

6 Perguruan Tinggi 31 0,88

(37)

No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Petani 1415 78,74

2 Pedagang 70 3,89

3 PNS/TNI/POLRI 56 3,12

4 Lain-lain 256 14,25

Sumber: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2009)

4.4.4 Penggunaan lahan

Penggunaan lahan di Desa Balegede meliputi sawah, kebun atau ladang, pekarangan, kolam, dan lainnya. Penggunaan lahan lainnya yakni sebagai pemukiman, sejumlah fasilitas umum seperti sekolah, mesjid, serta penggunaan lain yang tidak termasuk kepada kategori yang telah disebutkan. Sebagian besar lahan digunakan untuk lainnya sekitar 51% dari luas keseluruhan (Tabel 6). Tabel 6 Penggunaan lahan di Desa Balegede

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Sawah 497 13,11

2 Kebun/ladang 1.088 28,70

3 Pekarangan 12 0,32

4 Kolam 251,5 6,63

5 Lainnya 1.942,5 51,24

Sumber : Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2009)

(38)

5 D s ( g d h a b b ( l m m i p 17% 5.1 Ka Res Dusun Midu sisanya pere

19 orang (

(Gambar 3).

gula aren ha

dilakukan. H

hidup lebih aren (Areng berbunga pa bulan saja. Tin (SD) yakni lulusan SMA menuju seko memilih sek

itu masih b

penting. 10% rakteristik sponden yan uana. Seban empuan. Seb 63%), sisan

. Pada masy

anya sebaga

Hal ini dise

bergantung

ga pinnata) j ada waktu t

Gambar

ngkat pendid

sebanyak 1

A, dan tidak

olah cukup j

kolah sampai

banyak pula

10%

Responden ng diwawan

nyak 60% at

bagian besar

nya merupa

yarakat Dusu

ai mata penc

ebabkan pen

g kepada has

juga tidak d

tertentu dan

3 Persentas

dikan respon

7 orang atau

k tamat SD

jauh, sehing

i tingkat SD

a yang berp

ncarai seba

tau 18 orang

r responden akan wirasw un Miduana, caharian sam nghasilan ut sil pertanian dilakukan se

n waktu pen

se mata penc

nden didom

u 56% dan

(Gambar 4)

gga membua

D saja, bahka

pikir bahwa

63%

anyak 30 o

g diantarany merupakan wasta, pedag sebagian be mpingan me tama untuk

n. Selain itu

panjang tah

nyadapannya

caharian resp

minasi oleh

sisanya mer

). Hal ini di

at sebagian b

an ada yang

a sekolah bu

pet

wir

ped

bur

rang dari m

ya adalah lak

petani yakn

gang, dan b

esar kegiatan

eskipun cuku

memenuhi

u kegiatan p

un, karena a

a pun hanya

(39)

l p j m m k p ( . 5 m S k m 34% Seb lebih didom pada kalang jaman, sehin mereka keta masyarakat karena perg pada penelit (Gambar 5) . 5.2 Pem Ma masih terga Sebagian be kawasan hut masyarakat 15% % Gambar bagian besar minasi oleh gan generas ngga penget ahui hanya yang berusi

