• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Klausul Lingkungan Hidup Dalam Perjanjian Kredit Investasi Oleh Lembaga Perbankan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Klausul Lingkungan Hidup Dalam Perjanjian Kredit Investasi Oleh Lembaga Perbankan"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Aca Sugandhy, Rustam Hakim. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta :PT. Bumi Aksara, 2007.

Amiruddin, Zainal Asikin. Pengaturan Metode Penelitian Hukum. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Arifin, Syamsul. Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Medan: PT. Sofmedia, 2012.

Djohan Tunggal,Arif. Aspek Hukum Perkerditan Berwawasan Lingkungan Di Bidang Perbankan. Jakarta: Harvarindo, 2003.

Djumhana, Muhamad. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Erwin, Muhammd. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup. Bandung: PT Refika Aditama, 2011.

Fuady, Munir.Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

Hardjasoemantri, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta:Gajah Mada University Press, 1993.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia.Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2005.

Kasmir. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Kansil, C.S.T. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

Lusiana.Usaha Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012.

Rahman,Hassanuddin. Kebijakan Kredit Perbankan Yang Berwawasan Lingkungan. Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan Di Indonesia.Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015.

Salim, Emil. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta : PT. Media Surya Grafindo, 1999.

(2)

Siahaan, N.H.T. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan.Jakarta: Erlangga, 2004.

Sidarta. Moralitas Profesi Hukum. Bandung: Refika Aditama, 2009.

Sihombing, Jonker. Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah. Bandung: PT. Alumni, 2009.

Silalahi, Daud. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia.Bandung: Alumni, 1996.

Sjahdeni, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia. Jakarta:Bankir Indonesia, 1993.

Suharno. Analisa Kredit. Jakarta: Djambantan, 2003.

Sundari Rangkuti, Siti. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Surabaya: Airlangga University Press, 2005.

Suparmoko, M. Ekonomika Lingkungan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2000.

Sutojo, Siswanto. The Management of Commercial Bank. Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2007.

Suyatno,Thomas dkk. Dasar-dasar Perkreditan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Untung, Budi. Kredit Perbankan di Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset, 2000.

Umar,Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Widyono,Try. Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. Bandung: Ghalia Indonesia, 2006.

B. Peraturan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

(3)

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Republik Indonesia, Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 No. 12 Tambahan Lembaran Negara No. 4471).

C. Website

(diakses pada

tanggal tanggal 3 Maret 2016).

(diakses pada tanggal 8 Maret 2016).

Zahry Vandawati Chumaida, Penerapan Prinsip Kehati-hatian dan Kesehatan Bank Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, adln.lib.unair.ac.id (diakses pada tanggal 9 Maret 2016).

file:///C:/Users/win7/Downloads/678-763-1-PB%20(2).pdf (diakses pada tanggal 9 Maret 2016).

Maret 2016).

(4)

BAB III

HUBUNGAN HUKUM KLAUSUL LINGKUNGAN HIDUP DENGAN

LEMBAGA PERBANKAN DI INDONESIA

A. Keberadaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Konsep pembangunan masa lalu adalah konsep menghabiskan sumber

daya alam, tanpa memikirkan dampak lingkungan, berupa kerusakan dan

pencemaran lingkungan. Ketamakan manusia yang lebih mengutamakan

keuntungan akan sangat berbahaya kalau tidak diatasi secara benar.67

Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh timbulnya masalah-masalah

lingkungan dapat mencapai ratusan juta. Secara umum dapat digambarkan

kerugian-kerugian ekonomi yang diderita oleh para penderita pencemaran berupa Pengurasan

sumber daya alam yang dilakukan oleh manusia mengandung arti sumber daya

alam yang terletak atau hidup di dalam konteks asalnya atau kawasan asalnya,

kemudian oleh manusia diambil secara terus-menerus dan tidak terkendali dengan

cara dan jumlah tertentu sehingga menimbulkan perubahan dan penurunan

kualitas lingkungan hidup. Dampak negatif dari menurunnya kualitas lingkungan

hidup baik karena terjadinya pencemaran atau terkurasnya sumber daya alam

adalah timbulnya ancaman atau dampak negatif terhadap kesehatan, menurunnya

nilai estetika, kerugian ekonomi (economic cost), dan terganggunya sistem alami

(natural system).

67

(5)

biaya pemeliharaan atau pembersihan rumah, biaya perobatan atau dokter dan

hilang atau lenyapnya mata pencaharian. Kegiatan-kegiatan rekreasi seperti

berenang, berperahu, memancing ikan menjadi terganggu atau lenyap sama sekali

karena sungai, laut atau danau yang tercemar tidak lagi layak untuk rekreasi.68

Alasan-alasan ekonomi yang sering kali menggerakkan perilaku manusia

atau keputusan-keputusan yang diambil oleh manusia secara perorangan maupun

dalam kelompok yang menjadi penyebab masalah lingkungan, terutama dalam

hubungannya dengan pemanfaatan common property. Common property adalah

sumber-sumber daya alam yang tidak dapat menjadi hak perorangan, tetapi setiap

orang dapat menggunakan atau memanfaatkannya untuk kepentingan

masing-masing. Common property itu meliputi sungai, padang rumput, udara dan laut.

Setiap orang berpikir egoistis dan berpacu untuk mengeksploitasi sumber daya

alam yang mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya alam.

Pada akhirnya semua orang atau masyarakat secara keseluruhan yang akan

menderita kerugian. Jadi adanya kebebasan untuk mengeksploitasi sumber daya

alam akan membawa kehancuran bagi masyarkat.

Bagi masyarakat modern, rekreasi merupakan suatu kebutuhan penting.

69

Segala sesuatu di dunia ini erat hubungannya satu dengan yang lain.

Mengenai hal ini Koesnadi Hardjasoemantri mengatakan bahwa antara manusia

dengan manusia, antara manusia dengan hewan, antara manusia dengan

tumbuh-tumbuhan dan bahkan antara manusia dengan benda mati sekalipun, demikian

68

Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2015), hlm. 4.

69

(6)

juga dengan hewan.70

Konsep pembangunan yang akan diselenggarakan, haruslah

memperhatikan dampak lingkungan, jauh ke depan, kalau perlu berpuluh-puluh

atau beratus-ratus tahun ke depan, demi generasi masa depan. Dunia ini bukan

hanya milik generasi sekarang dan masa lalu, tetapi juga milik generasi yang akan

datang. Hal ini sudah menjadi keprihatinan dunia secara global, masing-masing

negara diharuskan untuk menaati prinsip-prinsip hukum dalam hukum

lingkungan.

. Alam dipengaruhi oleh manusia (man made nature) dan

manusia dipengaruhi oleh alam (nature made man). Atas dasar peranan manusia

dalam lingkungan, khususnya di dalam pembangunan perlu ada pengaturan yang

dapat mencegah atau menimbulkan kerusakan maupun pencemaran lingkungan.

71

Lahirnya kesadaran lingkungan dan kebijaksanaan pembangunan

berwawasan lingkungan di tingkat global dapat dilihat dari konfrensi PBB tentang

lingkungan hidup yang diselenggarakan pada tanggal 5-6 Juni 1972 di Stockholm,

Swedia. Literatur hukum lingkungan umumnya merujuk Konfrensi Stockholm

sebagai cikal bakal dari tumbuh dan perkembangan hukum lingkungan intrnasinal

maupun nasional. Karena konfrensi ini menghasilkan sebuah dokumen, yaitu:

deklarasi tentang lingkungan hidup manusia yang juga disebut sebagai Deklarasi

Stockholm yang dianggap sebagai sumber bagi perkembangan hukum

lingkungan.72

70

Koesnadi Hardjasoemantri, Op. Cit., hlm.2. 71

Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 240-241. 72

Muhammd Erwin, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan

(7)

Selain itu, Majelis Umum PBB memutuskan untuk menyelenggarakan

Konfrensi di Rio de Jeneiro, Brasil 1992. Seperti halnya Deklarasi Stockholm,

Deklarasi Rio juga memuat prinsip-prinsip yang dipandang sebagai sumber

pengembangan hukum lingkungan nasional dan internasional. Prinsip mengenai

lingkungan hidup tercermin dalam Prinsip ke-4 Deklarasi Rio yaitu mengenai

prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan.

