• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran Persamaan Diferensial dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Mahasiswa (Pengembangan Penelitian Berbasis Lesson Study)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran Persamaan Diferensial dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Mahasiswa (Pengembangan Penelitian Berbasis Lesson Study)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN TAHUNAN

PENELITIAN HIBAH BERSAING

PENGEMBANGAN MODEL DAN PERANGKAT PEMBELAJARAN PERSAMAAN DIFERENSIAL DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA

(Pengembangan Penelitian Berbasis Lesson Study)

Tahun ke-1 dari rencana 2 tahun

Rita Pramujiyanti Khotimah, S.Si, M.Sc. / 0606027601 Masduki, S.Si., M.Si. / 0604057601

Dibiayai oleh Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 007/K6/KL/SP/PENELITIAN/2014, tanggal 8 Mei 2014

(2)
(3)

iii RINGKASAN

Persamaan Diferensial (PD) merupakan salah satu matakuliah pokok dalam rumpun matematika terapan. Penerapan PD sangat luas diantaranya pada bidang fisika, biologi, kimia, ekonomi, sosial dan sebagainya. Dengan demikian matakuliah PD merupakan salah satu matakuliah penting yang harus dikuasai oleh para mahasiswa. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model dan perangkat pembelajaran kontekstual pada matakuliah Persamaan Diferensial. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu metode yang diyakini mampu meningkatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah bagi peserta didik (siswa/mahasiswa). Dalam pembelajaran kontekstual para peserta didik diajak untuk melihat makna dari materi yang dipelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek materi pembelajaran dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu kehidupan pribadi, sosial, dan budaya.

Tujuan penelitian tahun pertama adalah menyusun perangkat pembelajaran kontekstual yang meliputi rencana pembelajaran, materi, media berbasis komputer, serta instrumen penilaian. Selanjutnya melakukan uji coba model secara terbatas untuk mendapat informasi mengenai model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Metode penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan. Pada tahun pertama ini kegiatan penelitian yang dilakukan adalaah studi literatur dan uji coba model secara terbatas. Kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun pertama ini adalah mengkaji materi-materi PD yang akan diajarkan, merumuskan permasalahan-permasalahan kontekstual yang akan disajikan dalam pembelajaran, serta menyusun perangkat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini adalah terumuskannya materi-materi yang akan diajarkan secara kontekstual melalui discovery learning yaitu PD tingkat satu dan PD linier tingkat satu. Selain itu telah dirumuskan pula permasalahan-permasalahan kontekstual yang akan disajikan dalam pembelajaran. Selanjutnya, telah disusun pula perangkat pembelajaran berupa rencana mutu pembelajaran; media, lembar kerja mahasiswa; instrumen pengamatan pelaksanaan pembelajaran untuk kegiatan lesson study yang terdiri dari pedoman tindak mengajar dosen, pedoman tindak belajar

mahasiswa, serta pedoman catatan lapangan; serta instrumen penilaian yang meliputi penilaian kemampuan penalaran dan pemecahan masalah.

(4)

iv 1. Stimulation (Pemberian Stimulasi)

Pada tahap ini, mahasiswa mendapatkan ilustrasi penerapan PD dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, dosen memberikan contoh penerapan PD Tingkat satu pada permasalahan pendinginan kopi dan pertumbuhan penduduk.

2. Problem oriented (Orientasi pada Masalah)

Pada tahap ini mahasiswa dibentuk kelompok yang masing-masing beranggotakan 3-4 orang secara heterogen (learning community). Setiap kelompok diberikan permasalahan kontekstual dari PD misal masalah pendinginan kopi dalam bentuk lembar kerja mahasiswa (LKM ).

3. Data Collection (Pengumpulan Data)

Pada tahap ini setiap kelompok berdiskusi, menggali informasi yang sudah diketahui dari permasalahan nyata yang diberikan dalam LKM (constructivism, inquiring, questioning, learning community). Setiap kelompok berdiskusi untuk menggali

informasi-informasi apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam LKM (constructivism, inquiring, questioning, learning community).

4. Data Processing (Pengolahan Data)

Pada tahap ini setiap kelompok berdiskusi untuk merumuskan strategi penyelesaian permasalahan dalam LKM berdasarkan informasi-informasi yang diketahui dan pengetahuan yang telah diketahui mahasiswa (inquiring, questioning, modelling, learning community). Setiap kelompok berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan

dengan strategi yang telah dirumuskan (inquiring, questioning, modelling, learning community). Setiap kelompok menyusun laporan hasil diskusi untuk dipresentasikan di

depan kelas (menemukan). 5. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini perwakilan kelompok menyampaikan hasil laporan di depan kelas, kelompok lain memberikan tanggapan (inquiring, questioning, modelling, learning community). Dosen memberikan konfirmasi terhadap hasil diskusi dan presentasi

mahasiswa.

6. Generalization (Penarikan Kesimpulan)

(5)

v

dosen, mahasiswa dan dosen mendiskusikan hal-hal yang menjadi penyebab belum dikuasainya materi perkuliahan, mahasiswa menyampaikan kesan dan saran terhadap pelaksanaan pembelajaran ( reflection).

Pada akhir kegiatan inti pembelajaran, dosen memberikan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment). Pada kegiatan ini mahasiswa melakukan penilaian diri sendiri (self assessment) dan penilaian sejawat (peer assessment) selama proses pelaksanaan pembelajaran serta mengerjakan soal evaluasi individu. Penilaian diri dan sejawat digunakan untuk mengetahui sikap mahasiswa dalam hal rasa ingin tahu dan percaya diri. Sedang penilaian individu digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah dan penalaran mahasiswa.

