INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI,
KETERKAITAN ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
DI WILAYAH JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI
DISERTASI
OLEH
POERWANINGSIH S. LEGOWO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam disertasi saya yang berjudul:
INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI, KETERKAITAN
ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH
JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi
ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juli 2009
ABSTRACT
region in the period 1990 – 2006, is estimate on the Two Stages Least Square
(2SLS) research model, then followed by a simulation using SIMNLIN procedure.
mobilization of economic units activities in and out of one region to its
neighborhood regions.
POERWANINGSIH S. LEGOWO 2009. Infrastruktur Transportasi, Keterkaitan
Time series
pada periode 1990- 2006, dan mencakup 4 aktivitas ekonomi
(sektor), yaitu aktivitas perdagangan, perangkutan, perumahan-bangunan dan
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH
JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI
O L E H :
POERWANINGSIH S. LEGOWO
DISERTASI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Disertasi
: INFRASTRUKTUR
TRANSPORTASI
KETERKAITAN
ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
DI WILAYAH JAKARTA,
BOGOR, DEPOK,
TANGERANG DAN BEKASI
Nama Mahasiswa
: Poerwaningsih S. Legowo
Nomor Pokok
: A. 546010071
Program Studi
: Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Ir. D.S. Priyarsono, Ph.D
K e t u a
Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong , MS
Suahasil Nazara. Ph.D
Anggota
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Ekonomi Pertanian
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1960 di Malang, puteri pertama
dari empat bersaudara dari ayah Soekarno, dan ibu Soekini. Penulis menikah
dengan Ir. Hadi Sritjahjo Legowo, MSc., dan dikaruniai dua orang anak, Gigih Hadi
Nugrohojati dan Mumpuni Hadi Rahayujati.
Penulis menyeleseikan pendidikan menengah atas tahun 1979 di SMA
Negeri IX Kebayoran Jakarta Selatan. Pada tahun 1985 penulis menyelesaikan
Program Sarjana di Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Kristen Indonesia
Jakarta. Pada tahun 1989, dengan beasiswa dari Yayasan UKI, penulis
berkesempatan melanjutkan program S2 di Institut Teknologi Bandung pada
Bidang Manajemen Transportasi (Program kerjasama ITB dan Departemen
Perhubungan). Tahun 2001, dengan beasiswa Yayasan UKI dan beasiswa BPPS
(on going) penulis melanjutkan studi S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian, Bidang Peminatan Ekonomi Regional, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...
v
DAFTAR GAMBAR ...
vi
I.
PENDAHULUAN ...
1
1.1. Latar Belakang ...
1
1.2. Perumusan Masalah ...
4
1.3. Tujuan Penelitian ...
8
1.4. Lingkup Penelitian ...
8
1.5. Sistimatika Penulisan ...
10
II.
TINJAUAN PUSTAKA ...
12
2.1. Infrastruktur Transportasi ...
12
2.2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ...
14
2.3. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah dari Pendekatan
Penawaran ...
16
2.4. Peranan Infrastruktur Transportasi dalam Pertumbuhan
Ekonomi Wilayah ...
18
2.5. Analisis Keterkaitan Antarwilayah : Model Berbasis Fungsi
Produksi ...
20
2.6. Studi Empiris ...
22
III.
KERANGKA PEMIKIRAN ...
35
3.1. Lingkup dan Batasan Penelitian ...
35
3.2. Kerangka Teori Model Persamaan : Infrastruktur
Transportasi dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ...
35
3.3. Kerangka Model : Infrastruktur Transportasi dan
Keterkaitan Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi ...
37
3.4. Penetapan Variabel dan Model Persamaan ...
41
3.4.1. Variabel Infrastruktur Transportasi ...
41
3.4.2. Variabel dan Persamaan Unit Aktivitas Ekonomi ...
42
3.5. Model Umum ...
43
3.5.1. Unit dan Produksi Aktivitas Perdagangan ...
43
xiii
3.5.3. Unit dan Produksi Aktivitas Perumahan –
Bangunan ...
46
3.5.4. Unit dan Produksi Aktivitas Industri ...
47
IV.
METODE PENELITIAN ...
49
4.1. Waktu dan Wilayah Penelitian ...
49
4.2. Pengumpulan dan Tabulasi Data ...
50
4.2.1. Data Primer ...
50
4.2.2. Data Sekunder ...
51
4.3. Tahapan Penelitian ...
51
4.4. Pembentukan Model Persamaan Ekonometrik ...
52
4.4.1. Unit dan Produksi Aktivitas Perdagangan ...
54
4.4.2. Unit dan Produksi Aktivitas Perangkutan ...
56
4.4.3. Unit dan Produksi Aktivitas Perumahan –
Bangunan ...
57
4.4.4. Unit dan Produksi Aktivitas Industri ...
58
4.5. Identifikasi dan Estimasi Model ...
61
4.6. Validasi Model ...
63
4.7. Simulasi Kebijakan ...
64
4.8. Maksud Penetapan Skenario Kebijakan ...
65
V.
DESKRIPSI WILAYAH, INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI,
DAN AKTIVITAS EKONOMI KAWASAN JABODETABEK ...
66
5.1. Deskripsi Wilayah ...
66
5.1.1. Wilayah DKI Jakarta ...
66
5.1.2. Wilayah Kabupaten dan Kota Bogor ...
67
5.1.3. Wilayah Kota Depok ...
68
5.1.4. Wilayah Kabupaten dan Kota Tangerang ...
69
5.1.5. Wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi ...
69
5.2. Struktur Ruang dan Perkembangan Kawasan
JABODETABEK ...