Perwujudan dari prinsip keterpaduan antara lingkungan hidup dan pembangunan

adalah pemberlakuan AMDAL dan perlunya ketersediaan informasi lingkungan

dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan.73

Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu diikuti

tindakan pelestarian sumber daya alam dalam rangka memajukan kesejahteraan

umum seperti tercantum dalam UUD 1945. Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

sebagaimana telah diubah dan diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah payung di bidang

pengelolaan lingkungan hidup yang dijadikan dasar bagi pengelolaan lingkungan

hidup di Indonesia dewasa ini. Dengan demikian, UUPPLH merupakan dasar

ketentuan pelaksanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup serta sebagai dasar

penyesuaian terhadap perubahan atas peraturan yang telah ada sebelumnya, serta

menjadikannya sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh di dalam suatu

sistem.74

73

Ibid., hlm. 14.

74

(8)

Selanjutnya, pada tanggal 3 Oktober 2009, pemerintah mengeluarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Di dalam kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun

telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan mahkluk hidup

lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengeloaan lingkungan hidup

yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.

Disebabkan juga pemanasan global yang semakin meningkat dan mengakibatkan

perubahan iklim, sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup.75

1. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis

dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang

meliputi perencanaan ,pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan

penegakan hukum (Pasal 1 angka 2 UUPPLH). Pasal 3 UUPPLH menetapkan,

bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:

2. menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia;

3. menjamin kelangsungan kehidupan mahkluk hidup dan kelestarian ekosistem;

4. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5. mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup;

6. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;

7. menjamin pemenuhan dan pelindungan hak atas lingkungan hidup sebagai

bagian dari hak asasi manusia;

8. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;

75

(9)

9. mewujudkan pembangunan berkelanjutan;

10.mengantisipasi isu lingkungan global.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup erat kaitannya dengan

pembangunan, sebagai salah satu unsur yang dominan adalah peran masyarakat

dalam proses pembangunan yang dilandasi atas hak asasi manusia pada

pembangunan tersebut. Konferensi tentang pembangunan (development), hak

asasi manusia (human rights), dan negara hukum (the rule of law) yang

diselenggarakan oleh komisi internasional para ahli hukum pada tahun 1981 yang

lalu telah menetapkan hubungan yang sangat penting antara pembangunan dan

hak asasi manusia dengan suatu postulat bahwa yang kedua (hak asasi manusia)

merupakan tujuan dari pertama pembangunan. Kegiatan-kegiatan pembangunan

biasanya mendatangkan resiko-resiko yang tinggi, kerawanan-kerawanan (vulnera

bilities), ketergantungan (depency), beban (burdens), kejahatan (harms),

keuntungan dan kerugian (cost and benefits) bagi kelompok-kelompok

masyarakat yang berbeda.76

76

Ibid., hlm.136.

Tanpa adanya partisipasi yang efektif dari masyarakat maka proses-proses

pembangunan telah merosot dari proses pendistribusian menjadi proses

pemaksaan atau penekanan. Hak atas partisipasi yang efektif merupakan sesuatu

yang sangat krusial apabila pembangunan mampu menghentikan penguasaan dari

sekelompok orang tertentu dan harus mampu menjamin kelangsungan

pembangunan dengan mengutamakan martabat dan kesejahteraan bagi semua

(10)

Adanya pengukuhan secara yuridis atas peran serta masyarakat, tentunya

masyarakat memiliki motivasi kuat untuk secara kolektif mengatasi masalah

ekologi dan selalu berupaya agar kegiatan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup berhasil dan terwujud untuk melestarikan fungsi lingkungan.

Beberapa dasar bagi partisipasi masyarakat dalam rangka tindakan perlindungan

lingkungan hidup, yakni dalam hal sebagai berikut:77

1. Memberikan informasi kepada pemerintah.

2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.

3. Membuat perlindungan hukum.

4. Mendemokratisasi pengambilan keputusan.

Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan

pembangunan, di satu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang

besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, di lain pihak sumber daya alam

adalah terbatas. Umat manusia mempunyai kapasitas untuk menjadikan

pembangunan ini berkelanjutan. Yang dimaksud dengan pembangunan

berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini dan

mengidahkan kemampuan generasi mendatang dalam mencukupi kebutuhannya.

Ada tiga hal penting yang tercakup disini, yaitu:78

1. pengelolaan sumber daya alam;

2. pembangunan berkesinambungan sepanjang masa;

3. peningkatan kualitas hidup.

77

Ibid., 142.

78

(11)

Konsep pembangunan berkelanjutan ditentukan oleh tingkat masyarakat

dan organisasi sosial mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer untuk

menyerap pengaruh-pengaruh kegiatan manusia. Teknologi dan organisasi sosial

dapat dikelola dan ditingkatkan untuk memberi jalan bagi era pertumbuhan

ekonomi. Kemiskinan dapat dihilangkan atau dihindari dengan memenuhi

kebutuhan dasar dan menyediakan kesempatan untuk memenuhi cita-cita akan

kehidupan yang lebih baik. Dunia yang miskin akan sering mengalami bencana

ekologis dan bencana- bencana lainnya.79

Pemenuhan kebutuhan pokok memerlukan tidak hanya era baru

pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara yang mayoritas penduduknya miskin,

akan tetapi juga jaminan bahwa penduduk yang miskin tersebut memperoleh

sumber daya yang menjadi bagiannya secara wajar agar pembangunan itu

berkelanjutan. Dalam pengertian yang luas, pembangunan berkelanjutan adalah

mengembangkan kesetaraan antar umat manusia serta antara manusia dan alam.

Hal ini berarti bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu tingkat

keselarasan yang tetap, akan tetapi berupa sebuah proses pemanfaatan sumber

daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan

kelembagaan yang konsisten dengan kebutuhan hari depan dan hari ini, sehingga

pembangunan berkelanjutan akan bersandar pada kemauan politik dan

kesejahteraan masyarakat.

80

79

Ibid., hlm.52.

80

(12)

B. Hubungan Klausul Lingkungan Hidup dengan Lembaga Perbankan

Dewasa ini masalah lingkungan menjadi isu yang terus diwacanakan di

berbagai negara. Perubahan iklim, bencana alam dan pemanasan global dianggap

sebagai akibat kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. Munculnya

berbagai masalah lingkungan tersebut menjadi perhatian khusus berbagai pihak

termasuk pelaku kegiatan ekonomi.

Pada tahun 1992 Konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa untuk Lingkungan

dan Pembagunan (UNCED) menghasilkan Deklarasi Rio tentang lingkungan dan

pembangunan. Deklarasi tersebut bertujuan untuk mendorong pentingnya

pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan keseimbangan lingkungan

dimana peran semua pemangku kepentingan yang terlibat sangat diperlukan.

Semakin besarnya kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya

pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang memperhatikan faktor lingkungan

hidup juga mendorong usaha-usaha dari berbagai pihak untuk meminimalkan

kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan ekonomi.

Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan memperkuat

sektor keuangan. Hal ini dilakukan karena institusi keuangan, sebagai pihak yang

menyalurkan modal usaha (memiliki fungsi intermediasi), dapat memainkan

perannya dalam mengendalikan kegiatan usaha yang berpotensi memiliki dampak

negatif terhadap lingkungan hidup dan sosial masyarakat. Potensi dampak negatif

kegiatan ekonomi terhadap lingkungan ditekan seminimal mungkin melalui sektor

(13)

rekomendasi sebagai panduan dalam melakukan kebijakan yang ramah

lingkungan.

Bank sebagai salah satu pemberi dana, tidak saja melihat pertimbangan

ekonomisnya saja tetapi juga harus melihat pada aspek lingkungan hidup.

Kerusakan alam yang terjadi di Indonesia ini adalah dampak dari

ketidakdisiplinan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam. Seperti para

pengusaha yang memangkas habis hutan atau pepohonan untuk dijadikan lahan

industri, tetapi tidak melakukan penanaman kembali. Di setiap tindakan ekonomi

tentu ada keuntungan dan risiko. Keuntungannya yaitu mendapatkan laba

sementara risiko dapat berupa kerusakan alam. Perbankan dengan menyadari akan

pentingnya pembangunan yang berwawasan lingkungan tidak ikut membiayai

proyek-proyek yang diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak yang

merugikan ekosistem.

