• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Kandungan Residu Pestisida Organofosfat (Dimetoat, Klorpirifos Dan Propenofos) Pada Buah Tomat (Solanum Lycopersicum L.) Dari Pasar Kaban Jahe Dan Dari Kebun Di Desa Ketaren Kecamatan Kaban Jahe Secara Kromatografi Gas Fpd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Kandungan Residu Pestisida Organofosfat (Dimetoat, Klorpirifos Dan Propenofos) Pada Buah Tomat (Solanum Lycopersicum L.) Dari Pasar Kaban Jahe Dan Dari Kebun Di Desa Ketaren Kecamatan Kaban Jahe Secara Kromatografi Gas Fpd"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1.Gambar Instrument Kromatografi Gas

Seperangkat instrument kromatografi gas Shimadzu 2010

(3)

Lampiran 2. Gambar Perangkat Pendukung Lainnya

Neraca Analitik Ultra Turax

(4)

Lampiran 3.Gambar Bahan Aktif yang Digunakan

Bahan Aktif Dimetoat

(5)
(6)

DAFTAR PUSTAKA

Baehaki., 1993. Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Bandung : Penerbit

Angkasa.

Djojosumarto, P., 2009. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Lampung : Penerbit

Kanius.

Fitriani,E.,2012. Untung Lipat Budidaya Tomat di Berbagai Media Tanam.

Yogyakarta : Penerbit Pustaka Baru Press.

Hasibuan,R.,2015. Insektisida Organik Sintetik dan Biorasional. Yogyakarta :

Plantaxia.

Komisi Pestisida., 2004. Pedoman Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil

Pertanian. Jakarta : Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan

Direktorat Perlindungan Tanaman.

Rusminandar.,1995. Tanaman Tomat. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Rohman, A., 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta : Graha Ilmu

Sudarsono,H.,2015. Pengantar Pengendalian Hama Tanaman. Yogyakarta :

Plantaxia.

Sumatra, M.,1998. Kimia Pestisida. Jakarta : Pelatihan Analisa Residu Pestisida.

Yani, T.,1993. Tomat Prmbudidayaan Secara Komersial. Jakarta : PT.

Penebar Swadaya.

(7)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

1. Pecincang Stanles Steel

2. Beaker Glass Iwaki

3. Neraca Analitik Metter Toledo

4. Pipet Volume Iwaki

5. Belender Skala Kecil Ultra Turax IKA T.25

6. Erlenmeyer Iwaki

7. Labu bulat Iwaki

8. Rotari Evaporator IKA KV 600 Digital

9. Test Tube Iwaki

10.Siring Hamilton

11.Kromatografi Gas GC 2010

12.Labu Takar Iwaki

3.2 Bahan-bahan

1. Tomat

2. Aseton p.a. Merck

3. Isooktan p.a. Merck

(8)

5. Petroleum Eter 400C-600C p.a. Merck

6. Toluena p.a. Merck

7. Dimetoat Purity 99,5% Perfektan 425 EC

8. Klorpirifos Purity 98,8% Dursban 200 EC

9. Propenofos Purity 96,9% Curacron 500 EC

3.3Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Standar Campuran Bahan Aktif Dimetoat, Klorpirifos dan Profenopos

3.3.1.1Bahan Aktif Dimetoat

Bahan aktif Dimetoat (99,5%) ditimbang sebanyak ±0.02 g. Kemudian

encerkan bahan aktif tersebut dengan pelarut aseton dalam labu ukur 25 ml dan

homogenkan. Selanjutnya dipipet sebanyak 2,3 ml larutan standar bahan aktif

setelah itu encerkan kembali dengan pelarut isooktana sampai konsentrasi seri

standar 100 ng/µl dan homogenkan. Dari larutan seri standar 100 ng/µl diubah

menjadi larutan seri standar 10 ng/µl, dipipet sebanyak 2,5 ml dari larutan seri

standar 100 ng/µl kemudian encerkan dengan isooktana sampai garis batas dan

homogenkan. Dari larutan konsentrasi seri standar 10 ng/µl pipet kembali

sebanyak 1 ml kedalam labu ukur 10 ml untuk membuat standar campuran dengan

konsentrasi standar 1 ng/µl.

3.3.1.2Bahan Aktif Klorpirifos

Bahan aktif Klorpirifos (98,8%) ditimbang sebanyak ±0.02 g. Kemudian

(9)

dihomogenkan. Selanjutnya dipipet sebanyak 2,3 ml larutan standar bahan aktif

setelah itu encerkan kembali dengan pelarut isooktana sampai konsentrasi seri

standar 100 ng/µl dan homogenkan. Dari larutan seri standar 100 ng/µl diubah

menjadi larutan seri standar 10 ng/µl, dipipet sebanyak 2,5 ml dari larutan seri

standar 100 ng/µl kemudian encerkan dengan isooktana sampai garis batas dan

homogenkan. Dari larutan konsentrasi seri standar 10 ng/µl pipet kembali

sebanyak 1 ml kedalam labu ukur 10 ml yang sudah berisi bahan aktif Dimetoat

yang telah diencerkan.

3.3.1.3Bahan Aktif Propenofos

Bahan aktif Propenofos (96,9%) ditimbang sebanyak ±0.02 g. Kemudian

encerkan bahan aktif tersebut dengan pelarut aseton dalam labu ukur 25 ml dan

dihomogenkan. Selanjutnya dipipet sebanyak 2,7 ml larutan standar bahan aktif

setelah itu encerkan kembali dengan pelarut isooktana sampai konsentrasi seri

standar 100 ng/µl dan homogenkan. Dari larutan seri standar 100 ng/µl diubah

menjadi larutan seri standar 10 ng/µl, dipipet sebanyak 2,5 ml dari larutan seri

standar 100 ng/µl kemudian encerkan dengan isooktana sampai garis batas dan

homogenkan. Dari larutan konsentrasi seri standar 10 ng/µl pipet kembali

sebanyak 1 ml kedalam labu ukur 10 ml yang sudah berisi bahan aktif Dimetoat

dan Klorpirifos untuk membuat larutan standar campuran dengan konsentrasi 1

ng/µl. Diencerkan kembali campuran bahan aktif dengan pelarut isooktana sampai

(10)

3.3.2 Preparasi Sampel Tomat

Buah tomat dicincang sampai halus. Kemudian ditimbang kedalam beaker

glass 100 ml sebanyak 15 g. Selanjutnya tambahkan pelarut Aseton sebanyak 30

ml, pelarut Diklorometane sebanyak 30 ml dan pelarut Petrelium Eter sebanyak

30 ml dengan menggunakan pipet volume. Setelah itu haluskan sampel dengan

menggunakan belender skala kecil ultra turax. Setelah dihaluskan diamkan

sebentar sampai filtrat dan endapan terpisah. Kemudian pipet filtrat yang sudah

terpisah sebanyak 25 ml dengan menggunakan pipet volume lalu masukkan

kedalam labu didih. Filtrat diuapkan seluruhnya menggunakan alat

rotarievaporator. Sampel yang sudah diuapkan kemudian dilarutkan kedalam test

tube sebanyak 5 ml dengan perbandingan campuran pelarut toluena : isooktana

(10:90).

3.3.3 Penginjekkan ke Alat Kromatografi gas

Hidupkan seperangkat alat kromatografi gas. Kemudian suntik sebanyak 1

µl larutan standar campuran dan ekstrak sampel kedalam kromatografi gas

menggunakan siring dengan kondisi alat sebagai berikut :

Kolom kapiler, restek Rtx-1 MS,0.25 mm id x 0,25 µm df x 30 m

Suhu kolom 190oC

Suhu injektor : 230oC

Suhu detektor : 230o C

(11)
(12)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Tabel 4.1 Data Hasil Analisis Residu Pestisida Organofosfat pada Sampel pada Tomat dari Pasar Kaban Jahe Kecamatan Kaban Jahe Kabupaten Karo

Dimetoat 0,9995 ng/µl

Klorporifos 0,9743 ng/ µl

(13)

Tabel 4.2 Data Hasil Analisis Residu Pestisida Organofosfat pada Sampel pada Tomat dari Kebun di Desa Ketaren Kecamatan Kaban Jahe Kabupaten Karo

Dimetoat 0,9995 ng/ µl

Klorpirifos 0,9743 ng/ µl

Propenofos 0,9753 ng/ µl

4.2.1 Pada Bahan Aktif

Untuk menghitung bahan aktif campuran (Dimetoat, Klorpirifos dan

Propenofos) digunakan rumus sebagai berikut:

Rumus Standarisasi Pada Bahan Aktif

Standar (mg/ml) = W (mg )

V (ml )

x

(14)

Rumus Pengenceran Larutan Standar :

