• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transportation infrastructure, interregional linkages and economic growth of the Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi Region

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Transportation infrastructure, interregional linkages and economic growth of the Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi Region"

Copied!
328
0
0

Teks penuh

(1)

INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI,

KETERKAITAN ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

DI WILAYAH JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI

DISERTASI

OLEH

POERWANINGSIH S. LEGOWO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

dalam disertasi saya yang berjudul:

INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI, KETERKAITAN

ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH

JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan

Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi

ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di

perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2009

(3)

ABSTRACT

region in the period 1990 – 2006, is estimate on the Two Stages Least Square

(2SLS) research model, then followed by a simulation using SIMNLIN procedure.

mobilization of economic units activities in and out of one region to its

neighborhood regions.

(4)

POERWANINGSIH S. LEGOWO 2009. Infrastruktur Transportasi, Keterkaitan

Time series

pada periode 1990- 2006, dan mencakup 4 aktivitas ekonomi

(sektor), yaitu aktivitas perdagangan, perangkutan, perumahan-bangunan dan

(5)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik

atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(6)

ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH

JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI

O L E H :

POERWANINGSIH S. LEGOWO

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)

Judul Disertasi

: INFRASTRUKTUR

TRANSPORTASI

KETERKAITAN

ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

DI WILAYAH JAKARTA,

BOGOR, DEPOK,

TANGERANG DAN BEKASI

Nama Mahasiswa

: Poerwaningsih S. Legowo

Nomor Pokok

: A. 546010071

Program Studi

: Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Ir. D.S. Priyarsono, Ph.D

K e t u a

Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong , MS

Suahasil Nazara. Ph.D

Anggota

Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian

(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1960 di Malang, puteri pertama

dari empat bersaudara dari ayah Soekarno, dan ibu Soekini. Penulis menikah

dengan Ir. Hadi Sritjahjo Legowo, MSc., dan dikaruniai dua orang anak, Gigih Hadi

Nugrohojati dan Mumpuni Hadi Rahayujati.

Penulis menyeleseikan pendidikan menengah atas tahun 1979 di SMA

Negeri IX Kebayoran Jakarta Selatan. Pada tahun 1985 penulis menyelesaikan

Program Sarjana di Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Kristen Indonesia

Jakarta. Pada tahun 1989, dengan beasiswa dari Yayasan UKI, penulis

berkesempatan melanjutkan program S2 di Institut Teknologi Bandung pada

Bidang Manajemen Transportasi (Program kerjasama ITB dan Departemen

Perhubungan). Tahun 2001, dengan beasiswa Yayasan UKI dan beasiswa BPPS

(on going) penulis melanjutkan studi S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi

Pertanian, Bidang Peminatan Ekonomi Regional, Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

(10)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...

v

DAFTAR GAMBAR ...

vi

I.

PENDAHULUAN ...

1

1.1. Latar Belakang ...

1

1.2. Perumusan Masalah ...

4

1.3. Tujuan Penelitian ...

8

1.4. Lingkup Penelitian ...

8

1.5. Sistimatika Penulisan ...

10

II.

TINJAUAN PUSTAKA ...

12

2.1. Infrastruktur Transportasi ...

12

2.2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ...

14

2.3. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah dari Pendekatan

Penawaran ...

16

2.4. Peranan Infrastruktur Transportasi dalam Pertumbuhan

Ekonomi Wilayah ...

18

2.5. Analisis Keterkaitan Antarwilayah : Model Berbasis Fungsi

Produksi ...

20

2.6. Studi Empiris ...

22

III.

KERANGKA PEMIKIRAN ...

35

3.1. Lingkup dan Batasan Penelitian ...

35

3.2. Kerangka Teori Model Persamaan : Infrastruktur

Transportasi dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ...

35

3.3. Kerangka Model : Infrastruktur Transportasi dan

Keterkaitan Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang

dan Bekasi ...

37

3.4. Penetapan Variabel dan Model Persamaan ...

41

3.4.1. Variabel Infrastruktur Transportasi ...

41

3.4.2. Variabel dan Persamaan Unit Aktivitas Ekonomi ...

42

3.5. Model Umum ...

43

3.5.1. Unit dan Produksi Aktivitas Perdagangan ...

43

(11)

xiii

3.5.3. Unit dan Produksi Aktivitas Perumahan –

Bangunan ...

46

3.5.4. Unit dan Produksi Aktivitas Industri ...

47

IV.

METODE PENELITIAN ...

49

4.1. Waktu dan Wilayah Penelitian ...

49

4.2. Pengumpulan dan Tabulasi Data ...

50

4.2.1. Data Primer ...

50

4.2.2. Data Sekunder ...

51

4.3. Tahapan Penelitian ...

51

4.4. Pembentukan Model Persamaan Ekonometrik ...

52

4.4.1. Unit dan Produksi Aktivitas Perdagangan ...

54

4.4.2. Unit dan Produksi Aktivitas Perangkutan ...

56

4.4.3. Unit dan Produksi Aktivitas Perumahan –

Bangunan ...

57

4.4.4. Unit dan Produksi Aktivitas Industri ...

58

4.5. Identifikasi dan Estimasi Model ...

61

4.6. Validasi Model ...

63

4.7. Simulasi Kebijakan ...

64

4.8. Maksud Penetapan Skenario Kebijakan ...

65

V.

DESKRIPSI WILAYAH, INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI,

DAN AKTIVITAS EKONOMI KAWASAN JABODETABEK ...

66

5.1. Deskripsi Wilayah ...

66

5.1.1. Wilayah DKI Jakarta ...

66

5.1.2. Wilayah Kabupaten dan Kota Bogor ...

67

5.1.3. Wilayah Kota Depok ...

68

5.1.4. Wilayah Kabupaten dan Kota Tangerang ...

69

5.1.5. Wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi ...

69

5.2. Struktur Ruang dan Perkembangan Kawasan

JABODETABEK ...

71

5.3. Kependudukan ...

73

5.4. Karakteristik Infrastruktur Jaringan Jalan ...

73

5.4.1. Jaringan Jalan Raya ...

73

5.4.2. Jaringan Jalan Tol ...

75

(12)

xiv

5.5. Aktivitas Ekonomi ...

79

5.5.1. Usaha / Pedagang Kaki Lima ...

79

5.5.2. Lokasi Usaha Pedagang Kaki Lima ...

79

5.5.3. Sarana Tempat Usaha ...

80

5.5.4. Kegiatan Utama Usaha Pedagang Kaki Lima ...

81

5.6. Aktibitas Sektor Perdagangan dan Perhotelan ...

81

5.7. Aktivitas Sektor Perangkutan ...

84

5.8. Aktivitas Sektor Perumahan – Bangunan ...

85

5.9. Aktivitas Sektor Industri ...

86

VI.

DESKRIPSI VARIABEL PENELITIAN ...

88

6.1. Variabel Infrastruktur Jaringan Jalan ...

88

6.2. Variabel Unit Aktivitas Ekonomi ...

89

6.3. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Ekonomi ...

90

6.3.1. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Perdagangan ....

90

6.3.1.1. Karakteristik Jalan untuk Pedagang

Kaki Lima ...

90

6.3.1.2. Karakteristik Jalan untuk Perdagangan

Grosir – Ritel ...

91

6.3.1.3. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas

Perhotelan ...

92

6.3.2. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Perangkutan ...

92

6.3.3. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Perumahan -

Bangunan ...

92

6.3.4. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Industri ...

93

6.4. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas Ekonomi ...

93

6.4.1. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas

Perdagangan ...

94

6.4.1.1. Tenaga Kerja Aktivitas Perdagangan ...

94

6.4.1.2. Produksi Aktivitas Perdagangan ...

94

6.4.2. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas

Perangkutan ...

95

6.4.2.1. Tenaga Kerja Aktivitas Perangkutan ...

95

(13)

xv

6.4.3. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas

Perumahan – Bangunan ...

96

6.4.3.1. Tenaga Kerja Aktivitas Perumahan –

Bangunan ...

96

6.4.3.2. Produksi Aktivitas Perumahan –

Bangunan ...