Trilogi pembangunan adalah wacana pembangunan nasional yang

dicanangkan oleh pemerintah orde baru di Indonesia sebagai landasan penentuan

kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan negara.

Trilogi pembangunan terdiri dari stabilitas nasional yang dinamis, pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.

Perbankan merupakan salah satu sarana yang strategis dalam

menyerasikan dan menyeimbangkan masing-masing unsur dari trilogi

pembangunan di atas. Peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh

fungsi utama bank sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan

(14)

demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam

rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan

ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

Peranan lembaga perbankan yang sedemekian strategis dalam mencapai

tujuan pembangunan nasional, dan dalam rangka lebih meningkatkan kualitas

peranan perbankan terebut, bank tidak dapat melepaskan diri dari kualitas

lingkungan hidup sebagai akibat daripada pembangunan khususnya di bidang

industri. Pembangunan nasional melalui pengembangan sumber daya buatan

haruslah selalu mempertimbangkan dinamika lingkungan, wawasan nusantara,

dimensi keanekaragaman sumber daya alam, manusia dan budayanya dalam satu

kesatuan lingkungan hidup.81

Perbankan asing dan perbankan di negara-negara tetangga kini sudah

banyak yang melaksanakan green banking, bahkan mereka telah memasukkan

dalam laporan tahunan mereka. Sejak tahun 1993, yaitu tahun yang telah Pembangunan, lingkungan dan bank merupakan tiga unsur penting yang

kualitasnya selalu diharapkan untuk terus meningkat. Kualitas dan kinerja bank

tentu akan ikut menentukan konsidi perkeonomian negara ini, lebih khusus lagi

dapat memberi konstribusi yang besar terhadap pembangunan dalam arti luas,

karena bank adalah agen pembangunan (agent of development). Dengan demikian

pembangunan diharapkan dapat selalu berjalan sesuai dengan target-target yang

diharapkan oleh seluruh stakeholder bangsa ini dalam mencegah industrialisasi

menimbulkan perusakan dan pencemaran lingkungan.

81

Aca Sugandhy dan Rustam Hakim, Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan

(15)

ditetapkan oleh presiden sebagai tahun lingkungan hidup, perbankan Indonesia

memeriksa kembali apakah kebijakan perkreditan perbankan Indonesia sudah

sepenuhnya menunjang pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan kebijakan

nasional yang terpadu dan menyeluruh dalam rangka menopang pembangunan

yang berkelanjutan. Perbankan perlu memeriksa apakah kebijakan perkreditan

bank Indonesia dari segala dimensinya telah berwawasan lingkungan (green

banking). Oleh karena itu kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup telah

merupakan kebijakan pemerintah, maka perbankan Indonesia berkewajiban juga

untuk menunjang kebijakan ini.

Pencantuman klausul lingkungan hidup dalam perjanjian kredit yang

dilakukan oleh lembaga perbankan merupakan wujud partisipasi lembaga

perbankan dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan Pasal

8 UU Perbankan disebutkan bahwa dalam memberikan kredit atas pembiayaan

berdasar prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasar

analisa yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan

nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan yang

dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. UU Perbankan ini secara implisit

menentukan bahwa pemberian kredit harus memiliki keyakinan atau kemampuan

dan kesanggupan dari debitur untuk melunasi hutangnya.

Keterkaitan dunia usaha dengan lingkungan hidup dapat dilihat dari

ilustrasi, yaitu:

“Suatu badan usaha mendapatkan fasilitas kredit di bank pelaksana, untuk

(16)

kemampuannya, modalnya, agunan, dan kondisi serta prospek usaha

dan/atau kegiatan badan usaha yang bersangkutan.”82

Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005

tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 No. 12 Tambahan Lembaran Negara No. 4471) dan Undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

memberikan hak dan kewajiban kepada setiap orang untuk memelihara kelestarian

fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan

perusakan lingkungan hidup. Dengan demikian, peran bank seharusnya dapat

lebih ditingkatkan lagi dalam upaya berperan serta meningkatkan pengelolaan

lingkungan hidup di Indonesia. Adanya klausul lingkungan hidup dalam

pemberian kredit diharapkan akan mengurangi dampak pencemaran lingkungan

hidup dan lembaga perbankan dapat menerapkan pembangunan berkelanjutan.

Hubungan antara perbankan dan lingkungan inilah maka UUPPLH dan

peraturan lingkungan hidup lainnya dapat diberlakukan, yaitu suatu usaha

dan/atau kegiatan dalam opersionalnya harus selalu mengindahkan UUPPLH serta

peraturan lingkungan hidup lainnya. Pemerintah melalui kebijakannya dalam UU

Perbankan pada bagian penjelasan umum alinea ke 4, telah mencantumkan

perlunya ketentuan penyempurnaan bagi kegiatan usaha bank dalam penyaluran

dananya, termasuk di dalamnya tercantum klausul lingungan hidup dengan

peningkatan peranan AMDAL bagi perusahaan berskala besar dan atau beresiko

tinggi.

82

(17)

ditentukan bahwa dalam menilai prospek usaha, bank perlu memperhatikan upaya

yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup. Selanjutnya,

dalam surat edaran tersebut telah diberikan petunjuk atau ketentuan mengenai

hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal-hal bank melakukan penilaian prospek usaha

debitur dalam rangka upaya yang dilakukan oleh debitur dalam rangka mengelola

lingkungan hidup, khususnya debitur berskala besar yang memiliki dampak

penting terhadap lingkungan hidup.

Pernyataan yang dicantumkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia

tersebut merupakan pernyataan kesadaran dan pengakuan serta penegasan bahwa

kewajiban yang tercantum dalam UUPPLH juga merupakan kewajiban bank yang

harus dipatuhi. Ketentuan tersebut jelas bahwa setiap kegiatan yang mempunyai

dampak penting terhadap lingkungan, haruslah mendapatkan izin dari pemerintah

sebelum melakukan kegiatan usahanya.

Bank yang “hijau” merupakan sebuah strategi bisnis jangka panjang yang

selain bertujuan profit juga mencetak benefit kepada pemberdayaan dan

pelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Pada dasarnya konsep bank

berwawasan lingkungan tidak hanya sekadar menjalankan aktivitas “go green”.

bank yang “hijau” akan memadukan keempat unsur yakni nature, well-being,

economy dan society ke dalam prinsip bisnis yang peduli pada ekosistem dan

kualitas hidup manusia. Sehingga pada akhirnya yang muncul adalah output

(18)

identity dan brand image yang kuat serta pencapaian target bisnis yang

seimbang.83

Dunia perbankan nasional dan lingkungan hidup, dewasa ini mendapat

perhatian luas, tidak hanya di kalangan akademisi, tetapi juga masyarakat awam.

Korelasi antara perbankan dengan gejala kerusakan dan degradasi kualitas

lingkungan kian kuat seiring dengan kasus-kasus pencemaran lingkungan yang

diduga disebabkan oleh aktivitas perusahaan-perusahaan industri dimana

perusahaan-perusahaan tersebut dibiayai oleh bank. Permasalahan lingkungan Banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari penerapan bank yang

berwawasan lingkungan. Salah satunya yaitu mengubah kesadaran individu

menjadi kesadaran kolektif dalam hal pelestarian lingkungan. Dengan demikian,

ancaman resiko kerusakan alam pun dapat ditanggulangi. Selain itu, perusahaan

yang menerapkan konsep penghijauan ini juga mendapatkan sertifikasi ramah

lingkungan sehingga mampu mendongkrak citra perusahaan. Dengan

menerapkannya konsep ini, maka perbankan di Indonesia akan mengalami

pembangunan yang berkelanjutan. Adapun green banking yang baik harus

tercermin pula dari bank itu sendiri dalam segala aspek. Misalnya menekan

penggunaan energi, penghematan penggunaan kertas dalam operasionalnya, dan

peduli akan lingkungan sekitar bank.

