• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rehabilitasi Sosial Model Kelembagaan Bagi Remaja Putri Penyalahguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (WAPZA). (Kasus di Satu Panti Sosial dan Satu Pondok Pesantren)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rehabilitasi Sosial Model Kelembagaan Bagi Remaja Putri Penyalahguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (WAPZA). (Kasus di Satu Panti Sosial dan Satu Pondok Pesantren)"

Copied!
304
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)
(158)

REHABULITASI SOSllAL MODEL KELEMBAGAANBAGI IPEMAJA PUTRI PENYALAHGUNA NA.RKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF

(NAPZA)

(&sus di Satu panti Sosial dan Sat" Pondok Pesnntren)

OLE13 : ATY SETIAWATI

PROGRAM PASCA SAWJANA JNSTITUT PERTANIAN BOGOR

(159)

ABSTRAK

Penelitian ini rnempelajrui berbagai faktor yang berhubungan dengan keberhasilan proses rehabilitasi sosial bagi remaja putri penyalahguna Narkotika Psikotroika dan Zat Adiktif (NAPZA) yang dilaksanakan dalam lernbaga. Secara khusus penelitian ditujukan untuk 1) mempelajari keberhasilan pencapaian tujuan k e g i a t , ~ 2) mempelajari alasan keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan kegiatan dan 3) memperbaiki cara pencapaian tujuan kegiatan pada ~nasing-masing lernbaga dengan harapan clapat bermanfaat sebagai bihan masukan dalani penyusunan rencana kegiatan rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA, khususnya &pat menjadi masukan yang bem~anfaat pada masing-masing lembaga penyelenggara kegiatan dalam rangka rneningkatkan kualitas tenaga dan pelayanan rehabilitasi sosial bagi remaja penyalahguna N APZA.

Penelitian dilaksanakan di satu panti sosial yang terletak di Kabupaten Bandung dan satu pondok pesantren cli Kabupaten Cirunis Propinsi Jawa Barat sejak Bulan Pebruari sarnpai Bulan Mei tahun 2002 dengan jurnlah responden 35 orang di panti sosial dan 24 orang di pondok pesantren.

Penelitian ini berupa ~~enelitian kasus bersifat deskkriptif korelasional. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara berstruktur, wawancara mendalrun, pengamatan dan diskusi. Data yang terkurniul dianalisa rnelalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif serta pengujian hubungan antara faktor-fakror yang diduga berhubungan denga keberhasilan kegiatan

I

rehabilitasi dengan menggunakan uji statistik non parametrik Tau b-Kendall.

Faktor internal individu diketahui berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi responden dalam kegiatan rehabilitasi pada kedua lembaga. Selanjutnya beberapa faktor yang bmhubungan nyata denga keberhasilan rehabilitasi di panti sosial adalah kemauan be1 korban dan kemampuan berko~nunikasi pembina, partisipasi responden dalam kegiatan bimbingm mental psikologis, bimttingan moral dan bimbingan keterampilan.

Di pondok pesantren beberapa faktor yang berhubungan nyata dengan keberhasilan rehabilitasi adalah kenlampuan pembina dalam menjalin hubungan informal, partisipasi responden dalam pelaksanaan dzikir dan pelaksanaan shalat wajiblsunah. Selain itu

(160)

SURAT PFRNYATAAN

Dengan ini sa$a m~znyatakan bahwa tesis yang berjudul :

"Rehabilitasi Spsial Modd Kelembagaan Bagi Remaja Putri Penyalahguna Narkotika

Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA)

adalah benar.merupakan hasil karya saya sendiri dan belwn pernah dipublika.sikan.

Semua surnber data dan il~formasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat

dperi ksa kebenarannya.

Bogor, 27 September 20021

(161)

REaABILITASI Sf3SIA.L MODEL KELEMBAGAAN BAG1 REM4JA IPUTRI PENYALAHGVWA NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF

(NAPZA)

(Kasys di Satu Panti Sosial dan Satu Pondok Pesantren)

OLEH : ATY SETIAWATI

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untu k Memperoleh Gelar Magister Sains

Pada

Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

(162)

Judul Tesis : Rehabilitasi Sosial Model Kelembagaan Bagi Remaja Putri

Penyalahguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif

(WAPZA).

(Kasus di Satu Panti Sosial dan Satu Pondok Pesantren)

Nama Mahasiswa : Aty Setiawati

Nomor Pokok : PPN/0550€N307

Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Menyetu jui

Komisi P p m bing

Dr. Ir. Basita gin tin^ Sugihen, MA

Ketua

7

Dr. H. Prabowo Tiitropranoto, MSc Dr. Ign. Dioko Susanto, SKM, APU

Anggota Anggota

Ketua Program S1:udi

Ilmu Penvuluhan Pembaneunan - ~ n - i arjana IPB

- - -

Prof. Dr. Mrtrgono Shmet

..

Ir.

@i.

Siafrida Manuwoto, MSc

+p /,

(163)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas Rakhmat dan HidayahNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tugas akhir sebuah karya ilmiah

(i.esis) dengan judul : "Kehabilitasi Sosial Model Kelembagaan Bagi Remaja Putri

Penyalahguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA)" yang disusun unt1.k

memenuhi persyaratan lulus Program Magister Pasca Sarjana di Institut Pertanian

Ellogor.

Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat terlaksana dengan bantuan dan

kleterlibatan berbagai pihak, karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih

klepada yang terhorrnat :

1) Dr. Ir. Basita Ginling. Sugihen, MA sebagai ketua komisi beserta Dr. H. Prabowo

Tjitropranoto, MSc dan Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM, APU sebagai anggota

komisi. ,

2 ) Direktur FPS IPES beserta staf, seluruh karyawan PPS IPI3 dan seluruh Dosen

Program Studi PPN - PPS IPB yang telah memberikan bantuan dan pembekalan

sehingga membantu penyelesaian studi.

3:) Direktur Jenderal, Sekretaris Jenderal Pelayanan dan Kehabilitasi Sosial Departemen Sosial, Kepala Bagian, Kepala Seksi dan staf serh rekan-rekan

fimgsional.

4:) Pimpinan, Kepala. Bagian, Kepala Sie Penyantunan, Koordinator Peke rja Sosial

dan seluruh staf panti sosial serta pimpinan dan seluruh pengurus pondok

(164)

5;) Drs. Rudi, Dra Y'ani, Drs. Handa, Drs Joko dan rekan staf Seksi Penyantunan di

panti sosial serta Dra. Dewi dan Dra. Nanay di pondok pesantren yang telah

membantu dan langsung mendampingi dalam pengumpulan data di lapangan.

6 ) Rekan-rekan mahasiswa Program Studi PPN-PPS IPB, khususnva rekan-rekan

angkatan 2000 yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran baik melalui

diskusi maupun bahan-bahan tertulis.

7) Suarni tercinta m'as Agung Tribaju serta anak-anak tersayang Ayu dan Aji atas segala ketulusin~, kesabaran, dorongan sernangat dan doa'nya dalam

menyelesaikan s t ~ ~ d i ini. Terima kasih pula kepada seluruh kakak dan adik penulis

di Jakarta, Bandung, Garut, Yogyakarta dan Sumbakva atas semua do'anya.

8 )

Pihak-pihak

lain yang tidak sempat penulis sehtkan dan telalrl memberikan dukungan dalam rnenyelesaikan studi ini.

Untuk semua ltrl semoga Allah SWT memberikan pahala kebaikan yang

berlimpah dan senloga tesis ini dapat bermanfaat. Amin.

