• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan dan Pelatihan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan terhadap di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Kota Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan dan Pelatihan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan terhadap di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Kota Medan Tahun 2013"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN PELATIHAN KESIAPSIAGAAN PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA BUMI TERHADAP KESIAPSIAGAAN TENAGA KESEHATAN DI RSU BUNDA THAMRIN

KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Oleh HELY 077035004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN PELATIHAN KESIAPSIAGAAN PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA BUMI TERHADAP KESIAPSIAGAAN TENAGA KESEHATAN DI RSU BUNDA THAMRIN

KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HELY 077035004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)
(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 8 Pebruari 2013

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. Drs. Muslich Lutfi, M.B.A, I.D.S Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN PELATIHAN KESIAPSIAGAAN PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA BUMI TERHADAP

TENAGA KESEHATAN DI RSU BUNDA THAMRIN KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

Hely

(6)

ABSTRAK

Ancaman gempa bumi mendapat perhatian yang luas, karena sifatnya mendadak, dapat diprediksi, namun sulit ditentukan waktu terjadinya. Pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan adalah merupakan bentuk produktivitas sumber daya manusia kesehatan, sikap mental sumber daya manusia kesehatan dalam mengantisipasi kejadian bencana. Mitigasi struktural di rumah sakit direncanakan untuk meningkatkan kesinambungan struktur yang ada.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sumber daya manusia kesehatan (pengetahuan dan pelatihan) terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana gempa di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Kota Medan tahun 2013. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan yang ada di RSU Bunda Thamrin Medan. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 81 orang. Analisis data dilakukan dengan uji statistik logistic regression.

Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pengetahuan dan pelatihan memiliki hubungan dan pengaruh terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana gempa di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin, dengan pelatihan sebagai variabel dominannya.

Diperlukan peningkatan pengetahuan pengetahuan petugas kesehatan terkait kesiapsiagaan mereka menghadapi bencana gempa dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan bencana gempa, yaitu dengan pelatihan yang menggunakan media yang menarik, pemateri yang berwawasan dan meningkatkan frekuensi pelatihan secara berkala, minimal setahun sekali. Pentingnya peningkatan kualitas dengan memanfaatkan media poster, booklet atau banner dan kuantitas dengan meningkatkan frekuensi penyebaran informasi-informasi kedaruratan bencana gempa. Pihak RSU Bunda Thamrin bekerja sama dengan lembaga bencana untuk memberikan informasi dan pelatihan secara berkala.

(7)

ABSTRACT

Earthquake threat received extensive attention, because it is sudden, unpredictable, and difficult to determine the time of occurrence. Health services in times of disaster is one very important factor to prevent death, disability and disease incidence. Preparedness of health human resources is a form of health human resources productivity, the mental attitude of health human resources in anticipation of disaster. Structural mitigation in hospitals planned to improve the sustainability of the existing structure.

The purpose of this study was to analyze the health human resources (knowledge and training) to the earthquake disaster preparedness in Bunda Thamrin General Hospital Medan in 2013. This study was an analytical cross-sectional study. The population of this study are all health workers in the Bunda Thamrin Hospital. The sample in this study amounted to 81 people. Data analysis was performed with logistic regression statistical tests.

Multivariate analysis showed that the knowledge and training have a relationship and influence on earthquake disaster preparedness in the Bunda Thamrin General Hospital, with training as a dominant variable.

Required increase in knowledge related to health workers knowledge of their preparedness to face earthquake with improving the quality and quantity of training earthquake. The importance of improving the quality and quantity of information dissemination especially earthquake disaster emergency in Bunda Thamrin Hospital to improve the knowledge and preparedness of health workers in the face of disaster emergency. Bunda Thamrin Hospitals parties to cooperate with disaster agencies are there to provide information and training on a regular basis so that the preparedness of health workers at the hospital created the fullest .

Required increase in knowledge related to health workers knowledge of their preparedness to face earthquake with improving the quality and quantity of training earthquake, by using interested media training, insightful speakers and increase the frequency of periodic training, at least once a year. The importance of quality improvement by utilizing media posters, banners and booklets or quantity by increasing the frequency of information dissemination emergency earthquake. Bunda Thamrin General Hospitals parties to cooperate with disaster agencies to provide information and training on a regular basis.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah YME, karena atas segala

karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

dengan judul Pengaruh Pengetahuan dan Pelatihan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan terhadap di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Kota Medan Tahun 2013”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan

pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen

Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik

tanpa bantuan, dukungan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan

terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

5. Dr. Drs. Muslich Lutfi, M.B.A, I.D.S selaku Ketua Komisi Pembimbing yang

penuh perhatian, kesabaran, ketelitian dalam memberikan bimbingan dan arahan

serta meluangkan waktu sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.

6. Suherman, S.K.M, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang penuh

perhatian, kesabaran, ketelitian dalam memberikan bimbingan dan arahan serta

meluangkan waktu sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.

7. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E., M.Si selaku Ketua Komisi Penguji yang telah

memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

8. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku Anggota Komisi Penguji yang telah

memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

9. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi,

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

10. Kepala Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan yang telah memberikan izin

untuk melakukan penelitian dan seluruh staf rumah sakit yang telah membantu

saya dalam melakukan penelitian ini.

11. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman Minat Studi

(10)

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang selama ini selalu saling

memberi semangat, menjaga keharmonisan, kekompakan demi kelancaran

perkuliahan sampai tugas akhir selesai dan memberi dukungan kepada penulis

agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Hanya Tuhan YME yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan

yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak

kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, April 2014 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hely, lahir di Medan pada tanggal 29 desember 1969, anak

ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Widjaja dan Ibunda Wartini.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SD Swasta

Methodist pada tahun 1979-1982, Sekolah lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Swasta

Methodist pada tahun 1982-1985, Sekolah lanjutan Tingkat Atas di SLTA Swasta

Methodist pada tahun 1985-1988. Dan Fakultas Kedokteran Methodist pada tahun

1988-1994

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGENTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 ... Latar Belakang ... 1

1.2 ... Permasalahan ... 9

1.3 ... Tujuan Penelitian ... ` 9

1.4 ... Hipot esis ... 9

1.5 ... Manf aat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pengertian Bencana ... 11

2.2 Pengertian Gempa ... 13

2.2.1 Penyebab terjadinya Gempa Bumi ... 14

2.2.2 Gambaran Bencana Gempa di Indonesia ... 15

2.3 Sumber Daya Manusia Kesehatan ... 15

2.3.1 Pengetahuan ... 18

2.3.2 Pelatihan ... 20

2.4 Kesiapsiagaan dalam Penanggulangan Bencana Gempa ... 23

2.5 Rumah Sakit ... 26

2.6 Landasan Teori ... 31

2.7 Kerangka Konsep ... 33

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan Sampel ... 35

(13)