C. Akibat Hukum Klausul Lingkungan Hidup pada Lembaga Perbankan

(19)

hidup di Indonesia memang merupakan gejala sistematik, artinya tidak hanya

disebabkan oleh eksploitasi alam secara tidak bertanggung jawab, tetapi juga andil

dari pemerintah dan masyarakat.84

Adanya pencantuman klausul lingkungan hidup mengakibatkan lembaga

perbankan untuk berperan serta dalam pengelolaan perlindungan lingkungan

hidup yang sejalan dengan undang-undang dan diamanatkan dalam penjelasan

Pasal 8 UU Perbankan yang bermaksud mewajibkan kepada debitur untuk

memelihara dan mengelola lingkungan agar tidak terjadi pencemaran lingkungan.

Klausul lingkungan hidup yang harus dicantumkan oleh lembaga perbankan

dalam perjanjian kredit sebagai contoh harus pula memperhatikan AMDAL bagi

perusahaan yang berskala besar dan atau beresiko tinggi agar proyek yang

dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Kasus-kasus lingkungan tidak hanya terjadi antara pelaku usaha dengan

pihak masyarakat, tetapi juga antara sesama pelaku usaha dalam hal interaksi

usaha yang memakai sumber daya alam dan lingkungan, anatar pelaku usaha

dengan pemerintah atau pengelola kebijakan, dan antara masyarakat dengan

pemerintah pula. Bahkan antar sesama masyarakat sendiri dapat terjadi sengketa

menyangkut lingkungan. Dalam hal ini, bank harus memperhitungkan dampak

yang merugikan yang dapat terjadi sebagai akibat dari kebijakan yang

ditetapkannya, terutama yang menimbulkan kerusakan lingkungan.

85

84

Natsir Asnawi, Penanaman Modal dan Lingkungan Hidup (Suatu Kajian dalam

Konteks Hukum Visioner)

(20)

Lembaga perbankan dapat meminta persyaratan-persyaratan di bidang

lingkungan misalnya dengan melihat apakah AMDAL-nya sudah ada, bagaimana

environmental assessment dilakukan, apakah debitur sudah memiliki standar

lingkungan. Pencantuman klausul lingkungan hidup pada dasarnya sejalan dengan

prinsup kehati-hatian (prudential banking principle) dimana pihak bank akan

lebih berhati-hati dalam memberikan kredit kepada debitur. Dengan demikian,

pihan bank tidak asal melihat bahwa pengusaha dalam mengajukan kredit telah

mampu memberikan barang jaminan yang besar yang apabila nanti menghadapi

kendala dalam pengembalian kreditnya barang jaminan tersebut dapat

menutupinya, tetapi lebih mengutamakan aspek lingkungan dalam kegiatan

industrinya.

Klausul lingkungan hidup tentu saja penting untuk dicantumkan dalam

suatu perjanjian kredit agar terhindar dari bentuk pencemaran lingkungan. Apabila

hal ini tidak dicantumkan maka lembaga perbankan itu sendiri yang akan

menerima akibatnya. Pihak bank akan menerima kerugian dalam hubungannya

dengan perjanjian kredit sebagai kreditur yang memegang jaminan atas pinjaman

yang diberikannya. Apabila jaminan tersebut berupa tanah dan tanah tersebut

tercemar oleh limbah berbahaya, maka tanah tersebut yang merupakan jaminan

tidak ada nilainya lagi.

Selain itu, pihak perbankan akan mengalami kerugian yang fatal apabila

terjadi kredit macet. Kredit macet tersebut disebabkan oleh debitur yang

dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha oleh pemerintah dan debitur

(21)

akan menyebabkan debitur akan sulit mengembalikan pinjamannya kepada bank.

Bahkan pihak bank akan turut tergugat dengan alasan bahwa bank sebagai

kreditur ikut membiayai kegiatan perusahaan sebagai debitur yang menimbulkan

kerusakan lingkungan.

Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur

dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi

tiga bidang hukum, yaitu administratif, pidana dan perdata. Dengan demikian,

penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan

terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara

umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) sarana

administratif, kepidanaan dan keperdataan.86

Kewajiban dalam pengaturan kredit yang berwawasan lingkungan di

Indonesia yang dapat memberikan kepastian hukum, terdapat dalam Pasal 67

UUPPLH. Pasal 67 menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara

kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup. Kewajiban bank untuk melaksanakan prinsip

kehati-hatian (prudential principles), diatur dalam Pasal 2, 8 dan Pasal 29 ayat (2) dan

(3) UU Perbankan. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi

penyelenggaraan transaksi perbankan agar terwujud sistem perbankan yang sehat

dan efisien.87

86

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional (Surabaya: Airlangga University Press, 1996), hlm. 190.

87

(22)

Bank Indonesia berada pada posisi yang sangat penting dalam memberikan

pedoman bagi bank-bank pembangunan dan lembaga keuangan bukan bank untuk

mendorong bahkan mewajibkan bank-bank memberikan pedoman sangat penting

karena lembaga perbankan menempati posisi yang strategis dalam memaksa

kalangan usaha peduli pada aspek perlindungan daya dukung lingkungan,

keselamatan, serta kesejahteraan orang banyak. Pencantuman klausul-klausul

lingkungan hidup bukan saja dimaksudkan sebagai pelaksana kewajiban peran

serta bank dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dituntut oleh Pasal

67 UUPPLH, tetapi juga untuk melindungi dirinya atau kreditnya sehubungan

dengan sanksi yang ditetapkan oleh Pasal 84 sampai dengan Pasal 120

UUPPLH.88

88

Urgensi Pengaturan Green Banking Dalam Kredit Perbankan di Indonesia

Tanggung jawab hukum yang terdapat dalam Pasal 87 ayat (1) UUPPLH

menyatakan bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan

hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Setiap

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (perusahaan/badan hukum) yang

mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dianggap sebagai

perbuatan melawan hukum. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tersebut

memiliki tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan, sejauh

terbukti telah melakukan perbuatan pencemaran dan/atau perusakan.

(23)

Pihak lembaga perbankan sebagai pemberi dana kepada perusahaan yang

menimbulkan kerusakan lingkungan melalui pemberian kredit merupakan salah

satu pihak yang bertanggung jawab terhadap pencemaran lingkungan ini. Dalam

penegakan lingkungan hidup, lembaga perbankan yang tidak mencantumkan

klausul lingkungan hidup dapat dikenakan sanksi hukum administratif. Sanksi

hukum administratif adalah sanksi-sanksi hukum yang dapat dijatuhkan oleh

pejabat pemerintah tanpa melalui proses pengadilan terhadap seseorang atau

kegiatan usaha yang melanggar ketentuan hukum lingkungan administrasi.89

1. teguran tertulis;

Menurut Pasal 76 ayat (2) UUPPLH, sanksi administratif terdiri atas:

2. paksaan pemerintah;

3. pembekuan izin lingkungan; atau

4. pencabutan izin lingkungan.

Sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu

pengendalian perbuatan terlarang. Di samping itu, sanksi administratif terutama

ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang

dilanggar tersebut. Sarana administratif dapat ditegakkan dengan

kemudahan-kemudahan pengelolaan lingkungan, terutama di bidang keuangan, seperti

keringanan di bidang bea masuk alat-alat pencegahan pencemaran dan kredit bank

untuk biaya pengelolaan lingkungan dan sebagianya.90

Sarana administratif dapat bersifat preventif dan bertujuan menegakkan

peraturan perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum dapat diterapkan

89

Syamsul Arifin, Op. Cit., hlm. 218.

90

(24)

terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan,

rencana pengelolaan lingkungan dan sebagainya.91

Kerugian lingkungan dan dampak negatif yang timbul akibat pencemaran

dan perusakan lingkungan dapat bersifat tidak terpulihkan. Oleh sebab itu,

diperlukan peran berbagai pihak dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah

mempunyai alasan untuk harus campur tangan dalam penanggulangan

pencemaran lingkungan. Alasan itu tidak lain adalah alasan efisiensi. Pencemaran

merupakan contoh dari dampak eksternal yang negatif yang menimbulkan

kerusakan dan biaya pada orang atau pihak lain yang tidak terlibat dalam proses

mencemari tersebut.

Apabila penegakan hukum

administrasi negara tidak efektif maka akan dikenakan sanksi pidana yang

merupakan upaya hukum terakhir yang lazim disebut dengan istilah “ultimiun

remedium”. Pengaturan sanksi pidana terdapat pada Pasal 97-115 UUPPLH.