V1. N1 = V2. N2

Keterangan :

W : Berat sampel (mg)

V : Volume labu takar (ml)

% : Kemurnian bahan aktif

V1 : Volume bahan aktif (ml)

V2 : Volume labu takar (ml)

N1 : Normalitas bahan aktif (ng/µl)

N2 : Normalitas yang diingkan (ng/µl)

4.2.1.1Dimetoat

Dimetoat tertimbang sebanyak 0,0273 g (27,3 mg)

Kemurnian Dimetoat yaitu 99,5%

Dimana volume labu takar yang digunakan adalah 25ml

Standar (mg/ml) = W (mg )

V (ml )

x

% 100

27,3 25 x

99,5

100 = 1,0865 mg/ml→ 1086,5 ng/µl

(15)

V1. N1 = V2. N2

V1. 1086,5 = 25.10O

V1 =

2500 1086,5

= 2,3 ml

Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 100 ng/µl adalah:

2,3 . 1086,5 = 25. N2

N2 =2,3.1086,5 25

= 99,958 ng/µl

2. Pengenceran 10 ng/µl dalam labu takar 25 ml

V1. N1 = V2. N2

V1. 99,958 = 25.10

V1 = 250 99,958

= 2,5 ml

Maka normalitas sesunggunya dari pengenceran 10 ng/µl adalah:

2,5 . 99,958 = 25. N2

N2 =

2,5.99,958 25

(16)

3. Pengenceran 1 ng/µl dalam labu takar 10 ml

Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 1 ng/µl adalah:

1,0.9,9958 = 10. N2

Klorpirifos tertimbang sebanyak 0,0268 g (26,8 mg)

Kemurnian Klorpirifos yaitu 98,8%

Dimana volume labu takar yang digunakan adalah 25ml

Standar (mg/ml) = W (mg )

(17)

V1. N1 = V2. N2

V1. 1059,1 = 25.100

V1 =

2500 1059,1

= 2,3 ml

Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 100 ng/µl adalah:

2,3 . 1059,1 = 25. N2

N2 = 2,3.1059,1 25

= 97,4372 ng/µl

2. Pengenceran 10 ng/µl dalam labu takar 25 ml

V1. N1 = V2. N2

V1. 97,4372 = 25.10

V1 =

250 97,4372

= 2,5 ml

Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 10 ng/µl adalah:

2,5 . 97,4372 = 25. N2

N2 =

2,5.97,4372 25

(18)

3. Pengenceran 1 ng/µl dalam labu takar 10 ml

V1. N1 = V2. N2

V1. 97,4372 = 25.10

V1 = 250 97,4372

= 2,5 ml

Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 1 ng/µl adalah:

1,0.9,7437 = 10. N2

N2 =

1,0.9,7437 10

= 0,9743 ng/µl

4.2.1.3Propenofos

Propenofos tertimbang sebanyak 0,0233 g (23,3 mg)

Kemurnian Propenofos yaitu 96,9%

Dimana volume labu takar yang digunakan adalah 25ml

Standar (mg/ml) = W (mg )

V (ml )

x

% 100

23,3 25 x

96,9

(19)

1. Pengenceran 100 ng/µl dalam labu takar 25 ml

V1. N1 = V2. N2

V1. 903,1 = 25.100

V1 = 2500 903,1

= 2,7 ml

Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 100 ng/µl adalah:

2,7 . 903,1 = 25. N2

N2 = 2,7.903,1 25

= 97,5348 ng/µl

2. Pengenceran 10 ng/µl dalam labu takar 25 ml

V1. N1 = V2. N2

V1. 97,5348 = 25.10

V1 =

250 97,5348

= 2,5 ml

Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 10 ng/µl adalah:

2,5 . 97,5348 = 25. N2

N2 =

2,5.97,5348 25

(20)

3. Pengenceran 1 ng/µl dalam labu takar 10 ml

Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 1 ng/µl adalah:

1,0.9,7534 = 10. N2

Untuk menghitung banyaknya residu pestisida yang terkandung pada buah

tomat dari Pasar Kaban Jahe dan dari Kebun di Desa Ketaren digunakan rumus

sebagai berikut:

Rumus Rata-rata Area Standar :

Rata−rata area standar = Area standar (simplo) + Area Standar (duplo) 2

Rumus Kadar Pestisida Dalam Sampel :

Csampel (mg/kg) =

Rumus Rata-rata Kadar Pestisida Dalam Sampel :

Crata−rata(mg/kg) =

(21)

Keterangan :

Csampel = Konsentrasi Sampel (ng⁄µl)

C.standar = Konsentrasi standar (ng⁄µl)

V.inj = Volume Injek (µl)

FP = Faktor Pengenceran (5000 µl)

FK = Faktor Koreksi (87

25)

W = Bobot Sample (mg kg)⁄

Crata-rata = Konsentrasi Rata-rata (ng⁄µl)

4.2.2.1Tomat dari Pasar Kaban Jahe Kecamatan Kaban Jahe Kabupaten Karo

4.2.2.1.1 Dimetoat

Area standar :

Simplo = 564663; Duplo = 600923

Bobot sampel :

Simplo = 15,013 gr; Duplo = 15,012 gr

Normalitas bahan aktif = 0,9995 ng/µl

(22)

= 0,067 mg kg⁄

Simplo = 152043; Duplo = 164690

Bobot sampel :

Simplo = 15,013 gr; Duplo = 15,012 gr

Normalitas bahan aktif = 0,9743 ng/µl

(23)

= 0 mg kg⁄

Simplo = 117743; Duplo = 141993

Bobot sampel :

Simplo = 15,013 gr; Duplo = 15,012 gr

Normalitas bahan aktif = 0,9753 ng/µl

Rata−rata area standar = 117743 + 141993

(24)

4.2.2.2.1 Dimetoat

Area standar :

Simplo = 143347; Duplo = 174360

Bobot sampel :

Simplo = 15,013 gr; Duplo = 15,012 gr

Normalitas bahan aktif = 0,9995 ng/µl

Rata−rata area standar = 143347 + 174360

(25)

Bobot sampel :

Simplo = 15,013 gr; Duplo = 15,012 gr

Normalitas bahan aktif = 0,9743 ng/µl

Rata−rata area standar = 563532 + 598774

Simplo = 499342; Duplo = 518484

Bobot sampel :

Simplo = 15,013 gr; Duplo = 15,012 gr

(26)

Rata−rata area standar = 499342 + 518484

Berdasarkan data hasil analisis residu pestisida golongan organofosfat

(Dimetoat, Klorpirifos dan Propenofos) pada sampel buah tomat dari Pasar Kaban

Jahe tabel 4.1, terdapat dua bahan aktif yang tidak terdeteksi yaitu Klorpirifos dan

Propenofos. Sedangkan bahan aktif yang terdeteksi yaitu Dimetoat sebanyak

0,052 mg/kg. Berbeda dengan data hasil analisa residu pestisida golongan

organofosfat (Dimetoat, Klorpirifos dan Propenofos) pada sampel buah tomat dari

Kebun di Desa Ketaren tabel 4.2, hanya bahan aktif Klorpirifos yang tidak

terdeteksi. Sedangkan bahan aktif yang terdeteksi yaitu Dimetoat sebanyak 0,231

(27)

membuat bahan-bahan aktif tersebut tidak terdeteksi, yaitu pertama pestisida yang

digunakan memang tidak mengandung bahan aktif tersebut dan kedua pestisida

yang digunakan hanya mengandung bahan aktif dalam jumlah sangat kecil atau

sedikit sehingga tidak dapat dibaca oleh alat atau dibawah Batas Penetapan (BP)

deteksi alat. Karena alat memiliki BP tersendiri untuk masing-masing bahan aktif,

untuk bahan aktif Dimetoat 0,0594 mg/kg, bahan aktif Klorpirifos 0,540 mg/kg

dan bahan aktif Propenofos 0,1313 mg/kg.