71
5.3. Kependudukan ...
73
5.4. Karakteristik Infrastruktur Jaringan Jalan ...
73
5.4.1. Jaringan Jalan Raya ...
73
5.4.2. Jaringan Jalan Tol ...
75
xiv
5.5. Aktivitas Ekonomi ...
79
5.5.1. Usaha / Pedagang Kaki Lima ...
79
5.5.2. Lokasi Usaha Pedagang Kaki Lima ...
79
5.5.3. Sarana Tempat Usaha ...
80
5.5.4. Kegiatan Utama Usaha Pedagang Kaki Lima ...
81
5.6. Aktibitas Sektor Perdagangan dan Perhotelan ...
81
5.7. Aktivitas Sektor Perangkutan ...
84
5.8. Aktivitas Sektor Perumahan – Bangunan ...
85
5.9. Aktivitas Sektor Industri ...
86
VI.
DESKRIPSI VARIABEL PENELITIAN ...
88
6.1. Variabel Infrastruktur Jaringan Jalan ...
88
6.2. Variabel Unit Aktivitas Ekonomi ...
89
6.3. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Ekonomi ...
90
6.3.1. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Perdagangan ....
90
6.3.1.1. Karakteristik Jalan untuk Pedagang
Kaki Lima ...
90
6.3.1.2. Karakteristik Jalan untuk Perdagangan
Grosir – Ritel ...
91
6.3.1.3. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas
Perhotelan ...
92
6.3.2. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Perangkutan ...
92
6.3.3. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Perumahan -
Bangunan ...
92
6.3.4. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Industri ...
93
6.4. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas Ekonomi ...
93
6.4.1. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas
Perdagangan ...
94
6.4.1.1. Tenaga Kerja Aktivitas Perdagangan ...
94
6.4.1.2. Produksi Aktivitas Perdagangan ...
94
6.4.2. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas
Perangkutan ...
95
6.4.2.1. Tenaga Kerja Aktivitas Perangkutan ...
95
xv
6.4.3. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas
Perumahan – Bangunan ...
96
6.4.3.1. Tenaga Kerja Aktivitas Perumahan –
Bangunan ...
96
6.4.3.2. Produksi Aktivitas Perumahan –
Bangunan ...
96
6.4.4. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas
Perindustrian ...
97
6.4.4.1. Tenaga Kerja Aktivitas Industri ...
97
6.4.2.2. Produksi Aktivitas Industri ...
97
6.5. Variabel PDRB Wilayah ...
98
6.6. PDRB Kawasan JABODETABEK ...
98
6.7. Sumber Data ...
100
VII.
HASIL ESTIMASI MODEL INFRASTRUKTUR
TRANSPORTASI JABODETABEK ...
101
7.1. Pengaruh Infrastruktur Transportasi terhadap Jumlah
Unit Aktivitas Sektor ...
101
7.1.1. Aktivitas Sektor Perdagangan ...
102
7.1.1.1. Persamaan Unit Pedagang Kaki Lima ...
102
7.1.1.2. Persamaan Unit Pedagang
Grosir – Ritel ...
107
7.1.1.3. Persamaan Unit Hotel ...
111
7.1.2. Aktivitas Sektor Perangkutan ...
114
7.1.2.1. Persamaan Unit Angkutan Penumpang ...
114
7.1.2.2. Persamaan Unit Angkutan Barang ...
116
7.1.3. Aktivitas Sektor Perumahan – Bangunan ...
119
7.1.4. Aktivitas Sektor Industri ...
124
7.1.4.1. Persamaan Unit Industri
Besar – Menengah ...
124
7.1.4.2. Persamaan Unit Industri Kecil Barang ...
126
7.2. Pengaruh Investasi Infrastruktur Transportasi terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja ...
128
7.2.1. Persamaan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan ....
129
xvii
8.3.2. Kebijakan Infrastruktur Jalan Tol dan
Pertumbuhan Sektoral Wilayah ...
163
8.4. Pilihan dan Implikasi Kebijakan Infrastruktur
Transportasi ...
165
8.5. Komparasi dengan Hasil Penelitian Sebelumnya ...
167
IX.
KOMPLEMEN DAN KOMPETISI ANTARWILAYAH ...
169
9.1. Pengertian Komplemen dan Kompetisi ...
170
9.2. Komplemen dan Kompetisi Dampak Kebijakan Jalan
Raya ...
172
9.3. Komplemen dan Kompetisi Dampak Kebijakan Jalan
Tol
...
174
X.
KESIMPULAN DAN SARAN ...
177
10.1. Kesimpulan ...
177
10.2. Implikasi Kebijakan ...
179
10.3. Saran Penelitian Lanjutan ...
179
DAFTAR PUSTAKA ...
181
xviii
DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor
2.1.
Tipe Efek Investasi Infrastruktur Transportasi ...
13
2.2.
Ringkasan Hasil Studi Dampak Investasi Infrastruktur
Transportasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ...
32
5.1.
Batas Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi ...
70
5.2.
Nama dan Kecamatan di Kawasan JABODETABEK ...
72
5.3.
Perkembangan Penduduk di Kawasan JABODETABEK ...
74
5.4.
Perkembangan Penduduk Kawasan JABODETABEK terhadap
Penduduk Indonesia ...
74
5.5.
PDRB dan Panjang Jalan Kawasan JABODETABEK ...
75
5.6.
Panjang Jaringan Jalan Tol di Kawasan JABODETABEK ...
77
5.7.
Jaringan Jalan Rel Kereta Api Jabotabek ...
78
5.8.
Pertumbuhan Jumlah Pedagang Kaki Lima ...
82
5.9.
Pertumbuhan Jumlah Supermarket, Minimarket, Hypermarket
dan Mall di Jabodetabek ...
