REHABULITASI SOSllAL MODEL KELEMBAGAANBAGI IPEMAJA PUTRI PENYALAHGUNA NA.RKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF
(NAPZA)
(&sus di Satu panti Sosial dan Sat" Pondok Pesnntren)
OLE13 : ATY SETIAWATI
PROGRAM PASCA SAWJANA JNSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
Penelitian ini rnempelajrui berbagai faktor yang berhubungan dengan keberhasilan proses rehabilitasi sosial bagi remaja putri penyalahguna Narkotika Psikotroika dan Zat Adiktif (NAPZA) yang dilaksanakan dalam lernbaga. Secara khusus penelitian ditujukan untuk 1) mempelajari keberhasilan pencapaian tujuan k e g i a t , ~ 2) mempelajari alasan keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan kegiatan dan 3) memperbaiki cara pencapaian tujuan kegiatan pada ~nasing-masing lernbaga dengan harapan clapat bermanfaat sebagai bihan masukan dalani penyusunan rencana kegiatan rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA, khususnya &pat menjadi masukan yang bem~anfaat pada masing-masing lembaga penyelenggara kegiatan dalam rangka rneningkatkan kualitas tenaga dan pelayanan rehabilitasi sosial bagi remaja penyalahguna N APZA.
Penelitian dilaksanakan di satu panti sosial yang terletak di Kabupaten Bandung dan satu pondok pesantren cli Kabupaten Cirunis Propinsi Jawa Barat sejak Bulan Pebruari sarnpai Bulan Mei tahun 2002 dengan jurnlah responden 35 orang di panti sosial dan 24 orang di pondok pesantren.
Penelitian ini berupa ~~enelitian kasus bersifat deskkriptif korelasional. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara berstruktur, wawancara mendalrun, pengamatan dan diskusi. Data yang terkurniul dianalisa rnelalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif serta pengujian hubungan antara faktor-fakror yang diduga berhubungan denga keberhasilan kegiatan
I
rehabilitasi dengan menggunakan uji statistik non parametrik Tau b-Kendall.
Faktor internal individu diketahui berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi responden dalam kegiatan rehabilitasi pada kedua lembaga. Selanjutnya beberapa faktor yang bmhubungan nyata denga keberhasilan rehabilitasi di panti sosial adalah kemauan be1 korban dan kemampuan berko~nunikasi pembina, partisipasi responden dalam kegiatan bimbingm mental psikologis, bimttingan moral dan bimbingan keterampilan.
Di pondok pesantren beberapa faktor yang berhubungan nyata dengan keberhasilan rehabilitasi adalah kenlampuan pembina dalam menjalin hubungan informal, partisipasi responden dalam pelaksanaan dzikir dan pelaksanaan shalat wajiblsunah. Selain itu
SURAT PFRNYATAAN
Dengan ini sa$a m~znyatakan bahwa tesis yang berjudul :
"Rehabilitasi Spsial Modd Kelembagaan Bagi Remaja Putri Penyalahguna Narkotika
Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA)
adalah benar.merupakan hasil karya saya sendiri dan belwn pernah dipublika.sikan.
Semua surnber data dan il~formasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
dperi ksa kebenarannya.
Bogor, 27 September 20021
REaABILITASI Sf3SIA.L MODEL KELEMBAGAAN BAG1 REM4JA IPUTRI PENYALAHGVWA NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF
(NAPZA)
(Kasys di Satu Panti Sosial dan Satu Pondok Pesantren)
OLEH : ATY SETIAWATI
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untu k Memperoleh Gelar Magister Sains
Pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Judul Tesis : Rehabilitasi Sosial Model Kelembagaan Bagi Remaja Putri
Penyalahguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif
(WAPZA).
(Kasus di Satu Panti Sosial dan Satu Pondok Pesantren)
Nama Mahasiswa : Aty Setiawati
Nomor Pokok : PPN/0550€N307
Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Menyetu jui
Komisi P p m bing
Dr. Ir. Basita gin tin^ Sugihen, MA
Ketua
7
Dr. H. Prabowo Tiitropranoto, MSc Dr. Ign. Dioko Susanto, SKM, APU
Anggota Anggota
Ketua Program S1:udi
Ilmu Penvuluhan Pembaneunan - ~ n - i arjana IPB
- - -
Prof. Dr. Mrtrgono Shmet
..
Ir.@i.
Siafrida Manuwoto, MSc+p /,
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas Rakhmat dan HidayahNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tugas akhir sebuah karya ilmiah
(i.esis) dengan judul : "Kehabilitasi Sosial Model Kelembagaan Bagi Remaja Putri
Penyalahguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA)" yang disusun unt1.k
memenuhi persyaratan lulus Program Magister Pasca Sarjana di Institut Pertanian
Ellogor.
Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat terlaksana dengan bantuan dan
kleterlibatan berbagai pihak, karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
klepada yang terhorrnat :
1) Dr. Ir. Basita Ginling. Sugihen, MA sebagai ketua komisi beserta Dr. H. Prabowo
Tjitropranoto, MSc dan Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM, APU sebagai anggota
komisi. ,
2 ) Direktur FPS IPES beserta staf, seluruh karyawan PPS IPI3 dan seluruh Dosen
Program Studi PPN - PPS IPB yang telah memberikan bantuan dan pembekalan
sehingga membantu penyelesaian studi.
3:) Direktur Jenderal, Sekretaris Jenderal Pelayanan dan Kehabilitasi Sosial Departemen Sosial, Kepala Bagian, Kepala Seksi dan staf serh rekan-rekan
fimgsional.
4:) Pimpinan, Kepala. Bagian, Kepala Sie Penyantunan, Koordinator Peke rja Sosial
dan seluruh staf panti sosial serta pimpinan dan seluruh pengurus pondok
5;) Drs. Rudi, Dra Y'ani, Drs. Handa, Drs Joko dan rekan staf Seksi Penyantunan di
panti sosial serta Dra. Dewi dan Dra. Nanay di pondok pesantren yang telah
membantu dan langsung mendampingi dalam pengumpulan data di lapangan.
6 ) Rekan-rekan mahasiswa Program Studi PPN-PPS IPB, khususnva rekan-rekan
angkatan 2000 yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran baik melalui
diskusi maupun bahan-bahan tertulis.
7) Suarni tercinta m'as Agung Tribaju serta anak-anak tersayang Ayu dan Aji atas segala ketulusin~, kesabaran, dorongan sernangat dan doa'nya dalam
menyelesaikan s t ~ ~ d i ini. Terima kasih pula kepada seluruh kakak dan adik penulis
di Jakarta, Bandung, Garut, Yogyakarta dan Sumbakva atas semua do'anya.
8 )
Pihak-pihak
lain yang tidak sempat penulis sehtkan dan telalrl memberikan dukungan dalam rnenyelesaikan studi ini.Untuk semua ltrl semoga Allah SWT memberikan pahala kebaikan yang
berlimpah dan senloga tesis ini dapat bermanfaat. Amin.
Jakarta, September 2002
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFT& GAMBAR ... vi
PENDAHULUAN
Latar Bdakang ... 1 .... Perurnusan Matialah ... .'. 5
Tujuan Penelitiim ... 6 Manfaat Penelit ian ... 7
TINJAUAN PUSTPXA
Rehabilitasi Sosial ... Rehabilitasi Soslial dan Penyuluhan ... Perubahan Perilaku ... Perubahan Berencana ... Masalah Sosial ... Pcngertian Remaja dan Permasalahannya ... Aspek Teoritis Penyalahgunaan NAPZA ... Faktor-Faktor y i i g Melatarbelakangi Remaja
UntuklMenjadi I?enyalahguna NAPZA ...
