• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KESIAPAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA MENGHADAPI INTERPROFESIONAL EDUCATION (IPE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KESIAPAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA MENGHADAPI INTERPROFESIONAL EDUCATION (IPE)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA MENGHADAPI INTERPROFESIONAL

EDUCATION (IPE)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : ERNA SUSANTI

20120320106

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERANDAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA MENGHADAPI

INTERPROFESIONAL EDUCATION (IPE)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : ERNA SUSANTI

20120320106

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERANDAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)
(4)

iii Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Erna Susanti

NIM : 20120320106

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu kesehatan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa karya tulis ilmiah yang penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sediri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, juni 2016 Yang membuat pernyataan,

(5)

iv

mulia

Yang mengajar manusia dengan pena,

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-’Alaq 1-5) Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ? (QS: Ar-Rahman 13) Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang yang beriman diantaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat (QS : Al-Mujadilah 11)

Ya Allah,

Waktu yang sudah kujalani dengan jalan hidup yang sudah menjadi takdirku, sedih, bahagia,

dan bertemu orang-orang yang memberiku sejuta pengalaman bagiku, yang telah

memberi warna-warni kehidupanku. Kubersujud dihadapan Mu,

Engkau berikan aku kesempatan untuk bisa sampai

Di penghujung awal perjuanganku

Segala Puji bagi Mu ya Allah,

Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillahirobbil’alamin..

Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Tuhan yang Maha Agung nan Maha Tinggi nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirmu telah kau jadikan aku manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.

Lantunan Al-fatihah beriring Shalawat dalam silahku merintih, menadahkan doa

dalam syukur yang tiada terkira, terima kasihku untukmu. Kupersembahkan sebuah

karya kecil ini untuk Ayahanda dan Ibundaku tercinta, yang tiada pernah hentinya

selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta

pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan

yang ada didepanku, terimaksih buat kakak adik juga dosen dan tak lupa pada sahabat

seperjuangan PSIK 2012 & someone yang selalu menemaniku disaat aku butuh bantuan

dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

v

Alhamdillahhirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kesiapan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE)”. ini diajukan guna melengkapi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan ini melibatkan banyak pihak dan tidak akan terlaksana tanpa bantuan, bimbingan dan pengarahan serta do’a mereka. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak dr. H. Ardi Pra,mono Sp.An., M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Ibu Sri Sumaryani, M. Kep., Sp.Mat., selaku kepala Program Studi Ilmu

keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Moh Afandi, S.Kep., Ns., MAN selaku Dosen Pembimbing yang banyak memberikan bimbingan dan masukan dengan ikhlas dan sabar dalam penulisan penelitian ini.

4. dr.Galuh Suryandari, M.Med.Ed selaku Dosen penguji yang banyak memberikan bimbingan dan masukan dengan ikhlas dan sabar dalam penulisan penelitian ini.

5. Responden yang telah meluangkan waktu untuk mengikuti jalannya penelitian ini.

6. Keluarga yang senantiasa memberikan dukungan moril, spiritual serta materi sehingga memperlancar tersusunnya Penelitian ini.

Semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat balasan yang sesuai dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mohon maaf dan demi kebaikan ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan ini. Semoga dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh

(7)

vi

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjaun Teori ... 8

1. Interprofessional Education (IPE) ... 8

2. Kesiapan terhadap IPE ... 15

3. Pengetahuan ... 17

B. Kerangka Teori... 25

C. Kerangka Konsep ... 26

D. Hipotesis ... 26

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 27

B. Populasi dan Sampel Penelitian... 27

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

D. Variabel Penelitian ... 30

E. Definisi Operasional ... 31

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 31

G. Cara Pengumpulan Data ... 34

H. Validitas dan Reliabilitas ... 36

I. Pengolahan dan Analisis Data ... 38

J. Etika Penelitian ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42

B. Pembahasan ... 45

(8)
(9)

viii

Tabel 4.1 Karakteristik mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 43 Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai

Interprofesional Education (IPE) ... 43 Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) ... 44 Tabel 4.4 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan

(10)

ix

(11)

x Lampiran 3. Surat keterangan kelayakan etik Lampiran 4. Permohonan ijin penelitian

Lampiran 5. Hasil analisa uji validitas dan reliabilitas Lampiran 6. Surat permohonan menjadi responden Lampiran 7. Lembar persetujuan menjadi responden Lampiran 8. Kuesioner Pengetahuan

(12)
(13)

ABSTRACT

Background: interprofessional education (IPE) is one of them education integrated to increased capacity collaboration.There are still many student who does not be ready for ipe because knowledge those less about IPE.

Students have having knowledge enough about ipe will have the positive on IPE.

FKIK MuhammadiyahUniversityYogyakartahas started exposed to IPE proven from 2013 model IPE has been applied.But a concrete the application of ipe in fkik muhammadiyah university yogyakarta remains to be seen.

Objective: to know relations between the level of knowledge with readiness students MuhammadiyahUniversityYogyakarta face interprofesional education (IPE).

Methods: the research is research quantitative.This research using design cross sectional.Population in research this is a student fkik 2012 as many as 576 students. The sample of the used is as many as 236 respondents.Analysis the data used was analysis univariat and analysis of bivariat with using formulas chi square.

Result: most students FKIK having a level knowledge nice about ipe with 142 respondents (60,2 %).The majority of respondents having readiness face of IPE at the ready with 182 respondents (77,1 %). Closeness between the level of knowledge with readiness students Muhammadiyah YogyakartaUniversity face interprofesional education (IPE) is located in the and he 0,428.

Conclusion: there are signifikasn relations between between the level of knowledge with readiness university students muhammadiyah yogyakarta face interprofesional education (IPE).

(14)

INTISARI

Latar Belakang: Interprofessional education (IPE) adalah salah satu konsep pendidikan terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi.Masih banyaknya mahasiswa yang tidak siap menghadapi IPE disebabkan karena pengetahuan mereka yang kurang mengenai IPE. Mahasiswa sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai IPE akan memiliki kesiapan yang positif terhadap IPE. FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sudah mulai terpapar dengan IPE terbukti dari tahun 2013 model IPE telah diterapkan. Akan tetapi wujud konkrit penerapan IPE di FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta masih belum terlihat.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education(IPE).