Jakarta, September 2002

(165)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFT& GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN

Latar Bdakang ... 1 .... Perurnusan Matialah ... .'. 5

Tujuan Penelitiim ... 6 Manfaat Penelit ian ... 7

TINJAUAN PUSTPXA

Rehabilitasi Sosial ... Rehabilitasi Soslial dan Penyuluhan ... Perubahan Perilaku ... Perubahan Berencana ... Masalah Sosial ... Pcngertian Remaja dan Permasalahannya ... Aspek Teoritis Penyalahgunaan NAPZA ... Faktor-Faktor y i i g Melatarbelakangi Remaja

UntuklMenjadi I?enyalahguna NAPZA ...

Penyalahgunaan dan Ketergantungan Obat ... .,.

....

Pengertian NAPZA dan Jenisnya ...

ICERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

[image:165.587.85.491.64.640.2]
(166)

METCIDE PENELITIAN

Rancangan, Lokasi

d a ~ n

Waktu Penelitian ... 39 ...

Smpel Penelitian 39

Rcliabilitas dan Validitas Instrumen ... 40 ...

Pengurnpulan Data 41

...

Analisis Data 42

Definisi Operasional ... 42

HASII. DAN PEMBAHASAN

Gmbaran Umum Lokasi ... 48 Kegiatan Rehabilitasi Sosial ... 52 Cuakteristik Kepribatlian Pembina ... 59 Fa ktor Individu ... 61 Faktor Keluarga ... 86

Pa.rtisipasi Responden Dalam Kegiatan Rehabilitasi ... 88 Keberhasilan Proses Kegiatan 'Rehabilitasi ... 100 Huibungan Faktor Individu dengan Partisipasi

Responden Dalam Kegiatan Rehabilitasi Sosial

...

113 H~ibungan ~aktor.~arakteristik Pembina, Partisipasi Responden

D0llam Kegiatan

dan

Faktor Keluarga dengan Keberhasilan

...

Kegiatan Rehabili tasi 114

Htibungan Karakterist~ k Pembina Dengan Keberhasilan

Kc:giatan Rehabilitasi ... 117 Htibungan Partisipasi Dengan Keberhasilan Kegiatan Rehabilitasi

. .

1 1 8

Hubungan Faktor Keluarga Dengan Keberhasilan Kegiatan

...

Rehabilitasi 120

Irnplikasi Penelitian Elagi Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi di ...

Panti Sosial dan Pondok Pesantren 121

KESIMPULAN DAN SARAN

(167)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Unnur Responden.. . . 6 1

2.

Tlligkat Pendidikan Resmnden.. . . 63

3. Alisan Responden Me~iggunakan.. . .

.

. . .

.

.

. .

. .

.

. .

. . .

. .

. . .

.

.

. . 67 4. Jenis, Cara Mendapatkim dan Tempat Menggunakan NAPZA

Pertamakali.. . . : . . .

.

. . .

.

. . .

.

. .

.

. . .

.

. 72

5. Frekuensi Penggunaan dan Jumlah Jenis Penggunaan NAPZA.. . .. 8 1

6. Jeriis NAPZA dan Lama Penggunaan NAPZA.. . .

.

.

. .

.

.

.

.

84.

7. Aliisan dan Tujuan Responden Mengikuti Kegiatan Rehabilitasi.. . 85

8. Di!;tribusi Pendidikan clan Penghasilan Orang Tua Resporlden.. . . . 87 9. Sebaran Kategori Partisipasi Responden di Panti Sosial Dalain

Se1:iap Kegiatan..

.

.

.

.

. . . .

. . .

. . . .

. . .

.

. .

.

. . . 95

v .

10. Sebaran Kategori Partisipasi Responden di Pondok Pesantren

Dalam Setiap Kegiatan..

. . .

.

. .

. . .

. .

. . .

.

.

.

. . .

. .

. . . 99

1 1. Sebaran Responden di Panti Sosial dan Pondok Pesantren

Berdasarkan Partisipasinya Dalam Seluruh Kegiatan Rehabilitasi 100

12. Sebaran Kategori Keb1:rhasilan Responden di Panti Sosial

Menurut Masing-Masing Indikator.. . .

.

.

.

. . . 107

13. Sel~aran Kategori Keberhasilan Responden di Pondok Pesantren

Menurut Masing-masir~g Indikator..

. .

.

.

. . .

.

. . .

.

.

. .

. . . 112

14. Junlah Responden d.~ Etanti Sosial dan Pondok Pesantren b

Menurut Tingkat Keberhasilan Yang Dicapai . . . 1 13

15. Hu.bungan Faktor Karakteristik Pembina, Partisipasi Responden

4

Dan Faktor Keluarga tlengan Keberhasilan Kegiatan

Rehabilitasi di Panti Sosial.. . .

. .

.

. .

. . . 115

16. Hubungan Faktor Ka~tkteristik Pembina, Partisipasi Responden

Dan Eksternal Keluarga dengan Keberhasilan Kegiatan

(168)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 . Indikator Keberhasilan Masing-masing Lembaga ... 34.

2 . Skema Hubungan Faktor Karakteristik Pembina dengan Keberhasilan

Kegiatan Rehabilirasi Sosial ... 35

3 . Skema Hubungan Faktor Individu , Partisipasi Dan Keberhasilan

Kegiatan Rehpbililasi Sosial ... 36

4 . Skema Hubungan Faktor Eksternal Keluarga Dengan Keberhasilan

Kegiatan Rehabililasi Sosial ... 36

(169)

Latar Belakang

Generasi muda sebagai penerus cita-cita pe rjuangan bangsa dan sumberdaya manusia

pelaksana pembangurlan nasional maupun daerah, diharapkan mampu memikul tugas

dan tanggung jawab iaelestarikan dan meningkatkan kualitas kehidupan bangsa dan

negara kesatuan Republik Indonesia untuk mencapai masyarakat adil dan makrnur berdasarkan Pancasila dan Uridang-Undang Dasar 1945.

Remaja sebr~gai bagian dari generasi muda mempunyai kedudukan yang

slategis dalam kehidupan masyarakat, berbangsa &an ben~egara sehingga perlu

nlendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbrlh dan berkembang

baik secara moral, mental maupun sosial. Agar setiap remaja , terrnslsuk para remaja

putri dapat mengmbangkan kepribadian dan kernampuannya, mengenal dan

menemukan identitas dirinya serta memainkan peranannya sesuai dzngan

9

p~rtambahan usianya, harus didukung oleh lingkungan sosial dan lingkungan

kleluarga. Akan tetapi pada kenyataannya, dalam proses peitumbuhan dan

perkembangannya atfa remaja yang menyandang berbagai perrnasalahan baik yang

disebabkan oleh dirinya maupun dari luar dirinya.

Masa remaja 1nc:rupakan salah satu tahapan dari siklus kehiaupan rnanusia

sebagai masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja,

st:seorang mengalami berbagai macam perubahan fisik, psikis maupun sosial.

