• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. isi makalah fix yang ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "3. isi makalah fix yang ini"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

SEVEN JUMP Mata kuliah : Blok Sistem Kegawatdaruratan II Hari / tanggal : Oktober 2016

SKENARIO KASUS IV

Ny T (39 tahun), beragama Islam, lahir pada tanggal 1 Oktober 1974, pendidikan terakhir SMA, SMRS klien mengalami pusing dan keluar keringat dingin, klien masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Persahabatan pada tanggal 23 Oktober 2016 jam 08.00 WIB. Kondisi pasien pada saat di lakukan pemeriksaan fisik adalah pasien tampak kesakitan di daerah ulu hati dengan skala nyeri 6, kesadaran apatis dengan GCS 8, wajah pucat, mual, muntah sudah 3 kali isi cairan, tidak ada muntah darah dan muntah berwarna hijau, nafsu makan berkurang, sesak napas, membran mukosa sedikit kering, bernapas menggunakan alat bantu pernapasan dan ada napas cuping hidung. Tekanan darah pasien 130/70 mmHg, nadi 132 kali permenit, pernapasan 28 kali permenit, suhu 380 C. BB 44 kg, TB 148 cm, keton +, GDS 406, accidosis metabolic, hasil lab menunjukkan terjadi infeksi. Auskultasi paru ronkhi (+/-). klien mengalami penyakit ini sejak usia 19 tahun. dari keluarga tidak ada yang mengalami penyakit seperti pasien, tidak ada riwayat hipertensi dan asma dalam keluarga.

(2)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama satu minggu, kondisi pasien menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Dada sudah tidak sesak, nafsu makan meningkat, hasil lab dalam batas normal, GDS 184 mg/dL, pasien dan keluarga mengerti mengenai konsep diabetes melitus, mampu melakukan perawatan dengan diabetes melitus.

A. TUGAS MAHASISWA

1. Setelah membaca dengan teliti skenario di atas mahasiswa membahas kasus tersebut dengan kelompok, dipimpin oleh ketua dan sekretaris.

2. Melakukan aktifitas pembelajaran individual di kelas dengan menggunakan buku ajar, jurnal dan internet untuk mencari informasi tambahan.

3. Melakukan diskusi kelompok mandirsi (tanpa dihadiri fasilitator) untuk melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa informasi dalam menyelesaikan masalah.

4. Berkonsultasi pada narasumber yang telah ditetapkan oleh fasilitator.

5. Mengikuti kuliah khusus dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau tidak ditemukan jawabannya untuk konsultasi masalah yang belum jelas. 6. Melakukan praktikum pemeriksaan Penatalaksanaan pasien Ketoasidosis

Diabetikum.

B. PROSES PEMECAHAN MASALAH

Dalam diskusi kelompok mahasiswa diharapkan dapat memecahkan problem yang terdapat dalam scenario dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah di bawah ini:

1.Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario di atas, dan tentukan kata / kalimat kunci skenario di atas.

(3)

3.Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaanpertanyaan di atas.

4. Klarifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

5.Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh mahasiswa atas kasus di atas. Lahkah 1 sampai 5 dilakukan dalam diskusi tutorial pertama dengan fasilitator.

6.Cari informasi tambahan informasi tentang kasus di atas di luar kelompok tatap muka; dilakukan dengan belajar mandiri.

7.Laporkan hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi yang baru ditemukan; dilakukan dalam kelompok diskusi dengan fasilitator.

8.Seminar; untuk kegiatan diskusi panel dan semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas.

Penjelasan:

(4)

STEP I KATA KUNCI

1. Ketonuria

Keton merupakan produk sampingan dari metabolisme lemak. Ketika tubuh tidak memiliki cukup glukosa, hati mengubah lemak menjadi aseton, yang digunakan sebagai bahan bakar oleh otot, sedangkan urin atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Riswanto, 2010).

Sehingga badan keton (asam Acetoacetic, asam beta-hidroksibutirat, dan aseton) tidak signifikan dalam urin yang normal dalam keadaan postprandial atau semalam- berpuasa. Namun, keto ini menjadi sumber penting energi metabolik dalam keadaan di mana ketersediaan glukosa dibatasi, karena selama puasa berkepanjangan, atau ketika kemampuan untuk menggunakan glukosa sangat berkurang, seperti pada diabetes mellitus dekompensasi. Selama kelaparan berkepanjangan konsentrasi arteri dari asam organik yang kuat ini aktif secara metabolik meningkat sekitar 70 kali lipat menjadi 10 sampai 12 m. Pada ketoasidosis diabetik. Mekanisme yang bertanggung jawab untuk pengembangan ketonemia adalah :

 Peningkatan produksi oleh hati

 Penurunan pemanfaatan perifer di otot  Mengurangi volume distribusi.

(5)

dihadapi biasanya setelah cepat, harga ekskresi urin semalam dapat diabaikan. Ketika kadar plasma meningkat melebihi 0,1-0,2 m M, bagaimanapun, meningkat ekskresi dan sejumlah terukur badan keton muncul dalam urin (John dkk, 2011).

Keton diproduksi biasanya oleh hati sebagai bagian dari metabolisme asam lemak. Pada keadaan yang normal keton ini benar-benar dimetabolisme sehingga sangat sedikit, jika ada, akan muncul dalam urin. Apabila tubuh tidak bisa mendapatkan cukup glukosa untuk energi akan beralih menggunakan lemak tubuh, yang mengakibatkan peningkatan produksi keton membuat keton terdeteksi dalam darah dan urin. (John dkk, 2011).

Rumus bangun senyawa keton : aseton (atas), asam asetoasetat (tengah), dan asam hidroksibutirat

a. beta (bawah). Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam β.

b. hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang disebabkan oleh : gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar (Riswanto, 2010).

c. Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan.

2. Nafas cuping hidung

Nafas cuping hidung adalah bernafas dari jaringan lunak yang membatasi kembang kempis. widyatama, 2010)

(6)

 Shock

 Penurunan darah ke ginjal  Perdarahan

 Dehidrasi

 Peninigkatan katabolisme protein pada hemolisis  Luka bakar, demam tinggi dan trauma

Faktor renal

 Gagal ginjal akut  Glomerulo nefritis  Hiprtensi maligna  Nekrosis kortek ginjal  Obat – obat nefrotoksik

Faktor post renal:

 Obstruksi ureter oleh batu

 Penyempitan atau penyumbatan uretera oleh karena prostate hipertropi, striktura, dll (Sutedjo,2007 : 81-82 ).

4. Muntah berwarna hijau

Bisa berasal dari campuran empedu dalam muntahan, atau akibat warna makanan/minuman yang baru saja tertelan. Yang dikhawatirkan dari muntah berwarna hijau adalah adanya sumbatan pada usus (ileus obstruktif), dengan tingkat sumbatan di bawah usus dua belas jari. Sumbatan bisa diakibatkan oleh perlengketan usus, tumor, batu

empedu atau penyempitan abnormal saluran cerna. Namun,

muntah-muntah secara umum dapat diakibatkan oleh:

 Gastritis

 Penyakit empedu  Penyakit hati  Gangguan pankreas  Gangguan ginjal

(7)

Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung yang dapat menyerang pada usia berapa saja namun yang paling tinggi saat usia dua-empat minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia satu minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feses berbau busuk, dan disertai demam (Sutedjo,2007 : 81-82 ).

