• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP

PENGETAHUAN SISWA SMAN 4 TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

NAZARWIN SAPUTRA 106104003504

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi, Maret 2011

Nazarwin Saputra, NIM : 106104003504

Perbedaan Pengaruh Pendidikan Kesehatan HIV AIDS dengan Metode Curah Pendapat dan Ceramah Menggunakan Media Audio Visual Terhadap Pengetahuan Siswa SMAN 4 Tangerang Selatan.

xi + 90 halaman + 7 tabel + 4 gambar + 12 lampiran

ABSTRAK

Remaja merupakan kelompok yang cukup berpotensi menunjang bagi perkembangan epidemik HIV AIDS. Di Indonesia pada tahun 2010 terdapat peningkatan jumlah kasus HIV AIDS dan kasus terbanyak terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun maka langkah preventif seyogyanya dititik beratkan pada usia di bawah 20 tahun atau masa remaja. Upaya pencegahan HIV AIDS disini adalah perubahan perilaku melalui pendidikan kesehatan, namun pada penelitian ini hanya di bahas sampai pengetahuan. Peningkatan pengetahuan bisa terjadi bila ditunjang dengan metode dan media yang baik maka peneliti lebih menekankan pada metode yaitu curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual

Penelitian ini bertujuan melihat perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa sebelum dan sesudah perlakuan. Studi ini menggunakan jenis penelitian quasy eksperimen. Dalam rancangan ini digunakan dua kelompok yaitu kelompok curah pendapat dan kelompok ceramah dengan media audio visual dengan jumlah sampel 32 responden yang di bagi menjadi dua maka setiap kelompok memiliki 16 responden. Tehnik sampel dalam penelitian ini adalah system random sampling. Perlakukan dilakukan dengan satu waktu begitu juga pretest dan posttest. Analisa data meliputi analisis unvariat dan bivariat dengan menggunakan uji T.

(3)
(4)

Nazarwin Saputra, NIM: 106104003504

Differences Influence of Health Education HIV / AIDS with Brainstorming Method and Teaching Using Audio Visual Media Studies Students Against SMAN 4 South Tangerang. xi + 90 pages + 7 tables + 12 + 4 image attachments

ABSTRACT

Teenagers are enough potential support group for the development of HIV-AIDS epidemic. In Indonesia in 2010 there were an increasing number of HIV-AIDS cases and most cases are in age group 20-29 years hence preventive measures should put emphasis on age under 20 years of age or adolescence. HIV-AIDS prevention efforts here is to change behavior through health education, but in this study only covered up to knowledge. Increased knowledge can occur when supported by both methods and media, the researchers put more emphasis on methods of brainstorming and lectures using audio-visual media

This study aims to look at differences in the influence of HIV-AIDS health education with lecture method of brainstorming and use audiovisual media to students' knowledge before and after treatment. This study used this type of research quasy experiments. In this design used two groups: group brainstorming and group lectures with audio-visual media with a sample of 32 respondents who are divided into two, each group had 16 respondents. Sampling technique in this research is the system of random sampling. Treat done with one time as well as pretest and posttest. The analysis includes data analysis and bivariate unvariat using the test T.

(5)

1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun (2009), pada akhir tahun 2008, terdapat 33,4 juta orang hidup dengan HIV (Human imunnodeficiency virus). Pada tahun yang sama, sekitar 2,7 juta orang terinfeksi HIV, 2 juta orang meninggal karena AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), termasuk anak-anak yang mencapai 280.000 jiwa. Kasus HIV di Asia Tenggara menduduki peringkat ketiga tertinggi di dunia, terhitung 10 % dari penduduk di Asia Tenggara mengidap HIV/AIDS atau Hampir 3.5 juta orang. Diperkirakan 130.000 anak hidup dengan HIV/AIDS. Penderita wanita sendiri 33 % dari pengidap HIV. Selama 2008, diperkirakan 200.000 orang terinfeksi virus HIV dan tercatat sebagai penderita baru dengan HIV dan 230.000 meninggal karena HIV/AIDS di Asia Tenggara. lima negara yang tercatat sebagai negara yang mempunyai kasus HIV/AIDS mayoritas diantaranya India, Thailand, Myanmar, Indonesia dan Nepal.

(6)

Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, NTB, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Dengan demikian, sampai tanggal 30 Juni 2010, secara kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sejak tahun 1978 berjumlah 21.770 dari 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1 (PP &PL, 2010). Di Tangerang selatan sendiri menurut laporan Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tentang penderita HIV AIDS sampai dengan Juli 2010 terdapat 54 Kasus orang yang menderita HIV AIDS, data tersebut belum termasuk data kasus penderita lainnya yang berjumlah 43 orang, data tersebut tidak di simasukkan karena tidak adanya data individu atau data metrik (Dinkes Tangsel, 2010).

Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (48,1%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,9%), dan kelompok umur 40-49 (9,1%). Sementara cara penularan terbanyak adalah melalui hubungan heteroseksual (49,3%), Injection Drug Use/IDU (40,4%), dan perinatal (2,7%) Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan meninggal sebesar 19,0%. Sampai saat ini HIV/AIDS belum ada vaksin maupun obatnya. Obat yang ada adalah (ARV=Anti Retroviral Virus) yang berfungsi hanya untuk menekan perkembangan virus (PP &PL, 2010).

(7)

menghindari atau mengurangi kebiasaan yang mendatangkan risiko terkena infeksi HIV. Program untuk anak sekolah harus dikembangkan sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan mental serta kebutuhan mereka, begitu juga bagi mereka yang tidak sekolah. Kebutuhan kelompok minoritas, orang-orang dengan bahasa yang berbeda dan bagi penderita tuna netra serta tuna rungu juga harus dipikirkan.

Sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai kesempatan yang luas untuk menjadi tempat penyebaran informasi dengan memanfaatkan fasilitas unit kesehatan sekolah sebagai salah satu program dari puskesmas sehingga dapat meningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku para remaja berkaitan dengan pencegahan dan penularan HIV/AIDS sebab dari data di atas angka tertinggi dari penderita HIV/AIDS pada umur 20-29. Maka langkah preventif yang harus dilakukan dititik beratkan usia dibawah 20 tahun atau usia sekolah pada masa remaja. Menurut Tamsuri (2006), masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Seiring perkembangan fisik, mental, dan psikososial individu, tugas perkembangan yang harus dilakukan remaja lebih kompleks.

(8)

untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2007). Selain itu curah pendapat, metode ini layaknya diskusi kelompok yang dipandu oleh seorang penyuluh dan berdiskusi seperti biasa namun pada permulaan pemimpin/penyuluh memancing dengan suatu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban-jawaban atau tanggapan (Notoatmodjo, 2007).

(9)

sebagai salah satu pilihan metode yang dapat digunakan dalam promosi/pendidikan kesehatan.

Selain dari pada metode yang baik juga hendaknya ditunjang oleh media yang cocok dalam proses pendidikan kesehatan agar materi yang disampaikan terserap dengan baik. Media promosi kesehatan adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran (Notoatmodjo, 2007). Dalam Penelitian Ernawati (2008), menggunakan alat bantu media panduan pencegahan osteoporosis (booklet) dalam tesisnya yang berjudul efektifitas edukasi menggunakan panduan pencegahan osteoporosis terhadap pengetahuan wanita yang beresiko osteoporosis di rumah sakit Fatmawati Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian tersebut sebesar 52,97% angka tersebut cukup bermakna untuk menunjukan adanya perubahan pengetahuan dalam penggunaan booklet tersebut.