Penyalahgunaan dan Ketergantungan Obat ... .,.
....
Pengertian NAPZA dan Jenisnya ...ICERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
[image:165.587.85.491.64.640.2]METCIDE PENELITIAN
Rancangan, Lokasi
d a ~ n
Waktu Penelitian ... 39 ...Smpel Penelitian 39
Rcliabilitas dan Validitas Instrumen ... 40 ...
Pengurnpulan Data 41
...
Analisis Data 42
Definisi Operasional ... 42
HASII. DAN PEMBAHASAN
Gmbaran Umum Lokasi ... 48 Kegiatan Rehabilitasi Sosial ... 52 Cuakteristik Kepribatlian Pembina ... 59 Fa ktor Individu ... 61 Faktor Keluarga ... 86
Pa.rtisipasi Responden Dalam Kegiatan Rehabilitasi ... 88 Keberhasilan Proses Kegiatan 'Rehabilitasi ... 100 Huibungan Faktor Individu dengan Partisipasi
Responden Dalam Kegiatan Rehabilitasi Sosial
...
113 H~ibungan ~aktor.~arakteristik Pembina, Partisipasi RespondenD0llam Kegiatan
dan
Faktor Keluarga dengan Keberhasilan...
Kegiatan Rehabili tasi 114
Htibungan Karakterist~ k Pembina Dengan Keberhasilan
Kc:giatan Rehabilitasi ... 117 Htibungan Partisipasi Dengan Keberhasilan Kegiatan Rehabilitasi
. .
1 1 8Hubungan Faktor Keluarga Dengan Keberhasilan Kegiatan
...
Rehabilitasi 120
Irnplikasi Penelitian Elagi Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi di ...
Panti Sosial dan Pondok Pesantren 121
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Unnur Responden.. . . 6 1
2.
Tlligkat Pendidikan Resmnden.. . . 633. Alisan Responden Me~iggunakan.. . .
.
. . ..
.. .
. ..
. .. . .
. .. . .
..
. . 67 4. Jenis, Cara Mendapatkim dan Tempat Menggunakan NAPZAPertamakali.. . . : . . .
.
. . ..
. . ..
. ..
. . ..
. 725. Frekuensi Penggunaan dan Jumlah Jenis Penggunaan NAPZA.. . .. 8 1
6. Jeriis NAPZA dan Lama Penggunaan NAPZA.. . .
.
.. .
..
..
84.7. Aliisan dan Tujuan Responden Mengikuti Kegiatan Rehabilitasi.. . 85
8. Di!;tribusi Pendidikan clan Penghasilan Orang Tua Resporlden.. . . . 87 9. Sebaran Kategori Partisipasi Responden di Panti Sosial Dalain
Se1:iap Kegiatan..
.
..
.. . . .
. . .. . . .
. . ..
. ..
. . . 95v .
10. Sebaran Kategori Partisipasi Responden di Pondok Pesantren
Dalam Setiap Kegiatan..
. . .
.. .
. . .. .
. . ..
..
. . .. .
. . . 991 1. Sebaran Responden di Panti Sosial dan Pondok Pesantren
Berdasarkan Partisipasinya Dalam Seluruh Kegiatan Rehabilitasi 100
12. Sebaran Kategori Keb1:rhasilan Responden di Panti Sosial
Menurut Masing-Masing Indikator.. . .
.
..
. . . 10713. Sel~aran Kategori Keberhasilan Responden di Pondok Pesantren
Menurut Masing-masir~g Indikator..
. .
..
. . ..
. . ..
.. .
. . . 11214. Junlah Responden d.~ Etanti Sosial dan Pondok Pesantren b
Menurut Tingkat Keberhasilan Yang Dicapai . . . 1 13
15. Hu.bungan Faktor Karakteristik Pembina, Partisipasi Responden
4
Dan Faktor Keluarga tlengan Keberhasilan Kegiatan
Rehabilitasi di Panti Sosial.. . .
. .
.. .
. . . 11516. Hubungan Faktor Ka~tkteristik Pembina, Partisipasi Responden
Dan Eksternal Keluarga dengan Keberhasilan Kegiatan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 . Indikator Keberhasilan Masing-masing Lembaga ... 34.
2 . Skema Hubungan Faktor Karakteristik Pembina dengan Keberhasilan
Kegiatan Rehabilirasi Sosial ... 35
3 . Skema Hubungan Faktor Individu , Partisipasi Dan Keberhasilan
Kegiatan Rehpbililasi Sosial ... 36
4 . Skema Hubungan Faktor Eksternal Keluarga Dengan Keberhasilan
Kegiatan Rehabililasi Sosial ... 36
Latar Belakang
Generasi muda sebagai penerus cita-cita pe rjuangan bangsa dan sumberdaya manusia
pelaksana pembangurlan nasional maupun daerah, diharapkan mampu memikul tugas
dan tanggung jawab iaelestarikan dan meningkatkan kualitas kehidupan bangsa dan
negara kesatuan Republik Indonesia untuk mencapai masyarakat adil dan makrnur berdasarkan Pancasila dan Uridang-Undang Dasar 1945.
Remaja sebr~gai bagian dari generasi muda mempunyai kedudukan yang
slategis dalam kehidupan masyarakat, berbangsa &an ben~egara sehingga perlu
nlendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbrlh dan berkembang
baik secara moral, mental maupun sosial. Agar setiap remaja , terrnslsuk para remaja
putri dapat mengmbangkan kepribadian dan kernampuannya, mengenal dan
menemukan identitas dirinya serta memainkan peranannya sesuai dzngan
9
p~rtambahan usianya, harus didukung oleh lingkungan sosial dan lingkungan
kleluarga. Akan tetapi pada kenyataannya, dalam proses peitumbuhan dan
perkembangannya atfa remaja yang menyandang berbagai perrnasalahan baik yang
disebabkan oleh dirinya maupun dari luar dirinya.
Masa remaja 1nc:rupakan salah satu tahapan dari siklus kehiaupan rnanusia
sebagai masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja,
st:seorang mengalami berbagai macam perubahan fisik, psikis maupun sosial.
Sebagaimana siklus ketudupan manusia pada umumnya, remaja dituntut untuk
ni1a.i clan etika sebagai pedoman bertingkah laku , melepaskan ketergantungan
emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya, memilih dan mempersiaplcan
diri untuk suatu pekerjaan , bergaul dengan teman sebaya di dalam pola pergaulan sosical yang konstruktif tlan mempelajari peran sosial sesuai dengan jenis kelaminnya
(I-bvighurst 1961) . Perempuan secara biologis berbeda dengan laki-IakI, umumnya
masyarakat beranggapan bahwa wanita memiliki sifat-si fat pasif, lembut. bijaksana,
.