Metode penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKIK tahun 2012 sebanyak 576 orang mahasiswa. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 236 responden. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat dengan menggunakan rumus Chi Square.

Hasil penelitian:Sebagian besar mahasiswa FKIK memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu sebanyak 142 responden (60,2%).Sebagian besar responden memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 182 responden (77,1%).Keeratan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) berada pada kategori sedang (0,428)

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikasn antara antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE).

(15)

1 A. Latar Belakang

Tuntutan pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin meningkat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan. Keith (2008) menyatakan kunci dari pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang efisien adalah dengan meningkatkan kolaborasi yang efektif antar tenaga kesehatan. Salah satu upaya untuk mewujudkan kolaborasi antar tenaga kesehatan adalah dengan memperkenalkan sejak dini paktik kolaborasi melalui proses pendidikan (WHO, 2010).

Interprofessional education (IPE) adalah salah satu konsep pendidikan terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi. IPE dapat terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa dari program studi kesehatan yang berbeda belajar bersama yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan kualitas pelayanan kesehatan.

(16)

education mempunyai tujuan untuk meningkatkan kompetensi kolaborasi tim keperawatan dan juga tindakan kolaborasi perawat dengan profesi lain.

Al Qur’an telah menjelaskan bahwa:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS Al Maidah: 2)

Aplikasi Interproffesional education telah diterapkan dibeberapa Negara di dunia seperti Amerika serikat, Norwegia, Swedia, dan juga Kanada telah melakukan penelitian tentang interprofessional education di Universitas di negara tersebut misalnya saja di Negara Amerika Serikat yaitu Perkembangan interprofessional education di East Carolina University merupakan Program Pelatihan di Amerika Serikat yang terdiri dari tiga sampai empat jam sesi selama empat bulan. Pendidik belajar bagaimana meningkatkan kenyamanan siswa dengan interproffessional. Pemerintah Norwegia pada tahun 1995 mereka merekomendasikan bahwa semua sarjana kesehatan untuk melakukan interprofessional education dan bersikap kolaborasi antara tim kesehatan. Interprofessional education memuat kurikulum inti umum yang tertutup, teori ilmiah, etika, komunikasi, dan kolaborasi (WHO, 2010).

(17)

keperawatan, fisioterapi dan pekerjaan siswa terapi disampaikan pada bangsal pelatihan. Pemerintah Kanada telah menyediakan sumber daya untuk pendidikan sarjana antarprofesi inisiatif untuk mendukung akses klien untuk perawatan dan untuk mengembangkan dan mempertahankan sumber daya perawatan kesehatan manusia. Penerapan interproffesional education mendorong mahasiwa dalam mengetahui hubungan interprofessional (WHO, 2010). Di Indonesia pada tahun 2010 yang menyelenggarakan interproffesional education yaitu Universitas Gajah Mada. Fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada yang terdiri dari program profesi kedokteran dan ners mempunyai persiapan yang baik terhadap interproffesional education (Fauziah 2010)

Masih banyaknya mahasiswa yang tidak siap menghadapi IPE disebabkan karena pengetahuan mereka yang kurang mengenai IPE. Mahasiswa sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai IPE akan memiliki kesiapan yang positif terhadap IPE (Kesuma, 2013). Hasil penelitian yang dilakuakn oleh Galuh (2015) manyatakan bahwa masih terdapat mahasiswa kesehatan yang tidak siap dalam menghadapi IPE hal ini disebabkan karena tidak memiliki cukup banyak waktu untuk melakukan kolaborasi IPE.

(18)

interprofesional di perguruan tinggi tidak dapat terlepas dari peran dosen. Inisiatif mahasiswa untuk belajar bersama dapat terjadi jika terfasilitasi oleh lingkungannya seperti sistem dan juga tenaga dosen.

Variabel dalam penelitian ini menggunakan variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan mahasiswa tentang Interprofesional Education (IPE) dan variabel terikat mengenai kesiapan mahasiswa FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE). Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kesiapan mahasiswa FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE).

FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sudah mulai terpapar dengan IPE terbukti dari tahun 2013 model IPE telah diterapkan. Akan tetapi wujud konkrit penerapan IPE di FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta masih belum terlihat. Hasil studi penduhuluan didapatkan data FKIK tahun 2012 sebanyak 548 orang mahasiswa dengan rincian kedokteran umum sebanyak 200 orang mahasiswa, kedokteran gigi sebanyak 112 orang mahasiswa, keperawatan sebanyak 151 orang mahasiswa dan farmasi sebanyak 85 orang mahasiswa. Hasil wawancara studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan September 2015 terhadap 30 orang mahasiswa FKIK angkatan 2012 didapatkan sekitar 7 orang yang mengetahui mengenai IPE dan 23 orang mengatakan belum memahami mengenai IPE.

(19)

B. Rumusan Masalah

Masih adanya mahasiswa yang tidak siap dalam menghadap IPE yang disebabkan oleh pengetahuan yang belum cukup baik, memerlukan perhatian dari pihak akademik, sehingga pihak akademik bisa mempersiapkan mahasiswa lebih dini untuk melakukan praktek IPE. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “adakah hubungan antara tingkat pengetahuandengan kesiapan mahasiswa

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE)?”

C. Tujuan Penelitian

1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE)

2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai

Interprofesional Education (IPE)

b. Untuk mengetahui kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE)

(20)

D. Manfaat Penelitian

1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi ilmu pngetahuan dan meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai IPE sehingga mahasiswa lebih siap dalam menghadapai metode IPE

2 Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman kepada penulis dan menambah wawasan tentang metode IPE.

b. Bagi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi perpustakaan universitas Muhammadiyah Yogyakarta sehingga mahasiswa dan peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang sama akan lebih mudah mendapatkan informasi mengenai IPE. Selain itu diharapkan pihak akademik memberikan pembelajaran mengenai IPE lebih awal sehingga mahasiswa akan lebih siap saat menghadapi IPE.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

(21)

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai IPE terlihat pada tabel 1.1 berikut:

Nama/ Tahun Judul Metode Penelitian Perbedaan

Arif Eko Yuniawan (2013)

Anlisis persepsi dan kesiapan dosen terhadap IPE di FKIK Unsoed

Rancangan cross sectional dipersiapakan untuk meneliti 73 sampel dosen FKIK dari jurusan kedokteran, kesehatan masyarakat, keperawatan, farmasi, kedokteran gigi, dan

ilmu gizi.