i merantau k

tian ini sebag

Gambar

manfaatan K asyarakat D

antung terha

esar tumbuh

tan yang me

untuk mem

13%

3%

13%

4 Persentas

r informasi m

masyarakat

si muda sud

tahuan meng

sebatas un

ia produktif

ke luar daer

gian besar be

r 5 Kelompo

Keanekarag esa Baleged

adap tumbuh

han tidak d

erupakan kaw masuki kaw 21% 51% % 20

e tingkat pen

mengenai pe

yang berus

dah berkura

genai peman

ntuk pangan

f sekitar

15-rah untuk be

erusia antara

ok responden

gaman Tum de, khususn

han yang te

diperoleh la wasan cagar wasan hutan 0% 30% ndidikan res engetahuan p

sia lanjut. P

ang karena

nfaatan tumb

n dan hiasa

-30 tahun ja

ekerja. Oleh

a 50-60 tahu

n berdasarka

mbuhan nya masyar

erdapat di l

angsung dar

r alam. Hal i

n cukup te

tidak tam tamat S tamat S tamat S <30 t 30-<4 40-<5 50-<6

≥60 t

sponden

pemanfaatan

Pemanfaatan

dianggap k

buhan yang

an. Selain i

arang berada

h karena itu

un yakni men

an usia

rakat Dusun

lingkungan

ri hutan kar

ini menyebab erbatas dan mat SD D MP MA tahun 40 tahun 50 tahun 60 tahun tahun n tumbuhan tumbuhan ketinggalan umumnya itu jumlah

a di rumah

(40)

m h i s j t K d m k m d b b p i s masyarakat hutan sehing

itu pada um

sudah berus

jauh.

Kaw

tepi yang

Kebanyakan

digunakan u

mengambil

kerajinan. B

meskipun sa

dilakukan, k

Tin

bahan pang

budidaya. M

pangan tidak intensitas pe sebagai baha Ga 0 10 20 30 40 50 60 70 80 J u mlah spesies

ada yang s

gga intensita

mumnya mas

ia lanjut, di

wasan hutan

berbatasan

n masyarak

untuk kayu

tumbuhan y

Bahkan ada angat jarang karena kegiat ngginya pem gan membua Meskipun jum

k sebanyak s

emanfaatan

an pangan.

ambar 6 Pem

62 74 4 sudah memi as pengambi syarakat yan samping ake

n yang masih

langsung

kat hanya

u bakar dan

yang bergun

a juga yan

g. Untuk pe

tan ini merup

manfaatan tu at masyarak mlah spesies spesies yang yang paling manfaatan tum 4 43 12 K iliki kesadar ilan tumbuha

ng dulunya a

esibilitas me

h sering dik

dengan lah

melakukan

n pakan ter

a sebagai ob

ng melakuk

engambilan k

pakan kegia

umbuhan te

kat lebih ter

s tumbuhan

g dimanfaatk

g tinggi terl

mbuhan berdas

2 14 12

Kegunaan tu

ran untuk i

an dari huta

aktif keluar

enuju ke dal

kunjungi mas

han pertania

pengambi

rnak. Selain

bat serta bah

kan pengam

kayu saat in

atan yang dil

erutama yan

rgantung ke

yang diman

kan sebagai o

etak pada p

sarkan kelom

14 9

umbuhan

ikut menjag

an cukup jara

masuk hutan

lam hutan y

syarakat ada

an milik m

ilan tumbu

n itu ada j

han tali, any

mbilan tumb

ni sudah ha

arang. ng digunaka epada tumb nfaatkan seb obat (Gamba pemanfaatan mpok kegunaan 19 4 a kawasan ang. Selain n sekarang yang cukup alah bagian masyarakat. uhan yang juga yang yaman dan buhan hias ampir tidak an sebagai uhan hasil agai bahan

ar 6), tetapi

tumbuhan

n

(41)

d F k m P p d d G

dari 69 fam

Famili deng

kemudian d

masing seba

Poaceae mem

pangan, oba

dan kerajina

[image:41.612.114.508.250.654.2]

dimanfaatka

Gambar 7 K di Zingi Verb So R Pi M M M L F Eupho Cucu Beg A A A Famili

mili yang ma

gan jumlah

diikuti oleh f

anyak 11 sp

mang bergun

at, pakan tern

an. Hal ini

an oleh masy

eanekaragam manfaatkan 0 iberaceae benaceae olanaceae Rutaceae Rubiaceae Poaceae iperaceae Myrtaceae Meliaceae Malvaceae Liliaceae Lauraceae Fabaceae orbiaceae urbitaceae goniaceae steraceae Arecaceae Araceae Apiaceae asih dimanfa spesies terb famili Fabac esies (Gamb

na untuk ham

nak, aromati menyebabk yarakat. man tumbuhan 3 3 3 3 3 3 3 4 3 5 J aatkan untuk banyak adal ceae, Solana