Model dan perangkat pembelajaran yang telah tersusun, sebelum diujicobakan, diuji validitas modelnya oleh pakar terlebih dahulu. Setelah melalui revisi, model siap diujicobakan. Pelaksanaan ujicoba model dan perangkat dalam penelitian ini menggunakan desain lesson study empat siklus, di mana setiap siklusnya ada tahapan plan, do, dan see.

Plan dilaksanakan untuk mendiskusikan perencanaan pembelajaran yang akan

dilaksanakan pada saat do. Do adalah pelaksanaan tindakan berdasarkan perencanaan terrevisi, di mana pada saat do, peneliti sekaligus sebagai dosen model dibantu oleh rekan sejawat sebagai observer. See dilaksanakan langsung setelah do untuk mengkaji apa yang sudah berhasil dan yang belum berhasil dilaksanakan dalam pembelajaran. Dengan adanya uji coba model melalui tahapan plan, do, see di setiap siklus pembelajaran, model dan perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dievaluasi kekurangannya.

(6)

vi SUMMARY

Differential Equations (DE) is one of the main subjects in a clump of applied mathematics. Application of DE is very wide including in the fields of physics, biology, chemistry, economics, social and so on. Thus the course of DE is one of the important subjects that must be mastered by the students. Specifically, this study aims to desain a model and the contextual teaching and learning in the course of Differential Equations. Contextual teaching and learning is one method which is believed to improve the student reasoning and problem solving ability. In contextual teaching and learning learners are invited to see the meaning of the material studied by linking subjects with learning material in the context of their daily lives, namely personal life, social, and cultural. The aim of the first year research is to develop a contextual learning device that includes lesson plans, materials, computer-based media, and assessment instruments. The research method in the first year is the study of literature and try out the model on a limited class. Activities carried out in the first year are to review the DE material that will be taught , to formulate issues to be presented in contextual teaching and learning, and to develop learning tools with contextual approach. The results that have been obtained in this study is determined the material to be taught contextually through discovery learning is the first order DE and first order linear DE. In addition it has also formulated the problems that will be presented in contextual learning.

Furthermore, it has also be designed the learning quality plan (RMP), media, student worksheets (LKM); observation instruments for the implementation of learning by lesson study activity consisting of observation guidance for lecturer and student, field notes; as well as an assessment instrument that includes assessment of reasoning and problem solving abilities.

The stages of DE teaching and learning through contextual approach with discovery learning which has been formulated as follows:

1. Stimulation

(7)

vii 2. Problem Oriented

At this stage, the students formed heterogeneous groups, each consisting of 3-4 people (learning community). Each group given the contextual problem of DE eg coffee cooling problem in the form of worksheets students (LKM).

3.DataCollection

At this stage, each group makes a discussion, explores the informations known from the real problems given in LKM (constructivism, inquiring, questioning, learning community). Each group discusses, explores the informations needed to solve the problems in LKM (constructivism, inquiring, questioning, learning community). 4.DataProcessing

At this stage each group discusses and formulates a strategy to solve the problems of LKM based on known information and knowledge (inquiring, questioning, modeling, learning community). Each group make a discussion to resolve the problems with the strategy that has been formulated (inquiring, questioning, modeling, learning community). Each group prepared a report of the discussion results to be presented to the class (inquiring).

5.Verification

At this stage , one of the group presents the results of the discussion in front of the class, the other group responded (inquiring, questioning, modeling, learning community). Lecturer makes a clarrification of the discussion result and student presentations. 6.Generalization

At this stage, the students with the lecturer makes the conclusion of materials studied in the course (inquiring, learning community). Students with the lecturer discuss the materials obtained from the learning, students states the materials that have been received and have not be. understood to lecturer. Students with lecture then discuss the things that cause the course material has not mastered. Students give the impressions and suggestions on the implementation of learning (reflection).

(8)

viii reasoning.

Models and teaching learning tools that have been arranged, before trialed, tested the validity of the model by an expert first. After revision / improvement, the model is ready tested. Implementation trials and devices in this study using four cycles of lesson study design, in which each cycle there are stages of plan, do, and see. Plan implemented to discuss the learning plan that will be implemented at the time do. Do is based on the implementation of the action plan revised, at which time do, researchers as well as a model lecturer assisted by colleagues as an observer. See undertaken immediately after do to assess what has been successful and which have not been successfully implemented in learning.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir Penelitian Hibah Bersaing dengan judul “Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran Persamaan Diferensial dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah dan Penalaran Mahasiswa” tahun pertama ini dengan lancar.

Kegiatan penelitian tahun pertama ini telah berhasil menyelesaikan perumusan materi-materi Persamaan Diferensial yang akan diajarkan melalui pendekatan kontekstual dengan discovery learning beserta perangkat pembelajarannya yang meliputi rencana mutu pembelajaran, media,lembar kerja mahasiswa, instrumen pengamatan pelaksanaan pembelajaran untuk kegiatan lesson study serta instrumen penilaian. Selain itu telah dilaksanakan uji coba terbatas terhadap model yang dihasilkan melalui lesson study empat siklus.

Penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu Peneliti menyampaikan terimakasih kepada:

1. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) yang telah mendanai penelitian ini. 2.LPPM UMS yang telah berkenan memfasilitasi, membantu kelancaran jalannya penelitian.

