DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Aca Sugandhy, Rustam Hakim. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta :PT. Bumi Aksara, 2007.
Amiruddin, Zainal Asikin. Pengaturan Metode Penelitian Hukum. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Arifin, Syamsul. Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Medan: PT. Sofmedia, 2012.
Djohan Tunggal,Arif. Aspek Hukum Perkerditan Berwawasan Lingkungan Di Bidang Perbankan. Jakarta: Harvarindo, 2003.
Djumhana, Muhamad. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.
Erwin, Muhammd. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup. Bandung: PT Refika Aditama, 2011.
Fuady, Munir.Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.
Hardjasoemantri, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta:Gajah Mada University Press, 1993.
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia.Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2005.
Kasmir. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Kansil, C.S.T. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
Lusiana.Usaha Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012.
Rahman,Hassanuddin. Kebijakan Kredit Perbankan Yang Berwawasan Lingkungan. Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2000.
Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan Di Indonesia.Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015.
Salim, Emil. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta : PT. Media Surya Grafindo, 1999.
Siahaan, N.H.T. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan.Jakarta: Erlangga, 2004.
Sidarta. Moralitas Profesi Hukum. Bandung: Refika Aditama, 2009.
Sihombing, Jonker. Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah. Bandung: PT. Alumni, 2009.
Silalahi, Daud. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia.Bandung: Alumni, 1996.
Sjahdeni, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia. Jakarta:Bankir Indonesia, 1993.
Suharno. Analisa Kredit. Jakarta: Djambantan, 2003.
Sundari Rangkuti, Siti. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Surabaya: Airlangga University Press, 2005.
Suparmoko, M. Ekonomika Lingkungan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2000.
Sutojo, Siswanto. The Management of Commercial Bank. Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2007.
Suyatno,Thomas dkk. Dasar-dasar Perkreditan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Untung, Budi. Kredit Perbankan di Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset, 2000.
Umar,Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Widyono,Try. Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. Bandung: Ghalia Indonesia, 2006.
B. Peraturan
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Republik Indonesia, Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 No. 12 Tambahan Lembaran Negara No. 4471).
C. Website
(diakses pada
tanggal tanggal 3 Maret 2016).
(diakses pada tanggal 8 Maret 2016).
Zahry Vandawati Chumaida, Penerapan Prinsip Kehati-hatian dan Kesehatan Bank Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, adln.lib.unair.ac.id (diakses pada tanggal 9 Maret 2016).
file:///C:/Users/win7/Downloads/678-763-1-PB%20(2).pdf (diakses pada tanggal 9 Maret 2016).
Maret 2016).
BAB III
HUBUNGAN HUKUM KLAUSUL LINGKUNGAN HIDUP DENGAN
LEMBAGA PERBANKAN DI INDONESIA
A. Keberadaan Lingkungan Hidup di Indonesia
Konsep pembangunan masa lalu adalah konsep menghabiskan sumber
daya alam, tanpa memikirkan dampak lingkungan, berupa kerusakan dan
pencemaran lingkungan. Ketamakan manusia yang lebih mengutamakan
keuntungan akan sangat berbahaya kalau tidak diatasi secara benar.67
Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh timbulnya masalah-masalah
lingkungan dapat mencapai ratusan juta. Secara umum dapat digambarkan
kerugian-kerugian ekonomi yang diderita oleh para penderita pencemaran berupa Pengurasan
sumber daya alam yang dilakukan oleh manusia mengandung arti sumber daya
alam yang terletak atau hidup di dalam konteks asalnya atau kawasan asalnya,
kemudian oleh manusia diambil secara terus-menerus dan tidak terkendali dengan
cara dan jumlah tertentu sehingga menimbulkan perubahan dan penurunan
kualitas lingkungan hidup. Dampak negatif dari menurunnya kualitas lingkungan
hidup baik karena terjadinya pencemaran atau terkurasnya sumber daya alam
adalah timbulnya ancaman atau dampak negatif terhadap kesehatan, menurunnya
nilai estetika, kerugian ekonomi (economic cost), dan terganggunya sistem alami
(natural system).
67
biaya pemeliharaan atau pembersihan rumah, biaya perobatan atau dokter dan
hilang atau lenyapnya mata pencaharian. Kegiatan-kegiatan rekreasi seperti
berenang, berperahu, memancing ikan menjadi terganggu atau lenyap sama sekali
karena sungai, laut atau danau yang tercemar tidak lagi layak untuk rekreasi.68
Alasan-alasan ekonomi yang sering kali menggerakkan perilaku manusia
atau keputusan-keputusan yang diambil oleh manusia secara perorangan maupun
dalam kelompok yang menjadi penyebab masalah lingkungan, terutama dalam
hubungannya dengan pemanfaatan common property. Common property adalah
sumber-sumber daya alam yang tidak dapat menjadi hak perorangan, tetapi setiap
orang dapat menggunakan atau memanfaatkannya untuk kepentingan
masing-masing. Common property itu meliputi sungai, padang rumput, udara dan laut.
Setiap orang berpikir egoistis dan berpacu untuk mengeksploitasi sumber daya
alam yang mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya alam.
Pada akhirnya semua orang atau masyarakat secara keseluruhan yang akan
menderita kerugian. Jadi adanya kebebasan untuk mengeksploitasi sumber daya
alam akan membawa kehancuran bagi masyarkat.
Bagi masyarakat modern, rekreasi merupakan suatu kebutuhan penting.
69
Segala sesuatu di dunia ini erat hubungannya satu dengan yang lain.
Mengenai hal ini Koesnadi Hardjasoemantri mengatakan bahwa antara manusia
dengan manusia, antara manusia dengan hewan, antara manusia dengan
tumbuh-tumbuhan dan bahkan antara manusia dengan benda mati sekalipun, demikian
68
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2015), hlm. 4.
69
juga dengan hewan.70
Konsep pembangunan yang akan diselenggarakan, haruslah
memperhatikan dampak lingkungan, jauh ke depan, kalau perlu berpuluh-puluh
atau beratus-ratus tahun ke depan, demi generasi masa depan. Dunia ini bukan
hanya milik generasi sekarang dan masa lalu, tetapi juga milik generasi yang akan
datang. Hal ini sudah menjadi keprihatinan dunia secara global, masing-masing
negara diharuskan untuk menaati prinsip-prinsip hukum dalam hukum
lingkungan.
. Alam dipengaruhi oleh manusia (man made nature) dan
manusia dipengaruhi oleh alam (nature made man). Atas dasar peranan manusia
dalam lingkungan, khususnya di dalam pembangunan perlu ada pengaturan yang
dapat mencegah atau menimbulkan kerusakan maupun pencemaran lingkungan.
71
Lahirnya kesadaran lingkungan dan kebijaksanaan pembangunan
berwawasan lingkungan di tingkat global dapat dilihat dari konfrensi PBB tentang
lingkungan hidup yang diselenggarakan pada tanggal 5-6 Juni 1972 di Stockholm,
Swedia. Literatur hukum lingkungan umumnya merujuk Konfrensi Stockholm
sebagai cikal bakal dari tumbuh dan perkembangan hukum lingkungan intrnasinal
maupun nasional. Karena konfrensi ini menghasilkan sebuah dokumen, yaitu:
deklarasi tentang lingkungan hidup manusia yang juga disebut sebagai Deklarasi
Stockholm yang dianggap sebagai sumber bagi perkembangan hukum
lingkungan.72
70
Koesnadi Hardjasoemantri, Op. Cit., hlm.2. 71
Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 240-241. 72
Muhammd Erwin, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan
Selain itu, Majelis Umum PBB memutuskan untuk menyelenggarakan
Konfrensi di Rio de Jeneiro, Brasil 1992. Seperti halnya Deklarasi Stockholm,
Deklarasi Rio juga memuat prinsip-prinsip yang dipandang sebagai sumber
pengembangan hukum lingkungan nasional dan internasional. Prinsip mengenai
lingkungan hidup tercermin dalam Prinsip ke-4 Deklarasi Rio yaitu mengenai
prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan.