92

Selain peran pemerintah, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

erat kaitannya dengan pembangunan sebagai salah satu unsur yang dominan

adalah peran serta masyarakat dalam proses pembangunan. Tanpa adanya

partisipasi yang efektif dari masyarakat maka proses pembangunan telah merosot

dari proses pendistribusian menjadi proses pemaksaan atau penekanan. Beberapa

dasar bagi masyarakat dalam rangka tindakan perlindungan lingkungan, yakni

dalam hal-hal sebagai berikut:93

1. Memberikan informasi kepada pemerintah.

91

Siti Sundari Rangkuti, Op. Cit., hlm 192. 92

M. Suparmoko, Ekonomika Lingkungan (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta,2000), hlm. 135.

93

(25)

2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.

3. Membuat perlindungan hukum.

(26)

BAB IV

PENERAPAN KLAUSUL LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERJANJIAN

KREDIT INVESTASI OLEH LEMBAGA PERBANKAN

A. Peran dan Tanggung Jawab Lembaga Perbankan dalam Penegakan

Lingkungan Hidup dalam Perjanjian Kredit

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap

negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perseorangan,

badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara bahkan

lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan

perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan

pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor

perekonomian.94

Bank mempunyai fungsi utama untuk menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk tabungan, giro, maupun deposito. Dan bank jugalah yang berfungsi Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank dapat menimbulkan suatu

resiko ketika kredit tersebut dipergunakan untuk usaha atau kegiatan yang pada

akhirnya menimbulkan atau mengakibatkan perusakan dan pencemaran

lingkungan hidup. Untuk mewujudkan stabilitas perekonomian dan lingkungan

hidup sudah seharusnya badan-badan atau lembaga-lembaga keuangan yang

memberikan kredit dapat digerakkan untuk berperan serta dalam pengelolaan

lingkungan hidup.

94

(27)

untuk menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit, dimana

fungsi tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Disinilah bank berfungsi sebagai kreditur dan masyarakat sebagai debitur.

Tentunya bank sebagai kreditur perlu memperhatikan prinsip-prinsip kesehatan

bank dalam menyalurkan kredit kepada debiturnya, selain itu perlu juga untuk

memperhatikan dampak pemberian kredit tersebut terhadap kelestarian

lingkungan hidup.

Peran dan tanggung jawab perbankan dalam penegakan hukum lingkungan

dapat diwujudkan ketika lembaga perbankan mendorong nasabah debitur untuk

lebih serius memperhatikan aspek lingkungan. Kelalaian lembaga perbankan

dalam memperhatikan aspek lingkungan akan dapat menimbulkan kerugian bagi

bank yaitu dapat menyebabkan ditutupnya usaha nasabah debitur maupun gugatan

terhadapat bank itu sendiri.

Lembaga perbankan yang memiliki peranan penting dalam perekonomian

tidak saja melihat pertimbangan ekonomisnya saja, tetapi juga harus berperan

dalam memperhatikan keterpaduan dengan lingkungan sekitarnya. Dengan

demikian bank sebagai salah satu sumber dana, tidak ikut dalam membiayai

proyek-proyek yang diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak yang

merugikan ekosistem.

Bentuk tanggung jawab lembaga perbankan dalam penegakan lingkungan

hidup dapat dilihat dengan memperhatikan hasil AMDAL bagi perusahaan yang

berskala besar dan/atau berisiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga

(28)

UU Perbankan.95 Adapun kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu

usaha dan kegiatan terhadap lingkungan hidup dalam Pasal 5 PP No. 27 Tahun

1999 tentang AMDAL, ditentukan oleh:96

1. jumlah manusia yang akan terkena dampak;

2. luas wilayah persebaran dampak;

3. lamanya dampak berlangsung;

4. intensitas dampak;

5. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak;

6. sifat kumulatif dampak tersebut;

7. berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

Adanya penerapan AMDAL dalam penjelasan UU Perbankan, maka dapat

dikatakan bahwa lembaga perbankan di Indonesia melaksanakan perbankan hijau

yang merupakan tanggung jawab dalam pelestarian lingkungan dalam

melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan. Berkaitan dengan hal

tersebut, lembaga perbankan dalam membiayai proyek industri secara umum

dapat mengkaji hal-hal sebagai berikut:

1. Proses industri akan berdampak berbahaya terhadap kesehatan manusia.

2. Diperlukan adanya penambahan pembangunan infrasruktur.

3. Terdapat potensi konflik dengan kepentingan ekonomi lainnya.

4. Menimbulkan gangguan yang cukup berarti terhadap masyarakat.

5. Memperhatikan apakah proyek industry telah memiliki instalasi pengolahan

limbah.

95

Ibid.,hlm. 73.

96

(29)

Menghadapi pencemaran lingkungan hidup peranan bank perlu

ditingkatkan sesuai dengan fungsinya sebagai lalu lintas pembayaran dalam

menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan

pembiyaan sektor perekonomian nasional dengan memprioritaskan kepada

koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta berbagai lapisan masyarakat tanpa

diskriminasi sehingga akan memperkuat struktur perekonomian nasional.

Lembaga perbankan harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam

memberikan pembiayaan pembangunan. Prinsip kehati-hatian ini harus dijalankan

oleh bank bukan hanya karena dihubungkan dengan kewajiban bank agar tidak

merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada

masyarakat, yaitu sebagai bagian dari sistem moneter yang menyangkut

kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah penyimpan

dana dari bank itu saja.97

Berlakunya UU Perbankan dan sebagai akibat dari pelaksanaan prinsip

kehati-hatian (prudent banking) serta masalah tingkat kesehatan bank, pihak

perbankan akan sangat memperhatikan aspek lingkungan. Perbankan dalam

memberikan kreditnya tidak menginginkan proyek yang dibiayainya

menimbulkan pencemaran lingkungan yang akan menimbulkan keresehan

masyarakat dan proyek (industri) tersebut dapat ditutup dengan tuduhan merusak

lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena bank sebagai pemberi kredit akan Tujuan prinsip kehati-hatian tersebut adalah untuk

menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dalam hal meningkatakan kesejahteraan rakyat.

97

(30)

diminta pertanggungjawaban, dalam hal ini penilaian terhadap analisa lingkungan

serta dampak lingkungannya. Perbankan bertanggung jawab lebih berfokus pada

pemberian kredit pada usaha-usaha yang tidak mengakibatkan kerusakan

lingkungan, mengarah ke bisnis yang berkelanjutan dan diterima masyarakat,

tidak mengeksploitasi tenaga kerja dengan membayar upah rendah, tidak

menggunakan tenaga kerja di bawah umur, tidak menghasilkan produk yang

berbahaya, perusahaan yang terlibat dalam konservasi dan daur ulang,

menjalankan etika dalam berusaha, tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi

manusia, serta tidak terlibat dalam persenjataan dan pembuatan senjata nuklir.98

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UUPPLH, yang antara lain

mengatur kewajiban bagi industri untuk melindungi alam dan lingkungan. Untuk

itu, sejak tahun 2010, BI telah mendorong bank-bank komersial untuk

memasukkan isu lingkungan ke dalam praktek pengelolaan resiko mereka. Para

eksekutif bank diwajibkan untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap resiko

kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang

mungkin berdampak negatif pada reputasi bank yang bersangkutan. Masalah

lingkungan yang menimpa sebuah proyek yang dibiayai oleh sebuah bank dapat

berpotensi mengganggu keselamatan bank itu sendiri. Bank yang terjerat di dalam

proses pengadilan mengenai masalah lingkungan tak bisa terjebak dalam

perkara-perkara hukum yang rumit dan menguras banyak tenaga dan biaya dalam

menghadapi otoritas pemerintah atau organisasi perlindungan alam. Jika bank

(31)

dikalahkan dalam perkara semacam itu, reputasi bank yang bersangkutan akan

menjadi taruhan.99

Kredit bank mempunyai hubungan yang erat dengan pengelolaan

lingkungan hidup, karena debitur yang menerima kredit dari bank tentunya akan

menjalankan usahanya yang sedikit banyak akan membuang limbah yang

berakibat terjadinya pencemaran terhadap lingkungan. Untuk itu bank dikatakan Ada beberapa ketentuan dalam UUPPLH yang dapat dijadikan landasan