Sebagaimana siklus ketudupan manusia pada umumnya, remaja dituntut untuk

(170)

ni1a.i clan etika sebagai pedoman bertingkah laku , melepaskan ketergantungan

emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya, memilih dan mempersiaplcan

diri untuk suatu pekerjaan , bergaul dengan teman sebaya di dalam pola pergaulan sosical yang konstruktif tlan mempelajari peran sosial sesuai dengan jenis kelaminnya

(I-bvighurst 1961) . Perempuan secara biologis berbeda dengan laki-IakI, umumnya

masyarakat beranggapan bahwa wanita memiliki sifat-si fat pasif, lembut. bijaksana,

.

kurang percaya diri, senang bicara, tidak memiliki ambisi dan mudah mengekspresikan dirinya~ ( Liebert 1986)

Kehidupan saat -ini menunjukkan perubahan yang pesat, kemajuan cli bidang

ekonomi, teknologi, transportasi dan jaringan komunikasi serta sarana kehidupan

lainnya semakin bertambah komplelts. Hal ini tentu akan membawa perubahan hidup

masyarakat, tidak terkec:uali pada kehidupan remaja, sehingga remaja dihadapkan

pa& tantangan yang semakin kompleks dengan berbagai pengaruh yang bersifat

positif maupun negatif Pengaruh positif, tentu saja akan mengantarkan remaja pada

1 1 '

pertimbeaq kedewasaan yang baik. Sedangkan pengaruh yang negatif dapat 1

menghaqpt perkerpb;lligiin remaja dalam mencapai kedewasan, terutarna dari segi

psikis dqp sosial. Kem~luag

Qi

berbagai sektor belum tentu berpengaruh positif bagi

remiija, v~/$aq kaplf-/cpQpng memberikan pengaruh negatif karena remaja masih 1

labil

daq

mvdah t e ~ g a p p oleh situasi lingkungan (Gunarsa 1991) . Semakin

kompleq? phidupaq aFqn semakin banyak pula tuntutannya, apabila remaja tidak I I I

,

dapat memenuhi tuntutan ini remaja akan mengalami kesulitan dan kekecewaan. ,

&thk

m&iii\i\~~p~

kekeece,wmn serta mendapatkan kepuasan, sebagian dari mer-ha
(171)

perlcelahian massal, penyalahgunaan Narkotika, Psdikotropika dan Zat Adiktif (

NAPZA), pemerasan, pelanggaran seksual, pencurian, bahkan perampokan dan

pentbunuhan , khususnya di kota-kota besar (Dirdjosisworo 1974).

NAPZA merupakan singkatan dari Narkoti ka, Psi kotropi ka dan Zat adiktif.

Merlurut Undang-Undang KI No. 22, narkotika adalah zat yang dapat menghilangkan

rasa sakit dan menenangkan syaraf, sedangkan psikotropika adalah zat atau obat

alamiah maupun sintetis yang bersifat psikoaktif melalui pengarr~h selektif pada

susunan syaraf push dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perillaku. Sementara zat adiktif adalah zat yang tidak tergolong pada narkotika 4

maupun psikotripika, dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati dan perilaku

seselorang.

Masalah penyalahgunaan NAPZA menjadi salah satu masalah sosial yang cukup

besar dimana pada tahun 2000 tercatat sekitar 3 juta penyalahguna NAPZA

(Wn:sniwirio 2000 ), padahal fenomena NAPZA adalah seperti gunung es

,

artinya

yang tampak di permukaan jauh lebih kecil dibandingkan dengan yaiig tidak nampak

sehingga jumlah penyalahguna NAPZA sesungguhnya bisa saja sepuluh kali lipat

dari yang tercatat (Hawari 2000 ) .

Jurnlah ~emaja penyalahguna NAPZA dari tahun ke tahun terus memingkat.

baik putra maupun putri (Direktorat NAPZA 1999). Kondisi ini memprihatinkan,

khususnya remaja putri penyalahguna NAPZA yang kelak akan menjadi pendidik

pertalma dalam keluarga dan akan menentukan kualitas generasi penerus selanj~dnya.

Pennasalahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah masalah yang suderhana,

(172)

sosial, ekonomi maupun budaya

.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan

masalah penyalahgunaan NAPZ A sulit diberantas adalah karena lemahnya

supremasi hukum (Hawari 2000)

Mal-aknya peredaran maupun penyalahgunaan NAPZA dapat menjadi ancaman

berlbahaya b a g bangsa Indonesia. Jika terus dibiarkan bangsa Indonesia akan

mengalami lost of generation ( PIK Kompas 200 1 ) mengingat sebagian besar pelaku

dan korban penyalahgunaan NAPZA adalah remqja. Tingginya kecenderungan

rernaja terlibat dalam kasus penyalahgunan NAPZA dapat dilihat pula dari data

Recon Indo (Yayasan Research Consultant Indonesia 2001) yang melakukan tes urine

terhadap 1.029 siswa SMU dari 64 sekolah. Hasil tes tersebut menurqukkan 35 %

atau 290 siswa ditemukan sebagai pecandu berat dan juga pengedar NAPZA, bahkan

dalaim tes ini ditemukan pula bahwa usia perkenalan dengan NAPZA semakin muda.

Data tersebut *enyebutkan anak berusia 6 tahun sudah rnengisap rokok, usia 10

t a h ~ n sudah menggunakan zat halusinogen dan psikotropika bahkan pada usia 13

tahun sudah menggunakan opium. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan karena rem,aja adalah generasi penerus yang akan menjadi tumpuan bangsa di masa depan.

Dengan terlibatnya remaja ke dalam masalah penyalahgunaan NAPZA, bangsa

Indonesia akan kehilangan sumber daya manusia berkualitas yang akan mampu

berkompetisi di ern global, karena itu masalah penyalahgunaan NMZA oleh remaja

perlu segera ditanggulangi melalui suatu upaya kegiatan yang nlelibatkan berbagai

pihak secara berkesinambungan untuk melaksanakan usaha kesejahteraan sosial baik

berupa kegiatan yang berfungsi sebagai pencegahan , rehabilitasi, pengernbangan

(173)

Perumusan Masalah

Remaja korban penyalahgunaan N APZ A meru pakan sekelompok remaja

bennasalah yang tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik sehingga

tergolong kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial dan menjadi garapan

penlbangunan bidang kesejahteraan sosial, khususnya ~nelalui kegiatan rehabilitasi

sosial. Kegiatan rehabilitasi sosial diartikan sebagai suatu proses pengembalian fungsi

sosial dan pengembangan agar memungkinkan penyandang masalah mampu

melaksanakan gembali fungsi sosialnya dengan baik dalam masyarakat dan marnpu

mengatasi masalah-masalahnya sendiri.

Beberapa instansi pemerintah telah menangani masalah penyalahgunaan

NAPZA , antara lain Departemen Sosial melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial

bag remaja penyalahguna NAPZA melalui sistem pembinaan panti dan non panti.

Di pihak lain, lembaga sosial masyarakat berupa yayasan sosial mailpun yayasan

yang bersifat keagamaan seperti pondok pesantren ada yang telah mampu

men~yelenggarakan kegiatan rehabilitasi sosial bagi para remaja penyalahguna

NA13ZA dengan penekanan aspek dan pendekatan yang 'oerbeda, sehingga memberi

andil yang cukup besar dalam membantu pemerintah menanggulangi permasalahan

rem,aja penyalahguna NAPZA.

Penelitian ingin mempelajari proses kegiatan rehabilitasi sosial bagi remaja putri

penyalahguna NAPZA yang dilaksanakan melalui pnnti sosial dan pondok pesantren

u n t ~ ~ k menjawab permasalahan berikut :

(174)

l).!;ejauhrnana keberhasilan pencapaian tujuan masing-masing kegiatan telah

tliperoleh panti sosial dan pondok pesantren dalam proses rehabilitasi sosial

~xnyalahguna NAPZA.

2). Faktor apa saja yang berhubungan dengan keberhasilan atau kegaga1a.n pencapaian

tujuan masing-masing kegiatan di panti sosial dan pondak pesantren dalam proses

rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA.

3). Bagaimana mengembangkanl memperbaiki cara pencapaian tujuan masing-

tnasing kegiatan di panti sosial clan pondok pesantren dalam proses rehabilitasi

sosial penyalahguna NAPZA.

b

Tujuan Penelitian

Sestlai dengan pokok masalah yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk :

1). Mempelaiari 'keberhasilan pencapaian tujuan panti sosial dan pondok pesanven

dalam proses rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA.

2). ~empelajiri alasau-alasan keberhasilan atau kegagalan keberhasilan pencapaian

tujuan masing-masing kegiatan di panti sosial dan pondok pesantren dalam

proses rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA.