83
5.10. Pertumbuhan Jumlah Hotel di Jabodetabek ...
84
5.11. Pertumbuhan Jumlah Angkutan Penumpang di Jabodetabek ....
85
5.12. Pertumbuhan Jumlah Rumah (Perumnas) di Jabodetabek ...
86
5.13. Perkembangan Jumlah Industri Besar dan Sedang ...
87
6.1.
Karakteritik Jalan untuk Aktivitas Ekonomi ...
93
6.2.
Inisial Variabel untuk Model Persamaan ...
99
6.3.
Variabel dan Sumber Data ...
100
7.1.
Hasil Estimasi Unit Pedagang Kakilima (UPKL) ...
104
7.2.
Hasil Estimasi Unit Grosir-Ritel (UGR) ...
108
7.3.
Hasil Estimasi Unit Hotel (UHTL) ...
111
7.4.
Hasil Estimasi Unit Angkutan Penumpang (UTP) ...
114
7.5.
Hasil Estimasi Unit Angkutan Barang (UTRK) ...
118
7.6.
Hasil Estimasi Unit Rumah-Bangunan (UR UM) ...
120
7.7.
Hasil Estimasi Unit Industri Besar-Menegah (UIBM) ...
124
7.8.
Hasil Estimasi Unit Industri Kecil (UIKC) ...
129
xix
7.10. Hasil Estimasi Tenaga Kerja Sektor Perangkutan (TKANG) ...
133
7.11. Hasil Estimasi Tenaga Kerja Sektor Perumahan (TKRUM) ...
135
7.12. Hasil Estimasi Tenaga Kerja Sektor Industri (TKIND) ...
137
7.13. Hasil Estimasi Produksi Sektor Perdagangan (QDAG) ...
140
7.14. Hasil Estimasi Produksi Sektor Perangkutan (QANG) ...
142
7.15. Hasil Estimasi Produksi Sektor Perumahan (QRUM) ...
144
7.16. Hasil Estimasi Produksi Sektor Industri (QIND) ...
146
8.1.
Skenario Kebijakan Infrastruktur Transportasi Jalan ...
150
8.2.
Hasil Simulasi Kebijakan Infrastuktur Jalan Raya terhadap
PDRB Wilayah ...
155
8.3.
Hasil Simulasi Kebijakan Infrastuktur Jalan Tol terhadap
PDRB Wilayah ...
158
8.4.
Hasil Simulasi Kebijakan Jaringan Jalan Rel terhadap
PDRB Wilayah ...
161
8.5.
Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan Raya terhadap
Pertumbuhan Produksi Sektoral ...
163
8.6.
Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan Tol terhadap
Pertumbuhan Produksi Sektoral ...
165
9.1.
Dampak Kebijakan Investasi Jalan Raya ...
171
9.2.
Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan Raya terhadap
Komplemen dan Kompetisi Antarwilayah ...
173
9.3.
Dampak Kebijakan Investasi Jalan Tol ...
175
xx
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Nomor
2.1.
Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Wilayah ...
18
2.2.
Efek Peningkatan Infrastruktur Transportasi ...
20
3.1. Bagan Keterkaitan Jaringan Jalan Antarwilayah
JABODETABEK ...
39
3.2.
Kerangka Pikir Transmisi Pengaruh Infrastruktur Transportasi
Terhadap PDRB Wilayah ...
40
4.1.
Prosedur Pembuatan Model Ekonometrik ...
51
4.2.
Diagram Keterkaitan Antar Variabel Model Infrastruktur
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Nomor
1.
Program Estimasi Model Infrastruktur Transportasi
Jabodetabek ...
185
2.
Hasil Estimasi Model Infrastruktur Transportasi
Jabodetabek ...
193
3.
Program Validasi Model Infrastruktur Transportasi
Jabodetabek ...
265
4.
Program Simulasi Model Infrastruktur Transportasi
Jabodetabek ...
278
5.
Hasil Validasi Model Infrastruktur Transportsasi
Jabodetabek ...
291
6.
Hasil Simulasi Model Infrastruktur Transportasi
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan harapan masyarakat dan
pemerintah di berbagai wilayah. Aktivitas ekonomi yang tinggi akan meningkatkan
pertumbuhan produksi aktivitas ekonomi tersebut, sehingga pada gilirannya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan biasanya dicerminkan oleh nilai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah. Pemerintah sebagai pembuat
kebijakan terus berusaha mendorong pertumbuhan tersebut, salah satunya
dengan memilih dan menentukan macam serta jenis infrastruktur yang
dibutuhkan agar mendorong tercapainya pertumbuhan ekonomi di berbagai
wilayah.
Infrastruktur merupakan prasyarat bagi peningkatan pertumbuhan
ekonomi dan dapat menstimulasi berbagai aktivitas (kegiatan) ekonomi maupun
non ekonomi dan akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Polak dan
Heertje, 2001). Perluasan infrastruktur yakni dengan membangun infrastruktur
yang baru maupun melakukan rehabilitasi infrastruktur yang telah rusak juga
dapat mendorong peningkatan produksi dari aktivitas-aktivitas ekonomi. Sehingga
peningkatan produksi dari aktivitas ekonomi tersebut akan mendorong
pertumbuhan ekonomi (Ramirez dan Esfahani, 1999). Demikian pula perbaikan
atau pembangunan infrastruktur transportasi yang baru akan menurunkan biaya
transportasi yang selanjutnya akan menstimulasi kegiatan produksi pada
masing-masing wilayah maupun antarwilayah serta menciptakan relokasi input-input
kapital dan tenaga kerja antarwilayah (Reitveld dan Nijkamp, 2001).