5. Sedimen eritrosit

Sedimen adalah endapan urine yang diperoleh setelah diperiksa dibawah mikroskop dan dihitung unsur sel dan torak. Dalam urine patologis terdapat garam-garam organik, sel darah (leukosit,Eritrosit), sel epitel sel sylinder(Cast) juga parasit (trichomonas) dan bakteri. Pada urine dengan berat jenis < 1.007 eritrosit akan menghemolisis dan leukosit akan mengembang.

Selama pemeriksaan rutin, jika tes positif untuk leukosit, darah, protein, nitrit, dan pH lebih dari 7 diidentifikasi, urin sedimen dapat mikroskopis dianalisis untuk lebih menentukan diagnosis.

Peralatan:  Mikroskop  Centrifuge  Objek gelas  Cover gelas  Tabung centrifuge

Cara :

1) Botol berisi urine digoyangkan agar memperoleh sampel yang tercampur (homogen)

2) Sebanyak 15 ml urine dituang ke dalam tabung sentrifuge.

3) Pusing dengan alat sentrifuge selama 3-5 menit dengan kecepatan 1.500 – 2.000 rpm.

4) Isi tabung dituang habis ke tabung lain (gerakan satu kali dan cepat) 5) Dasar tabung pertama diketok beberapa kali agar sisa urine dan endapan

tercampur.

6) Letakkan setetes campuran tersebut di atas kaca objek bersih dan tutup dengan kaca penutup.

(8)

8) Lensa objektif kecil (10x) = Lapangan Pandang Kecil (LPK). Periksa seluruh sediaan, perhatikan adanya jenis torak. Laporkan jumlah torak terlihat dalam 10 LPK, misalnya 0-3 torak hialin/LPK.

9) Lensa sedang (40x) = Lapangan Pandang Besar (LPB) untuk menghitung jumlah leukosit, eritrosit dan glitter celll yang dijumpai dalam 10 LPB serta bagi dengan angka

10) Laporkan juga adanya jenis kristal, jamur, sperma, parasit dan lain-lain. (R.GandaSoebrata) (Sudoyo, 2009).

6. Asidosis Metablolik (Asidosis non respiratorik)

adalah jenis gangguan asam basa yang paling sering dijumpai, yang berkaitan dengan penurunan [HCO3-] . Penyebab yang umum tejadi (Sheerwood, 2012) :

a. Diare berat

Selama pencernaan, getah pencernaan kaya HCO3- biasanya disekresikan ke dalam saluran cerna dan kemudian diserap kembali ke dalam plasma ketika pencernaan selesai. Selama diare, HCO3- ini hilang dari tubuh dan tidak direabsorpsi. Karena HCO3-berkurang maka HCO3- yang tersedia untuk mendapat H+ berkurang sehingga lebih banyak H+ bebas yang ada di carian tubuh. Dengan melihat situasi ini dari segi yang berbedam berkurangnya HCO3- menggeser reaksi CO2 + H2O = H+ + HCO3- ke kanan untuk mengkompensasi defisit HCO3- , meningkatkan [H+] di atas normal.

b. Diabetes melitus

Kelainan metabolisme lemak akibat ketidakmampuan sel menggunakan glukosa karena kurangnya efek insulin menyebabkan pembentukan asam keton secara berlebihan. Penguraian asam-asam keton ini meningkatkan [H+] plasma.

c. Olahraga berat

Ketika otot mengandalkan glikolisis anaerob sewaktu olah raga berat, terjadi peningkatan produksi asam laktat, yang meningkatkan [H+] plasma.

d. Asidosis uremik

(9)

menumpuk di cairan tubuh. Ginjal juga tidak dapat menahan HCO3 -dalam jumlah memadai untuk menyangga beban asam yang normal. Kompensasi Untuk Asidosis Metabolik

Kecuali pada asidosis uremik, asidosis metabolik dikompensasi oleh mekanisme pernapasan dan ginjal serta dapat kimiawi.

a. Penyangga menyerap kelebihan H+

b. Paru mengeluarkan lebih banyak CO2 penghasil H+

c. Ginjal mengekskresikan H+ lebih banyak dan menahan HCO3- lebih banyak. (Sheerwood, 2012)

7. Ronkhi

Ronkhi merupakan jenis suara yang bersifat kontinue, pitch rendah, mirip wheeze. Tetapi dalam ronchi jalan udara lebih besar, atau sering disebut coarse ratling sound. Suara ini menunkukkan halangan pada saluran udara yang lebih besar oleh sekresi. Kondisi yang berhubungan dengan terjadinya ronchi yaitu pneumonia, asma, bronkitis, bronkopasme. Ronkhi adalah nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila pasien batuk. Misalnya pada edema paru. (Sartika Dewi, 2010 dalam Wulang, 2013).

8. Nilai Normal BUN

(10)

STEP 2 PERTANYAAN

1. Mengapa klien nafasnya berbau keton ? 2. Apa yang menyebabkan nadi meningkat ?

3. Kenapa klien suhunya meningkat, apakah ada kaitannya dengan ketoasidosis ?

4. Terapi apa saja yang diberikan kepada pasien ketoasidosis diabetikum dan berapa dosisnya ?

(11)

STEP 3

JAWABAN PERTANYAAN

1. Mengapa klien nafasnya berbau keton ?

Tingkat keton yang tinggi sering menyebabkan bau mulut. Salah satu keton, aseton (zat kimia yang juga ditemukan dalam cat kuku) dapat menyebabkan bau seperti kuku pada nafas. (www.hallosehat.com)

2. Apa yang menyebabkan nadi meningkat ?

Dari tanda vital, takikardi menjadi tanda yang paling sering ditemukan. Hipotensi ortostatik terjadi karena adanya defisiensi cairan pada KAD. (Newton CRH. Clinical Emergency Medicine,2005)

3. Kenapa klien suhunya meningkat, apakah ada kaitannya dengan ketoasidosis ?

Suhu pasien KAD yang meningkat tidak disebabkan oleh kondisi KAD itu secara langsung, melainkan suatu pertanda bahwa terdapat infeksi yang menyebabkan KAD tersebut tercetus. (Newton CRH. Clinical Emergency Medicine,2005)

4. Terapi apa saja yang diberikan kepada pasien ketoasidosis diabetikum dan berapa dosisnya ?

Prinsip pengobatan KAD adalah :

a. Penggantian cairan dan garam yang hilang

b. Menekan lipolisis pada sel lemak dan glukoneogenesis pada sel hati dengan pemberian insulin

(12)

d. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan :

1. Cairan

Dehidrasi dan hiperosmolaritas diatasi secepatnya dengan cairan gram fisiologis. Pilihan berkisan antara NaCl 0,9 % atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya diperoleh 1-2 liter dalam jam pertama. Bila kadar glukosa <200mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau 10%). Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor kulit jaringan, tekanan darah, keluaran urin, dan pemantauan keseimbangan cairan.

2. Insulin

Insulin baru diberikan pada jam kedua. Pemerian insulin dosis rendah terus menerus intravena dianjurkan karena pengontrolan dosis insulin menjadi lebih mudah, penurunan kadar glukosa lebih halus, efek insulin cepat menghilang, masuknya kaslium keintra sel lebih lambat, dan komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih jarang.

