PENENTUAN JUMLAH KARYAWAN BERDASARKAN ANALISIS PENGUKURAN BEBAN KERJA DAN PEMETAAN KOMPETENSI
DIDASARKAN JOB DESCRIPTION (STUDI KASUS DI PT. PLN (PERSERO) P3B SUMATERA UPB SUMBAGUT)
TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar SarjanaTeknik
Oleh
RIZKY SOFYANA PUTRI 100423017
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut merupakan salah satu unit bisnis PT. PLN (Persero) yang berperan dalam mengatur penyaluran tenaga listrik dalam jumlah besar dari pusat pembangkit listrik ke pusat beban melalui jaringan transmisi bertegangan tinggi dan pengoperasian sistem tenaga listrik. Penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut karena adanya indikasi kelebihan beban kerja pada subbagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi. Penelitian bertujuan untuk menentukan jumlah karyawan pada subbagian SCADA dan fasilitas telekomuniksi berdasarkan analisa beban kerja dan pemetaan kompetensi. Penelitian dilakukan dengan metode Nasa-TLX dan work sampling. Metode Nasa-TLX dilakukan untuk mengetahui beban kerja mental dari masing-masing karyawandan metode work sampling dilakukan untuk mengetahui persentase waktu produktif. Hasil pengukuran dengan metode NASA-TLX menunjukkan bahwa beban kerja mental tertinggi pada subbagian SCADA adalah 83,34, subbagian fasilitas telekomunikasi adalah 81,34 dan indikator
temporal demand merupakan indikator yang dominan mempengaruh beban kerja mental karyawan. Hasil work sampling menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi subbagian SCADA adalah 89,3% dan subbagian fasilitas telekomunikasi adalah 84,7%. Secara umum beban kerja mental dari masing-masing jabatan tergolong tinggi. Beban kerja mental yang tinggi ini jika dibiarkan secara terus menerus tanpa adanya perbaikan dapat menyebabkan stress kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas karyawan. Sehingga perlu diberikan suatu usulan perbaikan yaitu pemberian waktu istirahat tambahan di sela-sela waktu kerja, rotasi karyawan, penyesuaian tugas dan tanggungjawab kerja dan penambahan seorang tenaga kerja untuk subbagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, rasa syukur yang tak terhingga penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada
penulis sehingga dapt menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik.
Kegiatan penelitian tugas sarjana ini dilakukan di PT. PLN (Persero) P3B
Sumatera UPB Sumbagut) yang terletak di Jl. K.L. Yos Sudarso Lr. XII No. 6
Medan, Sumatera Utara. Kegiatan tersebut merupakan salah satu dari beberapa
syarat yang telah ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik di
Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul Tugas Sarjana ini adalah “Penentuan Jumlah Karyawan Berdasarkan Analisis Pengukuran Beban Kerja dan Pemetaan Kompetensi Didasarkan Job Description (Studi Kasus di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut)”.
Penulis menyadari bahwa tugas sarjana ini belum sempurna dan masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tugas sarjana ini dan penulis
berharap agar laporan tugas sarjana ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak
yang memerlukannya.
Medan, Januari 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah yang tak hentinya terucap atas selesainya Tugas Sarjana ini,
banyak pihak yang telah membantu baik itu berupa bimbingan ataupun berupa
bantuan moril dan materil, sehingga Tugas Sarjana ini dapat diselesaikan. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, teristimewa kepada Ayahanda Ir. Solihin, Ibunda Dirwati dan
Adik-adik penulis (Nova, Fajar, Arief) yang senantiasa ada dan selalu memberikan
perhatian, doa dan semangat dalam bentuk apapun kepada penulis.
Pada kesempatan ini pula, penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku ketua Departemen Teknik Industri,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Sugih Arto Pujangkoro, MM, selaku Dosen Pembimbing I atas
waktu untuk bimbingan dan ilmu yang diberikan dalam penyelesaian Tugas
Sarjana ini.
3. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT, selaku Dosen Pembimbing II atas waktunya untuk
membimbing, memberi arahan, dan masukan serta ilmu yang diberikan dalam
penyelesaian Tugas Sarjana ini.
4. Bapak Ir. Mangara M Tambunan, M.Sc, selaku Koordinator Tugas Akhir.
5. Bapak Ir. Jabbar Rambe, M.Eng selaku Ketua Bidang Ergonomi.
6. Pegawai administrasi Departemen Teknik Industri, Kak Dina, Bang Nur,
Bang Ridho, Bang Mijo dan Bu Ani yang telah membantu penulis dalam
7. Pegawai perpustakaan Departemen Teknik Industri, Kak Rahma dan Kak
Mia, terimakasih untuk kebaikan hati dan toleransinya dalam jumlah
peminjaman buku.
8. Segenap Pimpinan dan karyawan PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB
Sumbagut yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian.
9. Adri (a.k.a mamak), Hendra, Dwi, Ipeh, Lia, Nopi, Amin, Dede, Rahmi,
Zizah, Yeni, my sweetiest and craziest friend, terima kasih untuk semangat
“negatifnya”. Aku sangat menunggu waktu untuk melihat siapa yang lebih
dulu tua diantara kita..! Love u people.
10. Semua Teman-Teman Ektensi 2010 yang selama ini selalu memotivasi
penulis dalam mengerjakan Tugas Sarjana ini, Salim, Bang Chris, Jul
(makasih untuk semua filmnya ), Adi “Raden Ningrat Flora”, Bres, Nopel
(makasih untuk kejenakaannya), Sarah (makasih untuk status ga pentingnya
di timeline ya ), Lolo’, Sabaria, Fitri Imut, Fitri Zuma, Nuri, Beni, Bang
Bernath. Maaf yang namanya lupa ditulis, tapi kayaknya udah semua ya..
