• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Model Hidrologi Kawasan Pesisir Angke Kapuk Jakarta Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Simulasi Model Hidrologi Kawasan Pesisir Angke Kapuk Jakarta Utara"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

SIMULASI MODEL HIDROLOGI

KAWASAN PESISIR ANGKE KAPUK

JAKARTA UTARA

OLEH:

H I F N I

PSL 99286

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRACT

Hifni, The Hydrological Model Simulation of Angke Kapuk Coastal Region North Jakarta. (Advised by Cecep Kusmana as Chairman and Yuli Suharnoto as Member).

Drain Cengkareng river which covers approximately 6.022 m2 is coastal region of Angke Kapuk of north Jakarta. The river flow passes Penjaringan, Kalideres, and Cengkareng sub districts. The study is focusing on the river flow and swamp characteristics.

A hydrology model for describing the current hydrology condition is introduced and the result will be used for predicting the impacts of land use in relation to the city expansion including in this study are the summary of climatology, hydrology, and topography of river flow model and swamp tide.

The comparison between water level and resistency level of Drain Cengkareng shows a specific trend for tide and ebb. The using this characteristics model can be used for predicting the impact of increasing water on the river flow and swamps, the model is also can be used for calculating of residential time of water on the river and swamps. This enable possible identification of swamp role in studying flood problem and hydrology of coastal area of Angke Kapuk.

This research is using mangrove vegetation distribution patterns data as

a

data entri. Through the obtained simulation result, the mangrove vegetation density has an implication toward Drain Cengkareng resistancy. However, the implication of mangrove vegetation density is not too real to be predicted because the large of research location is very big, compared with the large of mangrove vegetation distribution. There fore, it is necessary to havean advanced research for implementation of the model with the larger mangrove distribution so that it can optimize the resistancy function as a buffer on the river and swamp areas.
(13)

RINGKASAN

Hifni. Simulasi model hidrologi kawasan pesisir Angke Kapuk Jakarta Utara (Dibawah bimbingan Cecep Kusmana sebagai ketua dan Yuli Suharnoto sebagai anggota).

Rawa dan aliran sungai merupakan salah satu sumber daya dam fisik yang mempunyai peranan penting untuk menampung hujan yang tidak terbawa ke saluran oleh karena adannya hambatan, aliran sungai yang mengalirkan air hujan ke hilir melewati sungai-sungai ke daerah pesisir (hilir).

Tujuan penelitian ini adalah: (1) merancang dan membuat model simulasi hidrologi di kawasan Angke Kapuk Jakarta Utara, (2) Menganalisa resistansi (kekasaran saluran) Cengkareng Drain terhadap level tinggi muka air pasang surut dikawasan Angke Kapuk Jakarta Utara, (3) Mengkaji kaitan antara pola sebaran hutan mangrove terhadap resistansi Cengkareng Drain.

Penelitian ini dilakukan di pesisir Angke Kapuk, Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Mei 2001 di Cengkareng Drain yang mempakan sistem aliran dengan menggunakan beban limpahan air yang besar, yang berasal dari Sungai Sepak, Sungai Pesanggrahan, Sungai Angke, Sungai Grogil dan Sungai Ciliwung. Pengukuran di lapangan dilaksanakan oleh Pusat Litbang Teknologi Sumber Daya Air Bandung-Jawa Barat, dengan pengambilan data debit dan pengamatan tinggi muka air pasang surut selama 26 jam.

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yaitu data tinggi muka air, debit, luasan dan penyebaran vegetasi mangrove. Analisis data untuk mengetahui pengaruh resistansi (kekasaran saluran) dengan menggunakan model skematisasi JICA (1988), yang dimodefikasi sesuai dengan tema penelitian ini, yakni mengamati tingkat resistansi pada aliran sungai dan rawa, sedangkan untuk penerapan model dalam tahap eksperimentasi menggunakan data penyebaran vegetasi mangrove dengan menggunakan

metoda spatial point pattent.

Hasil analisa simulasi menunjukkan bahwa pada daerah rawa resistansi (R) pada fluktuasi tinggi muka air tidak ada korelasi dengan rasio titik tengah sampel pada jarak terdekat

(Rk),

ha1 ini diduga karena konfigurasi penyebaran vegetasi mangrove pada lokasi penelitian sudah berpola (kereguleran), serta kerapatan vegetasi dikategorikan kerapatan jarang dibandingkan dengan luasan rawa pada daerah penelitian.
(14)

SIMULASI MODEL HIDROLOGI

KAWASAN PESISIR ANGKE KAPUK

JAKARTA UTARA

H I F N I

PSL 99286

Tesis

Sebagai salab satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul l'esis : Simulasi Model IIidrologi I<awasan I'esisir Angke Kapuk laltarta lltara

Nania Mahasiswa : 1-1 I I?

N

1

No111or Registrasi : 99286

Prograiii Studi : Peligelolaan Sumberdaya Ala~ii dan L i n g k u n s ~ n

I'rof. 1 ) r lr. M . Sri SaccLMS. --

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Buton, Sulawesi Tenggara 2 Januari 1973 dari pasangan Bardin dan Masdiah. Penulis mempakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Pada tahun 1991 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Kendari. Penulis melanjutkan studi strata satu (S-1) di Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) Jakarta, Fakultas Teknologi Industri dan memperoleh gelar Sarjana Teknik pada tahun 1997.

(17)

KATA PENGANTAR

Alharndulillahi rabbi1 a'lamin. rasa syukur yang dalam penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat dan karunian-Nya yang senantiasa dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Pada saat ini dirasakan di kawasan Angke Kapuk khususnya dan di Jakarta pada umumnya sistern drainase yang ada tidak dapat mengimbangi perubahan pola aliran drainase sebagai dampak perubahan pengunaan lahan misalnya pembangunan prasarana. permukiman dan industri, sehingga bermunculan daaerah-daerah banjir, genangan. bahkan di lokasi-lokasi strategis seperti kasus Banjir jalan tol. Prof. Sedyatmo. Untuk mengatasi ha1 tersebut, diperlukan adanya perluasan dan perbaikan sistem drainase serta perlunya rehabitasi vegetasi mangrove di daerah pesisir wilayah Jakarta Utara.

Mencermati fenomena tersebut di atas maka penulis mencoba meneliti dan menulis sebuah tesis yang berjudul " Simulasi Model Hidrologi Kawasan Pesisir Angke Kapuk Jakarta Utara "

Pada kesempatan ini penulis ingin rnenyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak, antara lain:

1. Bapak dan Ibu yang telah mengiklaskan penulis memilih dahulu kecintaan ilmu dan mendoakan selalu yang terbaik bagi penulis.

(18)

3. Direktur Program Pascasajana IPB dan Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana di IPB. 4. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi. atas beasiswa yang diberikan.

.

5. Dr. Ir. Agung Bagiawan sebagai Ketua Tim studi banjir di wilayah Kamal-

Cengkareng-Kapuk DKI Jakarta. Peneliti PUSLITBANG Sumber Daya Air. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Bandung.

6 . Direksi PT. Mandara Perrnai atas pemberian izin penelitian di kawasan lokasi studi ini.

7. Kakak dan Adikku tercinta, Hilmin, Emy 2. R, Hirlin, serta seluruh keluarga besarku atas nasehat, dukungan dan doanya.

8. Teman-teman di PSL khususnya angkatan 1999, atas kebersamaannya selama menimba ilmu di IPB.

9. Semua pihak yang namanya tidak sempat tertulis di lembaran ini. tanpa bermaksud mengecilkan arti bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

Sesungguhnya kesempurnaan itu adalah milik Allah. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempumaan, untuk itu saran dan masukkan bagi penulis sangat diharapkan. Semoga karya kecil yang dituangkan dalam tesis ini dapat berrnanfaa bagi ~ihal-pihak yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2002

(19)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

Viii

DAFTAR GAMBAR

...

X DAFTAR LAMPIRAN

...

I

.

PENDAHULUAN

...

1.1. Latar Belakang

...

1.2. Tujuan Penelitian

...

1.3. Hipotesis

...

I1

.

TINJAUAN PUSTAKA

...

2.1. Analisis Sistem

...

...

2.2. Model Simulasi

2.2.1. Pengertian Model

...

...

2.2.2. Pengertian Simulasi

...

2.2.3. Pengertian Model Simulasi

...

2.3. Sistem Hidrologi Daerah Aliran Sungai

...

