TAHUN 2011
SKIRPSI
OLEH:
WITA HANDAYANI NIM: 107101001563
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
SURYA TOTOINDONESIA. TbkTANGERANG
TAHUN 2011
SKIRPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
OLEH:
WITA HANDAYANI
NIM: 107101001563
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iii
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2011
Wita Handayani, NIM : 107101001563
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011
(xxii, 143 halaman, 28 tabel, 4 gambar, 2 skema, 1 grafik, 6 lampiran)
ABSTRAK
Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala/gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. Keluhan muskuloskeletal yang dirasa pada bagian otot skeletal oleh seseorang mulai dari keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Menurut WHO (2007), MSDs adalah penyakit akibat kerja terbesar di Eropa, dan diderita oleh jutaan pekerja. Penderita MSDs rata-rata akan kehilangan 5 hari kerja dan mengeluarkan biaya kesehatan 10 kali lebih besar dibandingkan kasus lainnya.
Penelitian ini dilakukan pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk pada Juli-Oktober 2011. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 70 orang dan menggunakan desain cross sectional study. Uji statistik yang digunakan adalah uji T-Independent, uji Chi Square, dan uji regresi logistik berganda. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keluhan MSDS sedangkan variabel independennya adalah risiko/faktor pekerjaan, usia, indeks masa tubuh, masa kerja, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, dan riwayat penyakit MSDs.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada 51 orang (72,9%) yang mengalami keluhan MSDs. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara keluhan MSDs dengan risiko/faktor pekerjaan (pvalue = 0,001), usia (p value = 0,030), masa kerja (p value = 0,004), kebiasaan olahraga (p value = 0,003), dan riwayat penyakit MSDs (p value = 0,027). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah indeks massa tubuh (p value = 0,348) dan kebiasaan merokok (p value = 0,094). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi keluhan MSDs dan variabel-variabel yang paling dominan berpengaruh adalah riwayat penyakit MSDs.
Pekerja disarankan melakukan istirahat disaat mulai merasakan stres pada otot tubuh, melakukan senam pagi setiap hari, dan mulai berhenti merokok untuk meminimalisir keluhan MSDs. Perusahaan dapat melakukan intervensi ergonomi dengan mendesain kursi kerja yang mempunyai sandaran kursi atau menggunakan back support, rotasi kerja, pelatihan, melibatkan karyawan untuk memberikan ide dan pendapat agar sistem kerja menjadi lebih baik, dan melakukan pemeriksaan medis terkait keadaan otot dan tulang pekerja (keluhan MSDs), serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan senam pagi guna meminimalisir keluhan MSDs.
Daftar Bacaan : 49 (1981 - 2010)
iv
Thesis, December 2011
Wita Handayani, NIM : 107101001563
Factors Associated with Complaints Musculosceletal Disorders of Worker’s Polishing Division in PT. Surya Toto Indonesia, Tbk Tangerang Year 2011 (xxii, 143 pages, 28 tables, 4 pictures, 2 schemes, 1 graphic, 6 attachments)
ABSTRAK
Musculoskeletal disorders (MSDs) is a set of symptoms / disorders associated with muscle tissue, tendons, ligaments, cartilage, nervous system, bone structure, and blood vessels. Musculoskeletal complaints were deemed in part by an individual skeletal muscle complaints ranging from mild to complaints that feels very sick. According to WHO (2007), MSDs are the biggest occupational diseases in Europe, and suffered by millions of workers. Patients MSDS will lose an average of 5 working days and issue health costs 10 times more likely than other cases.
The research was conducted on workers in the Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Limited in July-October 2011. The number of samples in this study as many as 70 people and using cross-sectional study design. The test statistic used is the Independent T-test, chi square tests and multiple logistic regression test. Dependent variable in this study was the complaint of the MSDS while the independent variable is the risk / occupational factors, age, body mass index, period of employment, smoking habits, physical fitness, and disease history MSDS.
Based on the result showed that there were 51 people (72.9%) who had complaints MSDS. The results of bivariate analysis showed no association between the risk of MSDs complaints / employment factors (p value = 0.001), age (p value = 0.030), working period (p value = 0.004), exercise habits (p value = 0.003), and disease history MSDS (p value = 0.027). While unrelated variables are body mass index (p value = 0.348) and smoking (p value = 0.094). The results of multivariate analysis showed that the risk / work factors, exercise habits, and history of MSDs are the variables that affect the complaints MSDS's most dominant and influential variable is the history of MSDs.
Workers are advised to rest while beginning to feel the stress on the muscles of the body, doing morning exercises every day, and begin to stop smoking to minimize complaints MSDS. Companies can intervene by designing ergonomic office chair that has the back of a chair or using a back support, job rotation, training, involving employees to provide ideas and opinions for the system to work better, and perform a medical examination related to workers' state of the muscle and bone (MSDs complaints), and to supervise the activities of gymnastics in the morning to minimize complaints MSDS.
Reading list : 49 (1981 - 2010)
vii
Daftar Riwayat Hidup
Nama : Wita Handayani
Tempat/tanggal lahir : Padang Sibusuk, 23 Desember 1987
Alamat : Jln.Lintas Sumatera, Padang Sibusuk, Kec.Kupitan Kab. Sijunjung 27451
Padang, Sumatera Barat Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Materital : Belum Menikah
Telp/Hp : 081374399387 / 08561043004
Golongan Darah : B (+)
Email : uniancak@gmail.com
Riwayat Pendidikan Formal
1994 – 2000 SD N 09 Padang Sibusuk
2000-2003 SMPN 3 Sijunjung
2003 – 2006 SMA N 4 Sijunjung
2007 – sekarang S-1 Program Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
2010-sekarang Anggota Departemen Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK 2008-2009 Sekretaris II Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
viii
Puji syukur Alhamdulillah, penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan berkah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011”.
Tulisan ini merupakan hasil karya penulis yang merupakan hasil dari proses
kegiatan penelitian yang dilakukan di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011
selama 2 bulan. Begitu banyak pengalaman dan pengetahuan yang tidak dapat
tertuang dalam laporan ini. Semoga dengan laporan skripsi ini, mudah-mudahan
Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan ridla-Nya sehingga dapat menjadi
manfaat bagi yang membaca secara umumnya dan bagi penulis secara khususnya.
Penyelesaian pembuatan laporan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan,
nasehat, motivasi, dan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Tak ada gading
yang tak retak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan
ix
2. My Beloved Parents (Ayah dan Ibu) yang selalu menjadi orangtua juara satu seluruh dunia dan yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan program studi ini. Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada
“My Siztaa n My brother (kak icha dan bang rio)” yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doa serta kasih sayang yang penulis rasakan menjadi
motivasi yang tinggi dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat yang telah membuka wawasan dan pengetahuan
penulis akan pentingnya Kesehatan Masyarakat.