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA... iii
LEMBAR KEPUTUSAN SIDANG KOLOKIUM ... iv
ABSTRAK ... v
1.6 Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-8
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1
2.1 Sejarah Perusahaan ... II-1
2.4 Struktur Organisasi, Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab.. II-7
DAFTAR ISI (Lanjutan)
HALAMAN
2.4.2 Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab ... II-9
2.5 Kegiatan Perusahaan ... II-9
2.6 SCADA ... II-10
2.7 Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan ... II-11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... III-1
3.4 Pengukuran Kerja dengan Metode Work Sampling ... III-7 3.4.1 Pelaksanaan Sampling Kerja ... III-9
3.4.2 Penentuan Jadwal Waktu Pengamatan Secara Acak
(Random)... III-10 3.4.3 Allowance ... III-11 3.4.4 Perhitungan Persentase Waktu Produktif dan Uji
Keseragaman Data ... III-12
3.4.5 Penentuan Jumlah Pengamatan yang Diperlukan .... III-13
3.4.6 Penentuan Tingkat Ketelitian Hasil Pengamatan ... III-15
3.5 Metode NASA-TLX (National Aeronautics and Space
Administration Task Load Index) ... III-15 3.6 Job Description ... III-22 3.7 Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) ... III-23
3.8 Penentuan Jumlah Tenaga Kerja ... III-25
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1
DAFTAR ISI (Lanjutan)
HALAMAN
4.2 Jenis Penelitian ... IV-1
4.3 Objek Penelitian ... IV-1
4.4 Variabel Penelitian... IV-2
4.5 Kerangka Berfikir ... IV-2
4.6 Instrumen Penelitian ... IV-3
4.7 Prosedur Penelitian ... IV-4
BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1
5.1 Pengumpulan Data ... V-1
5.1.1 Pengumpulan data dengan Metode NASA-TLX ... V-1
5.1.2 Penentuan Jadwal Pengamatan Work Sampling ... V-4 5.1.3 Pengamatan Work Sampling... V-7 5.1.4 Penentuan Allowance (Kelonggaran) ... V-15 5.2. Pengolahan Data ... V-17
5.2.1 Pengolahan Data NASA-TLX ... V-18 5.2.2 Pengolahan Data Work Sampling ... V-21 5.2.2.1 Perhitungan Waktu Produktif Karyawan ... V-21
5.2.2.2 Uji Keseragaman Data ... V-24
5.2.2.3 Uji Kecukupan Data ... V-26
5.2.2.4 Perhitungan Tingkat Ketelitian Hasil
Pengamatan ... V-27
5.2.3 Penentuan Jumlah Karyawan ... V-28
5.2.4 Pemetaaan Kompetensi ... V-29
BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1
6.1 Analisis NASA-TLX ... VI-1
DAFTAR ISI (Lanjutan)
HALAMAN
6.3 Analisis Hubungan Beban Kerja NASA-TLX dan
Work Sampling ... VI-9 6.4 Analisis Pemetaan Kompetensi ... VI-13
6.5 Analisis Jumlah Karyawan ... VI-15
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1
7.1. Kesimpulan... VII-1
7.2. Saran ... VII-2
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
3.1. Indikator dalam Metode NASA-TLX ... III-19
5.1. Rekapitulasi Data Pembobotan ... V-2
5.2. Rekapitulasi Data Pemberian Rating ... V-3
5.3. Waktu Pengamatan dengan Interval Waktu 5 Menit ... V-4
5.4. Waktu Pengamatan Terpilih dalam Satu Hari Kerja ... V-6
5.5. Hasil Pengamatan Work Sampling ... V-14 5.6. Allowance Junior Engineer SCADA ... V-15 5.7. Allowance Assistant Engineer SCADA ... V-15 5.8. Allowance Supervisor SCADA ... V-16 5.9. Allowance Supervisor Fasilitas Telekomunikasi ... V-16 5.10. Allowance Junior Officer Fasilitas Telekomunikasi ... V-17 5.11. Allowance Assistant Officer Fasilitas Telekomunikasi ... V-17 5.12. Rekapitulasi Beban kerja Mental Junior Engineer SCADA ... V-19 5.13. Rekapitulasi Rata-rata WWL ... V-20
5.14. Rekapitulasi Persentase Waktu Produktif ... V-22
5.15. Rekapitulasi Hasil Uji Keseragaman Data Pengamatan... V-25
5.16. Rekapitulasi Hasil Uji Kecukupan Data Pengamatan ... V-26
5.17. Pemetaan Kompetensi Karyawan ... V-29
6.1. Indikator dan Nilai WWL Karyawan ... VI-1
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1. Logo PT. PLN (Persero) ... II-5
2.2. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut II-8
4.2. Diagram Alir Prosedur Penelitian ... IV-7
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN HALAMAN
ABSTRAK
PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut merupakan salah satu unit bisnis PT. PLN (Persero) yang berperan dalam mengatur penyaluran tenaga listrik dalam jumlah besar dari pusat pembangkit listrik ke pusat beban melalui jaringan transmisi bertegangan tinggi dan pengoperasian sistem tenaga listrik. Penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut karena adanya indikasi kelebihan beban kerja pada subbagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi. Penelitian bertujuan untuk menentukan jumlah karyawan pada subbagian SCADA dan fasilitas telekomuniksi berdasarkan analisa beban kerja dan pemetaan kompetensi. Penelitian dilakukan dengan metode Nasa-TLX dan work sampling. Metode Nasa-TLX dilakukan untuk mengetahui beban kerja mental dari masing-masing karyawandan metode work sampling dilakukan untuk mengetahui persentase waktu produktif. Hasil pengukuran dengan metode NASA-TLX menunjukkan bahwa beban kerja mental tertinggi pada subbagian SCADA adalah 83,34, subbagian fasilitas telekomunikasi adalah 81,34 dan indikator
temporal demand merupakan indikator yang dominan mempengaruh beban kerja mental karyawan. Hasil work sampling menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi subbagian SCADA adalah 89,3% dan subbagian fasilitas telekomunikasi adalah 84,7%. Secara umum beban kerja mental dari masing-masing jabatan tergolong tinggi. Beban kerja mental yang tinggi ini jika dibiarkan secara terus menerus tanpa adanya perbaikan dapat menyebabkan stress kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas karyawan. Sehingga perlu diberikan suatu usulan perbaikan yaitu pemberian waktu istirahat tambahan di sela-sela waktu kerja, rotasi karyawan, penyesuaian tugas dan tanggungjawab kerja dan penambahan seorang tenaga kerja untuk subbagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini, perusahaan dituntut untuk terus melakukan
peningkatan produktivitas. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan
adalah dengan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari proses produksi dengan
melakukan pendayagunaan secara optimal sumber daya yang ada, khususnya
sumber daya manusia.
Sumber daya manusia merupakan salah satu aset perusahaan yang harus
dikelola dengan baik karena sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Pengelolaan yang baik mengandung arti bahwa output yang dihasilkan setiap karyawan dapat memenuhi apa yang telah ditargetkan oleh perusahaan.
PT. PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B) Sumatera
Unit Pengatur Beban (UPB) Sumbagut merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak dalam bidang penyediaan listrik. PT. PLN (Persero) P3B
Sumatera UPB Sumbagut sendiri terdiri dari beberapa bidang kerja, diantaranya
bidang fasilitas operasi, bidang operasi sistem dan bidang administrasi dan
keuangan, dimana masing-masing bagian terbagi dalam sub bagian yang lebih
spesifik. Sehingga sangat diperlukan suatu pengelolaan sumber daya manusia
yang baik agar target-target perusahaan dapat dicapai secara maksimal. Pada salah
satu bidang di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut yaitu pada
jarak jauh) dan telekomunikasi sering terjadi keterlambatan-keterlambatan dalam
penyelesaian laporan atau tugas. Keterlambatan tersebut dapat disebabkan karena
fasilitas kerja yang kurang memadai, kurang kompetennya karyawan yang ada,
pekerjaan yang monoton yang menyebabkan timbulnya rasa bosan karyawan,
jumlah tugas yang cukup banyak atau bahkan kurangnya karyawan untuk
menyelesaikan tugas tersebut. Adapun keterlambatan yang sering terjadi antara
lain adalah keterlambatan penormalan saat terjadi gangguan pada peralatan
SCADA dan teleinformasi data, dispatcher tidak dapat membaca sistem di satu area (gardu induk) sehingga pengaturan sistem demand dan supply menjadi terhambat, keterlambatan penyerahan laporan pengadaan barang dan jasa
peralatan teleinformasi data dan SCADA. Gardu induk yang harus diawasi
berjumlah 48 yang tersebar di Sumatera Utara dan Aceh. Banyaknya gardu induk
yang harus diawasi ini juga dapat menjadi pemicu terjadinya keterlambatan
penyelesaian tugas tersebut. Keterlambatan tersebut dapat menyebabkan
perusahaan tidak menghasilkan listrik sesuai dengan yang dibutuhkan, tidak
terjualnya listrik akibat tidak terbacanya sistem di gardu induk, tejadinya ledakan
jika terjadi kesalahan baca dan sebagainya. Dampak keterlambatan tersebut jika
dibiarkan secara terus menerus dapat menyebabkan kerugian yang besar bagi
perusahaan. Banyaknya dampak yang ditimbulkan dari keterlambatan dapat
memicu karyawan merasa bahwa beban dan tanggungjawab yang diembannya
cukup besar. Hal tersebut dianggap menjadi masalah pada PT. PLN (Persero) P3B
Sumatera UPB Sumbagut yang dapat mempengaruhi produktivitas, efisiensi dan
Beban kerja seseorang sudah ditentukan dalam bentuk standar kerja
perusahaan menurut jenis pekerjaannya. Beban kerja yang dibebankan kepada
karyawan dapat terjadi dalam tiga kondisi. Pertama, beban kerja sesuai standar.
Kedua, beban kerja yang terlalu tinggi (over capacity). Ketiga, beban kerja yang terlalu rendah (under capacity). Beban kerja yang terlalu berat atau ringan akan
berdampak terjadinya inefisiensi kerja. Beban kerja yang terlalu ringan berarti
terjadi kelebihan tenaga kerja. Kelebihan ini menyebabkan organisasi harus
menggaji jumlah karyawan lebih banyak dengan produktifitas yang sama sehingga
terjadi inefisiensi biaya. Sebaliknya, jika terjadi kekurangan tenaga kerja atau
banyaknya pekerjaan dengan jumlah karyawan yang dipekerjakan sedikit, dapat
menyebabkan keletihan fisik maupun psikologis bagi karyawan. Akhirnya
karyawan pun menjadi tidak produktif karena terlalu lelah (Novera, 2010).