2.3.1. Daerah Aliran Sungai

2.3.2. Daur Hidrologi

...

2.4. Hutan Mangrove ...

2.4.1. Pengertian Hutan Mangrove

...

2.4.2. Fungsi Mangrove

...

...

111

.

METODE PENELITIAN

...

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2. Bahan dan Peralatan

...

3.3. Prosedur Penelitian

...

...

3.3.1. Kegiatan Penelitian di Lapangan

(20)

3.3.4. Data Dasar

...

3.3.5. Penyusunan Model

...

3.3.6. Pengujian Model

...

3.3.7. Penerapan Model

...

IV

.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

...

...

4.1. Letak dan Luas

4.2. Topografi

...

...

4.3. Tanah dan Hidrologi

4.4. Iklim

...

...

4.4.1. Curah Hujan

...

4.4.2. Suhu dan Kelembaban Nisbi

4.5. Flora

...

...

4.6. Fauna

4.6.1. Burung

...

4.6.2. Fauna Lain

...

...

V

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

...

5.1.1. Model dan Konfigurasi Cengkareng Drain

...

5.1.2. Resistansi Cengkareng Drain Pasang Surut

...

...

5.1 . 3. Penerapan Model

5.2. Pembahasan

...

5.2.1. Model Simulasi Hidrologi Cengkareng Drain

...

5.2.2. Resistansi Cengkareng Drain

...

5.2.3. Pengaruh Efk Pola Penyebaran Mangrove

...

...

VI

.

KESIMPULAN DAN SARAN

...

6.1. Kesimpulan

6.2. Saran

...

...

DAFTAR PUSTAKA

(21)

DAFTAR GAMBAR

[image:21.538.40.479.22.773.2]

Nomor

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6

Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17

Teks Halaman

Daur Hidrologi

...

9

Bagan Alir Daur Hidrologi

...

10

Peta Lokasi Pengukuran

...

16

Pengikatan Pelskal Pasut Patok D-1 dan D-3

...

19

Pengikatan Pelskal Pasut Patok D-5 dan D-7

...

20

Diagram Alur Pembentukan Model

...

25

Peta Lokasi Studi

...

30

Peta Tata Guna Lahan

...

31

Peta Layanan Drainase

...

32

Konfigurasi Cengkareng Drain

...

37

Peta Skematik

...

38

Grafik Hasil Simulasi Kekasaran Saluran (R)

...

43

Grafik Hasil Simulasi Lokasi A. B. C

.

D

...

47

Grafik Hasil Simulasi Lokasi A

...

47

Grafik Hasil Simulasi Lokasi B

...

48

Grafik Hasil Simulasi Lokasi C

...

48
(22)

DAFTAR TABEL

Nomor

[image:22.544.72.482.66.765.2]

Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6

Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10

Teks Halaman

...

Daftat Lokasi Pengukuran Cengkareng Drain 15 Pengikatan Pelskal Cengkareng Drain

...

18 Data Debit dan Pengamatan TMA

...

22

...

(23)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Banjir dimusim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau di pulau Jawa merupakan keadaan yang hampir tiap tahun tejadi, temtama di bagian hilir dan pesisir daerah aliran sungai. Beberapa daerah bahkan mempakan tempat yang selalu mendapat banjir. karena air bah dari daerah hulu sungai.

Keadaan memprihatinkan lainnya adalah perbedaan debit sungai antara musim hujan dengan rnusirn kemarau yang sangat besar atau distribusi aliran sungai sepanjang tahun sangat tidak merata. Disamping itu air sungai yang tergolong jemih jarang dijumpai karena tingginya erosi tanah yang terjadi di sungai.

Menurut Van Bemmelen (1949) daratan rendah Jakarta, rnempakan bagian dari zona utara pulau jawa. Zona ini mernbentang dari Barat ke Tirnur dengan lebar hampir mencapai 40

km

dimana perubahan garis pantai berkembang tidak selaras dan teluk Jakarta berkembang seolah-olah membentuk busur.

Khusus di daerah Pantai Angke Kapuk perubahan garis pantai rnulanya selalu ke arah laut dengan laju 1 meter pertahun (AMDAL PIK, 1995). Kemajuan ini diperkirakan banyak dipacu oleh adanya hutan mangrove yang lebat yang berperan selain mengurangi kernungkinan terjadinya abrasi juga melalui sistem perakarannya yang khas mangrove dapat memacu sedimentasi. Lebatnya mangrove juga lebih memungkinkan tejadinya kolonisasi anakan mangrove yang dapat menernpati rataan lumpur yang terbentuk.

(24)

pemah mencapai 19.3 meter pertahun dalam kurun waktu 1980-1983. Hal ini disebabkan aliran arus sepanjang pantai membawa sedimen dari arah Timur dan mengendapkanya di sebeiah Barat. Bahkan tumbuhan mangrove dan sebagian ~ m a h penduduk yang ada di Desa Kamal maupun sebelah Timur sungai Kamal juga musnah tererosi dan masih berlangsung sampai sekarang.

Pada prinsipnya keadaan-keadaan di atas disebabkan oleh suatu ha1 pokok yang saat ini belum banyak dipahami oleh masyarakat luas, yaitu masalah pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

.

Pengelolaan tersebut menyangkut segala aspek yang merupakan suatu sistem tersendiri, oleh karena setiap aktivitas penghuni DAS terutama manusia sangat menentukan mutu lingkungan DAS. Adapun faktor alamiah adalah adanya pengubahan bentang alam pesisir dipengaruhi oleh dinamika interaksi antara pembentukan delta dan pendangkalan interdelta tinggi gelombang arus laut diperairan akan menimbulkan suksesi komponen-komponen lokal. Pembentukan delta akibat transpor sedimen sungai akan berakibat perubahan arus laut dan berpotensi menimbulkan abrasi pada bagian pantai lain disekitarnya.

Apabila daerah hulu sungai dimanfaatkan dengan cara-cara yang tidak rasional. maka keadaan-keadaan yang telah disebutkan akan mudah te jadi. Dengan demikian pola penggunaan lahan suatu DAS mempunyai peranan cukup besar dalam keseimbangan serta kelestarian DAS. Dengan kata lain pengelolaan suatu DAS atau sub DAS dengan mengatur pola penggunaan lahan secara benar merupakan aspek penting yang perlu ditetapkan.

(25)

hidup DAS tersebut. Pendekatan yang disarankan adalah pendekatan terpadu dengan memandang DAS sebagai suatu ekosistem. (Nasendi, 1987).

Diantara sekian banyak DAS yang melintasi wilayah DKI Jakarta, daerah Angke Kapuk Jakarta dibatasi oleh DAS Ciliwung dan Sungai Angke disebelah Timur dan DAS Cisadane disebelah Barat.

Sistem aliran Sungai Angke dan Cengkareng Drain merupakan sistem aliran yang menggunakan beban limpahan air yang besar, yang berasal dari sungai-sungai besar, yaitu Sungai Sepak, Sungai Pesanggrahan, Sungai Angke, Sungai Grog01 dan Sungai Ciliwung berkumpul.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Merancang dan membuat model simulasi hidrologi di kawasan Angke Kapuk Jakarta Utara.

2. Menganalisa resistansi (kekasaran saluran) Cengkareng Drain terhadap level tinggi muka air pasang surut di kawasan Angke Kapuk Jakarta Utara.

3. Mengkaji kaitan antara pola sebaran hutan mangrove terhadap resistansi Cengkareng Drain.

1.3 Hipotesis

1. Keberadaan hutan Mangrove di Angke Kapuk menentukan kondisi hidrologi pasang surut di kawasan pesisir Angke Kapuk

(26)

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisis Sistem

Dalam arti umum dan sederhana. sistem dapat dirasakan apabila setiap kejadian akan mempengaruhi kejadian laimya dan hasil dari suatu proses merupakan bahan bagi proses yang lain maupun proses itu sendiri. Sistem dapat juga diartikan suatu interaksi secara reguler dimana berbagai komponen saling mempengaruhi dan membentuk suatu kesatuan (Haeruman, 1986).

Berdasarkan peluang terjadinya mekanisme masukan dan keluaran energi atau menuju ke lingkungan luar, maka sistem dibagi ke dalam dua bagian, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka adalah sistem dimana terdapat peluang kejadian mekanisme pemasukanlpengeluaran energi dari atau menuju ke lingkungan luamya. atau dengan sistem lainnya. Sedangkan sistem tertutup ialah sistem dimana tidak terdapat mekanisme semacam ini (Soerianegara. 1978). Sistem tertutup adalah sistem yang beroperasi tanpa interaksi dengan lingkungannya, sedangkan sistem terbuka adalah sistem yang berinteraksi dengan lingkungannya.