bar 7). Berb

mpir seluruh

ik, keperluan

kan banyakn

n dari 20 fami

5 6 6 6 6 5 5 Jumlah spe

k berbagai ke

ah Poaceae

aceae, dan Z

bagai spesies

h keperluan m

n upacara ad

nya spesies

ili yang memp

11 11 9 11 10 esies eperluan (La

sebanyak 1

Zingiberacea

s tumbuhan

masyarakat,

dat, serta any

dari famil punyai spesie 15 ampiran 1). 19 spesies, ae masing-dari famili mulai dari yaman, tali

i ini yang

es terbanyak

19

(42)

Apabila dibandingkan dengan sejumlah penelitian yang sama pada

masyarakat di sekitar kawasan konservasi lainnya, jumlah spesies tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Miduana tidak terlalu banyak (Tabel 7). Hal

ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pengetahuan

masyarakat mengenai manfaat tumbuhan, luas areal penelitian, kondisi sosial

budaya masyarakat, serta status kawasan konservasinya.

Pada penelitian Harada et al (2001) dan Setyowati (2007) penelitian

dilakukan di tiga lokasi yang termasuk ke dalam tiga desa yang berbeda. Inama

(2008) dan Fakhrozi (2009) melakukan kajian etnobotani pada masyarakat adat

Suku Marind Sendawi Anim dan Suku Melayu Tradisional yang masih memiliki

ketergantungan sangat tinggi terhadap alam sekitarnya. Begitu pula dengan

Hamidu (2009), objek penelitiannya pada masyarakat Suku Buton yang masih

tradisional dengan jumlah tumbuhan yang dimanfaatkan lebih tinggi dibandingkan

penelitian ini.

Tabel 7 Perbandingan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi

No Lokasi Kelompok pemanfaatan tumbuhan (jumlah spesies)* Sumber

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1 TN Gunung Halimun

169 153 5 - 4 71 5 335 218 272 41 1 26 Harada et al (2001) 2 TN Gunung

Leuser

46 69 9 - - - - 7 - - 2 - 2 Setyowati

(2007)

3 TN Wasur 97 125 6 8 4 14 18 59 30 20 25 21 36 Inama

(2008) 4 TN Bukit

Tigapuluh

73 138 6 4 1 9 18 22 47 5 13 - 16 Fakhrozi

(2009) 5 Suaka Alam

Lambusango

80 83 17 8 - 12 55 11 37 36 41 12 - Hamidu

(2009)

6 CA Gunung

Simpang

62 74 12 4 5 12 43 14 14 9 19 4 7 Penelitian ini (2010) *) Keterangan kelompok pemanfaatan: 1) pangan; 2) obat; 3) aromatik; 4) pewarna; 5) pestisida

nabati; 6) pakan ternak; 7) hiasan; 8) tali, anyaman, dan kerajinan; 9) bahan bangunan; 10) kayu bakar; 11) kegunaan adat; 12) penghasil minuman; 13) lainnya.

Selain itu, status kawasan dapat mempengaruhi banyaknya pemanfaatan

tumbuhan. Pada kawasan taman nasional biasanya memiliki zona pemanfaatan

tradisional yang dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan masyarakat

setempat melalui pengaturan pemanfaatan agar tetap lestari (Widada 2008). Hal

ini membuat masyarakat masih dapat memanfaatkan hasil hutan. Pada

kebanyakan kawasan suaka alam misalnya cagar alam, pemanfaatan terhadap

(43)

kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan

penunjang budidaya. Hal ini membuat tidak adanya ruang pemanfaatan bagi

kepentingan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Akan tetapi sebenarnya di kawasan Cagar Alam Gunung Simpang

sendiri, kegiatan pemanfaatan hasil hutan tidak dilarang secara sepenuhnya. Ada

pengaturan tersendiri terkait pemanfaatan hasil hutan. Salah satu bentuk

pengelolaan kawasan cagar alam ini adalah dengan pengamanan partisipatif

bersama masyarakat, sehingga masyarakat masih dapat memanfaatkan hasil hutan

terutama non kayu, tetapi dengan ikut menjaga kawasan hutan dan melakukan

pemanfaatan secara lestari.