kurang percaya diri, senang bicara, tidak memiliki ambisi dan mudah mengekspresikan dirinya~ ( Liebert 1986)
Kehidupan saat -ini menunjukkan perubahan yang pesat, kemajuan cli bidang
ekonomi, teknologi, transportasi dan jaringan komunikasi serta sarana kehidupan
lainnya semakin bertambah komplelts. Hal ini tentu akan membawa perubahan hidup
masyarakat, tidak terkec:uali pada kehidupan remaja, sehingga remaja dihadapkan
pa& tantangan yang semakin kompleks dengan berbagai pengaruh yang bersifat
positif maupun negatif Pengaruh positif, tentu saja akan mengantarkan remaja pada
1 1 '
pertimbeaq kedewasaan yang baik. Sedangkan pengaruh yang negatif dapat 1
menghaqpt perkerpb;lligiin remaja dalam mencapai kedewasan, terutarna dari segi
psikis dqp sosial. Kem~luag
Qi
berbagai sektor belum tentu berpengaruh positif bagiremiija, v~/$aq kaplf-/cpQpng memberikan pengaruh negatif karena remaja masih 1
labil
daq
mvdah t e ~ g a p p oleh situasi lingkungan (Gunarsa 1991) . Semakinkompleq? phidupaq aFqn semakin banyak pula tuntutannya, apabila remaja tidak I I I
,
dapat memenuhi tuntutan ini remaja akan mengalami kesulitan dan kekecewaan. ,
&thk
m&iii\i\~~p~
kekeece,wmn serta mendapatkan kepuasan, sebagian dari mer-haperlcelahian massal, penyalahgunaan Narkotika, Psdikotropika dan Zat Adiktif (
NAPZA), pemerasan, pelanggaran seksual, pencurian, bahkan perampokan dan
pentbunuhan , khususnya di kota-kota besar (Dirdjosisworo 1974).
NAPZA merupakan singkatan dari Narkoti ka, Psi kotropi ka dan Zat adiktif.
Merlurut Undang-Undang KI No. 22, narkotika adalah zat yang dapat menghilangkan
rasa sakit dan menenangkan syaraf, sedangkan psikotropika adalah zat atau obat
alamiah maupun sintetis yang bersifat psikoaktif melalui pengarr~h selektif pada
susunan syaraf push dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perillaku. Sementara zat adiktif adalah zat yang tidak tergolong pada narkotika 4
maupun psikotripika, dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati dan perilaku
seselorang.
Masalah penyalahgunaan NAPZA menjadi salah satu masalah sosial yang cukup
besar dimana pada tahun 2000 tercatat sekitar 3 juta penyalahguna NAPZA
(Wn:sniwirio 2000 ), padahal fenomena NAPZA adalah seperti gunung es
,
artinyayang tampak di permukaan jauh lebih kecil dibandingkan dengan yaiig tidak nampak
sehingga jumlah penyalahguna NAPZA sesungguhnya bisa saja sepuluh kali lipat
dari yang tercatat (Hawari 2000 ) .
Jurnlah ~emaja penyalahguna NAPZA dari tahun ke tahun terus memingkat.
baik putra maupun putri (Direktorat NAPZA 1999). Kondisi ini memprihatinkan,
khususnya remaja putri penyalahguna NAPZA yang kelak akan menjadi pendidik
pertalma dalam keluarga dan akan menentukan kualitas generasi penerus selanj~dnya.
Pennasalahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah masalah yang suderhana,
sosial, ekonomi maupun budaya
.
Salah satu faktor utama yang menyebabkanmasalah penyalahgunaan NAPZ A sulit diberantas adalah karena lemahnya
supremasi hukum (Hawari 2000)
Mal-aknya peredaran maupun penyalahgunaan NAPZA dapat menjadi ancaman
berlbahaya b a g bangsa Indonesia. Jika terus dibiarkan bangsa Indonesia akan
mengalami lost of generation ( PIK Kompas 200 1 ) mengingat sebagian besar pelaku
dan korban penyalahgunaan NAPZA adalah remqja. Tingginya kecenderungan
rernaja terlibat dalam kasus penyalahgunan NAPZA dapat dilihat pula dari data
Recon Indo (Yayasan Research Consultant Indonesia 2001) yang melakukan tes urine
terhadap 1.029 siswa SMU dari 64 sekolah. Hasil tes tersebut menurqukkan 35 %
atau 290 siswa ditemukan sebagai pecandu berat dan juga pengedar NAPZA, bahkan
dalaim tes ini ditemukan pula bahwa usia perkenalan dengan NAPZA semakin muda.
Data tersebut *enyebutkan anak berusia 6 tahun sudah rnengisap rokok, usia 10
t a h ~ n sudah menggunakan zat halusinogen dan psikotropika bahkan pada usia 13
tahun sudah menggunakan opium. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan karena rem,aja adalah generasi penerus yang akan menjadi tumpuan bangsa di masa depan.
Dengan terlibatnya remaja ke dalam masalah penyalahgunaan NAPZA, bangsa
Indonesia akan kehilangan sumber daya manusia berkualitas yang akan mampu
berkompetisi di ern global, karena itu masalah penyalahgunaan NMZA oleh remaja
perlu segera ditanggulangi melalui suatu upaya kegiatan yang nlelibatkan berbagai
pihak secara berkesinambungan untuk melaksanakan usaha kesejahteraan sosial baik
berupa kegiatan yang berfungsi sebagai pencegahan , rehabilitasi, pengernbangan
Perumusan Masalah
Remaja korban penyalahgunaan N APZ A meru pakan sekelompok remaja
bennasalah yang tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik sehingga
tergolong kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial dan menjadi garapan
penlbangunan bidang kesejahteraan sosial, khususnya ~nelalui kegiatan rehabilitasi
sosial. Kegiatan rehabilitasi sosial diartikan sebagai suatu proses pengembalian fungsi
sosial dan pengembangan agar memungkinkan penyandang masalah mampu
melaksanakan gembali fungsi sosialnya dengan baik dalam masyarakat dan marnpu
mengatasi masalah-masalahnya sendiri.
Beberapa instansi pemerintah telah menangani masalah penyalahgunaan
NAPZA , antara lain Departemen Sosial melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial
bag remaja penyalahguna NAPZA melalui sistem pembinaan panti dan non panti.
Di pihak lain, lembaga sosial masyarakat berupa yayasan sosial mailpun yayasan
yang bersifat keagamaan seperti pondok pesantren ada yang telah mampu
men~yelenggarakan kegiatan rehabilitasi sosial bagi para remaja penyalahguna
NA13ZA dengan penekanan aspek dan pendekatan yang 'oerbeda, sehingga memberi
andil yang cukup besar dalam membantu pemerintah menanggulangi permasalahan
rem,aja penyalahguna NAPZA.
Penelitian ingin mempelajari proses kegiatan rehabilitasi sosial bagi remaja putri
penyalahguna NAPZA yang dilaksanakan melalui pnnti sosial dan pondok pesantren
u n t ~ ~ k menjawab permasalahan berikut :
l).!;ejauhrnana keberhasilan pencapaian tujuan masing-masing kegiatan telah
tliperoleh panti sosial dan pondok pesantren dalam proses rehabilitasi sosial
~xnyalahguna NAPZA.
2). Faktor apa saja yang berhubungan dengan keberhasilan atau kegaga1a.n pencapaian
tujuan masing-masing kegiatan di panti sosial dan pondak pesantren dalam proses
rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA.
3). Bagaimana mengembangkanl memperbaiki cara pencapaian tujuan masing-
tnasing kegiatan di panti sosial clan pondok pesantren dalam proses rehabilitasi
sosial penyalahguna NAPZA.
b
Tujuan Penelitian
Sestlai dengan pokok masalah yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk :
1). Mempelaiari 'keberhasilan pencapaian tujuan panti sosial dan pondok pesanven
dalam proses rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA.
2). ~empelajiri alasau-alasan keberhasilan atau kegagalan keberhasilan pencapaian
tujuan masing-masing kegiatan di panti sosial dan pondok pesantren dalam
proses rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA.