96

6.4.4. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas

Perindustrian ...

97

6.4.4.1. Tenaga Kerja Aktivitas Industri ...

97

6.4.2.2. Produksi Aktivitas Industri ...

97

6.5. Variabel PDRB Wilayah ...

98

6.6. PDRB Kawasan JABODETABEK ...

98

6.7. Sumber Data ...

100

VII.

HASIL ESTIMASI MODEL INFRASTRUKTUR

TRANSPORTASI JABODETABEK ...

101

7.1. Pengaruh Infrastruktur Transportasi terhadap Jumlah

Unit Aktivitas Sektor ...

101

7.1.1. Aktivitas Sektor Perdagangan ...

102

7.1.1.1. Persamaan Unit Pedagang Kaki Lima ...

102

7.1.1.2. Persamaan Unit Pedagang

Grosir – Ritel ...

107

7.1.1.3. Persamaan Unit Hotel ...

111

7.1.2. Aktivitas Sektor Perangkutan ...

114

7.1.2.1. Persamaan Unit Angkutan Penumpang ...

114

7.1.2.2. Persamaan Unit Angkutan Barang ...

116

7.1.3. Aktivitas Sektor Perumahan – Bangunan ...

119

7.1.4. Aktivitas Sektor Industri ...

124

7.1.4.1. Persamaan Unit Industri

Besar – Menengah ...

124

7.1.4.2. Persamaan Unit Industri Kecil Barang ...

126

7.2. Pengaruh Investasi Infrastruktur Transportasi terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja ...

128

7.2.1. Persamaan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan ....

129

(14)
(15)

xvii

8.3.2. Kebijakan Infrastruktur Jalan Tol dan

Pertumbuhan Sektoral Wilayah ...

163

8.4. Pilihan dan Implikasi Kebijakan Infrastruktur

Transportasi ...

165

8.5. Komparasi dengan Hasil Penelitian Sebelumnya ...

167

IX.

KOMPLEMEN DAN KOMPETISI ANTARWILAYAH ...

169

9.1. Pengertian Komplemen dan Kompetisi ...

170

9.2. Komplemen dan Kompetisi Dampak Kebijakan Jalan

Raya ...

172

9.3. Komplemen dan Kompetisi Dampak Kebijakan Jalan

Tol

...

174

X.

KESIMPULAN DAN SARAN ...

177

10.1. Kesimpulan ...

177

10.2. Implikasi Kebijakan ...

179

10.3. Saran Penelitian Lanjutan ...

179

DAFTAR PUSTAKA ...

181

(16)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

Nomor

2.1.

Tipe Efek Investasi Infrastruktur Transportasi ...

13

2.2.

Ringkasan Hasil Studi Dampak Investasi Infrastruktur

Transportasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ...

32

5.1.

Batas Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi ...

70

5.2.

Nama dan Kecamatan di Kawasan JABODETABEK ...

72

5.3.

Perkembangan Penduduk di Kawasan JABODETABEK ...

74

5.4.

Perkembangan Penduduk Kawasan JABODETABEK terhadap

Penduduk Indonesia ...

74

5.5.

PDRB dan Panjang Jalan Kawasan JABODETABEK ...

75

5.6.

Panjang Jaringan Jalan Tol di Kawasan JABODETABEK ...

77

5.7.

Jaringan Jalan Rel Kereta Api Jabotabek ...

78

5.8.

Pertumbuhan Jumlah Pedagang Kaki Lima ...

82

5.9.

Pertumbuhan Jumlah Supermarket, Minimarket, Hypermarket

dan Mall di Jabodetabek ...

83

5.10. Pertumbuhan Jumlah Hotel di Jabodetabek ...

84

5.11. Pertumbuhan Jumlah Angkutan Penumpang di Jabodetabek ....

85

5.12. Pertumbuhan Jumlah Rumah (Perumnas) di Jabodetabek ...

86

5.13. Perkembangan Jumlah Industri Besar dan Sedang ...

87

6.1.

Karakteritik Jalan untuk Aktivitas Ekonomi ...

93

6.2.

Inisial Variabel untuk Model Persamaan ...

99

6.3.

Variabel dan Sumber Data ...

100

7.1.

Hasil Estimasi Unit Pedagang Kakilima (UPKL) ...

104

7.2.

Hasil Estimasi Unit Grosir-Ritel (UGR) ...

108

7.3.

Hasil Estimasi Unit Hotel (UHTL) ...

111

7.4.

Hasil Estimasi Unit Angkutan Penumpang (UTP) ...

114

7.5.

Hasil Estimasi Unit Angkutan Barang (UTRK) ...

118

7.6.

Hasil Estimasi Unit Rumah-Bangunan (UR UM) ...

120

7.7.

Hasil Estimasi Unit Industri Besar-Menegah (UIBM) ...

124

7.8.

Hasil Estimasi Unit Industri Kecil (UIKC) ...

129

(17)

xix

7.10. Hasil Estimasi Tenaga Kerja Sektor Perangkutan (TKANG) ...

133

7.11. Hasil Estimasi Tenaga Kerja Sektor Perumahan (TKRUM) ...

135

7.12. Hasil Estimasi Tenaga Kerja Sektor Industri (TKIND) ...

137

7.13. Hasil Estimasi Produksi Sektor Perdagangan (QDAG) ...

140

7.14. Hasil Estimasi Produksi Sektor Perangkutan (QANG) ...

142

7.15. Hasil Estimasi Produksi Sektor Perumahan (QRUM) ...

144

7.16. Hasil Estimasi Produksi Sektor Industri (QIND) ...

146

8.1.

Skenario Kebijakan Infrastruktur Transportasi Jalan ...

150

8.2.

Hasil Simulasi Kebijakan Infrastuktur Jalan Raya terhadap

PDRB Wilayah ...

155

8.3.

Hasil Simulasi Kebijakan Infrastuktur Jalan Tol terhadap

PDRB Wilayah ...

158

8.4.

Hasil Simulasi Kebijakan Jaringan Jalan Rel terhadap

PDRB Wilayah ...

161

8.5.

Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan Raya terhadap

Pertumbuhan Produksi Sektoral ...

163

8.6.

Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan Tol terhadap

Pertumbuhan Produksi Sektoral ...

165

9.1.

Dampak Kebijakan Investasi Jalan Raya ...

171

9.2.

Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan Raya terhadap

Komplemen dan Kompetisi Antarwilayah ...

173

9.3.

Dampak Kebijakan Investasi Jalan Tol ...

175

(18)

xx

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Nomor

2.1.

Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Wilayah ...

18

2.2.

Efek Peningkatan Infrastruktur Transportasi ...

20

3.1. Bagan Keterkaitan Jaringan Jalan Antarwilayah

JABODETABEK ...

39

3.2.

Kerangka Pikir Transmisi Pengaruh Infrastruktur Transportasi

Terhadap PDRB Wilayah ...

40

4.1.

Prosedur Pembuatan Model Ekonometrik ...

51

4.2.

Diagram Keterkaitan Antar Variabel Model Infrastruktur

(19)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Nomor

1.

Program Estimasi Model Infrastruktur Transportasi

Jabodetabek ...

185

2.

Hasil Estimasi Model Infrastruktur Transportasi

Jabodetabek ...

193

3.

Program Validasi Model Infrastruktur Transportasi

Jabodetabek ...

265

4.

Program Simulasi Model Infrastruktur Transportasi

Jabodetabek ...

278

5.

Hasil Validasi Model Infrastruktur Transportsasi

Jabodetabek ...

291

6.

Hasil Simulasi Model Infrastruktur Transportasi

(20)

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan harapan masyarakat dan

pemerintah di berbagai wilayah. Aktivitas ekonomi yang tinggi akan meningkatkan

pertumbuhan produksi aktivitas ekonomi tersebut, sehingga pada gilirannya akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan biasanya dicerminkan oleh nilai Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah. Pemerintah sebagai pembuat

kebijakan terus berusaha mendorong pertumbuhan tersebut, salah satunya

dengan memilih dan menentukan macam serta jenis infrastruktur yang

dibutuhkan agar mendorong tercapainya pertumbuhan ekonomi di berbagai

wilayah.