Fokus dari penelitian ini adalah menentukan jumlah karyawan yang
optimal dan pemetaan kompetensi karyawan berdasarkan job description. Penentuan jumlah optimal karyawan berkaitan dengan aktivitas kerja dan waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan job description yang ada serta beban kerja karyawan dalam menyelesaikan tugasnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu work sampling dan NASA-TLX. Metode work sampling merupakan metode pengukuran beban kerja yang bertujuan untuk mengetahui persentase waktu produktif seorang pekerja selama
PLN (Persero) untuk mengetahui persentase waktu yang benar-benar digunakan
oleh karyawan untuk bekerja selama jam kerja berlangsung.
NASA-TLX merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis
beban kerja mental yang dihadapi oleh pekerja yang harus melakukan berbagai
aktivitas dalam pekerjaannya. Dimana terdapat enam indikator yang akan diukur
yaitu mental demand, physical demand, temporal demand, performance, effort,
dan frustration dimension (Erisanna, 2010). Setelah beban kerja diketahui,
dilakukan analisis untuk menentukan jumlah karyawan yang optimal yang akan
diusulkan kepada pihak perusahaan.
Simanjuntak (2010) pernah melakukan penelitian tentang analisis beban
kerja dengan menggunakan metode NASA-TLX pada karyawan di CV. Pinus
Bag’s Specialist. Penelitian tersebut dilakukan karena adanya indikasi timbulnya
beban kerja pada karyawan yang diakibatkan waktu penyelesaian produk yang
harus sesuai dengan permintaan pelanggan dengan model, jumlah dan bahan yang
berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja mental yang
diterima oleh karyawan sudah dalam kondisi yang tinggi (skor 50-79 berjumlah
13 karyawan dan skor 80-100 berjumlah 3 karyawan).1
1
Adelina, Risma. 2010. Analisis Beban Kerja Mental dengan Metoda NASA-Task Load Index.
Institut Sains & Teknologi AKPRIND : Yogyakarta
Penelitian yang hampir
sama juga pernah dilakukan oleh Arsi, dkk. (2012) yang mengukur beban kerja
guna menentukan jumlah optimal karyawan di Jurusan Teknik Industri ITS.
Penelitian tersebut dilakukan karena telah terjadi empat kali perubahan statuta dan
penyesuaian mengenai organisasi tata kelola yang berdampak pada banyaknya
sehingga beban kerja yang ditanggung oleh setiap karyawan tidak sesuai dengan
jumlah karyawan yang ada. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada
beberapa bidang kerja yang jumlah karyawannya tidak mencukupi.2 Kedua
penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode
1.2 Rumusan Masalah
NASA-TLX dapat digunakan
untuk menganalisa tingkat beban kerja mental karyawan di berbagai bidang.
Adapun rumusan masalah pada penelitian tugas sarjana ini adalah sering
terjadi kerterlambatan - keterlambatan dalam penyelesaian tugas, dimana
keterlambatan tersebut dapat menyebabkan berbagai kerugian bagi perusahaan.
Besarnya dampak yang ditimbulkan dari keterlambatan tersebut mempengaruhi
beban kerja yang dirasakan karyawan. Beban kerja ini jika dibiarkan secara terus
menerus, dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Sehingga perlu dilakukan
pengukuran beban kerja karyawan untuk selanjutnya dapat ditentukan jumlah
karyawan optimal pada sub bagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian disini terbagi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum penelitian ini adalah mengukur dan menganalisa beban kerja
karyawan PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut dengan
2
menggunakan metode NASA-TLX dan Work Sampling sehingga dapat ditentukan jumlah karyawan dan pemetaan kompetensi berdasarkan job description.
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui beban kerja mental yang dialami oleh karyawan PT. PLN
(Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut bagian Fasilitas Operasi sub bagian
SCADA dan Telekomunikasi dengan menggunakan metode NASA-TLX.
2. Mengetahui persentase waktu produktif yang digunakan karyawan PT. PLN
(Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut bagian Fasilitas Operasi sub bagian
SCADA dan Telekomunikasi dengan menggunakan metode Work Sampling. 3. Melakukan pemetaan kompetensi karyawan berdasarkan pada job description
dan KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia).
4. Menentukan jumlah karyawan untuk sub bagian SCADA dan fasilitas
telekomunikasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian, antara
lain:
1. Mahasiswa dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh
di bangku perkuliahan dengan membandingkan teori-teori ilmiah dengan
permasalahan yang terjadi di perusahaan khususnya mengenai konsep
2. Mempererat hubungan pihak universitas dengan pihak perusahaan tempat
dilakukannya penelitian dan memperkenalkan Departemen Teknik Industri
sebagai forum disiplin ilmu terapan yang sangat bermanfaat bagi perusahaan.
3. Perusahaan mendapatkan masukan yang dapat digunakan sebagai acuan
dalam mengelola beban kerja karyawan secara optimal untuk meningkatkan
efisiensi sumber daya manusia.
1.5 Batasan Masalah dan Asumsi
Adapun batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Penelitian dilakukan pada karyawan di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera
UPB Sumbagut bagian Fasilitas Operasi dan Enjiniring sub bagian SCADA
dan Telekomunikasi.
2. Pengukuran beban kerja dilakukan dengan menggunakan metode NASA-TLX
dan Work Sampling.
3. Hasil kerja karyawan tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang berhubungan
dengan kegiatan penelitian.
Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Tidak ada perubahan posisi karyawan di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera
UPB Sumbagut selama penelitian.
2. Dalam melakukan pengukuran, responden tidak dipengaruhi oleh pihak lain.
3. Karyawan dianggap sudah mengetahui dan paham terhadap prosedur kerja
1.6 Sistematika Penulisan Tugas Sarjana
Sistematika penulisan laporan bertujuan untuk mempermudah dalam
menyusun dan mempelajari bagian-bagian dari seluruh rangkaian penelitian ini.
Adapun sistematika penulisan laporan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pada Bab I Pendahuluan memuat uraian tentang latar belakang timbulnya
masalah pada perusahaan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, pembatasan masalah dan asumsi serta sistematika penulisan tugas
sarjana.
Pada Bab II Gambaran Umum Perusahaan berisi tentang sejarah
perusahaan, visi, misi, motto perusahaan, arti dari logo perusahaan, struktur
organisasi beserta deskripsi tugas dan tanggung jawab, kegiatan perusahaan,
jumlah tenaga kerja dan jam kerja perusahaan.
Pada Bab III Landasan Teori menguraikan mengenai tinjauan pustaka
yang berisi teori-teori ergonomi, manusia dan pekerjaanya, beban kerja fisik dan
mental, pengukuran kerja dengan work sampling, pelaksanaan sampling
pekerjaan, penentuan jadwal pengamatan secara acak, penentuan allowance, perhitungan persentase waktu produktif dan uji keseragaman data, penentuan
jumlah pengamatan, penentuan tingkat ketelitian, penjelasan mengenai metode
NASA-TLX, defenisi job description, dan penjelasan tentang kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI).
Pada Bab IV Metodologi Penelitian memaparkan metodologi yang
digunakan untuk mencapai tujuan penelitian meliputi tempat dan waktu
konseptual, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data, instrumen penelitian,
metode pengumpulan data, pengolahan data hasil pengukuran beban kerja dengan
metode NASA-TLX dan work sampling, analisa pemecahan masalah serta kesimpulan dan saran.
Pada Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data berisi data yang diperoleh
dari penelitian serta pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah.
Data tersebut berupa data kuesioner hasil pengisian oleh karyawan dan hasil
pengamatan work sampling pada bagian yang dipilih. Pengolahan data NASA-TLX terdiri dari tahap pembobotan dan rating, kemudian dilakukan perhitungan
nilai WWL dan rata-rata WWL sedangkan untuk work sampling dilakukan
perhitungan persentase waktu produktif, uji keseragaman data, uji kecukupan data
dan perhitungan tingkat ketelitian, kemudian pemetaan kompetensi berdasarkan
job description dengan mengacu pada kerangka kualifikasi nasional Indonesia.