3). Mengerrlbangkan/memperbaiki cara pencapaian tujuan masing-masing kegiatan di panti sosial dan pondok pesantren dalam proses rehabilitasi sosial
,
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun
keblijakan perencanaan kegiatan rehabilitasi sosial , khususnya dapat menjadi
msjukan yang bermanfaat kepada masing-masing lembaga penyelenggara kegiatan
rehabilitasi sosial dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga dan pelayanan
rehiabilitasi sosial bagi para remaja penyalahguna NAPZA. Selain itu dit~arapkan
TINJAUAN PUSTAKA Rehabilitasi Sosial l'engertian
Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika, yang dirnaksud dengan
rehabilitasi sosial adalah proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental
rnaupun sosial agar penyalahguna NAPZA dapat kembali melaksanakan fungsi sosial
dlalam kehidupan bermasyarakat (Departemen Sosial 1999)
Selanjutnya Pemerintah RI menegaskan bahwa rehabtlitasi sosial adalah usaha
untuk memulihkan kembali integritas diri, percaya diri, kesadaran serta tanguilg
jawab sosial sehingga penyalahguna NAI'ZA mau dan mampu melaksanakan fungsi
dan peran sosialnya secara wajar dalam tatanan hidup bermasyarakat (Departemen F'enerangan 1999)
Eiertolak dari pengertian di atas, maka pengertian rehabilitasi sosial adalah suatu
usaha yang bertujuan untuk mengubah perilaku, memulihkan harga diri dan
n~engembalikan fungsi sosial penyalahguna NAPZA agar mampu menjalankan
kehidupannya kemhal i dalam masyarakat.
Rehabilitasi Sosial Sebagai Program
Rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA dapat dilaksanakan oleh lembaga
(lbukan perseorangan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaksanakan oleh
t~znaga-tenaga profesional yang memenuhi kualifikasi dengan izin pemerintah melalui
Pelayanan rehabilitasi sosial dilaksanakan inelalui sistem panti dan non panti. Sistem
panti merupakan sistem pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dalam panti
dt:ngan memanfaatkan fasilitas panti sebagai wadah pembinaan klien , sementara non
pzinti merupakan sistem pelayanan luar panti yang dilaksanakan dengan
memanfaatkan sumber potensi yang ada dalam masyarakat sebagai wadah pembinaan
klien yang berbasis komunitas. Keseluruhan proses rehabilitasi sosial sebagai
pr.ogram secara.garis besar umumnya dapat dibagi dalam 3 tahapail yaitu (1) Tahap
pra rehabilitasi terdiri h r i kegiatan pendekatan awal , penerimaan dan penilaian ; (2)
Tihap Rehabilitasi terdiri dari kegiatan-kegiatan pembinaan dan bimbingan ; (3) Tihap Pasca Rehabilitasi terdiri dari kegiatan resosialisasi, rujukan dan pembinaan
lanjut.
.
Rehabilitasi Sosial dan Penyuluhan ,Seperti telah disebutkan, rehabilitasi sosial merupakan upaya yang
dilaksanakan untuk mengubah perilaku, memulihkan harga diri dan mengembdikan
fimgsi sosial agar mampu menjalankan kehidupannya kembali d a l m masyarakat.
Pi&
dasarnya rehabilitasi sosial merupakan suatu upaya agar penyandang masalahpt:nyalahguna NAPZA dapat menolong dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengar,
fa~lsafah penyuluhan, Kelsey dan Hearne (1992) menyebutltan bahwcl falsafah
p:nyuluhan adalah bekerja bersama masyarakat untuk membantu mereka
rr~eningkatkan harkatnya sebagai manusia. Dari penclapat tersebut, Mardikanto
(I 992) mengemukakan beberapa pengertian, yaitu (1) Penyuluh hams bekerja sama
F'enyuluh berupaya ~nenciptakan tenvujudnya kesejahteraan dalsm masyarakat dan
b
~cningkatan harlcat ~nartabatnya sebagai manusia. Sementara Menurut Direktorat
Elina Kesejahteran Sosial (1998), penyuluhan sosial adalah proses komunikasi
ii~formasi dan edukasi yang berencana, terarah dan berkelanjutan, ditujukcm kepada
sieluuh pangsa khalayak untuk meinberikan pengetahuan dan menggugah kesadaran,
nlendorong terciptailya sikap positif dan menggerakkan perilaku (prakarsa dan
kegiatan) semila individu, kelompok dan seluruh masyarakat dalain pembangunan
kesejahteraan sosial.
Dari
beberap2 pendapat tersebut dapat clipahanii bahwa penyuluhannlempunyai tujuan yang bersifat mendidik baik dari segi sikap, pengetahuan maupun
keterampilan dan bersifat mengembangkan kemarnpuan agar individu-individu yang bersangkutan dapat lr~emiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Demikian pula pada tlasarnya dengan rehabilitasi sosial yang dilakukan pada kedua
I
lembaga memiliki tujuan akhir agar para penyalahguna NAPZA dapat mengalami
perubahan sikap pengetahuan clan keterampilan untuk dapat menyelesaikan sendiri
Perubahan Perila ku
Kegiatan rehabilitasi sosial sama halnya dengall penyuluhan, yaitu
merupakan kegiatan gendidikan untuk membantu sasaran didik mengubah perilaku,
st:hingga mencapai kesejahteraan lahir dan bathin.
Perilaku menurut Slanet (1975) yaitu segala tindak tanduk seseorang yang bisa
terlihat secara jelas (overt behaviour) dan kadltngkala tidak rer1iha.t secara nyata
(covert behaviour).
Perilaku dipengaruhi oleh unsur-unsur yang membentuknya. Men~lrut Isaac dan
h4ichael (1981) ada tiga kawasan yang membentuk perilaku seseorang , yaitu
kognitif, afektif clan psikomotorik
.
Untuk mengubah perilaku seseorang, dapatlahdilakukan dengan mengubah salahsatu unsur atau bahkan ketiga-tiganya, dimana
perubahan salah satu unsur akan saling mempengaruhi.
Eierdasarkan pernbagian ini hubungannya dengan kegiatan rehabilitasi sebagai
pendidikan untuk perubahan perilaku, maka ada 3 kawasan yang tercakup dalam tujuan pendidikan , yaitu :
a. Kawasan Ko,yitif, yaitu perubahan perilaku yang berkenaan dengan aspek
intelektualitas dan pengetahuan seseorang, meliputi :
1. Pengetahuan (knowledge), suatu tingkatan pengetahuan seseorang yang telah
mencapai kemarnpuan mengingat-ingat.
2. Pengertian (comprehension), tingkat kemampuan pada pengertian sesuatu hal
yang diajarkan sehingga dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri.
3. Penggunaan (application), yaitu dapat melaksanakan apa yang dipelajari. 4. Analisa, kemarnpuan seseorang untuk menguraikan ha1 yang dipelajari
sehingga jelas unsur dan strukturnya.
5. Sintesa, meliputi kemampuan untuk menghubungkan ha1 yang dipelajari
hingga dapat menciptakan ha1 baru.
b. Kawasan Acektif, menyangkut kebiasaan, perasaan dan enosi, meliputi :
I. ~ e c e i v i n ~ (menerima) , penekanan perubahan perilaku pada kemauan
seseorang yang belajar untuk menerima hal-ha1 yang baru.
2. Responding (bereaksi menanggapi), yaitu memberikan reaksi berupa
tanggapan terhadap ha1 yang dipelajari.