Infrastruktur merupakan prasyarat bagi peningkatan pertumbuhan

ekonomi dan dapat menstimulasi berbagai aktivitas (kegiatan) ekonomi maupun

non ekonomi dan akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Polak dan

Heertje, 2001). Perluasan infrastruktur yakni dengan membangun infrastruktur

yang baru maupun melakukan rehabilitasi infrastruktur yang telah rusak juga

dapat mendorong peningkatan produksi dari aktivitas-aktivitas ekonomi. Sehingga

peningkatan produksi dari aktivitas ekonomi tersebut akan mendorong

pertumbuhan ekonomi (Ramirez dan Esfahani, 1999). Demikian pula perbaikan

atau pembangunan infrastruktur transportasi yang baru akan menurunkan biaya

transportasi yang selanjutnya akan menstimulasi kegiatan produksi pada

masing-masing wilayah maupun antarwilayah serta menciptakan relokasi input-input

kapital dan tenaga kerja antarwilayah (Reitveld dan Nijkamp, 2001).

(21)

2

infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi tidak saja berdampak di

wilayah sendiri tetapi juga berdampak pada wilayah-wilayah sekitar atau

tetangganya (Calderon,

et al,

2004). Infrastruktur transportasi jalan juga sangat

berperan dalam pembangunan wilayah terutama pada Provinsi-provinsi yang

bertetangga dan dapat mengembangkan pertumbuhan yang kuat pada Provinsi

tersebut serta mendorong pertumbuhan Provinsi lainnya yang relatif terbelakang.

Dengan demikian infrastruktur transportasi jalan tersebut diharapkan mampu

menghubungkan, mengaitkan antarwilayah oleh karenanya pertumbuhan

ekonomi di satu wilayah tidak dapat dilepaskan ketergantungannya dengan

wilayah lainnya.

Infrastruktur transportasi khususnya jaringan jalan yang terletak di

perbatasan wilayah biasanya akan memberikan manfaat yang besar bagi

perekonomian wilayah sekitarnya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adanya kerjasama dalam menangani jaringan jalan antarwilayah akan

memberikan keseragaman kualitas jalan dimaksud sehingga terjadi kelancaran

distribusi barang dan jasa (Departemen Kimpraswil, 2003).

Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi secara geografis

berbatasan satu dengan lainnya. Keterkaitan antarwilayah yang saling

berbatasan tersebut semakin kompak (solid) melalui infrastruktur transportasi

jalan yang menghubungkannya. Letak geografis Jakarta berada di tengah (pusat)

dari wilayah-wilayah tetangganya dan sekaligus menjadi

center dari berbagai

kegiatan ekonomi bisnis, perdagangan dan pemerintahan.

(22)

sebesar 6 persen per tahun pada periode tahun 1976 sampai 1994 di Jakarta

memberikan dampak yang menentukan dan mendorong pertumbuhan

wilayah-wilayah tetangganya.

Demikian juga jaringan kereta Rel Listril (KRL) Jabotabek yang dibangun

dan dioperasikan sejak tahun 1978, digunakan untuk mengangkut penumpang

dari arah Jakarta ke Bogor, Depok sekitarnya dan sebaliknya. Jaringan jalan rel

ini terus dikembangkan untuk melayani penumpang sampai wilayah penyangga

lainnya seperti Tangerang dan sekitarnya yaitu Bintaro, Serpong dan sekitarnya,

juga Bekasi dan sekitarnya

Akses transportasi di wilayah-wilayah tersebut telah memberikan

kesempatan pada para pekerja untuk bekerja di Jakarta atau wilayah lainnya

dengan menempuh jarak yang jauh dengan pergi-pulang bekerja setiap hari,

mereka ini disebut penglaju (commuter). Dalam penelitiannya Fulton dan

Susantono (2002) menemukan area geografi Jakarta yang luas dan

pembangunan wilayah yang telah masuk ke kota-kota pinggiran, telah

menghasilkan frekuensi pergi-pulang yang padat setiap hari. Antara tahun 1985

dan 1993, jumlah pekerja yang pergi-pulang bekerja per hari dari kota-kota

pinggiran Jakarta meningkat empat kali lipat, dan pada tahun 2005 tercatat

sebanyak 4 juta orang lebih penglaju bekerja atau beraktivitas di Jakarta.

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa infrastruktur transportasi

jalan di suatu wilayah memiliki peranan sangat besar terhadap pertumbuhan

aktivitas ekonomi di wilayah tersebut serta berfungsi sebagai penggerak

pertumbuhan ekonomi di wilayah tetangga nya.

(23)

4

di satu wilayah yang mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di wilayahnya

dan wilayah tetangganya.

1.2. Perumusan Masalah

Secara hukum Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 13 tahun 1976 telah

menjadi kerangka dasar pengembangan wilayah Jakarta dengan wilayah

tetangganya. Instruksi Presiden tersebut menyatakan bahwa wilayah Jakarta

selaku ibukota negara dikembangkan ke wilayah-wilayah sekitarnya yang

berfungsi sebagai penyangga. Wilayah penyangga tersebut adalah Kabupaten

dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Tangerang, serta Kabupaten

dan Kota Bekasi. Sehingga wilayah Jakarta beserta wilayah-wilayah

penyangganya sering disebut sebagai kawasan JABODETABEK.

Berdasarkan landasan hukum ini, pembangunan dan pengembangan

wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dari sudut pandang tata

ruang merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung. Ini menunjukkan akan

terjadi keterkaitan antarwilayah yang secara intensif baik dari segi geografi,

pembangunan ekonomi, transportasi dan lainnya. Oleh karena itu, Pemerintah

Pusat dan Daerah di tiap wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi

memiliki peran penting dalam melaksanakan pembangunan di wilayahnya.

(24)

ekonomi di wilayah Bogor, Bekasi dan Jakarta. Jaringan jalan Tol Jagorawi

membawa dampak pada pertumbuhan seperti sektor perumahan dari berbagai

tipe, mulai dari Rumah Sangat Sederhana (RSS) hingga

real estate. Demikian

juga berbagai jenis angkutan penumpang dan barang terus bertambah

jumlahnya, hal ini seiring dengan bertambahnya perusahaan-perusahaan otomotif

(PO). Sedangkan pertumbuhan di sektor perdagangan ditandai dengan semakin

bertambahnnya tempat-tempat perbelanjaan (

shopping centre), pertokoan, mal

dan tempat rekreasi.

Pembangunan jalan tol terus diperluas yaitu dengan dioperasikan jaringan

Tol Cipularang sepanjang 129 km pada tahun 2005. Tol Cipularang bermanfaat

sangat besar bagi wilayah-wilayah yang dilewatinya yaitu Jakarta, Bekasi dan

wilayah Jawa Barat lainnya. Jaringan tol ini adalah sambungan Tol Cikampek ke

arah lingkar luar Jakarta, ini adalah satu jalur pendek untuk mempersingkat waktu

tempuh Jakarta ke Bandung dan sebaliknya.

Kehadiran jaringan tol ini menjadikan ibukota Jawa Barat ini bertumbuh

pesat, laju pertumbuhan ekonomi Bandung pada tahun 2005 mencapai 7.8

persen lebih besar dibanding tahun sebelumnya 7.5 persen. Pendapatan

Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat 25 persen dari Rp 34.8 triliun

menjadi Rp 43.5 triliun. Tingkat penyerapan tenaga kerja naik sebesar 30 persen,

dan tingkat pengangguran turun 10,3 persen (Laporan Pertanggung Jawaban

Wali Kota Bandung, 2007).

(25)

6

jalan dapat pula akan menciptakan relokasi input-input kapital dan labor (tenaga

kerja) antarwilayah (Reitveld dan Nijkamp, 2001). Artinya pembangunan

infrastruktur tersebut dapat memobilisasi unit-unit input, kapital dan labor

berpindah dari satu wilayah ke wilayah tetangganya.