Interprofessional Education Perceptions Scale (IEPS) dan Readiness

Interprofessional Learning Scale (RIPLS) dimodifikasi dan dipakai sebagai instrumen pengukuran.

Perbedaan penelitian ini terletak pada metode penelitian yang digunakan, populasi dan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah dosen, dan teknik pengambilan sampel.

Martina (2013) hubungan efikasi diri dengan kesiapan terhadap interprofessional

education (IPE) pada mahasiswa profesi di FK UGM

Metode penelitian ini merupakan metode non eksperimental dengan pendekatan deskriptif analitik korelasional, rancangan cross sectional, teknik quota sampling, pada 76 mahasiswa profesi pendidikan dokter dan ilmu keperawatan FK UGM. The readiness for interprofessional learning scale (RIPLS) dan skala efikasi diri.

Perbedaan penelitian ini terletak pada metode penelitian yang digunakan, jumlah populasi dan sampel yang digunakan, variabel bebas yang digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah efikasi diri, dan teknik pengambilan sampel.

Curran, R et al (2010)

A longitudinal study of the

effect of an

interprofessional

education curriculum on student satisfaction and attitudes towards interprofessional

teamwork and education.

Metode penelitian ini menggunakan metode A time series study design.

Perbedaan penelitian ini terletak pada responden meliputi mahasiswa bidan, perawat dan gizi, metode penelitian yang digunakan dan variabel yang membahas mengenai sikap terhadap IPE. Suryandari, G dkk

(2015)

Penelitian analitik pada kesiapan siswa dalam pelaksanaan pendidikan

Penelitian menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain

(22)

interprofesional di Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan Ilmu Muhamadiyah Jogjakarta

cross sectional. Total subjek penelitian terdiri dari 161 mahasiswa kedokteran dan keperawatan, terdiri dari 71 siswa pada tahap klinis. sampel diambil melalui teknik simple random sampling. Data diperoleh dari kuesioner di versi RIPLS Indonesia divalidasi oleh fakultas kedokteran, universitas Indonesia

(23)

9 A. Tinjauan Teori

1 Interprofessional Education (IPE) a. Pengertian IPE

Interprofessional education (IPE) adalah metode pembelajaran yang interaktif, berbasis kelompok, yang dilakukan dengan menciptakan suasana belajar berkolaborasi untuk mewujudkan praktik yang berkolaborasi, dan juga untuk menyampaikan pemahaman mengenai interpersonal, kelompok, organisasi dan hubungan antar organisasi sebagai proses profesionalisasi (Royal College of Nursing, 2006). IPE dapat terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa dari program studi kesehatan yang berbeda belajar bersama yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan kualitas pelayanan kesehatan (CAIPE, 2002).

(24)

IPE dapat dimanfaatkan untuk membahas isu-isu kesehatan maupun kasus tertentu yang terjadi di masyarakat supaya melalui diskusi interprofesional tersebut ditemukan solusi-solusi yang tepat dan dapat diaplikasikan secara efektif dan efisien. Penerapan IPE diharapkan dapat membuka mata masing-masing profesi, untuk menyadari bahwa dalam proses pelayanan kesehatan, seorang pasien menjadi sehat bukan karena jasa dari salah satu profesi saja, melainkan merupakan konstribusi dari tiap profesi yang secara terintegrasi melakukan asuhan kesehatan (HPEQ-Project, 2011).

(25)

b. Manfaat IPE untuk Perkembangan Dunia Kesehatan

Interprofessional education dalam dunia pendidikan tinggi di bidang kesehatan bertujuan mengarahkan dosen untuk membantu mempersiapkan mahasiswa profesi kesehatan untuk nantinya mampu terlibat dan berkontribusi aktif positif dalam collaborative practice.

IPE memegang peranan penting yaitu sebagai jembatan agar di suatu negara collaborative practice dapat dilaksanakan. IPE berdampak pada peningkatan apresiasi siswa dan pemahaman tentang peran, tanggung jawab, dan untuk mengarahkan siswa supaya berpikir kritis dan menumbuhkan sikap profesional (Galle & Rolelei, 2010).

World Health Organization (2010) menyajikan hasil penelitian di 42 negara tentang dampak dari penerapan collaborative practice dalam dunia kesehatan. Hasil dari penelitian ternyata sangat menjanjikan bukan hanya bagi negara terkait, namun juga apabila digunakan di negara-negara lain. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa collaborative practice dapat meningkatkan:

1) Keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan 2) Penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai

(26)

Disamping itu, collaborative practice dapat menurunkan 1) total komplikasi yang dialami pasien, 2) jangka waktu rawat inap, 3) ketegangan dan konflik di antara pemberi layanan (caregivers), 4) biaya rumah sakit, 5) rata-rata clinical error, dan 6) rata-rata jumlah kematian pasien (WHO, 2010).

Dosen berperan untuk mengarahkan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan untuk berkontribusi dalam pemecahan masalah kesehatan ketika nanti telah menjadi tenaga kesehatan yang sesungguhnya. Mahasiswa harus mampu memahami konsep IPE sedini mungkin untuk dapat bersama-sama memecahkan masalah kesehatan di kemudian hari. Mahasiswa yang sejak awal mampu bekerja secara interprofesi diharapkan sudah siap untuk memasuki dunia kerja dan masuk ke dalam tim collaborative practice. Proses IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai kemudian menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah atau untuk peningkatan kualitas kesehatan (Thistlethwaite & Monica, 2010).

(27)

collaborative practice di suatu negara. Oleh karena itu, sebagai sesuatu hal yang baru, IPE haruslah pertama-tama dipahami konsep dan manfaatnya oleh para dosen yang mengajar mahasiswa agar termotivasi untuk mewujudkan IPE dalam proses pendidikannya.