Pada Bab VI Analisis Pemecahan Masalah berisi analisis hasil pengolahan
data metode NASA-TLX dan work sampling dan pemberian usulan pada
perusahaan dalam pembagian tugas karyawan sehingga beban kerja karyawan
dapat terbagi secara merata.
Pada Bab VII Kesimpulan dan Saran berisi kesimpulan yang didapat dari
hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang dapat diberikan kepada pihak
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Perusahaan
Perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan pada
akhir abad ke 19, dimana saat itu ada beberapa perusahaan asal Belanda yang
bergerak di bidang pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit listrik
untuk keperluan sendiri. Beberapa pembangkit listrik yang didirikan oleh Belanda
adalah sebagai berikut.
1. NV. OGEM, yang mengusahakan pembangkit listrik di kota Medan,
Jakarta, Cirebon, Manado dan daerah lainnya.
2. NV. NIGEM, yang mengusahakan pembangkit listrik di kota Sibolga,
Bukit Tinggi dan daerah lainnya.
3. NV.EMBP, yang mengusahakan pembangkit tenaga listrik di kota Balik
Papan.
4. NV. EMA, yang mengusahakan pembangkit listrik tenaga di kota Ambon.
5. NV.GEBIO, yang mengusahakan pembangkit tenaga listrik di kota
Bandung.
6. NV. STEM, yang mengusahakan pembangkit tenaga listrik di kota
Samarinda dan Tangerang.
Namun, pada tahun 1942-1945 terjadi peralihan pengelolaan
pasukan tentara Jepang di awal Perang Dunia II. Pada masa itu, perusahaan listrik
yang dikuasai oleh Jepang dinamakan Denky Jogja Kasha
Proses peralihan kekuasaan kembali terjadi di akhir Perang Dunia II pada
Agustus 1945, saat Jepang menyerah kepada Sekutu. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh para pemuda dan buruh listrik melalui delegasi Buruh/Pegawai
Listrik dan Gas yang bersama-sama dengan Pimpinan KNI Pusat berinisiatif
menghadap Presiden Soekarno untuk menyerahkan perusahaan-perusahaan
tersebut kepada Pemerintah Republik Indonesia. Pada 27 Oktober 1945, Presiden
Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan
Umum dan Tenaga dengan surat penetapan pemerintah No. 1/SD dengan
kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 157,5 MW.
Pada tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi
BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1961 Lembaran Negara No.88, yang bergerak
di bidang listrik, gas dan kokas dan kemudian dibubarkan pada tanggal 1 Januari
1965. Pada saat yang sama, dua perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik
Negara (PLN) sebagai pengelola tenaga listrik milik negara dan Perusahaan Gas
Negara (PGN) sebagai pengelola gas diresmikan.
Pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.17, status
Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik
Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan
Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan
kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak
tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi
kepentingan umum hingga sekarang.
Proses restrukturisasi pengusahaan tenaga listrik di Indonesia masih terus
berjalan. Salah satunya adalah dengan dibentuknya PT PLN (Persero) Penyaluran
dan Pusat Pengatur Beban Sumatera (P3B Sumatera). Sebagai salah satu unit PT
PLN (Persero), P3B Sumatera nantinya akan memiliki tugas dan lapangan usaha
berupa pengoperasian dan pengelolaan aset penyaluran serta melakukan transaksi
energi listrik pada Sistem Interkoneksi Sumatera.
PT PLN (Persero) P3B Sumatera, UPB (Unit Pengatur Beban) Sumbagut
dibentuk sesuai SK No. 005.K/DIR/2005 pada tanggal 25 April 2005. P3B
Sumatera bukanlah lembaga baru karena merupakan penggabungan fungsi
Penyaluran dari PT PLN (Persero) Kitlur Sumbagut dan fungsi Penyaluran PT
PLN (Persero) Kitlur Sumbagsel. P3B mengelola lalu-lintas energi listrik di
Sistem Interkoneksi Sumatera sehingga bertanggung jawab penuh terhadap
keandalan pasokan energi listrik yang disalurkan ke konsumen. Secara garis besar
wilayah kerja PT PLN (Persero) P3B Sumatera, Unit Pengatur Beban (UPB)
Sumbagut mencakup wilayah Sumatera Utara dan wilayah Nangroe Aceh
Darussalam, dengan 3 Unit Pelayanan Transmisi (UPT) yaitu UPT Banda Aceh,
Pembentukan P3B Sumatera disadari betul kemanfaatannya oleh PT. PLN
(Persero). Setelah dipisahkannya fungsi pembangkitan sebagai anak perusahaan,
BUMN yang menangani pengusahaan tenaga listrik di tanah air ini menempatkan
fungsi operasi dan pengelolaan pernyaluran tenaga listrik (transmisi) sebagai
kegiatan yang perlu dipersiapkan untuk mendukung terciptanya efisiensi tenaga
listrik. Di wilayah interkoneksi Sumatera, P3B Sumatera akan menangani sektor
transmisi sejak perencanaan, konstruksi, hingga pemeliharaan.
2.2 Visi, Misi dan Motto Perusahaan 2.2.1 Visi
Visi dari PLN adalah: “Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang
bertumbuh kembang, unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi
insani.”
2.2.2 Misi
Misi dari PLN adalah sebagai berikut:
1. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait,
berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan
pemegang saham.
2. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat.
3. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan
4. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
2.2.3 Motto
Motto dari PLN adalah: “Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik.”
2.3 Arti Logo Perusahaan
PT. PLN (Persero) memiliki logo seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.
Bentuk, warna dan makna lambang perusahaan resmi yang digunakan adalah
sesuai dengan yang tercantum di dalam Lampiran Surat Keputusan Direksi
Perusahaan Umum Listrik Negara No.: 03/DIR/76 Tanggal 1 Juni 1976, mengenai
Pembakuan Lambang Perusahaan Umum Listrik Negara.
Gambar 2.1. Logo PT. PLN (Persero)
Makna logo adalah sebagai berikut:
1. Bidang Persegi Panjang Vertikal
Menjadi bidang dasar bagi elemen-elemen lambang lainnya,
melambangkan bahwa PT. PLN (Persero) merupakan wadah atau
organisasi yang terorganisir dengan sempurna. Berwarna kuning untuk
mampu menciptakan pencerahan bagi kehidupan masyarakat. Kuning juga
melambangkan semangat yang menyala-nyala yang dimiliki tiap insan
yang berkarya di perusahaan ini.
2. Petir atau Kilat
Melambangkan tenaga listrik yang terkandung di dalamnya sebagai
produk jasa utama yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu petir pun
mengartikan kerja cepat dan tepat para insan PT. PLN (Persero) dalam
memberikan solusi terbaik bagi para pelanggannya. Warnanya yang merah
melambangkan kedewasaan PLN sebagai perusahaan listrik pertama di
Indonesia dan kedinamisan gerak laju perusahaan beserta tiap insan
perusahaan serta keberanian dalam menghadapi tantangan perkembangan
jaman.
3. Tiga Gelombang
Memiliki arti gaya rambat energi listrik yang dialirkan oteh tiga bidang
usaha utama yang digeluti perusahaan yaitu pembangkitan, penyaluran dan
distribusi yang seiring sejalan dengan kerja keras para insan PT. PLN
(Persero) guna memberikan layanan terbaik bagi pelanggannya. Diberi
warna biru untuk menampilkan kesan konstan (sesuatu yang tetap) seperti
halnya listrik yang tetap diperlukan dalam kehidupan manusia. Di samping
itu biru juga melambangkan keandalan yang dimiliki insan-insan
2.4 Struktur Organisasi, Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab 2.4.1 Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian
serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan
kegiatan operasional untuk mencapai tujuan perusahaan. Struktur organisasi
menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu
dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.
Stuktur organisasi PT. PLN (Persero) UPB Sumbagut P3B Sumatera
menggunakan bentuk organisasi lini, fungsional, dan staff, dimana wewenang
diserahkan dari pucuk pimpinan kepada unit-unit (satuan-satuan) organisasi yang
ada dibawahnya dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu sesuai kebutuhan
organisasi dan di bawah pucuk pimpinan ditempatkan staff. Staff ini tidak
mempunyai wewenang komando ke bawah. Staff hanya berfungsi sebagai
pemberi nasehat dan pertimbangan sesuai bidang keahliannya (Wursanto, 2005).