Dalam penenelitian Salamah (1995) yang berjudul pengaruh penggunaan metode pengembangan keterampilan dan metode ceramah dalam penyuluhan AIDS terhadap pengetahuan dan sikap pencegahan AIDS siswa SLTA BPK Penabur menerangkan bahwa ternyata eksperimen ini berhasil meningkatkan pengetahuan siswa mengenai AIDS dan sikap terhadap pencegahan dan penderita HIV AIDS. Hasil untuk kelompok dengan metode pengembangan keterampilan peningkatan pengetahuan 22.0 %, kelompok dengan metode ceramah 9.0 %, kelompok control 3.0%.

(10)

peningkatan pengetahuan gizi dan faktor yang berhubungan pada balita di kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi tahun 2008 didapatkan hasil dimana terdapat peningkatan pengetahuan gizi melalui media kartu jodoh sebanyak 90,47 % ibu balita, sedangkan kelompok lembar balik hanya sebanyak 80,95 % ibu balita. Berdasarkan penelitian tersebut diatas, peneliti mempunyai ketertarikan untuk menggunakan media yang tidak hanya mengirim informasi lewat visual (booklet), tapi juga ingin mengetahui pengaruhnya menggunakan media audio visual yang diharapkan akan lebih meningkatkan pengetahuan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di beberapa sekolah di daerah tangerang selatan diantaranya SMAN 1 Tangerang selatan, SMAN 4 Tangerang selatan dan SMAN 6 Tangerang Selatan yang dilakukan mulai tanggal 8-20 November 8-2010 SMAN 4 Tangerang Selatan memiliki tingkat pengetahuan HIV AIDS paling rendah. Oleh sebab itu peneliti akan mengadakan penelitian di SMAN 4 Tangerang Selatan.

(11)

B. Rumusan Masalah

Masalah penelitian yang dapat diangkat berdasarkan latar belakang tersebut adalah belum diketahui perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan.

C. Pertanyaan penelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan.

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

(12)

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan kesehatan HIV/AIDS sebelum dilakukan intervensi pada kelompok ceramah dan curah pendapat.

b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan kesehatan HIV/AIDS sesudah dilakukan intervensi metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual.

c. Mengidentifikasi perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah dengan menggunakan media audio visual.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi pelayanan kesehatan

Manfaat penelitian bagi pelayanan kesehatan adalah sebagai masukan agar memperhatikan aspek promosi dan preventif kesehatan sehingga diharapkan dengan dengan pelayanan preventif yang baik dapat menekan angka kasus HIV/AIDS. Hasil penelitian juga dapat memberikan masukan pada perawat dalam memilih metode, pendekatan serta penggunakan media dalam memberikan pendidikan kesehatan khususnya pada siswa.

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

(13)

3. Bagi Instansi pendidikan keperawatan dan ilmu keperawatan

(14)

10

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2005).

2. Tingkatan pengetahuan

Menurut taksonomi Bloom (Notoatmodjo, 2005) pengetahuan mencakup 6 tingkatan dalam domain kognitif, yaitu :

a. Tahu (know)

(15)

b. Memahami (comprehension)

Pada tingkatan ini individu memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyembutkan tetapi individu dapat menginterpretasikan secara benar apa yang di ketahuinya.

c. Menerapkan (application)

Pada tingkatan ini individu yang telah memahami sesuatau yang diketahuinya individu dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip tersebut dalam situasi nyata. Misalnya: penderita Kusta yang telah mengetahui dan memahami bagaimana melakukan perawatan diri (self care), ia harus dapat menerapkan apa yang ia ketahui dalam melakukan perawatan dirinya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam komponen-komponen tetapi, masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

(16)

membentuk sesuatu yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

c. Keyakinan

(17)

d. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

f. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebisaaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

B. HIV/AIDS

1. Pengertian

(18)

immunodeficiency virus (Brunner dan Suddarth, 2001). HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukan bahwa virus tersebut member materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam deosiribonukleat (DNA) (Brunner & Suddarth, 2002).

AIDS adalah sindroma penyakit yang pertama kali dikenal pada tahun 1981. Sindroma ini menggambarkan tahap klinis akhir dari infeksi HIV. Beberapa minggu hingga beberapa bulan sesudah terinfeksi, sebagian orang akan mengalami penyakit “self-limited mononucleosis-like” akut yang akan

berlangsung selama 1 atau 2 minggu. Orang yang terinfeksi mungkin tidak menunjukkan tanda atau simptom selama beberapa bulan atau tahun sebelum manifestasi klinis lain muncul. Berat ringannya infeksi ”opportunistic” atau

munculnya kanker setelah terinfeksi HIV, secara umum terkait langsung dengan derajat kerusakan sistem kekebalan yang diakibatkannya. Definisi AIDS yang dikembangkan oleh CDC Atlanta tahun 1982 memasukkan lebih dari selusin infeksi “opportunistics” dan beberapa jenis kanker sebagai

indikator spesifik akibat dari menurunnya kekebalan tubuh (P2M, 2000).

(19)

munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri, dalam proses ini, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Ninuk & Nursalam, 2008)

2. Etiologi

Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 paling banyak ditemukan didaerah barat, Eropa, Asia dan Afrika Tengah, Selatan dan timur. HIV-2 terutama di Afrika Barat (Ratna, 2010). Virus Human Immunodefisiensi (HIV) adalah sejenis retrovirus. Ada 2 tipe : tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2). Virus-virus ini secara serologis dan geografis relatif berbeda tetapi mempunyai ciri epidemiologis yang sama. Patogenisitas dari HIV-2 lebih rendah dibanding HIV-1 (P2M, 2000).

3. Proses perjalanan penyakit.

(20)

Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut Sel-sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada system kekebalan (misalnya makrofag, limfosit B dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organism asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan system tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker (Ratna, 2010).

Didalam bukunya Ratna (2010), seorang yang terinfeksi HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun:

a. Seseorang yang sehat memiliki CD4+ sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50 %. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.

(21)

c. 1-2 tahun sebelum terjadi AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita rentan terhadap infeksi.

d. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan anti bodi) dan sering kali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.

e. Antibody ini terutama ditunjukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibody ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oprtunistik pada AIDS.

f. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan system kekebalan tubuh dalam mengenali organism dan sasaran baru yang harus diserang.

4. Penularan

(22)

HIV ditularkan melalui cara-cara berikut:

a. Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lender mulut, vagina atau rectum berhubungan langsung dengan cairan tubuh yang terkontaminasi.

b. Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang terjadi pada transfusi darah, pemakaian jarum bersama-sama atau tidak sengaja tergores oleh jarum yang terkontaminasi virus HIV.

c. Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau selama proses kelahiran atau melalui ASI.