3). Mengerrlbangkan/memperbaiki cara pencapaian tujuan masing-masing kegiatan di panti sosial dan pondok pesantren dalam proses rehabilitasi sosial

(175)

,

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun

keblijakan perencanaan kegiatan rehabilitasi sosial , khususnya dapat menjadi

msjukan yang bermanfaat kepada masing-masing lembaga penyelenggara kegiatan

rehabilitasi sosial dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga dan pelayanan

rehiabilitasi sosial bagi para remaja penyalahguna NAPZA. Selain itu dit~arapkan

(176)

TINJAUAN PUSTAKA Rehabilitasi Sosial l'engertian

Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika, yang dirnaksud dengan

rehabilitasi sosial adalah proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental

rnaupun sosial agar penyalahguna NAPZA dapat kembali melaksanakan fungsi sosial

dlalam kehidupan bermasyarakat (Departemen Sosial 1999)

Selanjutnya Pemerintah RI menegaskan bahwa rehabtlitasi sosial adalah usaha

untuk memulihkan kembali integritas diri, percaya diri, kesadaran serta tanguilg

jawab sosial sehingga penyalahguna NAI'ZA mau dan mampu melaksanakan fungsi

dan peran sosialnya secara wajar dalam tatanan hidup bermasyarakat (Departemen F'enerangan 1999)

Eiertolak dari pengertian di atas, maka pengertian rehabilitasi sosial adalah suatu

usaha yang bertujuan untuk mengubah perilaku, memulihkan harga diri dan

n~engembalikan fungsi sosial penyalahguna NAPZA agar mampu menjalankan

kehidupannya kemhal i dalam masyarakat.

Rehabilitasi Sosial Sebagai Program

Rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA dapat dilaksanakan oleh lembaga

(lbukan perseorangan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaksanakan oleh

t~znaga-tenaga profesional yang memenuhi kualifikasi dengan izin pemerintah melalui

(177)

Pelayanan rehabilitasi sosial dilaksanakan inelalui sistem panti dan non panti. Sistem

panti merupakan sistem pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dalam panti

dt:ngan memanfaatkan fasilitas panti sebagai wadah pembinaan klien , sementara non

pzinti merupakan sistem pelayanan luar panti yang dilaksanakan dengan

memanfaatkan sumber potensi yang ada dalam masyarakat sebagai wadah pembinaan

klien yang berbasis komunitas. Keseluruhan proses rehabilitasi sosial sebagai

pr.ogram secara.garis besar umumnya dapat dibagi dalam 3 tahapail yaitu (1) Tahap

pra rehabilitasi terdiri h r i kegiatan pendekatan awal , penerimaan dan penilaian ; (2)

Tihap Rehabilitasi terdiri dari kegiatan-kegiatan pembinaan dan bimbingan ; (3) Tihap Pasca Rehabilitasi terdiri dari kegiatan resosialisasi, rujukan dan pembinaan

lanjut.

.

Rehabilitasi Sosial dan Penyuluhan ,

Seperti telah disebutkan, rehabilitasi sosial merupakan upaya yang

dilaksanakan untuk mengubah perilaku, memulihkan harga diri dan mengembdikan

fimgsi sosial agar mampu menjalankan kehidupannya kembali d a l m masyarakat.

Pi&

dasarnya rehabilitasi sosial merupakan suatu upaya agar penyandang masalah

pt:nyalahguna NAPZA dapat menolong dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengar,

fa~lsafah penyuluhan, Kelsey dan Hearne (1992) menyebutltan bahwcl falsafah

p:nyuluhan adalah bekerja bersama masyarakat untuk membantu mereka

rr~eningkatkan harkatnya sebagai manusia. Dari penclapat tersebut, Mardikanto

(I 992) mengemukakan beberapa pengertian, yaitu (1) Penyuluh hams bekerja sama

(178)

F'enyuluh berupaya ~nenciptakan tenvujudnya kesejahteraan dalsm masyarakat dan

b

~cningkatan harlcat ~nartabatnya sebagai manusia. Sementara Menurut Direktorat

Elina Kesejahteran Sosial (1998), penyuluhan sosial adalah proses komunikasi

ii~formasi dan edukasi yang berencana, terarah dan berkelanjutan, ditujukcm kepada

sieluuh pangsa khalayak untuk meinberikan pengetahuan dan menggugah kesadaran,

nlendorong terciptailya sikap positif dan menggerakkan perilaku (prakarsa dan

kegiatan) semila individu, kelompok dan seluruh masyarakat dalain pembangunan

kesejahteraan sosial.

Dari

beberap2 pendapat tersebut dapat clipahanii bahwa penyuluhan

nlempunyai tujuan yang bersifat mendidik baik dari segi sikap, pengetahuan maupun

keterampilan dan bersifat mengembangkan kemarnpuan agar individu-individu yang bersangkutan dapat lr~emiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

Demikian pula pada tlasarnya dengan rehabilitasi sosial yang dilakukan pada kedua

I

lembaga memiliki tujuan akhir agar para penyalahguna NAPZA dapat mengalami

perubahan sikap pengetahuan clan keterampilan untuk dapat menyelesaikan sendiri

Perubahan Perila ku

Kegiatan rehabilitasi sosial sama halnya dengall penyuluhan, yaitu

merupakan kegiatan gendidikan untuk membantu sasaran didik mengubah perilaku,

st:hingga mencapai kesejahteraan lahir dan bathin.

Perilaku menurut Slanet (1975) yaitu segala tindak tanduk seseorang yang bisa

(179)

terlihat secara jelas (overt behaviour) dan kadltngkala tidak rer1iha.t secara nyata

(covert behaviour).

Perilaku dipengaruhi oleh unsur-unsur yang membentuknya. Men~lrut Isaac dan

h4ichael (1981) ada tiga kawasan yang membentuk perilaku seseorang , yaitu

kognitif, afektif clan psikomotorik

.

Untuk mengubah perilaku seseorang, dapatlah

dilakukan dengan mengubah salahsatu unsur atau bahkan ketiga-tiganya, dimana

perubahan salah satu unsur akan saling mempengaruhi.

Eierdasarkan pernbagian ini hubungannya dengan kegiatan rehabilitasi sebagai

pendidikan untuk perubahan perilaku, maka ada 3 kawasan yang tercakup dalam tujuan pendidikan , yaitu :

a. Kawasan Ko,yitif, yaitu perubahan perilaku yang berkenaan dengan aspek

intelektualitas dan pengetahuan seseorang, meliputi :

1. Pengetahuan (knowledge), suatu tingkatan pengetahuan seseorang yang telah

mencapai kemarnpuan mengingat-ingat.

2. Pengertian (comprehension), tingkat kemampuan pada pengertian sesuatu hal

yang diajarkan sehingga dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri.

3. Penggunaan (application), yaitu dapat melaksanakan apa yang dipelajari. 4. Analisa, kemarnpuan seseorang untuk menguraikan ha1 yang dipelajari

sehingga jelas unsur dan strukturnya.

5. Sintesa, meliputi kemampuan untuk menghubungkan ha1 yang dipelajari

hingga dapat menciptakan ha1 baru.

(180)

b. Kawasan Acektif, menyangkut kebiasaan, perasaan dan enosi, meliputi :

I. ~ e c e i v i n ~ (menerima) , penekanan perubahan perilaku pada kemauan

seseorang yang belajar untuk menerima hal-ha1 yang baru.

2. Responding (bereaksi menanggapi), yaitu memberikan reaksi berupa

tanggapan terhadap ha1 yang dipelajari.

3. Validing (penilaian, melibatkan diri), kemampuan melihat dan menilai fakta yang diajarkan.

4. Organizing (pengaturan) bila seseorang telah mampu mengubah tata nilai

perilaku yang dimilikinya.

5. Characterization (penghayatan), bila seseorang yang diajar benar-benar telah

menghayati apa yang daj arkan.

c. Kawasan Psikomotor, merupakan proses perubahan perilaku ya.ng berkenaan

dengan keterarnpilan seseorang dalam mengerjakan sesuatu dipengaruhi oleh

kekuatan, keoepatan, ketepatan, keseimbangan dan kecem~atan.