3. Tim Peneliti, rekan-rekan sejawat yang telah memberikan bantuan kerjasama dalam kegiatan penelitian ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan akhir penelitian ini. Kepada semua pihak yang berkenan membaca dan memberikan masukan laporan ini kami sampaikan banyak terimakasih.

Surakarta, November 2014

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

RINGKASAN iii

SUMMARY vi

KATA PENGANTAR ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3

A. Pembelajaran Kontekstual 3

B. Penalaran Matematika 5

C. Pemecahan Masalah pada Matematika 7

D. Lesson Study Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran 9

E. Penelitian yang Relevan 11

F. Roadmap Penelitian 12

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 15

A. Tujuan Penelitian 15

B. Manfaat Penelitian 15

BAB IV. METODE PENELITIAN 16

A. Jenis Penelitian 17

B. Desain Penelitian 17

C. Waktu dan Tempat Penelitian 18

D. Subjek Penelitian 18

E. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data 18

F. Analisis Data 19

(11)

xi

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 21

A. Analisis Topik Pembelajaran 21

B. Perancangan Perangkat dan Model Pembelajaran 21

C. Validasi Model oleh Pakar 24

D. Perbaikan Perangkat dan Model Pembelajaran 24

E. Uji Coba Model Melalui Lesson Study 25

F. Pembahasan 61

BAB VI. RENCANA TAHAPANBERIKUTNYA 63

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 64

A. Kesimpulan 64

B. Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 66

LAMPIRAN 69

(12)

xii

DAFTAR TABEL

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Lesson Study 10

Gambar 4.1. Alur Penelitian LS 17

Gambar 4.2. Tahapan dan aktivitas penelitian tahun pertama 18 Gambar 4.3. Alur Analisis Data Menurut Miles (1992) 20

Gambar 5.1. Validasi Model dengan Pakar 24

Gambar 5.2. Tahap Stimulasi Siklus I 26

Gambar 5.3. Problem Oriented Siklus I 27

Gambar 5.4. Data Collection Siklus I 27

Gambar 5.5. Data Processisng Siklus I 28

Gambar 5.6.Verification Siklus I 29

Gambar 5.7. Generalization Siklus I 29

Gambar 5.8. Authentic Assesment Siklus I 30

Gambar 5.9. Siklus I Lesson Study 31

Gambar 5.10. Tahap Stimulasi Siklus II 33

Gambar 5.11. Problem Oriented Siklus II 33

Gambar 5.12. Data Collection Siklus II 34

Gambar 5.13. Data Processisng Siklus II 35

Gambar 5.14. Verification Siklus II 36

Gambar 5.15. Generalization Siklus II 37

Gambar 5.16. Authentic Assesment Siklus II 37

Gambar 5.17. Siklus II Lesson Study 39

Gambar 5.18. Tahap Stimulasi Siklus III 41

Gambar 5.19. Problem Oriented Siklus III 41

Gambar 5.20. Data Collection Siklus III 42

Gambar 5.21. Data Processisng Siklus III 43

Gambar 5.22. Verification Siklus III 43

Gambar 5.23. Generalization Siklus III 44

Gambar 5.24. Authentic Assesment Siklus III 45

Gambar 5.25. Siklus III Lesson Study 46

Gambar 5.26. Tahap Stimulasi Siklus IV 47

(14)

xiv

Gambar 5.28. Data Collection Siklus IV 49

Gambar 5.29. Data Processisng Siklus IV 50

Gambar 5.30. Verification Siklus IV 50

Gambar 5.31. Generalization Siklus IV 51

Gambar 5.32. Authentic Assesment Siklus IV 52

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Mutu Pembelajaran Siklus I 69

Lampiran 2. Materi Ajar Siklus I 74

Lampiran 3. Lembar Kerja Mahasiswa Siklus I 81

Lampiran 4. Instrumen Penilaian Siklus I 83

Lampiran 5. Tugas Kelompok Siklus I 90

Lampiran 6. Rencana Mutu Pembelajaran Siklus II 91

Lampiran 7. Materi Ajar Siklus II 96

Lampiran 8. Lembar Kerja Mahasiswa Siklus II 100

Lampiran 9. Instrumen Penilaian Siklus II 102

Lampiran 10. Tugas Kelompok Siklus II 109

Lampiran 11. Rencana Mutu Pembelajaran Siklus III 110

Lampiran 12. Materi Ajar Siklus III 115

Lampiran 13. Lembar Kerja Mahasiswa Siklus III 118

Lampiran 14. Instrumen Penilaian Siklus III 120

Lampiran 15. Tugas Kelompok Siklus III 127

Lampiran 16. Rencana Mutu Pembelajaran Siklus III 128

Lampiran 17. Materi Ajar Siklus III 133

Lampiran 18. Lembar Kerja Mahasiswa Siklus III 136

Lampiran 19. Instrumen Penilaian Siklus III 138

Lampiran 20. Tugas Kelompok Siklus III 145

(16)

xvi

Lampiran 31. Lembar Penilaian Diri 165

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persamaan Diferensial merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FKIP UMS dengan bobot 3 SKS. Secara garis besar mata kuliah Persamaan Diferensial (PD) berisi tentang pendahuluan / pengantar : definisi, klasifikasi dan solusi; PD Tingkat Satu: PD terpisah, PD homogen, PD non homogen, PD eksak, PD non eksak ; PD Linear Tingkat satu: metode Bernouli, metode Lagrange, PD Bernouli; PD Linear Tingkat Tinggi: homogen koefisien konstan, non homogen koefisien konstan, homogen koefisien variable, non homogen koefisien variable; dan Beberapa Contoh Penerapan Persamaan Diferensial.