Berikut ini adalah beberapa fenomena yang mendekati maksud dari

Reitveid. Adalah wilayah Parung, wilayah ini dahulu cukup ramai dilalui dan

disinggahi kendaraan penumpang dan barang dari Jakarta menuju Bogor dan

sebaliknya. Keramaian wilayah ini kemudian dikuti dengan tumbuhnya berbagai

aktivitas ekonomi khusunya disepanjang jaringan jalannya. Namun dibukanya Tol

Jagorawi tahun 1978, telah membawa pengaruh besar terhadap perubahan

aktivitas ekonomi Parung. Saat ini aktivitas ekonomi di sepanjang jaringan jalan

tersebut relatif tidak berkembang. Keadaan tersebut kini sangat berbeda, jalur

tersebut kini relatif sepi, aktivitas utama hanyalah jalur angkutan kota (angkot)

dari Parung ke Bogor dan sebaliknya. Dengan demikian aktivitas ekonomi dijalur

inipun relatif tidak berkembang (Laporan Tahunan Pemda Cibinong, 1990).

(26)

makanan dan barang lainnya hingga mencapai 30 – 70 persen (Perhimpunan

Hotel dan Restoran Indonesia, 2006).

Kota Purwakarta dahulu ramai karena dilewati jalur Jakarta-Bandung (atau

sebaliknya) melalui Padalarang, namun saat ini kota relatif sepi dari berbagai

aktivitas ekonomi, bahkan kota ini pernah disebut sebagai ”kota mati.”

Pertumbuhan ekonomi kota ini turun drastis, ratusan pedagang khususnya di

sektor informal (warung makan, kios keramik, beberapa SPBU) dan tempat usaha

lainnya terpaksa menutup usahanya, karena nyaris sepi pembeli (Nurlaela Munir,

2006). Demikian pula Cianjur yang dahulu ramai menjadi akses tujuan perjalanan

Jakarta-Bandung, sekarang menjadi sepi sama dengan kota Purwakarta

(Cipularang Impact, 2008).

Keberadaan dari jaringan jalan raya, jalan tol, jalan rel dapat berpengaruh

terhadap aktivitas ekonomi wilayah baik positip maupun negatif. Hal ini

merupakan fenomena yang muncul dari kekuatan infrastruktur transportasi dan

networking wilayah-wilayah

yang terbentuk olehnya. Oleh karena itu, kiranya

diperlukan suatu analisis tentang bagaimanakah infrastruktur transportasi di satu

wilayah berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di

wilayahnya dan terhadap wilayah tetangganya.

Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini hendak menganalisis

seberapa besar pengaruh infrastruktur transportasi terhadap pertumbuhan

ekonomi di satu wilayah, dan juga pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi

di wilayah tetangga nya. Dengan demikian masalah penelitian yang dirumuskan

didalam penelitian ini adalah :

(27)

8

2.

Kebijakan infrastruktur transportasi manakah yang memberikan dampak

pada aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh pada wilayah di

kawasan JABODETABEK ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1.

Menganalisis pengaruh infrastruktur transportasi di satu wilayah terhadap

pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut dan wilayah tetangga nya,

2.

Menganalisis pengaruh kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi di

satu wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayahnya dan dampaknya

pada wilayah tetangganya.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rekomendasi

yang bermanfaat terhadap kebijakan dan upaya pemerintah pusat maupun

daerah dalam menetapkan pembangunan infrastruktur transportasi. Khususnya

dalam mengalokasikan investasi infrastruktur transportasi yang memberikan

dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) di wilayah-wilayah di kaw asan JABODETABEK.

1.4. Lingkup Penelitian

(28)

Pendekatan operasional variabel infrastruktur transportasi adalah jalan

(jalan raya, jalan tol, dan jalan rel) tersebut akan didekati (proxy) dengan nilai

nominal investasi. Investasi yang tersebut adalah sejumlah pengeluaran yang

digunakan sebagai investasi dalam bentuk public capital oleh pemerintah pusat

dan pemerintah daerah (pemda) untuk membiayai pembangunan jalan yang

dikeluarkan setiap tahunnya.

Adapun yang dimaksud aktivitas ekonomi adalah aktivitas sektoral yaitu

suatu aktivitas dimana dalam kegiatannya dalam berproduksi, berada atau

melekat (inherent

) pada jalan baik jalan raya, jalan tol atau jaringan jalan rel

(kereta api). Secara rinci aktivitas ekonomi tersebut dinyatakan dalam jumlah unit

dan dikelompokan kedalam: (1) Aktivitas Perdagangan terdiri dari, unit Padagang

Kaki Lima (PKL), Grosir-Ritel terdiri dari unit toko, pasar,

mini market dan super

market, hypermarket dan mal), serta Aktivitas Perhotelan unit hotel, (2) Aktivitas

Perangkutan terdiri dari unit angkutan penumpang (orang) dan unit angkutan

kota (angkot), bus kota dan luar kota, taksi dan kendaraan penumpang pribadi,

serta unit angkutan barang yang terdiri dari truk (atau sejenisnya) yang terdiri dari

berbagai tipe, (3) aktivitas Unit Perumahan-Bangunan terdiri dari unit rumah

(yang dibangun pemerintah dan pengembang swasta) dan unit bangunan yang

terdiri dari unit kantor swasta dan pemerintah, dan akhirnya (4) Aktivitas

Industrian yang terdiri dari unit industri besar-menengah, serta unit industri kecil.

(29)

10

sudah terhubungkan oleh jalan darat (jalan raya, tol, dan rel) sedemikian rupa

sehingga membentuk satu kesatuan atau

networking.

Kesatuan wilayah secara

geografis ini diharapkan dapat terus menciptakan dampak berkelanjutan di

berbagai aktivitas ekonomi antarwilayah, dan akhirnya membentuk satu kesatuan

ekonomi.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dibagi kedalam 10 (sepuluh) bab, tiap bab terdiri

sub-bab dan juga anak sub-bab, semuanya menjelaskan maksud dari bab

secara rinci. Adapun penjelasan singkat dari tiap tersebut adalah sebagai berikut.

Bab 1, berisi pendahuluan yang memuat latar belakang, permasalahan dan

tujuan penelitian serta ruang lingkup penelitian.

Bab 2,

merupakan tinjauan pustaka, berisi teori yang terkaitan dengan

topik penelitian ini. Selanjutkan pada sub-bab studi empiris berisi kajian berbagai

penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan isu dengan penelitian ini. Studi

empiris ini dibuat oleh beberapa peneliti di berbagai negara.

Pada bab 3, memuat kerangka pemikiran, kerangka tersebut menjelaskan

konsep dan sistematika berpikir yang digunakan untuk membangun model

persamaan.

Bab 4 menjelaskan metode penelitian, bab ini berisi proses

pengumpulan data, tahapan penelitian dan pembentukan model persamaan

ekonometrik. Model persamaan ekonometrik dibangun berdasarkan konsep dan

kerangka berpikir di bab 3 sebelumnya.

(30)

aktivitas perdagangan, perangkutan, perumahan-bangunan dan unit aktivitas

industri dalam kurun waktu 1996 sampai 2006.

Pada sistematika di bab 6, memuat deskripsi lebih rinci mengenai variabel

yang digunakan dalam model persamaan. Dalam bab ini juga akan dijelaskan

karakteristik dari variabel jalan, dan terakhir penjelasan mengenai pemberian

nama atau inisial (karakter) dalam mode, dan terakhir penjelasan mengenai

pemberian nama atau inisial (karakter) dalam model persamaan.

Bab 7

menyajikan hasil estimasi yang diperoleh dari operasional model

bersama dengan data. Hasil estimasi akan menjelaskan pengaruh infrastruktur

jalan terhadap pertumbuhan jumlah unit di berbagai aktivitas sektor, juga

pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan produksi pada tiap sektor.