Sepuluh unit diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan infuse larutan insulin regular dengan laju 2-5 U/jam. Sebaiknya larutan 5U insuin dalam 50ml NaCl 0,9%bermuara dalam larutan untuk rehidrasi dan dapat diatur laju tetesnya secara terpisah. Bila kadar glukosa turun sampai 200mg/dl atau kurang, laju larutan insulin dikurangi menjadi 1-2U/jam dan larutan rehidrasi diganti dengan glukosa 5%. Pada waktu pasien dapat makan lagi diberikan sejumlah kalori sesuai kebutuhan dalam beberapa porsi. Insulin regular diberikan subkutan 3 kali sehari bertahap sesuai kadar glukosa darah.

3. Glukosa

(13)

Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH < 7,1 atau bikarbonat serum <9 mEq/l. walaupun demikian komplikasi yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.

Pengobatan umum meliputi antibiotic yang adekuat, oksigen bila PO2 <80 mgHg, heparin bila ada KAD atau bila hiperosmolar berat (>380mOsm/l).

Pemantauan merupakan yang terpenting dari KAD meningkat menyesuaikan terapi perlu dilakukan selama terpi berlangsung. Untuk itu perlu pemeriksaan :

a. Kadar glukosa darah per jam dengan alat glukometer b. Elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergangtung

keadaan

c. AGD, bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1 selanjutnya setiap hari sampai stabil

d. TD, nadi, respirasi dan temperatus setiap jam e. Keadaan hidrasi dan keseimbangan cairan f. Kemungkinan KID

Agar hasil pemantauan efektif dapat digunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang berlaku.

5. Mengapa urin mengandung keton ?

(14)

gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar (Riswanto, 2010).

Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetikum, keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari 50 mg/dl (Riswanto, 2010).

Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin. Namun kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada plasma atau serum, kemudian baru urin. Ketouria (keton dalam urin) terjadi akibat ketosis. Benda keton yang dijumpai di urin terutama adalah aseton dan asam asetoasetat. Uji ketouria dapat dilakukan dengan menggunakan tablet asetest, atau strip reagen (dipstick) ketostix atau strip reagen multitest (mis. Combur, Multistix, Arkray, dsb) (Riswanto, 2010). Menurut Barratt (2007) dalam Fogazzi et al (2008), adanya peningkatan keton dalam urin disebabkan oleh beberapa hal, karena biasanya hanya sejumlah kecil keton diekskresikan setiap hari dalam urin (3-15 mg). Peningkatan keton dapat ditemukan di :

a) Diabetes yang tidak terkontrol b) Diabetic ketoacidosis (DKA) c) Kelaparan

d) Tidak makan untuk waktu yang lama (12-18 jam) e) Anorexia nervosa

f) Bulimia nervosa g) Alkoholisme

h) Keracunan (misalnya dengan isopropanol) i) Anestesi eter

j) Alkalosis

k) Beberapa gangguan metabolisme

(15)
(16)

1. Mahasiswa mampu memahami Ketoasidosis Diabetikum

2. Mahasiswa mampu memahami Tanda Gejala Ketoasidosis Diabetikum 3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum

4. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada Ketoasidosis Diabetikum

STEP 6

(17)

1. Identitas jurnal A. Judul Jurnal

Evaluation of Ward Management of Diabetic Ketoacidosis” yang artinya “Evaluasi Ward Manajemen Ketoasidosis Diabetes”.

B. Nama Jurnal Clinical Diabetes C. Volume

Volume 32, Number 3, 2014 D. Halaman

1-6 halaman E. Penulis

Branden D. Nemecek, PharmD, Kathie L. Hermayer, MD, MS, Pamela C. Arnold, MSN, and Nicole M. Bohm, PharmD

F. Tahun terbit 2014

2. Pembahasan jurnal A. Pendahuluan

Diabetic ketoacidosis (DKA) adalah manifestasi berpotensi mengancam nyawa dari diabetes tipe 1, kejadian yang telah meningkat 3,2-4,6 kasus / 10.000 penduduk antara tahun 1988 dan 2009. Untungnya, pengobatan DKA sangat efektif; pusat berpengalaman memiliki tingkat kematian diperkirakan dari DKA dari <5%. Pengobatan DKA berfokus pada pemulihan volume yang peredaran darah, membersihkan keton, menstabilkan gula darah, dan mengelola kelainan elektrolit.

Biaya pengobatan DKA yang signifikan, dengan biaya rata-rata estimasi untuk rawat inap tunggal mulai dari $ 7,470 ke $ 20.864. Biaya tahunan manajemen DKA untuk sistem perawatan kesehatan adalah lebih dari $ 1 miliar dan menyumbang satu dari setiap dua dolar yang dihabiskan untuk pengelolaan diabetes tipe 1 pada orang dewasa.

(18)

yang aman dan efektif di bangsal rumah sakit. Pendapat ahli telah memberikan beberapa petunjuk untuk digunakan ICU berdasarkan tingkat keparahan penyakit pada presentasi, tapi bukti yang mendukung rekomendasi tersebut adalah minimal. The American Diabetes Association (ADA) memberikan rekomendasi khusus yang terbatas mengenai pemanfaatan ICU, sedangkan pernyataan posisi 2.011 dan rekomendasi perawatan dari Joint British Diabetes Masyarakat merekomendasikan perawatan intensif untuk pasien memenuhi salah satu kriteria berikut: keton serum> 6 mmol / L, anion gap> 16, tingkat bikarbonat <5 mmol / L, pH <7,1, kalium <3,5 mmol / L, Glasgow koma skala <12, O 2 saturasi <92%, tekanan darah sistolik <90 mmHg, atau pulsa> 100 atau <60 bpm.

Praktek klinis berkaitan dengan manajemen DKA sangat bervariasi, seperti yang dijelaskan dalam 2009 Ulasan di negara bagian New York, menunjukkan bahwa pasien dengan DKA terdiri 0,4% dari semua penerimaan rumah sakit, dengan 52,6% dari pasien ini dirawat di ICU. Studi ini mengidentifikasi faktor pasien yang dapat menyebabkan masuk ICU, termasuk pendapatan, penyedia asuransi, mengajar status rumah sakit, dan hunian rumah sakit, daripada presentasi klinis pasien. Tidak ada perbedaan tercatat dalam durasi rawat inap atau kematian antara ICU dan manajemen non-ICU. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pasien dengan DKA dapat dengan aman dan efektif diobati dengan insulin subkutan di bangsal obat-obatan; Namun, kami belum menemukan penelitian pengobatan bangsal dari DKA dengan infus kontinu insulin.

(19)

divalidasi pada populasi pasien bedah kardiotoraks. DKA perawatan di MUSC panggilan untuk glukosa darah harus diperiksa per jam, dengan target 150-200 mg / dl, terlepas dari lokasi pengobatan. Pemantauan keamanan pengobatan, baik di ICU dan bangsal pengobatan, sangat penting karena hipoglikemia telah terbukti meningkatkan mortalitas di antara pasien dirawat di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau keseluruhan manajemen DKA dan ciri pasien yang aman dan efektif diobati di bangsal kedokteran umum dibandingkan dengan pasien yang dirawat di ICU.

B. Bahan dan Metode

Ini analisis kohort retrospektif dari pasien dewasa yang dirawat karena DKA di MUSC antara 1 Juni 2011 dan 30 September 2012 telah disetujui oleh dewan review kelembagaan universitas.