Adapun struktur organisasi perusahaan PT. PLN (Persero) P3B Sumatera
MANAJER
ENGINEER LOCAL COACH OPI
ANALYST KINERJA
ASISTANT OFFICER ADMINISTRASI ASSISTANT ENGINEER LOCAL COACH OPI
ASISTEN MANAJER OPERASI SISTEM
ASISTEN MANAJER FASILITAS OPERASI ASISTEN MANAJER ADMINISTRASI DAN UMUM
SUPERVISOR
2.4.2 Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab
Deskripsi tugas dan tanggung jawab setiap bagian yang ada pada PT. PLN
(Persero) UPB Sumbagut P3B Sumatera dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.5. Kegiatan Perusahaan
PT. PLN (Persero) P3B Sumatera merupakan salah satu unit bisnis PT.
PLN (Persero). PT. PLN (Persero) P3B Sumatera memiliki peran sebagai
pengelola operasi sistem tenaga listrik Sumatera, mengelola operasi dan
pemeliharaan sistem transmisi tegangan tinggi Sumatera, serta mengelola
pelaksanaan transaksi tenaga listrik antara PLN Pusat selaku Single Buyer dengan
perusahaan pembangkit dan unit distribusi di sistem Sumatera.
Tugas Utama PT. PLN (Persero) P3B Sumatera adalah:
1. Mengoperasikan sistem tenaga listrik Sumatera.
2. Mengoperasikan dan memelihara instalasi sistem transmisi tenaga
listrik Sumatera.
3. Mengelola pelaksanaan jual beli tenaga listrik di sisi tegangan tinggi
sistem Sumatera.
4. Merencanakan pengembangan sistem tenaga listrik Sumatera.
5. Membangun instalasi sistem transmisi tenaga listrik Sumatera.
Sedangkan UPB Sumbagut memiliki peran dalam pengaturan beban listrik
di Sumatera Utara dan Aceh. Sehingga PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB
dari pusat pembangkit listrik ke pusat beban melalui jaringan transmisi
bertegangan tinggi dan pengoperasian sistem tenaga listrik.
2.6 SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition)
Fasilitas SCADA diperlukan untuk melaksanan pengusahaan energi listrik
terutama pengendalian operasi secara realtime. Suatu sistem SCADA terdiri dari sejumlah RTU (Remote Control Unit), sebuah Master Station/ ACC (Area Control Center) dan jaringan telekomunikasi data antara RTU dan ACC. RTU
dipasang di setiap Gardu Induk (GI) atau pusat pembangkit yang hendak dipantau.
RTU ini bertugas untuk mengetahui setiap kondisi peralatan tegangan tinggi
melalui pengumpulan besaran-besaran listrik, status peralatan dan sinyal alarm
yang kemudian diteruskan ke ACC melalui jaringan telekomunikasi data. RTU
juga dapat menerima dan melaksanakan perintah untuk mengubah status peralatan
tegangan tinggi melalui sinyal-sinyal perintah yang dikirim dari ACC. Gambar
sistem SCADA dapat dilihat pada Lampiran 2.
Fungsi utama sistem SCADA ada tiga, yaitu:
1. Telecontrolling, yaitu pengoperasian peralatan switching pada Gardu
Induk atau Pusat Pembangkit yang jauh dari pusat kontrol (dalam hal ini
UPB).
2. Telesignaling atau teleindikasi, yaitu mengumpulkan informasi mengenai
kondisi sistem dan indikasi operasi, kemudian menampilkannya pada
3. Telemetering, yaitu melaksanakan pengukuran besaran-besaran sistem energi listrik pada seluruh bagian sistem, lalu menampilkannya pada pusat
kontrol.
2.7 Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan
Jumlah tenaga kerja tetap yang terdapat di PT. PLN (Persero) UPB
Sumbagut P3B Sumatera berjumlah 54 orang dan tenaga kerja outsourcing
berjumlah 22 orang.
Adapun jam kerja perusahaan adalah selama 8 jam kerja produktif yaitu
mulai pukul 07.30 WIB – 16.00 WIB dan satu jam istirahat pukul 12.00 – 12.30
WIB untuk hari Senin-Kamis. Hari Jum’at jam kerja perusahaan dimulai pada
pukul 07.00 WIB dan berakhir pukul 16.30 WIB (istirahat 12.00 WIB – 13.30
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ergonomi3
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu “ergon” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti aturan atau hukum. Jadi
secara ringkas ergonomi adalah suatu aturan atau norma dalam sistem kerja. Di
Indonesia memakai istilah ergonomi, tetapi di beberapa negara seperi di Amerika
menggunakan Human Engineering atau Human Factor Engineering. Namun demikian, kesemuanya membahas hal yang sama yaitu tentang optimalisasi fungsi
manusia terhadap aktivitas yang dilakukan.
Ruang lingkup ergonomi sangat luas dan mencakup segala aspek. Sebagai
contoh, seseorang mempunyai waktu 24 jam dengan distribusi waktu secara
umum adalah 8 jam di tempat kerja, 2 jam di perjalanan, 2 jam di tempat lain
(misal olahraga, bermain, dsb) dan selebihnya (12 jam) di rumah. Sehingga untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih baik, penerapan ergonomi tidak hanya
berfokus pada 8 jam di tempat kerja saja.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa “Ergonomi adalah ilmu, seni
dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala
fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan
3
kemampuan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun secara mental
sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun
setelah tidak poduktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,
ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Dengan demikian pencapaian kualitas hidup manusia secara optimal, baik di
tempat kerja, di lingkungan sosial maupun di lingkungan keluarga, menjadi tujuan
utama dari penerapan ergonomi.
Terdapat tiga hal yang penting dalam mempelajari ilmu ergonomi4
1. Ergonomi menitikberatkan manusia (human-centered). Maksudnya adalah bahwa fokus utama dari ergonomi ini adalah manusia, bukan mesin
ataupun peralatan.
:
2. Ergonomi menyesuaikan fasilitas kerja (dalam hal ini mesin dan peralatan)
dengan kondisi si pekerja.
4
3. Ergonomi menitikberatkan pada perbaikan sistem kerja. Perbaikan disini
harus disesuaikan dengan kemampuan dan kelemahan si pekerja.
3.2 Manusia dan Pekerjaannya5
Menurut Sutalaksana (1979), secara garis besar faktor-faktor yang terlibat
dan mempengaruhi keberhasilan kerja dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok faktor diri (individual) dan faktor-faktor situasional.
Kelompok faktor diri terdiri dari faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
pekerja sendiri dan seringkali sudah ada sebelum pekerja tersebut memasuki
lingkungan kerja tersebut. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah attitude,
sifat, karakteristik fisik, minat, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan,
pengalaman, dan lain-lain. Selain pendidikan dan pengalaman, semua faktor di
atas tidak dapat diubah.
Sedangkan kelompok faktor-faktor situasional merupakan kelompok
faktor luar yang terdiri atas faktor-faktor yang hampir sepenuhnya berada di luar
diri pekerja dan umumnya dalam penguasaan pimpinan perusahaan untuk
mengubahnya. Hampir semua faktor dalam kelompok ini dapat diubah dan diatur.
Secara garis besar faktor-faktor situasional terbagi kedalam dua subkelompok
yaitu faktor-faktor sosial dan keorganisasian dan faktor-faktor fisik pekerjaan.
Dimana faktor-faktor sosial dan keorganisasian ini merupakan suatu kebutuhan
non materi yang dibutuhkan oleh pekerja, seperti: rasa aman, rasa terjamin, ingin
5
prestasinya diketahui dan dihargai orang lain, dan sebagainya. Sedangkan
faktor-faktor fisik pekerjaan terdiri dari mesin, peralatan kerja, bahan dan sebagainya.