Pengertian analisis sistem khususnya sebagai metoda penelitian dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam ialah pengkajian suatu sistem (organisasi) dengan menggunakan azas-azas metoda ilmiah, sehingga dapat dibentuk konsepsi dan model yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan untuk mengadakan perubahan-perubahan struktur dan metoda, serta menentukan kebijakan strategi dan teknik (Soerianegara, 1978 ; Bismas, 1976).

(27)

dinamika berbagai sistem kedalam model-model. Kemudian model-model tersebut diuji untuk memperoleh kesahihan dan perbaikan model, sehingga model tersebut dapat digunakan untuk menduga dinamika yang akan terjadi pada sistem yang ada. Lebih lanjut Manetsch dan Park (1973) menyatakan bahwa untuk menerapkan analisis sistem dibutuhkan pendekatan multidisipliner dan teori organisasi pada semua tahap aktivitas operasi sistem yang nyata. Selanjutnya Gasperz (1992) membagi sistem kedalam beberapa klasifikasi yakni: (1) sistem fisik dan konseptual, (2) sistem alami dan sistem buatan. (3) sistem tertutup dan sistem terbuka, (4) sistem statik dan sistem dinamik. 2.2. Model Simulasi

2.2.1. Pengertian Model

(28)

2.2.2. Pengertian Simulasi

Haemman (1971) menyatakan bahwa simulasi mempakan suatu proses sistematik

trial ond error sebagai suatu cara yang banyak digunakan dalam analisa sistem yang

kompleks.

Simulasi dapat didefinisikan sebagai penyusunan model-model matematik untuk n~enyatakan kenampakan dan perilaku penting dari suatu sistem nyata (Hillel, 1971). Dikemukakan oleh Soerianegara (1978) bahwa simulasi merupakan eksperimentasi yang menggunakan model suatu sistem. Dengan analisis sistem dan simulasi dapat dilakukan eksperimentasi atas suatu sistem atau ekosistem tanpa ham3 mengganggu atau mengadakan perlakuan terhadap sistem yang diteliti dan kegagalan seperti yang dialami pada eksperimentasi biasa bercobaan) tidak akan terjadi.

2.2.3. Pengertian Model Simulasi

Mempelajari sistem secara keselunrhan untuk mendapatkan gambaran yang berarti dari suatu sistem haruslah dipergunakan skenario penelitian yang dirancang pada setiap langkah dalam usaha penggabungan yang tepat dari interaksi semua komponen sistem tersebut. Oleh karena itu, untuk melakukan seluruh program penelitian yang menyangkut sistem ini haruslah dibuat suatu konsepsi model. Bagian-bagian dari program dianggap sebagai komponen-komponen sistem yang digambarkan sebagai submodel-submodel. Jadi dalam model suatu pennasalahan akan ditentukan pemecahannya dan hubungan sebab akibat dalam suatu sistem dapat dimmuskan (Haerurnan, 1986).

(29)

yang spesifik dan suatu gugus nilai parameter-parameter model. Sistem alam nyata yang kompleks dan dahulu tidak mungkin diselesaikan dengan model secara analitis, sekarang dapat segera diselesaikan dengan model simulasi yang diterapkan secara luas dalam mempelajari sistem dinamik yang kompleks.

Menurut Hillel (1977) model simulasi didefinisikan sebagai teknik numerik untuk menyatakan percobaan-percobaan hipotetik secara kuantitatif ke dalam model-model matematik tentang perilaku dan sifat sistem yang dinamik. Lebih lanjut pengoperasian atau penerapan model simulasi harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) pengumpulan dan analisis data lapang, (2) mendefinisikan masalah-masalah yang akan disimulasikan, (3) pembuatan model-model, (4) formulasi model dalam bentuk matematik, (5) pengembangan algoritma, (6) pengecekan algoritma, (7) penyusunan program komputer dari model, (8) menduga parameter yang diperlukan, (9) mengecek program, (10) mengecek parameter, (1 I) melakukan eksperimen simulasi, (12) mengecek hasil simulasi, (13) Pembandingan hasil simulasi dengan hasil lapang, (14) penggunaan model simulasi untuk pemecahan masalah.

2.3. Sistem Hidrologi Daerah Aliran Sungai 2.3.1. Daerah Aliran Sungai

(30)

DAS, dan unsur-unsur endogenik di bawah permukaan DAS me~pdCan masukan, sedangkan air dan sedimen yang keluar dari muara DAS serta air yang kembali ke udara melalui evapotranspirasi adalah keluaran DAS (Arsyad, Priyanto, dan Nasoetion, 1985). Selain DAS merupakan wilayah tata air, juga merupakan suatu ekosistem, karena di dalam DAS terdapat berbagai unsur penyusun utarna yang disatu pihak bertindak sebagai suatu obyek atau sasaran fisik alamiah. seperti sumberdaya alam tanah, vegetasi, dan air. Sedangkan di lain pihak adalah subyek atau pelaku pendayagunaan unsur-unsur tersebut. yaitu manusia. Antara unsur-unsur ini terjadi proses hubungan timbal balik dan saling pengamh rnempengaruhi.

Sebagai hasil akhir dari proses hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi tersebut adalah kondisi hidrologi dari wilayah DAS. Kondisi hidrologi yang baik adalah apabila DAS dapat menjamin penyediaan air dengan kualitas yang baik, kuantitas yang cukup serta merata sepanjang tahun (Soeranggadjiwa, Achlil, dan mangundikoro, 1978).

2.3.2. Daur Hidrologi

(31)

Aliran air tanah

Gambar 1. Daur Hidrologi

Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terus menerus bersirkulasi, penguapan, prespitasi, dan pengaliran keluar. Air yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh kepermukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian &an tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap (intersepsi) dan sebagian lagi akan

jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan menuju ke permukaan tanah (throughfall atau steamflow).

[image:31.538.26.465.47.781.2]
(32)

permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah rendah, masuk ke sungai, dan akhimya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut. Dalarn perjalanannya ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah sebelurn menjadi air bawah tanah keluar kembali segera ke sungai sebagai aliran bawah permukaan (inferflow), tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air bawah tanah (groundwarer) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke sungai sebagai aliran air bawah tanah (groundwater-flow)

[image:32.544.61.490.270.747.2]

(Sosrodarsono dan Takeda, 1980).

Gambar 2. Bagan Alir Daur Hidrologi ( Asdak, 1995)

CURAH HUJAN Evapotranspirasi AIR HILANG TERINSEPSI r CURAH HUJAN

LANGSUNG AIR LOLOS

1

-

ALIRAN

-

BATANG CURAH HUJAN

BERSIH

PERMUKAAN TANAH EVAPORASI TANAH

KELEMBABAN TANAH

VEGETASI

-

(33)

2.4. Hutan Mangrove

2.4.1. Pengertian Hutan mangrove

Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang memiliki garis pantai 8 1.000

km (Soegiarto, 1984) yang mempunyai areal hutan mangrove yang terluas di dunia. Menumt Darsidi (1987) luas hutan mangrove Indonesia meliputi areal sekitar 4.25 juta Ha namun keberadaan areal hutan mangrove di Indonesia semakin menyusut akibat adanya kegiatan konversi hutan mangrove untuk daerah pertanian. pertambakan, pemukiman dan industri (Alikodra, 1998).

Berdasarkan swat Keputusan Direktoret Jenderal Kehutanan No. 600/KPTS/DJ/I11987. Departemen Kehutanan (1992), hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat disepanjang pantai atau muara sungai yang terpengaruh pasang surut air laut. yang tergenang air laut pada saat pasang dan bebas dari genangan air laut pada saat SUNt.

(34)

2.4.2. Fungsi Mangrove

Fungsi ekologis ekosistem mangrove adalah sangat khas dan kedudukannya tidak tergantikan oleh ekosistem lainnya Lanuar et. al, (1984). Hutan mangrove mempunyai banyak fungsi, diantaranya:

a. Fungsi Fisik

Hutan mangrove berfhgsi menjaga garis pantai agar tetap stabil. melindungi pantai dan tebing sungai, serta menyerap bahan pencemar (Anwar et. al, 1984). Dinas perikanan Dati I Jawa Timur, 1994; Genisaf1994). Keberadaan hutan mangrove sangat penting sebagai penangkal intrusi air laut dan barier pantai dari gempuran ombak dan angin. Peranan mangrove sebagai fungsi lindung ditunjukkan oleh hutan mangrove disepanjang pantai, yaitu sebagai pelindung gelombang laut, sehingga melindungi pantai dari hempasan gelombang, Pelindung alarni yang paling kuat terhadap erosi pantai (abrasi) dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan.