3. Validing (penilaian, melibatkan diri), kemampuan melihat dan menilai fakta yang diajarkan.
4. Organizing (pengaturan) bila seseorang telah mampu mengubah tata nilai
perilaku yang dimilikinya.
5. Characterization (penghayatan), bila seseorang yang diajar benar-benar telah
menghayati apa yang daj arkan.
c. Kawasan Psikomotor, merupakan proses perubahan perilaku ya.ng berkenaan
dengan keterarnpilan seseorang dalam mengerjakan sesuatu dipengaruhi oleh
kekuatan, keoepatan, ketepatan, keseimbangan dan kecem~atan.
Perubahan Berencana
Tahapan kegiatan rehabilitasi sosial ini sejalan dengan urutan perubahan yang
terencana (planned change) menurut Lippit (1958) yang diawali oleh adanya
hubungan antara Agen Pembaruan (AP) dengan individu klien yang terdiri dari fase-
F'ase 1 : Pembentukan kebutuhan untuk berubah
Ada tiga tipe permulaan hubungan antara Agen Pembaharu (AP) dengan
klien yaitu (1) hubungan dimulai ketika AP melihat ada kebutuhan untuk dibantu
dar~ suatu sistem klien dan mencoba untuk menstimulasi kesadazan klien untuk 4
berubah ; (2) hubungan dimulai ketika ada pihak ketiga yang memiliki hubungan
baik dengan AP ataupun klien yang melihat adanya kebutuhan dari klien kemudian mengambil inisiatif untuk mempertemukan
AP
dengan klien ; (3) hubul~gar~ dimulai ketika sistem klien sendiri sensitif akan kelemahan mereka dan secara '&ifmencari bantuan dari pihak luar.
Fase 2 : Pembentukan hubungan AP dengan klien
Pada fase ini terjadi pendugaan motivasi klien untuk menerima dan
memanfaatkan bantuan yang diberikan sekaligus upaya pembentukan hubungan
kohesif antara
AP
dan sistein klien. Disini juga AP menyeimbangkan antararealisme
d m
optimisme.AP
hams membantu sistem klien mengerti akan adanyapennasalahan yang mungkin timbul selama proses hubungan mereka tanpa
mengecilkan semangat klien.
Fase 3 : Diagnosis Permasalahan
Metoda yang digunakan
AP
pada fase ini dapat diklasifikasikan kedalam 4cara : 1) mendapatkan informasi ; 2) pengolahan informasi atau formula diagnosa ;
Fase 4 : Menyusun Maksud dan Tujuan Kegiatan
Yerhatian khusus diberikan pada inti bantuan yang akan diberikan pada klien
untuk menyusun tujuan pembaruan dan membangun komitmen pembaaruan. Ada
empat cara yang digunakan dalam ha1 ini , yaitu : (1) menjelaskan arah dari pembaruan ; (2) membangun dan mendorong keinginan untuk ber~lbah ; (3)
menyediakan kesempatan untuk pengujian yang bersifat antisipasi ; (4) membangun
dan memobilisasi kompetensi dalam bertindak.
Fase 5 : Transfer dan Stabilisasi Perubahan
lvlemperoleh kesadaran baru dan membangun keinginan baru serta keahlian
baru adalah ha1 penting dalarn pembaruan. Tetapi yang lebih sulit adalah
mempertahankan stabilitas dan pennanensi dari perubahan perilaku klien ketika
AP tidak lagi bersama klien. AP harus melihat sejauh mana keberhasilan pembaruan, . bagaimana cakupan pembaruan dan pentingttidaknya dukungan
khsusus bagi klien untuk menjarnin permanensi pembaruan.
Fase 6 : Generalisasi dan Stabilisasi Perubahan
Fungsi utama
AP
dalam fase ini adalah untuk menjamin generalisasi danpenyebaran usaha pembaruan yang telah dimulai. Keterlibatan AP tidak hanya menjaga pembaharuan,. tetapi juga mengupayakan cara agar pembaruan dapat
Pelembagaan perubahan sebagai stabilisator
Ketika perilaku baru diterima, kekuatan untuk memeliharan hubumgan mulai
meningkat. Bagian penting AP adalah untuk mendorong antusiasme dan merealisasikan bahwa setiap perubahan adalah sementara dan tidak pernah
berhenti.
Fase 7 : Mencapai Hubungan
Kecenderungan dominan adalah mencari akhir hut~ungan AP-klien untuk
memperoleh kembali kebebasan dari pihak yang mengikat. Kecenderungan
lainnya justru rnencari hubungan yang lebih dekat dan lebih terikat dengan AP
atau menghambat segala kemungkinan retaknya hubungan.
Masalah Sosial
Masyarakat merasakan ada kondisi-kondisi tertentu yang mengganggu dan
pzrlu diperbaiki karena meskipun kondisi tersebut hanya terjadi pada beberapa
' .b
anggota populasi, tetapi menjadi masalah bahkan mengganggu dan menimbulkan
keresahan' pada seluruh anggota masyarakat bukan hanya kepada bebera,pa orang
yiing terpengaruh secara langsung. Kondisi tersebut perlu segera diperbaiki agar tidak
berpengaruh negatif pada masyarakat. Masalah sosial seperti dimaksud misainya
kt:miskinan, kejahatan, penyalahgunaan obat-obatan, dan sebagainya.
Kornblurn dan Julian (1989) menyebutkkan bahwa masalah sosial
sebenarnya merupakan hasil dari pengaruh tidak langsung pola-pola perilaku,
saling menyesliaikan dan terjadi berbagai benturan kepentingan yang sulit
tfimplementasikan.
Ada beberapa pendapat mengenai limbulnya masalah sosial menurut perspective
f iinctionalist, conjlrct dun inteructionist. Perspec five functio~~alist berpendapat
b
hahwa masyarakat terdiri dari keragarnan manusia yang saling berhubungan satu
sama lain', dan masalah sosial adalah kekacauanlgangguan di dalam sistenr
nnasyarakat yang beragam tersebut. Selain itu, masalah sosial juga merupakan
penyimpangan pola-pola lernbaga yang mengharuskan lembaga tersebut secepatnya
nzengadakan perubahan sosial.
Sementara pq~spective conflict menggambarkan masalah sosial sebagai suatu
kondisi benturan nilai-nilai &lam masyarakat yang timbul sebagai akibat adanya
perbedaan kelas, ras, etnis,,ienis kelamin, umur dan masalah umum lainnqa.
Selanjutnya menurut perspective interucsionist, penyimpangan atau masalah sosial
adalah bukan masalah individu, karena sesuatu dikatakan menyimpang atau ti&k
nienyimpang adalah tergantung daripada reaksi masyarakat terhadap apa yang merek?
Pengertian Remaja dan Permasalahanya P'engertian
Istilah remaja berasal dari bahasa latin "adolesence" yang bei-arti tun~buh ke
arah kernatangan atau kedewasaan yang meliputi seluruh aspek kepribadian baik
Menurut WHO, Achir dalam Sanusi dkk ( 1996 ) mendefinisikan rema-ja sebagai
individu yang sedang mengalami masa peralihan yang dari segi kematangan biologis
seksual sedang berangsur-angsur mempertunjukan karakteristik seks sekunder
r:ampai rhencapai kematangan seks yang dari segi perkembangan kcjiwaan sedang
herkernbang dari sifat kekanak-kanakan menjadi dewasa, sementara dari segi sosial
e:konomi adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas.
