• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Ketergantungan Merokok dan Motivasi Berhenti Merokok pada Pegawai Fkg Usu dan Supir Angkot di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Ketergantungan Merokok dan Motivasi Berhenti Merokok pada Pegawai Fkg Usu dan Supir Angkot di Medan"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KETERGANTUNGAN MEROKOK

DAN MOTIVASI BERHENTI MEROKOK

PADA PEGAWAI FKG USU DAN

SUPIR ANGKOT DI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

ZERI WINDA AYU NIM : 100600006

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kedokteran Gigi Masyarakat

Tahun 2014

Zeri Winda Ayu

Tingkat ketergantungan merokok dan motivasi berhenti merokok pada pegawai FKG USU dan supir angkot di Medan

x + 46 halaman

Kesehatan merupakan motivasi utama seseorang untuk berhenti merokok, namun masih sedikit perokok yang menyadari bahwa merokok mengakibatkan gangguan kesehatan rongga mulut. Lambatnya perkembangan smoking cessation

(layanan berhenti merokok) di Indonesia mengakibatkan minimnya pengetahuan pasien mengenai efek merokok di rongga mulut, padahal dokter gigi adalah orang pertama yang mampu mengidentifikasi efek tersebut di rongga mulut pasien.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi rongga mulut, persentase tingkat ketergantungan merokok, tingkat motivasi berhenti merokok dan faktor-faktor yang mempengaruhi berhenti merokok pada 185 orang responden (85 orang pegawai FKG USU dan 100 orang supir angkot di Medan). Data tingkat ketergantungan merokok, tingkat motivasi berhenti merokok dan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berhenti merokok dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data perubahan kondisi rongga mulut diperoleh melalui pemeriksaan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif.

(3)

kategori tinggi (15,4%), dengan tingkat motivasi berhenti merokok pada kategori sedang (62,6%) diikuti kategori rendah (23,1%). Faktor yang mempengaruhi motivasi perokok untuk berhenti merokok adalah harga rokok yaitu 95%, sedangkan nasehat dokter gigi hanya 13,3%. Penelitian ini menunjukkan kategori tingkat ketergantungan merokok yang tinggi lebih banyak terdapat pada kelompok supir angkot, sedangkan pada kelompok pegawai tingkat motivasi berhenti merokok yang lebih tinggi. Faktor yang mempengaruhi motivasi berhenti merokok pada perokok adalah harga rokok (faktor ekstrinsik), sedangkan pada mantan perokok adalah kesehatan umum (faktor intrinsik).

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 12 Februari 2014

Pembimbing : Tanda tangan

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 12 Februari 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D ANGGOTA : 1. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Tingkat Ketergantungan Merokok dan Motivasi Berhenti Merokok pada Pegawai FKG USU dan Supir Angkot di Medan” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu dengan kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D, Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing atas keluangan waktu, saran, dukungan, bantuan, motivasi dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Prof Lina Natamiharja, drg., SKM dan Simson Damanik, drg., M.Kes selaku tim penguji skripsi atas keluangan waktu, saran, dukungan, dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Dwi Tjahyaning Putranti, drg., MS, penasehat akademik yang telah banyak membimbing selama masa pendidikan.

5. Ibu Suridiazti, SH, Kepala Bagian Tata Usaha FKG USU yang telah memberikan izin sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.

(7)

7. Sahabatku tersayang Poppy Yoanda, Atika Putri, Puput Roza Dewi, Gustrigiani Putri, Katrina, Incan Wahyudi Sitepu, Faber Sidabutar, Richardo, dan teman-teman angkatan 2010 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan, semangat dan hal-hal yang telah diberikan selama menjalani perkuliahan.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, ayahanda dan ibunda tercinta Zeirinsyah dan Riana Lumongga Siregar dan adik tersayang Anggi Syaputra yang telah memberi doa, semangat, kasih sayang serta pengorbanan tak terhingga kepada penulis.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik membangun. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat.

Medan, Februari 2014 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kandungan pada Rokok ... 7

2.2 Pengaruh Merokok terhadap Kesehatan Umum ... 8

2.3 Pengaruh Merokok terhadap Kesehatan Rongga Mulut ... 9

2.4 Motivasi ... 11

2.5 Pengukuran Tingkat Motivasi Berhenti Merokok... 13

2.6 Pengukuran Tingkat Ketergantungan Merokok ... 14

2.7 Faktor-Faktor yang Memotivasi Berhenti Merokok ... 15

2.8 Program Berhenti Merokok... 18

2.9 Kerangka Konsep ... 20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 21

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.3 Populasi dan Sampel ... 21

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 21

3.4.1 Variabel Penelitian ... 21

(9)

3.5 Cara Pengumpulan Data ... 25

3.6 Analisis dan Pengolahan Data ... 25

3.7 Etika Penelitian ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden ... 26

4.2 Karakteristik Responden Perokok ... 26

4.3 Karakteristik Merokok pada Perokok ... 27

4.4 Karakteristik Perubahan Kondisi Rongga Mulut Perokok ... 29

4.5 Tingkat Ketergantungan Merokok ... 29

4.6 Tingkat Motivasi Berhenti Merokok ... 31

4.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berhenti Merokok ... 33

BAB 5 PEMBAHASAN ... 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Contemplation ladder ... 14

2 Uji Fagerstrom ... 15

3 Karakteristik responden ... 26

4 Karakteristik usia perokok berdasarkan pekerjaan ... 27

5 Karakteristik pendidikan perokok berdasarkan pekerjaan ... 27

6 Karakteristik lama merokok pada responden perokok ... 28

7 Karakteristik jenis rokok pada responden perokok ... 28

8 Kategori perokok berdasarkan pekerjaan ... 28

9 Persentase perubahan kondisi rongga mulut perokok ... 29

10 Karakteristik tingkat ketergantungan merokok ... 30

11 Distribusi frekuensi kategori tingkat ketergantungan merokok ber- dasarkan pekerjaan ... 31

12 Distribusi frekuensi kategori tingkat ketergantungan merokok ber- dasarkan usia ... 31

13 Karakteristik tingkat motivasi berhenti merokok ... 32

14 Distribusi frekuensi tingkat motivasi berhenti merokok berdasar- kan pekerjaan ... 33

15 Distribusi frekuensi tingkat motivasi berhenti merokok berdasar- kan usia ... 33

16 Faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi perokok untuk ber- henti merokok ... 34

17 Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi perokok untuk ber- henti merokok ... 34

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Kuesioner tingkat ketergantungan merokok dan motivasi berhenti merokok pada pegawai FKG USU dan supir angkot di Medan

2 Surat persetujuan komite etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan

3 Surat keterangan pengantar penelitian dari Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran Gigi USU

4 Surat izin penelitian dari Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran Gigi USU 5 Surat tugas dari Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran Gigi USU

6 Surat keterangan pelaksanaan penelitian dari Kepala Tata Usaha Fakultas Kedokteran Gigi USU

(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kedokteran Gigi Masyarakat

Tahun 2014

Zeri Winda Ayu

Tingkat ketergantungan merokok dan motivasi berhenti merokok pada pegawai FKG USU dan supir angkot di Medan

x + 46 halaman

Kesehatan merupakan motivasi utama seseorang untuk berhenti merokok, namun masih sedikit perokok yang menyadari bahwa merokok mengakibatkan gangguan kesehatan rongga mulut. Lambatnya perkembangan smoking cessation

(layanan berhenti merokok) di Indonesia mengakibatkan minimnya pengetahuan pasien mengenai efek merokok di rongga mulut, padahal dokter gigi adalah orang pertama yang mampu mengidentifikasi efek tersebut di rongga mulut pasien.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi rongga mulut, persentase tingkat ketergantungan merokok, tingkat motivasi berhenti merokok dan faktor-faktor yang mempengaruhi berhenti merokok pada 185 orang responden (85 orang pegawai FKG USU dan 100 orang supir angkot di Medan). Data tingkat ketergantungan merokok, tingkat motivasi berhenti merokok dan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berhenti merokok dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data perubahan kondisi rongga mulut diperoleh melalui pemeriksaan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif.

(14)

kategori tinggi (15,4%), dengan tingkat motivasi berhenti merokok pada kategori sedang (62,6%) diikuti kategori rendah (23,1%). Faktor yang mempengaruhi motivasi perokok untuk berhenti merokok adalah harga rokok yaitu 95%, sedangkan nasehat dokter gigi hanya 13,3%. Penelitian ini menunjukkan kategori tingkat ketergantungan merokok yang tinggi lebih banyak terdapat pada kelompok supir angkot, sedangkan pada kelompok pegawai tingkat motivasi berhenti merokok yang lebih tinggi. Faktor yang mempengaruhi motivasi berhenti merokok pada perokok adalah harga rokok (faktor ekstrinsik), sedangkan pada mantan perokok adalah kesehatan umum (faktor intrinsik).

