• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011"

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2011

SKIRPSI

OLEH:

WITA HANDAYANI NIM: 107101001563

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

SURYA TOTOINDONESIA. TbkTANGERANG

TAHUN 2011

SKIRPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM)

OLEH:

WITA HANDAYANI

NIM: 107101001563

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)
(4)

iii

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2011

Wita Handayani, NIM : 107101001563

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011

(xxii, 143 halaman, 28 tabel, 4 gambar, 2 skema, 1 grafik, 6 lampiran)

ABSTRAK

Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala/gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. Keluhan muskuloskeletal yang dirasa pada bagian otot skeletal oleh seseorang mulai dari keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Menurut WHO (2007), MSDs adalah penyakit akibat kerja terbesar di Eropa, dan diderita oleh jutaan pekerja. Penderita MSDs rata-rata akan kehilangan 5 hari kerja dan mengeluarkan biaya kesehatan 10 kali lebih besar dibandingkan kasus lainnya.

Penelitian ini dilakukan pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk pada Juli-Oktober 2011. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 70 orang dan menggunakan desain cross sectional study. Uji statistik yang digunakan adalah uji T-Independent, uji Chi Square, dan uji regresi logistik berganda. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keluhan MSDS sedangkan variabel independennya adalah risiko/faktor pekerjaan, usia, indeks masa tubuh, masa kerja, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, dan riwayat penyakit MSDs.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada 51 orang (72,9%) yang mengalami keluhan MSDs. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara keluhan MSDs dengan risiko/faktor pekerjaan (pvalue = 0,001), usia (p value = 0,030), masa kerja (p value = 0,004), kebiasaan olahraga (p value = 0,003), dan riwayat penyakit MSDs (p value = 0,027). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah indeks massa tubuh (p value = 0,348) dan kebiasaan merokok (p value = 0,094). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi keluhan MSDs dan variabel-variabel yang paling dominan berpengaruh adalah riwayat penyakit MSDs.

Pekerja disarankan melakukan istirahat disaat mulai merasakan stres pada otot tubuh, melakukan senam pagi setiap hari, dan mulai berhenti merokok untuk meminimalisir keluhan MSDs. Perusahaan dapat melakukan intervensi ergonomi dengan mendesain kursi kerja yang mempunyai sandaran kursi atau menggunakan back support, rotasi kerja, pelatihan, melibatkan karyawan untuk memberikan ide dan pendapat agar sistem kerja menjadi lebih baik, dan melakukan pemeriksaan medis terkait keadaan otot dan tulang pekerja (keluhan MSDs), serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan senam pagi guna meminimalisir keluhan MSDs.

Daftar Bacaan : 49 (1981 - 2010)

(5)

iv

Thesis, December 2011

Wita Handayani, NIM : 107101001563

Factors Associated with Complaints Musculosceletal Disorders of Worker’s Polishing Division in PT. Surya Toto Indonesia, Tbk Tangerang Year 2011 (xxii, 143 pages, 28 tables, 4 pictures, 2 schemes, 1 graphic, 6 attachments)

ABSTRAK

Musculoskeletal disorders (MSDs) is a set of symptoms / disorders associated with muscle tissue, tendons, ligaments, cartilage, nervous system, bone structure, and blood vessels. Musculoskeletal complaints were deemed in part by an individual skeletal muscle complaints ranging from mild to complaints that feels very sick. According to WHO (2007), MSDs are the biggest occupational diseases in Europe, and suffered by millions of workers. Patients MSDS will lose an average of 5 working days and issue health costs 10 times more likely than other cases.

The research was conducted on workers in the Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Limited in July-October 2011. The number of samples in this study as many as 70 people and using cross-sectional study design. The test statistic used is the Independent T-test, chi square tests and multiple logistic regression test. Dependent variable in this study was the complaint of the MSDS while the independent variable is the risk / occupational factors, age, body mass index, period of employment, smoking habits, physical fitness, and disease history MSDS.

Based on the result showed that there were 51 people (72.9%) who had complaints MSDS. The results of bivariate analysis showed no association between the risk of MSDs complaints / employment factors (p value = 0.001), age (p value = 0.030), working period (p value = 0.004), exercise habits (p value = 0.003), and disease history MSDS (p value = 0.027). While unrelated variables are body mass index (p value = 0.348) and smoking (p value = 0.094). The results of multivariate analysis showed that the risk / work factors, exercise habits, and history of MSDs are the variables that affect the complaints MSDS's most dominant and influential variable is the history of MSDs.

Workers are advised to rest while beginning to feel the stress on the muscles of the body, doing morning exercises every day, and begin to stop smoking to minimize complaints MSDS. Companies can intervene by designing ergonomic office chair that has the back of a chair or using a back support, job rotation, training, involving employees to provide ideas and opinions for the system to work better, and perform a medical examination related to workers' state of the muscle and bone (MSDs complaints), and to supervise the activities of gymnastics in the morning to minimize complaints MSDS.

Reading list : 49 (1981 - 2010)

(6)
(7)
(8)

vii

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Wita Handayani

Tempat/tanggal lahir : Padang Sibusuk, 23 Desember 1987

Alamat : Jln.Lintas Sumatera, Padang Sibusuk, Kec.Kupitan Kab. Sijunjung 27451

Padang, Sumatera Barat Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Materital : Belum Menikah

Telp/Hp : 081374399387 / 08561043004

Golongan Darah : B (+)

Email : uniancak@gmail.com

Riwayat Pendidikan Formal

1994 – 2000 SD N 09 Padang Sibusuk

2000-2003 SMPN 3 Sijunjung

2003 – 2006 SMA N 4 Sijunjung

2007 – sekarang S-1 Program Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi

2010-sekarang Anggota Departemen Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK 2008-2009 Sekretaris II Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu

(9)

viii

Puji syukur Alhamdulillah, penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan berkah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011”.

Tulisan ini merupakan hasil karya penulis yang merupakan hasil dari proses

kegiatan penelitian yang dilakukan di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011

selama 2 bulan. Begitu banyak pengalaman dan pengetahuan yang tidak dapat

tertuang dalam laporan ini. Semoga dengan laporan skripsi ini, mudah-mudahan

Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan ridla-Nya sehingga dapat menjadi

manfaat bagi yang membaca secara umumnya dan bagi penulis secara khususnya.

Penyelesaian pembuatan laporan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan,

nasehat, motivasi, dan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Tak ada gading

yang tak retak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan

(10)

ix

2. My Beloved Parents (Ayah dan Ibu) yang selalu menjadi orangtua juara satu seluruh dunia dan yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam

menyelesaikan program studi ini. Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada

My Siztaa n My brother (kak icha dan bang rio)” yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doa serta kasih sayang yang penulis rasakan menjadi

motivasi yang tinggi dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.

3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat yang telah membuka wawasan dan pengetahuan

penulis akan pentingnya Kesehatan Masyarakat.

4. Ibu Iting Shofwati, SKM, MKKK sebagai penanggung jawab peminatan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang selalu sabar menghadapi kami semua.

5. Ibu Raihana Nadra Alkaf, SKM, M.MA dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM

selaku pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingannya serta

masukan-masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyusun skripsi

ini.