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 36

3.6 Aspek Pengukuran ... 38

3.7 Metode Analisis Data ... 38

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 41

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

4.1.1 Visi, Misi dan Tujuan ... 41

4.1.2 Fasilitas dan Pelayanan ... 42

4.2 Analisis Univariat ... 43

4.3 Analisis Bivariat ... 51

4.4 Analisis Multivariat ... 52

BAB 5. PEMBAHASAN ... 55

5.1 Hubungan Pengetahuan dan Pelatihan dengan Kesiapsiagaan ... 55

5.1.1 Hubungan Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan ... 55

5.1.2 Hubungan Pelatihan dengan Kesiapsiagaan ... 56

5.2 Pengaruh Pengetahuan dan Pelatihan terhadap Kesiapsiagaan ... 58

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1 Kesimpulan ... 61

6.2 Saran ... 61

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 3.1 Nama Variabel, Cara dan Alat Ukur, Kriteria Penilaian

Indikator dan Kategori Variabel ... 37

4.1 Karakteristik Responden Petugas Kesehatan di Rumah Sakit

Umum Bunda Thamrin Medan ... 43

4.2 Distribusi Jawaban Responden per Item Pernyataan Mengenai Pengetahuan Responden tentang Kesiapsiagaan Bencana Gempa pada Petugas Kesehatan di Rumah Sakit

Umum Bunda Thamrin Medan ... 44

4.3 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Kesiapsiagaan Bencana Gempa pada Petugas Kesehatan di Rumah Sakit

Umum Bunda Thamrin Medan ... 46

4.4 Distribusi Jawaban Responden per Item Pernyataan Mengenai Pelatihan tentang Kesiapsiagaan Bencana Gempa pada Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Umum Bunda

Thamrin Medan ... 46

4.5 Distribusi Pelatihan tentang Kesiapsiagaan Bencana Gempa pada Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Umum Bunda

Thamrin Medan ... 47

4.6 Distribusi Jawaban Responden per Item Pernyataan Mengenai Kesiapsiagaan Bencana Gempa pada Petugas

Kesehatan di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan ... 48

4.7 Distribusi Kesiapsiagaan Bencana Gempa pada Petugas

Kesehatan di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan ... 49

4.8 Tabulasi Silang Pengetahuan dan Pelatihan terhadap Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Gempa di RSU

Bunda Thamrin ... 50

4.9 Identifikasi Variabel Dominan Pengetahuan dan Pelatihan terhadap Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Gempa di

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

ABSTRAK

Ancaman gempa bumi mendapat perhatian yang luas, karena sifatnya mendadak, dapat diprediksi, namun sulit ditentukan waktu terjadinya. Pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan adalah merupakan bentuk produktivitas sumber daya manusia kesehatan, sikap mental sumber daya manusia kesehatan dalam mengantisipasi kejadian bencana. Mitigasi struktural di rumah sakit direncanakan untuk meningkatkan kesinambungan struktur yang ada.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sumber daya manusia kesehatan (pengetahuan dan pelatihan) terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana gempa di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Kota Medan tahun 2013. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan yang ada di RSU Bunda Thamrin Medan. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 81 orang. Analisis data dilakukan dengan uji statistik logistic regression.

Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pengetahuan dan pelatihan memiliki hubungan dan pengaruh terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana gempa di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin, dengan pelatihan sebagai variabel dominannya.

Diperlukan peningkatan pengetahuan pengetahuan petugas kesehatan terkait kesiapsiagaan mereka menghadapi bencana gempa dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan bencana gempa, yaitu dengan pelatihan yang menggunakan media yang menarik, pemateri yang berwawasan dan meningkatkan frekuensi pelatihan secara berkala, minimal setahun sekali. Pentingnya peningkatan kualitas dengan memanfaatkan media poster, booklet atau banner dan kuantitas dengan meningkatkan frekuensi penyebaran informasi-informasi kedaruratan bencana gempa. Pihak RSU Bunda Thamrin bekerja sama dengan lembaga bencana untuk memberikan informasi dan pelatihan secara berkala.

(17)

ABSTRACT

Earthquake threat received extensive attention, because it is sudden, unpredictable, and difficult to determine the time of occurrence. Health services in times of disaster is one very important factor to prevent death, disability and disease incidence. Preparedness of health human resources is a form of health human resources productivity, the mental attitude of health human resources in anticipation of disaster. Structural mitigation in hospitals planned to improve the sustainability of the existing structure.

The purpose of this study was to analyze the health human resources (knowledge and training) to the earthquake disaster preparedness in Bunda Thamrin General Hospital Medan in 2013. This study was an analytical cross-sectional study. The population of this study are all health workers in the Bunda Thamrin Hospital. The sample in this study amounted to 81 people. Data analysis was performed with logistic regression statistical tests.

Multivariate analysis showed that the knowledge and training have a relationship and influence on earthquake disaster preparedness in the Bunda Thamrin General Hospital, with training as a dominant variable.

Required increase in knowledge related to health workers knowledge of their preparedness to face earthquake with improving the quality and quantity of training earthquake. The importance of improving the quality and quantity of information dissemination especially earthquake disaster emergency in Bunda Thamrin Hospital to improve the knowledge and preparedness of health workers in the face of disaster emergency. Bunda Thamrin Hospitals parties to cooperate with disaster agencies are there to provide information and training on a regular basis so that the preparedness of health workers at the hospital created the fullest .

Required increase in knowledge related to health workers knowledge of their preparedness to face earthquake with improving the quality and quantity of training earthquake, by using interested media training, insightful speakers and increase the frequency of periodic training, at least once a year. The importance of quality improvement by utilizing media posters, banners and booklets or quantity by increasing the frequency of information dissemination emergency earthquake. Bunda Thamrin General Hospitals parties to cooperate with disaster agencies to provide information and training on a regular basis.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geografis terletak pada wilayah

yang rawan terhadap bencana alam baik yang berupa tanah longsor, gempa bumi,

letusan gunung api, tsunami, gempa, dan lain-lain. Selain bencana alam tersebut,

akibat dari hasil pembangunan dan adanya sosiokultural yang multi dimensi,

Indonesia juga rawan terhadap bencana non alam maupun sosial seperti

kerusuhan sosial maupun politik, kecelakaan transportasi, kecelakaan industri

dan kejadian luar biasa akibat wabah penyakit menular (Depkes, 2007).