3.3 Beban Kerja6
Pada dasarnya, aktivitas manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik
(otot) dan kerja mental (otak). Meskipun tidak dapat dipisahkan, namun masih
dapat dibedakan pekerjaan dengan dominasi fisik dan pekerjaan dengan dominasi
mental. Aktivitas fisik dan mental ini menimbulkan konsekuensi, yaitu munculnya
beban kerja. Menurut Meshkati dalam jurnal Widyanti, dkk (2010), beban kerja
dapat didefenisikan sebagai perbedaan antara kemampuan pekerja dengan
tuntutan pekerjaan. Jika kemampuan pekerja lebih tinggi daripada tuntutan
pekerjaan, akan muncul perasaan bosan. Sebaliknya, jika kemampuan pekerja
lebih rendah daripada tuntutan pekerjaan, maka akan muncul kelelahan yang
berlebihan.
Menurut Risma Adelina, beban kerja merupakan konsekuensi dari
pelaksanaan aktivitas yang diberikan kepada seseorang atau pekerja. Aktivitas ini
terdiri dari aktivitas fisik dan mental, dimana beban kerja yang dijumpai selama
ini merupakan gabungan (kombinasi) dari keduanya dengan salah satu aktivitas
yang lebih dominan.7
Dalam jurnal Hoonaker, dkk (2011) juga dijelaskan bahwa beban kerja
adalah sebuah konsep yang digunakan untuk menjelaskan sejauh mana seorang
operator telah menggunakan kemampuan fisik dan mentalnya untuk
6
Widyanti, A.dkk., 2010. Pengukuran beban kerja mental dalam searching task dengan metode rating scale mental effort (RSME), Bandung: Teknik Industri ITB.
7
menyelesaikan sebuah tugas. Beban kerja itu sendiri dipengaruhi oleh tuntutan
eksternal sebuah pekerjaan, lingkungan, faktor organisasi dan psikologis, dan
sebagainya. Beban kerja terdiri dari beberapa komponen:
1. Ada seorang operator, menggunakan sumber dayanya untuk menyelesaikan
sebuah pekerjaan.
2. Ada tuntutan fisik atau mental untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan.
3. Tugas yang harus diselesaikan.8
3.3.1 Beban Kerja Fisik9
Astrand & Rodahl (1977) dan Rodahl (1989) dalam buku Tarwaka dkk
(2004) menyatakan bahwa penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua
metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak
langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang
dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk
konsumsi. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan
menghitung denyut nadi selama bekerja. Denyut nadi akan segera berubah
seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan
mekanik, fisika dan kimiawi.
8
Hoonaker, P., et al., 2011, Measuring workload of ICU nurses with questionnaire survey: the NASA Task load Index (TLX), USA: IIE Transactions on Healthcare System Engineering.
9
3.3.2 Beban Kerja Mental10
Dalam penelitian Wignjosoebroto, dkk. beban kerja mental didefinisikan
sebagai kondisi yang dialami oleh pekerja dalam pelaksanaan tugasnya dimana
hanya terdapat sumber daya mental dalam kondisi yang terbatas. Karena
kemampuan orang untuk memproses informasi sangat terbatas, hal ini akan
mempengaruhi tingkat kinerja yang dapat dicapai.
Seperti halnya beban kerja fisik, beban kerja yang bersifat mental harus pula
dinilai. Namun demikian penilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai
beban kerja fisik. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan
fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis
pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih
rendah. Padahal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih
berat dibandingkan dengan aktivitas fisik, karena lebih melibatkan kerja otak
(white-collar) dari pada kerja otot (Blue-collar). Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh pekerja-pekerja kantor, supervisor dan pimpinan sebagai
pengambil keputusan dengan tanggung jawab yang lebih besar. Menurut
Grandjean setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi,
interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ
sensor untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat informasi yang
lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan untuk
memanggil kembali atau mengingat informasi yang disimpan. Proses mengingat
10
kembali ini sebagian besar menjadi masalah bagi orang tua. Seperti diketahui
bahwa orang tua kebanyakan mengalami penurunan daya ingat. Dengan demikian
penilaian beban kerja mental lebih tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat
ketelitian, kecepatan maupun konstansi kerja. Sedangkan jenis pekerjaan yang
lebih memerlukan kesiapsiagaan tinggi seperti petugas air traffic controllers di
Bandara udara sangat berhubungan dengan pekerjaan mental yang memerlukan
konsentrasi tinggi. Semakin lama orang berkonsentrasi maka akan semakin
berkurang tingkat kesiapsiagaannya. Maka uji yang lebih tepat untuk menilai
kesiapsiagaan tinggi adalah tes “waktu reaksi’ . Dimana waktu reaksi sering dapat
digunakan sebagai cara untuk menilai kemampuan melakukan tugas-tugas yang
berhubungan dengan mental.11
3.4 Pengukuran Kerja dengan Metode Work Sampling12
Sampling kerja atau work sampling adalah suatu teknik untuk mengadakan
sejumlah besar pengamatan terhadap aktifitas kerja dari mesin, proses atau
pekerja/operator. Pengukuran kerja dengan metode sampling kerja dapat
diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja secara langsung karena pelaksanaan
kegiatan pengukuran harus secara langsung di tempat kerja yang diteliti. Bedanya
dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara sampling pekerjaan pengamat tidak
terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan mengamati hanya pada
waktu-waktu yang telah ditentukan secara acak.
11
Tarwaka,dkk., 2004, Ergonomi, Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan produkstivitas. Surakarta: UNIBA Press. Hal 102
12
Teknik sampling kerja ini pertama kali digunakan oleh seorang sarjana
Inggris bernama L.H.C Tippet dalam aktifitas penelitiannya di industri tekstil.
Selanjutnya cara atau metode sampling kerja ini telah terbukti sangat efektif dan
efisien untuk digunakan dalam mengumpulkan informasi mengenai kerja dari
mesin atau operator. Dikatakan efetktif karena dengan cepat dan mudah cara ini
dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pendayagunaan waktu tenaga kerja,
mesin, proses, penentuan waktu longgar (allowance time) yang tersedia untuk satu
pekerjaan. Dibandingkan dengan metode kerja yang lain, metode sampling kerja
lebih efisien karena informasi yang dikehendaki akan didapatkan dalam waktu
relatif lebih singkat dan dengan biaya yang tidak terlalu besar. Secara garis besar
metode sampling kerja akan dapat digunakan untuk :
1. Mengukur ratio delay dari tenaga kerja, operator, mesin atau fasilitas kerja
lainnya. Sebagai contoh ialah untuk menentukan persentase dari jam atau hari
dimana tenaga kerja benar-benar terlibat dalam aktifitas kerja dan persentase
dimana sama sekali tidak ada aktifitas kerja yang dilakukan (menganggur
atau idle).
2. Menetapkan performance level dari tenaga kerja selama waktu kerjanya
berdasarkan waktu-waktu dimana orang ini bekerja atau tidak bekerja.
3. Menentukan persentase produktif tenaga kerja seperti halnya yang dapat
3.4.1 Pelaksanaan Sampling Kerja13
Sebelum melakukan sampling kerja dilakukan langkah-langkah persiapan
awal yang terdiri atas pencatatan segala informasi dari semua fasilitas yang ingin
diamati serta merencanakan jadwal waktu pengamatan berdasarkan prinsip
randomisasi. Setelah itu barulah dilakukan sampling yang terdiri dari tiga langkah
yaitu melakukan sampling pendahuluan, uji keseragaman data dan menghitung
jumlah kunjungan kerja.
Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang dapat dipertanggungjawabkan
secara statistik, langkah-langkah yang dijalankan sebelum sampling dilakukan,
yaitu :
1. Penetapan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan. Hal ini
akan menentukan besarnya tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang
diinginkan.
2. Jika sampling dilakukan untuk mendapatkan waktu baku, dilakukan
penelitian untuk mengetahui ada tidaknya suatu sistem kerja yang baik, jika
belum ada maka dilakukan perbaikan atas kondisi dan cara kerja terlebih
dahulu.
3. Dipilih operator yang dapat bekerja normal dan dapat diajak bekerja sama.
4. Dilakukan latihan bagi operator yang dipilih agar bisa dan terbiasa dengan
sistem kerja yang dilakukan.
13
5. Dilakukan pemisahan kegiatan sesuai yang ingin didapatkan sekaligus
mendefinisikan kegiatan kerja yang dimaksud.