Perubahan Berencana

Tahapan kegiatan rehabilitasi sosial ini sejalan dengan urutan perubahan yang

terencana (planned change) menurut Lippit (1958) yang diawali oleh adanya

hubungan antara Agen Pembaruan (AP) dengan individu klien yang terdiri dari fase-

(181)

F'ase 1 : Pembentukan kebutuhan untuk berubah

Ada tiga tipe permulaan hubungan antara Agen Pembaharu (AP) dengan

klien yaitu (1) hubungan dimulai ketika AP melihat ada kebutuhan untuk dibantu

dar~ suatu sistem klien dan mencoba untuk menstimulasi kesadazan klien untuk 4

berubah ; (2) hubungan dimulai ketika ada pihak ketiga yang memiliki hubungan

baik dengan AP ataupun klien yang melihat adanya kebutuhan dari klien kemudian mengambil inisiatif untuk mempertemukan

AP

dengan klien ; (3) hubul~gar~ dimulai ketika sistem klien sendiri sensitif akan kelemahan mereka dan secara '&if

mencari bantuan dari pihak luar.

Fase 2 : Pembentukan hubungan AP dengan klien

Pada fase ini terjadi pendugaan motivasi klien untuk menerima dan

memanfaatkan bantuan yang diberikan sekaligus upaya pembentukan hubungan

kohesif antara

AP

dan sistein klien. Disini juga AP menyeimbangkan antara

realisme

d m

optimisme.

AP

hams membantu sistem klien mengerti akan adanya

pennasalahan yang mungkin timbul selama proses hubungan mereka tanpa

mengecilkan semangat klien.

Fase 3 : Diagnosis Permasalahan

Metoda yang digunakan

AP

pada fase ini dapat diklasifikasikan kedalam 4

cara : 1) mendapatkan informasi ; 2) pengolahan informasi atau formula diagnosa ;

(182)

Fase 4 : Menyusun Maksud dan Tujuan Kegiatan

Yerhatian khusus diberikan pada inti bantuan yang akan diberikan pada klien

untuk menyusun tujuan pembaruan dan membangun komitmen pembaaruan. Ada

empat cara yang digunakan dalam ha1 ini , yaitu : (1) menjelaskan arah dari pembaruan ; (2) membangun dan mendorong keinginan untuk ber~lbah ; (3)

menyediakan kesempatan untuk pengujian yang bersifat antisipasi ; (4) membangun

dan memobilisasi kompetensi dalam bertindak.

Fase 5 : Transfer dan Stabilisasi Perubahan

lvlemperoleh kesadaran baru dan membangun keinginan baru serta keahlian

baru adalah ha1 penting dalarn pembaruan. Tetapi yang lebih sulit adalah

mempertahankan stabilitas dan pennanensi dari perubahan perilaku klien ketika

AP tidak lagi bersama klien. AP harus melihat sejauh mana keberhasilan pembaruan, . bagaimana cakupan pembaruan dan pentingttidaknya dukungan

khsusus bagi klien untuk menjarnin permanensi pembaruan.

Fase 6 : Generalisasi dan Stabilisasi Perubahan

Fungsi utama

AP

dalam fase ini adalah untuk menjamin generalisasi dan

penyebaran usaha pembaruan yang telah dimulai. Keterlibatan AP tidak hanya menjaga pembaharuan,. tetapi juga mengupayakan cara agar pembaruan dapat

(183)

Pelembagaan perubahan sebagai stabilisator

Ketika perilaku baru diterima, kekuatan untuk memeliharan hubumgan mulai

meningkat. Bagian penting AP adalah untuk mendorong antusiasme dan merealisasikan bahwa setiap perubahan adalah sementara dan tidak pernah

berhenti.

Fase 7 : Mencapai Hubungan

Kecenderungan dominan adalah mencari akhir hut~ungan AP-klien untuk

memperoleh kembali kebebasan dari pihak yang mengikat. Kecenderungan

lainnya justru rnencari hubungan yang lebih dekat dan lebih terikat dengan AP

atau menghambat segala kemungkinan retaknya hubungan.

Masalah Sosial

Masyarakat merasakan ada kondisi-kondisi tertentu yang mengganggu dan

pzrlu diperbaiki karena meskipun kondisi tersebut hanya terjadi pada beberapa

' .b

anggota populasi, tetapi menjadi masalah bahkan mengganggu dan menimbulkan

keresahan' pada seluruh anggota masyarakat bukan hanya kepada bebera,pa orang

yiing terpengaruh secara langsung. Kondisi tersebut perlu segera diperbaiki agar tidak

berpengaruh negatif pada masyarakat. Masalah sosial seperti dimaksud misainya

kt:miskinan, kejahatan, penyalahgunaan obat-obatan, dan sebagainya.

Kornblurn dan Julian (1989) menyebutkkan bahwa masalah sosial

sebenarnya merupakan hasil dari pengaruh tidak langsung pola-pola perilaku,

(184)

saling menyesliaikan dan terjadi berbagai benturan kepentingan yang sulit

tfimplementasikan.

Ada beberapa pendapat mengenai limbulnya masalah sosial menurut perspective

f iinctionalist, conjlrct dun inteructionist. Perspec five functio~~alist berpendapat

b

hahwa masyarakat terdiri dari keragarnan manusia yang saling berhubungan satu

sama lain', dan masalah sosial adalah kekacauanlgangguan di dalam sistenr

nnasyarakat yang beragam tersebut. Selain itu, masalah sosial juga merupakan

penyimpangan pola-pola lernbaga yang mengharuskan lembaga tersebut secepatnya

nzengadakan perubahan sosial.

Sementara pq~spective conflict menggambarkan masalah sosial sebagai suatu

kondisi benturan nilai-nilai &lam masyarakat yang timbul sebagai akibat adanya

perbedaan kelas, ras, etnis,,ienis kelamin, umur dan masalah umum lainnqa.

Selanjutnya menurut perspective interucsionist, penyimpangan atau masalah sosial

adalah bukan masalah individu, karena sesuatu dikatakan menyimpang atau ti&k

nienyimpang adalah tergantung daripada reaksi masyarakat terhadap apa yang merek?

Pengertian Remaja dan Permasalahanya P'engertian

Istilah remaja berasal dari bahasa latin "adolesence" yang bei-arti tun~buh ke

arah kernatangan atau kedewasaan yang meliputi seluruh aspek kepribadian baik

(185)

Menurut WHO, Achir dalam Sanusi dkk ( 1996 ) mendefinisikan rema-ja sebagai

individu yang sedang mengalami masa peralihan yang dari segi kematangan biologis

seksual sedang berangsur-angsur mempertunjukan karakteristik seks sekunder

r:ampai rhencapai kematangan seks yang dari segi perkembangan kcjiwaan sedang

herkernbang dari sifat kekanak-kanakan menjadi dewasa, sementara dari segi sosial

e:konomi adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas.

EAenurut Pieget ( Hurlock 1997 ) secara psikologis lnasa relnaja merupakan usin

tlagi seorang individu untuk berintegrasi dengan orang dewasa. Seorang anak pada

usia seperti ini tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua

melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam rnasalah

hak. Pada masa ini si anak juga lnengalami perubahan-perubahan intelektual yang niencolok yand diperlukan dalarn berhubungan dengan orang-orang yang lebih

dewasa.

Cli sisi lain, Hall ( Fitzgerald dan Mc Kinney 1970 ) menyebutka~~ nlasa remaja

n~erupakan mas3 strum udn drung atau storm and stress. Dala~n kunln waktu itu

n~anusia mudah tersoda, mudah bergulir keyakinan dan ingin cepat mengalihkan

kepedulian di scat mendapatkan dan berhadapan dengan sesuatu yang tidak

m.enyenangkanmenurut konsep dirinya.