Secara umum IPE mengandung beberapa elemen berikut, yang setidaknya harus dimiliki agar konsep pembelajaran ini dapat dilaksanakan dalam pendidikan profesi kesehatan di Indonesia yaitu kolaborasi, komunikasi yang saling menghormati, refleksi, penerapan pengetahuan dan keterampilan, dan pengalaman dalam tim interprofesional. Konsep inilah yang seharusnya ditanamkan oleh dosen kepada mahasiswa sejak awal proses pendidikan. Untuk mampu terlibat dalam IPE dalam pendidikan kesehatan di Indonesia, dosen setidaknya memahami elemen-elemen yang diperlukan dalam pelaksanaan IPE sehingga mampu membekali dirinya dengan elemen-elemen tersebut (HPEQ-Project, 2011).

c. Kompetensi IPE

(28)

Freeth et al. (2005) mengungkapkan kompetensi dosen atau fasilitator IPE antara lain adalah 1) sebuah komitmen terhadap pembelajaran dan praktik interprofesional, 2) kepercayaan dalam hubungan pada focus tertentu dari pembelajaran interprofesional di mana staf pendidik berkontribusi, 3) model peran yang positif, 4) pemahaman yang dalam terhadap metode pembelajaran interaktif dan percaya diri dalam menerapkannya, 5) kepercayaan dan fleksibilitas untuk menggunakan perbedaan profesi secara kreatif dalam kelompok, 6) menghargai perbedaan dan kontribusi unik dari masing-masing anggota kelompok, 7) menyesuaikan kebutuhan individu dengan kebutuhan kelompok, dan 8) meyakinkan dan memiliki selera humor dalam menghadapi kesulitan.

(29)

lain, 5) memfasilitasi pertemuan interprofesional, dan 6) memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain. American College of Clinical Pharmacy (ACCP) (2009) membagi kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan tim.

d. Pendekatan Pembelajaran IPE

Tidak ada satu pun metode penerapan IPE yang menjadi pilihan utama, metode pembelajaran IPE dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik dan bagaimana cara dosen untuk menjaga perhatian peserta didik terhadap pelajaran. Metode-metode balajar yang ada dapat saling memperkuat, tidak berdiri sendiri. Pendekatan belajar mengajar yang dapat diterapkan dalam IPE yaitu exchange-based learning, action-based learning, practice-based learning, simulation-based learning, observation-based learning, dan e-based learning (Sedyowinarso dkk., 2011).

e. Hambatan IPE

(30)

perubahan sistem pelayanan kesehatan (Sedyowinarso, dkk., 2012).

Hambatan-hambatan yang mungkin muncul adalah penanggalan akademik, peraturan akademik, struktur penghargaan akademik, lahan praktek klinik, masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian profesional, evaluasi, pengembangan pengajar, sumber keuangan, jarak geografis, kekurangan pengajar interdisipliner, kepemimpinan dan dukungan administrasi, tingkat persiapan peserta didik, logistik, kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi perubahan, beasiswa, sistem penggajian, dan komitmen terhadap waktu (ACCP, 2009).

2 Kesiapan terhadap IPE

Kesiapan (readiness) merupakan keseluruhan sifat atau kekuatan yang membuat seseorang beraksi dengan cara tertentu. Kesiapan dapat dilihat dari antusiasme mahasiswa dan keinginan mahasiswa terhadap penerimaan sesuatu yang baru. Kesiapan mahasiswa sangat mempengaruhi pelaksanaan IPE (Parsell & Bligh, 2009).

(31)

berhubungan dalam membangun kesiapan untuk penerapan IPE (Lee, 2009).

Identitas profesi merupakan suatu hal yang penting karena hal ini menjadi ciri khas profesi yang akan membedakan dengan profesi lain. Pullon (2008) dalam Fauziah (2010) menjelaskan identitas profesi adalah komponen kunci dari sebuah profesionalisme yang merupakan bagian integral dari filosofi pelayanan kesehatan. Identitas profesi harus dikembangkan seiring perkembangan zaman. Ini dapat dilakukan melalui interaksi dengan profesi lain untuk membentuk dasar pemahaman mengenai interprofesional antar tenaga kesehatan.

Teamwork dalam kolaborasi merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa dalam IPE. Kompetensi teamwork meliputi:

a. Kekompakan tim, yaitu kekuatan tim yang membuat anggotanya untuk tetap setia menjadi bagian sebuah tim yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi sebuah tim,

b. Saling percaya, yaitu sebuah sikap positif dari anggota tim terhadap anggota yang lainnya, meliputi perasaan, mood dan lingkungan internal kelompok,

(32)

d. Mementingkan kerja sama, yaitu sikap positif yang ditunjukkan anggota tim dengan mengacu pada bekerja sebagai tim (ACCP, 2009).

e. Peran menurut Robbins (2005) dalam Fauziah (2010) merupakan seperangkat perilaku yang diharapkan pada seseorang dengan posisi yang diberikan dalam unit sosial. Pemahaman terhadap peran masing-masing terbentuk jika masing-masing individu menjalankan perannya secara konsisten. Peran dosen dalam IPE diharapkan mampu membentuk peserta didik yang dapat memahami tugas dan kewenangan masing-masing profesi sehingga akan muncul tanggung jawab yang sesuai dalam penyelesaian suatu masalah. Peran dan tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk kesiapan dan

pencapaian kompetensi IPE (A’la, 2010).

3 Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

(33)

berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui pendidikan non formal (Wawan & Dewi, 2010).

b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

(34)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4) Analisis (Analysis)

(35)

tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi.

(36)

Terdapat 2 cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu dengan cara kuno dan cara modern (Wawan & Dewi, 2010): 1) Cara Kuno

a) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka akan dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

b) Cara kekuasaan atau otoriter

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat, baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip oarang lain yang menerima, mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu, atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

(37)

kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu. 2) Cara modern

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer atau disebut dengan metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan nama penelitian ilmiah.

d. Cara ukur pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan cara melakukan

wawancara atau memberikan angket yang menanyakan tentang isi

materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.

Pada pengisian angket pengetahuan yang dinilai hanyalah pengetahuan pada tingkat dua yaitu memahami (Notoatmodjo,

2010).

Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara

orang bersangkutan mengungkapkan apa yang diketahuinya

dalam bentuk jawaban lisan maupun tulisan. Menurut Arikunto

(2010) pertanyaan tes yang biasa digunakan dalam pengukuran

pengetahuan ada dua bentuk yaitu :

(38)

Bentuk ini lazim disebut tes objektif, yaitu tes yang

menjawabnya dapat diberi skor nilai secara lugas menurut

pedoman yang ditentukan sebelumnya. Ada lima macam tes

yang termasuk dalam evaluasi ragam objektif ini yaitu :

a) Tes benar-salah

b) Tes pilihan ganda

c) Tes pelengkap melengkapi

2) Bentuk subjektif

Tes subjektif adalah alat pengukur pengetahuan yang

menjawabnya tidak ternilai dengan skor atau angka pasti,

seperti bentuk objektif. Hal ini disebabkan banyaknya ragam

gaya jawaban yang diberikan oleh para responden.

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan atau

penilaian pengetahuan dapat dikategorikan menjadi empat

yaitu:

a) Baik : jika pertanyaan di jawab benar oleh responden

76%-100%.

b) Cukup baik : jika pertanyaan di jawab benar oleh

responden 56%-75%.

c) Kurang baik : jika pertanyaan di jawab benar oleh

(39)

e. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) faktor yang mempengaruhi

pengetahuan antara lain:

1) Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk mencari pengetahuan

sehingga terjadi perubahan perilaku positif, sehingga

pendidikan juga mempengaruhi pemahaman dan

pengetahuan.

2) Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang

lebih banyak akan memperoleh pengetahuan yang lebih luas.

3) Budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam

memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.

4) Pengalaman

Sesuatu yang dialami seseorang akan menambah

pengetahuan.

(40)
[image:40.595.125.534.165.561.2]

B. Kerangka Konsep

Gambar 2 Kerangka Konsep Keterangan:

--- : Tidak Diteliti : Diteliti

C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang IPE dengan kesiapan mahasiswa FKIK UMY dalam menghadapi Interprofesional Education (IPE).

Tingkat pengetahuan tentang IPE

Kesiapan mahasiswa FKIK UMY dalam menghadapi Interprofesional Education

(IPE).

Variabel Bebas Variabel Terikat

Variabel Pengganggu:

(41)

28 A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik yaitu metode penelitian yang menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau faktor resiko dengan faktor efek (Notoatmodjo, 2011).

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dimana data dikumpulkan sekaligus pada waktu yang sama (Machfoedz, 2011). Penelitian ini mempelajari dinamika korelasi antara hubungan tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

(42)

sebanyak 157 orang mahasiswa dan farmasi sebanyak 70 orang mahasiswa.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini kemudian dimasukkan kedalam rumus penghitungan sampel menggunakan rumus slovin diatas, maka perhitungan sampel adalah:

Berdasarkan penghitungan sampel mengunakan rumus slovin diatas, maka jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 236 responden. Sampel yang telah ditentukan kemudian dipadukan dengan kriteria inklusi dan eksklusi

a. Kriteria Inklusi

1) Mahasiswa yang bersedia menjadi responden

2) Mahasiswa yang berada di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan (FKIK)

b. Kriteria Eksklusi

(43)

3. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan cara sistem pengundian (untung-untungan). Peneliti melakukan pengundian terhadap seluruh mahasiswa FKIK melalui pengocokan nama, sehingga nama yang keluar adalah merupakan sampel yang akan digunakan dalam penelitian selanjutnya.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian ini pada bulan September 2015.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen (Bebas) : tingkat pengetahuan tentang

Interprofesional Education (IPE)

2. Variabel Dependen (Terikat) : kesiapan mahasiswa menghadapi Interprofesional Education (IPE)

(44)

E. Definisi Operasional Variabel

[image:44.595.91.546.279.624.2]

Definisi operasional bertujuan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati/ diteliti serta mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Parameter Skala

1 Tingkat pengetahuan tentang

Interprofesional Education (IPE)

Pemahaman tentang metode pembelajaran yang interaktif, berbasis

kelompok, yang dilakukan dengan menciptakan suasana belajar berkolaborasi.

Kuesioner Pengetahuan IPE

1. Baik : Bila jawaban benar 76%-100% 2. Cukup: bila

jawaban benar 56%-75% 3. Kurang : bila

jawaban benar ≤ 55%

(Handayani dan Riyadi, 2011)

Ordinal

2 Kesiapan mahasiswa menghadapi Interprofesional Education (IPE)

Keseluruhan sifat atau kekuatan yang membuat seseorang beraksi dengan cara tertentu. Kuesioner Readiness Interprofessi onal Learning Scale (

1. Siap: apabila nilai skor yang

diperoleh responden dari kuesioner ≥ nilai i median

2. Tidak Siap: apabila nilai skor yang diperoleh responden dari kuesioner < nilai i median

(Handayani dan Riyadi, 2011)

(45)

F. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Pengumpulan Data

a. Kuesioner Pengetahuan Tentang IPE

(46)

b. Kueisoner Kesiapan Interprofessional Education

Kuesioner kesiapan menggunakan kuesioner baku Readiness Interprofessional Learning Scale yang diambil dari Latrobe Community Health Service and Social Care

Interprofessional Network, Victoria- Agustus 2009. Instrumen kesiapan dikelompokkan sebagai pernyataan favourable dan pernyataan unfavourable. Pertanyaan favourable adalah pernyataan yang mendukung secara teknis atau memihak kesiapan yang akan diukur, skala ukur menggunakan skala Likert yaitu jika menjawab Sangat Setuju (SS)= 5, Setuju (S)= 4, Ragu-ragu (RR)= 3 Tidak Setuju (TS)= 2, Sangat Tidak Setuju (STS)= 1. Pertanyaan Unfavourable: Sangat Setuju (SS)= 1, Setuju (S)= 2, Ragu-ragu (RR)= 3 Tidak Setuju (TS)= 4, Sangat Tidak Setuju (STS)= 5. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka kesiapan mahasiswa menghadapi IPE semakin baik demikian pula sebaliknya.

G. Cara dan Pengumpulan Data

1. Jenis Data yang Dikumpulkan a. Data Primer

(47)

cara pengumpulan data melalui pengajuan item pertanyaan -pertanyaan tertulis kepada subjek penelitian, responden atau sumber dan jawabannya diberikan secara tertulis. Dalam penelitian ini metode angket atau kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain dan data sudah ada. Dalam penelitian ini data sekunder didapat dari bagian akademik data berupa profil lokasi penelitian.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan alat pengumpulan data berupa kuesioner, responden penelitian diminta mengisi kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti, responden diberitahukan cara pengisian kuesioner yang benar. 3. Tahap Pengumpulan Data

a. Tahap Persiapan

1) Melakukan pengamatan terhadap masalah

2) Mengurus surat perijinan untuk melakukan studi pendahuluan untuk mendapatkan informasi serta data yang dibutuhkan dalam menyusun proposal penelitian.