Perwujudan dari prinsip keterpaduan antara lingkungan hidup dan pembangunan
adalah pemberlakuan AMDAL dan perlunya ketersediaan informasi lingkungan
dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan.73
Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu diikuti
tindakan pelestarian sumber daya alam dalam rangka memajukan kesejahteraan
umum seperti tercantum dalam UUD 1945. Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
sebagaimana telah diubah dan diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah payung di bidang
pengelolaan lingkungan hidup yang dijadikan dasar bagi pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia dewasa ini. Dengan demikian, UUPPLH merupakan dasar
ketentuan pelaksanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup serta sebagai dasar
penyesuaian terhadap perubahan atas peraturan yang telah ada sebelumnya, serta
menjadikannya sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh di dalam suatu
sistem.74
73
Ibid., hlm. 14.
74
Selanjutnya, pada tanggal 3 Oktober 2009, pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Di dalam kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun
telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan mahkluk hidup
lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengeloaan lingkungan hidup
yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Disebabkan juga pemanasan global yang semakin meningkat dan mengakibatkan
perubahan iklim, sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup.75
1. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan ,pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan
penegakan hukum (Pasal 1 angka 2 UUPPLH). Pasal 3 UUPPLH menetapkan,
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
2. menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia;
3. menjamin kelangsungan kehidupan mahkluk hidup dan kelestarian ekosistem;
4. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5. mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup;
6. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
7. menjamin pemenuhan dan pelindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia;
8. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
75
9. mewujudkan pembangunan berkelanjutan;
10.mengantisipasi isu lingkungan global.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup erat kaitannya dengan
pembangunan, sebagai salah satu unsur yang dominan adalah peran masyarakat
dalam proses pembangunan yang dilandasi atas hak asasi manusia pada
pembangunan tersebut. Konferensi tentang pembangunan (development), hak
asasi manusia (human rights), dan negara hukum (the rule of law) yang
diselenggarakan oleh komisi internasional para ahli hukum pada tahun 1981 yang
lalu telah menetapkan hubungan yang sangat penting antara pembangunan dan
hak asasi manusia dengan suatu postulat bahwa yang kedua (hak asasi manusia)
merupakan tujuan dari pertama pembangunan. Kegiatan-kegiatan pembangunan
biasanya mendatangkan resiko-resiko yang tinggi, kerawanan-kerawanan (vulnera
bilities), ketergantungan (depency), beban (burdens), kejahatan (harms),
keuntungan dan kerugian (cost and benefits) bagi kelompok-kelompok
masyarakat yang berbeda.76
76
Ibid., hlm.136.
Tanpa adanya partisipasi yang efektif dari masyarakat maka proses-proses
pembangunan telah merosot dari proses pendistribusian menjadi proses
pemaksaan atau penekanan. Hak atas partisipasi yang efektif merupakan sesuatu
yang sangat krusial apabila pembangunan mampu menghentikan penguasaan dari
sekelompok orang tertentu dan harus mampu menjamin kelangsungan
pembangunan dengan mengutamakan martabat dan kesejahteraan bagi semua
Adanya pengukuhan secara yuridis atas peran serta masyarakat, tentunya
masyarakat memiliki motivasi kuat untuk secara kolektif mengatasi masalah
ekologi dan selalu berupaya agar kegiatan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup berhasil dan terwujud untuk melestarikan fungsi lingkungan.
Beberapa dasar bagi partisipasi masyarakat dalam rangka tindakan perlindungan
lingkungan hidup, yakni dalam hal sebagai berikut:77
1. Memberikan informasi kepada pemerintah.
2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.
3. Membuat perlindungan hukum.
4. Mendemokratisasi pengambilan keputusan.
Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan
pembangunan, di satu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang
besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, di lain pihak sumber daya alam
adalah terbatas. Umat manusia mempunyai kapasitas untuk menjadikan
pembangunan ini berkelanjutan. Yang dimaksud dengan pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini dan
mengidahkan kemampuan generasi mendatang dalam mencukupi kebutuhannya.
Ada tiga hal penting yang tercakup disini, yaitu:78
1. pengelolaan sumber daya alam;
2. pembangunan berkesinambungan sepanjang masa;
3. peningkatan kualitas hidup.
77
Ibid., 142.
78
Konsep pembangunan berkelanjutan ditentukan oleh tingkat masyarakat
dan organisasi sosial mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer untuk
menyerap pengaruh-pengaruh kegiatan manusia. Teknologi dan organisasi sosial
dapat dikelola dan ditingkatkan untuk memberi jalan bagi era pertumbuhan
ekonomi. Kemiskinan dapat dihilangkan atau dihindari dengan memenuhi
kebutuhan dasar dan menyediakan kesempatan untuk memenuhi cita-cita akan
kehidupan yang lebih baik. Dunia yang miskin akan sering mengalami bencana
ekologis dan bencana- bencana lainnya.79
Pemenuhan kebutuhan pokok memerlukan tidak hanya era baru
pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara yang mayoritas penduduknya miskin,
akan tetapi juga jaminan bahwa penduduk yang miskin tersebut memperoleh
sumber daya yang menjadi bagiannya secara wajar agar pembangunan itu
berkelanjutan. Dalam pengertian yang luas, pembangunan berkelanjutan adalah
mengembangkan kesetaraan antar umat manusia serta antara manusia dan alam.
Hal ini berarti bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu tingkat
keselarasan yang tetap, akan tetapi berupa sebuah proses pemanfaatan sumber
daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan
kelembagaan yang konsisten dengan kebutuhan hari depan dan hari ini, sehingga
pembangunan berkelanjutan akan bersandar pada kemauan politik dan
kesejahteraan masyarakat.
80
79
Ibid., hlm.52.
80
B. Hubungan Klausul Lingkungan Hidup dengan Lembaga Perbankan
Dewasa ini masalah lingkungan menjadi isu yang terus diwacanakan di
berbagai negara. Perubahan iklim, bencana alam dan pemanasan global dianggap
sebagai akibat kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. Munculnya
berbagai masalah lingkungan tersebut menjadi perhatian khusus berbagai pihak
termasuk pelaku kegiatan ekonomi.
Pada tahun 1992 Konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa untuk Lingkungan
dan Pembagunan (UNCED) menghasilkan Deklarasi Rio tentang lingkungan dan
pembangunan. Deklarasi tersebut bertujuan untuk mendorong pentingnya
pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan keseimbangan lingkungan
dimana peran semua pemangku kepentingan yang terlibat sangat diperlukan.
Semakin besarnya kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang memperhatikan faktor lingkungan
hidup juga mendorong usaha-usaha dari berbagai pihak untuk meminimalkan
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan ekonomi.
Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan memperkuat
sektor keuangan. Hal ini dilakukan karena institusi keuangan, sebagai pihak yang
menyalurkan modal usaha (memiliki fungsi intermediasi), dapat memainkan
perannya dalam mengendalikan kegiatan usaha yang berpotensi memiliki dampak
negatif terhadap lingkungan hidup dan sosial masyarakat. Potensi dampak negatif
kegiatan ekonomi terhadap lingkungan ditekan seminimal mungkin melalui sektor
rekomendasi sebagai panduan dalam melakukan kebijakan yang ramah
lingkungan.
Bank sebagai salah satu pemberi dana, tidak saja melihat pertimbangan
ekonomisnya saja tetapi juga harus melihat pada aspek lingkungan hidup.
Kerusakan alam yang terjadi di Indonesia ini adalah dampak dari
ketidakdisiplinan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam. Seperti para
pengusaha yang memangkas habis hutan atau pepohonan untuk dijadikan lahan
industri, tetapi tidak melakukan penanaman kembali. Di setiap tindakan ekonomi
tentu ada keuntungan dan risiko. Keuntungannya yaitu mendapatkan laba
sementara risiko dapat berupa kerusakan alam. Perbankan dengan menyadari akan
pentingnya pembangunan yang berwawasan lingkungan tidak ikut membiayai
proyek-proyek yang diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak yang
merugikan ekosistem.