bagi peran dan tanggung jawab lembaga bank dalam pelaksanaan green banking

dalam hukum perkreditan di Indonesia, antara lain Pasal 22, Pasal 36, Pasal 65,

Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68. Disamping itu pula dapat diambil kebijakan dari

pemerintah dalam bidang perbankan yang mendorong ditingkatkannya upaya

pelestarian kemampuan lingkungan hidup untuk menunjang pembangunan yang

berkesinambungan, antara lain dari UU Perbankan pada Penjelasan Umum Angka

5 Pasal 8 ayat (1). Sikap tanggap perbankan Indonesia tersebut ditujukan pada

pembangunan berwawasan lingkungan sebagaimana diatur dalam UUPPLH

sehingga peran dan tanggung jawab bank dalam penegakan hukum lingkungan

menjadi jelas. Berdasarkan uraian tersebut, maka peran dan tanggung jawab

perbankan dalam pelaksanaan hukum perkreditan berwawasan lingkungan, bank

perlu melakukan antisipasi terhadap potensi pencemaran dalam kegiatan usaha

calon nasabah debitur, setidak-tidaknya karena tiga hal, yaitu sebagai pemegang

kredit, ikut dalam manajemen dan demi keamanan atau kelancaran pembayaran

kredit itu sendiri.

(32)

turut serta membiayai terjadinya kerusakan lingkungan melalui penyaluran kredit

yang diberikan kepada debiturnya. Oleh sebab itulah bank harus memiliki peranan

dan bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup yang diwujudkan dalam

kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh bank dan juga pihak-pihak lain dalam

menggapai tujuan kesejahteraan bagi masyarakat.

Pada tahun 2012, konferensi nasional tentang pengembangan energi

terbarukan (EBTKE Conex 2012) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal

Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi Kementrian ESDM, bersama

Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) berencana akan mengeluarkan

perangkat kebijakan green banking . Bank yang berwawasan lingkungan sudah

seharusnya mematuhi prinsip-prinsip keberkelanjutan yang sering disebut dengan

3P (Profit-People-Planet) dan green financing, yang mewajibkan bank untuk

melakukan bisnisnya sesuai dengan regulasi tentang lingkungan dan mendukung

program-program perlindungan alam. Kebijakan yang baru akan diarahkan

untuk:100

1. meningkatkan kemampuan bank untuk mengelola resiko yang berkaitan

dengan perlindungan lingkungan hidup;

2. meningkatkan daya saing bank menyangkut kemampuan mereka untuk

mendanai bisnis-bisnis yang terkait dengan perlindungan lingkungan;

3. memberi ruang persaingan untuk meningkatkan portofolio kredit di sektor

yang mendukung kegiatan perlindungan lingkungan.

(33)

Selanjutnya peranan bank terhadap lingkungan terlihat dari adanya

upaya-upaya yang dilakukan bank dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan prinsip

yang ramah lingkungan. Misalnya terlihat dari adanya kesepakatan bersama

mengenai koordinasi peningkatan peran perbankan dalam rangka perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh gubernur Bank

Indonesia dengan Menteri Negara Lingkungan Hidup, pada 17 Desember 2010 di

Jakarta yang kemudian diistilahkan dengan green banking. Prinsip dari

kesepakatan tersebut memastikan bahwa pembangunan harus seimbang antara

perekonomian, kehidupan sosial, serta pelestarian lingkungan hidup (profit,

people, planet). Kesepakatan itu juga berangkat dari semangat untuk turut serta

berpartisipasi dalam menjaga lingkungan, BI dan Kementerian Negara

Lingkungan Hidup bersepakat melakukan kerjasama dalam meningkatkan peran

serta lembaga perbankan guna mendukung pengelolaan lingkungan hidup melalui

sosialisasi, kerjasama penelitian, dan peningkatan kapasitas sumberdaya

manusia.101

Peran serta lembaga perbankan dalam rangka mendukung pengelolaan

lingkungan hidup sejalan dengan undang-undang dan diamanatkan dalam

penjelasan Pasal 8 UU Perbankan. Sebagai contoh, dalam memberikan kredit,

bank harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi agar

proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.

(34)

Peran dan tanggung jawab lembaga perbankan dalam penegakan

lingkungan hidup dapat dilakukan dengan pemantauan selama pembangunan

proyek yang dibiayai dengan kredit bank itu, untuk memastikan apakah

sarana-sarana yang diperlukan oleh proyek dalam rangka mencegah perusakan dan

pencemaran lingkungan hidup telah dibangun sebagaimana mestinya. Pelanggaran

mengenai hal itu kiranya dapat dikategorikan sebagai event of default dari

perjanjian kredit, yang dengan demikian memberikan hak kepada bank untuk

menghentikan penarikan lebih lanjut oleh nasabah debitur dan atas kreditnya itu

seketika itu pula menagih nasabah debitur untuk melunasi kredit itu. Selain itu,

lembaga perbankan dapat melakukan pemantauan terhadap nasabah debitur tidak

melakukan perusakan atau pencemaran lingkungan hidup disekitar proyek itu

berdiri dengan memastikan bahwa proyek nasabah debitur itu tidak membuang

atau menyimpan zat-zat berbahaya disekitar proyek.102

Berangkat dari semangat untuk turut serta berpartisipasi dalam menjaga

lingkungan, BI dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup bersepakat

melakukan kerjasama dalam meningkatkan peran serta sektor perbankan guna

mendukung pengelolaan lingkungan hidup melalui sosialisasi, kerjasama

penelitian dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.103

102

Arif Djohan Tunggal, Aspek Hukum Perkreditan Berwawasan Lingkungan di Bidang Perbankan (Jakarta : Havarindo, 2003), hlm. 70.

Sebagai

perwujudan dari kesepakatan bersama tersebut, beberapa tugas dan tanggung

(35)

jawab yang akan dilaksanakan baik oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun

BI adalah :104

1. menyediakan informasi mengenai peraturan, kebijakan, dan program

lingkungan yang berkaitan dengan sektor perbankan;

2. menyediakan informasi mengenai kinerja lingkungan dari perusahaan yang

berdampak besar dan penting berkaitan dengan kepentingan sektor perbankan;

3. menyelenggarakan sosialisasi dan pelatihan untuk peningkatan kapasitas

sumber daya manusia perbankan dalam mendukung pengelolaan lingkungan

hidup;

4. mendorong bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat dalam penyaluran kredit

dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan lebih memperhatikan

aspek-aspek risiko yang terkait dengan lingkungan hidup; dan

5. melakukan kajian/penelitian terhadap ketentuan perbankan yang terkait

dengan ketentuan dalam pengelolaan lingkungan.

Berdasarkan penjelasan di atas ternyata UU Perbankan dan UUPPLH

secara eksplisit mencantumkan kewajiban perbankan di Indonesia untuk

melaksanakan perbankan hijau dan hal ini sesuai dengan gerak langkah yang

dibutuhkan perbankan nasional untuk berperan serta dan bertanggung jawab

dalam pelestarian fungsi lingkungan guna pembangunan berwawasan lingkungan.

Dengan memperhatikan aspek lingkungan yang dilakukan oleh bank tentu akan

memberikan keuntungan positif dan menghindari resiko menurunnya tingkat

kesehatan rakyat.

(36)

B. Penerapan Klausul Lingkungan Hidup dalam Perjanjian Kredit Investasi

Oleh Lembaga Perbankan

Perbankan dan lingkungan dianggap dua “dunia” yang dalam beberapa hal

cenderung berlawanan, karena bank adalah institusi profit oriented sedang

lingkungan adalah suatu sistem yang tidak bernilai financial. Meskipun perbankan

dan lingkungan berada dalam dua dunia yang berbeda tetapi keduanya

mempunyai kepentingan sama yaitu sustainability, sehingga diperlukan komitmen

dan kerja sama dalam mencapai kepentingan tersebut dengan mengintegrasikan

aspek-aspek pengelolaan lingkungan dan sosial di dalam sustainable economy

development. Perbankan dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam membangun

gerakan go-green.

Salah satu jenis kredit adalah kredit investasi. Kredit investasi adalah

kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk

membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi,

perluasan, ataupun pendirian proyek baru, misalnya pembelian tanah dan

bangunan untuk perluasan pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan

barang-barang modal yang dibiayai tersebut.105

Investasi merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian.