1. Seleksi Pasien

Semua pasien ≥ 18 tahun yang dirawat di MUSC selama masa studi dengan diagnosis DKA atau diabetes tipe 1 dengan ketosis dimasukkan. Diabetes tipe 1 dikonfirmasi melalui review grafik. Pasien dengan diabetes tipe 2, mereka yang menerima hemodialisis, dan mereka yang menerima pengobatan DKA dimulai di rumah sakit lain dikeluarkan. Diagnosis DKA dikonfirmasi oleh kehadiran setidaknya dua dari berikut: ditinggikan gap anion disebabkan DKA, pH serum <7,4, glukosa darah, atau adanya serum atau urin keton.

2. Metode Studi

(20)

dalam analisis. Data Nominal dianalisis dengan uji eksak Fisher ini, dan data kontinu dianalisis menggunakan uji t Pelajar.

Intravena berbasis internet (IV) infus insulin kalkulator (IVIIC) yang digunakan dalam lembaga ini mempekerjakan multiplier, yang merupakan pengganti untuk sensitivitas insulin berdasarkan nilai-nilai glukosa saat ini dan sebelumnya. Unit insulin harus diresapi per jam dihitung berdasarkan (glukosa saat ini - 60 mg / dl) × [multiplier]. Untuk DKA, multiplier diatur di 0.01 awalnya.

C. Hasil Penelitian

Hasil efektivitas primer adalah waktu untuk penutupan gap anion dan persentase pembacaan glukosa darah dalam kisaran tujuan 150-200 mg / dl saat infus insulin. Kisaran Tujuan dari 150-200 mg / dl sebelumnya didirikan berdasarkan pendapat ahli di MUSC, dengan pertimbangan untuk target glukosa untuk pengobatan DKA awal yang diterbitkan dalam pedoman ADA. Durasi rawat inap dihitung dari waktu masuk ke waktu debit, yang dikeluarkan perawatan gawat darurat sebelum masuk.

Hasil keselamatan sekunder termasuk kejadian hipoglikemia, baik saat infus insulin dan setelah konversi ke insulin subkutan, dan insiden pembukaan kembali anion gap. Hipoglikemia ditandai sebagai ringan untuk nilai glukosa 60-69 mg / dl, sedang untuk nilai-nilai glukosa 40-59 mg / dl, dan berat untuk nilai glukosa <40 mg / dl. tingkat keseluruhan hipoglikemia didasarkan pada nilai glukosa darah <70 mg / dl. Konversi ke insulin subkutan dianalisis untuk tumpang tindih tepat 2 jam sebelum penghentian infus insulin IV.

D. Hasil Studi

(21)

hemodialisis (n = 4), memulai pengobatan di rumah sakit lain (n = 9), atau tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk DKA (n = 6). Dari kasus-kasus yang tersisa, 40 dirawat di bangsal kedokteran umum dan 31 dirawat di ICU.

[image:21.595.87.549.504.634.2]

Pasien umumnya 25-35 tahun, dengan A1C median 11,9% ( Tabel 1 ). Pasien di ICU memiliki glukosa darah masuk yang lebih tinggi dan tingkat bikarbonat rendah ( Tabel 2 ). Sebanyak 1.526 pembacaan glukosa darah diperoleh, termasuk 781 dari pasien awalnya dirawat di ICU dan 745 dari pasien yang diobati di bangsal obat ( Tabel 3 ). Tidak ada perbedaan antara pasien ICU dan bangsal di frekuensi nilai di atas, dalam, atau di bawah gawang. Insiden hipoglikemia saat infus insulin adalah 12,9 dan 12,5% di ICU dan obat-obatan bangsal, masing-masing, dan semua kasus hipoglikemia berat (glukosa darah <40 mg / dl) terjadi di ICU ( Gambar 1 ).

(22)
[image:22.595.87.547.124.326.2]

tabel 2. Nilai Laboratorium penerimaan (median [IQR])

[image:22.595.126.566.472.631.2]
(23)
[image:23.595.110.456.115.334.2]

Gambar 1. Peristiwa hipoglikemik. SC, subkutan.

STEP 7

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(24)

Data komunitas di Amerika Serikat menunjukkan bahwa insiden ketoasidosis diabetik sebesar 8 per 1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur. Di Indonesia insiden ketoasidosis diabetik tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden ketoasidosis diabetik di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2 (Soewondo, 2009).

Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden ketoasidosis diabetik di Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden ketoasidosis diabetik di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2 (Soewondo, 2009). Angka kematian pasien dengan ketoasidosis diabetik di negara maju kurang dari 5% pada banyak senter, beberapa sumber lain menyebutkan 5-10%, 2-10%, atau 9-10% (Soewondo, 2009).

Ketoasidosis diabetik paling sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe 1 (yang pada mulanya disebut insulin-dependent diabetes mellitus), akan tetapi kejadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada mulanya disebut non-insulin dependent diabetes mellitus), tidak sejarang yang diduga.

Penanganan pasien penderita ketoasidosis diabetik adalah dengan memperoleh riwayat menyeluruh dan tepat serta melaksanakan pemeriksaan fisik sebagai upaya untuk mengidentifikasi kemungkinan faktor faktor pemicu. Kematian pada pasien ketoasidosis diabetik usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.

(25)

B. Tujuan

Mengetahui dan menambah wawasan tentang ketoasidosis diabetik dan dapat membantu menegakkan diagnosis ketoasidosis diabetik serta penatalaksanaannya.

C. Rumusan Masalah

Dari pemaparan dan uraian latar belakang masalah diatas, agar dalam penyusunan laporan ini lebih terarah pembahasannya dan mendapatkan gambaran secara komperhensif. Maka sangat penting untuk dirumuskan pokok permasalahannya, yakni:

1. Kalimat atau kata kunci apa saja yang belum jelas dalam kasus? 2. Pertanyaan apa saja yang mungkin muncul dalam kasus?

3. Informasi tambahan apa saja yang mungkin muncul dalam kasus?

4. Bagaimana hasil diskusi dan sintesis informasi-informasi baru yang ditemukan pada kasus ?

D. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penyusunan laporan ini adalah untuk mengetahui hasil analisis kasus mahasiswa semester 7 terhadap konsep asuhan keperawatan klien dengan cidera kepala di Mata Kuliah Blok Sistem Keperawatan Gawat Darurat II.

2. Tujuan Khusus

a. Menentukan kalimat atau kata kunci yang belum jelas. b. Mengidentifikasi masalah dan membuat pertanyaan penting. c. Menganalisi masalah dengan menjawab pertanyaan penting. d. Mencari informasi tambahan guna menunjang analisa kasus.

e. Melaporkan hasil diskusi dan sintesis informasi-informasi yang baaru ditemukan kepada fasilitator.

E. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penyusun laporan ini adalah: 1. Bagi Masyarakat atau Klien

(26)

2. Bagi Penulis

Hasil analisis kasus ini diharapkan dapat memberi informasi tentang konsep asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan sistem endokrin akibat ketoasidosis. Penulis dapat menambah pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan menjadi acuan untuk penulisan selanjutnya.

3. Bagi STIKes Mahardika

Keperawatan sebagai profesi yang didukung oleh pengetahuan yang kokoh, perlu terus melakukan berbagai tulisan-tulisan terkait praktik keperawatan yang akan memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan. Penulisan ini diharapkan dapat memperkaya literatur dalam bidang keperawatan.

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi

Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari diabetes mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan criteria diagnostic yaitu glukosa > 250 mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia. Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I , disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin.

(27)

osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.(Urden Linda, 2008)

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif (Soewondo, 2009).

Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akutyang di tandaidengan perburukan semua gejala diabetes, ketoasidosis diabetikes merupakan keadaanyang mengancam jiwa dan memerlukan perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya. (Corwin, 2012).