Sedangkan pada

bab 8

, secara khusus menganalisis dampak beberapa

kebijakan. Kebijakan dilakukan dengan menaikan besaran persentase pada nilai

investasi untuk jaringan jalan tertentu. Dilanjutkan dengan bab 9 berisi bahasan

mengenai hubungan antarwilayah yang bersifat komplemen atau kompetisi. Dua

wilayah d ikatakan saling berkomplemen (melengkapi) apabila kenaikkan investasi

jalan di salah satu wilayah menyebabkan keduanya bersama-sama merespon

positip atau negatif terhadap pertumbuhan produksi sektor tertentu. Demikian

sebaliknya, untuk dua wilayah yang saling berkompetisi.

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infrastruktur Transportasi

Infrastruktur transportasi memiliki peran menciptakan nilai (value) suatu

barang. Sesuai teori neoklasik, suatu barang memiliki nilai sesuai dengan biaya

produksi atau secara spesifik oleh biaya pengorbanan tenaga kerja yang

dikeluarkan atasnya. Transportasi merupakan suatu alat yang dapat menciptakan

nilai yang lebih tinggi pada suatu barang, sehingga barang tersebut dapat

memenuhi kepuasan konsumen. Dalam hal ini, transportasi memberikan nilai bagi

suatu barang melalui proses pemindahan barang dari pusat produksi ke pusat

konsumsi. Penciptaan nilai atas barang oleh transportasi ini menjadikan

transportasi sebagai suatu alat yang bernilai secara ekonomi (Polak dan

Heertje, 2001).

Dalam ilmu ekonomi transportasi, kehadiran ruang (space

) menjelaskan

tentang pemisahan sejumlah aktivitas ekonomi oleh jarak dan pengorganisasian

ekonomi ke dalam area-area berbeda seperti kota dan wilayah (Vickerman,

1995). Dalam cara lebih formal,

space didefinisikan sebagai sebuah relasi pada

sejumlah obyek (Gattrell, 1983). Infrastruktur trasportasi memiliki peran

menghubungkan antara dua ruang

(space) yang berbeda dan menciptakan

berbagai manfaat kepada wilayah-wilayah tersebut.

(32)

yaitu,

crowding-out terutama pada investasi berskala besar. Efek

crowding-out

bersumber dari : infrastruktur transportasi sering dibiayai oleh obligasi (hutang)

pemerintah. Hutang pemerintah dapat mendorong kenaikan suku bunga menjadi

lebih tinggi yang akhirnya menekan investasi swasta lebih rendah di dalam

perekonomian. Dari sisi permintaan (

demand side), umumnya pengaruh yang

muncul dari infrastruktur transportasi adalah bersifat sementara, yang kemudian

merupakan stimulus bagi tersedianya sejumlah lapangan kerja (employment), dan

pendapatan (income) selama masa pembangunan konstruksi infrastruktur

tersebut (Polak dan Heertje,

2001).

Efek infrastruktur transportasi yang permanen pada perekonomian adalah

menyebabkan bertambahnya kuantitas faktor-faktor produksi yang diperlukan

untuk pengoperasian dan pemeliharaannya. Salah satu jenis efek permanen yang

perlu diperhatikan adalah yang disebut dengan ”program” atau efek ”

spin-off.”

Efek program menunjuk pada perubahan tidak langsung dalam jangka panjang di

dalam

income,

employment dan investasi pada sektor swasta, yaitu efek-efek

yang mana didorong oleh peluang baru yang ditawarkan oleh pembangunan atau

perluasan infrastruktur.

Tabel 2.1. Tipe Efek Investasi Infrastruktur Transportasi

Tipe Efek

Sisi Permintaan

Sisi Penawaran

Temporer

Efek konstruksi :

Crowding-out

--

Permanen (

structural

)

Biaya operasi dan pemeliharaan

Efek pada

produktivitas

dan lokasi aktivitas

aktivitas baru.

(33)

14

Kaitan antara investasi infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi

dijelaskan oleh Hess dan Ross (1997) melalui konsep

production possibilities

boundary

(PPB). Dari sisi prinsip ekonomi, konsep

production possibilities

boundary

(PPB) adalah sebuah kurva yang menunjukkan kombinasi-kombinasi

output barang dan jasa akhir yang dapat dihasilkan pada satu periode waktu

tertentu dalam suatu perekonomian dengan menggunakan semua sumberdaya

yang tersedia secara penuh dan efisien. Ekspansi atau perluasan pada PPB

mengindikasikan pertumbuhan output atau ekonomi sebagai hasil dari kenaikan

di dalam kuantitas dan kualitas sumberdaya tersedia dan kemajuan teknologi.

Jika produksi output meningkat lebih cepat dibanding populasi maka output per

kapita meningkat dan pertumbuhan ekonomi terjadi.

Selanjutnya dijelaskan bahwa input kapital atau investasi merupakan input

yang memiliki peranan penting. Inves tasi dalam bentuk stok kapital fisik pada

perekonomian terdiri atas pabrik, peralatan, mesin, berbagai bentuk hunian dan

bangunan lainnya, infrastruktur ekonomi seperti transportasi dan

network

komunikasi. Stok kapital tersebut dari periode ke periode makin berkembang dan

berakumulasi sehingga menumbuhkan kapasitas produksi yang menyebabkan

terjadi pertumbuhan ekonomi.

2.2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

(34)

dinyatakan bahwa suatu perekonomian mengalami perkembangan jika

pendapatan per kapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat dalam

jangka panjang.

Selain itu masih menurut Todaro (2009), ada tiga faktor atau komponen

utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa.

Pertama, akumulasi

modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan,

antara lain : tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia. Kedua,

pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak

jumlah angkatan kerja. Ketiga, kemajuan teknologi.

Akumulasi modal (capital accumulation) terjadi apabila sebagian dari

pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar

output dan pendapatan di kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin,

peralatan dan bahan baku meningkatkan stok modal

(capital stock) fisik suatu

negara (yakni, nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif secara fisik)

dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadi peningkatan output di masa-masa

mendatang. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi

dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi

infrastruktur

ekonomi dan sosial. Contohnya adalah pembangunan jalan raya, penyediaan

listrik, persediaan air bersih dan perbaikan sanitasi, pembangunan fasilitas

komunikasi dan sebagainya, dan kesemuanya itu mutlak dibutuhkan dalam

rangka menunjang dan mengintegrasikan segenap aktivitas ekonomi produktif.

(35)

16

tersebut. Ketentuan ini sangat penting diperhatikan dalam ekonomi wilayah,

karena bisa saja suatu wilayah mengalami pertumbuhan tetapi pertumbuhan itu

tercipta karena banyaknya bantuan atau suntikan dana dari pemerintah pusat

dan pertumbuhan itu terhenti apabila suntikan dana dihentikan. Dalam kondisi

seperti ini, sulit dikatakan ekonomi wilayah itu bertumbuh.

2.3. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah dari Pendekatan Penawaran

Dalam membuat kebijakan untuk membangun pertumbuhan wilayah,

landasan yang dibuat pemerintah haruslah mengacu pada keadaan dan karakter

suatu wilayah. Sumber daya wilayah atau faktor-faktor lokal seringkali tidak

mampu mendukung perekonomian wilayah, oleh sebab itu mendesak untuk

melakukan usaha dalam rangka meningkatkan sumberdaya tersebut secara

kuantitas dan kualitas. Berdasarkan pendekatan penawaran (supply side

approach), ketersediaan faktor-faktor lokal diberi tekanan penting untuk

mendorong pertumbuhan wilayah. Dengan demikian dapat dirumuskan hubungan

antara hasil ekonomi wilayah (Q) dan ketersediaan sumber-sumberdaya lokal

sebagai berikut :

Q = f (f

1

, f

2

,f

3

..., f

n

) ...

(2.1)

Dalam rumus tersebut, f

1

, f

2

, f

3

,… f

n

adalah faktor-faktor dari pasokan lokal (

local

supply

) yang mempengaruhi produktivitas wilayah, antara lain adalah :

(36)

2.

Tenaga kerja. Upaya perbaikan kualitas tenaga kerja dapat dilakukan

dengan pelatihan keterampilan, pendidikan, dan perbaikan sistem insentif.