2
infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi tidak saja berdampak di
wilayah sendiri tetapi juga berdampak pada wilayah-wilayah sekitar atau
tetangganya (Calderon,
et al,
2004). Infrastruktur transportasi jalan juga sangat
berperan dalam pembangunan wilayah terutama pada Provinsi-provinsi yang
bertetangga dan dapat mengembangkan pertumbuhan yang kuat pada Provinsi
tersebut serta mendorong pertumbuhan Provinsi lainnya yang relatif terbelakang.
Dengan demikian infrastruktur transportasi jalan tersebut diharapkan mampu
menghubungkan, mengaitkan antarwilayah oleh karenanya pertumbuhan
ekonomi di satu wilayah tidak dapat dilepaskan ketergantungannya dengan
wilayah lainnya.
Infrastruktur transportasi khususnya jaringan jalan yang terletak di
perbatasan wilayah biasanya akan memberikan manfaat yang besar bagi
perekonomian wilayah sekitarnya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adanya kerjasama dalam menangani jaringan jalan antarwilayah akan
memberikan keseragaman kualitas jalan dimaksud sehingga terjadi kelancaran
distribusi barang dan jasa (Departemen Kimpraswil, 2003).
Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi secara geografis
berbatasan satu dengan lainnya. Keterkaitan antarwilayah yang saling
berbatasan tersebut semakin kompak (solid) melalui infrastruktur transportasi
jalan yang menghubungkannya. Letak geografis Jakarta berada di tengah (pusat)
dari wilayah-wilayah tetangganya dan sekaligus menjadi
center dari berbagai
kegiatan ekonomi bisnis, perdagangan dan pemerintahan.
sebesar 6 persen per tahun pada periode tahun 1976 sampai 1994 di Jakarta
memberikan dampak yang menentukan dan mendorong pertumbuhan
wilayah-wilayah tetangganya.
Demikian juga jaringan kereta Rel Listril (KRL) Jabotabek yang dibangun
dan dioperasikan sejak tahun 1978, digunakan untuk mengangkut penumpang
dari arah Jakarta ke Bogor, Depok sekitarnya dan sebaliknya. Jaringan jalan rel
ini terus dikembangkan untuk melayani penumpang sampai wilayah penyangga
lainnya seperti Tangerang dan sekitarnya yaitu Bintaro, Serpong dan sekitarnya,
juga Bekasi dan sekitarnya
Akses transportasi di wilayah-wilayah tersebut telah memberikan
kesempatan pada para pekerja untuk bekerja di Jakarta atau wilayah lainnya
dengan menempuh jarak yang jauh dengan pergi-pulang bekerja setiap hari,
mereka ini disebut penglaju (commuter). Dalam penelitiannya Fulton dan
Susantono (2002) menemukan area geografi Jakarta yang luas dan
pembangunan wilayah yang telah masuk ke kota-kota pinggiran, telah
menghasilkan frekuensi pergi-pulang yang padat setiap hari. Antara tahun 1985
dan 1993, jumlah pekerja yang pergi-pulang bekerja per hari dari kota-kota
pinggiran Jakarta meningkat empat kali lipat, dan pada tahun 2005 tercatat
sebanyak 4 juta orang lebih penglaju bekerja atau beraktivitas di Jakarta.
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa infrastruktur transportasi
jalan di suatu wilayah memiliki peranan sangat besar terhadap pertumbuhan
aktivitas ekonomi di wilayah tersebut serta berfungsi sebagai penggerak
pertumbuhan ekonomi di wilayah tetangga nya.
4
di satu wilayah yang mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di wilayahnya
dan wilayah tetangganya.
1.2. Perumusan Masalah
Secara hukum Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 13 tahun 1976 telah
menjadi kerangka dasar pengembangan wilayah Jakarta dengan wilayah
tetangganya. Instruksi Presiden tersebut menyatakan bahwa wilayah Jakarta
selaku ibukota negara dikembangkan ke wilayah-wilayah sekitarnya yang
berfungsi sebagai penyangga. Wilayah penyangga tersebut adalah Kabupaten
dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Tangerang, serta Kabupaten
dan Kota Bekasi. Sehingga wilayah Jakarta beserta wilayah-wilayah
penyangganya sering disebut sebagai kawasan JABODETABEK.
Berdasarkan landasan hukum ini, pembangunan dan pengembangan
wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dari sudut pandang tata
ruang merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung. Ini menunjukkan akan
terjadi keterkaitan antarwilayah yang secara intensif baik dari segi geografi,
pembangunan ekonomi, transportasi dan lainnya. Oleh karena itu, Pemerintah
Pusat dan Daerah di tiap wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
memiliki peran penting dalam melaksanakan pembangunan di wilayahnya.
ekonomi di wilayah Bogor, Bekasi dan Jakarta. Jaringan jalan Tol Jagorawi
membawa dampak pada pertumbuhan seperti sektor perumahan dari berbagai
tipe, mulai dari Rumah Sangat Sederhana (RSS) hingga
real estate. Demikian
juga berbagai jenis angkutan penumpang dan barang terus bertambah
jumlahnya, hal ini seiring dengan bertambahnya perusahaan-perusahaan otomotif
(PO). Sedangkan pertumbuhan di sektor perdagangan ditandai dengan semakin
bertambahnnya tempat-tempat perbelanjaan (
shopping centre), pertokoan, mal
dan tempat rekreasi.
Pembangunan jalan tol terus diperluas yaitu dengan dioperasikan jaringan
Tol Cipularang sepanjang 129 km pada tahun 2005. Tol Cipularang bermanfaat
sangat besar bagi wilayah-wilayah yang dilewatinya yaitu Jakarta, Bekasi dan
wilayah Jawa Barat lainnya. Jaringan tol ini adalah sambungan Tol Cikampek ke
arah lingkar luar Jakarta, ini adalah satu jalur pendek untuk mempersingkat waktu
tempuh Jakarta ke Bandung dan sebaliknya.