B. Klasifikasi

Menurut A 2006 American Diabetes Association statement categorizes DKA ada 3 tingkatan :

a. Mild : blood pH mildly decreased to between 7.25 and 7.30 (normal 7.35–7.45); serum bicarbonate decreased to 15–18 mmol/l (normal above 20); the patient is alert

b. Moderate : pH 7.00–7.25, bicarbonate 10–15, mild drowsiness may be present.

c. Severe : pH below 7.00, bicarbonate below 10, stupor or coma may occur.

C. Etiologi

Semua kelainan pada ketoasidosis diabetik disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif yang berkembang dalam beberapa jam atau hari. Pada pasien DM yang telah diketahui sebelumnya disebabkan oleh kekurangan pemberian kebutuhan insulin eksogen atau karena peningkatan kebutuhan insulin akibat keadaan atau stres tertentu.

(28)

b. Kelainan vaskuler (infark miokard akut)

c. Kelainan endokrin (hipertyroidisme, sindroma chusing) d. Trauma

e. Kehamilan f. Stres emosional

g. Peningkatan hormone kontrainsulin (epinefrin, kortisol, glukagon) (Guntur, 2010).

D. Patofisiologi

Ketoasidosis diabetik merupakan suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton (Soewondo, 2009).

Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya ketoasidosis diabetikar substrat nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase). Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan ketoasidosis diabetik (Gotara & Budiyasa, 2010).

(29)

pengeluaran asam lemak bebas yang berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari ketoasid (Gotara & Budiyasa, 2010).

Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon menurunkan ketoasidosis diabetikar malonyl coenzyme A (CoA) dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl-transferase I (CPT I), enzim untuk transesterifikasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine, yang mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl CoA dan CPT I pada ketoasidosis diabetik mengakibatkan peningkatan ketongenesis (Gotara & Budiyasa, 2010). Apabila jumlah insulin berkurang,jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga, disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbukan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan 6,5 L air dan sampai 400-500 mΕq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam (Andra S, 2013).

(30)
(31)

E.Pathway

Strafase sel Glukosa

Asidosis metabolik Badan keton

Asam lemak Metabolisme sel

Hiperglikemi Transport glukosa ke jaringan

Defisiensi insulin Sel β tidak mampu menghasilkan insulin

Rentang infeksi Imun Kemampuan sel

Kelemahan

Produksi energi ATP

Metabolisme

vol. sirkulasi Poliuria Diuresis osmotik

Glukouria Absorbsi ginjal

(32)

32 Infeksi

Frek. napas

Sesak

B1 (Breath) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Invasi mikroorganisme Ulkus Sel hungry Insulin Ketidakefektifan pola napas Sumbatan di N2 Glukosa meningkat Suplai O2 turun Perubahan persepsi sensori penglihatan Hiperglikemi Diuresis osmotik Kehilangan cairan Poliuri Dehidrasi

Resiko vol. Cairan dan elektrolit Lipolisis Ketosis Mual, muntah Nutrisi kurang dari kebutuhan Metabolisme sel ATP Kerja metabolisme Kelemahan Intoleran aktivitas Kesalahan penginter-prestasian informasi Tidak mengenal sumber informasi Kurang pengetahuan Pasien ansietas Pasien sering bertanya Perfusi jartingan serebral Resiko Cidera Penurunan kesadaran Hati merubah lemak menjadi asam lemak Mengalami perubahan sangat kompleks untuk

(33)
(34)

F. Manifestasi Klinis

Sekitar 80% pasien ketoasidosis diabetik adalah pasien DM yang sudah dikenal. Kenyataan ini tentunya sangat membantu untuk mengenali ketoasidosis diabetik sebagai komplikasi akut DM dan segera mengatasinya. Sesuai dengan patofisiologi ketoasidosis diabetik, maka pada pasien ketoasidosis diabetik dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), ketoasidosis diabetic yang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium (Soewondo, 2009).

Areateus menjelaskan gambaran klinis ketoasidosis diabetik sebagai keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului ketoasidosis diabetik serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai pada ketoasidosis diabetik anak. Dapat pula dijumpai nyeri perut dan berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung (Soewondo, 2009).

Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai compos mentis, delirium, depresi sampai koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol). Infeksi merupakan factor pencetus yang paling sering. Infeksi yang paling sering ditemukan ialah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Walaupun faktor pencetusnya adalah infeksi, kebanyakan pasien tak mengalami demam. Bila dijumpai adanya nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, appendicitis, diverticulitis, ayau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan ketoasidosis diabetik, maka perlu dicari kemungkinan infeksi tersembunyi (sinusitis, abses gigi, abses perirectal) (Soewondo, 2009).

G. Komplikasi

(35)

setelah perbaikan tanpa diberikan insulin subkutan. Umumnya pasien KAD yang telah membaik mengalami hiperkloremia yang disebabkan oleh penggunaan cairan saline yang berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan non-anion gap metabolic acidosis seperti klor dari cairan intravena mengganti hilangnya ketoanion seperti garam natrium dan kalium selama diuresis osmotik. Kelainan biokemikal ini terjadi sementara dan tidak ada efek klinik signifikan kecuali pada kasus gagal ginjal akut atau oliguria ekstrem (Gotara & Budiyasa, 2010).

Edema serebri umumnya terjadi pada anak-anak, jarang pada dewasa. Tidak didapatkan data yang pasti morbiditas pasien KAD oleh karena edema serebri pada orang dewasa. Gejala yang tampak berupa penurunan kesadaran, letargi, penurunan arousal, dan sakit kepala. Kelainan neurologis dapat terjadi cepat, dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan kegagalan respirasi. Meskipun mekanisme edema serebri belum diketahui, tampaknya hal ini merupakan akibat dari masuknya cairan ke susunan saraf pusat lewat mekanisme osmosis, ketika osmolaritas plasma menurun secara cepat saat terapi KAD. Oleh karena terbatasnya informasi tentang edema serebri pada orang dewasa, beberapa rekomendasi diberikan pada penanganannya, antara lain penilaian klinis yang tepat dibandingkan dengan bukti klinis. Pencegahan yang tepat dapat menurunkan risiko edema serebri pada pasien risiko tinggi, diantaranya penggantian cairan dan natrium secara bertahap pada pasien yang hiperosmolar dan penambahan dextrose untuk hidrasi ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl (ADA, 2004).

(36)
[image:36.595.100.480.140.344.2]

Tabel 2. Komplikasi Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KAD bersifat multifaktorial sehingga memerlukan pendekatan terstruktur dokter dan paramedis yang bertugas. Terdapat banyak sekali pedoman penatalaksanaan KAD pada literatur kedokteran, dan hendaknya semua itu tidak diikuti secara ketat sekali dan disesuaikan dengan kondisi penderita. Dalam menatalaksana penderita KAD setiap rumah sakit hendaknya memiliki pedoman atau disebut sebagai integrated care pathway. Pedoman ini harus dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam rangka mencapai tujuan terapi. Studi terakhir menunjukkan sebuah integrated care pathway dapat memperbaiki hasil akhir penatalaksanaan KAD secara signifikan.(American Diabetes Association,2004 Dalam elizabeth 2012)

Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan pasien terus menerus. Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan pada penatalaksanaan KAD. (American Diabetes Association,2004 Dalam elizabeth 2012)

1. Terapi cairan

(37)

insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi. Oleh karena itu, hal penting pertama yang harus dipahami adalah penentuan defisit cairan yang terjadi. Beratnya kekurangan cairan yang terjadi dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan intake cairan penderita. Hal ini bisa diperkirakan dengan pemeriksaan klinis atau dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(Van Zyl DG,2008)

Fluid deficit = (0,6 X berat badan dalam kg) X (corrected Na/140) *Corrected Na = Na + (kadar gula darah-5)/3,5

Rumus lain yang dapat dipakai untuk menentukan derajat dehidrasi adalah dengan menghitung osmolalitas serum total dan corrected serum sodium concentration.