6. dr. Harman, Sp.OK selaku penguji skripsi yang banyak memberi masukan

kepada penulis.

7. Bapak Dian rawar Prasetyo, SKM selaku Foreman HSE PT. Surya Toto

Indonesia. Tbk yang selalu menyempatkan waktunya untuk memberikan

masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi ini serta selalu

(11)

x

8. Terima Kasih juga kepada Bapak Imam selaku Manager HRD PT. Surya Toto

Indonesia. Tbk. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis.

9. Bapak Sukmana yang sangat membantu penulis dalam memberikan

keterangan-keterangan terkait proses kerja PT. Surya Toto Indonesia. Tbk.

10.Terima kasih juga kepada para Supervisor dan Leader pabrik 1, 2, dan 3, serta

Staff HSE PT. Surya Toto Indonesia. Tbk yang sangat sangat luar biasa

welcome kepada penulis saat di lapangan dan atas dukungan yang sangat luar biasa yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini.

11.Terimaksih teramat dalam kepada para Responden yang telah menyempatkan

waktunya untuk membantu penulis dalam menyeleseikan skripsi ini.

12.I Love u all My BFF (Shani, Ayu, Eby, Anita, Iyez, dan Memeng),

terimakasih banyak buat motivasi, curhatan, dan pengalaman hidupnya.

13.Tak lupa buat wonder women penghuni Grand Puri Laras (Desy, Lisa, Mery n Rianti) yang selalu menjadi tempat berbagi cerita.

14.Teman-teman seperjuanganku PH’07 atau OPUS, terima kasih atas

dukungannya.

15.Sahabat-sahabati Kampus Biru yang selalu semangat.

16.Kepada seluruh staff Prodi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN, terima kasih

atas bantuannya dalam penyusunan laporan skripsi dan memberikan

(12)

xi

17.Thank’s a lot to Benga’ Team yang selalu memberikan penulis inspirasi dan

tawa yang tiada henti.

18.“The Last but not The Least” Buat Jagoanqu yang selalu memberi support yang luar biasa pada penulis untuk menyeleseikan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat baik bagi semua pihak yang

membaca, baik dari kalangan mahasiswa maupun umum dan dijadikan langkah awal

bagi pengembangan ilmu serta bermanfaat di waktu mendatang.

TERIMA KASIH.

و ا ﻼﺴﻟ م ﻢﻜﯿﻠﻋ ﺔﻤﺣرو ا ﷲ و ﺮﺑ ﺎﻛ ﮫﺗ

Ciputat, Desember 2011

(13)

xii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ... vi

(14)

xiii

2.1.8.Tindakan Pengendalian MSDs ... 50

2.2.Quick Exposure Checklist (QEC) ... 51

2.2.7 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan QEC ... 62

2.2.8 Alasan Pemilihan QEC ... 63

2.3. Nordic Body Map (NBM ... 64

2.4.Kerangka Teori ... 65

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep ... 67

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 74

(15)

xiv

4.4.2. Variabel Faktor Pekerjaan ... 77

4.4.3. Variabel Usia ... 80

4.4.4. Variabel Indeks Masa Tubuh ... 80

4.4.5. Variabel Masa Kerja ... 80

4.4.6. Variabel Kebiasaan Merokok ... 80

4.4.7. Variabel Kebiasaan Olahraga ... 81

4.4.8. Variabel Riwayat Penyakit MSDs ... 81

4.7.3. Analisis Multivariat ... 85

BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 87

5.1.1 Sejarah Singkat PT.Surya Toto Indonesia.Tbk ... 87

5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ... 88

5.1.3 Tujuan Perusahaan ... 89

5.1.4 Kebijakan Perusahaan ... 89

5.1.5 SDM Perusahaan ... 90

5.1.6 Struktur Organisasi Perusahaan ... 90

5.1.7 Struktur Organisasi Seksi K3L ... 92

5.1.8 Program Kerja Seksi K3L ... 92

5.1.9 Proses Produksi ... 93

5.2 Analisis Univariat ... 97

5.2.1 Gambaran Keluhan MSDs Responden ... 98

5.2.2 Gambaran Resiko/Faktor Pekerjaan Responden ... 99

5.2.3 Gambaran Usia Responden ... 100

(16)

xv

5.2.6 Gambaran Kebiasaan Merokok Responden ... 102

5.2.7 Gambaran Kebiasaan Olahraga Responden ... 102

5.2.8 Gambaran Riwayat Penyakit MSDs Responden ... 103

5.3 Analisis Bivariat ... 104

5.3.1 Hubungan antara Resiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs ... 104

5.3.2 Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs ... 105

5.3.3 Hubungan antara IMT dengan Keluhan MSDs ... 106

5.3.4 Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs ... 107

5.3.5 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs . 108 5.3.6 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs . 109 5.3.7 Hubungan antara Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs ... 110

5.4 Analisis Multivariat ... 111

5.4.1 Seleksi Kandidat Model Univariat ... 112

5.4.2 Pembuatan Model Prediksi ... 113

5.4.3 Uji Interaksi ... 115

5.4.4 Penyusunan Model Terakhir ... 115

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ... 118

6.2 Gambaran Keluhan MSDs pada Responden ... 119

6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs pada Responden . ... 121

6.3.1 Resiko/Faktor Pekerjaan ... 121

6.3.2 Usia ... 125

6.3.3 Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 127

6.3.4 Masa Kerja ... 129

6.3.5 Kebiasaan Merokok ... 131

(17)

xvi

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ... 139 7.2 Saran ... 141

(18)

xvii

Halaman

Tabel 2.1 Jenis-Jenis MSDs, Gejala, dan Faktor Resiko serta Pekerjaan yang

Berpotensi Menimbulkannya ... 20

Tabel 2.2 Perbandingan Kebutuhan Otot pada Postur Statis dan Dinamis ... 24

Tabel 2.3 Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung ... 58

Tabel 2.4 Ketegori Nilai Paparan pada Bagian Tubuh ... 59

Tabel 2.5 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan ... 59

Tabel 2.6 Hasil Penilaian Validitas QEC ... 62

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 69

Tabel 4.1 Salah Satu Contoh Perhitungan Pada Lembar QEC ... 78

Tabel 4.2 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan ... 79

Tabel 5.1 Daftar Karyawan yang bekerja di PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2010 ... 90

Tabel 5.2 Distribusi Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ... 98

Tabel 5.3 Distribusi Resiko/Faktor Pekerjaan pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ... 100

Tabel 5.4 Distribusi Usia pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ... 100

Tabel 5.5 Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...101

Tabel 5.6 Distribusi Masa Kerja pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...102

Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Merokok pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...102

(19)

xviii

PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...103 Tabel 5.10 Analisis Hubungan Risiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs

pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...105 Tabel 5.11 Analisis Hubungan Usia dengan Keluhan MSDs pada Pekerja di

Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...106 Tabel 5.12 Analisis Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan MSDs pada

Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...107 Tabel 5.13 Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pekerja

di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...108 Tabel 5.14 Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada

Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...109 Tabel 5.15 Analisis Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs pada

Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...110 Tabel 5.16 Analisis Hubungan Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs

pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...111 Tabel 5.17 Kandidat variabel Independen yang Masuk ke dalam Model

(20)

xix

Halaman

Gambar 2.2 Nordic Body Map... 65 Gambar 5.1 Struktur Organisasi Seksi K3L ... 92 Gambar 6.1 Meja Kerja dan Postur Kerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto

Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...122 Gambar 6.2 Postur Kerja yang Tidak Ergonomis pada Pekerja Bagian Polishing PT.