(23)

HIV dapat ditularkan dari orang ke orang melalui kontak seksual, penggunaan jarum dan syringes yang terkontaminasi, transfusi darah atau komponen-komponennya yang terinfeksi; transplantasi dari organ dan jaringan yang terinfeksi HIV. Sementara virus kadang-kadang ditemukan di air liur, air mata, urin dan sekret bronkial, penularan sesudah kontak dengan sekret ini belum pernah dilaporan. Risiko dari penularan HIV melalui hubungan seks lebih rendah dibandingkan dengan Penyakit Menular Seksual lainnya. Namun adanya penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual terutama penyakit seksual dengan luka seperti chancroid, besar kemungkinan dapat menjadi pencetus penularan HIV. Determinan utama dari penularan melalui hubungan seksual adalah pola dan prevalensi dari orang orang dengan “sexual risk behavior” seperti melakukan

hubungan seks yang tidak terlindung dengan banyak pasangan seks. Tidak ada bukti epidemiologis atau laboratorium yang menyatakan bahwa gigitan serangga bisa menularkan infeksi HIV, risiko penularan melalui seks oral tidak mudah diteliti, tapi diasumsikan sangat rendah (P2M, 2000).

(24)

serokonversi mereka < 0,5 %, lebih rendah dari risiko terkena virus hepatitis B (25%) sesudah terpajan dengan cara yang sama (P2M, 2000).

5. Tanda dan Gejala

Beberapa penderita menampakkan gejala yang menyerupai mononucleosis infeksiosa dalam waktu beberapa minggu setelah terinfeksi. Gejalanya berupa demam, ruam-ruam, pembengkakan kelenjar getah bening dan rasa tidak enak badan yang berlangsung 3-14 hari. Sebagian besar gejala akan hilang, meskipun kelenjar getah bening menetap membesar. Selama beberapa tahun, gejala lainnya tidak muncul. Tetapi sejumlah besar virus akan segera ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya, sehingga penderita bisa menularkan penyakitnya. Dalam waktu beberapa bulan setelah terinfeksi, penderita bisa mengalami gejala–gejala yang ringan secara berulang yang belum benar-benar menunjukan suatu AIDS. Penderita bisa menunjukan gejala-gejala infeksi HIV dalam waktu beberapa tahun sebelum terjadinya infeksi atau tumor yang khas untuk AIDS. Gejalanya dapat berupa pembengkakan kelenjar getah bening, penurunan berat badan, demam yang hilang timbul, perasaan tidak enak badan, lelah, diare berulang, anemia dan thush (Ratna, 2010).

(25)

tidak menimbulkan penyakit). Juga bisa terjadi kanker, seperti sarcoma Kaposi dan limfoma non-Hodgkin (Ratna, 2010).

Gejala-gejala dari AIDS berasal dari infeksi HIV nya sendiri serta infeksi oportunistik dan kanker. Tetapi hanya sedikit penderita AIDS yang meninggal karena efek langsung dari infeksi HIV. Biasanya kematian terjadi karena efek kumulatif dari berbagai infeksi oportunistik atau tumor. Organisme dan penyakit yang dalam keadaan normal hanya menimbulkan pengaruh yang kecil terhadap orang yang sehat, pada penderita AIDS bisa dengan segera menyebabkan kematian, terutama jika jumlah limfosit CD4+ mencapai 50 sel mL/ darah (Ratna, 2010).

6. Diagnosa

(26)

maka langkah berikutnya adalah memperkuat diagnose dengan tes darah yang lebih akurat, yaitu tes apusa Western. Tes ini juga bisa menentukan adanya antibody terhadap HIV, tetapi lebih spesifik dari pada ELISA. Jika hasil tes Western positif, maka dapat dipastikan orang tersebut terinfeksi HIV (Ratna, 2010).

7. Prognosis

Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa orang yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10 tahun. Tanpa pengobatan, infeksi HIV mempunyai resiko 1-2 % untuk menjadi AIDS pada beberapa tahun pertama. Resiko ini meningkat 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50 %. Sebelum di temukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasus akan menjadi AIDS (Ratna, 2010).

Pengobatan AIDS telah berhasil menurun angka infeksi oportunistik dan meningkat angka harapan hidup penderita. Kombinasi beberapa jenis obat berhasil menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak dapat terdeteksi. Tapi belum ada penderita yang terbukti sembuh (Ratna, 2010).

(27)

membantu penilaian prognosis penderita. Kadar virus ini akan bervariasi mulai kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari sejuta virus RNA/mL plasma. Pada awal penemuan virus HIV, penderita segera mengalami penunrunan kwalitas hidupnya setelah dirawat di rumah sakit. Hampir semua penderita akan meninggal setelah dua tahun menderita AIDS. Dengan perkembangan obat-obat anti virus terbaru dan metode-metode pengobatan dan pencegahan infeksi oportunistik yang terus diperbaharui, penderita bisa mempertahankan fisik dan mentalnya sampai bertahun-tahun setelah kerkena AIDS. Sehingga pada saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS sudah bisa ditangani walaupun belum bisa disembuhkan (Ratna, 2010).

8. Cara – cara Pencegahan

Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan terutama pada pendidikan masyarakat mengenai cara penularan HIV, dengan tujuan merubah kebiasaan orang yang beresiko tinggi untuk tertular (Ratna, 2010).

Cara –cara pencegahan ini antara lain:

a. Untuk orang sehat

a) Abstinens (tidak melakukan hubungan seksual) b) Seks aman

b. Untuk penderita HIV positif a) Abstinens

(28)

c) Tidak mendonorkan darah atau organ d) Mencegah kehamilan

e) Memberitahu mitra seksualnya sebelum dan sesudah diketahui terinfeksi

c. Untuk penyalahguna obat-obatan

a) Menghentikan penggunaan suntikan bekas atau bersama-sama b) Mengikuti program rehabilitasi

d. Untuk professional kesehatan

a) Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan tubuh

b) Menggunakan jarum sekali pakai

Bermacam-macam vaksin sudah dicoba untuk mencegah dan memperlambat progresivitas penyakit, akan tetapi sejauh in belum ada yang berhasil. Rumah sakit biasanya tidak mengisolasi penderita HIV kecuali penderita mengidap penyakit menular seperti tuberkulosa. Permukaan-permukaan yang terkontaminasi HIV dengan mudah bisa dibersihkan dan di cuci hamakan karena virus ini rusak oleh panas dan cairan desinfektan yang bisa digunakan seperti hydrogen peroksida dan alkohol (Ratna, 2010).

(29)

a. Pemberian penyuluhan kesehatan di sekolah dan di masyarakat harus menekankan bahwa mempunyai pasangan seks yang berganti-ganti serta penggunaan obat suntik bergantian dapat meningkatkan risiko terkena infeksi HIV. Pelajar juga harus dibekali pengetahuan bagaimana untuk menghindari atau mengurangi kebiasaan yang mendatangkan risiko terkena infeksi HIV. Program untuk anak sekolah harus dikembangkan sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan mental serta kebutuhan mereka, begitu juga bagi mereka yang tidak sekolah. Kebutuhan kelompok minoritas, orang-orang dengan bahasa yang berbeda dan bagi penderita tuna netra serta tuna rungu juga harus dipikirkan.

b. Satu-satunya jalan agar tidak terinfeksi adalah dengan tidak melakukan hubungan seks atau hanya berhubungan seks dengan satu orang yang diketahui tidak mengidap infeksi. Pada situasi lain, kondom lateks harus digunakan dengan benar setiap kali seseorang melakukan hubungan seks secara vaginal, anal atau oral. Kondom lateks dengan pelumas berbahan dasar air dapat menurunkan risiko penularan melalui hubungan seks. c. Memperbanyak fasilitas pengobatan bagi pecandu obat terlarang akan

mengurangi penularan HIV. Begitu pula Program “Harm reduction”yang

menganjurkan para pengguna jarum suntik untuk menggunakan metode dekontaminasi dan menghentikan penggunaan jarum bersama telah terbukti efektif.