Osmolalitas serum total =

2 X Na (mEq/l) + kadar glukosa darah (mg/dl)/18 + BUN/2,8

Serum sodium concentration dapat dikoreksi dengan menambahkan 1,6 mEq/l tiap kenaikan 100 mg/dl kadar gula darah di atas kadar gula 100 mg/ dl.

•Corrected Na+ = (Plasma glucose-100) / 100 * 1.6)

Nilai corrected serum sodium concentration > 140 dan osmolalitas serum total > 330 mOsm/kg air menunjukkan defisit cairan yang berat.(12) Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar dikerjakan, namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong untuk menentukan derajat dehidrasi adalah. :

- 5% : penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, takikardia - 10% : capillary refill time ≥ 3 detik, kelopak mata cekung

- > 10% : pulsus arteri perifer lemah, hipotensi, syok, oliguria

(38)

ekstravaskular dan menjaga perfusi ginjal. Terdapat beberapa kontroversi tentang jenis cairan yang dipergunakan.

Tidak ada uji klinik yang membuktikan kelebihan pemakaian salah satu jenis cairan.(2) Kebanyakan ahli menyarankan pemakaian cairan fisiologis (NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk resusitasi cairan. Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15 – 20 ml/kgBB/jam atau lebih selama jam pertama (± 1 – 1,5 liter). Sebuah sumber memberikan petunjuk praktis pemberian cairan sebagai berikut: 1 liter pada jam pertama, 1 liter dalam 2 jam berikutnya, kemudian 1 liter setiap 4 jam sampai pasien terehidrasi.

Sumber lain menyarankan 1 – 1,5 lt pada jam pertama, selanjutnya 250 – 500 ml/jam pada jam berikutnya.(2) Petunjuk ini haruslah disesuaikan dengan status hidrasi pasien. Pilihan cairan selanjutnya tergantung dari status hidrasi, kadar elektrolit serum, dan pengeluaran urine. Pada umumnya, cairan NaCl 0,45% diberikan jika kadar natrium serum tinggi (> 150 mEq/l), dan diberikan untuk mengkoreksi peningkatan kadar Na+ serum (corrected serum sodium) dengan kecepatan 4 – 14 ml/kgBB/jam serta agar perpindahan cairan antara intra dan ekstraselular terjadi secara gradual. (Masharani U,2010)

Pemakaian cairan Ringer Laktat (RL) disarankan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hiperkloremia yang umumnya terjadi pada pemakaian normal saline dan berdasarkan strong- ion theory untuk asidosis (Stewart hypothesis). (Van Zyl DG, 2008)

Sampai saat ini tidak didapatkan alasan yang meyakinkan tentang keuntungan pemakaian RL dibandingkan dengan NaCl 0,9%. Jika kadar Na serum rendah tetaplah mempergunakan cairan NaCl 0,9%. Setelah fungsi ginjal dinilai, infus cairan harus mengandung 20 – 30 mEq/l Kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat makan. Keberhasilan terapi cairan ditentukan dengan monitoring hemodinamik (perbaikan tekanan darah), pengukuran cairan masuk dan keluar, dan pemeriksaan klinis.

(39)

melebihi 3 mOsm/kgH 2O/jam. Pada pasien dengan kelainan ginjal, jantung atau hati terutama orang tua, harus dilakukan pemantauan osmolalitas serum dan penilaian fungsi jantung, ginjal, dan status mental yang berkesinambungan selama resusitasi cairan untuk menghindari overload cairan iatrogenik. Untuk itu pemasangan Central Venous Pressure (CVP) monitor dapat sangat menolong.

[image:39.595.92.465.381.527.2]

Ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, cairan diganti atau ditambahkan dengan cairan yang mengandung dextrose seperti (dextrose 5%, dextrose 5% pada NaCl 0,9%, atau dextrose 5% pada NaCl 0,45%) untuk menghindari hipoglikemia dan mengurangi kemunginan edema serebral akibat penurunan gula darah yang terlalu cepat. (Van Zyl DG,2008)

Tabel 2. Perkiraan jumlah total defisit air dan elektrolit pada pasien KAD 2. Terapi Insulin

(40)

tahun 1970-an penggunaan insulin umumnya secara bolus intravena, intramuskular, ataupun subkutan.

Sejak pertengahan tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD dengan drip insulin intravena dosis rendah mulai digunakan dan menjadi popular. Cara ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit.(1) Pemberian insulin dengan infus intravena dosis rendah adalah terapi pilihan pada KAD yang disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan ADA menganjurkan insulin intravena tidak diberikan pada KAD derajat ringan. Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3 mEq/l), dapat diberikan insulin regular 0,15 u/kg BB, diikuti dengan infus kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5 – 7 u/jam). Jika kadar kalium < 3,3 mEq/l, maka harus dikoreksi dahulu untuk mencegah perburukan hipokalemia yang akan dapat mengakibatkan aritmia jantung. ( Umpierrez GE,2002 dalam elizabeth 2012)

Insulin dosis rendah biasanya menurunkan gula darah dengan kecepatan 50 – 75 mg/dl/jam, sama seperti pemberian insulin dosis lebih tinggi. Jika gula darah tidak menurun sebesar 50 mg/dl dari nilai awal pada jam pertama, periksa status hidrasi pasien. Jika status hidrasi mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2 kali lipat setiap jam sampai tercapai penurunan gula darah konstan antara 50 – 75 mg/dl/jam. Ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi 0,05 – 0,1 u/kgBB/jam (3 – 6 u/jam), dan tambahkan infus dextrose 5 – 10%.(6,7) Setelah itu kecepatan pemberian insulin atau konsentrasi dextrose harus disesuaikan untuk memelihara nilai glukosa sampai keadaan asidosis membaik.

(41)

lagi secara subkutan atau intramuskular, selanjutnya diberikan insulin secara intramuskular atau subkutan 0,1 iu/kgBB/ jam, selanjutnya protokol penatalaksanaannya sama seperti pemberian drip intravena.(12) Perbaikan ketonemia memerlukan waktu lebih lama daripada hiperglikemia. Pengukuran langsung β-OHB (beta hidroksi butirat) pada darah merupakan metoda yang lebih disukai untuk pemantauan KAD. Selama terapi β-OHB berubah menjadi asam asetoasetat, yang menandakan bahwa ketosis memburuk. Selama terapi KAD harus diperiksa kadar elektrolit, glukosa, BUN, serum kreatinin, osmolalitas, dan derajat keasaman vena setiap 2 – 4 jam, sumber lain menyebutkan bahwa kadar glukosa kapiler diperiksa tiap 1 – 2 jam.( Umpierrez GE,2002 dalam elizabeth 2012)

Pada KAD ringan, insulin regular dapat diberikan secara subkutan atau intramuskular setiap jam dengan efektifitas yang sama dengan pemberian intravena pada kadar gula darah yang rendah dan keton bodies yang rendah. Efektifitas pemberian insulin dengan intramuskular dan subkutan adalah sama, namun injeksi subkutan lebih mudah dan kurang menyakitkan pasien. Pasien dengan KAD ringan harus mendapatkan “priming dose” insulin regular 0,4 – 0,6 u/kgBB, setengah dosis sebagai bolus dan setengah dosis dengan subkutan atau injeksi intramuskular. Selanjutnya diberikan insulin subkutan atau intramuskular 0,1 u/kgBB/jam.