Dipandang penting karena komponen ini dalam kondisi tertentu dapat menentukan

kemajuan ekonomi dalam suatu wilayah. Investasi bagi suatu negara merupakan

suatu keharusan dan keniscayaan, investasi merupakan salah satu motor

penggerak noda perkonomian agar negara dapat mendorong perkembangan

105

(37)

ekonominya selaras dengan tuntutan perkembangan masyaraktnya. Investasi suatu

negara akan dapat berlangsung dengan baik dan bermanfaat bagi negara dan

rakyatnya, mana kala mampu menetapkan kebijakan investasinya sesuai amanah

konstitusinya.106

Peran dunia perbankan sebagai jembatan para investor maupun

stakeholder perusahaan menjadikan perbankan sebagai alat untuk

mengembangkan regulasi-regulasi baru bersifat go-green dengan tidak

menghilangkan fokus terhadap pasar (market oriented). Dengan

mengimplementasikan konsep green banking ini kegiatan perbankan pada

umumnya tidak akan terganggu, sebaliknya akan memberikan keuntungan prinsip

sustainable development memastikan pembangunan yang dilakukan harus Kegiatan investasi tersebut tentu saja pihak pengusaha membutuhkan

kredit yang diberikan oleh bank dalam menunjang kegiatan usahanya. Kredit

investasi ini nantinya akan berperan secara langsung ataupun tidak langsung

dalam perekonomian masyarakat, negara dan dunia perbankan itu sendiri. Kredit

investasi ini harus digunakan secara tepat dan harus ada mekanisme yang baik dan

tepat dalam setiap permasalahan yang dimunculkannya. Di dalam berbagai upaya

yang dilakukan dalam rangka pembangunan melalui penanaman modal, lembaga

perbankan sebagai sumber dana dalam pemberian kredit harus senantiasa

memperhatikan aspek lingkungan sebagai aspek yang penting guna

keberlangsungan hidup masyarakat.

106

(38)

memiliki keseimbangan pada tiga sudut pandang yaitu profit (perekonomian),

people (sosial) dan planet (ramah lingkungan).

Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya

pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Perbankan mempunyai peranan penting dan strategis tidak saja dalam

menggerakkan roda perekonomian nasional, tetapi juga diarahkan agar mampu

menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.107

Penerapan klausul lingkungan hidup dalam perjanjian kredit investasi

diterapkan salah satunya melalui adanya pencatuman mengenai analisis dampak

lingkungan (AMDAL) dalam perjanjian kredit sebagai syarat dalam pemberian

kredit kepada perusahaan. AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar

dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan

hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Penerapan AMDAL diisyaratkan

terutama di investasi bidang perusahaan pembangunan perumahan. Penerapan

AMDAL di sektor perumahan sangat penting untuk mencegah terjadinya

penyulapan terhadap lahan-lahan pertanian yang subur dan daerah-daerah yang

berfungsi sebagai daerah penyerapan air serta usaha-usaha pemindahan penduduk

secara besar-besaran dari tempat pemukimannnya ke daerah peresapan air, yang Sebagai lembaga keuangan,

bank mempunyai usaha pokok berupa menghimpun dana dari masyarakat untuk

kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarkat dalam bentuk kredit.

107

(39)

justru sangat penting artinya di dalam menunjang kehidupan dan penghidupan

daerah-daerah pemukiman dan masyarakat pedesaan yang menggantungkan

hidupnya dari lahan-lahan pertanian tersebut.108

108

M. Suparmoko, Op. Cit., hlm.112

Penerapan AMDAL lembaga perbankan dalam pemberian kredit investasi

harus meneliti bahwa proyek yang dibiayai tidak bertentangan dengan tatanan

lingkungan yang ada. Bank Indonesia telah menyadari keharusan bagi bank untuk

memperhatikan AMDAL. Kegiatan dilakukan tanpa AMDAL dapat membawa

dampak yang merugikan dikemudian hari karena tidak adanya perencanaan

pengelolaan lingkungan yang memadai oleh nasabah sehingga tidak akan

diketahui dampak yang mungkin timbul dari kegiatan usaha nasabah. Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, AMDAL merupakan salah satu syarat yang

harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Pelaksanaan AMDAL merupakan wujud dari penerapan klausul lingkungan hidup

yang sudah seharusnya dilakukan oleh pihak bank dalam menerapkan bank yang

berwawasan lingkungan hidup untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Dengan tidak diberlakukannya AMDAL dapat berdampak kepada kelangsungan

usaha dan kemampuan nasabah untuk mengembalikan pembiayaan yang tentu saja

akan merugikan pihak bank.

Klausul lingkungan hidup dalam perjanjian kredit investasi hendaknya

(40)

1. Klausul tersebut mengharuskan debitur memberikan informasi mengenai status

lingkungandari lokasi usaha debitur dan memberikan hak kepada debitur

untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai potensi pencemaran.

2. Memberikan hak kepada kreditur untuk melindungi dirinya sendiri, misalnya

menghentikan pelaksanaan pemberian kredit manakala ditemukan atau terjadi

pencemaran.

3. Klausul yang membebaskan kreditur dari tanggung jawab bila terjadi

pencemaran. Akhirnya, yang membebani tanggung jawab kepada debitur bila

ditemukan atau terjadi pencemaran termasuk penggantian atau pembayaran

biaya-biaya pemulihan lingkungan.

Penerapan klausul lingkungan hidup ini dapat dicantumkan dalam

representative and warranties perjanjian kredit investasi. Di dalam bagian

representative and warranties debitur perlu melingkupi pernyataan debitur bahwa

propertiyang dimilikinya memenuhi pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum

lingkungan. Selain itu, dalam bagian affirmative convenant penerapan klausul

lingkungan hidup dapat dicantumkan bahwa debitur menjamin barang-barangnya

akan terus memenuhi ketentuan-ketentuan perlindungan lingkungan dan tidak

akan menempatkan bahan-bahan berbahaya di atas propertinya tersebut. Dalam

keadaan dimana kegiatan debitur menyebabkan adanya bahan-bahan berbahaya,

debitur harus menyetujui bahwa ada jaminan bahan-bahan tersebut tidak akan

melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Jika bahan-bahan ternyata

menimbulkan bahan-bahan yang berbahaya terhadap kesehatan dan mahkluk

(41)

perdata. Selanjutnya, debitur juga menyatakan berkewajiban untuk melapor

kepada kreditur apabila terjadi tuntutan atau gugatan akibat pelanggaran

ketentuan-ketentuan lingkungan hidup sehingga debitur berkewajiban untuk

membersihkan atau memulihan lingkungan yang tercemar.

Selain itu, dalam events of default penerapan klausul lingkungan hidup

diterapkan dengan adanya pencantuman bahwa lembaga perbankan dari waktu ke

waktu melakukan pemantauan selama pembangunan proyek yang dibiayai dengan

kredit bank itu, untuk memastikan apakah sarana-sarana yang diperlukan oleh

proyek dalam rangka mencegah perusakan dan pencemaran lingkungan hidup

sudah dibangun sebagaimana mestinya. Pelanggaran mengenai hal itu

memberikan hak kepada lembaga perbankan untuk menghentikan penarikan lenih

lanjut oleh nasabah dan atas kreditnya itu seketika pula menagih nasabah untuk

melunasi kredit itu.

Pencantuman klausul tentang lingkungan hidup dalam perjanjian kredit

investasi bukan hanya peran serta bank dalam mengelola lingkungan, tetapi juga

dapat menguntungkan bank, seandainya pihak debitur dalam usahanya telah

mencemarkan lingkungan, setidaknya dari turut serta bertanggung jawab atas

pencemaran yang ditimbulkan perusahaan debitur. Dalam skala yang lebih luas,

jika semua bank melakukan tindakan yang sama setidaknya akan mengurangi

pencemaran lingkungan hidup, karena jika pencantuman klausul tersebut

merupakan syarat yang harus dipenuhi yang tidak dapat ditawar lagi, maka akan

memberikan dampak positif dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran

(42)

Klausul lingkungan hidup bukan hanya sekedar pelengkap isi perjanjian

kredit, tetapi juga harus disertai dengan pihak instansi terkait yang mengawasi

agar tidak terjadi pencemaran lingkungan hidup, artinya harus ada tindak lanjut

dan kerjasama dengan pihak lain yang diberi tugas untuk mengawasi masalah

lingkungan hidup, dengan kata lain bahwa klausul lingkungan hidup harus

dilaksanakan atau ditegakkan sebagaimana mestinya, sesuai dengan maksud dan

tujuan dicantumkannya klausul tersebut.