4. Ibu Iting Shofwati, SKM, MKKK sebagai penanggung jawab peminatan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang selalu sabar menghadapi kami semua.
5. Ibu Raihana Nadra Alkaf, SKM, M.MA dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM
selaku pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingannya serta
masukan-masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyusun skripsi
ini.
6. dr. Harman, Sp.OK selaku penguji skripsi yang banyak memberi masukan
kepada penulis.
7. Bapak Dian rawar Prasetyo, SKM selaku Foreman HSE PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk yang selalu menyempatkan waktunya untuk memberikan
masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi ini serta selalu
x
8. Terima Kasih juga kepada Bapak Imam selaku Manager HRD PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis.
9. Bapak Sukmana yang sangat membantu penulis dalam memberikan
keterangan-keterangan terkait proses kerja PT. Surya Toto Indonesia. Tbk.
10.Terima kasih juga kepada para Supervisor dan Leader pabrik 1, 2, dan 3, serta
Staff HSE PT. Surya Toto Indonesia. Tbk yang sangat sangat luar biasa
welcome kepada penulis saat di lapangan dan atas dukungan yang sangat luar biasa yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
11.Terimaksih teramat dalam kepada para Responden yang telah menyempatkan
waktunya untuk membantu penulis dalam menyeleseikan skripsi ini.
12.I Love u all My BFF (Shani, Ayu, Eby, Anita, Iyez, dan Memeng),
terimakasih banyak buat motivasi, curhatan, dan pengalaman hidupnya.
13.Tak lupa buat wonder women penghuni Grand Puri Laras (Desy, Lisa, Mery n Rianti) yang selalu menjadi tempat berbagi cerita.
14.Teman-teman seperjuanganku PH’07 atau OPUS, terima kasih atas
dukungannya.
15.Sahabat-sahabati Kampus Biru yang selalu semangat.
16.Kepada seluruh staff Prodi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN, terima kasih
atas bantuannya dalam penyusunan laporan skripsi dan memberikan
xi
17.Thank’s a lot to Benga’ Team yang selalu memberikan penulis inspirasi dan
tawa yang tiada henti.
18.“The Last but not The Least” Buat Jagoanqu yang selalu memberi support yang luar biasa pada penulis untuk menyeleseikan skripsi ini.
Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat baik bagi semua pihak yang
membaca, baik dari kalangan mahasiswa maupun umum dan dijadikan langkah awal
bagi pengembangan ilmu serta bermanfaat di waktu mendatang.
TERIMA KASIH.
و ا ﻼﺴﻟ م ﻢﻜﯿﻠﻋ ﺔﻤﺣرو ا ﷲ و ﺮﺑ ﺎﻛ ﮫﺗ
Ciputat, Desember 2011
xii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ... vi
xiii
2.1.8.Tindakan Pengendalian MSDs ... 50
2.2.Quick Exposure Checklist (QEC) ... 51
2.2.7 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan QEC ... 62
2.2.8 Alasan Pemilihan QEC ... 63
2.3. Nordic Body Map (NBM ... 64
2.4.Kerangka Teori ... 65
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep ... 67
4.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 74
xiv
4.4.2. Variabel Faktor Pekerjaan ... 77
4.4.3. Variabel Usia ... 80
4.4.4. Variabel Indeks Masa Tubuh ... 80
4.4.5. Variabel Masa Kerja ... 80
4.4.6. Variabel Kebiasaan Merokok ... 80
4.4.7. Variabel Kebiasaan Olahraga ... 81
4.4.8. Variabel Riwayat Penyakit MSDs ... 81
4.7.3. Analisis Multivariat ... 85
BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 87
5.1.1 Sejarah Singkat PT.Surya Toto Indonesia.Tbk ... 87
5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ... 88
5.1.3 Tujuan Perusahaan ... 89
5.1.4 Kebijakan Perusahaan ... 89
5.1.5 SDM Perusahaan ... 90
5.1.6 Struktur Organisasi Perusahaan ... 90
5.1.7 Struktur Organisasi Seksi K3L ... 92
5.1.8 Program Kerja Seksi K3L ... 92
5.1.9 Proses Produksi ... 93
5.2 Analisis Univariat ... 97
5.2.1 Gambaran Keluhan MSDs Responden ... 98
5.2.2 Gambaran Resiko/Faktor Pekerjaan Responden ... 99
5.2.3 Gambaran Usia Responden ... 100
xv
5.2.6 Gambaran Kebiasaan Merokok Responden ... 102
5.2.7 Gambaran Kebiasaan Olahraga Responden ... 102
5.2.8 Gambaran Riwayat Penyakit MSDs Responden ... 103
5.3 Analisis Bivariat ... 104
5.3.1 Hubungan antara Resiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs ... 104
5.3.2 Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs ... 105
5.3.3 Hubungan antara IMT dengan Keluhan MSDs ... 106
5.3.4 Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs ... 107
5.3.5 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs . 108 5.3.6 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs . 109 5.3.7 Hubungan antara Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs ... 110
5.4 Analisis Multivariat ... 111
5.4.1 Seleksi Kandidat Model Univariat ... 112
5.4.2 Pembuatan Model Prediksi ... 113
5.4.3 Uji Interaksi ... 115
5.4.4 Penyusunan Model Terakhir ... 115
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ... 118
6.2 Gambaran Keluhan MSDs pada Responden ... 119
6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs pada Responden . ... 121
6.3.1 Resiko/Faktor Pekerjaan ... 121
6.3.2 Usia ... 125
6.3.3 Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 127
6.3.4 Masa Kerja ... 129
6.3.5 Kebiasaan Merokok ... 131
xvi
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ... 139 7.2 Saran ... 141
xvii
Halaman
Tabel 2.1 Jenis-Jenis MSDs, Gejala, dan Faktor Resiko serta Pekerjaan yang
Berpotensi Menimbulkannya ... 20
Tabel 2.2 Perbandingan Kebutuhan Otot pada Postur Statis dan Dinamis ... 24
Tabel 2.3 Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung ... 58
Tabel 2.4 Ketegori Nilai Paparan pada Bagian Tubuh ... 59
Tabel 2.5 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan ... 59
Tabel 2.6 Hasil Penilaian Validitas QEC ... 62
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 69
Tabel 4.1 Salah Satu Contoh Perhitungan Pada Lembar QEC ... 78
Tabel 4.2 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan ... 79
Tabel 5.1 Daftar Karyawan yang bekerja di PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2010 ... 90
Tabel 5.2 Distribusi Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ... 98
Tabel 5.3 Distribusi Resiko/Faktor Pekerjaan pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ... 100
Tabel 5.4 Distribusi Usia pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ... 100
Tabel 5.5 Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...101
Tabel 5.6 Distribusi Masa Kerja pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...102
Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Merokok pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...102
xviii
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...103 Tabel 5.10 Analisis Hubungan Risiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs
pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...105 Tabel 5.11 Analisis Hubungan Usia dengan Keluhan MSDs pada Pekerja di
Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...106 Tabel 5.12 Analisis Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan MSDs pada
Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...107 Tabel 5.13 Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pekerja
di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...108 Tabel 5.14 Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada
Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...109 Tabel 5.15 Analisis Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs pada
Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...110 Tabel 5.16 Analisis Hubungan Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs
pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...111 Tabel 5.17 Kandidat variabel Independen yang Masuk ke dalam Model
xix
Halaman
Gambar 2.2 Nordic Body Map... 65 Gambar 5.1 Struktur Organisasi Seksi K3L ... 92 Gambar 6.1 Meja Kerja dan Postur Kerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...122 Gambar 6.2 Postur Kerja yang Tidak Ergonomis pada Pekerja Bagian Polishing PT.