Kehadiran jaringan tol ini menjadikan ibukota Jawa Barat ini bertumbuh
pesat, laju pertumbuhan ekonomi Bandung pada tahun 2005 mencapai 7.8
persen lebih besar dibanding tahun sebelumnya 7.5 persen. Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat 25 persen dari Rp 34.8 triliun
menjadi Rp 43.5 triliun. Tingkat penyerapan tenaga kerja naik sebesar 30 persen,
dan tingkat pengangguran turun 10,3 persen (Laporan Pertanggung Jawaban
Wali Kota Bandung, 2007).
6
jalan dapat pula akan menciptakan relokasi input-input kapital dan labor (tenaga
kerja) antarwilayah (Reitveld dan Nijkamp, 2001). Artinya pembangunan
infrastruktur tersebut dapat memobilisasi unit-unit input, kapital dan labor
berpindah dari satu wilayah ke wilayah tetangganya.
Berikut ini adalah beberapa fenomena yang mendekati maksud dari
Reitveid. Adalah wilayah Parung, wilayah ini dahulu cukup ramai dilalui dan
disinggahi kendaraan penumpang dan barang dari Jakarta menuju Bogor dan
sebaliknya. Keramaian wilayah ini kemudian dikuti dengan tumbuhnya berbagai
aktivitas ekonomi khusunya disepanjang jaringan jalannya. Namun dibukanya Tol
Jagorawi tahun 1978, telah membawa pengaruh besar terhadap perubahan
aktivitas ekonomi Parung. Saat ini aktivitas ekonomi di sepanjang jaringan jalan
tersebut relatif tidak berkembang. Keadaan tersebut kini sangat berbeda, jalur
tersebut kini relatif sepi, aktivitas utama hanyalah jalur angkutan kota (angkot)
dari Parung ke Bogor dan sebaliknya. Dengan demikian aktivitas ekonomi dijalur
inipun relatif tidak berkembang (Laporan Tahunan Pemda Cibinong, 1990).
makanan dan barang lainnya hingga mencapai 30 – 70 persen (Perhimpunan
Hotel dan Restoran Indonesia, 2006).
Kota Purwakarta dahulu ramai karena dilewati jalur Jakarta-Bandung (atau
sebaliknya) melalui Padalarang, namun saat ini kota relatif sepi dari berbagai
aktivitas ekonomi, bahkan kota ini pernah disebut sebagai ”kota mati.”
Pertumbuhan ekonomi kota ini turun drastis, ratusan pedagang khususnya di
sektor informal (warung makan, kios keramik, beberapa SPBU) dan tempat usaha
lainnya terpaksa menutup usahanya, karena nyaris sepi pembeli (Nurlaela Munir,
2006). Demikian pula Cianjur yang dahulu ramai menjadi akses tujuan perjalanan
Jakarta-Bandung, sekarang menjadi sepi sama dengan kota Purwakarta
(Cipularang Impact, 2008).
Keberadaan dari jaringan jalan raya, jalan tol, jalan rel dapat berpengaruh
terhadap aktivitas ekonomi wilayah baik positip maupun negatif. Hal ini
merupakan fenomena yang muncul dari kekuatan infrastruktur transportasi dan
networking wilayah-wilayah
yang terbentuk olehnya. Oleh karena itu, kiranya
diperlukan suatu analisis tentang bagaimanakah infrastruktur transportasi di satu
wilayah berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di
wilayahnya dan terhadap wilayah tetangganya.
Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini hendak menganalisis
seberapa besar pengaruh infrastruktur transportasi terhadap pertumbuhan
ekonomi di satu wilayah, dan juga pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi
di wilayah tetangga nya. Dengan demikian masalah penelitian yang dirumuskan
didalam penelitian ini adalah :
8
2.
Kebijakan infrastruktur transportasi manakah yang memberikan dampak
pada aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh pada wilayah di
kawasan JABODETABEK ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Menganalisis pengaruh infrastruktur transportasi di satu wilayah terhadap
pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut dan wilayah tetangga nya,
2.
Menganalisis pengaruh kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi di
satu wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayahnya dan dampaknya
pada wilayah tetangganya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rekomendasi
yang bermanfaat terhadap kebijakan dan upaya pemerintah pusat maupun
daerah dalam menetapkan pembangunan infrastruktur transportasi. Khususnya
dalam mengalokasikan investasi infrastruktur transportasi yang memberikan
dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) di wilayah-wilayah di kaw asan JABODETABEK.
1.4. Lingkup Penelitian
Pendekatan operasional variabel infrastruktur transportasi adalah jalan
(jalan raya, jalan tol, dan jalan rel) tersebut akan didekati (proxy) dengan nilai
nominal investasi. Investasi yang tersebut adalah sejumlah pengeluaran yang
digunakan sebagai investasi dalam bentuk public capital oleh pemerintah pusat
dan pemerintah daerah (pemda) untuk membiayai pembangunan jalan yang
dikeluarkan setiap tahunnya.