(30)

tempat-tempat untuk melakukan pemeriksaan darah. Faslitas tersebut saat ini telah tersedia di seluruh negara bagian di AS. Konseling, tes HIV secara sukarela dan rujukan medis dianjurkan dilakukan secara rutin pada klinik keluarga berencana dan klinik bersalin, klinik bagi kaum homo dan terhadap komunitas dimana seroprevalens HIV tinggi. Orang yang aktivitas seksualnya tinggi disarankan untuk mencari pengobatan yang tepat bila menderita Penyakit Menular Seksual (PMS).

f. Setiap wanita hamil sebaiknya sejak awal kehamilan disarankan untuk dilakukan tes HIV sebagai kegiatan rutin dari standar perawatan kehamilan. Ibu dengan HIV positif harus dievaluasi untuk memperkirakan kebutuhan mereka terhadap terapi zidovudine (ZDV) untuk mencegah penularan HIV melalui uterus dan perinatal.

(31)

negatif setelah masa itu dapat di asumsikan tidak terinfeksi pada waktu menjadi donor.

h. Jika hendak melakukan transfusi Dokter harus melihat kondisi pasien dengan teliti apakah ada indikasi medis untuk transfusi. Transfusi otologus sangat dianjurkan.

i. Hanya produk faktor pembekuan darah yang sudah di seleksi dan yang telah diperlakukan dengan semestinya untuk menonaktifkan HIV yang bisa digunakan.

j. Sikap hati-hati harus dilakukan pada waktu penanganan, pemakaian dan pembuangan jarum suntik atau semua jenis alat-alat yang berujung tajam lainnya agar tidak tertusuk. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan lateks, pelindung mata dan alat pelindung lainnya untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan yang mengandung darah. Setiap tetes darah pasien yang mengenai tubuh petugas kesehatan harus dicuci dengan air dan sabun sesegera mungkin. Kehati-hatian ini harus di lakukan pada semua pasien dan semua prosedur laboratorium (tindakan kewaspadaan universal).

(32)

vaksin MMR (measles-mumps-rubella) dapat diberikan kepada anak dengan infeksi HIV.

9. Program Penanggulangan HIV/AIDS

Program penanggulangan HIV/AIDS didalam bukunya, Notoatmodjo (2007) berada di sub direktorat pemberantasan penyakit kelamin dan Frambosia, Direktorat PPML, Direktorat Jendral P2MPLP (Pemberantasan Penyakit Menular dan Pembinaan Lingkungan Pemukiman), Departemen Kesehatan RI. Adapun tujuan program penanggulangan HIV/AIDS adalah:

a. Tujuan Jangka Panjang

Mencegah terjadinya penularan dan pemberantasan PMS (penyakit menular seksual) termasuk infeksi HIV/AIDS serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi dari PMS termasuk infeksi HIV/AIDS sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.

b. Tujuan jangka pendek

a) Mencegah peningkatan prevalensi infeksi HIV pada kelompok perilaku beresiko tinggi tidak melebihi 1 %.

b) Menurunkan prevalensi sifilis dikalangan kelompok prilaku resiko tinggi menjadi kurang dari 1%.

(33)

Sedangkan kegiatan pokok penanggulangan HIV/AIDS meliputi 2 kegiatan, yakni:

a. Kegiatan pokok

a) Penyuluhan tentang HIV/AIDS.

b)Tindakan pencegahan pada kelompok risiko tinggi. c) Penemuan penderita secara dini.

d)Penatalaksanaan penderita secara tepat. e) Pelacakan kontak/koseling.

b. Kegiatan pendukung

a) Pengembangan intitusional dan manajemen/ pemantapan koordinasi. b) Surveilens epidimiologi termasuk system pencatatan dan pelaporan. c) Pelatihan.

d) Penelitian dan kajian. e) Monitoring dan evaluasi.

C. Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian Pendidikan Kesehatan

(34)

Pendidikan kesehatan merupakan salah satu intervensi keperawatan dan sesuai dengan teori keperawatan pender. Pender (2003) menjelaskan bahwa manusia mempunyai kapasisitas untuk melakukan penilaian terhadap kemampuannya. Manusia tersebut akan melakukan perubahan prilaku untuk mengharapkan manfaat bagi dirinya. Pengaruh positif akibat pemanfaatan diri yang baik dapat menambah hasil positif. Pender juga menjelaskan bahwa praktek keperawatan di masa mendatang akan senantiasa menggunakan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan praktek mandiri yang berupa konseling.

Promosi kesehatan dalam ilmu kesehatan masyarakat mempunyai dua arti yaitu sebagai bagian dari tingkat pencegahan penyakit dan upaya memasarkan, menyebarluaskan, mengenal atau “menjual” kesehatan

(Notoatmodjo, 2005). Dengan perkataan lain promosi kesehatan adalah “memasarkan” atau “menjual” atau “memperkenalkan” pesan-pesan kesehatan atau “upaya-upaya” kesehatan sehingga masyarakat “menerima” atau “membeli” (dalam arti menerima prilaku kesehatan) atau “mengenal”

pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyrakat berlaku sehat (Notoatmodjo, 2005).

2. Tujuan Edukasi / Pendidikan kesehatan

(35)

kesehatan. Perubahan perilaku di pengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor prediposisi (predisposing factor), faktor pendukung (enabling factor) dan faktor pendorong (reinforcing factor). Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi prilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor tersebut.

Hasil pendidikan kesehatan juga dapat dilihat dari 3 dominan yang meliputi perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan.

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertenju (Notoatmojo, 2005) pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis menumbuhkan rasa percaya diri maupun dorongan dan prilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Notoatmojo, 2005). Untuk mencapai tujuan tersebut, pemberian informasi lebih bersifat fleksibel untuk keberhasilan tujuan pemberian informasi kesehatan. Dari pengalam dan penelitian terbukti bahwa prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2005). b. Sikap

(36)

maupun perasaan tidak mendukung atau memihak pada suatu obyek. Bukanlah suatu tindakan atau aktivitas namun merupakan suatu prediposisi tindakan prilaku (Azwar, 1998). Sikap merupakan hal yang tertutup bukanlah yang terbuka. Merupakan kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau obyek sehingga melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan (Notoatmojo, 2005).

c. Psikomotor / tindakan

Terbentuknya prilaku baru (terutama orang dewasa) dimulai dari perubahan pengetahuan yang berlanjut terjadinya perubahan dan akhirnya terbentuk prilaku baru. Perubahan prilaku dan dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi yang merupakan pengalaman melalui panca indra (Notoatmodjo, 2005).

(37)

syarat kesehatan, memiliki kemampuan dan kecakapan untuk berperilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, memiliki pertumbuhan termasuk bertambahnya tinggi badan dan berat badan secara harmonis, mengerti dan dapat menerapkan prinsip-prinsip pengutamaan pencegahan penyakit dalamkaitannya dengan kesehatan dan keselamatan dalam sehari-hari. Memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar (narkoba, arus informasi dan gaya hidup yang tidak sehat, memiliki tingkat kesegaran jasmani yang memadai dan derajat kesehatan yang optimal serta mempunyai daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit.

3. Peran perawat.

Adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan dari masyarakat, maka perawat harus memenuhi kebutuhan tersebut. Perawat menjalankan peran dan fungsinya sebagai. Koordinator, pemberi pelayanan, perencanaan keperawatan, edukator, advokat dan agen pembaharu (Workman & mishler, 1999 dalam Ernawati, 2008).

a. Koordinator.