xx
Halaman
xxi
Halaman
xxii Lampiran 1 Kuesioner penelitian
Lampiran 2 Gambar Nordic Body Map (NBM) Lampiran 3 Daftar isian Nordic Body Map (NBM)
1 1.1Latar Belakang
Keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat diperhatikan dalam dunia
industri modern terutama bagi industri yang berstandar internasional. Selain itu,
manusia tidak hanya fokus pada keselamatan di tempat kerja, tapi juga pada
kesehatan pekerja tersebut. Karena walau bagaimanapun, pekerja merupakan aset
perusahaan yang harus diperhatikan sehingga peduli dengan kesehatan pekerja
berarti juga peduli pada aset perusahaan yang sangat berharga. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah di
seluruh dunia.
Indonesia sebagai salah satu dari negara besar di dunia, sangat
berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini
disebabkan karena pada tahun 2009 terdapat 74,4% penduduk Indonesia adalah
usia kerja (Depnakertrans, 2010). Di Indonesia, berstandar pada Undang-Undang
Keselamatan Kerja No.01 tahun 1970 dan peraturan pelaksanaannya tentang
keselamatan kerja telah mewajibkan kepada tempat kerja yang mempekerjakan
minimal 100 pekerja, maka penerapan K3 di perusahaan memiliki dasar hukum
yang kuat. Dengan demikian, setiap perusahaan berkewajiban untuk melindungi
perusahaan. Sebaliknya, setiap pekerja juga berkewajiban untuk tunduk dan
menaati ketentuan dan peraturan keselamatan yang telah ditetapkan perusahaan.
Pertumbuhan industri dan pertambahan tenaga kerja menimbulkan berbagai
dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya adalah
meningkatnya Penyakit Akibat Kerja (PAK). PAK merupakan risiko yang
diterima pekerja dalam bidang kesehatan. PAK disebabkan oleh sejumlah faktor
namun ada sebagian yang berasal dari tempat kerja, dan penyakit gaya hidup
yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor risiko gaya hidup. Selain itu
pekerja juga berisiko terkena cedera akibat kecelakaan kerja (Anies, 2005).
Pada tahun 2005, International Labour Organization (ILO)
memperkirakan bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya 2,2 juta orang meninggal
karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Angka kematian akibat kerja pun
meningkat. Selain itu diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta
kecelakaan akibat kerja yang tidak bersifat fatal (setiap kecelakaan sedikitnya
menyebabkan tiga hari absen dari pekerjaan) dan 180 juta orang mengalami
penyakit akibat kerja. Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara
berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara industri. Di
negara-negara berkembang, kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di
bidang-bidang pertanian, perikanan, perkayuan, pertambangan, dan konstruksi
(ILO, 2005).
Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang disebabkan oleh keadaan yang tidak
Penyakit ini disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara alat, manusia, dan
proses kerja sehingga seringkali para pekerja melakukan aktifitas produksi
dengan postur janggal (Utari, 2009). Jika alat kerja dan lingkungan fisik tidak
sesuai dengan kemampuan alamiah tenaga kerja maka hasil kerja tidak akan
optimal dan bahkan berpotensi mengakibatkan PAK diantaranya MSDs (Anies,
2005).
MSDs dalam suatu industri seringkali kurang mendapat perhatian dan
dianggap sepele oleh pihak manajemen atau pengelola, bahkan di beberapa
perusahaan masih ada yang belum memahami apa saja yang menjadi
faktor-faktor resiko penyebabnya, sehingga resiko MSDs dapat timbul di suatu
perusahaan tanpa disadari. Padahal hal lain secara sadar ataupun tidak akan
berpengaruh terhadap produktivitas, efisiensi, dan efektivitas pekerja dalam
menyelesaikan pekerjaannya, dan dapat mengganggu kesehatan pekerja (Rohjani,
2003).
Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi
fungsi normal dari jaringan halus sistem muskuloskeletal yang mencakup sistem
syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervetebral. MSDs
dapat berupa peradangan dan penyakit degeneratif yang menyebabkan
melemahnya fungsi tubuh. Gangguan pada sistem muskuloskeletal ini hampir
tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari
dalam waktu yang relatif lama. Hal ini bisa terjadi dalam hitungan hari, bulan,
atau tahun, tergantung dari berat ringannya trauma, sehingga akan terbentuk
cidera yang cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit atau kesemutan,
nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang terhambat atau kelemahan pada
jaringan anggota tubuh yang terkena trauma. Trauma jaringan timbul karena
kronisitas atau berulang-ulangnya proses penyebabnya (Nursatya, 2008).
Menurut WHO (2007), MSDs adalah penyakit akibat kerja terbesar di
Eropa, dan diderita oleh jutaan pekerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
25% nya mengeluhkan sakit punggung dan 23% nya menderita nyeri otot.
Amerika Serikat yang merupakan negara maju dalam industri manufaktur telah
mencatat bahwa WMSDs (work related musculoskeletal disorders) menjadi
penyebab utama PAK dan kehilangan 846.000 hari kerja setiap tahun dengan
total biaya pengobatan yang dikeluarkan mencapai $20 milliar sampai $43
milliar (Humantech, 2003). Sedangkan cedera pada tulang punggung sendiri
meliputi 1/6 dari semua kecelakaan kerja dan merupakan sebab utama dari cacat
kerja pada pekerja di bawah usia 45 tahun di AS. Di Finlandia pekerjaan
konstruksi bangunan menempati posisi paling tinggi dalam hal tingkat
kecelakaan kerja (Jannah, 2008).
Berdasarkan Self Reported Work Related Illness (SWI) 2006-2007 tentang
penyakit dan cedera pada sektor industri di Great Britain, estimasi angka
prevalensi industri manufaktur sebesar 3440/100.000 kasus. Europan
atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan, atau dengan kata lain lebih dari
500.000 orang telah menderita MSDs setiap tahunnya. Menurut studi yang
dilakukan oleh NIOSH, 60% back injury disebabkan karena terlampauinya
kapasitas kerja baik dalam hal mengangkat beban (60%), menarik dan
mendorong beban (20%), dan membawa beban (20%) (Nurmianto, 2004).