Pembelajaran mata kuliah Persamaan Diferensial selama ini seringkali masih bersifat

prosedural, yang hanya mengutamakan perhitungan-perhitungan analitis sehingga kurang

memberikan pengalaman belajar yang bermakna pada mahasiswa. Akibatnya banyak dijumpai

mahasiswa yang hanya pasif pada saat mengikuti perkuliahan Persamaan Diferensial, sekedar

duduk mendengarkan penjelasan dan menunggu apa yang disampaikan oleh dosen. Apabila hal ini

dibiarkan terus menerus tentu saja kurang memberikan pengalaman belajar mahasiswa yang

bermakna sehingga dapat berdampak tidak baik bagi mahasiswa itu sendiri.

Berdasarkan data nilai akhir semester mahasiswa yang mengambil matakuliah Persamaan Diferensial selama 4 tahun terakhir di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMS diperoleh sebagai berikut:

Tabel 1. Data Nilai Mahasiswa 4 Semester Semester Jumlah

Siswa

Prosentasi nilai ≥ B

Gasal 2008/2009 334 19,5 %

Gasal 2009/2010 346 29,8 %

Gasal 2010/2011 426 33,6 %

Gasal 2011/2012 328 49,4 %

(18)

2

menyelesaikan masalah matematis masih lemah, sebab soal-soal yang diberikan merupakan soal-soal yang memerlukan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah yang baik.

Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa/mahasiswa. Hal ini karena dalam pembelajaran kontekstual, siswa/mahasiswa diajak untuk melihat makna dari subjek-subjek akademik yang dipelajari (Johnson, 2002). Selain itu, pembelajaran kontekstual juga mendorong siswa/mahasiswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis dan kreatif itulah yang mampu mendorong tumbuhnya kemampuan penalaran dan pemecahan masalah.

Selain model pembelajaran yang digunakan oleh dosen, Lesson Study merupakan alternatif untuk memperbaiki mindset dosen dalam proses perkuliahan. Menurut Lewis (2002) ide yang terkandung di dalam Lesson Study sebenarnya singkat dan sederhana, yakni jika seorang guru / dosen ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara yang paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru / dosen lain untuk merancang, mengamati dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana desain model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang mampu mengembangkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah pada matakuliah Persamaan Diferensial?

2. Bagaimana implementasi lesson study dalam pengembangan model pembelajaran? 3. Apa dampak implementasi model dengan lesson study terhadap kemampuan

(19)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kontekstual

Definisi pembelajaran kontekstual menurut Johnson (2002) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.

Pembelajaran kontekstual didasarkan pada pemikiran bahwa makna akan muncul jika terdapat hubungan antara isi dan konteksnya. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks, semakin bermakna pula isinya bagi para siswa. Semakin banyak siswa mampu mengaitkan materi-materi pembelajaran dengan konteks yang ada, semakin banyak pula makna yang akan siswa dapatkan dalam pembelajaran tersebut.

Masnur Muslich (2007) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu pendidik

mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Landasan filosofi dari CTL adalah konstruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya

(20)

4

kepada siswa.(d) Learning in a group, yakni pembelajaran yang dilaksanakan melalui kerja kelompok. (4) Pembelajaran menciptakan kebersamaan, kerjasama dan saling memahami satu sama lain secara mendalam (learning to know each other deeply). (5) Learning to ask, to inquiry, to work together, yakni pembelajaran yang dilaksanakan secara aktif, kreatif,

produktif, dan mementingkan kerjasama. (6) Learning as an enjoy activity, yakni pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.

Sementara itu, Hamruni (2012) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa terlibat secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa tidak hanya belajar dengan mendengarkan dan mencatat, namun belajar mengalami langsung dalam situasi nyata yang ada di sekitar. Melalui proses mengalami secara langsung, siswa akan mengalami perkembangan secara utuh, tidak hanya aspek kognitif, tetapi juga aspek psikomotorik dan afektif.

Menurut Hamruni (2012) belajar bukan hanya menghafal tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Dengan demikian semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh siswa, semakin pula banyak pengetahuan yang diperoleh. Belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan dengan cara mengumpulkan fakta yang saling lepas, namun mengorganisasi semua yang dialami.

Terdapat tujuh prinsip dalam pengembangan pembelajaran kontekstual, sebagaimana dinyatakan oleh Hamruni (2012), yaitu:

1. Konstruktivisme (Constructivism); dalam membangun atau menyusun pengetahuan siswa didasarkan pada pengalaman-pengalaman yang dialami oleh siswa sendiri. Pembelajaran diupayakan untuk mendorong siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui pengamatan dan pengalaman nyata.

(21)

5

3. Bertanya (Questioning); Belajar hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Melalui pertanyaan-pertanyaan, guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajari.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community); Pengetahuan dan pemahaman seseorang ditopang oleh banyak komunikasi dengan orang lain. Untuk memecahkan suatu permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian, namun membutuhkan bantuan orang lain. Kerjasama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan dalam memecahkan permasalahan. Dalam pembelajaran kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain.

5. Pemodelan (Modelling); dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model dalam melaksanakan pembelajaran. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.

6. Refleksi (Reflection); merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui refleksi, pengalaman belajar akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.