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular dan kanker merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok dan dapat berujung pada kematian. Sebanyak satu miliar perokok tersebar di seluruh dunia dan setiap tahunnya lima juta penduduk dunia meninggal akibat merokok. Di Amerika Serikat diperkirakan 21% penduduknya yang berusia 18 tahun ke atas adalah perokok, sedangkan di Hawai 15% penduduknya merokok sigaret setiap hari.1 Berdasarkan data dari Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA), 34,7% penduduk Indonesia adalah perokok dan merupakan negara dengan jumlah penduduk merokok terbanyak dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, yaitu 51,11%.2 Jika pola konsumsi rokok ini terus berlanjut, diperkirakan jumlah kematian di dunia akan mencapai sepuluh juta orang pada tahun 2020.1

Merokok telah lama diketahui sebagai faktor risiko terjadinya penyakit periodontal, karena merokok dapat mempercepat, memperparah dan sebagai habitat yang menguntungkan bagi patogen-patogen periodontal. Penyakit periodontal sangat mempengaruhi kualitas hidup karena dapat membuat gigi menjadi tanggal. Nikotin yang terdapat pada rokok dicurigai dapat mempengaruhi pembuluh darah, sistem imun, proses inflamasi serta proses penyembuhan.3 Dalam suatu terapi periodontal, hasil pengobatan pada pasien perokok tampak tidak bermakna, misalnya dalam hal mengurangi kedalaman poket. Pada pasien bukan perokok angka keberhasilan pengurangan kedalaman poket mencapai 85% sedangkan pada pasien perokok hanya 50%. Selain itu angka keberhasilan perawatan periodontal pada perokok cenderung menurun menjadi 50%. Kasim melaporkan pasien refractory periodontitis juga lebih banyak dijumpai pada perokok yaitu sekitar 86-90%.4

(16)

Perokok aktif memiliki persentase inflamasi gingiva, kehilangan perlekatan dan kehilangan gigi yang lebih besar dibandingkan non perokok. Pada penelitian ini dijumpai bahwa perokok memiliki risiko kehilangan gigi tiga kali lebih besar, dan kehilangan tulang alveolar sekitar 27% dibandingkan non perokok.5

Melihat dampaknya yang begitu luas terhadap kesehatan, tidak mengherankan bila 70% perokok ingin berhenti merokok.1 Hughes menyatakan sebanyak 40% perokok berusaha untuk berhenti merokok setiap tahunnya, namun hanya 2% yang sukses berhenti merokok.6 Williams melaporkan lebih dari 30 juta perokok Amerika sama sekali tidak memiliki keinginan untuk berhenti merokok. Di Amerika Serikat, 46 juta perokok tidak mau mencoba untuk berhenti merokok selama satu tahun, bahkan sehari pun mereka tidak mau berhenti merokok. Di Hawai 70% perokoknya juga tidak termotivasi untuk berhenti merokok.1

Szwed dalam penelitiannya pada perokok berusia 30-55 tahun menunjukkan 60% perokok memiliki tingkat ketergantungan merokok rendah dan 89% memiliki tingkat motivasi berhenti merokok tinggi. Tingkat ketergantungan merokok dan motivasi berhenti merokok merupakan dua faktor yang mempengaruhi upaya keberhasilan berhenti merokok.7 Ketergantungan adalah suatu keadaan fisik maupun psikologis seseorang yang mengakibatkan badan maupun jiwanya selalu memerlukan obat tertentu untuk dapat melakukan aktivitasnya,8 sedangkan motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan suatu kebutuhan.9 Penilaian tingkat ketergantungan merokok bertujuan untuk membantu memilih upaya intervensi yang akan diberikan. Penilaian tingkat motivasi berhenti merokok bertujuan untuk mengidentifikasi perokok yang siap berhenti merokok.10

(17)

memberi contoh yang baik kepada anak-anaknya.12 Sieminska et al. melaporkan 57% perokok memiliki motivasi untuk berhenti merokok disebabkan karena khawatir akan masalah kesehatan, 32% disebabkan masalah kesehatan pribadi dan 32% disebabkan karena alasan sosial seperti ajakan teman untuk berhenti.13

Cox dalam penelitiannya terhadap 201 orang pasien kanker paru-paru melaporkan sebanyak 65,3% termotivasi untuk berhenti merokok, sedangkan 34,7% di antaranya tidak termotivasi.14 Shahab dalam penelitiannya pada penderita penyakit paru menunjukkan 10% pasien paru obstruktif kronis masih merokok dan hanya 5% yang berhenti merokok.15 Penelitian Abu-Baker pada pasien penyakit jantung koroner menunjukkan 60,7% di antaranya masih merokok, 29,7% telah berhenti merokok dan 9,6% kembali merokok.16 Semer et al. dalam penelitiannya terhadap pelajar yang memiliki kebiasaan merokok di California menunjukkan bahwa 87% di antaranya termotivasi berhenti merokok karena penyakit gingiva, 81% karena kanker rongga mulut, dan 53% karena stain gigi.17

Meskipun kesehatan merupakan motivasi utama seseorang berhenti merokok, namun masih sedikit perokok menyadari bahwa ada hubungan antara merokok dengan kesehatan rongga mulut. Al-Shammari et al. dalam penelitiannya terhadap pasien yang berkunjung ke dokter gigi menyatakan bahwa pasien perokok kurang menyadari efek merokok pada rongga mulutnya. Hanya sedikit perokok yang menyadari bahwa ada hubungan antara merokok dengan kesehatan rongga mulut. Pada penelitiannya 86,1% perokok mengetahui bahwa merokok menyebabkan stain gigi, 72% mengetahui efek merokok terhadap kesehatan periodontal, 52,4% mengakibatkan kanker rongga mulut dan 24% mengakibatkan gangguan penyembuhan luka.18

(18)

Perkembangan pelayanan berhenti merokok di luar negeri tidak lagi melibatkan dokter umum dan dokter spesialis saja, tetapi juga melibatkan dokter gigi. Ikatan Dokter Gigi di Kanada (The Canadian Dental Hygienist Association)

menyatakan bahwa dokter gigi wajib mencatat riwayat merokok dan memberikan nasehat berhenti merokok serta intervensinya sebagai suatu pelayanan rutin dalam sebuah praktek klinis.20

Di Indonesia, perkembangan klinik berhenti merokok masih terbatas di puskesmas-puskesmas tertentu dan beberapa rumah sakit besar di Jawa. Penelitian Nawi dkk pada 447 dokter di Jogjakarta menyimpulkan bahwa tiga perempat dokter tidak menanyakan kebiasaan merokok pada pasiennya sebagai suatu kegiatan rutin dan kebanyakan dokter cenderung menanyakan kebiasaan tersebut pada pasien yang memiliki gangguan pernapasan dan penyakit jantung daripada pasien yang memiliki masalah di rongga mulut ataupun pasien diabetes.21

Lambatnya perkembangan pelayanan berhenti merokok di Indonesia menyebabkan terbatasnya hasil penelitian mengenai pelayanan tersebut di Indonesia termasuk peran dokter gigi dalam menghentikan kebiasaan merokok. Padahal dokter gigi adalah orang pertama yang mampu mengidentifikasi efek oral akibat merokok pada rongga mulut pasien.22

Penelitian di Kanada pada 514 dokter gigi, 54,9% dilaporkan menasehati perokok untuk berhenti; 36,9% menyatakan bahwa mereka siap membantu pasiennya untuk berhenti merokok. Penelitian pada 126 klinik gigi, 46% di antaranya menanyakan pasien tentang penggunaan tembakau dan minat mereka untuk berhenti merokok, 25% di antaranya membantu pasien untuk berhenti merokok. Namun sebuah survei di Inggris menyatakan bahwa baik dokter gigi maupun perawatnya kurang terampil dan tidak memiliki cukup waktu untuk memberikan pelayanan berhenti merokok kepada pasiennya.23

(19)

pendidikan menengah dan bekerja di lingkungan pendidikan yang merupakan daerah bebas asap rokok. Supir angkot merupakan kelompok masyarakat yang paling sering merokok saat mereka bekerja terutama ketika mereka sedang menunggu penumpang. Oleh karena itu peneliti memilih kedua kelompok masyarakat tersebut sebagai responden dalam penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana perubahan kondisi rongga mulut, tingkat ketergantungan merokok, tingkat motivasi berhenti merokok dan faktor-faktor apa saja yang memotivasi berhenti merokok pada pegawai FKG USU dan supir angkot di Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk :

1. Mengetahui perubahan kondisi rongga mulut pada pegawai FKG USU dan supir angkot di Medan.

2. Mengetahui tingkat ketergantungan merokok pada pegawai FKG USU dan supir angkot di Medan .

3. Mengetahui tingkat motivasi berhenti merokok pada pegawai FKG USU dan supir angkot di Medan.

4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi berhenti merokok pada pegawai FKG USU dan supir angkot di Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah untuk : 1. Bagi dokter gigi

(20)

2. Bagi Pemerintah kota Medan

Sebagai bahan masukan untuk memperbesar ukuran label peringatan di bungkus rokok dan menggalakkan program larangan merokok di tempat-tempat umum.