Berdasarkan hasil survei Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah
kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita
pekerja berhubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan yang dialami
pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 9482 pekerja di 12
kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%),
kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%), dan
gangguan THT (1.5%) (Depkes RI, 2005). Sedangkan hasil studi laboratorium
Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data
bahwa sebanyak 40-80% pekerja melaporkan keluhan pada musculoskeletal
sesudah bekerja. Pentingnya memahami aspek ergonomi ini, sudah seharusnya
dilakukan evaluasi secara integratif untuk menilai sejauh mana kecocokan
rancangan sistem kerja yang ada (termasuk pekerjaan itu sendiri) dengan para
pekerjanya.
MSDs dapat menjadi suatu permasalahan penting karena dapat
menyebabkan antara lain waktu kerja yang hilang, menurunkan produktivitas
kerja, penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi, penurunan kewaspadaan,
gejala kesehatan dirasakan oleh pekerja disebabkan faktor resiko MSDs yang
memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memiliki risiko ergonomi dan gangguan
kesehatan yang dapat melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja.
Bagian-bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung, dan kaki merupakan
bagian tubuh yang sering digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya
(NIOSH, 2007).
Pheasant (1991) menyatakan bahwa terjadi peningkatan turnover yang
disebabkan oleh MSDs yakni sebesar 25% pada pekerja produksi, 30% pada
pekerja rumah sakit, 40% pada pekerja pemrosesan data, dengan semua ini akan
mengalami penurunan produktivitas kerja. Menurut OSHA Office of Ergonomic
Support menghitung jumlah uang kompensasi yang harus dibayar perusahaan
kepada pekerja yang menderita MSDs di tahun 1988 berkisar 33-40% dari total
uang kompensasi PAK. Penerapan ergonomi secara signifikan akan
meningkatkan produktivitas minimal 10% dan juga dapat mengurangi biaya
kompensasi pekerja akibat penyakit kerja serta mengurangi tingkat kecelakaan
(Humantech, 2005). Penderita MSDs rata-rata akan kehilangan 5 hari kerja dan
mengeluarkan biaya kesehatan 10 kali lebih besar dibandingkan kasus lainnya
(Humantech, 1995).
Menurut beberapa ahli, terdapat beberapa faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya MSDs yaitu faktor pekerjaan, faktor pekerja, faktor lingkungan, dan
faktor psikososial. Faktor pekerjaan yang mempengaruhi yaitu postur kerja,
Faktor pekerja yaitu usia, jenis kelamin, waktu kerja, kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, masa kerja, Indeks Masa Tubuh (IMT), riwayat penyakit
MSDs, dan kekuatan fisik (Oborne, 1995; NIOSH, 1997; Tarwaka, 2004). Faktor
lingkungan yaitu suhu dan kelembaban, getaran, dan iluminasi (Bridger, 1995;
Oborne, 1995). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
faktor-faktor tersebut berhubungan dengan MSDs (NIOSH, 1997).
Melihat data-data yang menentukan besarnya masalah ergonomi,
diantaranya kasus MSDs di dunia industri dan besarnya faktor resiko sehingga
perlu dilakukan langkah-langkah identifikasi faktor resiko di tempat kerja. Hal
ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah pekerja tersebut telah bekerja
dengan cara yang benar dan telah memenuhi aspek dan kaidah ergonomi serta
lingkungan kerja dan resiko pekerjaan yang diterima oleh pekerja.
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang merupakan perusahaan industri
keramik yang memproduksi peralatan saniter, asesoris pipa dan juga
perlengkapan dapur. Perusahaan ini memiliki proses kerja dengan resiko bahaya
fisik cukup tinggi. Proses kerja Polishing adalah pemolesan/pengampelasan agar
halus dan mengkilap yang terdiri dari 2 bagian proses yaitu Abrasive belt dan
Buffing. Pada proses tersebut mesin yang digunakan ada yang manual dan
otomatis serta bahan pembantu untuk proses buffing biasa digunakan Tripoly
yaitu Tripoly cair dan batangan. Pada proses ini limbah dan cemaran yang
dihasilkan berupa suara bising dan debu. Adapun penanganan dari dampak
dan sirkulasi udara (Exhaust fan) serta untuk kesehatan karyawan dilengkapi Alat
Pelindung Diri (tutup telinga dan masker). Selain itu, bahaya yang terdapat pada
proses kerja ini adalah postur tubuh pekerja ketika melakukan pekerjaannya yang
kurang ergonomis dan pekerja sering bekerja dalam keadaan statis. Hal ini dapat
dilihat dari keadaan pekerja ketika melakukan pekerjaannya selalu berada dalam
posisi duduk. Menurut Bernard et al (1997), berdasarkan eksperimen di
laboratorium, tekanan pada sendi tulang belakang secara substansial lebih besar
atau lebih banyak terjadi pada posisi duduk tanpa penyangga dibanding pada
posisi berdiri.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan Juni 2011 terhadap
10 pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk dengan
menggunakan kuesioner Nordic Body Map, diketahui bahwa seluruh pekerja
merasakan keluhan MSDs. Ada yang merasakan keluhan ketika bekerja, setelah
bekerja, dan malam hari dengan tingkat keluhan sedikit sakit dan sakit. Dari 10
pekerja, ada 8 orang (80%) yang merasakan keluhan pada bagian pinggang yang
dirasakan ketika bekerja dan setelah bekerja. Pada bagian leher dan bahu yang
merasakan keluhan sebanyak 7 orang dengan persentase sebesar 70% dengan
persentase keluhan terbanyak setelah bekerja dan frekuensi keluhan setiap hari.
Pada bagian tangan yang merasakan keluhan sebanyak 6 orang (60%) dan
punggung sebanyak 5 orang (50%). Dari studi pendahuluan yang dilakukan,
dapat diketahui bahwa keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja adalah
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan serta belum adanya
penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
keluhan MSDs di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya
Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juni 2011
terhadap 10 pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Tangerang didapatkan hasil bahwa seluruh pekerja merasakan keluhan MSDs
(100%). MSDs dapat menjadi suatu permasalahan penting karena dapat
menyebabkan antara lain waktu kerja yang hilang, menurunkan produktivitas
kerja, penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi, penurunan kewaspadaan,
meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan, dll. MSDs muncul tidak secara
spontan atau langsung melainkan butuh waktu yang lama dan bertahap sampai
gangguan musculoskeletal mengurangi kemampuan tubuh manusia dengan
menimbulkan rasa sakit. Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau
berulang-ulangnya proses penyebabnya. Selain itu, informasi yang diperoleh peneliti
bahwa di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang belum pernah dilakukan
penelitian terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs
mengetahui apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dan faktor pekerja
dengan keluhan MSDs di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
1.3Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan di bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk tahun 2011?