Selain itu hutan mangrove juga berkemarnpuan memperbaiki tanah dengan bentuk sistem perakarannya, manfaat perakaran mangrove adalah untuk menenangkan gerakan air yang berkelanjutan, menahan kembalinya atau terhanyutnya bahan organik dan lurnpur dari sungai ke laut, dan menguatkan garis-garis pantai (Hardjosentono, 1994).

b. Fungsi Biologis

(35)

1981), Dinas perikanan Dati I Jawa Timur, 1994, Genisa, 1994). Selain itu juga nempakan suatu habitat yang kaya akan keanekaragaman hayati. Oleh sebab itu, hutan mangrove mempakan habitat yang sangat disukai sebagai tempat mencari makan lfeeding ground), bersarang (nesting ground) dan berkembangbiak (nursery ground) oleh banyak satwa (Komar dkk, 1994; Sumarhani, 1994).

c. Fungsi Ekonomis

(36)

111. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah pesisir pantai utara Jakarta (Gambar 3), yakni di kawasan Pesisir Angke Kapuk, pengambilan datanya dilakukan pada Cengkareng Drain. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Oktober 2001, selama waktu tersebut dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder, peninjauan kelapangan, pembuatan program, pembuatan peta. dan pengolahan data. Pengukuran dilapangan dilaksanakan oleh Pusat Litbang Teknologi Sumberdaya Air Bandung (Jawa Barat), pada tanggal 7-8 Mei 2001 yaitu pengukuran debit, serta pengamatan tinggi muka air Cengkareng Drain

.

Pengamatan dilakukan di 4 (empat) patok sepanjang mas sungai dibagian hulu. tengah. dan hilir.

3.2. Bahan dan Peralatan

Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian

ini

adalah:

-

Komputer : Pentium 11, 333 MHz, Hard disk 10 GByte

Yang dipergunakan untuk membuat program dan mensimulasikan data debit, tinggi muka air Cengkareng Drain

.

- Peta-peta yang terdiri dari :

Peta administrasi skala 1 : 750 untuk menentukan letak dan batas lokasi penelitian.

Peta jaringan sungai skala 1 : 750 untuk menentukan luasan dan batas-batas aliran sungai yang merupakan daerah penelitian.

(37)

-

Data Sekunder:

Data tinggi muka air (water level recorder) dan data debit dipergunakan untuk simulasi resistansi Cengkareng Drain.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Kegiatan Penelitian dilapangan A. Lokasi Pengukuran

Penelitian ini pengukurannya dilakukan oleh Pusat Teknologi Sumberdaya Air Bandung, pada bulan Mei 2001. Untuk Pengamatan pasang surut air laut yang berlokasi di sepanjang aliran Cengkareng Drain, dengan pengukuran dilakukan sebagai berikut:

o Pengikatan ketinggian dari TTG 275 ke Patok CD-3 P.P. 743

o Pengukuran sifat datar (Levelling)

o Pengukwan penampang melintang sungai

Adapun peta lokasi pengukuran Cengkareng Drain terlihat Pada Gambar 7. Sedangkan untuk mengetahui titik pengukuran pada ruas sungai pada saat pengukuran dibagi menjadi 3 (tiga) bagian hulu (patok D-I), bagian tengah patok D-3 dan D-5, bagian hilir patok D-7. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

(38)

Ke Bandara So

\

Pintu Air Cengkareng Drain

Keterangan :

=

SungaiIDrainase

-

= Jalan raya

Q Pengukuran debit

H Pengamatan pasang sumt

[image:38.538.51.445.63.744.2]

- - - Lokasi patok pengukuran

Gambar 7. Peta Lokasi Pengukuran

(39)

B. Analisis Data

Pengukuran dilakukan di Cengkareng Drain, pengukuran dimulai dari pintu air JI. Daan Mogot ke arah hilir sampai muara, dimana:

Elevasi terukur diambil dari TTG.273 dengan harga elevasi

+

3.503, P.P. 743

o Dengan demikian yang dilakukan pada patok CD-3 di Pantai Angke Kapuk, pada awal pengukuran memiliki elevasi

+

4.395 yang diambil berdasarkan pengikatan dari Peil Priok (PP).

I Dari Pengikatan TTG 275 elevasi patok CD-3 adalah

+

2.816

P.P. 743

Jadi : Patok CD-3 berdasarkan dari TTG 275 =

+

2.816 m Patok CD-3 berdasarkan dari Peil Priok =

+

4.395 m

-

1.579 m Untuk patok D-1

Patok D-l berdasarkan dari TTG 275 =

+

2.566 m

Patok D-l berdasarkan dari P.P =

-

1.164m

Untuk patok D-3

Patok D-3 berdasarkan dari TTG 275 =

+

1.962 m

Patok D-3 berdasarkan dari P.P =

-

1.966111

Ah = - 3.928 m Untuk patok D-5

Patok D-5 berdasarkan dari TTG 275 =

+

1.236 m Patok D-5 berdasarkan dari P.P =

-

1.603 m
(40)

Untuk ~ a t o k D-7

Patok D-7 berdasarkan dari TTG 275

= +

1.102111 Patok D-7 berdasarkan dari P.P = - 1.644 m

Ah = - 2.746 m

Sehingga diperoleh tabel pengikatan Pelskal pasang surut Cengkareng drain: Tabel 2. Pengikatan Pelskal Pasut Cengkareng Drain

Keterangan : Nilai - (negatif) menyatakan kedalarnan dibawah permukaan.

No

1 2 3 4 Kode Patok

D- 1 D-3 D-5 D-7

Ah

(4

(41)

PS D-1

+

2.566

Ah = -3.730

NOL PELSKAL

D-3

+

1.96;

Ah =

-

3.928

NOL PELSKAL

Seluruh Elevasi Terikat Terhadap Sistem TTG (TTG 275) PP 743 Gambar 8. Pengikatan Pelskal Pasang Surut Patok D-1 dan

D-3

[image:41.538.38.457.56.640.2]
(42)

PS D-5

D-5

+1.236

Ah = -2.839

NOL PELSKAL

D-7

+1.102

Ah = - 2.746

NOL PELSKAL

[image:42.538.29.477.72.651.2]
(43)

Dari Tabel 2 terlihat bahwa patok

D-3

mempunyai kedalam yang tertinggi, dengan lokasi pengukuran bagiain tengah dari Cengkareng Drain, sedangkan patok D-7

mempakan yang terdangkal dengan lokasi pengukwan bagian hilir (1 krn dari laut) ha1 ini kemungkinan disebabkan oleh adanya sedimentasi yang mermmpuk di hilir sungai yang bersal dari muara-muara sungai yang masuk ke Cengkareng Drain.

C. Debit dan Pengamatan Pasang Surut

Berdasarkan kondisi lapangan pada umumnya aliran Cengkareng Drain termaksud aliran yang konstan (laminar), jadi jumlah pengukuran sebanyak 9 (sembilan) titik setiap satu lokasi pengukuran diharapkan dapat menghasilkan data kecepatan yang mewakili arus dalam satu penampang sungai.

Untuk mengetahui besarnya debit sungai dilakukan pengukwan arus aliran sungai. sekaligus pengamatan pasang surut muka air, semua pengamatanl pengukuran dilakuakn terus menerus secara berkesinambungan selama 26 jam dengan interval waktu

1 jam.

Pengukuran debit di Cengkareng Drain dilakukan pada 4 (empat) titik lokasi pengukuran, namun pada patok D-5 Cuma dilakukan pengukuran tinggi muka air saja, dikarenakan keterbatasadkemsakan alat pada saat dilapangan. Sehingga yang dipergunakan dalam model hanya 3 (tiga) titik lokasi pengukuran sebagai parameter dalam model (Seperti terlihat pada Tabel 1).