Ancaman gempa bumi mendapat perhatian yang luas, karena sifatnya

mendadak, dapat diprediksi, namun sulit ditentukan waktu terjadinya. Prediksi

didasarkan atas pantauan aktivitas seismik, catatan sejarah dan pengamatan. Data

pada kejadian gempabumi Aceh-Sumatera Utara menunjukkan, (1) penanganan krisis

kesehatan terhadap korban 120.000 orang meninggal, 93.088 orang hilang, 4.632

orang luka-luka; (2) pengerahan dan penggunaan tenaga militer asing sejumlah 5.600

orang, TNI 6.200 orang, 195 LSM internasional, dan 38 LSM nasional, 15 LSM PBB

(Depkes, 2007 dan Djalal, 2008).

Provinsi Sumatera Utara, merupakan wilayah yang berpotensi bencana gempa

bumi yang dapat menimbulkan krisis kesehatan, terutama pada kota-kota yang

(19)

Gunung Sitoli, dll pemukiman penduduk di lereng bukit, di pantai barat dan di

sebelah barat pegunungan Bukit Barisan. Hal ini jika diperhatikan menurut beberapa

ahli (Mulyadi, dkk, 2006; Tarigan, 2006; Menneg Ristek, 2007; Susanto, 2006 dan

Tarigan, 2006) dari (1) kejadian di Provinsi Sumatera Utara, yang tercatat sejak tahun

1843 hingga tahun 2005 ada 15 kali kejadian besar; (2) terletak pada jalur patahan

atau Sesar Besar Sumatera atau Sesar Semangko yang aktif, merupakan sesar geser

jenis dekstral, berasosiasi dengan zona tumbukan di sebelah barat Pulau Sumatera,

memanjang mulai dari Aceh melalui Tarutung, sebelah barat Danau Toba, Padang,

wilayah sekitar Kerinci, Bengkulu sampai Lampung dan berasosiasi dengan

munculnya pegunungan Bukit Barisan.

Kejadian bencana selalu mempunyai dampak yang merugikan, seperti

rusaknya sarana dan prasarana fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran,

sekolah, tempat ibadah, sarana jalan, jembatan dan lain-lain). Sering pula kejadian

bencana dapat menimbulkan masalah kesehatan dengan jatuhnya korban jiwa seperti

meninggal, luka-luka, meningkatnya kasus penyakit menular, menurunnya status gizi

masyarakat dan tidak jarang menimbulkan trauma kejiwaan bagi penduduk

yang mengalaminya. Selain itu dampak kejadian bencana dapat pula

mengakibatkan terjadinya arus pengungsian penduduk ke lokasi-lokasi yang dianggap

aman. Hal ini tentunya dapat menimbulkan masalah kesehatan baru bagi wilayah

yang menjadi tempat penampungan pengungsi, mulai dari munculnya kasus

penyakit menular, masalah gizi, masalah penyediaan fasilitas pelayanan

(20)

Penanggulangan bencana terdapat tiga tahap penanggulangan bencana yaitu

pada pra bencana (sebelum bencana), saat bencana, dan pasca bencana (setelah

bencana). Di setiap tahap diperlukan sumber daya yang memadai dan dapat

difungsikan khususnya pada saat bencana terjadi, Oleh karena itu, dalam kaitannya

dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana gempa tentunya, sumber

daya manusia menjadi hal yang sangat penting yang merupakan pelaksana teknis

atau pelaksana kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana.

Pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana telah dijelaskan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam

situasi terdapat potensi terjadi bencana adalah mencakup kesiapsiagaan,

peringatan dini dan mitigasi bencana (BNPB, 2007). Kesiapsiagaan merupakan

bahagian kegiatan pada tahap pra bencana yang dilakukan untuk mengantisipasi

bencana yang akan terjadi. Kesiapsiagaan dimaksud adalah kesiapsiagaan

sumber daya manusia. Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan bahwa sumber

daya manusia akan selalu mempunyai kemampuan dalam melakukan upaya

penanggulangan bencana secara cepat dan tepat.

Pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan salah satu faktor

yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan

kejadian penyakit. Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya

penanggulangan masalah kesehatan di daerah bencana termasuk di rumah sakit

(21)

penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Masih ada kesan di

masyarakat tentang keterlambatan petugas dalam merespon setiap kejadian bencana.

Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan adalah merupakan bentuk

produktivitas sumber daya manusia kesehatan, sikap mental sumber daya manusia

kesehatan dalam mengantisipasi kejadian bencana (tahap pra bencana). Individu yang

produktif, Gilmore dan Erich Froom dalam Sedarmayanti (2009), yang menyatakan

produktivitas sumber daya manusia kesehatan yang mempunyai tindakan

konstruktif, percaya pada diri sendiri, bertanggung jawab, memiliki rasa cinta

terhadap pekerjaan, mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungan yang berubah-ubah, mempunyai kontribusi positif terhadap

lingkungannya (kreatif, inovatif), memiliki kekuatan untuk mewujudkan

potensinya.

Timpe dalam Sedarmayanti (2009), mengungkapkan tentang ciri umum

tenaga kerja yang produktif adalah cerdas, belajar cepat, kompeten secara

profesional/teknis, kreatif dan inovatif, memahami pekerjaan, menggunakan logika,

bekerja efisien, selalu mencari perbaikan, dianggap bernilai oleh pengawasnya,

selalu meningkatkan diri.

Mekanisme penanggulangan bencana pada kesiapsiagaan sumber daya

manusia kesehatan merupakan salah satu upaya peningkatan produktivitas

sumber daya manusia kesehatan yang dilakukan sebelum kejadian bencana. Oleh

(22)

kesehatan. Untuk meningkatkan kualitas non fisik seseorang diperlukan upaya

pendidikan dan pelatihan (Sedarmayanti, 2009).

Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional

mengenai bidang tertentu, yang diperoleh melalui proses belajar dan berlatih.

Pelatihan yang terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana

ada yang bersifat manajemen dan ada yang bersifat teknis termasuk pula simulasi

atau gladi. Dengan keterampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu

menyelesaikan pekerjaan secara produktif (Sulistyani, 2003). Perbaikan dan

peningkatan perilaku kerja melalui pelatihan bagi sumber daya manusia kesehatan

sangat diperlukan agar lebih mampu melaksanakan tugas-tugasnya dan diharapkan

lebih berhasil dalam upaya pelaksanaan program kerja di unit kerjanya.

Sumber daya manusia kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif di

bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak,

yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya

kesehatan (Depkes, 2006). Sumber daya manusia kesehatan adalah tenaga kesehatan

profesi termasuk tenaga kesehatan strategis dan tenaga kesehatan non profesi serta

tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan

dirinya seperti dalam upaya dan manajemen kesehatan (Depkes, 2009).