3. Bagi masyarakat

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut WHO diperkirakan bahwa terdapat 300 juta perokok di negara maju, sedangkan di negara berkembang mendekati tiga kali lipatnya yaitu 800 juta. Hasil penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kebiasaan merokok dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit dan merupakan salah satu faktor penyebab kelainan di rongga mulut.24

2.1 Kandungan pada Rokok

Merokok menghasilkan suatu pembakaran yang tidak sempurna yang terdiri atas gas dan bahan yang diendapkan pada waktu dihisap dan menghasilkan asap rokok. Asap rokok mengandung berbagai bahan kimia yang terdiri dari 4000 macam campuran antara gas, partikel dan cairan yang 400 di antaranya beracun, dan kira-kira 43 senyawa yang terkandung di dalamnya bersifat karsinogenik. Di antara sekian banyak bahan kimia yang terkandung pada asap rokok, ada tiga macam bahan kimia yang paling berbahaya yaitu tar, nikotin dan karbon monoksida.24

Tar adalah hidrokarbon aromatik polisiklik yang terdapat dalam asap rokok dan merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Kadar tar yang terkandung dalam asap rokok inilah yang berhubungan dengan risiko timbulnya kanker.

Hydroquinone dalam tar dapat menembus paru yang akan membentuk senyawa

semiquinone yang memiliki sifat sebagai radikal bebas.24

Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang terdapat dalam tembakau. Nikotin diabsorbsi melalui paru-paru, masuk ke dalam otak, kemudian menurun dengan cepat setelah beredar ke seluruh tubuh. Pada dosis yang lebih tinggi nikotin langsung bekerja pada sistem saraf perifer, menimbulkan rangsangan ganglionik dan pelepasan katekolamin.24

(22)

darah melalui alveoli dimana afinitasnya terhadap hemoglobin 200 kali lebih kuat daripada afinitas oksigen terhadap hemoglobin. Akibatnya 10% dari seluruh Hb terikat dalam bentuk COHb (Carboxy haemoglobine) sehingga tidak dapat membawa oksigen dan mengakibatkan sel darah merah akan kekurangan oksigen.24

2.2Pengaruh Merokok terhadap Kesehatan Umum

Kebiasaan merokok akan mempengaruhi kesehatan umum seseorang, pengaruh tersebut meliputi:

1. Gangguan kulit

Merokok tidak hanya mempengaruhi fungsi paru dan jantung, melainkan juga mempengaruhi penampilan seseorang. Merokok dapat mempercepat penuaan, membuat kulit menjadi kering dan mempercepat kerutan di wajah. Penuaan terjadi karena adanya produktifitas enzim yang memecah kolagen di kulit. Kolagen berperan dalam memelihara elastisitas kulit. Semakin banyak seseorang merokok maka kolagen yang dipecah pun semakin banyak. Merokok juga mengurangi aliran oksigen dan nutrisi penting ke pembuluh darah di kulit. Akibatnya kulit menjadi kurang ternutrisi dan menjadi kering.25

2. Gangguan Pernapasan26

Pada sistem pernapasan, merokok dapat menyebabkan seseorang terserang bronkospasme dan batuk persisten. Bronkospasme membuat perokok menjadi sulit bernapas disebabkan karena saluran udara menjadi sempit. Kejadiannya mirip seperti asma karena perokok berusaha mengambil banyak udara ke dalam paru-paru yang teriritasi.

Batuk merupakan reaksi alamiah tubuh untuk membersihkan iritasi dari paru-paru. Namun pada perokok, silia yang berfungsi untuk membersihkan paru-paru memiliki tugas yang cukup berat untuk menghilangkan iritasi sehingga terjadilah batuk yang terus-menerus.

3. Gangguan Kardiovaskular26

(23)

penumpukan plak terjadi lebih cepat karena adanya nikotin dan zat beracun dari asap rokok yang masuk ke aliran darah. Akibatnya risiko penyakit jantung semakin tinggi akibat pembentukan arterosklerosis yang cepat.

Merokok juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang disebabkan berkurangnya oksida nitrat (NO2) yang berfungsi melebarkan pembuluh darah dan meningkatnya endotelin-1 yang berfungsi menyempitkan pembuluh darah. Sehingga risiko stroke dan serangan jantung meningkat pada perokok akibat penyempitan pembuluh darah.

Nikotin pada rokok juga menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hal ini mengisyaratkan bahwa jantung memompa lebih kuat untuk mengatasi hambatan-hambatan di pembuluh darah.

2.3Pengaruh Merokok terhadap Kesehatan Rongga Mulut

Ada berbagai macam pengaruh merokok terhadap kesehatan rongga mulut, mulai dari yang hanya mengganggu estetis hingga yang berefek fatal. Berikut ini adalah kondisi-kondisi yang muncul akibat merokok:

1. Diskolorisasi/pigmentasi

Diskolorisasi adalah manifestasi rongga mulut akibat merokok yang paling cepat dan mudah dilihat. Diskolorisasi dapat terjadi pada gigi, gingiva maupun restorasi gigi. Noda tar pada gigi dapat diabsorpsi menjadi plak gigi dan sulit dibersihkan. Pada restorasi stain dapat masuk melalui micro leakage antara restorasi dengan permukaan gigi. Derajat diskolorisasi bergantung pada durasi dan frekuensi kebiasaan merokok.27

(24)

2. Penyakit periodontal

Efek samping merokok pada jaringan periodontal berhubungan erat dengan jumlah rokok yang dihisap/hari dan lamanya merokok. Nikotin sebagai produk hasil pembakaran rokok menyebabkan vasokonstriksi, termasuk vasokonstriksi pembuluh darah jaringan periodontal gigi yang akan mengakibatkan ulserasi dan nekrosis pada jaringan gingiva sehingga memudahkan terjadinya gingivitis kronis. Komponen lain dari hasil pembakaran rokok akan meningkatkan risiko hilangnya perlekatan membran periodontal sehingga mengakibatkan terbentuknya poket periodontal. Selanjutnya terjadi kerusakan tulang alveolar dan resesi gingiva dimana akar gigi mulai terlihat yang kemudian menyebabkan gigi menjadi goyang lalu dan kemudian tanggal.29

3. Karies gigi spesifik

Karies gigi spesifik adalah istilah karies yang ditimbulkan akibat menghisap rokok kretek. Rokok kretek mengandung zat aktif eugenol berkadar tinggi dimana eugenol dapat masuk ke lubang mikro email dan mencapai perbatasan email dengan dentin kemudian mengurangi kekerasan email. Lama merokok dan jumlah rokok yang dihisap adalah faktor predisposisi lain yang mempengaruhi derajat kerusakan karies gigi spesifik. Perokok yang telah merokok 11-15 tahun mempunyai risiko karies gigi spesifik lebih besar daripada 6-10 tahun, sedangkan merokok dengan jumlah 18 batang/hari lebih berisiko dibanding merokok 1-6 batang/hari.30

4. Keratosis perokok

Keratosis perokok terjadi pada orang-orang yang menghisap rokok non filter dalam jangka waktu yang pendek. Lesi-lesinya terletak berdekatan satu sama lain ketika mulut ditutup pada bibir atas dan bawah di lokasi penempatan rokok. Diameter bercak keratotik kira-kira 7 mm dan terletak lateral dari garis tengah. Papula-papulanya menimbul dan berwarna putih membentuk permukaan keras dan kasar saat dipalpasi.28

5. Stomatitis nikotin

(25)

keabu-abuan dan terdapat papula keratotik yang khas dengan tengah yang berwarna merah cekung.28

6. Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel skuamosa merupakan tipe yang paling umum dari kanker mulut. Keluhannya berupa rasa sakit yang menetap, merasa kebas/terbakar, kesulitan berbicara/menelan dan dapat terjadi di pinggir lidah, dasar mulut, mukosa pipi, bibir dan langit-langit mulut.28

2.4Motivasi

Secara harfiah, kata motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti

to move. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan suatu pengertian yang melibatkan tiga komponen, yaitu31 :

1. Pemberi daya pada tingkah laku manusia (energizing) 2. Pemberi arah tingkah laku (directing)

3. Bagaimana tingkah laku dipertahankan (sustaining)

Motivasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut faktor intrinsik ataupun dapat pula yang berasal dari luar dirinya yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Faktor ekstrinsik dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, misalnya pengaruh dari pemimpin, kolega ataupun faktor-faktor lain yang kompleks.32

Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain32 : A. Teori Motivasi Abraham Maslow

(26)

hanya akan dianggap penting bila kebutuhan dasar telah terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.32

Gambar 1. Hirarki Kebutuhan Maslow32

Teori motivasi Maslow terdiri atas :

1. Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya).

2. Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya). 3. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki).

4. Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan).

5. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetis: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).

B. Teori Motivasi Herzberg

(27)

ketidakpuasan, seperti kebijaksanaan kantor, administrasi, supervisi, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan gaji.32

2.5 Pengukuran Tingkat Motivasi Berhenti Merokok

Tingkat motivasi dapat diukur dengan menggunakan contemplation ladder

yang bertujuan untuk menilai posisi perokok yang berkisar dari tidak memiliki niat untuk berhenti merokok sampai yang bertindak mengubah kebiasaannya untuk berhenti merokok. Pendukung teori ini menyatakan bahwa contemplation ladder

lebih tepat untuk mengukur kesiapan perokok untuk berhenti merokok.

(28)

Tabel 1. Contemplation Ladder (CL)33

Skala Pernyataan

10 Saya telah berhenti merokok

9 Saya telah berhenti merokok, tetapi saya khawatir saya akan merokok lagi apabila lingkungan saya tidak mendukung

8 Saya masih merokok, tetapi saya telah mengurangi jumlah batang per harinya. Saya siap untuk berhenti merokok

7 Saya berencana berhenti merokok sebulan lagi 6 Saya berencana berhenti merokok enam bulan lagi

5 Saya sering berfikir untuk berhenti merokok, tetapi saya tidak ada rencana untuk berhenti merokok

4 Saya kadang-kadang berfikir untuk berhenti merokok, tetapi saya tidak ada rencana untuk berhenti

3 Saya jarang memikirkan untuk berhenti merokok, dan tidak ada rencana untuk berhenti

2 Saya tidak pernah berfikir untuk berhenti merokok, dan tidak ada rencana untuk berhenti merokok

1 Saya memutuskan untuk tidak berhenti merokok sepanjang umur saya 0 Saya tidak pernah berfikir untuk berhenti merokok dan saya tidak bisa

hidup tanpa merokok

2.6 Pengukuran Tingkat Ketergantungan Merokok

Keberhasilan seorang perokok untuk berhenti merokok bergantung pada keseimbangan tingkat motivasinya untuk berhenti merokok dan tingkat ketergantungannya terhadap rokok.10 Perokok berat akan menunjukkan tingkat ketergantungan merokok yang tinggi sehingga motivasi untuk berhenti merokok menjadi rendah.

(29)

dimana setiap pilihan jawaban mengandung nilai. Skor tertinggi yaitu 10 menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi, dan skor 0 menunjukkan ketergantungan yang paling rendah.10

Tabel 2. Uji Fagerstrom10

Pertanyaan Jawaban Skor

Berapa banyak Anda merokok dalam sehari?

a. <10 batang/hari b. 11-20 batang/hari c. 21-30 batang/hari d. >30 batang/hari

0 1 2 3 Seberapa cepat Anda merokok

setelah bangun tidur?

a. 5 menit setelah bangun tidur b. 6-30 menit setelah bangun

tidur

c. >30 menit setelah bangun tidur

3

2

0 Apakah Anda merasa kesulitan

untuk tidak merokok di “no smoking area” ?

a. Ya b. Tidak

1 0

Apakah Anda kesulitan untuk tidak merokok di pagi hari?

a. Ya b. Tidak

1 0 Apakah Anda lebih sering

merokok saat bekerja daripada saat jam istirahat?

a. Ya b. Tidak

1 0

Apakah Anda masih merokok saat sakit?

a. Ya b. Tidak

1 0

2.7Faktor-Faktor yang Memotivasi Berhenti Merokok

Ada dua faktor yang memotivasi seseorang untuk berhenti merokok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor Intrinsik meliputi:

1. Khawatir pada kesehatan diri sendiri

(30)

2. Khawatir pada kesehatan orang lain

Di Amerika Serikat, lebih dari 20 juta anak-anak terpapar dengan lingkungan asap rokok. Paparan ini mengakibatkan tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas pada anak-anak dan merupakan penyebab terjadinya infeksi saluran pernapasan. Anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain dan belajar di rumah. Bila orangtua tidak membuat kesepakatan larangan merokok di rumah, tentu saja anak akan menjadi korban dari asap rokok yang dihasilkan. Ketika anak-anak sakit, maka hal ini dapat memotivasi orangtua untuk berhenti merokok. Walaupun mereka hanya memiliki keinginan dan niat untuk berhenti namun belum memiliki kesiapan untuk berhenti, setidaknya hal ini membantu dokter gigi untuk memotivasi pasien agar berhenti merokok.34

Faktor ekstrinsik yang memotivasi seseorang untuk berhenti merokok mencakup:

1. Nasehat dokter

Keterlibatan dokter dalam memberikan motivasi berhenti merokok diakui sebagai faktor yang dapat memotivasi pasien untuk berhenti merokok. Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien ingin dan mengharapkan dokternya menanyakan kebiasaan merokok pasien tersebut dan membantu pasiennya untuk berhenti merokok ketika mereka telah siap untuk berhenti. Hal ini berarti motivasi dan nasehat dari seorang dokter akan meningkatkan motivasi perokok untuk berhenti merokok.1

2. Kebijakan Pemerintah

(31)

Medan.36 Sementara di Jakarta, peraturan tersebut telah tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 88/2010 yang melarang merokok di kantor dan tempat umum37

Daerah bebas asap rokok merupakan cara yang terbukti cukup efektif melindungi non perokok dari asap rokok. Pemerintah harus konsisten dalam memberikan dukungan terhadap program kawasan bebas rokok. Hal ini dapat ditunjukkan melalui hukum yang disahkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Daerah bebas asap rokok juga membantu perokok yang ingin berhenti, dan mendorong orang-orang untuk membuat rumah mereka bebas asap rokok sehingga dapat melindungi anak-anak dan orang-orang non perokok lainnya dari bahaya asap rokok.35

3. Harga jual rokok

Menurut Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (cit. WHO) pada pasal 6 menyatakan bahwa “menaikkan harga penjualan rokok adalah cara yang cukup efektif untuk mengurangi penggunaan tembakau sehingga dapat memberikan kontribusi pada bidang kesehatan”. Dengan meningkatkan harga jual rokok maka konsumsi rokok akan berkurang dan membantu perokok untuk berhenti merokok. Setiap kenaikan 10% pada harga eceran akan mengurangi konsumsi rokok sekitar 4% di negara berpenghasilan tinggi hingga 8% di negara berpenghasilan rendah dan menengah.38

4. Label peringatan bahaya merokok

Membantu perokok untuk berhenti merokok atau mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi jumlah kematian dan kesakitan setiap tahunnya. Saat ini, kira-kira 30% perokok di Amerika Utara tidak memiliki keinginan untuk berhenti merokok. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu program yang dapat mengendalikan perokok untuk berhenti merokok.35

(32)

Penempatan label peringatan di bagian atas bungkus rokok juga lebih baik, daripada di bagian bawah. Hal ini juga meningkatkan visibilitas karena memudahkan penglihatan saat membuka bungkus rokok.38

Kanada adalah negara pertama yang menampilkan label bahaya merokok pada bungkus rokok yaitu pada tahun 2001. Label peringatan bahaya merokok tersebut didesain dengan gambar yang semenarik mungkin dan terletak di bagian depan dan belakang bungkus rokok. Di bagian samping bungkus terdapat informasi mengenai bagaimana caranya untuk berhenti merokok dan pesan-pesan mengenai risiko kesehatan yang ditimbulkan akibat merokok.35 Perokok yang membaca label ini mulai memikirkan untuk berhenti merokok, memutuskan untuk berhenti atau mengurangi kebiasaan merokoknya. Tiga dari sepuluh perokok termotivasi untuk berhenti merokok setelah melihat label peringatan di bungkus rokok.38

Gambar 2. Label Peringatan di Bungkus Rokok38

2.8 Program Berhenti Merokok

(33)

Ada beberapa alasan mengapa seorang praktisi kesehatan dapat menjadi mediator yang efektif dalam membantu orang-orang untuk berhenti merokok. Seorang praktisi dianggap sebagai sumber pengetahuan kesehatan. Pasien cenderung dapat menerima nasehat dari seorang klinisi apakah dokter/dokter gigi untuk mengubah kebiasaan merokok mereka karena dokter/dokter gigi dianggap ahli dalam bidang kesehatan. Selain itu pasien lebih mudah menerima nasehat berhenti merokok ketika mereka telah merasakan akibat dari merokok itu sendiri. Beberapa perokok yang ingin berhenti merokok juga cenderung mencari perawatan dari seorang praktisi seperti dokter gigi daripada menggunakan metode self-help.39