(48)

4) Menyusun proposal penelitian

5) Melaksanakan konsultasi proposal penelitian. 6) Melaksanakan seminar proposal.

7) Mengurus surat ijin uji validitas.

8) Penyebaran kuesioner untuk uji validitas. Setelah data terkumpul kemudian hasilnya diolah dengan menggunakan program komputer untuk mengetahui valid atau tidaknya kuesioner tersebut, butir kuesioner yang tidak valid dihapus dan tidak diikutsertakan dalam penelitian selanjutnya. b. Tahap Pelaksanaan

1) Mengurus surat ijin penelitian setelah kuesioner dinyatakan valid dan reliabel.Melaksanakan pengambilan data dengan kuesioner pada bulan Januari 2016.

2) Penelitian dilaksanakan oleh peneliti dengan bantuan

asisten.

(49)

4) Setelah data terkumpul penulis mulai mengolah data dari editing, coding, input data hingga tabulating, selanjutnya dilakukan analisis univariat dan bivariat.

c. Tahap Akhir

Menyimpulkan hasil penelitian dengan membuat BAB IV dan BAB V kemudian menyusun hasil laporan, selanjutnya mengkonsultasikan kepada pembimbing dan apabila telah disetujui maka peneliti melakukan persiapan untuk melakukan seminar hasil penelitian.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti, sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian a. Validitas Kuesioner

(50)

kuesioner tentang pengetahuan dan 19 kuesioner tentang kesiapan diketahui bahwa seluruh kuesioner dinyatakan valid dan layak digunakan untuk penelitian selanjutnya.

b. Reliabilitas Kuesioner

Untuk memperoleh keakuratan setelah pertanyaan dinyatakan valid semua, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain. Teknik untuk menguji reliabilitas alat ukur menggunakan rumus alpha croanbach (Arikunto, 2006).

Dengan metode Internal Consistency ini, semakin tinggi koefisien Alpha, maka kuesioner semakin reliabel. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 (Nugroho, 2005). Hasil analisa reliabilitas diketahui bahwa kuesioner dinyatakan reliabel karena berdasarkan hasi penghitungan didapatkan nilai reliabilitas > 0,6.

I. Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data a. Editing (pemeriksaan data)

(51)

jawaban. Pada editing tidak dilakukan penggantian atau penafsiran jawaban responden.

b. Scoring

Skorimg dalam penelitian ini yaitu dengan cara memberikan skor pada setiap kategori hasil penelitian. Dalam penelitian ini responden yang menjawab pertanyaan mengenai pengetahuan dengan benar diberikan skor 1, sedangkan responden yang salah menjawab pertanyaan kuesioner diberi skor 0. Sedangkan untuk kesiapan responden yang menjawab benar pada pertanyaan favourable adalah sebagai berikut:

1) SS diberikan skor 5 2) S diberikan skor 4 3) RR diberikan skor 3 4) TS diberikan skor 2 5) STS diberikan skor 1

Sedangkan untuk pernyataan unfavourable adalah sebagai berikut:

(52)

c. Coding (pemberian kode)

Koding dalam penelitian ini yaitu data dirubah dalam bentuk kode yaitu dengan cara merubah data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan untuk mempermudah proses entri. Dalam penelitian ini responden yang memiliki pengetahuan baik diberikan kode 1, cukup diberi kode 2 dan kurang diberi kode 3. Sedangkan untuk kesiapan responden yang siap diberikan kode 1 dan yang tidak siap diberi kode 2.

d. Input data (pemasukan data)

Memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam program untuk diolah lebih lanjut. Proses input data dalam penelitian ini adalah dengan cara memasukan data yang sudah dilakukan penskoran kemudian dilakukan analisa dalam SPSS. e. Tabulating (tabulasi)

Data disusun dalam bentuk tabel kemudian dianalisa yaitu proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Proses tabulasi dalam penelitian ini adalah memasukan tabel hasil analisa kedalam pembahasan. 2. Teknik Analisis Data

(53)

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, pada umumnya hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2007).

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengukur korelasi terhadap 2 variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan Chi-Square (χ2) (Sugiyono, 2013).

Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan menetapkan taraf signifikansi yang akan digunakan nilai p<0,05 dimana bila hitung lebih besar dari tabel maka ditolak. Begitu pula sebaliknya bila hitung lebih kecil dari tabel maka

diterima.

c. Uji koefisien kontingensi

(54)

Interpretasi koefisien kontingensi: 0,00 – 0,199 : Sangat rendah 0,20 – 0,399 : Rendah

0,40 – 0,599 : Cukup berarti/sedang 0,60 – 0,799 : Kuat

0,80 – 1, 000 : Sangat kuat J. Etika Penelitian

Menurut Arikunto (2010) etika penelitian terdiri dari: 1. Hak peneliti

Bila responden bersedia diminta informasinya (menyetujui Inform Concent), peneliti mempunyai hak memperoleh informasi yang diperlukan sejujur-jujurnya dan selengkap-lengkapnya dari responden atau informan. Apabila hak ini tidak diterima dari responden, dalam arti responden menyembunyikan informasi yang diperlukan, maka responden perlu diingatkan kembali terhadap Inform Concent yang telah diberikan.

2. Kewajiban peneliti a. Menjaga privacy

(55)

kuesioner diadakan diluar jam kuliah sehingga tidak akan mengganggu kuliah responden.

b. Menjaga kerahasiaan responden

(56)

43 A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mulai mengimplementasikan pembelajaran antar profesi kesehatan (IPE) pada bulan September 2013 setelah melalui proses trial sejak November 2012 sampai Juli 2013. Dari awal perintisan IPE hingga saat ini, IPE FKIK UMY terus melakukan perbaikan. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPE di FKIK UMY, pada bulan Agustus 2013 melakukan study banding ke Griffith University dan Queensland University, Australia yang telah lebih dulu menerapkan IPE.