6. Persiapan peralatan yang diperlukan berupa papan atau lembaran-lembaran
pengamatan.
Cara melakukan sampling pengamatan dengan cara sampling pekerjaan
terdiri dari tiga langkah yaitu :
1. Dilakukan sampling pendahuluan
2. Uji keseragaman data
3. Dihitung jumlah kunjungan yang diperlukan.
3.4.2 Penentuan Jadwal Waktu Pengamatan Secara Acak (Random)
Pada langkah ini dilakukan sejumlah pengamatan terhadap aktifitas kerja
untuk selang waktu yang diambil secara acak. Untuk ini biasanya satu hari kerja
dibagi kedalam satuan-satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur.
Biasanya panjang satu satuan waktu tidak terlalu panjang. Berdasarkan satu satuan
waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan.
Misalnya satu satuan waktu panjangnya 5 menit, jadi satu hari kerja (7
jam) mempunyai 84 satuan waktu. Ini berarti jumlah kunjungan perhari tidak
lebih dari 84 kali. Jika dalam satu hari dilakukan 36 kali kunjungan maka dengan
bantuan tabel bilangan acak ditentukan saat-saat kunjungan tersebut.
Pada tabel bilangan acak, syaratnya adalah tidak boleh terjadi pengulangan
pada bilangan yang sama. Berdasarkan waktu yang telah di random tersebut maka
kegiatan menganggur (idle). Tentu dalam hal ini ditentukan terlebih dahulu defenisi work dan idle itu sendiri.
3.4.3 Allowance14
1. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan pribadi (Personal Allowance)
Allowance atau kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan – hambatan yang
tidak dapat dihindarkan.
Pada dasarnya setiap pekerja haruslah diberikan kelonggaran waktu untuk
keperluan yang bersifat kebutuhan pribadi. Jumlah waktu longgar untuk
kebutuhan personil dapat ditentukan dengan melaksanakan aktivitas time
study sehari kerja penuh atau dengan metode sampling kerja. Besarnya waktu untuk kelonggaran pribadi untuk pekerja pria berbeda dengan
pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan ringan pada kondisi kerja
normal pria memerlukan 2-2,5% dan wanita 5% (persentase ini dari waktu
normal), atau sepuluh sampai 24 menit setiap hari akan dipergunakan
untuk kebutuhan yang bersifat personil apabila operator bekerja selama 8
jam per hari tanpa jam istirahat resmi. Meskipun jumlah waktu longgar
untuk kebutuhan personil yang dipergunakan ini akan bervariasi
tergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis pekerjaan
yang dilaksanakannya.
2. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah (Fatique Allowance)
14
Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab
diantaranya adalah kerja yang membutuhkan banyak pikiran dan kerja
fisik. Masalah yang dihadapi untuk menetapkan jumlah waktu yang
dijinkan untuk melepaskan lelah adalah sangat sulit dan kompleks. Waktu
yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat sangat tergantung pada individu
yang bersangkutan. Lama waktu periode istirahat dan frekuensi
pengadaanya akan tergantung pada jenis pekerjaannya.
3. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan (Delay Allowance)
Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai
hambatan-hambatan. Keterlambatan atau delay, bisa disebabkan faktor-faktor yang sulit untuk dihindari karena berada diluar kemampuan pekerja
untuk mengendalikannya. Namun juga bisa disebabkan beberapa faktor
yang sebenarnya masih dapat dihindari, misalnya mengobrol yang
berlebihan dan menganggur dengan sengaja.
3.4.4 Perhitungan Persentase Waktu Produktif dan Uji Keseragaman Data
Perhitungan persentase waktu produktif bertujuan untuk mengetahui
persentase waktu yang digunakan masing-masing karyawan untuk bekerja selama
jam kerja berlangsung. Persentase waktu produktif dapat diketahui dengan
Uji keseragaman data bisa dilaksanakan dengan cara visual dan/ atau
mengaplikasikan peta kontrol (control chart). Uji keseragaman data secara visual
dapat dilakukan dengan mudah dan cepat dengan melihat data yang terkumpul dan
mengidentifikasikan data yang terlalu ekstrim. Data ekstrim adalah data yang
terlalu besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang dari trend rata-ratanya. Data
terlalu ekstrim dibuang dan tidak dimasukkan dalam perhitungan selanjutnya.
Peta kontrol adalah suatu alat yang tepat guna menguji keseragaman data
yang diperoleh dari hasil pengamatan (Sutalaksana, 1979). Data yang dikatakan
seragam yaitu berasal dari sistem yang sama (berada diantara kedua batas
kontrol), dan tidak seragam yaitu berasal dari sistem yang berbeda (berada diluar
batas kontrol).
Dimana:
= persentase waktu produktif rata-rata operator
= jumlah pengamatan rata-rata tiap hari kerja
k = nilai z pada tabel distribusi normal
3.4.5 Penentuan Jumlah Pengamatan yang Diperlukan15
15
Untuk mengetahui jumlah pengamatan yang dilakukan telah mencukupi
atau belum maka dilakukan uji kecukupan data. Banyaknya pengamatan yang
harus dilakukan dalam sampling kerja akan dipengaruhi oleh dua faktor utama
yaitu :
1. Tingkat ketelitian dari hasil pengamatan
2. Tingkat keyakinan dari hasil pengamatan
Dengan asumsi bahwa terjadinya kegiatan seorang operator saat bekerja
atau menganggur mengikuti pola distribusi normal. Untuk mendapatkan jumlah
pengamatan yang harus dilakukan dapat dicari dengan rumus (Wignjosoebroto,
2006):
Dimana: = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja
s = Tingkat ketelitian yang dikehendaki (bentuk desimal)
k = Harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan
yang diambil (diperoleh dari tabel distribusi normal).
= Produktivitas karyawan rata-rata (bentuk desimal)
Untuk menetapkan berapa jumlah pengamatan yang seharusnya
dilakukan ( ) maka harus diputuskan terlebih dahulu berapa tingkat kepercayaan
(convidende level) dan derajat ketelitian (degree of accuracy) untuk pengukuran kerja tersebut. Didalam aktifitas pengukuran kerja biasanya akan diambil 95%
memiliki penyimpangan tidak lebih dari 5%. Besar N’ (jumlah pengamatan yang
harus dilakukan) harus lebih kecil dari besar N (jumlah pengamatan yang sudah
dilakukan) (N’≤N). Apabila kondisi yang diperoleh adalah N’ lebih besar dari N
(N’≥N), maka pengamatan harus dilakukan lagi. Sebaliknya jika harga N’ lebih
kecil daripada N (N’≤N) maka pengamatan yang dilakukan telah mencukupi
sehingga data bisa memberikan tingkat keyakinan dan ketelitian yang sesuai
dengan yang diharapkan.
3.4.6 Penentuan Tingkat Ketelitian Hasil Pengamatan
Setelah studi secara lengkap telah dilakukan, dilakukan perhitungan untuk
menentukan apakah hasil pengamatan yang didapatkan bisa dikategorikan cukup
teliti. Untuk itu cara yang dipakai adalah dengan menghitung harga s pada rumus
yang sama yaitu (Wignjosoebroto, 2006):
Dimana: s = tingkat ketelitian yang dikehendaki
= persentase waktu produktif yang diamati (bentuk desimal)
N = jumlah pengamatan yang telah dilakukan untuk sampling kerja
k = harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan
3.5 Metode NASA-TLX (National Aeronautics and Space Administration Task Load Index) 16
Metode NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra G. dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981. Metode ini dikembangkan karena munculnya kebutuhan pengukuran
subjektif yang terdiri dari sembilan skala faktor (kesulitan tugas, tekanan waktu,
jenis aktivitas, usaha fisik, usaha mental, performansi, frustasi, stress dan
kelelahan). Dari sembilan faktor ini disederhanakan lagi menjadi 6 yaitu Mental Demand (MD), Physical Demand (PD), Temporal Demand (TD), performance
(OP), Effort (EF) dan Frustration Level (FR). Hart dan Staveland (1991),
merumuskan masalah pembuatan skala peringkat beban kerja sebagai berikut:
1. Memilih kumpulan sub skala masalah yang paling tepat.
2. Menentukan bagaimana menghubungkan sub skala tersebut untuk
memperoleh nilai beban kerja yang berbeda, baik diantara tugas maupun
diantara pemberi peringkat.