3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja, kebiasaan
merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) di bagian Polishing
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
4. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada
pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
5. Apakah ada hubungan antara faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) dengan
keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.
Tbk tahun 2011?
6. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan keluhan MSDs
1.4Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
Musculoskeletal Disorder (MSDs) pada pekerja di bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada pekerja bagian
Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
b. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan di bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
c. Diketahuinya gambaran faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) di
bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
d. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan
MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.
Tbk tahun 2011.
e. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs)
dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya
f. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan
keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk tahun 2011.
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Perusahaan
a. Memperoleh informasi mengenai potensi dan tingkat resiko terjadinya
MSDs terhadap pekerja di bagian Polishing sehingga dapat segera
diambil tindakan pengendaliannya.
b. Dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap keselamatan dan
kesehatan para pekerja agar terhindar dari penyakit akibat kerja
khususnya resiko terjadinya MSDs sehingga dapat meminimalisir
kerugian-kerugian yang terjadi.
c. Sebagai masukan bagi perusahaan untuk mengambil suatu tindakan
agar dapat mengurangi keluhan MSDs pada pekerja dan pentingnya
penerapan ergonomi di tempat kerja sehingga dapat meningkatkan
produktivitas pekerja.
1.5.2 Bagi Pekerja
a. Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai bahaya di
tempat kerja khususnya mengenai keluhan MSDs sehingga pekerja
dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap keselamatan dan
b. Mengetahui bahaya yang akan terjadi ketika mereka bekerja dengan
posisi janggal (tidak ergonomis).
c. Memberi masukan dan motivasi untuk pekerja dalam melakukan
pekerjaan ke arah yang lebih baik.
1.5.3 Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademisi
sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di bagian
Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juli sampai Oktober 2011 oleh mahasiswa semeseter VIII peminatan
keselamatan dan kesehatan kerja jurusan kesehatan masyarakat FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Adapun lokasinya pada bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk, Jln. MH Thamrin KM.7 Serpong, Tangerang. Sasaran penelitian
adalah pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk dengan jumlah
sampel minimal sebanyak 70 sampel. Penelitian menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Data primer didapat peneliti
dengan melakukan pengukuran langsung kepada pekerja untuk mengukur
variabel dependen dan independen dengan menggunakan Nordic Body Map
pengukur tinggi badan. Data-data tersebut akan dianalisis secara univariat,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Musculoskeletal Disorders (MSDs)
2.2.1 Definisi MSDs
Menurut Humantech (1995) Musculoskeletal Disorders (MSDs)
adalah kelainan yang disebabkan penumpukan cidera atau kerusakan
kecil-kecil pada sistem muskuloskeletal akibat trauma berulang yang
setiap kalinya tidak sempat sembuh secara sempurna, sehingga
membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit.
Menurut OSHA (2002), MSDs merupakan sekumpulan gejala/gangguan
yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem
syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya
menyebabkan rasa sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan,
gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar.
Menurut National Safety Council (2002), MSDs juga bisa diartikan
sebagai gangguan fungsi normal dari otot, tendon, saraf, pembuluh darah,
tulang dan ligament akibat berubahnya struktur dan berubahnya sistem
muskuloskeletal.
MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan
seperti otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan ataupun
kaku, tidak fleksibel, panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan
rasa tidak nyaman. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian
otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan
hingga keluhan yang terasa sangat sakit (Humantech, 2003).
2.2.2 Sinonim MSDs
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, MSDs bukanlah
diagnosis klinis, melainkan rasa nyeri karena kumpulan cedera pada
sistem muskuloskeletal ekstremitas atas akibat gerakan kerja biomekanik
berulang-ulang. Pada beberapa negara, digunakan istilah yang
berbeda-beda untuk menggambarkan kejadian MSDs tersebut, diantaranya
(NIOSH, 1993):
a. Cumulative Trauma Disorders (CTDs)
b. Repetitive Strain Injuries (RSIs)
c. Occupational Overuse Syndrome
d. Neck and Limb Disorders
e. Overuse Syndrome
f. Wear and Tear Disorders
g. Occupational Cervico Bracial Disorders (OCD)
2.2.3 Gejala MSDs
Menurut Humantech (1995), gejala MSDs biasanya sering disertai
dengan keluhan yang sifatnya subjektif, sehingga sulit untuk menentukan
gejala yaitu sakit, nyeri, rasa tidak nyaman, mati rasa, rasa lemas atau
kehilangan daya dan koordinasi tangan, rasa panas, agak sukar bergerak,
rasa kaku dan retak pada sendi, kemerahan, bengkak, panas, dan rasa sakit
yang membuat terjaga di tengah malam dan rasa untuk memijit tangan,
pergelangan, dan lengan.
Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa
dirasakan oleh seseorang adalah:
a. Leher dan punggung terasa kaku
b. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas
c. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.
d. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.
e. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri
disertai bengkak.
f. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.
g. Jari menjadi kehilangan mobitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan
serta kehilangan kepekaan.
h. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi
rasa panas.
2.2.4 Keluhan MSDs
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan
dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa
kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan
inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean,
1993). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada
saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut
akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa
sakit pada otot masih terus berlanjut.
Selain itu, menurut Humantech (1995), keluhan yang
menggambarkan keparahan penyakit MSDs terbagi menjadi:
a. Tahap 1
Nyeri dan kelelahan pada saat bekerja tetapi setelah beristirahat yang
cukup tubuh akan pulih kembali. Tidak mengganggu kapasitas kerja.
b. Tahap 2
Keluhan rasa nyeri tetap ada setelah waktu semalam, istirahat, timbul
c. Tahap 3
Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat, nyeri dirasakan saat
bekerja, saat melakukan gerakan yang repetitif, tidur terganggu, dan
kesulitan dalam menjalankan pekerjaan yang pada akhirnya akan
2.2.5 Jenis-jenis MSDs
Tabel 2.1 Jenis-Jenis MSDs, Gejala, dan Faktor Resiko serta Pekerjaan yang Berpotensi Menimbulkannya
No Jenis MSDs Definisi Gejala Faktor resiko
ergonomi di syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai pada tiga sisi dan ligament yang melintanginya.
Gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat
Mati rasa, gata-gatal, dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat
atau fenomena Raynaud’s
Sakit di bagian tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot. Sakit dari tingkat menengah sampai yang parah dan mejalar sampai ke kaki. Sulit berjalan normal dan pergerakan syaraf pada tangan atau kaki (syaraf sensorik, motorik, dan dan lemahnya refleksi tendon. Gejala khusus tergantung jenis syaraf yang kena:
Sumber : Levy et al, 200
Gatal-gatal yang sering timbul, mati rasa, terasa sakit bila disentuh, lemahnya otot dan munculnya bagian ujung dari otot ke tulang.