(44)

Tabel 3. Data Debit dan Pengamatan Muka Air di Cengakareng Drain Tanggal 7-8 Mei 2001

(Sumber, Pusat LITBANG Teknologi Sumber Daya Air Bandung)

Keterangan: Q = Debit (m3ldet)

[image:44.538.47.479.122.767.2]
(45)

3.3.2. Tahapan penelitian a. Identifikasi Kebutuhan

Tahap ini adalah tahap untuk menentukan dan merencanakan mang lingkup sistem dengan modul-modul yang berguna sesuai dengan kebutuhan.

b. Pembuatan Diagram Alir (Floul Chart)

Pembuatan diagram alir logika program. dilakukan untuk setiap sub-sub program yang sesuai dengan modul-modul kebutuhan sistem yang telah direncanakan. c. Pembuatan Program

Bahasa Program yang dipergunakan adalah Minitab release 13. Dengan menggunakan bahasa program tersebut, pembuatan program model hidrologi ini dilakukan untuk mengetahui kekasaran saluran Cengkareng Drain.

d. Penerapan Program

Setelah model simulasi hidrologi diperoleh, maka model tersebut dapat digunakan untuk beberapa tujuan yang diantarannya mengkaji kerapatan pola penyebaran spatial luasan hutan mangrove terhadap keadaan resistansi Cengkareng Drain. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan masukan baru, yaitu percobaan pengubahan pola penggunaan lahan atau disebut dengan eksperimentasi.

3.3.3. Analisis Pendekatan Pemecahan Masalah

(46)

menurut alur yang benar diperlukan dalam pembentukan model simulasi. Diagram alur pembentukan model simulasi disajikan pada Gambar 3.

3.3.4. Data Dasar

Di dalam penelitian ini, data yang dipergunakan sebagi masukan untuk pengolahan model berupa data sekunder yang dilakukan pengukurannya oleh Pusat Teknologi Sumberdaya Air Bandung, berupa data tinggi muka air pasang sururt, debit. lebar. kedalaman sungai, data tata guna lahan. data rawa. dan data spasial pola penyebaran hutan mangrove di Angke Kapuk.

Terdapat empat kelompok data masukan yang dipersiapkan dalam rangka permodelan hidrologi sungai dan rawa Cengkareng Drain yaitu:

- Data debit dan muka air yang dipergunakan untuk mensimulasikan pasang surut

Cengkareng Drain pada 3 (tiga) fluktuasi titik kejadian dengan waktu yang bersamaan.

-

Data waktu pengukuran selama 26 jam pada tanggal 7-8 Mei 2001 dengan

interval waktu 1 jam

.

(Data debit dan muka air yang telah terelevasi terlihat seperti pada Tabel 5)

- Data masukan tinggi muka air dan debit pada rawa, mempergunakan data tinggi

muka air dan debit pada aliran sungai Cengkareng Drain sejam sebelurnnya, pada jarak yang terdekat dari rawa terhadap lokasi pengukuran aliran sungai

(47)

Memeriksa Tingkah Laku SistemlMengumpulkan Data

Mendefinisikan Masalah yang Akan Disimulasikan

Menduga Parameter dan Menyusun Program

+

Mencek Parameter dan Program

Tidak

Pengujian Model

r - - l

I

Membandinekan Hasil Prediksi denean Hasil Pengamatan di Lapangan

I

Tidak

Eksperimentasi Simulasi

I

+

I

Simulasi Dapat Diterapkan Untuk Memecahkan Masalah [image:47.538.60.439.42.741.2]

I

(48)

3.3.5. Penyusunan Model

Model yang dipergunakan dalam penelitian ini mengikuti model Skematisasi JICA (1988), yang dikembangkan oleh Oliver Klepper (1993). Penelitian ini menggunakan metode pengukuran debit dan pengamatan tinggi muka air jam-jaman yang pengamatannya dilakukan selama 26 jam pada tanggal 7-8 mei 2001, dimana model yang akan dibuat akan disesuaikan dengan kondisi serta keterbatasan data yang ada pada daerah penelitian. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam skala waktu sekarang puncak aliran yang terjadi di hulu sungai diluar lingkup bahasan model.

Metode perhitungan antar aliran dapat mengikuti pendekatan hidrografi unit kompartment (Shaw, 1983 dalam Klepper, 1993), diasumsikan bahwa aliran antara dua kompartmen adalah proporsional pada level yang berbeda, dimana:

Keterangan :

F = Aliran (m.

i')

AL = Perbedaan Level (m) r = Koofisien resistansi (s. mS)

Untuk menghitung mas sungai (kompartment i) mengunakan rumus matematik: Fin =

1

(Li - Lj)/rij

+

1

(Li - Lk)/rik

...

J k

Keterangan:

Fin = Ekstemal inflow kompartment i i , j = Indeks-indeks sungai

K = Indeks rawa

(49)

3.3.6. Pengujian Model

Pengujian ketepatan model simulasi sistem hidrologi Cengkareng Drain dan rawa yang melewati kawasan Pantai Angke Kapuk dilakukan dengan membandingkan antara aliran tinggi muka air dan debit pada sungai hasil perhitungan dengan hasil pengamatan lapangan.

3.3.7. Penerapan Model

Setelah model simulasi sistem hidrologi tersebut di kalibrasi ketepatannya, maka model tersebut dapat dipergunakan untuk beberapa tujuan yang diantaranya mencari pengaruh resistansi tinggi muka air, debit sungai dan rawa, model dapat dipergunakan juga untuk melihat pengaruh perubahan hutan mangrove terhadap keadaan hidrologi di daerah penelitian. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan masukan data barn, yaitu percobaan pengubahan pola penggunaan lahan atau disebut dengan eksprimentasi.

Pada tahap ini mengunakan metoda titik spasial data yang mempergunakan data koordinat penyebaran vegetasi clan luasan mangrove pada daerah rawa serta menentukan kerapatan vegetasi mangrove untuk melihat rasio titik tengah mean atau trend dari penyebaran mangrove tersebut pada daerah penelitian.

(50)

Untuk rnenghitung jarak terdekat dari suatu vegetasi mengunakan rumus:

Kerapatan vegetasi diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

Rk = Rasio titik tengah sampel

...

N = Jumlah data

(I,

2,3, n) Wki = Jarak terdekat ke k dari pohon I

K = Banyaknya faktorial

h = Kerapatan vegetasi

(51)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak dan Luas

Secara geografis letak kawasan Angke Kapuk terletak di Utara Pesisir Jakarta dengan luasan kawasan Pantai Indah Kapuk 83 1.61 Ha, sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian kejasama antara PEMDA DKI Jakarta dengan PT. Mandara Permai tanggal 27 Agustus 1987. Secara adminstratif pemerintahan, lokasi penelitian ini termasuk ke dalam dua wilayah kecamatan yaitu, kecamatan Penjaringan Jakara Utara dan kecamatan Cengkareng Jakarta Barat.

Batas wilayah Pantai indah Kapuk dengan daerah sekitarnya, terutama berkaitan dengan pola aliran air (air perrnukaan, air tanah dan arus gelombang). Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan ekologis dimana wilayah tersebut termasuk ke dalam wilayah- wilayah:

1. Sebelah barat berbatasan dengan Kali Kamal 2. Sebelah timur berbatasan dengan Kali Angke 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kali Mookervart 4. Sebelah Utara berbatasan dengan Pantai Utara Jakarta.

(52)

4.2. Topografi

Keadaan kondisi permukaan tanah di Kapuk relatif datar, elevasi permukaan dibagian selatan lebih tinggi kemudian menurun dengan kemiringan yang lebih rendah kearah Utara sampai ketepi pantai. Dibagian Selatan ketinggian permukaan tanahnya selain disebabkan oleh kemiringan alami, juga karena daerah tersebut telah dilakukan pengurukan untuk perumahan, pegudangan dan jalan yang ada sekarang.

(53)

mangrove, yang tersisa

+

30-50 m yang dapat ditemukan sekarang

.

Penggunaan Lahan atau tata guna lahan dapat dilihat pada Garnbar 5.

4.3. Tanah dan Hidrologi

Analisis sifat fisik tanah dikawasan pesisir Angke Kapuk pada lapisan bagian bawah merupakan lapisan tanah alluvial kelabu yang terdiri dari endapan lempung yang amat lembek.

Lapisan-lapisan tanah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Lapisan permukaan terdiri tanah lanau berlempung claysilty yang amat lembek 2. Lapisan lempung belanau (silty clay)

3. Lapisan lanau berlempung dengan sedikit berpasir 4. Lapisan lanau berpasir dan lapisan lempung keras.

(54)

Hidrogeologi yang berhubungan dengan tapak, dipengaruhi oleh sungai-sungai utama yang melintasi lebih dari separuh wilayah DKI Jakarta, yaitu sungai Ciliwung. Angke, Pesangrahan. Krukut, Grogol, dan Sepak.