Adapun yang dimaksud aktivitas ekonomi adalah aktivitas sektoral yaitu
suatu aktivitas dimana dalam kegiatannya dalam berproduksi, berada atau
melekat (inherent
) pada jalan baik jalan raya, jalan tol atau jaringan jalan rel
(kereta api). Secara rinci aktivitas ekonomi tersebut dinyatakan dalam jumlah unit
dan dikelompokan kedalam: (1) Aktivitas Perdagangan terdiri dari, unit Padagang
Kaki Lima (PKL), Grosir-Ritel terdiri dari unit toko, pasar,
mini market dan super
market, hypermarket dan mal), serta Aktivitas Perhotelan unit hotel, (2) Aktivitas
Perangkutan terdiri dari unit angkutan penumpang (orang) dan unit angkutan
kota (angkot), bus kota dan luar kota, taksi dan kendaraan penumpang pribadi,
serta unit angkutan barang yang terdiri dari truk (atau sejenisnya) yang terdiri dari
berbagai tipe, (3) aktivitas Unit Perumahan-Bangunan terdiri dari unit rumah
(yang dibangun pemerintah dan pengembang swasta) dan unit bangunan yang
terdiri dari unit kantor swasta dan pemerintah, dan akhirnya (4) Aktivitas
Industrian yang terdiri dari unit industri besar-menengah, serta unit industri kecil.
10
sudah terhubungkan oleh jalan darat (jalan raya, tol, dan rel) sedemikian rupa
sehingga membentuk satu kesatuan atau
networking.
Kesatuan wilayah secara
geografis ini diharapkan dapat terus menciptakan dampak berkelanjutan di
berbagai aktivitas ekonomi antarwilayah, dan akhirnya membentuk satu kesatuan
ekonomi.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dibagi kedalam 10 (sepuluh) bab, tiap bab terdiri
sub-bab dan juga anak sub-bab, semuanya menjelaskan maksud dari bab
secara rinci. Adapun penjelasan singkat dari tiap tersebut adalah sebagai berikut.
Bab 1, berisi pendahuluan yang memuat latar belakang, permasalahan dan
tujuan penelitian serta ruang lingkup penelitian.
Bab 2,
merupakan tinjauan pustaka, berisi teori yang terkaitan dengan
topik penelitian ini. Selanjutkan pada sub-bab studi empiris berisi kajian berbagai
penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan isu dengan penelitian ini. Studi
empiris ini dibuat oleh beberapa peneliti di berbagai negara.
Pada bab 3, memuat kerangka pemikiran, kerangka tersebut menjelaskan
konsep dan sistematika berpikir yang digunakan untuk membangun model
persamaan.
Bab 4 menjelaskan metode penelitian, bab ini berisi proses
pengumpulan data, tahapan penelitian dan pembentukan model persamaan
ekonometrik. Model persamaan ekonometrik dibangun berdasarkan konsep dan
kerangka berpikir di bab 3 sebelumnya.
aktivitas perdagangan, perangkutan, perumahan-bangunan dan unit aktivitas
industri dalam kurun waktu 1996 sampai 2006.
Pada sistematika di bab 6, memuat deskripsi lebih rinci mengenai variabel
yang digunakan dalam model persamaan. Dalam bab ini juga akan dijelaskan
karakteristik dari variabel jalan, dan terakhir penjelasan mengenai pemberian
nama atau inisial (karakter) dalam mode, dan terakhir penjelasan mengenai
pemberian nama atau inisial (karakter) dalam model persamaan.
Bab 7
menyajikan hasil estimasi yang diperoleh dari operasional model
bersama dengan data. Hasil estimasi akan menjelaskan pengaruh infrastruktur
jalan terhadap pertumbuhan jumlah unit di berbagai aktivitas sektor, juga
pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan produksi pada tiap sektor.
Sedangkan pada
bab 8
, secara khusus menganalisis dampak beberapa
kebijakan. Kebijakan dilakukan dengan menaikan besaran persentase pada nilai
investasi untuk jaringan jalan tertentu. Dilanjutkan dengan bab 9 berisi bahasan
mengenai hubungan antarwilayah yang bersifat komplemen atau kompetisi. Dua
wilayah d ikatakan saling berkomplemen (melengkapi) apabila kenaikkan investasi
jalan di salah satu wilayah menyebabkan keduanya bersama-sama merespon
positip atau negatif terhadap pertumbuhan produksi sektor tertentu. Demikian
sebaliknya, untuk dua wilayah yang saling berkompetisi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infrastruktur Transportasi
Infrastruktur transportasi memiliki peran menciptakan nilai (value) suatu
barang. Sesuai teori neoklasik, suatu barang memiliki nilai sesuai dengan biaya
produksi atau secara spesifik oleh biaya pengorbanan tenaga kerja yang
dikeluarkan atasnya. Transportasi merupakan suatu alat yang dapat menciptakan
nilai yang lebih tinggi pada suatu barang, sehingga barang tersebut dapat
memenuhi kepuasan konsumen. Dalam hal ini, transportasi memberikan nilai bagi
suatu barang melalui proses pemindahan barang dari pusat produksi ke pusat
konsumsi. Penciptaan nilai atas barang oleh transportasi ini menjadikan
transportasi sebagai suatu alat yang bernilai secara ekonomi (Polak dan
Heertje, 2001).
Dalam ilmu ekonomi transportasi, kehadiran ruang (space
) menjelaskan
tentang pemisahan sejumlah aktivitas ekonomi oleh jarak dan pengorganisasian
ekonomi ke dalam area-area berbeda seperti kota dan wilayah (Vickerman,
1995). Dalam cara lebih formal,
space didefinisikan sebagai sebuah relasi pada
sejumlah obyek (Gattrell, 1983). Infrastruktur trasportasi memiliki peran
menghubungkan antara dua ruang
(space) yang berbeda dan menciptakan
berbagai manfaat kepada wilayah-wilayah tersebut.
yaitu,
crowding-out terutama pada investasi berskala besar. Efek
crowding-out
bersumber dari : infrastruktur transportasi sering dibiayai oleh obligasi (hutang)
pemerintah. Hutang pemerintah dapat mendorong kenaikan suku bunga menjadi
lebih tinggi yang akhirnya menekan investasi swasta lebih rendah di dalam
perekonomian. Dari sisi permintaan (
demand side), umumnya pengaruh yang
muncul dari infrastruktur transportasi adalah bersifat sementara, yang kemudian
merupakan stimulus bagi tersedianya sejumlah lapangan kerja (employment), dan
pendapatan (income) selama masa pembangunan konstruksi infrastruktur
tersebut (Polak dan Heertje,
2001).