Sementara itu, bila dirasakan jumlah tenaga kerja dalam wilayah terbatas,

dibenarkan ”mengimpor” tenaga kerja dari luar wilayah. Kebijakan

ketenagakerjaan harus disusun terintegrasi di dalam perencanaan

pembangunan wilayah dalam rangka mengurangi kesenjangan hasil

ekonomi yang berupa ketidakefisienan dan pengangguran.

3.

Masukan antara

(intermediate input). Di luar faktor-faktor dasar yang

disebutkan di atas, sistem produksi di dalam wilayah memerlukan

sumberdaya bahan setengah jadi atau masukan antara yang

ketersediaannya harus dicukupi. Masukan antara dapat dihasilkan di dalam

maupun didatangkan dari luar wilayah. Untuk dapat mensinkronisasikan

keperluannya dengan sistem produksi secara keseluruhan, diperlukan

koordinasi terintegrasi dalam waktu ataupun sasaran produksi setiap sektor

dalam wilayah.

(37)

18

2.4. Peranan Infrastruktur Transportasi dalam Pertumbuhan

Ekonomi Wilayah

Rietveld dan Nijkamp (2000) menyatakan bahwa pembangunan wilayah

dapat dikenali dari hasil dari kombinasi faktor-faktor produksi yang tepat, seperti

tenaga kerja dan modal, tetapi juga infrastruktur secara umum, dan khususnya

transportasi. Dalam Kasikoen (2005) mengemukakan bahwa fasilitas infrastruktur

seperti jalan, jembatan, komunikasi, pasar, sekolah serta air bersih merupakan

unsur-unsur penting sebagai landasan

prime mover dalam mendukung

pembangunan wilayah. Peningkatan infrastruktur transportasi aka n membawa

pada menurunnya biaya transport, diikuti dengan meningkatnya produktivitas dari

faktor-faktor produksi swasta. Oleh karena itu, pengurangan infrastruktur

transportasi akan membawa penurunan produktivitas dari berbagai faktor

produksi. Berikut adalah mekanisme dari pengaruh infrastruktur transportasi

terhadap pertumbuhan wilayah (Gambar 2.1).

Infrastruktur

Manfaat

Perusahaan

Manfaat Rumah

Tangga

Penurunan

Biaya

Perluasan

Pasar

Peningkatan

Kesejahteraan

Pertumbuhan

Wilayah

Gambar 2.1. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Wilayah

(38)

Diawali dengan menurunnya biaya angkut (transportasi) dan manfaatnya

langsung diterima oleh rumah tangga dan perusahaan. Pengaruh infrastruktur

transportasi bagi rumah tangga akan meningkatkan kesejahteraan dan perluasan

pasar, sedangkan bagi perusahaan selain meningkatkan pasar juga menurunkan

biaya. Ketiga hal itu akhirnya akan menciptakan pertumbuhan yang pada

akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan wilayah.

Untuk melihat peranan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi

wilayah umumnya dilakukan dengan pembuatan model analisis. Model tersebut

diharapkan mampu menjelaskan efek infrastruktur transportasi terhadap

perubahan beberapa sektor ekonomi. Salah satu di antaranya adalah model

keseimbangan umum atau sering disebut computable general equilibrium (CGE),

model ini mampu menganalisis efek perubahan infrastruktur transportasi terhadap

beberapa sektor. Gambar 2.2 berikut adalah sketsa model keseimbangan umum

Pluym dan Roosma, (1984).

Beberapa aspek penting yang ditemukan pada model tersebut, adalah

peran penting yang dimainkan oleh perantara intermediate. Juga, terdapat

kompetisi yang makin kuat di dalam tenaga kerja (employment). Harga-harga

produk akan menurun sehingga konsumen dapat membelanjakan lebih banyak

produk-produk.

(39)

20

2.5. Analisis Keterkaitan Antarwilayah : Model Berbasis Fungsi Produksi

Reitveld dan Nijkamp (2001), mengemukakan beberapa kekurangan dari

studi-studi yang menganalisis peningkatan infrastruktur transportasi terhadap

produktivitas regional dengan mengambil level perusahaan. Analisis level

perusahaan (level mikro) hanya melihat pada peningkatan produktivitas

perusahaan-perusahaan yang langsung dipengaruhi oleh peningkatan

infrastruktur, sementara efek-efek tidak langsung pada perusahaan atau sektor

lain tidak diperhitungkan. Sehingga ditemukan bahwa efek peningkatan

Pembangunan

infrastruktur transportasi

Pengurangan biaya

transportasi

Produk-produk

ekspor lebih murah

Produk-produk

impor lebih murah

Perantara

Ekspansi dari total

produksi

Bagian produksi

domestik yang

disubstitusi oleh

impor

Diseconomies

of scale

Economies

of scale

Peningkatan produksi

dan kesempatan kerja

Penurunan produksi dan

kesempatan kerja

Gambar 2.2. Efek Peningkatan Infrastruktur Transportasi

(40)

infrastruktur transportasi terhadap produktivitas regional adalah rendah. Karena

itu penting untuk menggunakan pendekatan modeling dengan fungsi produksi

agregat, dan berbagai elemen dapat dimasukan ke dalam persamaan.

Formulasi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk sektor

i

dalam region

r,

dengan berbagai tipe infrastruktur yang diusulkan oleh Reitveld dan Nijkamp

(2000) adalah :

)

,...,

;

,

(

ir ir r r

ir

ir

f

L

K

IA

IN

Q

=

...

(2.2)

keterangan :

Q

ir

= nilai tambah sektor i, wilayah r

L

ir

= kesempatan kerja sektor i, wilayah r

K

ir

= kapital privat sektor i, wilayah r

IA

r

,…,IN

r

= berbagai tipe infrastruktur wilayah r, misalnya transportasi,

komunikasi, suplai energi, suplai air, pendidikan, pelayanan

kesehatan, dan lain-lain.

Pendekatan dilakukan dengan membedakan berbagai tipe infrastruktur

transportasi menurut cakupan ruang mereka yakni

intra-regional, dan

inter-regional, bahkan mungkin internasional.

Boarnet (1995), menggunakan pendekatan fungsi produksi untuk

menganalisis efek infrastruktur transportasi terhadap produktivitas ekonomi.

Infrastruktur transportasi didekati dengan variabel stok kapital

highway dan street

dan fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk log-linear, ditunjukkan sebagai :

log (GCP

it

) =

α

0

+

α

1

log (L

it

) +

α

2

log (K

it

) +

α

3

log (H

it

) + u

it

...

(2.3)

keterangan:

GCP

= gross produk (produk regional bruto=PDRB) wilayah

L

= input labor (employment) wilayah

K

= stok kapital swasta

(41)

22

Fungsi produksi ini kemudian diperluas dengan memasukkan stok kapital

highway dan

street dari region tetangga untuk melihat efek infrastruktur

transportasi wilayah tetangga terhadap produksi wilayah bersangkutan. Fungsi

tersebut adalah :

log (GCP

it

) =

α

0

+

α

1

log(L

it

) +

α

2

log(K

it

) +

α

3

log(H

it

) +

α

4

log(W*H

it

) + u

it

... (2.4)

keterangan :

W*H = lag tahun pertama dari jumlah kapital highway dan street dalam

semua wilayah tetangga.

Persamaan fungsi produksi baik sektoral maupun wilayah di atas menunjukkan

bahwa, hubungan infrastruktur transportasi dengan produksi baik sektoral

maupun wilayah serta keterkaitan antarwilayah yang berhubungan dapat

diestimasi.

2.6. Studi Empiris

Penelitian dan berbagai studi yang mengarah adanya hubungan

infrastruktur transportasi dengan pertumbuhan sektor ekonomi dan pertumbuhan

ekonomi wilayah sudah banyak dilakukan di beberapa negara. Selain itu arah

penelitian juga terus dikembangkan kepada keterkaitan antarwilayah terutama

terhadap wilayah sekitar atau tetangganya.

Berikut ini adalah beberapa penelitian

yang pernah dilakukan di beberapa negara dan termasuk di Indonesia.