2.2.6 Faktor Resiko MSDs
a. Faktor Pekerjaan
1) Postur kerja
Postur tubuh dapat didefinisikan sebagai orientasi relatif
dari bagian tubuh terhadap ruang. Untuk melakukan orientasi
tubuh tersebut selama beberapa rentang waktu dibutuhkan kerja
otot untuk menyangga atau menggerakkan tubuh. Postur dapat
diartikan sebagai konfigurasi dari tubuh manusia, yang meliputi
kepala, punggung, dan tulang belakang (Pheasant, 1991).
Secara alamiah postur tubuh dapat terbagi menjadi:
a) Statis
Postur kerja statis didefinisikan sebagai postur kerja
isometris dengan sangat sedikit gerakan sepanjang waktu
kerja sehingga dapat menyebabkan beban statis pada otot,
khususnya otot pinggang, seperti duduk terus-menerus atau
posisi kerja berdiri terus-menerus (Bernard et al, 1997).
Pada postur statis persendian tidak bergerak, dan
beban yang ada adalah beban statis. Dengan keadaan statis
suplai nutrisi kebagian tubuh akan terganggu begitupula
dengan suplai oksigen dan proses metabolisme pembuangan
sama dari waktu ke waktu secara alamiah akan membuat
bagian tubuh tersebut stres (Bridger, 2003).
b) Dinamis
Stres akan meningkat ketika posisi tubuh menjauhi
posisi normal tersebut. Pekerjaan yang dilakukan secara
dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh melakukan
pergerakan yang terlalu ekstrim sehingga energi yang
dikeluarkan otot menjadi lebih besar atau tubuh menahan
beban yang cukup besar sehingga timbul hentakan tenaga
yang tiba-tiba dan hal tersebut dapat menimbulkan cedera.
Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat
dilihat dari kerja otot, aliran darah, oksigen dan energi yang
dikeluarkan pada kedua jenis postur tersebut. Berikut
perbandingan kebutuhan otot pada postur statis dan dinamis
menurut Bridger (2003) :
Tabel 2.2
Perbandingan Kebutuhan Otot pada Postur Statis dan Dinamis
Otot Statis Otot Dinamis
Kontraksi otot secara terus menerus Pergantian fase konstruksi dan relaksasi
Aliran darah ke otot berkurang Aliran darah ke otot bertambah Produksi energi bersifat oksigen
independen
Glikogen otot diubah menjadi asam laktat
Glikogen otot=CO2 + H2O otot mengambil glukosa dan asam lemak dari darah
Sumber: Bridger (2003)
Sedangkan untuk jenis bentuk postur tubuh terdiri dari
(Pheasant, 1991) :
a) Postur netral
Merupakan postur ketika seseorang sedang melakukan
proses pekerjaannya sesuai dengan struktur anatomi tubuh
seseorang dan tidak terjadi penekanan atau pergeseran tubuh
pada bagian penting tubuh, serta tidak menimbulkan
keluhan.
b) Postur janggal
Merupakan postur yang disebabkan oleh keterbatasan
tubuh seseorang untuk membawa beban dalam jangka waktu
yang lama dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai
akibat yang merugikan tubuh seperti kelelahan otot, rasa
nyeri, serta menjadi tidak tenang.
2) Beban
Istilah beban tidak sama dengan berat, beban menunjuk
kepada tenaga. Dalam penilaian risiko, berat hanyalah salah satu
diperbolehkan untuk diangkat oleh orang dewasa yaitu 23-25 kg
untuk pengangkatan single (tidak berulang). Bentuk dan ukuran
objek ikut mempengaruhi hal tersebut, semakin kecil objek
semakin baik agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh
(Nursatya, 2008).
Ukuran objek yang dapat membebani otot pundak/bahu
dengan leher lebih dari 300-400 mm, panjang lebih dari 350 mm
dan ketinggian lebih dari 450 mm (Idem). Beban dapat diartikan
sebagai muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan
beban dinyatakan dalam newton atau pounds, atau dinyatakan
sebagai sebuah proporsi dari kapasitas kekuatan individu
(NIOSH, 1997).
Pembebanan fisik pada pekerjaan dapat mepengaruhi
terjadinya kesakitan pada muskuloskeletal tubuh. Pembebanan
fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi
30-40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam 8
jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang
berlaku. Semakin berat beban maka semakin singkat waktu
pekerjaan (Suma’mur 1989).
Pada sebuah penelitian cross sectional, didapatkan hsil
bahwa pekerjaan dengan beban dan tingkat pengulangan yang
pekerjaan dengan tingkat beban dan peanggulangan yang tinggi,
memiliki angka kesakitan muskuloskeletal 30 kali lebih besar
(Kumar, 1999).
3) Durasi
Menurut NIOSH (1997), durasi merupakan jumlah waktu
dimana pekerja terpajan oleh faktor resiko. Beberapa penelitian
menemukan dugaan adanya hubungan antara meningkatnya level
atau durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs pada bagian leher.
Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor resiko. Durasi
dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja/hari pekerja
terpajan resiko. Secara umum, semakin besar pajanan durasi
pada faktor resiko, semakin besar pula tingkat resikonya.
Durasi dibagi sebagai berikut:
Durasi singkat : < 1 jam/hari
Durasi sedang : 1-2 jam/hari
Durasi lama : > 2 jam/hari
Risiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan
yang sering dan berulang-ulang adalah keletihan dan kelelahan
otot. Sepanjang otot mengalami kontraksi, otot tersebut harus
menerima pasokan tetap oksigen dan bahan gizi dari aliran
cepat untuk membiarkan oksigen yang memadai mencapai
jaringan atau membiarkan uptake kalsium, terjadilah kelelahan
otot (Bird, 2005).
Selain itu, menurut Humantech (1995), pekerjaan yang
menggunakan otot yang sama untuk durasi yang lama dapat
meningkatkan potensi timbulnya fatigue dan menyebabkan
MSDs, bila waktu istirahat/pemulihan tidak mencukupi. Durasi
terjadinya postur janggal yang beresiko bila postur tersebut
dipertahankan lebih dari 10 detik atau postur kaki bertahan
selama lebih dari 2 jam sehari.
Pada posisi kerja statis yang membutuhkan 50% dari
kekuatan maksimum tidak dapat bertahan lebih dari 1 menit, jika
kekuatan digunakan kurang dari 20% kekuatan maksimum maka
kontraksi akan berlangsung terus untuk beberapa waktu.
Sedangkan untuk durasi aktivitas dinamis selama 4 menit atau
kurang seseorang dapat bekerja dengan intensitas sama dengan
kapasitas aerobik sebelum beristirahat (Grandjean, 1993).