Guna mengarahkan kebijaksanaan perkreditan yang berwawasan

lingkungan, contoh ketentuan yang harus diajukan kepada calon debitur dalam

proses pemberian dan persetujuan kreditnya yaitu:109

5. Inspection/trade checking, yaitu kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh

bank untuk melihat sejauh mana ketaatan dan pengoperasian serta pengaruh 1. AMDAL sebagai persyaratan perizinan atas setiap kegiatan yang mempunyai

dampak penting terhadap lingkungan/lingkungan hidup.

2. Keputusan persetujuan atas Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan

Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) sesuai dengan syarat-syarat.

3. Surat pernyataan lingkungan dari perusahaan/calon debitur.

4. Internal monitoring, yaitu kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh

perusahaan/debitur secara cermat keadaan fasilitas, pengoperasian dan

pengaruh terhadap lingkungan serta melaporkannya secara berkala, baik

kepada pemerintah maupun bank.

109

(43)

terhadap lingkungan. Oleh aparat perkreditan hal ini dilaporkan sebagai

laporan hasil kunjungan debitur.

Penerapan lingkungan hidup dalam lembaga perbankan sangat diperlukan

karena ekonomi dan lingkungan sebagai risiko utama dunia, keduanya memiliki

keterkaitan di mana diyakini bahwa kerusakan lingkungan yang diakibatkan tata

kelola industri yang tidak berkelanjutan memberikan dampak negatif pada

perekonomian global dan perubahan iklim timbul dari hubungan keberlanjutan

bisnis perbankan merupakan hubungan sebab akibat antara perilaku bisnis dan

lingkungan.

Kewajiban bank untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential

principles), diatur dalam Pasal 2, 8 dan Pasal 29 ayat (2) dan (3) UU Perbankan.

Bank Indonesia memiliki kewenangan menetapkan ketentuan perbankan yang

memuat prinsip kehati-hatian yang ditetapkan melalui peraturan Bank Indonesia.

Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan

transaksi perbankan agar terwujud sistem perbankan yang sehat dan efisien.110

Pada intinya prinsip kehati-hatian berkaitan dengan penetapan kualitas

kredit dilakukan dengan melakukan analisis terhadap faktor penilaian yang

meliputi prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan membayar. Penjelasan

pasal 2 huruf f UUPPLH memberikan pengertian mengenai yang dimaksud

dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu

usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan

teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah

110

(44)

meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup. Prinsip kehati-hatian perbankan dalam memberikan

kredit harus tetap memperhatikan lingkungan (kredit yang berwawasan

lingkungan).

Mengenai usaha nasabah yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan

hidup serta dapat berdampak terhadap kegiatan usaha dan kondisi keuangan

nasabah, pihak bank dalam menilai prospek usaha nasabah perlu memperhatikan

upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup.

Dengan demikian, lembaga perbankan menempati posisi yang strategis dalam

memaksa kalangan usaha peduli pada aspek perlindungan daya dukung

lingkungan, keselamatan, serta kesejahteraan orang banyak. Perjanjian kredit

terutama dalam kredit investasi menerapkan klausul lingkungan hidup bukan saja

dimaksudkan sebagai pelaksana kewajiban peran serta bank dalam pengelolaan

lingkungan hidup sebagaimana dituntut oleh Pasal 67 UUPPLH, tetapi juga untuk

melindungi dirinya atau kreditnya sehubungan dengan sanksi yang ditetapkan oleh

Pasal 84 sampai dengan Pasal 120 UUPPLH.111

Lembaga perbankan bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan

hidup akibat investasi yang diberikannya, oleh sebab itulah bank dituntut untuk

membuat kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada penjagaan terhadap

lingkungan hidup. Pelaksanaan klausul lingkungan hidup ini tercermin juga dalam

pengadaan barang dan jasa yang berbasis ramah lingkungan terhadap masyarakat,

atau bisa juga dengan upaya-upaya lainnya yang tentunya bertujuan untuk

111

Arif Djohan Tunggal, Aspek Hukum Perkerditan Berwawasan Lingkungan Di Bidang

(45)

menjaga kelestarian lingkungan dari limbah-limbah yang diakibatkan dari

pengadaan barang dan jasa terhadap krediturnya.

Mencegah risiko apabila debitur lalai menjaga kelestarian fungsi

lingkungan, bank menerapkan klausul lingkungan hidup dalam perjanjian kredit

terutama kredit investasi dengan mengambil langkah-langkah pencegahan dengan

melakukan pemeriksaan pendahuluan, melakukan audit lingkungan,

merefleksikan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit kepada debitur dan

mencantumkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam perlindungan lingkungan

hidup dalam perjanjian kredit.

Namun dalam prekatiknya, penerapan klausul lingkungan hidup hanya

sekedar pencatuman atau disebutkan saja dalam perjanjian kredit investasi. Hal ini

terjadi karena belum ada petunjuk dari instansi terkait untuk mengeluarkan

petunjuk penerapan klausul lingkungan dalam perjanjian kredit. Pada prinsipnya,

lembaga perbankan dan debitur tidak keberatan jika klausul lingkungan hidup

dimasukkan dalam perjanjian kredit investasi karena pihak perbankan menyadari

adanya klausul lingkungan hidup dapat menurangi risiko kredit macet sebagai

akibat perusahaan ditutup oleh pemerintah karena pencemaran lingkungan hidup.

Saat ini, lembaga perbankan hanya baru pada taraf menyetujui pencantuman

(46)

C. Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Penerapan Klausul Lingkungan

Hidup dalam Perjanjian Kredit Investasi

Penerapan lingkungan hidup dalam perjanjian kredit investasi merupakan

suatu kondisi yang harus segera ditindaklajuti dan memaksa lingkup lembaga

perbankan Indonesia untuk lebih memperhatikan aspek tersebut. Permasalahannya

adalah perbankan Indonesia umumnya masih ragu dalam memberikan perhatian

lebih besar terhadap permasalahan lingkungan. Hal tersebut disebabkan karena

masih adanya paradigma pihak bank dalam mencetak laba setinggi-tingginya.

Peduli terhadap lingkungan juga membuat perusahaan berpikir bahwa hal tersebut

membebani perusahaan karena akan mengeluarkan biaya lebih. Selain itu,

lembaga perbankan yang membiayai proyek lain yang sejenis tersebut ternyata

tidak mengharuskan nasabah debiturnya membangun sarana yang dimaksud

karena pertimbangan persaingan antar bank yang ketat.

Pihak bank mewajibkan debitur menerapkan AMDAL yang harus

dilengkapi dengan sarana pencegahan perusakan atau pencemaran lingkungan,

atau harus dilengkapi dengan sarana untuk memproses daur ulang Bahan Beracun

dan Berbahaya (B3) yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut. Hal tersebut

menimbulkan kendala baik yang harus dihadapi oleh pihak bank maupun pihak

nasabah atau debitur. Pihak nasabah dalam melaksanakan kewajibannya mengenai

AMDAL tersebut membutuhkan pembiayaan yang lebih mahal daripada

perusahaan yang dapat menghindarkan diri dari k

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan volume starter aspergillus niger terhadap konsentrasi asam itakonat yang dihasilkan dari

Beberapakarakteristik individu yang diduga menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien adalah; pendidikan, umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi ekonomi

Bila pada waktu yang ditentukan Saudara tidak dapat menyerahkan bukti tersebut maka perusahaan saudara dinyatakan “GUGUR”. Demikian kami sampaikan atas perhatiannya

[r]

Joomla adalah sebuah nama untuk sebuah program aplikasi yang dapat memudahkan programer dalam membuat website.. Joomla merupakan aplikasi yang menganut Content Management

[r]

Penulisan Ilmiah ini bertujuan untuk membangun suatu aplikasi berbasis web berupa website E-Learning dengan menggunakan modul Pascal, yang digunakan sebagai media alternatif

[r]