Sementara mengenai batasan usia remaja, sampai saat ini belum ada kesepakatan

yang bersifat universal. Berbagai ahli mengemukakan pendapat tentang batasan usia

renlaja ini, antar lain oleh Monks (Siti R.H. 2002)) dengan membagi aspek

pxkembangan remaja pada usia 12-1 5 tahun sebagai masa remaja awal, 15-1 8 tahun

(186)

tlari Remplein (Siti R.H 2002) ) lebih rinci membagi masa perkembangan remaja laki-laki dan wanita dengan menyisipkan masa jugencrise di antara masa pubertas

clan adolsensi sehingga terbagi menjadi 4 kelompok umur remaja wanita , yaitu

101/2-13 thn, 13-15 !4 thn, 15 %- 16 % thn dan 16 %- 20 thn.

IPermasalahan Remaja

Harboenangin (Sanusi dkk 1996) menbwraikan masalah-masalah tipikal

remaja sebagai berikut :

I . Perubahan Fisik yang Cepat

Dengan melihat bentuk fisiknya yang sudah dewasa, lingkungan sekitar remaja

sering menuntut reinaja untuk berperilaku seperti orang dewasa, padahal naluri

mereka masih kekanak-kanakan, masih suka bermain dan kurang tanggung

jawab.

2. Ketidakstabilan emosi.

Keadaan emosi yang tidak stabil karena adanya tuntutan lingkungan yang

berlebihan, sehingga keharusan ini membuat remaja gelisah karena khawatir

apabila mexeka tidak mampu melaksanakan tugas orang dewasa, sehingga

menimbulkan kecemasan yang berpengaruh terhadap kestabilan emosinya. ,

3. Knsis Identitas

Remaja merupakan sosok manusia yang berada pada posisi transisi , sehingga

mereka sering mengalami masalah dalam ha1 identitas. Dalsun kondisi seperti ini,

biasanya remaja sering membentuk dunianya sendiri untuk mendapatkan

(187)

kelompoknya remaja membangun budaya, nilai, aturan bahkan bahasanya

sendiri yang hanya mereka pahami, sehingga seringkali berbenturan dengan

budaya, nilai atau aturan secara umuin.

4. Konflik dengan orangtua

Konflik dengan orang tua adalah ha1 yang tidak dapat dihindarkan oleh remaja.

Remaja ingip bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang diyakirli

oleh rnereka, sementara di pihak orang tua menginginkan bahkan mengharuskan

anaknya mengikuti nilai-nilai yang dianutnya..

Menunlt Soekanto ( Basri 1995) masalah-masalah yang dihadapi remaja dapat

mempengaruhi perkembangan kejiwaan maupun fisik remaja. Dan apabila

kesulitan-kesulitan tersebut tidak dapat mereka atasi, maka remaja akan

mengalami disorganisasi perilaku, murung, suka bertengkar, bersikap anti sosial,

kesepian, masa bodoh pada dirinya sendiri dan sering menyalahkan orang lain

untuk melarikan diri dari kenyataan yang dihadapi.

Kalangan remaja yang terlibat dalam masalah penyalahgunaan NAPZA sering

berhubungan dengan aspek psikologi remaja yang bersangkutan. Seperti

dikemukakan Zakiah Daradjat ( 1990) di dalain masyarakat, golongan remajalah

yang paling banyak meagalami benturan jiwa yang berat, yaitu n~erupakan

akibat dari perubahan-perubahan psikologis yang dialami remaja. Penyebabnya

antara lain karena perubahan peran dari masa anak-anak menuju dewasa, adanya

dorongan untuk mendapatkan kebebasan yang menyebabkan timbulnya

pemberontakan terhadap orang tua serta adanya kegoncangan ernosional

(188)

Adanya benturan seperti ini inemungkinkan remaja mencari seswatu yang dapat

menolong mereka dari keadaan itu sebagai kompensasi sehiqgga merekit

menemukan jalan keluar yang mudah dengan menggunakan obat penenang,

alkohol, ganja, narkotika atau obat-obatan psikoaktif'lainnya.

Nadeak (1978 ) menemukan bahwa pubertas remaja menunjukkan gejala ingin

memberontak terhadap sekitarnya. Tingkah laku ini merupakan gejolak remaja

yang harus disaliukan dengan baik karena bila tidak tersalurlcan dapat

menimbulkan berbagai kenakalan remaja seperti salah satunya. peyalahgunaan

NAPZA dalam kalangan reinaja.

Aspek Teoritis Penyalahgunaan NAPZA Teori Motivasi

Motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang unttik melakukan

sesuatu. Daya atau kekuatan ini dapat berupa peinenuhan kebutuhan biologis maupun

kebutuhan sosial. Motivasi dapat muncul dalam diri seseorang atau dari proses

peagalaman dan proses belajar yang dilakukan seseorang . Morgan (1961) ~nembagi

dc~rongan (drives) ke dalam dua kelas, yaitu dorongan primer dan dorongan

sekunder. Dorongan primer ada dalarn setiap diri nianusia sepanjang hldupnya,

berupa dorongan fisiologis seperti minum, makan, tidur, sex, juga dorongan yang

bersifat umum seperti bergerak, takut, ingin tahu, curang dan kasih sayang.

Sementara dorongan sekunder sangat kompleks untuk dipeliijari , sehingga yang

(189)

Selanjutnya dijelaskan Morgan et al. (1984) dalam bukunya yang lain bahwa motivasi

adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorong tingkah laku mengarah

pada pencapaian tujuan. Menurutnya motivasi terbagi atas tiga aspek, yaitu (1)

dorongan dalam diri, (2) tingkah laku yang dimunculkan dan diaralzkan oleh

dorongan tersebut dan (3) adalah tujuan yang akan dicapai melalui tingkah laku.

1nl;ensitas suatu perilaku bergantung pada besar kecilnya motivasi yang ada, sehingga

mc:rupakan indikator arah suatu perilaku.

Menurut Petri (Robins 1981), pendekatan motivasi sebagai penyehab timbulnya

tirtdakan meliputi pendekatan insting, pendekatan dorongan (drive) dan pendekitan

kalgnitif. Hal ini dimulai dari adanya kebutuhan yang sifatnya internal.

Kt:butuhan menimbulkan ketegangan , dan ketegangan ini dapat menimbulkan suatu

energi atau doiongan untuk mengadakan pemuasan terhadap kebutuhan, yaitu pemuas

yang sifatnya ekstenlal.

Motivasi dapat te rjadi secara intrinsik, yaitu timbul dal-i dalam diri seseorang, dapat

ju,ga terjadi motivasi ekstrinsik yang timbul karena adanya dora~gan dari luar

dirinya. Karena itu, teori ini memandang penyalagunaan NAPZA timbul karma

ad.anya dorongan untuk pemuasan kebutuhan yang ada dalam diri seseorang atau juga

ti~nbul karena adanya dorongan dari luar diri seseorang, berupa tekanan situasi atau

kondisi yang datang dari lingkungannya seperti keluarga, teman sebaya, kdompok

(190)

'Teori Behaviorial

Wikler ( Blachly 1973) menyebutkan bahwa terjadinya ketergantungan pada

suatu jenis obatlzat merupakan proses pembiasaan (conditioning) , yaitu :

( I ) Primury reinforczr : adanya perasaan subyektif yang menyenangkan akibat pemakaian zat.

(2) Negative Reinforcer : Rasa takut dan tidak enak akibat menghentikan

pemakaian h t sehingga mendorong untuk menggunakan lagi.

(3) Secondary reinforcer : adanya perubahan perilaku akibat memakai zat dinlana 4

seseorang menjadi tidak agresif dan lebih mudah mengadakan interaksi sosial.