Luas aliran sungai-sungai tersebut, jika digabungkan sekitar

2

1100 km2 atau 3
(55)

4.4. Iklim

4.4.1. Curah Hujan

Berdasarkan data curah hujan stasiun BMG Cengkareng yang mempakan hasil pengamatan 30 tahunan, curah hujan tahunan sekitar stasiun pengamatan Cengkareng adalah 1.73 1 mm, dengan curah hujan bulanan sebagai berikut:

-

Desember 220 mm - Juni 86 mm

- Januari 294 mm

-

Juli 58 mm

- Febmari 277 mm

-

Agustus 68 mm

-

Maret 173

mm

- September 69 mm

- April 137

mm

-

Oktober 101 mm

- Mei 127

mrn

-

Nopember 121 mm. Sumber: Jumsan Geografi FMIPA UI 2000

Terdapat beberapa ha1 penting yang dapat dikemukakan pada data curah hujan bulanan, yaitu:

1. Angka curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Januari (294

mm),

terlihat pola datangnya hujan yang cukup jelas, yaitu sejak Oktober s/d bulan puncak Januari, sedangkan bulan-bulan berikutnya semakin berkurang.

2. Angka curah hujan terendah adalah bulan Juli (58 mm) sedangkan pada bulan-bulan berikutnya meningkat hingga bulan Nopember.

3. Walaupun wilayah penelitian ini mempakan daerah yang curah hujannya yang paling rendah, tetapi merupakan wilayah akumulasi limpasan hujan daerah selatan yang curah hujannya cukup tinggi.

4.4.2. Suhu dan Kelembaban Nisbi

(56)

4.5. Flora

Hutan mangrove di wilayah kajian yang me~ptIkan hutan lindung adalah dari tipe hutan mangrove pesisir (Coastal mangrove .forest), yang setiap harinya menerima pengamh pasang surut, hempasm ombak, dan air laut. Umurnnya vegetasi hutan ini hanya mempunyai satu stratum tajuk. Untuk wilayah pesisir pantai Jakarta, hutan mangrove ini merupakan hutan yang mempunyai peranan penting, sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang.

Komposisi jenis hutan bakau pantai Kapuk ini hampir seragam, tersusun dari asosiasi berbagai suku tumbuhan seperti suku Verbenaceae, Rhizophoraceae, dan suku tumbuh-tumbuhan lainnya yang membentuk komunitas tumbuhan mangrove dari jenis- jenis Avecinnia spp, Rhizophora spp, dun Sonneratia spp. Selain itu sering terdapat tumbuhan Avecinnea spp, jenis lain yang bukan tumbuhan bakau seperti Excoecaria agallocha, dan Thespesia populnea, serta berbagai perdu seperti Acrostichum, Acanthus ilicifolius, atau Wedelia b1j7ora. Pembentukan formasi hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan setempat, seperti faktor salinitas, dan lamanya genangan air.

Dari hasil pengamatan dilapangan terlihat habitat mangrove di wilayah Pantai Indah Kapuk mempakan jalur sempit selebar 30-50 m, sepanjang 3-4,5 km terletak disisi Barat dan Timur Cengkareng Drain. Keadaaan vegetasi mangrove diwilayah tersebut sangat dipengaruhi aktivitas manusia didaerah hilimyan, yang menyebabkan terjadinya pendangkalan dan pencemaran sampah.

4.6. Fauna 4.6.1. Burung

(57)

terdiri dari 59 jenis, yang tergolong kedalam 33 familia. Penyebaran fauna burung di PIK tidak merata. Untuk setiap lokasi pengamatan jumlah dan jenis burung berbeda-beda bergantung pada lingkungan masing-masing.

-

Didaerah pemukiman atau perkantoran di kawasan PIK tampaknya memiliki jenis

burung yang paling sedikit, berkisar antara 4-6 spesies dan umumnya didominasi oleh burung Gereja (Passermonranus. spp) di lokasi bekas tambak jumlah jenis burungnya berkisar antara 6-9 spesies, dengan burung Pecuk (Phalacrocorac. spp) sebagai unsur dominan. Sedangkan didaerah tambak jumlah jenis burungnya antara 10-19 spesies. Selain Pecuk, didaerah ini kadang-kadang dominasi bersama burung Kuntul (Egrerra. spp) dan Chlidonias hybrida, spp. Di hutan Bakau jumlah jenis burungnya bervariasi antara 16-22 spesies. Dominasi disini bersama antara burung Pecuk, Kuntul dan sejenis Belibis (Anasgibber-ons, spp).

Jumlah jenis burung yang banyak tampaknya terdapat didaerah cagar alam dan rawa-rawa yaitu berkisar antara 22-23 spesies. Sedangkan jenis burung yang mendominasi disini adalah burung Belekok (Ardeola speciosa. spp), dan burung Pipit (Lanchura spp).

4.6.2. Fauna Lain

Keanekaragaman satwa liar diwilayah Kapuk Angke , selain dari fauna burung masih terlihat kelompok lain yaitu :

Mamalia seperti monyet (Macaca fascicularis), Ganggarangan (Herpesters janicus), Kucing Bakau (Felis viverina), Bajing Terbang (Lomys her-eldi), Bajing (Sciurus notarus). Reptilia seperti Biawak (Varanus salvatus), Buaya (Crocodilus porosus), Kadal (Mabouya multifasciata), Ular Hijau (Dryophis prasinus), Amphibia

(58)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil

5.1.1. Model dan Konfigrasi Cengkareng Drain

Cengkareng Drain yang dianalisis disini dimulai dari Daan Mogot (Pertemuan dengan Saluran Mookevart) Sampai ke laut dengan panjang 6.022 m2 dengan luasan sekitar 21 m2. Aliran-aliran sungai yang menjadi masukan ke induk Cengkareng didaerah hulu adalah kali angke atas, kali pesanggrahan, grog01 hulu serta saluran mookevart. Beban limpasan ke Cengkareng Drain selain dari hulu adalah lateral inflow (limpasan permukaan) disepanjang sungai mulai dari Daan Mogot sampai muara ditambah dengan drainase-drainase sub makro yang masuk ke sungai Cengkareng Drain adalah:

-

Saluran Cengkareng Timur

- Saluran Perurnahan (Pantai Indah Barat)

-

Dari Pantai Indah Selatan

- Saluran Mandara Permai (Pantai Indah Utara)

(59)

1 TMAPASUT

Pompa Golf (1

,O

m3/det)

(1 1) Pompa (2,4 mldet) Pantai Indah Utara

Ke Bandara Soekarno Hatta Jl. Tol Prof. Sedyatmo

Pompa 0,6 m3ldet (13) D4 5 (12) Pompa (l,6 m3Idet) Pantai Sebelah Barat Pantai Indah Selatan

JI. Daan Mogot h Kdi Mookervart

Keterangan :

Ruas Sungai

0

PompaDari rawa [image:59.541.45.466.47.721.2]

Dl, D3, D5, D7. (Titik Pengukuran)

(60)

I TMAPASUT

Pompa (2,4 3m/det) Pantai Indah Utara

Pompa (1,6 m3/det)

Pantai Sebelah B Pantai Indah Selatan

Keterangan :

Ruas Sungai

0

Pompauntuk rawa [image:60.538.46.466.68.680.2]

Dl, D3, D5, D7 (Titik Pengukuran)

Gambar 11. Peta Skematik Sungai dan Rawa Cengkareng Drain

(61)

Tabel 4. Sesion dan Node Sistem Cengkareng Drain

[image:61.538.72.427.46.734.2]
(62)
[image:62.538.44.473.78.777.2]

Tabel 6. Data Debit dan Pengamatan Muka Air yang Terelevasi

pada Cengkareng Drain Tanggal 7-8 Mei 2001

Keterangan:

Q = Debit (m3ldet)

(63)

5.1.2. Resistansi Cengkareng Drain Pasang Sumt

Kalibrasi model yang dilakukan dalam penelitian ini, hanya sebatas pada kalibrasi kualitatif atau penyesuaian model, dengan membandingkan tinggi muka air (AL) dan debit (Q = Fin) atau kecepatan hasil hitungan dibeberapa saluran dan lokasi pertemuan

terhadap hasil pengamatan pada aliran sungai dan rawa. Dimana resistansi disimulasikan berdasakan persamaan dua (2), untuk mensimulasikan model matematik dari persamaan aliran sungai dan rawa seperti terlihat dibawah ini:

Pada patok vengukuran (Dl) titik 8 versamaan yang didapat:

F9 - F8 = L9

-

L81~ 9.8

...