Trilogi pembangunan adalah wacana pembangunan nasional yang
dicanangkan oleh pemerintah orde baru di Indonesia sebagai landasan penentuan
kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan negara.
Trilogi pembangunan terdiri dari stabilitas nasional yang dinamis, pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
Perbankan merupakan salah satu sarana yang strategis dalam
menyerasikan dan menyeimbangkan masing-masing unsur dari trilogi
pembangunan di atas. Peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh
fungsi utama bank sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan
demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Peranan lembaga perbankan yang sedemekian strategis dalam mencapai
tujuan pembangunan nasional, dan dalam rangka lebih meningkatkan kualitas
peranan perbankan terebut, bank tidak dapat melepaskan diri dari kualitas
lingkungan hidup sebagai akibat daripada pembangunan khususnya di bidang
industri. Pembangunan nasional melalui pengembangan sumber daya buatan
haruslah selalu mempertimbangkan dinamika lingkungan, wawasan nusantara,
dimensi keanekaragaman sumber daya alam, manusia dan budayanya dalam satu
kesatuan lingkungan hidup.81
Perbankan asing dan perbankan di negara-negara tetangga kini sudah
banyak yang melaksanakan green banking, bahkan mereka telah memasukkan
dalam laporan tahunan mereka. Sejak tahun 1993, yaitu tahun yang telah Pembangunan, lingkungan dan bank merupakan tiga unsur penting yang
kualitasnya selalu diharapkan untuk terus meningkat. Kualitas dan kinerja bank
tentu akan ikut menentukan konsidi perkeonomian negara ini, lebih khusus lagi
dapat memberi konstribusi yang besar terhadap pembangunan dalam arti luas,
karena bank adalah agen pembangunan (agent of development). Dengan demikian
pembangunan diharapkan dapat selalu berjalan sesuai dengan target-target yang
diharapkan oleh seluruh stakeholder bangsa ini dalam mencegah industrialisasi
menimbulkan perusakan dan pencemaran lingkungan.
81
Aca Sugandhy dan Rustam Hakim, Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan
ditetapkan oleh presiden sebagai tahun lingkungan hidup, perbankan Indonesia
memeriksa kembali apakah kebijakan perkreditan perbankan Indonesia sudah
sepenuhnya menunjang pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan kebijakan
nasional yang terpadu dan menyeluruh dalam rangka menopang pembangunan
yang berkelanjutan. Perbankan perlu memeriksa apakah kebijakan perkreditan
bank Indonesia dari segala dimensinya telah berwawasan lingkungan (green
banking). Oleh karena itu kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup telah
merupakan kebijakan pemerintah, maka perbankan Indonesia berkewajiban juga
untuk menunjang kebijakan ini.
Pencantuman klausul lingkungan hidup dalam perjanjian kredit yang
dilakukan oleh lembaga perbankan merupakan wujud partisipasi lembaga
perbankan dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan Pasal
8 UU Perbankan disebutkan bahwa dalam memberikan kredit atas pembiayaan
berdasar prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasar
analisa yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan
nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan yang
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. UU Perbankan ini secara implisit
menentukan bahwa pemberian kredit harus memiliki keyakinan atau kemampuan
dan kesanggupan dari debitur untuk melunasi hutangnya.
Keterkaitan dunia usaha dengan lingkungan hidup dapat dilihat dari
ilustrasi, yaitu:
“Suatu badan usaha mendapatkan fasilitas kredit di bank pelaksana, untuk
kemampuannya, modalnya, agunan, dan kondisi serta prospek usaha
dan/atau kegiatan badan usaha yang bersangkutan.”82
Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 No. 12 Tambahan Lembaran Negara No. 4471) dan Undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
memberikan hak dan kewajiban kepada setiap orang untuk memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup. Dengan demikian, peran bank seharusnya dapat
lebih ditingkatkan lagi dalam upaya berperan serta meningkatkan pengelolaan
lingkungan hidup di Indonesia. Adanya klausul lingkungan hidup dalam
pemberian kredit diharapkan akan mengurangi dampak pencemaran lingkungan
hidup dan lembaga perbankan dapat menerapkan pembangunan berkelanjutan.
Hubungan antara perbankan dan lingkungan inilah maka UUPPLH dan
peraturan lingkungan hidup lainnya dapat diberlakukan, yaitu suatu usaha
dan/atau kegiatan dalam opersionalnya harus selalu mengindahkan UUPPLH serta
peraturan lingkungan hidup lainnya. Pemerintah melalui kebijakannya dalam UU
Perbankan pada bagian penjelasan umum alinea ke 4, telah mencantumkan
perlunya ketentuan penyempurnaan bagi kegiatan usaha bank dalam penyaluran
dananya, termasuk di dalamnya tercantum klausul lingungan hidup dengan
peningkatan peranan AMDAL bagi perusahaan berskala besar dan atau beresiko
tinggi.
82
ditentukan bahwa dalam menilai prospek usaha, bank perlu memperhatikan upaya
yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup. Selanjutnya,
dalam surat edaran tersebut telah diberikan petunjuk atau ketentuan mengenai
hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal-hal bank melakukan penilaian prospek usaha
debitur dalam rangka upaya yang dilakukan oleh debitur dalam rangka mengelola
lingkungan hidup, khususnya debitur berskala besar yang memiliki dampak
penting terhadap lingkungan hidup.
Pernyataan yang dicantumkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia
tersebut merupakan pernyataan kesadaran dan pengakuan serta penegasan bahwa
kewajiban yang tercantum dalam UUPPLH juga merupakan kewajiban bank yang
harus dipatuhi. Ketentuan tersebut jelas bahwa setiap kegiatan yang mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan, haruslah mendapatkan izin dari pemerintah
sebelum melakukan kegiatan usahanya.
Bank yang “hijau” merupakan sebuah strategi bisnis jangka panjang yang
selain bertujuan profit juga mencetak benefit kepada pemberdayaan dan
pelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Pada dasarnya konsep bank
berwawasan lingkungan tidak hanya sekadar menjalankan aktivitas “go green”.
bank yang “hijau” akan memadukan keempat unsur yakni nature, well-being,
economy dan society ke dalam prinsip bisnis yang peduli pada ekosistem dan
kualitas hidup manusia. Sehingga pada akhirnya yang muncul adalah output
identity dan brand image yang kuat serta pencapaian target bisnis yang
seimbang.83
Dunia perbankan nasional dan lingkungan hidup, dewasa ini mendapat
perhatian luas, tidak hanya di kalangan akademisi, tetapi juga masyarakat awam.
Korelasi antara perbankan dengan gejala kerusakan dan degradasi kualitas
lingkungan kian kuat seiring dengan kasus-kasus pencemaran lingkungan yang
diduga disebabkan oleh aktivitas perusahaan-perusahaan industri dimana
perusahaan-perusahaan tersebut dibiayai oleh bank. Permasalahan lingkungan Banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari penerapan bank yang
berwawasan lingkungan. Salah satunya yaitu mengubah kesadaran individu
menjadi kesadaran kolektif dalam hal pelestarian lingkungan. Dengan demikian,
ancaman resiko kerusakan alam pun dapat ditanggulangi. Selain itu, perusahaan
yang menerapkan konsep penghijauan ini juga mendapatkan sertifikasi ramah
lingkungan sehingga mampu mendongkrak citra perusahaan. Dengan
menerapkannya konsep ini, maka perbankan di Indonesia akan mengalami
pembangunan yang berkelanjutan. Adapun green banking yang baik harus
tercermin pula dari bank itu sendiri dalam segala aspek. Misalnya menekan
penggunaan energi, penghematan penggunaan kertas dalam operasionalnya, dan
peduli akan lingkungan sekitar bank.