EAenurut Pieget ( Hurlock 1997 ) secara psikologis lnasa relnaja merupakan usin
tlagi seorang individu untuk berintegrasi dengan orang dewasa. Seorang anak pada
usia seperti ini tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam rnasalah
hak. Pada masa ini si anak juga lnengalami perubahan-perubahan intelektual yang niencolok yand diperlukan dalarn berhubungan dengan orang-orang yang lebih
dewasa.
Cli sisi lain, Hall ( Fitzgerald dan Mc Kinney 1970 ) menyebutka~~ nlasa remaja
n~erupakan mas3 strum udn drung atau storm and stress. Dala~n kunln waktu itu
n~anusia mudah tersoda, mudah bergulir keyakinan dan ingin cepat mengalihkan
kepedulian di scat mendapatkan dan berhadapan dengan sesuatu yang tidak
m.enyenangkanmenurut konsep dirinya.
Sementara mengenai batasan usia remaja, sampai saat ini belum ada kesepakatan
yang bersifat universal. Berbagai ahli mengemukakan pendapat tentang batasan usia
renlaja ini, antar lain oleh Monks (Siti R.H. 2002)) dengan membagi aspek
pxkembangan remaja pada usia 12-1 5 tahun sebagai masa remaja awal, 15-1 8 tahun
tlari Remplein (Siti R.H 2002) ) lebih rinci membagi masa perkembangan remaja laki-laki dan wanita dengan menyisipkan masa jugencrise di antara masa pubertas
clan adolsensi sehingga terbagi menjadi 4 kelompok umur remaja wanita , yaitu
101/2-13 thn, 13-15 !4 thn, 15 %- 16 % thn dan 16 %- 20 thn.
IPermasalahan Remaja
Harboenangin (Sanusi dkk 1996) menbwraikan masalah-masalah tipikal
remaja sebagai berikut :
I . Perubahan Fisik yang Cepat
Dengan melihat bentuk fisiknya yang sudah dewasa, lingkungan sekitar remaja
sering menuntut reinaja untuk berperilaku seperti orang dewasa, padahal naluri
mereka masih kekanak-kanakan, masih suka bermain dan kurang tanggung
jawab.
2. Ketidakstabilan emosi.
Keadaan emosi yang tidak stabil karena adanya tuntutan lingkungan yang
berlebihan, sehingga keharusan ini membuat remaja gelisah karena khawatir
apabila mexeka tidak mampu melaksanakan tugas orang dewasa, sehingga
menimbulkan kecemasan yang berpengaruh terhadap kestabilan emosinya. ,
3. Knsis Identitas
Remaja merupakan sosok manusia yang berada pada posisi transisi , sehingga
mereka sering mengalami masalah dalam ha1 identitas. Dalsun kondisi seperti ini,
biasanya remaja sering membentuk dunianya sendiri untuk mendapatkan
kelompoknya remaja membangun budaya, nilai, aturan bahkan bahasanya
sendiri yang hanya mereka pahami, sehingga seringkali berbenturan dengan
budaya, nilai atau aturan secara umuin.
4. Konflik dengan orangtua
Konflik dengan orang tua adalah ha1 yang tidak dapat dihindarkan oleh remaja.
Remaja ingip bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang diyakirli
oleh rnereka, sementara di pihak orang tua menginginkan bahkan mengharuskan
anaknya mengikuti nilai-nilai yang dianutnya..
Menunlt Soekanto ( Basri 1995) masalah-masalah yang dihadapi remaja dapat
mempengaruhi perkembangan kejiwaan maupun fisik remaja. Dan apabila
kesulitan-kesulitan tersebut tidak dapat mereka atasi, maka remaja akan
mengalami disorganisasi perilaku, murung, suka bertengkar, bersikap anti sosial,
kesepian, masa bodoh pada dirinya sendiri dan sering menyalahkan orang lain
untuk melarikan diri dari kenyataan yang dihadapi.
Kalangan remaja yang terlibat dalam masalah penyalahgunaan NAPZA sering
berhubungan dengan aspek psikologi remaja yang bersangkutan. Seperti
dikemukakan Zakiah Daradjat ( 1990) di dalain masyarakat, golongan remajalah
yang paling banyak meagalami benturan jiwa yang berat, yaitu n~erupakan
akibat dari perubahan-perubahan psikologis yang dialami remaja. Penyebabnya
antara lain karena perubahan peran dari masa anak-anak menuju dewasa, adanya
dorongan untuk mendapatkan kebebasan yang menyebabkan timbulnya
pemberontakan terhadap orang tua serta adanya kegoncangan ernosional
Adanya benturan seperti ini inemungkinkan remaja mencari seswatu yang dapat
menolong mereka dari keadaan itu sebagai kompensasi sehiqgga merekit
menemukan jalan keluar yang mudah dengan menggunakan obat penenang,
alkohol, ganja, narkotika atau obat-obatan psikoaktif'lainnya.
Nadeak (1978 ) menemukan bahwa pubertas remaja menunjukkan gejala ingin
memberontak terhadap sekitarnya. Tingkah laku ini merupakan gejolak remaja
yang harus disaliukan dengan baik karena bila tidak tersalurlcan dapat
menimbulkan berbagai kenakalan remaja seperti salah satunya. peyalahgunaan
NAPZA dalam kalangan reinaja.
Aspek Teoritis Penyalahgunaan NAPZA Teori Motivasi
Motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang unttik melakukan
sesuatu. Daya atau kekuatan ini dapat berupa peinenuhan kebutuhan biologis maupun
kebutuhan sosial. Motivasi dapat muncul dalam diri seseorang atau dari proses
peagalaman dan proses belajar yang dilakukan seseorang . Morgan (1961) ~nembagi
dc~rongan (drives) ke dalam dua kelas, yaitu dorongan primer dan dorongan
sekunder. Dorongan primer ada dalarn setiap diri nianusia sepanjang hldupnya,
berupa dorongan fisiologis seperti minum, makan, tidur, sex, juga dorongan yang
bersifat umum seperti bergerak, takut, ingin tahu, curang dan kasih sayang.
Sementara dorongan sekunder sangat kompleks untuk dipeliijari , sehingga yang
Selanjutnya dijelaskan Morgan et al. (1984) dalam bukunya yang lain bahwa motivasi
adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorong tingkah laku mengarah
pada pencapaian tujuan. Menurutnya motivasi terbagi atas tiga aspek, yaitu (1)
dorongan dalam diri, (2) tingkah laku yang dimunculkan dan diaralzkan oleh
dorongan tersebut dan (3) adalah tujuan yang akan dicapai melalui tingkah laku.
1nl;ensitas suatu perilaku bergantung pada besar kecilnya motivasi yang ada, sehingga
mc:rupakan indikator arah suatu perilaku.
Menurut Petri (Robins 1981), pendekatan motivasi sebagai penyehab timbulnya
tirtdakan meliputi pendekatan insting, pendekatan dorongan (drive) dan pendekitan
kalgnitif. Hal ini dimulai dari adanya kebutuhan yang sifatnya internal.
Kt:butuhan menimbulkan ketegangan , dan ketegangan ini dapat menimbulkan suatu
energi atau doiongan untuk mengadakan pemuasan terhadap kebutuhan, yaitu pemuas
yang sifatnya ekstenlal.