Dari uraian data hasil analisis diatas didapatkan kandungan residu

pestisida bahan aktif Dimetoat dan Propenofos paling banyak kandungannya

dibandingkan bahan aktif Klorpirifos. Hal ini dikarenakan bahan aktif tersebut

merupakan bahan aktif pestisida jenis insektisida yaitu mematikan semua jenis

serangga. Namun kandungan residu pestisida yang terdapat didalam

masing-masing buah tomat tersebut masih aman untuk di konsumsi, karena jumlahnya

masih belum melebihi Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida yang ditetapkan

sesuai dengan SNI 7313:2008 untuk komoditas buah tomat yaitu Dimetoat

sebanyak 1 mg/kg, Klorpirifos sebanyak 0,5 mg/kg, Propenofos sebanyak 2

mg/kg. Jika jumlah residu pestisida yang terdapat pada kedua buah tomat tersebut

melebih batas yang telah ditentukan oleh SNI 7313:2008 maka buah tomat

tersebut tidak layak untuk di konsumsi karena dapat membahayakan kesehatan

konsumen. Bahaya yang ditimbulkan meliputi timbulnya reaksi alergi, keracunan

(28)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil data dan pembahasan analisis residu pestisida golongan organofosfat

(Dimetoat, Klorpirifos dan Propenofos) pada sampel buah tomat diperoleh

kesimpulan bahwa :

Sampel buah tomat dari Pasar Kaban Jahe hanya terdapat satu bahan aktif

yang terdeteksi yaitu Dimetoat sebanyak 0,052 mg/kg, bahan aktif Klorpirifos dan

Propenofos tidak terdeteksi. Sedangkan pada sampel buah tomat dari Kebun di

Desa Ketaren terdapat dua bahan aktif yang terdeteksi yaitu Dimetoat sebanyak

0,231 mg/kg dan propenofos sebanyak 0,595 mg/kg, bahan aktif Klorpirifos tidak

terdeteksi. Hasil dari pengujian residu pestisida pada buah tomat dari Pasar Kaban

Jahe dan dari kebun di Desa Ketaren masih aman karena kandungan residu

pestisida pada buah tomat dari kedua tempat tersebut masih di bawah ambang

(29)

5.2Saran

Pada percobaan selanjutnya diharapkan tidak hanya pestisida golongan

organofosfat saja yang di analisa namun pestisida yang lainnya juga seperti

pertisida golongan organoklor dan piretroid agar kandungan residu pestisida pada

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

2.1.1 Pengertian Pestisida

Pengertian pestisida luas sekali karena meliputi produk-produk yang

digunakan di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan/kesehatan

hewan, perikanan, dan kesehatan masyarakat (Djojosumarto,P., 2009).

Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pestiside (Inggris) yang

berasal dari bahasa latin pestis dan caedo yang bisa diterjemahkan secara bebas

menjadi racun untuk mengendalikan jasad pengganggu. Istilah jasad pengganggu

pada tanaman sering jugga disebut dengan organisma pengganggu tanaman (OPT)

(Wudianto, R., 1997).

Menurut pasal 1 ayat (a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan

Pestisida. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan

virus yang digunakan untuk

a) Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang

merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian

b) Memberantas rerumputan

(31)

d) Mematikan atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

tanaman tidak termasuk pupuk

e) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan

ternak

f) Memberantas atau mencegah hama-hama air

g) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik

dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan

h) Memberantas atau pencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Komisi Pestisida, 2004).

Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas

organisma pengganggu tanaman. Sebab, pestisida mempunyai daya bunuh yang

tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat untuk diketahui. Namun, bila

aplikasinya kurang bijaksana dapat membawa dampak pada pengguna, hama

sasaran, maupun lingkungan yang sangat berbahaya. Dampak buruk tersebut

antara lain sebagai berikut.

1. Bisa mengakibatkan keracunan bagi pengguna secara cepat ataupun

lambat

2. Meracuni inang

3. Resistensi pada hama akibat penggunaan pestisida yang berbahan aktif

atau kelompok senyawa yanag sama secara terus menerus dengan dosis

yang tidak tepat.

4. Terjadinya resurjensi, yaitu populasi hama generasi berikutnya justru

(32)

terbunuhnya musuh alami saat dilakukan aplikasi pestisida.dapat juga

karena terjadinya perangsangan produksi telur hama akibat penggunaan

insektisida tertentu pada tingkat dosis tertentu.

5. Munculnya hama sekunder. Dengan dibasminya hama utama, musuh alami

hama utama dan bahkan musuh alami hama sekunder ikut terbunuh.

Akibatnya ham sekunder berkembang pesat dan malah berperan menjadi

hama utama.

6. Merusak makhluk berguna misalnya serangga penyerbuk, predator,

parasit, dan patogen.

7. Mencemari lingkungan, misalnya perairan, udara, dan sebagainya.

Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan tersebut, produk pestisida

sebaiknya memenuhi kriteria berikut.

1. Mempunyai toksisitas oral yang rendah.

2. Mempunyai toksisitas dermal yang rendah.

3. Tidak persisten. Pestisida tidak bertahan di dalam tanah, tanaman dan

perairan. Sebagai contoh Aldrin dan Dieldrin bisa bertahan samapai 10

tahun dalam tanah. Oleh karena itu pestisida berbahan aktif ini tidak

diizinkan penggunaannya di Indonesia.

4. Tidak meninggalkan residu pada tanaman.

5. Tidak berakumulasi.

6. Efektif terhadap organisma sasaran.

7. Mempunyai spektrum yang sempit atau selektivitasnya tinggi. Artinya

yang terbunuh hanya jasad pengganggu, sedangkan jasad hidup yang lain

(33)

8. Tidak fitotoksis, yaitu tidak meracuni tanaman itu sendiri.

9. Tidak menimbulkan resistensi atau timbulnya sifat kekebalan terhadap

organisma pengganggu atau organisme sasaran.

10.Mudah didapat dan murah harganya.

11.Tidak mudah terbakar atau meledak.

12.Dapat disimpan lama tanpa mengurangi kualitas.

13.Tidak merusak alat (Wudianto, R., 1997).

Untuk menghidari dampak negatif akibat penggunaan pestisida dan

sekaligus meningkatkan efektivitas penggunaannya, pemerintah memalui sistem

peraturan dan perundang-undangan telah mengatur peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida di seluruh wilayah Indonesia (Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973). Sebelum diedarkan dan sampai ke tangan petani,pestisida

harus terlebih dahulu dievaluasi oleh Komisi Pestisida. Komisi yang berada dalam

naungan Departemen Pertanian ini berfungsi untuk memberi izin dan mengawasi

penggunaan pestisidda di seluruh Indonesia (Komisi Pestisida, 2007). Untk

mengawasi penggunaan pestisida di seluruh Indonesia, pemerintah telah

menjabarkannya dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor:

07/Permentan/SR.140/2/2007 Pasal 1 yaitu ikut mengatur pendistribusian dan

penggunaan pestisida. Pengawasan pestisida bertujuan untuk:

1. Melindungi kesehatan manusia,

2. Melindungi kesehatan alam dan lingkungan hidup,

3. Menjamin mutu dan efektifitas pestisida, dan

4. Memberikan perlindungan kepada produsen, pengedar dan pengguna

(34)

2.1.2 Jenis Pestisida dan Cara Kerjanya

Pestisida diklasifikasikan menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran

yang akan dikendalikan yaitu :

1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang

bisa mematikan semua jenis serangga.

2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan

bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/ cendawan.

3. Bakterisida adalah seyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang

bisa membunuh bakteri.

4. Nematisida adalah racun yang dapat mengendalikan nematoda.

5. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang

mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh

tungau, caplak, dan laba-laba.

6. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang

digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya

tikus.

7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput

telanjang, siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang

banyak terdapat di tambak.

8. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk

membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

9. Pestisida lain merupakan pestisida yang masih jarang digunakan sehingga

(35)

a. Pisisida, adalah senyawa kimia beracun untuk memngendalikan ikan

mujair yang menjadi hama di dalam tambak atau kolam

b. Algisida, merupakan pestisida pembunuh ganggang.

c. Avisida, pestisida pembunuh burung

d. Larvisida, pestisida pembunuh ulat

e. Pedukulisida, pestisida pembunuh kutu

f. Silvisida, pestisida pembunuh pohon hutan atau pembersih sisa-sisa

pohon

g. Ovisida, pestisida perusak telur

h. Piscisida, pestisida pembunuh predator

i. Termisida, pestisida pembunuh rayap

j. Arborisida, pestisida pembunuh pohon, semak, dan belukar

k. Predasida, pestisida pembunuh hama vertebrata.

10.Pestisida berperan ganda adalah pestisida untuk membasmi 2 atau 3

golongan OPT. Berikut jenis pestisida yang dimaksud sesuai yang

terdaftar di Komisi Pestisida.

a. Akarisida, fungisida yang berguna untuk mengendalikan penyakit

jamur dan tungau

b. Akarisida, insektisida

c. Arborisida, Herbisida

d. Fungisida, Insektisida dan nematisida

e. Fungisida

f. Fungisida, nematisida

(36)

2.1.3 Sifat-sifat Ideal Pestisida

Pestisida merupakan sarana produksi pertanian yang mahal dan merusak

lingkungan. Oleh karena itu penggunaannya harus secara rasional dengan

mempertimbangkan sifat kimia dan sifat fisika pestisida, biologi dan ekologi jazat

pengganggu, serta musuh alami (Widianto,R., 1997).