3. Menentukan prosedur terbaik untuk memperoleh nilai numerik untuk sub
skala tersebut.
Ada tiga katagori pemilihan sub skala yaitu:
1. Skala yang berhubungan dengan tugas (kesulitan tugas, tekanan waktu dan
jenis aktivitas).
Peringkat yang diberikan pada kesulitan tugas memberikan informasi tentang
persepsi subjek terhadap tugas yang dibebankan. Tekanan waktu dinyatakan
16
sebagai faktor utama dalam beban kerja yang dihitung dengan
membandingkan waktu yang diperlukan dalam penyelesain tugas dan waktu
yang tersedia. Peringkat yang diberikan pada jenis aktivitas ternyata tidak
pernah berkorelasi secara signifikan untuk beban kerja keseluruhan. Dengan
demikian, pada skala yang berhubungan dengan tugas, hanya faktor kesulitan
tugas dan tekanan waktu yang memberikan informasi yang signifikan
mengenai beban kerja.
2. Skala yang berhubungan dengan tingkah laku (usaha fisik, usaha mental dan
performansi)
Faktor usaha fisik mencerminkan manipulasi eksperimen dengan faktor
kebutuhan fisik sebagai komponen beban kerja utama. Hasil eksperimen
menunjukan bahwa faktor usaha fisik tidak memiliki korelasi yang tinggi dan
tidak memberi konstribusi yang signifikan terhadap beban kerja secara
keseluruhan. Namun faktor ini ternyata berhubungan kuat dengan faktor
tekanan waktu (tugas dengan tekanan waktu yang tinggi memerlukan tingkat
respon yang tinggi pula) dan faktor stress (untuk tugas yang lebih kompleks).
Faktor usaha mental merupakan kontribusi penting pada beban kerja pada
saat jumlah tugas operasional meningkat karena tanggung jawab operator
berpindah dari pengendalian fisik langsung menjadi pengawasan. Peringkat
usaha mental berkorelasi dengan peringkat beban keseluruhan dalam setiap
katagori eksperimen dan merupakan faktor kedua yang paling tinggi
korelasinya dengan beban kerja keseluruhan. Peringkat performansi
3. Skala yang berhubungan dengan subjek (frustasi, stress dan kelelahan)
Frustasi merupakan faktor beban kerja beban kerja ketiga yang paling sesuai.
Peringkat frustasi berkorelasi dengan peringkat beban kerja keseluruhan
secara signifikan pada semua katagori eksperimen. Peringkat stress mewakili
manipulasi yang mempengaruhi peringkat beban kerja keseluruhan.
Sementara faktor kelelahan tidak berhubungan dengan beban kerja.
Dalam pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode
NASA TLX, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah17
1. Pembobotan
:
Pada bagian kedua responden diminta untuk melingkari salah satu dari dua
indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental
terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner yang diberikan berbentuk perbandingan
berpasangan yang terdiri dari 15 perbandingan berpasangan. Dari kuesioner ini
dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling berpengaruh.
Jumlah tally ini kemudian akan menjadi bobot untuk tiap indikator beban kerja
mental.
2. Pemberian rating
Pada bagian ini, responden diminta memberi rating (nilai) terhadap
keenam indikator beban mental dengan rentang 0-100. Indikator tersebut terlihat
pada Tabel 3.1.
17
Untuk mendapatkan skor beban kerja mental NASA TLX, bobot dan
rating untuk setiap indikator dikalikan kemudian dijumlahkan dan dibagi 15
(jumlah perbandingan berpasangan).
Tabel 3.1 Indikator dalam Metode NASA-TLX
SKALA RATING KETERANGAN
MENTAL DEMAND (MD)
Rendah,Tinggi Seberapa besar aktivitas mental dan perceptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari. Apakah pekerjaan tsb mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, longgar atau ketat .
PHYSICAL DEMAND (PD)
Rendah, Tinggi Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan (mis.mendorong, menarik, mengontrol putaran, dll) TEMPORAL
DEMAND (TD)
Rendah, tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan perlahan atau santai atau cepat dan melelahkan
PERFORMANCE (OP)
Tidak tepat, Sempurna
Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya
FRUSTATION LEVEL (FR)
Rendah,tinggi Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan. EFFORT (EF) Rendah, tinggi Seberapa keras kerja mental dan fisik yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland (1988) dalam teori
NASA-TLX, skor beban kerja yang diperoleh terbagi dalam tiga bagian yaitu pekerjaan
menurut para responden tergolong agak berat jika nilai >80, nilai 50-80
menyatakan beban pekerjaan sedang, sedangkan nilai <50 menyatakan beban
Output yang dihasilkan dari pengukuran dengan NASA-TLX ini berupa tingkat beban kerja mental yang dialami oleh pekerja. Hasil pengukuran ini bisa
menjadi pertimbangan manajemen untuk melakukan langkah lebih lanjut,
misalnya dengan mengurangi beban kerja untuk pekerjaan yang memiliki skor di
atas 80, kemudian mengalokasikannya pada pekerjaan yang memiliki beban kerja
dibawah 50 atau langkah-langkah yang lainnya.
Keterangan 6 indikator NASA-TLX yaitu sebagai berikut:
1. Mental Demand, merupakan kemampuan tiap-tiap orang dalam memproses informasi terbatas, hal ini mempengaruhi tingkat kinerja perorang yang dapat
dicapai. Kinerja manusia pada tingkat rendah tidak juga baik jika tidak banyak hal
yang bisa dikerjakan, dimana orang akan mudah bosan dan cenderung kehilangan
ketertarikan terhadap pekerjaan yang dilaksanakannya. Kondisi ini dapat
dikatakan underload dan peningkatan beban kerja setelah titik ini akan menyebabkan degradasi dalam kinerja. Pada tingkat beban kerja yang sangat
tinggi atau overload, informasi penting akan hilang akibat dari pendangkalan atau
pemfokusan perhatian hanya satu aspek dari pekerjaan.
2. Physical Demand, merupakan dimensi mengenai kebutuhan fisik yang
memiliki deskripsi yaitu tentang seberapa banyak aktivitas fisik yang dibutuhkan
seperti mendorong, menarik, memutar, mengontrol, mengoperasikan dan
sebagainya. Selanjutnya mengenai tugas fisik yang dilakukan tersebut apakah
termasuk dalam katagori mudah atau sulit untuk dikerjakan, gerakan yang
3. Temporal Demand, merupakan dimensi kebutuhan waktu. Hal ini tergantung dari ketersediaan waktu dan kemampuan menggunakan waktu dalam menjalankan
suatu aktivitas. Hal ini berkaitan erat dengan analisis batas waktu yang merupakan
metode primer untuk mengetahui apakah subjek dapat menyelesaikan tugas dalam
batas waktu yang diberikan.
4. Performance, merupakan dimensi yang memiliki pengertian tentang seberapa berhasil atau sukseskah pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya yang telah
ditetapkan oleh atasannya. Serta apakah pekerja puas dengan performansi dirinya
sendiri dalam menyelesaikan pekerjaannya.
5. Effort, merupakan dimensi usaha dimana seberapa besar usaha yang
dilakukan oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini
usaha yang dilakukan meliputi usaha mental dan fisik.
6. Frustration Demand, merupakan dimensi yang berkaitan dengan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kebingungan, frustasi dan ketakutan selama
melaksanakan suatu pekerjaan yang menyebabkan pekerjaan lebih sulit dilakukan
dari yang sebenarnya. Pada keadaan stress rendah, orang akan cenderung santai.
Sejalan dengan meningkatnya stress, maka terjadi pengacauan konsentrasi
terhadap pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi lebih, hal ini disebabkan
adanya faktor individual subjek. Faktor-faktor ini antara lain motivasi, kelelahan,
ketakutan, tingkat keahlian, suhu, kebisingan, getaran, dan kenyamanan.18
Contoh kuesioner pengukuran beban kerja dapat dilihat pada Lampiran 3.
Prosedur pengisiannya juga cukup mudah, dimana para objek penelitian (pekerja
18