(21)

xx

Halaman

(22)

xxi

Halaman

(23)

xxii Lampiran 1 Kuesioner penelitian

Lampiran 2 Gambar Nordic Body Map (NBM) Lampiran 3 Daftar isian Nordic Body Map (NBM)

(24)

1 1.1Latar Belakang

Keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat diperhatikan dalam dunia

industri modern terutama bagi industri yang berstandar internasional. Selain itu,

manusia tidak hanya fokus pada keselamatan di tempat kerja, tapi juga pada

kesehatan pekerja tersebut. Karena walau bagaimanapun, pekerja merupakan aset

perusahaan yang harus diperhatikan sehingga peduli dengan kesehatan pekerja

berarti juga peduli pada aset perusahaan yang sangat berharga. Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah di

seluruh dunia.

Indonesia sebagai salah satu dari negara besar di dunia, sangat

berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini

disebabkan karena pada tahun 2009 terdapat 74,4% penduduk Indonesia adalah

usia kerja (Depnakertrans, 2010). Di Indonesia, berstandar pada Undang-Undang

Keselamatan Kerja No.01 tahun 1970 dan peraturan pelaksanaannya tentang

keselamatan kerja telah mewajibkan kepada tempat kerja yang mempekerjakan

minimal 100 pekerja, maka penerapan K3 di perusahaan memiliki dasar hukum

yang kuat. Dengan demikian, setiap perusahaan berkewajiban untuk melindungi

(25)

perusahaan. Sebaliknya, setiap pekerja juga berkewajiban untuk tunduk dan

menaati ketentuan dan peraturan keselamatan yang telah ditetapkan perusahaan.

Pertumbuhan industri dan pertambahan tenaga kerja menimbulkan berbagai

dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya adalah

meningkatnya Penyakit Akibat Kerja (PAK). PAK merupakan risiko yang

diterima pekerja dalam bidang kesehatan. PAK disebabkan oleh sejumlah faktor

namun ada sebagian yang berasal dari tempat kerja, dan penyakit gaya hidup

yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor risiko gaya hidup. Selain itu

pekerja juga berisiko terkena cedera akibat kecelakaan kerja (Anies, 2005).

Pada tahun 2005, International Labour Organization (ILO)

memperkirakan bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya 2,2 juta orang meninggal

karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Angka kematian akibat kerja pun

meningkat. Selain itu diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta

kecelakaan akibat kerja yang tidak bersifat fatal (setiap kecelakaan sedikitnya

menyebabkan tiga hari absen dari pekerjaan) dan 180 juta orang mengalami

penyakit akibat kerja. Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara

berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara industri. Di

negara-negara berkembang, kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di

bidang-bidang pertanian, perikanan, perkayuan, pertambangan, dan konstruksi

(ILO, 2005).

Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang disebabkan oleh keadaan yang tidak

(26)

Penyakit ini disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara alat, manusia, dan

proses kerja sehingga seringkali para pekerja melakukan aktifitas produksi

dengan postur janggal (Utari, 2009). Jika alat kerja dan lingkungan fisik tidak

sesuai dengan kemampuan alamiah tenaga kerja maka hasil kerja tidak akan

optimal dan bahkan berpotensi mengakibatkan PAK diantaranya MSDs (Anies,

2005).

MSDs dalam suatu industri seringkali kurang mendapat perhatian dan

dianggap sepele oleh pihak manajemen atau pengelola, bahkan di beberapa

perusahaan masih ada yang belum memahami apa saja yang menjadi

faktor-faktor resiko penyebabnya, sehingga resiko MSDs dapat timbul di suatu

perusahaan tanpa disadari. Padahal hal lain secara sadar ataupun tidak akan

berpengaruh terhadap produktivitas, efisiensi, dan efektivitas pekerja dalam

menyelesaikan pekerjaannya, dan dapat mengganggu kesehatan pekerja (Rohjani,

2003).

Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan Musculoskeletal

Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi

fungsi normal dari jaringan halus sistem muskuloskeletal yang mencakup sistem

syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervetebral. MSDs

dapat berupa peradangan dan penyakit degeneratif yang menyebabkan

melemahnya fungsi tubuh. Gangguan pada sistem muskuloskeletal ini hampir

tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari

(27)

dalam waktu yang relatif lama. Hal ini bisa terjadi dalam hitungan hari, bulan,

atau tahun, tergantung dari berat ringannya trauma, sehingga akan terbentuk

cidera yang cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit atau kesemutan,

nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang terhambat atau kelemahan pada

jaringan anggota tubuh yang terkena trauma. Trauma jaringan timbul karena

kronisitas atau berulang-ulangnya proses penyebabnya (Nursatya, 2008).

Menurut WHO (2007), MSDs adalah penyakit akibat kerja terbesar di

Eropa, dan diderita oleh jutaan pekerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,

25% nya mengeluhkan sakit punggung dan 23% nya menderita nyeri otot.

Amerika Serikat yang merupakan negara maju dalam industri manufaktur telah

mencatat bahwa WMSDs (work related musculoskeletal disorders) menjadi

penyebab utama PAK dan kehilangan 846.000 hari kerja setiap tahun dengan

total biaya pengobatan yang dikeluarkan mencapai $20 milliar sampai $43

milliar (Humantech, 2003). Sedangkan cedera pada tulang punggung sendiri

meliputi 1/6 dari semua kecelakaan kerja dan merupakan sebab utama dari cacat

kerja pada pekerja di bawah usia 45 tahun di AS. Di Finlandia pekerjaan

konstruksi bangunan menempati posisi paling tinggi dalam hal tingkat

kecelakaan kerja (Jannah, 2008).

Berdasarkan Self Reported Work Related Illness (SWI) 2006-2007 tentang

penyakit dan cedera pada sektor industri di Great Britain, estimasi angka

prevalensi industri manufaktur sebesar 3440/100.000 kasus. Europan

(28)

atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan, atau dengan kata lain lebih dari

500.000 orang telah menderita MSDs setiap tahunnya. Menurut studi yang

dilakukan oleh NIOSH, 60% back injury disebabkan karena terlampauinya

kapasitas kerja baik dalam hal mengangkat beban (60%), menarik dan

mendorong beban (20%), dan membawa beban (20%) (Nurmianto, 2004).

Berdasarkan hasil survei Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah

kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita

pekerja berhubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan yang dialami

pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 9482 pekerja di 12

kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%),

kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%), dan

gangguan THT (1.5%) (Depkes RI, 2005). Sedangkan hasil studi laboratorium

Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data

bahwa sebanyak 40-80% pekerja melaporkan keluhan pada musculoskeletal

sesudah bekerja. Pentingnya memahami aspek ergonomi ini, sudah seharusnya

dilakukan evaluasi secara integratif untuk menilai sejauh mana kecocokan

rancangan sistem kerja yang ada (termasuk pekerjaan itu sendiri) dengan para

pekerjanya.