(42)

(public investment) dengan produktivitas yang dihasilkan. Selama periode

pengamatan studi 1973 sampai 1985, memperlihatkan investasi publik neto dari

Amerika Serikat dan Jepang rata-rata 0.3 persen dan 5.1 persen dari

gross

domestic product

(GDP), dengan tingkat pertumbuhan pertumbuhan

masing-masing GDP per tenaga kerja adalah 0.6 persen dan 3.1 persen per tahun.

Dalam ilustrasinya, regresi sederhana dari rata-rata tahunan tingkat

pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di negara yang tergabung dalam G-7

berlawanan dengan ratio investasi publik dan gross domestic output dari periode

1973 sampai 1985 dengan koefisien slope 0.47. Dengan kata lain, pertumbuhan

output per jam di wilayah penelitian (Amerika Serikat) selama periode penelitian

adalah mempunyai relasi positif terhadap ratio konsumsi pemerintah dengan

output. Sehingga hasil penelitian tersebut mengindikasikan

pertama,

stok modal

pada publik non militer (

the nonmilitary public capital) secara dramatis sangat

menentukan produktivita, juga terkait dengan arus pengeluaran (flow of spending)

dari pengeluaran non militer dan pengeluaran militer.

Kedua, modal yang

tertanam pada infrastruktur militer (military capital) berkorelasi kecil (rendah)

terhadap produktivitas.

Ketiga,

basis inti (

core) dari infrastruktur, seperti jalan,

jalan raya, bandara, angkutan massa, dan sistem pengairan merupakan kekuatan

(power) yang mampu menjelaskan timbulnya produktivitas. Dalam studi ini juga

memperlihatkan nilai elastisitas yang tinggi yaitu sebesar 0.39 dan 0.34 dari

investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai pengembalian

investasi (return) yang sangat tinggi yaitu sebesar 60 persen.

(43)

24

sebagian besar aktivitas ekonomi melalui perubahan aktivitas tersebut dari satu

lokasi ke lokasi lainnya. Dan yang menjadi masalah bahwa produktivitas terjadi

pada skala geografi yang terbatas (small geographic) tetapi tidak pada area yang

lebih luas dari itu. Pada tes hipotesis studi ini, menggunakan pendekatan model

fungsi produksi dari modal

’jalan raya’ dan

’jalan raya yang lebar’

(road capital

and highway) di wilayah-wilayah California dari tahun 1969-1988. Hasil penelitian

memperlihatkan, produksi (output) dari masing-masing wilayah berasosiasi positif

dengan

highway capital di wilayah tersebut. Tetapi output di wilayah lain yang

terdekat (

neighboring counties) berasosiasi negatif dengan

highway capital. Hal

ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pengaruh dari produktivitas dari

highway capital merubah aktivitas ekonomi di masing-masing wilayah, sedangkan

pengaruh highway capital terhadap wilayah tetangga terdekat (neighboring

counties) adalah negatif.

Fakta ini memberikan kesan bahwa satu hal dari

public capital adalah

bernilai produktif, menciptakan tambahan output, dan memberikan

competitive

advantage di area lokasi suatu wilayah, namun hal ini di wilayah lain yang

terdekat (nearby places) memberikan dampak negatif. Paling tidak, pesan yang

hendak disampaikan adalah pentingnya untuk mempertimbangkan skala geografi.

Hal ini penting untuk mempertimbangkan pertanyaan apakah public infrastructure

selalu memberikan menghasilkan produktivitas ?.

(44)

persentase dari pertumbuhan PDB per kapita, di berbagai negara besarnya

elastisitas tersebut bervariasi antara 0.07 sampai 0.44 (World Bank, 2003).

Sedangkan studi terbaru dari Calderon dan

Serven (2004) menyebutkan

bahwa elastisitas infrastruktur terhadap PDB per tenaga kerja (labor) di

negara-negara Amerika Latin untuk telepon sebesar 0.156, listrik sebesar 1.63, dan jalan

sebesar 0.178. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya kenaikan satu persen

penambahan kapasitas tenaga listrik (kwh per tenaga kerja) diharapkan akan

meningkatkan 0.156 persen PDB per tenaga kerja. Lebih lanjut World Bank juga

mendapatkan bukti adanya asosiasi yang kuat antara ketersediaan infrastruktur,

khususnya telekomunikasi, listrik, jalan beraspal, dan akses terhadap air bersih,

dengan PDB per kapita (Bappenas, 2003).

Stephan (1997), dalam studinya melihat adanya hubungan kaitan sektor

manufaktur dengan infrastruktur jalan raya. Dengan menggunakan data

time-series cross-section sektor manufaktur pada 11 Bundeslander

tahun 1970-1993

di Jerman. Temuannya, adalah bahwa ada indikasi korelasi kuat antara

infrastruktur jalan raya dengan output yang dihasilkan sejumlah kawasan

manufaktur

(Bundeslander)

tersebut di wilayah Jerman. Dengan

keterbatasannya, studi ini pun menemukan besarnya estimasi elastisitas output

dari berbagai spesifikasi infrastruktur jalan dengan rentang nilai dari 0.325 sampai

1.130, angka ini cukup tinggi untuk mengestimasi tingkat pengembalian (

return)

infrastruktur jalan raya. Stephan menggunakan tiga mendekatan yang berbeda,

yaitu; fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi translog dan pendekatan

growth accounting, dan kesemua pendekatan tersebut membuktikan bahwa ada

(45)

26

Studi yang mirip juga dilakukan oleh Seitz (1993), dalam mengamati

dampak perubahan produktivitas atas perbaikan, pengembangan dari jaringan

jalan raya (higway) di Jerman (sebelumnya Jerman Barat). Model yang dipakai

adalah fungsi biaya Leontief, dan menggunakan panel data dari 31 sektor

indus tri di berbagai manufaktur, serta data tahunan kapital stok dari sejumlah

jaringan jalan di Jerman Barat tahun 1970 sampai 1989. Studi ini menemukan,

bahwa penambahan investasi pada infrstruktur transportasi akan menaikkan

marjinal produk atas private capital.

Studi yang dilakukan Buurman dan Rietveld (1999) di Bangkok ini

menggunakan GIS (graphical information system), keduanya menemukan

dampak positif dari keberadaan jalan raya utama (roads) untuk mencapai

pelabuhan (ports) terhadap lokasi industri. Sekalipun dampak tersebut relatif

rendah (modest), namun keberadaan jarak mencapai pelabuhan tersebut

dinyatakan cukup signifikan. Selain itu pula zona-zona yang dekat dari Bangkok

cenderung lebih dapat berinteraksi dengan dengan lokasi-lokasi industri tadi. Dan

fenomena inilah yang melatar belakangi (background) banyak hal dalam

mengelola sumber utama (resource based) atau bisnis pertanian.

(46)

Indikasi ini terlihat dari besarnya kontribusi investasi jalan raya di Sulawesi

Utara terhadap pembentukan PDRB aktual yaitu sebesar 5,18 persen. Hal ini

berarti, apabila PDRB tumbuh sebesar 100 persen, maka 5,18 persen

diantaranya disebabkan karena investasi jalan raya, selebihnya merupakan

sumbangan sektor-sektor lainnnya. Hal ini bisa berarti, bahwa intensitas

penggunaan jaringan jalan oleh sektor-sektor ekonomi di propinsi-propinsi yang

ada di Sulawesi masih relatif rendah.

Rendahnya intensitas jalan, secara konseptual memang beralasan karena

fungsi infrastruktur jalan adalah sebagai penunjang (neccessary condition) dalam

pembentukan PDRB, bukan faktor utama (sufficient condition). Ini bukan berarti

pula bahwa jaringan jalan di sana tidak penting bagi pengembangan wilayah.

Sebaliknya justru merupakan peluang agar kualitas dan kuantitas jaringan jalan

yang ada saat ini lebih bisa ditingkatkan sehingga dapat lebih memacu

pertumbuhan ekonomi wilayah. (Ditjend. Prasarana Wilayah, Departemen

Kimpraswil , 2003).