Selain itu pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan di

Dusun Miduana sudah mulai berkurang akibat adanya perubahan pola hidup yang

lebih modern. Pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan terutama yang

terkait dengan kebudayaan atau tradisi sudah sangat sedikit, karena sudah banyak

tradisi yang ditinggalkan. Pada umumnya pengetahuan tentang pemanfaatan

tumbuhan yang masih sering dilakukan biasanya terkait dengan kebutuhan hidup

sehari-hari, seperti untuk pangan, bumbu masakan, minuman, obat untuk sakit

yang ringan, hiasan, kayu bakar, serta keperluan sandang seperti tali, peralatan

rumah tangga, dan bangunan.

Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies tumbuhan

yang paling banyak digunakan sebagai obat, setelah itu penggunaan terbanyak

kedua adalah untuk pangan (Setyowati 2007; Inama 2008; Fakhrozi 2009;

Hamidu 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pola penggunaan tumbuhan yang

dilakukan masyarakat tidak jauh berbeda meskipun berada pada lokasi yang

berbeda serta memiliki adat istiadat berbeda pula.

5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus

Berdasarkan habitusnya tumbuhan dikelompokkan ke dalam delapan

kelompok yaitu herba, perdu, liana, bambu, pohon, epifit, tumbuhan air, dan

lumut. Kelompok habitus terbesar adalah herba yakni sebanyak 82 spesies atau

(44)

Tabel 8 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus

No. Habitus Jumlah spesies Persentase

1 Herba 82 43%

2 Perdu 54 28%

3 Pohon 37 19%

4 Bambu 9 5%

5 Liana 6 3%

6 Tumbuhan air 1 1%

7 Lumut 1 1%

8 Epifit 1 1%

Jumlah 191 100%

Herba dan perdu merupakan habitus dari sebagian besar tumbuhan yang

dimanfaatkan untuk semua kegunaan, terutama sebagai obat, bahan pangan,

tumbuhan hias, dan pakan ternak. Pada kawasan ini tumbuhan berupa herba lebih

melimpah jumlahnya dibandingkan dengan habitus yang lain, sehingga mudah

diperoleh. Selain itu tumbuhan dengan habitus herba lebih mudah diperoleh

karena cukup mudah pengambilannya. Dalam proses pertumbuhannya, herba

lebih cepat tumbuh dan lebih cepat dapat diambil hasilnya dibandingkan dengan

habitus lainnya.

5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan bagian yang digunakan Dalam penggunaan tumbuhan lebih dari 30% bagian yang dimanfaatkan

dari tumbuhan berguna adalah daun (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena daun

lebih mudah diperoleh dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan bagian

tumbuhan yang lainnya. Selain itu sebagian besar tumbuhan mempunyai daun

yang tidak mengenal musim sehingga pengambilannya dapat dilakukan setiap

waktu.

Penggunaan daun untuk memenuhi semua kebutuhan merupakan bentuk

dari upaya konservasi karena tidak mengganggu tumbuhannya seperti jika

menggunakan akar, batang, getah atau kulit batang. Bahkan untuk

penggunaannya, daun dapat juga digunakan secara langsung atau dimakan

langsung tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Apalagi bagi masyarakat

Miduana yang merupakan Suku Sunda, penggunaan daun dari sejumlah spesies

(45)

No Bagian yang digunakan Jumlah spesies Persentase (%)