(6) Pada patok venmkuran (D5) titik 4 versamaan vang didavat:

F6 - F4 = L6 - L4lr 6 4 + L13 - L4lr 134

+

L11 - L41r 14

...

(7)

Pada vatok vengukuran (D7) titik 2 persamaan vane didapat:

F4 - F2 = L4 - L2lr 4.2

+

L11 - L21r 11.2

...

(8) Dari persamaan tersebut diambil persamaan ( 6 ) dan (8) sebagai model yang dipergunakan untuk hidrologi sungai d& rawa pada aliran Cengkareng Drain dengan memperhitungkan besaran aliran yang masuk sebelumnya pada persamaan tersebut sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

Pada patok vengukuran

(D5)

dan (D7) titik 2 dan 4 sehingga persamaan yang didavat:
(64)

Keterangan:

F6 = Debit (m3Idt) pada patok D3; F2 = Debit (m3ldt) pada patok D7 L6 = Tinggi muka air pada patok D3; L4 = Tinggi muka air pada patok D5 L2 = Tinggi muka air pada patok D7

Lll,L12,L13=L4(,.1, =TMA padapatokD-5sejamsebelumnya

L10=L2 (,.I, = TMA pada patok D-2 sejam sebelumnya.

Dari data debit dan pengamatan muka air pasang sumt secara keselumhan menggunakan data 184 buah, dengan jumlah komponen 4 (empat) buah D 1, D3, D5, dan D7 dengan 72 data sekunder. Selanjutnya berdasarkan persamaan (1 11, dibuat prediksi debit dan muka air dengan besarnya resistansi pada aliran sungai dan rawa Cengkareng Drain. Kemudian debit dan muka air hasil prediksi model dianalisa bersama-sama dengan resistansi hasil simulasi model. Dengan menggunakan program minitab untuk pengolahan data analisis, didapat hasil seperti pada Tabel 7.

[image:64.541.40.474.94.753.2]
(65)
(66)

5.1.3. Penerapan Model

Pada tahap penerapan model ini menggunakan data pola penyebaran vegetasi mangrove

.

129 koordinat penyebaran vegetasi pada lokasi A, 329 koordinat penyebaran vegetasi pada lokasi B, 292 koordinat penyebaran pada lokasi C, 406 koordinat penyebaran vegetasi pada lokasi D. Dengan

Luas

lokasi A = 2. 427 m2. luas lokasi B = [image:66.538.33.464.18.744.2]

2.354 m2. luas lokasi C = 2.266 m', luas lokasi D = 1.847 m2 dan kerapatan vegetasi seperti terlihat pada tabel 8 di bawah ini :

Tabel 8. Kerapatan dan Luas Vegetasi pada Daerah Penelitian

Berdasarkan parameter-parameter tersebut dengan menggunakan metoda spasial titik data diperoleh hasil simulasi seperti terlihat pada Tabel 9

.

Kerapatan

(1)

Luas

(m)

1

Vegetasi
(67)
[image:67.538.73.448.79.754.2]

Tabel 9. Hasil Simulasi dengan Menggunakan Data Vegetasi Mangrove

(68)
(69)

Garnbar

13.

Gratik Hasif Siulasi Lokasi

4

B, C, dan

D

(70)

Lokasi B

35

3.0

26

g "

1 .S

1

.o

a6

0.0

0 10 a0 JO 40 50 60 70 80

[image:70.538.78.485.69.708.2]

k

Gambar

15.

Grafik Haail Simulasi pada Lokasi B

(71)

V

l

[image:71.538.60.455.75.554.2]

. -~ ---- ~

Gambar 17. Grafik Hasil Simulasi pada Lokasi D 5.2. Pembahasan

5.2.1. Model Simulasi Hidrologi Cengkareng Drain

(72)

Model yang dikembangkan ini mempakan model aliran sungai dan rawa pada daerah pesisir Angke Kapuk yang disesuaikan dengan keadaan lokasi aliran rawa pada Cengkareng Drain.

5.2.2. Resistansi Cengkareng Drain

Simulasi hidrologi sungai dan rawa yang dipergunakan untuk mengetahui pengaruh resisansi Cengkareng Drain, pada dasamya dipengaruhi oleh perubahan tinggi muka air pasang surut setiap jamnya. Gelombang pasang surut hasil pengamatan pada dasarnya mempunyai bentuk tidak simetris dimana gelombang pasang sumt mempunyai periode pasang yang lebih kecil daripada periode surut, pada simulasi ini pengaruh evaporasi dan curah hujan yang masuk dalam aliran sungai dan rawa diabaikan. Pada hasil simulasi resistan (Gambar 12) terlihat bahwa: RI,4, R1z4 dan Rl04 dari analisis menunjukkan kecendrungan keluaran grafik yang mendapatkan aliran yang berasal dari rawa dan resistansi-resistansi tersebut setelah diidentifikasi temyata mempakan grafik aliran berasal dari masukan rawa yang diukur pada titik terdekat pada aliran Cengkareng Drain, sedangkan grafik %4 dan h . 2 adalah aliran sungai );ang tidak mendapatkan

masukan dari rawa.

Pada aliran Rg4 dan R4.2 terlihat adanya flat perubahan puncak grafik yang

(73)

tinggi muka air yang meningkat, sedangkan pada h . 2 terjadi perubahan fluktuasi yang menyatakan kenaikan tinggi muka air pada jam 23 ke jam 1 setelah itu terlihat relatif stabil.

Pada aliran rawa Rlo, RII, R12, R13, pada grafik hasil simulasi terlihat mempunyai

.

bentuk relatif simetris atau periode pasang hampir sama dengan periode surut ha1 ini sesuai dengan fungsi rawa yang bersifat menampung air secara perlahan- lahan pada waktu pasang dan melepaskan air tersebut secara perlahan-lahan pada waktu sumt, juga pada lokasi pengamatan mempakan tanah gambut yang mempunyai porositas besar menyebabkan gaya kapiler kecil dan juga mudah mengikat dan melepaskan air.

5.2.3. Pengaruh Efek Pola Penyebaran Hutan Mangrove Terhadap

Resistansi Cengkareng Drain

Berdasarkan analisis pola sebaran mangrove menyatakan bahwa nilai

Rk

> 1. Hal ini mencerminkan penyebaran vegetasi dari lokasi sampel (A, B, C, dan D) berpola (keteraturan), ha1 ini terlihat bahwa lokasi B yang mempunyai pola penyebaran vegetasi yang sangat teratur, kemudian C, D, dan lokasi A. Setelah dianalisa dengan data, pola penyebaran vegetasi mangrove di lapangan terlihat adanya korelasi terhadap rasio titik tengah sampel (Rk) pada jarak terdekat

.

Hasil analisis simulasi terlihat bahwa adanya korelasi hubungan resistansi (R) dengan kerapatan mangrove seperti terlihat pada lokasi D dan B, sedangkan pada lokasi

(74)

Nilai kerapatan (h) bila dibandingkan dengan rasio titik tengah sampel pada jarak terdekat (Rk) berdasarkan Tabel 10 tidak terlihat adanya hubungan, ha1 ini kemungkinan disebabkan keterbatasannya perangkat lunak yang digunakan hanya mampu mengurutkan data terdekat Wki < 200 data, sehingga data yang dipilih acak oleh perangkat lunak maksimal 199 data walaupun data yang tersedia pada lokasi B, C, dan D mempunyai data koordiant vegetasi lebih dari 200 data.

Untuk mempennudah perbandingan hubungan variabel-varibel tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hubungan Kerapatan Vegetasi (h), Rasio Titik Tengah Sampel pada Jarak Terdekat (Rk) dan Pola penyebaran Vegetasi Mangrove di lokasi Studi

Keterangan :

(75)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan simulasi model hidrologi kawasan pesisir Angke Kapuk dilihat dari nilai kelcasaran saluran (R), rasio titik tengah sampel pada jarak terdekat (Rk) (Trend), Kerapatan Vegetasi (A), dan pola penyebaran vegetasi, maka dapat disimpulkan hal-ha1 sebagai berikut:

1. Dari segi hidrologi faktor nilai kekasaran saluran (R) tidak ada korelasi dengan rasio titik tengah sampel pada jarak terdekat

(Rk),

ha1 ini diduga karena konfigurasi pola penyebaran vegetasi mangrove pada lokasi penelitian sudah berpola reguler, serta kerapatan vegetasi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan luasan rawa pada daerah penelitiaan.