Motivasi dapat te rjadi secara intrinsik, yaitu timbul dal-i dalam diri seseorang, dapat
ju,ga terjadi motivasi ekstrinsik yang timbul karena adanya dora~gan dari luar
dirinya. Karena itu, teori ini memandang penyalagunaan NAPZA timbul karma
ad.anya dorongan untuk pemuasan kebutuhan yang ada dalam diri seseorang atau juga
ti~nbul karena adanya dorongan dari luar diri seseorang, berupa tekanan situasi atau
kondisi yang datang dari lingkungannya seperti keluarga, teman sebaya, kdompok
'Teori Behaviorial
Wikler ( Blachly 1973) menyebutkan bahwa terjadinya ketergantungan pada
suatu jenis obatlzat merupakan proses pembiasaan (conditioning) , yaitu :
( I ) Primury reinforczr : adanya perasaan subyektif yang menyenangkan akibat pemakaian zat.
(2) Negative Reinforcer : Rasa takut dan tidak enak akibat menghentikan
pemakaian h t sehingga mendorong untuk menggunakan lagi.
(3) Secondary reinforcer : adanya perubahan perilaku akibat memakai zat dinlana 4
seseorang menjadi tidak agresif dan lebih mudah mengadakan interaksi sosial.
(4) Secondury Negative reinforcer : timbulnya gejala mirip gejala putus zat bila
seorang pecandu zat mengalami situasil melihat barang yang ada hubungannya
dengan pernakaian zat.
Selain dilihat dari sudut pandang teori di atas, usaha untuk memahami dinamika
penyalahgunaan NAPZA dibuat dalam beberapa tingkat konseptual, antara lain
sebagai berikut:
Psikologi
Psikiatris maupun psikolog klinis memand'zng penyalahgwxaan NAPZA
sebagai akibat dari ganggpan emosi danketidakinampuan bahkan sebagai hasil
belajar. Beberapa pendekatan diantaranya :
a. Psikoanalitis
Menurut teori ini, anak biasanya berkembang dari tahap rasa kecintaan terhadap
Ketika mereka mendapatkan masalah berupa tekanan atau lainnya yang tidak
mengenakan dirinya, maka mereka akan kembali pada sifat masa kecilnya, dan
NAPZA dapat memenuhi kebutuhan itu karena merriiliki daya ke rja mengurangi
tekananlketidakpuasan yang mereka alami.
b. Kepribadian Adiktif
Teori ini menganggap bahwa para penyalahguna NAPZA memiliki kepribadian
yang adiktif, climana secara umum memiliki ciri sering merasa cemas, tegang,
kurang rasa percaya diri dan harga diri, menginginkan kebutuhannya segesa
terpuaskan, impulsif, memiliki sikap dan tingkah laku yang tidak lazim dan
terlalu mempermasalahkan penyakit jasmaniah ringan.
c. Model Medis
Para penganut teori ini berpendapat bahwa para penyalahguna NAPZA
mempunyai tipe-tipe tertentu yang berbeda dengan orang lain karena mereka
adalah individu yang sakit, baik secara fisik maupun emosional dan memerlukan
pertolongan medis dan psikiatri.
d. Teori Belajar
Pada prinsipnya teori ini membahas tentang perilaku seseorang, bahwa seseorang
melakukan sesuatu karena ada imbalannya, demikian juga orang
menyalahgunakan NAPZA, mereka bukan ha:nya mendapatkan kenikmatan
seperti euforia dan pengurangan stress, tetapi juga memperoleh hadiah secara
sosial berupa persahabatan dan penerimaan dari para pengguna lainnya,
Penolakan fihak lain justru akan membuat yang bersangkutan semakin terikat
e. Struktur Sosial
Teori ini pacla dasarnya menekankan bahwa tingkah laku menyimpang terjadi
pada masyarakat yang anomie yang disebabkan oleh persaingan yang sangat
ketat untuk mendapatkan berbagai ha1 yang diangap sebagai lambang kesuksesan
hidup. Dalam kondisi masyarakat seperti ini perilaku mecyimpang rriudah terjadi,
biasanya di:akukan oleh orang-orang yang tidak mampu rnenyesuaikan diri
dengan kondisi 1 ingkungan.
E'sikologi Sdsial
Ahli Psikologi sosial tertarik dengan masalah i~teraksi kepribadian dengan
s~mktur sosial. Psikologi sosial yang bereorientasi pada sosiologi pada dasarnya
nlemusatkan perhatian pada "diri sendiri" (self) dan "peranan sosial" (social role).
hlenurut para sosiolog, meskipun seseorang berupaya rnenciptakan diri sendiri, akan
tt:tapi diri sendiri itu juga merupakan hasil interaksi dengan orang Lain.
Konsep dasar lainnya adalah "peran", dimana para psikolog memandang peran
scbagai pola perilaku yang diinginkan (expected behaviour patterns). Jadi sikap
nlaupun perilaku seseorang senantiasa didasarkan pada perannya.
a. Teori Lindsemith (Burns 1979)
Lindsemith menemukan bahwa para penyalahgurva NAPZA mempunyai
sifat-sifat "self' yang adiktif, sedangkan yang tidak menyaiahgunakan NAPZA
4
b. Teori Kaplan ( 1964)
Kaplan juga pa& dasarnya menekankan konsep 'diri", tetapi lebih
menekankan pada self esteem (harga diri) atau terhadap sense of self-worthnya
(nilai diri) seseorang. Menurutnya tindakan seseorang senantiasa ditujukan untuk
memaksimalkan pengalaman--pengalaman posi ti fnya dan n~eminimalkar~
pengalaman yang negatif. Dengan adanya pengalaman pribadi yang negatif, maka
seseorang akan mencari pengalaman lainnya sebagai alternatif yang ditujukan
untuk mempertinggi "self'nya, antara lain meggunakan NAI'ZA karena dianggap
dapat mewakili penolakan dari norma kelompok, memfasilitasi dalam 1
mempertinggi "self' melalui interaksi dengan sesama penyalahguna NAPZA dari
dianggap mampu menolong menghilangkan rasa "penghukuman diri sendiri" (self
punitive).
Ptmdekatan Subkultur
Para antropolog yang menggunakan konsep "kultur" (budaya) sebagai cara
ur~tuk menunjuk kepada keyakinan masyarakat, nonna dan nilai masyarakat. Para
sasiolog juga percaya bahwa dalam masyarakat terdapat banyak subkultur yang
memiliki norma dan nilai yang berbeda, antara lain etnik, kelas sosial dan hmensi
lainnya. Demikian para kriminolog percaya bahwa banyak kejahatan terjadi sebagai
hiisil dari konflik antara norma sebagian besar penduduk kelompok dominan dan
k~:lompok minoritas.
Pendekatan ini menemukan bahwa para penyalahguna NAPZA melakukan
:hidup. Selain itu ditemukan juga bahwa sebagian besar penyalahguna NAPZA,
1:erintegrasi dengan baik dalam keanggotaan subkultur yang devian.
IModel Penyalahgunaan NAPZA Terintegrasi
a.
Teori Terintegrasi dari Eliiot ( 1998 )Elliot mengembangkan model sebab akibat antara masalah duniawi yang
dikombinasikan dengan helompok independen seperti :
1. Lingkungan sosial budaya, terdiri dari lingkungan sosial yang disorganisasi
dan stl-uktur sosial yang buruk. Orang berperilaku menyimpang seperti
penyalahguna NAPZA biasanya tuinbuh dalam lingkungan sosial yang
miskin
dan
disorganisasi.2. Lingkungan primer, : yaitu berhubungan dengan masalah sosialisasi yang
pertama kali didapatkan oleh anak. Anak yang sosialisasii~ya baik akan
mempunyal sikap dan perilaku yang baik, sebaliknya sosialisasi yang buruk
akan mer~gakibatkan sikap dan perilaku yang buruk.