7. Penilaian Autentik (Authentic Assesment); keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, namun perkembangan seluruh aspek harus menjadi bagian dari penilaian keberhasilan pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh hasil tes, namun juga melalui proses pembelajaran dengan penilaian nyata.

B. Penalaran Matematika

(22)

6

berpikir logis dan sistematis. Ini berarti penalaran merupakan tingkatan berpikir tertinggi dalam tingkatan kognitif.

Copi sebagaimana dikutip oleh Fadjar Shadiq (2007) menyatakan bahwa: “Reasoning is a special kind of thinking in which inference takes place, in which conclusions are drawn from premises”. Berdasarkan pengertian tersebut selanjutnya Fajar Shadiq menyatakan bahwa penalaran merupakan kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang dianggap benar yang disebut premis. Ini berarti kegiatan penalaran terfokus pada upaya merumuskan kesimpulan berdasarkan beberapa pernyataan yang dianggap benar.

Selain itu, Karin Brodie (2010) menyatakan bahwa, “Mathematical reasoning is reasoning about and with the object of mathematics.” Pernyataan tersebut dapat diartikan

bahwa penalaran matematis adalah penalaran mengenai dan dengan objek matematika. Objek matematika dalam hal ini adalah cabang-cabang matematika yang dipelajari seperti statistika, aljabar, geometri dan sebagainya.

Kemampuan penalaran menurut Mullis dkk (2009) meliputi:

1. Analisis, yaitu kemampuan untuk menentukan hubungan-hubungan antar variable atau objek dalam situasi matematika, dan membuat kesimpulan yang tepat berdasarkan informasi yang diberikan.

2. Generalisasi, yaitu kemampuan memperluas domain sehingga hasil pemikiran matematik atau pemecahan masalah dapat diterapkan secara lebih umum atau lebih luas.

3. Sintesis, yaitu kemampuan membuat hubungan antar elemen-elemen yang berbeda dan mengkoneksikan ide-ide matematika yang terkait. Juga mengkombinasikan fakta, konsep, dan prosedur matematika untuk menentukan hasil serta mengkombinasikan hasil untuk memperoleh hasil lebih lanjut.

4. Pembuktian, yaitu kemampuan untuk membuktikan dengan berpedoman pada hasil atau sifat-sifat matematika yang telah diketahui.

(23)

7

Berdasarkan penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 sebagaimana dikutip oleh Wardhani (2008) memberikan penjelasan bahwa seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan penalaran apabila mempunyai indikator-indikator sebagai berikut:

1. Mampu mengajukan dugaan

2. Mamp melakukan manipulasi matematika

3. Mampu menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi

4. Menarik kesimpulan dari pernyataan

Sementara itu, NCTM (National Council of Teacher Mathematics) telah merumuskan kemampuan penalaran siswa yang meliputi:

1. Menganalisis Permasalahan (Analyzing a Problem); dengan aktivitas antara lain: a. Mengidentifikasi konsep atau prosedur yang relevan dengan matematika b. Mendefinisikan variabel dan kondisi yang relevan

c. Mencari pola dan hubungan

d. Mencari struktur yang tersembunyi

e. Menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya f. Membuat dugaan awal dan konjektur

2. Menerapkan strategy (Implementing Strategy); dengan aktivitas antara lain: a. Mengorganisasi pemecahan masalah

b. Membuat dugaan yang logis

3. Mencari dan menggunakan koneksi-koneksi matematis (Seeking and Using Connections);

4. Melakukan refleksi terhadap penyelesaian yang diperoleh (Reflecting on a Solution to a Problem); yang antara lain:

a. Menginterpretasikan penyelesaian b. Validasi penyelesaian

c. Generalisasi terhadap penyelesaian

C. Pemecahan Masalah pada Matematika

(24)

8

keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Menurut Lenchner (dalam Wardhani, 2010), memecahkan masalah matematika adalah proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum di kenal. Sementara menurut Robert Harris (dalam Wardhani, 2010) menyatakan bahwa memecahkan masalah adalah pengelolan suatu masalah sehingga berhasil memenuhi tujuan yang di tetapkan untuk melakukannya.

Holmes (dalam Wardhani, 2010) mengemukakan pula bahwa menurut Charles R, masalah rutin memiliki aspek penting dalam kurikulum, karena hidup ini penuh dengan masalah rutin. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran matematika yang diprioritaskan terlebih dahulu adalah siswa dapat memecahkan masalah rutin. Kuoba dkk. (Wardhani, 2010) menyatakan bahwa masalah nonrutin kadang mengarah kepada masalah prosedur. Masalah nonrutin membutuhkan lebih dari sekedar menerjemahkan masalah menjadi kalimat matematika dan penggunaan prosedur yang sudah diketahui. Masalah mengharuskan pemecah masalah untuk membuat sendiri strategi pemecahan. Dia harus merencanakan dengan seksama bagaimana memecahkan masalah tersebut. Strategi-strategi seperti menggambar, menebak dan melakukan cek, membuat tabel atau urutan kadang perlu dilakukan. Masalah nonrutin kadang memiliki lebih dari satu solusi nonrutin atau pemecahan. Menurut Holmes, masalah nonrutin kadangkala dapat memilki lebih dari saru penyelesaian. Masalah tersebut kadang melibatkan situasi kehidupan atau melibatkan berbagai hubungan subjek.