(4) Secondury Negative reinforcer : timbulnya gejala mirip gejala putus zat bila

seorang pecandu zat mengalami situasil melihat barang yang ada hubungannya

dengan pernakaian zat.

Selain dilihat dari sudut pandang teori di atas, usaha untuk memahami dinamika

penyalahgunaan NAPZA dibuat dalam beberapa tingkat konseptual, antara lain

sebagai berikut:

Psikologi

Psikiatris maupun psikolog klinis memand'zng penyalahgwxaan NAPZA

sebagai akibat dari ganggpan emosi danketidakinampuan bahkan sebagai hasil

belajar. Beberapa pendekatan diantaranya :

a. Psikoanalitis

Menurut teori ini, anak biasanya berkembang dari tahap rasa kecintaan terhadap

(191)

Ketika mereka mendapatkan masalah berupa tekanan atau lainnya yang tidak

mengenakan dirinya, maka mereka akan kembali pada sifat masa kecilnya, dan

NAPZA dapat memenuhi kebutuhan itu karena merriiliki daya ke rja mengurangi

tekananlketidakpuasan yang mereka alami.

b. Kepribadian Adiktif

Teori ini menganggap bahwa para penyalahguna NAPZA memiliki kepribadian

yang adiktif, climana secara umum memiliki ciri sering merasa cemas, tegang,

kurang rasa percaya diri dan harga diri, menginginkan kebutuhannya segesa

terpuaskan, impulsif, memiliki sikap dan tingkah laku yang tidak lazim dan

terlalu mempermasalahkan penyakit jasmaniah ringan.

c. Model Medis

Para penganut teori ini berpendapat bahwa para penyalahguna NAPZA

mempunyai tipe-tipe tertentu yang berbeda dengan orang lain karena mereka

adalah individu yang sakit, baik secara fisik maupun emosional dan memerlukan

pertolongan medis dan psikiatri.

d. Teori Belajar

Pada prinsipnya teori ini membahas tentang perilaku seseorang, bahwa seseorang

melakukan sesuatu karena ada imbalannya, demikian juga orang

menyalahgunakan NAPZA, mereka bukan ha:nya mendapatkan kenikmatan

seperti euforia dan pengurangan stress, tetapi juga memperoleh hadiah secara

sosial berupa persahabatan dan penerimaan dari para pengguna lainnya,

Penolakan fihak lain justru akan membuat yang bersangkutan semakin terikat

(192)

e. Struktur Sosial

Teori ini pacla dasarnya menekankan bahwa tingkah laku menyimpang terjadi

pada masyarakat yang anomie yang disebabkan oleh persaingan yang sangat

ketat untuk mendapatkan berbagai ha1 yang diangap sebagai lambang kesuksesan

hidup. Dalam kondisi masyarakat seperti ini perilaku mecyimpang rriudah terjadi,

biasanya di:akukan oleh orang-orang yang tidak mampu rnenyesuaikan diri

dengan kondisi 1 ingkungan.

E'sikologi Sdsial

Ahli Psikologi sosial tertarik dengan masalah i~teraksi kepribadian dengan

s~mktur sosial. Psikologi sosial yang bereorientasi pada sosiologi pada dasarnya

nlemusatkan perhatian pada "diri sendiri" (self) dan "peranan sosial" (social role).

hlenurut para sosiolog, meskipun seseorang berupaya rnenciptakan diri sendiri, akan

tt:tapi diri sendiri itu juga merupakan hasil interaksi dengan orang Lain.

Konsep dasar lainnya adalah "peran", dimana para psikolog memandang peran

scbagai pola perilaku yang diinginkan (expected behaviour patterns). Jadi sikap

nlaupun perilaku seseorang senantiasa didasarkan pada perannya.

a. Teori Lindsemith (Burns 1979)

Lindsemith menemukan bahwa para penyalahgurva NAPZA mempunyai

sifat-sifat "self' yang adiktif, sedangkan yang tidak menyaiahgunakan NAPZA

4

(193)

b. Teori Kaplan ( 1964)

Kaplan juga pa& dasarnya menekankan konsep 'diri", tetapi lebih

menekankan pada self esteem (harga diri) atau terhadap sense of self-worthnya

(nilai diri) seseorang. Menurutnya tindakan seseorang senantiasa ditujukan untuk

memaksimalkan pengalaman--pengalaman posi ti fnya dan n~eminimalkar~

pengalaman yang negatif. Dengan adanya pengalaman pribadi yang negatif, maka

seseorang akan mencari pengalaman lainnya sebagai alternatif yang ditujukan

untuk mempertinggi "self'nya, antara lain meggunakan NAI'ZA karena dianggap

dapat mewakili penolakan dari norma kelompok, memfasilitasi dalam 1

mempertinggi "self' melalui interaksi dengan sesama penyalahguna NAPZA dari

dianggap mampu menolong menghilangkan rasa "penghukuman diri sendiri" (self

punitive).

Ptmdekatan Subkultur

Para antropolog yang menggunakan konsep "kultur" (budaya) sebagai cara

ur~tuk menunjuk kepada keyakinan masyarakat, nonna dan nilai masyarakat. Para

sasiolog juga percaya bahwa dalam masyarakat terdapat banyak subkultur yang

memiliki norma dan nilai yang berbeda, antara lain etnik, kelas sosial dan hmensi

lainnya. Demikian para kriminolog percaya bahwa banyak kejahatan terjadi sebagai

hiisil dari konflik antara norma sebagian besar penduduk kelompok dominan dan

k~:lompok minoritas.

Pendekatan ini menemukan bahwa para penyalahguna NAPZA melakukan

(194)

:hidup. Selain itu ditemukan juga bahwa sebagian besar penyalahguna NAPZA,

1:erintegrasi dengan baik dalam keanggotaan subkultur yang devian.

IModel Penyalahgunaan NAPZA Terintegrasi

a.

Teori Terintegrasi dari Eliiot ( 1998 )

Elliot mengembangkan model sebab akibat antara masalah duniawi yang

dikombinasikan dengan helompok independen seperti :

1. Lingkungan sosial budaya, terdiri dari lingkungan sosial yang disorganisasi

dan stl-uktur sosial yang buruk. Orang berperilaku menyimpang seperti

penyalahguna NAPZA biasanya tuinbuh dalam lingkungan sosial yang

miskin

dan

disorganisasi.

2. Lingkungan primer, : yaitu berhubungan dengan masalah sosialisasi yang

pertama kali didapatkan oleh anak. Anak yang sosialisasii~ya baik akan

mempunyal sikap dan perilaku yang baik, sebaliknya sosialisasi yang buruk

akan mer~gakibatkan sikap dan perilaku yang buruk.

3. Keterikatan dalarn kehidupan yang wajar artinya ada orang jrang mempunyai keterikatan dengan lingkungan kehidupan yang lazim, ada pula yang yang

mempunyai keterikatan dengan lingkungan yang tidak lazim.

4. Keterikatan dengan lingkungan menyimpang, beberapa individu memiliki pengalaman kehidupan yang devian, dan mercka memang memiliki rnotlvasi

untuk melakukan perilaku yang menyimpang.

5. Lingkungan yang selalu tegang, dimana ketegangan merupakan hasil dari

(195)

lingkungannya untuk mendapatLan kesempatan dalam mencapai

kesuksesannya.

1). Teori Jesors (Santrock 1990)

Teori ini menganggap perilaku muncul dari hasil interaksi kepribadiail

dengan lingkungannya.

Menurut Jessors, karakteristik utama yang menyebabkan tingkah lnku bermasalah

dalam sistem kepribadian adalah mereka yang memiliki nilai rendah dalam

prestasi akademik, menjadi tukang kritik yang ulung, mempunyai harga diri yang

rendah dan berorientasi pada kontrol diri dari luar, susah bergaul, memiliki

pendirian toleran kepada perilaku menyimpang, kurang memahami pendidikan

agarna &in lebih mengikatkan diri pada fungsi tingkah laku bermasalah.