(57)

2. Analisa Univariat

[image:57.595.173.488.194.423.2]

a. Karakteristik mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Tabel 4.1 Karakteristik mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (n=236)

Karakteristik F %

Umur

20 25 10,6

21 112 47,5

22 81 34,3

23 13 5,5

24 5 2,1

Jenis Kelamin

Perempuan 165 69,9

Laki-laki 71 30,1

Jurusan

Dokter Umum 96 40,7

Dokter Gigi 57 24,2

Perawat 68 28,8

Farmasi 15 6,4

Total 236 100,0

(58)

b. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai

Interprofesional Education (IPE)

[image:58.595.183.491.225.297.2]

1) Dokter Umum

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education (IPE) (n=96)

Pengetahuan F %

Baik 59 61,4

Cukup 23 24

Kurang 2 14,6

Total 96 100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa FKIK memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu sebanyak 59 responden (61,4%) dan sebagian kecil responden memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 2 responden (14,6%).

[image:58.595.182.490.505.578.2]

2) Dokter Gigi

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education (IPE) (n=57)

Pengetahuan F %

Baik 35 61,4

Cukup 19 33,3

Kurang 3 5,3

Total 57 100

(59)
[image:59.595.183.489.171.243.2]

3) Perawat

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education (IPE) (n=68)

Pengetahuan F %

Baik 40 58,8

Cukup 22 32,4

Kurang 6 8,8

Total 68 100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa FKIK memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu sebanyak 142 responden (58,8%) dan sebagian kecil responden memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 6 responden (8,8%).

[image:59.595.183.489.449.524.2]

4) Farmasi

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education (IPE) (n=15)

Pengetahuan F %

Baik 8 53,3

Cukup 5 33,3

Kurang 2 13,4

Total 15 100

(60)

c. Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional

Education (IPE)

[image:60.595.159.515.110.362.2]

1) Dokter Umum

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=96)

Kesiapan F %

Siap 72 75

Tidak Siap 24 25

Total 96 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 72 responden (75%).

[image:60.595.176.507.468.584.2]

2) Dokter Gigi

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=57)

Kesiapan F %

Siap 45 78,9

Tidak Siap 12 21,1

Total 57 100

(61)
[image:61.595.179.509.141.261.2]

3) Perawat

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=68)

Kesiapan F %

Siap 53 77,9

Tidak Siap 15 2,1

Total 68 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 53 responden (77,9%).

[image:61.595.183.509.384.500.2]

4) Farmasi

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=15)

Kesiapan F %

Siap 12 80

Tidak Siap 3 0

Total 15 100

(62)

3. Analisa Bivariat

a. Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan

mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi

Interprofesional Education (IPE)

1) Dokter Umum

Tabel 4.10 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=96)

Kesiapan

Pengetahuan

Total x2 p.value Baik Cukup Kurang

n % N % n % n %

34,027 0.000 Siap 48 50,0 22 22,9 2 2,1 72 75,0

Tidak Siap 11 11,5 1 1,0 12 12,5 24 25,0 Total 59 61,5 23 24,0 14 14,6 96 100,0

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan baik adalah responden yang siap menghadapi IPE yaitu sebanyak 48 responden (50%). Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p value sebesar 0.000 dengan taraf signifikan sebesar 0,05.

2) Dokter Gigi

Tabel 4.11 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=57)

Kesiapan

Pengetahuan

Total x2 p.value Baik Cukup Kurang

n % N % n % n %

11,889 0.003 Siap 29 50,9 16 28,1 0 0 45 79,9

(63)

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan baik adalah responden yang siap menghadapi IPE yaitu sebanyak 9 responden (50,9%). Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p value sebesar 0.003 dengan taraf signifikan sebesar 0,05.

3) Perawat

Tabel 4.12 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=68)

Kesiapan

Pengetahuan

Total x2 p.value Baik Cukup Kurang

n % N % n % n %

3,015 0.021 Siap 32 47,1 18 26,5 3 4,4 53 77,9

Tidak Siap 8 11,8 4 5,9 3 44,4 15 22,1 Total 40 58,8 22 32,4 6 8,8 68 100

(64)
[image:64.595.127.552.110.302.2]

4) Farmasi

Tabel 4.13 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=15)

Kesiapan

Pengetahuan

Total x2 p.value Baik Cukup Kurang

n % N % n % n %

9,531 0.009

Siap 7 46,7 5 33,3 0 0 12 80

Tidak Siap 1 6,7 0 0 2 13,3 3 0 Total 8 53,3 5 33,3 2 13,3 15 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan baik adalah responden yang siap menghadapi IPE yaitu sebanyak 7 responden (46,7%). Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p value sebesar 0.009 dengan taraf signifikan sebesar 0,05.

5) Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan

mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Menghadapi Interprofesional Education (IPE)

Tabel 4.14 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=236)

Kesiapan

Pengetahuan

Total x2 p.value Baik Cukup Kurang

n % N % n % n %

52.886 0.000 Siap 116 49,2 61 25,8 5 2,1 182 77,1

(65)

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan baik adalah responden yang siap menghadapi IPE yaitu sebanyak 116 responden (81,7%). Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p value sebesar 0.000 dengan taraf signifikan sebesar 0,05.

B. Pembahasan

1. Analisa Univariat

a. Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden didominasi oleh mahasiswa yang berusia 21 tahun yaitu sebanyak 112 responden (47,5%). Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa umur seseorang erat kaitannya dengan pengetahuan. Usia semakin cukup umur seseorang, tingkat pengetahuannya akan lebih matang dalam berfikir dan bertindak. Budiarto (2009) dalam Cahyani (2012) menyatakan bahwa semakin manusia mencapai kedewasaan semakin bertambah pula pengetahuan yang diperoleh sehingga akan mempengaruhi persepsi dan perilaku yang dimilikinya.