Dokter gigi maupun praktisi kesehatan lainnya tidak hanya memiliki kewajiban untuk mengobati penyakit, tetapi juga sebagai penasehat kesehatan bagi pasiennya termasuk mempromosikan berhenti merokok.39 Dokter gigi juga dapat memberikan pelayanan berhenti merokok pada pasiennya dengan mengidentifikasi efek merokok di rongga mulut.21 Setiap dokter gigi diharapkan agar menanyakan pasiennya yang berusia 15 tahun ke atas mengenai kebiasaan merokok, sudah berapa lama merokok, dan memberi nasehat serta anjuran untuk berhenti merokok.39

Dokter gigi dapat mempromosikan berhenti merokok melalui tulisan “dilarang merokok” yang ditempatkan di ruang praktek dan yang mudah dilihat oleh pasien. Menampilkan gambar kondisi rongga mulut sebelum dan sesudah perawatan adalah cara yang cukup efektif untuk menarik minat pasien agar berhenti merokok.40

Pedoman praktis klinis merekomendasikan “5M” sebagai kerangka kerja program berhenti merokok. 5M tersebut meliputi 40:

1. Menanyakan (asking). Ketika pasien datang mencari perawatan dokter gigi dapat menanyakan apakah pasien memiliki kebiasaan merokok atau tidak. Kemudian bisa ditanyakan jenis rokoknya, frekuensinya, jumlahnya, waktu merokoknya dan alasan mengapa merokok.

(34)

3. Menasehati (advice). Memberi edukasi dan pengetahuan kepada pasien mengenai risiko merokok dan keuntungan berhenti merokok. Namun yang perlu diingat adalah nasehat yang diberikan tidak boleh bersifat memaksa dan menekan agar hubungan dokter dengan pasien tetap terjaga.

4. Membantu (assist). Langkah selanjutnya adalah menawarkan pilihan bantuan untuk berhenti merokok yang sesuai dengan tingkat motivasi dan ketergantungan pasien.

5. Menyusun jadwal kunjungan berulang dan memberikan dukungan (arranging follow up and support). Langkah terakhir adalah membuat jadwal kunjungan berulang dan memberikan dukungan kepada pasien. Dukungan bisa berupa melakukan dental profilaksis yaitu pembersihan karang gigi dan plak serta mengevaluasi jaringan periodontal.

2.9 Kerangka Konsep

Tingkat Motivasi Berhenti Merokok :

- Rendah

- Nasehat dokter gigi

- Khawatir pada kesehatan diri sendiri

- Khawatir pada kesehatan

orang lain

Perubahan kondisi rongga mulut perokok: stain gigi, melanosis, karies gigi spesifik,

(35)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi USU dan terminal-terminal angkot di Medan yang dilaksanakan selama enam bulan mulai dari bulan Juli 2013 sampai Januari 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah pegawai Fakultas Kedokteran Gigi USU dan supir angkot di Medan. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling pada kelompok pegawai dan diperoleh 85 orang, sedangkan pada supir angkot dilakukan secara purposif dan diperoleh 100 orang. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebagai perokok dan mantan perokok dijumpai 34 orang pada pegawai 91 orang pada supir angkot.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah status perokok, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama merokok, jenis rokok, kategori perokok, perubahan kondisi rongga mulut, tingkat ketergantungan merokok, tingkat motivasi berhenti merokok dan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berhenti merokok.

3.4.2 Definisi Operasional

(36)

b. Umur: adalah usia responden berdasarkan hari ulang tahun terakhir sampai tahun 2013.

c. Jenis kelamin terdiri atas laki-laki dan perempuan.

d. Pendidikan: adalah tingkat pendidikan terakhir yang dijalani oleh responden.

e. Pekerjaan terdiri atas supir angkot dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi USU.

f. Lama merokok terdiri atas <1 tahun, 1-10 tahun, 11-20 tahun dan >20 tahun.

g. Jenis rokok terdiri atas rokok putih, rokok kretek, rokok cerutu, dan rokok kombinasi.

h. Perubahan kondisi rongga mulut: adalah keadaan rongga mulut responden yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok, meliputi stain gigi, melanosis, karies gigi spesifik, penyakit periodontal, keratosis, stomatitis nikotin, dan karsinoma sel skuamosa.

i. Kategori perokok (Bustan, 2002) terdiri atas:

(37)

j. Tingkat ketergantungan merokok: adalah tingkat ketidakmampuan responden untuk mengontrol keinginannya terhadap merokok yang diukur dengan uji Fagerstrom.

Pertanyaan Jawaban Skor

Berapa banyak Anda merokok dalam sehari?

a. <10 batang/hari b. 11-20 batang/hari c. 21-30 batang/hari d. >30 batang/hari

0 1 2 3 Seberapa cepat Anda merokok

setelah bangun tidur?

a. 5 menit setelah bangun tidur b. 6-30 menit setelah bangun

tidur

c. >30 menit setelah bangun tidur

3

2

0 Apakah Anda merasa kesulitan

untuk tidak merokok di “no smoking area” ?

a. Ya b. Tidak

1 0

Apakah Anda kesulitan untuk tidak merokok di pagi hari?

a. Ya b. Tidak

1 0 Apakah Anda lebih sering

merokok saat bekerja daripada saat jam istirahat?

a. Ya b. Tidak

1 0

Apakah Anda masih merokok saat sakit?

a. Ya b. Tidak

1 0

(38)

l. Tingkat motivasi berhenti merokok: adalah tingkah laku responden untuk berhenti merokok yang diukur dengan contemplation ladder.

10 Saya telah berhenti merokok

9

Saya telah berhenti merokok, tetapi saya khawatir saya akan merokok lagi apabila lingkungan saya tidak mendukung

8

Saya masih merokok, tetapi saya telah mengurangi jumlah batang per harinya. Saya siap untuk berhenti merokok

7 Saya berencana berhenti merokok sebulan lagi 6 Saya berencana berhenti merokok enam bulan lagi

5

Saya sering berfikir untuk berhenti merokok, tetapi saya tidak ada rencana untuk berhenti

4

Saya kadang-kadang berfikir untuk berhenti merokok, tetapi saya tidak ada rencana untuk berhenti

3

Saya jarang memikirkan untuk berhenti merokok, dan tidak ada rencana untuk berhenti

2

Saya tidak pernah berfikir untuk berhenti merokok, dan tidak ada rencana untuk berhenti merokok

1 Saya memutuskan untuk tidak berhenti merokok sepanjang umur saya

0

Saya tidak pernah berfikir untuk berhenti merokok dan saya tidak bisa hidup tanpa merokok

m. Kategori tingkat motivasi berhenti merokok: Skala 8-10 : Tingkat motivasi tinggi

Skala 3-7 : Tingkat motivasi sedang Skala 0-2 : Tingkat motivasi rendah

n. Faktor yang mempengaruhi motivasi berhenti merokok, terdiri atas:

(39)

2. Faktor Ekstrinsik: dorongan teman/keluarga, nasehat dari dokter gigi, daerah bebas asap rokok, harga rokok, label peringatan bahaya merokok pada bungkus rokok.

3.5 Cara Pengumpulan Data

Tenaga peneliti terdiri atas 5 orang dimana responden mengisi kuesioner secara langsung didampingi peneliti untuk memperoleh data identitas responden, tingkat ketergantungan merokok, tingkat motivasi berhenti merokok dan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berhenti merokok. Pemeriksaan rongga mulut dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan kaca mulut kemudian menuliskan hasilnya pada lembar pemeriksaan yang telah disediakan.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak komputer. Analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu menghitung persentase perubahan kondisi rongga mulut, tingkat ketergantungan merokok, tingkat motivasi berhenti merokok dan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berhenti merokok.

3.7 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup: 1. Lembar persetujuan (informed consent)

Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada responden kemudian menjelaskan lebih dulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dari hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian.

2. Ethical Clearance

(40)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan dari 185 orang responden, 67,6% adalah perokok, dan 32,4% bukan perokok. Pada kelompok pegawai hanya 40% perokok (0,04% diantaranya mantan perokok), dan 60% bukan perokok. Pada kelompok supir angkot 91% adalah perokok (0,02% diantaranya mantan perokok), dan hanya 9% bukan perokok (Tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik responden (n=185)

Kelompok

Perokok/Mantan

perokok Bukan perokok Jumlah

n n n % n

Pegawai 34 40 51 60 85

Supir Angkot 91 91 9 9 100

Jumlah 125 67,6 60 32,4 185

4.2 Karakteristik Responden Perokok

(41)

Tabel 4. Karakteristik usia perokok berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan

Usia (tahun)

Jumlah

21-30 31-40 41-50 51-60

n % n % n % n % n

Pegawai 10 29,4 10 29,4 9 26,5 5 14,7 34

Supir angkot 29 31,9 28 30,7 23 25,3 11 12,1 91

Jumlah 39 31,2 38 30,4 32 25,6 16 12,8 125

Lebih dari separuh responden (79,2%) memiliki tingkat pendidikan SMP/SMA dan hanya 11,2% berpendidikan tidak sekolah/SD dan 9,6% berpendidikan D3/S1. Pada kelompok pegawai yang berpendidikan D3/S1 sebanyak 35,3% dan tidak ada yang tidak sekolah/SD. Sebaliknya pada kelompok supir angkot yang berpendidikan tidak sekolah sebanyak 15,4% dan tidak ada yang berpendidikan D3/S1 (Tabel 5).