Para ahli kimia tidak henti-hentinya mencoba mencari pestisida yang ideal.

Kemajuan telah banyak diperoleh, tetapi sebegitu jauh, pestisida yang benar-benar

ideal belum ada. Dari berbagai sumber, sifat-sifat ideal yang seyogianya dipunyai

oleh pestisida adalah sebagai berikut :

1. Sifat Biologi

a. Efikasi biologis optimal (dengan kata lain efektif)

b. Takaran aplikasi rendah, tidak terlampau membebani lingkungan

c. Toksisitas terhadap mamalia rendah (LD56-nya tinggi) sehingga kurang

membahayakan penggunaan, konsumen, dan lingkungan

d. Sasarannya spesifik, khususnya untuk insektisida

e. Selektif

f. Tidak cepat menimbulkan resistensi dan resurjensi

2. Sifat Kimia Fisik

a. Tidak persisten

b. Tidak mudah menembus kulit manusia

3. Formulasi

a. Diformulasi dalam bentuk yang mendukung keselamatan pengguna,

(37)

b. Formulasinya cukup stabil

c. Mudah diaplikasikan (Djojosumarto,P., 2009).

2.2 Insektisida Organofosfat

2.2.1 Pengertian Insektisida Organofosfat

Insektisida organofosfat di kembangkan di Jerman pada masa Perang

Dunia II sebagai pengganti insektisida nikotin yang saat itu merupakan insektisida

utma untuk pengendalian kumbang kentang colorado (Leptinotarsa

decemlineata). Penemuan sifat insektisida dari kelompok organofosfat berkaitan

erat dengan penelitian jenis-jenis gas syaraf seperti sarin, soman dan tabun

(Sudarsono,H.,2015).

Organofosfat adalah nama umum ester dan fosfat. Insektisida organofosfat

(Organophosphates-OPs) adalah insektisida yang mengandung unsur fosfat.

Insektisida organofosfat dihasilkan dari asam fosforik. Insektisida ini dikenal

sebagai insektisida yang paling beracun terhadap mamalia. Dahulu insektisida

juga dikenal dengan nama fosfat organik (organic phosphate). Insektisida fosfat

(phosphorus insecticides), kerabat gas beracun (nerve gas relatives), dan ester

asam fosfat (phosphotic acid esters) (Hasibuan R., 2015).

2.2.2 Cara Kerja Insektisida Organofosfat

Insektisida organofosfat juga di kenal dengan istilah insektisida

antikolinestrase, karena sifatnya yang dapat menghambat enzim cholinesterase

(AchE) pada sel syaraf. Kholinesterase adalah enzim yang berfungsi agar

(38)

terjadi karena organofosfat melakukan fosforilasi enzim tersebut menjadi bentuk

komponen yangstabil, sehingga asetilkholin (Asetylcholin - Ach) tidak dapat

terurai dalam postsinaptik. Sebenarnya, asetylkholin berfungsi sebagai neuro

transmitter di celah synaps. Pada kondisi normal, enzim AchE akan

menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin, namun pada saat

organofosfat disemprotkan, enzim ini tidak dapat bekerja secara normal (Hasibuan

R., 2015).

2.2.3 Rumus Umum Insektisida Organofosfat

Ciri umum dari senyawa organofosfat adalah adanya molekul alkohol

berbeda-beda yang terikat pada atom-atom fosfatnya sehingga membentuk ester

yang berbeda-beda pula. Ester-ester ini mempunyai kombinasi oksigen, karbon,

belerang dan nitrogen berbeda-beda. Organofosfat yang terbentuk dari berbagai

kombinasi ini dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan turunan yaitu alifatik,

fenil dan heterosiklik (Sudarsono,H.,2015).

Semua insektisida organofosfat adalah bentuk ester dari asam fosfat.

Gugus X (R3) rumus kimia organofosfat lebih dikenal dengan istilah leaving

group karena merupakan bagian yang paling reaktif dan dapat tergantkan oleh

unsure lain pada saat organofosfat mengalami fosforilasi asetilkholin, selain itu

gugus ini juga paling sensitif terhadap hidrolisis, sehingga cepat terurai. Seperti

terlihat pada rumus umumnya, organofosfat selalu mengandung gugus R (alkyl)

yang menempati posisi salah satu alkoxy group (RO). Secara umum, gugus R1

(39)

Gambar 2.1 Rumus Umum insektisida organofosfat

Organofosfat dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan tergantung

dari kombinasi unsur oksigen, karbon, sulfur, dan nitrogen. Semua kelompok

organofosfat dapat dikenal melalui struktur kimia penyusunnya (Hasibuan R.,

2015).

2.2.4 Dhimethoate

Dalam bentuk murninya, insektisida dimethoate berbentuk kristal putih.

Insektisida ini bersifat stabil dalam air tetapi terhidrolisa dalam kondisi basa.

Sama halnya dengan Monocrotophos insektisida ini bekerja sebagai racun kotak

dan sistematik. Insektisida ini dapat mengendalikan berbagai jenis serangga hama.

Insektisida dimethoate tergolong ke dalam kelompok yang sangat beracun, hal ini

ditunjukkan dengan nilai LDSD sebesar 50-500 mg/kg. Salah satu kelemahan

dimethoate adalah bahawa insektisida ini bersiat korosif terhadap logam, sehingga

sangat merusak alat-alat aplikasi uang terbuat dari logam. Khusus di Amerika

Serikat sejak tahun 1982, insektisida dimethoate tidak diproduksi lagi. Rumus

(40)

Gambar 2.2 Dimethoate : (O.O dimethyl S-[2-(methylamino)-2-oxoethyl] dithiophosphate

(Hasibuan R., 2015).

Bahan aktif dimethoate termasuk dalam kelompok organofosfat tururan

alifatik, karena mempunyai rantai karbon berstruktur lurus (bukan berstruktur

cincin. Sebagian besar insektisida ini diaplikasikan memalui tanah dan diserap

oleh tanaman ke bagian-bagian di atas tanah. Insektisida ini efektif untuk

hama-hama kutu daun (Aphis), wereng daun, dan serangga-serangga penusuk-pengisap

lainnya. Dimethoate juga merupakan insektisida racun kontak yang efektif untuk

pengendalian tungau pada kedelaidan tanaman-tanaman pangan lainnya

(Sudarsono,H.,2015).

2.2.5 Chlorpyrifos

Chlorpyrifos diproduksi secara komersial untuk pertama kali pada tahun

1965 oleh Dow Chemical Company. Nilai LD50 chlorpyrifos adalah 95-270

mg/kg. Chlorpyrifos adalah organofosfat uang berspektrim luas. Untuk

memperluas penggunaannya chlorpyrifos telah diformulasikan menjadi beberapa

bentuk seperti : granules (G), werrable powder (WP), dustable powder (D), dan

emulsifiable concentrate (EC). Rumus kimia insektisida chlorpyrifos tertulis pada

(41)

Gambar 2.3 Chlorpyrifos : O,O-diethyl O-3,5,6-trichloro-2-pyridyl phosphorosthioate

Bahan aktif klorpirifos termasuk kelompok organofosfat turunan

heterosiklik yang mempunyai gugus heterosiklik yang mempunyai unsur kimia

berbentuk cincin yang beragam. Variasi dari anggota golongan terletak pada

komposisi unsur seperti oxygen, nitrogen atau sulfur (Hasibuan R., 2015).

2.2.6 Profenofos

Profenofos merupakan insektisida uang berspektrum luas sehingga dapat

mengendalikan berbagai enis hama. Profenofos merupakan insektisida yang

berdaya racun sedang dengan nilai LD50 oral akut 358-502 mg/kg. Prifenofos

bersifat insektisida dana akarisida. Rumus kimia insektisida profenofos tertera

pada gambar berikut ini.

Gambar 2.4 Profenofos : O-14 bromo-2-chlorophenyl) O-ethyl S-propyl phosphorothiuate

(42)

Bahan aktif profenofos termasuk kelompok organofosfat turunan fenil

karena mempunyai cincin fenil yang salah satu atom hidrogennya diganti dengan

oleh molekul pospat sementara yang lainnya diganti dengan CH3, Cl, CN, NO20

atau S. Organofosfat fenil mempunyai stabilitas yang lebih baik dan residunya

bertahan di lingkungan relatif lebih lama daripada residu organofosfat alifatik.

Insektisida ini sangat toksik pada manusia sehingga penggunaannya menurun

drastis (Sudarsono, H.,2015).

2.3 Residu Pestisida

Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian

bahan pangan, atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak

langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup senyawa turunan

pestisida, seperti senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi, dan zat

pengotor yang dapat memberikan pengaruh toksikologis.