Efek infrastruktur transportasi yang permanen pada perekonomian adalah
menyebabkan bertambahnya kuantitas faktor-faktor produksi yang diperlukan
untuk pengoperasian dan pemeliharaannya. Salah satu jenis efek permanen yang
perlu diperhatikan adalah yang disebut dengan ”program” atau efek ”
spin-off.”
Efek program menunjuk pada perubahan tidak langsung dalam jangka panjang di
dalam
income,
employment dan investasi pada sektor swasta, yaitu efek-efek
yang mana didorong oleh peluang baru yang ditawarkan oleh pembangunan atau
perluasan infrastruktur.
Tabel 2.1. Tipe Efek Investasi Infrastruktur Transportasi
Tipe Efek
Sisi Permintaan
Sisi Penawaran
Temporer
Efek konstruksi :
Crowding-out
--
Permanen (
structural
)
Biaya operasi dan pemeliharaan
Efek pada
produktivitas
dan lokasi aktivitas
aktivitas baru.
14
Kaitan antara investasi infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi
dijelaskan oleh Hess dan Ross (1997) melalui konsep
production possibilities
boundary
(PPB). Dari sisi prinsip ekonomi, konsep
production possibilities
boundary
(PPB) adalah sebuah kurva yang menunjukkan kombinasi-kombinasi
output barang dan jasa akhir yang dapat dihasilkan pada satu periode waktu
tertentu dalam suatu perekonomian dengan menggunakan semua sumberdaya
yang tersedia secara penuh dan efisien. Ekspansi atau perluasan pada PPB
mengindikasikan pertumbuhan output atau ekonomi sebagai hasil dari kenaikan
di dalam kuantitas dan kualitas sumberdaya tersedia dan kemajuan teknologi.
Jika produksi output meningkat lebih cepat dibanding populasi maka output per
kapita meningkat dan pertumbuhan ekonomi terjadi.
Selanjutnya dijelaskan bahwa input kapital atau investasi merupakan input
yang memiliki peranan penting. Inves tasi dalam bentuk stok kapital fisik pada
perekonomian terdiri atas pabrik, peralatan, mesin, berbagai bentuk hunian dan
bangunan lainnya, infrastruktur ekonomi seperti transportasi dan
network
komunikasi. Stok kapital tersebut dari periode ke periode makin berkembang dan
berakumulasi sehingga menumbuhkan kapasitas produksi yang menyebabkan
terjadi pertumbuhan ekonomi.
2.2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
dinyatakan bahwa suatu perekonomian mengalami perkembangan jika
pendapatan per kapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat dalam
jangka panjang.
Selain itu masih menurut Todaro (2009), ada tiga faktor atau komponen
utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa.
Pertama, akumulasi
modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan,
antara lain : tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia. Kedua,
pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak
jumlah angkatan kerja. Ketiga, kemajuan teknologi.
Akumulasi modal (capital accumulation) terjadi apabila sebagian dari
pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar
output dan pendapatan di kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin,
peralatan dan bahan baku meningkatkan stok modal
(capital stock) fisik suatu
negara (yakni, nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif secara fisik)
dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadi peningkatan output di masa-masa
mendatang. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi
dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi
infrastruktur
ekonomi dan sosial. Contohnya adalah pembangunan jalan raya, penyediaan
listrik, persediaan air bersih dan perbaikan sanitasi, pembangunan fasilitas
komunikasi dan sebagainya, dan kesemuanya itu mutlak dibutuhkan dalam
rangka menunjang dan mengintegrasikan segenap aktivitas ekonomi produktif.
16
tersebut. Ketentuan ini sangat penting diperhatikan dalam ekonomi wilayah,
karena bisa saja suatu wilayah mengalami pertumbuhan tetapi pertumbuhan itu
tercipta karena banyaknya bantuan atau suntikan dana dari pemerintah pusat
dan pertumbuhan itu terhenti apabila suntikan dana dihentikan. Dalam kondisi
seperti ini, sulit dikatakan ekonomi wilayah itu bertumbuh.
2.3. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah dari Pendekatan Penawaran
Dalam membuat kebijakan untuk membangun pertumbuhan wilayah,
landasan yang dibuat pemerintah haruslah mengacu pada keadaan dan karakter
suatu wilayah. Sumber daya wilayah atau faktor-faktor lokal seringkali tidak
mampu mendukung perekonomian wilayah, oleh sebab itu mendesak untuk
melakukan usaha dalam rangka meningkatkan sumberdaya tersebut secara
kuantitas dan kualitas. Berdasarkan pendekatan penawaran (supply side
approach), ketersediaan faktor-faktor lokal diberi tekanan penting untuk
mendorong pertumbuhan wilayah. Dengan demikian dapat dirumuskan hubungan
antara hasil ekonomi wilayah (Q) dan ketersediaan sumber-sumberdaya lokal
sebagai berikut :
Q = f (f
1, f
2,f
3..., f
n) ...
(2.1)
Dalam rumus tersebut, f
1, f
2, f
3,… f
nadalah faktor-faktor dari pasokan lokal (
local
supply
) yang mempengaruhi produktivitas wilayah, antara lain adalah :
2.