E'aktor-Faktor yarvg Melatarbelakangi Remaja Menjadi Penyalahguna NAPZA

llmurnnya remaja menyalahgunakan NAPZA karena rasa ingin tahu. Alasan Iiiinnya antara lain jngin diterima sebagai anggota kelornpok, untuk membuktikan

dirinya bukan anak-anak lagi, mendapatkan pengalaman baru yang menyenangkan,

nienggemparkan, menmbah kreativitas, menenangkan diri dari kecemasan ,

nienderita penyakit jasmani tertentu, dan sebagainya (Joewana 1989)

Menurut Hachrneister (Yatim clan Irwanto 1991) alasan seseorang menyalahgunakan

o bat-obatan clan narkoti ka misalnya karena kepribadian orang itu sendiri, kepribadian

le:mah, ingin l a i dari masalah, prestise, tekanan kelompoWlingkungannya, Ingin tahy adathebiasan dan sebagainya. Lebih jauh Blaine ( Dirdjosisworo 1974 )

(196)

keberanian dalam melakukan tindakan, inenunjukkan tindakan menentang orang tua,

untuk melepaskan diri dari kebosanan, kegelisahan dan sebagainya, serta untuk

inembina solidaritas.

13anyak lagi pendapat para ahli lain yang mencob'a menjelaskan tentang latar

l~elakang remaja menyalahgunakan NAPZA. Akan tetapi pada dasarnya gendapat-

pendapat tersebut dapat digolongkan ke dalam dua sebab, yaitu sebab internal dan sebab eksternal.

Fuklori internal biasanya bersumber dari kepribadian remaja yang

bersangkutan , yaitu hasil hubungan dan pengaruh tilnbol balik remaja dengan

lingkungannya yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan ,

sepanjimg hidup. Kaitannya dengan penyalahgunaan NAPZA, Hill ( Mc Vzigh at al.

1978) mengemukakan ada tiga ciri kepribadian para penyalahguna NAPZA, ,yaitu

sifat yang bergantung (dependent) , kurang dewasa (immature) dan sifat adiktif

(abdicted), yaitu campuran dari keadaan depresi, perasaan cemas, liurang rasa percaya

diri dan harga diri, kebutuhannya selalu ingin cepat terpuaskan, impulsif, selalu

naerasa cemas, memiliki sikap dan tingkah laku yang tidak lazim dan terlalu

i~nemperhatikan penyakit jaslnaniah yang ringan. Selanjutnya Hilman (Yatim

dm

Iiwanto 1991 ) menjelaskan ciri-ciri kepribadian tertentu yang bisa dijumpai pada

penyalahguna NAPZA yaitu sifat mudah kecewa, tidak dapat menunggu/ti&k sabar,

sifat memberontak, suka mengannbil resiko berlebihan serta mudah bosan atau jenuh.

Selain Faktor internai di atas yang bersumber pada kepribadian, terdapat

jizktor eksternal yang dapat mendukung remaja menjadi penyalahguna NAPZA yaitu

(197)

Ilalam kascis penyalahguna NAPZA, faktor keluarga yang diduga ikut berperan

~nendorong remaja melakukan kebiasaan tersebut antara lain adalah

lcetidakharmonisan keluarga yang ditandai dengan keluarga tidal: utuh, suanana

~umah yang tidak nyaman, kurangnya komunikasi dan kasih saiyang , ata~i bisa juga

terjadi pada keluarga yang menerapkan pola asuh terteiltu , misalnya dibesarkan oleh

orang tua ,yang menerapkan pola asuh permisif atau otoriter. Sedangkan menurut

Soenadi ( Yatim dan Irwanto 199 1 ) salahsatu penyebab yang paling lnendasar dalam

rnasalah penyalahgunaaan KAPZA adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya k:omunikasi dalarn keluarga yang terjadi karena suasana hati yang tidak tepat, adanya

prbedaan persepsi, penilaian terhadap sumber informasi , cara berkomunikasi yang

tidak tepat, clan sebagainya. Jadi pada dasarnya menurut pendapat-pendapat di atas,

penyebab eksternal yang bersumber dari keluarga adalah masalah keutuhan keluarga,

k.omunikasi dalam keluarga, .hubungan interpersonal dan pola asuh y,mg diterapkan

oleh orang tua.

Sementara mengenai sekolah sebagai lingkungan formal kedua setelah

kceluarga, mempunyai peran yang penting dalam menent~tkan perkembangan

k.epribadian remaja. Sekolah dalarn ha1 ini tidak hanya mengajarkan ilmu

pengetahuan yang bertujuan untuk mempengaruhi watak amk melalu tata tertib, clisiplin, budi pekerti dan agama. Setiap sekolah memililu budaya sendiri yang

rnempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar anak. Faktor-faktor

sekolah yang melatwbelakangi remaja untuk menjadi penyalahgwna NMZA adalah

situasi dan kondisi sekolah yang membuat anak bosan serta adanya prasarana dan

(198)

Fada masa remaja, kecenderungan untuk menjadi anggota kelompok sebaya

sangat kuat. Remaja sangat ingn diterima sebagai anggota kelompoknya. Kelompok

sehaya memiliki sistem nilai, kebiasaan yang dibawa oleh masing-masing remaja

yang menghasilkan nulai, sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru.

Parillo at al. (1985) menyatakan bahwa setiap proses belajar terjadi dalam

kelompok. Seseorang yang dekat dengan kelompok, maka ia akan menganut pula

norrna kelompoknya. Ada suatu dorongan yang sangat kuat dalam dirl remaja untuk

bergaul dengan teman sebayanya, sehingga. kadangkala mereka rnau nlengorbankan

apa saja untuk dapat diterima sebagai anggota dalam kelompoknya.

Kt:lompok sebaya merupakan agen sosialisasi utama untuk terjadinysl kebiasaan

menggunakan NAPZA. Pemakai baru NAPZA tertentu seperti alkohol, amfetamin,

kokain, marijuana dan sebagainya biasanya dikenallcan melalui teman dalam

Gambar

GAMBAR ................................................................ vi
Gambar 3 Skema Hubungan Faktor Individu, Partisipasi Dan Keberhasilan Kegiatan
Gambar 5 . Karakteristik
Tabel 2. ~ingkat Pendidikan Responden di Panti Sosial dan Pondok Pesantren
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 1 memperlihatkan bahwa pejanan medan magnet yang dihasilkan oleh lampu hemat energi dengan merk terkenal rata-rata di atas 0,3 mT, lebih besar jika dibandingkan dengan

Sedangkan kriteria penolakan terdiri dari penderita gastritis kronik nonatrofik yang didiagnosis secara endoskopi, tidak bersedia dilakukan biopsi lambung bagian

Inflasi Nusa Tenggara Barat bulan Januari 2017 sebesar 1,49 persen terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan dengan kenaikan indeks pada Kelompok

yang telah ditentukan Saudara tidak dapat menyerahkan bukti tersebut, maka. penawaran saudara dinyatakan

 Rapat Evaluasi dan Kumpul bersama diadakan setiap bulan, yaitu pada hari minggu jam 03.00 (Ashar) sekaligus belajar bersama.  Khotmil Qur’an dan Wisuda dilaksanakan pada tangggal

Rapat ) and copies of KTP or other identification. a) Shareholders who can not attend, can be represented by a proxy with valid Powers of Attorney as determined by

Berdasarkan tujuannya, penelitian ini menggunakan desain penelitian cross- sectional deskriptif untuk mengetahui pola terapi farmakologis, jenis insulin, metode

This study investigated how students’ motivation in the context of EFL was classified under different orientations and how the orientations were correlated with the use of