2.4 Batas Maksimum Residu Pestisida

Batas maksimum residu pestisida dapat didefenisikan sebagai konsentrasi

maksimum residu pestisida yang secara hukum diijinkan atau diketahui sebagai

konsentrasi yang dapat diterima dalam atau pada hasil pertanian bahan pangan,

atau bahan pakan hewan. Konsentrasi tersebut dinyatakan dalam miligram residu

pestisida per kilogram hasil.

Batas maksimum residu (BMR) pestisida direkomendasikan berdasarkan

rasa residu yang tepat dan diperoleh dari percobaan yang terawasi. Dengan

demikian, data residu pestisida yang diperoleh menggambarkan penggunaan

(43)

pestisida berdasarkan adanya data uang mendukung bahwa residu pestisida yang

tertetapkan diketahui membahayakan manusia.

BMR pestisida berlaku terhadap hasil pertanian yang berupa pangan, baik

dalam bentuk olahan maupun mentah dan pakan hewan yang diperdagangkan

secara nasional maupun internasional. Untuk hasil yang diperdagangkan dalam

lingkup internasional. BMR pestisida diberlakukan pada pintu masuk suatu

negara, sedangkan pada hasil yang diperdagangkan dalam lingkup nasional. BMR

pestisida diberlakukan pada pintu masuk jalur perdagangan (Komisi Pestisida,

2004).

Bahaya residu pestisida yang dapat membahayakan kesehatan konsumen

meliputi timbulnya reaksi alergis, keracunan dan karsionogenik. Meningkatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga ikut mendorong perubahan

perilaku konsumen. Secara global telah terjadi perubahan nlai dan konsep pada

konsumen terhadap produk-produk pertanian yang mereka konsumsi yang

megakibatkan terjadinya perubahan perilaku sikap dalam membeli suatu

komoditas pertanian. Meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kesehatan dan

kebugaran mengakibatkan meningkatnya tuntutan konsumen akan nutrisi

produk-produk yang sehat dan aman untuk dikonsumsi. Dengan demikian isu keamanan

pangan (food safety) telah menjadi faktor penting dalam menentukan standar

kualitas produk pangan (Hasibuan R., 2015).

Tabel 2.1 Batas Maksimum Residu Pestisida Pada Tanaman Tomat Menurut SNI 7313:2008

No. Komoditas Jenis Pestisida Batas Maksimum Residu

(mg/kg)

(44)

Klorpirifos 0,5

Propenofos 2

Sumber : SNI 7313:2008

2.5 Sekilas Tentang Tomat 2.5.1 Mengenai Tomat

Gambar 2.5 Tomat

Tanaman tomat termasuk tanaman setahun (annual) yang berarti umur

tanaman ini hanya untuk satukali periode panen. Setelah berproduksi, kemudian

mati. Tanamn ini berbentuk perdu atau semakdengan panjang bisa mencapai 2 m

(Yani, T.,1993).

Jika orang menyebut tomat, asumsinya adalah buah untuk sayuran.

Padahal sudah lama tomat menjadi buah tangan yang siap dimakan atau dibuat jus

yang segar sebagai munuman. Sehingga tomat bukan lagi sebagai buah sayuran,

tetapi lebih dari itu, yaitu dimakan mentah.

Orang mengenal tomat buah, tomat sayur, serta tomat lalapan.

Berdasarkanhal ini, fungsi tomat merupakan kalsifikasi dari buah maupun

sayuran, walaupun struktur tomat adalah struktur buah (Fitriani,E.,2012).

2.5.2 Sejarah Tomat

Sejarah tomat pertomatan dimulai dari dataran Amerika Latin, lebih

(45)

menyebar ke seluruh bagian daerah tropis Amerika. Tidak lama kemudian orang

Meksiko mulai membudidayakan tanaman ini. Tanaman tomat mulai masuk ke

Erofa pada awal abad ke-16, sedangkan penyebarannya ke benua Asia dimulai

dari Filipina melewati jalur Amerika Selatan. Sekitar tahun 1650 tanaman ini

sudah muncul di Malaysia.di benua Afrika penyebaran buah tomat dilakukan oleh

para pedagang Portugis yang mendarat di Mesir atau Sudan kemudian dari sana

menyebar ke Afrika Barat.

Walaupun nenek moyang buah tomat berasal dari benua Amerika ,

ternyata tanaman ini terlambat dikenal oleh orang Amerika Serikat. Mereka baru

mengenal tanaman ini sekitar aband ke-18 sebab ketika tanaman ini masuk

Amerika Serikat mendapat sambutan yang kurang hangat. Konon kabarnya, orang

Amerika Serikat menganggap tomat sebagai cendawan beracun sehingga mereka

acuh tak acuh terhadap tanaman ini, bahkan takut untuk memakannya. Ketakutan

itu berakhir ketika tahun 1820 Robert Gibon Johnson dari kota Salem, New

Hersey nekad mempertontonkan "adegan bunuh diri" di hadapan orang-orang

Salem. Disaksikan oleh dua orang dokter spesialis bedah perut, Robert melalap

buah tomat satu persatu. Dengan rasa cemas orang Salem menyaksikan Robert

masih segar bugar setelah memakan beberapa buah tomat. Sejak saat itu orang

Amerika mulai percaya bahwa tomat buka tanaman beracun. Bahkan mulai

menyebar secara luas dan banyak digemari oleh orang Amerika Serikat.

Sekarang daerah penanaman tomat ini sudah cukup luas hampir meliputi

seluruh daerah tropis. Mulai daerah tropis Asia seperti India, Malaysia dan

Filipina; kemudian daerah tengah, timur dan barat Afrika; daerah tropis Amerika;

(46)

2.5.3 Klasifikasi Tomat

Tanaman tomat pernah membuat bingung para ahli taksonomi. Pasalnya,

para ahli taksonomi berbeda paham dalam memberi nama resmi untuk tanaman

ini.

Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae (suku terung-terungan)

Genus : Solanum

Spesies : Solanum lycopersicum L.

(Fitriani,E.,2012)

2.5.4 Kandungan dan Manfaat Tomat

Tanaman tomat termasuk keluarga besar "Solanaceae". Keluarga ini terdiri

tidak kurang dari 2.200 species, yang secara alamiah diciptakan untuk membantu

kelangsungan dan kebahagiaan hidup manusia. Keluarga ini terdiri atas jenis-jenis

tanaman yang menghasilkan:

a. Zat karbohidrat, terdapat pada tanaman kentang (Solanum Tuberosum),

(47)

b. Buah-buahan, yaitu tomat dan jenis-jenis terung, penghasil vitamin dan

enzim-enzim.

c. Obat-obatan, misalnya kecubung, henbane, belladona, atropine, dan

tomat.

d. Obat penyegar sekaligus insektisida, yaitu tembakau, penghasil daun yang

mengandung zat "nicotine" yang terkenal di seluruh dunia.

e. Bunga dan buah, dimanfaatkan sebagai hiasan di luar maupun di dalam

rumah, misalnya terung susu, bunga petunia, kecubunng, brumfelsia, dan

sebagainya.

(Rismunandar.,1995)

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi Buah Tomat

Zat Gizi Komposisi

Protein 1 g

Vitamin A (karotena) 1500 SI

Vitamin B (tiamin) 60 µg

Vitamin B2 (riboflavin) -

Vitamin C (asam askorbat) 40 mg

Bagian yang dapat dimakan 95%

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1972

Buah tomat mengandung alkaliod solanin (0,007%), saponin, asam folat,

asam malat, asam sitrat, bioflavoniod (termasuk rutin), protein, lemak, gula

(glukoa, fruktosa), adenin, trigonelin, kholin, tomatin, mineral (Ca, Mg, P,

(48)

histamin. Rutin dapana memperkuat dinding pembuluh darah kapiler. Klorin dan

sulfur adalah trace elemen yang berkhasiat detoksikan.

Klorin alamiah menstimulir kerja hati untuk membuang racun tubuh dan

sulfur tubuh melindungi hati dari terjadinya sirosis hati dan penyakit hati lainnya.

Liikopen adalah pigmen kuning beta karoten pada tomat. Tomatin berkhasiat

antibiotik. Daun mengandung pektin, arbutin, amigdalin dan akaloid

(Fitriani,E.,2012).

2.6 Kromatografi Gas (KG) 2.6.1 Pengertian

Kromatografi gas (KG) merupakan teknik instrumental yang dikenalkan

pertama kali pada tahun 1950-an. KG merupakan metode yang dinamis untuk

pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan

senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Perkembangan teknologi

yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah

menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi

lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat.