MSDs dapat menjadi suatu permasalahan penting karena dapat

menyebabkan antara lain waktu kerja yang hilang, menurunkan produktivitas

kerja, penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi, penurunan kewaspadaan,

(29)

gejala kesehatan dirasakan oleh pekerja disebabkan faktor resiko MSDs yang

memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memiliki risiko ergonomi dan gangguan

kesehatan yang dapat melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja.

Bagian-bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung, dan kaki merupakan

bagian tubuh yang sering digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya

(NIOSH, 2007).

Pheasant (1991) menyatakan bahwa terjadi peningkatan turnover yang

disebabkan oleh MSDs yakni sebesar 25% pada pekerja produksi, 30% pada

pekerja rumah sakit, 40% pada pekerja pemrosesan data, dengan semua ini akan

mengalami penurunan produktivitas kerja. Menurut OSHA Office of Ergonomic

Support menghitung jumlah uang kompensasi yang harus dibayar perusahaan

kepada pekerja yang menderita MSDs di tahun 1988 berkisar 33-40% dari total

uang kompensasi PAK. Penerapan ergonomi secara signifikan akan

meningkatkan produktivitas minimal 10% dan juga dapat mengurangi biaya

kompensasi pekerja akibat penyakit kerja serta mengurangi tingkat kecelakaan

(Humantech, 2005). Penderita MSDs rata-rata akan kehilangan 5 hari kerja dan

mengeluarkan biaya kesehatan 10 kali lebih besar dibandingkan kasus lainnya

(Humantech, 1995).

Menurut beberapa ahli, terdapat beberapa faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya MSDs yaitu faktor pekerjaan, faktor pekerja, faktor lingkungan, dan

faktor psikososial. Faktor pekerjaan yang mempengaruhi yaitu postur kerja,

(30)

Faktor pekerja yaitu usia, jenis kelamin, waktu kerja, kebiasaan merokok,

kebiasaan olahraga, masa kerja, Indeks Masa Tubuh (IMT), riwayat penyakit

MSDs, dan kekuatan fisik (Oborne, 1995; NIOSH, 1997; Tarwaka, 2004). Faktor

lingkungan yaitu suhu dan kelembaban, getaran, dan iluminasi (Bridger, 1995;

Oborne, 1995). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

faktor-faktor tersebut berhubungan dengan MSDs (NIOSH, 1997).

Melihat data-data yang menentukan besarnya masalah ergonomi,

diantaranya kasus MSDs di dunia industri dan besarnya faktor resiko sehingga

perlu dilakukan langkah-langkah identifikasi faktor resiko di tempat kerja. Hal

ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah pekerja tersebut telah bekerja

dengan cara yang benar dan telah memenuhi aspek dan kaidah ergonomi serta

lingkungan kerja dan resiko pekerjaan yang diterima oleh pekerja.

PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang merupakan perusahaan industri

keramik yang memproduksi peralatan saniter, asesoris pipa dan juga

perlengkapan dapur. Perusahaan ini memiliki proses kerja dengan resiko bahaya

fisik cukup tinggi. Proses kerja Polishing adalah pemolesan/pengampelasan agar

halus dan mengkilap yang terdiri dari 2 bagian proses yaitu Abrasive belt dan

Buffing. Pada proses tersebut mesin yang digunakan ada yang manual dan

otomatis serta bahan pembantu untuk proses buffing biasa digunakan Tripoly

yaitu Tripoly cair dan batangan. Pada proses ini limbah dan cemaran yang

dihasilkan berupa suara bising dan debu. Adapun penanganan dari dampak

(31)

dan sirkulasi udara (Exhaust fan) serta untuk kesehatan karyawan dilengkapi Alat

Pelindung Diri (tutup telinga dan masker). Selain itu, bahaya yang terdapat pada

proses kerja ini adalah postur tubuh pekerja ketika melakukan pekerjaannya yang

kurang ergonomis dan pekerja sering bekerja dalam keadaan statis. Hal ini dapat

dilihat dari keadaan pekerja ketika melakukan pekerjaannya selalu berada dalam

posisi duduk. Menurut Bernard et al (1997), berdasarkan eksperimen di

laboratorium, tekanan pada sendi tulang belakang secara substansial lebih besar

atau lebih banyak terjadi pada posisi duduk tanpa penyangga dibanding pada

posisi berdiri.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan Juni 2011 terhadap

10 pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk dengan

menggunakan kuesioner Nordic Body Map, diketahui bahwa seluruh pekerja

merasakan keluhan MSDs. Ada yang merasakan keluhan ketika bekerja, setelah

bekerja, dan malam hari dengan tingkat keluhan sedikit sakit dan sakit. Dari 10

pekerja, ada 8 orang (80%) yang merasakan keluhan pada bagian pinggang yang

dirasakan ketika bekerja dan setelah bekerja. Pada bagian leher dan bahu yang

merasakan keluhan sebanyak 7 orang dengan persentase sebesar 70% dengan

persentase keluhan terbanyak setelah bekerja dan frekuensi keluhan setiap hari.

Pada bagian tangan yang merasakan keluhan sebanyak 6 orang (60%) dan

punggung sebanyak 5 orang (50%). Dari studi pendahuluan yang dilakukan,

dapat diketahui bahwa keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja adalah

(32)

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan serta belum adanya

penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

keluhan MSDs di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya

Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juni 2011

terhadap 10 pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk

Tangerang didapatkan hasil bahwa seluruh pekerja merasakan keluhan MSDs

(100%). MSDs dapat menjadi suatu permasalahan penting karena dapat

menyebabkan antara lain waktu kerja yang hilang, menurunkan produktivitas

kerja, penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi, penurunan kewaspadaan,

meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan, dll. MSDs muncul tidak secara

spontan atau langsung melainkan butuh waktu yang lama dan bertahap sampai

gangguan musculoskeletal mengurangi kemampuan tubuh manusia dengan

menimbulkan rasa sakit. Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau

berulang-ulangnya proses penyebabnya. Selain itu, informasi yang diperoleh peneliti

bahwa di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang belum pernah dilakukan

penelitian terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs

(33)

mengetahui apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dan faktor pekerja

dengan keluhan MSDs di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.

1.3Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT.

Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan di bagian Polishing PT. Surya Toto

Indonesia. Tbk tahun 2011?

3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja, kebiasaan

merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) di bagian Polishing

PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?

4. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada

pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?

5. Apakah ada hubungan antara faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja,

kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) dengan

keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.

Tbk tahun 2011?

6. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan keluhan MSDs

(34)

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan

Musculoskeletal Disorder (MSDs) pada pekerja di bagian Polishing PT.

Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada pekerja bagian

Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.

b. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan di bagian Polishing PT.

Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.

c. Diketahuinya gambaran faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja,

kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) di

bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.

d. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan

MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.