2. Pola penyebaran vegetasi dari lokasi rawa A, B, C, dan D pada grafik hasil simulasi terlihat bahwa Rk> 1, ha1 ini mengindikasikan penyebaran vegetasi setiap lokasi berpola kereguleran (keteraturan) dimana lokasi rawa B mempunyai pola penyebaran vegetasi yang sangat teratur, kemudian diikuti rawa C, D, dan A. Berdasarkan penyebaran vegetasi mangrove dilapangan terlihat adanya korelasi, ini berarti pola penyebaran vegetasi mempunyai pengaruh terhadap rasio titik tengah sampel pada jarak yang terdekat (Rk).

(76)

dan rawa A kerapatan vegetasi mangrove jarang dibandingkan luasan areal rawa pada lokasi tersebut.

4. Nilai kerapatan

(1)

bila dianalisa dengan rasio titik tengah sampel pada jar& terdLkat (Rk), tidak terlihat adanya korelasi. Hal ini diduga disebabkan keterbatasannya perangkat lunak (software) yang digunakan, dimana hanya mampu menyusun data jar& terdekat vegetasi (Wki) < 200 data, sehingga data yang dipilih acak oleh perangkat lunak maksimurn 199 data walaupun data yang tersedia lebih dari 200 data.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini maka beberapa saran dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Penutupan vegetasi mangrove seyogyanya diperluas agar berperan sebagai penyangga penetrasi air laut ke daratan dan menunjang fungsi rawa sebagai reservoir air.

(77)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995, Laporan AMDAL Pantai Indah Kapuk, Kaji Ulang Analisis Darnpak Lingkungan Perumahan Kapuk-Jakarta Utara, PT. Mandara Permai, DKI Jakarta. Anonim. 2001, Laporan Akhir Studi Banjir di Wilayah Kamal, Cengkareng. Kapuk. Prop. DKI Jakart. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah-Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Sumberdaya Air, Bandung.

Asdak. C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Brooks,. K.N., P. F. Folliott, H. M. Grerersen, dan J.L. Thames, 1989. Hydrology and the Management of Watershed. Ohio University Press, Columbus, USA.

Brown.. G. H., 1980. Forestry and Water Quality. Oregon State University Books Stores. Inc. Corvallis, Oregon. 124 ha].

Costanza., F. H. Sklar and J. W. Day. 1996. Using the Coastal Ecoilogical Lanscape Spatial Simulations (Celss) Model for Wetland Management. Asian Wetland Bureau. Bogor, Indonesia.

Dahuri, R., J. Rais., S. P. Ginting., dan M.

J.

Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan I. PT. Pradnya Paramita. Jakarta : 301 pp.

Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta: 76 pp.

Departemen Kehutanan. 1997. Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove di Indonesia Status Sekarang. Jilid 1. Departemen Kehutanan, Jakarta. 1-27.

Dinas Perikanan Dari I Jawa Timur. 1994. Pemanfaatan dan Pelestarian Ekosistem Mangrove Bagi Perikanan. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove 43-48. Djoekardi, A. D. dan BB. Setyabudi

.

1998. Kebijaksanaan dan Strategi Nasional

Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (199411995-201912020). Dasa Karya Pengelolaan Lingkungan Hidup Kantor Menteri Lingkungan Hidup, Jakarta: 80-86.

Gordon,. N. D., T. A. Mc Mahon, dan B. L. Finlayson, 1992. Stream Hydrology: An

(78)

Haeruman, H., 1979. Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sekolah Pascasarjana Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. IPB. Bogor.

Hakim.. N., M.Y. Nyakpa

...

A.M. Lubis

... S.G. Nugraho., M.K. Saul., M.H. Diha., G.B.

Hong., dan H.H. Baley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung:217 PP.

Hamilton, L. S. dan P. N.. King, 1983. Tropical Forested Watersheds: Hydrologic and Soils Respons to Major Uses or Conversions. Westview Press, Boulder, Colorado. Hamilton, L. S. clan P.N. King.. 1997. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika, Gajah Mada

University Press. Yogyakarta.

Hammer, M. J. dan K. A>. Mac Kichan, 1981. Hydrology and quality of Water Resources. John Willey and Sons, New York. 486 ha].

Hardjosentono, H. P. 1978. Hutan Mangrove di Indonesia dan Peranannya dalam Pelestarian Sumberdaya Alam. Prosiding Seminar I Ekosistem Hutan Mangrove:

199 - 204.

Hewlett, J.D.. 1982. Principles of Forest Hydrology. The University of Georgia Press. Athens, USA.

Hilmi. E. 1988. Penentuan Lebar Optimal Jalur Hijau Mangrove Melalui Pendekatan System (Studi Kasus di Hutan Muara Angke Jakarta). Program Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hilmi, E dan C. Kusmana. 1999., Ekosistem Mangrove Antara Karekteristik. Teknik Sampling dan Analisis Sistem. IPB. Bogor.

JICA, 1988. Negara Rivere Basin Overall Irrigation Development Plan Study, Field Reporl, Intern Report and Annex B1 and B2. Japan International Cooperation Agency and Directorate General of Water Resources Development. Republik of Indonesia.

Klepper 0 dan Asfhani, 1990 Legent to the Soil Map of the Sungai Negara, Wetlands. South East Kalimantan: In Proceding of Workshop on the Conservation of the Sungai Negara Wetlands, Asian Wetlands Bureau, Bogor - Indonesia.

Klepper, 0. A 1993. Model ~ t u d i of Negara River Basinto Asses the Regulating Role of its Wetlands. Asean Bureau, Bogor-Indonesia.

(79)

Mangundikoro, A. 1985. Dasar-Dasar Pengelolaan DAS. Prosiding Lokakarya Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Departernen Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hal 24-29.

Odum. E. P. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga

.

Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 697 pp.

Odum, H. T,. 1971. Environment, Power and Society. Wiley Intersciencs. New York. Soemarto.. C. D. 1995. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga, Jakarta,

Soerianegara,. I,. 1977. Pengelolaan Sumberdaya Alam Bagian I dan 11. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

(80)
(81)
(82)

P L T I U U Y W HUTU Y l N D R M M A R T A

SKaLI( I Z W O

-.""

...

El- i

a

-.-

--

El-

,--- : J --".-I--

,-

:

, . .,

-.--

l--:j

-"-

.

I

:::j

.--

fq

.","..*

.,.."...."

..-* @)

-.-.

".""..d" .-<.

a

.- -.-.

(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)

Gambar

Gambar 1 Daur Hidrologi
Tabel 2 Tabel 1 Daftat Lokasi Pengukuran Cengkareng Drain ...................... Pengikatan Pelskal Cengkareng Drain .............................
Gambar 1. Daur Hidrologi
Gambar 2. Bagan Alir Daur Hidrologi ( Asdak, 1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Suhu suatu tempat juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di permukaan bumi. Daerah yang masih bervegetasi lebat, suhunya akan cenderung lebih rendah.. dibanding

Pada saat kualifikasi/pembuktian data, diminta kepada saudara untuk menunjukan semua Dokumen Asli/Legalisir dan menyerahkan salinannya kepada kami.. Dokumen

Tugas Akhir ini telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Studi Strata Satu untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Industri Jurusan

Perjanjian kredit antara OTO Kredit Motor Salatiga dengan debitur dalam hal pembiayaan kendaraan bermotor dilakukan antara OTO Kredit Motor Salatiga dengan Debitur yang

Namun, untuk mengetahui tercapainya tujuan itu perlu dilakukan penelitian yang secara khusus menganalisis pengaruh sikap nasabah BNI dalam penerapan program

Hubungan Status Gizi Dengan Kualitas Hidup Geriatri di Posyandu Lansia Ngudi Sehat Bibis Baru Nusukan Banjarsari Surakarta.. Perbedaan Kualitas Hidup pada Lansia antara Lansia

Berdasarkan perubahan tersebut analisis data layanan bimbingan belajar dengan audio visual terhadap perkembangan bahasa anak usia dini di PAUD Al Rizky Bandar Lampung