3. Keterikatan dalarn kehidupan yang wajar artinya ada orang jrang mempunyai keterikatan dengan lingkungan kehidupan yang lazim, ada pula yang yang
mempunyai keterikatan dengan lingkungan yang tidak lazim.
4. Keterikatan dengan lingkungan menyimpang, beberapa individu memiliki pengalaman kehidupan yang devian, dan mercka memang memiliki rnotlvasi
untuk melakukan perilaku yang menyimpang.
5. Lingkungan yang selalu tegang, dimana ketegangan merupakan hasil dari
lingkungannya untuk mendapatLan kesempatan dalam mencapai
kesuksesannya.
1). Teori Jesors (Santrock 1990)
Teori ini menganggap perilaku muncul dari hasil interaksi kepribadiail
dengan lingkungannya.
Menurut Jessors, karakteristik utama yang menyebabkan tingkah lnku bermasalah
dalam sistem kepribadian adalah mereka yang memiliki nilai rendah dalam
prestasi akademik, menjadi tukang kritik yang ulung, mempunyai harga diri yang
rendah dan berorientasi pada kontrol diri dari luar, susah bergaul, memiliki
pendirian toleran kepada perilaku menyimpang, kurang memahami pendidikan
agarna &in lebih mengikatkan diri pada fungsi tingkah laku bermasalah.
E'aktor-Faktor yarvg Melatarbelakangi Remaja Menjadi Penyalahguna NAPZA
llmurnnya remaja menyalahgunakan NAPZA karena rasa ingin tahu. Alasan Iiiinnya antara lain jngin diterima sebagai anggota kelornpok, untuk membuktikan
dirinya bukan anak-anak lagi, mendapatkan pengalaman baru yang menyenangkan,
nienggemparkan, menmbah kreativitas, menenangkan diri dari kecemasan ,
nienderita penyakit jasmani tertentu, dan sebagainya (Joewana 1989)
Menurut Hachrneister (Yatim clan Irwanto 1991) alasan seseorang menyalahgunakan
o bat-obatan clan narkoti ka misalnya karena kepribadian orang itu sendiri, kepribadian
le:mah, ingin l a i dari masalah, prestise, tekanan kelompoWlingkungannya, Ingin tahy adathebiasan dan sebagainya. Lebih jauh Blaine ( Dirdjosisworo 1974 )
keberanian dalam melakukan tindakan, inenunjukkan tindakan menentang orang tua,
untuk melepaskan diri dari kebosanan, kegelisahan dan sebagainya, serta untuk
inembina solidaritas.
13anyak lagi pendapat para ahli lain yang mencob'a menjelaskan tentang latar
l~elakang remaja menyalahgunakan NAPZA. Akan tetapi pada dasarnya gendapat-
pendapat tersebut dapat digolongkan ke dalam dua sebab, yaitu sebab internal dan sebab eksternal.
Fuklori internal biasanya bersumber dari kepribadian remaja yang
bersangkutan , yaitu hasil hubungan dan pengaruh tilnbol balik remaja dengan
lingkungannya yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan ,
sepanjimg hidup. Kaitannya dengan penyalahgunaan NAPZA, Hill ( Mc Vzigh at al.
1978) mengemukakan ada tiga ciri kepribadian para penyalahguna NAPZA, ,yaitu
sifat yang bergantung (dependent) , kurang dewasa (immature) dan sifat adiktif
(abdicted), yaitu campuran dari keadaan depresi, perasaan cemas, liurang rasa percaya
diri dan harga diri, kebutuhannya selalu ingin cepat terpuaskan, impulsif, selalu
naerasa cemas, memiliki sikap dan tingkah laku yang tidak lazim dan terlalu
i~nemperhatikan penyakit jaslnaniah yang ringan. Selanjutnya Hilman (Yatim
dm
Iiwanto 1991 ) menjelaskan ciri-ciri kepribadian tertentu yang bisa dijumpai pada
penyalahguna NAPZA yaitu sifat mudah kecewa, tidak dapat menunggu/ti&k sabar,
sifat memberontak, suka mengannbil resiko berlebihan serta mudah bosan atau jenuh.
Selain Faktor internai di atas yang bersumber pada kepribadian, terdapat
jizktor eksternal yang dapat mendukung remaja menjadi penyalahguna NAPZA yaitu
Ilalam kascis penyalahguna NAPZA, faktor keluarga yang diduga ikut berperan
~nendorong remaja melakukan kebiasaan tersebut antara lain adalah
lcetidakharmonisan keluarga yang ditandai dengan keluarga tidal: utuh, suanana
~umah yang tidak nyaman, kurangnya komunikasi dan kasih saiyang , ata~i bisa juga
terjadi pada keluarga yang menerapkan pola asuh terteiltu , misalnya dibesarkan oleh
orang tua ,yang menerapkan pola asuh permisif atau otoriter. Sedangkan menurut
Soenadi ( Yatim dan Irwanto 199 1 ) salahsatu penyebab yang paling lnendasar dalam
rnasalah penyalahgunaaan KAPZA adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya k:omunikasi dalarn keluarga yang terjadi karena suasana hati yang tidak tepat, adanya
prbedaan persepsi, penilaian terhadap sumber informasi , cara berkomunikasi yang
tidak tepat, clan sebagainya. Jadi pada dasarnya menurut pendapat-pendapat di atas,
penyebab eksternal yang bersumber dari keluarga adalah masalah keutuhan keluarga,
k.omunikasi dalam keluarga, .hubungan interpersonal dan pola asuh y,mg diterapkan
oleh orang tua.
Sementara mengenai sekolah sebagai lingkungan formal kedua setelah
kceluarga, mempunyai peran yang penting dalam menent~tkan perkembangan
k.epribadian remaja. Sekolah dalarn ha1 ini tidak hanya mengajarkan ilmu
pengetahuan yang bertujuan untuk mempengaruhi watak amk melalu tata tertib, clisiplin, budi pekerti dan agama. Setiap sekolah memililu budaya sendiri yang
rnempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar anak. Faktor-faktor
sekolah yang melatwbelakangi remaja untuk menjadi penyalahgwna NMZA adalah
situasi dan kondisi sekolah yang membuat anak bosan serta adanya prasarana dan
Fada masa remaja, kecenderungan untuk menjadi anggota kelompok sebaya
sangat kuat. Remaja sangat ingn diterima sebagai anggota kelompoknya. Kelompok
sehaya memiliki sistem nilai, kebiasaan yang dibawa oleh masing-masing remaja
yang menghasilkan nulai, sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru.
Parillo at al. (1985) menyatakan bahwa setiap proses belajar terjadi dalam
kelompok. Seseorang yang dekat dengan kelompok, maka ia akan menganut pula
norrna kelompoknya. Ada suatu dorongan yang sangat kuat dalam dirl remaja untuk
bergaul dengan teman sebayanya, sehingga. kadangkala mereka rnau nlengorbankan
apa saja untuk dapat diterima sebagai anggota dalam kelompoknya.
Kt:lompok sebaya merupakan agen sosialisasi utama untuk terjadinysl kebiasaan
menggunakan NAPZA. Pemakai baru NAPZA tertentu seperti alkohol, amfetamin,
kokain, marijuana dan sebagainya biasanya dikenallcan melalui teman dalam