Rumah sakit memiliki fungsi kritis dalam manajemen bencana, demikian yang

dikatakan Robert Powers (Pinkowski, 2008). Konferensi PBB tentang Pengurangan

Bencana menegaskan bahwa rumah sakit wajib mengoperasikan beberapa fasilitas

(23)

Mereka memiliki fungsi kritis yang tidak dimiliki bisnis lain. Artinya, jika mereka

gagal untuk berfungsi selama bencana, mereka akan memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap dampak bencana di masyarakat.

Rumah sakit dalam kondisi normal saat ini sudah terkendala dengan

kurangnya fasilitas dan sarana-prasarana. Oleh karena itu untuk dapat beroperasi

secara baik pada saat bencana, pertama-tama yang harus dilakukan adalah

memberikan mitigasi, perencanaan dan kesiapan prioritas yang mereka butuhkan,

baik menyangkut peralatan, keahlian staf pelaksana, dana untuk mengimbangi biaya

selama penanganan bencana serta kewenangan yang diberikan kepada rumah sakit

untuk melaksanakan implementasi program penanggulangan bencana. Perencanaan

untuk lonjakan kapasitas juga penting dalam rangka mengantisipasi masuknya pasien

ke rumah sakit baik segera setelah bencana atau dalam kasus bencana biologis, ketika

mulai terjadi gejala pada korban.

Dalam konteks perencanaan penanganan bencana oleh rumah sakit, Robert

Powers menekankan perlunya fokus terhadap beberapa item untuk memastikan

bahwa rumah sakit benar siap dalam kegiatan-kegiatan mitigasi seperti perlunya

keberlanjutan rumah sakit tanpa bantuan dari luar selama 72 jam pasca-bencana;

waktu standar yang diperkirakan untuk memperoleh bantuan dari luar. Upaya mitigasi

Rumah Sakit dimulai dengan penilaian kerentanan bahaya. Hal ini memungkinkan

rumah sakit untuk mendapatkan kesiapan dengan biaya yang rendah. Rumah sakit

tidak perlu memiliki rencana yang berbeda untuk setiap jenis bencana, hanya perlu

(24)

juga untuk menyederhanakan respon dimana setiap staf diajarkan hanya salah satu

cara untuk tampil saat bencana dan tidak memiliki waktu untuk berhenti dan

membuat penentuan mana cara untuk merespon. Dengan demikian, kebingungan

berkurang dan ada penurunan risiko staf melakukan prosedur yang salah pada kondisi

bencana tersebut.

Rumah sakit memiliki dua cara dalam merespon bencana, yaitu secara

struktural maupun non-struktural. Mitigasi struktural di rumah sakit direncanakan

untuk meningkatkan kesinambungan struktur yang ada melalui langkah-langkah

seperti perencanaan bangunan rumah sakit tahan gempa untuk membatasi kerusakan

pada fasilitas saat gempa bumi atau merancang sebuah pintu masuk gawat darurat

yang memiliki kemampuan untuk dengan mudah diperluas dan menangani masuknya

sebagian besar pasien yang tiba dengan kendaraan pribadi saat bencana. Sementara

itu mitigasi non struktural oleh rumah sakit dapat dilakukan dengan

pengaturan-pengaturan peran setiap orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan saat bencana.

Menurut studi yang pernah dilakukan oleh perawat kesehatan di Department of Health kota New York tahun 2002 yang mengungkapkan bahwa 90% perawat- perawat. Pada saat kejadian bencana, banyak petugas kesehatan yang tidak

bersedia datang kerja. Mereka khawatir akan keselamatan diri dan keluarganya. Di

Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan pada saat terjadi gempa di Kepulauan

Sabang pada tahun 2012 yang terjadi hampir semua perawat berhamburan keluar

(25)

Hal ini menunjukkan kurangnya pengertian betapa pentingnya peranan tenaga

kesehatan pada masa bencana. Oleh sebab itu, program pelatihan kesiapsiagaan

kesehatan harus lebih efektif dan harus diarahkan untuk menghilangkan

hambatan-hambatan tersebut diatas. Pelatihan ini bekerjasama dalam ruang lingkup pendidikan

yang akan menghasilkan praktek pembelajaran yang baik untuk orang dewasa

(Parker et al., 2005).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun

2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, kesiapsiagaan

merupakan bentuk operasional penyelenggaraan penanggulangan bencana pada

situasi terdapat potensi bencana dengan salah satu bentuk kegiatannya yang terkait

dengan sumber daya manusia adalah pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan

gladi tentang mekanisme tanggap darurat. Dalam hal ini, kesiapsiagaan dimaksud

adalah termasuk kesiapsiagaan sumber daya manusia yang harus dipastikan

mempunyai kemampuan dalam melakukan upaya penanggulangan bencana secara

cepat dan tepat karena merupakan pelaksana teknik atau pelaksana kegiatan

operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk mempelajari gambaran

kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan di unit kerja terkait penanggulangan

masalah kesehatan akibat bencana di lingkungan RSU Bunda Thamrin Medan dan

faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia

kesehatannya. Namun, mengingat adanya keterbatasan kemampuan yang dimiliki

(26)

manusia kesehatan dalam penanggulangan bencana gempa bumi di RSU Bunda

Thamrin Kota Medan Tahun 2013.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pengetahuan dan pelatihan kesiapsiagaan

penanggulangan bencana gempa terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan di Rumah

Sakit Umum Bunda Thamrin Kota Medan tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui dan menganalisis pengaruh pengetahuan dan pelatihan

kesiapsiagaan penanggulangan bencana gempa terhadap kesiapsiagaan tenaga

kesehatan di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Kota Medan tahun 2013

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh pengetahuan dan pelatihan kesiapsiagaan penanggulangan

bencana gempa terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum

Bunda Thamrin Kota Medan tahun 2013

1.5. Manfaat Penelitian

1. Untuk menyelesaikan studi di program pasca sarjana Fakultas Kesehatan

(27)

2. Sebagai bahan masukan atau informasi bagi pengelola program terkait

penanggulangan bencana gempa di lingkungan RSU Bunda Thamrin Medan

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bencana

Bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 pasal 1

Tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik

oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda dan dampak psikologis (BNPB, 2007).

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi,

tsunami, gunung meletus, gempa, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.

Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian

peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi

dan wabah penyakit. Sedangkan bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang

meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror

(BNPB, 2007).