C. Akibat Hukum Klausul Lingkungan Hidup pada Lembaga Perbankan
hidup di Indonesia memang merupakan gejala sistematik, artinya tidak hanya
disebabkan oleh eksploitasi alam secara tidak bertanggung jawab, tetapi juga andil
dari pemerintah dan masyarakat.84
Adanya pencantuman klausul lingkungan hidup mengakibatkan lembaga
perbankan untuk berperan serta dalam pengelolaan perlindungan lingkungan
hidup yang sejalan dengan undang-undang dan diamanatkan dalam penjelasan
Pasal 8 UU Perbankan yang bermaksud mewajibkan kepada debitur untuk
memelihara dan mengelola lingkungan agar tidak terjadi pencemaran lingkungan.
Klausul lingkungan hidup yang harus dicantumkan oleh lembaga perbankan
dalam perjanjian kredit sebagai contoh harus pula memperhatikan AMDAL bagi
perusahaan yang berskala besar dan atau beresiko tinggi agar proyek yang
dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Kasus-kasus lingkungan tidak hanya terjadi antara pelaku usaha dengan
pihak masyarakat, tetapi juga antara sesama pelaku usaha dalam hal interaksi
usaha yang memakai sumber daya alam dan lingkungan, anatar pelaku usaha
dengan pemerintah atau pengelola kebijakan, dan antara masyarakat dengan
pemerintah pula. Bahkan antar sesama masyarakat sendiri dapat terjadi sengketa
menyangkut lingkungan. Dalam hal ini, bank harus memperhitungkan dampak
yang merugikan yang dapat terjadi sebagai akibat dari kebijakan yang
ditetapkannya, terutama yang menimbulkan kerusakan lingkungan.
85
84
Natsir Asnawi, Penanaman Modal dan Lingkungan Hidup (Suatu Kajian dalam
Konteks Hukum Visioner)
Lembaga perbankan dapat meminta persyaratan-persyaratan di bidang
lingkungan misalnya dengan melihat apakah AMDAL-nya sudah ada, bagaimana
environmental assessment dilakukan, apakah debitur sudah memiliki standar
lingkungan. Pencantuman klausul lingkungan hidup pada dasarnya sejalan dengan
prinsup kehati-hatian (prudential banking principle) dimana pihak bank akan
lebih berhati-hati dalam memberikan kredit kepada debitur. Dengan demikian,
pihan bank tidak asal melihat bahwa pengusaha dalam mengajukan kredit telah
mampu memberikan barang jaminan yang besar yang apabila nanti menghadapi
kendala dalam pengembalian kreditnya barang jaminan tersebut dapat
menutupinya, tetapi lebih mengutamakan aspek lingkungan dalam kegiatan
industrinya.
Klausul lingkungan hidup tentu saja penting untuk dicantumkan dalam
suatu perjanjian kredit agar terhindar dari bentuk pencemaran lingkungan. Apabila
hal ini tidak dicantumkan maka lembaga perbankan itu sendiri yang akan
menerima akibatnya. Pihak bank akan menerima kerugian dalam hubungannya
dengan perjanjian kredit sebagai kreditur yang memegang jaminan atas pinjaman
yang diberikannya. Apabila jaminan tersebut berupa tanah dan tanah tersebut
tercemar oleh limbah berbahaya, maka tanah tersebut yang merupakan jaminan
tidak ada nilainya lagi.
Selain itu, pihak perbankan akan mengalami kerugian yang fatal apabila
terjadi kredit macet. Kredit macet tersebut disebabkan oleh debitur yang
dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha oleh pemerintah dan debitur
akan menyebabkan debitur akan sulit mengembalikan pinjamannya kepada bank.
Bahkan pihak bank akan turut tergugat dengan alasan bahwa bank sebagai
kreditur ikut membiayai kegiatan perusahaan sebagai debitur yang menimbulkan
kerusakan lingkungan.
Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur
dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi
tiga bidang hukum, yaitu administratif, pidana dan perdata. Dengan demikian,
penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan
terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara
umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) sarana
administratif, kepidanaan dan keperdataan.86
Kewajiban dalam pengaturan kredit yang berwawasan lingkungan di
Indonesia yang dapat memberikan kepastian hukum, terdapat dalam Pasal 67
UUPPLH. Pasal 67 menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup. Kewajiban bank untuk melaksanakan prinsip
kehati-hatian (prudential principles), diatur dalam Pasal 2, 8 dan Pasal 29 ayat (2) dan
(3) UU Perbankan. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi
penyelenggaraan transaksi perbankan agar terwujud sistem perbankan yang sehat
dan efisien.87
86
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional (Surabaya: Airlangga University Press, 1996), hlm. 190.
87
Bank Indonesia berada pada posisi yang sangat penting dalam memberikan
pedoman bagi bank-bank pembangunan dan lembaga keuangan bukan bank untuk
mendorong bahkan mewajibkan bank-bank memberikan pedoman sangat penting
karena lembaga perbankan menempati posisi yang strategis dalam memaksa
kalangan usaha peduli pada aspek perlindungan daya dukung lingkungan,
keselamatan, serta kesejahteraan orang banyak. Pencantuman klausul-klausul
lingkungan hidup bukan saja dimaksudkan sebagai pelaksana kewajiban peran
serta bank dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dituntut oleh Pasal
67 UUPPLH, tetapi juga untuk melindungi dirinya atau kreditnya sehubungan
dengan sanksi yang ditetapkan oleh Pasal 84 sampai dengan Pasal 120
UUPPLH.88
88
Urgensi Pengaturan Green Banking Dalam Kredit Perbankan di Indonesia
Tanggung jawab hukum yang terdapat dalam Pasal 87 ayat (1) UUPPLH
menyatakan bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (perusahaan/badan hukum) yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dianggap sebagai
perbuatan melawan hukum. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tersebut
memiliki tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan, sejauh
terbukti telah melakukan perbuatan pencemaran dan/atau perusakan.
Pihak lembaga perbankan sebagai pemberi dana kepada perusahaan yang
menimbulkan kerusakan lingkungan melalui pemberian kredit merupakan salah
satu pihak yang bertanggung jawab terhadap pencemaran lingkungan ini. Dalam
penegakan lingkungan hidup, lembaga perbankan yang tidak mencantumkan
klausul lingkungan hidup dapat dikenakan sanksi hukum administratif. Sanksi
hukum administratif adalah sanksi-sanksi hukum yang dapat dijatuhkan oleh
pejabat pemerintah tanpa melalui proses pengadilan terhadap seseorang atau
kegiatan usaha yang melanggar ketentuan hukum lingkungan administrasi.89
1. teguran tertulis;
Menurut Pasal 76 ayat (2) UUPPLH, sanksi administratif terdiri atas:
2. paksaan pemerintah;
3. pembekuan izin lingkungan; atau
4. pencabutan izin lingkungan.
Sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu
pengendalian perbuatan terlarang. Di samping itu, sanksi administratif terutama
ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang
dilanggar tersebut. Sarana administratif dapat ditegakkan dengan
kemudahan-kemudahan pengelolaan lingkungan, terutama di bidang keuangan, seperti
keringanan di bidang bea masuk alat-alat pencegahan pencemaran dan kredit bank
untuk biaya pengelolaan lingkungan dan sebagianya.90
Sarana administratif dapat bersifat preventif dan bertujuan menegakkan
peraturan perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum dapat diterapkan
89
Syamsul Arifin, Op. Cit., hlm. 218.
90
terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan,
rencana pengelolaan lingkungan dan sebagainya.91
Kerugian lingkungan dan dampak negatif yang timbul akibat pencemaran
dan perusakan lingkungan dapat bersifat tidak terpulihkan. Oleh sebab itu,
diperlukan peran berbagai pihak dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah
mempunyai alasan untuk harus campur tangan dalam penanggulangan
pencemaran lingkungan. Alasan itu tidak lain adalah alasan efisiensi. Pencemaran
merupakan contoh dari dampak eksternal yang negatif yang menimbulkan
kerusakan dan biaya pada orang atau pihak lain yang tidak terlibat dalam proses
mencemari tersebut.