Tabel 5. Karakteristik pendidikan perokok berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan

Pendidikan

Jumlah Tidak

sekolah/SD SMP/SMA

D3/S1

n % n % n % n

Pegawai - - 22 64,7 12 35,3 34

Supir angkot 14 15,4 77 84,6 - - 91

Jumlah 14 11,2 99 79,2 12 9,6 125

4.3 Karakteristik Merokok pada Perokok

Sebanyak 52,9% pegawai telah merokok selama 1-10 tahun dan yang telah merokok >20 tahun sebanyak 23,5%, sedangkan pada supir angkot yang telah

(42)

Tabel 6. Karakteristik lama merokok pada responden perokok

Pekerjaan

Lama Merokok (tahun)

Jumlah

Pada kelompok pegawai sebanyak 41,2% merokok dengan jenis rokok putih, 38,2% dengan jenis rokok kombinasi dan tidak ada yang merokok dengan rokok cerutu. Pada kelompok supir angkot, 63,7% merokok dengan jenis rokok kombinasi dan hanya 2,2% merokok dengan jenis rokok cerutu (Tabel 7).

Tabel 7. Karakteristik jenis rokok pada responden perokok

Pekerjaan

Persentase kategori perokok terbanyak baik pada kelompok pegawai maupun supir angkot adalah perokok sedang yaitu 55,2%. Pada kelompok pegawai kategori perokok yang terbanyak adalah perokok sedang yaitu 64,7% diikuti perokok ringan yaitu 26,5%, sebaliknya pada kelompok supir angkot kategori perokok terbanyak adalah perokok sedang yaitu 51,6% dan diikuti perokok berat yaitu 46,2% (Tabel 8).

Tabel 8. Kategori perokok berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Perokok ringan Perokok sedang Perokok berat Jumlah

n % N % n % n

Pegawai 9 26,5 22 64,7 3 8,8 34

Supir Angkot 2 2,2 47 51,6 42 46,2 91

(43)

4.4 Karakteristik Perubahan Kondisi Rongga Mulut Perokok

Perubahan kondisi rongga mulut yang paling banyak dialami perokok adalah stain gigi yaitu 89,6% dan melanosis 88%. Karies gigi spesifik dialami sebanyak 37,6% responden perokok, penyakit periodontal 42,4% dan hanya 0,8% yang mengalami keratosis. Pada penelitian ini tidak ditemukan responden yang mengalami stomatitis nikotin dan karsinoma sel skuamosa (Tabel 9).

Tabel 9. Persentase perubahan kondisi rongga mulut perokok (n=125)

Perubahan Kondisi Rongga Mulut

Ada Tidak Ada

n % N %

Stain gigi 112 89,6 13 10,4

Melanosis 110 88 15 12

Penyakit periodontal 53 42,4 72 57,6

Karies gigi spesifik 47 37,6 78 62,4

Keratosis 1 0,8 124 99,2

Stomatitis nikotin - - 125 100

Karsinoma sel skuamosa - - 125 100

4.5 Tingkat Ketergantungan Merokok

(44)

area” pada kelompok pegawai 38,2% dan pada supir angkot tidak jauh berbeda yaitu 30,8% (Tabel 10).

Tabel 10. Karakteristik tingkat ketergantungan merokok

Karakteristik merokok di pagi hari

(45)

Tabel 11. Distribusi frekuensi kategori tingkat ketergantungan merokok berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan

Kategori Tingkat Ketergantungan Merokok Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

n % N % n % n

Pegawai 15 44,1 17 50 2 5,9 34

Supir Angkot 11 12,1 66 72,5 14 15,4 91

Jumlah 26 20,8 83 66,4 16 12,8 125

Pada setiap kelompok umur, kategori tingkat ketergantungan merokok berada pada kategori sedang yaitu 70% pada kelompok usia 21-30 tahun, 62,2% pada usia 31-40 tahun, 57,6% pada usia 41-50 tahun dan 86,6% pada usia 51-60 tahun. Tingkat ketergantungan merokok tinggi paling banyak terdapat pada kelompok usia 41-50 tahun yaitu 21,2% dan tingkat ketergantungan merokok rendah paling banyak pada kelompok usia 31-40 tahun yaitu 27% (Tabel 12).

Tabel 12. Distribusi frekuensi kategori tingkat ketergantungan merokok berdasarkan usia

Usia (tahun)

Kategori Tingkat Ketergantungan Merokok

Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

n % N % n % n

4.6 Tingkat Motivasi Berhenti Merokok

(46)

menyatakan tidak pernah berfikir untuk berhenti merokok dan tidak bisa hidup tanpa rokok, 5,5% memutuskan untuk tidak berhenti merokok sepanjang umur, dan hanya 2,1% yang telah berhenti merokok (Tabel 13).

Tabel 13. Karakteristik tingkat motivasi berhenti merokok

Tingkat Motivasi Berhenti Merokok

Pegawai

Telah berhenti merokok namun takut

terpengaruh lingkungan - - 1 1,1

Sudah mengurangi jumlah rokok dan

siap untuk berhenti 12 35,3 10 11

Berencana berhenti merokok sebulan

lagi - - - -

Berencana berhenti merokok enam

bulan lagi 1 2,9 3 3,3

Sering berfikir berhenti merokok,

namun tidak ada rencana 4 11,8 26 28,6

Kadang-kadang berfikir berhenti

merokok, namun tidak ada rencana 8 23,5 12 13,2

Jarang berfikir berhenti merokok dan

tidak ada rencana berhenti 2 5,9 16 17,6

Tidak pernah berfikir berhenti

merokok dan tidak ada rencana 4 11,8 12 13,2

Memutuskan untuk tidak berhenti

merokok sepanjang umur - - 5 5,5

Tidak pernah berfikir berhenti merokok dan tidak bisa hidup tanpa rokok

- - 4 4,4

(47)

Tabel 14. Distribusi frekuensi tingkat motivasi berhenti merokok berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan

Kategori Tingkat Motivasi Berhenti Merokok

Jumlah

Tinggi Sedang Rendah

n % N % n % n

Pegawai 15 44,1 15 44,1 4 11,8 34

Supir Angkot 13 14,3 57 62,6 21 23,1 91

Jumlah 28 22,4 72 57,6 25 20 125

Pada setiap kelompok umur, kategori tingkat motivasi berhenti merokok berada pada kategori sedang, yaitu 75% pada kelompok usia 21-30 tahun, 51,3% pada usia 31-40 tahun, 45,1% pada usia 41-50 tahun dan 53,3% pada kelompok usia 51-60 tahun. Tingkat motivasi berhenti merokok tinggi paling banyak terdapat pada kelompok usia 41-50 tahun yaitu 32,3% dan tingkat motivasi berhenti merokok rendah paling banyak terdapat pada kelompok usia 51-60 tahun yaitu 33,3% (Tabel 15).

Tabel 15. Distribusi frekuensi kategori tingkat motivasi berhenti merokok berdasarkan usia

Usia (tahun)

Kategori Tingkat Motivasi Berhenti Merokok

Jumlah

Tinggi Sedang Rendah

n % N % n % n

4.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berhenti Merokok

(48)

motivasi berhenti merokok sebanyak 24,2%. Khawatir pada kesehatan keluarga mempengaruhi 14,2% motivasi responden untuk berhenti merokok. Sebanyak 55% responden tidak mengetahui efek merokok terhadap rongga mulut (Tabel 16).

Tabel 16. Faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi perokok untuk berhenti merokok (n=120)

Faktor Intrinsik Berpengaruh

Tidak

Berpengaruh Tidak Tahu

n % n % n %

Efek merokok terhadap

kesehatan umum 89 74,2 26 21,7 5 4,1

Efek merokok terhadap

rongga mulut 29 24,2 25 20,8 66 55

Khawatir pada

kesehatan keluarga 17 14,2 - - 103 85,8

Pada faktor ekstrinsik, 95% responden perokok menyatakan harga rokok mempengaruhi motivasi berhenti merokok, 85% karena dorongan keluarga, 50% karena peraturan pemerintah, 20,8% karena label peringatan di bungkus rokok, 17,5% karena dorongan teman dan hanya 13,3% karena nasehat dokter gigi (Tabel 17).