Bila dilihat dari faktor geografis, geologis, hidrologis dan demografis,

Indonesia merupakan negara yang wilayahnya rawan terhadap bencana, baik bencana

(29)

bencana gempa bumi maupun tsunami karena wilayahnya terletak pada pertemuan

empat lempeng tektonik di dunia, yaitu lempeng benua Asia dan benua Australia,

serta lempeng samudera Hindia dan samudera Pasifik. Indonesia juga rawan terhadap

bencana letusan gunung api, mengingat Indonesia memiliki 129 gunung berapi aktif

yang dapat meletus kapan saja. Curah hujan yang ekstrem, perbukitan dengan lereng

sedang hingga terjal, dengan jenis tanah lolos air tinggi dan kurangnya

vegetasi berakar kuat dan dalam juga merupakan faktor-faktor kerentanan lainnya

terhadap bencana gempa maupun gerakan/tanah longsor. Selain itu, dari aspek

demografis, keanekaragaman ras, budaya dan agama sering jadi pemicu konflik sosial

yang terjadi di Indonesia (Depkes, 2009).

Secara geografis Indonesia merupakan kepulauan yang terletak pada

pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia,

lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara-Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik

tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut

sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa

bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia

merupakan salah satu Negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia,

lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).

Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat

(30)

sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering

mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan

oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah relatif aktif

lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600-2000 terdapat 105 kejadian

tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, sembilan

persen oleh letusan gunung berapi dan satu persen oleh tanah longsor (Latief dkk.,

2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana

tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan

selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian]aya

dan 28elati seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling

rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600-2000, di daerah ini telah teIjadi 32

tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya

gunung berapi di bawah laut.

2.2 Pengertian Gempa

Gempa bumi adalah getaran yang terjadi permukaan bumi. Gempa bumi biasa

disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga

digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut.

Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan

yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan. Gempa

(31)

kerusakan apa-apa. Gempa bumi kecil juga dapat mengiringi gempa bumi besar, dan

dapat terjadi sesudah, sebelum, atau selepas gempa bumi besar tersebut.

Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat yang dinamakan Pengukur

Richter. Gempa bumi dibagi ke dalam skala dari satu hingga sembilan berdasarkan

ukurannya (skala Richter). Gempa bumi juga dapat diukur dengan menggunakan

ukuran Skala Mercalli.

2.2.1 Penyebab terjadinya Gempa Bumi

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan

oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan

itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut

tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi

akan terjadi. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan

tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan

kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi

karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada

kedalaman lebih dari 600 km. Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena

pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi

gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun)

juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti

Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena

injeksi atau ekstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit

(32)

dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan

memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang

disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.

2.2.2 Gambaran Bencana Gempa di Indonesia

BAKORNAS PB telah mengumpulkan dan mempublikasikan data bencana

domestik baik bencana alam maupun bukan alam. Berdasarkan publikasi pertama

dengan judul "Data Bencana Indonesia Tahun 2002-2005 (Data Bencana Indonesia,

tahun 2002-2005)", terdapat lebih dari 2.000 bencana di Indonesia pada tahun antara

tahun 2002 dan 2005, dengan 743 banjir (35% dari jumlah total), 615 kekeringan

(28% dari jumlah total), 222 longsor (l0% dari jumlah total), dan 217 kebakaran

(9,9% dari jumlah total). Jumlah korban yang sangat besar dalam tahun-tahun

tersebut yakni sejumlah 165,.945 korban jiwa (97 % dari jumlah total) dari gempa

bumi dan tsunami, diikuti jumlah 2.223 (29 % dari jumlah total) disebabkan konflik

sosial. Di sisi lain, bencana membuat sebagian orang kehilangan rumah mereka, yang

menyebabkan jumlah korban yang mengungsi sebanyak 2.665.697 jiwa (65% dari

jumlah total). Buku ini menghitung kejadian sebagai bencana ketika berdampak pada

kematian dan kerugian material.

2.3 Sumber Daya Manusia Kesehatan

Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki

akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya.

(33)

dalam mencapai tujuan. Werther dan Davis, dalam kutipan Sutrisno, 2009, sumber

daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai tujuan-

tujuan organisasi. Bagi organisasi, ada tiga sumber daya strategis yang mutlak harus

dimiliki untuk dapat menjadi sebuah organisasi yang unggul yaitu financial resources

(dana/modal), human resources (modal insani), informational resources (informasi-

informasi untuk membuat keputusan strategis ataupun taktis). Sumber daya

manusia/modal insani yang mempunyai kualitas yang sesuai dengan organisasi

merupakan sumber daya yang paling sulit dikelola dan diperoleh (Sutrisno, 2009).

Sumber daya manusia kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif

di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak,

yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya

kesehatan (Depkes, 2006). Sumber daya manusia kesehatan adalah tenaga kesehatan

profesi termasuk tenaga kesehatan strategis dan tenaga kesehatan non profesi serta

tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan

dirinya seperti dalam upaya dan manajemen kesehatan (Depkes, 2009).

Sumber daya manusia adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun

bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk

kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh

manusia. Jadi, manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan

institusi/organisasi (Yuniarsih, 2008). Sumber daya manusia merupakan daya (tenaga

(34)

manusia atau man power disingkat SDM merupakan kemampuan yang dimiliki setiap

manusia. Sumber daya manusia terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia.

Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya pikir dan daya

fisiknya (Hasibuan, 2008). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan penanggulangan

masalah kesehatan akibat bencana gempa tentunya, sumber daya manusia kesehatan

menjadi hal yang sangat penting yang merupakan pelaksana teknik atau pelaksana

kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana.

Dalam Kepmenkes RI Nomor 876/Menkes/SK/XI/2006 tentang Kebijakan

dan Strategi Nasional Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain, disebutkan

bahwa penanganan krisis dan masalah kesehatan lain lebih menitikberatkan kepada

upaya sebelum terjadinya bencana yaitu upaya pencegahan, mitigasi dan

kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan yang dimaksudkan adalah kesiapsiagaan sumber daya

sebelum menghadapi masalah kesehatan yang timbul akibat terjadinya bencana,

termasuk bencana gempa. Jadi kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan pada

tahap pra bencana yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun

2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, kesiapsiagaan

merupakan bentuk operasional penyelenggaraan penanggulangan bencana pada

situasi terdapat potensi bencana dengan salah satu bentuk kegiatannya yang terkait

dengan sumber daya manusia adalah :

1. Pengorganisasian,

(35)

3. Pelatihan dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat.

2.3.1 Pengetahuan

A. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi melalui pancaindra

manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian

besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2007).

Proses yang didasari oleh pengetahuan kesadaran dan sikap yang positif,

maka perilaku tersebut akan bersikap langgeng. Sebaliknya apabila perilaku tersebut

tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama

(Notoatmodjo, 2003).

B. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima.

Oleh sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain:

(36)

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan benar tentang objek

yang diketahui, dan dapatmenginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan

menyebutkan cotoh menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus datang ke Posyandu

(Notoatmodjo, 2003).

3) Analisis (analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih

ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan (Notoatmodjo, 2003).

4) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip

(Notoatmodjo, 2003).