Apabila penegakan hukum
administrasi negara tidak efektif maka akan dikenakan sanksi pidana yang
merupakan upaya hukum terakhir yang lazim disebut dengan istilah “ultimiun
remedium”. Pengaturan sanksi pidana terdapat pada Pasal 97-115 UUPPLH.
92
Selain peran pemerintah, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
erat kaitannya dengan pembangunan sebagai salah satu unsur yang dominan
adalah peran serta masyarakat dalam proses pembangunan. Tanpa adanya
partisipasi yang efektif dari masyarakat maka proses pembangunan telah merosot
dari proses pendistribusian menjadi proses pemaksaan atau penekanan. Beberapa
dasar bagi masyarakat dalam rangka tindakan perlindungan lingkungan, yakni
dalam hal-hal sebagai berikut:93
1. Memberikan informasi kepada pemerintah.
91
Siti Sundari Rangkuti, Op. Cit., hlm 192. 92
M. Suparmoko, Ekonomika Lingkungan (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta,2000), hlm. 135.
93
2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.
3. Membuat perlindungan hukum.
BAB IV
PENERAPAN KLAUSUL LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERJANJIAN
KREDIT INVESTASI OLEH LEMBAGA PERBANKAN
A. Peran dan Tanggung Jawab Lembaga Perbankan dalam Penegakan
Lingkungan Hidup dalam Perjanjian Kredit
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap
negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perseorangan,
badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara bahkan
lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan
perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan
pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor
perekonomian.94
Bank mempunyai fungsi utama untuk menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk tabungan, giro, maupun deposito. Dan bank jugalah yang berfungsi Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank dapat menimbulkan suatu
resiko ketika kredit tersebut dipergunakan untuk usaha atau kegiatan yang pada
akhirnya menimbulkan atau mengakibatkan perusakan dan pencemaran
lingkungan hidup. Untuk mewujudkan stabilitas perekonomian dan lingkungan
hidup sudah seharusnya badan-badan atau lembaga-lembaga keuangan yang
memberikan kredit dapat digerakkan untuk berperan serta dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
94
untuk menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit, dimana
fungsi tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Disinilah bank berfungsi sebagai kreditur dan masyarakat sebagai debitur.
Tentunya bank sebagai kreditur perlu memperhatikan prinsip-prinsip kesehatan
bank dalam menyalurkan kredit kepada debiturnya, selain itu perlu juga untuk
memperhatikan dampak pemberian kredit tersebut terhadap kelestarian
lingkungan hidup.
Peran dan tanggung jawab perbankan dalam penegakan hukum lingkungan
dapat diwujudkan ketika lembaga perbankan mendorong nasabah debitur untuk
lebih serius memperhatikan aspek lingkungan. Kelalaian lembaga perbankan
dalam memperhatikan aspek lingkungan akan dapat menimbulkan kerugian bagi
bank yaitu dapat menyebabkan ditutupnya usaha nasabah debitur maupun gugatan
terhadapat bank itu sendiri.
Lembaga perbankan yang memiliki peranan penting dalam perekonomian
tidak saja melihat pertimbangan ekonomisnya saja, tetapi juga harus berperan
dalam memperhatikan keterpaduan dengan lingkungan sekitarnya. Dengan
demikian bank sebagai salah satu sumber dana, tidak ikut dalam membiayai
proyek-proyek yang diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak yang
merugikan ekosistem.
Bentuk tanggung jawab lembaga perbankan dalam penegakan lingkungan
hidup dapat dilihat dengan memperhatikan hasil AMDAL bagi perusahaan yang
berskala besar dan/atau berisiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga
UU Perbankan.95 Adapun kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan kegiatan terhadap lingkungan hidup dalam Pasal 5 PP No. 27 Tahun
1999 tentang AMDAL, ditentukan oleh:96
1. jumlah manusia yang akan terkena dampak;
2. luas wilayah persebaran dampak;
3. lamanya dampak berlangsung;
4. intensitas dampak;
5. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak;
6. sifat kumulatif dampak tersebut;
7. berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
Adanya penerapan AMDAL dalam penjelasan UU Perbankan, maka dapat
dikatakan bahwa lembaga perbankan di Indonesia melaksanakan perbankan hijau
yang merupakan tanggung jawab dalam pelestarian lingkungan dalam
melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan. Berkaitan dengan hal
tersebut, lembaga perbankan dalam membiayai proyek industri secara umum
dapat mengkaji hal-hal sebagai berikut:
1. Proses industri akan berdampak berbahaya terhadap kesehatan manusia.
2. Diperlukan adanya penambahan pembangunan infrasruktur.
3. Terdapat potensi konflik dengan kepentingan ekonomi lainnya.
4. Menimbulkan gangguan yang cukup berarti terhadap masyarakat.
5. Memperhatikan apakah proyek industry telah memiliki instalasi pengolahan
limbah.
95
Ibid.,hlm. 73.
96
Menghadapi pencemaran lingkungan hidup peranan bank perlu
ditingkatkan sesuai dengan fungsinya sebagai lalu lintas pembayaran dalam
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan
pembiyaan sektor perekonomian nasional dengan memprioritaskan kepada
koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta berbagai lapisan masyarakat tanpa
diskriminasi sehingga akan memperkuat struktur perekonomian nasional.
Lembaga perbankan harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam
memberikan pembiayaan pembangunan. Prinsip kehati-hatian ini harus dijalankan
oleh bank bukan hanya karena dihubungkan dengan kewajiban bank agar tidak
merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada
masyarakat, yaitu sebagai bagian dari sistem moneter yang menyangkut
kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah penyimpan
dana dari bank itu saja.97
Berlakunya UU Perbankan dan sebagai akibat dari pelaksanaan prinsip
kehati-hatian (prudent banking) serta masalah tingkat kesehatan bank, pihak
perbankan akan sangat memperhatikan aspek lingkungan. Perbankan dalam
memberikan kreditnya tidak menginginkan proyek yang dibiayainya
menimbulkan pencemaran lingkungan yang akan menimbulkan keresehan
masyarakat dan proyek (industri) tersebut dapat ditutup dengan tuduhan merusak
lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena bank sebagai pemberi kredit akan Tujuan prinsip kehati-hatian tersebut adalah untuk
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dalam hal meningkatakan kesejahteraan rakyat.
97
diminta pertanggungjawaban, dalam hal ini penilaian terhadap analisa lingkungan
serta dampak lingkungannya. Perbankan bertanggung jawab lebih berfokus pada
pemberian kredit pada usaha-usaha yang tidak mengakibatkan kerusakan
lingkungan, mengarah ke bisnis yang berkelanjutan dan diterima masyarakat,
tidak mengeksploitasi tenaga kerja dengan membayar upah rendah, tidak
menggunakan tenaga kerja di bawah umur, tidak menghasilkan produk yang
berbahaya, perusahaan yang terlibat dalam konservasi dan daur ulang,
menjalankan etika dalam berusaha, tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi
manusia, serta tidak terlibat dalam persenjataan dan pembuatan senjata nuklir.98
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UUPPLH, yang antara lain
mengatur kewajiban bagi industri untuk melindungi alam dan lingkungan. Untuk
itu, sejak tahun 2010, BI telah mendorong bank-bank komersial untuk
memasukkan isu lingkungan ke dalam praktek pengelolaan resiko mereka. Para
eksekutif bank diwajibkan untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap resiko
kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang
mungkin berdampak negatif pada reputasi bank yang bersangkutan. Masalah
lingkungan yang menimpa sebuah proyek yang dibiayai oleh sebuah bank dapat
berpotensi mengganggu keselamatan bank itu sendiri. Bank yang terjerat di dalam
proses pengadilan mengenai masalah lingkungan tak bisa terjebak dalam
perkara-perkara hukum yang rumit dan menguras banyak tenaga dan biaya dalam
menghadapi otoritas pemerintah atau organisasi perlindungan alam. Jika bank
dikalahkan dalam perkara semacam itu, reputasi bank yang bersangkutan akan
menjadi taruhan.99
Kredit bank mempunyai hubungan yang erat dengan pengelolaan
lingkungan hidup, karena debitur yang menerima kredit dari bank tentunya akan
menjalankan usahanya yang sedikit banyak akan membuang limbah yang
berakibat terjadinya pencemaran terhadap lingkungan. Untuk itu bank dikatakan Ada beberapa ketentuan dalam UUPPLH yang dapat dijadikan landasan
bagi peran dan tanggung jawab lembaga bank dalam pelaksanaan green banking
dalam hukum perkreditan di Indonesia, antara lain Pasal 22, Pasal 36, Pasal 65,
Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68. Disamping itu pula dapat diambil kebijakan dari
pemerintah dalam bidang perbankan yang mendorong ditingkatkannya upaya
pelestarian kemampuan lingkungan hidup untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan, antara lain dari UU Perbankan pada Penjelasan Umum Angka
5 Pasal 8 ayat (1). Sikap tanggap perbankan Indonesia tersebut ditujukan pada
pembangunan berwawasan lingkungan sebagaimana diatur dalam UUPPLH
sehingga peran dan tanggung jawab bank dalam penegakan hukum lingkungan
menjadi jelas. Berdasarkan uraian tersebut, maka peran dan tanggung jawab
perbankan dalam pelaksanaan hukum perkreditan berwawasan lingkungan, bank
perlu melakukan antisipasi terhadap potensi pencemaran dalam kegiatan usaha
calon nasabah debitur, setidak-tidaknya karena tiga hal, yaitu sebagai pemegang
kredit, ikut dalam manajemen dan demi keamanan atau kelancaran pembayaran
kredit itu sendiri.