Tabel 17. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi perokok untuk berhenti merokok (n=120)

Faktor Ekstrinsik Berpengaruh

Tidak

Berpengaruh Tidak Ada

n % n % n %

(49)

sebanyak 80%, bahkan 20% responden menyatakan keimanan adalah faktor yang paling mempengaruhinya untuk berhenti merokok (Tabel 18).

Tabel 18. Faktor intrinsik dan ekstrinsik yang paling memperngaruhi motivasi mantan perokok untuk berhenti merokok (n=5)

Faktor yang Memotivasi Berhenti Merokok

Paling Berpengaruh

Tidak Berpengaruh

n % n %

Faktor Intrinsik

Efek merokok terhadap

kesehatan umum 4 80 1 20

Faktor Ekstrinsik

Keimanan

(50)

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini kelompok usia yang paling banyak ditemukan baik pada pegawai maupun supir angkot adalah kelompok usia 21-30 tahun, yaitu 29,4% pada pegawai dan 31,9% pada supir angkot, dengan tingkat pendidikan SMP/SMA. Pada responden perokok, kelompok pegawai telah merokok 1-10 tahun (52,9%) dengan jenis rokok putih (41,2%), sedangkan pada supir angkot telah merokok 10-20 tahun (58,2%) dengan jenis rokok kombinasi (58%). Seluruh responden perokok pada penelitian ini adalah laki-laki, di mana hasil penelitian ini mirip dengan penelitian Artana di Panglipuran (Bali) bahwa 98,6% berjenis kelamin laki-laki dan hanya 1,4% berjenis kelamin perempuan. Beberapa faktor sosial dan adat menjadi penyebab mengapa perempuan di negara Asia lebih sedikit merokok dibandingkan Eropa dan Amerika.41

(51)

Berdasarkan hasil penelitian ini, kategori tingkat ketergantungan responden terhadap kebiasaan merokok lebih banyak terletak pada kategori sedang yaitu 66,4%, diikuti kategori rendah 20,8% dan kategori tingkat ketergantungan merokok tinggi sebanyak 12,8% (Tabel 11). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Postolache dimana tingkat ketergantungan merokok tinggi sebanyak 76,6%, sedang 23% dan rendah 0,4%.42 Perbedaan ini mungkin disebabkan karena 53,8% keluarga responden Postolache juga perokok, sehingga mungkin keluarga mereka kurang memberikan dorongan untuk berhenti merokok, sedangkan pada penelitian ini dorongan keluarga mempengaruhi motivasi berhenti merokok sebanyak 85,6%.

Bila dilihat berdasarkan pekerjaan, kelompok pegawai berada pada kategori tingkat ketergantungan merokok sedang (50%) sampai rendah (44,1%). Pada kelompok supir angkot, kategori tingkat ketergantungan merokok sedang (72,5%) sampai tinggi (15,4%). Perbedaan ini disebabkan karena pada kelompok pegawai, jumlah rokok yang dihisap 11-20 batang/hari dan telah merokok 1-10 tahun (52,9%), sedangkan pada supir angkot umumnya juga merokok 11-20 batang/hari tetapi ada yang merokok >30 batang/hari (11%) dan telah merokok 10-20 tahun (58,2%). Secara teoritis, tingkat ketergantungan merokok dipengaruhi oleh jumlah rokok dan lama merokok yang pada akhirnya mempengaruhi kadar nikotin dalam tubuh.43+ Selain itu hal ini juga disebabkan karena pada supir angkot lebih banyak merokok saat bekerja (61,5%), bangun tidur segera merokok (27,5%) dan bahkan pada saat sakit masih merokok (63,7%), sementara pada pegawai lebih banyak merokok saat istirahat (70,6%), merokok >30 menit setelah bangun tidur (50%) dan tidak merokok saat sakit (61,8%).

Tingkat ketergantungan merokok pada setiap kelompok usia terletak pada kategori sedang (Tabel 12). Broms (cit Artana) dalam penelitiannya tidak mendapatkan hubungan faktor usia dengan tingkat ketergantungan.41

(52)

disebabkan penelitian Bock dkk dilakukan pada responden yang memiliki riwayat penyakit pernapasan, sementara pada penelitian ini tidak diketahui apakah responden memiliki riwayat penyakit pernapasan.

Bila dilihat berdasarkan pekerjaan, persentase pegawai yang memiliki tingkat motivasi berhenti merokok tinggi sebanyak 44,1%, sedang 44,1%, dan rendah sebanyak 11,8%, sedangkan pada supir angkot 62,6% memiliki tingkat motivasi berhenti merokok sedang, 23,1% rendah dan 14,3% tinggi (Tabel 14). Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Kumboyono pada tenaga kesehatan dan non kesehatan di RSU Sangatta, di mana 57% tenaga kesehatan memiliki motivasi berhenti merokok tinggi diikuti 43% yang mempunyai motivasi berhenti merokok rendah. Pada tenaga non kesehatan 94% memiliki tingkat motivasi berhenti merokok sedang dan hanya 6% yang mempunyai motivasi berhenti merokok tinggi.43 Hal ini mungkin disebabkan karena pada pegawai sebanyak 35,3% telah mengurangi jumlah rokok yang dihisap dan 2,9% berencana berhenti merokok sebulan lagi, sedangkan pada supir angkot ada yang tidak pernah berfikir untuk berhenti merokok dan tidak bisa hidup tanpa rokok yaitu sebanyak 4,4% dan ada yang memutuskan untuk tidak berhenti merokok yaitu sebanyak 5,5%. Selain itu mungkin disebabkan karena pegawai bekerja pada institusi pendidikan yang tidak memungkinkan merokok di sembarang tempat, sedangkan supir angkot memungkinkan mereka merokok sepanjang melakukan pekerjaannya karena tidak ada larangan merokok di dalam angkot. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi motivasi berhenti merokok dimana semakin rendah pendidikan seseorang maka pengetahuan yang dimiliki juga kurang sehingga memiliki persepsi yang kurang baik tentang penyakit akibat merokok dan manfaat berhenti merokok sehingga menyebabkan rendahnya motivasi untuk berhenti merokok.43

(53)

menyatakan faktor yang sama, yaitu alasan kesehatan 92%, biaya yang dikeluarkan akibat merokok 59%, kesehatan keluarga 56%, nasehat dokter gigi 50%, ajakan teman dan keluarga 47%, dan larangan merokok di tempat kerja 20%.12 Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa pada perokok aktif, faktor yang paling berpengaruh adalah faktor ekstrinsik yaitu harga rokok, sedangkan pada mantan perokok adalah faktor intrinsik yaitu kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa perokok akan semakin mudah berhenti merokok apabila kesehatannya terganggu akibat banyaknya jumlah rokok yang dihisap, sehingga perokok akan berusaha keras untuk mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi atau langsung berhenti merokok.44 Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Szwed dkk. di mana 57% perokok termotivasi berhenti merokok dengan alasan kesehatan.7

Sebanyak 52% (Tabel 17) responden menyatakan bahwa peraturan pemerintah mengenai larangan merokok di tempat-tempat umum mempengaruhi motivasi mereka untuk berhenti merokok. Hal ini menunjukkan bahwa apabila perokok tidak diberikan kesempatan dan ruang untuk merokok maka mereka akan berusaha untuk tidak merokok.

Label peringatan di bungkus rokok pada penelitian ini mempengaruhi motivasi berhenti merokok sebanyak 21,6% (Tabel 17). Hasil penelitian ini sedikit lebih rendah daripada hasil penelitian Hammond di Kanada yaitu 44% responden termotivasi berhenti merokok setelah melihat label peringatan di bungkus rokok.35 Perbedaan ini mungkin disebabkan karena di Kanada label peringatan bungkus rokok berukuran lebih besar dan disertai dengan gambar efek merokok yang membuat perokok enggan untuk merokok. Di Indonesia label peringatan di bungkus rokok masih berupa tulisan dan berukuran lebih kecil.

(54)

cessation) atau mungkin juga disebabkan karena ketidaktahuan dokter gigi mengenai

(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada perokok perubahan kondisi rongga mulut yang paling banyak ditemukan adalah stain gigi (89,6%) dan melanosis perokok (88%).

Kategori tingkat ketergantungan merokok pada pegawai adalah sedang (50%) sampai rendah (44,1%), sedangkan pada supir angkot berada pada kategori sedang (72,5%) sampai tinggi (15,4%).

Kategori tingkat motivasi berhenti merokok pada pegawai berada pada kategori tinggi (44,1%) sampai sedang (44,1%), sebaliknya pada supir angkot berada pada kategori sedang (62,6%) sampai rendah (23,1%).

Faktor yang mempengaruhi motivasi perokok untuk berhenti merokok adalah harga rokok (95%), dorongan keluarga (85%), kesehatan umum (74,2%). Nasehat dokter gigi hanya mempengaruhi sebanyak 13,3%. Pada mantan perokok faktor yang mempengaruhi berhenti merokok adalah kesehatan umum (80%) dan keimanana (20%).