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan bagian-bagian di

(37)

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada (Notoatmodjo,

2003).

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian ini berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada

(Notoatmodjo, 2003).

2.3.2 Pelatihan

Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang

mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh

karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat

dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para

pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan

yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik

antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat lebih

luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan

baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.

Menurut Payaman (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari

(38)

biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan,

diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan

keterampilan kerja.

Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha untuk meningkatkan

kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan

dijabatnya segera”. Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich

(2008) mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan

(training

Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan karyawan

baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk

menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam

meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang

baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan

pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain

sebagainya.

) adalah “sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja

seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”.

Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk

pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan

membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi)

(39)

Tujuan umum pelatihan sebagai berikut :

a. Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan

dengan lebih cepat dan lebih efektif,

b. Untuk mengembangkan pengetahuan,

c. Untuk

sehingga pekerjaan dapat diselesaikan

secara rasional, dan

mengembangkan sikap,

Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh

Mangkunegara (2005) terdiri dari :

sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).

a. Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur

b. Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional)

c. Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang

hendak di capai

d. Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan

yang ditentukan.

Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat

dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang

sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian

kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain

ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.

Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan

(40)

assesment; (2) menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan; (3) menetapkan kriteria

keberhasilan dengan alat ukurnya; (4) menetapkan metode pelatihan; (5)

mengadakan percobaan (try out) dan revisi; dan (6) mengimplementasikan dan mengevaluasi.

2.4 Kesiapsiagaan dalam Penanggulangan Bencana Gempa

Upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana merupakan

serangkaian kegiatan kesehatan yang mencakup kegiatan pada masa pra

bencana meliputi pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, pada masa bencana meliputi

tanggap darurat, dan pada masa pasca bencana meliputi pemulihan/rehabilitasi dan

rekonstruksi.

Mekanisme upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana,

meliputi kegiatan:

a). Pra Bencana (Pencegahan, Mitigasi dan Kesiapsiagaan)

Pencegahan bencana adalah tindakan-tindakan untuk menghambat ancaman /

bahaya yang menyebabkan terjadiny bencana. Kegiatannya meliputi

menyusun prosedur tetap/ pedoman, melakukan analisis resiko,

penyebarluasan informasi (Depkes, 2006). Selain itu, pencegahan bencana

dapat pula diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengurangi atau menghilangkan risiko bencana baik melalui pengurangan

ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana

(41)

Mitigasi adalah kegiatan-kegiatan yang lebih menitikberatkan pada

upayauntuk mengurangi dampak yang ditimbulkan bencana. Kegiatannya

meliputi struktural (pembangunan dan pengadaan fisik) dan non struktural

(menyusun standar pelayanan, menyusun perencanaan, menyusun peraturan

relokasi, jalur evakuasi, retro fitting) (Depkes, 2006). Mitigasi juga

dapat diartikan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik

melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

kemampuan menghadapi ancaman bencana (BNPB, 2007).

Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada pengembangan

rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara cepat dan efektif dengan

menyiapnyiagakan sumber daya, pendidikan dan pelatihan bagi petugas,

menyusun pedoman/prosedur tetap, menyusun dan mengembangkan sistem

informasi dan sistem manajemen, menyusun rencana kontinjensi

(Depkes,2006). Kesiapsiagaan dapat diartikan pula serangkaian kegiatan

yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta

melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (BNPB, 2007).

b). Saat Bencana (Tanggap Darurat)

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan

segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang

ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta

benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,

(42)

c). Pasca Bencana (Rehabilitasi dan Rekonstruksi)

Rehabilitasi adalah kegiatan untuk memulihkan dan memfungsikan kembali

sumberdaya kesehatan guna mengurangi penderitaan korban (Depkes, 2006).

Rehabilitasi juga diartikan sebagai upaya perbaikan dan pemulihan pada

semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai

pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau

berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan

masyarakat pada wilayah pascabencana (BNPB, 2007).

Rekonstruksi adalah kegiatan untuk membangun kembali berbagai kerusakan

akibat bencana secara lebih baik dari keadaan sebelumnya dengan telah

mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana di masa yang akan datang

(Depkes,2006). Rekonstruksi juga dapat diartikan sebagai upaya pembangunan

kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah

pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan

sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan pereknomian, sosial dan

budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat

dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana

(BNPB, 2007).

Dalam hal ini, kesiapsiagaan dimaksud adalah termasuk kesiapsiagaan sumber

daya manusia yang harus dipastikan mempunyai kemampuan dalam melakukan

(43)

pelaksana teknik atau pelaksana kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun

pasca bencana.

Dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas tenaga kerja diperlukan

peningkatan kesadaran produktivitas, efektivitas, efisiensi dan kewiraswastaan etos

kerja yang produktif yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan motivasi,

penyuluhan, pendidikan dan pelatihan (Hamalik, 2007).

Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan merupakan produktivitas

sumber daya manusia dalam rangka upaya penanggulangan masalah kesehatan yang

dilakukan sebelum terjadinya bencana. Menurut formulasi National Productivity

Board Singapore, produktivitas adalah sikap mental yang mempunyai semangat

untuk melakukan perbaikan. Perwujudan sikap mental dituangkan dalam

berbagai kegiatan antara lain kegiatan yang berkaitan dengan diri sendiri dilakukan

melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, disiplin, upaya pribadi, kerukukan

kerja, dan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan melalui perbaikan manajemen,

prosedur kerja, ketepatan waktu, penghematan biaya, sistem dan teknologi yang lebih

baik.

2.5 Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 159b/Men Kes/Per/II/1988

tentang rumah sakit, rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang

menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk

(44)

melaksanakan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan kegiatan penyembuhan

penderita dan pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa yang dilaksanakan secara

terpadu dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) serta

melaksanakan upaya rujukan.

Rumah sakit merupakan salah satu lembaga publik yang terlibat langsung

dalam merespon suatu bencana yang terjadi dalam wilayah kerjanya. Hal inilah yang

sering dilihat sebab perannya sering baru tampak oleh masyarakat ketika bencana itu

terjadi. Padahal, baik atau buruknya respon rumah sakit terhadap bencana sangat

tergantung dari serangkaian aktifitas yang sudah dilakukan jauh sebelumnya.

Aktifitas-aktifitas persiapan bencana inilah yang sering kali menjadi persoalan di

Indonesia karena sering kali tidak dilakukan karena berbagai alasan.

Rumah sakit memiliki fungsi kritis dalam manajemen bencana, demikian yang

dikatakan Robert Powers (Pinkowski, 2008). Konferensi PBB tentang Pengurangan

Bencana menegaskan bahwa rumah sakit wajib mengoperasikan beberapa fasilitas

segera setelah bencana untuk membatasi dampak dari bencana hilangnya nyawa.