(47)

28

dampak ekonomi positf .Sedangkan propinsi Sumatera Selatan memperoleh

urutan prioritas tertinggi kedua. Selain itu peningkatan komunikasi merupakan

manfaat sosial terpenting dari JLS, disusul oleh peningkatan keamanan dan

kepercayaan. Peningkatan komunikasi dianggap sebagai sumber berbagai jenis

manfaat; misalnya perbaikan pendidikan dan kesehatan mulai dirasakan,

penduduk yang berada di tempat yang jauh semakin mudah mencapai sekolah

dan puskesmas.

Sedangkan dampak negatif yang timbul dari keberadaan JLS ini adalah,

berkenaan dengan biaya sosial. Perubahan gaya hidup dan goyahnya nilai sosial

yang sering disebut ”biaya modernisasi” dan dianggap sebagai dampak negatif

tertinggi. Pertemuan sosial yang diikuti dengan pertukaran informasi pada

ruas-ruas jalan sebelum JLS, dirasa makin jarang diketemukan, gaya hidup penduduk

setempat agak terganggu. Betapa pun kurang pentingnya gejala ini, suatu studi

dampak yang lengkap harus memasukkan masalah ini secara eksplisit.

Sedangkan dampak langsung dan tidak langsung JLS dapat diidentifikasi melalui

angka pembongkaran barang di pelabuhan. Setelah JLS selesai, jumlah dalam

ton yang dimuat di pelabuhan Bakauheni melonjak sebesar 71 persen,

sedangkan komoditas yang dibongkar meningkat sebesar 61 persen.

(48)

Garcia-Mila dan Mc Guire (1992), mengestimasi suatu model fungsi

produksi dengan memasukkan input modal publik yang digabungkan dengan

modal

highway dan sumberdaya manusia (SDM), yang diukur melalui

pengeluaran pendidikan. Input ketiga adalah modal swasta dan output adalah

produk kotor negara bagian (Gross Domestik Produk). Estimasi elastisitas GDP

terhadap modal

highway yang diperoleh adalah 0.04 dan untuk SDM sebesar

0.15 (elastisitas untuk struktur swasta dan peralatan modal swasta

masing-masing adalah sebesar 0.10 dan 0.37).

Temuan yang hampir sama pada elastisitas GSP terhadap infrastruktur

transportasi (stock highway) dilakukan oleh Munnell (1990b). Dengan

menggunakan data dari 48 negara bagian di USA pada tahun 1970-1986,

diperoleh bahwa elastisitas GDP terhadap

highway adalah 0.06, dan terhadap

infrastruktur air dan

gorong-gorong adalah 0.04. Elastisitas untuk kategori stock

publik lainnya adalah 0.01, sementara pada tenaga kerja dan modal swasta

masing-masing adalah 0.24 dan 0.31.

Eisner (1991), lebih lanjut menguji hasil estimasi Munnell dengan data

yang sama. Hasilnya menunjukkan bahwa ketika data dirancang secara

cross

section, modal publik juga menunjukkan dampak yang kecil dan signifikan

terhadap pertumbuhan negara bagian. Namun, ketika data dirancang secara

variabel longitudinal, dampak dari modal publik menjadi tidak signifikan.

(49)

30

dari spesifikasi model empiris (misalnya, penggunaan variabel lag) maupun

keduanya.

McGuire (1992), lebih lanjut mempelajari sensitivitas dan hasil berbeda

pada Munnell (1990b) dan Garcia-Mila dan McGuire (1992) menyatakan bahwa

perbedaan tersebut hanya disebabkan oleh besaran yang diperoleh. Dengan

menggunakan data yang sama dia memasukkan

highway, air dan gorong-gorong

sebagai modal publik. Dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas,

estimasi elastisitas output yang diperoleh terhadap modal

highway

berada pada

kisaran 0.121 sampai 0.370. Ketika ingin mengetahi dampak negara bagian,

diperoleh elastisitas output (diukur dengan GSP) terhadap modal infrastruktur

highway berada pada kisaran 0.121 sampai 0.127 (elastisitas output terhadap air

dan gorong-gorong berada pada kisaran 0.0043 sampai 0.064).

Permasalahan utama dengan model fungsi produksi yang menggunakan

basis negara bagian (GSP) adalah tidak mampu menerangkan interaksi antar

negara bagian untuk faktor-faktor mobilitas seperti modal dan tenaga kerja.

Sehingga, dampak utama dari investasi pada infrastruktur transportasi adalah

perubahan relatif yang terjadi pada aksesibilitas dan daya tarik faktor-faktor

tersebut. Dampak ini pada akhirnya akan merelokasi perusahaan-perusahaan

secara yuridis dengan pegawainya (serta mitra kerja) ke wilayah lain. Kesalahan

dengan tidak memperhitungkan perubahan spasial ini akan menghasilkan

estimasi elastisitas yang bias (lihat juga studi oleh Deno et al., 1997 dibawah ini).

(50)

swasta pada waktu t merupakan fungsi dari tenaga kerja pada waktu t serta stock

modal publik dan swasta pada t-1. Modal publik merupakan gabungan dari stock

modal highway, air dan gorong-gorong serta modal publik lainnya. Untuk

memperhitungkan dampak sebaran juga dimasukkan ratio output terhadap

tenaga kerja di negara bagian tetangga. Berdasarkan estimasi yang diperoleh

disimpulkan bahwa hasil sebelumnya yang menyatakan bahwa marjinal

produktivitas tenaga kerja terhadap infrastruktur yang positif tidak didukung.

Keeler dan Ying (1988), menggunakan pendekatan fungsi biaya untuk

mengkaji dampak investasi highway terhadap biaya dan produktivitas perusahaan

truk swasta. Studi ini menguji penggunaan Class dari perusahaan truk regional di

USA sejak tahun 1950. Hasil menunjukkan bahwa perluasan

highway antara

tahun 1950-1973 memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan

produktivitas sekor usaha truk swasta.

Deno (1988), menggunakan model fungsi keuntungan dimana keuntungan

sektor swasta dispesifikasikan berdasarkan fungsi harga dan jumlah dari tenaga

kerja modal swasta dan stock modal publik. Modal publik diperoleh dari modal

highway, air dan gorong-gorong. Dengan menggunakan database negara bagian,

hasil estimasi elastisitas output terhadap modal highway adalah 0.31 (terhadap

gorong-gorong adalah 0.30 dan air adalah 0.07).

(51)

Gambar

Gambar  2.1.   Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Wilayah
Gambar  2.2.   Efek Peningkatan Infrastruktur Transportasi
Tabel  2.2.  Ringkasan Hasil Studi Dampak Investasi Infrastruktur                            Transportasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Gambar  3. 2.  Kerangka Pikir Transmisi Pengaruh Infrastruktur                          Transportasi terhadap PDRB Wilayah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Desentralisasi fiskal akan meningkatkan efisiensi ekonomi karena pemerintah daerah berada posisi yang lebih baik dibandingkan dengan pemerintah pusat dalam hal memberikan

Materi mata kuliah statistika 1 ini membahas tentang statistika deskriptif, yang berhubungan dengan bagaimana Pengorganisasian Data, Pengolahan Data, Penyajian Data, Sampling, dan

Pada penjelasan sebelumnya dinyatakan bahwa harga prediksi hasil optimasi algoritma genetika lebih baik sehingga koefisiennya dapat digunakan untuk memprediksi harga

Penyimpangan serius tertinggi pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta adalah tidak ada fasilitas kolam dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kendaraan yang masuk,

Bagian Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura I nstitut Pertanian Bogor... BUDIDAYA BAWANG

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul :“Faktor-faktor yang

Lebih penting daripada perbuatan hari-hari (seperti cara makan, cara beribadah, cara menegur seseorang dan ciri-ciri lain), iaitu tanggapan alam sekitar atau world-view, dan

Panwas Kabupaten Ogan Ilir tersebut diatas menyatakan bahwa oleh karena masih terdapat pemilih yang tidak memenuhi syarat sebagai pemilih masih terdaftar dalam DPT dan tidak