6.2 Saran

1. Dokter gigi

Turut berperan serta dalam memberikan nasehat dan motivasi berhenti merokok kepada pasien yang memiliki kebiasaan merokok serta diharapkan menjalankan program pelayanan berhenti merokok (smoking cessation).

2. Pemerintah

(56)

membuat daerah-daerah tertentu sebagai Kawasan Tanpa Rokok khususnya di kota Medan.

4. Kantor-kantor/tempat kerja

Mengupayakan ruangan khusus merokok di setiap tempat kerja agar tidak mengganggu kesehatan orang lain dan tidak mempengaruhi orang lain untuk merokok.

3. Orang-orang yang memiliki kebiasaan merokok

(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Williams RJ. Assessing how to increase smoker’s motivation to quit. Tesis. Hawai: Program Studi Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat University of Hawai, 2011: 1, 2, 12-14.

2. Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA). The Asean toacco control report June

3. Lung ZHS, Kelleher MGD, Porter RWJ, Gonzales J, Lung RFH. Poor patient awereness of the relationship between smoking and periodontal disease. J Perio Res 2007; 14: 54-56.

4. Kasim E. Merokok sebagai faktor resiko terjadinya penyakit periodontal. J Kedokter Trisakti 2001; 19: 4.

5. AlTayeb D. The effect of smoking on the periodontal condition of young adults Saudi population. Egyptian Dental Journal 2008; 54: 3,4.

6. Hughes JR. Motivating and helping smokers to stop smoking. J Gen Intern Med 2003; 18: 1053.

7. Szwed A. The evaluation of motivation and addiction to nicotine in smokers attempting to quit smoking. Pneumonologia Alergologia Polska 2012; 80: 518-9.

8. Martono LH, Joewana S. Membantu pemulihan pecandu narkoba dan

keluarganya. Jakarta: Balai Pustaka, 2008: 16.

9. Irianto YB. Kreativitas dan motivasi. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._

10. West R. Assessment of dependence and motivation to stop smoking. BMJ 2004; 328: 338, 339.

(58)

12. Hyland A, Li Q, Bauer JE, Giovino GA, Steger C, Cummings KM. Predictors of cessation in a cohort of current and former smokers followed over 13 years. Nicotine & Tobacco Research 2004; 6: 365.

13. Sieminska A, Buczkowski K, Jassem E, Lewandowska K, Ucinska R, Chelminska M. Patterns of motivations and ways of quitting smoking among Polish smokers: A questionnare study. BMC Public Health 2008; 8: 4.

14. Cox LS, Patten CA, Ebbert JO, Drews AA, Croghan GA, Clark MM, et al. Tobacco Use Outcomes Among Patients with Lung Cancer Treated for Nicotine Dependence. Journal of Clinical Oncology 2002; 20: 3464.

15. Shahab L, Jarvis MJ, Britton J, West R. Prevalence, diagnosis and relation to tobacco dependence of chronic obstructive pulmonary disease in a nationaly representative population sample. Thorax 2006; 61: 1046.

16. Abu-Baker NN, Haddad L, Mayyas O. Smoking behavior among coronary heart disease patients in Jordan: a model from a developing country. Int. J. Environ 2010; 7: 751.

17. Semer N, Ellison J, Mansell C, Hoika L, MacDougall W, Gansky SA, et al. Development and evaluation of a tobacco cessation motivational program for adolescents based on physical attractiveness and oral health. J dent Hygiene 2005; 79 (4): 4.

18. Al-Shammari KF, Moussa MA, Al-Ansari JM, Al-Duwairy YS, Honkala EJ. Dental patient awareness of smoking effects on oral health: comparison of smokers and non smokers. Jdent 2005; 34: 175.

19. Monaghan N. What is the role of dentists in smoking cessation. BDJ 2002; 193: 611-2.

20. Canadian dental hygienist association. Tobacco use cessation service and the role of the dental hygienist- a CDH position paper. CJDH 2004; 38: 1.

21. Nawi NG, Prabandari YS, Padmawati RS, Okah F, Haddock CK, Nichter M, et al. Physician assessment of patient smoking in Indonesia: a public health priority. Tobacco control 2007; 16: 194.

(59)

23. Collins FM. Tobacco cessation and the impactof tobacco use on oral health. 24. Revianti S. Pengaruh radikal bebas pada rokok terhadap timbulnya kelainan di

rongga mulut. Denta 2007; 1: 87.

25. Action on Smoking and Health. How smoking affects the way you look.

26. Doe J, DeSanto C. Smoking immadiate effects on body. http://www.

27. Kentala J. Smoking prevention in oralhealth. Disertasi. Finlandia: Faculty of Medicine University of Tempere, 2007: 31, 38.

28. Langlais RP, Miller CS. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang terjadi. Alih Bahasa. Susetyo B. Jakara: Hipokrates, 1998: 56, 70.

29. Tumilisar DL. Tembakau dan pengaruhnya terhadap kesehatan mulut. J Kedokteran Meditek; 17: 20.

30. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Analisis karies spesifik yang berhubungan dengan rokok kretek: kajian epidemiologik dan electron dispersion x-ray microanalisis. http://grey.litbang.depkes.go.id

31. Hidayat DR. Pengantar psikologi untuk tenaga kesehatan: ilmu perilaku manusia. Jakarta: Trans Info Media, 2004: 78-80.

32. Muslimin. Hubungan masyarakat dan konsep kepribadian. Malang: UMM Press, 2004: 292-306.

33. Contemplation Ladder. Beat drugs fund evaluation question set no 13.

34. Mills MA, Rhodes KV, Follansbee CW, Shofer FS, Prusakowski M, et al. Effect of household children on adult ED smoker’s motivation to quit. American Journal of Emergency Medicine 2008; 26: 757, 758.

35. Hammond D, McDonald PW, Tong GT, Brown KS, Cameron R. The impact of cigarette warning labels and smoke free bylaws on smoking cessation. Canadian Journal of Public Health 2004; 95: 201.

36. Medan Bisnis. Kawasan tanpa rokok: kesehatan versus ekonomi.

(60)

37. Reimandos A, Utomo ID, McDonald P, Hull T, Suparno H, Utomo A. The 2010 greater Jakarta transition to adulthood survei, policy background paper no.2, merokok dan penduduk dewasa muda di Indonesia. 24. 2013)

38. World Health Organization. WHO report on the global tobacco epidemic, 2011: warning about the dangers of tobacco. WHO Press, 2011: 22-27, 66.

39. Department of Mental Health and Substance Dependence. Encourage people to stop smoking. WHO Geneva 2001; 8-10.

40. Beaglehole RH, Watt RG. Helping smokers stop: guide for the dental team. London: Health Development Agency, 2004: 14-17.

41. Artana IGN, Ngurah RIB. Tingkat ketergantungan nikotin dan faktor-faktor yang berhubungan pada perokok di desa Penglipuran 2009. J Peny Dalam 2010; 11: 4-7.

42. Postolache P, Cozma CD, Cojocaru DC. Assessment of nicotine dependence in a large cohort of smokers-sosial and medical aspect. Revista de cercetare si intervente sociala 2013; 41:114.

43. Kumboyono, Fransiska IF, Sudarmiyati S. Perbedaan tingkat motivasi berhenti merokok antara tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan ri rumah sakit umum daerah Sangatta Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur. Majalah Kesehatan 2011: 6.

44. Rosita R, Suswardany DN, Abidin Z. Penentu Keberhasilan berhenti merokok pada mahasiswa ilmu kesehatan universitas muhammadiyah Surakarta.

45. Bock BC, Jennings E, Becker BM, Partridge R, Niaura RS. Characteristics and predictors of readiness to quit among emergency medical patients presenting with respiratory symptoms. Inter J of Emergency Med 2011; 4: 4.

(61)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

TINGKAT KETERGANTUNGAN MEROKOK DAN MOTIVASI BERHENTI MEROKOK PADA PEGAWAI FKG USU DAN

SUPIR ANGKOT DI MEDAN

No :

Tanggal :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Pendidikan : tidak sekolah/SD D3/S1

SMP/SMA

Pekerjaan : Supir angkot Pegawai FKG USU

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda (x) pada pilihan jawaban yang ada

1. Sudah berapa lama Anda merokok?

a. < 1 tahun

b. 1-10 tahun 1

c. 11-20 tahun d. >20 tahun

2. Apa jenis rokok yang Anda gunakan? a. Rokok putih

b. Rokok kretek 2

Gambar

Gambar 1. Hirarki Kebutuhan Maslow32
Tabel 1. Contemplation Ladder (CL)33
Tabel 2. Uji Fagerstrom10
Tabel 3. Karakteristik responden (n=185)
+7

Referensi

Dokumen terkait