Mereka memiliki fungsi kritis yang tidak dimiliki bisnis lain. Artinya, jika mereka

gagal untuk berfungsi selama bencana, mereka akan memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap dampak bencana di masyarakat.

Rumah sakit dalam kondisi normal saat ini sudah terkendala dengan

kurangnya fasilitas dan sarana-prasarana. Oleh karena itu untuk dapat beroperasi

secara baik pada saat bencana, pertama-tama yang harus dilakukan adalah

(45)

baik menyangkut peralatan, keahlian staf pelaksana, dana untuk mengimbangi biaya

selama penanganan bencana serta kewenangan yang diberikan kepada rumah sakit

untuk melaksanakan implementasi program penanggulangan bencana. Perencanaan

untuk lonjakan kapasitas juga penting dalam rangka mengantisipasi masuknya pasien

ke rumah sakit baik segera setelah bencana atau dalam kasus bencana biologis, ketika

mulai terjadi gejala pada korban.

Perencanaan penanganan bencana oleh rumah sakit, Robert Powers

menekankan perlunya fokus terhadap beberapa item untuk memastikan bahwa

mereka benar siap dalam kegiatan-kegiatan mitigasi seperti perlunya keberlanjutan

rumah sakit tanpa bantuan dari luar selama 72 jam pasca-bencana; waktu standar

yang diperkirakan untuk memperoleh bantuan dari luar. Upaya mitigasi Rumah Sakit

dimulai dengan penilaian kerentanan bahaya. Hal ini memungkinkan rumah sakit

untuk mendapatkan kesiapan dengan biaya yang rendah. Rumah sakit tidak perlu

memiliki rencana yang berbeda untuk setiap jenis bencana, hanya perlu satu rencana

yang diperlukan untuk prosedur penanganan semua jenis bahaya. Hal ini juga untuk

menyederhanakan respon dimana setiap staf diajarkan hanya salah satu cara untuk

tampil saat bencana dan tidak memiliki waktu untuk berhenti dan membuat penentuan

mana cara untuk merespon. Dengan demikian, kebingungan berkurang dan ada

penurunan risiko staf melakukan prosedur yang salah pada kondisi bencana tersebut.

Rumah sakit memiliki dua cara dalam merespon bencana, yaitu secara

struktural maupun non-struktural. Mitigasi struktural di rumah sakit direncanakan

(46)

seperti perencanaan bangunan rumah sakit tahan gempa untuk membatasi kerusakan

pada fasilitas saat gempa bumi atau merancang sebuah pintu masuk gawat darurat

yang memiliki kemampuan untuk dengan mudah diperluas dan menangani masuknya

sebagian besar pasien yang tiba dengan kendaraan pribadi saat bencana. Sementara

itu mitigasi non struktural oleh rumah sakit dapat dilakukan dengan

pengaturan-pengaturan peran setiap orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan saat bencana.

Mitigasi non struktural juga dapat berupa apa yang disebut jalur hidup. Sistem yang

disebut sebagai jalur hidup ini penting dalam menjaga keberlanjutan fasilitas.

Lifelines menjaga hubungan yang diperlukan dari rumah sakit ke luar berbagai entitas

atau pemasok bahan. Ini termasuk komunikasi, utilitas, dan transportasi. Komunikasi

bisa datang dari management darurat lokal, pelayanan medis darurat, atau departemen

kesehatan dan diperlukan untuk menjaga agar para pejabat rumah sakit tahu tentang

situasi saat ini. Komunikasi juga diperlukan untuk mengisi sumber daya yang minim

dan mendiskusikan pilihan regional dengan rumah sakit lainnya. Utilitas, seperti

listrik dan air, harus direncanakan dan dikelola dengan baik.

Latihan sendiri bagi rumah sakit merupakan strategi lain kesiapan bencana

yang penting. Perencanaan untuk latihan sering tidak dilakukan sebab staf apatis

berpartisipasi. Latihan juga sering gagal mensimulasikan kondisi nyata. Latihan

yang dijalankan dengan benar, adalah strategi penting untuk pengukuran dan

meningkatkan kesiapan rumah sakit. Evaluator harus berasal dari instansi luar,

sehingga ada kebebasan untuk proses dan prosedur kritik. Evaluasi harus memberikan

(47)

terjadi pada kesiapsiagaan dan respon untuk benar-benar efisien dalam kondisi yang

nyata.

Koordinator utama bencana juga harus bekerja untuk mendaftar dan mendidik

pelaku kunci dari seluruh rumah sakit. Para pelaku kunci adalah pemimpin

administrasi seperti bagian gawat darurat, radiologi, pengendalian infeksi,

laboratorium dan teknik untuk memperoleh kesiapan seluruh rumah sakit. Komite

keamanan rumah sakit atau manajemen komite khusus darurat adalah wadah untuk

membawa semua pelaku bersama-sama dan memastikan bahwa mereka berbagi visi

bersama untuk benar-benar siap menanggapi peristiwa bencana.

Rumah sakit tidak akan berfungsi sendirian pada saat bencana sehingga

administrator rumah sakit juga harus melihat melampaui rumah sakit. Interaksi antar

komunitas adalah penting karena rumah sakit harus tahu dan membantu

membimbing masyarakat untuk memberikan respon terhadap bencana sehingga

operasi rumah sakit berjalan sesuai dengan rencana sebab untuk respon optimal dan

keberlanjutan rumah sakit selama bencana secara langsung tergantung pada sumber

daya dan dukungan yang diterimanya dari lembaga masyarakat lainnya. Sebuah

komponen kunci dari interaksi masyarakat adalah respon regional. Rumah Sakit

menggunakan rencana saling membantu dan respon regional berencana untuk saling

mendukung. Rumah sakit di luar daerah dampak bencana berpotensi bisa mengirim

(48)

2.6 Landasan Teori

Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan merupakan salah satu

bagian dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana

yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen

penting dari kegiatan pengurangan resiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum

terjadi bencana.

Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006), tentang kajian kesiapsiagaan dalam

mengantisipasi bencana menyebutkan kesiapsiagaan menggunakan parameter:

1. Pengetahuan merupakan pengetahuan dasar petugas mengenai bencana gempa

bumi, seperti kejadian alam, bencana gempa bumi, dan kerentanan fisik.

2. Kebijakan dan panduan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dalam

mengantisipasi bencana gempa seperti tersedianya draf, renstra, protap, tempat

evakuasi, panduan pemenuhan kebutuhan dasar.

3. Rencana tanggap darurat merupakan tindakan yang telah dipersiapkan petugas

menghadapi bencana gempa, seperti pembuatan peta, penampungan sementara,

nomor hotline informasi, posko, gladi pelatihan/simulasi, analisis resiko, perencanaan kontinjensi.