KG merupakan gas sebagai gas pembawa/ fase geraknya. Ada 2 jenis

kromatografi gas, yaitu (1) kromatografi gas-cair (KGC) yang fase diamnya

berupa cairan yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut

dalam fase diam; dan (2) kromatografi gas-padat (KGP), yang fase diamnya

(49)

Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan

sampel dalam inlet injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran,

dan deteksi tiap komponen dengan detektor.

2.6.2 Sistem Peralatan Kromatografi Gas

Gambar 2.6 Peralatan Kromatografi Gas

Sistem peralatan KG ditunjukkan dengan komponen utama adalah :

1. Kontrol dan penyedia gas pembawa (fase gerak)

Fase gerak pada KG juga disebut dengan gas pembawa karena

tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas

pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas. Syarat gas pembawa

adalah: tidak reaktif, murni/ kering karena kalau tidak murni akan

berpengaruh pada detektor, dan dapat disimpan dalam tangki tekanan

tinggi (biasanya merah untuk hidrogen, dan abu-abu untuk nitrogen).

2. Ruang suntik sampel

Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara

cepat efesien. Desain yang populer terdiri atas saluran gelas yang kecil

(50)

ujung untuk mengakomodasi injeksi dengan semprit (syringe). Karena

helium (gas pembawa) mengalir melalui tabung, sejumlah volume

cairan yang diinjeksikan (biasanya antara 0,1-3,0 µL) akan segera

diuapkan untuk selanjutnya di bawa menuju kolom. Berbagai macam

ukuran semprit saat ini tersedia di pasaan sehingga injeksi dapat

berlangsung secara mudah dan akurat. Septum karet, setelah dilakukan

pemasukan sampel secara berulang, dapat diganti dengan mudah.

Sistem pemasukan sampel (katup untuk mengambil sampel gas) dan

untuk sampel padat juga tersedia di pasaran.

Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu

:

a. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang

diinjeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100%

sampel masuk menuju kolom

b. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang

diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya

dilakukan pemecahan

c. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir

semua sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke

dalam kolom karena katup pemecah ditutup; dan

d. Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung

semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom.

Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunaan untuk

(51)

penyuntikkannya melalui lubang suntik, dikhawatirkan akan terjadi

peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi atau terjadi

pirolisis.

3. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena

didalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan

komponen sentral pada KG.

Ada tiga jenis kolom pada KG yaitu kolom kemas (packing

column) dan kolom kapiler (capillary column); serta kolom preparatif

(preparative column).

Kolom kemas terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat

atau dari tembaga dan alumunium. Panjang kolom jenis ini adalah 1-5

meter dengan diameter dalam 104 mm. Kolom kapiler sangat banyak

dipakai karena kolom kapiler memberikan efesiensi yang tinggi (harga

jumlah pelat teori yang sangat besar > 300.000 pelat). Kolom

preparatif digunakan untuk menyiapkan sampel yang murni dari

adanya senyawa tertentu dalam matriks yang kompleks.

Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non

polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak

digunakan adalah metil polisiloksan (Hp-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5)

dan fenil 5%-metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8).

Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50%-metilpolisiloksan 50%

(52)

seperti polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX; CP-WAX;

Carbowax-20M).

4. Detektor

Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah

detektor. Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung

kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa

komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu

sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan

komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal

elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif

maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di

antara fase diam dan fase gerak.

Pada garis besarnya detektor pada KG termasuk detektor

diferensial, dalam arti respons yang keluar dari detektor memberikan

relasi yang linier dengan kadar atau laju aliran massa komponen yang

teresolusi. Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik

komponen-komponen oleh KG disajikan oleh detektor sebagai deretan

luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu dalam

kromatogram dapat digunakan sebagai data kualitatif, sedangkan luas

puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data kuantitatif yang

keduanya telah dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan tetapi

(53)

misalnya GC/FT-IR/MS, kromatogram akan disajikan dalam bentuk

lain.

5. Komputer

Komponen KG selanjutnya adalah komputer. KG modern

menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunaknya

(software) untuk digitalisasi signal detektor dan mempunyai beberapa

fungsi antara lain:

a. Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti: aliran

fase gas; suhu oven dan pemrograman suhu; serta penyuntikan

sampel secara otomatis.

b. Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan

menggunakan grafik berwarna.

c. Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan

dengan statistik.

d. Menyimpan data parameter anaisis untuk analisis senyawa tertentu

(54)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman pertanian sering diganggu atau dirusak oleh organisme pengganggu

yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu

Tanaman/Tumbuhan (OPT) ini dikenal sebagai hama tanaman, penyakit tanaman,

dan gulma (tumbuhan pengganggu). Untuk menghindari kerugian karena

serangan OPT, tanaman perlu dilindungi dengan cara mengendalikan OPT

tersebut. Dengan istilah "mengendalikan", OPT tidak perlu diberantas habis

karena memang tidak mungkin. Dengan usaha pengendalian, populasi atau tingkat

kerusakan karena OPT ditekan serendah mungkin sehingga secara ekonomis tidak

merugikan. Semua upaya pengendalian OPT dipelajari dalam Perlindungan

Tanaman (Crop Protection, Plant Protection), yakni semua upaya untuk

melindungi tanaman dari gangguan OPT dengan mempertimbangkan faktor-faktor

teknis, ekonomis, ekologi, dan sosial, agar tanaman tumbuh dan berkembang

secara sehat, sehingga mampu memberikan hasil dan keuntungan yang optimal.

Dari uraian diatas tampak jelas bahwa pengendalian hama secara kimiawi

hanyalah merupakan bagian dari keseluruhan cara-cara pengendalian hama,

penyakit, dan gulma di bidang pertanian. Meskipun demikian, pengendalian OPT

(55)

sering lupa bahwa ada banyak cara lain untuk mengendalikan OPT selain

menyemprot pestisida. Disamping terlalu dominan, penggunaan pestisida juga

sering dilakukan secara tidak benar. Kita masih sering melihat petani

mencampurkan sekian banyak pestisida tanpa alasan yang kuat penggunaan

larutan semprot yang berlebihan. Kita juga sering menjumpai petani menyemprot

pada di sawah dengan pestisida tanpa memakai alat pelindung tubuh yang

memadai (Djojosumarto, P.,2009).

Pestisida adalah racun, sehingga pestisida dibuat, dijual dan dipakai untuk

"meracun" organisme pengganggu tanaman (OPT). Setiap penggunaan racun

mengandung resiko (bahaya). Resiko tersebut tidak dapat dihindarkan karena

terbawa oleh pestisida itu sendiri. Walaupun pestisida mengandung resiko, kita

diharapkan dapat mengelola resiko tersebut, sehingga tidak membahayakan

penggunanya, konsumen, dan lingkungannya (Djojosumarto, P.,2009).

Hama tanaman yang sering menyerang tomat berupa serangga. Oleh

karena itu jenis pestisida yang cocok digunakan pada tanaman tomat yaitu

Insektisida. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun

yang bisa mematikan semua jenis serangga. Ada beberapa pembagian insektisida

yaitu insektisida hidrokarbon berkhlor, insektisida organophospat, insektisida

karbamat, insektisida tiosianat (Baehaki, 1993).

Untuk menghindari dampak negatif akibat penggunaan pestisida dan

sekaligus mengingkatkan efektivitas penggunaanya, pemerintah melalui sistem

peraturan dan perundang-undangan telah mengatur peredaran, penyimpanan dan

(56)

Tahun 1993). Sebelum diedarkan dan sampai ke tangan petani, pestisida harus

terlebih dahulu di evaluasi oleh Komisi Pestisida (Hasibuan, R.,2015).

Untuk keselamatan konsumen, residu pestisida pada bahan makanan tidak

boleh melebihi batas tertentu. Batas ini dinamakan Batas Maksimum Residu

(BMR), yaitu tingkat residu yang dianggap aman bagi konsumen. Untuk

mengetahui residu suatu pestisida dalam bahan makanan maupun dalam

lingkungan, perlu dilakukan analisis kimia terhadap bahan makanan atau sampel

yang diambil dari lingkungan (Sumatra, M.,1998).

Tomat saat ini tidak sekedar untuk sayuran, tetapi sudah menjadi

komoditas buah. Kebutuhan akan tomat dari tahun ke tahun terus meningkat

drastis. Tanaman tomat termasuk tanaman setahun (annual) yang berarti umur

tanaman ini hanya untuk satu kali periode panen. Setelah produksi kemudian mati.

Tanaman ini juga sering kali mendapat serangan hama dan penyakit. Untuk

memberantas serangan hama dan penyakit, perlu pencegahan dengan cara

penyemprotan pestisida pada tanaman. Namun penyemprotan pestisida tidak dapat

dilakukan dengan sembarangan karena pertisida bersifat racun yang dapat

membahayakan kesehatan manusia. Harus ada aturan dan takaran yang pas dalam

penggunaan pestisida sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan sesuai dengan SNI

7313:2008 tentang Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida yaitu Dimetoat

sebanyak 1 mg/kg, Klorpirifos sebanyak 0,5 mg/kg, Propenofos sebanyak 2

mg/kg (Yani, T.,1993).