Sebagai koordinator pelayanan keperawatan, perawat melakukan koordinasi melalui kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

b. Pemberi pelayanan

(38)

mengembangkan diagnisa keperawatan, membuat perencanaan, melakukan intervensi dan melakukan evaluasi . Perawat juga melakukan intervensi psikososial, misalnya melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan pasien.

c. Edukator

Pendidikan kesehatan merupakan komponen utama pada keperawatan melalui kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. Perawat mencoba untuk meningkatkan kesehatan dengan cara memberikan informasi mengenai penyakit dan tindakan spesifik yang diberikan kepada pasien.

d. Advokat.

Perawat membantu pasien da keluarga menerjemahkan informasi dari tim kesehatan lain. Perawat memberikan informasi tambahan yang pasien butuhkan untuk membuat keputusan. Bantuan yang diberikan termasuk penjelasan mengenai dampak dari keputusan yang dipilih pasien.

e. Agen perubahan

(39)

Berkaitan dengan fungsi dan peran tersebut, pada tindakan pendidikan kesehatan, perawat menjalankan fungsinya sebagai edukator. Perawat mempunyai tanggungjawab yang besar dalam memberikan pendidikan kesehatan untuk pencehagan HIV AIDS sebagai langkah preventif.

D. Metode pendidikan kesehatan. 1. Ceramah

Cermah merupakan salah satu metode pendidikan kesehatan yang biasa di gunakan pada kelompok besar dengan peserta lebih dari 15 orang dimana sasaran metode ini baik untuk yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Dalam pelaksanaannya metode ini baik digunakan apabila penceramah/penyuluh dapat menguasai materi dengan sistematika yang baik, mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound system dan dapat menguasai sasaran (Notoatmodjo, 2007). Metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam usaha menularkan pengetahuan secara lisan atau ceramah. Cara ini terkadang membosankan maka dalam pelaksanaannya memerlukan keterampilan tertentu. Cara mengajar cermah dapat dikatakan juga sebagai tehnik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok permasalahan secara lisan (Roestyah, 2001)

(40)

Kekurang tersebut diantaranya pendidik/penyuluh tidak mampu mengontrol sejauh mana peserta telah mampu memahami uraiannya. Apakah ketenangan/kediaman peserta merupakan isyarat bahwa peserta memahami uraian pendidik atau tidak.

Selain kekurang tersebut metode ceramah mempunyai kelebihan diantaranya pendidik mampu menguasai atau mengawas peserta dalam mendengarkan pelajaran, selain itu perhatian pendidik tidak terbagi-bagi dan dapat memusatkan pada peserta didik. Maka dengan kelebihan tersebut jika terdapat peserta yang mempunyai kesibukan lain selain pembelajaran pendidik dapat langsung mengetahuinya dan bisa memberikan peringatan kepada perserta didik (Roestyar, 2001).

2. Metode curah pendapat

Ada beberapa bentuk metode yang dapat membuat agar peserta lebih aktiv dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan selain metode curah pendapat diantaranya diskusi kelompok, bola salju, bruzz group, memainkan peran serta simulasi. Semua metode diatas diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik melebihi metode yang hanya terdapat komunikasi satu arah (Notoatmodjo, 2007).

(41)

peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar oleh siapapun. Setelah semua peserta mengeluarkan pendapatnya, tiap peserta dapat mengomentari dan akhirnya terjadi diskusi (Notoatmodjo, 2007).

Curah pendapat adalah suatu tehnik atau cara mengajar yang dilaksanakan oleh pendidik dengan melontarkan suatu masalah ke peserta kemudian peserta menjawab atau memberikan pendapat atau komentar sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru. Curah pendapat dapat diartikan pula sebagai cara mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang sangat singkat. Tujuan dari metode ini ialah untuk menguras habis, apa yang dipikirkan peserta dalam menanggapi masalah yang dilontarkan pendidik/penyuluh (Roestyar, 2001).

(42)

Tabel 2.1 Keunggulan dan kelemahan metode curah pendapat menurut Roestyar (2001)

Keunggulan Kelemahan

a. Peserta aktif berfikir untuk menyatakan pendapat.

b. Melatih peserta berfikir dengan cepat dan tersusun logis.

c. Merangsang siswa untuk selalu siap berpendapat yang berhubungan dengan masalah.

d. Meningkatkan partisipasi peserta. e. Peserta yang kurang aktif mendapat

bantuan dari temannya atau dari guru agar lebih bisa berpartisipasi. f. Terjadi persaingan yang sehat. g. Peserta merasa bebas dan gembira. h. Suasana demokrasi dan disiplin

dapat ditumbuhkan.

a. Pendidik kurang memberikan waktu untuk peserta untuk berfikir dengan baik.

b. Peserta yang kurang selalu ketinggalan.

c. Terkadang pembicaraan hanya dimonopoli oleh peserta yang pandai saja.

d. Pendidik hanya menampung dan tidak menyimpulkan.

e. Peserta tidak segera tahu pendapat tersebut benar atau salah.

f. Tidak menjamin hasil pemecahan masalah.

(43)

E. Alat Bantu / Media Pendidikan Kesehatan

Pengertian media dalam pembelajaran adalah alat-alat grafis, fhotografis atau elektronik untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Arsyad, 2002). Media adalah suatu alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Media pembelajaran harus memenuhi beberapa syarat, 1) media pembelajaran harus meningkatkan motivasi subyek belajar, 2) merangsang pembelajaran mengingat apa yang sudah dipelajari, 3) mengaktifkan subyek belajar dalam memberikan tanggapan/ umpan balik, 4) mendorong pembelajar untuk melakukan praktek-praktek yang benar (Boore, 1997 dalam era, 2003). Menurut Notoatmodjo (1993) alat bantu yang dapat digunakan antara lain alat bantu lihaT (visual), alat bantu dengar (audio) dan alat bantu dengan dan lihat atau audio visual aids (AVA), sedangkan media tulis dapat berupa poster, leaflet, booklet, lembar balik, flipchart (Herawati dkk, 2000).

Pada dasarnya penyuluhan merupakan suatu proses pendidikan/ belajar-mengajar, dimana ada sasaran penyuluhan sebagai siswa dan penyuluh (pemberi informasi) sebagai guru/ pendidik. Dengan demikian, teori tentang media penyuluhan sejalan dengan teori media pengajaran/ pembelajaran.

(44)

Berdasarkan Usman (2002), Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar anak mulai dari hal-hal yang paling konkrit sampai kepada hal-hal yang dianggap paling abstrak. Klasifikasi pengalaman tersebut lebih dikenal dengan Kerucut Pengalaman (Cone of Experience)

Gambar 2.1

Kerucut Pengalaman (Cone of Experience)

Abstrak Verbal

Simbol Visual Audio Visual

Radio Film Televisi Pameran Karyawisata Demonstrasi Pengalaman Dramatis

Pengalaman Tiruan Pengalaman Langsung

(45)

F.