4. Sistem peringatan bencana gempa merupakan usaha petugas dalam mencegah

terjadinya bencana gempa bumi, seperti sistem informasi, sistem peringatan dini,

penyampaian informasi, pengembangan sistem peringatan dini, pelatihan dan

(49)

Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006), sumber daya manusia pendukung

kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi bencana gempa

bumi sebagai berikut:

1. Personil (sumber daya manusia)

a. Kelompok tenaga ahli

Tenaga ahli yang diperlukan adalah tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi di

bidang sumberdaya gempa antara lain bidang geologi tenaga kesehatan dalam

menangani masalah kesehatan yang terjadi akibat gempa (luka-luka, pingsan,

trauma, dll).

b. Kelompok tenaga lapangan

Dalam pelaksanaan pengendalian gempa dibutuhkan petugas lapangan dalam

jumlah cukup utamanya untuk kegiatan pemantauan dan tindakan di

lapangan.

2. Sarana atau Peralatan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarana adalah segala sesuatu

yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Sarana

lebih ditujukan untuk benda-benda yang bergerak seperti komputer dan

mesin-mesin.

Sarana/peralatan yang digunakan petugas dalam upaya penanggulangan bencana

gempa terdiri dari:

a. Peralatan Siapkan tas ransel khusus kondisi darurat, isinya : lampu senter, air

(50)

secukupnya, lilin, korek api, buku tabungan, helm, tas darurat letakkan di

tempat yang strategis.

b. Peralatan komunikasi (radio komunikasi, telepon, faksimili)

c. Alat-alat berat dan transportasi (bull dozer, excavator, truk)

d. Perlengkapan kerja penunjang (sekop, gergaji, cangkul, pompa air)

e. Perlengkapan untuk evakuasi (tenda darurat, dan obat obatan)

f. Bahan gempa (karung plastik, bronjong kawat, bambu, dolken kayu)

3. Dana

Dalam pengendalian gempa bumi diperlukan alokasi dana yang diupayakan

selalu tersedia. Dana yang diperlukan tersebut harus dialokasikan sebagai dana

cadangan yang bersumber dari APBN, APBD atau sumber dana lainnya. Dana

cadangan disediakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Salah satu organisasi pemerintahan yang melibatkan keseluruhan komponen

sumber daya organisasi dalam penanggulangan bencana adalah Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), di mana komponen-komponen sumber

daya manusia kesehatan adalah pengetahuan dan pelatihan mempengaruhi

kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi gempa di RSU

Bunda Thamrin Medan Tahun 2013.

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang telah peneliti jelaskan, maka yang menjadi

(51)
[image:51.612.113.520.140.219.2]

Variabel Independen : Variabel Dependen :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa variabel independen (bebas)

dalam penelitian ini adalah sumber daya manusia, yaitu pengetahuan dan pelatihan,

sedangkan variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah kesiapsiagaan

tenaga kesehatan dalam penanggulangan bencana gempa di Rumah Sakit Umum

Bunda Thamrin Kota Medan tahun 2013. a. Pengetahuan

b. Pelatihan

Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana

(52)

orang BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan metode survei dan

pendekatan cross sectional yaitu seluruh variabel yang diamati diukur pada waktu yang bersamaan pada saat penelitian berlangsung. Penelitian ini merupakan

analisis data primer hasil wawancara dengan pengisian kuesioner oleh sumber daya

manusia petugas kesehatan di lingkungan RSU Bunda Thamrin Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSU Bunda Thamrin Medan di Kota Medan.

Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2013 sampai Februari 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah sumber daya manusia (tenaga)

kesehatan yang di RSU Bunda Thamrin Medan, yaitu 413 tenaga kesehatan. Sampel

dengan menggunakan rumus Slovin, pengambilan sampel minimal yaitu :

Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 81 orang tenaga kesehatan di RSU

(53)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Sumber data, instrumen dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini

sebagai berikut :

a) Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan langsung dari

sumber daya manusia kesehatan di lingkungan RSU Bunda Thamrin Medan.

b) Instrumen pengumpulan data penelitian ini di desain dalam bentuk

kuesioner yang dilakukan sepenuhnya oleh peneliti. Uji coba instrumen

dilakukan sebelum pengumpulan data (turun lapangan), yang dilakukan pada

sumber daya manusia kesehatan tapi bukan sampel pada lokasi penelitian. Uji

coba ini bertujuan untuk memperbaiki kalimat pertanyaan yang kurang

dimengerti.

c) Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan

kuesioner. Pengisian kuesioner dilakukan pada pegawai sebagai sumber daya

manusia kesehatan di RSU Bunda Thamrin Medan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang atau

objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu.

Menurut Sugiyono (2006), variabel bebas atau independen merupakan variabel yang

mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen

(variabel terikat). Variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang

(54)

Dalam penelitian ini yang merupakan variabel bebasnya adalah sumber daya

manusia kesehatan ya

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konsep
Tabel 3.1  Nama Variabel, Cara dan Alat Ukur, Kriteria Penilaian Indikator
Tabel 4.1   Karakteristik Responden Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Umum
Tabel 4.2. Distribusi Jawaban Responden per Item Pengetahuan Responden tentang Kesiapsiagaan Bencana Gempa pada Petugas Pernyataan Mengenai Kesehatan di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

01/Kep/M.Pan/2001 di lingkungan PNS, yang dimaksud pelatihan adalah: Proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan seseorang atau

Dengan naiknya investasi permintaan pembiayaan pada bank syariah juga akan meningkat, dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap rasio keuangan bank tetapi bila

Website Pemuda Permata GBKP dibuat untuk kaulamuda Kristen yang berguna untuk memberikan berbagai macam informasi serta dapat memudahkan para kaulamuda untuk berinteraktif

memberikan pertanggungan menurut cara yang sama dengan cara jual beli. Peserta yang harus memasukkan uang ke dalam perseroan itu dan kemudian tidak memberikan uang itu,

2 Membiasakan akhlak terpuji 2.2 Membiasakan sifat disiplin dan hidup bersih dalam kehidupan sehari.. 2.3 Membiasakan berakhlak baik dalam mandi, tidur dan buang air

Que-X system juga telah dilengakapi dengan fasilitas pelaporan dan pengukuran sehingga mampu meningkatkan efektifitas pelayanan serta kepuasan pelanggan Tujuan utama dari penulisan

(1) Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan

Sedangkan aplikasi buku tahunan online dibuat dengan menggunakan PHP, dengan tujuan untuk memberikan kemudahan bagi para siswa SMAN 109 Jakarta dalam melakukan pencarian/melihat