Akibat penyemprotan pestisida pada tamanan tomat tersebut, kita tidak

(57)

konsumsi. Apakah residu pestisida tersebut masih dalam batas normal atau sudah

melebihi batas yang telah di tentukan oleh SNI 7313:2008. Karena tomat

merupakan tumbuhan yang dikonsumsi secara langsung tanpa dikupas kulitnya

terlebih dahulu. Oleh karena itu, penulis melakukan analisis kandungan residu

pestisida golongan organophospat pada buah tomat dan memilih karya ilmiah

yang berjudul "Penentuan Kandungan Residu Pestisida Organofosfat (Dimetoat,

Klorpirifos Dan Propenofos) Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) dari

Pasar Kaban Jahe dan dari Kebun di Desa Ketaren Kecamatan Kaban Jahe Secara

Kromatografi Gas FPD"

1.2Permasalahan

Yang menjadi permasalahan pada studi ini adalah:

1. Apakah buah Tomat yang diambil dari Pasar Kaban Jahe dan dari Kebun

di Desa Ketaren Kecamatan Kaban Jahe mengandung residu pestisida

yang masih dalam Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida sesuai

dengan SNI 7313:2008.

2. Bagaimana melihat kandungan residu pestisida organofosfat (Dimetoat,

Klorpirifos Dan Propenofos) pada buah tomat (Solanum lycopersicum L.)

dari Pasar Kaban Jahe dan dari Kebun di Desa Ketaren Kecamatan Kaban

Jahe secara kromatografi gas FPD.

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah kandungan residu pestisida yang digunakan

pada buah tomat masih dalam Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida

(58)

2. Untuk mengetahui kandungan residu pestisida organofosfat (Dimetoat,

Klorpirifos Dan Propenofos) pada buah tomat (Solanum lycopersicum L.)

dari Pasar Kaban Jahe dan dari Kebun di Desa Ketaren Kecamatan Kaban

Jahe secara kromatografi gas FPD.

1.4Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi apakah kandungan residu pestisida yang

digunakan pada buah tomat masih dalam Batas Maksimum Residu (BMR)

pestisida sesuai dengan SNI 7313:2008.

2. Dapat mengetahui kegunaan dari penentuan kandungan residu pestisida

(59)

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT (DIMETOAT, KLORPIRIFOS DAN PROPENOFOS) PADA BUAH

TOMAT (Solanum lycopersicum L.) DARI PASAR KABAN JAHE DAN DARI KEBUN DI DESA KETAREN KECAMATAN

KABAN JAHE SECARA KROMATOGRAFI GAS FPD

ABSTRAK

Telah dilakukan studi penentuan kandungan residu pestisida organofosfat (dimetoat, klorpirifos dan propenofos) pada buah tomat (Solanum lycopersicum L.) dari Pasar Kaban Jahe dan dari Kebun di Desa Ketaren Kecamatan Kaban Jahe dengan metode ekstraksi secara kromatografi gas FPD. Residu pestisida yang diperoleh dari 2 tempat berbeda yaitu Pasar Kaban Jahe kandungan dimetoat 0,052 mg/kg, klorpirifos dan propenofos tidak terdeteksi. Sedangkan dari Kebun di Desa Ketaren kandungan dimetoat 0,231 mg/kg, propenofos 0,595 mg/kg dan klorpirifos tidak terdeteksi. Hasil dari penentuan kandungan residu pestisida pada buah tomat menunjukkan bahwa nilai yang tidak melampaui batas yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional SNI 7313:2008 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada hasil pertanian.

(60)

DETERMINATION OF ORGANOPHOSPHATE PESTICIDE RESIDUES (DIMETHOATE, CHLORPYRIFOS AND PROPENOFOS) IN

TOMATOES (Solanum lycopersicum L.) ON THE PASAR KABAN JAHE AND OF GARDENS IN DESA

KETAREN KEC. KABAN JAHE FPD GAS CHROMATOGRAPHIC

ABSTRACT

Study determining the organophosphate pesticide residues has been (dimethoate , chlorpyrifos and propenofos) in tomatoes (Solanum lycopersicum L.) from the market Kaban Jahe and from gardens in the village Ketaren of the District Kaban Jahe with method extraction by chromatographic FPD. Has been done pesticide residues obtained from two different places are the market Kaban Jahe content dimetoat of 0.052 mg / kg, chlorpyrifos and propenofos undetected. While from gardens in the village Ketaren content dimetoat of 0.231 mg / kg, propenofos of 0.595 mg / kg and chlorpyrifos is not detected. The result of determination of pesticide residue in tomatoes indicates that the value does not exceed limits decision by the National Agency for Standardization SNI 7313: 2008 on maximum limits of pesticide residues on crops.

(61)

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT (DIMETOAT, KLORPIRIFOS DAN PROPENOFOS) PADA BUAH

TOMAT (Solanum lycopersicum L.) DARI PASAR KABAN JAHE DAN DARI KEBUN DI DESA KETAREN KECAMATAN

KABAN JAHE SECARA KROMATOGRAFI GAS FPD

TUGAS AKHIR

DWI AJENG PERMONI 132401044

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(62)

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT (DIMETOAT, KLORPIRIFOS DAN PROPENOFOS) PADA BUAH

TOMAT (Solanum lycopersicum L.) DARI PASAR KABAN JAHE DAN DARI KEBUN DI DESA KETAREN KECAMATAN

KABAN JAHE SECARA KROMATOGRAFI GAS FPD

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

DWI AJENG PERMONI 132401044

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(63)

PERSETUJUAN

Judul : Penentuan Kandungan Residu Pestisida

Organofosfat (Dimetoat, Klorpirifos dan Propenofos) Pada Buah Tomat (Solanum

lycopersicum L.) Dari Pasar Kaban Jahe dan Dari Kebun di Desa Ketaren Kecamatan Kaban Jahe Secara Kromatografi Gas FPD

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Dwi Ajeng Permoni

Nomor Induk Mahasiswa : 132401044

Program Studi : Diploma III (D3) Kimia

Departement : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2016

Disetujui Oleh

Program Studi D3 Kimia Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nasution, M.si NIP.195512181987012001

Pembimbing,

Dr. Andriayani, S.Pd, M.Si NIP. 196903051999032001

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(64)

PERNYATAAN

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT (DIMETOAT, KLORPIRIFOS DAN PROPENOFOS) PADA BUAH

TOMAT (Solanum lycopersicum L.) DARI PASAR KABAN JAHE DAN DARI KEBUN DI DESA KETAREN KECAMATAN

KABAN JAHE SECARA KROMATOGRAFI GAS FPD

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2016

(65)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis hanturkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini dengan judul "Penentuan Kandungan Residu Pestisida Organofosfat (Dimetoat, Klorpirifos Dan Propenofos) Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Dari Pasar Kaban Jahe Dan Dari Kebun di Desa Ketaren Kecamatan Kaban Jahe Secara Kromatografi Gas FPD".

Karya Ilmiah ini berdasarkan pengamatan dan pengalaman Penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida Upt. Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Medan dari tanggal 25 Januari sampai dengan 25 Februari 2016. Karya Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya (AMD) pada program studi Kimia Diploma III di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa KARYA ILMIAH ini masih jauh dari kesempurnaan karena adanya keterbatasan penulis, baik dari segi pengetahuan, waktu, maupun pengalaman penulis. Meski demikian Penulis mengharapkan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis serta pun dari semua pihak yang membaca karya ilmiah ini.

Pada masa penyelesaian karya ilmiah ini, Penulis telah banyak mendapatkan dukungan, bantuan dan juga dorongan dari berbagai pihak-pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dengan rasa keikhlasan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada Kedua orang tua penulis Ayahanda Legimin dan Ibunda Sri Surlitawati yang telah membesarkan dan melimpahkan banyak kasih sayang kepada penulis beserta saudara penulis Mas Hanggri, Mbak Fiji, Adik Dinda dan Keluarga besar penulis yang selalu memberikan kasih sayang dan mendo’akan yang terbaik untuk penulis serta bantuan berupa dukungan moril, spiritual dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini tanpa mereka penulis bukanlah apa-apa.

Selain itu Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak - pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain:

1. Ibu Drs. Rumondang Bulan M.Sc, selaku kepala jurusan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara 2. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku ketua program studi Diploma III

(66)

3. Ibu Dr. Andriayani, S.Pd, M.Si, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan meluangkan waktunya dalam penyusunan Karya Ilmiah ini

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Khususnya jurusan Kimia yang telah mendidik penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini

5. Pak Rukito, SP selaku kepala Laboratorium UPT. Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Medan 6. Kak Yulviane Ramadhona, S.Si selaku pembimbing di Laboratorium UPT.

Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Medan

7. Ibu Cut, Kak Suci, Pak Dipo, Ibu Yeni, Bang Wira dan Seluruh Staf dan Pegawai di Laboratorium UPT. Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Medan

8. Sahabat-sahabat penulis Citra Maulidya, Miftahur Rahmi, Siti Farah Dina, Dinda Widya Rizky, Masyitah, Elvi Hotida Damanik dan semua teman teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu, yang sama-sama berjuang dan banyak mengeluarkan pikiran untuk membuat karya ilmiah ini serta memberi dorongan satu dengan yang lain

9. Rekan – rekan ikatan mahasiswa D3 Kimia yang telah membantu dan memberikan dukungan dari belakang.

Atas segala perhatian, pengarahan, bimbingan dan nasehat selama ini. Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis sudah berupaya semaksimal mungkin dalam menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah ini, namun penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu demi selesainya karya ilmiah ini dan penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2016

(67)

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT (DIMETOAT, KLORPIRIFOS DAN PROPENOFOS) PADA BUAH

TOMAT (Solanum lycopersicum L.) DARI PASAR KABAN JAHE DAN DARI KEBUN DI DESA KETAREN KECAMATAN

KABAN JAHE SECARA KROMATOGRAFI GAS FPD

ABSTRAK

Telah dilakukan studi penentuan kandungan residu pestisida organofosfat (dimetoat, klorpirifos dan propenofos) pada buah tomat (Solanum lycopersicum L.) dari Pasar Kaban Jahe dan dari Kebun di Desa Ketaren Kecamatan Kaban Jahe dengan metode ekstraksi secara kromatografi gas FPD. Residu pestisida yang diperoleh dari 2 tempat berbeda yaitu Pasar Kaban Jahe kandungan dimetoat 0,052 mg/kg, klorpirifos dan propenofos tidak terdeteksi. Sedangkan dari Kebun di Desa Ketaren kandungan dimetoat 0,231 mg/kg, propenofos 0,595 mg/kg dan klorpirifos tidak terdeteksi. Hasil dari penentuan kandungan residu pestisida pada buah tomat menunjukkan bahwa nilai yang tidak melampaui batas yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional SNI 7313:2008 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada hasil pertanian.

(68)

DETERMINATION OF ORGANOPHOSPHATE PESTICIDE RESIDUES (DIMETHOATE, CHLORPYRIFOS AND PROPENOFOS) IN

TOMATOES (Solanum lycopersicum L.) ON THE PASAR KABAN JAHE AND OF GARDENS IN DESA

KETAREN KEC. KABAN JAHE FPD GAS CHROMATOGRAPHIC

ABSTRACT

Study determining the organophosphate pesticide residues has been (dimethoate , chlorpyrifos and propenofos) in tomatoes (Solanum lycopersicum L.) from the market Kaban Jahe and from gardens in the village Ketaren of the District Kaban Jahe with method extraction by chromatographic FPD. Has been done pesticide residues obtained from two different places are the market Kaban Jahe content dimetoat of 0.052 mg / kg, chlorpyrifos and propenofos undetected. While from gardens in the village Ketaren content dimetoat of 0.231 mg / kg, propenofos of 0.595 mg / kg and chlorpyrifos is not detected. The result of determination of pesticide residue in tomatoes indicates that the value does not exceed limits decision by the National Agency for Standardization SNI 7313: 2008 on maximum limits of pesticide residues on crops.

(69)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1

1.2Permasalahan 4

1.3Tujuan 4

1.4Manfaat 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pestisida 6

2.1.1 Pengertian 6

2.1.2 Jenis Pestisida dan Cara Kerjanya 10

2.1.3 Sifat-sifat Ideal Pestisida 12

2.2Insektisida Organofosfat 13

2.2.1 Pengertian Insektisida Organofosfat 13

2.2.2 Cara Kerja Insektisida Organofosfat 13

2.2.3 Rumus Umum Insektisida Organofosfat 14

2.2.4 Dhimethoate 15

2.2.5 Chlorpyrifos 16

2.2.6 Propenofos 17

2.3Residu Pestisida 18

2.4Batas Maksimum Residu 18

2.5Sekilas Tentang Tomat 20

2.5.1 Mengenai Tomat 20

2.5.2 Sejarah Tomat 20

2.5.3 Klasifikasi Tomat 22

2.5.4 Kandungan dan Manfaat Tomat 22

2.6Kromatografi Gas (KG) 24

2.6.1 Pengertian 24

(70)

BAB III METODE PERCOBAAN

3.1Alat-alat 30

3.2Bahan-bahan 31

3.3Prosedur Penelitian 31

3.3.1 Pembuatan Standart Campuran Bahan Aktif 31

3.3.1.1Bahan Aktif Dimetoat 31

3.3.1.2Bahan Aktif Klorpirifos 32

3.3.1.3Bahan Aktif Propenofos 32

3.3.2 Preparasi Sampel Tomat 33

3.3.3 Penginjekan ke Alat Kromatografi Gas 33

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian 35

4.2Perhitungan 36

4.2.1 Pada Bahan Aktif 36

4.2.1.1Dimetoat 37

4.2.1.2Klorpirifos 39

4.2.1.3Propenofos 41

4.2.2 Sampel 43

4.2.2.1Tomat Dari Pasar Kaban Jahe 44

4.2.2.1.1 Dimetoat 44

4.2.2.1.2 Klorpirifos 45

4.2.2.1.3 Propenofos 46

4.2.2.2Tomat Dari Desa Ketaren 46

4.2.2.2.1 Dimetoat 46

4.2.2.2.2 Klorpirifos 47

4.2.2.2.3 Propenofos 48

4.3Pembahasan 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan 51

5.2Saran 51

Daftar Pustaka

(71)

DAFTAR TABEL

NO. JUDUL HALAMAN

Tabel 2.1 Batas Maksimum Residu Pestisida Pada Tanaman 19 Tomat Menurut SNI 7313:2008

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi Buah Tomat 23

Tabel 4.1 Data Hasil Analisis Residu Pestisida Organofosfat 35 pada Sampel pada Tomat dari Pasar Kaban Jahe

(72)

DAFTAR GAMBAR

NO. JUDUL HALAMAN

Gambar 2.1 Rumus Umum insektisida organofosfat 15

Gambar 2.2 Dimethoate 16

Gambar 2.3 Chlorpyrifos 17

Gambar 2.4 Profenofos 17

Gambar 2.5 Tomat 20

Gambar

Tabel 4.1 Data Hasil Analisis Residu Pestisida Organofosfat pada Sampel pada Tomat dari Pasar Kaban Jahe Kecamatan Kaban Jahe Kabupaten
Tabel 4.2 Data Hasil Analisis Residu Pestisida Organofosfat pada Sampel pada Tomat dari Kebun di Desa Ketaren Kecamatan Kaban Jahe Kabupaten Karo
Gambar 2.2 Dimethoate : ( O.O dimethyl S-[2-(methylamino)-2-oxoethyl]
Gambar 2.3 Chlorpyrifos : O,O-diethyl O-3,5,6-trichloro-2-pyridyl phosphorosthioate
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sikap Dewi dalam ilustrasi di atas, merupakan perilaku terpuji yang patut untuk diteladani oleh yang lain, yaitu perilaku….. Pada musim penghujan kemarin, daerah Teluk Jambe

Berdasarkan data penelitian yang telah dikaji terhadap fungsi tradisi lisan susurungan bagi masyarakat Banjar Hulu dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis fungsi

“Tentang masalah peraturan atau tata tertib yang tertulis itu mas, di sekolah kami bisa menggunakan jadwal seperti jadwal piket itu kan tertulis, tetapi kami lebih menekankan

intertekstual antara novel dan film Di Bawah Lindungan Ka’bah tersebut. Terdapat tiga teknik transformasi yang digunakan yaitu teknik konversi, ekspansi, dan

Siswa (anggota kelompok) dari beberapa kelompok dengan masalah/problem yang sama berkumpul dalam satu kelompok baru yang disebut sebagai kelompok ahli untuk

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Konsep dari tipe ruang ini adalah menata kelompok bangunan membentuk ruang terbuka pada pusat perbelanjaan dengan membuka salah satu sisi sebagai fokus, sehingga

Angka Ramalan II (ARAM II) terdiri dari realisasi produksi Januari-Agustus dan angka ramalan/perkiraan September-Desember berdasarkan keadaan luas tanaman akhir