Tbk tahun 2011.

e. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja,

kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs)

dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya

(35)

f. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan

keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto

Indonesia. Tbk tahun 2011.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Perusahaan

a. Memperoleh informasi mengenai potensi dan tingkat resiko terjadinya

MSDs terhadap pekerja di bagian Polishing sehingga dapat segera

diambil tindakan pengendaliannya.

b. Dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap keselamatan dan

kesehatan para pekerja agar terhindar dari penyakit akibat kerja

khususnya resiko terjadinya MSDs sehingga dapat meminimalisir

kerugian-kerugian yang terjadi.

c. Sebagai masukan bagi perusahaan untuk mengambil suatu tindakan

agar dapat mengurangi keluhan MSDs pada pekerja dan pentingnya

penerapan ergonomi di tempat kerja sehingga dapat meningkatkan

produktivitas pekerja.

1.5.2 Bagi Pekerja

a. Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai bahaya di

tempat kerja khususnya mengenai keluhan MSDs sehingga pekerja

dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap keselamatan dan

(36)

b. Mengetahui bahaya yang akan terjadi ketika mereka bekerja dengan

posisi janggal (tidak ergonomis).

c. Memberi masukan dan motivasi untuk pekerja dalam melakukan

pekerjaan ke arah yang lebih baik.

1.5.3 Bagi Peneliti

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademisi

sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di bagian

Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Juli sampai Oktober 2011 oleh mahasiswa semeseter VIII peminatan

keselamatan dan kesehatan kerja jurusan kesehatan masyarakat FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Adapun lokasinya pada bagian Polishing PT. Surya Toto

Indonesia. Tbk, Jln. MH Thamrin KM.7 Serpong, Tangerang. Sasaran penelitian

adalah pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk dengan jumlah

sampel minimal sebanyak 70 sampel. Penelitian menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Data primer didapat peneliti

dengan melakukan pengukuran langsung kepada pekerja untuk mengukur

variabel dependen dan independen dengan menggunakan Nordic Body Map

(37)

pengukur tinggi badan. Data-data tersebut akan dianalisis secara univariat,

(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Musculoskeletal Disorders (MSDs)

2.2.1 Definisi MSDs

Menurut Humantech (1995) Musculoskeletal Disorders (MSDs)

adalah kelainan yang disebabkan penumpukan cidera atau kerusakan

kecil-kecil pada sistem muskuloskeletal akibat trauma berulang yang

setiap kalinya tidak sempat sembuh secara sempurna, sehingga

membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit.

Menurut OSHA (2002), MSDs merupakan sekumpulan gejala/gangguan

yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem

syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya

menyebabkan rasa sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan,

gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar.

Menurut National Safety Council (2002), MSDs juga bisa diartikan

sebagai gangguan fungsi normal dari otot, tendon, saraf, pembuluh darah,

tulang dan ligament akibat berubahnya struktur dan berubahnya sistem

muskuloskeletal.

MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan

seperti otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan ataupun

(39)

kaku, tidak fleksibel, panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan

rasa tidak nyaman. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian

otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan

hingga keluhan yang terasa sangat sakit (Humantech, 2003).

2.2.2 Sinonim MSDs

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, MSDs bukanlah

diagnosis klinis, melainkan rasa nyeri karena kumpulan cedera pada

sistem muskuloskeletal ekstremitas atas akibat gerakan kerja biomekanik

berulang-ulang. Pada beberapa negara, digunakan istilah yang

berbeda-beda untuk menggambarkan kejadian MSDs tersebut, diantaranya

(NIOSH, 1993):

a. Cumulative Trauma Disorders (CTDs)

b. Repetitive Strain Injuries (RSIs)

c. Occupational Overuse Syndrome

d. Neck and Limb Disorders

e. Overuse Syndrome

f. Wear and Tear Disorders

g. Occupational Cervico Bracial Disorders (OCD)

2.2.3 Gejala MSDs

Menurut Humantech (1995), gejala MSDs biasanya sering disertai

dengan keluhan yang sifatnya subjektif, sehingga sulit untuk menentukan

(40)

gejala yaitu sakit, nyeri, rasa tidak nyaman, mati rasa, rasa lemas atau

kehilangan daya dan koordinasi tangan, rasa panas, agak sukar bergerak,

rasa kaku dan retak pada sendi, kemerahan, bengkak, panas, dan rasa sakit

yang membuat terjaga di tengah malam dan rasa untuk memijit tangan,

pergelangan, dan lengan.

Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa

dirasakan oleh seseorang adalah:

a. Leher dan punggung terasa kaku

b. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas

c. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.

d. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.

e. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri

disertai bengkak.

f. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.

g. Jari menjadi kehilangan mobitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan

serta kehilangan kepekaan.

h. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi

rasa panas.

2.2.4 Keluhan MSDs

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot

skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

(41)

dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa

kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan

inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean,

1993). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:

a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada

saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut

akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat

menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa

sakit pada otot masih terus berlanjut.

Selain itu, menurut Humantech (1995), keluhan yang

menggambarkan keparahan penyakit MSDs terbagi menjadi:

a. Tahap 1

Nyeri dan kelelahan pada saat bekerja tetapi setelah beristirahat yang

cukup tubuh akan pulih kembali. Tidak mengganggu kapasitas kerja.

b. Tahap 2

Keluhan rasa nyeri tetap ada setelah waktu semalam, istirahat, timbul

(42)

c. Tahap 3

Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat, nyeri dirasakan saat

bekerja, saat melakukan gerakan yang repetitif, tidur terganggu, dan

kesulitan dalam menjalankan pekerjaan yang pada akhirnya akan

(43)

2.2.5 Jenis-jenis MSDs

Tabel 2.1 Jenis-Jenis MSDs, Gejala, dan Faktor Resiko serta Pekerjaan yang Berpotensi Menimbulkannya

No Jenis MSDs Definisi Gejala Faktor resiko

ergonomi di syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai pada tiga sisi dan ligament yang melintanginya.

Gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat

Mati rasa, gata-gatal, dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat

(44)

atau fenomena Raynaud’s

Sakit di bagian tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot. Sakit dari tingkat menengah sampai yang parah dan mejalar sampai ke kaki. Sulit berjalan normal dan pergerakan syaraf pada tangan atau kaki (syaraf sensorik, motorik, dan dan lemahnya refleksi tendon. Gejala khusus tergantung jenis syaraf yang kena:

(45)

Sumber : Levy et al, 200

Gatal-gatal yang sering timbul, mati rasa, terasa sakit bila disentuh, lemahnya otot dan munculnya bagian ujung dari otot ke tulang.

(46)

2.2.6 Faktor Resiko MSDs

a. Faktor Pekerjaan

1) Postur kerja

Postur tubuh dapat didefinisikan sebagai orientasi relatif

dari bagian tubuh terhadap ruang. Untuk melakukan orientasi

tubuh tersebut selama beberapa rentang waktu dibutuhkan kerja

otot untuk menyangga atau menggerakkan tubuh. Postur dapat

diartikan sebagai konfigurasi dari tubuh manusia, yang meliputi

kepala, punggung, dan tulang belakang (Pheasant, 1991).