turut serta membiayai terjadinya kerusakan lingkungan melalui penyaluran kredit
yang diberikan kepada debiturnya. Oleh sebab itulah bank harus memiliki peranan
dan bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup yang diwujudkan dalam
kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh bank dan juga pihak-pihak lain dalam
menggapai tujuan kesejahteraan bagi masyarakat.
Pada tahun 2012, konferensi nasional tentang pengembangan energi
terbarukan (EBTKE Conex 2012) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi Kementrian ESDM, bersama
Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) berencana akan mengeluarkan
perangkat kebijakan green banking . Bank yang berwawasan lingkungan sudah
seharusnya mematuhi prinsip-prinsip keberkelanjutan yang sering disebut dengan
3P (Profit-People-Planet) dan green financing, yang mewajibkan bank untuk
melakukan bisnisnya sesuai dengan regulasi tentang lingkungan dan mendukung
program-program perlindungan alam. Kebijakan yang baru akan diarahkan
untuk:100
1. meningkatkan kemampuan bank untuk mengelola resiko yang berkaitan
dengan perlindungan lingkungan hidup;
2. meningkatkan daya saing bank menyangkut kemampuan mereka untuk
mendanai bisnis-bisnis yang terkait dengan perlindungan lingkungan;
3. memberi ruang persaingan untuk meningkatkan portofolio kredit di sektor
yang mendukung kegiatan perlindungan lingkungan.
Selanjutnya peranan bank terhadap lingkungan terlihat dari adanya
upaya-upaya yang dilakukan bank dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan prinsip
yang ramah lingkungan. Misalnya terlihat dari adanya kesepakatan bersama
mengenai koordinasi peningkatan peran perbankan dalam rangka perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh gubernur Bank
Indonesia dengan Menteri Negara Lingkungan Hidup, pada 17 Desember 2010 di
Jakarta yang kemudian diistilahkan dengan green banking. Prinsip dari
kesepakatan tersebut memastikan bahwa pembangunan harus seimbang antara
perekonomian, kehidupan sosial, serta pelestarian lingkungan hidup (profit,
people, planet). Kesepakatan itu juga berangkat dari semangat untuk turut serta
berpartisipasi dalam menjaga lingkungan, BI dan Kementerian Negara
Lingkungan Hidup bersepakat melakukan kerjasama dalam meningkatkan peran
serta lembaga perbankan guna mendukung pengelolaan lingkungan hidup melalui
sosialisasi, kerjasama penelitian, dan peningkatan kapasitas sumberdaya
manusia.101
Peran serta lembaga perbankan dalam rangka mendukung pengelolaan
lingkungan hidup sejalan dengan undang-undang dan diamanatkan dalam
penjelasan Pasal 8 UU Perbankan. Sebagai contoh, dalam memberikan kredit,
bank harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi agar
proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Peran dan tanggung jawab lembaga perbankan dalam penegakan
lingkungan hidup dapat dilakukan dengan pemantauan selama pembangunan
proyek yang dibiayai dengan kredit bank itu, untuk memastikan apakah
sarana-sarana yang diperlukan oleh proyek dalam rangka mencegah perusakan dan
pencemaran lingkungan hidup telah dibangun sebagaimana mestinya. Pelanggaran
mengenai hal itu kiranya dapat dikategorikan sebagai event of default dari
perjanjian kredit, yang dengan demikian memberikan hak kepada bank untuk
menghentikan penarikan lebih lanjut oleh nasabah debitur dan atas kreditnya itu
seketika itu pula menagih nasabah debitur untuk melunasi kredit itu. Selain itu,
lembaga perbankan dapat melakukan pemantauan terhadap nasabah debitur tidak
melakukan perusakan atau pencemaran lingkungan hidup disekitar proyek itu
berdiri dengan memastikan bahwa proyek nasabah debitur itu tidak membuang
atau menyimpan zat-zat berbahaya disekitar proyek.102
Berangkat dari semangat untuk turut serta berpartisipasi dalam menjaga
lingkungan, BI dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup bersepakat
melakukan kerjasama dalam meningkatkan peran serta sektor perbankan guna
mendukung pengelolaan lingkungan hidup melalui sosialisasi, kerjasama
penelitian dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.103
102
Arif Djohan Tunggal, Aspek Hukum Perkreditan Berwawasan Lingkungan di Bidang Perbankan (Jakarta : Havarindo, 2003), hlm. 70.
Sebagai
perwujudan dari kesepakatan bersama tersebut, beberapa tugas dan tanggung
jawab yang akan dilaksanakan baik oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun
BI adalah :104
1. menyediakan informasi mengenai peraturan, kebijakan, dan program
lingkungan yang berkaitan dengan sektor perbankan;
2. menyediakan informasi mengenai kinerja lingkungan dari perusahaan yang
berdampak besar dan penting berkaitan dengan kepentingan sektor perbankan;
3. menyelenggarakan sosialisasi dan pelatihan untuk peningkatan kapasitas
sumber daya manusia perbankan dalam mendukung pengelolaan lingkungan
hidup;
4. mendorong bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat dalam penyaluran kredit
dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan lebih memperhatikan
aspek-aspek risiko yang terkait dengan lingkungan hidup; dan
5. melakukan kajian/penelitian terhadap ketentuan perbankan yang terkait
dengan ketentuan dalam pengelolaan lingkungan.
Berdasarkan penjelasan di atas ternyata UU Perbankan dan UUPPLH
secara eksplisit mencantumkan kewajiban perbankan di Indonesia untuk
melaksanakan perbankan hijau dan hal ini sesuai dengan gerak langkah yang
dibutuhkan perbankan nasional untuk berperan serta dan bertanggung jawab
dalam pelestarian fungsi lingkungan guna pembangunan berwawasan lingkungan.
Dengan memperhatikan aspek lingkungan yang dilakukan oleh bank tentu akan
memberikan keuntungan positif dan menghindari resiko menurunnya tingkat
kesehatan rakyat.
B. Penerapan Klausul Lingkungan Hidup dalam Perjanjian Kredit Investasi
Oleh Lembaga Perbankan
Perbankan dan lingkungan dianggap dua “dunia” yang dalam beberapa hal
cenderung berlawanan, karena bank adalah institusi profit oriented sedang
lingkungan adalah suatu sistem yang tidak bernilai financial. Meskipun perbankan
dan lingkungan berada dalam dua dunia yang berbeda tetapi keduanya
mempunyai kepentingan sama yaitu sustainability, sehingga diperlukan komitmen
dan kerja sama dalam mencapai kepentingan tersebut dengan mengintegrasikan
aspek-aspek pengelolaan lingkungan dan sosial di dalam sustainable economy
development. Perbankan dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam membangun
gerakan go-green.