Gagne (dalam Martinus Yamin dan Bansu, 2009) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainnya karena aspek-aspek dalam kemampuan matematis seperti penerapan aturan pada masalah yang sifatnya tidak rutin, penemuan pola, dan penggeneralisasian dapat dikembangkan secara lebih baik dengan pemecahan masalah. John Dewey (dalam Wina Sanjaya, 2008) menjelaskan empat langkah metode pemecahan masalah, yaitu:

1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.

2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

(25)

9

4. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

D. Lesson Study Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran

Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di

Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut kenkyuu jugyo. Makoto Yoshida adalah orang yang dianggap berjasa dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study mulai diikuti oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis. Dia melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993. Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktekkan. Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan

untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi.

Lesson Study bukanlah strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan

salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara

terus-menerus, berdasarkan data.

Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah

(26)

10

Pada awalnya, Lesson Study hanya dilaksanakan pada pendidikan dasar, namun dalam perkembangannya, Lesson Study juga banyak diterapkan di Perguruan Tinggi. Sukirman (2010) menyebutkan bahwa Lesson Study mempunyai beberapa manfaat: (1). Mengurangi keterasingan dosen dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dan perbaikannya. (2). Membantu pendidik untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya. (3) Memperdalam pemahaman pendidik tentang materi pelajaran, cakupan dan urutan kurikulum. (4) Membantu pendidik memfokuskan bantuannya pada seluruh aktivitas belajar mahasiswa. (5) Meningkatkan akuntabilitas kinerja dosen. (6) Menciptakan terjadinya pertukaran pemahaman tentang cara berfikir dan belajar mahasiswa. (7) Meningkatkan kolaborasi pada sesama pendidik dalam pembelajaran. (8) Meningkatkan mutu pendidik dan mutu pembelajaran yang pada gilirannya berakibat pada peningkatan mutu lulusan. (9) Pendidik memilik banyak kesempatan untuk membuat bermakna ide-ide pendidikan dalam praktek pembelajarannya sehingga dapat mengubah perspektif tentang pembelajaran, dan belajar praktek pembelajaran dari perspektif mahasiswa. (10) Memperbaiki praktek pembelajaran di kelas. (11) Meningkatkan ketrampilan menulis karya ilmiah atau buku ajar.

Pelaksanaan Lesson Study menggunakan sistem siklus, di mana setiap siklus dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu (1) perencanaan (plan), (2) pelaksanaan (do), (3) Refleksi (See). Ketiga tahapan ini dapat diilustrasikan dalam bagan berikut:

(27)

11 E. Penelitian yang Relevan

1. Kamaruddin dan Amin (2010) dalam penelitiannya berjudul “Impact of Contextual Video in Learning Engineering Statistics” menyimpulkan bahwa pemanfaatan

video kontekstual dalam pembelajaran dapat membantu mahasiswa kelas statistik pada fakultas teknik untuk memahami materi statistik. Dalam penelitian ini Kamaruddin dan Amin melakukan perbandingan pada kelas statistik antara mahasiswa teknik elektro yang menggunakan video kontekstual dan mahasiswa teknik mesin yang menggunakan video non-kontekstual. Berdasarkan hasil wawancara, mahasiswa yang menggunakan video non-kontekstual menyatakan lebih menyukai perkuliahan daripada melihat video pembelajaran.

2. Kamaruddin, Nafisah K., Jaafar, Norzilaila., dan Amin, Zulkarnain (2012) dalam penelitiannya berjudul “A Study of the Effectiveness of the Contextual Lab Activity in the Teaching and Learning Statistics at the UTHM (Universiti Tun Hussein Onn

Malaysia)” menyimpulkan bahwa pemanfaatan aktivitas lab kontekstual dapat

membantu mahasiswa dalam memahami materi statistik. Dalam penelitian ini digunakan metode quasi eksperimen, yaitu dengan membagi mahasiswa menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberi perlakuan dengan mengikuti aktivitas lab kontekstual, sedangkan kelompok kedua mengikuti aktivitas lab non-kontekstual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap pemahaman dan motivasi belajar mahasiswa. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam kecepatan memahami materi dan rata-rata skor postes. Kelompok yang mengikuti aktivitas lab kontekstual mendapatkan rata-rata skor yang lebih tinggi dalam postes daripada kelompok yang mengikuti aktivitas lab non-kontekstual.

3. Kwon (2002) dalam penelitiannya berjudul “Conceptualizing the Realistic Mathematics Education Approach in the Teaching and Learning of Ordinary

Differential Equations” menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik

(28)

12

4. Crozer dan Baker (2010) dalam penelitiannya berjudul “Contextual Learning in Math Education for Engineers” menyimpulkan perlu dilakukan kritik terhadap struktur buku-buku persamaan diferensial yang digunakan di fakultas teknik. Buku-buku yang digunakan lebih banyak bersifat abstrak dan procedural. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian-penelitian pembelajaran matematika yang berkembang yang mengedepankan konteks nyata sebagai media untuk mengkonstruksi pengetahuan.

5. Czocher (2011) dalam penelitiannya berjudul “Examining the Relationship between Contextual Mathematics Instruction and Performance of Engineering Students

menyimpulkan bahwa penerapan kurikulum berbasis kontekstual dalam pembelajaran persamaan diferensial pada mahasiswa teknik memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang diberikan pembelajaran secara tradisional. Dalam pembelajaran secara tradisional, mahasiswa menyelesaikan persamaan diferensial dengan menggunakan teknik analitik. Sedangkan pada mahasiswa yang menggunakan kurikulum berbasis kontekstual, diorientasikan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kontekstual yang bersifat aplikatif.