Kriteria resolusi KAD diantaranya adalah kadar gula darah < 200 mg/dl, serum bikarbonat ≥ 18 mEq/l, pH vena > 7,3, dan anion gap ≤ 12 mEq/l. Saat ini, jika pasien NPO, lanjutkan insulin intravena dan pemberian cairan dan ditambah dengan insulin regular subkutan sesuai keperluan setiap 4 jam. Pada pasien dewasa dapat diberikan 5 iu insulin tambahan setiap kenaikan gula darah 50 mg/dl pada gula darah di atas 150 mg/dl dan dapat ditingkatkan 20 iu untuk gula darah ≥ 300 mg/dl.

(42)

dengan memakai kombinasi dosis short atau rapid acting insulin dan intermediate atau long acting insulin sesuai kebutuhan untuk mengontrol glukosa darah. Lebih mudah untuk melakukan transisi ini dengan pemberian insulin saat pagi sebelum makan atau saat makan malam. Teruskan insulin intravena selama 1 – 2 jam setelah pergantian regimen dimulai untuk memastikan kadar insulin plasma yang adekuat.

Penghentian insulin tiba-tiba disertai dengan pemberian insulin subkutan yang terlambat dapat mengakibatkan kontrol yang buruk, sehingga diperlukan sedikit overlapping pemberian insulin intravena dan subkutan. Pasien yang diketahuidiabetes sebelumnya dapat diberikan insulin dengan dosis yang diberikan sebelum timbulnya KAD dan selanjutnya disesuaikan seperlunya. Pada pasien DM yang baru, insulin awal hendaknya 0,5 – 1,0 u/ kgBB/hari, diberikan terbagi menjadi sekurangnya 2 dosis dalam regimen yang termasuk short dan long acting insulin sampai dosis optimal tercapai, duapertiga dosis harian ini diberikan pagi hari dan sepertiganya diberikan sore hari sebagai split-mixed dose.(American Diabetes Association,2004 Dalam elizabeth 2012) 3. Natrium

Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah penyesuaian efek ini. Contoh, pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan level natrium yang diukur 130, maka level natrium yang sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x 5) = 138, sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan pemberian cairan normal saline (NaCl 0,9%).

(43)

oleh karena air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular sehingga akan meningkatkan kadar natrium.(8) Serum natrium yang lebih tinggi daripada 150 mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl 0,45%. (American Diabetes Association,2004 Dalam elizabeth 2012)

4. Kalium

Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3 – 5 mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal ini terjadi karena shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis, kekurangan insulin, dan hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan nilai 5,5 mEq/l. Umumnya, 20 – 30 mEq kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap liter cairan infus cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4 – 5 mEq/l.

Kadang- kadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan. Pada kasus tersebut, penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi insulin harus ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan.(6,7) Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l..( Soewondo P,2006).

5. Bikarbonat

(44)

pada pasien dewasa dengan pH < 6,9 , 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9 – 7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200 mlcairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam.

Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH > 7,0. Sebagaimana natrium bikarbonat, insulin menurunkan kadar kalium serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus diberikan secara intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah itu pH darah vena diperiksa setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0 , dan terapi harus diulangi setiap 2 jam jika perlu. (American Diabetes Association,2004 Dalam elizabeth 2012.

6. Fosfat

Meskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami penurunan hingga 1,0 mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal atau meningkat. Kadar fosfat menurun dengan terapi insulin. Studi acak prospektif gagal untuk menunjukkan efek menguntungkan dari pemberian fosfat pada hasil akhir pasien KAD, dan terapi fosfat berlebihan dapat menyebabkan hipokalemia berat tanpa bukti adanya tetanus.

Bagaimanapun untuk menghindari lemahnya otot rangka dan jantung serta depresi pernapasan yang disebabkan hipofosfatemia, pemberian fosfat secara hati-hati mungkin kadang- kadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan kadar serum posfat < 1,0 mg/dl. Ketika diperlukan, 20 – 30 mEq/l kalium fosfat dapat ditambahkan pada terapi cairan yang telah diberikan. Untuk itu diperlukan pemantauan secara kontinu.(7) Beberapa peneliti menganjurkan pemakaian kalium fosfat rutin karena mereka percaya akan dapat menurunkan hiperkloremia setelah terapi dengan membatasi pemberian anion Cl-. Pemberian fosfat juga mencetuskan hipokalsemia simtomatis pada beberapa pasien. (Ennis ED, 2000 dalam elizabeth 2012).

(45)

Biasanya terdapat defisit magnesium sebesar 1 – 2 mEq/l pada pasien KAD. Kadar magnesium ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti diuretik yang dapat menurunkan kadar magnesium darah. Gejala kekurangan magnesium sangat sulit dinilai dan sering tumpang tindih dengan gejala akibat kekurangan kalsium, kalium atau natrium. Gejala yang sering dilaporkan adalah parestesia, tremor, spame karpopedal, agitasi, kejang, dan aritmia jantung. Pasien biasanya menunjukkan gejala pada kadar ≤ 1,2 mg/dl. Jika kadarnya di bawah normal disertai gejala, maka pemberian magnesium dapat dipertimbangkan.(American Diabetes Association,2004 Dalam elizabeth 2012).

8. Hiperkloremik asidosis selama terapi

Oleh karena pertimbangan pengeluaran keto acid dalam urine selama fase awal terapi, substrat atau bahan turunan bikarbonat akan menurun. Sebagian defisit bikarbonat akan diganti dengan infus ion klorida pada sejumlah besar salin untuk mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan pasien akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik dengan bikarbonat yang rendah dengan anion gap yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan yang ringan dan tidak akan berbahaya dalam waktu 12 – 24 jam jika pemberian cairan intravena tidak diberikan terlalu lama.( Masharani U,2010).

9. Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai

Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor pencetus terjadinya KAD.(3) Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan, maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas.( Yehia BR,2002 dalam elizabeth 2012)

10. Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein Thrombosis (DVT)

Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko tinggi, terutama terhadap penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang tua, dan hiperosmolar berat. Dosis yang dianjurkan 5000 iu tiap 8 jam secara subkutan.( Soewondo P,2006)

(46)

laboratorium yang komprehensif termasuk pemeriksaan darah lengkap dengan profil kimia termasuk pemeriksaan elektrolit dan analisis gas darah. Pemberian cairan dan pengeluaran urine harus dimonitor secara hati-hati dan dicatat tiap jam. Pemeriksaan EKG harus dikerjakan kepada setiap pasien, khususnya mereka dengan risiko kardiovaskular.

(Ennis ED, 2000 dalam elizabeth 2012).