Salah satu jenis kredit adalah kredit investasi. Kredit investasi adalah
kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk
membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi,
perluasan, ataupun pendirian proyek baru, misalnya pembelian tanah dan
bangunan untuk perluasan pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan
barang-barang modal yang dibiayai tersebut.105
Investasi merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian.
Dipandang penting karena komponen ini dalam kondisi tertentu dapat menentukan
kemajuan ekonomi dalam suatu wilayah. Investasi bagi suatu negara merupakan
suatu keharusan dan keniscayaan, investasi merupakan salah satu motor
penggerak noda perkonomian agar negara dapat mendorong perkembangan
105
ekonominya selaras dengan tuntutan perkembangan masyaraktnya. Investasi suatu
negara akan dapat berlangsung dengan baik dan bermanfaat bagi negara dan
rakyatnya, mana kala mampu menetapkan kebijakan investasinya sesuai amanah
konstitusinya.106
Peran dunia perbankan sebagai jembatan para investor maupun
stakeholder perusahaan menjadikan perbankan sebagai alat untuk
mengembangkan regulasi-regulasi baru bersifat go-green dengan tidak
menghilangkan fokus terhadap pasar (market oriented). Dengan
mengimplementasikan konsep green banking ini kegiatan perbankan pada
umumnya tidak akan terganggu, sebaliknya akan memberikan keuntungan prinsip
sustainable development memastikan pembangunan yang dilakukan harus Kegiatan investasi tersebut tentu saja pihak pengusaha membutuhkan
kredit yang diberikan oleh bank dalam menunjang kegiatan usahanya. Kredit
investasi ini nantinya akan berperan secara langsung ataupun tidak langsung
dalam perekonomian masyarakat, negara dan dunia perbankan itu sendiri. Kredit
investasi ini harus digunakan secara tepat dan harus ada mekanisme yang baik dan
tepat dalam setiap permasalahan yang dimunculkannya. Di dalam berbagai upaya
yang dilakukan dalam rangka pembangunan melalui penanaman modal, lembaga
perbankan sebagai sumber dana dalam pemberian kredit harus senantiasa
memperhatikan aspek lingkungan sebagai aspek yang penting guna
keberlangsungan hidup masyarakat.
106
memiliki keseimbangan pada tiga sudut pandang yaitu profit (perekonomian),
people (sosial) dan planet (ramah lingkungan).
Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya
pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Perbankan mempunyai peranan penting dan strategis tidak saja dalam
menggerakkan roda perekonomian nasional, tetapi juga diarahkan agar mampu
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.107
Penerapan klausul lingkungan hidup dalam perjanjian kredit investasi
diterapkan salah satunya melalui adanya pencatuman mengenai analisis dampak
lingkungan (AMDAL) dalam perjanjian kredit sebagai syarat dalam pemberian
kredit kepada perusahaan. AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar
dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Penerapan AMDAL diisyaratkan
terutama di investasi bidang perusahaan pembangunan perumahan. Penerapan
AMDAL di sektor perumahan sangat penting untuk mencegah terjadinya
penyulapan terhadap lahan-lahan pertanian yang subur dan daerah-daerah yang
berfungsi sebagai daerah penyerapan air serta usaha-usaha pemindahan penduduk
secara besar-besaran dari tempat pemukimannnya ke daerah peresapan air, yang Sebagai lembaga keuangan,
bank mempunyai usaha pokok berupa menghimpun dana dari masyarakat untuk
kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarkat dalam bentuk kredit.
107
justru sangat penting artinya di dalam menunjang kehidupan dan penghidupan
daerah-daerah pemukiman dan masyarakat pedesaan yang menggantungkan
hidupnya dari lahan-lahan pertanian tersebut.108
108
M. Suparmoko, Op. Cit., hlm.112
Penerapan AMDAL lembaga perbankan dalam pemberian kredit investasi
harus meneliti bahwa proyek yang dibiayai tidak bertentangan dengan tatanan
lingkungan yang ada. Bank Indonesia telah menyadari keharusan bagi bank untuk
memperhatikan AMDAL. Kegiatan dilakukan tanpa AMDAL dapat membawa
dampak yang merugikan dikemudian hari karena tidak adanya perencanaan
pengelolaan lingkungan yang memadai oleh nasabah sehingga tidak akan
diketahui dampak yang mungkin timbul dari kegiatan usaha nasabah. Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, AMDAL merupakan salah satu syarat yang
harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Pelaksanaan AMDAL merupakan wujud dari penerapan klausul lingkungan hidup
yang sudah seharusnya dilakukan oleh pihak bank dalam menerapkan bank yang
berwawasan lingkungan hidup untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Dengan tidak diberlakukannya AMDAL dapat berdampak kepada kelangsungan
usaha dan kemampuan nasabah untuk mengembalikan pembiayaan yang tentu saja
akan merugikan pihak bank.
Klausul lingkungan hidup dalam perjanjian kredit investasi hendaknya
1. Klausul tersebut mengharuskan debitur memberikan informasi mengenai status
lingkungandari lokasi usaha debitur dan memberikan hak kepada debitur
untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai potensi pencemaran.
2. Memberikan hak kepada kreditur untuk melindungi dirinya sendiri, misalnya
menghentikan pelaksanaan pemberian kredit manakala ditemukan atau terjadi
pencemaran.
3. Klausul yang membebaskan kreditur dari tanggung jawab bila terjadi
pencemaran. Akhirnya, yang membebani tanggung jawab kepada debitur bila
ditemukan atau terjadi pencemaran termasuk penggantian atau pembayaran
biaya-biaya pemulihan lingkungan.
Penerapan klausul lingkungan hidup ini dapat dicantumkan dalam
representative and warranties perjanjian kredit investasi. Di dalam bagian
representative and warranties debitur perlu melingkupi pernyataan debitur bahwa
propertiyang dimilikinya memenuhi pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum
lingkungan. Selain itu, dalam bagian affirmative convenant penerapan klausul
lingkungan hidup dapat dicantumkan bahwa debitur menjamin barang-barangnya
akan terus memenuhi ketentuan-ketentuan perlindungan lingkungan dan tidak
akan menempatkan bahan-bahan berbahaya di atas propertinya tersebut. Dalam
keadaan dimana kegiatan debitur menyebabkan adanya bahan-bahan berbahaya,
debitur harus menyetujui bahwa ada jaminan bahan-bahan tersebut tidak akan
melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Jika bahan-bahan ternyata
menimbulkan bahan-bahan yang berbahaya terhadap kesehatan dan mahkluk
perdata. Selanjutnya, debitur juga menyatakan berkewajiban untuk melapor
kepada kreditur apabila terjadi tuntutan atau gugatan akibat pelanggaran
ketentuan-ketentuan lingkungan hidup sehingga debitur berkewajiban untuk
membersihkan atau memulihan lingkungan yang tercemar.
Selain itu, dalam events of default penerapan klausul lingkungan hidup
diterapkan dengan adanya pencantuman bahwa lembaga perbankan dari waktu ke
waktu melakukan pemantauan selama pembangunan proyek yang dibiayai dengan
kredit bank itu, untuk memastikan apakah sarana-sarana yang diperlukan oleh
proyek dalam rangka mencegah perusakan dan pencemaran lingkungan hidup
sudah dibangun sebagaimana mestinya. Pelanggaran mengenai hal itu
memberikan hak kepada lembaga perbankan untuk menghentikan penarikan lenih
lanjut oleh nasabah dan atas kreditnya itu seketika pula menagih nasabah untuk
melunasi kredit itu.