Penelitian terkait

Salamah (1995) didalam penelitiannya yang berjudul pengaruh penggunaan metode pengembangan keterampilan dan metode ceramah dalam penyuluhan AIDS terhadap pengetahuan dan sikap pencegahan AIDS siswa SLTA BPK Penabur menerangkan bahwa bahwa ternyata eksperimen ini berhasil meningkatkan pengetahuan siswa mengenai AIDS dan sikap terhadap pencegahan dan penderita HIV AIDS. HASIL untuk kelompok dengan metode pengembangan keterampilan peningkatan pengetahuan 22.0 %, kelompok dengan metode ceramah 9.0 %, kelompok control 3.0%.

Dalam penelitian Bantarti (2000) yang berjudul pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang HIV AIDS pada siswa siswi SMU di Kotamadya Depok didapatkan peningkatan pengetahuan pada kelompok pendidikan kelompok sebaya.

(46)

Pada penelitian Nurafrianthie (2008) yang berjudul perbedaan pengaruh intervensi penyuluhan antara media kartu jodoh dengan media lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan gizi dan faktor yang berhubungan pada balita di kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi tahun 2008 didapatkan hasil dimana tidak ada perbedaan pengaruh intervensi penyuluhan antara media penyuluh kartu jodoh dengan media lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan gizi pada ibu balita di kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi tahun 2008 (Pvalue = 0,116). Terdapat peningkatan pengetahuan gizi melalui media kartu jodoh sebanyak 90,47 % ibu balita, sedangkan kelompok lembar balik hanya sebanyak 80,95 % ibu balita.

Mulyani (2009), menyatakan di dalam penelitiannya terdapat perbedaan skor hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan pendekatan konstruktivisme yaitu suatu pendekatan pembelajaran siswa dalam mengolah pengetahuannya dengan berbagai strategi yang digunakan dibawah bimbingan dan arahan dari guru sehingga siswa secara bersama-sama mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tehnik curah pendapat (brain stroming) dengan yang diberikan secara konvesional (ceramah).

G. Kerangka Teori

(47)

Gambar 2.2

Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Notoatmodjo (2003), Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan Kemenkes RI (2010), Manual pemberantasan penyakit menular (2000)

Pengetahuan

media audio visual Faktor faktor yang mempengaruhi

proses belajar

 Instrumen : media dan metode

 Kondisi subyek: fisiologis dan psikologis

(48)

44

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Pada kerangka teori di tinjauan pustaka diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain faktor internal (pendidikan, persepsi, motivasi, pengalaman) dan yang menjadi faktor eksternal (lingkungan, sosial ekonomi, kebudayaan, informasi). Namun tidak semua faktor diteliti pada penelitian ini. Pada penelitian ini hanya faktor informasi yang akan ditelti. Faktor informasi yang dimaksud adalah tentang pemberian pendidikan kesehatan. Faktor lain yaitu pendidikan, lingkungan, kebudayaan, sosial ekonomi tidak diteliti karena telah dianggap homogen. Sedangkan faktor motivasi, persepsi dan pengalaman dijadikan faktor potensial confounding.

(49)

Gambar 3.1

Kerangka konsep penelitian

Sumber: Notoatmodjo, 2003

Ket:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Berdasarkan kerangka konsep diatas, yang menjadi variabel dependen adalah pengetahuan (selisih pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi), variabel independen adalah informasi kesehatan dengan curah pendapat dan cermah menggunakan media audio visual dan variabel persepsi, motivasi dan pengalaman diduga sebagai variabel pengganggu.

1) Persepsi 2) Motivasi 3) Pengalaman informasi kesehatan

1) curah pendapat

2) Ceramah dengan audio visual

(50)

B. Hipotesis

1. Ada perbedaan pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan tentang HIV AIDS antara sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) dilakukan pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat.

2. Ada perbedaan pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan tentang HIV AIDS antara sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) dilakukan pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah menggunakan media audio visual.

3. Ada perbedaan pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS metode curah pendapat dan cermah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan.

(51)
(52)

penggunaan kondom untuk mencegah penularan melalui

hubungan seks Penularan Hal-hal

mendasar yang dimengerti siswa tentang cara penularan HIV/AIDS yaitu terjadinya

karena melalui hubungan seksual,

transfusi darah, jarum suntik dan dari ibu hamil ke bayinya.

(53)

Definisi operasional (lanjutan)

No Variabel Definisi operasional 2 Metode ceramah

dengan media audio visual

Suatu kegiatan pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan ceramah dengan menggunakan media audio visual Cermah merupakan salah satu metode pendidikan kesehatan yang biasa di gunakan pada kelompok besar

(54)
(55)

51

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini digunakan untuk menguji perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa di SMAN 4 Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian menggunakan metode quasy eksperimen. Evaluasi atau post test dilakukan setelah melakukan intervensi dengan hari yang sama. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi bias. Jika evaluasi dilakukan pada hari yang berbeda, dikhawatirkan faktor lain seperti motivasi, pengalaman, persepsi dapat mempengaruhi hasil dalam proses penelitian.

(56)

Catatan : pengukuran setelah intervensi (posttest) dilakukan pada hari yang sama dengan intervensi

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2008). Populasi peneliti adalah seluruh siswa SMAN 4 Tangerang Selatan.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan tehnik random sampling (Hidayat, 2008).

Sampel yang digunakan didasarkan pada kriteria inklusi: a. Siswa SMAN 4 Tangerang selatan kelas X.

b. Bersedia mengikuti pendidikan kesehatan HIV/AIDS.

Jumlah sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus penelitian eksperimen (hidayat, 2007):

(t – 1)(r –1) ≥ 15

t = banyak kelompok perlakuan

(57)

(t – 1)(r –1) ≥ 15

t ≥ 16

r ≥ 16

maka peneliti mengambil sampel 16 orang untuk kelompok intervensi dan 16 orang untuk kontrol. Agar tidak terjadi subyektivitas serta bias baik dalam pengambilan kelas yang akan diintervensi, responden dan penentuan metode yang akan diberikan di setiap kelas maka peneliti menggunakan system random sampling yang bekerja sama dengan pihak sekolah.

C. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SMAN 4 Tangerang Selatan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di beberapa sekolah di daerah tangerang selatan diantaranya SMAN 1 Tangerang selatan, SMAN 4 Tangerang selatan dan SMAN 6 Tangerang Selatan yang dilakukan mulai tanggal 8-20 November 2010 SMAN 4 Tangerang Selatan memiliki tingkat pengetahuan HIV AIDS paling rendah. Pengambilan data dilakukan dengan system random di setiap sekolah disertai dengan format inform concent. Maka peneliti akan mengadakan penelitian di SMAN 4 Tangerang Selatan.

D. Waktu penelitian

(58)

E. Etika penelitian

Penelitian ini juga memenuhi beberapa prinsip etik dan formulir inform consent yang diberikan sebelum dilakukan penelitian.

1. Prinsip etik

a. Self determinan

Responden diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian, setelah semua informasi yang berkaitan dengan penelitian dijelaskan, dengan menandatangani informed consent yang disediakan.

b. Anonymity

Selama kegiatan penelitian nama responden tidak dicantumkan dan peneliti menggunakan nomor responden.

c. Confidentiality

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dan informasi yang diberikannya. Semua catatan dan data responden disimpan sebagai dokumentasi penelitian.

d. Protection From Discomfort

(59)

F. Instrumen penelitian 1. Kuisioner

Instrumen kuisioner penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data ada dua macam yang terdiri dari: A berisi data demografi singkat yang terdiri dari pertanyaan tentang insial responden dan kelas responden, namun data ini tidak diolah hanya untuk memudahkan peneliti dalam penelitian. kuesioner B berisi tentang pengetahuan yang berkaitan tentang HIV AIDS. Kuesioner B (pengetahuan) terdiri dari 20 pertanyaan yang berkaitan dengan HIV AIDS terdiri dari 5 pertanyaan pengertian dan penyebab, 5 pertanyaan tanda dan gejala, 5 pertanyan penularan dan 5 pencegahan. Penetapan nilai pengetahuan berdasarkan total skor yang benar yang diperoleh. Setiap jawaban benar dari instrument B diberi nilai 1, jika jawaban salah diberi nilai 0.