Secara alamiah postur tubuh dapat terbagi menjadi:

a) Statis

Postur kerja statis didefinisikan sebagai postur kerja

isometris dengan sangat sedikit gerakan sepanjang waktu

kerja sehingga dapat menyebabkan beban statis pada otot,

khususnya otot pinggang, seperti duduk terus-menerus atau

posisi kerja berdiri terus-menerus (Bernard et al, 1997).

Pada postur statis persendian tidak bergerak, dan

beban yang ada adalah beban statis. Dengan keadaan statis

suplai nutrisi kebagian tubuh akan terganggu begitupula

dengan suplai oksigen dan proses metabolisme pembuangan

(47)

sama dari waktu ke waktu secara alamiah akan membuat

bagian tubuh tersebut stres (Bridger, 2003).

b) Dinamis

Stres akan meningkat ketika posisi tubuh menjauhi

posisi normal tersebut. Pekerjaan yang dilakukan secara

dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh melakukan

pergerakan yang terlalu ekstrim sehingga energi yang

dikeluarkan otot menjadi lebih besar atau tubuh menahan

beban yang cukup besar sehingga timbul hentakan tenaga

yang tiba-tiba dan hal tersebut dapat menimbulkan cedera.

Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat

dilihat dari kerja otot, aliran darah, oksigen dan energi yang

dikeluarkan pada kedua jenis postur tersebut. Berikut

perbandingan kebutuhan otot pada postur statis dan dinamis

menurut Bridger (2003) :

Tabel 2.2

Perbandingan Kebutuhan Otot pada Postur Statis dan Dinamis

Otot Statis Otot Dinamis

Kontraksi otot secara terus menerus Pergantian fase konstruksi dan relaksasi

Aliran darah ke otot berkurang Aliran darah ke otot bertambah Produksi energi bersifat oksigen

independen

(48)

Glikogen otot diubah menjadi asam laktat

Glikogen otot=CO2 + H2O otot mengambil glukosa dan asam lemak dari darah

Sumber: Bridger (2003)

Sedangkan untuk jenis bentuk postur tubuh terdiri dari

(Pheasant, 1991) :

a) Postur netral

Merupakan postur ketika seseorang sedang melakukan

proses pekerjaannya sesuai dengan struktur anatomi tubuh

seseorang dan tidak terjadi penekanan atau pergeseran tubuh

pada bagian penting tubuh, serta tidak menimbulkan

keluhan.

b) Postur janggal

Merupakan postur yang disebabkan oleh keterbatasan

tubuh seseorang untuk membawa beban dalam jangka waktu

yang lama dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai

akibat yang merugikan tubuh seperti kelelahan otot, rasa

nyeri, serta menjadi tidak tenang.

2) Beban

Istilah beban tidak sama dengan berat, beban menunjuk

kepada tenaga. Dalam penilaian risiko, berat hanyalah salah satu

(49)

diperbolehkan untuk diangkat oleh orang dewasa yaitu 23-25 kg

untuk pengangkatan single (tidak berulang). Bentuk dan ukuran

objek ikut mempengaruhi hal tersebut, semakin kecil objek

semakin baik agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh

(Nursatya, 2008).

Ukuran objek yang dapat membebani otot pundak/bahu

dengan leher lebih dari 300-400 mm, panjang lebih dari 350 mm

dan ketinggian lebih dari 450 mm (Idem). Beban dapat diartikan

sebagai muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan

beban dinyatakan dalam newton atau pounds, atau dinyatakan

sebagai sebuah proporsi dari kapasitas kekuatan individu

(NIOSH, 1997).

Pembebanan fisik pada pekerjaan dapat mepengaruhi

terjadinya kesakitan pada muskuloskeletal tubuh. Pembebanan

fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi

30-40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam 8

jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang

berlaku. Semakin berat beban maka semakin singkat waktu

pekerjaan (Suma’mur 1989).

Pada sebuah penelitian cross sectional, didapatkan hsil

bahwa pekerjaan dengan beban dan tingkat pengulangan yang

(50)

pekerjaan dengan tingkat beban dan peanggulangan yang tinggi,

memiliki angka kesakitan muskuloskeletal 30 kali lebih besar

(Kumar, 1999).

3) Durasi

Menurut NIOSH (1997), durasi merupakan jumlah waktu

dimana pekerja terpajan oleh faktor resiko. Beberapa penelitian

menemukan dugaan adanya hubungan antara meningkatnya level

atau durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs pada bagian leher.

Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor resiko. Durasi

dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja/hari pekerja

terpajan resiko. Secara umum, semakin besar pajanan durasi

pada faktor resiko, semakin besar pula tingkat resikonya.

Durasi dibagi sebagai berikut:

 Durasi singkat : < 1 jam/hari

 Durasi sedang : 1-2 jam/hari

 Durasi lama : > 2 jam/hari

Risiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan

yang sering dan berulang-ulang adalah keletihan dan kelelahan

otot. Sepanjang otot mengalami kontraksi, otot tersebut harus

menerima pasokan tetap oksigen dan bahan gizi dari aliran

(51)

cepat untuk membiarkan oksigen yang memadai mencapai

jaringan atau membiarkan uptake kalsium, terjadilah kelelahan

otot (Bird, 2005).

Selain itu, menurut Humantech (1995), pekerjaan yang

menggunakan otot yang sama untuk durasi yang lama dapat

meningkatkan potensi timbulnya fatigue dan menyebabkan

MSDs, bila waktu istirahat/pemulihan tidak mencukupi. Durasi

terjadinya postur janggal yang beresiko bila postur tersebut

dipertahankan lebih dari 10 detik atau postur kaki bertahan

selama lebih dari 2 jam sehari.

Pada posisi kerja statis yang membutuhkan 50% dari

kekuatan maksimum tidak dapat bertahan lebih dari 1 menit, jika

kekuatan digunakan kurang dari 20% kekuatan maksimum maka

kontraksi akan berlangsung terus untuk beberapa waktu.

Sedangkan untuk durasi aktivitas dinamis selama 4 menit atau

kurang seseorang dapat bekerja dengan intensitas sama dengan

kapasitas aerobik sebelum beristirahat (Grandjean, 1993).

Lamanya waktu kerja (durasi) berkaitan dengan keadaan

fisik tubuh pekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan

mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, sistem pernafasan dan

lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama

(52)

menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh (Suma’mur, 1989).

Semakin lama durasi melakukan pekerjaan yang beresiko maka

waktu yang diperlukan untuk recovery (pemulihan) juga akan

semakin lama (NIOSH, 1997).

4) Frekuensi

Banyaknya frekuensi aktifitas (mengangkat atau

memindahkan) dalam satuan waktu (menit) yang dilakukan oleh

pekerja dalam satu hari. Frekuensi gerakan postur janggal ≥ 2

kali/menit merupakan faktor resiko terhadap pinggang. Pekerjaan

yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa lelah

bahkan nyeri/sakit pada otot karena adanya akumulasi produk

sisa berupa asam laktat pada jaringan. Akibat lain dari pekerjaan

yang dilakukan berulang-ulang akan menyebabkan tekanan pada

otot dengan akibat terjadinya penekanan di otot yang akan

mengganggu fungsi syaraf. Terganggunya fungsi syaraf,

destruksi serabut saraf atau kerusakan yang menyebabkan

berkurangnya respon saraf dapat menyebabkan kelemahan pada

otot (Humantech, 1995).