(66)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden didominasi oleh perempuan yaitu sebanyak 165 responden (69,9%). Praktik keperawatan memiliki hubungan yang sangat erat dengan gender dan didalam dunia keperawatan persepsi mengenai gender memang didominasi oleh perempuan (Prananingrum, 2011)

Hasil penelitian ini sejalan degan penelitian yang dilakukan oleh Suryandari, G dkk (2015). Penelitian analitik pada kesiapan siswa dalam pelaksanaan pendidikan interprofesional di Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Muhamadiyah Jogjakarta. Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar mahasiswa adalah berjenis kelamin perempuan.

b. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai

Interprofesional Education (IPE)

(67)

tentang IPE yaitu sebanyak 142 responden (58,8%) dan sebagian kecil responden memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 6 responden (8,8%). Sebagian besar mahasiswa FKIK Farmasi memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu sebanyak 8 responden (53,3%) dan sebagian kecil responden memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 2 responden (13,4%)

Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2010) sebelum seseorang berperilaku baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

(68)

pelaksanaan IPE sehingga mampu membekali dirinya dengan elemen-elemen tersebut (HPEQ-Project, 2011).

Kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa dengan metode pembelajaran IPE adalah kemampuan untuk mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk berkolaborasi. Barr (1998) menjelaskan kompetensi kolaborasi yaitu: 1) memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas, 2) bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan dan pengobatan pasien, 3) bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan memantau perawatan pasien, 4) menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain, 5) memfasilitasi pertemuan interprofesional, dan 6) memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain. American College of Clinical Pharmacy (ACCP) (2009) membagi kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan tim.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Curran, R et al (2010) A longitudinal study of the effect of an interprofessional education curriculum on student satisfaction and

(69)

itu sendiri mengenai IPE, sehingga pengetahuan mahasiswa akan mempengaruhi sikap siswa terhadap IPE.

c. Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional

Education (IPE)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden kedokteran umum memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 72 responden (75%). Sebagian besar responden kedokteran gigi memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 45 responden (78,9%). Sebagian besar responden kperawatan memiliki kesiapan menghadapi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 53 responden (77,9%). Sebagian besar responden farmasi memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 1 responden (80%)

Kesiapan (readiness) merupakan keseluruhan sifat atau kekuatan yang membuat seseorang beraksi dengan cara tertentu. Kesiapan dapat dilihat dari antusiasme mahasiswa dan keinginan mahasiswa terhadap penerimaan sesuatu yang baru. Kesiapan mahasiswa sangat mempengaruhi pelaksanaan IPE (Parsell & Bligh, 2009).

(70)

dan tanggung jawab. Ketiga domain ini saling berhubungan dalam membangun kesiapan untuk penerapan IPE (Lee, 2009).

Identitas profesi merupakan suatu hal yang penting karena hal ini menjadi ciri khas profesi yang akan membedakan dengan profesi lain. Pullon (2008) dalam Fauziah (2010) menjelaskan identitas profesi adalah komponen kunci dari sebuah profesionalisme yang merupakan bagian integral dari filosofi pelayanan kesehatan. Identitas profesi harus dikembangkan seiring perkembangan zaman. Ini dapat dilakukan melalui interaksi dengan profesi lain untuk membentuk dasar pemahaman mengenai interprofesional antar tenaga kesehatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Martina (2013) dengan judul hubungan efikasi diri dengan kesiapan terhadap interprofessional education (IPE) pada mahasiswa profesi di FK UGM. Menyatakan bahwa sebagian besar siswa memiliki kesiapan dalam menghadapi IPE, hal tersebut terjadi karena adanya dukungan dan motivasi yang diberikan oleh dosen.

(71)

tugas dan kewenangan masing-masing profesi sehingga akan muncul tanggung jawab yang sesuai dalam penyelesaian suatu masalah. Peran dan tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk

kesiapan dan pencapaian kompetensi IPE (A’la, 2010).

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan

mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi

Interprofesional Education (IPE)

(72)

responden farmasi yang memiliki pengetahuan baik adalah responden yang siap menghadapi IPE yaitu sebanyak 7 responden (46,7%). Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p value sebesar 0.009 dengan taraf signifikan sebesar 0,05

Interprofessional education terjadi ketika beberapa mahasiswa profesi belajar untuk mengefektifkan kolaborasi dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Interprofessional education adalah langkah yang diperlukan dalam mempersiapkan tenaga kesehatan yang lebih baik dan siap untuk menghadapi masalah kesehatan. Keberhasilan interprofessional education adalah tergantung pada mahasiswa dengan konsep pembelajaran interprofessional education dan dicampur sebagai pembelajaran yang dipilih. Interproffesional education mempunyai tujuan untuk meningkatkan kompetensi kolaborasi tim keperawatan dan juga tindakan kolaborasi perawat dengan profesi lain.

Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p value < 0,05. Berdasarkan analisa tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikasn antara antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE).

(73)

akan memiliki kesiapan yang positif terhadap IPE (Kesuma, 2013). Hasil penelitian yang dilakuakan oleh Galuh (2015) manyatakan bahwa masih terdapat mahasiswa kesehatan yang tidak siap dalam menghadapi IPE hal ini disebabkan karena tidak memiliki cukup banyak waktu untuk melakukan kolaborasi IPE.

Interprofessional education dalam dunia pendidikan tinggi di bidang kesehatan bertujuan mengarahkan dosen untuk membantu mempersiapkan mahasiswa profesi kesehatan untuk nantinya mampu terlibat dan berkontribusi aktif positif dalam collaborative practice. IPE memegang peranan pe

Gambar

Gambar 2 Kerangka Konsep
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.1 Karakteristik mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (n=236)
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education  (IPE) (n=57)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari

Contohnya pada cerita novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura, dalam novel ini diceritakan mengenai berbagai masalah kehidupan yang dialami Ichiyo sejak kecil,

Pada tanggal 30 September 2012 dan 31 Desember 2011, nilai tercatat dari aset dan liabilitas keuangan Perusahaan memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai wajarnya karena

Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Hulu sungai Tengah berencana akan mengadakan kegiatan dengan paket-paket dan perkiraan biaya yang bersumbei dari dana APBD

grade one to six and sampling the chapters from each coursebook (2) Incorporate series of coursebooks from only one primary level with including all the chapters in

Dari definisi di atas, terdapat setidaknya empat elemen yaitu: (1) hasil kerja yang dicapai secara individual atau secara instansi, yang berarti bahwa kinerja

Sesuai dengan hasil penelitian Adil, Syamsum, dan Najib (2016) mengenai pengaruh dari kualitas pelayanan yang diberikan dan biaya pengobatan terhadap tingkat

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Interview secara langsung, Metode Observasi dan Referensi kemudian dilakukan perancangan desain