Pencantuman klausul tentang lingkungan hidup dalam perjanjian kredit
investasi bukan hanya peran serta bank dalam mengelola lingkungan, tetapi juga
dapat menguntungkan bank, seandainya pihak debitur dalam usahanya telah
mencemarkan lingkungan, setidaknya dari turut serta bertanggung jawab atas
pencemaran yang ditimbulkan perusahaan debitur. Dalam skala yang lebih luas,
jika semua bank melakukan tindakan yang sama setidaknya akan mengurangi
pencemaran lingkungan hidup, karena jika pencantuman klausul tersebut
merupakan syarat yang harus dipenuhi yang tidak dapat ditawar lagi, maka akan
memberikan dampak positif dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran
Klausul lingkungan hidup bukan hanya sekedar pelengkap isi perjanjian
kredit, tetapi juga harus disertai dengan pihak instansi terkait yang mengawasi
agar tidak terjadi pencemaran lingkungan hidup, artinya harus ada tindak lanjut
dan kerjasama dengan pihak lain yang diberi tugas untuk mengawasi masalah
lingkungan hidup, dengan kata lain bahwa klausul lingkungan hidup harus
dilaksanakan atau ditegakkan sebagaimana mestinya, sesuai dengan maksud dan
tujuan dicantumkannya klausul tersebut.
Guna mengarahkan kebijaksanaan perkreditan yang berwawasan
lingkungan, contoh ketentuan yang harus diajukan kepada calon debitur dalam
proses pemberian dan persetujuan kreditnya yaitu:109
5. Inspection/trade checking, yaitu kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh
bank untuk melihat sejauh mana ketaatan dan pengoperasian serta pengaruh 1. AMDAL sebagai persyaratan perizinan atas setiap kegiatan yang mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan/lingkungan hidup.
2. Keputusan persetujuan atas Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) sesuai dengan syarat-syarat.
3. Surat pernyataan lingkungan dari perusahaan/calon debitur.
4. Internal monitoring, yaitu kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh
perusahaan/debitur secara cermat keadaan fasilitas, pengoperasian dan
pengaruh terhadap lingkungan serta melaporkannya secara berkala, baik
kepada pemerintah maupun bank.
109
terhadap lingkungan. Oleh aparat perkreditan hal ini dilaporkan sebagai
laporan hasil kunjungan debitur.
Penerapan lingkungan hidup dalam lembaga perbankan sangat diperlukan
karena ekonomi dan lingkungan sebagai risiko utama dunia, keduanya memiliki
keterkaitan di mana diyakini bahwa kerusakan lingkungan yang diakibatkan tata
kelola industri yang tidak berkelanjutan memberikan dampak negatif pada
perekonomian global dan perubahan iklim timbul dari hubungan keberlanjutan
bisnis perbankan merupakan hubungan sebab akibat antara perilaku bisnis dan
lingkungan.
Kewajiban bank untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential
principles), diatur dalam Pasal 2, 8 dan Pasal 29 ayat (2) dan (3) UU Perbankan.
Bank Indonesia memiliki kewenangan menetapkan ketentuan perbankan yang
memuat prinsip kehati-hatian yang ditetapkan melalui peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan
transaksi perbankan agar terwujud sistem perbankan yang sehat dan efisien.110
Pada intinya prinsip kehati-hatian berkaitan dengan penetapan kualitas
kredit dilakukan dengan melakukan analisis terhadap faktor penilaian yang
meliputi prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan membayar. Penjelasan
pasal 2 huruf f UUPPLH memberikan pengertian mengenai yang dimaksud
dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu
usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah
110
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup. Prinsip kehati-hatian perbankan dalam memberikan
kredit harus tetap memperhatikan lingkungan (kredit yang berwawasan
lingkungan).
Mengenai usaha nasabah yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan
hidup serta dapat berdampak terhadap kegiatan usaha dan kondisi keuangan
nasabah, pihak bank dalam menilai prospek usaha nasabah perlu memperhatikan
upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup.
Dengan demikian, lembaga perbankan menempati posisi yang strategis dalam
memaksa kalangan usaha peduli pada aspek perlindungan daya dukung
lingkungan, keselamatan, serta kesejahteraan orang banyak. Perjanjian kredit
terutama dalam kredit investasi menerapkan klausul lingkungan hidup bukan saja
dimaksudkan sebagai pelaksana kewajiban peran serta bank dalam pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana dituntut oleh Pasal 67 UUPPLH, tetapi juga untuk
melindungi dirinya atau kreditnya sehubungan dengan sanksi yang ditetapkan oleh
Pasal 84 sampai dengan Pasal 120 UUPPLH.111
Lembaga perbankan bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan
hidup akibat investasi yang diberikannya, oleh sebab itulah bank dituntut untuk
membuat kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada penjagaan terhadap
lingkungan hidup. Pelaksanaan klausul lingkungan hidup ini tercermin juga dalam
pengadaan barang dan jasa yang berbasis ramah lingkungan terhadap masyarakat,
atau bisa juga dengan upaya-upaya lainnya yang tentunya bertujuan untuk
111
Arif Djohan Tunggal, Aspek Hukum Perkerditan Berwawasan Lingkungan Di Bidang
menjaga kelestarian lingkungan dari limbah-limbah yang diakibatkan dari
pengadaan barang dan jasa terhadap krediturnya.
Mencegah risiko apabila debitur lalai menjaga kelestarian fungsi
lingkungan, bank menerapkan klausul lingkungan hidup dalam perjanjian kredit
terutama kredit investasi dengan mengambil langkah-langkah pencegahan dengan
melakukan pemeriksaan pendahuluan, melakukan audit lingkungan,
merefleksikan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit kepada debitur dan
mencantumkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam perlindungan lingkungan
hidup dalam perjanjian kredit.
Namun dalam prekatiknya, penerapan klausul lingkungan hidup hanya
sekedar pencatuman atau disebutkan saja dalam perjanjian kredit investasi. Hal ini
terjadi karena belum ada petunjuk dari instansi terkait untuk mengeluarkan
petunjuk penerapan klausul lingkungan dalam perjanjian kredit. Pada prinsipnya,
lembaga perbankan dan debitur tidak keberatan jika klausul lingkungan hidup
dimasukkan dalam perjanjian kredit investasi karena pihak perbankan menyadari
adanya klausul lingkungan hidup dapat menurangi risiko kredit macet sebagai
akibat perusahaan ditutup oleh pemerintah karena pencemaran lingkungan hidup.
Saat ini, lembaga perbankan hanya baru pada taraf menyetujui pencantuman
C. Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Penerapan Klausul Lingkungan
Hidup dalam Perjanjian Kredit Investasi
Penerapan lingkungan hidup dalam perjanjian kredit investasi merupakan
suatu kondisi yang harus segera ditindaklajuti dan memaksa lingkup lembaga
perbankan Indonesia untuk lebih memperhatikan aspek tersebut. Permasalahannya
adalah perbankan Indonesia umumnya masih ragu dalam memberikan perhatian
lebih besar terhadap permasalahan lingkungan. Hal tersebut disebabkan karena
masih adanya paradigma pihak bank dalam mencetak laba setinggi-tingginya.
Peduli terhadap lingkungan juga membuat perusahaan berpikir bahwa hal tersebut
membebani perusahaan karena akan mengeluarkan biaya lebih. Selain itu,
lembaga perbankan yang membiayai proyek lain yang sejenis tersebut ternyata
tidak mengharuskan nasabah debiturnya membangun sarana yang dimaksud
karena pertimbangan persaingan antar bank yang ketat.
Pihak bank mewajibkan debitur menerapkan AMDAL yang harus
dilengkapi dengan sarana pencegahan perusakan atau pencemaran lingkungan,
atau harus dilengkapi dengan sarana untuk memproses daur ulang Bahan Beracun
dan Berbahaya (B3) yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut. Hal tersebut
menimbulkan kendala baik yang harus dihadapi oleh pihak bank maupun pihak
nasabah atau debitur. Pihak nasabah dalam melaksanakan kewajibannya mengenai
AMDAL tersebut membutuhkan pembiayaan yang lebih mahal daripada
perusahaan yang dapat menghindarkan diri dari k