Frekuensi terjadinya postur janggal terkait dengan

terjadinya repetitive motion dalam melakukan pekerjaan.

Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat kerja

(53)

semakin banyak pengulangan gerakan dalam suatu aktivitas

kerja, maka akan mengakibatkan keluhan otot semakin besar.

Pekerjaan yang dilakukan secara repetitif dalam jangka waktu

lama akan meningkatkan risiko MSDs apalagi bila ditambah

dengan gaya/beban dan postur janggal (OHSC, 2007).

Sedangkan menurut Bridger (1995) postur yang salah dengan

frekuensi pekerjaan yang sering dapat mengakibatkan tubuh

kurang suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi,

tekanan pada otot dan trauma mekanis.

5) Alat perangkai/genggaman

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak

sebagai contoh pada saat tangan harus memegang alat, maka

jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan

langsung dari pegangan alat. Apabila hal ini sering terjadi, dapat

menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka, 2004).

b. Faktor Pekerja

1) Usia

Menurut Supardi (2004) dalam Wibowo (2010), usia

adalah lama hidup responden atau seseorang yang dihitung

berdasarkan ulangtahun terakhir. Sejalan dengan meningkatnya

usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai

(54)

usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan,

penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan

cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot

menjadi berkurang. Jadi, semakin tua seseorang, semakin tinggi

risiko orang tersebut mengalami penurunan elastis pada tulang,

yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs (Kurniasih, 2009).

Pekerja dengan usia dibawah 18 tahun memiliki risiko

lebih tinggi daripada pekerja dengan usia dewasa. Hal ini

disebabkan karena pekerja dengan usia dibawah 18 tahun masih

mengalami perkembangan fisik. Pekerja dengan usia dibawah 18

tahun tidak diperkenankan untuk melakukan aktifitas manual

handling dengan berat lebih dari 16 kg tanpa bantuan mekanik

dan pelatihan tertentu (OHSC, 2007).

Chaffin (1979) dalam Grandjean (1993) menyatakan

bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan

pada usia kerja yaitu 25-26 tahun. Grandjean (1993),

menyebutkan bahwa umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun

sebanyak 60%. Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang

yang berumur > 60 tahun tinggal mencapai 50% dari umur orang

yang berumur 25 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendra &

(55)

mempunyai risiko 2,556 kali lebih besar untuk mengalami MSDs

dibandingkan pekerja dengan umur dibawah 35 tahun. Hal ini

diperkuat juga dengan hasil penelitian Amalia (2010) pada

pekerja kuli panggul didapatkan hasil bahwa kelompok usia

31-49 tahun memiliki tingkat keluhan paling tinggi yaitu sebesar

68.1%. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang

terdapat dalam Oborne (1995) bahwa keluhan otot skeletal

biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun dan

keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun serta tingkat

keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan

otot rangka. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan

otot wanita lebih rendah daripada pria. Berdasarkan beberapa

penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus MSDs lebih

tinggi pada wanita dibandingkan pria (NIOSH, 1997).

Studi dynamometri menyatakan bahwa wanita mengalami

peningkatan ketegangan otot yang tiba-tiba beberapa hari

sebelum haid dimulai dan berlanjut dengan tingkat ketegangan

otot yang rendah selama haid. Selain itu, kebiasaan-kebiasaan

khas wanita dapat meningkatkan risiko terjadinya LBP serta

(56)

belanjaan secara tidak seimbang. Artinya beban bagian kanan

atau kiri lebih berat dari bagian satunya (Syafitri, 2010).

Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan

otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria,

sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan

wanita. Hasil penelitian Betti’e et al (1989) menunjukkan bahwa

rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari

kekuatan pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki.

Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al (1993),

Bernard et al (1994). Hales et al (1994), dan Johanson (1994)

yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria

dan wanita adalah 1:3 (Tarwaka, 2004).

3) Waktu Kerja

Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik

pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan

perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu

yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk

menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu yang

diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi

tertentu.

Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan MSDs pada

(57)

bahwa supir yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam

merasakan pegal-pegal pada punggung dan leher.

4) Kebiasaan Merokok

Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya

dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Mereka yang telah

berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama

dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan

menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya

untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut

dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan

tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam

darah rendah (Kurniasih, 2009).

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Muliana (2003),

kebiasaan merokok dapat menyebabkan LBP karena merokok

dapat menimbulkan batuk dan zat nikotin yang ada dalam rokok

tersebut. Satu hipotesa menyebutkan bahwa LBP diakibatkan

karena batuk terus-menerus akibat merokok.

Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah

pinggang daripada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan

dosis dan lebih kuat daripada yang diharapkan dari efek batuk.

Risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok per

(58)

semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula

tingkat keluhan yang dirasakan.

Pada sebuah survei di Britania oleh Palmer et al (1996)

ditemukan 13.000 orang yang merokok sering mengeluhkan rasa

tidak nyaman pada muskuloskeletal dan rasa lumpuh terhadap

cidera muskuloskeletal dibandingkan mereka yang tidak pernah

merokok. Hal ini disebabkan rokok dapat merusak jaringan otot

dan mengurangi respon syaraf terhadap rasa sakit. Berdasarkan

hasil survei oleh Annuals of Rheumatic Diseases diperoleh

hubungan antara perokok dengan munculnya keluhan MSDs dan

dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar

untuk merasakan MSDs (Tarwaka, 2004).

Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang

memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang

masih terus terjadi. Namun saat melewati umur 35 tahun efek

rokok pada tulang akan mulai terasa karena proses pembentukan

tulang pada umur tersebut sudah berhenti (Boisvert, 2009).

Perokok juga beresiko mengalami hipertensi, penyakit jantung,

dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Bila darah

sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi.

Hal ini dapat terjadi karena nikotin pada rokok dapat

(59)

merokok dapat pula menyebabkan nyeri akibat terjadinya

keretakan atau kerusakan pada tulang (Bernard et al, 1997).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syafitri

(2010), didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna antara

kebiasaan merokok dengan terjadinya keluhan LBP. Hal ini

sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tarwaka (2004)

bahwa semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok,

semakin tinggi pula keluhan yang dirasakan.

5) Kebiasaan Olahraga

Olahraga dapat dikatakan sebagai terminologi umum dari

semua kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan jasmani.

Bahkan dalam UU No.3 Tahun 2005 mempunyai arti yang lebih

luas. Didefinisikan bahwa olahraga adalah segala kegiatan yang

sistematis untuk mendorong, membina serta mengembangkan

potensi jasmani, rohani, dan sosial. (Bustan, 2007)

Departemen Kesehatan melalui Survei Kesehatan Nasional

(Surkesnas) 2001 menemukan masih tingginya prevalensi

masyarakat yang kurang atau tidak melakukan olahraga secara

rutin dalam kehidupan sehari-harinya. Kurang atau tidak

melakukan olahraga merupakan salah satu faktor resiko utama

penyakit tidak menular diantaranya yang berhubungan dengan

(60)

dari olahraga adalah memperkuat otot-otot, tulang, dan jaringan

ligamen serta meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada

semua jaringan tubuh (Bustan, 2007).

Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat

kesegaran tubuh atau kebiasaan olahraga yang dilakukan.

Laporan NIOSH menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran

tubuh rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7.1%,

tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3.2%, dan tingkat

kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8% (Tarwaka, 2004).

Salah satu bentuk olahraga untuk kesehatan atau

pencegahan penyakit dapat dilakukan dalam bentuk olahraga

aerobik yang sedang (moderate physical activity) selama 30

menit dari waktu 1440 menit dalam sehari. Seseorang

dikategorikan kurang melakukan olahraga jika melakukan senam

pagi/olahraga < 5 x/minggu. Sebaliknya, dikategorikan cukup

jika melakukan senam pagi/olahraga ≥ 5 x/minggu. Bagaimana

bentuk olahraga yang sehat itu menjadi pilihan tersendiri, yang

penting fun sehingga peserta tetap dapat berminat dan tertarik

secara terus-menerus melakukan olahraga itu. Bentuk-bentuk itu

bisa berupa jalan cepat, lari di taman, dancing, berenang,

(61)

Dari hasil penelitan yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010)

didapatkan bahwa paling banyak pekerja yang mengalami

keluhan MSDS adalah pekerja yang kurang melakukan olahraga

dan memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 41 orang

(54,7%). Sedangkan persentase pekerja yang paling sedikit

adalah yang kurang melakukan olahraga dan tidak memiliki

keluhan MSDs yaitu satu orang (1,3%).

6) Masa Kerja

Penyakit MSDs ini merupakan penyakit kronis yang

membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan

bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin

lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin

besar pula risiko untuk mengalami MSDs (Nursatya, 2008).

Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada

umumnya 6-8 jam dan sisanya untuk istirahat. Memperpanjang

waktu kerja dari itu biasanya disertai penurunan efisiensi,

timbulnya kelelahan dan penyakit akibat kerja. Secara fisiologis

istirahat sangat perlu untuk mempertahankan kapasitas kerja.

Insiden tertinggi untuk terjadinya keluhan sakit pada pinggang

pekerja ada kaitannya dengan penambahan waktu kerja dan

lamanya masa kerja seseorang (Hasyim, 1999 dalam Syafitri,

(62)

Gangguan pada sistem muskuloskeletal ini hampir tidak

pernah terjadi secara langsung, tetapi lebih merupakan suatu

akumulasi dari benturan-benturan kecil maupun besar yang

terjadi secara terus-menerus dan dalam waktu yang relatif lama.

Hal ini bisa terjadi dalam hitungan hari, bulan, atau tahun,

tergantung dari berat ringannya trauma, sehingga akan terbentuk

cidera yang cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit

atau kesemutan, nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang

terhambat atau kelemahan pada jaringan anggota tubuh yang

terkena trauma. Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau

berulang-ulangnya proses penyebabnya (Nursatya, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2010)

memperlihatkan bahwa keluhan MSDs terbanyak pada

responden dengan masa kerja diatas lima tahun. Hal ini

disebabkan karena pada masa kerja tersebut telah terjadi

akumulasi cidera-cidera ringan yang selama ini dianggap sepele.

Selain itu, menurut Zulfiqor (2010), keluhan MSDs berbanding

lurus dengan bertambahnya masa kerja. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Rahardjo (2009),

pekerja yang mempunyai masa kerja lebih dari 4 tahun

mempunyai risiko 2,775 kali dibandingkan pekerja dengan masa

(63)

menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat

dengan keluhan otot.

7) Indeks Masa Tubuh (IMT)

Berat badan, tinggi badan, status gizi (IMT) dan obesitas

diidentifikasikan sebagai faktor resiko untuk beberapa kasus

MSDs. Secara rata-rata, populasi dengan LBP mempunyai tinggi

badan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak LBP.

Sedangkan asosiasi antara obesitas dan MSDs berkaitan dengan

degenerasi radiologi pada sendi (Muliana, 2003).

Meskipun pengaruhnya relatif kecil, tinggi badan dan berat

badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

keluhan otot skeletal. Schierhout (1995) menemukan bahwa

seseorang yang mempunyai ukuran tubuh yang pendek

berasosiasi dengan keluhan pada leher dan bahu (Karuniasih,

2009). Berdasarkan penelitian Heliovara (1987) yang dikutip

NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang

berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada

jenis kelamin wanita dan pria, tapi berdasarkan IMT hanya

berpengaruh pada jenis kelamin pria.

Vessy et al (1990) menyatakan bahwa wanita yang gemuk

mempunyai resiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus

(64)

oleh Werner et al (1994) yang menyatakan bahwa bagi pasien

gemuk mempunyai resiko 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan pasien yang kurus, khususnya untuk otot kaki. Keluhan

otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan

oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima

beban, baik beban berat tubuh maupun berat tambahan lainnya

(Tarwaka, 2004).

Menurut Depkes (1994), kategori ambang batas IMT untuk

Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kurus jika IMT ≤ 18,5.

2. Normal jika IMT > 18,5-25,0.

3. Gemuk jika IMT > 25,0.

8) Riwayat Penyakit MSDs

Seseorang dengan riwayat penyakit Low Back Pain (LBP)

mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan

(Nursatya, 2008).

Penyakit pada tulang belakang yang menyebabkan LBP

adalah (Nolan dan Saladin, 2004) :

a) Spinal stenosis adalah sakit pada saluran tulang belakang

atau invertebral foramina yang disebabkan oleh hypertrophy

Gambar

Tabel 2.1 Jenis-Jenis MSDs, Gejala, dan Faktor Resiko serta Pekerjaan yang Berpotensi
Tabel 2.2
tabel skor yang ada (Li and Buckle, 1999).
Tabel 2.3 Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan subyektif MSDs yaitu faktor sikap kerja, frekuensi postur janggal, beban angkat, usia, kebiasaan merokok, lama kerja,

Hasil analsiis dalam penelitin ini terhadap variable lama kerja mendapatkan, adanya hubungan yang negative antara lama kerja dengan banyaknya keluhan MSDs (r: -0,301;

Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan Dengan Terjadinya Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas Di Kecamatan Cilograng Kabupaten

Hasil penelitian Abdul Rahman (2017) tentang analisis postur kerja dan faktor yang berhubungan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja

Berdasarkan hasil pemeriksaan tenaga medis saat penelitian dilakukan pada umur pekerja lebih dari 35 tahun ada 22 pekerja merasakan adanya keluhan muskuloskeletal

Hasil analsiis dalam penelitin ini terhadap variable lama kerja mendapatkan, adanya hubungan yang negative antara lama kerja dengan banyaknya keluhan MSDs (r: -0,301;

Hubungan antara postur kerja, masa kerja dan kebiasaan merokok dengan keluhan musculoskeletal disorders msds pada pekerja tenun lurik “kurnia” krapyak wetan, sewon, bantul.. Universitas

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 16421 PEMBAHASAN Hubungan Postur Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders MSDs pada Pekerja Pengrajin Kayu di Kelurahan Bangkinang