Lamanya waktu kerja (durasi) berkaitan dengan keadaan
fisik tubuh pekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan
mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, sistem pernafasan dan
lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama
menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh (Suma’mur, 1989).
Semakin lama durasi melakukan pekerjaan yang beresiko maka
waktu yang diperlukan untuk recovery (pemulihan) juga akan
semakin lama (NIOSH, 1997).
4) Frekuensi
Banyaknya frekuensi aktifitas (mengangkat atau
memindahkan) dalam satuan waktu (menit) yang dilakukan oleh
pekerja dalam satu hari. Frekuensi gerakan postur janggal ≥ 2
kali/menit merupakan faktor resiko terhadap pinggang. Pekerjaan
yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa lelah
bahkan nyeri/sakit pada otot karena adanya akumulasi produk
sisa berupa asam laktat pada jaringan. Akibat lain dari pekerjaan
yang dilakukan berulang-ulang akan menyebabkan tekanan pada
otot dengan akibat terjadinya penekanan di otot yang akan
mengganggu fungsi syaraf. Terganggunya fungsi syaraf,
destruksi serabut saraf atau kerusakan yang menyebabkan
berkurangnya respon saraf dapat menyebabkan kelemahan pada
otot (Humantech, 1995).
Frekuensi terjadinya postur janggal terkait dengan
terjadinya repetitive motion dalam melakukan pekerjaan.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat kerja
semakin banyak pengulangan gerakan dalam suatu aktivitas
kerja, maka akan mengakibatkan keluhan otot semakin besar.
Pekerjaan yang dilakukan secara repetitif dalam jangka waktu
lama akan meningkatkan risiko MSDs apalagi bila ditambah
dengan gaya/beban dan postur janggal (OHSC, 2007).
Sedangkan menurut Bridger (1995) postur yang salah dengan
frekuensi pekerjaan yang sering dapat mengakibatkan tubuh
kurang suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi,
tekanan pada otot dan trauma mekanis.
5) Alat perangkai/genggaman
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak
sebagai contoh pada saat tangan harus memegang alat, maka
jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan
langsung dari pegangan alat. Apabila hal ini sering terjadi, dapat
menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka, 2004).
b. Faktor Pekerja
1) Usia
Menurut Supardi (2004) dalam Wibowo (2010), usia
adalah lama hidup responden atau seseorang yang dihitung
berdasarkan ulangtahun terakhir. Sejalan dengan meningkatnya
usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai
usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan,
penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan
cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot
menjadi berkurang. Jadi, semakin tua seseorang, semakin tinggi
risiko orang tersebut mengalami penurunan elastis pada tulang,
yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs (Kurniasih, 2009).
Pekerja dengan usia dibawah 18 tahun memiliki risiko
lebih tinggi daripada pekerja dengan usia dewasa. Hal ini
disebabkan karena pekerja dengan usia dibawah 18 tahun masih
mengalami perkembangan fisik. Pekerja dengan usia dibawah 18
tahun tidak diperkenankan untuk melakukan aktifitas manual
handling dengan berat lebih dari 16 kg tanpa bantuan mekanik
dan pelatihan tertentu (OHSC, 2007).
Chaffin (1979) dalam Grandjean (1993) menyatakan
bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan
pada usia kerja yaitu 25-26 tahun. Grandjean (1993),
menyebutkan bahwa umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun
sebanyak 60%. Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang
yang berumur > 60 tahun tinggal mencapai 50% dari umur orang
yang berumur 25 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendra &
mempunyai risiko 2,556 kali lebih besar untuk mengalami MSDs
dibandingkan pekerja dengan umur dibawah 35 tahun. Hal ini
diperkuat juga dengan hasil penelitian Amalia (2010) pada
pekerja kuli panggul didapatkan hasil bahwa kelompok usia
31-49 tahun memiliki tingkat keluhan paling tinggi yaitu sebesar
68.1%. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang
terdapat dalam Oborne (1995) bahwa keluhan otot skeletal
biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun dan
keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun serta tingkat
keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan
otot rangka. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan
otot wanita lebih rendah daripada pria. Berdasarkan beberapa
penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus MSDs lebih
tinggi pada wanita dibandingkan pria (NIOSH, 1997).
Studi dynamometri menyatakan bahwa wanita mengalami
peningkatan ketegangan otot yang tiba-tiba beberapa hari
sebelum haid dimulai dan berlanjut dengan tingkat ketegangan
otot yang rendah selama haid. Selain itu, kebiasaan-kebiasaan
khas wanita dapat meningkatkan risiko terjadinya LBP serta
belanjaan secara tidak seimbang. Artinya beban bagian kanan
atau kiri lebih berat dari bagian satunya (Syafitri, 2010).
Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan
otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria,
sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan
wanita. Hasil penelitian Betti’e et al (1989) menunjukkan bahwa
rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari
kekuatan pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al (1993),
Bernard et al (1994). Hales et al (1994), dan Johanson (1994)
yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria
dan wanita adalah 1:3 (Tarwaka, 2004).
3) Waktu Kerja
Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik
pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan
perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu
yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk
menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu yang
diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi
tertentu.
Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan MSDs pada
bahwa supir yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam
merasakan pegal-pegal pada punggung dan leher.
4) Kebiasaan Merokok
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya
dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Mereka yang telah
berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama
dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan
menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya
untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut
dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan
tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam
darah rendah (Kurniasih, 2009).
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Muliana (2003),
kebiasaan merokok dapat menyebabkan LBP karena merokok
dapat menimbulkan batuk dan zat nikotin yang ada dalam rokok
tersebut. Satu hipotesa menyebutkan bahwa LBP diakibatkan
karena batuk terus-menerus akibat merokok.
Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah
pinggang daripada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan
dosis dan lebih kuat daripada yang diharapkan dari efek batuk.
Risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok per
semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula
tingkat keluhan yang dirasakan.
Pada sebuah survei di Britania oleh Palmer et al (1996)
ditemukan 13.000 orang yang merokok sering mengeluhkan rasa
tidak nyaman pada muskuloskeletal dan rasa lumpuh terhadap
cidera muskuloskeletal dibandingkan mereka yang tidak pernah
merokok. Hal ini disebabkan rokok dapat merusak jaringan otot
dan mengurangi respon syaraf terhadap rasa sakit. Berdasarkan
hasil survei oleh Annuals of Rheumatic Diseases diperoleh
hubungan antara perokok dengan munculnya keluhan MSDs dan
dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar
untuk merasakan MSDs (Tarwaka, 2004).
Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang
memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang
masih terus terjadi. Namun saat melewati umur 35 tahun efek
rokok pada tulang akan mulai terasa karena proses pembentukan
tulang pada umur tersebut sudah berhenti (Boisvert, 2009).