2. Video dokumenter HIV AIDS

Video tersebut diedit dengan menggunakan software corel videostudio pro X3. Sumber utama didapatkan dari web side Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Isi utama video tersebut meliputi:

a. Pengantar

b. Muhasabah dan ilsutrasi tentang HIV AIDS c. Teori terkait HIV AIDS

(60)

f. Kesimpulan dan penutup.

G. Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen / Kuisioner 1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur data. Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam hal ini kuisioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya (Hastono, 2007). Uji validitas ini dilakukan di kawasan Tangerang Selatan dengan mengambil responden untuk uji ini berjumlah 30 orang.

Tehnik korelasi yang digunakan korelasi pearson product moment (r) dengan keputusan uji:

Bila r hitung lebih besar dari r tabel H0 ditolak artinya variabel valid Bila r hitung lebih kecil dari r tabel  H0 diterima artinya variabel tidak

valid.

(61)

2. Reliabilitas

Reabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Pertanyaan dikatakan reabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabul dalam saku waktu (Hastono, 2007)

Uji validitas reliabilitas akan dilakukan dengan 10 sampel diambil secara random, setelah itu baru diuji kevaliditasan dan kereabilitasannya. Uji validitas dan reabilitas ini akan dilakukan setelah seminar proposal skripsi dengan pertimbangan peneliti ingin mengetahui masukan baik saran, kritik maupun koreksi dari para penguji di saat seminar proposal tentang kuisioner penelitian ini. Menurut Djemari (2003) dalam Riwidikdo (2008) kuesioner atau angket dikatakan reabel jika memiliki nilai alpha minimal 0,7. Uji reabilitas ini sendiri menggunakan model Alpha Cronbach. Setelah dilakukan uji reliabilitas maka di dapatkan hasil untuk pertanyaan tentang pengertiann dan penyebab HIV AIDS adalah 0,724, untuk pertanyaan tanda dan gejala HIV AIDS adalah 0,738, untuk pertanyaan penularan HIV AIDS adalah 0,712 dan untuk pertanyaan prncegahan HIV AIDS adalah 0,724

(62)

penyampaian materi. Pengujian akan dilakukan dan dibimbing oleh seorang trainer, beliau adalah pakar pendidikan yang telah berpengalaman dalam dunia pendidikan yang mengajar di SMAN 28 Jakarta

H. Prosedur pengumpulan data 1. Prosedur administrasi

a. Pengumpulan data setelah mendapat izin dari SMAN 4 Tangerang Selatan.

b. Melakukan sosialisasi penelitian pada kepala SMAN 4 Tangerang Selatan beserta jajarannya yang terkait kemudian dibuat kesepakatan untuk melaksanakan program pendidikan kesehatan HIV AIDS di SMAN 4 Tangerang Selatan.

c. Mengidentifikasi responden yang memiliki kriteria inklusi penelitian.

d. Meminta calon responden terpilih agar bersedia menjadi responden setelah mendapatkan penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedut penelitian serta hak dan kewajiban selama menjadi responden. Responden yang bersedia kemudian diminta menandatangani informed consent.

2. Prosedur persiapan sebelum intervensi

(63)

media pendidikan kesehatan yang merujuk dari beberapa sumber yang relevan

b. Peneliti memberikan kriteria untuk penyuluh diantaranya:

a) Penyuluh adalah mahasiswa kesehatan yang sebelumnya telah mendapatkan materi tentang HIV AIDS.

b)Penyuluh telah mengetahui dan telah mendapatkan materi bagaimana cara mengajar yang efektif yang sebelumnya diberikan pengarahan untuk cara pembelajaran tersebut yang sebelumnya akan ditrainning terlebih dahulu.

c) Penyuluh mengerti arti dari metode curah pendapat dan ceramah berikut kekurangan dan kelebihannya.

d)Penyuluh dapat menggunakan media audio visual dan mengerti baik kekurangan dan kelebihan media tersebut.

c. Pelatihan tehnik pembelajaran untuk penyuluh

Sebelum dilakukan penyuhan akan dilakukan training untuk mempersiapkan para penyuluh dalam menyampaikan materi HIV AIDS. Penyuluh akan dibimbing dan diberikan arahan oleh trainer. Adapun pelaksanaan training adalah sebagai berikut:

a) Pembukaan yang lansung disampaikan oleh peneliti.

(64)

c) Demonstrasi ceramah menggunakan media audio visual dan curah pendapat oleh trainer sebagai contoh.

d) Redemonstrasi ceramah menggunakan media audio visual oleh penyuluh satu dan curah pendapat oleh penyuluh dua(gladi kotor).

e) Pengarahan tekhnis dan evaluasi proses dari trainer serta validasi.

f) Redemonstrasi kedua ceramah menggunakan media audio visual oleh penyuluh satu dan curah pendapat oleh penyuluh dua setelah evaluasi proses.

g) Evaluasi secara keseluruhan trainer. h) Penutup oleh peneliti.

3. Prosedur intervensi.

a. Pre-test tingkat pengetahuan dilakukan sebelum responden mendapatkan pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS.

(65)

c. Pelaksanaan pendidikan kesehatan HIV AIDS metode ceramah menggunakan media audio visual (terlampir).

d. Pelaksanaan Pendidikan kesehatan HIV AIDS metode curah pendapat (terlampir).

e. Evaluasi post-test pengetahuan untuk kelompok perlakuan ceramah dan curah pendapat tersebut dilakukan setelah intervensi dengan hari yang sama.

f. Setelah posstes selesai peneliti melakukan pendidikan kesehatan di kelompok curah pendapat dengan metode ceramah menggunakan media audio visual.

g. Hasil yang didapat dari data yang ada kemudian di analisis.

I. Pengolahan Data

Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan mengubah data informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan terutama dalam pengujian hipotesis. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya (Hidayat, 2008)

a. Editing

(66)

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.

c. Entry data

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.

d. Cleaning data

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak, sehingga data siap dianalisa.

J. Analisa Data

1. Analisis Univariat

(67)

2. Analisis Bivariat

a. Uji beda dua mean dependen

Uji ini digunakan dalam untuk melihat perbadaan pengaruh keterpaparnya metode pendidikan kesehatan, pengetahuan HIV AIDS sebelum penyuluhan (per-test), dan pengetahuan HIV AIDS setelah penyuluhan (post test). Tahapan yang harus dilakukan terlebih dahulu uji normalitas, setelah diketahui hasilnya normal maka dilakukan pengujian dengan uji T dependen. Jika hasilnya tidak normal maka dilakukan pengujian non parametrik yaitu uji wilcoxon (Hastono, 2007).

b. Uji beda dua mean independen

Uji beda dua mean digunakan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok (kelompok dengan metode ceramah dan kelompok dengan metode curah pendapat. Tahapan yang harus dilalui adalah:

a) Menentukan selisih pre-test da post-test pada setiap kelompok.

b) Menguji homogenitas varian c) Analisis dengan T independen.