1 Daun 76 32,48

2 Buah 37 15,81

3 Batang 35 14,96

4 Bunga 27 11,54

5 Seluruh bagian 17 7,26

6 Biji 12 5,13

7 Rimpang 8 3,42

8 Akar 6 2,56

9 Umbi 5 2,14

10 Getah 4 1,71

11 Tunas 4 1,71

12 Kulit batang 2 0,85

13 Lainnya 1 0,43

5.2.3 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan

Sejumlah spesies tumbuhan yang digunakan berasal dari beberapa tempat

di sekitar tempat tinggal masyarakat, baik dari kebun, sawah, halaman, maupun

hutan. Spesies tumbuhan tersebut ada yang merupakan hasil budidaya dan ada

pula yang liar. Sebagian besar tumbuhan yang dimanfaatkan merupakan spesies

tumbuhan hasil budidaya, karena dari 191 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan

sebanyak 132 spesies atau sekitar 69% merupakan hasil budidaya.

Sebagian besar spesies tumbuhan berguna diperoleh dari kebun (Gambar

8). Masyarakat Dusun Miduana biasanya memiliki kebun yang ditanami oleh

berbagai macam tumbuhan, dari mulai pepohonan sampai herba. Selain itu letak

kebun tidak terlalu jauh dari rumah, sehingga masyarakat mudah mendapatkan

tumbuhan untuk memenuhi kebutuhannya. Selain kebun, biasanya masyarakat

juga memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah yang ditanami sejumlah

tumbuhan berguna seperti sayuran, buah-buahan, tumbuhan obat, dan tumbuhan

(46)

5 p t m s 5 b t p a b ( t m a G 5.3 Pem Spe pengamatan tingkat pema memiliki jum spesies tumb 5.3.1 Tum Pan besar dipero tambahan ya pokok bagi adalah padi berkarbohidr (Ipomoea ba

tumbuhan d

[image:46.612.124.510.75.278.2]

masyarakat adalah Solan 0 20 40 60 80 100 120 Jumlah spesies

Gambar 8 Kea

manfaatan T esies tumbu

dikelompo

anfaatan dal

mlah spesie

buhan dari 3

mbuhan pe ngan sebaga

oleh dari tum

akni berupa

masyarakat

i (Oryza sa

rat tinggi l

atatas), dan j dari 32 famil

(Lampiran 2 naceae yakni 56 halaman anekaragaman Tumbuhan uhan bergun okkan kedal

lam setiap ke

s paling ting

6 famili.

nghasil pan ai kebutuhan

mbuhan, ba

a sayuran da

Dusun Mid

ativa), selain ainnya sepe

jagung (Zea

li yang dima

2). Famili ter

i 8 spesies.

107

kebun

n tumbuhan b

Berdasarka a yang dipe

Gambar

Gambar 2  KG
Gambar 7  KGdieanekaragammanfaatkan man tumbuhann dari 20 famiili yang memppunyai spesiees terbanyak
Gambar 8  KeaG
Tabel 10  Beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jadi pada data (7) di atas, fukushi ukkari berfungsi untuk menerangkan kata kerja yang menunjukkan suatu penyesalan yang dilakukan oleh pembicara dengan menumpahkan air secara

Sedangkan untuk menganalisis apakah antara Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap Motivasi, uji statistik yang digunakan adalah teknik

Hasil penelitian menunjukan pemberian kombinasi pupuk anorganik dan organik memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap komponen pertumbuhan dan hasil kubis bunga,

Untuk itu yang perlu diperhatikan dalam metode satu sampul ini adalah kelengkapan dokumen sesuai dengan Dokumen Pengadaan yang telah ditentukan sebelumnya sehingga

Pendapat lain menyebutkan, integrasi bangsa dapat dilakukan dengan dua strategi kebijakan yaitu “policy assimilasionis” dan “policy bhinneka tunggal ika”

Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan ada beberapa persoalan yang berkaitan dengan tanah ayahan desa di desa adat Panglipuran, yaitu (1) belum adanya

Jawab (J) : Undang-Undang Cukai hasil amandemen ini prinsipnya sebetulnya ingin membuat rezim Undang-Undang tentang cukai di Republik ini lebih fleksibel dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada perbedaan prestasi belajar antara pembelajaran GLM disertai media Dickey dan Polkey pada aspek kognitif dan psikomotorik,