Tenaga kerja. Upaya perbaikan kualitas tenaga kerja dapat dilakukan
dengan pelatihan keterampilan, pendidikan, dan perbaikan sistem insentif.
Sementara itu, bila dirasakan jumlah tenaga kerja dalam wilayah terbatas,
dibenarkan ”mengimpor” tenaga kerja dari luar wilayah. Kebijakan
ketenagakerjaan harus disusun terintegrasi di dalam perencanaan
pembangunan wilayah dalam rangka mengurangi kesenjangan hasil
ekonomi yang berupa ketidakefisienan dan pengangguran.
3.
Masukan antara
(intermediate input). Di luar faktor-faktor dasar yang
disebutkan di atas, sistem produksi di dalam wilayah memerlukan
sumberdaya bahan setengah jadi atau masukan antara yang
ketersediaannya harus dicukupi. Masukan antara dapat dihasilkan di dalam
maupun didatangkan dari luar wilayah. Untuk dapat mensinkronisasikan
keperluannya dengan sistem produksi secara keseluruhan, diperlukan
koordinasi terintegrasi dalam waktu ataupun sasaran produksi setiap sektor
dalam wilayah.
18
2.4. Peranan Infrastruktur Transportasi dalam Pertumbuhan
Ekonomi Wilayah
Rietveld dan Nijkamp (2000) menyatakan bahwa pembangunan wilayah
dapat dikenali dari hasil dari kombinasi faktor-faktor produksi yang tepat, seperti
tenaga kerja dan modal, tetapi juga infrastruktur secara umum, dan khususnya
transportasi. Dalam Kasikoen (2005) mengemukakan bahwa fasilitas infrastruktur
seperti jalan, jembatan, komunikasi, pasar, sekolah serta air bersih merupakan
unsur-unsur penting sebagai landasan
prime mover dalam mendukung
pembangunan wilayah. Peningkatan infrastruktur transportasi aka n membawa
pada menurunnya biaya transport, diikuti dengan meningkatnya produktivitas dari
faktor-faktor produksi swasta. Oleh karena itu, pengurangan infrastruktur
transportasi akan membawa penurunan produktivitas dari berbagai faktor
produksi. Berikut adalah mekanisme dari pengaruh infrastruktur transportasi
terhadap pertumbuhan wilayah (Gambar 2.1).
Infrastruktur
Manfaat
Perusahaan
Manfaat Rumah
Tangga
Penurunan
Biaya
Perluasan
Pasar
Peningkatan
Kesejahteraan
Pertumbuhan
Wilayah
Gambar 2.1. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Wilayah
Diawali dengan menurunnya biaya angkut (transportasi) dan manfaatnya
langsung diterima oleh rumah tangga dan perusahaan. Pengaruh infrastruktur
transportasi bagi rumah tangga akan meningkatkan kesejahteraan dan perluasan
pasar, sedangkan bagi perusahaan selain meningkatkan pasar juga menurunkan
biaya. Ketiga hal itu akhirnya akan menciptakan pertumbuhan yang pada
akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan wilayah.
Untuk melihat peranan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi
wilayah umumnya dilakukan dengan pembuatan model analisis. Model tersebut
diharapkan mampu menjelaskan efek infrastruktur transportasi terhadap
perubahan beberapa sektor ekonomi. Salah satu di antaranya adalah model
keseimbangan umum atau sering disebut computable general equilibrium (CGE),
model ini mampu menganalisis efek perubahan infrastruktur transportasi terhadap
beberapa sektor. Gambar 2.2 berikut adalah sketsa model keseimbangan umum
Pluym dan Roosma, (1984).
Beberapa aspek penting yang ditemukan pada model tersebut, adalah
peran penting yang dimainkan oleh perantara intermediate. Juga, terdapat
kompetisi yang makin kuat di dalam tenaga kerja (employment). Harga-harga
produk akan menurun sehingga konsumen dapat membelanjakan lebih banyak
produk-produk.
20
2.5. Analisis Keterkaitan Antarwilayah : Model Berbasis Fungsi Produksi
Reitveld dan Nijkamp (2001), mengemukakan beberapa kekurangan dari
studi-studi yang menganalisis peningkatan infrastruktur transportasi terhadap
produktivitas regional dengan mengambil level perusahaan. Analisis level
perusahaan (level mikro) hanya melihat pada peningkatan produktivitas
perusahaan-perusahaan yang langsung dipengaruhi oleh peningkatan
infrastruktur, sementara efek-efek tidak langsung pada perusahaan atau sektor
lain tidak diperhitungkan. Sehingga ditemukan bahwa efek peningkatan
Pembangunan
infrastruktur transportasi
Pengurangan biaya
transportasi
Produk-produk
ekspor lebih murah
Produk-produk
impor lebih murah
Perantara
Ekspansi dari total
produksi
Bagian produksi
domestik yang
disubstitusi oleh
impor
Diseconomies
of scale
Economies
of scale
Peningkatan produksi
dan kesempatan kerja
Penurunan produksi dan
kesempatan kerja
Gambar 2.2. Efek Peningkatan Infrastruktur Transportasi
infrastruktur transportasi terhadap produktivitas regional adalah rendah. Karena
itu penting untuk menggunakan pendekatan modeling dengan fungsi produksi
agregat, dan berbagai elemen dapat dimasukan ke dalam persamaan.
Formulasi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk sektor
i
dalam region
r,
dengan berbagai tipe infrastruktur yang diusulkan oleh Reitveld dan Nijkamp
(2000) adalah :
)
,...,
;
,
(
ir ir r rir
ir