F. Roadmap Penelitian

(29)

13

pemahaman siswa tentang materi yang ujung-ujungnya akan dapat meningkatkan prestasi belajar.

2. Penelitian Slamet Hw & Rita P. Khotimah (2011) dengan judul “ Peningkatan Kompetensi Guru Matematika Sekolah Dasar dalam Implementasi Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Melalui Lesson Study (Hiber Tahun Kedua)” menyatakan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan kompetensi profesional guru dalam hal : (1) pembuatan RPP, (2) pengembangan materi ajar, (3) pemilihan strategi pembelajaran dan (4) pemilihan media dan sumber belajar. Selain itu implementasi Lesson Study mampu merubah paradigma pembelajaran bagi guru dari pendekatan yang bersifat mekanistik ke pendekatan yang realistik. 3. Tjipto Subadi, Rita P.Khotimah dan Sri Sutarni (2012) dalam penelitian berjudul:

A Lesson Study as A Development Model of Professional Teachers” menyimpulkan bahwa: (1) Terdapat empat masalah dalam upaya meningkatkan profesionalitas pendidik dengan pendekatan lesson study pada guru-guru Sekolah Muhammadiyah di Kabupaten Sukoharjo yaitu masalah internal (permasalahan yang bersumber dari guru), masalah eksternal (permasalahan berasal dari siswa, Kepala Sekolah, Pengawas, Kurikulum, sarana dan prasarana), masalah komitmen guru dalam melaksanakan lesson study, dan masalah kemauan guru/semangat guru dalam melaksanakan lesson study, (2) Langkah-langkah lesson study yang efektif adalah lesson study berbasis research PTK (Penelitian Tindakan Kelas); dengan tahapan plan-do-see; dioordinasikan melalui MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah), implentasi lesson study berbasis MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), (3) Validasi lesson study sebagai model berkaitan dengan banyak validasi antara lain; validasi tim lesson study, jadwal pelaksanaan, konsistensi dan kontinuitas, dokumentasi, peningkatan mutu pembelajaran, tanggapan kepala sekolah dan siswa, dan validasi pakar sebagai pendamping, dan (4) Model pembelajaran aktif inovatif kreatif efektif dan menyenangkan dalam lesson study adalah “model pembelajaran berbasis kolaboratif dan kooperatif" sedangkan efektifitas lesson study sebagai model pembinaan guru adalah lesson study berbasis MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang implementasinya oleh guru model di sekolah masing-masing.

(30)

14

Mahasiswa” menyimpulkan bahwa: 1) Implementasi Lesson Study melalui Cooperatif Learning dengan berbantuan Lembar Kerja Mahasiswa dapat

meningkatkan kemandirian belajar pada mata kuliah Persamaan Diferensial di kelas VA Prodi Pendidikan Matematika FKIP UMS Tahun 2012/2013. 2). Implementasi Lesson Study melalui Cooperatif Learning dengan berbantuan Lembar Kerja

Mahasiswa dapat meningkatkan prestasi belajar pada mata kuliah Persamaan Diferensial di kelas VA Prodi Pendidikan Matematika FKIP UMS Tahun 2012/2013.

(31)

64 BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian telah diperoleh:

1. Desain perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP, lembar kerja, intrumen penilaian, serta instrument pengamatan aktivitas pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang diperoleh dirancang dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Sedangkan model yang digunakan adalah Discovery Learning. Telah dilakukan pula uji coba model sehingga diperoleh informasi mengenai kekurangan dalam implementasi model. Selanjutnya model yang telah diujicoba dilakukan revisi sehingga diperoleh model terevisi.

2. Lesson study dengan tahapan Plan-Do-See dapat digunakan untuk pengembangan model pembelajaran. Hal ini dikarenakan pada kegiatan lesson study, proses pembelajaran senantiasa dilakukan perencanaan secara matang bersama rekan sejawat sehingga perbaikan-perbaikan dilakukan secara terus menerus.

3. Kemampuan professional dan pedagogi dosen model lebih berkembang terutama dalam pengembangan materi, penyusunan perangkat pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dengan metode yang lebih bervariasi sehingga menarik bagi mahasiswa dan memberikan makna karena model yang dikembangkan dengan pendekatan kontekstual

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:

(32)

65

menemukan model pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pada umumnya, serta mahasiswa pada khususnya.

2. Lesson study sebagai salah satu bentuk pengelolaan pembelajaran dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan professional dan pedagogi dosen (guru) yang pada ujungnya adalah meningkatkan kualitas pembelajaran. Lesson study juga bermanfaat bagi para dosen (guru) untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, saling memberi masukan, sehingga akan semakin meningkatkan kemampuan dosen (guru) dalam pembelajaran. Selain itu, lesson study juga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan model pembelajaran secara kolaboratif. Oleh karena itu, para dosen (guru) sudah semestinya berkolaborasi dalam bentuk lesson study untuk meningkatkan kemampuan baik professional maupun pedagogi sehingga kualitas pembelajaran akan terus meningkat.

(33)

66

DAFTAR PUSTAKA

Bill Cerbin & Bryan Kopp. 2009. A Brief Introduction to College Lesson Study. Lesson Study Project. (online: http://www.uwlax.edu/sotl/lsp/index2.htm diakses tanggal 10 Januari 2011).

Brodie, Karin. 2010. Teaching Mathematical Reasoning in Secondary School Classroom. New York: Springer.