Perokok juga beresiko mengalami hipertensi, penyakit jantung,
dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Bila darah
sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi.
Hal ini dapat terjadi karena nikotin pada rokok dapat
merokok dapat pula menyebabkan nyeri akibat terjadinya
keretakan atau kerusakan pada tulang (Bernard et al, 1997).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syafitri
(2010), didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna antara
kebiasaan merokok dengan terjadinya keluhan LBP. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tarwaka (2004)
bahwa semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok,
semakin tinggi pula keluhan yang dirasakan.
5) Kebiasaan Olahraga
Olahraga dapat dikatakan sebagai terminologi umum dari
semua kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan jasmani.
Bahkan dalam UU No.3 Tahun 2005 mempunyai arti yang lebih
luas. Didefinisikan bahwa olahraga adalah segala kegiatan yang
sistematis untuk mendorong, membina serta mengembangkan
potensi jasmani, rohani, dan sosial. (Bustan, 2007)
Departemen Kesehatan melalui Survei Kesehatan Nasional
(Surkesnas) 2001 menemukan masih tingginya prevalensi
masyarakat yang kurang atau tidak melakukan olahraga secara
rutin dalam kehidupan sehari-harinya. Kurang atau tidak
melakukan olahraga merupakan salah satu faktor resiko utama
penyakit tidak menular diantaranya yang berhubungan dengan
dari olahraga adalah memperkuat otot-otot, tulang, dan jaringan
ligamen serta meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada
semua jaringan tubuh (Bustan, 2007).
Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesegaran tubuh atau kebiasaan olahraga yang dilakukan.
Laporan NIOSH menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran
tubuh rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7.1%,
tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3.2%, dan tingkat
kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8% (Tarwaka, 2004).
Salah satu bentuk olahraga untuk kesehatan atau
pencegahan penyakit dapat dilakukan dalam bentuk olahraga
aerobik yang sedang (moderate physical activity) selama 30
menit dari waktu 1440 menit dalam sehari. Seseorang
dikategorikan kurang melakukan olahraga jika melakukan senam
pagi/olahraga < 5 x/minggu. Sebaliknya, dikategorikan cukup
jika melakukan senam pagi/olahraga ≥ 5 x/minggu. Bagaimana
bentuk olahraga yang sehat itu menjadi pilihan tersendiri, yang
penting fun sehingga peserta tetap dapat berminat dan tertarik
secara terus-menerus melakukan olahraga itu. Bentuk-bentuk itu
bisa berupa jalan cepat, lari di taman, dancing, berenang,
Dari hasil penelitan yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010)
didapatkan bahwa paling banyak pekerja yang mengalami
keluhan MSDS adalah pekerja yang kurang melakukan olahraga
dan memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 41 orang
(54,7%). Sedangkan persentase pekerja yang paling sedikit
adalah yang kurang melakukan olahraga dan tidak memiliki
keluhan MSDs yaitu satu orang (1,3%).
6) Masa Kerja
Penyakit MSDs ini merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan
bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin
lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin
besar pula risiko untuk mengalami MSDs (Nursatya, 2008).
Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada
umumnya 6-8 jam dan sisanya untuk istirahat. Memperpanjang
waktu kerja dari itu biasanya disertai penurunan efisiensi,
timbulnya kelelahan dan penyakit akibat kerja. Secara fisiologis
istirahat sangat perlu untuk mempertahankan kapasitas kerja.
Insiden tertinggi untuk terjadinya keluhan sakit pada pinggang
pekerja ada kaitannya dengan penambahan waktu kerja dan
lamanya masa kerja seseorang (Hasyim, 1999 dalam Syafitri,
Gangguan pada sistem muskuloskeletal ini hampir tidak
pernah terjadi secara langsung, tetapi lebih merupakan suatu
akumulasi dari benturan-benturan kecil maupun besar yang
terjadi secara terus-menerus dan dalam waktu yang relatif lama.
Hal ini bisa terjadi dalam hitungan hari, bulan, atau tahun,
tergantung dari berat ringannya trauma, sehingga akan terbentuk
cidera yang cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit
atau kesemutan, nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang
terhambat atau kelemahan pada jaringan anggota tubuh yang
terkena trauma. Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau
berulang-ulangnya proses penyebabnya (Nursatya, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2010)
memperlihatkan bahwa keluhan MSDs terbanyak pada
responden dengan masa kerja diatas lima tahun. Hal ini
disebabkan karena pada masa kerja tersebut telah terjadi
akumulasi cidera-cidera ringan yang selama ini dianggap sepele.
Selain itu, menurut Zulfiqor (2010), keluhan MSDs berbanding
lurus dengan bertambahnya masa kerja. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Rahardjo (2009),
pekerja yang mempunyai masa kerja lebih dari 4 tahun
mempunyai risiko 2,775 kali dibandingkan pekerja dengan masa
menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat
dengan keluhan otot.
7) Indeks Masa Tubuh (IMT)
Berat badan, tinggi badan, status gizi (IMT) dan obesitas
diidentifikasikan sebagai faktor resiko untuk beberapa kasus
MSDs. Secara rata-rata, populasi dengan LBP mempunyai tinggi
badan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak LBP.
Sedangkan asosiasi antara obesitas dan MSDs berkaitan dengan
degenerasi radiologi pada sendi (Muliana, 2003).
Meskipun pengaruhnya relatif kecil, tinggi badan dan berat
badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
keluhan otot skeletal. Schierhout (1995) menemukan bahwa
seseorang yang mempunyai ukuran tubuh yang pendek
berasosiasi dengan keluhan pada leher dan bahu (Karuniasih,
2009). Berdasarkan penelitian Heliovara (1987) yang dikutip
NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang
berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada
jenis kelamin wanita dan pria, tapi berdasarkan IMT hanya
berpengaruh pada jenis kelamin pria.
Vessy et al (1990) menyatakan bahwa wanita yang gemuk
mempunyai resiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus
oleh Werner et al (1994) yang menyatakan bahwa bagi pasien
gemuk mempunyai resiko 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien yang kurus, khususnya untuk otot kaki. Keluhan
otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan
oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima
beban, baik beban berat tubuh maupun berat tambahan lainnya
(Tarwaka, 2004).
Menurut Depkes (1994), kategori ambang batas IMT untuk
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Kurus jika IMT ≤ 18,5.
2. Normal jika IMT > 18,5-25,0.
3. Gemuk jika IMT > 25,0.
8) Riwayat Penyakit MSDs
Seseorang dengan riwayat penyakit Low Back Pain (LBP)
mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan
(Nursatya, 2008).
Penyakit pada tulang belakang yang menyebabkan LBP
adalah (Nolan dan Saladin, 2004) :
a) Spinal stenosis adalah sakit pada saluran tulang belakang
atau invertebral foramina yang disebabkan oleh hypertrophy