(68)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di SMAN 4 Tangerang Selatan. Dimana jumlah sampel terdiri dari 32 responden, 16 responden yang diberi intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat yang berasal dari kelas X-6 dan 16 responden yang diberikan intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah dengan media audio visual yang berasal dari X-2. Penelitian ini dilakukan tanggal 4 hingga 14 Februari 2010 dan pada saat hari pelaksanaan intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS peneliti menggunakan waktu KBM (Kegiatan belajar mengajar) yang telah diberikan izin sebelumnya oleh pihak sekolah. Intervensi tersebut dilakukan dengan satu waktu. Penelitian tersebut diawas oleh guru yang mengajar pada jam tersebut dan intervensi berjalan dengan lancar.

A. Gambaran Lokasi Penelitian

(69)
(70)

B. Analisis Univariat

1. Pengetahuan siswa sebelum intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS di kedua kelompok baik curah pendapat dan ceramah dengan audio visual

Pengetahuan siswa sebelum intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS di kedua kelompok baik curah pendapat maupun ceramah dengan audio visual dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1

Distribusi statistik deskriptif pengetahuan siswa sebelum intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS di kedua kelompok baik curah

pendapat dan ceramah dengan audio visual

Metode N Min Max Mean SD median 95%CI

(71)

intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan ceramah dengan audio visual adalah 6.25 (95 % CI: 5.7539 - 6.7461), median 6.25 dengan standar deviasi 0.93095. Nilai terendah untuk kelompok ceramah dengan audio visual sebelum intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS adalah 4.5 dan yang tertinggi 8. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini pengetahuan siswa sebelum intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah dengan audio visual pendapat adalah diantara 5.7539 sampai dengan 6.7461.

2. Pengetahuan siswa setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS di kedua kelompok baik curah pendapat dan ceramah dengan audio visual Pengetahuan siswa setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS di kedua kelompok baik curah pendapat dan ceramah dengan audio visual dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2

Distribusi statistik deskriptif pengetahuan siswa setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS di kedua kelompok baik curah

pendapat dan ceramah dengan audio visual

Metode N Min Max Mean SD Median 95%CI

Curah pendapat

16 7.00 8.50 7.5313 0.53131 7.5 7.2481 - 7.8144

Ceramah audio visual

(72)

Hasil analisis didapat rata-rata pengetahuan siswa setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS untuk metode curah pendapat adalah 7.5313 (95 % CI:7.2481 - 7.8144), median 7.5 dengan standar deviasi 0.53131. Nilai terendah adalah 7 dan yang tertinggi 8.5. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini pengetahuan siswa setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat adalah diantara 7.2481 sampai 7.8144. Sedangkan pengetahuan siswa setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan ceramah dengan audio visual adalah 7.5938 (95 % CI: 7.0330 - 8.1545), median 8.0 dengan standar deviasi 1.05228. Nilai terendah untuk kelompok ceramah dengan audio visual setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS adalah 6 dan yang tertinggi 9. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini pengetahuan siswa setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah dengan audio visual pendapat adalah diantara 7.0330 sampai dengan 8.1545

C. Analisis Bivariat 1. Uji Normalitas

a. Uji Normalitas Metode Curah Pendapat

(73)

Tabel 5.3

Distribusi hasil normalitas pengetahuan siswa sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat

H a s

Hasil uji dapat dilihat pada nilai pretes curah pendapat kolmogorov-sminornov Z, dengan nilai 1.001, sedangkan hasil posttest kolmmogorov-Smirnov adalah 0.885.Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan harga Z tabel (1,96), dengan demikian Z hitung < Z tabel dengan demikian Ho diterima yang artinya data berdistribusi normal.

Pada uji normalitas diatas didapat pula pada uji pretes curah pendapat harga signifikan yang ada besarnya adalah 0.269, sedangkan pada postes curah pendapat didapatkan harga signifikan yang ada sebesar 0.442, sehingga signifikasi (p>0.05) dengan demikian H0 diterima yang artinya daya berdistribusi normal

b. Uji Normalitas Metode Ceramah

Normalitas hasil pengetahuan siswa sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah dengan audio visual dapat dilihat pada tabel 5.4

(74)

Tabel 5.4

Distribusi hasil normalitas pengetahuan siswa sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat Ceramah audio kolmogorov-sminornov Z, dengan nilai 0.423, sedangkan hasil posttest kolmmogorov-Smirnov adalah 0.851. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan harga Z tabel (1,96), dengan demikian Z hitung < Z tabel dengan demikian Ho diterima yang artinya data berdistribusi normal.

(75)

2. Perbedaan Pengetahuan HIV AIDS Antara Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Setiap Kelompok

Rata-Rata Pengetahuan Siswa Antara Sebelum dan Sesudah Intervensi pendidikan kseehatan HIV AIDS pada setiap Kelompok dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.5

Distribusi Perbedaan Pengetahuan Siswa Antara Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Curah Pendapat dan Cermah dengan Audio

Visual

Nilai T bernilai negatif dalam penelitian ini, hal tersebut menunjukan adanya pertambahan pengetahuan dimana nilai pretes lebih kecil dari pada postes. Nilai T tersebut juga menunjukan kemaknaan atau seberapa pengaruhnya metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual tersebut dalam penelitian ini terhadap pengetahuan. Dimana untuk curah pendapat bernilai -9,487 dan ceramah menggunakan medio audio visual -6,177.

(76)

dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan pengetahuan siswa antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok curah pendapat .

Hasil uji T dependen metode ceramah dengan audio visual didapatkan nilai p=0,000. Nilai ini lebih kecil dari nilai α (alpha) sebesar 0,05. Dengan

demikian maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan pengetahuan siswa antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok ceramah dengan media audio visual.

3. Perbedaan Pengaruh Intervensi Pendidikan Kesehatan HIV AIDS dengan Metode Curah Pendapat dan Ceramah dengan Media Audio Visual

Gambar

Tabel 2.1 Keunggulan dan kelemahan metode curah pendapat menurut
Kerucut Pengalaman (Gambar 2.1 Cone of Experience)
Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu faktor yang membuat tidak adanya perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan tentang HIV-AIDS antara menggunakan buku cerita dan LCD terhadap peningkatan pengetahuan dan

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS (nilai p = 0,174); dan tidak ada hubungan antara sikap dengan

Hasil uji paired sample t-tes kelompok media video drama didapatkan nilai p value 0,0001, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan skor sikap siswa tentang

Perbedaan Pengaruh Pengetahuan dan Sikap tentang Pencegahan HIV/AIDS antara Pre_test dan Post_test Dengan Media Video Drama dan Metode Ceramah

Demikian juga memiliki kesamaan dengan Nurhayati (2010) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang HIV/AIDS di SMAN Sukatani Kabupaten Bekasi

Studi lain yang juga terkait adalah hubungan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan sikap pencegahan HIV/AIDS pada remaja menunjukkan bahwa sebagian besar

Lebih dari setengah (52%) responden memiliki pengetahuan tentang pencegahan umum penularan HIV/AIDS dalam kategori baik, dengan rerata skor 24,06 (jumlah skor maksimal

Peneliti berasumsi bahwa pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan khususnya tentang HIV/AIDS menggunakan metode ceramah diperoleh dapat meningkatkan pengetahuan responden, terjadi