Czocher, Jennifer & Baker, Greg. 2010. Contextual Learning in Math Education for Engineers. Proceeding International Conference on Engineering Education ICEE-2010 July 19-22, ICEE-2010, Gliwice, Poland

Czocher, Jennifer. 2011. Examining the Relationship between Contextual Mathematics Instruction and Performance of Engineering Students. Proceeding International Conference on Engineering Education : 21-26 August 2011 : Belfast, Northern Ireland, UK

Lewis, Catherine. 2004. Does Lesson Study Have a Future in the United States?. (Online:

http://www.sowi-online.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm diakses tanggal 13

Januari 2011)

Firdaus, Ahmad. 2009. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.

(

http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahan-masalah-matematika/ Diakses pada tanggal 6 Maret 2013).

Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Insan Madani: Yogyakarta.

Hw, Slamet dan Khotimah, Rita P. 2010. Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Dasar dalam Implementasi Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Melalui Lesson Study. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Pertama dibiayai oleh DP2M Dikti. Tidak diterbitkan.

Hw, Slamet dan Khotimah, Rita P. 2011. Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Dasar dalam Implementasi Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Melalui Lesson Study. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Kedua dibiayai oleh DP2M Dikti. Tidak diterbitkan.

Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Edisi ke-2. Terjemahan Ibnu Setiawan. Mizan Learning Center (LMC): Bandung.

Kamaruddin, Nafisah K dan Amin, Zulkarnain. 2010. Impact of Contextual Video in Learning Engineering Statistics. Proceedings of the 1st UPI International Conference on Technical and Vocational Education and Training di Bandung, 10-11 November 2010. Hal 318-322

(34)

67

Nasional Pendidikan Matematika yang diselenggarakan oleh P4TK Matematika tanggal 13-14 November 2013 di Yogyakarta hal 509 - 518

Kwon, O.N. (2002). Conceptualizing the Realistic Mathematics Education Approach in the Teaching and Learning of Ordinary Differential Equations. Presented at International Conference on the Teaching of Mathematics (at the Undergraduate Level) 2002.

Lewis, Catherine C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for Better School, Inc.

Mullis, Ina V.S., Martin, Michael O., Ruddock, Graham J., O’Sullivan, Christine Y., Preuschoff, Corrinna. 2009. TIMSS 2011 ASSESMENT FRAMEWORK. TIMSS & PIRLS International Study Center, Lynch School of Education, Boston College. Mulyana, Slamet. 2007. Lesson Study. Makalah. Kuningan: LPMP-Jawa Barat.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Bumi Aksara: Jakarta.

NCTM. A Teacher’s Guide to Reasoning and Sense Making.

http://www.nctm.org/uploadedFiles/Math_Standards/Teacher_Guide_FHSM.pdf

Diakses tanggal 16 Juni 2014

Nurhasanah, F. 2012. Membangun Keaktifan Mahasiswa pada Proses Pembelajaran Mata Kuliah Perencanaan dan Pengembangan Program Pembelajaran Matematika Melalui Konstruktivisme dalam Kegiatan lesson Study. Infinity Vol 1. No. 1 Hal 62-78. STKIP. Bandung.

Saito, E. Irmansyah. dan Ibrahim. 2005. Penerapan Studi Pembelajaran di Indonesia: Studi Kasus dari IMSTEP. Jurnal Pendidikan ” Mimbar Pendidikan”. No. 3 Th. XXIV: 24-32.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana: Jakarta.

Shadiq, Fadjar. 2007. Penalaran atau Reasoning. Perlu Dipelajari Para Siswa di Sekolah?. http://prabu.telkom.us/2007/08/29/penalaran-atau-reasoning/ Diakses pada tanggal 24 April 2013.

Subadi, Tjipto., Khotimah, Rita P., dan Sutarni, Sri. 2012. A Lesson Study as A Development Model of Professional Teachers. International Journal of Education, Volume 5, Number 2, pp. 102-114.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukirman. 2010. Upaya Meningkatkan Mutu Perkuliahan Pada Perguruan Tinggi Melalui

(35)

68

Wardhani, S. 2008. Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika “Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran SMP/MTs Untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika”. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Wardhini, S, dkk. 2010. Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SMP. Modul Matematika SMP Program Bermutu. Yogyakarta: PPPPTK Matematika

Gambar

Tabel 1. Data Nilai Mahasiswa 4 Semester
Gambar 2.1. Siklus Lesson Study

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat akan dilakukan dalam bentuk pelatihan dan diskusi pelatihan pengolahan pengolahan ubi jalar ungu menjadi bakpia di Desa

Ini adalah metode pengambilan sampel yang secara teratur digunakan dalam analisis BTEX ( benzene , toluene , ethylbenzene , dan xylene ) dalam air, kuantifikasi

Berdasarkan hasil analisis data panel menunjukkan bahwa tingkat suku bunga, yield to maturity dan debt to equity ratio secara simultan bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap

Pada tahap ini dimaksudkan agar bahan baku yang akan digunakan berupa eceng gondok akan lebih mudah terurai menjadi komponen-komponen lignoselulosa yaitu hemiselulosa,

[r]

[r]

Jadi, trauma medulla spinalis adalah kerusakan fungsi neurologis akibat trauma langsung atau tidak langsung pada medulla spinalis sehingga mengakibatkan gangguan

Martensitic stainless steels adalah juga didasarkan terhadap penambahan unsur chromium sebagai paduan utama(major alloying element) tetapi dengan kadar karbon di pertinggi dan