Terdapat bermacam pendapat tentang frekuensi pemeriksaan pada beberapa parameter yang ada. ADA merekomendasikan pemeriksaan glukosa, elektrolit, BUN, kreatinin, osmolalitas dan derajat keasaman vena tiap 2 – 4 jam sampai keadaan stabil tercapai. Sumber lain menyebutkan pemeriksaan gula darah tiap 1 – 2 jam, elktrolit setiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan, analisis gas darah; bila pH<7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai pH> 7,1 selanjutnya setiap hari sampai stabil, kemudian cek juga tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, temperatur, keadaan hidrasi, balans cairan dan waspada kemungkinan DIC.( Umpierrez GE, 2002 dalam elizabeth 2012).

Pemeriksaan kadar gula darah yang sering adalah penting untuk menilai efikasi pemberian insulin dan mengubah dosis insulin ketika hasilnya tidak memuaskan. Ketika kadar gula darah 250 mg/dl, monitor kadar gula darah dapat lebih jarang (tiap 4 jam). Kadar elektrolit serum diperiksa dalam interval 2 jam sampai 6 – 8 jam terapi. Jumlah pemberian kalium sesuai kadar kalium, terapi fosfat sesuai indikasi. Titik terendah kadar kalium dan fosfat pada saat terapi terjadi 4-6 jam setelah mulainya terapi. (American Diabetes Association, 2004 dalam elizabeth 2012),

11. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium 1. Glukosa

(47)

sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.

2.Natrium

Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg/dL glukosa lebih dari 100 mg/dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq/L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.

3. Kalium

Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.

4. Bikarbonat

Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0-15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah (10-30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.

5. Sel darah lengkap (CBC)

Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109/L) atau ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.

6. Gas darah arteri (ABG)

(48)

lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.

7. Keton

Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.

8. β-hidroksibutirat

Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol/L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol/L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).

9. Urinalisis (UA)

Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing yang mendasari.

10. Osmolalitas

Diukur sebagai 2 (Na+) (mEq/L) + glukosa (mg/dL) / 18 + BUN (mg/dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm/kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm/kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.

11. Fosfor

Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.

12. Tingkat BUN meningkat

Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya. 13. Kadar kreatinin

Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal. (alfika et al 2015).

14. Pemeriksaan Diagnostik

(49)

a) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.

b) Gula darah puasa normal atau diatas normal. c) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. d) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.

e) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.

f) Aseton plasma: Positif secara mencolok

g) As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

h) Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun i) Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal

j) Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik

k) Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi

l) Ureum/creatinin: meningkat/normal

m) Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut. (alfika et al 2015).

KEPERAWATAN TEORI A. Pengkajian

1. Pengkajian

Tanggal Masuk :

Tanggal Pengkajian : 2. Identitas Klien

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Diagnosa Medis :

No.RM :

3. Identitas Penanggung Jawab

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Hub. Dengan klien : 4. Primary Survey

(50)

Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien dengan kesadaran / koma (GCS <8) mempertimbangkan intubasi dan ventilasi. Pada pasien tsb sementara saluran napas dapat dipertahankan oleh penyisipan Guedel's saluran napas. Pasang oksigen melalui masker Hudson atau non-rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung nasogastrik dan biarkan drainase jika pasien muntah atau jika pasien telah muntah berulang. Airway, pernafasan dan tingkat kesadaran harus dimonitor di semua treatment DKA.

b. Circulation

Penggantian cairan. Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien yang menderita dehidrasi berat bisa berlanjut pada shock hipovolemik. Oleh sebab itu, cairan pengganti harus dimulai segera. Cairan resusitasi bertujuan untuk mengurangi hiperglikemia, hyperosmolality, dan counterregulatory hormon, terutama dalam beberapa jam pertama, sehingga mengurangi resistensi terhadap insulin. Terapi Insulin paling efektif jika didahului dengan cairan awal dan penggantian elektrolit. Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan total maka lebih dari 6 liter cairan mungkin harus diganti. Resusitasi cairan segera bertujuan untuk mengembalikan volume intravaskular dan memperbaiki perfusi ginjal dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa digunakan jika pasien dalam syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling sesuai. Idealnya 50% dari total defisit air tubuh harus diganti dalam 8 jam pertama dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati pemantauan status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil setiap 15 menit), fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan diperlukan untuk menghindari overload cairan. (Elisabeth Eva Oakes, RN. 2007. Diabetic Ketoacidosis DKA).

(51)

 Composmentis  Sopor

 Apatis  Coma  Somnolent

GCS : ...

Mata : ..., Motorik : ..., Verbal :... Pupil :

 Isokor  Miosis  Pin  Medriasis

 Reaksi terhadap cahaya : ...

Pupil edama :  Ada  Tidak ada

Lateralisasi :  Ya  Tidak d. Exposure

Jejas :  Ada  Tidak ada

 Tempat jejas : ...

Lesi :  Ada  Tidak ada

 Tempat lesi : ...

(52)

Nyeri : ...  Folley cateter

...  Gastric tube

...  Heart monitoring dan oxymetri

... 5. Secondary Survey

a. Keadaan Umum

1) Tekanan darah : ...mm/Hg 2) Nadi : ...x/menit 3) RR : ...x/menit 4) Suhu : ...oC

b. Anamnesa :

c. Keluhan :

d. Obat-obatan :

e. Makanan :

f. Penyakit penyerta :

g. Alergi :

h. Kejadian :

6. Riwayat Kesehatan 1. Data Subjektif

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi, lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit pembuluh darah.

b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.

(53)

a. Aktivitas / Istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat/tidur

Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas, Letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.

b. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, Takikardia

Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena jugularis, Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung

c. Integritas/ Ego

Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi

Tanda : Ansietas, peka rangsang d. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang, Nyeri tekan abdomen, Diare

Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), Urin berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya asites, Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).

e. Nutrisi/Cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet, peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan diuretik (Thiazid)

Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi abdomen, muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton). f. Neurosensori

(54)

Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, Refleks tendon dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati. h. Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)

Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi pernapasan meningkat.

i. Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya kekuatan umum/rentang erak, Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

j. Seksualitas

Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan akumulasi secret 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi

3. Ketidak stabilan gula darah berhubungan dengan kegagalan mekanisme pengaturan

4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan mengabsorbsi nutrient

5. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (mis. Status hipermetabolik)

6. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (diabetes mellitus)

(55)

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Dx Keperawatan Tujuan NOC Intervensi NIC

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Akumulasi secret

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 10 m

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik dasar (n = 71)
tabel 3. Hasil klinis
Gambar 1. Peristiwa hipoglikemik. SC, subkutan.
Tabel 2. Komplikasi Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik
+2

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 6 menyatakan sampel dengan absorbent arang aktif serbuk kayu menggunakan CaCl 2 sebagai aktivator mempunyai suhu munculnya titik kabut yang lebih rendah

• Apabila yang menjadi objek penelitian kita adalah seluruh mahasiswa TIP UB, tetapi yang diteliti (yang dijadikan sumber data) adalah seluruh mahasiswa yang tergabung

Tesis ini berjudul “Penerapan Model Respons Analisis dan Model Moody dalam Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek (Kajian Eksperimen terhadap Siswa Kelas II SMAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning teknik NHT

Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat

berjalan dengan baik dan lancar, ada permasalahan yang mendasar di bidang organisasi dan aministrasi pembukuan, permasalahn yang mendasar seperti ini yang akan membuat

Gustin Khairani : Isolasi Dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) Dari Akar Tanaman Jagung (Zea mays L.), 2010. Acetic Acid) atau yang

PENERAPAN ANALISIS CROSS SECTIONAL UNTUK PENILAIAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN REAL ESTATE DAN PROPERTY YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.. dan dimajukan untuk